i
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
UJI AKTIVITAS PENYEMBUHAN LUKA BAKAR
EKSTRAK ETANOL UMBI TALAS JEPANG
(Colocasia esculenta (L.) Schott var. antiquorum) PADA
TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR
SPRAGUE DAWLEY
SKRIPSI
TITIS MAWARSARI
1111102000021
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
OKTOBER 2015
ii
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
UJI AKTIVITAS PENYEMBUHAN LUKA BAKAR
EKSTRAK ETANOL UMBI TALAS JEPANG
(Colocasia esculenta (L.) Schott var. antiquorum) PADA
TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR
SPRAGUE DAWLEY
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi
TITIS MAWARSARI
1111102000021
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
OKTOBER 2015
iii
iv
v
vi
ABSTRAK
Nama : Titis Mawarsari
Program Studi : Farmasi
Judul : Uji Aktivitas Penyembuhan Luka Bakar Ekstrak Etanol
Umbi Talas Jepang (Colocasia esculenta (L.) Schott var.
antiquorum) Pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan
Galur Sprague Dawley
Kasus luka bakar fase akut merupakan suatu bentuk kasus trauma kritis dengan
angka mortalitas tinggi, belum tentu dijumpai pada kasus trauma lainnya. Oleh
sebab itu, luka bakar dihadapkan pada kompleksitas permasalahan yang
memerlukan perhatian secara khusus. Umbi talas jepang (Colocasia esculenta (L.)
Schott var. antiquorum) diketahui mengandung senyawa-senyawa yang berperan
dalam penyembuhan luka seperti alkaloid, steroid, flavonoid, tanin, fenol,
triterpenoid, saponin dan glikosida. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji
pemberian ekstrak umbi talas jepang terhadap penyembuhan luka bakar. Ekstrak
dibuat dengan maserasi menggunakan pelarut etanol 96%. Penelitian ini
menggunakan tikus putih jantan yang dibagi menjadi 5 kelompok yaitu kelompok
kontrol positif yang diberikan krim Lanakeloid-E®, kelompok kontrol negatif
yang diberikan basis krim dan 3 kelompok uji konsentrasi yang diberikan krim
ekstrak dengan konsentrasi yang bervariasi (1%, 5% dan 25%). Metode
pembuatan luka bakar derajat dua menggunakan metode Akhoondinasab.
Pemberian krim ekstrak dilakukan sebanyak dua kali sehari selama 21 hari.
Parameter yang diamati meliputi penurunan luas luka bakar, persentase
penyembuhan luka, keberadaan sel radang dan makrofag, serta neokapilerisasi.
Hasil analisis statistik uji Paired-Samples T Test menunjukkan perbedaan yang
signifikan (p<0,05) terhadap luas luka awal dan luas luka akhir. Hasil analisis
statistik uji One-Way ANOVA menunjukkan bahwa krim ekstrak umbi talas jepang
dengan 3 konsentrasi berbeda menunjukkan efek penurunan luas luka bakar dan
peningkatan persentase penyembuhan luka bakar yang tidak berbeda signifikan
dengan kontrol positif dan kontrol negatif. Krim ekstrak etanol umbi talas jepang
dapat memicu keberadaan sel radang dan makrofag serta neokapilerisasi. Krim
ekstrak etanol umbi talas jepang dapat membantu dalam proses penyembuhan
luka bakar derajat dua pada fase inflamasi dan proliferasi.
Kata Kunci : Umbi talas jepang, Colocasia esculenta (L.) Schott var.
antiquorum, krim ekstrak etanol, luka bakar.
vii
ABSTRACT
Name : Titis Mawarsari
Major : Pharmacy
Title : Study of Burn Wound Healing Activity using Ethanolic
Extracts of Colocasia esculenta (L.) Schott var. antiquorum
Tuber in White Male Rats (Rattus norvegicus) Sprague
Dawley Strain
The acute phase of the burns case is a form of critical trauma with a number of
high mortality, which is not necessarily found in other trauma cases. Therefore,
burn wounds is facing the complexity of problems that need particular attention.
Colocasia esculenta (L.) Schott var. antiquorum tubers are known to contain
compounds that play a role in wound healing such as steroid, alkaloid, flavonoid,
tannin, phenol, triterpenoid, saponin and glycoside. The aim of this research is to
examine the granting of Japanese taro tuber extracts toward the healing of burns.
The extract is made by maceration using solvent ethanol 96%. This research uses
white male rats who were divided into 5 groups, the positive control group was
given a Lanakeloid-E® cream, the negative control group was given a base cream
and 3 groups of test concentration were given the extracts cream with varying
concentrations (1%, 5% and 25%). The method of making a second degree burn
wound was the Akhoondinasab method. The extracts cream were applied twice a
day for 21 days. The observed parameters include extensive burns, percentage of
wound healing, the presence of macrophages, inflammation cell and new formed
capillaries. The results of the statistical analysis Paired Samples T Test shows a
significant difference towards the early and end wound. The results of the
statistical analysis One-Way ANOVA test indicates that the extracts cream of
tubers with 3 different concentrations indicates that the decreasing extensive burns
and increasing percentage of wound healing effects where the burns did not differ
significantly with the positive and negative controls. Ethanolic extract cream of
the Japanese taro tubers can help trigger the presence of macrophages,
inflammation cell and new formed capillaries. Ethanolic extract cream of the
Japanese taro tubers can help in the second degree burns healing process at the
inflammatory and proliferation phase.
Keywords: Taro tuber, Colocasia esculenta (L.) Schott var. antiquorum, ethanolic
extracts cream, burn wound.
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji, puja dan syukur kehadirat Allah
SWT atas segala rahmat, ridho, karunia dan hidayah-Nya yang telah melimpahkan
kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan
skripsi dengan judul “Uji Aktivitas Penyembuhan Luka Bakar Ekstrak Etanol
Umbi Talas Jepang (Colocasia esculenta (L.) Schott var. antiquorum) Pada Tikus
Putih (Rattus norvegicus) Jantan Galur Sprague Dawley”. Sholawat serta salam
semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, dan para sahabat serta
pengikutnya.
Dalam penyelesaian penelitian dan penulisan skripsi ini penulis banyak
menerima bantuan maupun dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini
dengan segala kerendahan hati, penulis ingin memberikan penghargaan yang
setinggi-tingginya dan menyampaikan terima kasih yang tulus kepada:
1. Ibu Dr. Azrifitria, M. Si., Apt dan Bapak Syaikhul Aziz, M. Si., Apt selaku
dosen pembimbing yang selalu memberikan arahan serta meluangkan
waktu, tenaga dan pikiran dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini.
2. Bapak Drs. Umar Mansur, M. Sc., Apt, Ibu Eka Putri, M. Si., Apt, Bapak
Yardi, Ph. D., M. Si., Apt dan Ibu Prof. Dr. Atiek Soemiati, M. Si., Apt
selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan evaluasi dan saran
dalam penyusunan skripsi ini.
3. Bapak Dr. Arief Sumantri, M. Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Yardi, Ph. D., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
5. Kedua orang tua tercinta dan tersayang, Bapak Suwarno dan Ibu Susy
Adriyani yang selalu memberikan dukungan baik moril maupun materi,
serta kasih sayang dan do’a yang tiada henti.
6. Keluarga besar yang selalu memberikan dukungan dan semangat.
ix
7. Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan ilmunya selama penulis
menempuh pendidikan di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
8. Para staf karyawan dan laboran Program Studi Farmasi yang telah banyak
membantu dalam proses berlangsungnya penelitian ini.
9. Sahabat-sahabatku Nurhabiba Edriana, Santi Kurnia Dewi, Batari
Wulanning Dyah Sidi, Qurry Mawaddana, Ageng Hasna Fauziyah,
Sumiati, Eka Lestari Sitepu, Dina Adlina Amu, Khoirunnisa Robbani yang
telah memberikan semangat dan pengalaman yang indah selama
pendidikan perkuliahan.
10. Teman seperjuangan yang berjuang bersama dalam proses berlangsungnya
penelitian ini, Nurhayati Nasution dan Athiyah Baharmi.
11. Teman-teman Farmasi angkatan 2011 yang sama-sama berjuang
menyelesaikan pendidikan perkuliahan.
12. Teman-teman Farmasi 2011 AC yang tidak membuat penulis menyesal
telah menjadi bagian dari kalian.
13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
membantu penulis selama ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, namun
harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan. Akhir kata, penulis berdo’a semoga Allah SWT berkenan membalas
segala kebaikan semua pihak yang telah membalas segala kebaikan semua pihak
yang telah membantu penulis dalam penelitian ini.
Ciputat, 2 Oktober 2015
Penulis
x
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL .......................................................................................... i
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .............................................. iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................ iv
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... v
ABSTRAK ............................................................................................................ vi
ABSTRACT ......................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ...................... x
DAFTAR ISI ......................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xv
BAB 1. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................................... 2
1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................ 3
1.4. Hipotesis ............................................................................................. 3
1.5. Manfaat Penelitian .............................................................................. 3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 4
2.1. Tanaman Talas .................................................................................... 4
2.1.1. Klasifikasi Ilmiah ...................................................................... 5
2.1.2. Nama Lain ................................................................................. 5
2.1.3. Morfologi Tanaman .................................................................. 6
2.1.4. Habitat Tanaman ....................................................................... 6
2.1.5. Aktivitas Biologi ....................................................................... 6
2.2. Tinjauan Hewan Percobaan ................................................................ 7
2.2.1. Klasifikasi Tikus Putih (Rattus norvegicus) ............................. 7
2.2.2. Biologis Tikus Putih (Rattus norvegicus) ................................. 7
2.3. Luka Bakar ........................................................................................ 10
2.3.1. Klasifikasi Luka Bakar ........................................................... 10
2.3.2. Luas Luka Bakar ..................................................................... 12
2.3.3. Faktor yang Berperan .............................................................. 13
2.3.4. Patofisiologi Luka Bakar ........................................................ 13
2.3.5. Proses Penyembuhan Luka Bakar ........................................... 15
2.4. Kulit .................................................................................................. 21
2.4.1. Anatomi Kulit ......................................................................... 21
2.4.2. Fisiologi Kulit ......................................................................... 23
2.5. Metode Ekstraksi dengan Menggunakan Pelarut .............................. 24
2.5.1. Cara Dingin ............................................................................. 24
2.5.2. Cara Panas ............................................................................... 25
BAB 3. METODE PENELITIAN ....................................................................... 26
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................... 26
3.2. Alat dan Bahan .................................................................................. 26
3.2.1. Alat Penelitian ......................................................................... 26
3.2.2. Bahan Penelitian ..................................................................... 26
xii
3.2.3. Hewan Uji ............................................................................... 27
3.3. Rancangan Penelitian ........................................................................ 27
3.4. Kegiatan Penelitian ........................................................................... 28
3.4.1. Pemeriksaan Simplisia ............................................................ 28
3.4.2. Penyiapan Simplisia ................................................................ 28
3.4.3. Pembuatan Ekstrak ................................................................. 28
3.4.4. Skrining Fitokimia Ekstrak ..................................................... 29
3.4.5. Pengujian Parameter Spesifik dan Non Spesifik .................... 32
3.4.6. Pembuatan Krim Ekstrak Etanol Umbi Talas Jepang ............. 33
3.4.7. Evaluasi Sediaan Krim ............................................................ 34
3.4.8. Persiapan Hewan Uji .............................................................. 34
3.4.9. Pembuatan Luka Bakar ........................................................... 34
3.4.10. Eksisi Jaringan Kulit Tikus ................................................... 34
3.4.11. Pembuatan Preparat Histopatologi Jaringan Kulit Tikus ...... 35
3.4.12. Pengamatan Preparat Histopatologi ...................................... 36
3.4.13. Analisis Statistik ................................................................... 36
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 37
4.1. Hasil Penelitian ................................................................................. 37
4.1.1. Determinasi Tanaman ............................................................. 37
4.1.2. Ekstraksi Tanaman .................................................................. 37
4.1.3. Hasil Penapisan Fitokimia ...................................................... 37
4.1.4. Hasil Penentuan Parameter Spesifik dan Non Spesifik .......... 38
4.1.5. Hasil Evaluasi Sediaan Krim .................................................. 39
4.1.6. Hasil Pengukuran Berat Badan Tikus ..................................... 39
4.1.7. Hasil Pengukuran Penurunan Luas Luka Bakar ..................... 40
4.1.8. Hasil Pengamatan Fisiologis Luka Bakar Derajat Dua .......... 43
4.1.9. Hasil Pengukuran Ketebalan Epitel Preparat Hari Ke-7 ......... 45
4.1.10. Hasil Pengamatan Preparat Histopatologi ............................ 46
4.2. Pembahasan....................................................................................... 49
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 58
5.1. Kesimpulan ....................................................................................... 58
5.2. Saran ................................................................................................. 58
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 60
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Umbi C. esculenta var. esculenta dan var. antiquorum ......................... 5
Gambar 2. Potongan Kulit Normal Manusia dan Kedalaman Luka Bakar ............ 12
Gambar 3. Diagram Rule of Nines dari Wallace untuk dewasa ............................. 12
Gambar 4. Anatomi Kulit Tikus ............................................................................ 22
Gambar 5. Grafik Rerata Pengukuran Berat Badan Tikus ..................................... 40
Gambar 6. Grafik Rerata Persentase Penyembuhan Luka Bakar ........................... 42
Gambar 7. Grafik Rerata Ketebalan Epitel Pada Preparat ..................................... 45
Gambar 8. Hasil Pengamatan Preparat Histopatologi Hari Ke-7 ........................... 47
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Data Biologis Tikus (Sprague Dawley®
Rat)..... .............................. .......9
Tabel 2.2. Tabel Lund & Browder ......................................................................... 12
Tabel 3.1. Pembagian Kelompok Hewan Uji Berdasarkan Pemberian Perlakuan 27
Tabel 3.2. Formula Basis Krim .............................................................................. 33
Tabel 4.1. Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol Umbi Talas Jepang ............ 38
Tabel 4.2. Hasil Penentuan Parameter Spesifik dan Non Spesifik ........................ 38
Tabel 4.3. Hasil Evaluasi Sediaan Krim Ekstrak Etanol Umbi Talas Jepang ........ 39
Tabel 4.4. Hasil Pengukuran Berat Badan Tikus ................................................... 39
Tabel 4.5. Rerata Penurunan Luas Luka Bakar dan Persentase Penyembuhan ..... 41
Tabel 4.6. Hasil Pengamatan Visual Rerata Fisiologis Luka Bakar Derajat Dua .. 44
Tabel 4.7. Hasil Penilaian Parameter Pada Preparat Hari Ke-7 ............................. 48
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Alur Penelitian ................................................................................... 66
Lampiran 2. Determinasi Tanaman ........................................................................ 67
Lampiran 3. Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol Umbi Talas Jepang ........ 68
Lampiran 4. Pengamatan Rerata Fisiologis Luka Bakar ........................................ 71
Lampiran 5. Tahapan Pengukuran Luas Luka Bakar ............................................. 73
Lampiran 6. Data Luas Luka Bakar ....................................................................... 75
Lampiran 7. Data Hasil Pengukuran Ketebalan Epitel Preparat Hari Ke-7 ........... 77
Lampiran 8. Hasil Analisis Statistik Ketebalan Epitel Preparat Hari Ke-7 ........... 78
Lampiran 9. Hasil Analisis Statistik Luas Luka Bakar Derajat Dua ..................... 82
Lampiran 10. Hasil Analisis Statistik Persentase Penyembuhan Luka Bakar ....... 89
1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 1
PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan dan atau kehilangan
jaringan disebabkan kontak dengan sumber yang memiliki suhu yang
sangat tinggi (misalnya api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi) atau
suhu yang sangat rendah. Saat terjadi kontak dengan sumber termis (atau
penyebab lainnya), berlangsung reaksi kimiawi yang menguras energi dari
jaringan sehingga sel tereduksi dan mengalami kerusakan (Moenadjat,
2009). Panas yang mengenai tubuh tidak hanya mengakibatkan kerusakan
lokal tetapi memiliki efek sistemik. Perubahan ini khusus terjadi pada luka
bakar dan umumnya tidak ditemui pada luka yang disebabkan oleh cedera
lainnya (Tiwari, 2012).
Prinsip penanganan dalam penyembuhan luka bakar antara lain
mencegah infeksi sekunder, memacu pembentukan jaringan kolagen dan
mengupayakan agar sisa-sisa sel epitel dapat berkembang sehingga dapat
menutup permukaan luka. Proses penyembuhan luka bakar dapat dibagi
dalam tiga fase, yaitu fase inflamasi, proliferasi, dan maturasi. Fase
inflamasi berlangsung sejak terjadinya luka bakar sampai hari ketujuh, fase
proliferasi berlangsung dari akhir fase inflamasi sampai kira-kira akhir
minggu ketiga dan fase maturasi dapat berlangsung berbulan-bulan
kemudian dan dinyatakan berakhir kalau semua tanda radang sudah lenyap
(Sjamsuhidajat dan Jong, 1997).
Meskipun terdapat kemajuan yang luar biasa dalam industri obat
farmasi, ketersediaan obat yang mampu merangsang proses perbaikan luka
masih terbatas (Udupa et al., 1995). Pengobatan tradisional banyak
dilakukan karena lebih murah, lebih mudah didapat, dan efek samping
yang rendah (Kumar et al, 2007).
2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tanaman talas sudah tidak asing di Indonesia. Namun, mungkin tak
banyak masyarakat yang mengenal jenis talas jepang atau satoimo.
Varietas talas dengan nama latin Colocasia esculenta var. antiquorum ini
berbeda dengan talas biasa (Kartini P.S., 2009). Daun tanaman ini
berkhasiat sebagai antidiabetes (Deshmukh T.A. et al, 2010). Tangkai
daunnya berpotensi sebagai antiinflamasi (Murakami et al, 2005). Subhash
et al (2012) melaporkan kandungan dari ekstrak umbi Colocasia esculenta
dengan enam pelarut berbeda (petroleum eter, benzen, kloroform,
methanol, etanol dan air) positif mengandung alkaloid, steroid, flavonoid,
tanin, fenol, triterpenoid, saponin dan glikosida.
Senyawa yang berperan pada proses penyembuhan luka diantaranya,
alkaloid sebagai antibakteri (Robinson, 1991 dalam Wijaya dkk, 2014),
flavonoid sebagai antiinflamasi dan antibakteri (Anggraini, 2008; Siregar,
2011), saponin sebagai antiseptik (Robinson, 1995), tanin dan triterpenoid
sebagai antioksidan (Robinson, 1995).
Pendekatan secara ilmiah Colocasia esculenta untuk penyembuh
luka didasarkan pada kandungan beberapa senyawa pada ekstrak umbi
yang berpotensi sebagai penyembuh luka. Informasi tersebut mendorong
peneliti untuk melakukan penelitian dengan memanfaatkan umbi talas
jepang yang terdapat sekitar 15 atau 20 buah umbi dalam satu tanaman
(Wang, 1983), untuk mempercepat penyembuhan luka bakar pada tikus
putih. Pemilihan bagian umbi dikarenakan masih sangat minimnya
penelitian dengan menggunakan umbi talas jepang dibandingkan dengan
daunnya.
1. 2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang, maka rumusan masalahnya adalah
sebagai berikut:
Apakah ada pengaruh pemberian ekstrak umbi talas jepang
(Colocasia esculenta L. Schott var. antiquorum) secara topikal terhadap
penyembuhan luka bakar derajat dua pada tikus putih (Rattus norvegicus)
jantan galur Sprague Dawley?
3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1. 3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini diantaranya:
Untuk mengkaji pemberian ekstrak etanol umbi talas jepang secara
topikal (Colocasia esculenta L. Schott var. antiquorum) terhadap
penyembuhan luka bakar derajat dua pada tikus putih (Rattus norvegicus)
jantan galur Sprague Dawley.
1. 4 Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini diantaranya:
1. Pemberian secara topikal ekstrak etanol umbi talas jepang
(Colocasia esculenta L. Schott var. antiquorum) dapat menurunkan
luas luka bakar derajat dua dan memberikan perubahan secara visual
pada tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague Dawley.
2. Pemberian secara topikal ekstrak etanol umbi talas jepang
(Colocasia esculenta L. Schott var. antiquorum) dapat meningkatkan
pertumbuhan jaringan re-epitelisasi pada hari ke-7 terhadap luka
bakar derajat dua pada tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur
Sprague Dawley.
3. Pemberian secara topikal ekstrak etanol umbi talas jepang
(Colocasia esculenta L. Schott var. antiquorum) dapat meningkatkan
infiltrasi sel radang dan makrofag terhadap luka bakar derajat dua
pada tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague Dawley.
1. 5 Manfaat Penelitian
Memberikan informasi kepada masyarakat luas mengenai khasiat
umbi talas jepang dalam membantu menyembuhkan luka bakar derajat dua
dan dapat memberikan informasi dalam pengembangan ilmu bedah yang
digunakan dalam pengobatan luka bakar untuk membantu dalam
memperbaiki jaringan setelah pembedahan dan membantu mencegah
berkembangnya infeksi luka.
4
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Tanaman Talas
Talas (Colocasia esculenta (L.) Schott) merupakan tanaman herba
perenial yang termasuk dalam famili Araceae, C. esculenta yang
dikelompokkan menjadi dua varietas, yaitu C. esculenta var. esculenta
(dasheen) dan C. esculenta var. antiquorum (eddoe). Talas dasheen
memiliki umbi yang besar, sedangkan talas eddoe atau sering disebut talas
satoimo memiliki umbi yang kecil dengan banyak anak umbi di sekitarnya.
Beberapa sumber menyebutkan bahwa talas berasal dari daerah di Asia
Selatan (India) atau Asia Tenggara (Malaysia), lalu menyebar ke Cina,
Jepang, daerah Asia Tenggara lainnya, Kepulauan Pasifik, Afrika Barat,
dan beberapa daerah di kawasan Caribia melalui migrasi penduduk
(Onwueme, 1999). Menurut Purseglove (1992), talas eddoe terbentuk
setelah mengalami perkembangan dan seleksi saat ditanam di Cina dan
Jepang. Di Indonesia talas dapat dijumpai hampir di seluruh kepulauan dan
tersebar dari tepi pantai sampai pegunungan, baik liar maupun budidaya
(Fitriani, 2013).
Jenis talas satoimo saat ini sedang gencar dibudidayakan diberbagai
daerah di Indonesia karena potensi pasar ekspor untuk talas ini sangat
besar, terutama di negara Jepang yang setengah dari jumlah penduduknya
mengkonsumsi talas satoimo sebagai makanan pokok (Pudjiatmoko,
2008). Pada tahun 2006, Indonesia pernah mengekspor talas jepang
sebanyak 25 ton ke Jepang (Kementerian Perdagangan Republik
Indonesia, 2013).
5
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 1. (A) Umbi C. esculenta var. esculenta dan (B) C.
esculenta var. antiquorum (Deo et al, 2009)
2. 1. 1 Klasifikasi Ilmiah (Koawara, 2013)
Tanaman talas jepang secara taksonomi mempunyai klasifikasi
ilmiah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Arales
Famili : Araceae
Genus : Colocasia
Species : Colocasia esculenta (L.) Schott var. antiquorum
2. 1. 2 Nama Lain
Talas memiliki berbagai nama umum di seluruh dunia, yaitu taro
(English); alavi, patarveliya (Gujarati); arvi, kachalu (Hindi); alu
(Marathi); alupam, alukam (Sanskrit); dan sempu (Tamil) (Prajapati,
2011), old cocoyam, abalong, taioba, keladi, satoimo, tayoba, dan Yu-
tao (Koawara, 2013).
6
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. 1. 3 Morfologi Tanaman
Tanaman talas mempunyai sistem perakaran serabut, liar dan
pendek. Umbi mempunyai jenis bermacam-macam. Umbi dapat
mencapai 4 kg atau lebih, berbentuk silinder atau bulat, berukuran 30
cm x 15 cm, berwarna cokelat. Daunnya berbentuk perisai atau hati,
lembaran daunnya 20-50 cm panjangnya, dengan tangkai mencapai 1 m
panjangnya, warna pelepah bermacam-macam. Pembungaan terdiri atas
tongkol, seludang dan tangkai. Bunga jantan dan bunga betina terpisah
berada di bawah, bunga jantan di bagian atasnya dan pada puncaknya
terdapat bunga mandul. Bunga bertipe buah buni, bijinya banyak,
berbentuk bulat telur dan panjangnya 2 mm (Telaumbanua, 2005).
2. 1. 4 Habitat Tanaman
Di Indonesia tanaman talas dapat tumbuh dan berproduksi di
dataran rendah sampai dataran tinggi yang berketinggian ± 1300 meter
di atas permukaan laut. Lingkungan tumbuh yang ideal untuk tanaman
talas bersuhu 21-27⁰C dengan kelembaban udara 50-90%, mendapat
sinar matahari langsung dan bercurah hujan 240 mm/tahun. Di daerah
yang berketinggian ± 250 meter di atas permukaan laut dan beriklim
basah sehingga dapat tumbuh dengan baik dan berkualitas prima
(Rukmana, 1998).
2. 1. 5 Aktivitas Biologi
C. esculenta Linn. (Famili: Araceae) adalah tanaman terna
tahunan dengan sejarah penggunaan yang panjang dalam pengobatan
tradisional dibeberapa negara diseluruh dunia, khususnya di daerah
tropis dan subtropis. Tanaman ini telah dikenal sejak zaman dahulu
akan sifat pengobatannya dan telah dimanfaatkan sebagai pengobatan
berbagai penyakit seperti asma, arthritis, diare, pendarahan internal,
gangguan neurologis, dan gangguan kulit (Prajapati et al., 2011).
Prajapati et al. (2011) melaporkan bahwa ekstrak etanol daun Colocasia
esculenta Linn. memiliki efek farmakologis seperti sifat hipoglikemik,
7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
antifungi, antikanker, hipolipidemik, antiinflamasi dan penguat syaraf.
Selain itu Kubde et al. (2010) menyimpulkan bahwa semua tanaman
Colocasia esculenta diselidiki ditemukan aktif sebagai anthelmintik
tradisional. Seong Wei et al, (2008) juga melaporkan bahwa daun
Colocasia esculenta memberikan aktivitas antibakteri terhadap
Citrobacter freundii, Vibrio alginolyticus, Vibrio cholerae, dll.
2. 2. Tinjauan Hewan Percobaan
2. 2. 1. Klasifikasi Tikus Putih (Rattus norvegicus)
Menurut Krinke (2000) klasifikasi tikus putih (Rattus
norvegicus) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Class : Mammalia
Order : Rodentia
Family : Muridae
Genus : Rattus
Species : Rattus norvegicus
2. 2. 2. Biologis Tikus Putih (Rattus norvegicus)
Hewan laboratorium atau hewan percobaan adalah hewan yang
sengaja dipelihara dan diternakkan untuk dipakai sebagai hewan model
guna mempelajari dan mengembangkan berbagai macam bidang ilmu
dalam skala penelitian atau pangamatan laboratorik. Tikus termasuk
hewan mamalia, oleh sebab itu dampaknya terhadap suatu perlakuan
mungkin tidak jauh berbeda dibanding dengan mamalia lainnya. Selain
itu, penggunaan tikus sebagai hewan percobaan juga didasarkan atas
pertimbangan ekonomis dan kemampuan hidup tikus hanya 2-3 tahun
dengan lama produksi 1 tahun.
8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kelompok tikus laboratorium pertama-tama dikembangkan di
Amerika Serikat antara tahun 1877 dan 1893. Keunggulan tikus putih
dibandingkan tikus liar antara lain lebih cepat dewasa, tidak
memperlihatkan perkawinan musiman, dan umumnya lebih cepat
berkembang biak. Kelebihan lainnya sebagai hewan laboratorium
adalah sangat mudah ditangani, dapat ditinggal sendirian dalam
kandang asal dapat mendengar suara tikus lain dan berukuran cukup
besar sehingga memudahkan pengamatan. Secara umum, berat badan
tikus laboratorium lebih ringan dibandingkan berat badan tikus liar.
Biasanya pada umur empat minggu beratnya 35-40 g, dan berat dewasa
rata-rata 200-250 g, tetapi bervariasi tergantung pada galur. Galur
Sprague Dawley merupakan galur yang paling besar diantara galur yang
lain.
Terdapat beberapa galur tikus yang sering digunakan dalam
penelitian. Galur-galur tersebut antara lain: Wistar, Sprague Dawley,
Long Evans, dan Holdzman. Dalam penelitian ini digunakan galur
Sprague Dawley dengan ciri-ciri berwarna putih, berkepala kecil dan
ekornya lebih panjang daripada badannya (Smith, 1998). Tikus ini
pertama kali diproduksi oleh peternakan Sprague Dawley. Tikus
Sprague Dawley merupakan jenis tikus albino serbaguna secara
ekstensif dalam riset medis. Keuntungan utamanya adalah ketenangan
dan kemudahan penanganannya.
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 2.1. Data Biologis Tikus (Sprague Dawley® Rat)
Lama hidup 2-3 tahun, dapat sampai 4 tahun
Lama produksi
ekonomis
1 tahun
Lama hamil 20-22 hari
Umur dewasa 40-60 hari
Umur dikawinkan 8-10 minggu (jantan dan betina)
Siklus kelamin Poliestrus
Siklus estrus 4-5 hari
Lama estrus 9-20 jam
Perkawinan Pada waktu estrus
Ovulasi 8- 11 jam sesudah timbul estrus, spontan
Fertilisasi 7-10 jam sesudah kawin
Implantasi 5-6 hari sesudah fertilisasi
Berat dewasa 300-400 g jantan; 250-300 g betina
Suhu (rektal) 36-39oC (rata-rata 37,5
oC)
Pernapasan 65-115/menit, turun menjadi 50 dengan
anestesi, naik sampai 550 dalam stress
Denyut jantung 330-480/menit, turun menjadi 250 dengan
anestesi, naik sampai 150 dalam stress
Tekanan Darah 90-180 sistol, 60-145 diastol, turun menjadi
80 sistol, 55 diastol dengan anestesi
Konsumsi Oksigen 1,29-2,68 ml/g/jam
Sel darah merah 67,2-9,6 x 106/µl
Sel darah putih 9,4 ± 3,2 x 103/µl
SGPT 17,5-30,2 IU/liter
SGOT 45,7-80,8 IU/liter
Kromosom 2n=42
Aktivitas nokturnal (malam)
Konsumsi makanan 15-30 gr/100 gr BB/hari (dewasa)
Konsumsi minuman 20-45 ml/100 gr BB/hari (dewasa)
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. 3 Luka Bakar
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan dan atau kehilangan
jaringan disebabkan kontak dengan sumber yang memiliki suhu yang
sangat tinggi (misalnya api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi) atau
suhu yang sangat rendah (Moenadjat, 2009). Luka bakar disebabkan oleh
perpindahan energi dari sumber panas ke tubuh. Panas tersebut mungkin
dipindahkan melalui konduksi atau radiasi elektromagnetik. Luka bakar
dikategorikan sebagai luka bakar termal, radiasi atau luka bakar kimiawi
(Effendi, 1999)
2. 3. 1 Klasifikasi Luka Bakar (Moenadjat, 2009)
2. 3. 1. 1 Berdasarkan Penyebab
a. Luka bakar karena api dan atau benda panas lainnya
b. Luka bakar karena minyak panas
c. Luka bakar karena air panas
d. Luka bakar karena bahan kimia yang bersifat asam kuat atau
basa kuat
e. Luka bakar karena listrik dan petir
f. Luka bakar karena radiasi
g. Luka bakar karena ledakan (perlu disebutkan penyebab ledakan;
misal, ledakan bom, ledakan tabung gas, dsb)
h. Trauma akibat suhu sangat rendah
2. 3. 1. 2 Berdasarkan Kedalaman Kerusakan Jaringan (Luka)
a. Luka bakar derajat I
a) Kerap diberi simbol 1⁰
b) Kerusakan jaringan terbatas pada bagian permukaan
(superfisial) yaitu epidermis.
c) Perlekatan epidermis dengan dermis (dermal-epidermal
junction) tetap terpelihara baik.
d) Kulit kering, hiperemik memberikan efloresensi berupa
eritema.
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
e) Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi.
f) Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 5-7
hari.
g) Contoh: luka bakar akibat sengatan matahari.
b. Luka bakar derajat II, terbagi atas derajat II dangkal dan II
dalam.
a) Kerap diberi simbol 2⁰
b) Kerusakan meliputi seluruh ketebalan epidermis dan
sebagian superfisial dermis.
c) Respon yang timbul berupa reaksi inflamasi akut disertai
proses eksudasi.
d) Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi.
c. Luka bakar derajat III
a) Kerap diberi simbol 3⁰
b) Kerusakan meliputi seluruh ketebalan kulit (epidermis
dan dermis) serta lapisan yang lebih dalam.
c) Apendises kulit (adneksa, integumen) seperti folikel
rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea mengalami
kerusakan.
d) Kulit yang terbakar tampak berwarna pucat atau lebih
putih karena terbentuk eskar.
e) Secara teoritis tidak dijumpai rasa nyeri, bahkan hilang
sensasi karena ujung-ujung serabut saraf sensorik
mengalami kerusakan / kematian.
f) Penyembuhan terjadi lama. Proses epithelialisasi spontan
baik dari tepi luka (membrana basalis), maupun dari
apendises kulit (folikel rambut, kelenjar keringat dan
kelenjar sebasea yang memiliki potensi epithelialisasi)
tidak dimungkinkan terjadi karena struktur-struktur
jaringan tersebut mengalami kerusakan.
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2. Potongan Kulit Normal Manusia dan Kedalaman Luka Bakar
(Moenadjat, 2009)
2. 3. 2 Luas Luka Bakar
Luas luka bakar pada dewasa dihitung menggunakan rumus
sembilan (Rule of Nine) yang diprovokasi oleh Wallace; didasari atas
perhitungan kelipatan 9, dimana 1% luas permukaan tubuh adalah
luas telapak tangan penderita. Pada anak-anak menggunakan tabel
dari Lund dan Browder yang mengacu pada ukuran bagian tubuh
terbesar pada seorang bayi / anak (yaitu kepala) (Moenadjat, 2009).
Gambar 3. Diagram Rule of Nines dari Wallace untuk
Dewasa (Moenadjat, 2009)
Tabel 2.2 Tabel Lund & Browder (untuk anak)
Usia (tahun) 0 1 5 10 15 Dewasa
Kepala (muka-belakang) 9,5 8,5 6,5 5,5 4,5 3,5
1 paha (muka-belakang) 2,5 3,5 4 4,25 4,5 4,75
1 kaki (muka-belakang) 2,5 2,5 2,75 3 3,25 2,5
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. 3. 3 Faktor yang Berperan (Moenadjat, 2009)
Faktor Penderita
Kondisi umum
1. Usia
2. Gender
3. Status gizi
Faktor premorbid
1. Kelainan
kardiovaskular
2. Kelainan neurologik
3. Kelainan paru
4. Kelainan
metabolisme
5. Kelainan ginjal
6. Kelainan psikiatrik
7. Kehamilan
Faktor trauma
1. Luka bakar
2. Trauma penyerta
1. Gangguan ABC
2. Jenis, luar &
kedalaman
Tatalaksana
1. Tatalaksana pra
rumah sakit
2. Tatalaksana di
rumah sakit
1. Fase awal (fase akut,
fase syok)
2. Fase selanjutnya
2. 3. 4 Patofisiologi Luka Bakar
Panas yang mengenai tubuh tidak hanya mengakibatkan
kerusakan lokal tetapi memiliki efek sistemik. Perubahan ini khusus
terjadi pada luka bakar dan umumnya tidak ditemui pada luka yang
disebabkan oleh cedera lainnya. Karena efek panas terdapat
perubahan sistemik peningkatan permeabilitas kapiler. Hal ini
menyebabkan plasma bocor keluar dari kapiler ke ruang interstisial.
Peningkatan permeabilitas kapiler dan kebocoran plasma maksimal
muncul dalam 8 jam pertama dan berlanjut sampai 48 jam. Setelah
48 jam permeabilitas kapiler kembali normal atau membentuk
trombus yang menjadikan tidak adanya aliran sirkulasi darah.
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hilangnya plasma merupakan penyebab syok hipovolemik pada
penderita luka bakar. Jumlah kehilangan cairan tergantung pada
luasnya luka bakar (Tiwari, 2012).
Peningkatan permeabilitas kapiler secara sistemik tidak terjadi
pada luka lainnya. Hanya terdapat reaksi lokal pada lokasi luka
karena inflamasi menyebabkan vasodilatasi progresif persisten dan
edema. Syok hipovolemik yang terjadi pada trauma lain biasanya
karena kehilangan darah dan membutuhkan transfusi segera (Tiwari,
2012).
Saat terjadi kontak antara sumber panas dengan kulit, tubuh
akan merespon untuk mempertahankan homeostasis dengan adanya
proses kontraksi, retraksi dan koagulasi pembuluh darah. Jackson
pada tahun 1947 mengklasifikasikan 3 zona respon lokal akibat luka
bakar yaitu:
a. Zona koagulasi, terdiri dari jaringan nekrosis yang membentuk
eskar, yang terbentuk dari koagulasi protein akibat cidera panas,
berlokasi ditengah luka bakar, tempat yang langsung mengalami
kerusakan dan kontak dengan panas.
b. Zona stasis, daerah yang langsung berada diluar disekitar zona
koagulasi. Di daerah ini terjadi kerusakan endotel pembuluh
darah disertai kerusakan trombosit dan leukosit, sehingga terjadi
gangguan perfusi (no flow phenomena), diikuti perubahan
permeabilitas kapiler dan respon inflamasi lokal, yang beresiko
terjadinya iskemia jaringan. Zona ini bisa menjadi nekrosis atau
hiperemis, menjadi zona hiperemis jika resusitasi yang diberikan
adekuat, atau menjadi zona koagulasi jika resusitasi yang
diberikan tidak adekuat.
c. Zona hiperemis, daerah yang terdiri dari kulit normal dengan
cedera sel yang ringan, ikut mengalami reaksi berupa
vasodilatasi dan terjadi peningkatan aliran darah sebagai respon
cedera luka bakar. Zona ini bisa mengalami penyembuhan
15
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
spontan atau berubah menjadi zona statis (Hettiaratchy dan
Dziewulski, 2004).
Luka bakar merusak fungsi barier kulit terhadap invasi
mikroba serta adanya jaringan nekrotik dan eksudat menjadi
media pendukung pertumbuhan mikroorganisme, sehingga
beresiko untuk menjadi infeksi. Semakin luas luka bakar,
semakin besar resiko infeksi (Hemsley dan Ansermino, 2004).
Tidak seperti kebanyakan luka lain, luka bakar biasanya steril
pada saat cidera. Panas yang menjadi agen penyebab membunuh
semua mikroorganisme pada permukaan. Setelah minggu
pertama luka bakar cenderung terinfeksi, sehingga membuat
sepsis luka bakar sebagai penyebab utama kematian pada luka
bakar. Sedangkan luka lain misalnya luka gigitan, luka tusukan,
crush injury dan ekskoriasi terkontaminasi pada saat terjadi
trauma dan jarang menyebabkan sepsis secara sistemik (Tiwari,
2012)
2. 3. 5 Proses Penyembuhan Luka Bakar
Proses penyembuhan luka bakar mempunyai persamaan dalam
fase penyembuhan luka pada umumnya, perbedaannya adalah pada
durasi setiap tahap (Tiwari, 2012). Proses penyembuhan luka secara
umum merupakan suatu proses yang kompleks, yang melibatkan
respon seluler dan biokimia baik secara lokal maupun sistemik
(Rohrich dan Robinson, 1999). Pada umumnya, penyembuhan luka
dibagi dalam 3 fase yang saling tumpang tindih. Fase awal atau fase
inflamasi dimulai segera setelah terjadinya suatu trauma/cidera,
dengan tujuan untuk menyingkirkan jaringan mati dan mencegah
infeksi. Fase kedua fase proliferasi, dimana akan terjadi
keseimbangan antara pembentukan parut dan regenerasi jaringan.
Fase yang paling akhir merupakan fase yang terpanjang dan hingga
saat ini merupakan fase yang paling sedikit dipahami, yakni fase
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
maturasi/remodelling yang bertujuan memaksimalkan kekuatan dan
integritas struktur dari luka (Gurtner, 2007).
a. Fase inflamasi (lag phase)
Fase inflamasi dimulai segera setelah terjadinya
trauma/cidera dan umumnya sampai hari ke-5 pasca trauma.
Tujuan utama fase ini pada umumnya adalah hemostasis,
hilangnya jaringan yang mati dan pencegahan kolonisasi
maupun infeksi oleh agen mikrobial patogen (Gurtner, 2007).
Perbedaan antara luka bakar dan luka biasa pada fase ini yaitu
pada luka bakar tejadi vasodilatasi lokal dengan ekstravasasi
cairan dalam ruang ketiga. Dalam luka bakar yang luas, adanya
peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan ekstravasasi
plasma yang cukup banyak dan membutuhkan penggantian
cairan (Tiwari, 2012).
Pada luka bakar, proses koagulasi akibat panas
menyebabkan dilepaskannya faktor kemotaktik seperti
kallkireins dan peptida fibrin, sedangkan sel mast melepaskan
faktor nekrosis tumor, histamin, protease, leukotriens dan
sitokin sehingga terjadi migrasi sel-sel inflamasi. Neutrofil dan
monosit merupakan sel pertama yang bermigrasi di lokasi
peradangan (Tiwari, 2012).
Berbagai mediator inflamasi yakni prostaglandin,
interleukin-1 (IL-1), tumor necrosis factor (TNF), C5a, TGF-β
dan produk degradasi bakteri seperti lipopolisakarida (LPS)
akan menarik sel netrofil sehingga menginfiltrasi matriks fibrin
dan mengisi kavitas luka. Migrasi netrofil ke luka juga
dimungkinkan karena peningkatan permeabilitas kapiler akibat
terlepasnya serotonin dan histamin oleh sel mast dan jaringan
ikat. Netrofil pada umumnya akan ditemukan pada 2 hari
pertama dan berperan penting untuk memfagositosis jaringan
mati dan mencegah infeksi. Keberadaan netrofil yang
berkepanjangan merupakan salah satu penyebab utama
17
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
terjadinya konversi dari luka akut menjadi luka kronis (Regan
dan Barbul, 1994; Gurtner, 2007).
Makrofag juga akan mengikuti netrofil menuju luka
setelah 48-72 jam dan menjadi sel predominan setelah hari
ketiga pasca trauma. Debris dan bakteri akan difagositosis oleh
makrofag. Makrofag juga berperan utama memproduksi
berbagai growth factor yang dibutuhkan dalam produksi matriks
ekstraseluler oleh fibroblas dan pembentukan neovaskularisasi.
Keberadaan makrofag oleh karenanya sangat penting dalam fase
inflamasi ini (Gurtner, 2007).
Pada luka bakar sel-sel inflamasi diatas membantu dalam
fagositosis, pembersihan jaringan yang mati dan racun yang
dikeluarkan oleh jaringan yang terbakar. Selain melalui proses
fagositosis, netrofil dan makrofag juga berperan dalam eliminasi
bakteri dengan cara memproduksi dan melepaskan beberapa
proteinase dan reactive oxygen species (ROS). ROS melalui
sifat radikal bebasnya penting dalam mencegah infeksi bakterial,
namun tingginya kadar ROS secara berkepanjangan juga akan
menginduksi kerusakan sel tubuh lainnya. ROS juga
mengaktivasi dan mempertahankan kaskade asam arakidonat
yang akan memicu ulang timbulnya berbagai mediator inflamasi
lagi seperti prostaglandin dan leukotrien, sehingga proses
inflamasi akan menjadi berkepanjangan (Lima et al, 2009).
Limfosit dan sel mast merupakan sel terakhir yang
bergerak menuju luka dan dapat ditemukan pada hari kelima
sampai ketujuh pasca trauma. Peran keduanya masih belum jelas
hingga saat ini (Gurtner, 2007).
Pada akhir fase inflamasi, mulai terbentuk jaringan
granulasi yang berwarna kemerahan, lunak dan granuler.
Jaringan granulasi adalah suatu jaringan kaya vaskuler, berumur
pendek, kaya fibroblas, kapiler dan sel radang tetapi tidak
mengandung ujung saraf (Anderson, 2000). Jaringan granulasi
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
menyediakan lingkungan yang secara metabolik mendukung
proses penyembuhan luka.
b. Fase proliferasi (fibroplasi, regenerasi)
Fase proliferasi berlangsung umumnya mulai hari ke-4.
Pada luka bakar superfisial, migrasi keratinosit yang berada
pada tepi luka sesungguhnya telah mulai bekerja beberapa jam
pasca trauma, menginduksi terjadinya re-epitelisasi yang
biasanya menutup luka dalam 5-7 hari. Setelah re-epitelisasi,
membran basalis terbentuk antara epidermis dan dermis.
Pembentukan kembali dermis dibantu oleh proses angiogenesis
dan fibrogenesis. Pada fase ini matriks fibrin yang didominasi
oleh platelet dan makrofag secara gradual digantikan oleh
jaringan granulasi yang tersusun dari kumpulan fibroblas,
makrofag dan sel endotel yang membentuk matriks ekstraseluler
dan neovaskuler (Gurtner, 2007).
Fibroblas memiliki peran yang sangat penting dalam fase
ini. Fibroblas memproduksi matriks ekstraseluler yang akan
mengisi kavitas luka dan menyediakan landasan untuk migrasi
keratinosit. Matriks ekstraseluler merupakan komponen yang
paling nampak pada skar di kulit. Makrofag memproduksi
growth factor seperti PDGF dan TGF-β yang menginduksi
fibroblas untuk berproliferasi, migrasi dan membentuk matriks
ekstraseluler (Gurtner, 2007). Fibroblas mencerna matriks fibrin
dan menggantikannya dengan glycosaminoglycan (GAG)
dengan bantuan matrix metalloproteinase (MMP). Matriks
ekstraseluler akan digantikan oleh kolagen tipe III yang juga
diproduksi oleh fibroblas dengan berjalannya waktu. Kolagen
ini tersusun atas 33% glisin, 25% hidroksiprolin, dan selebihnya
berupa air, glukosa dan galaktosa. Selanjutnya kolagen tipe III
akan digantikan oleh kolagen tipe I pada fase maturasi
(Marzoeki, 1993; Schultz, 2007). Faktor proangiogenik yang
diproduksi makrofag seperti vascular endothelial growth factor
19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(VEGF), fibroblas growth factor (FGF)-2, angiopoietin-1 dan
thrombospondin akan menstimulasi sel endotel membentuk
neovaskular melalui proses angiogenesis (Gurtner, 2007).
Pada luka bakar yang dalam untuk mempercepat
penyembuhan perlu dilakukan eksisi dan tandur kulit (skin
graft). Tindakan penutupan luka dengan skin graft setelah eksisi
kulit yang terbakar merupakan bagian dari fase proliferasi pada
penyembuhan luka (Tiwari, 2012).
Hal yang menarik dari fase proliferasi ini adalah bahwa
pada suatu titik tertentu, seluruh proses yang telah dijabarkan di
atas harus dihentikan. Fibroblas akan segera menghilang segera
setelah matriks kolagen mengisi kavitas luka dan pembentukan
neovaskular akan menurun melalui proses apoptosis. Kegagalan
regulasi pada tahap inilah yang hingga saat ini dianggap sebagai
penyebab terjadinya kelainan fibrosis seperti skar hipertrofik
(Gurtner, 2007).
c. Fase maturasi (remodelling)
Fase maturasi ini di luka pada umumnya berlangsung
mulai hari ke-21 hingga sekitar 1 tahun, namun pada luka bakar
derajat 2 yang dalam dan yang mengenai seluruh ketebalan kulit
yang dibiarkan sembuh sendiri fase ini bisa memanjang menjadi
bertahun-tahun (Tiwari, 2012). Fase ini segera dimulai segera
setelah kavitas luka terisi oleh jaringan granulasi, proses re-
epitelisasi usai, dan setelah kolagen menggantikan matriks
temporer (Gurtner, 2007). Pada fase ini terjadi maturasi luka dan
graft (Tiwari, 2012).
Kontraksi dari luka dan remodelling kolagen terjadi pada
fase ini. Kontraksi luka terjadi akibat aktivitas myofibroblas,
yakni fibroblas yang mengandung komponen mikrofilamen
aktin intraseluler. Kolagen tipe III pada fase ini secara gradual
digantikan oleh kolagen tipe I dengan bantuan matrix
metalloproteinase (MMP) yang disekresi oleh fibroblas,
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
makrofag dan sel endotel. Sekitar 80% kolagen pada kulit
adalah kolagen tipe I yang memungkinkan terjadinya tensile
strength pada kulit (Gurtner, 2007).
Keseimbangan antara proses sintesis dan degradasi
kolagen terjadi pada fase ini. Kolagen yang berlebihan
didegradasi oleh enzim kolagenase dan kemudian diserap.
Sisanya akan mengerut sesuai tegangan yang ada. Hasil akhir
dari fase ini berupa jaringan parut yang pucat, tipis, lemas dan
mudah digerakkan dari dasarnya (Bisono dan Pusponegoro,
1997).
Kolagen awalnya tersusun secara tidak beraturan,
sehingga membutuhkan lysyl hydroxylase untuk mengubah lisin
menjadi hidroksilisin yang dianggap bertanggung jawab
terhadap terjadinya cross-linking antar kolagen. Cross-linking
inilah yang menyebabkan terjadinya tensile strength sehingga
luka tidak mudah terkoyak lagi. Tensile strength akan bertambah
secara cepat dalam 6 minggu pertama, kemudian akan
bertambah perlahan selama 1-2 tahun. Pada umumnya tensile
strength pada kulit dan fascia tidak akan pernah mencapai
100%, namun hanya sekitar 80% dari normal (Marzoeki, 1993;
Schultz, 2007).
Pada luka bakar derajat 2 dalam dan yang mengenai
seluruh ketebalan kulit bila dibiarkan sembuh sendiri dapat
terbentuk hipertrofik jaringan parut dan kontraktur.
Hiperpigmentasi terjadi pada luka bakar superfisial karena
respon berlebihan melanosit dari trauma panas dan
hipopigmentasi terjadi pada luka bakar yang dalam karena
kerusakan melanosit pada kulit. Pada luka bakar post skin graft
saat mulai terjadi inervasi, saraf yang tumbuh akan merubah
kontrol melanosit yang biasanya akan terjadi hiperpigmentasi
graft pada orang berkulit gelap dan akan hipopigmentasi pada
orang berkulit putih (Tiwari, 2012).
21
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. 4 Kulit
2. 4. 1 Anatomi Kulit
Kulit adalah organ tubuh terbesar yang membentuk 15% berat
badan total (Gibson, 2002). Kulit terdiri dari tiga lapisan yang masing-
masing terdiri dari berbagai jenis sel dan memiliki fungsi yang
bermacam-macam. Ketiga lapisan tersebut adalah epidermis, dermis,
dan subkutis (Wasiatmadja dan Syarif, 2007).
2. 4. 1. 1 Epidermis
Epidermis merupakan lapisan terluar terutama terdiri dari epitel
skuamosa bertingkat. Sel-sel yang menyusunnya secara
berkesinambungan dibentuk oleh lapisan germinal dalam epitel silindris
dan mendatar ketika didorong oleh sel-sel baru ke arah permukaan,
tempat kulit terkikis oleh gesekan. Lapisan luar mengandung keratin,
protein bertanduk, hanya sedikit darinya pada permukaan tubuh yang
terpajan untuk terpakai dan terkikis, seperti pada permukaan dalam
lengan, paha dan lebih banyak lagi pada permukaan ektensor, lapisan
ini terutama tebal pada kaki (Gibson, 2002). Lapisan ini terdiri atas:
a. Stratum corneum (lapisan tanduk)
Terdiri atas beberapa lapis sel yang pipih, mati, tidak memiliki
inti, tidak mengalami proses metabolisme, tidak berwarna dan
sangat sedikit mengandung air. Lapisan ini sebagian besar terdiri
atas keratin, yaitu jenis protein yang tidak larut dalam air dan
sangat resisten terhadap bahan-bahan kimia. Hal ini berkaitan
dengan fungsi kulit untuk memproteksi tubuh dari pengaruh luar.
b. Stratum lucidum (lapisan jernih)
Berada tepat di bawah stratum corneum. Merupakan lapisan yang
tipis, jernih. Lapisan ini tampak jelas pada telapak tangan dan
telapak kaki.
c. Stratum granulosum (lapisan berbutir-butir)
Tersusun oleh sel-sel keratinosit yang berbentuk poligonal,
berbutir kasar, berinti mengkerut.
22
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
d. Stratum spinosum (lapisan malphigi)
Sel berbentuk kubus dan seperti berduri, intinya besar dan oval.
Setiap sel berisi filamen-filamen kecil yang terdiri atas serabut
protein.
e. Stratum germinativum (lapisan basal)
Adalah lapisan terbawah epidermis. Di lapisan ini juga terdapat
sel-sel melanosit yaitu sel yang membentuk pigmen melanin.
2. 4. 1. 2 Dermis
Dermis adalah lapisan yang terdiri dari kolagen, jaringan fibrosa
dan elastin. Lapisan superfisial menonjol ke dalam epidermis berupa
sejumlah papila kecil. Lapisan yang lebih dalam terletak pada jaringan
subkutan. Lapisan ini mengandung pembuluh darah, pembuluh limfe
dan syaraf (Gibson, 2002).
2. 4. 1. 3 Subkutis
Lapisan subkutis kulit terletak dibawah dermis. Lapisan ini terdiri
dari lemak dan jaringan ikat dan berfungsi sebagai peredam kejut dan
insulator panas. Lapisan subkutis adalah tempat penyimpanan kalori. Di
lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah dan saluran
getah bening (Wasiatmaja dan Syarif, 2007).
Gambar 4. Anatomi Kulit Tikus (Krinke, 2000)
Keterangan :
1. Epidermis
2. Dermis
3. Folikel
Rambut
4. Kelenjar
Sebasea
23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. 4. 2 Fisiologi Kulit
2. 4. 2. 1 Proteksi
Kulit merupakan barrier fisik antara jaringan di bawahnya dan
lingkungan luar. Kulit memberikan perlindungan dari abrasi, dehidrasi,
radiasi ultraviolet, dan invasi mikroorganisme (Gunstream, 2000).
Sebagian besar mikroorganisme mengalami kesulitan untuk menembus
kulit yang utuh tetapi dapat masuk melalui kulit yang luka dan lecet.
Selain proteksi yang diberikan oleh lapisan tanduk, proteksi tambahan
diberikan oleh keasaman keringat dan adanya asam lemak dalam
sebum, yang menghambat pertumbuhan mikroorganisme (Gibson,
2002).
2. 4. 2. 2 Sensasi
Kulit terdiri dari ujung saraf dan reseptor yang dapat mendeteksi
stimulus yang berhubungan dengan sentuhan, tekanan, temperatur dan
nyeri. (Gunstream, 2000). Sensasi raba, nyeri, perubahan suhu dan
tekanan pada kulit dan jaringan subkutan, ditransmisikan melalui saraf
sensorik menuju medula spinalis dan otak (Gibson, 2002).
2. 4. 2. 3 Regulasi Suhu
Selama periode kelebihan produksi panas oleh tubuh, sekresi
keringat dan evaporasi melalui permukaan tubuh membantu
menurunkan temperatur tubuh (Gunstream, 2000).
2. 4. 2. 4 Penyimpanan
Kulit bekerja sebagai tempat penyimpanan air dan lemak, yang
dapat ditarik berdasarkan kebutuhan (Gibson, 2002).
2. 4. 2. 5 Ekskresi
Produksi keringat oleh kelenjar keringat menghilangkan sisa-sisa
metabolisme dalam jumlah kecil seperti garam, air, dan senyawa
organik (Gunstream, 2000).
24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. 4. 2. 6 Sintesis vitamin D
Pajanan terhadap radiasi ultraviolet dapat mengkonversi molekul
prekursor (7-dihidroksi kolesterol) dalam kulit menjadi vitamin D.
Namun, hal tersebut tidak dapat menyediakan vitamin D secara
keseluruhan bagi tubuh, sehingga pemberian vitamin D secara sistemik
masih diperlukan (Gunstream, 2000; Wasiatmaja & Syarif, 2007).
2. 5 Metode Ekstraksi dengan Menggunakan Pelarut (DepKes, 2000)
2. 5. 1 Cara Dingin
a. Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan
menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau
pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Secara teknologi
termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi
pada keseimbangan. Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan
yang kontinu (terus-menerus). Remaserasi berarti dilakukan
pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan
maserat pertama, dan seterusnya.
b. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai
sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada
temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan
bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya
(penetesan/penampungan ekstrak), terus-menerus sampai diperoleh
ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1 - 5 kali bahan.
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. 5. 2 Cara Panas
a. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik
didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang
relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya
dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3 – 5
kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.
b. Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru
yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi
ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan
adanya pendingin balik.
c. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu
secara umum dilakukan pada temperatur 40 - 50⁰C.
d. Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas
air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur
terukur 96 - 98⁰C) selama waktu tertentu (15 – 20 menit).
e. Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥30⁰C) dan
temperatur sampai titik didih air.
26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 3
METODE PENELITIAN
3. 1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 hingga Agustus
2015. Pemeliharaan dan perlakuan hewan uji dilakukan di Animal House
(MAH) Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, sedangkan untuk pembuatan preparat
histologi dilakukan di Laboratorium Patologi Universitas Indonesia.
3. 2 Alat dan Bahan
3. 2. 1 Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan
analitik (AND GH-202 dan Wiggen Hauser), beaker glass, batang
pengaduk, lumpang, alu, spatula, kapas, tabung reaksi, pipet tetes, oven
(Memmert), tanur (Thermo Scientific), waterbath, alumunium foil,
timbangan hewan (Ohauss), kandang tikus beserta tempat makanan dan
minum, spuit 1 cc, wadah pembiusan, plat besi berukuran 4x2 cm, kaca
objek dan penutupnya, cawan penguap, mikroskop cahaya (Olympus
SZ61) dan termometer.
3. 2. 2 Bahan Penelitian
Bahan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak
etanol 96% umbi talas jepang (Colocasia esculenta (L.) Schott var.
antiquorum). Bahan lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah
akuades, Lanakeloid-E
, alcohol swab, HCl 2 M, NaCl, pereaksi
(Mayer, Wagner, Dragendorff), amonia 25%, kloroform, HCl, logam
Mg, FeCl3, garam gelatin, H2SO4 pekat, NaCl 10%, n-heksan, etanol,
indikator pH universal, Na2SO4 anhidrat, asam asetat anhidrat cairan
injeksi ketamin 50 mg/ml, asam stearat, trietanolamin, adeps lanae,
parafin liquidum, nipagin, nipasol, larutan formaldehid 10% dan
Hematoxylin-Eosin.
27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. 2. 3 Hewan Uji
Hewan uji yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah tikus
putih jantan galur Sprague Dawley yang sehat berumur 2 – 3 bulan
dengan berat badan 100 – 150 gram yang diperoleh dari Fakultas
Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
3. 3 Rancangan Penelitian
Penelitian ini bersifat eksperimental yang terbagi dalam 5 kelompok
perlakuan dengan jumlah total tikus yang di gunakan 30 ekor dimana 5
ekor tikus di gunakan untuk pengamatan secara visual dan 1 ekor dari
masing – masing kelompok diambil untuk pengamatan histopatologi. Lima
kelompok tersebut terdiri dari kelompok kontrol positif yang diberikan
Lanakeloid-E®, kelompok kontrol negatif yang diberikan basis krim dan
kelompok uji konsentrasi yang diberikan krim ekstrak etanol umbi talas
jepang (Colocasia esculenta L. Schott var. antiquorum) dengan 3
konsentrasi yang berbeda.
Tabel 3. 1. Pembagian Kelompok Hewan Uji Berdasarkan Pemberian
Perlakuan
Kelompok Jumlah
Tikus
Perlakuan Keterangan
Kontrol
Positif
6 Daerah dorsal sekitar 3 cm
dari auris tikus dicukur
bulunya dan dilukai serta
diberikan Lanakeloid-E®
sebanyak dua kali sehari.
21 hari
Kontrol
Negatif
6 Daerah dorsal sekitar 3 cm
dari auris tikus dicukur
bulunya dan dilukai serta
diberikan basis krim
sebanyak dua kali sehari.
21 hari
Uji
Konsentrasi
Rendah (1%)
6 Daerah dorsal sekitar 3 cm
dari auris tikus dicukur
bulunya dan dilukai serta
diberikan krim ekstrak umbi
talas jepang konsentrasi 1%
sebanyak dua kali sehari.
21 hari
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kelompok Jumlah
Tikus
Perlakuan Keterangan
Uji
Konsentrasi
Sedang (5%)
6 Daerah dorsal sekitar 3 cm
dari auris tikus dicukur
bulunya dan dilukai serta
diberikan krim ekstrak umbi
talas jepang konsentrasi 5%
sebanyak dua kali sehari.
21 hari
Uji
Konsentrasi
Tinggi (25%)
6 Daerah dorsal sekitar 3 cm
dari auris tikus dicukur
bulunya dan dilukai serta
diberikan krim ekstrak umbi
talas jepang konsentrasi 25%
sebanyak dua kali sehari.
21 hari
3. 4 Kegiatan Penelitian
3. 4. 1 Pemeriksaan Simplisia (Determinasi)
Sebelum dilakukan penelitian, Colocasia esculenta (L.) Schott
var. antiquorum terlebih dahulu di determinasi di Herbarium
Bogoriense Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi-LIPI Bogor untuk
memastikan kebenaran simplisia.
3. 4. 2 Penyiapan Simplisia
Umbi talas jepang (Colocasia esculenta (L.) Schott var.
antiquorum) diperoleh dari CV. Agro Lawu International, Magetan,
Jawa Timur. Selanjutnya sortasi basah, pencucian, perajangan,
pengeringan, sortasi kering dan penyerbukan umbi talas jepang
dilakukan di Balai Tanaman Obat dan Aromatik (BALITTRO). Serbuk
simplisia disimpan dalam wadah yang kering, tertutup rapat dan
terlindung dari cahaya.
3. 4. 3 Pembuatan Ekstrak
Pada pembuatan ekstrak umbi talas jepang digunakan metode
ekstraksi cara dingin dengan maserasi dan menggunakan etanol 96%
sebagai pelarut. Serbuk simplisia ditimbang kemudian dimaserasi
dengan pelarut etanol 96% hingga sampel terendam. Pelarut diganti
setiap hari. Hasil maserasi disaring sehingga diperoleh filtrat. Proses
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
maserasi dilakukan hingga larutan mendekati tidak berwarna. Filtrat
yang diperoleh dipekatkan dengan menggunakan vacuum rotary
evaporator sampai diperoleh ekstrak kental. Ekstrak kental yang
dihasilkan kemudian ditimbang dan dicatat beratnya dan selanjutnya
disimpan dalam lemari pendingin atau freezer dan digunakan untuk
perlakuan.
3. 4. 4 Skrining Fitokimia Ekstrak
a. Identifikasi Alkaloid
Uji Alkaloid dilakukan dengan metode Mayer, Wagner dan
Dragendorff. Sampel sebanyak 3 g diletakkan dalam cawan
porselin kemudian ditambahkan 5 ml HCl 2 M, diaduk dan
kemudian didinginkan pada temperatur ruangan. Setelah sampel
dingin ditambahkan 0,5 g NaCl lalu diaduk dan disaring. Filtrat
yang diperoleh ditambahkan HCl 2 M sebanyak 3 tetes,
kemudian dipisahkan menjadi 4 bagian A, B, C, D. Filtrat A
sebagai blangko, filtrat B ditambah pereaksi Mayer, filtrat C
ditambah pereaksi Wagner, sedangkan filtrat D digunakan untuk
uji penegasan. Apabila terbentuk endapan pada penambahan
pereaksi Mayer dan Wagner maka identifikasi menunjukkan
adanya alkaloid. Uji penegasan dilakukan dengan menambahkan
amonia 25% pada filtrat D hingga pH 8-9. Kemudian
ditambahkan 1 ml kloroform, dan diuapkan di atas waterbath.
Selanjutnya ditambahkan 1 ml HCl 2 M, di aduk dan di saring.
Filtratnya dibagi menjadi 3 bagian. Filtrat A sebagai blangko,
filtrat B diuji dengan 5 tetes pereaksi Mayer, sedangkan filtrat C
diuji dengan 5 tetes pereaksi Dragendorff. Terbentuknya
endapan menunjukkan adanya alkaloid (Marliana et al, 2005).
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b. Identifikasi Flavonoid
Sebanyak 3 g sampel diuapkan, dicuci dengan n-heksan sampai
jernih. Residu dilarutkan dalam 20 ml etanol kemudian di
saring. Filtrat dibagi 4 bagian A, B, dan C. Filtrat A sebagai
blangko, filtrat B ditambahkan 0,5 ml HCl pekat kemudian
dipanaskan pada waterbath, jika terjadi perubahan warna merah
tua sampai ungu menunjukkan hasil yang positif (metode Bate
Smith-Metchalf). Filtrat C ditambahkan 0,5 ml HCl dan 0,5 mg
logam Mg kemudian diamati perubahan warna yang terjadi
(metode Wilstater). Warna merah sampai jingga diberikan oleh
senyawa flavon, warna merah tua diberikan oleh flavonol atau
flavonon, warna hijau sampai biru diberikan oleh aglikon atau
glikosida (Marliana et al, 2005).
c. Identifikasi Saponin
Uji Saponin dilakukan dengan metode Forth yaitu dengan cara
memasukkan 2 ml sampel ke dalam tabung reaksi kemudian
ditambahkan 10 ml akuades lalu dikocok selama 30 detik,
diamati perubahan yang terjadi. Apabila terbentuk busa yang
mantap (tidak hilang selama 30 detik) maka identifikasi
menunjukkan adanya saponin. Uji penegasan saponin dilakukan
dengan menguapkan sampel sampai kering kemudian
mencucinya dengan n-heksan sampai filtrat jernih. Residu yang
tertinggal ditambahkan 1 ml kloroform, diaduk 5 menit,
kemudian ditambahkan 1 ml Na2SO4 anhidrat dan disaring.
Filtrat dibagi menjadi menjadi 2 bagian, A dan B. Filtrat A
sebagai blangko, filtrat B ditetesi anhidrat asetat sebanyak 5
tetes, diaduk perlahan, kemudian ditambah 1 ml H2SO4 pekat
dan diaduk kembali. Terbentuknya cincin merah sampai coklat
menunjukkan adanya saponin (Marliana et al, 2005).
31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
d. Identifikasi Terpenoid
Sebanyak 3 gram ekstrak dicampurkan dengan 2 ml kloroform.
Kemudian ditambahkan 3 ml H2SO4 pekat dengan hati-hati.
Terbentuknya warna coklat kemerahan pada antarmuka dalam
larutan, menunjukkan adanya terpenoid (Edeoga et al, 2005).
e. Identifikasi Steroid
Sebanyak 0,5 gram ekstrak ditambahkan 2 ml asam asetat
anhidrat. Kemudian ditambahkan 2 ml H2SO4 pekat. Adanya
steroid ditandai dengan perubahan warna dari violet menjadi
biru atau hijau (Edeoga et al, 2005)
f. Identifikasi Tanin dan Polifenol
Sebanyak 3 g sampel diekstraksi dengan akuades panas
kemudian didinginkan. Setelah itu ditambahkan 5 tetes NaCl
10% dan disaring. Filtrat dibagi 3 bagian A, B, dan C. Filtrat A
digunakan sebagai blangko, ke dalam filtrat B ditambahkan 3
tetes pereaksi FeCl3, dan ke dalam filtrat C ditambah 3 ml garam
gelatin. Kemudian diamati perubahan yang terjadi (Marliana et
al, 2005).
g. Identifikasi Glikosida Jantung
Uji glikosida jantung dilakukan dengan metode Keller Kelliani
yaitu sebanyak 1 g ekstrak dicuci dengan n-heksan hingga
jernih. Residu yang tertinggal dipanaskan diatas waterbath
kemudian ditambahkan 3 ml pereaksi FeCl3 dan 1 ml H2SO4
pekat. Jika terlihat cincin merah bata menjadi biru atau ungu
maka identifikasi menunjukkan adanya glikosida jantung
(Marliana et al, 2005)
32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. 4. 5 Pengujian Parameter Spesifik dan Non Spesifik
3. 4. 5. 1 Parameter Spesifik
1. Identitas
Deskripsi tata nama
a. Nama ekstrak
b. Nama lain tumbuhan (sistematika botani)
c. Bagian tumbuhan yang digunakan (rimpang, daun, dsb)
d. Nama Indonesia tumbuhan
2. Organoleptik
a. Bentuk : padat, serbuk-kering, kental, cair.
b. Warna : kuning, coklat, dll.
c. Bau : aromatik, tidak berbau, dll.
d. Rasa : pahit, manis, kelat, dll.
3. 4. 5. 2 Parameter Non Spesifik
1. Penetapan Kadar Air
Sejumlah 1 gram ekstrak ditimbang dalam botol timbang
bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 105C
selama 30 menit dan telah ditara. Ekstrak dikeringkan dengan
tutup terbuka pada suhu 105C selama 5 jam dan ditimbang.
Kemudian botol timbang dalam keadaan tertutup dibiarkan dan
mendingin dalam desikator hingga suhu kamar, bobot yang
diperoleh dicatat. Pengeringan dilanjutkan dan ditimbang pada
jarak 1 jam sampai bobot tetap. Kemudian dicatat bobot tetap
yang diperoleh untuk menghitung kadar air (Depkes RI, 2000).
Kadar air
x 100%
Keterangan :
W0 = Bobot wadah kosong yang telah ditara
W1 = Bobot ekstrak + wadah sebelum pemanasan
W2 = Bobot ekstrak + wadah setelah pemanasan
33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Penetapan Kadar Abu Total
Sebanyak 1 gram ekstrak ditimbang seksama (W1) dimasukkan
dalam krus silikat yang sebelumnya telah dipijarkan dan
ditimbang (W0). Setelah itu ekstrak dipijar dengan
menggunakan tanur secara perlahan-lahan (dengan suhu
dinaikkan secara bertahap hingga 600 ± 25C) (Depkes RI, 1980
dalam Arifin et al, 2006) hingga arang habis. Kemudian
ditimbang hingga bobot tetap (W2).
Kadar Abu Total
x 100%
Keterangan :
W0 = bobot cawan kosong (gram)
W1 = bobot ekstrak awal (gram)
W2 = bobot cawan + ekstrak setelah diabukan (gram)
3. 4. 6 Pembuatan Krim Ekstrak Etanol Umbi Talas Jepang
Tabel 3.2 Formula Basis Krim (Wijaya dkk, 2013)
Bahan Jumlah
Asam stearat 14,5 gram
Trietanolamin 1,5 ml
Adeps lanae 3 gram
Paraffin liquidum 5 ml
Nipagin 0,10 gram
Nipasol 0,05 gram
Akuades 100 ml
Basis krim dibuat dengan cara: semua bahan yang diperlukan
ditimbang, kemudian fase minyak dipindahkan dalam cawan penguap,
dipanaskan diatas waterbath dengan suhu 70C sampai lebur. Fase air
dipanaskan di atas waterbath pada suhu 70C sampai lebur. Fase
minyak dipindahkan ke dalam lumpang dan ditambahkan fase air,
pencampuran dilakukan pada suhu (60-70C), digerus sampai dingin
dan terbentuk krim yang homogen. Ekstrak ditambahkan ke dalam basis
krim dengan konsentrasi 1%, 5% dan 25%.
34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. 4. 7 Evaluasi Sediaan Krim
3. 4. 7. 1 Uji Organoleptik
Pemeriksaan organoleptik sediaan krim yang diamati secara
visual meliputi bentuk, warna dan bau krim. Uji organoleptik dilakukan
untuk mengetahui krim yang dibuat sesuai dengan warna dan bau
ekstrak yang digunakan.
3. 4. 7. 2 Uji Homogenitas
Pemeriksaan homogenitas dilakukan dengan cara sebanyak 1
gram sediaan krim ditimbang dan kemudian dioleskan di atas kaca
objek dan ditutup rapat dengan kaca objek lain, selanjutnya
homogenitas krim diamati. Krim harus menunjukkan susunan yang
homogen dan tidak terlihat adanya butir-butir halus.
3. 4. 8 Persiapan Hewan Uji
Hewan uji yang di gunakan adalah tikus putih jantan Sprague-
Dawley berumur 2-3 bulan dengan berat badan 100-150 gram di
adaptasi selama satu minggu agar dapat menyesuaikan dengan
lingkungannya. Selama proses adaptasi, dilakukan pengamatan kondisi
umum dan penimbangan berat badan.
3. 4. 9 Pembuatan Luka Bakar (Akhoondinasab et al, 2014)
Luka bakar dibuat dibagian punggung tikus sekitar 3 cm dibawah
telinga yang telah dicukur bulunya menggunakan Veet® dengan
menggunakan plat besi berukuran 4x2 cm selama 10 detik yang telah
dipanaskan dalam air mendidih selama 5 menit.
3. 4. 10 Eksisi Jaringan Kulit Tikus
Pengambilan sampel jaringan kulit dilakukan pada hari ke-7 dari
kelima kelompok diambil masing-masing 1 ekor tikus, pengambilan
dilakukan setelah tikus dieuthanasi dengan larutan eter secara inhalasi.
Daerah dorsal yang akan diambil jaringan kulitnya dibersihkan dari
35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
bulu yang mulai tumbuh kembali, jaringan kulit diambil dengan
ketebalan ± 3 mm hingga lapisan subkutis dan sekitar 2 cm dari tepi
luka. Jaringan kulit yang diperoleh kemudian difiksasi dengan larutan
formalin 10% dan disimpan.
3. 4. 11 Pembuatan Preparat Histopatologi Jaringan Kulit Tikus
Jaringan kulit yang diperoleh kemudian dibuat preparat
histopatologi dengan pewarna Hematoxylin-Eosin yang dilakukan di
Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Pembuatan preparat dilakukan dengan cara: jaringan kulit yang telah
difiksasi menggunakan larutan formalin 10% lalu dilakukan trimming
organ dan dimasukkan ke dalam cassette tissue dari plastik. Tahap
selanjutnya dilakukan proses dehidrasi alkohol menggunakan
konsentrasi alkohol yang bertingkat yaitu alkohol 70%, 80%, 90%,
alkohol absolut I, alkohol absolut II, kemudian dilakukan penjernihan
menggunakan xylol I dan xylol II. Proses pencetakan atau parafinisasi
dilakukan menggunakan parafin I dan parafin II. Sediaan dimasukkan
ke dalam alat pencetak yang berisi parafin setengah volume dan sediaan
diletakkan ke arah vertikal dan horizontal sehingga potongan melintang
melekat pada dasar parafin. Setelah mulai membeku, parafin
ditambahkan kembali hingga alat pencetak penuh dan dibiarkan sampai
parafin mengeras. Blok-blok parafin kemudian dipotong tipis setebal 5
mikrometer dengan menggunakan mikrotom. Hasil potongan yang
berbentuk pita (ribbon) tersebut dibentangkan di atas air hangat yang
bersuhu 46C dan langsung diangkat yang berguna untuk meregangkan
potongan agar tidak berlipat atau menghilangkan lipatan akibat dari
pemotongan. Sediaan tersebut kemudian diangkat dan diletakkan di atas
gelas objek dan dikeringkan semalaman dalam inkubator bersuhu 60C.
Kemudian diwarnai dengan pewarnaan Hematoxyllin-Eosin (HE) untuk
pemeriksaan mikroskopik (Balqis et al, 2014).
36
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. 4. 12 Pengamatan Preparat Histopatologi
Pengamatan secara histopatologi dilakukan pada preparat jaringan
kulit. Pengamatan dilakukan menggunakan mikroskop cahaya secara
deskriptif. Pengamatan ini meliputi parameter-parameter yang berperan
dalam penyembuhan luka seperti keberadaan sel radang dan makrofag,
serta neokapilerisasi.
3. 4. 13 Analisis Statistik
Data hasil pengujian dianalisis menggunakan software pengolah
data dan disajikan dalam bentuk mean dan standar deviasi dari masing-
masing kelompok. Data dianalisis dengan uji One-Way ANOVA dan uji
Paired Samples T Test.
37
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4. 1 Hasil Penelitian
4. 1. 1 Determinasi Tanaman
Determinasi tanaman dilakukan di Herbarium Bogoriense, Pusat
Penelitian Biologi LIPI, Bogor, Jawa Barat. Hasil determinasi
menyatakan bahwa tanaman yang digunakan sebagai sampel adalah
tanaman talas jepang (Colocasia esculenta (L.) Schott) famili Araceae.
4. 1. 2 Ekstraksi
Sebanyak 1,5 kg serbuk umbi talas jepang (Colocasia esculenta
(L.) Schott var. antiquorum) dimaserasi dengan pelarut etanol 96%
sampai larutan mendekati tidak berwarna. Filtrat yang diperoleh
kemudian dipekatkan dengan vacuum rotary evaporator dan diperoleh
ekstrak kental sejumlah 168,859 gram. Rendemen yang diperoleh
sebesar 11,257%.
4. 1. 3 Hasil Penapisan Fitokimia
Kandungan metabolit sekunder dalam ekstrak etanol umbi talas
jepang (Colocasia esculenta (L.) Schott var. antiquorum) diidentifikasi
dengan cara penapisan fitokimia. Kandungan senyawa metabolit
sekunder yang diuji antara lain golongan alkaloid, flavonoid, saponin,
terpenoid, steroid, tanin dan polifenol, serta glikosida jantung. Hasil
penapisan fitokimia yang dilakukan terhadap ekstrak etanol umbi talas
jepang dapat dilihat pada tabel 4.1.
38
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.1 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol Umbi Talas
Jepang
Identifikasi Golongan Senyawa Hasil Penapisan
Fitokimia
Alkaloid +
Flavonoid +
Saponin +
Terpenoid +
Steroid +
Tanin dan Polifenol +
Glikosida Jantung +
Keterangan : (+) memberikan hasil positif.
(-) memberikan hasil negatif.
4. 1. 4 Hasil Penentuan Parameter Spesifik dan Non Spesifik
Uji parameter spesifik dan non spesifik pada ekstrak etanol umbi
talas jepang (Colocasia esculenta (L.) Schott var. antiquorum)
dilakukan setelah uji penapisan fitokimia. Hasil uji parameter spesifik
dan non spesifik terhadap ekstrak etanol umbi talas jepang dapat dilihat
pada tabel 4.2.
Tabel 4.2 Hasil Penentuan Parameter Spesifik dan Non Spesifik
Karakteristik Hasil
Uji Parameter Spesifik
Identitas
Nama ekstrak Ekstrak etanol umbi
talas jepang
Nama lain tumbuhan
Colocasia esculenta
(L.) Schott var.
antiquorum
Bagian tumbuhan yang
digunakan Umbi (tuber)
Nama Indonesia
tumbuhan
Talas jepang atau
satoimo
Organoleptis
Warna Cokelat tua
Bau Bau khas ekstrak
Rasa Pahit
Bentuk Kental
Uji Parameter Non Spesifik
Kadar Air 17,105%
Kadar Abu 3,753%
39
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4. 1. 5 Hasil Evaluasi Sediaan Krim
Evaluasi krim ekstrak etanol umbi talas jepang (Colocasia
esculenta (L.) Schott var. antiquorum) meliputi uji organoleptik dan uji
homogenitas. Hasil evaluasi krim ekstrak etanol umbi talas jepang
dapat dilihat pada tabel 4.3.
Tabel 4.3 Hasil Evaluasi Krim Ekstrak Etanol Umbi Talas Jepang
Karakteristik Hasil
Ekstrak 1% Ekstrak 5% Ekstrak 25%
Organoleptis
Krim
Warna Putih
Kecokelatan
Putih
Kecokelatan Cokelat
Bentuk Setengah
Padat
Setengah
Padat
Setengah
Padat
Bau
Aroma
Khas
Ekstrak
Aroma
Khas
Ekstrak
Aroma Khas
Ekstrak
Homogenitas Krim Homogen Homogen Homogen
4. 1. 6 Hasil Pengukuran Berat Badan Tikus
Hasil pengukuran berat badan tikus baik pada kelompok kontrol
positif (KP), kontrol negatif (KN), uji konsentrasi rendah 1% (UKR),
uji konsentrasi sedang 5% (UKS) dan uji konsentrasi tinggi 25% (UKT)
dapat dilihat pada tabel 4.4.
Tabel 4.4 Hasil Pengukuran Berat Badan Tikus
Tanggal Rerata Berat Badan Tikus Tiap Kelompok (gram)
KP KN UKR UKS UKT
6 Juni 2015 100 101 101 103 103
13 Juni 2015 110 108 109 117 110
20 Juni 2015 118 117 118 128 121
27 Juni 2015 128 123 126 137 130
4 Juli 2015 136 130 138 145 139
40
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 5. Grafik Rerata Pengukuran Berat Badan Tikus
Keterangan :
Kontrol Positif (KP)
Kontrol Negatif (KN)
Uji Konsentrasi Rendah 1% (UKR)
Uji Konsentrasi Sedang 5% (UKS)
Uji Konsentrasi Tinggi 25% (UKT)
4. 1. 7 Hasil Pengukuran Penurunan Luas Luka Bakar
Hasil pengukuran penurunan luas luka bakar pada kelompok
kontrol positif, kelompok kontrol negatif, kelompok uji konsentrasi
rendah, kelompok uji konsentrasi sedang dan kelompok uji konsentrasi
tinggi pada hari ke-1 hingga hari ke-21 menggunakan metode perlukaan
Akhoondinasab dapat dilihat pada tabel 4.5.
0
50
100
150
200
6-Jun-15 13-Jun-15 20-Jun-15 27-Jun-15 4-Jul-15
Ber
at
Bad
an
(gra
m)
Tanggal Pengukuran
KP
KN
UKR
UKS
UKT
41
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.5 Rerata Penurunan Luas Luka Bakar & Persentase
Penyembuhan Luka
Kelompok
Tikus
Rerata Luas Luka
Bakar Hari Ke (cm2)
Rerata
Penurunan
Luas Luka
(cm2) ± SD
Rerata
Persentase
Penyembuh
an Luka
(%)
1 21
Kontrol
Positif 7,08 2,06 5,02 ± 1,79 70,41
Kontrol
Negatif 7,36 2,64 4,72 ± 0,49 64,78
Uji
Konsentrasi
Rendah
(1%)
6,68 1,81 4,87 ± 0,55 73,02
Uji
Konsentrasi
Sedang
(5%)
6,69 1,74 4,95 ± 1,15 73,79
Uji
Konsentrasi
Tinggi
(25%)
6,89 1,89 5,00 ± 0,92 72,68
Data luas luka bakar yang diperoleh menggunakan software
ImageJ kemudian diolah secara statistik dengan menggunakan uji
Paired-Samples T Test. Penurunan luas luka bakar pada kelompok
kontrol positif, kelompok kontrol negatif, kelompok uji konsentrasi
rendah, kelompok uji konsentrasi sedang dan kelompok uji konsentrasi
tinggi berbeda secara signifikan (p<0,05) dari hari ke-1 sampai hari ke-
21. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat adanya proses penyembuhan
pada semua kelompok tikus terhadap luas luka bakar.
Data persentase penyembuhan luka bakar diolah secara statistik
dengan menggunakan uji One-Way ANOVA. Data persentase
penyembuhan luka pada kelompok kontrol positif, kelompok kontrol
negatif, kelompok uji konsentrasi rendah, kelompok uji konsentrasi
sedang dan kelompok uji konsentrasi tinggi bersifat homogen (p>0,05),
terdistribusi normal dan tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada
semua kelompok (kontrol positif, kontrol negatif dan ketiga kelompok
42
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
uji konsentrasi). Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak etanol umbi talas
jepang pada semua kelompok uji konsentrasi memiliki aktivitas
terhadap penurunan luas luka bakar derajat dua dibandingkan dengan
kelompok kontrol positif dan kontrol negatif tetapi tidak berbeda
signifikan.
Gambar 6. Grafik Rerata Persentase Penyembuhan Luka Bakar
Keterangan : KP (Kontrol Positif), KN (Kontrol Negatif), UKR (Uji
Konsentrasi Rendah), UKS (Uji Konsentrasi Sedang), UKT (Uji
Konsentrasi Tinggi)
Persentase penyembuhan luka bakar derajat dua pada kelompok
kontrol positif, kontrol negatif dan ketiga kelompok uji konsentrasi
(1%, 5% dan 25%) tidak berbeda signifikan (p>0,05). Hal ini
menunjukkan bahwa ekstrak etanol umbi talas jepang pada semua
kelompok uji konsentrasi memiliki aktivitas yang tinggi dalam
persentase penyembuhan luka bakar derajat dua dibandingkan dengan
kelompok kontrol positif dan kontrol negatif tetapi tidak berbeda
signifikan.
0
10
20
30
40
50
60
70
80
KP KN UKR UKS UKT
Per
sen
tase
Pen
yem
bu
ha
n L
uk
a
Ba
ka
r (%
)
Kelompok Tikus
43
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4. 1. 8 Hasil Pengamatan Fisiologis Luka Bakar Derajat Dua
Hasil pengamatan secara visual rerata perubahan fisiologis yang
terjadi pada luka bakar derajat dua dimulai dari hari ke-1 hingga hari
ke-21 pada kelompok kontrol positif, kelompok kontrol negatif,
kelompok uji konsentrasi rendah, kelompok uji konsentrasi sedang dan
kelompok uji konsentrasi tinggi dapat dilihat pada tabel 4.6.
44
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.6 Hasil Pengamatan Visual Rerata Fisiologis Luka Bakar Derajat Dua
Kelompok
Tikus Keterangan
Pengamatan Fisiologis Hari Ke
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 21
Kontrol
Positif
Warna P PC C CT CT CT CT CT CM CM TB TB
Terbentuk
Scab - - - - -
Scab
Terlepas - - - - - - - -
Kontrol
Negatif
Warna P P PC C C C CT CT CT CT TB TB
Terbentuk
Scab - - - -
Scab
Terlepas - - - - - - - - - -
Uji
Konsentrasi
Rendah
(1%)
Warna P PC C C CT CT CT CT CM CM CM TB
Terbentuk
Scab - - - - -
Scab
Terlepas - - - - - - - -
Uji
Konsentrasi
Sedang (5%)
Warna P PC C C CT CT CT CT CM CM CM TB
Terbentuk
Scab - - - - - -
Scab
Terlepas - - - - - - - -
Uji
Konsentrasi
Tinggi
(25%)
Warna P PC C CT CT CT CT CT CM TB TB TB
Terbentuk
Scab - - - - -
Scab
Terlepas - - - - - - - -
Keterangan :
Putih (P)
Putih Kecokelatan (PC)
Cokelat (C)
Cokelat Tua (CT)
Cokelat Kemerahan (CM)
Tak Berwarna (TB)
Ada ()
Tidak Ada (-)
Catatan:
Terbentuknya scab menunjukkan
fase proliferasi tahap awal.
45
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Berdasarkan tabel 4.6 dapat diamati bahwa kelompok kontrol
negatif mengalami proses penyembuhan yang lebih lama jika dilihat
dari perubahan warna luka bakar derajat dua, waktu terbentuknya
keropeng (scab) dan waktu lepasnya keropeng (scab). Hal ini
menunjukkan bahwa pemberian basis krim saja tidak mempengaruhi
percepatan penyembuhan luka, sehingga dapat dikatakan kelompok
kontrol negatif mengalami proses penyembuhan luka secara normal.
4. 1. 7 Hasil Pengukuran Ketebalan Epitel Preparat Pada Hari Ke-7
Hasil pengukuran ketebalan epitel pada preparat histopatologi
menggunakan software mikroskop cahaya (Olympus SZ61) pada
kelompok kontrol positif, kelompok kontrol negatif, kelompok uji
konsentrasi rendah, kelompok uji konsentrasi sedang dan kelompok uji
konsentrasi tinggi terhadap jaringan luka pada hari ke-7 dengan 5
lapang pandang dapat dilihat pada gambar 7.
Gambar 7. Grafik Rerata Ketebalan Epitel Pada Preparat
Keterangan : KP (Kontrol Positif), KN (Kontrol Negatif), UKR (Uji
Konsentrasi Rendah), UKS (Uji Konsentrasi Sedang), UKT (Uji
Konsentrasi Tinggi)
0
5
10
15
20
25
30
35
KP KN UKR UKS UKT
Rer
ata
Ket
ebala
n E
pit
el (
µm
)
Kelompok Tikus
46
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Data yang diperoleh kemudian diolah secara statistik dengan
menggunakan uji One-Way ANOVA. Dilihat dari hasil statistik data
bersifat homogen (p>0,05), terdistribusi normal dan tidak terdapat
perbedaan yang signifikan pada kelompok kontrol positif, kontrol
negatif dan ketiga kelompok uji konsentrasi. Hal ini menunjukkan
bahwa pemberian ekstrak etanol umbi talas jepang dengan konsentrasi
1% dan 25% dapat membantu pertumbuhan re-epitelisasi dengan
ketebalan rerata 28,49 µm dan 28,70 µm dibandingkan kelompok
kontrol positif (27,47 µm) dan kontrol negatif (21,16 µm).
4. 1. 8 Hasil Pengamatan Preparat Histopatologi
Hasil pengamatan preparat histopatologi pada hari ke-7 yang
dilakukan menggunakan mikroskop cahaya (Olympus SZ61) secara
deskriptif pada perbesaran 100x, 200x dan 400x dapat dilihat pada
gambar 8.
47
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
A
A
A
Kelompok Perbesaran
100x 200x 400x
Kontrol Positif
Kontrol Negatif
Uji Konsentrasi
Rendah (1%)
Uji Konsentrasi
Sedang (5%)
Uji Konsentrasi
Tinggi (25%)
Gambar 8. Hasil Pengamatan Preparat Histopatologi Hari Ke-7
Keterangan : Nekrosis pada epidermis (A), infiltrasi sel radang dan
makrofag (B), neokapilerisasi (C).
Hasil penilaian parameter pada pengamatan preparat histopatologi
pada hari ke-7 yang dilakukan menggunakan mikroskop cahaya
(Olympus SZ61) dapat dilihat pada tabel 4.7.
B
C
A
A
B
B
B
B
C
C
C
C
48
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.7. Hasil Penilaian Parameter Pada Preparat Hari Ke-7
Kelompok
Tikus Nekrosis
Infiltrasi
Sel
Radang
dan
Makrofag
Neokapileri
sasi Keterangan
Kontrol
Positif + + +
Terdapat
sedikit
makrofag
Kontrol
Negatif + + +
Terdapat
sedikit
makrofag
Uji
Konsentrasi
Rendah (1%)
+ +++ + Tidak terdapat
makrofag
Uji
Konsentrasi
Sedang (5%)
+ ++ +
Terdapat
banyak
makrofag
Uji
Konsentrasi
Tinggi (25%)
+ ++ +
Terdapat
banyak
makrofag Keterangan : (+) terdapat nekrosis dan sedikit infiltrasi sel radang, makrofag (<20)
dan neokapilerisasi.
(++) terdapat banyak infiltrasi sel radang dan makrofag (20-40).
(+++) terdapat lebih banyak infiltrasi sel radang dan makrofag (>40).
(-) tidak terdapat nekrosis dan infiltrasi sel radang, makrofag dan
neokapilerisasi.
Terjadinya nekrosis pada preparat menunjukkan bahwa
pembuatan luka bakar derajat dua telah merusak lapisan epitel dan
sebagian lapisan dermis, hal ini sesuai dengan karakteristik luka bakar
derajat dua. Parameter infiltrasi sel radang dan makrofag menunjukkan
bahwa perlukaan telah memasuki fase inflamasi. Pengamatan
neokapilerisasi menunjukkan bahwa sudah terdapat aliran suplai darah
ke daerah perlukaan yang menegaskan adanya proses penyembuhan
luka.
49
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4. 2 Pembahasan
Pada penelitian ini uji aktivitas penyembuhan luka bakar
didasarkan pada penurunan luas luka bakar, persentase penyembuhan
luka bakar dan parameter histopatologi. Adapun parameter
histopatologi yang diamati meliputi keberadaan sel radang,
neokapilerisasi serta ketebalan epitel.
Talas jepang (Colocasia esculenta (L.) Schott var. antiquorum)
sedang gencar dibudidayakan diberbagai daerah di Indonesia karena
potensi pasar ekspor untuk talas ini sangat besar, terutama di negara
Jepang yang setengah dari jumlah penduduknya mengkonsumsi talas
satoimo sebagai makanan pokok (Pudjiatmoko, 2008). Wadankar et al
(2011) melaporkan bahwa ekstrak daun Colocasia esculenta (L.) Schott
dapat digunakan sebagai salah satu pengobatan tradisional untuk
menyembuhkan luka di daerah Maharashtra (India). Wijaya dkk (2014)
juga melaporkan bahwa ekstrak etanol tangkai daun talas dapat
dijadikan sebagai alternatif obat luka pada kulit kelinci. Bagian
tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi talas jepang
yang diperoleh dari CV. Agro Lawu International, Magetan, Jawa
Timur yang telah dideterminasi untuk memastikan kebenaran jenis
tanaman yaitu Colocasia esculenta (L.) Schott dari famili Araceae.
Ekstrak etanol umbi talas jepang diperoleh dengan metode
maserasi menggunakan pelarut etanol 96%. Maserasi dipilih karena
baik untuk senyawa-senyawa yang tidak tahan terhadap panas dan
memiliki beberapa keuntungan diantaranya peralatan yang digunakan
sederhana dan proses pengerjaannya yang mudah. Pelarut etanol dipilih
karena mempunyai sifat selektif, dapat bercampur dengan air dengan
segala perbandingan, ekonomis, mampu mengekstrak sebagian besar
senyawa kimia yang terkandung dalam simplisia seperti alkaloid,
minyak atsiri, glikosida, kurkumin, kumarin, antrakinon, flavonoid,
steroid, damar dan klorofil. Sedangkan lemak, malam, tanin dan
saponin, hanya sedikit larut (Depkes RI, 1986).
50
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Iswanti (2009) menjelaskan bahwa pelarut etanol dapat menyari
hampir keseluruhan kandungan simplisia, baik polar, semi polar
maupun non polar, sehingga diharapkan dapat menarik kandungan
berbagai senyawa pada sampel yang diprediksi berkhasiat dalam
penyembuhan luka. Pelarut etanol 96% dipilih karena tidak banyak
mengandung kadar air sehingga ekstrak yang dihasilkan lebih kental
dan murni. Selain itu konstanta dielektrik etanol 96% adalah 24,3
dimana semakin tinggi konstanta dielektrikum suatu pelarut akan
semakin baik pula kemampuannya dalam menarik senyawa-senyawa
aktif dari sampel.
Filtrat hasil maserasi diuapkan menggunakan vacuum rotary
evaporator dengan tujuan untuk menghilangkan pelarut sehingga
didapatkan ekstrak kental, kemudian ekstrak kental yang diperoleh
dikeringkan dalam oven vacuum dengan suhu 40⁰C dan tekanan 17
mmHg selama 9 hari untuk mengurangi kadar air dan residu pelarut
pada ekstrak. Dari 1,5 kg serbuk umbi talas jepang diperoleh 168,859
gram ekstrak kental. Rendemen yang diperoleh adalah 11,257%.
Standarisasi parameter non-spesifik yang dilakukan pada
penelitian ini adalah uji kadar abu dan uji kadar air. Parameter non-
spesifik merupakan suatu aspek yang berfokus pada aspek kimia,
mikrobiologi dan fisis yang akan mempengaruhi keamanan konsumen
dan stabilitas. Tujuan dari uji kadar abu untuk memberikan gambaran
kandungan mineral internal dan eksternal dalam ekstrak. Persentase
kadar abu total tidak boleh lebih dari 16,6% (Depkes RI, 2000). Hasil
pengujian yang diperoleh untuk kadar abu total sebesar 3,753%
sehingga sesuai dengan persyaratan. Umbi talas jepang mengandung
beberapa mineral terutama kalium (740 mg/100 g), magnesium (79-122
mg/100 g), kalsium (24.7-47.8 mg/100 g) dan natrium (11.1-42 mg/100
g) (McEwan, 2008).
51
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Uji kadar air bertujuan untuk memberikan batasan minimal atau
rentang tentang besarnya kandungan air dalam bahan (Depkes RI,
2000). Uji kadar air ekstrak etanol umbi talas jepang dilakukan dengan
metode gravimetri dan diperoleh hasil kadar air sebesar 17,105%. Hasil
ini sesuai dengan persyaratan batas kadar air untuk ekstrak kental
adalah antara 5-30%. Penentuan kadar air juga terkait dengan
kemurnian ekstrak. Semakin sedikit kadar air pada ekstrak maka
semakin sedikit kemungkinan ekstrak terkontaminasi oleh pertumbuhan
jamur (Saifudin et al, 2011 dalam Haryani et al, 2013).
Kemudian dilakukan skrining fitokimia pada ekstrak etanol umbi
talas jepang. Hasil skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak
etanol umbi talas jepang mengandung alkaloid, flavonoid, saponin,
terpenoid, steroid, tanin, polifenol dan glikosida jantung. Senyawa-
senyawa tersebut berperan dalam menyembuhkan luka. Selain itu, hal
ini sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh Subhash et al (2012) yang
menggunakan ekstrak umbi Colocasia esculenta dengan enam pelarut
berbeda (petroleum eter, benzen, kloroform, methanol, etanol dan air)
diketahui positif mengandung alkaloid, steroid, flavonoid, tanin, fenol,
triterpenoid, saponin dan glikosida.
Ekstrak umbi talas jepang yang telah distandarisasi kemudian
didispersikan dalam basis krim untuk diaplikasikan pada luka. Sediaan
krim dipilih karena mempunyai keuntungan yaitu bentuknya menarik,
sederhana dalam pembuatannya, mudah dalam penggunaan, daya
menyerap yang baik dan memberikan rasa dingin pada kulit, krim dapat
digunakan pada kulit dengan luka yang basah, dan terdistribusi merata
(Depkes RI, 1995; Wijaya, 2013). Krim lebih mudah menyebar rata dan
sedikit berminyak sehingga lebih mudah dibersihkan, tidak lengket dan
lebih disukai dari pada salep (Ansel, 1989; Rahmawati, 2010). Selain
itu, krim juga dapat menyejukkan bagian yang meradang, mengurangi
rasa gatal dan rasa sakit (Clayton, 1996; Rahmawati, 2010).
52
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah 30 ekor
tikus putih jantan galur Sprague Dawley yang berumur 8 minggu. Tikus
yang digunakan merupakan tikus sehat dengan bobot sekitar 100-100
gram. Tikus betina tidak digunakan untuk menghindari pengaruh faktor
hormonal (estrogen dan progesteron) dalam penyembuhan luka (Putri,
2013). Tikus dibagi menjadi 5 kelompok yaitu kelompok kontrol positif
yang diberikan krim Lanakeloid-E®, kelompok kontrol negatif yang
diberikan basis krim dan 3 kelompok uji yang diberikan krim dengan
konsentrasi berbeda (1%, 5% dan 25%). Hewan uji diaklimatisasi
selama 7 hari dengan tujuan agar hewan uji mampu menyesuaikan diri
dalam kondisi lingkungan yang baru sebelum pengujian dimulai.
Seluruh kelompok pengujian ditempatkan pada kandang yang berbeda
dengan kepadatan masing-masing 1 ekor. Berat badan hewan uji
ditimbang dan dicatat untuk melihat kemampuan adaptasi dari masing-
masing tikus selama proses aklimatisasi.
Masing-masing tikus dicukur bulunya pada daerah punggung dan
daerah sekitar 3 cm dibawah auricula tikus dengan tujuan memudahkan
pengamatan luka bakar dari hari ke hari sebelum perlukaan dilakukan.
Kemudian masing-masing tikus juga diberikan injeksi intramuskular
Ketamin-HCl dosis 90 mg/kgBB dengan tujuan memudahkan dalam
penanganan serta mengurangi rasa sakit yang akan ditimbulkan selama
dan setelah perlukaan. Pembuatan luka bakar dilakukan dengan metode
Akhoondinasab dengan memanaskan plat besi berukuran 4x2 cm di
dalam air mendidih selama 5 menit kemudian ditempelkan pada kulit
punggung tikus selama 10 detik.
Setiap tikus diberikan krim pada pagi dan sore hari sebanyak ±
1,5 gram sesuai dengan kelompoknya. Pengamatan luka dilakukan
dengan interval selama 2 hari untuk melihat perubahan fisik yang
terjadi pada daerah perlukaan. Pengamatan luka yang terjadi pada
kelompok kontrol positif adalah terbentuknya keropeng (scab) rata-rata
dimulai dari hari ke-2, lepasnya keropeng (scab) terjadi rata-rata pada
hari ke-16 dan pada hari ke-21 rata-rata luas luka mengalami reduksi
53
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dibandingkan luas luka awal. Pada kelompok kontrol negatif
terbentuknya keropeng (scab) rata-rata dimulai dari hari ke-4, lepasnya
keropeng (scab) terjadi rata-rata pada hari ke-20 dan pada hari ke-21
rata-rata luas luka sudah mengalami reduksi.
Pada kelompok uji konsentrasi 1% dan 25% terbentuknya
keropeng (scab) dimulai dari hari ke-2, lepasnya keropeng (scab)
terjadi rata-rata pada hari ke-16 dan pada hari ke-21 sudah mengalami
reduksi dibandingkan luas luka awal. Pada kelompok uji konsentrasi
5% terbentuknya keropeng (scab) dimulai dari hari ke-4, lepasnya
keropeng (scab) terjadi rata-rata pada hari ke-16 dan pada hari ke-21
rata-rata luas luka sudah menurun dibandingkan luas luka awal.
Pembentukan keropeng menunjukkan proses penyembuhan luka
memasuki fase proliferasi tahap awal (Agustina, 2011). Pada fase ini
luka diisi oleh sel-sel radang, fibroblas, serat-serat kolagen, kapiler-
kapiler baru, membentuk jaringan kemerahan dengan permukaan tidak
rata disebut jaringan granulasi, fase ini terjadi pada hari ke 3-14
(Kozier, 1995 dan Taylor, 1997). Kecepatan terbentuknya keropeng
dari masing-masing kelompok perlakuan menandakan kecepatan dari
penyembuhan luka (Aponno et al, 2014). Dari hasil tersebut, teramati
bahwa kecepatan penyembuhan luka pada ketiga kelompok uji
konsentrasi (1%, 5% dan 25%) hampir serupa dengan kelompok kontrol
positif yaitu dalam rentang terbentuknya keropeng hingga lepasnya
keropeng antara hari ke-2 hingga hari ke-16. Sedangkan penyembuhan
luka pada kelompok kontrol negatif yang hanya diberikan basis krim
dalam rentang antara hari ke-4 hingga hari ke-20.
Pada ketiga kelompok uji konsentrasi ekstrak etanol umbi talas
jepang mengalami proses penyembuhan yang hampir sama dengan
kelompok kontrol positif. Hal ini dibuktikan pada waktu mulai
terbentuknya keropeng (scab) dan waktu lepasnya keropeng. Perubahan
warna luka bakar derajat dua terjadi seiring dengan mulai
mengeringnya luka. Waktu pelepasan keropeng (scab) menandakan
bahwa sudah terjadi pertumbuhan sel-sel baru pada kulit sehingga
54
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
membantu mempercepat lepasnya keropeng dan merapatnya tepi luka.
Keropeng (scab) terlepas karena jaringan dibawahnya sudah kering dan
tepi-tepi luka mulai tertarik ke tengah (Aponno et al, 2014).
Penelitian ini menggunakan krim Lanakeloid-E®
sebagai kontrol
positif. Pemilihan ini didasarkan pada indikasi krim Lanakeloid-E®
yang dapat membantu proses penyembuhan luka bakar. Selain itu, pada
penelitian yang telah dilakukan oleh Rahim dkk (2011) melaporkan
bahwa Lanakeloid-E® telah menyembuhkan luka bakar dalam waktu 8
hari dengan metode pembuatan luka bakar yang berbeda.
Secara mikroskopis, pengamatan yang dilakukan pada hasil
preparat menunjukkan bahwa kerusakan yang terjadi pada setiap
kelompok sama ditandai dengan rusaknya jaringan epitel dan sebagian
dermis yang mengindikasikan luka bakar derajat dua telah terjadi sesuai
dengan yang diharapkan, lamanya paparan besi panas yang diberikan
pada daerah kulit punggung yaitu selama 10 detik sudah cukup
menghasilkan luka bakar derajat dua (partial thickness).
Pada preparat hari ke-7 juga teramati adanya keberadaan sel
radang dan makrofag, pada kelompok kontrol negatif jumlahnya terlihat
lebih banyak dibandingkan dengan kelompok kontrol positif dan ketiga
kelompok uji konsentrasi (1%, 5% dan 25%). Pembuatan preparat pada
hari ke-7 dikarenakan proses re-epitelisasi yang biasanya menutup luka
sudah memasuki tahap akhir. Sel radang menunjukkan adanya
fagositosis dari bakteri dan sel-sel yang rusak. Hal ini menunjukkan
bahwa pada kelompok kontrol negatif dan kontrol positif tidak terdapat
adanya percepatan penyembuhan pada fase inflamasi bila dibandingkan
dari jumlah sel radang dan makrofag pada preparat yang diamati.
Parameter neokapilerisasi menunjukkan bahwa terdapat banyaknya
aliran darah yang menuju ke daerah luka. Penyembuhan luka sangat
ditunjang oleh suplai darah ke daerah luka. Pembentukkan pembuluh
darah baru akan membantu mempercepat proses regenerasi sel dan
normalisasi jaringan (Mayasari, 2003).
55
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pada penelitian ini, aktivitas ekstrak etanol umbi talas jepang
dalam proses penyembuhan luka bakar derajat dua tidak menunjukkan
hasil yang signifikan pada penurunan luas luka bakar, persentase
penyembuhan luka dan ketebalan re-epitelisasi. Namun, aktivitas
ekstrak etanol umbi talas jepang mempengaruhi penyembuhan luka
bakar pada fase inflamasi dan fase proliferasi. Pengaruh pada fase
inflamasi ditunjukkan pada data pengamatan preparat histopatologi luka
bakar pada hari ke-7 dimana jumlah makrofag mendominasi pada
preparat kelompok uji konsentrasi sedang (5%) dan tinggi (25%).
Makrofag mempunyai kemampuan fagositosis yang lebih baik dari
neutrofil, bahkan mampu memfagosit 100 bakteri. Dengan demikian,
banyaknya jumlah sel makrofag pada kelompok uji konsentrasi sedang
(5%) dan tinggi (25%) menunjukkan bahwa fase inflamasi terjadi lebih
cepat dibandingkan dengan kelompok kontrol positif dan kontrol
negatif. Pada preparat histopatologi hari ke-7 kelompok uji konsentrasi
rendah (1%) tidak terlihat adanya makrofag, hanya terdapat sel radang
(neutrofil), dapat diasumsikan bahwa konsentrasi 1% ekstrak etanol
umbi talas jepang belum mempunyai kemampuan untuk mempercepat
fase inflamasi serta memicu makrofag. Pengaruh ekstrak etanol umbi
talas jepang pada fase proliferasi ditunjukkan pada pengamatan rerata
fisiologis luka bakar derajat dua, dimana waktu mulai terbentuknya
keropeng (scab) pada ketiga kelompok uji konsentrasi rerata pada hari
ke-2 menunjukkan bahwa luka telah memasuki fase proliferasi lebih
cepat dibandingkan kontrol negatif.
Aktivitas ekstrak etanol umbi talas jepang (Colocasia esculenta
(L.) Schott var. antiquorum) dalam menyembuhkan luka disebabkan
kandungan berbagai senyawa dalam umbi tanaman. Umbi talas jepang
memiliki kandungan flavonoid, triterpenoid, tanin, saponin, alkaloid,
tarin, protein, Zn, vitamin C dan A yang diduga dapat mendukung
regenerasi sel-sel epitel dan jaringan ikat (Okeke dan Iweala, 2007;
Rukmana, 2002; Fasuyi, 2005). Hasil penapisan fitokimia ekstrak
etanol umbi talas jepang memberikan hasil yang positif pada
56
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
identifikasi golongan senyawa alkaloid, flavonoid, saponin, terpenoid,
steroid, tanin, polifenol dan glikosida jantung.
Alkaloid memiliki kemampuan sebagai antibakteri, mekanisme
yang diduga adalah dengan cara mengganggu komponen penyusun
peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak
terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel tersebut
(Robinson, 1991 dalam Wijaya dkk, 2014). Flavonoid berfungsi sebagai
antibakteri dengan cara membentuk senyawa kompleks terhadap protein
ekstraseluler yang mengganggu integritas membran sel bakteri (Siregar,
2011). Selain itu, menurut Anggraini (2008) flavonoid memiliki efek
antiinflamasi yang berfungsi sebagai anti radang dan mampu mencegah
kekakuan dan nyeri. Saponin memiliki kemampuan sebagai pembersih
dan antiseptik yang berfungsi membunuh kuman atau mencegah
pertumbuhan mikroorganisme yang biasa timbul pada luka sehingga
luka tidak mengalami infeksi yang berat. Ketika berinteraksi dengan sel
bakteri, saponin dapat meningkatkan permeabilitas membran sel bakteri
sehingga terjadi hemolisis sel bakteri (Robinson, 1995). Adanya
saponin dalam ekstrak umbi talas jepang diduga dapat meminimalisir
kontaminasi dari bakteri yang dapat mempengaruhi penyembuhan luka.
Vitamin A berperan dalam penyembuhan luka dengan mempercepat
fase inflamasi pada penyembuhan luka, meningkatkan taut silang
(cross-linkage) pada kolagen, mendukung diferensiasi sel epitel,
meningkatkan dan menstimulasi respon imun. Zn merupakan mineral
esensial yang dibutuhkan untuk sintesis DNA, pembelahan sel dan
sintesis protein, semua proses ini dibutuhkan untuk regenerasi dan
perbaikan jaringan (MacKay dan Miller, 2003).
Tanin dan triterpenoid diketahui memiliki aktivitas antioksidan
pada beberapa tanaman obat (Robinson, 1995). Antioksidan berperan
menangkap radikal bebas yang dapat menyebabkan kerusakan membran
sel. Cedera pada membran sel tersebut kemudian mengaktifkan
histamin yang nantinya menjadi mediator sel radang (Price dan Wilson,
2005). Antioksidan di dalam tanin dan triterpenoid diduga dapat
57
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengurangi adanya radikal bebas yang dapat merusak membran sel dan
mengurangi pelepasan mediator sel radang, yang berarti dapat
mempercepat fase selanjutnya untuk melakukan perbaikan jaringan
dalam proses penyembuhan luka (Nisa et al, 2013).
Tarin yang terdapat dalam umbi talas jepang juga diduga berperan
dalam penyembuhan luka karena aktivitas proteolitiknya seperti papain
yang efektif meluruhkan jaringan nekrotik, mencegah infeksi dan
menstimulasi pembentukan jaringan granulasi pada luka melalui
aktivitas enzim proteolitik yang dapat mengangkat jaringan mati tanpa
merusak sel hidup (Roxas, 2013; Sidik dan Salmah, 2005).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nasution (2015)
melaporkan bahwa ekstrak etanol umbi talas jepang dapat
menyembuhkan luka terbuka dengan metode Morton. Penurunan luas
luka terbuka terjadi secara signifikan pada kelompok uji yang diberikan
krim ekstrak etanol umbi talas jepang dengan konsentrasi 1% pada hari
ke-3, 6, 9 dan 12 dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif. Hal
ini menunjukkan bahwa umbi talas jepang berpotensi menyembuhkan
luka, baik luka terbuka maupun luka bakar derajat dua.
58
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian uji aktivitas penyembuhan luka bakar
ekstrak etanol umbi talas jepang (Colocasia esculenta (L.) Schott var.
antiquorum) pada tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague-
Dawley diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Ekstrak etanol umbi talas jepang (Colocasia esculenta (L.) Schott
var. antiquorum) pada konsentrasi 1%, 5% dan 25% tidak terdapat
perbedaan yang signifikan terhadap penurunan luas luka dan
peningkatan persentase penyembuhan luka pada luka bakar derajat
dua jika diberikan secara topikal.
2. Terdapat perbedaan dalam hal infiltrasi sel radang dan makrofag
serta pertumbuhan re-epitelisasi pada hari ke-7 pada kelompok uji
konsentrasi 1%, 5% dan 25% dibandingkan kelompok kontrol positif
dan kontrol negatif pada pengamatan mikroskopis.
3. Berdasarkan pengamatan rerata fisiologis luka bakar, ekstrak etanol
umbi talas jepang dapat membantu mempercepat proses
penyembuhan luka pada fase proliferasi.
Ekstrak etanol umbi talas jepang dapat membantu dalam proses
penyembuhan luka bakar pada fase inflamasi dan proliferasi.
5.2 Saran
Adapun saran untuk penelitian lebih lanjut adalah:
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan konsentrasi ekstrak
yang lebih bervariasi untuk mengetahui konsentrasi yang optimal
yang dapat mempercepat penyembuhan luka bakar.
2. Perlu dilakukan pengamatan histopatologi pada beberapa interval
waktu yang mewakili periode fase inflamasi, fase proliferasi dan fase
remodelling.
59
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Perlu dilakukan uji toksisitas terhadap ekstrak etanol umbi talas
jepang untuk mengetahui batasan konsentrasi yang aman digunakan.
60
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Agustina, Dian Reni. 2011. Pengaruh Pemberian Secara Topikal Kombinasi
Rebusan Daun Sirih Merah (Piper ef. fragile, Benth.) dan Rebusan Herba
Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) Terhadap Penyembuhan Luka Tikus
Putih Jantan yang Dibuat Diabetes. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Program Sarjana Farmasi Universitas Indonesia.
Akhoondinasab MR., Akhoondinasab M., Saberi M. 2014. Comparison of
Healing Effect of Aloe vera extract and Silver Sulfadiazine in Burn Injuries
in Experimental Rat Model. Original article Vol. 3 No. 1; 29-34.
Anderson, J. M. 2000. The Cellular Cascades of Wound Healing. In J. E. Davies
(Ed), Bone Engineering. Toronto: Em Squared Inc, pp 81-93.
Anggraini, W. 2008. Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Daun Jambu Biji
(Psidium guajava Linn.) Pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar. Skripsi.
Surakarta: Fakultas Farmasi, UMS.
Ansel, H.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi 4. Jakarta: Penerbit
Universitas Indonesia, 492, 502-506.
Aponno, Jeanly V., Paulina V. Y. Yamlean., Hamidah S. Supriati. 2014. Uji
Efektivitas Sediaan Gel Ekstrak Etanol Daun Jambu Biji (Psidium guajava
Linn) Terhadap Penyembuhan Luka yang Terinfeksi Bakteri Staphylococcus
aureus Pada Kelinci (Oryctolagus cuniculus). PHARMACON Jurnal Ilmiah
Farmasi-UNSRAT 3 (3) : 2302-2493.
Arifin, H., Anggraini N., Handayani D., Rasyid R. 2006. Standarisasi Ekstrak
Etanol Daun Eugenia cumini Merr. J. Sains Tek. Far., 11(2).
Balqis, Ummu., Rasmaidar., dan Marwiyah. 2014. Gambaran Histopatologis
Penyembuhan Luka Bakar Menggunakan Daun Kedondong (Spondias
dulcis F.) dan Minyak Kelapa pada Tikus Putih (Rattus norvegicus). Jurnal
Medika Veterinaria, 8 (1), 31-36.
Bisono dan Pusponegoro AP. 1997. Buku Ajar Bedah. Jakarta: EGC.
Deo, Pradeep C. and Tyagi, Anand P. and Taylor, Mary and Becker, Douglas K.
And Harding, Robert M. 2009. Improving Taro (Colocasia esculenta var.
esculenta) Production using Biotechnological Approaches. South Pacific
Journal of Natural Science, 27. 6-13.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2000. Parameter Standar Umum
Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Bakti Husada.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. P.7, 1036-1043.
61
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1986. Sediaan Galenik. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Deshmukh T., A., Kumawat N.S., Chaudhari S.P., Wani N.S., and Patil V.R.
2010. Antidiabetic Activity of Ethanol Extract of Colocasia esculenta leaves
In Alloxan Induced Diabetic Rats. International Journal of PharmTech
Research, 2 (2), 1246-1249.
Dhanraj B., Nakade., Mahesh S. Kadam, Kiran N. Patil dan Vinayak S. Mane.
2013. Phytochemical screening and Antibacterial Activity of Western
Region wild leaf Colocasia esculenta. International Research Jpurnal of
Biological Sciences, 2 (10), 18-21.
Edeoga, H.O., D.E. Okwu dan B.O Mbaebie. 2005. Phytochemical Constituents of
Some Nigerian Medicinal Plants. African Journal of Biotechnology, 4 (7),
685-688.
Effendi, C. 1999. Perawatan Pasien Luka Bakar. Jakarta: EGC.
Fasuyi, Ayodeji O. 2005. Nutrient Composition and Processing Effects on
Cassava Leaf (Manihot esculenta, Crantz) Antinutrients. Pakistan Journal of
Nutrition. 4 (1): 37-42.
Fitriani, Hani. 2013. Prosiding Seminar Nasional Riset Pangan, Obat-Obatan,
dan Lingkungan untuk Kesehatan. Bogor: FMIPA Universitas Pakuan.
Ghosal, M. & Mandal, P. 2012. Phytochemical Screening And Antioxidant
Activities Of Two Selected ‘Bihi’ Fruits Used As Vegetables In Darjeeling
Himalaya. International Journal Of Pharmacy And Pharmaceutical Sciences.
ISSN : 0975-1491.4(2).
Gibson, John. 2002. Fisiologi dan Anatomi Modern untuk Perawat (Sugiarto,
Bertha, penerjemah). Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran, 479.
Gunstream, Stanley E. 2000. Anatomy and Physiology. Boston: Mc Graw Hill.
Gurtner, G.C. 2007. Wound Healing Normal and Abnormal. Grabb and Smith’s
Plastic Surgery 6th Edition. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins.
Haryani, Yuli., Siti Muthmainah., Saryono Sikumbang. 2013. Uji Parameter Non
Spesifik dan Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol dari Umbi Tanaman
Dahlia (Dahlia variabilis). Jurnal Penelitian Farmasi Indonesia 1(2) : 43-46.
Hettiaratchy, S. and Dziewulski P. 2004. ABC of Burns Patophysiology and Types
of Burns. BMJ Vol. 328, pp 1427-9.
62
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Iswanti, D.A. 2009. Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi N-Heksan, Fraksi Etil Asetat,
Dan Fraksi Etanol 96% Daun Ekor Kucing (Acalypha Hispida Burm. F)
Terhadap Bakteri Staphylococcus aureusatcc 25923 Secara Dilusi. Skripsi.
Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Surakarta.
Kartini P.S., Dupla. 2009. Pembibitan Talas Jepang: Menilik Peruntungan dari
Pembibitan Satoimo. Jakarta: Kompas.
Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. 2013. Market Brief: Ubi Kayu,
Ubi Jalar dan Talas, Atase Perdagangan Tokyo. Jakarta: Kementerian
Perdagangan Republik Indonesia.
Koawara, Sutrisno. 2013. Teknologi Pengolahan Umbi-umbian. Southeast Asian
Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center
Research and Community Service Institution, IPB.
Kozier, B. 1995. Fundamental of Nursing, Concops, Process and Practice 4th
Edition. Addison Wesle. Publishing Company Inc, 1359-1367.
Krinke, G. J. 2000. The Handbook of Experimental Animals: The Laboratory Rat.
London: Academic Press.
Kubde, Meenal S; S. S. Khadabadi; I. A. Farooqui; S. L. Deore. 2010. In-vitro
Anthelmintic Activity of Colocasia esculenta. Der Pharmacia Lettre, 2 (2) :
82-85.
Kumar B, et al. 2007. Ethnopharmacological Approaches to Wound Healing
Exploring Medicinal Plants of India. Journal of Ethnopharmacology 114 (2)
: 103-113.
Lima, C.C., Pereira APC., Silva JRF., Oliveira LS., Resck MCC., Grechi CO.,
Bernardes MTCP., Olimpio FMP., Santos AMM., Incerpi EK., Garcia JAD.
2009. Ascorbic Acid for The Healing of Skin Wounds in Rats. Braz J Bio, 1
69(4), pp 1195-1201.
Marliana, Soerya Dewi., Venty Suryanti., Suyono. 2005. Skrining Fitokimia dan
Analisis Kromatografi Lapis Tipis Komponen Kimia Buah Labu Siam
(Sechium edule Jacq, Swartz.) dalam Ekstrak Etanol. ISSN;1693-2242,
Biofarmasi 3 (1), 26-31.
Marzoeki, D. 2006. Overview Luka Bakar. Dalam Noer, MS (Ed) Penanganan
Luka Bakar. Surabaya: Airlangga University Press, pp 30-38.
Mayasari. 2003. Sambiloto sebagai Bahan Antibakterial. Yogyakarta: Universitas
Gajah Mada.
63
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
McEwan, Ronalda. 2008. Anti-Nutritional Constituent of Colocasia esculenta
(Amadumbe) a Traditional Crop Food in Kwazulu-Natal. Thesis.
Department of Biochemistry and Microbiology, Faculty of Science
University of ZuluJand.
Moenadjat, Yefta. 2009. Luka Bakar dan Tatalaksana Edisi ke 4. Jakarta: FKUI.
Murakami, Akira; Hisashi Ishida; Kimie Kubo; Ikuyo Furukawa; Yasutaka Ikeda;
Megumi Yonaha; Yohko Aniya; Hajime Ohigashi. 2005. Suppressive
Effects of Okinawan Food Items on Free Radical Generation from
Stimulated Leukocytes and Identification of Some Active Constituents:
Implications for the Prevention of Inflammation-associated Carcinogenesis.
Asian Pacific J Cancer Prev, 6, 437-448.
Nasution, Nurhayati. 2015. Uji Aktivitas Ekstrak Etanol Umbi Talas Jepang
(Colocasia esculenta (L.) Schott var. antiquorum) Terhadap Penyembuhan
Luka Terbuka Pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan Galur Sprague
Dawley. Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Nisa, Vina M., Zahara Meilawaty, Pudji Astuti. 2013. Efek Pemberian Ekstrak
Daun Singkong (Manihot esculenta) Terhadap Proses Penyembuhan Luka
Gingiva Tikus (Rattus norvegicus). Artikel Ilmiah Hasil Penelitian
Mahasiswa. Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Jember (UNEJ).
Okeke C. U. Dan Iweala E. 2007. Antioxidant Profile of Dioscorea rotundata,
Manihot esculenta, Ipomoea batatas, Vernonia amygdalina and Aloe vera. J
Med Res Technol (4): 4-10.
Onwueme, Inno. 1999. Taro Cultivation In Asia and The Pacific. Bangkok: Food
and Agriculture Organization Of The United Nations Regional Office For
Asia and The Pacific.
Prajapati, Rakesh. 2011. Colocasia esculenta: A Potent Indigenous Plant.
International Journal of Nutrition, Pharmacology, Neurological Diseases 2
(1) : 90-96.
Price, S. A. dan Wilson, L. M. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Volume 1. Edisi 6. Alih bahasa oleh Brahm U. Pendit, et al. 2005.
Jakarta: EGC.
Pudjiatmoko. 2008. Jurnal Atani Tokyo Swasembada Beras. Diakses dari
http://jurnal atani tokyo.com/2008/swasembada beras.html tanggal 23
Maret 2015.
Purseglove, J.W. 1992. Tropical Crops. Diocotyledon. Vol. Longman Nigeria.
Page 710.
64
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Putri, Almahitta Cintami. 2013. Pengaruh Ekstrak Aqueous Kulit Delima (Punica
granatum) Peroral Terhadap Makrofag, Fibroblas Dan Kolagen Pada
Penyembuhan Luka Bakar Tikus Putih. Skripsi. Surabaya: Universitas
Airlangga.
Rahim, Farida., Mimi Aria., Nurwani Purnama Aji. 2011. Formulasi Krim
Ekstrak Etanol Daun Ubi Jalar (Ipomoeae batatas L.) Untuk Pengobatan
Luka Bakar. Scientia Jurnal Farmasi Dan Kesehatan Vol. 1(1), 21-26.
Rahmawati, Dewi., Anita Sukmawati dan Peni Indrayudha. 2010. Formulasi Krim
Minyak Atsiri Rimpang Temu Giring (Curcuma heyneana Val & Zijp): Uji
Sifat Fisik dan Daya Antijamur Terhadap Candida albicans Secara In Vitro.
Majalah Obat Tradisional, 15(2), 56-63.
Regan, M. C and Barbul A, 1995. The Cellular Biology of Wound Healing. In
Regdl H, Schlag G, (Eds). Wound Healing. Berlin: Springer-Verlag, pp 2-
13.
Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Penerjemah:
Padmawinata, K. Bandung: ITB.
Rohrich, RJ and Robinson JB, 1999. Wound Healing. Selected Reading in Plastic
Surgery 9 (3), pp 1-17.
Roxas, Lilibeth A. 2013. Efficacy of Tarin from Colocasia esculenta (L.) Schott
on The Histological Changes of Buffalo Meat (Bubalus bubalis L.) Journal
of Arts, Science and Commerce. 4 (3) : 110-116.
Rukmana. 1998. Budidaya Talas. Yogyakarta: Kanisius.
Rukmana, Rahmat. 2002. Ubi Kayu, Budi Daya dan Pascapanen Cetakan 6.
Yogyakarta: Kanisius.
Schultz, G.S. 2007. The Physiology of Wound Bed Preparation. In Granick MS,
Ganelli RL, (Eds). Surgical Wound Healing and Management. Informa
Healthcare USA Inc. New York, pp 1-5.
Seong Wei, Lee; Najiah Musa; Chuah Tse Sengm; Wendy Wee and Noor Azhar
Mohd Shazili. 2008. Antimicrobial Properties of Tropical Plants against 12
Pathogenic Bacteria Isolated from Aquatic Organisms. African Journal of
Biotechnology Vol. 7 (13).
Sidik, Mahmood, A.A., K dan I. Salmah. 2005. Wound Healing Activity of Carica
papaya L Aqueous Leaf Extract in Rats. International Journal of Molecular
Medicine and Advance Sciences 1 (4) : 398-401.
Sjamsuhidajat, R, Wim de Jong. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.
65
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Smith, Mangkoewijoyo S. 1998. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan
Hewan Percobaan di Daerah Tropis Edisi 1. Jakarta: UI Press. Hal : 37-39.
Subhash, Chandra; Saklani Sarla; and Jaybardhan. 2012. Phytochemical
Screening of Garhwal Himalaya Wild Edible Tuber Colocasia esculenta.
International Research Journal of Pharmacy 3 (3), 181-186.
Taylor, C., Lilis C., LeMone. P. 1997. Fundamental of Nursing The Art and
Science of Nursing Care 4th Edition. Philadelphia: JB Lippincoff. 699-705.
Telaumbanua, Eka Setiawan Karsa. 2005. Pemanfaatan Tepung Umbi Talas
(Colocasia esculenta L.) dan Solid Dekanter dalam Ransum Terhadap
Performans Itik Peking Umur 1 Hari-84 Hari. Skripsi. Departemen
Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Tiwari, VK. 2012. Burn Wound: How It Differs From Other Wounds. Indian
Journal of Plastic Surgery Vol. 45, 364-373.
Udupa AI; Kulkumi DR; Udupa SI . 1995. Effect of Tridax procumbens Extracts
on Wound Healing. International Journal of Pharmacognosy 33 (1): 37-40.
Wadankar, G. D., S. N. Malode and S. L. Sarambekar. 2011. Traditionally Used
Medicine Plants for Wound Healing in the Washim District, Maharashtra
(India). International Journal of PharmTech Research Vol. 3, No. 4, pp
2080-2084.
Wang, Jaw-Kai. 1983. Taro. Honolulu: University of Hawaii Press.
Wijaya, Bryan Alfonsius., Gayatri Citraningtyas., dan Frenly Wehantouw. 2014.
Potensi Ekstrak Etanol Tangkai Daun Talas (Colocasia esculenta (L.)
Sebagai Alternatif Obat Luka Pada Kulit Kelinci (Oryctolagus cuniculus).
Jurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT 3 (3), 2302-2493.
Wasiatmadja dan Syarif. (2007). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: UI
Press, 3-8.
66
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 1. Alur Penelitian
Pengamatan keberadaan sel radang dan
makrofag
Hewan uji dikelompokkan
secara acak berdasarkan
perlakuan (@perlakuan 6
ekor):
- Kelompok I (kontrol
positif)
- Kelompok II (kontrol
negatif)
- Kelompok III (krim
ekstrak konsentrasi
1%)
- Kelompok IV (krim
ekstrak konsentrasi
5%)
- Kelompok V (krim
ekstrak konsentrasi
25%)
Tikus diaklimatisasi selama 1
minggu
Hewan uji: tikus jantan galur
Sprague Dawley
Pemberian krim ekstrak pada tikus secara topikal
selama 21 hari
Ekstrak cair
Maserasi dengan etanol
96%
Serbuk simplisia umbi talas
jepang
Umbi disortasi basah, dicuci,
dirajang, sortasi kering dan
diserbukkan.
Umbi talas jepang
(Colocasia esculenta)
Pengukuran ketebalan jaringan
epitel
Neokapilerisasi
Dibuat preparat histopatologi
Pengamatan preparat
Pembuatan luka bakar
Dipilih satu ekor tikus dari masing-masing
kelompok untuk dieksisi jaringan kulit tikus hari ke-
7
Penapisan fitokimia,
parameter spesifik & non
spesifik
Dipekatkan dengan
rotary evaporator
Determinasi
Sediaan krim ekstrak
Ekstrak kental
67
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 2. Determinasi Tanaman
68
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 3. Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol Umbi Talas Jepang
Hasil Penapisan
Fitokimia Metode Hasil Keterangan
Identifikasi Alkaloid
Metode Mayer :
Ekstrak + 5 ml HCl
2 M + 0,5 gram
NaCl, disaring + 3
tetes HCl 2 M +
pereaksi Mayer
Endapan +
Metode Wagner :
Ekstrak + 5 ml HCl
2 M + 0,5 gram
NaCl, disaring + 3
tetes HCl 2 M +
pereaksi Wagner
Endapan +
Uji Penegasan
Ekstrak + amonia
25% hingga pH 8-9
+ 1 ml kloroform,
diuapkan + 1 ml
HCl 2 M, disaring +
pereaksi Mayer
Endapan +
Ekstrak + amonia
25% hingga pH 8-9
+ 1 ml kloroform,
diuapkan + 1 ml
HCl 2 M, disaring +
pereaksi
Dragendorff
Endapan +
Identifikasi Flavonoid
Metode Bate Smith-
Metchalf : Ekstrak +
n-heksan (hingga
jernih)
residu + 20 ml
etanol + 0,5 ml HCl
pekat
dipanaskan
Perubahan warna
merah tua sampai
ungu +
69
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Metode Wilstater :
Ekstrak + n-heksan
(hingga jernih)
residu + 20 ml
etanol + 0,5 ml HCl
pekat + 0,5 mg
logam Mg
Perubahan warna +
Identifikasi Saponin
Metode Forth :
Ekstrak + 10 ml
akuades
dikocok selama 30
detik
Terbentuknya busa
yang mantap (tidak
hilang selama 30
detik)
+
Uji Penegasan
Ekstrak + n-heksan
residu + 1 ml
kloroform
diaduk 5 menit + 1
ml Na2SO4 anhidrat
disaring + 5
tetes anhidrat asetat
+ 1 ml H2SO4 pekat
diaduk
Terbentuknya
cincin merah
sampai cokelat +
Identifikasi Terpenoid
Ekstrak + 2 ml
kloroform + 3 ml
H2SO4 pekat dengan
hati-hati
Terbentuknya
warna cokelat
kemerahan pada
antarmuka dalam
larutan
+
Identifikasi Steroid
Ekstrak + 2 ml
asam asetat anhidrat
+ 2 ml H2SO4 pekat Perubahan warna
dari violet menjadi
biru atau hijau +
70
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Identifikasi Tanin dan Polifenol
Ekstrak + akuades
panas
didinginkan + 5
tetes NaCl 10%
disaring + 3
tetes FeCl3
Perubahan warna +
Ekstrak + akuades
panas
didinginkan + 5
tetes NaCl 10%
disaring + 3 ml
garam gelatin
Perubahan warna +
Identifikasi Glikosida Jantung
Metode Keller
Kelliani : Ekstrak +
n-heksan
residu
dipanaskan + 3 ml
FeCl3 + 1 ml H2SO4
pekat
Cincin merah bata
menjadi biru atau
ungu +
72
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lanjutan
No. Kelompok
Tikus
Pengamatan Luka Bakar Hari Ke
14 16 18 20 21
1.
Kontrol
Positif
2.
Kontrol
Negatif
3.
Uji
Konsentrasi
Rendah
(1%)
4.
Uji
Konsentrasi
Sedang
(5%)
5.
Uji
Konsentrasi
Tinggi
(25%)
71
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 4. Gambar Pengamatan Perubahan Rerata Luka Bakar
No. Kelompok
Tikus
Pengamatan Luka Hari Ke
0 2 4 6 8 10 12
1.
Kontrol
Positif
2.
Kontrol
Negatif
3.
Uji
Konsentrasi
Rendah
(1%)
4.
Uji
Konsentrasi
Sedang
(5%)
5.
Uji
Konsentrasi
Tinggi
(25%)
73
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 5. Tahapan Pengukuran Luas Luka Bakar Menggunakan
Software ImageJ
a) Buka software ImageJ, klik “File” dan “Open” pada Menu Bar.
b) Pilih foto yang akan digunakan.
c) Klik Tool Bar “Straight” dan buat garis lurus sepanjang 1 cm pada gambar penggaris.
d) Klik Menu “Analyze” lalu pilih “Set Scale”.
74
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
e) Ubah ukuran panjang penggaris pada kolom “Known Distance” menjadi 1, kemudian ubah satuan dalam kolom “Unit of Length” menjadi cm, lalu klik “OK”.
f) Klik Tool Bar “Freehand Selections” dan buat pola sesuai bentuk luka bakar seperti gambar di atas.
g) Klik Menu “Analyze” lalu klik “Measure”.
h) Setelah keluar jendela “Results” seperti pada gambar di atas, maka akan didapat hasil pengukuran luas luka bakar pada kolom “Area”.
75
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 6. Data Luas Luka Bakar Derajat Dua
Kelompok Tikus Luas Luka
Awal (cm2)
Rerata Luas
Luka Awal
(cm2)
Luas Luka
Akhir (cm2)
Penurunan
Luas Luka
(cm2)
Rerata
Penurunan Luas
Luka (cm2) ± SD
Persentase
Penyembuhan
(%)
Rerata Persentase
Penyembuhan
(%)
Kontrol Positif
8,06
7,08
1,32 6,74
5,02 ± 1,79
83,66
70,41 7,56 1,24 6,32 83,60
7,85 3,64 4,21 53,59
4,85 1,90 2,95 60,80
Kontrol Negatif
6,50
7,36
1,66 4,84
4,72 ± 0,49
74,42
64,78
7,59 3,51 4,08 53,79
6,70 2,01 4,69 69,95
8,63 3,37 5,26 60,96
6,87 2,50 4,36 63,57
Uji Konsentrasi
Rendah (1%)
7,50
6,68
1,91 5,59
4,87 ± 0,55
74,56
73,02
6,94 2,42 4,51 65,06
6,17 1,79 4,38 70,97
6,12 1,13 4,99 81,51
5,86 2,40 3,45 58,95
76
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kelompok Tikus Luas Luka
Awal (cm2)
Rerata Luas
Luka Awal
(cm2)
Luas Luka
Akhir (cm2)
Penurunan
Luas Luka
(cm2)
Rerata
Penurunan Luas
Luka (cm2) ± SD
Persentase
Penyembuhan
(%)
Rerata
Persentase
Penyembuhan
(%)
Uji Konsentrasi
Sedang (5%)
6,13
6,69
1,75 4,38
4,95 ± 1,15
71,42
73,79
6,70 3,08 3,62 53,95
6,98 1,09 5,90 84,46
6,96 1,02 5,94 85,33
7,08 1,74 5,34 75,44
Uji Konsentrasi
Tinggi (25%)
7,93
6,89
1,63 6,31
5,00 ± 0,92
79,52
72,68
6,19 1,99 4,21 67,94
6,11 1,15 4,96 81,16
7,33 2,78 4,56 62,12
7,77 3,08 4,69 60,38
77
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 7. Data Hasil Pengukuran Ketebalan Epitel Preparat Hari Ke-7
Kelompok Tebal Epitel (µm) Rerata Ketebalan Epitel
(µm)
Kontrol Positif
25,16
36,04
21,08
23,12
31,96
27,47
Kontrol Negatif
36,14
22,44
11,07
15,64
20,50
21,16
Uji Konsentrasi
Rendah (1%)
22,44
23,21
9,54
50,75
36,49
28,49
Uji Konsentrasi
Sedang (5%)
19,72
34,00
23,80
25,84
20,80
24,83
Uji Konsentrasi
Tinggi (25%)
40,12
30,60
6,16
36,04
30,60
28,70
78
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 8. Hasil Analisis Statistik Ketebalan Epitel Preparat Hari Ke-7
One-Way ANOVA
a. Uji Normalitas
Tujuan : untuk distribusi normal data ketebalan epitel preparat hari
ke-7
Hipotesis :
Ho = Data ketebalan epitel preparat hari ke-7 terdistribusi normal
Ha = Data ketebalan epitel preparat hari ke-7 tidak terdistribusi
normal
Pengambilan keputusan :
Jika nilai signifikansi > 0,05 Ho diterima
Jika nilai signifikansi < 0,05 Ho ditolak
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Tebal_Epitel
N 25
Normal Parametersa Mean 26.1304
Std. Deviation 10.26836
Most Extreme
Differences
Absolute .111
Positive .111
Negative -.106
Kolmogorov-Smirnov Z .556
Asymp. Sig. (2-tailed) .916
a. Test distribution is Normal.
Keputusan : data ketebalan epitel preparat hari ke-7 seluruh kelompok uji
terdistribusi normal.
79
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b. Uji Homogenitas
Tujuan : untuk melihat data ketebalan epitel preparat hari ke-7
homogen atau tidak
Hipotesis :
Ho = Data ketebalan epitel preparat hari ke-7 terdistribusi homogen
Ha = Data ketebalan epitel preparat hari ke-7 tidak terdistribusi
homogen
Pengambilan keputusan :
Jika nilai signifikansi > 0,05 Ho diterima
Jika nilai signifikansi < 0,05 Ho ditolak
Test of Homogeneity of Variances
Tebal_Epitel
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
1.365 4 20 .281
Keputusan : data ketebalan epitel preparat hari ke-7 seluruh kelompok uji
terdistribusi homogen.
c. Uji Multiple Comparison tipe LSD (Least Significant Difference)
Tujuan : untuk menentukan data ketebalan epitel preparat hari ke-7
abnormal kelompok mana yang memberikan nilai yang berbeda secara
signifikan dengan kelompok lainnya.
Hipotesis :
Ho = Data ketebalan epitel preparat hari ke-7 tidak berbeda secara
signifikan
Ha = Data ketebalan epitel preparat hari ke-7 berbeda secara
signifikan
Pengambilan keputusan :
Jika nilai signifikansi > 0,05 Ho diterima
Jika nilai signifikansi < 0,05 Ho ditolak
80
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Multiple Comparisons
Tebal_Epitel
LSD
(I) Kelompok_Tikus (J) Kelompok_Tikus
Mean
Difference (I-
J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
Kelompok Kontrol
Positif
Kelompok Kontrol
Negatif 6.31400 6.82441 .366 -7.9215 20.5495
Kelompok Uji
Konsentrasi Rendah -1.01400 6.82441 .883 -15.2495 13.2215
Kelompok Uji
Konsentrasi Sedang 2.64000 6.82441 .703 -11.5955 16.8755
Kelompok Uji
Konsentrasi Tinggi -1.23200 6.82441 .859 -15.4675 13.0035
Kelompok Kontrol
Negatif
Kelompok Kontrol
Positif -6.31400 6.82441 .366 -20.5495 7.9215
Kelompok Uji
Konsentrasi Rendah -7.32800 6.82441 .296 -21.5635 6.9075
Kelompok Uji
Konsentrasi Sedang -3.67400 6.82441 .596 -17.9095 10.5615
Kelompok Uji
Konsentrasi Tinggi -7.54600 6.82441 .282 -21.7815 6.6895
Kelompok Uji
Konsentrasi Rendah
Kelompok Kontrol
Positif 1.01400 6.82441 .883 -13.2215 15.2495
Kelompok Kontrol
Negatif 7.32800 6.82441 .296 -6.9075 21.5635
81
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kelompok Uji
Konsentrasi Sedang 3.65400 6.82441 .598 -10.5815 17.8895
Kelompok Uji
Konsentrasi Tinggi -.21800 6.82441 .975 -14.4535 14.0175
Kelompok Uji
Konsentrasi Sedang
Kelompok Kontrol
Positif -2.64000 6.82441 .703 -16.8755 11.5955
Kelompok Kontrol
Negatif 3.67400 6.82441 .596 -10.5615 17.9095
Kelompok Uji
Konsentrasi Rendah -3.65400 6.82441 .598 -17.8895 10.5815
Kelompok Uji
Konsentrasi Tinggi -3.87200 6.82441 .577 -18.1075 10.3635
Kelompok Uji
Konsentrasi Tinggi
Kelompok Kontrol
Positif 1.23200 6.82441 .859 -13.0035 15.4675
Kelompok Kontrol
Negatif 7.54600 6.82441 .282 -6.6895 21.7815
Kelompok Uji
Konsentrasi Rendah .21800 6.82441 .975 -14.0175 14.4535
Kelompok Uji
Konsentrasi Sedang 3.87200 6.82441 .577 -10.3635 18.1075
Keputusan : data ketebalan epitel preparat hari ke-7 seluruh kelompok uji tidak berbeda secara signifikan.
82
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 9. Hasil Analisis Statistik Luas Luka Bakar Derajat Dua
Paired Samples T Test
Hipotesis :
Ho = Data penurunan luas luka bakar tidak berbeda signifikan
Ha = Data penurunan luas luka bakar berbeda signifikan
Pengambilan keputusan :
Jika nilai signifikansi > 0,05 Ho diterima
Jika nilai signifikansi < 0,05 Ho ditolak
Kelompok Kontrol Positif Hari ke-1 dan Hari ke-21
Paired Samples Test
Paired Differences
t df Sig. (2-tailed)
Mean Std. Deviation
Std. Error
Mean
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair 1 Positif_Awal -
Positif_Akhir
5.053250
E0 1.787568 .893784 2.208831 7.897669 5.654 3 .011
Keputusan : data penurunan luas luka bakar untuk kelompok kontrol positif berbeda signifikan.
83
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kelompok Kontrol Negatif Hari ke-1 dan Hari ke-21
Paired Samples Test
Paired Differences
t df Sig. (2-tailed)
Mean Std. Deviation
Std. Error
Mean
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair 1 Negatif_Awal -
Negatif_Akhir
4.647000
E0 .452090 .202181 4.085657 5.208343 22.984 4 .000
Keputusan : data penurunan luas luka bakar untuk kelompok kontrol negatif berbeda signifikan.
Kelompok Uji Konsentrasi Rendah (1%) Hari ke-1 dan Hari ke-21
Paired Samples Test
Paired Differences
t df Sig. (2-tailed)
Mean Std. Deviation
Std. Error
Mean
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair 1 Rendah_Awal -
Rendah_Akhir
4.585800
E0 .792092 .354234 3.602288 5.569312 12.946 4 .000
Keputusan : data penurunan luas luka bakar untuk kelompok uji konsentrasi rendah (1%) berbeda signifikan.
84
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kelompok Uji Konsentrasi Sedang (5%)
Paired Samples Test
Paired Differences
t df Sig. (2-tailed)
Mean Std. Deviation
Std. Error
Mean
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair 1 Sedang_Awal -
Sedang_Akhir
5.033800
E0 1.012289 .452709 3.776877 6.290723 11.119 4 .000
Keputusan : data penurunan luas luka bakar untuk kelompok uji konsentrasi sedang (5%) berbeda signifikan.
Kelompok Uji Konsentrasi Tinggi (25%)
Paired Samples Test
Paired Differences
t df Sig. (2-tailed)
Mean Std. Deviation
Std. Error
Mean
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair 1 Tinggi_Awal -
Tinggi_Akhir
4.943600
E0 .809382 .361967 3.938620 5.948580 13.658 4 .000
Keputusan : data penurunan luas luka bakar untuk kelompok uji konesntrasi tinggi (25%) berbeda signifikan.
85
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
One-Way ANOVA
a. Uji Normalitas
Tujuan : untuk distribusi normal data penurunan luas luka bakar
Hipotesis :
Ho = Data penurunan luas luka bakar terdistribusi normal
Ha = Data penurunan luas luka bakar tidak terdistribusi normal
Pengambilan keputusan :
Jika nilai signifikansi > 0,05 Ho diterima
Jika nilai signifikansi < 0,05 Ho ditolak
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Luas_Luka_A
wal
N 20
Normal Parametersa Mean 6.94075
Std. Deviation .889715
Most Extreme
Differences
Absolute .125
Positive .100
Negative -.125
Kolmogorov-Smirnov Z .559
Asymp. Sig. (2-tailed) .914
a. Test distribution is Normal.
Keputusan : data penurunan luas luka bakar seluruh kelompok uji terdistribusi normal
86
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b. Uji Homogenitas
Tujuan : untuk melihat data penurunan luas luka bakar homogen atau tidak
Hipotesis :
Ho = Data penurunan luas luka bakar terdistribusi homogen
Ha = Data penurunan luas luka bakar tidak terdistribusi homogen
Pengambilan keputusan :
Jika nilai signifikansi > 0,05 Ho diterima
Jika nilai signifikansi < 0,05 Ho ditolak
Test of Homogeneity of Variances
Luas_Luka_Awal
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
1.989 4 15 .148
Keputusan : data penurunan luas luka bakar seluruh kelompok uji terdistribusi homogen
c. Uji Multiple Comparison tipe LSD (Least Significant Difference)
Tujuan : untuk menentukan data penurunan luas luka bakar abnormal kelompok mana yang memberikan nilai yang berbeda secara
signifikan dengan kelompok lainnya.
Hipotesis :
Ho = Data penurunan luas luka bakar tidak berbeda secara signifikan
Ha = Data penurunan luas luka bakar berbeda secara signifikan
Pengambilan keputusan :
Jika nilai signifikansi > 0,05 Ho diterima
Jika nilai signifikansi < 0,05 Ho ditolak
87
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Multiple Comparisons
Luas_Luka_Awal
LSD
(I) Kelompok_Tikus (J) Kelompok_Tikus
Mean
Difference (I-
J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
Kontrol Positif Kontrol Negatif -.278250 .677123 .687 -1.72150 1.16500
Uji Konsentrasi
Rendah .395000 .677123 .568 -1.04825 1.83825
Uji Konsentrasi Sedang .384250 .677123 .579 -1.05900 1.82750
Uji Konsentrasi Tinggi .186500 .677123 .787 -1.25675 1.62975
Kontrol Negatif Kontrol Positif .278250 .677123 .687 -1.16500 1.72150
Uji Konsentrasi
Rendah .673250 .677123 .336 -.77000 2.11650
Uji Konsentrasi Sedang .662500 .677123 .343 -.78075 2.10575
Uji Konsentrasi Tinggi .464750 .677123 .503 -.97850 1.90800
Uji Konsentrasi
Rendah
Kontrol Positif -.395000 .677123 .568 -1.83825 1.04825
Kontrol Negatif -.673250 .677123 .336 -2.11650 .77000
Uji Konsentrasi Sedang -.010750 .677123 .988 -1.45400 1.43250
Uji Konsentrasi Tinggi -.208500 .677123 .762 -1.65175 1.23475
Uji Konsentrasi Sedang Kontrol Positif -.384250 .677123 .579 -1.82750 1.05900
Kontrol Negatif -.662500 .677123 .343 -2.10575 .78075
Uji Konsentrasi
Rendah .010750 .677123 .988 -1.43250 1.45400
Uji Konsentrasi Tinggi -.197750 .677123 .774 -1.64100 1.24550
Uji Konsentrasi Tinggi Kontrol Positif -.186500 .677123 .787 -1.62975 1.25675
88
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kontrol Negatif -.464750 .677123 .503 -1.90800 .97850
Uji Konsentrasi
Rendah .208500 .677123 .762 -1.23475 1.65175
Uji Konsentrasi Sedang .197750 .677123 .774 -1.24550 1.64100
Keputusan : data penurunan luas luka bakar seluruh kelompok tidak berbeda secara signifikan.
89
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 10. Hasil Analisis Statistik Persentase Penyembuhan Luka Bakar Derajat Dua
One-Way ANOVA
a. Uji Normalitas
Tujuan : untuk distribusi normal data persentase penyembuhan luka bakar
Hipotesis :
Ho = Data persentase penyembuhan luka bakar terdistribusi normal
Ha = Data persentase penyembuhan luka bakar tidak terdistribusi normal
Pengambilan keputusan :
Jika nilai signifikansi > 0,05 Ho diterima
Jika nilai signifikansi < 0,05 Ho ditolak
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Persentase_Pe
nyembuhan_
Luka_Bakar
N 20
Normal Parametersa Mean 70.9385
Std. Deviation 10.84761
Most Extreme
Differences
Absolute .136
Positive .092
Negative -.136
Kolmogorov-Smirnov Z .606
Asymp. Sig. (2-tailed) .856
Keputusan : data persentase penyembuhan luka bakar seluruh kelompok uji terdistribusi normal
90
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b. Uji Homogenitas
Tujuan : untuk melihat data persentase penyembuhan luka bakar homogen atau tidak
Hipotesis :
Ho = Data persentase penyembuhan luka bakar terdistribusi homogen
Ha = Data persentase penyembuhan luka bakar tidak terdistribusi homogen
Pengambilan keputusan :
Jika nilai signifikansi > 0,05 Ho diterima
Jika nilai signifikansi < 0,05 Ho ditolak
Test of Homogeneity of Variances
Persentase_Penyembuhan_Luka_Bakar
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
2.317 4 15 .105
Keputusan : data persentase penyembuhan luka bakar seluruh kelompok uji terdistribusi homogen
c. Uji Multiple Comparison tipe LSD (Least Significant Difference)
Tujuan : untuk menentukan data persentase penyembuhan luka bakar abnormal kelompok mana yang memberikan
nilai yang berbeda secara signifikan dengan kelompok lainnya.
Hipotesis :
Ho = Data persentase penyembuhan luka bakar tidak berbeda secara signifikan
Ha = Data persentase penyembuhan luka bakar berbeda secara signifikan
Pengambilan keputusan :
Jika nilai signifikansi > 0,05 Ho diterima
Jika nilai signifikansi < 0,05 Ho ditolak
91
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Multiple Comparisons
Persentase_Penyembuhan_Luka_Bakar
LSD
(I) Kelompok_Tikus (J) Kelompok_Tikus
Mean
Difference (I-
J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
Kelompok Kontrol
Positif
Kelompok Kontrol
Negatif 5.63250 8.20729 .503 -11.8609 23.1259
Kelompok Uji
Konsentrasi Rendah -2.61250 8.20729 .755 -20.1059 14.8809
Kelompok Uji
Konsentrasi Sedang -3.37750 8.20729 .687 -20.8709 14.1159
Kelompok Uji
Konsentrasi Tinggi -2.27250 8.20729 .786 -19.7659 15.2209
Kelompok Kontrol
Negatif
Kelompok Kontrol
Positif -5.63250 8.20729 .503 -23.1259 11.8609
Kelompok Uji
Konsentrasi Rendah -8.24500 8.20729 .331 -25.7384 9.2484
Kelompok Uji
Konsentrasi Sedang -9.01000 8.20729 .290 -26.5034 8.4834
Kelompok Uji
Konsentrasi Tinggi -7.90500 8.20729 .351 -25.3984 9.5884
Kelompok Uji
Konsentrasi Rendah
Kelompok Kontrol
Positif 2.61250 8.20729 .755 -14.8809 20.1059
92
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kelompok Kontrol
Negatif 8.24500 8.20729 .331 -9.2484 25.7384
Kelompok Uji
Konsentrasi Sedang -.76500 8.20729 .927 -18.2584 16.7284
Kelompok Uji
Konsentrasi Tinggi .34000 8.20729 .968 -17.1534 17.8334
Kelompok Uji
Konsentrasi Sedang
Kelompok Kontrol
Positif 3.37750 8.20729 .687 -14.1159 20.8709
Kelompok Kontrol
Negatif 9.01000 8.20729 .290 -8.4834 26.5034
Kelompok Uji
Konsentrasi Rendah .76500 8.20729 .927 -16.7284 18.2584
Kelompok Uji
Konsentrasi Tinggi 1.10500 8.20729 .895 -16.3884 18.5984
Kelompok Uji
Konsentrasi Tinggi
Kelompok Kontrol
Positif 2.27250 8.20729 .786 -15.2209 19.7659
Kelompok Kontrol
Negatif 7.90500 8.20729 .351 -9.5884 25.3984
Kelompok Uji
Konsentrasi Rendah -.34000 8.20729 .968 -17.8334 17.1534
Kelompok Uji
Konsentrasi Sedang -1.10500 8.20729 .895 -18.5984 16.3884
Keputusan : data persentase penyembuhan luka bakar seluruh kelompok uji tidak berbeda secara signifikan.