Transcript
Page 1: Tugas Kmb Pencernaan.appendiks

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Penyakit Paru Obstruktif Menahun/ PPOM (Chronic Obstructive

Pulmonary Disease/ COPD) adalah suatu penyumbatan menetap pada saluran

pernafasan yang disebabkan olehemfisema atau bronkitis kronis.

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) atau Penyakit Paru

Obstruktif Menahun (PPOM) adalah klasifikasi luas dari gangguan yang

mencakup bronkitis kronis, bronkiektasis, emfisema dan asma. (Bruner &

Suddarth, 2002).

Penyakit Paru Obstruktif Kronik atau Chronic Obstructive Pulmonary

Disease (COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk

sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh

peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi

utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal

dengan COPD adalah : bronchitis kronis, emfisema paru-paru dan asthma

bronchiale.

PPOM merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea

saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru. PPOM

lebih sering menyerang laki-laki dan sering berakibat fatal. PPOM juga lebih

sering terjadi pada suatu keluarga, sehingga diduga ada faktor yang

dirurunkan.

Bekerja di lingkungan yang tercemar oleh asap kimia atau debu yang

tidak berbahaya, bisa meningkatkan resiko terjadinya PPOM. Tetapi kebiasaan

merokok pengaruhnya lebih besar dibandingkan dengan pekerjaan seseorang,

dimana sekitar 10-15% perokok menderita PPOM.

1

Page 2: Tugas Kmb Pencernaan.appendiks

1.2 Tujuan

1. Tujuan Umum

Mahasiswa mampu memahami tentang penyakit paru obstruktif

menahun (PPOM) dan proses asuhan keperawatan pada klien dengan

diagnosa penyakit paru obstruktif menahun (PPOM).

2. Tujuan khusus

Mampu menjelaskan konsep dasar kebutuhan manusia tentang penyakit

paru obstruktif menahun (PPOM).

Mampu melakukan pengkajian pada klien dengan diagnose penyakit

paru obstruktif menahun (PPOM).

Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan

diagnose penyakit paru obstruktif menahun (PPOM).

Mampu menjelaskan tindakan keperawatan pada klien dengan diagnose

penyakit paru obstruktif menahun (PPOM).

1.3 Manfaat

Makalah ini dapat dijadikan sebagai panduan dan pedoman bagi

mahasiswa keperawatan untuk mempelajari dan memahami tentang

penyakit paru obstruktif menahun

Makalah ini dapat dijadikan panduan bagi mahasiswa keperawatan

untuk mencegah masalah yang mungkin timbul khususnya masalah

penyakit paru obstruktif menahun

Makalah ini dapat dijadikan panduan bagi mahasiswa keperawatan

untuk menambah wawasan dan pemahamana mengenai masalah

keperawatan.

2

Page 3: Tugas Kmb Pencernaan.appendiks

BAB II

TUNJAUAN PUSTAKA

Penyakit paru obstruktif kronis (chronic obstructive pulmonary disease-

COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok

penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan di tandai oleh peningkatan

resistensi terhadap aliran udara sebaga gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga

penyakit yang membentk satu kesatuan yang dikenal dengan COPD adalah

bronchitis kronis, emfisema paru-paru, dan asma bronchial, sering juga penyakit

ini disebut dengan chronic airflow limitation (CAL) dan crhonic obstructive lung

disease (COLD)

2.1 ASMA

2.1.1 Pengertian

Asma adalah gangguan pada saluran bronchial dengan ciri

brngkospasme periodic (kontraksi Spasme pada saluran napas). Asma

merupakan penyakit yang kompleks dapat disebabkan oleh factor

biokimia, endokrin, infeksi, otonomik, dan psikologi

Definisi lain mengatakan bahwa Asma adalah penyakit jalan

napas obstruktif intermitten, reversible dimana trakeobronkial berespon

secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu

Asma terbagi menjadi alergi, ideopatik, nonalergik, dan campuran

(mixed):

1. Asma alergik/ekstrinsik, merupakan suatu jenis asma yang disebabkan

oleh allergen (misalnya bulu binatang, debu, ketombe, tepung sari,

makanan, dan lain-lain). Allergen yanag paling umum adalah allergen

yang perantaraan penyebarannya melalui udara (airborne) dan allergen

yang muncul secara musiman (seasonal). Pasien dengan asma alergik

biasanya mempunyai riwayat penyakit alergi pada keluarga dan

riwayat pengobatan eczema atau rhinitis alergik. Paparan terhadap

3

Page 4: Tugas Kmb Pencernaan.appendiks

alergi akan mencetuskan serangan asma. Gejala asma umumnya

dimulai saat kanak-kanak.

2. Idiopatik atau nonallergic asthma/intrinsic, merupakan jenis asma yang

tidak berhubungan secara langsung dengan allergen spesifik. Factor-

faktor seperti infeksi saluran napas atas, aktivitas, emosi, dan polusi

lingkungan dapat menimbulkan serangan asma. Beberapa agen

farmakologi, antagonis beta adrenergic, dan agen sulfite (penyedap

makanan) juga dapat berperan sebagai factor pencetus. Serangan asma

idiopatik atau nonallergic dapat menjadi lebih berat dan sering kali

dengan berjalannya waktu dapat berkembang menjadi bronchitis dan

emfisema. Pada beberapa pasien, asma jenis ini dapat berkembang

menjadi asma campuran. Bentuk asma ini baiasanya dimulai pada saat

dewasa (>35 tahun).

3. Asma campuran, merupakan bentuk asma yang paling sering

ditemukan. Dikarekteristikkan dengan bentuk kedua jenis asma alergi

dan idiopatik atau nonallergi.

2.1.2 Etiologi

Sampai saat ini, etiologi asma belum diketahui dengan pasti. Namun

suatu hal yang sering kali terjadi pada semua penderita asma adalah

fenomena hiperaktivitas bronkus. Bronkus penderita asma sangat peka

terhadap rangsang imunologi maupun nonimunologi. Karena sifat

tersebut, maka serangan asma mudah terjadi akibat berbagai rangsang

baik fisik, metaboslime, kimia, allergen, infeksi, dan sebagainya. Factor

penyebab yang sering menimbulkan asma perlu diketahui dan sedapat

mungkin dihindarkan. Factor-faktor tersebut adalah :

a. Allergen utama : debu rumah, sepora jamur, dan tepung sari rerumputan

b. Iritan seperti : asap, bau-bauan dan polutan

c. Infeksi saluran napas terutama yang disebabkan oleh virus

d. Perubahan cuaca yang ekstrim

4

Page 5: Tugas Kmb Pencernaan.appendiks

e. Aktivitas fisik yang berlebihan

f. Lingkungan kerja

g. Obat-obatan

h. Emosi

i. Lain-lain : seperti refluks gastroesofagus

2.1.3 Patofisiologi

Asma adalah abstruksi jalan napas difusi reversible. Obstruksi

disebabkan oleh satu atau lebih dari yang berikut ini :

1. Kontraksi otot-otot yang mengelilingi bronki, yang menyempitkan

jalan napas

2. Pembengkakan membrane yang melapisi bronki

3. Pengisian bronki dengan mucus yang kental. Selain itu, otot-otot

bronchial dan kelenjar mukosa membesar : sputum yang kental,

banyak dihasilkan dan alveoli menjadi hiperimplasi, dengan udara

terperangkap di dalam jaringan paru. Mekanisme yang pasti dari

perubahan ini tidak diketahui tetapi apa yang paling diketahui

adalah keterlibatan sistem imunologis dengan saraf otonom.

Beberapa individu dengan asma mengalami respon imun yang

buruk terhadap lingkungan mereka. Antibody yang dihasilkan

kemudian menyerang sel-sel mast dalam paru. Pemajanan ulang

terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan antibody,

menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast (disebut mediator) seperti

histamine, bradikinin, dan prostaglandin serta anapilaksis dari substansi

yang bereaksi lambat. Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru

mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan napas, menyebabkakn

bronkospasme, pembengkakakn membrane mukosa, dan pembentukan

mucus yang sangat banyak.

5

Page 6: Tugas Kmb Pencernaan.appendiks

Sistem sarap otonom mempersarapi paru. Tonus otot bronchial

diatur oleh impuls saraf vagal melalui sistem parasimpatis. Pada asma

idiopatik atau nonalergi, ketika ujung saraf pada jalan napas dirangsang

oleh factor seperti infeksi, latihan, dingin, merokok, emosi, dan polutan,

jumlah asetilkolin yang dilepaskan meningkat. Pelepasan asetilkolin ini

secara langsung menyebabkan bronkokonstriksi juga merangsang

pembentukan mediator kimiawi yang dibahas di atas. Individu dengan

asma dapat mempunyai toleransi rendah terhadap respon parasimpatis.

2.1.4 Tanda dan gejala

1. Batuk

2. Dispnea

3. Mengi

4. Hipoksia

5. Takikardi

6. Berkeringat

7. Pelebaran tekanan nadi

2.1.5. Pemeriksaan fisik

- Foto rontgen dada

- Pemeriksaan fungsi paru : menurunnya tidal volume, kapasitas vital,

eosinofil biasanya meningkat dalam darah dan sputum.

- Pemeriksaan alergi (radioallergosorbent test ; RAST)

- Analisa gas darah – pada awalnya pH meningkat, PaCO2 dan PaO2

turun (alkalosis respiratori ringan akibat hiperventilasi ); kemudian

penurunan pH, penurunan PaO2 dan peningkatan PaCO2 (asidosis

respiratorik)

6

Page 7: Tugas Kmb Pencernaan.appendiks

2.1.6 Pemeriksaan penunjang

1. Rontgen dada : hiperinflasi dan pendataran diafragma

2. Pemeriksaan sputum dan darah : eosinofilia (kenaikan kadar

eosinofil). Peningkatan kadar serum Ig E pada asma alergik

3. AGD : hipoksi selama serangan akut

4. Fungsi pulmonari :

Biasanya normal

Serangan akut : Peningkatan TLC dan FRV; FEV dan FVC

agak menurun

2.1.7 Penatalaksanaan medic

Dalam lingkungan kedaruratan, pasien mula-mula diobati dengan

agonis beta (misalnya metaproterenol, terbutalin, dan albuterol) dan

kortikosteroid. Pasien mungkin juga membutuhkan oksigen sublemental

dan cairan intravena untuk hidrasi.

Terapi oksigen dilakukan untuk mengatasi dispnea, sianosis, dan

hipoksemia. Oksigen aliran rendah yang dilembabkan baik dengan

masker venturi atau kateter hidung diberikan. Aliran oksigen yang

diberikan didasarka pada nila-nilai gas darah. PaO2 dipertahankan

antara 65 dan 5 mmHg. Pemberian sedative merupakan kontra indikasi.

Jika tidak terdapat respon terhadap pengobatan berulang, dibutuhkan

perawatan di rumah sakit.

Fungsi paru yang rendah mengakibatkan dan menyimpangkan gas

darah (respirasi asidosis), mungkin menandakan bahwa pasien menjadi

lelah dan akan membutuhkan ventilasi mekanis, adalah kriteria lain

yang menandakan kebutuhan akan perawatan di rumah sakit. Meskipun

kebanyakan pasien tidak membutuhkan ventilasi mekanis, tindakan ini

digunakan bila pasien dalam keadaan gagal napas atau pada mereka

7

Page 8: Tugas Kmb Pencernaan.appendiks

yang kelelahan yang terlalu letih oleh upaya bernapas atau mereka yang

mengkondisinya tidak berespon terhadap pengobatan awal. (Suzzane

C.Smeltzer, 2001 : 612)

2.1.8 Web of caution

2.2 BRONKITIS KRONIK

2.2.1 Pengertian

Bronchitis kronik didifinisikan sebagai adanya bentuk produktif

yang berlangsung tiga bulan dalam satu tahun selama dua tahun

8

Page 9: Tugas Kmb Pencernaan.appendiks

berturut-turut. Sekresi yang menumpuk dalam bronkiolus menganggu

pernapasan yang efektif. Merokok atau pemajanan terhadap polusi

adalah penyebab utama bronchitis kronis. Pasien dengan bronchitis

kronis lebih rentan terhadap kekambuhan infeksi sealuran pernapasan

bawah. Kisaran infeksi virus, bakteri, dan mikroplasma yanag luas

dapat menyebabkan episode bronchitis akut. Eksaserbasi bronchitis

kronik hampir pasti terjadi selama musim dingin. Menghirup udara

yang dingin dapat menyebabkan bronkospasme bagi mereka yang

rentan.

2.2.2 Etiologi

Adalah 3 faktor utama yang mempengaruhi timbulnya bronchitis yaitu

rokok, infeksi dari polusi. Selain itu terdapat pula hubungan dengan

faktor keturunan dan status sosial.

- Rokok

Menurut buku Report of the WHO Expert Comite on Smoking

Control, rokok adalah penyebab utama timbulnya bronchitis. Terdapat

hubungan yang erat antara merokok dan penurunan VEP (volume

ekspirasi paksa) 1 detik. Secara patologis rokok berhubungan dengan

hiperplasia kelenjar mukus bronkus dan metaplasia skuamus epitel

saluran pernafasan juga dapat menyebabkan bronkokonstriksi akut.

- Infeksi

Eksaserbasi bronchitis disangka paling sering diawali dengan

infeksi virus yang kemudian menyebabkan infeksi sekunder bakteri.

Bakteri yang diisolasi paling banyak adalah Hemophilus influenza dan

streptococcus pneumonie.

- Polusi

Pulusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai faktor penyebab,

tetapi bila ditambah merokok resiko akan lebih tinggi. Zat – zat kimia

9

Page 10: Tugas Kmb Pencernaan.appendiks

dapat juga menyebabkan bronchitis adalah zat – zat pereduksi seperti

O2, zat – zat pengoksida seperti N2O, hidrokarbon, aldehid, ozon.

- Keturunan

Belum diketahui secara jelas apakah faktor keturunan berperan

atau tidak, kecuali pada penderita defisiensi alfa – 1 – antitripsin yang

merupakan suatu problem, dimana kelainan ini diturunkan secara

autosom resesif. Kerja enzim ini menetralisir enzim proteolitik yang

sering dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan, termasuk

jaringan paru.

- Faktor sosial ekonomi

Kematian pada bronchitis ternyata lebih banyak pada golongan

sosial ekonomi rendah, mungkin disebabkan faktor lingkungan dan

ekonomi yang lebih jelek.

2.2.3 Patofisiologi

Asap mengiritasi jalan napas, menngakibatkan hipersekresi lendir

dan inflamasi. Karena iritasi yang konstan ini, kelenjar-kelenjar yang

mensekresi lendir dan sel-sel goblet meningkat jumlahnya, fungsi silia

menurun dan lebih banyak lender yang dihasilkan. Sebagai akibat,

bronkiolus menjadi menyempit dan tersumbat. Alveoli yang

berdekatan dengan bronkiolus dapat menjadi rusak dan membentuk

fibrosis, mengkibatkan perubahan fungsi makrofag alveolar, yang

berperan penting dalam menghancurkan partikel asing, termasuk

bakteri. Pasien kemudian menjadi lebih rentan terhadap infeksi

pernapasan. Penyempitan bronchial lebih lanjut terjadi sebagai akibat

perubahan fibrotic yang terjadi dalam jalan napas. Pada waktunya,

mungkin terjadi perubahan paru yang irreversible, kemungkinan

menyebabkan emfisema dan bronkiektasis. (Suzzane C.Smeltzer, 2001

: 612)

10

Page 11: Tugas Kmb Pencernaan.appendiks

2.2.4 Tanda dan gejala

Batuk produktif, kronis pada bulan-bulan musim dingin adalah

tanda dini bronchitis kronik. Batuk mungkin dapat diperburuk oleh

cuaca yang dingin, lembab, dan iritan paru. Pasien biasanya

mempunyai riwayat merokok dan sering mengalami infeksi

pernapasan. (Suzzane C.Smeltzer, 2001 : 612)

2.2.5 Pemeriksaan fisik

- Pemeriksaan radiologis

Tubular shadow atau traun lines terlihat bayangan garis yang paralel,

keluar dari hilus menuju apeks paru. bayangan tersebut adalah

bayangan bronchus yang menebal.

- Pemeriksaan fungsi paru

VEP1 (Volume ekspirasi paksa 1 detik) : menurun.

KV (kapasitas vital) : menurun (normal 3,1 liter, 4,8 liter)

VR (volume residu) : bertambah (normal 1,1 liter, 1,2 liter)

KTP (kapasitas total paru) : normal (normal 4,2 liter, 6,0 liter).

KRF (kapasitas residu fungsional) : sedikit naik atau normal (normal

1,8 liter, 2,2 liter)

- Analisa gas darah

Pa O2 : rendah (normal 25 – 100 mmHg)

Pa CO2 : tinggi (normal 36 – 44 mmHg).

Saturasi hemoglobin menurun.

Eritropoesis bertambah.

11

Page 12: Tugas Kmb Pencernaan.appendiks

2.2.6 Pemeriksaan penunjang

1.  Pemeriksaan analisa gas darah : hipoksia dengan hiperkapnea

2.  Rontgen dada : pembesaran jantung dengan diafragma normal/mendatar

3.  Pemeriksaan fungsi paru : Penurunan kapasitas vital (VC) dan

volume ekspirasi kuat (FEV), peningkatan volume residual (RV),

kapasitas paru total (TLC) normal atau sedikit meningkat.

4. Pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit : dapat sedikit meningkat

2.2.7 Penatalaksanaan medic

Objek utama pengobatan adalah untuk menjaga agar bronkiolus

terbuka dan berfungsi, untuk memudahkakn pembuangan sekresi

bronchial, untuk mencegah infeksi, dan untuk mencegah kecacatan.

Perubahan dalam pola sputum (sifat, warna, jumlah, ketebalan) dan

dalam pola betuk adalah tanda yang penting untuk dicatat. Infeksi

bakteri kambuhan diobati dengan terapi antibiotic berdasarkan hasil

pemerikasaan kultur dan sensitivitas.

Untuk membantu membuang sekresi bronchial, diresepkan

bronkodilator untuk menghilangkan brongkospasme dan mengurangi

obstruksi jalan napas sehingga lebih banyak oksigen didistribusikan ke

seluruh bagian paru, dan ventilasi alveolar diperbaiki. Drainase

postural dan perkusi dada setelah pengobatan biasanya sangat

membantu, terutama jika terdapat bronkiektasis. Cairan (yang

diberikan peroral atau parenteral jika brokospasme berat) adalah

bagian penting dari terapi, karena hidrasi yang baik membantu untuk

mengencerkan sekresi sehingga dapat dengan mudah dikeluarkan

dengan membatuk-batukkannya. Terapi kortikosteroid mungkin

digunakan ketika pasien tidak menunjukan keberhasilan terhadap

pengukuran yang lebih konservatif. Pasien harus berhenti merokok

karena menyebabkan bronkokonstriksi, melumpuhkan silia, yang

12

Page 13: Tugas Kmb Pencernaan.appendiks

penting dalam membuang partikel yang mengiritasi, dan

menginaktivasi surfaktan, yang memainkan peran penting dalam

memudahkan pengembangan paru-paru. Perokok juga lebih rentan

terhadap infeksi bronchial.

2.3 EMFISEMA

2.3.1 Pengertian

Emfisema merupakan gangguan pengembangan paru-paru yang

ditandai oleh pelebaran ruang udara di dalam paru-paru disertai

destruksi jaringan. Sesuai dengan definisi tersebut maka dapat dkatakan

bahwa tidak termasuk emfisema jika ditemukan kelainan berupa

pelebaran ruang udara (alveoulus) tanpa disertai adanya destruksi

jaringan. Namun, keadaan tersebut hanya overinflation. (kapita)

Atau bisa juga dikatakan bahwa emfisema merupakan suatu

abnormal ruang udara di luar bronkiolus terminal dan kerusakan

dinding alveoli. Kondisi ini merupakan tahap akhir proses yang

mengalami kemajuan dengan lambat selama beberapa tahun. Pada

kenyataannya ketika pasien mengalami gejala fungsi paru sering sudah

mengalami kerusakan yang ireversible. Dibarengi dengan bronchitis

obstruksi kronik, kondisi ini merupakan penyebab utama kecacatan.

2.3.2 Etiologi

Merokok merupakan penyebab enfisema. Akan tetapi, pada sedikit

pasien (dalam presentasi yang kecil) terdapat predisposisi familiar

terhadap emfisema yang bisa diidentifikasi kaitan dengan abnormalitas

protein plasma defisiensi, anti tripsin-α1, yang merupakan suatu enzim

inhibitor. Tanpa enzim inhibitor ini, enzim tertentu akan merusak

jaringan paru. Individu yang secara genetic sensitive terhadap daktor-

faktor lingkungan (merokok, polusi udara, agen-agen infeksius, alergen)

dan, pada waktunya mengalami gejala-gejala obstruktif kronis. Sangat

13

Page 14: Tugas Kmb Pencernaan.appendiks

penting bahwa karier defek genegtik ini harus diidentifikasikan untuk

memungkinkan modifikasi factor-faktor lingkungan untuk menghambat

atau mencegah timbulnya gejala-gejala penyakit konseling gengetik

juga harus diberikan. (Suzzane C.Smeltzer, 2001 : 612)

2.3.3 Patofisiologi

Pada emfisema, beberapaa factor penyebab obstruksi jalan napas

yaitu : inflamasi dan pembengkakan bronki ; produksi lendir yang

berlebihan, kehilangan recoil elastic jalan napas, dan kolaps bronkiolus

serta redistribusi udara ke alveoli yang berfungsi.

Karena dinding alveoli mengalami kerusakan (suatu proses yang

dipercepat oleh infeksi kambuhan), area permukaan alveolar yang

kontak langsung dengan kapiler paru secara kontinu berkurang,

menyebabkan peningkatan ruang rugi (area paru dimana tidak ada

pertukaran gas yang dapat terjadi) dan mengakibatkan difusi oksigen.

Kerusakan difusi oksigen mengakibatkan hipoksemia. Pada tahap akhir

penyakit, eliminasi karbondioksida mengalami kerusakan,

mengakibatkan peningkatan tekanan karbondioksida dalam darah arteri

(hiperkapnea) dan menyebabkan asidosis respiratorius.

Karena dinding alveolar terus mengalami kerusakan, jaring-jaring

kapiler pulmonal berkurang. Aliran darah pulmonal meningkat dan

ventrikel kanan dipaksa untuk mempertahankan tekanan darah yang

tinggi dalam arteri pulmonal. Dengan demikian, gagal jantung sebelah

kanan (korstripulmonal) adalah salah satu komplikasi emfisema.

Terdapatnya kongesti, edema tungkai (edema dependen), distensi vena

leher, atau nyeri pada region hepar menandakan terjadinya gagal

jantung.

Sekresi meningkat dan tertahan menyebabkan individu tidak

mampu untuk membengikitkan batuk yang kuat untuk mengeluarkan

sekresi. Infeksi akut dan kronis dengan demikian menetap dalam paru-

paru yang mengalami emfisema, memperberat masalah.

14

Page 15: Tugas Kmb Pencernaan.appendiks

Individu dengan emfisema mengalami obstruksi kronik (ditandai

oleh peningkatan tahanan jalan napas) ke aliran masuk dan kealiran

keluar udara dari paru-paru. Paru-paru dalam keadaan hiperekspansi

kronik. Untuk megalirkan udara ke dalam dannke luar paru-paru,

dibutuhkan tekanan negative selama inspirasi dan tekanan positif dalam

tingkat yang adekuat harus dicapai dan dipertahankan selama ekspirasi.

Posisi selebihnya adalah salah satu inflasi. Dari pada menjalani aksi

pasif involuter, ekspirasi menjadi aktif dan membutuhkan upaya otot-

otot. Dan iga-iga terpiksasi pada persendiannya. Dada seperti tong

(barel chest) pada banyak pasien ini terjadi akibat kehilangan elastisitas

paru karena adanya kecendrungan yang berkelanjutan pada dinding

dada untuk mengembung.

Pada beberapa kasus barel chest terjadi akibat kifosis dimana

tulang belakang bagian atas secara abnormal bentuknya menjadi

membulat dan cembung. Beberapa pasien membungkuk ke depan untuk

dapat bernapas, menggunakan otot-otot aksesori pernapasan. Restraksi

fosa supraklapikula yang terjadi pada inspirasi mengakibatkan bahu

melengkung ke depan. Pada penyakit lebih lanjut, otot-otot abdomen

juga berkontraksi saat inspirasi. Terjadi penurunan proresif dalam

kapasitas vital. Ekshalasi normal menjadi lebih sulit dan akhirnya tidak

memungikinkan. Kapasitas vital total (VC) mungkin normal.

2.3.4 Tanda dan gejala

Dispnea

Takipnea

Inspeksi : barrel chest, penggunaan otot bantu pernapasan

Perkusi : hiperresonan, penurunan fremitus pada seluruh bidang paru

Auskultasi bunyi napas : krekles, ronchi, perpanjangan ekspirasi

Hipoksemia

15

Page 16: Tugas Kmb Pencernaan.appendiks

Hiperkapnia

Anoreksia

Penurunan BB

Kelemahan

2.3.5 Pemeriksaan fisik

a. Sinar x dada: dapat menyatakan hiperinflasi paru-paru; mendatarnya

diafragma; peningkatan area udara retrosternal; penurunan tanda

vaskularisasi/bula (emfisema); peningkatan tanda bronkovaskuler

(bronkitis), hasil normal selama periode remisi (asma).

b. Tes fungsi paru: dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea,

untuk menentukan apakah fungsi abnormal adalah obstruksi atau

restriksi, untuk memperkirakan derajat disfungsi dan untuk

mengevaluasi efek terapi, mis., bronkodilator.

c. TLC: peningkatan pada luasnya bronkitis dan kadang-kadang pada

asma; penurunan emfisema

d. Kapasitas inspirasi: menurun pada emfisema

e. Volume residu: meningkat pada emfisema, bronkitis kronis, dan asma

f. FEV1/FVC: rasio volume ekspirasi kuat dengan kapasitas vital kuat

menurun pada bronkitis dan asma

g. GDA: memperkirakan progresi proses penyakit kronis

h. Bronkogram: dapat menunjukkan dilatasi silindris bronkus pada

inspirasi, kollaps bronkial pada ekspirasi kuat (emfisema);

pembesaran duktus mukosa yang terlihat pada bronchitis

16

Page 17: Tugas Kmb Pencernaan.appendiks

i. JDL dan diferensial: hemoglobin meningkat (emfisema luas),

peningkatan eosinofil (asma)

j. Kimia darah: Alfa 1-antitripsin dilakukan untuk meyakinkan de

fisiensi dan diagnosa emfisema primer

k. Sputum: kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi

patogen; pemeriksaan sitolitik untuk mengetahui keganasan atau

gangguan alergi

l. EKG: deviasi aksis kanan, peninggian gelombang P (asma berat);

disritmia atrial (bronkitis), peninggian gelombang P pada lead II, III,

AVF (bronkitis, emfisema); aksis vertikal QRS (emfisema)

m. EKG latihan, tes stres: membantu dalam mengkaji derajat disfungsi

paru, mengevaluasi keefektifan terapi bronkodilator,

perencanaan/evaluasi program latihan.

2.3.6 Pemeriksaan penunjang

1.   Rontgen dada : hiperinflasi, pendataran diafragma, pelebaran

interkosta dan jantung normal

2.   Fungsi pulmonari (terutama spirometri) : peningkatan TLC dan RV,

penurunan VC dan FEV

2.3.7 Penatalaksanaan medic

Tujuan utama pengobatan adalah untuk memperbaiki kualitas hidup,

untuk memperlambat kemajuan proses penyakit, dan untuk mengatasi

obstruksi jalan napas untuk menghilangkan hipoksia. Pendekatan

terapeutik mencakup:

Tindakan pemgobatan dimaksudkan untuk memperbaiki ventilasi

dan menurunkan upaya bernapas

17

Page 18: Tugas Kmb Pencernaan.appendiks

Pencegahan dan pengobatan cepat infeksi

Teknik terapi fisik untuk memelihara dan meningkatkan ventilasi

volmunari

Pemeliharaaan kondisi linkungan yang sesuai untuk memudahkan

pernafasan

Dukungan psikologis

Penyuluhan pasien dan rehabilitas yang bersinambungan

Bronkodilator. Bronkodolator diresepkan untuk mendilatasi jalan

napas karena preparat ini melawan baik edema mukosa maupun spasme

muscular dan membantu baik dalam mengurangi obstruksi jalan napas

maupun dalam memperbaiki pertukaran gas.

Medikasi ini mencakup agonis β-adrenergik

(metaproterenol,isoproterenol) dan metilxantin (tefilin, aminofilin),

yang menghasilkan dilatasi bronchial melalui mekanisme yang berbeda.

Bronkodilator munkin diresepkan per oral, subkutan, intravena, per

rectal atau inhalasi. Medikasi inhalasi dapat diberikan melalui aerosol

bertekanan, nebuleser balon-genggam, nebuleser dorongan-pompa,

inhaler dosis-terukur, atau IPPB.

Bronkodilator mungkin menyebabkan efek samping yang tidak

diinginkan, yang termasuk takikardia, disritmia jantung, dan

perangsangan sistem saraf pusa. Metilxantin dapat juga menyebabkan

gangguan gastrointestinal seperti mual muntah. Karena efek samping

ini umum, dosis dapat disesuaikan dengan cermat sesuai dengan

toleransi pasien dan respon klinis.

Terapi aerosol. Aerosolisasi (proses membagi partikel menjadi

serbuk yang sangat halus) dari bronkodilator salin dan mukolitik sering

kali digunakan untuk membantu dalam bronkodilatasi. Ukuran partikel

18

Page 19: Tugas Kmb Pencernaan.appendiks

dalam kabut aerosol harus cukup kecil untuk memungkinkan medikasi

dideposisikan dalam-dalam didalam percabangan trakeobronkial.

Aerosol yang dinebuleser menghilangkan bronkuspasme,

menurunkan edema mukosa, dan mengencerkan sekresi bronkial. Hal

ini memudahkan proses pembersihan bronkiolus, membantu

mengendalikan proses inflamasi, dan memperbaiki fungsi ventilasi . alat

nebulizer dengan balon genggam dan aerosol dosis terukur memberikan

peredaan yang cepat bagi pasien. Nebulise dengan tenaga listrik dan

nebulizer dengan tenaga udara sangat membantu jika pasien mengalami

kerusakan ventilasi yang lebih parah. Perbaikan saturasi oksigen dari

darah arteri dan reduksi kandungan karbondioksidanya membantu

dalam menghilangkan hipoksia pasien dan memberikan peredaan besar

akibat keletihan pernapasan yang konstan.

Tindakan nebulizer dengan oksigen harus diberikan dengan

waspada pada pasien yang mengalami penaikan tekanan karbondioksida

secara kronis dan pasien yang bernapas pada stimli hipoksik.

Pengobatan infeksi, pasien dengan emfisema rentan terhadap infeksi

paru dan harus diobati pada saat awal timbulnya tanda-tanda infeksi. S.

pneumonia, H. influenza, dan bronhamila katerhalis adalah organism

yang paling umum pada infeksi tersebut. Terapi anti mikroba dengan

tetrasiklin, amfisilin, amoksisilin, atau trimetoprim-sulfametoxazol

(bactrim) diresepkan. Regimen antimikroba digunakan pada tanda

pertama infeksi pernapasan, seperti yang dibuktikan dengan sputum

purulen, batuk meningkat dan demam.

Kortikosteroid tetap menjadi controversial dalam pengobatan

emfisema. Kortikosteroid digunakan setelah tidakan lain untuk

melebarkan bronkiolus dan membuang sekresi tidak menunjukan hasil.

Prednisone biasanya diresepkan.

Dosis digunakan untuk menjaga pasien pada dosiis yang terendah

mungkin. Efek samping termasuk gangguan gastrointestinal dan

19

Page 20: Tugas Kmb Pencernaan.appendiks

peniongkatan napsu makan. Jangka panjang, pasien mungkin

mengalami ulkus peptikum, osteoporosis, supresi adrenal, miopati

steroid, dan pembentukan katarak.

Oksigenasi. Terapi oksigen dapat meningkatkan kelansungan hidup

pada pasien dengan emfisema berat. Hipoksemia berat diatasi dengan

konsentrasi oksigen rendah untuk meningkatkan PaO2. Hingga antara

65 dan 80 mmHg. Pada emfisema berat, oksigen diberikan sedikitnya

16 jam perhari, dengan 24 Jam lebih baik.modalitas ini dapat

menghilangkan gejala-gejala pasien dan memperbaiki kualitas hidup

pasien. Beberapa pasien perlu menggunakan oksigen di rumah dalam

jangka waktu yang panjang.

2.3.8 Web of caution

20

Page 21: Tugas Kmb Pencernaan.appendiks

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN MASALAH

GANGGUAN SISTEM PERNAPASAN “PPOM”

3.1 Pengkajian keperawatan

1. Riwayat atau adanya factor-faktor penunjang:

- Merokok(penyebab utama)

- Jenis pekerjaan (Tinggal atau bekerja di area polusi udara berat)

- Riwayat alergi pada keluarga

- Riwayat asma pada masa anak-anak

2. Riwayat atau adanya factor-faktor yang dapat mencetuskan eksaserbasi

seperti allergen (serbuk debu, kulit, serbuk sari, jamur), stress

emosional,aktifitas fisik berlebihan, polusi udara, infeksi saluran napas,

kegagalan program pengobatan yang di anjurkan.

3. Pemeriksaan fisik berdasarkan system pernapasan(apendiks A) yang

meliputi:

a. Manifestasi klasik dari PPOM

- Peningkatan dispnea(paling sering ditemukan)

- Penggunaan otot-otot asesori pernapasan(retraksi otot-otot

abdominal, mengangkat bahu saat inspirasi, napas cuping hidung)

21

Page 22: Tugas Kmb Pencernaan.appendiks

- Penurunan bunyi napas

- Takipnea

- Ortopnea

b. Gejala-gejal menetap pada proses penyakit dasar

ASMA

- Batuk (mungkin produktif atau non produktif) dan perasaan dada seperti

terikat

- Mengi saat inspirasi dan ekspirasi, yang sering terdengar tanpa stetoskop

- Pernapasan cuping hidung

- Ketakutan dan diaphoresis

BRONKITIS

- Batuk produktif dengan sputum berwarna putih keabu abuan yang

biasanya terjadi pada pagi hari dan sering diabaikan oleh perokok(disebut

batuk perokok)

- Inspirasi ronki kasar(crakcles)dan mengi

- Sesak napas

BRONGKITIS (tahap lanjut)

- Penampilan sianosis (karena polisetimia yang terjadi sebagai akibat dari

hipoksemia kronis)

- Pembengkakan umum atau penampilan “puffy” (disebabkan oleh edem

asistemik yang terjadi sebagai akibat dari kor pulmonal);secara klinis,

pasien ini umumnya disebut ”blue bloaters.”

22

Page 23: Tugas Kmb Pencernaan.appendiks

EMFISEMA

- Penampilan fisik kurus dengan dada “barrel chest” (diameter toraks

anterior-posterior meningkat sebagai akibat hiperinfalasi paru-paru)

- Fase ekspirasi memanjang.

EMFISEMA (tahap lanjut)

- Hipoksimea dan hiperkapnia tetapi takada sianosis; pasien ini sering

digambarkan secara klinis sebagai “pink puffers.”

- Jari-jari tabuh.

4. Pemeriksaan diagnostic :

- Gas darah arteri (GDA) menunjukkan PaO₂ rendah dan PaCO₂ tinggi.

- Sinar x dada menunjukkan hiperinflasi paru-paru, pembesaran jantung

dan bendungan pada area paru-paru.

- Pemeriksaan fungsi paru menunjukkan peningkatan kapasitas paru-

paru total (KPT) dan volume cadangan (VC), Penurunan kapasitas

vital (KV), dan volume ekspirasi kuat(VEK).

- JDL menunjukan peningkatan hemoglobin, hematokrit dan jumlah

darah merah(JDM)

- Kultur sputum positif bila ada infeksi

- Esei imunoglobin menunjukan adanya peningkatan IgE SERUM

(imunoglobin E) jika asma merupakan salah satu komponen dari

penyakit tersebut.

3.2 Diagnose keperawatan

23

Page 24: Tugas Kmb Pencernaan.appendiks

1. Bersihan jalan napas tidak efektif yang berhubungan dengan

2. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan

3. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang

berhubungan dengan

3.3 Perencanaan

1. Bersihan jalan napas tidak efektif yang berhubungan dengan :

Bronkospasme

Peningkatan produksi secret (secret yang tertahan atau kental)

Menurunnya energy/fatigue

Data-data

Pasien mengeluh sulit untuk bernapas

Perubahan kedalaman/ jumlah napas, dan penggunaan otot bantu

pernapasan

Suara napas abnormal seperti wheezing, ronchi, dan crackles

Batuk dengan atau tanpa produksi sputum

Intervensi

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan

klien bisa bernapas dengan normal dengan kriteria hasil :

Tidak ada cemas

RR dalam batas normaml

Irama napas dalam batas normal

Pergerakan sputum keluar dari jalan napas

Bebas dari suara napas tambahan

Intervensi keperawatan (NIC)

1) Penurunan kecemasan

2) Pencegahan aspirasi

24

Page 25: Tugas Kmb Pencernaan.appendiks

3) Lakukan Fisioterapi dada

4) Latihan batuk efektif

5) Terapi oksigen

6) Pemberian posisi untuk memaksimalkan ventilasi

7) Memonitor respirasi

8) Memonitor keadaan umum

9) Memonitor tanda-tanda vital seperti : suhu, nadi, pernapasan, dan

tekanan darah

2. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan :

Kurangnya suplai O2 (obstruksi jalan napas oleh secret, bronkospasme

dan terperangkapnya udara)

Destruksi alveoli

Data-data :

Dispnea

Bingung, lemah

Tidak mampu mengeluarkan secret

Nilai ABGs abnormal (hipoksia dan hiperkapnea)

Perubahan tanda-tanda vital

Menurunya toleransi aktivitas

Intervensi

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan

klien bisa bernapas dengan normal dengan kriteria hasil :

Status mental dalam batas normal

Bernapas dengan mudah

Tidak ada sianosis

PO2 dan PCO2 dalam batas normal

25

Page 26: Tugas Kmb Pencernaan.appendiks

Saturasi O2 dalam rrentang normal

Intervensi keperawatan (NIC)

1) Manajmen asam dan basa tubuh

2) Manajmen jalan napas

3) Latihan batuk

4) Peningkatan aktivitas

5) Terapi oksigen

6) Memonitor respirasi

7) Memonitor tanda-tanda vital seperti : suhu, nadi, pernapasan, dan

tekanan darah

3. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang

berhubungan dengan :

Dispnea

Efek samping pengobatan

Produksi sputum

Anoreksia, nausea/vomiting

Data-data :

Penurunan berat badan

Kehilangan masa otot, tonus otot jelek

Dilaporkan adanya perubahan sensasi rasa

Tidak bernapsu untuk makan dan tidak tertarik makan

intervensi

Tujuan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, kebutuhan

akan intake cairan dan makanan terpenuhi dengan kriteria hasil :

Intake makanan adekuat

Intake cairan peroral adekuat

26

Page 27: Tugas Kmb Pencernaan.appendiks

Intake cairan adekuat

Intake kalori adekuat

Intake protein, karbohidrat, dan lemak juga adekuat

Control berat badan :

Mampu menjaga intake kalori secara optimal

Mampu menjaga keseimbangan cairan

Mampu mengontrol intake makanan secara adekuat

Intervensi keperawatan (NIC)

1) Manajmen cairan

2) Memonitor cairan

3) Status diet

4) Manajmen gangguan makan

5) Manajmen nutrisi

6) Terapi nutrisi

7) Konseling nutrisi

8) Pengaturan nutrisi

9) Terapi menelan

10) Memonitor tanda-tanda vital seperti : suhu, nadi, pernapasan, dan

tekanan darah

11) Bantuan untuk peningkatan BB

12) Manajmen berat badan

3.4 Tindakan keperawatan

1) Mengurangi kecemasan

2) Menencegahan aspirasi

3) Melakukan Fisioterapi dada

4) Melakukan Latihan batuk efektif

5) Melakukan Terapi oksigen

6) Mememberikan posisi untuk memaksimalkan ventilasi

7) Memonitor respirasi

27

Page 28: Tugas Kmb Pencernaan.appendiks

8) Memonitor keadaan umum

9) Memonitor cairan

10) Mengkaji Status diet

11) Manajmen gangguan makan

12) Manajmen nutrisi

13) Konseling nutrisi

14) Meengatur pola nutrisi

15) Terapi menelan

16) Memberika Bantuan untuk peningkatan BB

17) Manajmen berat badan

18) Memonitor tanda-tanda vital seperti : suhu, nadi, pernapasan, dan tekanan

darah

3.5 Evaluasi

S : klien megatakan dapat bernapas dengna normal, tidak ada sianosis, PO2

dan PCO2 dalam batas normal

O : klien terlihat lebih tenang, kecemasan berkurang, RR dalam batas normal,

irama napas dalam batas normal.

A : Masalah teratasi

P : Intervensi dihentikan

28

Page 29: Tugas Kmb Pencernaan.appendiks

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Penyakit paru obstruktif menahun (PPOM) adalah kondisi dimana aliran

udara pada paru tersumbat secara terus menerus. Proses penyakit ini sering kali

merupakan kombinasi dari dua atau tiga kondisi berikut ini dengan satu penyebab

primer dan yang lain adalah komplikasi dari penyakit primer tersebut yaitu :

1. Asma

2. Bronkitis kronis

3. Emfisema

Bekerja di lingkungan yang tercemar oleh asap kimia atau debu yang tidak

berbahaya, bisa meningkatkan resiko terjadinya PPOM. Tetapi kebiasaan

29

Page 30: Tugas Kmb Pencernaan.appendiks

merokok pengaruhnya lebih besar dibandingkan dengan pekerjaan seseorang,

dimana sekitar 10-15% perokok menderita PPOM.

DAFTAR PUSTAKA

30


Top Related