Transcript
Page 1: Tugas Terstruktur Respiratory

Nasal memiliki beberapa struktur penting, antara lain.

a. nares anterior dan nares posterior (choana)

b. vestibulum nasi

c. cavum nasi (terdapat masing-masing tiga concha nasalis dan tiga meatus nasalis)

d. sinus paranasal (sinus maxilaris, sinus frontalis, sinus sphenoidalis, dan sinus

ethmodialis anterior et posterior)

Gambar 1. Struktur anatomi nasal

Sumber: Martini, 2012

Lapisan yang terdapat di dalam cavum nasi adalah lapisan mucus (terbentuk dari epitel

respirasi yaitu epitel columnar pseudocomplex bercilia dengan sel goblet), lapisan lamina propria

(jaringan ikat dengan vaskularisasi, kelenjarnya berbentuk tubuloalveolar dan memiliki elemen

jaringan limfoid), dan kelenjar seromucous. Sel yang terdapat pada epitel respirasi antara lain :

a. sel principal, memiliki cilia pada bagian apical.

b. sel basal, menempel di membran basalis dan aktif membelah.

c. sel goblet, memproduksi mukus.

d. sel sikat, memiliki microvili.

e. sel DNES (diffuse neuro endocrine system), dapat melepaskan granula berisi NE untuk

vasokonstriksi / vasodilatasi pada vaskular lamina propria.

Berikut ini merupakan gambar sediaan histologi pada lapisan mukosa berisi epitel respiratory ,

yaitu epitel columner pseudocomplex bersilia dengan sel goblet.

1

Page 2: Tugas Terstruktur Respiratory

Gambar 2. Epitel columner pseudocomplex bersilia dengan sel goblet

Sumber: Victor, 2010

Gambar 3. Penampang histologi nasal

Sumber: Mescher, 2009

2

Page 3: Tugas Terstruktur Respiratory

Gambar 4. Struktur anatomi faring

Sumber: http://global.britannica.com/

Faring adalah tabung muskular berukuran 12,5 cm yang merentang dari bagian dasar tulang tengkorak

sampai esofagus. Faring terbagi menjadi nasofaring, orofaring dan laringofaring .

1. Nasofaring adalah bagian posterior rongga nasal yang membuka ke arah rongga nasal melalui

dua naris internal (koana).

a. Dua tuba Eustachius (auditorik) menghubungkan nasofaring dengan telinga tengah. Tuba ini

berfungsi untuk menyetarakan tekanan udara pada kedua sisi gendang telinga.

b. Amandel (adenoid) faring adalah penumpukan jaringan limfatik yang terletak di dekat naris

internal. Pembesaran adenoid dapat menghambat aliran udara.

2. Orofaring dipisahkan dari nasofaring oleh palatum lunak muskular, suatu perpanjangan palatum

keras tulang.

a. Uvula adalah prosesus kerucut (conical) kecil yang menjulur ke bawah dari bagian tengah

tepi bawah palatum lunak.

b. Amandel palatinum terletak pada kedua sisi orofaring posterior.

3. Laringofaring mengelilingi mulut esofagus dan laring, yang merupakan gerbang untuk sistem res-

piratorik selanjutnya.

3

Page 4: Tugas Terstruktur Respiratory

Gambar 5. Struktur histologi faring

Sumber: http://ctrgenpath.net/

Dinding faring tersusun atas tiga lapisan, yaitu lapisan mukosa, lapisan fibrosa, dan lapisan

berotot. Lapisan mukosa yang terletak paling dalam, bersambung dengan lapisan dalam hidung, mulut,

dan saluran Eustachius.Epitel pada faring adalah epitel collumner pseudokompleks bersilia dan epitel

squamous complex di beberapa daerah.Lapisan dalam pada bagian atas faring ialah epitelium saluran

pernapasan dan bersambung dengan epitelium hidung. Bagian bawah faring yang bersambung dengan

mulut dilapisi epitelium berlapis.

Lapisan fibrosanya terletak antara lapisan mukosa dan lapisan berotot. Otot utama pada faring

ialah otot konstriktor, yang berkontraksi sewaktu makanan masuk ke faring dan mendorongnya ke dalam

esofagus.

Seluruh Sistem pernafasan merupakkan hasil pertumbuhan faring primitif, pada saat embrio

berusia 3,5 minggu tumbuhlah dalam embrio pada bagian ventral foregut. Selama masa pertumbuhan

embrional tuba yang single ini menjadi dua struktur, tuba yang asli mula-mula mengalami obliterasi

dengan proliferasi lapiasan epitel, kemudian epitel diresopsi, tuba kedua dibentuk dan tuba pertama

mengalami rekanulisasi dan pada maturasi lanjut, edua tuba ini terpisah menjadi esophagus dan

laringotrakeal.

Pembukaan laringotrakeal ini adalah aditus laringeus premitif dan terletak dianata lengkungan

IV dan V. Aditus laring pada perkembangan pertama berbentuk celah vertial yang kemudian menjadi

berbentuk T dengan tumbuhnya hipoobrachial eminence yang tampak pada minggu ketiga dan

kemudian aan tumbuh menjadi epiglottis. Sepasang aritenoid yang tampak pada minggu kelima dan

pada perembangan selanjutnya sepadang massa aritenoid yang akan membentuk tonjolan yang

4

Page 5: Tugas Terstruktur Respiratory

kemudian akan menajadi kartilagi kuneiforme dan kartilagi kornikulata. Kedua aritenoid ini dipisahkan

oleh incisura interaritenoid yang kemudian berobliterasi. Ketika organ ini tumbuh selama minggu kelima

sampai kesepuluh, lumen laring mengalami obloterasi, baru pada minggu ke-9 kembali terbentuk lumen

yang berbentuk oval. Plika vokalid sejati dan plika voalis paslu terbentuk antara 8 – 9 minggu

Otot-otot laring pada mulanya muncul sebagai suatu sfingter intrinsik yang terletak dalam

tunas kartilago tiroid dan krikoid, selama perkembangan selanjutnya sfingter ini terpisah menjadi massa

otot laring pertama yang dikenal adalah interaritenoid, ariepiglotika, krikoaritenoid posterior dan

krikotiroid. Otot-otot laring intrinsik berasal dari mesoderm lengkungan brakial ke-6 dan dipersarafi oleh

Nervus Rekuren Laringeus. Musculus Krikotirod berasal dari mesoderm lengkungan brakial ke-4 dan di

persarafi Nervus Laringeus Superior. Kumpulan otot ekstrinsik berasal dari eminensia epikardial dan

dipersarafi Nervus Hypoglosus.Tulang hyoid akan mengali penulangan pada enam tempat, dimulai pada

saat lahir dan lengap setelah dua tahun. Karilago tiroid akan mulia mengalami penulangan pad usia dua

puluh sampai dua puluh tiga tahun, mulai pada tepi inferior. Kartilago krikoid mulai usia 25 – 30 tahun

inkomplet.

Kartilago laring terbagi atas 2 (dua) kelompok, yaitu.

1. Kartilago mayor, terdiri dari :

Kartilago Tiroidea, 1 buah

Suatu kartilago hyalin yang membentuk dinding anterior dan lateral

laring, dan merupakan kartilago yang terbesar. Terdiri dari 2 (dua) sayap (ala

tiroidea) berbentuk seperti perisai yang terbuka dibelakangnya tetapi

bersatu di bagian depan dan membentuk sudut sehingga menonjol ke

depan disebut Adam’s apple.

Kartilago Krikoidea, 1 buah

Kartilago ini merupakan bagian terbawah dari dinding laring.

Merupakan lkartilago hialin yang berbentuk cincin stempel (signet ring)

dengan bagian alsanya terdapat di belakang. Bagian anterior dan lateralnya

relatif lebih sempit dari pada bagian posterior. Kartilago ini berhubungan

dengan kartilago tiroidea tepatnya dengan kornu inferior melalui membrana

5

Page 6: Tugas Terstruktur Respiratory

krikoidea (konus elastikus) dan melalui artikulasio krikoaritenoidea. Di

sebelah bawah melekat dengan cincin trakea I melalui ligamentum

krikotiroidea.

Kartilago Aritenoidea, 2 buah

Kartilago ini juga merupakan kartilago hyalin yang terdiri dari sepasang

kartilago berbentuk piramid 3 sisi dengan basis berartikulasi dengan

kartilago krikoidea, sehingga memungkinkan pergerakan ke medio lateral

dan gerakan rotasi. Dasar dari piramid ini membentuk 2 tonjolan yaitu

prosesus muskularis yang merupakan tempat melekatnya m.

krikoaritenoidea yang terletak di posterolateral, dan di bagian anterior

terdapat prosesus vokalis tempat melekatnya ujung posterior pita suara.

2. Kartilago minor, terdiri dari :

Kartilago Kornikulata Santorini, 2 buah

Merupakan kartilago fibroelastis, disebut juga kartilago Santorini dan

merupakan kartilago kecil di atas aritenoid serta di dalam plika ariepiglotika

Kartilago Kuneiforme Wrisberg, 2 buah

Merupakan kartilago fibroelastis dari Wrisberg dan merupakan kartilago

kecil yang terletak di dalam plika ariepiglotika.

Kartilago Epiglotis, 1 buah

Bentuk kartilago epiglotis seperti bet pingpong dan membentuk dinding

anterior aditus laringeus. Tangkainya disebut petiolus dan dihubungkan oleh

ligamentum tiroepiglotika ke kartilago tiroidea di sebelah atas pita suara.

Sedangkan bagian atas menjulur di belakang korpus hyoid ke dalam lumen

faring sehingga membatasi basis lidah dan laring. Kartilago epiglotis mempunyai

fungsi sebagai pembatas yang mendorong makanan ke sebelah menyebelah

laring.

6

Page 7: Tugas Terstruktur Respiratory

Gambar 6. Penampang laring dari sisi lateral

Sumber: http://global.britannica.com/

Gambar 7. Penampang laring dari sisi medial

Sumber: http://global.britannica.com/

7

Page 8: Tugas Terstruktur Respiratory

Otot–otot laring terbagi dalam dua kelompok besar, yaitu otot-otot ekstrinsik dan otot-otot

intrinsik dan masing-masing mempunyai fungsi yang berbeda.

1. Otot-otot ekstrinsik.

Otot-otot ini menghubungkan laring dengan struktur disekitarnya. Kelompok otot ini

menggerakkan laring secara keseluruhan. Otot ekstrinsik terbagi atas.

a. Otot-otot elevator laring, yaitu :

M. Stilohioideus - M. Milohioideus

M. Geniohioideus - M. Digastrikus

M. Genioglosus - M. Hioglosus

b. Otot-otot depresor laring, yaitu :

M. Omohioideus

M. Sternokleidomastoideus

M. Tirohioideus

Gambar 8. Otot ekstrinsik pada laring tampak anterior

Sumber: Netter, 2011

8

Page 9: Tugas Terstruktur Respiratory

Gambar 9. Otot ekstrinsik pada laring tampak posterosuperior

Sumber: Netter, 2011

2. Otot-otot intrinsik

Otot ini menghubungkan kartilago satu dengan yang lainnya. Otot intrinsik berfungsi

untuk menggerakkan struktur yang ada di dalam laring, terutama untuk membentuk suara dan

bernafas. Otot-otot pada kelompok ini berpasangan, kecuali m. interaritenoideus yang

serabutnya berjalan transversal dan oblik. Fungsi otot ini adalah untuk proses pembentukkan

suara, proses menelan, dan bernapas. Jika m. interaritenoideus berkontraksi, otot ini akan

bersatu di garis tengah sehingga menyebabkan adduksi pita suara. Otot intrinsik terbagi atas

beebrapa jenis.

a. Otot-otot adduktor (berfungsi untuk menutup pita suara) :

Mm. Interaritenoideus transversal dan oblik

M. Krikotiroideus

M. Krikotiroideus lateral

b. Otot-otot abduktor (berfungsi untuk membuka pita suara) :

M. Krikoaritenoideus posterior

9

Page 10: Tugas Terstruktur Respiratory

c. Otot-otot tensor (berfungsi untuk menegangkan pita suara. Pada orang tua, m. tensor

internus kehilangan sebagian tonusnya sehingga pita suara melengkung ke lateral

mengakibatkan suara menjadi lemah dan serak) .

Tensor Internus : M. Tiroaritenoideus dan M. Vokalis

Tensor Eksternus : M. Krikotiroideus

Gambar 10. Otot intrinsik pada laring tampak superior

Sumber: Netter, 2011

Gambar 11. Otot intrinsik pada laring tampak posterolateral kanan

Sumber: Netter, 2011

10

Page 11: Tugas Terstruktur Respiratory

Anatomi laring bagian dalam terdiri dari beberapa bagian. Slah satunya adalah cavum laring.

Cavum laring dibagi menjadi sebagai berikut:

1. Supraglotis (vestibulum superior)

Merupakan ruangan diantara permukaan atas pita suara palsu dan inlet laring.

2. Glotis (pars media)

Merupakan ruangan yang terletak antara pita suara palsu dengan pita suara sejati serta

membentuk rongga yang disebut ventrikel laring Morgagni.

3. Infraglotis (pars inferior)

Merupakan ruangan diantara pita suara sejati dengan tepi bawah kartilago krikoidea.

Beberapa bagian penting dari dalam laring :

Aditus Laringeus

Pintu masuk ke dalam laring yang dibentuk di anterior oleh epiglotis, lateral oleh plika

ariepiglotika, posterior oleh ujung kartilago kornikulata dan tepi atas m. aritenoideus.

Rima Vestibuli merupakan celah antara pita suara palsu.

Rima glottis di depan merupakan celah antara pita suara sejati, di belakang antara prosesus

vokalis dan basis kartilago aritenoidea.

Vallecula Terdapat diantara permukaan anterior epiglotis dengan basis lidah, dibentuk oleh

plika glossoepiglotika medial dan lateral

Plika Ariepiglotika dibentuk oleh tepi atas ligamentum kuadringulare yang berjalan dari

kartilago epiglotika ke kartilago aritenoidea dan kartilago kornikulata. Terletak antara plika

ariepiglotika dan permukaan dalam kartilago tiroidea.

Incisura Interaritenoidea suatu lekukan atau takik diantara tuberkulum kornikulatum kanan

dan kiri.

11

Page 12: Tugas Terstruktur Respiratory

Vestibulum Laring ruangan yang dibatasi oleh epiglotis, membrana kuadringularis, kartilago

aritenoid, permukaan atas proc. vokalis kartilago aritenoidea dan m.interaritenoidea.

Plika Ventrikularis (pita suara palsu) yaitu pita suara palsu yang bergerak bersama-sama

dengan kartilago aritenoidea untuk menutup glottis dalam keadaan terpaksa, merupakan

dua lipatan tebal dari selaput lendir dengan jaringan ikat tipis di tengahnya.

Ventrikel Laring Morgagni (sinus laringeus) yaitu ruangan antara pita suara palsu dan sejati.

Dekat ujung anterior dari ventrikel terdapat suatu divertikulum yang meluas ke atas diantara

pita suara palsu dan permukaan dalam kartilago tiroidea, dilapisi epitel berlapis semu

bersilia dengan beberapa kelenjar seromukosa yang fungsinya untuk

melicinkan pita suara sejati, disebut appendiks atau sakulus ventrikel laring

Plika Vokalis (pita suara sejati) terdapat di bagian bawah laring. Tiga per lima bagian

dibentuk oleh ligamentum vokalis dan celahnya disebut intermembranous portion, dan dua

per lima belakang dibentuk oleh prosesus vokalis dari kartilago aritenoidea dan disebut

intercartilagenous portion.

Laring dipersarafi oleh cabang N. Vagus yaitu Nn. Laringeus Superior dan Nn. Laringeus Inferior

(Nn. Laringeus Rekuren) kiri dan kanan.

1. Nn. Laringeus Superior.

Meninggalkan N. vagus tepat di bawah ganglion nodosum, melengkung ke depan dan medial di

bawah A. karotis interna dan eksterna yang kemudian akan bercabang dua, yaitu :

Cabang Interna bersifat sensoris, mempersarafi vallecula, epiglotis, sinus pyriformis dan mukosa

bagian dalam laring di atas pita suara sejati.

Cabang Eksterna bersifat motoris, mempersarafi m. Krikotiroid dan m. Konstriktor

inferior.

2. N. Laringeus Inferior (N. Laringeus Rekuren)

Berjalan dalam lekukan diantara trakea dan esofagus, mencapai laring tepat di belakang

artikulasio krikotiroidea. N. laringeus yang kiri mempunyai perjalanan yang panjang dan dekat

12

Page 13: Tugas Terstruktur Respiratory

dengan Aorta sehingga mudah terganggu. Merupakan cabang N. vagus setinggi bagian proksimal

A. subklavia dan berjalan membelok ke atas sepanjang lekukan antara trakea dan esofagus,

selanjutnya akan mencapai laring tepat di belakang artikulasio krikotiroidea dan memberikan

persarafan.

Sensoris, mempersarafi daerah sub glotis dan bagian atas trakea

Motoris, mempersarafi semua otot laring kecuali M. Krikotiroidea

Laring mendapat perdarahan dari cabang A. Tiroidea Superior dan Inferior sebagai A. Laringeus

Superior dan Inferior.

1. Arteri Laringeus Superior

Berjalan bersama ramus interna N. Laringeus Superior menembus membrana tirohioid menuju ke

bawah di antara dinding lateral dan dasar sinus pyriformis.

2. Arteri Laringeus Inferior

Berjalan bersama N. Laringeus Inferior masuk ke dalam laring melalui area Killian Jamieson yaitu

celah yang berada di bawah M. Konstriktor Faringeus Inferior, di dalam laring beranastomose dengan A.

Laringeus Superior dan memperdarahi otot-otot dan mukosa laring. Darah vena dialirkan melalui V.

Laringeus Superior dan Inferior ke V. Tiroidea Superior dan Inferior yang kemudian akan bermuara ke V.

Jugularis Interna.

Laring mempunyai 3 (tiga) fungsi dasar yaitu fonasi, respirasi dan proteksi disamping beberapa

fungsi lainnya seperti terlihat pada uraian berikut :

1. Fungsi Fonasi.

Pembentukan suara merupakan fungsi laring yang paling kompleks. Suara dibentuk

karena adanya aliran udara respirasi yang konstan dan adanya interaksi antara udara dan

pita suara. Nada suara dari laring diperkuat oleh adanya tekanan udara pernafasan subglotik

dan vibrasi laring serta adanya ruangan resonansi seperti rongga mulut, udara dalam paru-

paru, trakea, faring, dan hidung.

13

Page 14: Tugas Terstruktur Respiratory

2. Fungsi Proteksi

Benda asing tidak dapat masuk ke dalam laring dengan adanya reflek otot-otot yang

bersifat adduksi, sehingga rima glotis tertutup. Pada waktu menelan, pernafasan berhenti

sejenak akibat adanya rangsangan terhadap reseptor yang ada pada epiglotis, plika

ariepiglotika, plika ventrikularis dan daerah interaritenoid melalui serabut afferen N.

Laringeus Superior. Sebagai jawabannya, sfingter dan epiglotis menutup. Gerakan laring ke

atas dan ke depan menyebabkan celah proksimal laring tertutup oleh dasar lidah. Struktur

ini mengalihkan makanan ke lateral menjauhi aditus dan masuk ke sinus piriformis lalu ke

introitus esofagus.

3. Fungsi Respirasi

Pada waktu inspirasi diafragma bergerak ke bawah untuk memperbesar rongga

dada dan M. Krikoaritenoideus Posterior terangsang sehingga kontraksinya menyebabkan

rima glotis terbuka. Proses ini dipengaruhi oleh tekanan parsial CO2 dan O2 arteri serta pH

darah. Bila pO2 tinggi akan menghambat pembukaan rima epiglotis, sedangkan bila pCO2

tinggi akan merangsang pembukaan rima glotis. Hiperkapnia dan obstruksi laring

mengakibatkan pembukaan laring secara reflektoris, sedangkan peningkatan pO2 arterial

dan hiperventilasi akan menghambat pembukaan laring. Tekanan parsial CO2 darah dan pH

darah berperan dalam mengontrol posisi pita suara.

4. Fungsi Sirkulasi.

Pembukaan dan penutupan laring menyebabkan penurunan dan peninggian

tekanan intratorakal yang berpengaruh pada venous return. Perangsangan dinding laring

terutama pada bayi dapat menyebabkan bradikardi, kadang-kadang henti jantung. Hal ini

dapat karena adanya reflek kardiovaskuler dari laring. Reseptor dari reflek ini adalah

baroreseptor yang terdapat di aorta. Impuls dikirim melalui N. Laringeus Rekurens dan

Ramus Komunikans N. Laringeus Superior. Bila serabut ini terangsang terutama bila laring

dilatasi, maka terjadi penurunan denyut jantung.

14

Page 15: Tugas Terstruktur Respiratory

5. Fungsi Fiksasi.

Berhubungan dengan mempertahankan tekanan intratorakal agar tetap tinggi,

misalnya batuk, bersin dan mengedan.

6. Fungsi Menelan.

Terdapat 3 (tiga) kejadian yang berhubungan dengan laring pada saat

berlangsungnya proses menelan, yaitu.

1. Pada waktu menelan faring bagian bawah (M. Konstriktor Faringeus Superior,

M. Palatofaringeus dan M. Stilofaringeus) mengalami kontraksi sepanjang

kartilago krikoidea dan kartilago tiroidea, serta menarik laring ke atas menuju

basis lidah, kemudian makanan terdorong ke bawah dan terjadi pembukaan

faringoesofageal.

2. Laring menutup untuk mencegah makanan atau minuman masuk ke saluran

pernafasan dengan jalan menkontraksikan orifisium dan penutupan laring oleh

epiglotis.

3. Epiglotis menjadi lebih datar membentuk semacam papan penutup aditus

laringeus, sehingga makanan atau minuman terdorong ke lateral menjauhi

aditus laring dan maduk ke sinus piriformis lalu ke hiatus esofagus.

7. Fungsi Batuk

Bentuk plika vokalis palsu memungkinkan laring berfungsi sebagai katup, sehingga

tekanan intratorakal meningkat. Pelepasan tekanan secara mendadak menimbulkan batuk

yang berguna untuk mempertahankan laring dari ekspansi benda asing atau membersihkan

sekret yang merangsang reseptor atau iritasi pada mukosa laring.

8. Fungsi Ekspektorasi.

Dengan adanya benda asing pada laring, maka sekresi kelenjar berusaha

mengeluarkan benda asing tersebut.

15

Page 16: Tugas Terstruktur Respiratory

9. Fungsi Emosi.

Perubahan emosi dapat meneybabkan perubahan fungsi laring, misalnya pada

waktu menangis, kesakitan, menggigit dan ketakutan.

Mukosa laring dibentuk oleh epitel berlapis silindris semu bersilia kecuali pada daerah pita suara

yang terdiri dari epitel berlapis gepeng tak bertanduk. Diantara sel-sel bersilia terdapat sel goblet.

Membrana basalis bersifat elastis, makin menebal di daerah pita suara.

Pada daerah pita suara sejati, serabut elastisnya semakin menebal membentuk ligamentum

tiroaritenoidea. Mukosa laring dihubungkan dengan jaringan dibawahnya oleh jaringan ikat longgar

sebagai lapisan submukosa.. Kartilago kornikulata, kuneiforme dan epiglotis merupakan kartilago hialin.

Plika vokalis sendiri tidak mengandung kelenjar. Mukosa laring berwarna merah muda sedangkan pita

suara berwarna keputihan.

Trakea adalah sebuah tabung cartilaginosa dan membranosa yang dapat bergerak. Dimulai

sebagai lanjutan larynx dari pinggir bawah cartilago cricoidea setinggi corpus vertebrae cervicalis VI.

Berjalan turun ke bawah di garis tengah leher. Di dalam rongga thorax, trachea berakhir pada carina

dengan cara membelah menjadi bronchus principalis dexter dan sinister setinggi angulus sterni (di depan

discus antara vertebrae thoracica IV dan V), terletak sedikit agak ke kanan dari garis tengah. Pada

ekspirasi, bifurcatio dapat turun sampai setinggi vertebra thoracica VI. Jaraknya sekitar 3 cm. (Snell,

2011)

Pada orang dewasa, panjang trakea sekitar 11.25 cm dan diameter 2.5 cm. Pada bayi, panjang

trakea sekitar 4-5 cm dan diameter sekitar 3 mm. Selama pertumbuhan anak-anak, diameter trakea

bertambah sekitar 1 mm setiap tahunnya. Tabung fibroelastika dipertahankan utuh dengan adanya

cartilago hyalin berbentuk U (cincin) di dalam dindingnya. Ujung posterior cartilago yang bebas

dihubungkan oleh otot polos, Musculus trachealis. Membrana mucosa trakea dilapisi oleh epitel silinder

bertingkat semu bersilia serta mengandung banyak sel goblet dan glandula mucosa tubular. (Snell, 2011)

Kartilago trakea yang tidak komplit dihubungkan oleh Ligamentum anularis. Ligamentum ini terdiri dari

jaringan ikat elastis dan memungkinkan pemanjangan trakea hingga 5 cm selama inspirasi dalam.

(Sobotta, 2012)

16

Page 17: Tugas Terstruktur Respiratory

Gambar 12. Struktur anatomi trakea

Sumber: Sobotta, 2012

Gambar 13. Struktur histologi trakea

Sumber: Victor, 2010

Dinding trakea terdiri dari mukosa, submukosa, tulang rawan hialin, dan adventisia. Trakea dijaga

tetap terbuka oleh cincin tulang rawan hialin (3) bentuk-C. Tulang rawan hialin dikelilingi oleh jaringan

ikat padat perikondrium (9), yang menyatu dengan submukosa (4) di satu sisi dan adventisia (1) di sisi

yang lain. Banyak syaraf (6), pembuluh darah (8), dan jaringan adiposa (2) terletak di adventisia. Celah

di antara ujung posterior tulang rawan hialin terisi oleh otot polos trakealis (7). Otot trakealis terletak di

jaringan ikat jauh di dalam membrana elastika (14) mukosa. Sebagian besar serat otot trakealis

berinsersi di perikondrium yang melapisi tulang rawan hialin. Lumen trakea dilapisi oleh epitel

bertingkat semu silindris bersilia (12) dengan sel goblet. Lamina propria (13) di bawahnya

mengandung serat jaringan ikat halus, jaringan limfoid difus, dan longitudinalis yang dibentuk oleh serat

elastik. Membrana elastika memisahkan lamina propria dari submukosa, yang mengandung jaringan ikat

17

Page 18: Tugas Terstruktur Respiratory

longgar mirip dengan yang terdapat di lamina propria. Di submukosa ditemukan kelenjar trakealis

seromukosa (10) tubuloasinar yang duktus ekskretoriusnya (11) berjalan menembus lamina propria ke

lumen trakea. Mukosa menunjukkan lipatan mukosa (5) di sepanjang dinding posterior trakea tempat

tulang rawan hialin tidak ada. Kelenjar trakealis seromukosa yang terdapat di submukosa dapat meluas

dan terlihat di adventisia. (Victor, 2010)

Potongan dinding trakea di antara tulang rawan hialin (1) dan epitel bertingkat semu silindris

bersilia (8) dengan sel goblet (10) digambarkan dengan pembesaran kuat. Epitel dipisahkan dari lamina

propria (11) oleh membrana basalis (9) tipis. Di bawah lamina propria yaitu jaringan ikat submukosa (6),

tempat ditemukan kelenjar trakealis seromukosa (3). Semiluna serosa (7) mengelilingi asinus mukosa

kelenjar trakealis seromukosa. Duktus ekskretorius (5) kelenjar trakealis dilapisi oleh epitel selapis

kuboid dan berjalan menembus lamina propria ke epitel permukaan. Tulang rwan hialin dikelilingi oleh

jaringan ikat perikondrium (2). Kondrosit besar dalam lakuna (4) yang terletak di bagian dalam tulang

rawan hialin menjadi semakin gepeng ke arah perikondrium, yang menyatu secara bertahap dengan

jaringan ikat submukosa di sekitarnya. Jaringan ikat submukosa dan lamina propria mendapat pasokan

darah dari arteriol dan venula (12). (diFiore, 2013)Pada manusia, terdapat dua jenis bronkus, yaitu

bronkus sinister dan bronkus dekster. Bronkus princhipalis (utama) dexter lebih lebar, lebih pendek dan

lebih vertikal dibandingkan bronkus principalis sinister dan panjangnya kurang lebih 1 inci (2,5cm).

Sebelum masuk ke dalam hilum pulmonalis dexter, bronkus principalis dexter mempercabangkan

bronkus lobaris superior dexter. Saat masuk ke hilum, bronkus principalis (utama) sinister lebih sempit,

lebih panjang, dan lebih horizontal dibandingkan bronkus principalis dexter dan panjangnya kurang lebih

2 inci (5cm). Berjalan ke kiri di bawah arcus aorta dan di depan oesophagus. Pada waktu masuk ke hilum

pulmonalis sinistra, bronkus principalis sinister bercabang menjadi bronkus lobaris superior sinister dan

bronkus principalis inferior sinister. (Snell, 2006)

Gambar 14. Struktur anatomi bronkus

18

Page 19: Tugas Terstruktur Respiratory

Sumber: Tortora, 2009

Gambar 15. Struktur histologi bronkus

Sumber : Victor, 2010

Trakea bercabang di luar paru-paru dan membentuk bronkus primer atau ekstrapulmonal. Ketika

masuk ke paru, bronkus primer bercabang dan membentuk serangkaian bronkus intrapulmonal yang

lebih kecil.

Bronkus intrapulmonal dilapisi oleh epitel bronkus bertingkat semu silindris bersilia yang

bertunjang oleh lapisan tipis lamina propria jaringan ikat halus dengan serat elastik (tidak tampak) dan

beberapa limfosit. Selapis tipis otot polos mengellilingi lamina propria dan memisahkannya dari

submukosa. Submukosa mengandung banyak kelenjar bronkialis seromukosa. Sebuah duktus

ekskretorius dari kelenjar bronkialis berjalan melalui lamina propina untuk bermuara ke dalam lumen

bronkus. Pada kelenjar bronkialis seromukosa, semiluna serosa mungkin terlihat.

Di paru, cincin tulang rawan hialin trakea diganti oleh lempengan tulang rawan hialin yang

mengelilingi bronkus. Jaringan ikat perikondrium menutupi masing-masing lempeng tulang rawan.

Lempeng tulang rawan hialin makin kecil dan terletak lebih berjauhan satu sama lain seiring dengan

bercabangnya bronkus menjadi saluran yang lebih kecil, diantara lempengan turang rawan hialin

submukosa menyatu dengan adventisia. Kelenjar bronkialis dan sel adiposa terdapat submukosa

bronkus yang lebih besar.

Pembuluh darah bronkus dan arteriol bronkus terlihat di jaringan ikat di sekitar bronkus. Bronkus

juga disertai vena dan arteri. Bronkus intrapulmonal, jaringan ikatnya, dan lempengan tulang rawan

hialin dikelilingi oleh alveoli paru (Victor, 2010).

19

Page 20: Tugas Terstruktur Respiratory

Setelah masuk segmenta bronchopulmonaris, bronchus segmentalis segera membelah. Pada

saat bronchi menjadi lebih kecil, cartilage berbentuk U yang ditemui mulai dari trachea perlahan lahan

diganti dengan cartilage irregular yang lebih kecil dan lebih sedikit jumlahnya. Bronchi yang paling kecil

membelah dua menjadi bronchioli, yang diameternya kurang dari 1 mm. Bronchioli tidak mempunyai

kartilago di dalam dindingnya dan dibatasi oleh epitel silinder bersilia. Jaringan submucosa yang

mempunyai lapisan serabut otot polos melingkar yang utuh. (Snell, 2006)

Bronchioli membelah menjadi bronchioli terminalis yang mempunyai kantong-kantong lembut

pada dindingnya. Pertukaran gas yang terjadi antara darah dan udara terjadi pada dinding-dinding

kantong tersebut, oleh karena itu kantong-kantong terebut dinamakan bronchioles respiratorius.

Diameter bronchioles respiratorius sekitar 0,5 mm. Bronchioli respiratorius berakhir dengan bercabang

sebagai ductus alveolaris yang menuju kea rah pembulu-pembuluh berbentuk kantong dengan dinding

yang tipis disebut saccus alveolaris. Saccus alveolaris terdiri atas beberapa alveoli yang terbuka ke satu

ruangan. Masing-masing alveolus dikelilingi oleh jaringan kapiler yang padat. Pertuakran gas terjadi

antara udara yang terdapat di dalam lumen alveoli, melalui dinding alveoli ke dalam darah yang ada di

dalam kapiler di daerah sekitarnya. (Snell, 2006)

Gambar 16. Struktur histologi bronkiolus

Sumber: Mescher,2009

Percabangan bronkus berdiameter lebih kecil dari 5 mm tidak memiliki kartilago penyangga dan

disebut bronkiolus. (a): Sebuah bronkiolus besar memiliki epitel respiratorik (E) yang terlipat dan otot

polos yang mencolok (panah), tetapi disangga hanya oleh jaringan ikat fibrosa (C) tanpa kelenjar. 140x.

H&E. (b): Pemulasan serat elastin memperlihatkan kandungan elastin yang tinggi dalam otot polos (mata

20

Page 21: Tugas Terstruktur Respiratory

panah) yang berhubungan dengan otot bronkiolus yang lebih kecil (B) dengan epitel berupa epitel

Brkolumnar. Serat elastin yang terpulas gelap juga ditemukan di tunica media aderiol besar (A) di

dekatnya dan dalam jumlah yang lebih sedikit di venula (V) penyerta. Jaringan ikat mencakup banyak

limfosit (L) MALT dan nodul limfoid juga umum ditemukan pada tingkat ini. i80x. pulasan elastin. (c): Di

bronkiolus yang sangat kecil, epitel (E) berkurang menjadi epitel kolumnar rendah selapis dan sejumlah

Iapisan sel otot polos (panah) membentuk sebagian besar dinding. 300x. H&E.

Gambar 17. Struktur histologi bronkiolus terminalis

Sumber: Mescher, 2009

Bagian terakhir sistem hantaran udara sebelum tempat pertukaran udara disebut bronchiolus

terminalis, yang umumnya berdiameter satu atau dua mm. (a): Potongan melintang memperlihatkan

bahwa suatu bronchiolus terminalis memiliki hanya satu atau dua lapisan sel otot polos. Epitel

mengandung sel kuboid bersilia dan banyak sel kolumnar rendah tak bersilia" 300x. Pulasan PT. (b): Sel

Clara yang tidak bersilia dengan kubah sitoplasma yang menonjol memiliki granula, yang tampak lebih

jelas pada sediaan plastis. Diberi nama untuk menghormati dr. Max Clara, ahli histologi yang

menemukannya pada tahun 1937, sel Clara memiliki sejumlah fungsi penting. Sel Clara menyekresi

komponen surfaktan yang mengurangi tegangan permukaan dan membantu mencegah kolaps

bronkiolus. Selain itu, sel Clara menghasilkan enzim yang membantu memecah mukus setempat. Sistem

enzim P450 pada retikulum endoplasma halus mendetoksifikasi senyawa yang berpotensi berbahaya di

udara. Pada fungsi pertahanan lainnya, sel Clara juga menghasilkan komponen sekretorik untuk transfer

lgA ke dalam lumen bronkiolus; lisozim dan enzim lain aktif bekerja melawan bakteri dan virus; dan

21

Page 22: Tugas Terstruktur Respiratory

sejumlah sitokin yang mengatur respons inflamatorik setempat. Sel yang aktif bermitosis juga ditemukan

dan mencakup sel punca untuk epitel bronkiolus. 500x. PT.

Gambar 18. Struktur histologi alveolus

Sumber: Martini, 2012

Alveolus adalah kelompok – kelompok kantung mirip anggur yang berdinding tipis dan dapat

mengembang di ujung cabang saluran napas penghantar. Anderson menyatakan bahwa diluar bronkiolus

terminalis terdapat asinus sebagai unit fungsional paru yang merupakan tempat pertukaran gas, asinus

tersebut terdiri dari bronkiolus respiratorius yang mempunyai alveoli. Duktus alveolaris yang seluruhnya

dibatasi oleh alveolus dan sakus alveolaris terminalis, merupakan struktur akhir paru-paru.

Dinding alveolus terdiri dari satu lapisan sel alveolus tipe I yang gepeng. Dinding anyaman padat

kapiler paru yang mengelilingi setiap alveolus juga memiliki ketebalan hanya satu sel. Ruang interstisium

antara sebuah alveolus dan anyaman kapiler di sekitarnya membentuk sawar yang sangat tipis, dengan

ketebalan hanya 0,5 µm yang memisahkan udara di alveolus dari darah di kapiler paru. Tipisnya sawar –

sawar ini mempermudah pertukaran gas.

Selain itu, pertemuan udara alveolus dengan darah memiliki luas yang sangat besar bagi

pertukaran gas. Paru mengandung sekitar 300 juta alveolus, masing – masing bergaris tengah 300 µm.

sedemikian padatnya anyaman kapiler paru sehingga setiap alveolus dikelilingi oleh lembaran darah yang

hamper kontinyu. Karena itu luas permukaan total yang terpajan antara udara alveolus dan darah kapiler

paru adalah sekitar 75 m2 (seukuran lapangan tenis) sebaliknya, jika paru terdiri dari hanya satu organ

22

Page 23: Tugas Terstruktur Respiratory

berongga dengan dimensi yang sama dan tidak dibagi – bagi menjadi unit – unit alveolus yang sangat

banyak maka luas permukaan total hanya akan mencapai 0,01 m2.

Selain berisi sel alveolus tipe I yang tipis, eputel alveolus juga engandung sel alveolus tipe II. Sel –

sel ini mengeluarkan surfaktan paru, sutu kompleks fosfolipoprotein yang mempermudah ekspansi paru.

Selain itu, terdapat makrofag alveolus yang berjaga – jaga di dalam lumen kantung udara ini.

Pada dinding antara alveolus yang berdekatan, terdapat pori Kohn yang halus. Keberadaan pori

ini memungkinkan aliran udara antara alveolus – alveolus yang berdekatan, suatu proses yang dikenal

sebagai ventilasi kolateral. Saluran –saluran ini sangat penting agar udara segar dapat masuk ke alveolus

yang saluran penghantar terminalnya tersumbat akibat penyakit.

Gambar 19. Struktur histologi alveolus

Sumber : Victor, 2010

Alveoli adalah invaginasi atau kantung-luar bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, dan sakus

alveolaris, ujung terminal duktus alveolaris. Alveoli dilapisi oleh selapis tipis sel alveolus gepeng atau sel

pneumosit tipe I. Alveoli yang berdekatan dipisahkan oleh septum interalveolare atau dinding alveolus.

Septum interalveolare terdiri dari sel alveolus selapis gepeng, serat jaringan ikat halus dan fibroblast, dan

banyak kapiler yang terletak di septum interalveolare tipis. Septum interalveolare yang tipis

menyebabkan kapiler berdekatan dengan sel alveolus gepeng di alveoli yang berdekatan.

Selain itu, alveoli juga mengandung makrofag alveolaris atau sel debu. Dalam keadaan normal,

makrofag alveolaris mengandung beberapa partikel karbon atau debu di sitoplasmanya. Pada alveoli,

juga ditemukan sel alveolus besar atau pneumosit tipe II. Sel alveolus besar terselip di antara sel

alveolus selapis gepeng di alveoli.

23

Page 24: Tugas Terstruktur Respiratory

Di ujung bebas septum interalveolare dan di sekitar ujung terbuka alveoli terdapat berkas tipis

serat otot polos. Serat otot ini bersambungan dengan lapisan otot yang melapisi bronkiolus

respiratorius.

Bagian konduksi sistem pernapasan mengondisikan udara yang dihirup. Mucus secara terus

menerus dihasilkan oleh sel goblet (exocrinocytus caliciformis) di epital respiratorik bertingkat semu

bersilia dan kelenjar mukosa di lamina propria. Sekresi ini membentuk lapisan mukosa yang melapisi

permukaan lumen sebagian besar saluran konduksi. Akibatnya, mukosa lembab pada bagian konduksi

sistem pernapasan melembabkan udara. Mucus dan epitel bersilia juga menyaring dan membersihkan

udara dari partikel renik, mikroorganisma infeksiosa, dan benda terbawa – udara lainnya. Selain itu,

anyaman kapiler yang banyak di bawah epitel pada jaringan ikat menghangatkan udara yang dihirup

sewaktu udara mengalir melalui bagian konduksi dan sebelum mencapai bagian respiratorik paru.

Sel Clara.

Sel Clara (exocrinocytus bronchiolaris) paling banyak ditemukan di bronkiolus terminalis. Sel ini

merupakan jenis sel predominan di bagian paling distal bronkiolus respiratorius. Sel Clara memiliki

beberapa fungsi penting. Sel ini mengeluarkan komponen lipoprotein surfaktan, yaitu bahan penurun –

tegangan permukaan yang juga ditemukan di alveoli. Sel Clara juga dapat berfungsi sebagai sel induk

untuk menggantikan sel epitel bronkus yang rusak atau cedera. Sel ini juga mengeluarkan protein ke

dalam percabangan bronkus yang rusak atau cedera. Sel ini juga mengeluarkan protein ke dalam

percabangan bronkus untuk melindungi paru dari bahan toksik yang terhirup, polutan oksidatif, atau

peradangan.

Alveoli paru mengandung banyak jenis sel. Sel alveolus tipe I, yang juga disebut pneumosit tipe I

(pneumocytus typus I) adalah sel selapis gepeng yang sangat tipis yang melapisi alveoli di paru dan

merupakan tempat utama pertukaran gas. Di antara alveoli yang berdekatan terdapat septum

interalveolare tipis. Di dalam septum interalveolare, di antara serat – serat halus elastic dan reticular,

terdapat anyaman kapiler. Sel alveolus tipe I berkontrak erat dengan lapisan endotel kapiler, membentuk

sawar darah – udara (claustrum aerosanguineum) yang sangat tipis, tempat pertukaran gas berlangsung.

Sawar darah – udara terdiri dari lapisan permukaan dan sitoplasma pneimosit tipe I, penyatuan

membrane basalis pneumosit dan sel endotel, dan sitoplasma endotel kapiler yang tipis.

Sel alveolus tipe II,yang juga disebut pneumosit tipe II (peumocytus typus II) atau sel septalis

(cellula septalis), jumlahnya lebih sedikit dan berbentuk kuboid. Sel ini ditemukan tunggal atau

berkelompok di sekitar sel alveolus tipe I di dalam alveoli. Apeksnya yang bulat menonjol ke dalam

alveoli di atas sel alveolus tipe I. sel alveolus ini sekretorik dan mengandung corpusculum lamellare

24

Page 25: Tugas Terstruktur Respiratory

(lamellar body) terpulas – gelap di sitoplasma apikalisnya. Sel ini menyintesis dan mengeluarkan produk

kaya – fosfolipid yaitu surfaktan paru. Ketika dikeluarkan ke dalam alveolus, surfaktan menyebar berupa

lapisan tipis di atas permukaan sel alveolus tipe I, menurunkan tegangan permukaan alveolus.

Berkurangnya tegagan permukaan di alveoli mengurangi gaya yang dibutuhkan untuk mengembangkan

alveoli sewaktu inspirasi. Karena itu, surfaktan menstabilkan diameter alveolus, mempermudah

pengembangan alveolus, dan mencegah kolapsnya alveolus sewaktu respirasi dengan memperkecil gaya

kolpas. Sewaktu perkembangan janin, sel alveolus besar mengeluarkan surfaktan dalam jumlah memadai

untuk respirasi pada usia 28 sampai 32 minggu gestasi. Selain menghasilkan surfaktan, sel alveolus besar

dapat membelah diri dan berfungsi sebagai sel induk untuk sel alveolus gepeng tipe I di alveoli. Surfaktan

juga dianggap memiliki efek bakterisidal di alveoli untuk melawan pathogen inhalan yang memiliki

potensi berbahaya.

Makrofag alveolaris (macrophagocytus alveolaris) atau sel debu adalah monosit yang telah

masuk ke jaringan ikat paru dan alveoli. Fungsi utama makrofag ini adalah membersihkan alveolidari

mikroorganisme yang masuk dan partikel yang terhirup melalui mekanisme fagositosis. Sel – sel ini

terlihat di alveoli atau di septum alveolare. Sitoplasmanya biasanya mengandung partikel yang difagosit.

Secara anatomi pulmo terbagi atas dua lobus, yaitu dextra dan sinistra.

1) Pulmo dextra terdapat tiga lobus :

a) Lobus superior pulmo dextra

b) Lobus medius pulmo dextra

c) Lobus inferior pulmo dextra

Di pulmo dextra terdapat dua pembatas:

a) Fissura horizontal pulmo dextra , yang membatasi lobus superior pulmo dextra dan lobus

medius pulmo dextra

b) Fissura oblique pulmo dextra, yang membatasi lobus medius pulmo dextra dan lobus inferior

pulmo dextra

2) Pulmo sinistra terdapat dua lobus :

a) Lobus superior pulmo sinistra

b) Lobus inferior pulmo sinistra

Di pulmo dextra terdapat satu pembatas:

Fissura oblique pulmo sinistra, yang membatasi lobus superior pulmo sinistra dan lobus

inferior pulmo sinistra

Terdapat bagian-bagian lain di pulmo yaitu:

25

Page 26: Tugas Terstruktur Respiratory

a) Apex pulmo

b) Basis pulmo

c) Incisura pulmo

d) Lingula pulmo sinistra

e) Impresio kardiaka

f) Hilum pulmonalis adalah tempat masuk radix pulmo

g) Radix pulmonalis terdiri atas broncus primus, areteri dan vena pulmonalis, nodi limfatic,

plexus pulmonalis (N. Vagus) dan limfe.

Pembungkus pulmo terdiri dua bagian:

a) Pleura parietalis adalah lapisan yang menempel pada dinding thorax.

b) Pleura viceralis adalah lapisan yang menempel pada pulmo.

Cupula pleura adalah pleura parietalis yang melapisi bagian apex pulmo.

Saat udara melewati jalan napas, terjadi penghangatan oleh dinding mukosa yang banyak

mengandung kapiler, humidifikasi (pelembaban) dan filterisasi (penyaringan) oleh bulu hidung, mukus

dan silia. Mikroorganisme patogen yang masuk bersama udara dan tidak tersaring pada jalan nafas akan

berakhir pada alveoli dan dibasmi oleh makrofag alveoli. Fungsi utama sistem respirasi adalah memenuhi

kebutuhan oksigen jaringan tubuh dan membuang karbondioksida sebagai sisa metabolisme serta

berperan dalam menjaga keseimbangan asam dan basa.

Gambar 20. Struktur anatomi pulmo

26

Page 27: Tugas Terstruktur Respiratory

Sumber: Yokochi

Sistem respirasi bekerja melalui tiga tahapan, yaitu:

1. Ventilasi

Ventilasi merupakan proses pertukaran udara antara atmosfer dengan alveoli. Proses ini

terdiri dari inspirasi (masuknya udara ke paru-paru) dan ekspirasi (keluarnya udara dari

paru-paru). Ventilasi terjadi karena adanya perubahan tekanan intra pulmonal, pada saat in-

spirasi tekanan intra pulmonal lebih rendah dari tekanan atmosfer sehingga udara dari at-

mosfer akan terhisap ke dalam paru-paru. Sebaliknya pada saat ekspirasi tekanan intrapul-

monal menjadi lebih tinggi dari atmosfer sehingga udara akan tertiup keluar dari paru-paru.

Perubahan tekanan intrapulmonal tersebut disebabkan karena perubahan volume tho-

rax akibat kerja dari otot-otot pernafasan dan diafragma. Pada saat inspirasi, terjadi kon-

traksi dari otot-otot insiprasi, yakni m. interkostalis eksternus dan diafragma sehingga ter-

jadi elevasi dari tulang-tulang kostae dan menyebabkan peningkatan volume cavum thorax

(rongga dada). Secara bersamaan, paru-paru juga akan ikut mengembang sehingga tekanan

intrapulmonal menurun dan udara terhirup ke dalam paru-paru.

Setelah inspirasi normal, biasanya seseorang dapat menghirup udara lebih dalam. Hal ini

terjadi karena kerja dari otot-otot tambahan inspirasi, yaitu m. sternokleidomastoideus dan

m. skalenus.

Ekspirasi merupakan proses yang pasif karena setelah terjadi pengembangan cavum

thorax akibat kerja otot-otot inspirasi, otot-otot tersebut relaksasi. Akan tetapi, setelah ek-

spirasi normal, seseorang masih bisa menghembuskan nafas lebih dalam lagi karena adanya

kerja dari otot-otot ekspirasi yaitu m. interkostalis internus dan m. abdominis.

Kerja dari otot-otot pernafasan disebabkan adanya perintah dari pusat pernafasan

(medula oblongata) pada otak. Medula oblongata terdiri dari sekelompok neuron inspirasi

dan ekspirasi. Eksitasi neuron-neuron inspirasi akan dilanjutkan dengan eksitasi pada neu-

ron-neuron ekspirasi serta inhibisi terhadap neuron-neuron inspirasi sehingga terjadilah

27

Page 28: Tugas Terstruktur Respiratory

peristiwa inspirasi yang diikuti dengan peristiwa ekspirasi. Area inspirasi dan area ekspirasi

ini terdapat pada daerah berirama medula (medulla rithmicity) yang menyebabkan irama

pernafasan berjalan teratur dengan perbandingan antara inspirasi dan ekspirasi 2:3.

Ventilasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain.

1. Kadar oksigen pada atmosfer

2. Kebersihan jalan nafas

3. Daya recoil & complience (kembang kempis) dari paru-paru

4. Pusat pernafasan

Fleksibilitas paru sangat penting dalam proses ventilasi. Fleksibilitas paru dijaga oleh

surfaktan. Surfaktan merupakan campuran lipoprotein yang dikeluarkan sel sekretori alveoli

pada bagian epitel alveolus dan berfungsi menurunkan tegangan permukaan alveolus yang

disebabkan karena daya tarik menarik molekul air & mencegah kolaps alveoli dengan cara

membentuk lapisan monomolekuler antara lapisan cairan dan udara.

Energi yang diperlukan untuk ventilasi adalah 2 – 3% energi total yang dibentuk oleh

tubuh. Kebutuhan energi ini akan meningkat saat olahraga berat, energi yang dibutuhkan

mencapai 25 kali lipat. Saat terjadi ventilasi, volume udara yang keluar masuk antara atmos-

fer dan paru-paru dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Gambar 21. Tabel volume respirasi

28

Page 29: Tugas Terstruktur Respiratory

Sumber: Yogiantoro, 2007

Volume tidal adalah volume udara yang diinspirasi dan diekspirasi dalam pernafasan

normal. Volume Cadangan Inspirasi (VCI) adalah volume udara yang masih bisa dihirup paru-

paru setelah inspirasi normal. Volume Cadangan Ekspirasi (VCE) adalah volume udara yang

masih bisa diekshalasi setelah ekspirasi normal. Volume Residu adalah volume udara yang

masih tersisa dalam paru-paru setelah ekspirasi sekuat-kuatnya.

2. Difusi

Pada sistem respirasi, difusi merupakan proses pertukaran gas antara alveoli dengan

darah pada kapiler paru. Proses difusi terjadi karena perbedaan tekanan sehingga gas

berdifusi dari tekanan tinggi ke tekanan rendah. Salah satu ukuran difusi adalah tekanan

parsial.

Gambar 22. Struktur anatomi alveolus

29

Page 30: Tugas Terstruktur Respiratory

Sumber, Netter, 2011

Difusi terjadi melalui membran respirasi yang merupakan dinding alveolus yang sangat

tipis dengan ketebalan rata-rata setengah mikron. Di dalamnya, terdapat jalinan kapiler yang

sangat banyak dengan diameter delapan angstrom. Pada paru-paru manusia, terdapat

sekitar tiga ratus juta alveoli. Jika dibentangkan dindingnya, luasnya mencapai 70 m2 pada

orang dewasa normal.

Saat proses difusi, terjadi pertukaran gas antara oksigen dan karbon dioksida secara

simultan. Saat difusi pada inspirasi, oksigen akan masuk ke dalam kapiler paru dan saat

ekspirasi karbon dioksida akan dilepaskan kapiler paru ke alveoli untuk dibuang ke atmosfer.

Proses pertukaran gas tersebut terjadi karena perbedaan tekanan parsial oksigen dan

karbondioksida antara alveoli dan kapiler paru.

Volume gas yang berdifusi melalui membran respirasi per menit untuk setiap perbedaan

tekanan sebesar 1 mmHg disebut dengan kapasitas difusi. Kapasitas difusi oksigen dalam

keadaan istirahat sekitar 230 ml/menit. Saat aktivitas meningkat, kapasitas difusi ini juga

meningkat karena jumlah kapiler aktif meningkat disertai dilatasi kapiler yang menyebabkan

luas permukaan membran difusi meningkat. Kapasitas difusi karbon dioksida saat istirahat

adalah 400-450 ml/menit. Saat melakukan aktivitas seperti bekerja, volume gas yang

berdifusi meningkat menjadi 1200-1500 ml/menit.

Difusi dipengaruhi oleh:

1. Ketebalan membran respirasi

2. Koefisien difusi

3. Luas permukaan membran respirasi

30

Page 31: Tugas Terstruktur Respiratory

4. Perbedaan tekanan parsial

3. Transportasi

Setelah difusi, terjadi proses transportasi oksigen ke sel-sel yang membutuhkan melalui

darah dan pengangkutan karbon dioksida sebagai sisa metabolisme ke kapiler paru. Sekitar

97 - 98,5% oksigen ditransportasikan dengan cara berikatan dengan hemoglobin menjadi

oksihaemoglobin (HbO2), sisanya larut dalam plasma. Sekitar 5- 7 % karbon dioksida larut

dalam plasma, 23 – 30% berikatan dengan hemoglobin menjadi karbaminahaemoglobin

(HbCO2), dan 65 – 70% dalam bentuk ion bikarbonat atau HCO3-.

Gambar 23. Struktur hemoglobin

Sumber: Murray, 2009

Saat istirahat, lima mililiter oksigen ditransportasikan oleh seratus mililiter darah setiap

menit. Jika curah jantung 5000 ml/menit, jumlah oksigen yang diberikan ke jaringan sekitar

250 ml/menit. Saat olahraga berat, transportasi oksigen dapat meningkat 15 – 20 kali lipat.

Transportasi gas dipengaruhi oleh:

1. Cardiac Output

2. Jumlah eritrosit

3. Aktivitas

4. Hematokrit darah

31

Page 32: Tugas Terstruktur Respiratory

Setelah transportasi, terjadilah difusi gas pada sel atau jaringan. Difusi gas pada sel atau jaringan

terjadi karena tekanan parsial oksigen (PO2) intrasel selalu lebih rendah dari PO2 kapiler karena O2 dalam

sel selalu digunakan oleh sel. Sebaliknya tekanan parsial karbondioksida (PCO2) intrasel selalu lebih tinggi

karena CO2 selalu diproduksi oleh sel sebagai sisa metabolisme.

Sebelum inspirasi dimulai, otot-otot pernapasan dalam keadaan lemas, tidak ada udara yang

mengalir, dan tekanan intraalveolus setara dengan tekanan atmosfer. Otot inspirasi utama-otot yang

berkontraksi untuk melakukan inspirasi sewaktu bernapas tenang-adalah diafragma dan otot interkostal

eksternal. Pada awitan inspirasi, otot-otot ini dirangsang untuk berkontraksi sehingga rongga thoraks

membesar. Otot inspirasi utama adalah diafraghma, suatu lembaran otot rangka yang membentuk lantai

rongga thoraks dan disarafi oleh saraf frenikus. Diafragma dalam keadaan lemas berbentuk kubah yang

menonjol ke atas ke rongga thoraks, ketika berkontraksi (pada stimulasi oleh saraf frenikus), diafragma

turun dan memperbesar volume rongga thoraks dengan meningkatkan ukuran vertikal (atas ke bawah).

Dinding abdomen, jika melemas, menonjol keluar sewaktu inspirasi karena diafragma yang turun

menekan isi abdomen ke bawah dan ke depan. Tujuh puluh lima persen pembesaran rongga thoraks

sewaktu bernapas tenang dilakukan oleh kontraksi diafragma.

Dua set otot interkostal terletak antara iga-iga. Otot interkostal eksternal terletak di atas otot

interkostal internal. Kontraksi otot interkostal eksternal yang serat-seratnya berjalan ke bawah dan depan

antara dua iga yang berdekatan, memperbesar rongga thoraks dalam dimensi lateral (sisi ke sisi) dan

anteroposterior (depan ke belakang). Ketika berkontraksi otot interkostal eksternal mengangkat iga dan

selanjutnya sternum ke atas dan ke depan. Saraf interkostal mengaktifkan otot-otot interkostal ini.

Sebelum inspirasi, pada akhir ekspirasi sebelumnya, tekanan intra-alveolus sama dengan tekanan

atmosfer, sehingga tidak ada udara mengalir masuk atau keluar paru. Sewaktu rongga thoraks

membesar, paru juga dipaksa mengembang untuk mengisi rongga thoraks yang lebih besar. Sewaktu

paru membesar, tekanan infra-alveolus turun karena jumlah molekul udara yang sama kini menempati

volume paru yang lebih besar. Pada gerakan inspirasi biasa, tekanan intra-alveolus turun 1 mm Hg

menjadi 759 mm Hg. Karena tekanan intra-alveolus sekarang lebih rendah daripada tekanan atmosfer

maka udara mengalir ke dalam paru mengikuti penurunan gradien tekanan dari tekanan tinggi ke

tekanan rendah. Udara terus masuk ke paru sampai tudak ada lagi gradien-yaitu, sampai tekanan intra-

alveolus setara dengan tekanan atmosfer. Karena itu, ekspansi paru tidak disebabkan oleh udara

masukke dalam paru; udara mengalir ke dalam paru karena turunnya tekanan infra-alveolus yang

ditimbulkan oleh ekspansi paru.

32

Page 33: Tugas Terstruktur Respiratory

Inspirasi dalam (lebih banyak udara dihirup) dapat dilakukan dengan mengontraksikan otot

diafragma dan otot interkostal eksternal secara lebih kuat dan dengan mengaktifkan otot inspirasi

tambahan (aksesorius) untuk semakin memperbesar rongga thoraks. Kontraksi otot-otot tambahan ini,

yang terletak di leher, mengangkat sternum dan dua iga pertama, memperbesar bagian atas rongga

thoraks. Dengan semakin membesarnya volume rongga thoraks dibandingkan dengan keadaan istirahat

maka paru juga semakin mengembang, menyebabkan tekanan intra-alveolus semakin turun. Akibatnya,

terjadi peningkatan aliran masuk udara sebelum tercapai keseimbangan dengan tekanan atmosfer; yaitu,

tercapai pernapasan yang lebih dalam. (Sherwood,2011)

Pada akhir inspirasi, otot inspirasi melemas. Diafragma mengambil posisi aslinya yang seperti

kubah ketika melemas. Ketika otot interkostal eksternal melemas, sangkar iga yang sebelumnya

terangkat turun karena gravitasi. Tanpa gaya-gaya yang menyebabkan ekspansi dinding dada (dan

karenanya, ekspansi paru) maka dinding dada dan paru yang semula teregang mengalami recoil ke

ukuran prainspirasinya karena sifat-sifat elastiknya, seperti balon teregang yang dikempiskan. Sewaktu

paru kembali mengecil, tekanan intra-alveolus meningkat, karena jumlah molekul udara yang lebih

banyak yang semula terkandung di dalam volume paru yang besar pada akhir inspirasi kini

termampatkan ke dalam volume yang lebih kecil. Pada ekspirasi biasa, tekanan intraalveolus meningkat

sekitar 1 mmHg di atas tekanan atmosfer menjadi 761 mm Hg. Udara kini meninggalkan paru menuruni

gradien tekanannya dari tekanan intra-alveolus yang lebih tinggi ke tekanan atmosfer yang lebih rendah.

Aliran keluar udara berhenti ketika tekana intraalveolus menjadi sama dengan tekanan atmosfer dan

gradien tekanan tidak ada lagi. (Sherwood,2011)

Hemoglobin adalah suatu protein alloterik yang terdiri atas heme yang mengikat protein globin.

Hb memiliki empat polipeptida, yakni α1,α2,β1,β2. Setiap polipeptida dapat mengikat satu molekul O2

sehingga setiap hemoglobin dapat mengikat sampai empat molekul O2. Reaksi pengikatan ini bersifat

reversibel sehingga ketika darah sampai pada jaringan, O2 dapat dilepaskan dan digunakan oleh sel yang

membutuhkan.

Hemoglobin juga dapat digunakan untuk mengikat CO2, namun afinitasnya lebih rendah

ketimbang dengan O2 karena CO2 dapat larut dalam air sehingga sebagian besar akan terdistribusi lewat

plasma darah. Pengikatan CO2 menjadi carbaminohemoglobin hanya akan terjadi saat terjadi

peningkatan PCO2, misalnya pada jaringan. Sekitar 70% CO2 dalam tubuh didistribusikan dalam bentuk

ion bikarbonat (HCO3-). Hal ini terjadi karena saat CO2 memasuki plasma darah, ia akan bereaksi dengan

33

Page 34: Tugas Terstruktur Respiratory

air dengan katalis enzim carbonic anhydrase dengan mekanisme sebagai berikut.

Gambar 24. Mekanisme pengikatan karbon dioksida dengan hemoglobin

Sumber: Murray, 2009

Ion hidrogen yang dilepaskan akan menurunkan kadar pH darah dari 7,41 hingga 7,37.

Penurunan pH darah ini kemudian akan menurunkan afinitas Hb terhadap O2, sehingga jumlah O2 yang

dilepaskan akan meningkat, bgitu pula dengan konsentrasi deoxyhemoglobin. Dengan demikian, reaksi di

bawah akan bergeser ke arah kiri.

O2 bebas kemudian akan berdifusi masuk ke dalam sitoplasma dan digunakan sel sebagai bahan

pembakaran energi. Peningkatan PCO2 akan menstimulasi deoxyhemoglobin yang meningkat kemudian

berikatan dengan CO2 yang meningkat sebagai sisa respirasi sel menjadi carbaminohemoglobin.

Pada alveolar, kadar CO2 dalam darah telah meningkat akibat akumulasi dari sisa metabolit

seluruh sel-sel tubuh. Sementara kadar O2 dalam alveolus tinggi dan O2 berdifusi ke pembuluh darah. Hal

ini mengakibatkan ikatan Hb-H akan terlepas dan Hb dapat mengikat O2. Sementara ion H yang terlepas

akan berikatan dengan HCO3- membentuk H2CO3 yang kemudian terurai menjadi H2O dan CO2. CO2

kemudian akan berdifusi ke alveolus dan dikeluarkan oleh sistem pernapasan. Pada saat ini, pH darah

naik kembali dari 7,37 hingga 7,41.

Gambar 25. Pengaturan respirasi perifer dan sentral

34

Page 35: Tugas Terstruktur Respiratory

Sumber: Tortora, 2009

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa perubahan pH darah berbanding terbalik

dengan kadar CO2 dalam darah. Apabila PCO2 darah tinggi, maka pH darah akan turun dan menjadi lebih

asam. Sedangkan apabila PCO2 darah rendah, maka pH darah akan naik dan menjadi lebih basa. Hal

inilah yang mendasari pengaturan respirasi melalui khemoreseptor baik perifer ataupun sentral.

Khemoreseptor perifer sistem respirasi berada pada glomus aortikum (pada arcus aorta) dan glomus

karotikum (pada percabangan a. Karotis komunis). Keduanya akan terstimulus akibat peningkatan PCO2

darah/penurunan pH darah, dan mengakibatkan ventilasi meningkat. Khemoreseptor sentral sistem

respirasi berada pada regio ventral dari medulla oblongata. Reseptor ini akan terstimulus dengan adanya

peningkatan kadar ion H/penurunan pH LCS akibat peningkatan PCO2 dalam darah yang mengakibatkan

terjadinya reaksi berikut.

Gambar 26. Mekanisme pengikatan karbon dioksida dengan hemoglobin

Sumber: Murray, 2009

Stimulus pada reseptor ini akan mengakibatkan peningkatan ventilasi. Peningkatan ventilasi

bertujuan agar banyak CO2 yang dapat dilepaskan, sehingga terjadi penurunan PCO2 darah dan pH darah

35

Page 36: Tugas Terstruktur Respiratory

dapat kembali normal.

Pada kondisi tertentu, misalnya pada orang yang mengalami hipoventilasi, terjadi penumpukan

CO2 dalam darah, sehingga mengakibatkan penurunan pH darah secara berlebihan yang disebut asidosis

respiratorik. Apabila yang terjadi adalah hal sebaliknya, seperti hiperventilasi akibat stres fisik atau nyeri

hebat, terjadi alkalosis respiratorik akibat penurunan PCO2 yang menyebabkan peningkatan pH darah

melebihi normal. Namun, kondisi ini biasanya dapat diimbangi oleh tubuh (self-correct).

DAFTAR PUSTAKA

36

Page 37: Tugas Terstruktur Respiratory

Eroschenko, Victor P. 2010. Atlas Histologi diFiore dengan Korelasi Fungsional. Jakarta: EGC.

Guyton, Arthur C. & John E. Hall. 2006. Textbook of Medical Physiology 11th edition. Philadelphia:

Elsevier Inc.

Koolman, J. & K. H. Roehm. 2005. Color Atlas of Biochemistry 2nd edition. Stuttgart: Thieme

Martini, Frederic H., Judi L. Nath, Edwin F. Bartholomew. 2012. Fundamentals of Anatomy and

Physiology. Ninth Edition. San Fransisco: Pearson Education, Inc.

Murray, Robert K. 2009. Biokimia Harper. Jakarta: EGC.

Netter, Frank H. 2011. Atlas Anatomi Manusia Edisi 5. Singapura: Saunders.

Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia Dari Sistem ke Sistem. Jakarta: EGC.

Snell, Richard. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta: EGC.

Sobotta. 2012. Atlas Anatomi Manusia: Organ-organ Dalam Edisi 23. Jakarta: EGC.

Tortora, Gerard J. & Bryan Derrickson. 2009. Principles of Anatomy and Physiology 12th edition. New

Jersey: John Wiley & Sons, Inc.

Yogiantoro. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu

Penyakit Dalam FKUI.

37


Top Related