Transcript
Page 1: TUGAS MANDIRI STRUKUR HEWAN

TUGAS INDIVIDU

LAPORAN STRUKTUR HEWAN

JANGKRIK KALUNG (Gryllus bimaculatus)

Dosen:

Sekarwati Sukkmaningrasa, M.Si

Oleh:

Nama : Vega Lyndie Fatimah

NIM : 1147020072

Kelas : Biologi 2B

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI

BANDUNG

2015

Page 2: TUGAS MANDIRI STRUKUR HEWAN

BAB I

PENDAHULUAN

A. Tujuan

1. Untuk mengetahui struktur morfologi jangkrik.

2. Untuk mengetahui siklus hidup dan reproduksi jangkrik.

B. Dasar Teori

Menurut Jannah (2000) klasifikasi jangkrik kalung adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Phylum : Arthopoda

Class : Insecta

Ordo : Orthoptera

Sub Ordo : Ensifera

Family : Gryllidae

Sub Family :Gryllinae

Genus : Gryllids

Species : Gryllus bimaculatus

Menurut Paimin et al. (1999), tercatat kurang lebih ada 123 jenis jangkrik di

Indonesia. Jangkrik yang biasa dibudidayakan peternak antara lain jangkrik kalung

(G. bimaculatus), jangkrik cliring (G. mitratus), dan jangkrik cendawang (G.

testacius) (Widiyaningrum, 2001).

Borror et al. (1992) menyatakan bahwa jangkrik kalung termasuk filum

Arthropoda, subfilum Atelocerata, kelas Hexapoda (Insekta), ordo Orthoptera,

subordo Ensifera, famili Gryllidae dan genus Gryllus.

Jangkrik kalung memiliki siklus hidup pendek, daya tetas telur tinggi,

pertumbuhan cepat dan konversi pakan rendah, serta memiliki kulit tubuh lebih

lunak sehingga lebih disukai burung dan satwa pemakan serangga lainnya.

Pembawaan dari spesies jangkrik ini tenang, tidak nervous, kerikannya nyaring,

lebih agresif dari spesies lainnya dan suka berkelahi sehingga dikenal sebagai

jangkrik aduan (Widiyaningrum, 2001).

Page 3: TUGAS MANDIRI STRUKUR HEWAN

Kepala terdiri dari mata tunggal yang tersusun dalam satu segitiga tumpul,

sepasang antena, satu mulut dan dua pasang sungut. Toraks (dada) merupakan

tempat melekatnya enam tungkai dan empat sayap. Abdomen (perut) pada bagian

posterior terdiri dari ruas-ruas (Sribimawati, 1984) serta terdapat alat pencernaan

makanan, pernafasan dan reproduksi (Corey et all., 2000).

Ujung abdomen pada jantan dan betina terdapat sepasang cerci yang

panjang serta tajam dan berfungsi sebagai penerima rangsang atau pertahanan

apabila ada musuh dari belakang. Jangkrik dapat ditemui di hampir seluruh

Indonesia dan hidup dengan baik pada daerah yang bersuhu antara 20-32°C dan

kelembaban sekitar 65-80%, bertanah gembur/berpasir dan memiliki persediaan

tumbuhan semak belukar. Jangkrik hidup bergerombol dan bersembunyi dalam

lipatan-lipatan daun kering atau bongkahan tanah (Sukarno, 1999).

Jangkrik tidak selalu dapat dijumpai di alam karena hanya bermunculan

pada bulan-bulan tertentu saja yaitu pada Juni-Juli dan Nopember-Desember.

Jangkrik sulit ditemui pada bulan Januari-Mei dan Agustus-Oktober karena

jumlahnya terbatas dan bukan merupakan musim jangkrik (Paimin, 1999).

Jangkrik termasuk serangga yang mengalami metamorfosis tidak sempurna

karena tidak melewati tahapan larva dan pupa. Jangkrik merupakan serangga

ovipar, yaitu serangga muda menetas dari telur sesudah telur dikeluarkan dari

ovipositor. Siklus hidupnya dimulai dari telur kemudian menjadi jangkrik muda

(nimfa) dan melewati beberapa kali stadium instar sebelum menjadi jangkrik

dewasa (imago) yang ditandai dengan terbentuknya dua sayap (Borror et al., 1992).

Hasegawa dan Kubo (1996) menyatakan bahwa waktu yang dibutuhkan

nimfa untuk tumbuh dewasa tergantung pada cuaca, spesies dan jenis makanannya.

Page 4: TUGAS MANDIRI STRUKUR HEWAN

BAB II

METODE

A. Alat Dan Bahan

No Alat Jumlah No Bahan Jumlah

1. Kaca Lup 1 buah 1. Insecta:

Jangkrik

Kalung

(Gryllus

bimaculatus)

jantan

1 ekor

2. Kamera 1 buah 2. Insecta:

Jangkrik

Kalung

(Gryllus

bimaculatus)

1 ekor

B. Cara Kerja

Mencari dan mengumpulkan specimen

Mengamati stuktur morfologinya

Hasil

Page 5: TUGAS MANDIRI STRUKUR HEWAN

BAB III

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan

Gambar Pribadi Gambar Tangan Gambar Literatur

1

2

3

4

Gambar Jangkrik Jantan

(Dokumentasi Pribadi, 2015). Gambar Anatomi Jangkrik

(www.repvet.co.za, 2006)

1

2

3

4

Gambar Jangkrik Betina

(Dokumentasi Pribadi, 2015).

Keterangan:

1. Antena

2. Kepala

3. Sayap

4. Kaki

Page 6: TUGAS MANDIRI STRUKUR HEWAN

B. Pembahasan

1. Struktur Morfologi Jangkrik

Menurut Paimin et al. (1999), tercatat kurang lebih ada 123 jenis jangkrik di

Indonesia. Jangkrik yang biasa dibudidayakan peternak antara lain jangkrik kalung

(G. bimaculatus), jangkrik cliring (G. mitratus), dan jangkrik cendawang (G.

testacius) (Widiyaningrum, 2001). Borror et al. (1992) menyatakan bahwa jangkrik

kalung termasuk filum Arthropoda, subfilum Atelocerata, kelas Hexapoda

(Insekta), ordo Orthoptera, subordo Ensifera, famili Gryllidae dan genus Gryllus.

Jangkrik kalung memiliki kulit dan sayap luar berwarna hitam atau agak

kemerahan dan pada bagian punggung (pangkal sayap luar) terdapat garis kuning

sehingga menyerupai kalung. Jangkrik jantan dan betina dewasa dapat dibedakan

dari ada atau tidaknya ovipositor pada ujung abdomen yang mencirikan jangkrik

betina (Gambar 1). Meskipun secara umum ukuran-ukuran tubuh jangkrik jantan

lebih besar, jangkrik betina memiliki bobot badan lebih tinggi daripada jantan.

Jangkrik kalung memiliki siklus hidup pendek, daya tetas telur tinggi,

pertumbuhan cepat dan konversi pakan rendah, serta memiliki kulit tubuh lebih

lunak sehingga lebih disukai burung dan satwa pemakan serangga lainnya.

Pembawaan dari spesies jangkrik ini tenang, tidak nervous, kerikannya nyaring,

lebih agresif dari spesies lainnya dan suka berkelahi sehingga dikenal sebagai

jangkrik aduan.

Struktur tubuh dari berbagai macam spesies jangkrik dewasa sama secara

umum, hanya saja terdapat variasi pada ukuran dan warna. Morfologi tubuh

jangkrik pada umumnya terdiri dari tiga bagian, yaitu kepala, toraks, dan abdomen.

Anatomi tubuh jangkrik dapat dilihat pada Gambar 2.

Page 7: TUGAS MANDIRI STRUKUR HEWAN

Gambar 2. Anatomi Jangkrik (www.repvet.co.za, 2006)

Kepala terdiri dari mata tunggal yang tersusun dalam satu segitiga tumpul,

sepasang antena, satu mulut dan dua pasang sungut. Toraks (dada) merupakan

tempat melekatnya enam tungkai dan empat sayap. Abdomen (perut) pada bagian

posterior terdiri dari ruas-ruas serta terdapat alat pencernaan makanan, pernafasan

dan reproduksi. Ujung abdomen pada jantan dan betina terdapat sepasang cerci

yang panjang serta tajam dan berfungsi sebagai penerima rangsang atau pertahanan

apabila ada musuh dari belakang.

Jangkrik dapat ditemui di hampir seluruh Indonesia dan hidup dengan baik

pada daerah yang bersuhu antara 20-32°C dan kelembaban sekitar 65-80%,

bertanah gembur/berpasir dan memiliki persediaan tumbuhan semak belukar.

Jangkrik hidup bergerombol dan bersembunyi dalam lipatan-lipatan daun kering

atau bongkahan tanah (Sukarno, 1999).

Jangkrik tidak selalu dapat dijumpai di alam karena hanya bermunculan

pada bulan-bulan tertentu saja yaitu pada Juni-Juli dan Nopember-Desember.

Jangkrik sulit ditemui pada bulan Januari-Mei dan Agustus-Oktober karena

jumlahnya terbatas dan bukan merupakan musim jangkrik (Paimin, 1999).

2. Siklus Hidup dan Reproduksi Jangkrik

Jangkrik termasuk serangga yang mengalami metamorfosis tidak sempurna

karena tidak melewati tahapan larva dan pupa. Jangkrik merupakan serangga

ovipar, yaitu serangga muda menetas dari telur sesudah telur dikeluarkan dari

ovipositor. Siklus hidupnya dimulai dari telur kemudian menjadi jangkrik muda

(nimfa) dan melewati beberapa kali stadium instar sebelum menjadi jangkrik

dewasa (imago) yang ditandai dengan terbentuknya dua sayap.

Hasegawa dan Kubo (1996) menyatakan bahwa waktu yang dibutuhkan

nimfa untuk tumbuh dewasa tergantung pada cuaca, spesies dan jenis makanannya.

Karakteristik produksi dan reproduksi jangkrik kalung hasil penelitian

Widiyaningrum (2001) dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik Produksi dan Reproduksi Jangkrik Kalung

(Gryllus bimaculatus)

No Karakteristik Rataan

Page 8: TUGAS MANDIRI STRUKUR HEWAN

.

1

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

13

Bobot jantan dewasa (g/ekor)

Bobot betina dewasa (g/ekor)

Pertambahan bobot hidup (mg/ekor/hari)

Konsumsi (mg/ekor/hari)

Konversi pakan

Bobot badan 50 hari (mg/ekor)

Lama masa bertelur (hari)

Produksi telur (butir/ekor)

Daya tetas (%)

Produksi telur kumulatif (butir/ekor)

Mortalitas masa produktif (%)

Lama fase nimfa (hari)

Umur mencapai imago (hari)

0,86

0,88

12,50

11,19

0,89

501,47

32-36

1.375

60,23

203

35,04

50-55

55-60

Sumber: Widyaningrum (2001)

Total perkembangan yang diperlukan oleh seekor jangkrik kurang lebih 78-

105 hari (Paimin et al., 1999), atau 6-7 minggu pada suhu 32°C (Patton, 1963).

Menurut Widiyaningrum (2001), jangkrik kalung memiliki siklus hidup sampai 75-

78 hari.

a. Alat Reproduksi

Alat genital luar jangkrik betina disebut ovipositor yang berbentuk seperti

jarum dan terletak di ujung perut berfungsi untuk meletakkan telur. Jangkrik betina

mempunyai sepasang ovarium yang terletak pada punggung bagian tengah di atas

saluran pencernaan (Budi, 1999).

Jangkrik jantan memiliki sepasang testis berwarna putih krem yang terletak

di atas saluran pencernaan. Masing-masing testis terdiri dari beberapa folikel yang

berhubungan tipis memanjang ke belakang sampai mencapai saluran ejakulator.

Sepasang kelenjar asesori yang terdiri dari seminali vesicle dan pembuluh yang

berbelit cukup panjang terdapat di atas saluran ejakulator (Youdeowai, 1974). Alat

genital jantan disebut clasper yang berfungsi sebagai alat kopulasi yang

memindahkan sperma ke saluran alat genital betina (Budi, 1999).

Page 9: TUGAS MANDIRI STRUKUR HEWAN

b. Perkawinan

Sridadi dan Rachmanto (1999) menyatakan bahwa tanda-tanda jangkrik

telah birahi adalah bulu punggung tampak mengkilat dan ovipositor pada betina

telah panjang, kaku, berwarna hitam dan ujung abdomen sebelah bawah telah

berbentuk seperti kantong. Jangkrik jantan yang siap kawin memiliki tanda-tanda

sayapnya sudah lengkap, telah berumur 60 hari, sudah mengerik, suaranya keras

dan gerakannya lincah (Sukarno, 1999).

Tingkah laku kawin jangkrik diawali dengan bunyi kerikan (nyanyian)

jantan dari jauh untuk memikat betina dari spesies yang sama dan akan merespon

nyanyian tersebut. Getaran suara nyanyian ditangkap oleh selaput yang terdapat

pada kaki depan betina, kemudian dia akan mencari dan mengikuti asal suara.

Setelah bertemu dan saling mendekat, jantan dan betina akan saling meneliti muka

dan antena untuk memastikan bahwa mereka merupakan spesies yang sama.

Jangkrik jantan akan merayap dari belakang ke bawah jangkrik betina dan

meletakkan kantong kecil berwarna putih berisi sperma saat perkawinan akan

berlangsung. Ketika mereka sudah siap berkopulasi, sperma tersebut akan masuk

dan disimpan di bawah abdomen jangkrik betina untuk bertemu dengan sel telur

yang siap untuk dibuahi. Kopulasi berlangsung kira-kira seperempat jam

(Hasegawa dan Kubo, 1996).

Satu ekor jantan dapat mengawini satu sampai lima ekor betina secara ideal

(Paimin et al., 1999). mempunyai sepasang ovarium yang terletak pada punggung

bagian tengah di atas saluran pencernaan (Budi, 1999).

Jangkrik jantan memiliki sepasang testis berwarna putih krem yang terletak

di atas saluran pencernaan. Masing-masing testis terdiri dari beberapa folikel yang

berhubungan tipis memanjang ke belakang sampai mencapai saluran ejakulator.

Sepasang kelenjar asesori yang terdiri dari seminali vesicle dan pembuluh yang

berbelit cukup panjang terdapat di atas saluran ejakulator (Youdeowai, 1974). Alat

genital jantan disebut clasper yang berfungsi sebagai alat kopulasi yang

memindahkan sperma ke saluran alat genital betina (Budi, 1999).

c. Telur Jangkrik

Telur dari genus Gryllus termasuk jangkrik berbentuk seperti pisang ambon,

berwarna kuning muda bening dengan panjang rata-rata 2,5-3 mm. Bagian atas

telur terdapat tonjolan yang disebut operculum, yang merupakan tempat keluar

Page 10: TUGAS MANDIRI STRUKUR HEWAN

nimfa dari dalam telur. Kulit telur jangkrik sangat liat dan kuat, berfungsi

melindungi bagian dalam telur (Paimin et al., 1999). Profil telur jangkrik dapat

dilihat pada Gambar 3.

(a) (b)

Gambar 3. Profil Telur Jangkrik yang Diperbesar (a) dan Perkembangan Telur

Sudah Sempurna (b) (Oda dan Kubo, 1997)

Telur yang bagus berwarna kuning bening dan mengkilap. Telur yang

embrionya tumbuh ditandai dengan warna kecoklatan mengkilat dan bening

(Raharjo, 1999). Perkembangan nimfa ditandai dengan pembentukan ruas-ruas

pada tubuhnya. Ketika hampir menetas, mata majemuknya berubah menjadi coklat

(Oda dan Kubo, 1997) (Gambar 3b).

Seekor induk jangkrik kalung dapat menghasilkan 1.375 butir telur

(Widiyaningrum, 2001), sedangkan penelitian Fitriyani (2005) menghasilkan

3.154-4.128 butir telur/ekor. Produksi telur pada berbagai spesies jangkrik sangat

bervariasi karena pengaruh berbagai faktor meliputi faktor genetik dan lingkungan,

dengan proporsi 30% faktor genetik dan 70% faktor lingkungan.

Jangkrik betina memiliki kemampuan bertelur meskipun tanpa pejantan

namun telur-telur yang dihasilkan akan infertil (steril) dan tidak akan menetas.

Telur yang fertil adalah telur-telur yang dibuahi pejantan (Paimin et al., 1999).

Jangkrik betina bertelur dengan cara memasukkan ovipositor ke dalam tanah atau

pasir pada kedalaman 1,25 cm (Gambar 4). Telur yang berada di dalam tanah akan

memperoleh kehangatan alami sampai akan menetas (Sridadi dan Rachmanto,

1999).

Page 11: TUGAS MANDIRI STRUKUR HEWAN

Gambar 4. Jangkrik Betina Bertelur dalam Tanah (Oda dan Kubo, 1997)

Proses bertelur diawali dengan pembuatan lubang kecil dengan

menggerakkan ovipositor ke dalam media bertelur sampai terbentuk luasan yang

cukup. Betina akan membuang kotoran dekat lubang tersebut dan mendepositkan

telur-telurnya melalui ovipositor. Proses bertelur diakhiri dengan peletakan kotoran

di atas permukaan tanah yang menjadi tempat bertelur (Matheson, 1951).

d. Penetasan

Telur jangkrik yang baru dikeluarkan dari ovipositor berwarna kuning

muda, cerah dan segar, kemudian warnanya berubah menjadi kuning cerah dengan

garis-garis halus berwarna abu-abu. Menjelang menetas, telur menjadi kusam dan

ujungnya tampak berwarna hitam yang menandakan bahwa telur sudah tua

(Raharjo, 1999).

Telur yang mati atau tidak dapat menetas memiliki ciri berwarna coklat atau

hitam berjamur dengan permukaan keriput. Telur yang berjamur atau busuk

menandakan kelembaban yang terlalu tinggi, sebaliknya jika terlalu kering maka

telur akan mati (Sukarno, 1999). Kelembaban relatif yang dibutuhkan untuk

penetasan telur berkisar antara 65%-80% dengan suhu udara 26 °C (Sukarno,

1999). Ciri telur yang steril adalah warna telur bening dan beberapa hari setelah

diinkubasi akan mengkerut, kecil, membusuk dan menghilang (Pusparini, 2001).

Jangkrik membutuhkan media untuk bertelur (media peneluran) dan media

tetas untuk menetaskan telur-telurnya. Penelitian Destephano et al. (1982) yang

menggunakan empat macam media peneluran untuk jangkrik Acheta domesticus

yaitu pasir lembab, pasir kering, media kaus basah, dan tanpa media, dihasilkan

bahwa media pasir lembab sangat efektif merangsang peneluran sehingga

menghasilkan jumlah telur yang lebih tinggi. Media tetas dapat berupa pasir, tanah,

campuran pasir dan tanah, kapas, dan kain (Paimin et al., 1999).

Page 12: TUGAS MANDIRI STRUKUR HEWAN

Pusparini (2001) menyatakan bahwa perbedaan media tetas mempengaruhi

waktu tetas jangkrik kalung. Telur yang ditempatkan pada media tetas berupa kapas

lebih cepat menetas dibandingkan pada pasir.

Telur-telur tidak sekaligus menetas dalam waktu yang bersamaan melainkan

secara bertahap (Sridadi dan Rachmanto, 1999). Telur jangkrik lokal di alam akan

menetas menjadi nimfa dalam jangka waktu 15-17 hari (Rifadah, 2000); 13-14 hari

(Paimin et al., 1999); 10-14 hari (Patton, 1963) terhitung sejak induk mulai kawin

sampai menetas.

Page 13: TUGAS MANDIRI STRUKUR HEWAN

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pengamatan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Morfologi tubuh jangkrik pada umumnya terdiri dari tiga bagian, yaitu kepala,

toraks, dan abdomen. Kepala terdiri dari mata tunggal yang tersusun dalam satu

segitiga tumpul, sepasang antena, satu mulut dan dua pasang sungut. Toraks

(dada) merupakan tempat melekatnya enam tungkai dan empat sayap. Abdomen

(perut) pada bagian posterior terdiri dari ruas-ruas serta terdapat alat pencernaan

makanan, pernafasan dan reproduksi. Ujung abdomen pada jantan dan betina

terdapat sepasang cerci yang panjang serta tajam dan berfungsi sebagai

penerima rangsang atau pertahanan apabila ada musuh dari belakang.

Page 14: TUGAS MANDIRI STRUKUR HEWAN

DAFTAR PUSTAKA

Borror, D.J., C.A. Triplehorn, dan N.F. Johnson. 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga.

Edisi XI. Penerjemah: Soetiyono, P. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Budi, H. Y. 1999. Rahasia Beternak Jangkrik. Semarang.

Corey, S., B. Holy., N. Patrick and B. Patrick. 2000. Crickets. 1st Edit. Arizona University,

Arizona.

Fitriyani, J. 2005. Performa jangkrik kalung (Gryllus bimaculatus) pada kandang dengan

atau tanpa pengolesan lumpur dan dengan atau tanpa penyekatan. Skripsi. Fakultas

Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Hasegawa, Y dan H. Kubo. 1996. Jangkrik. Seri Misteri Alam. Terjemahan S. Handoko.

PT Elex Media Komputindo, Gramedia, Jakarta.

Matheson, R. 1951. Laboratory Guide in Entomology for Introductory Courses. 2nd Edit.

Comstock Publishing Company Inc., New York.

Paimin, F. B., L. B. Pudjiastuti dan Erniwati. 1999. Sukses Beternak Jangkrik. Cetakan I.

Penebar Swadaya, Jakarta.

Paimin, F. B. 1999. Mengatasi Permasalahan Jangkrik. Cetakan I. Penebar Swadaya,

Jakarta.

Raharjo, A. 1999.Langkah demi langkah beternak jangkrik produktif. Bonus Trubus. no.

356. Edisi Juli th XXX, Jakarta.

Rahmawati, N. 2005. Karakterisrik reproduksi jangkrik kalung (Gryllus bimaculatus)

dngan dan tanpa pengolesan lumpur pada stoples. Skripsi. Fakultas Peternakan.

Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Rifadah, N. 2000. Pengaruh genotip (jenis jangkrik) dan lingkungan (pakan) terhadap daya

reproduksi jangkrik lokal dan jangkrik jerman. Skripsi. Fakultas Peternakan.

Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Page 15: TUGAS MANDIRI STRUKUR HEWAN

Sribimawati, T. 1984. Serangga dan Lingkungan Hidup. CV Akadama, Jakarta.

Sukarno, H. 1999. Budidaya Jangkrik. Cetakan I. Kanisius, Yogyakarta.

Widiyaningrum, P. 2001. Pengaruh padat penebaran dan jenis pakan terhadap

produktivitas tiga spesies jangkrik lokal yang dibudidayakan. Disertasi. Program

Pascasarjana.Institut Pertanian Bogor, Bogor.


Top Related