Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Sumatera Selatan 2013
| 16
TUJUAN 1: MENANGGULANGI
KEMISKINAN DAN KELAPARAN
Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Sumatera Selatan 2013
| 17
TUJUAN 1: MENANGGULANGI KEMISKINAN DAN KELAPARAN
TARGET 1A
MENURUNKAN HINGGA SETENGAHNYA PROPORSI PENDUDUK DENGAN TINGKAT PENDAPATAN KURANG DARI USD 1,00 (PPP) PER HARI DALAM KURUN WAKTU 1990-2015
Indikator Acuan dasar
Saat ini Target
MDGs 2015 Status Sumber
1 Proporsi penduduk dengan pendapatan kurang dari USD 1,00 (PPP) per kapita per hari
20,60% (1990)
NA 10,30% ● Bank Dunia
1.1a Persentase penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan
15,10% (1990)
14.06% (Sept. 2013)
7,55%
Susenas (September
2013)
1.2 Indeks Kedalaman Kemiskinan 2,70% (1990)
2.49% (Sept. 2013)
Berkurang
Susenas (September
2013) Status : ● Sudah Tercapai ► Akan Tercapai ▼ Perlu Perhatian Khusus
KEADAAN DAN KECENDERUNGAN
Dalam pengukuran tingkat kemiskinan, BPS Pusat dan BPS Provinsi tidak melakukan
pendataan dengan tolok ukur proporsi penduduk dengan pendapatan kurang dari US$ 1,00 ,
tetapi tolok ukur yang dipakai adalah garis kemiskinan (poverty line) per kapita-perhari,
sehingga data penduduk dengan pendapatan kurang dari US$ 1,00 tidak tersedia (n.a.=not
available). Pengukuran kemiskinan yang dilakukan BPS menggunakan konsep kemampuan
memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach), yaitu kemiskinan dipandang sebagai
ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan
makanan yang diukur dari sisi pengeluaran yang ditandai dengan garis kemiskinan, sehingga
penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita/bulan
dibawah nilai tersebut.
Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Sumatera Selatan 2013
| 18
1,254.3 1,130.0
1,105.0
1,061.9 1,042.0 1108.21
17.67 15.6814.80 13.95 13.48
14.06
7.5
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Jumlah (Ribu)
Persentase
Gambar 1.1. Jumlah dan Persentase penduduk Miskin di Provinsi Sumatera Selatan, 2008-2013 Sumber: BPS, Susenas berbagai tahun
Upaya penanggulangan kemiskinan ditunjukkan oleh dua indikator, yaitu persentase
penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan serta indeks kedalaman dan keparahan
kemiskinan. Pada tahun 2013, jumlah penduduk miskin di Provinsi Sumatera Selatan
mencapai 1.108,21 ribu jiwa atau mencapai 14,06 persen dari populasi penduduk.
Dibandingkan dengan angka nasional, kondisi kemiskinan di Sumatera Selatan tersebut
cenderung kurang baik. Persentase penduduk miskin di Provinsi Sumatera Selatan lebih
tinggi dari rata-rata nasional, yang pada tahun 2013 (September) mencapai 11,37 persen.
Kondisi terakhir tersebut menempatkan Sumatera Selatan pada peringkat ke-13 terendah
dari 33 Provinsi di Indonesia.
Secara nasional telah dicanangkan bahwa target pencapaian persentase penduduk miskin
pada tahun 2015 adalah 7,5 persen. Hal itu menunjukkan bahwa pada tahun 2013
pencapaian pengentasan kemiskinan di Provinsi Sumatera Selatan masih jauh dari target
MDGs dan memerlukan usaha yang sangat keras. Sejarah menunjukkan proporsi penduduk
miskin di Provinsi Sumatera Selatan memang terbilang cukup tinggi. Sepanjang tahun 1999
hingga 2006, walaupun terus menurun proporsi penduduk miskin cenderung berada di atas
angka 20 persen. Tren penurunan terus berlangsung hingga periode 2007-2012, dari sebesar
19,15 persen menjadi sebesar 13,48 persen. Namun demikian, pada tahun 2013 proporsi
penduduk miskin meningkat kembali menjadi sebesar 14,06 %.
Besar kecilnya jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh garis kemiskinan. Hal itu
Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Sumatera Selatan 2013
| 19
terjadi karena penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per
kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Garis kemiskinan di Provinsi Sumatera Selatan
pada tahun 2011 sebesar Rp.214.727 per kapita/bulan, yang kemudian meningkat di tahun
2012 menjadi sebesar Rp.230.997 per kapita/bulan, dan meningkat pada Tahun 2013
menjadi sebesar Rp.291.058 per kapita/bulan.
Tabel 1.1 Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin
Provinsi Sumatera Selatan Tahun 1990 – 2013
Tahun Garis Kemiskinan Jumlah Penduduk Miskin
(Ribu Orang)
Persentase Penduduk Miskin (%)
1990 Na Na Na 15,10
1999 Na 1.481,90 23,87 13,43
2003 Na 1.397,10 21,54 17,42
2004 Na 1.379,30 20,92 16,66
2005 Na 1.429,00 21,01 15,97
2006 Na 1.446,90 20,99 17,75
2007 161.205 1.331,80 19,15 16,58
2008 175,556 1.254,30 17,67 15,42
2009 190.109 1.130,00 15,68 14,15
2010 198.572 1.105,43 14,80 13,33
2011 214.727 1.061,87 13,95 12,49
2012 230.997 1.042,00 13,48 11,66
2013 291.058 1.108,21 14,06 11,37
Sumber : BPS, Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) September
Salah satu penyebab peningkatan kondisi kemiskinan periode dua tahun terakhir adalah
karena adanya peningkatan level pada garis kemiskinan. Garis kemiskinan pada tahun 2013
mencapai Rp 291.058 / kapita, meningkat lebih dari seperempat kali kondisi tahun
sebelumnya. Pada periode 2011-2012 garis kemiskinan juga meningkat, namun
peningkatannya tidak mencapai 10 persen.
Peningkatan garis kemiskinan pada periode 2012-2013 terutama disebabkan oleh tingginya
inflasi/peningkatan harga-harga terutama di wilayah perkotaan. Sepanjang Bulan September
2012 – September 2013 Kota Palembang tercatat mengalami inflasi year on year hingga
mencapai 7,21 persen, lebih tinggi dibandingkan inflasi year on year September 2011-2012,
maupun September 2010-2011. Tingginya inflasi year-year September 2012 ke September
2013 tersebut terutama disebabkan oleh peningkatan harga-harga pada kelompok
Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Sumatera Selatan 2013
| 20
pengeluaran transportasi dan komunikasi sebesar 17,73 persen dan kelompok bahan
makanan sebesar 9,81 persen. Beberapa faktor penyebabnya adalah kenaikan harga BBM
pada Bulan Juni 2013 dan kenaikan tarif listrik setiap triwulan mulai Januari 2013. Inflasi
yang cukup tajam tersebut menyebabkan penurunan daya beli penduduk.
Tabel 1.1. Perbandingan Inflasi Bulanan, Tahun Kalender, Year On Year
Kota Palembang Tahun 2011 - 2013 (2007=100)
Deflasi 2011 2012 2013
(1) (2) (3) (4)
1. Bulanan (September thd bulan sebelumnya) 2. Tahun Kalender (September tahun n thd Desember
tahun n-1) 3. Year on year (September tahun n thd September tahun
n-1)
0,59 2,89 4,59
-0,29 1,72 2,60
-0,44 6,18 7,21
Sumber : Berita Resmi Statistik Inflasi Provinsi Sumatera Selatan, September 2013.
Data kemiskinan menurut kabupaten/kota menunjukkan masih adanya ketimpangan yang
cukup besar. Pada tahun 2013 persentase penduduk miskin tertinggi mencapai 18,61
persen sedangkan terendah sebesar 9,00 persen. Pada tahun 2013 (September) persentase
penduduk miskin di empat Kabupaten/Kota tercatat melebihi angka provinsi yaitu di
Kabupaten Lahat (18,61 persen), Musi rawas (17,85 persen), OKI (15,82 persen), Muara
Enim (14,26 persen) dan Lubuk Linggau (14,37 persen). Sedangkan yang terendah terdapat
di Kota Pagaralam (9,00 persen) dan Kabupaten OKU Timur (10,28 persen). Kota Palembang
sebagai ibukota provinsi masih memiliki persentase penduduk miskin relatif tinggi (13,36)
namun masih lebih rendah dari pada angka provinsi.
Dibandingkan dengan tingkat kemiskinan provinsi dan nasional, kondisi kemiskinan
Kabupaten/Kota dikelompokan menjadi tiga kategori, yaitu:
1. Kabupaten/Kota yang capaian tingkat kemiskinannya di bawah rata-rata Nasional
(11,37%) sejumlah 3 (tiga) Kabupaten/Kota, yaitu: Kabupaten Oku Timur, Kota
Prabumulih, dan Kota Pagar Alam.
2. Kabupaten/Kota yang capaian tingkat kemiskinannya diatas rata-rata Nasional (11,37%)
namun di bawah rata-rata capaian provinsi (14,06%) sebanyak 6 (enam) Kabupaten/Kota,
yaitu: Kabupaten OKU, Kabupaten Banyuasin, Kabupaten OKU Selatan, Kabupaten Ogan
Ilir, Kabupaten Empat Lawang dan Kota Palembang.
Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Sumatera Selatan 2013
| 21
3. Kabupaten/Kota yang capaian tingkat kemiskinannya di atas rata-rata capaian provinsi
(14,06%) sejumlah 6 (enam) Kabupaten, yaitu: Kabupaten OKI, Kabupaten Muara Enim,
Kabupaten Lahat, Kabupaten Mura, Kabupaten Muba dan Kota Lubuk Linggau.
Gambar. 1.2 Perbandingan Persentase Penduduk Miskin Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2013 Sumber :BPS Provinsi Sumatera Selatan
Persoalan kemiskinan bukan hanya sekadar berapa jumlah dan persentase penduduk
miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman (P1) dan keparahan
dari kemiskinan (P2). Semakin tinggi nilai indeks, maka semakin jauh tingkat kedalaman dan
kemiskinan di suatu wilayah.
Sejalan dengan peningkatan persentase penduduk miskin, Indeks Kedalaman Kemiskinan
(P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) juga mengalami peningkatan. Indeks Kedalaman
Kemiskinan naik dari 1,85 pada tahun 2012 menjadi 2,49 pada tahun 2013. Demikian halnya
dengan Indeks Keparahan Kemiskinan naik dari 0,43 tahun 2012 menjadi sebesar 0,73 pada
tahun 2013. Peningkatan nilai kedalaman (P1) dan Keparahan (P2) ini mengindikasikan
bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung semakin menjauhi dari Garis
Kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin semakin melebar. Kondisi ini
Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Sumatera Selatan 2013
| 22
masih belum sesuai dengan yang ditargetkan oleh MDG’s yakni harus terjadi penurunan
indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan.
Gambar 1.3 Grafik Indeks Kedalaman dan Indeks Keparahan Kemiskinan di Sumatera Selatan Tahun 2010 – 2013
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
P1 P2
Gambar 1.4. Indeks Kedalaman dan Indeks Keparahan Kemiskinan di Sumatera Selatan, Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2013 Sumber : BPS, Susenas September
Jika dirinci menurut Kabupaten/Kota, tingkat kedalaman kemiskinan cenderung lebih tinggi
dibandingkan dengan angka keparahan kemiskinan. Niai Kedalaman kemiskinan
Kabupaten/Kota bervariasi antara 0,75 di Kota Pagar Alam hingga 2,76 di Kabupaten Musi
Banyuasin. Sementara tingkat keparahan kemiskinan berkisar antara 0,09 di Pagar Alam
hingga 0,67 di Kabupaten OKU. Kondisi ini menunjukkan rata-rata kemiskinan di Pagar Alam
cenderung tidak separah kabupaten/kota lainnya, karena rata-rata kemiskinan di Pagar
Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Sumatera Selatan 2013
| 23
Alam cenderung lebih mendekati garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran antar
penduduk miskinnya juga lebih sempit jika dibandingkat kabupaten/kota lainnya.
Sebaliknya, rata-rata kemiskinan di Kabupaten Musi Banyuasin cenderung paling jauh dari
garis kemiskinan, dan ketimpangan antar penduduk miskin di Kabupaten OKU merupakan
yang terlebar.
UPAYA PENTING UNTUK PERCEPATAN PENCAPAIAN TUJUAN Tantangan utama dalam penanggulangan kemiskinan di Indonesia pada umumnya dan
Sumatera Selatan pada khususnya dapat dilihat dari berbagai dimensi, yaitu:
Pertama, upaya penanggulangan kemiskinan harus bersifat desentralistik, bottom-up dan
juga local spesific. Artinya, penanggulangan kemiskinan harus dilaksanakan pemerintah-
masyarakat lokal sesuai kondisi setempat dengan mengupayakan perluasan kesempatan
kerja dan pemberdayaan ekonomi rakyat di tingkat akar rumput secara berkelanjutan dan
komprehensif. Alasannya, merekalah yang lebih tahu potret kemiskinan di daerahnya dan ini
menjadi "pekerjaan rumah" (PR) bagi mereka.
Kedua, menjaga kegiatan ekonomi yang pro rakyat agar dapat mendorong turunnya angka
kemiskinan. Termasuk di dalamnya ialah menjaga kondisi ekonomi makro agar dapat
mendorong kegiatan ekonomi riil yang berpihak pada penanggulangan kemiskinan. Upaya
penanggulangan kemiskinan juga harus diikuti dengan perbaikan akses penduduk miskin
terhadap faktor produksi.
Ketiga, meningkatkan akses masyarakat miskin terhadap pelayanan dasar seperti
pendidikan, kesehatan, dan gizi; termasuk keluarga berencana, serta akses terhadap
infrastruktur dasar seperti sanitasi dan air bersih. Ini merupakan tantangan yang tidak
ringan, mengingat secara geografis Indonesia merupakan negara yang sangat luas.
Keempat, melibatkan masyarakat miskin untuk dapat meningkatkan kapasitasnya sendiri
dalam menanggulangi kemiskinan. Pengalaman menunjukkan bahwa melibatkan serta
Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Sumatera Selatan 2013
| 24
meningkatkan kapasitas mereka sebagai penggerak dalam penanggulangan kemiskinan
terbukti sangat efektif.
Kelima, belum berkembangnya sistem perlindungan sosial, baik yang berbentuk bantuan
sosial bagi mereka yang rentan maupun sistem jaminan sosial berbasis asuransi terutama
bagi masyarakat miskin.
Dimensi permasalahan kemiskinan yang sangat luas seperti dijelaskan di atas mengharuskan
adanya kebijakan menyeluruh serta terukur pencapaiannya. Mengatasi masalah kemiskinan
pada akhirnya tidak hanya soal mempercepat pengurangan jumlah penduduk miskin,
melainkan lebih penting adalah bagaimana meningkatkan kesejahteraan penduduk miskin.
Penanggulangan kemiskinan harus dilaksanakan secara menyeluruh, menyangkut multi-
sektor, multi-pelaku, dan multi-waktu. Penanggulangan kemiskinan dititikberatkan pada
upaya sebagai berikut:
Pertama, mendorong pertumbuhan yang berkualitas. Dua aspek penting berkaitan dengan
hal ini adalah menjaga stabilitas ekonomi makro dan mendorong kegiatan ekonomi agar
berpihak kepada penanggulangan kemiskinan. Langkah yang perlu diambil antara lain
dengan menjaga tingkat inflasi,termasuk menjaga stabilitas harga bahan kebutuhan pokok
seperti beras. Selain itu, diperlukan upaya untuk mendorong penciptaan kesempatan kerja
dan berusaha yang lebih luas agar mampu menjangkau masyarakat miskin. Dalam hal ini,
revitalisasi pertanian serta usaha mikro, kecil dan menengah—tempat sebagian besar
masyarakat menggantungkan hidupnya—perlu terus didorong dan dikembangkan.
Kedua, meningkatkan akses masyarakat miskin terhadap pendidikan, kesehatan dan gizi
termasuk pelayanan keluarga berencana, serta infrastruktur dasar seperti air bersih dan
sanitasi. Peningkatan akses masyarakat miskin terhadap pendidikan dilakukan melalui
pemberian beasiswa.Sementara itu, akses terhadap pelayanan kesehatan dilakukan melalui
perbaikan infrastruktur kesehatan dan pemberian pelayanan gratis bagi masyarakat miskin,
termasuk pelayanan rumah sakit kelas tiga.
Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Sumatera Selatan 2013
| 25
Ketiga, berkaitan dengan program pemberdayaan masyarakat miskin, Pemerintah
meluncurkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM). Program ini selain
bertujuan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat dalam menanggulangi kemiskinan,
juga ditujukan untuk dapat menciptakan kesempatan kerja sekaligus memenuhi kebutuhan
infrastruktur di berbagai pelosok Indonesia.
Keempat, menyempurnakan serta memperluas cakupan perlindungan sosial, terutama bagi
merekayang rentan. Pemerintah —selain terus meningkatkan kemampuannya menjangkau
bantuan sosial bagi mereka yang rentan seperti kaum cacat, lanjut usia, dan anak
terlantar—sebagai bagian dari upaya membangun sistem perlindungan sosial.
TARGET 1B
MENCIPTAKAN KESEMPATAN KERJA PENUH DAN PRODUKTIF DAN PEKERJAAN YANG LAYAK UNTUK SEMUA, TERMASUK PEREMPUAN DAN KAUM MUDA
Indikator Acuan dasar
Saat ini Target
MDGs 2015 Status Sumber
1.4 Laju pertumbuhan PDRB per tenaga kerja 3,52%
(1990)
8.07 %
-
PDRB dan Sakernas
(2013)
1.5 Rasio kesempatan kerja terhadap penduduk usia 15 tahun ke atas
65% (1990)
63.17%
-
Sakernas (Agustus
2013) 1.7 Proporsi tenaga kerja yang berusaha sendiri dan pekerja bebas keluarga terhadap total kesempatan kerja
71% (1990)
41.00%
Menurun
Status : ● Sudah Tercapai ► Akan Tercapai ▼ Perlu Perhatian Khusus
KEADAAN DAN KECENDERUNGAN
Secara umum, pencapaian target ini menunjukkan perkembangan yang baik. Laju
pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per tenaga kerja di Sumatera Selatan
walaupun berfluaktif dari tahun ke tahunnya, namun cenderung tumbuh positif. Pada tahun
2013 laju pertumbuhan PDRB per tenaga kerja tumbuh sebesar 8,07 persen setelah pada
tahun 2012 tumbuh sebesar 6,61 persen. Kondisi ini tidak terlepas dari semakin tingginya
partisipasi penduduk yang terjun ke dunia kerja. Produktivitas tenaga kerja yang diukur dari
PDRB per tenaga kerja yang meningkat ini menunjukkan bahwa kondisi ekonomi Sumatera
Selatan yang baik telah mendukung penciptaan dan mempertahankan kesempatan kerja
yang baik dengan pendapatan dan kondisi yang layak. Pertumbuhan produktivitas ini perlu
Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Sumatera Selatan 2013
| 26
disertai dengan perbaikan sistem pendidikan dan pelatihan untuk menjamin kesiapan
tenaga kerja dalam memasuki pasar kerja.
Tabel 1.2 Perkembangan Laju PDRB per Pekerja di Provinsi Sumatera Seltan
Tahun 2005 – 2013
No Tahun PDRB Berdasarkan
Harga Konstan (Juta Rupiah)
Jumlah Pekerja (Orang)
PDRB per Tenaga Kerja berdasarkan
Harga Konstan
Laju PDRB per Tenaga Kerja
(%)
1 2005 49.633.536 3.021.021 16,43
2 2006 52.214.848 3.021.936 17,28 5,17
3 2007 55.262.114 3.057.518 18,07 4,60
4 2008 58.065.455 3.191.355 18,19 0,67
5 2009 60.452.945 3.196.894 18,91 3,93
6 2010 63.859.140 3.421.193 18,67 -1,29
7 2011 68.008.496 3.553.104 19,14 2,54
8 2012 72.095.883 3.532.932 20,41 6,61
9 2013 76.409.764 3.464.620 22,05 8,07
Sumber: BPS, PDRB dan Sakernas (Agustus)
Tingkat kesempatan kerja menggambarkan banyaknya angkatan kerja yang tertampung
dalam pasar kerja. Indikator ini menunjukan kemampuan sektor perekonomian
menyediakan daya tampung bagi penduduk yang memasuki pasar kerja. Upaya untuk
meningkatkan kesempatan kerja di Sumatera Selatan antara lain tergantung pada
besarnya penanaman modal di daerah dalam rangka penyerapan kerja, kebijakan
peningkatan kesempatan berusaha, peningkatan kualitas sumber daya manusia dan
dukungan regulasi serta iklim usaha yang kondusif.
Rasio kesempatan kerja untuk penduduk kelompok usia 15 tahun ke atas
menggambarkan perkembangan tenaga kerja yang memasuki lapangan kerja. Rasio
kesempatan kerja penduduk usia 15 tahun ke atas pada tahun 2013 sebesar 63,17.
Rasio ini lebih rendah dari tahun 2012 yang sebesar 65,60 persen. Perkembangan rasio
kesempatan kerja untuk penduduk kelompok usia 15 tahun ke atas dapat dilihat pada
tabel 1.3. Lebih rendahnya kesempatan kerja tahun 2013 terutama disebabkan adanya
penurunan dari jumlah angkatan kerja yang bekerja.
Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Sumatera Selatan 2013
| 27
Tabel 1.3 Rasio Kesempatan Kerja Untuk Penduduk Kelompok Usia 15 Tahun ke Atas
Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2005 - 2013
Tahun Angkatan Kerja yang
Bekerja (orang) Jumlah Penduduk Kelompok usia 15 tahun ke atas (orang)
Rasio Kesempatan kerja untuk penduduk 15 tahun ke atas
2005 3.021.021 4.632.500 65,21
2006 3.021.936 4.785.670 63,15
2007 3.057.518 4.885.148 62,59
2008 3.191.355 4.975.219 64,15
2009 3.196.894 5.065.742 63,11
2010 3.421.193 5.229.957 65,56
2011 3.553.104 5.385.732 67,04
2012 3.532.932 5.385.732 65,60
2013 3.464.620 5.484.251 63,17
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan, Sakernas (Agustus)
Gambar. 1.5 Jumlah Penduduk Bekerja Menurut Lapangan Usaha dan Pertambahannya di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2012-2013 (Ribu Jiwa) Sumber :BPS Provinsi Sumatera Selatan (Sakernas Agustus)
Sepanjang tahun 2005 – 2011, jumlah penduduk bekerja di Sumatera Selatan terus
mengalami perubahan penambahan, dari sebanyak 3,02 juta menjadi 3,22 juta. Pada
tahun 2012 dan 2013 jumlah penduduk bekerja sedikit menurun, menjadi sebanyak
3,53 juta pada tahun 2012 dan sebanyak 3,46 tahun 2013. Penurunan jumlah
penduduk bekerja tahun 2013 terutama disebabkan oleh penurunan penduduk bekerja
pada lapangan usaha pertanian, baik di pedesaan maupun di perkotaan. Sepanjang
tahun 2012-2013 jumlah penduduk bekerja pada sektor pertanian berkurang sebanyak
97 ribu jiwa.
Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Sumatera Selatan 2013
| 28
Proporsi tenaga kerja yang berusaha sendiri dan pekerja bebas keluarga terhadap total
kesempatan kerja menunjukkan proporsi jumlah tenaga kerja yang bekerja secara
mandiri atau berwirausaha. Tingginya proporsi angka tersebut menunjukkan masih
banyak tenaga kerja mandiri yang perlu mendapatkan perhatian dalam rangka
peningkatan kesejahteraan dan perlindungan tenaga kerja. Tenaga kerja yang berusaha
sendiri dan pekerja bebas keluarga baik pada skala usaha mikro, kecil dan kegiatan
usaha di sektor informal perlu perhatian untuk mendapatkan fasilitasi keterampilan dan
perlindungan tenaga kerja. Besarnya Proporsi tenaga kerja yang berusaha sendiri dan
pekerja bebas keluarga terhadap total kesempatan kerja tahun 2009-2013 dapat dilihat
pada tabel 1.4.
Pada tahun 2010 proporsi tenaga kerja yang berusaha sendiri dan pekerja bebas,
pekerja keluarga terhadap total kesempatan kerja mencapai 48,91 persen, menurun
sedikit menjadi 46,46 persen pada 2011, menjadi 44,48 persen pada 2012 dan sebesar
41,00 tahun 2013. Penurunan pada tahun 2013 terjadi terutama karena berkurangnya
jumlah buruh/karyawan dari sebanyak 1,18 juta menjadi 1,15 juta. Demikian juga
pekerja keluarga menurun dari sebanyak 796 ribu menjadi 752 ribu.
Tabel 1.4 Proporsi Tenaga Kerja yang Berusaha Sendiri dan Pekerja Bebas
Keluarga Terhadap Total Kesempatan Kerja di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009-2013
No Status pekerjaan Utama Tahun
2009 2010 2011 2012 2013 1 Berusaha sendiri (orang) 633.944 630.656 622.198 584.646 668.397
2 Berusaha dibantu Buruh tidak tetap (orang)
756.017 828.613 718.643 691.149 620.698
3 Berusaha dibantu buruh tetap (orang) 63.229 85.188 122.401 94.609 93.637
4 Buruh/karyawan 726.654 834.087 1.071.150 1.175.665 1.153.889
5 Pekerja bebas di pertanian 113.809 105.031 142.638 113.378 101.415
6 Pekerja bebas di non pertanian 63.938 68.082 69.545 77.405 74.629
7 Pekerja tak dibayar/pekerja keluarga 830.233 869.667 816.529 796.080 751.955
8 Jumlah kesempatan kerja 3.196.894 3421.193 3.553.104 3.532.932 3.464.620
9 Proporsi tenaga kerja yang berusaha sendiri dan pekerja bebas keluarga terhadap total kesempatan kerja 51.36 48.91 46.46 44.48 41.00
Sumber :BPS , Sakernas, Agustus 2009 s.d 2013
Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Sumatera Selatan 2013
| 29
UPAYA PENTING UNTUK PERCEPATAN PENCAPAIAN TUJUAN
Prioritas pembangunan yang menyangkut perluasan lapangan kerja, adalah mendorong
terciptanya perluasan lapangan kerja di sektor informal maupun formal, meningkatkan
kualitas dan produktivitas tenaga kerja, dan menciptkan fleksibilitas pasar kerja dalam
kondisi hubungan industrial yang kondusif. Prioritas pembangunan terkait perluasan
lapangan kerja diterjemahkan melalui program antara lain program perluasan kesempatan
kerja untuk menciptakan kegiatan yang produktif dan berkelanjutan dengan
mendayagunakan potensi-potensi sumber daya alam (SDA), Sumber Daya Manusia (SDM),
dan teknologi tepat guna. Melalui program peningkatan kualitas dan produktivitas tenaga
kerja, Sumatera Selatan melakukan pembinaan dan pengembangan tenaga kerja yang
menyeluruh dan terpadu guna meningkatkan kompetensi dan kemandirian kerja dengan
tujuan mendorong pembentukan tenaga kerja yang berkarakter, mampu mengantisipasi
perubahan teknologi dan persyaratan kerja, serta untuk mengisi lapangan kerja di dalam
maupun luar negeri melalui peningkaan kualitas SDM dan optimalisasi penyelenggaraan
pelatihan di UPT Pelatihan Kerja yang akan ditingkatkan menjadi bertaraf internasional.
Pengawasan ketenagakerjaan merupakan bagian integral dari sistem perlindungan
ketenagakerjaan yang diselenggarakan untuk mewujudkan keadilan sosial melalui
penerapan dan penegakan hukum ketenagakerjaan.
Program pengawasan ketenagakerjaan dan perlindungan tenaga kerja melaksanakan
pembinaan, pemeriksaan dan pengawasan norma kerja, norma jaminan sosial tenaga kerja,
norma keselamatan kerja, kesehatan kerja, dan lingkungan kerja termasuk perlindungan
tenga kerja perempuan dan anak. Tujuan khusus dari program ini adalah untuk mengurangi
jumlah pekerja anak dari Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) yang putus sekolah untuk
ditarik dari tempat kerja melalui pendampingan dan dikembalikan ke dunia pendidikan.
Sasarannya adalah pekerja anak, anak yang bekerja dan putus sekolah dari RTSM peserta
Program Keluarga harapan yang memiliki nomor PKH.
Terkait dengan pengembangan usaha kecil dan mikro maka program penciptaan iklim usaha
kecil menengah dimaksudkan untuk menstimulasi terciptanya iklim yang kondusif bagi
usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi. Dengan terciptanya iklim usaha yang kondusif
Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Sumatera Selatan 2013
| 30
dan terciptanya persaingan usaha yang sehat, koperasi dan usaha mikro, kecil dan
menengah diharapkan dapat meningkatkan produktivitasnya.
Pengembangan kewirausahaan dan keunggulan kompetitif usaha kecil menengah
dimaksudkan untuk secara berkesinambungan melakukan pengembangan wirausaha,
terutama bagi wirausaha baru serta untuk meningkatkan daya saing koperasi dan UMKM .
Dengan semakin meningkatnya wirausaha serta daya saing koperasi dan UMKM di Sumatera
Selatan, diharapkan mampu menjadi penggerak perekonomian di Sumatera selatan secara
nyata dan berbasis ekonomi masyarakat sehingga mampu mewujudkan pembangunan yang
inklusif.
Peningkatan kualitas kelembagaan koperasi ini dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas
kelembagaan koperasi agar eksistensi koperasi ini memberikan kontribusi dalam
perekonomian Sumatera Selatan. Peningkatan kualitas kelembagaan koperasi ini
dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas kelembagaan koperasi agar eksistensi koperasi
ini memberikan kontribusi dalam perekonomian Sumatera Selatan.
Program pemberdayaan usaha skala mikro ini dimaksudkan untuk melakukan
pemberdayaan terhadap usaha-usaha skala mikro sehingga diharapkan mampu
meningkatkan kapasitas usahanya dan kemudian berkembang menjadi usaha skala kecil.
Terkait dengan meningkatkan perekonomian maka tidak luput dengan peningkatan sarana
prasarana, maka pembenahan fasilitas umum juga tidak kalah pentingnya dalam pencapaian
tujuan ini. Disamping itu dengan tersedianya infrastruktur jalan yang mantap diharapkan
mampu meningkatkan produktifitas dan mengoptimalkan potensi-potensi
Target tersebut dicapai melaui program/kegiatan penanganan jalan/jembatan yang
bertujuan memantapkan kondisi baik jalan provinsi sehingga akses perekonomian
masyarakat lancar termasuk akses lapangan pekerjaan untuk masyarakat akan mudah
dijangkau. Beberapa program/kegiatan yang mendukung tujuan ini antara lain
a. Peningkatan struktur jalan dilaksanakan pada ruas-ruas jalan dalam kondisi rusak ringan
dan rusak berat.
Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Sumatera Selatan 2013
| 31
b. Penggantian jembatan dilakukan pada jembatan-jembatan dengan kondisi rusak atau
rusak berat serta pembangunan pada jembatan yang akan dibuat duplikasi.
c. Pemeliharaan Berkala jalan.
Indikator Acuan dasar Saat ini Target MDGs 2015
Status Sumber
1.8 Prevalensi balita dengan berat badan rendah / kekurangan gizi
31,0% (1989)* 4,33
%(2013) 18,5% ►
Kemenkes, Riskesdas
1.8a Prevalensi balita gizi buruk 7,2% (1989)* 0,45% (2013)
3,6% ►
1.8b Prevalensi balita gizi kurang 23,8% (1989)* 5,15% (2013)
11,9% ►
1.9 Proporsi penduduk dengan asupan kalori di bawah tingkat konsumsi minimum
BPS, Susenas
(Sept 2013) - 1400 Kkal/kapita/hari 17,00% (1990) 17.54 8,50%
- 2000 Kkal/kapita/hari 64,21% (1990) 66.19 35,32%
Status : ● Sudah Tercapai ► Akan Tercapai ▼ Perlu Perhatian Khusus
KEADAAN DAN KECENDERUNGAN
Penanganan pangan dan gizi merupakan salah satu agenda penting dalam pembangunan
nasional. Pangan dan gizi terkait langsung dengan status kesehatan masyarakat. Perwujudan
ketahanan pangan dan gizi tidak dapat dilepaskan dari upaya-upaya untuk meningkatkan
kualitas kesehatan individu dan masyarakat, serta peningkatan daya saing SDM, yang
selanjutnya menjadi daya saing bangsa.
Terdapat hubungan timbal balik antara kekurangan gizi dengan kemiskinan. Kemiskinan
merupakan penyebab pokok atau akar masalah terjadinya kekurangan gizi selain disebabkan
oleh kurangnya pemahaman tentang gizi seimbang bagi sebagian masyarakat terutama di
perdesaan dan kelompok rentan. Proporsi Balita yang kekurangan gizi berbanding lurus
dengan jumlah penduduk miskin. Semakin kecil pendapatan penduduk maka persentase
Balita yang kekurangan gizi semakin meningkat, dan sebaliknya semakin tinggi tingkat
pendapatan penduduk, semakin rendah persentase Balita yang kekurangan gizi.
Berdasarkan data Riskesdas, prevalensi Balita dengan berat badan rendah/kekurangan gizi
pada tahun 2007 sebesar 14,1%, naik menjadi 18,5% pada tahun 2010 sedangkan target
TARGET 1C
MENURUNKAN HINGGA SETENGAHNYA PROPORSI PENDUDUK YANG MENDERITA KELAPARAN DALAM KURUN WAKTU 1990-2015
Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Sumatera Selatan 2013
| 32
MDGs tahun 2015 sebesar 15,5%. Diperkirakan target MDGs tersebut akan dapat tercapai di
Sumatera Selatan.
a. Prevalensi Balita gizi buruk
Gizi buruk dipengaruhi oleh beberapa faktor,baik faktor langsung maupun tidak
langsung yang saling terkait. Secara langsung disebabkan oleh dua hal, yaitu: asupan
makan yang kurang dan penyakit penyerta/infeksi. Provinsi Sumatera Selatan pada
tahun 2011 jumlah balita penderita gizi buruk mencapai 112 kasus, kemudian naik di
tahun 2012 sebanyak 174 orang dan naik lagi di tahun 2013 menjadi 209 orang.
b. Prevalensi Balita gizi kurang
Prevalensi kekurangan gizi pada Balita pada tahun 2010 sebesar 2451 balita, sedangkan
target MDGs pada tahun 2015 sebesar 11,9%. Melalui prioritas program dan kegiatan
yang semakin intensif utamanya pada kelompok rentan dan kekurangan gizi,
diharapkan Sumatera Selatan mampu mencapai target MDGs yang telah ditetapkan.
2. Proporsi penduduk dengan asupan kalori di bawah tingkat konsumsi minimum.
Selain prevalensi balita kurang gizi, indikator lain yang menunjukkan tingkat kelaparan
penduduk adalah persentase penduduk dengan konsumsi kurang dari 2000 kkal per
hari. Angka ini menunjukkan tingkat kemampuan penduduk untuk mendapat akses
terhadap pangan yang cukup, sesuai dengan standar kebutuhan gizi yang minimum baik
akses secara fisik maupun akses secara ekonomi. Menurut Widyakarya Pangan dan Gizi
(WNPG) VIII tahun 2004, standar nasional kecukupan gizi adalah 2000 kkal per orang
per hari. Badan Ketahanan Pangan (BKP) juga mengaitkan konsumsi energi dengan
kerawanan pangan di mana persentase penduduk rawan pangan ditunjukkan oleh
persentase penduduk dengan konsumsi kurang dari 1400 kkal per hari.
Pola konsumsi pangan yang kurang mencukupi kebutuhan energi dan gizi akan
mengakibatkan terjangkitnya penyakit serius, bahkan kematian. Asupan makanan yang
seimbang sangat penting bagi ketahanan tubuh terhadap penyakit. Penduduk dengan
asupan kalori di bawah tingkat minimum sehingga berdampak buruk bagi kesehatan
dan status gizi, sebagian besar disandang oleh masyarakat miskin. Kondisi ini
Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Sumatera Selatan 2013
| 33
menegaskan bahwa upaya peningkatan dan perbaikan konsumsi terutama bagi
masyarakat miskin sangat mendesak untuk dilakukan.
11.98 11.89 14.75 12.8215.80 18.55 17.54
51.3351.04
56.77 56.7059.10
65.1666.19
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
1400 kkal 2000kkal
Gambar 1.6. Persentase Penduduk dengan Konsumsi Kalori Kurang dari 1400 kkal
dan 2000 kkal di Provinsi Sumatera Selatan 2007-2013.
a. Kategori < 1.400 Kkal/kapita/hari
Berdasarkan data Susenas, proporsi penduduk di Sumatera Selatan dengan asupan
kalori di bawah tingkat konsumsi minimum kurang dari 1.400 Kkal/kapita/hari pada
tahun 2007 sebesar 11,98%, dan kondisi di tahun 2010 mencapai 12,82%. Capaian di
tahun 2012 kembali meningkat menjadi sebesar 18,55% dan di tahun 2013 sedikit
menurun menjadi 17,54%. Pencapaian ini masih jauh dengan target yang diharapkan
tahun 2015 8,47%. Dengan demikian target ini perlu perhatian khusus agar proporsi
penduduk dengan asupan kalori kurang dari 1.400 Kkal/kapita/hari tersebut dapat
diturunkan sesuai target MDGs.
Dirinci menurut kabupaten/kota, mayoritas kabupaten/kota belum mencapai target
MDGs untuk kategori proporsi penduduk dengan asupan kalori di bawah tingkat
konsumsi minimum kurang dari 1.400 Kkal/kapita/hari. Dibandingkan dengan
konsumsi kalori minimum kurang dari 1.400 Kkal/kapita/hari provinsi dan target
MDGs, kondisi konsumsi kalori minimum kurang dari 1.400 Kkal/kapita/hari
Kabupaten/Kota dikelompokan menjadi tiga kategori, yaitu:
1. Kabupaten/Kota yang capaian tingkat konsumsi kalori minimum kurang dari
1.400 Kkal/kapita/hari di atas rata-rata provinsi (17,54 %) sejumlah 9 (sembilan)
Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Sumatera Selatan 2013
| 34
Kabupaten/Kota, yaitu: Kabupaten OKU, Muara Enim, MUBA, Banyuasin, OKUS,
Kota Palembang, Prabumulih, Pagar Alam dan Lubuk Linggau.
2. Kabupaten/Kota yang capaian tingkat konsumsi kalori minimum kurang dari
1.400 Kkal/kapita/hari lebih rendah rata-rata provinsi (17,54%) namun di atas
target MDGs (8,5%) sebanyak 3 (tiga) Kabupaten, yaitu: Kabupaten OKI, Ogan Ilir,
dan Empat Lawang.
3. Kabupaten/Kota yang capaiannya telah mencapai target MDGs (8,5%) sejumlah 3
(tiga) Kabupaten, yaitu: Kabupaten lahat, MURA dan OKU Timur.
Gambar 1.7. Perbandingan Persentase Penduduk dengan Konsumsi Kalori Kurang dari 1400 kkal
Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2013.
b. Kategori < 2.000 Kkal/kapita/hari
Proporsi penduduk di Sumatera Selatan dengan asupan kalori di bawah tingkat
konsumsi minimum atau < 2.000 Kkal/kapita/hari pada tahun 2013 sebesar 66.19%.
Ini berarti bahwa lebih dari setengah penduduk memiliki konsumsi energi di bawah
standar gizi nasional. Dibandingkan dengan target MDGs tahun 2015 sebesar 35,32%,
Sumatera Selatan masih cukup jauh dari target. Diharapkan di tahun-tahun yang
Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Sumatera Selatan 2013
| 35
akan datang dapat dilakukan perbaikan-perbaikan ekonomi khususnya terkait akses
masyarakat terhadap pangan yang bergizi melalui serangkaian program dan kegiatan
yang dilaksanakan secara terpadu dan sinergis, sehingga proporsi penduduk dengan
asupan kalori kurang dari 2.000 Kkal/kapita/hari tersebut dapat diturunkan
seoptimal mungkin.
65.68 61.2466.43
52.6264.94 64.34 68.63 73.14
55.10 55.1664.54
75.03 77.05 75.61 74.10
66.19
% Penduduk dgn konsumsi Dibawah 2000 kkal
% Penduduk dgn konsumsi Dibawah 2000 kkal (prov)
target MDGs
Gambar 1.8. Perbandingan Persentase Penduduk dengan Konsumsi Kalori Kurang dari 2000 kkal
Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2013.
Dirinci menurut kabupaten/kota, belum ada satupun kabupaten/kota yang telah
mencapai target MDGs untuk kategori proporsi penduduk dengan asupan kalori di
bawah tingkat konsumsi minimum kurang dari 2.000 Kkal/kapita/hari. Dibandingkan
dengan konsumsi kalori minimum kurang dari 2.000 Kkal/kapita/hari provinsi dan
target MDGs, kondisi konsumsi kalori minimum kurang dari 2.000 Kkal/kapita/hari
Kabupaten/Kota dikelompokan menjadi dua kategori, yaitu:
1. Kabupaten/Kota yang capaian tingkat konsumsi kalori minimum di atas rata-rata
provinsi (66,19 %) sejumlah 7 (tujuh) Kabupaten/Kota, yaitu: Kabupaten Muara
Enim, Banyuasin, OKU Selatan, Kota Palembang, Prabumulih, Pagar Alam dan
Lubuk Linggau.
Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Sumatera Selatan 2013
| 36
2. Kabupaten/Kota yang capaian tingkat konsumsi kalori minimum kurang dari
2.000 Kkal/kapita/hari lebih rendah rata-rata provinsi (66,19%) namun belum
mencapai target MDGs (35,32%) sebanyak 8 (delapan) Kabupaten, yaitu:
Kabupaten OKU, OKI, Lahat, Mura, Muba, OKUT, Ogan Ilir, dan Empat Lawang.
UPAYA PENTING UNTUK PERCEPATAN PENCAPAIAN TUJUAN
Masalah gizi sangat terkait dengan ketersediaan dan aksesibilitas pangan penduduk.
Rendahnya aksesibilitas pangan mengancam penurunan konsumsi makanan yang beragam,
bergizi seimbang, bermutu dan aman di tingkat rumah tangga. Keadaan ini pada akhirnya
akan berdampak pada semakin beratnya masalah kurang gizi masyarakat terutama pada
kelompok rentan yaitu ibu bayi dan anak. Sedangkan masalah akses pangan penduduk
sangat terkait dengan tingkat pendapatan penduduk pada satu sisi dan harga pangan pada
sisi yang lain. Dengan penghasilan yang rendah,sulit bagi seseorang untuk memenuhi
kebutuhan tingkat pangan dankonsumsi nutrisi yang disyaratkan bagi hidup sehat dan untuk
diridan keluarganya. Karena itu tantangan utama pembangunan pangan dan gizi berkaitan
dengan permasalahan kemiskinan yang dihadapi.
Selain persoalan kemiskinan, penderita gizi buruk juga disebabkan oleh terbatasnya
pengetahuan tentang kesehatan dan pangan bergizi. Rumah tangga miskin seringkali tidak
mengetahui cara menyiapkan makanan berkualitas bagi ibu dan balita. Asupan makanan
yang kurang menyebabkan anak menderita kekurangan gizi dan pada akhirnya anak
menderita busung lapar.
Upaya perbaikan status gizi masyarakat, terutama masyarakat miskin, menjadi salah satu
prioritas pembangunan kesehatan. Masalah kurang gizi disebabkan oleh berbagai faktor
seperti tingkat sosial ekonomi, tingkat pendidikan dan pengetahuan, status kesehatan, dan
perilaku masyarakat. Oleh karena itu, upaya penanggulangan masalah gizi dengan fokus
pada kelompok miskin harus dilakukan secara sinergis meliputi berbagai bidang seperti
pertanian, pendidikan, dan ekonomi.
Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Sumatera Selatan 2013
| 37
Perbaikan gizi utama yang perlu dilakukan tersebut yang meliputi pemenuhan energi
protein pada ibu hamil, bayi, dan balita, pemenuhan gizi zat besi, yodium, vitamin A, dan zat
gizi mikro lainnya. Pemberian makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) pada bayi dan
anak (6-24 bulan) harus dilakukan dengan tepat. Juga,perlunya pemberian vitamin A pada
bayi dan balita/ibu nifas, tablet zat besi (Fe) pada ibu hamil, kapsul Yodium pada wanita usia
subur di daerah endemik kekurangan gizi, dan surveilans gizi di lembaga pelayanan
kesehatan terdekat dengan masyarakat seperti pos pelayanan terpadu (posyandu).