Download - Tugas Pengendalian Polusi Udara
MAKALAH PENGENDALIAN POLUSI KENDARAAN
DAMPAK PERKEMBANGAN TRANSPORTASI TERHADAP
PENCEMARAN UDARA
Disusun oleh :
1. Catur Apriyadi 09504241021
2. M. Ardhiansyah 09504241022
3. Agus Dwi P. 09504241023
4. Ruslianto 09504241024
5. Dwi Triyanto 09504241025
6. Rochmat Hajiantoko 09504241026
7. Anjar Tri Witoko 09504241027
8. Waskoto Abid H. 09504241028
9. Budi Santoso 09504241029
PENDIDIKAN TEKNIK OTOMOTIF
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2011
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pertumbuhan pembangunan dan globalisasi disamping memberikan dampak positif,
tetapi disisi lain akan memberikan dampak negatif. Salah satunya berupa pencemaran udara
dan kebisingan. Baik yang terjadi didalam ruangan (indoor) maupun di luar ruangan
(outdoor) yang dapat membahayakan kesehatan manusia dan terjadinya penularan penyakit.
Pencemaran udara dewasa ini semakin menampakkan kondisi yang sangat memprihatinkan.
Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan antara lain industri,
transportasi, perkantoran, dan perumahan. Berbagai kegiatan tersebut merupakan kontribusi
terbesar dari pencemar udara yang dibuang ke udara bebas. Sumber pencemaran udara juga
dapat disebabkan oleh berbagai kegiatan alam, seperti kebakaran hutan, gunung meletus, gas
alam beracun, dan lain-lain. Dampak dari pencemaran udara tersebut adalah menyebabkan
penurunan kualitas udara, yang berdampak negatif terhadap kesehatan manusia.
Dampak pencemaran udara terhadap kesehatan dan kesejahteraan manusia serta
ekosistem telah menimbulkan kerugian ekonomi yang sangat besar. Berdasarkan data WHO
(Badan Kesehatan Dunia), akibat pencemaran udara yang sangat hebat, Indonesia
menanggung kerugian ekonomi sebesar US$ 424,3 juta pada 1990 dan meningkat menjadi
US$ 634 juta pada 2000. Data dari hasil penelitian JUDP III (Jakarta Urban Development
Project) menunjukkan biaya yang dipikul masyarakat akibat menurunnya IQ anak akibat
dampak pencemaran udara diperkirakan sebesar Rp 176 miliar pada 1990 dan diperkirakan
2005 akan meningkat menjadi Rp 254,4 miliar (diakses dari http://www.menlh.go.id/).
Dari berbagai sektor yang potensial dalam mencemari udara, pada umumnya sektor
transportasi memegang peran yang sangat besar dibandingkan dengan sektor lainnya. Di
kota-kota besar, kontribusi gas buang kendaraan bermotor sebagai sumber polusi udara
mencapai 60-70%. Sedangkan kontribusi gas buang dari cerobong asap industri hanya
berkisar 10-15%, sisanya berasal dari sumber pembakaran lain, misalnya dari rumah tangga,
pembakaran sampah, kebakaran hutan, dan lain-lain. Faktor penting yang menyebabkan
dominannya pengaruh sektor transportasi terhadap pencemaran udara perkotaan di Indonesia
antara lain:
Perkembangan jumlah kendaraan yang cepat (eksponensial)
Tidak seimbangnya prasarana transportasi dengan jumlah kendaraan yang ada
Pola lalu lintas perkotaan yang berorientasi memusat, akibat terpusatnya kegiatan-
kegiatan perekonomian dan perkantoran di pusat kota
Masalah turunan akibat pelaksanaan kebijakan pengembangan kota yang ada,
misalnya daerah pemukiman penduduk yang semakin menjauhi pusat kota
Kesamaan waktu aliran lalu lintas
Jenis, umur dan karakteristik kendaraan bermotor
Faktor perawatan kendaraan
Jenis bahan bakar yang digunakan
Jenis permukaan jalan
Siklus dan pola mengenudi (driving pattern)
Diperkirakan pencemaran udara dan kebisingan akibat kegiatan industri dan
kendaraan bermotor akan meningkat 2 kali pada tahun 2000 dari kondisi tahun 1990 dan 10
kali pada tahun 2020.
Hasil studi yang dilakukan oleh Ditjen PPM & PL, tahun 1999 pada pusat keramaian
di 3 kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Yogyakarta dan Semarang menunjukkan
gambaran sebagai berikut : kadar debu (SPM) 280 ug/m3, kadar SO2 sebesar 0,76 ppm, dan
kadar NOx sebesar 0,50 ppm, dimana angka tersebut telah melebihi nilai ambang
batas/standar kualitas udara. Hasil pemeriksaan kualitas udara disekitar stasiun kereta api dan
terminal di kota Yogyakarta pada tahun 1992 menunjukkan kualitas udara sudah menurun,
yaitu kadar debu rata-rata 699 ug/m3, kadar SO2 sebesar 0,03–0,086 ppm, kadar NOx sebesar
0,05 ppm dan kadar Hidro Karbon sebesar 0,35–0,68 ppm. Kondisi kualitas udara di Jakarta
Khususnya kualitas debu sudah cukup memprihatinkan, yaitu di Pulo Gadung rata-rata 155
ug/m3, dan Casablanca rata-rata 680 ug/m3, Tingkat kebisingan pada terminal Tanjung Priok
adalah rata-rata 74 dBA dan di sekitar RSUD Koja 63 dBA.
Hasil penelitian Balai Teknik Kesehatan Lingkungan (BTKL) Yogyakarta
menunjukkan bahwa anak jalanan, tukang parkir, pedagang kaki lima, tukang becak sopir
kendaraan umum, masyarakat yang menjadikan jalan sebagai tempat mengais rejeki,
merupakan pihak yang paling rentan terkena resiko pencemaran udara. Mereka itu sangat
rentan mengalami keracunan timbel atau timah hitam (pb), seperti mengalami sakit kepala,
mual, muntah-muntah, kejang perut. Apabila terus berlanjut, para penderita keracunan zat-zat
kimia dari polusi udara tersebut bisa menderita daya ingat menurun, gangguan penglihatan,
kerusakan otot jantung, dan susunan syaraf pusat. Hal ini bisa menjadi ancaman serius bila
dibiarkan begitu saja, bukan saja bagi lingkungan yang kita diami, lebih jauh ini bisa
mengakibatkan menurunnya derajat kesehatan masyarakat dengan berjangkitnya penyakit
saluran pernapasan akibat polusi udara (diakses dari http://dishub-diy.net/).
Untuk itu, dalam perencanaan sistem transportasi harus pula diprioritaskan untuk
menekan dampak negatifnya bagi lingkungan dengan melihat semua aspek yang ada di dalam
sistem transportasi, mulai dari perencanaan sistem transportasi, model transportasi, sarana,
pola aliran lalu lintas, jenis mesin kendaraan dan bahan bakar yang digunakan berdasarkan
prinsip hemat energi dan berwawasan lingkungan.
B. IDENTIFIKASI MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, dapat diidentifikasi
permasalahannya sebagai berikut :
1. Dampak negatif dari pembangunan dan globalisasi
2. Faktor-faktor penyebab pencemaran udara
3. Akibat perkembangan transportasi terhadap pencemaran udara
C. PEMBATASAN MASALAH
Mengingat luasnya pembahasan dampak negatif dari pembangunan dan globalisasi,
dan terbatasnya waktu serta kemampuan penyusun, maka dalam makalah ini hanya
mengambil pokok bahasan tentang akibat perkembangan transportasi terhadap pencemaran
udara khususnya transportasi darat.
D. PERUMUSAN MASALAH
Melihat pembahasan dari latar belakang masalah, identifikasi masalah dan
pembatasan masalah maka dalam makalah dirumuskan :
1. Apakah yang dimaksud dengan pencemaran udara ?
2. Bagaimana perkembangan transportasi dapat menyebabkan pencemaran udara ?
3. Bagaimana dampak pencemaran udara yang disebabkan oleh perkembangan
transportasi ?
4. Bagaimana mengurangi dan mencegah dampak pencemaran udara dari perkembangan
transportasi ?
5. Bagaimana manajemen transportasi yang mampu mengurangi dampak pencemaran
udara oleh perkembangan transprtasi ?
6. Teknologi apa yang digunakan untuk mengurangi dampak pencemaran udara?
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Pencemaran Udara
1. Pengertian Pencemaran Udara
Pada umumnya, di kota-kota besar terjadi pertambahan penduduk dan pertumbuhan
ekonomi yang amat pesat, sehingga meningkatnya tempat-tempat pemukiman, transportasi,
dan perindustrian dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia itu sendiri baik berupa sarana
dan prasarana. Selain itu, kemajuan teknologi yang dicapai oleh manusia dalam upaya untuk
meningkatkan kualitas dan kenyamanan hidupnya memberi dampak yang positif dan negatif.
Dampak negatifnya berupa kerugian bagi keseimbangan lingkungan hidup. Salah satunya
yaitu sulitnya untuk memperoleh udara berkualitas baik dan bersih. Pencemaran udara yang
terjadi merupakan masalah pencemaran lingkungan yang terberat bagi daerah perkotaan.
Akibat pencemaran udara dapat membahayakan kesehatan manusia, kelestarian tanaman dan
hewan, dapat merusak bahan-bahan, menurunkan daya penglihatan, serta menghasilkan bau
yang tidak menyenangkan (BAPEDAL, 1999).
Pencemaran udara adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan
atau komponen lain ke dalam udara dan atau berubahnya tatanan (komposisi) udara oleh
kegiatan manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas udara menjadi kurang atau tidak
dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya (KEPMEN KLH No.
02/Men-KLH/I/1988).
2. Jenis-jenis Pencemaran Udara
Jenis-jenis pencemaran udara antara lain :
Menurut bentuk : Gas, Pertikel
Menurut tempat : Ruangan (indoor), udara bebas (outdoor)
Gangguan kesehatan : Iritansia, asfiksia, anetesia, toksis
Menurut asal : Primer, sekunder
a. Bahan atau Zat pencemaran udara dapat berbentuk gas dan partikel :
Pencemaran udara berbentuk gas dapat dibedakan menjadi :
Golongan belerang terdiri dari Sulfur Dioksida (SO2), Hidrogen Sulfida (H2S) dan
Sulfat Aerosol.
Golongan Nitrogen terdiri dari Nitrogen Oksida (N2O), Nitrogen Monoksida
(NO), Amoniak (NH3) dan Nitrogen Dioksida (NO2).
Golongan Karbon terdiri dari Karbon Dioksida (CO2), Karbon Monoksida (CO),
Hidrokarbon .
Golongan gas yang berbahaya terdiri dari Benzen, Vinyl Klorida, air raksa uap.
Pencemaran udara berbentuk partikel dibedakan menjadi :
Mineral (anorganik) dapat berupa racun seperti air raksa dan timah.
Bahan organik terdiri dari ikatan hidrokarbon, klorinasi alkan, Benzen.
Makhluk hidup terdiri dari bakteri, virus, telur cacing.
b. Pencemaran udara menurut tempat dan sumbernya dibedakan menjadi dua :
Pencemaran udara bebas (Out door air pollution), Sumber Pencemaran udara bebas :
Alamiah, berasal dari letusan gunung berapi, pembusukan, dll.
Kegiatan manusia, misalnya berasal dari kegiatan industri, rumah tangga, asap
kendaraan, dll.
Pencemaran udara ruangan (In door air pollution), berupa pencemaran udara didalam
ruangan yang berasal dari pemukiman, perkantoran ataupun gedung tinggi.
c. Pencemaran udara berdasarkan pengaruhnya terhadap gangguan kesehatan
dibedakan menjadi tiga jenis :
Irintasia. Biasanya polutan ini bersifat korosif. Merangsang proses peradangan
hanya pada saluran pernapasan bagian atas, yaitu saluran pernapasan mulai dari
hidung hingga tenggorokkan. Misalnya Sulfur Dioksida, Sulfur Trioksida,
Amoniak, debu. Iritasi terjadi pada saluran pernapasan bagian atas dan juga dapat
mengenai paru-paru sendiri.
Asfiksia. Disebabkan oleh berkurangnya kemampuan tubuh dalam menangkap
oksigen atau mengakibatkan kadar O2 menjadi berkurang. Keracunan gas Karbon
Monoksida mengakibatkan CO akan mengikat hemoglobin sehingga kemampuan
hemoglobin mengikat O2 berkurang terjadilah Asfiksia. Yang termasuk golongan
ini adalah gas Nitrogen, Oksida, Metan, Gas Hidrogen dan Helium.
Anestesia. Bersifat menekan susunan syaraf pusat sehingga kehilangan kesadaran,
misalnya aeter, aetilene, propane dan alkohol alifatis.
Pencemaran udara dapat pula dikelompokkan kedalam :
Pencemar primer. Polutan yang bentuk dan komposisinya sama dengan ketika
dipancarkan, lazim disebut sebagai pencemar primer, antara lain CO, CO2,
hidrokarbon, SO, Nitrogen Oksida, Ozon serta berbagai partikel.
Pencemar Sekunder. Berbagai bahan pencemar kadangkala bereaksi satu sama lain
menghasilkan jenis pencemar baru, yang justru lebih membahayakan kehidupan.
Reaksi ini dapat terjadi secara otomatis ataupun dengan cara bantuan katalisator,
seperti sinar matahari. Pencemar hasil reaksi disebut sebagai pencemar sekunder.
Contoh pencemar sekunder adalah Ozon, formal dehida, dan Peroxy Acyl Nitrate
(PAN).
3. Pencemaran Udara Oleh Kendaraan
Meskipun pada konsentrasi normal dari udara atmosfer tidak ada kejadian yang secara
langsung memperlihatkan pengaruh, namu emisi gas buang secara umum menjadi perhatian
terhadap pencemaran. Emisi gas buang mengandung gas-gas, partikel-partikel timah dan
partikel yang terlarut serta asap hitam. Motor diesel mengemisikan lebih sedikit gas jika
dibandingkan motor bensin (juga tanpa timah). Tetapi motor diesel merupakan sumber asap
hitam, terutama apabila pemeliharaannya kurang baik. Ikatan yang pada umumnya
terkandung dalam gas buang dari kendaraan adalah :
a. Karbon dioksida
b. Uap air
c. Sisa bahan bakar
d. Ikatan organik yang dihasilkan dari bensin
e. Karbon monoksida
f. Ikatan timah
g. Partikel karbon dalam bentuk asap
Komponen-komponen tersebut karena keadaan lingkungan dapat juga membentuk suatu
ikatankedua seperti yang terjadi di Los Angeles (smog).
Pengaruh pengotoran udara terhadap kesehatan yang jelas adalah iritasi dan
pengotoran saluran pernafasan dan paru-paru. Hal tersebut dapat disebabkan oleh sulfur dan
Nox, ozone dan komponen lain. Paparan untuk waktu yang lama dapat mengakibatkan
bronkitis, gangguan paru-paru dan pneumonia. Gas buang kendaraan dapat mengakibatkan
konsentrasi timah dalam darah yang mnyebabkan penurunan kemampuan absorbsi oksigen.
Bahaya absorbsi CO dan reaksidalam hemoglobin dalam darah sudah kita ketahui. Derajat
absorbsinya tergantung kadar CO di udara. Anak-anak yang keracunan timah dapat menderita
kerusakan otak yang serius dan gangguan perkembangan mental anak. Gas buang kendaraan
juga mengandung zat-zat mutagenic dan concerogenic yang dapat mengakibatkan kanker,
khususnya jika dikombinasikan dengan rokok.
B. Permasalahan Sistem Transportasi
Permasalahan transportasi tidak terlepas dari akar permasalahannya yaitu yang
dikarenakan tidak terkendalinya pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor, serta buruknya
pelayanan sistem angkutan umum yang ada saat ini. Jumlah kendaraan bermotor saat ini jauh
melebihi kapasitas jalan yang ada. Menurut data Polda Metro Jaya, penambahan mobil baru
di Jakarta rata-rata 250 unit per hari, sedangkan sepeda motor mencapai 1.250 unit per hari.
Pada tahun 2007, jumlah kendaraan yang melaju di jalanan Jakarta yang panjangnya hanya
5.621,5 km mencapai 4 juta unit per hari. Rata-rata pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor
dalam lima tahun terakhir mencapai 9,5 % per tahun, sedangkan pertumbuhan panjang jalan
hanya 0,1 % per tahun (diakses dari http://buletin.penataanruang.netuploaddata).
Hasil kunjungan ke http://www.walhi.or.id/kampanye/cemar/udara (Anonimus)
menyatakan bahwa di Indonesia, kurang lebih 70% pencemaran udara disebabkan oleh emisi
kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang dapat
menimbulkan dampak negatif, baik terhadap kesehatan manusia maupun terhadap
lingkungan, seperti timbal/timah hitam (Pb), suspended particulate matter (SPM), oksida
nitrogen (NOx), hidrokarbon (HC), karbon monoksida (CO), dan oksida fotokimia (Ox).
Kendaraan bermotor menyumbang hampir 100% timbal, 13-44% suspended particulate
matter (SPM), 71-89% hidrokarbon, 34-73% NOx, dan hampir seluruh karbon monoksida
(CO) ke udara Jakarta. Sumber utama debu berasal dari pembakaran sampah rumah tangga
yang mencakup 41% dari sumber debu di Jakarta. Sektor industri merupakan sumber utama
dari sulfur dioksida. Di tempat-tempat padat di Jakarta, konsentrasi timbal bisa mencapai 100
kali dari ambang batas. Sementara itu, laju pertambahan kendaraan bermotor di Jakarta
mencapai 15% per tahun sehingga pada tahun 2005 diperkirakan jumlah kendaraan bermotor
di Jakarta mencapai 2,8 juta kendaraan. Seiring dengan laju pertambahan kendaraan
bermotor, maka konsumsi bahan bakar juga akan mengalami peningkatan dan berujung pada
bertambahnya jumlah pencemar yang dilepaskan ke udara.
Sektor transportasi mempunyai ketergantungan yang tinggi terhadap sumber energi.
Seperti diketahui penggunaan energi inilah yang terutama menimbulkan dampak terhadap
lingkungan. Hampir semua produk energi konvensional dan rancangan motor bakar yang
digunakan dalam sektor transportasi masih menyebabkan dikeluarkannya emisi pencemar ke
udara. Penggunaan BBM (Bahan Bakar Minyak) bensin dalam motor bakar akan selalu
mengeluarkan senyawa-senyawa seperti CO (karbon monoksida), THC (total hidro karbon),
TSP (debu), NOx (oksida-oksida nitrogen) dan SOx (oksida-oksida sulfur). Premium yang
dibubuhi TEL, akan mengeluarkan timbal. Solar dalam motor diesel akan mengeluarkan
beberapa senyawa tambahan di samping senyawa tersebut di atas, yang terutama adalah
fraksi-fraksi organik seperti aldehida, PAH (Poli Alifatik Hidrokarbon), yang mempunyai
dampak kesehatan yang lebih besar (karsinogenik), dibandingkan dengan senyawa-senyawa
lainnya.
Kualitas bahan bakar berpengaruh terhadap kualitas emisi. Kendaraan bermotor dan
kegiatan industri merupakan salah satu sumber pencemaran udara. BBM berupa bensin
bertimbal dan solar dengan kandungan belerang tinggi menyebabkan pembakaran dalam
mesin tidak sempurna. Hasil pembakaran tersebut berupa polutan yaitu CO, HC, SO2, NO2,
dan partikulat. Sejak Juni 2007, Indonesia telah bebas dari bensin bertimbal, sementara
kandungan belerang dalam solar belum sepenuhnya rendah, khususnya solar 48. Sebagain
besar industri di Indonesia mengunakan bahan bakar Marine Fuel Oil (MFO) dibandingkan
High Speed Diesel (HSD), minyak tanah, dan Industrial Diesel Oil (IDO). Kandungan
belerang dalam MFO di Indonesia lebih tinggi dibandingkan HSD, minyak tanah, dan IDO
menyebabkan MFO menghasilkan polutan SO2 lebih tinggi dibandingkan bahan baker
lainnya.
Selain itu permasalahan transportasi juga muncul dari sistem manajemen transportasi
yang belum baik, antara lain kurang memadainya angkutan masal menyebabkan pemakaian
kendaraan pribadi meningkat. Di samping itu, manajemen lalu lintas yang belum baik antara
lain ditandai dengan meningkatnya kemacetan. Meningkatnya penggunaan kendaraan pribadi
dan kemacetan yang timbul menyebabkan meningkatnya emisi gas buang.
C. Mencegah Pencemaran Yang Ditimbulkan Oleh Transportasi
Masalah kemacetan dan polusi (pencemaran) dari sistem transportasi darat memang
merupakan problema yang sulit dicari solusinya. Kota-kota di Indonesia, bahkan kota-kota di
dunia pun juga mengalami kesulitan dalam upaya mengurangi kemacetan dan menekan kadar
polusi udara dari kendaraan bermotor. Untuk itu, perencanaan sistem transportasi haruslah
menjadi prioritas dalam upaya menanggulangi hal tersebut, terutama dalam menekan dampak
negatif bagi lingkungan. Dampak sektor transportasi terhadap lingkungan perlu dikendalikan
dengan melihat semua aspek yang ada di dalam sistem transportasi, mulai dari perencanaan
sistem transportasi, model transportasi, sarana, pola aliran lalu lintas, jenis mesin kendaraan
dan bahan bakar yang digunakan. Dampak negatif dari masalah sistem transportasi ini adalah
tingginya kadar polutan akibat emisi dari asap kendaraan bermotor. Hal ini bisa menjadi
ancaman serius bila dibiarkan begitu saja, bukan saja bagi lingkungan yang kita diami, lebih
jauh ini bisa mengakibatkan menurunnya derajat kesehatan masyarakat dengan berjangkitnya
penyakit saluran pernapasan akibat polusi udara.
Pengendalian pencemaran udara adalah upaya pencegahan dan penanggulangan
pencemaran, serta pemulihan mutu udara dengan melakukan inventarisasi mutu udara
ambien, pencegahan sumber pencemar, baik dari sumber bergerak maupun tidak bergerak.
Upaya-upaya yang dilakukan oleh pemeritah pusat antara lain:
1. Penetapan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pencemaran udara seperti
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran
Udara.
2. Penentuan pengelola pengawasan dan penanggungjawab pengendalian pencemaran udara
serta dampaknya, yaitu:
a. Kementerian Negara Lingkungan Hidup bertanggungjawab terhadap regulasi emisi
dan pemantauan dampak lingkungan yang terjadi.
b. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral bertanggungjawab terhadap
pengawasan dan pengendali mutu bahan bakar.
c. Departemen Perindustrian bertanggungjawab mengawasi produk komponen
kendaraan yang ramah lingkungan dan mengawasi dan sertifikasi bengkel dalam
rangka meningkatkan kualitas udara di perkotaan.
d. Departemen Perhubungan bertanggungjawab pengujian tipe untuk kendaraan
bermotor produksi baru termasuk uji emisi gas buang dan pengadaan dan
pemasangan converter kit.
e. Pemerintah Daerah bertanggungjawab terhadap pengujian kendaraan bermotor yang
sedang berjalan.
3. Melaksanakan kegiatan pengendalian pencemaran udara antara lain dengan pencanangan
Program Langit Biru yaitu : Menetapkan regulasi tentang Ambang Batas Emisi Gas
Buang Kendaraan Bermotor baik yang sedang diproduksi maupun kendaraan lama.
Regulasi ini mengacu kepada standar emisi kendaraan EURO-II yang mensyaratkan
bahwa kandungan timbal dan sulfur dalam bahan bakar bensin adalah di bawah angka
500 ppm (parts per-million).
D. Penataan Manajemen Trasportasi
a. Perencanaan sistem transportasi
Pada dasarnya pemilihan model transportasi ditentukan dengan mempertimbangkan
salah satu persyaratan pokok, yaitu pemindahan barang dan manusia dilakukan dalam jumlah
yang terbesar dan jarak yang terkecil. Transportasi massal merupakan pilihan yang lebih baik
dibandingkan dengan transportasi individual. Dengan mengurangi jumlah sarana transportasi
(kendaraan) sekecil mungkin dan dalam waktu tempuh yang sekecil mungkin akan diperoleh
efisiensi yang tertinggi, sehingga pemakaian total energi per penumpang akan sekecil
mungkin, dan intensitas emisi pencemar yang dikeluarkan akan berkurang.
Aspek perencanaan perkotaan dan sistem transportasi akan menjadi faktor generik
dampak yang umumnya timbul, khususnya penggunaan energi, pencemaran udara, termasuk
dalam mengurangi tingkat kemacetan lalu lintas. Selama aspek sistem transportasi yang
memadai dan sesuai terlaksana dalam konteks perencanaan kota melalui manajemen
transportasi efisiensi energi dan pencegahan dampak bagi lingkungan dapat dilakukan.
Dengan demikian, dalam mencapai sistem transportasi yang hemat energi, diperlukan terlebih
dahulu upaya proaktif dalam perencanaan yang menjamin bahwa sistem transportasi yang
direncanakan sesuai dengan tata ruang dan perencanaan kota, dalam cakupan waktu tertentu.
Keadaan yang banyak ditemui sekarang di kota-kota besar Indonesia, umumnya timbul
karena tidak serasi lagi antara program perencanaan tata kota dengan sistem transportasi yang
ada, terutama akibat gejala urbanisasi yang jauh di luar perkiraan semula.
Dalam keadaan ini, umumnya upaya remedial sistem transportasi yang diterapkan
lebih banyak bertujuan memecahkan masalah yang timbul sekarang dan berjangka panjang,
tanpa integrasi yang sesuai dengan perencanaan kotanya. Tanpa perbaikan mendasar pada
aspek perencanaan sistem transportasi secara menyeluruh, masalah sporadik yang timbul
beserta implikasi dampaknya tak akan dapat terpecahkan dengan tuntas.
Perencanaan sistem transportasi yang kurang matang, bisa menimbulkan berbagai
permasalahan, diantaranya kemacetan dan tingginya kadar polutan udara akibat berbagai
pencemaran dari asap kendaraan bermotor. Dampak yang dirasakan akibat menurunnya
kualitas udara perkotaan adalah adanya pemanasan kota akibat perubahan iklim, penipisan
lapisan ozon secara regional, dan menurunnya kualitas kesehatan masyarakat yang ditandai
terjadinya infeksi saluran pencernaan, timbulnya penyakit pernapasan, adanya Pb (timbal)
dalam darah, dan menurunnya kualitas air bila terjadi hujan (hujan asam).
Polutan yang ada di udara, seperti gas buangan CO (karbon monoksida) lambat laun
telah memengaruhi komposisi udara normal di atmosfer. Hal ini dapat memengaruhi kondisi
lingkungan dengan adanya dampak perubahan iklim. Ketidakpastian masih banyak dijumpai
dalam “model prediktif” yang ada sekarang, antara lain mengenai respons alam terhadap
kenaikan temperatur bumi sendiri, serta disagregasi perubahan iklim global ke tingkat
regional, dan sebagainya. Dalam sebuah bukunya tentang pencemaran udara (2001), Dr, Ir.
Moestikahadi Soedomo, M.Sc, DEA, menyebutkan tentang pengaruh pencemaran udara bagi
lingkungan, khususnya bagi terjadinya pemanasan global dalam setengah abad mendatang
diperkirakan akan meliputi kenaikan permukaan laut, perubahan pola angin, penumpukan es
dan salju di kutub. Selain itu juga akan terjadi peningkatan badai atmosferik, bertambahnya
populasi dan jenis organisme penyebab penyakit dan dampaknya terhadap kesehatan
masyarakat, perubahan pola curah hujan, dan perubahan ekosistem hutan, daratan serta
ekosistem lainnya.
Adapun dampak negatif bagi kesehatan masyarakat, diketahui kontak antara manusia
dengan CO, misalnya, pada konsentrasi yang relatif rendah, yakni 100 ppm (mg/lt) akan
berdampak pada gangguan kesehatan. Hal ini perlu diketahui terutama dalam hubungannya
dengan masalah lingkungan karena konsentrasi CO di udara umumnya memang kurang dari
100 ppm. Senyawa CO dapat menimbulkan reaksi pada hemoglobin (Hb) dalam darah.
Adapun faktor penting yang menentukan pengaruh COHb terdapat dalam darah, makin tinggi
persentase hemoglobin yang terikat dalam bentuk COHb, semakin fatal pengaruhnya
terhadap kesehatan manusia.
b. Sistem transportasi ramah lingkungan
Perencanaan sistem transportasi harus disertai dengan pengadaan prasarana yang
sesuai dan memenuhi persyaratan dan kriteria transportasi antara lain volume penampungan,
kecepatan rata-rata, aliran puncak, keamanan pengguna jalan. Selain itu harus juga memenuhi
persyaratan lingkungan yang meliputi jenis permukaan, pengamanan penghuni sepanjang
jalan, kebisingan, pencemaran udara, penghijauan, dan penerangan. Dalam mencapai sistem
transportasi yang ramah lingkungan dan hemat energi, persyaratan spesifikasi dasar prasarana
jalan yang digunakan sangat menentukan. Permukaan jalan halus, misalnya, akan mengurangi
emisi pencemaran debu akibat gesekan ban dengan jalan. Tabir akustik atau tunggul tanah
dan jalur hijau sepanjang jalan raya akan mereduksi tingkat kebisingan lingkungan
pemukiman yang ada di sekitar dan sepanjang jalan, dan juga akan mengurangi emisi
pencemar udara keluar batas jalan kecepatan tinggi.
Dalam konteks ini, untuk mencapai sistem transportasi darat tersebut, ada beberapa
hal yang perlu dijalankan, di antaranya;
a. Rekayasa lalu lintas.
Rekayasa lalu lintas khususnya menentukan jalannya sistem transportasi yang
direncanakan. Penghematan energi dan reduksi emisi pencemar dapat dioptimalkan secara
terpadu dalam perencanaan jalur, kecepatan rata-rata, jarak tempuh per kendaraan per tujuan
(vehicle mile trip dan passenger mile trip), dan seterusnya. Pola berkendara (driving
pattern/cycle) pada dasarnya dapat direncanakan melalui rekayasa lalu lintas.
Data mengenai pola dan siklus berkendaraan yang tepat di Indonesia belum tersedia
hingga saat ini. Dalam perencanaan, pertimbangan utama diterapkan adalah bahwa aliran lalu
lintas berjalan dengan selancar mungkin, dan dengan waktu tempuh yang sekecil mungkin,
seperti yang dapat di uji dengan model asal-tujuan (origin-destination). Dengan
meminimumkan waktu tempuh dari setiap titik asal ke titik tujuannya masing-masing akan
dapat dicapai efisiensi bahan bakar yang maksimum, dan reduksi pencemar udara yang lebih
besar.
b. Pengendalian pada sumber (mesin kendaraan).
Jenis kendaraan yang digunakan sebagai alat transportasi merupakan bagian di dalam
sistem transportasi yang akan memberikan dampak bagi lingkungan fisik dan biologi akibat
emisi pencemaran udara dan kebisingan. Kedua jenis pencemaran ini sangat ditentukan oleh
jenis dan kinerja mesin penggerak yang digunakan. Persyaratan pengendalian pencemaran
seperti yang diterapkan Amerika Serikat (AS) telah terbukti membawa perubahan-perubahan
besar dalam perencanaan mesin kendaraan bermotor yang beredar di dunia sekarang ini.
Sejak tahun 1970, bersamaan dengan krisis energi dan fenomena pencemaran udara di
Los Angeles Smog, dikeluarkan persyaratan-persyaratan yang ketat oleh pemerintah Federal
untuk mengendalikan emisi kendaraan bermotor dan efisiensi bahan bakar. Perubahan-
perubahan yang dilakukan dalam rencana mesin, meliputi pemasangan (katup) PCV palse
sistem karburasi, sistem pemantikan yang memungkinkan pembakaran lebih sempurna,
sirkulasi uap bahan bakar minyak (BBM) untuk mengurangi emisi tangki BBM, dan after
burner untuk menurunkan emisi. Sedangkan teknologi retrofit disyaratkan dengan
pemasangan alat Retrofit Catalitic Converter untuk mereduksi emisi HC dan NOX dan debu
(TSP). Teknologi ini membawa implikasi yang besar terhadap sistem BBM, karena TEL
tidak dapat lagi ditambahkan dalam BBM.
c. Energi transportasi
Besarnya intensitas emisi yang dikeluarkan kendaraan bermotor selain ditentukan
oleh jenis dan karakteristik mesin, juga sangat ditentukan oleh jenis BBM yang digunakan.
Seperti halnya penggunaan LPG, akan memungkinkan pembakaran sempurna dan efisiensi
energi yang tinggi. Selain itu dalam rangka upaya pengendalian emisi gas buang, bila
peralatan retrofit digunakan, diperlukan syarat bahan bakar, khusus yaitu bebas timbal.
E. Teknologi Penanggulangan Emisi dari Kendaraan
Secara sekilas teknologi penanggulangan emisi dari mesin dapat dikategorikan
menjadi dua bagian besar yaitu pengurangan emisi metoda primer dan pengurangan emisi
metoda sekunder. Untuk pengurangan emisi metoda primer adalah sebagai berikut:
Berdasarkan bahan bakar :
Penggunaan bahan bakar yang rendah Nitrogen dan Sulfur termasuk penggunaan non
fossil fuel
Penggalangan penggunaan Non Petroleum Liquid Fuels
Penggunaan angka cetan yang tinggi bagi motor diesel dan angka oktan bagi motor
bensin
Penggunaan bahan bakar Gas
Penerapan teknologi emulsifikasi (pencampuran bahan bakar dengan air atau lainnya)
Berdasarkan Perlakuan Udara :
Penggunaan teknologi Exhaust Gas Recirculation (EGR)
Pengaturan temperature udara yang masuk pada motor
Humidifikasi
Berdasarkan Proses Pembakaran :
Modifikasi pada pompa bahan bakar dan sistem injeksi bahan bakar
Pengaturan waktu injeksi bahan bakar
Pengaturan ukuran droplet dari bahan bakar yang diinjeksikan
Injeksi langsung air ke dalam ruang pembakaran
Sementara itu pengurangan emisi metoda sekunder adalah :
Penggunaan Selective Catalytic Reduction (SCR)
Penerapan teknologi Sea Water Scrubber untuk aplikasi di kapal
Penggunaan katalis magnet yang dipasang pada pipa bahan bakar
Penggunaan katalis pada pipa gas buang kendaraan bermotor
BAB III
KESIMPILAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Permasalahan lingkungan yang kerap mengancam kota-kota besar di Indonesia saat
ini adalah pencemaran udara terutama yang bersumber dari emisi kendaraan bermotor.
Sebagai wilayah dengan kepadatan penduduk dan intensitas ekonomi yang cukup tinggi
sekaligus sebagai pusat kegiatan industri membutuhkan suatu menejemen transportasi yang
bagus dan moda transportasi masal yang memadai.
Penurunan kualitas udara ambien terutama di kota-kota besar Indonesia telah menjadi
masalah yang membutuhkan penanganan serius mengingat sudah pada tingkatan yang dapat
menganggu kesehatan masyarakat. Penurunan kualitas udara terjadi karena emisi yang masuk
ke udara ambien melebihi daya dukung lingkungan. Lingkungan tidak mampu menetralisir
pencemaran yang terjadi.
B. SARAN
Pencegahan pencemaran udara meliputi upaya-upaya untuk mencegah terjadinya
pencemaran udara dengan cara:
a. Penetapan baku mutu udara ambien, baku mutu emisi sumber tidak bergerak, baku tingkat
gangguan, ambang batas emisi gas buang dan kebisingan kendaraan bermotor
b. Penetapan kebijakan pengendalian pencemaran udara meliputi kebijakan teknis dan
operasional, program kerja daerah
DAFTAR PUSTAKA
http://buletinlitbang.dephan.go.id/index.asp?mnorutisi=8&vnomor=7
http://dishub-diy.net/berita/perhubungan/164-mengelola-masalah-transportasi-dan-
dampaknya-bagi-lingkungan-
http://walhijabar.wordpress.com/2007/12/31/sistem-transportasi-dan-dampak-bagi-
lingkungan/
direktorat bina sistem lalu lintas dan angkutan kota direktorat jenderal perhubungan darat.
Sistem transportasi kota. Jakarta : 1998
http://www.walhi.or.id/kampanye/cemar/udara