Transcript

Hubungan dokter dengan pasien Dalam kolom Surat Pembaca di beberapa harian, mungkin kita membaca surat-surat yang berisi pertentangan antara pasien dengan rumah sakit (RS) yang pernah merawatnya mengenai kepemilikan isi rekam medik. Pasien menganggap isi rekam medik adalah miliknya, sementara RS menganggap pasien hanya berhak atas isi resume/ringkasannya saja. Dalam kasus Prita Mulyasari, masalah rekam medik pun menjadi pertentangan ketika pihak RS menolak memberikan rekam medik dengan lengkap. Kedua pendapat ini memiliki dasar hukum masing-masing. Pasal 47 UU no.29/2004 dengan jelas menyebutkan bahwa isi medik milik pasien, sementara pasal 12 Permenkes no.269/2008 mereduksi hak pasien tersebut menjadi hanya isi ringkasannya saja. Menurut azas preferensi hukum, peraturan yang lebih tinggi mengalahkan yang lebih rendah (lex superiori derogat legi inferiori). Masalah ini sebenarnya bukan semata masalah hukum, tetapi adalah puncak dari gunung es retaknya hubungan antara masyarakat sebagai pasien dengan dokter/RS. Ini mengakibatkan adanya perbedaan cara pandang mengenai hubungan pasien dengan dokter/RS. Di satu sisi, masih banyak dokter beranggapan bahwa hubungannya dengan pasien adalah seperti hubungan orangtua-anak (paternalistik), dokter lebih mendominasi sehingga pasien dianggap tidak tahu apa-apa & cukup menurut saja, sedangkan dokter dianggap manusia setengah dewa yang tahu segalanya. Dalam pola ini, dokter menganggap wajar jika pasien hanya berhak atas ringkasan rekam mediknya saja. Di sisi lain, sudah banyak pasien yang menganggap hubungannya dengan dokter adalah seperti klien-teknisi atau konsumenprodusen, di mana konsumen pelayanan kesehatan adalah raja. Dokter cukup memperbaiki tubuh & melayani kehendak pasien, karena telah dibayar mahal termasuk untuk mengisi rekam medik. Sehingga wajar jika pasien berhak meminta semua isi rekam mediknya dalam pola ini. Kedua jenis hubungan tersebut sebenarnya bukan tipe hubungan yang tepat untuk pasien-dokter, karena tidak menjadi hubungan yang setara di antara keduanya. Pada hubungan paternalistik, dokter terkesan seenaknya dalam melayani pasien,

pasien sering dianggap masalah yang harus cepat diselesaikan atau semata makhluk biologis yang harus diobati. Pasien hanya dapat pasrah apalagi dalam pola ini banyak yang biaya pengobatannya ditanggung oleh perusahaan atau negara. Sedangkan pada hubungan konsumen-produsen, pasien menjadi konsumen yang senang berbelanja dokter, mencari mana yang paling memuaskannya, jika diperlukan yang paling ahli sampai ke luar negeri. Jika tidak sembuh atau dianggap kurang memuaskan pelayanannya, dokter dapat dituduh melakukan malapraktik. Dalam pola ini, dokter pun menjadi penyedia jasa yang selektif, hanya mau melayani pasien yang mampu membayar sesuai tarif yang ditentukannya & berlomba menyediakan berbagai fasilitas yang diingini pasien. Dalam buku Matters of Life and Death, pakar etika kedokteran John Wyatt menyatakan bahwa pola hubungan yang baik untuk pasien & dokter sebenarnya adalah suatu hubungan ahli-ahli (the expert-expert relationship), di mana terjadi suatu hubungan sejajar yang saling menghormati & percaya. Dasar pemikiran pola ini adalah dokter sebagai ahli dalam bidang kesehatan sementara pasien tentu ahli (yang paling mengetahui) keluhan, riwayat kesehatan, sampai gaya hidup pribadinya. Dalam pola ini, pasien tidak dianggap masalah atau kumpulan trilyunan sel sakit yang dapat diobati penyakitnya sesuai prosedur standar atau perkembangan teknologi kedokteran terbaru. Namun pasien adalah manusia seutuhnya yang unik sehingga diperlukan pendekatan pribadi untuk kondisi kesehatan yang mungkin sama dengan banyak pasien lain. Hubungan pasien & dokter dalam pola ini terjadi karena adanya aspek filantropis (mengasihi orang lain) dari dokter, bukan didasarkan pada aspek finansial belaka seperti pada pola konsumen-produsen. Sedangkan pasien dalam pola ini tidak hanya mencari pertolongan dokter ketika dalam kondisi sakit saja seperti pada pola paternalistik, tetapi juga dalam kondisi sehat untuk mencegah penyakit, menjaga & meningkatkan derajat kesehatannya. Dengan pola ini, kepemilikan isi rekam medik bukanlah suatu hal yang perlu dipertentangkan & menjadi rahasia bagi pasien yang kondisi tubuhnya

tercatat di dalamnya. Karena dalam hubungan ini, isi rekam medik menjadi salah satu pengikat hubungan pasien-dokter, yaitu sejarah hubungan keduanya dalam usaha untuk menjaga & mencapai kesehatan pasien. Pola hubungan yang baik ini tentu bukan hanya menjadi kepentingan pasien & dokter semata, tetapi menjadi kepentingan pemerintah juga dalam usaha peningkatan kesehatan masyarakat. Pemerintah harus ikut mendukungnya dengan membuat peraturan perundangan yang tentunya tidak saling bertentangan, kebijakan yang mengutamakan pencegahan penyakit & peningkatan kesehatan, tidak menjadikan bidang kesehatan sebagai usaha populis semata untuk mendapat dukungan di pemilu, & memasukkan pola hubungan yang baik ini dalam inti kurikulum pendidikan dokter di Indonesia. Dengan hubungan pasien & dokter yang lebih baik, maka masyarakat dapat tetap sehat dalam membangun negeri ini.

MANAJEMEN PENGENDALIAN LINGKUNGAN RUMAH SAKIT BAB I PENDAHULUAN

a). Pembagian lahan parkir (1). Kendaraan Ambulance (2). Kendaraan VIP (3). Kendaraan pejabat dan pegawai (c). Kendaraan pasien/umum - Roda empat - Roda dua b). Pelaksana parkir (a). Dikelola sendiri (Urdal) (b). Dikontrakkan c). Restribusi parkir (a). Umum, bayar dengan pemakaian kartu (b). Pegawai/pejabat/VIP, gratis. d). Pengamanan kendaraan Dikoordinasikan dengan PAM . 3). Ruang dan bangunan Ruang dan bangunan adalah semua ruang/unit yang ada didalam batas/pagar rumah sakit (bangunan fisik dan kelengkapannya) yang dipergunakan untuk berbagai keperluan /kegiatan rumah sakit. Termasuk didalammya adalah pencahayaan, penghawaan dan kebisingan.

a). Pemeliharaan ruang dan bangunan (1). Kegiatan pembersihan ruang sebaiknya dilakukan pagi dan sore hari. Cara pembersihan yang menimbulkan debu dihindarkan, sebaiknya menggunakan pel yang memenuhi syarat dan bahan amntiseptic yang tepat. Ditiap ruang disediakan perlengkapan pel sendiri. Pembersihan lantai dilakukan mulai dari ruang sebelah dalam kearah luar. Dan sebaiknya perabotan seperti kursi, meja tempat tidur harus diangkat/digeser agar pembersihan lebih sempurna. Pembersihan dinding dilakukan secara periodik minimal 2 kali setahun dan di cat ulang 1 kali setahun. (2). Pembersihan lantai di ruang perawatan pasien dilakukan setelah pembenahan/merapikan tempat tidur pasien, setelah jam makan,setelah jam kunjungan dokter, setelah kunjungan keluarga dan sewaktu-waktu bilamana

diperlukan. (3). Setiap percikan ludah, darah atau eksudat luka pada dinding segera dibersihkan dengan menggunakan antiseptic. b). Pencahayaan (1). Pencahayaan alam maupun buatan diupayakan agar tidak menimbulkan silau dan intensitasnya sesuai dengan peruntukkannya (2). Penempatan bola lampu sedemikian rupa sehingga menghasilkan penyinaran yang optimum dan sering dibersihkan. Bola lampu yang mulai tidak berfungsi segera diganti. (3). Jaringan instalasi listrik harus sering diperiksa kondisinya untuk menjamin keamanan. c). Penghawaan (1). Untuk penghawaan alamiah, lubang ventilasi diupayakan sistim silang dan dijaga agar aliran udara tidak terhalang. (2). Untuk penghawaan mekanis dengan menggunakan exhaust fan dipasang pada ketinggian minimal 2 meter diatas lantai atau minimal 0,20 meter dari langit-langit. d). Kebisingan (1). Pengaturan dan tata letak ruangan harus sedemikian rupa sehingga kamar dan ruangan yang memerlukan suasana tenang terhindar dari kebisingan. (2). Sumber-sumber bising yang berasal dari rumah sakit dan sekitarnya agar diupayakan untuk dikendalikan antara lain dengan cara : i. Pada sumber bising rumah sakit : peredamanan, penyekatan, pemindahan, pemeliharaan mesin-mesin yang menjadi sumber bising. Ii Pada sumber bising dari luar rumah sakit ; penyekatan/penyerapan bising dengan penanaman pohon (green belt), meninggikan tembok, dan meninggikan tanah (bukit buatan). c. Aspek kesehatan Dalam bidang kesehatan, lingkungan ditenggarai berperan besar dalam timbulnya penyakit selain dari keturunan, perilaku dan pelayanan kesehatan sendiri. Bahwa untuk menghindari terjadinya pencemaran lingkungan, gangguan kesehatan dan atau dapat menjadi tempat penyebab penularan penyakit ataupun hal yang tidak menguntungkan dari segi kesehatan, maka lingkungan maupun prasarana rumah sakit perlu dipelihara dengan baik sesuai persyaratan kesehatan (Permenkes RI nomor : 986/Menkes/Per/1992). Lokasi rumah sakit harus terletak didaerah yang terhindar dari pencemaran, dan penetapan lokasi rumah sakit harus memenuhi ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. Sementara Lingkungan, bangunan dan fasilitas rumah sakit harus memenuhi syarat kesehatan, sedangkan konstruksi ruangan khusus, ruang operasi, laboratorium, sterilisasi, radiologi, kamar mayat dan ruang pendingin harus memenuhi syarat kesehatan. 1). Persyaratan konstruksi rumah sakit : a). Lantai (1). Terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, permukaan rata, tidak licin dan mudah dibersihkan. (2). Lantai yang selalu kontak dengan air harus mempunyai kemiringan

yang cukup (2-3 %) ke arah saluran pembuangan air limbah. b). Dinding (1). Permukaan dinding harus rata, berwarna terang, dicat tembok dan mudah dibersihkan. (2). Permukaan dinding yang selalu terkena percikan air harus terbuat dari bahan yang kuat dan kedap air. c). Ventilasi (1). Harus menjamin adanya peredaran udara didalam kamar/ruang dengan baik. (2). Bila ventilasi tidak menjaminadanya penggantian udara dengan baik, sebaiknya dilengkapi dengan penghawaan mekanik (exhauster).

d). A t a p. (1). Kuat, tidak bocor dan tidak menjadi tempat perindukan serangga dan tikus. (1). Kerangka atap perlu residu terlebih dahulu agar tahan rayap. (2). Sebelum pemasangan kayu reng dilapisi lembaran triplex dan alumunium foil supaya tidak bocor. e). Langit-langit (1). Kuat, berwarna terang dan mudah dibersihkan (2). Tinggi minimal 2,5 meter dari lantai (3). Kerangka kayu langit-langit dibuat anti rayap. f). P i n t u (1). Kuat dapat mencegah masuknya serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya. (2). Bila menggunakan cat, sebaiknya menggunakan cat anti rayap. g). Jaringan instalasi . Pemasangan jaringan instalasi air minum, air limbah, gas, listrik, sistim penghawaan, sarana komunikasi dan lain-lain, harus rapih, aman dan terlindung. 2). Persyaratan Ruang dan bangunan a). Harus selalu dalam keadaan bersih dan mudah dibersihkan, tersedia tempat sampah sesuai dengan jenis sampahnya serta tersedia fasilitas sanitasi sesuai dengan kebutuhan. b). Perbandingan jumlah tempat tidur dengan luas lantai untuk ruang perawatan dan ruang isolasi sebagai berikut : (1). Ruang bayi - Ruang perawatan minimal 2 m2/TT Ruang isolasi minimal 3,5 m2/TT (2). Ruang dewasa - Ruang perawatan minimal 4,5 m2/TT - Ruang isolasi minimal 6 m2/TT -

c). Bebas dari gangguan serangga, binatang pengerat dan binatang pengganggu lainnya. d). Lantai harus selalu bersih, tingkat kebersihan lantai untuk ruang operasi 0-5 kuman/cm2 dan untuk ruang perawatan 5-10 kuman/cm2.

e). Mutu udara memenuhi persyaratan sebagai berikut : (1). Tidak berbau, terutama H2S dan amoniak (2). Kadar debu tidak melampaui 150 ug/m3 udara dalam pengukuran rata -rata 24 jam (3). Angka kuman : Ruang operasi kurang dari 350 koloni/m3 udara dan bebas kuman pathogen (khususnya alpha streptococus haemoliticus), dan spora gas gangren. Ruang perawatan dan isolasi kurang dari 700 koloni/m3 udara dan bebas kuman pathogen khususnya alpha streptococus haemoliticus

(4). Kadar gas dan bahan berbahaya : Kadar gas dan bahan berbahaya dalam udara tidak melebihi konsentrasi maksimum seperti tabel berikut : Parameter H2S NH3 CO SO2 HC Pb Eter Ozone NOx konsentrasi max 0,03 ppm (42 ug/m3) 2 ppm (1.360 ug/m3) 20 ppm (2.260 ug/m3) 0,10 ppm (260 ug/m3) 0,24 ppm (160 ug/m3) 0,06 ug/m3 400 ppm (1.200 ug/m3) 0,1 ppm (0,2 ug/m3) 0,003 ppm waktu pengukuran 30 menit 24 jam 8 jam 24 jam 3 jam 24 jam 24 jam

f). Suhu dan kelembaban, sebagai berikut : Ruang/unit suhu (derajat celcisus) 22 25 24 25 26 27 26 27 Kelembaban (%) 50 - 60 50 60 40 - 50 40 55

Operasi ,bersalin Pemulihan Observasi bayi , Perawatan bayi , Perawatan prematur ICU

g). Kebisingan

-

Ruang perawatan, isolasi, radiologi, operasi maksimum 45 dBA Poliklinik/poli gigi, bengkel/mekanis maksimum 80 dBA Laboratorium maksimum 68 dBA Ruang cuci, dapur, dan ruang penyediaan air panas (ketel) dan air dingin maksimum 78 dBA.

h). Pencahayaan, sebagai berikut : Ruang/unit R. isolasi khusus Ruang X-ray R. pasien (tidur) Koridor Kantor/loby/tangga/ R alat/gedung/toilet Dapur/R cuci/R farmasi R pasien/R operasi/ Anestesi/R balut/lab/ R pemulihan/endoscopy Meja operasi Pencahayaan (lux) 0.10.5 75-100 maks 50 minl 60 minl 100 minl 200 minl 300-500 10.000-20.000 keterangan warna biru malam -

tanpa bayangan

3). Persyaratan konstruksi ruang di rumah sakit a). Ruang operasi (1). Dinding terbuat dari porselin setinggi langit-langit, atau dicat dengan cat tembok yang tidak luntur. Sebaiknya berwarna putih atau terang. (2). Langit-langit. Terbuat dari bahan multipleks yang dipasang rapat, dengan ketinggian antara 2,70 3,30 m dari lantai. (3). Lantai. Terbuat dari bahan kuat, kedap air, mudah dibersihkan dan berwarna terang. Dibawah lantai dipasang kabel anti petir persis dibawah mej operasi. (4). Pintu. Lebar minimal 1,20 m dan tinggi 2,10 m, semua pintu kamar harus selalu dalam keadaan tertutup. Tidak dibenarkan terdapat hubungan langsung dengan udara luar, untuk itu harus dibuat ruang antara. Hubungan dengan ruang scrub up dipasang jendela kaca mati. (5). Pencahayaan. 300-500 lux, meja operasi 10.000-20.000 lux, sebaiknya lampu bedah mempunyai gantungan dengan profil baja double INP 20. Stop kontak dan saklar dipasang pada ketinggian minimal 1,40 m dari lantai.

b).

Ruang Laboratorium (1). Dinding. Terbuat dari porselin atau keramik setinggi 1,50 m. Dan sisanya dicat dengan warna terang termasuk dinding dapur, kamar mandi/toilet. (2). Langit-langit. Tinggi antara 2,70 3,30 m dari lantai. (3). Lebar pintu minimal 1.20 dan tinggi 2,10 m (4). Ambang bawah jendela minimal 1,00 m dari pantai (5). Lantai. Kuat, mudah dibersihkan, berwarna terang dan tahan terhadap

perusakan oleh bahan kimia. (6). Meja. Untuk instrumen elektronik harus tahan getaran. Biasanya meja terbuat dari beton dilapisi porselin/keramik dengan tinggi 0,80-1,00 m. (7). Stop kontak. Dipasdang minimal 1,40 m dari lantai. 4 c). Ruang radiologi (1). Dinding. Terbuat dari batu bata campuran 1 : 3 , bagian dalam dilapisi lempengan timah hitam setebal 1,0 1,5 mm, dan tebal dinding minimal 1 bata melintang sekitar 30 cm. (2). Daun pintu dan kusen. Dilapisi timah hitam setebal 1,o 1,5 mm (3). Jendela. Antara ruang x ray dan operator memakai kaca hitam setebal 1,0 1,5 mm (4). Kamar gelap - Dinding berwarna gelap/hitam - Bovenlicht. Memakai gorden hitam - Pencahayaan. Dengan lampu 15 w, diberi selongsong (kap). 5 d), Ruang mayat (1). Letak dekat bagian pathologi atau laboratorium. Mudah dicapai dari ruang perawatan, gawat darurat dan ruang operasi. (2). Terdapat sarana pembuangan limbah, yang dilengkapi dengan bahan penulasan jenazah, termasuk meja pemandian. (3). Ada tempat penyimpanan jenazah, bial perlu lemari pendingin (4). Ada ruang tunggu dan ruang menyembahyangkan mayat.

4). Sterilisasi/ desinfeksi Yaitu upaya untuk menghapus hamakan atau membebaskan suatu obyek dari kontaminasi mikroorganisme pathogen. Seperti pada semua peralatan asuan (yang dimasukkan ke jaringan) sistem vaskuler, atau jaringan darah harus selalu steril. Juga peralatan yang menyentuh selaput lendir ; endoskopi, pipa endotrocheal, dan semua peralatan operasi harus steril sebelum digunakan. a). Peralatan sterilisasi. Biasanya menggunakan autoclaving dengan temperatur berkisar 132 drajat celcius. Dalam setiap alat yang berubah kondisi fisiknya tidak boleh digunakan lagi. b).Penyimpanan alat. Dengan menggunakan lemari khusus dan dikemas dengan kemasan yang steril.

6

5).

Perlindungan radiasi

Dari setiap alat atau bahan yang mempunyai efek radiasi, harus dilakukan pemantauan melalui p[emeriksaan rutin tingkat energi radiasinya. diruang kerja

maupun tingkat pemaparannya pada para pekerja. Disamping itu evaluasi radiasi perlu dilakukan mulai dari kegiatan analisis sampai tindak lanjutnya. a). Pengawasan kontaminasi udara ( 1). Diperlukan perlengkapan proteksi khusus (2). Semua pekerjaan yang dapat menimbulkan kontaminasi udara, harus dilakukan dilemari khusus atau kotak bersarung tangan. (3). Ditempatkan alat pemantau radiasi diruang yang memungkinkan. 3 b). Pemantauan perorangan (1). Pemaparan harus dibawah NAB (2). Penggunaan lat pemaparan tidak membatasi pemaparan. Misal dosimeter cincin. Alat pemantau diupayakan sesuai energi dan arah radiasi. Beberapa diantaranya adalah ; - Dosimeter kaca fosfat - Dosimeter kamar ionisasi - Dosimeter thermoluminisensi (TLD) - Film badge, untuk pemantauan pemaparan pada pekerja yang tugasny berbeda-beda. (3). Pemeriksaan darah dengan mengukur penurunan jumlah limphosit dan thrombosit.

Secara umum pelayanan pemantauan menjadi tanggung jawab dan Wewenang BATAN, BEBERAPA PEMERIKSAAN TELAH DIDELEGASIKAN KE Depkes melalui SKB no. 525/Menkes/VIII/89 dan no. PN. 01/01/94/DJ/89 tanggal 1 Agustus 1989. c). Pengamanan. Untuk pengamanan disamping harus ada tenaga terlatih juga diperlukan peralatan antara lain ; (1). Monitor perorangan (2). Alat transportasi (3). Survei meter (4). Pakaian kerja (5). Dekontaminasi kit (6). Alat pemeriksaan tanda-tanda radiasi Selain hal diatas dari aspek kesehatan, upaya penyehatan rumah sakit juga ditujukan pada antara lain : 1). 2). 3). 4). 5). 6). Penyehatan makan dan minuman Penyehatan air dan kualitasnya Penanganan sampah dan limbah Penyehatan tempat pencucian umum termasuk tempat pencucian linen Pengendalian serangga dan tikus Penyuluhan kesehatan lingkungan

Satuan kerja/unit organisasi yang ditunjuk untuk menyelenggarakan penyehatan lingkungan rumah sakit, dapat melaksanakan tahapan kegiatan berupa :

1). Penyusunan rencana program kerja tahunan 2). Menyusun rencana pelaksanaan kegiatan, meliputi : a). Jenis kegiatan yang akan dilaksanakan b). Sasaran/target tiap jenis kegiatan c). Jadwal pelaksanaan kegiatan d). Tenaga/unit organisasi yang akan melaksanakan kegiatan e). Peralatan/bahan atau sarana yang diperlukan (jenis dan jumlahnya). f). Pembiayaan untuk tiap jenis kegiatan g). Pencatatan dan pelaporan.

8. .Analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) a. Umum Dalam Peraturan Pemerintah nomor ; 51 tahun 1993 tentang analisis mengenai dampak lingkungan, dikatakan bahwa dalam rangka melaksanakan pembangunan berwawasan lingkungan sebagai upaya sadar dan berencana mengelola sumber daya secara bijaksana dalam pembangunan yang berkesinambungan untuk meningkatkan mutu hidup, perlu dijaga keserasian antar berbagai usaha atau kegiatan.. Selanjutnya dikatakan bahwa setiap usaha atau kegiatan pada dasarnya menimbulkan dampak terhadapa lingkungan hidup yang perlu dianalisis sejak awal perencanaannya, sehingga langkah pengendalian dampak negatif dan pengembangan dampak positif dapat dipersiapkan sedini mungkin. Analisis mengenai dampak lingkungan diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang pelaksanaan rencana usaha atau kegiatan yang mempunyai dampak penting terhadap lingkungan hidup. 1). Pengertian a). Analisis dampak lingkungan adalah hasil studi atau telaahan secara cermat dan mendalam mengenai dampak penting suatu rencana usaha atau kegiatan yang direncanakan terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan. b). Dampak penting adalah perubahan lingkungan yang sangat mendasar yang diakibatkan oleh suatu usaha atau kegiatan. c). Kerangka acuan (KA), adalah ruang lingkup studi analisi dampak lingkungnan yang merupakan hasil pelingkupan ( proses pemusatan studi pada hal-hal penting yang berkaitan dengan dampak penting). d). Rencana pengelolaan lingkungan (RKL), adalah dokumen yang mengandung upaya penanganan dampak penting terhadap lingkungan hidup yang ditimbulkan akibat dari rencana usaha atau kegiatan. e). Rencana pemantauan lingkungan (RPL), adalah dokumen yang mengandung upaya pemantauan komponen lingkungan hidup yang tyerkena dampak penting akibat dari rencana usaha atau kegiatan. f). Penyajian informasi lingkungan (PIL), ialah suatu proses dslsm perencanaan untuk memperkirakan kemungkinan terjadinya dampak yang akan digunakan utnuk menetapkan apakah proyek yang diusulkan tersebut perlu Andal atau tidak.

PIL juga merupakan suatu telaahan secara garis besar tentang kegiatan yang akan dilaksanakan didalamnya termasuk rona lingkungan serta kemungkinan timbulnya dampak lingkungan oleh kegiatan tersebut dan rencana tindakan pengendalian dampak negatifnya.

g). Penyajian evaluasi lingkungan (PEL), Yaitu suatu penelaahan seperti PIL, tetapi dilakukan pada proyek yang sudah berjalan. 2). Prosedur pelaksanaan Amdal a). Pemrakasa yang mempunyai rencana usaha atau kegiatan wajib menyusun kerangka acuan bagi pembuatan analisi dampak lingkungan, dan disampaikan kepada komisi yang bersangkutan. b). Analisi dampak lingkungan, RKL dan RPL diajukan kepada instansi yang bertanggung jawab c). Apabila analisis dampak lingkungan menyimpulkan bahwa dampak negatif lebih besar dibandingkan denganhasil dampak positifnya, maka instansi yang berttanggung jawab memutuskan menolak rencana usaha atau kegiatan yang bersangkutan. Penilaian dilakukan oleh komisi analisis mengenai dampak lingkungan dari instansi yang bertanggung jawab. d). Persetujuan atas dokumen Amdal ditanda tangani instansi yang bertanggung jawab. e). Anggota tetap komisi terdiri dari unsur ; Badan perencanaan pembangunan, instansi yang membidangi lingkungan hidup, Badan koordinasi penanaman modal, Badan pertanahan nasional, Instansi pemerintah yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan, Studi lingkungan hidup Perguruan tinggi. Sedangkan anggota tidak tetap diangkat dari instansi pemerintah yang membina sektor yang bersangkutan, Lembaga swadaya masyarakat, serta anggota lain yang dipandang perlu. Berdasarkan Keputusan Menteri lingkungan hidup RI nomor : Kep-12 / Men KLH / 3 / 94 tahun 1994 tentang pedoman umum upaya pengelolaan lingkungan dan upaya pemantauan lingkungan, disebutkan bahwa rencana usaha atau kegiatan yang tidak ada dampak pentingnya (tidak wajib Amdal) dan atau secara teknologi sudah dapat dikelola dampak pentingnya, tetap diharuskan melakukan upaya pengelolaan lingkungan (UKL) dan uapaya pemantauan lingkungan (UPL) sesuai dewngan yang ditetapkan didalam syarat-syarat perizinannya menurut peraturan yang berlaku. UKL dan UPL bukan merupakan bagian AMDAL, oleh sebab itu tidak dinilai oleh komisi AMDAL, melainkan diarahkan langsung oleh instansi tehnis yang membidangi dan bertanggung jawab atas pembinaan usaha atau kegiatan tersebut melalui suatu petunjuk teknis sesuai jenis usaha atau kegiatannya. Dan pemrakarsa usaha atau kegiatan terikat pada dokumen yang telah diisi dan ditandatanganinya dan menjadi syarat pemberian izin usaha atau kegiatan dimaksud. Oleh sebab itu UKL dan UPL perlu disusun sedemikian rupa sehingga dapat : a). Langsung mengemukakan informasi penting setiap jenis rencana usaha atau kegiatan yang merupakan sifat khas proyek itu sendiri dan dapat menimbulkan dampak potensial terhadap lingkungannya.

b). Informasi komponen yang terkena dampak c). UKL dan UPL dilakukan oleh pemrakarsa pada tahap pra konstruksi, konstruksi maupun pasca konstruksi.

d). Sitematika dari UKL dan UPL adalah sebagai berikut : (1). Rencana usaha atau kegiatan (2). Komponen lingkungan ; sungai, udara, flora dan fauna (3). Dampak-dampak yang akan terjadi baik berupa limbah maupun polusi yang mencakup ; sumber, jenis dan ukuran dampak, sifat dan tolok ukur dampak. (4). Upaya pengelolaan lingkungan (5). Upaya pemantauan lingkungan mencakup antara lain ; jenis dampak yang dipantau, lokasi pemantauan, waktu pemantauan dan cara pemantauan. (6). Pelaporan , berisi uraian mekanisme pelaporan UKL dan UPL dari tahap perencanaan sampai kegiatan dilaksanakan (instansi pembina, Bapedal, Pemda setempat). (7). Pernyataan pelaksanaan, ditanda tangani pemrakarsa. 3). Kegunaan Amdal Mengapa Amdal diperlukan ?, jawabannya adalah Karena adanya Undang -undang dan Peraturan Pemerintah , Agar kualitas lingkungan tidak rusak, Disepakatinya pengelolaan lingkungan yang baik. a). Kegunaan bagi pemilik proyek : (1). Untuk melindungi proyek dari melanggar undang-undang dan peraturan. (2). Untuk melihat masalah lingkungan yang dihadapi dimasa datang (3). Mempersiapkan cara-cara pemecahan masalah yang akan dihadapi. (4). Sebagai sumber informasi sosial,ekonomi dan sosial budaya sekitarnya. (5). Sebagai bahan penguji adanya kelemahan dalam proyek. (6). Untuk menemukan keadaan lingkungan yang membahayakan proyek, se perti banjir, tanah longsor, gempa bumi dan sebagainya. b). Kegunaan bagi masyarakat : (1). Dapat mengetahui dan mempersiapkan diri untuk adaptasi terhadap pembangunan proyek didaerahnya. (2). Mengetahui perubahan yang merugikan atau menguntungkan dirinya dari adanya proyek tersebut dimasa datang. (3). Pemahaman hal ihwal mengenai proyek secara jelas sehingga menghindari kesalah pahaman dan dapat menjalin kerjasama . (4). Mengetahui hak dan kewajibannya atas proyek dimaksud.

4). Baku mutu lingkungan Untuk mengukur apakah terjadi perusakan sumber daya alam atau pencemaran lingkungan, dipakai sebagai tolok ukur apa yang disebut baku mutu lingkungan (standar lingkungan). Maka pencemaran lingkungan diukur menurut besar kecilnya penyimpangan dari baku mutu lingkungan. Jika keadaan lingkungan menyimpang besar melebihi ambang batas penyimpangan dari baku mutu lingkungan, maka lingkungan dianggap tercemar. baku mutu lingkungan yang sudah ada meliputi yaitu ; baku mutu air, standar kualitas air limbah dan kualitas udara. (terlampir) a). Beberapa parameter air buangan (1). Kandungan zat padat, yang diukur adalah bentuk total solids, suspended

solid, dissolved solid (2). Kandungan zat organik, zat organik dalam penguraiannya memerlukan oksigen dan bantuan mikro organisme. Salah satu cara penentuan kandungannya adalah dengan mengukur BOD (Biochemical oxygen demand). BOD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan bakteri untuk melakukan dekomposisi aerobik bahan-bahan organik dalam larutan, dibawah kondisi waktu dan suhu tertentu (biasanya 5 hari pada 20 derajat celcius). (3). Kandungan zat an organik, beberapa komponen zat an organik yang penting antara lain Nitrogen,dalam senyawaan Nitrat, Phosphor dalam total phosphor, H2O dalam zat-zat beracun dan logam berat seperti Hg,Cd, Pb dan lain-lain. (4). Gas , adanya gas N2, O2 dan CO2 pada air buangan berasal dari udara yang larut kedalam air, sedangkan gas H2S, NH3, dan NH4 berasal dari proses dekomposisi air buangan. Oksigen dalam air buangan dapat diketahui dengan mengukur DO ( Dissolvod Oxygen). Jumlah oksigen yang ada dalam air sering digunakan untuk menentukan banyaknya pencemaran zat organik dalam larutan, makin rendah DO suatu larutan makin tinggi kandungan zat organiknya. (5). Kandungan bakteri, bakteri golongan coli terdapat secara normal dalam usus dan tinja manusia. Sumber bakteri patogen dalam air buangan berasal dari tinja manusia yang sakit. Untuk menganalisa bakteri patogen cukup sulit, sehingga parameter mikrobiologis menggunakan perkiraan terdekat jumlah golongan Coliform (MPN=most probale number) dalam 100 ml air buangan serta perkiraan terdekat jumlah Coliform tinja dalam 100 ml air buangan. (6). Suhu , umumnya tidak banyak berbeda dengansuhu udara tetapi lebih tinggi dari suhu air minum. Suhu dapat mempengaruhi kehidupan dalam air, kecepatana reaksi penguraian ,proses pengendapan zat padat, serta kenyamanan dalam badan air. (7). PH (derajat keasaman), Pengukurannya berkaitan dengan pengolahan biologis karena PH yang kecil akan lebih menyulitkan, disamping akan mengganggu kehidupan dalam air bila dibuang keperairan terbuka.

b). Kualitas udara 1). Bersifat irritant, antara lain : a). Formaldehyd 3 mg/m3 b). Amonia 18 mg/m3 c). Etilen oksida 90 mg/m3 d). Hidrogen klorida 7 mg/m3 e). Sulfur dioksida 13 mg/m3 2). Bersifat Asphyxiant, antara lain : a). CO 2 9000 mg/m3 b). Hidrogen sianida 11 mg/m3 3). Bersifat Anaesthetic dan narcotica, antara lain : a). Eter 600 mg/m3 b). Butil alkohol 300 mg/m3 c). Amil asetat 525 mg/m3 4). Bersifat systemic, antara lain : a). Benzen 80 mg/m3 b). Kilen 435 mg/m3 c). Karbon disulfida 60 mg/m3

d). Arsen 0,5 mg/m3 e). Sulfur monokloride 6 mg/m3

c). Ukuran kebisingan Peruntukkan Perdagangan Transporatasi Pemukiman Industri Rekreasi Campuran maks yang diperkenankan 85 70 60 70 70 70 maks yang diinginkan 70 60 40 60 50 50

b. Amdal dilingkungan TNI Di lingkungan Hankam/TNI perangkat yang mengatur tentang Amdal didasari oleh Surat keputusan Menhankam RI no.Skep/1327/VII/1991 tentang Pokok-pokok penyelenggaraan Amdal .yang berisikan antara lain : 1). Pejabat Pemrakarsa proyek : a). Unit organisasi Dephankam : Dirjen Renumgar b). Unit Organisasi Mabes TNI : Asrenum Pang TNI c). Unit organisasi Tiap Angkatan : Asrena Angkatan masing-masing 2). Komisi Amdal a). b). c). d). Ketua komisi pusat ; Sekjen Dephankam Ketua pelaksana harian ; Staf ahli Menhamkam bidang khusus. Sekretaris komiusi pusat ; Dirrenum Ditjen Renumgar Dephankam Anggota komisi pusat ; (1). Anggota tetap ; Sekjen Dephankam, Staf ahli menteri bidang khusus, Direktu E Badan intelijen TNI, Ka BPPIT Dephankam, Waaster Kasum TNI, Dirfasjas Ditjen Maatfasjasa Dephankam, Dirrenum Ditjen Renumgar Dephankam, Dir tata pembangunan lingkungan hidup Ditjen Bangda Depdagri,Deputi II bidang pengembangan Bapedal, anggota lain yang ditunjuk. (2). Anggota tidak tetap ; Terdiri dari wakil-wakil unit organisasi Dephankam-TNI dan pejabat TNI lain yang ditunjuk serta perwakilan dari Departemen, lembaga non Departemen, Pusat studi lingkungan yang berkaitan dengan rencana proyek Dephankam-TNI.

3). Kegiatan dan proyek yang perlu PIL, meliputi : a). Bangunan karya (1). Markas dan atau perkantoran - TNI-AD, setingkat Batalyon keatas TNI-AL, setingkat pangkalan AL keatas - TNI-AU, setingkat pangkalan udara keatas

(2). Bangunan simpan dan atau timbun - Gudang mesiu - Gudang bahan bakar minyak dan pelumas - Garasi kendaraan tempur - Garasi kendaraan khusus (3). Bangunan pemeliharaan dan atau perawatan - Rumah sakit kelas II - Dok atau galangan - Hanggar (4). Komplek perumahan dinas. b). Bangunan latihan dan laboratorium (1). Latihan menembak (2). Laboratorium kimia (3). Laboratorium balistik c). Bangunan instalasi pertahanan (1). (2). (3). (4). Instalasi komlek Instalasi air Instalasi listrik Instalasi sanitasi

4). Kegiatan dan proyek yang perlu Andal (Kep Menhankam nomor : Kep/08/III/1990), meliputi : a). Bangunan karya (1). Rumah sakit kelas I (2). Pabrik farmasi b). Bangunan instalasi pertahanan (1). Instalasi radar (2). Instalasi perkubuan (4). Instalasi rudal

c). Bangunan prasarana :51 (1). Prasarana penerbangan (2). Prasarana labuh dan sandar (3). Prasarana latihan : - Pusat latihan tempur darat - Medan latihan laut - Medan latihan senjata udara - Medan tembak senjata berat dan sedang. c. Amdal dibidang kesehatan Apa yang diatur dalam PP nomor 51/1993, tidak mungkin dapat mengatur segala -galanya tentang Amdal sampai pada hal yang bersifat tehnis dan operasional. Oleh karenanya Amdal dikembangkan oleh departemen/institusi bidang tehnis masing-masing melalui peraturan yang dibuat para Menterinya, termasuk Menteri kesehatan. Setelah keluar keputusan Menkes tanggal 9 juni 1990 no.286/Menkes/Sk/VI/1990 tentang kegiatan bidang kesehatan yang wajib membuat Amdal, berturut-turut dikeluarkan Permenkes yang berkaitan dengan Amdal dibidang kesehatan antara lain : 1). Permenkes RI no. 986/Menkes/Per/XI/1992 tentang persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit 2). Kep Dirjen P2M PLP no. HK. 00.06.6.44 tentang persyaratan dan p[etunjuk teknis tata cara penyehatan lingkungan rumah sakit 3). Lain-lain.

BAB IV PENGELOLAAN LIMBAH 1. Umum Limbah secara umum diartikan sebagai bahan sisa dari aktivitas manusia. Limbah ada yang berguna dan sering lebih merugikan terhadap lingkungan termasuk manusia. Dan semua mahluk hidup memproduksi bahan sisa. Pada hewan dan manusia bahan sisa tersebut berupa gas dan air seni. Sebagai contoh ialah H2S yang berbau busuk dan terbentuk dalam proses penguraian bahan organik, misal pada pembusukan sampah. Pada manusia, bahan sisa tidak hanya berasal dari metabolismetubuh, melainkan juga dari aktivitas hidup yang lain. Bahan bungkusan dan barang bekas yang tak terpakai lagi menjadi sampah. Dengan semakin meningkatnya kegiatan ekononomi, makin banyak pula barang sisa yang berasal dari alat transport dan pabrik.

Limbah rumah tangga, restoran, hotel juga rumah sakit sering disebut sebagai limbah domestik. Pencemaran oleh limbah domestik mempunyai banyak akibat buruk, yang paling ringan adalah menurunnya keindahan lingkungan yang diikuti dengan bau busuk. Akibat yang lebih berat ialah terganggunggunya kesehatan yang terjadi karena tercemarnya air keperluan rumah tangga, yang pada akhirnya dapat menimbulkan wabah penyakit seperti kolera. Adanya comberan yang tercemar merupakan media perkembang biakan vektor penyakit seperti lalat, nyamuk dan tikus. Begitu juga dengan parasit seperti cacing yang mudah menginfeksi anak-anak yang bernain tanpa alas kaki. Selanjutnya pencemaran oleh limbah industri lebihsering menyebabkan keracunan. Pada pencemaran yang lebih tinggi dapat mengakibatkan keracunan akut bahkan sampai pada kematian. Pencemaran yang kronis dari limbah industri sering efeknya tidak segera tampak, oleh karena zat pencemar sering bersifat terakumulatif dalam tubuh manusia, sehingga banyak orang sering tidak sadar kalau telah keracunan. 2. Akibat yang ditimbulkan oleh limbah Seperti disebutkan diatas, limbah adalah kotoran atau benda sisa/yang tak terpakai dan dapat berupa cairan, sampah padat, maupun kotoran manusia (tinja). Dan apabila tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan kerugian antara lain yaitu : a. b. c. d. e. f. g. h. i. Bahaya kontaminasi dan pencemaran Mengganggu keseimbangan ekologi Adanya bau dan pemandangan yang kurang mengenakkan Mempercepat pendangkalan badan air Menjadi tempat perkembangbiakan vektor penyakit Terjadinya perusakan fasilitas masyarakat seperti jalan, jembatan, saluran air. Mengurangi kunjungan turis Meningkatnya kriminilitas Dan lain sebagainya.

3.

Cara pengelolaan limbah Umum Pencemaran oleh limbah domestik semestinya mendapat prioritas oleh karena luasnya daerah pencemaran dan besarnya korban. Namundemikian pencemaran oleh limbah a.

industri lebih mendapat perhatian masyarakat umum, pers bahkan Pemerintah. Mungkin orang telah terbiasa dan kurang menyadari adanya pencemaran oleh limbah domestik, sementara limbah industri lebih terkesan modern. Pemanfaatan limbah (daur ulang) telah dilakukan oleh masyarakat misalnya untuk makanan ternak dan ikan. Namun daur ulang walaupun bermanfaat sering tidak hygieneis, sehingga menimbulkan masalah kesehatan. Untukm itu perlu ada pemikiran tentang bentuk-bentuk daur ulang yang lebih baik lagi.

Pemanfaatan sampah padat sebagai bahan bakar untuk pembangkit listrik, kompos dan bahan bangunan merupakan alternatif lain. Sementara limbah cair dan tinja dapat diolah menjadi biogas. Didalam industri, prinsip daur ulang juga telah dilakukan misalnya gas SO2 yang merupakan zat pencemar yang terbentuk dalam pembakaran BBM atau batubara dikumpulkan dan diolah menjadi asam sulfat yang bermanfaat (dapat dijual). Oleh karenanya selain pemanfaatan limbah yang baik dan menguntungkan diatas, sesuai dengan situasi dan kondisi masing-masing tiap penghasil limbah semestinya mengadakan pengelolaan limbahya .

b.

Beberapa cara pengelolaan 1). Air limbah a). Septic tank Merupakan cara yang paling memuaskan dan dianjurkan diantara cara-cara pembuangan tinja dan air buangan. Terdiri dari tanki sedimentasi yang kedap air, dimana tinja dan air buangan masuk dan mengalami proses dekomposisi, dan selama waktu tersebut limbah akan mengalami proses yaitu : (1). Proses mekanis Akibat penghancuran, masa limbah akan direduksi dan sebagian besar (60 70%) zat-zat padat akan mengendap di dasar tangki sebagai slidge. Zat-zat yang tak dapat hancur bersama lemak dan busa akan mengapung dan membentuk suatu lapisan yang menutupi permukaan air dalam tangki sedimentasi. Lapisan ini disebut Scum dan berfungsi untuk mempertahankan suasana an aerob dari cairan dibawahnya. Suasana inilah yang memungkinkan bakteri-bakteri an aerob dan faxetatif an aerob dapat tumbuh dengan subur yang akan berfungsi pada proses berikutnya. (2). Proses biologis. Terjadi proses dekomposisi melalui aktifitas bakteri an aerob dan fakultatif an aerob yang memakan zat-zat organik dalam Sludge dan Scum. Hasil nyata dari proses ini selain terbentuk gas dan zat cair lainnya adalah pengurangan volume Sludge, sehingga memungkinkan septictank beroperasi untuk jangka waktu 1 4 tahun atau lebih. Dekomposisi ini tidak hanya terhadap sludge, tetapi juga mencakup zat-zat organik halloid yang terkandung dalam air buangan. Cairan effeluent yang walaupun masih sedikit harus praktis sudah tidak mengandung bagian-bagian limbah dan mempunyai BOD serta Suspended Sulid yang relatif rendah. Effluent ini kemudian dialirkan keluar melalui pipa dan masuk kedalam lapangan perembesan.

Tentu saja lapangan perembesan ini harus diletakkan sedemian rupa sehingga tidak mencemari sumber air tawar ataupun sumur disekitarnya. b). Instalsi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Merupakan cara pengolahan air limbah yang lebih kompleks dan lengkap yaitu pengolahan secara fisis dan mekanis (primer) dan secara biologis (sekunder) terutama digunakan di daerah perkotaan dan umumnya mengolah air buangan dari segala jenis baik yang berasal dari rumah tangga, kotapraja maupun industri. (1). Pertama kali menghilangkan kotoran-kotoran dalam bentuk besar seperti; sampah, kayu, besi, bangkai binatang dll. Dengan mengalirkan cairan melalui saringan kawat/besi dengan garis tengah 2,5 m (Screening) semua benda besar dengan garis tengah lebih dari 2,5 cm akan tertahan, selanjutnya limbah dialirkan kesaluran pengendapan pasir/kerikil. (2). Air limbah mengandung kerikil dan pasir (detritus) yang dapat merusak pompa serta mesin-mesin. Untuk itu harus dihilangkan dengan cara memperlambat kecepatan aliran melalui saluran pengendap (GRIT CHANNEL). (3). Kemungkinan cairn dialirkan ketangki pengendapan pertama (primory sedimentatif tank), dan didiamkan beberapa waktu untuk memberi kesempatan zatzat padat mengendap (crude sludge) kedasar tangki. Lumpur kasar ini kemudian dipompa keluar dan dimasukkan kedalam tangki pelumatan lumpur (Sludge digestin tank), selanjutnya dimasukkan kedalam tanki pengeringan lumpur, yang akhirnya dibuang. Cairan yang tinggal (primory affluent) diolah lebih lanjut dan dialirkan kepengeolahan sekunder. (4). Dalam pengolahan sekunder bakteri-bakteri aerobik tumbuh dan melakukan dekomposisi aerobik, bakteri tersebut memerlukan banyak oksigen dari udara. Salah satu cara mendapatkannya dengan menyemprotkannya kedalam bak yang berisi lapisan kerikil yang berfungsi sebagai penyaring (filter medrum). Cara lain adalah dengan menyemprotkan alisigen dari dasar tanki kedalam tanki aerosi. (5). Kemudian cairan dialirkan kedalam tanki pengendapan terakhir (final sedimentation tank), dimana lumpur beserta mikro organisme-organisme lain mengendap.

Endapan lumpur aktif ini (aktivated sludge) sebagian kecil (kurang dari 25%) digunakan kembali dan dimasukkan kedalam tanki aerasi, sisanya dibuang setelah dilumatkan dan dikeringkan. (6). Air yang tinggal sudah cukup jernih dan dapat dibuang langsung ke sungai atau badan-badan air lainnya. (7). Lumpur kotor yang berasal dari pengolahan primer dipompa ketanki pelumatan lumpur. Hasil sampingnya adalah lumpur gas ( Sludge gas) yang terdiri dari gas methone yang bila dibakar dapat menghasilkan tenaga listrik dan dapat digunakan untuk menyalakan mesin-mesin dan pompa dalam unit pengolahan tersebut. (8). Lumpur yang telah dilumatkan (degasted sludge) dapat dibuang ke laut atau permukaan tanah atau dapat dipakai sebagai pupuk.

2). Sampah padat

Pengelolaan sampah padat dimulai dari tahap pengumpulan, pengangkutan sampai dengan tahap pembuangan dan atau pemusnahan. Adapun pengelolaan tersebut meliputi antara lain : a). Tahap pengumpulan (1). Penyimpanan ; yaitu penyimpanan sampah disumbernya dengan menggunakan tempat-tempat sampah seperti ; kantong sampah, tempat sampah, kotak sampah. Sebaiknya dibuat dari bahan yang kedap air, tidak mudah pecah/bocor, berpenutup dan mudah dibersihkan. (2). Pengumpulan) ; Yaitu tempat pengumpulan sampah sementara sebagai penampung sampah dari tempat penyimpanan atau langsung dari sumbernya. Biasanya berupa bak pengumpul sementara yang biasanya terbagi dua yakni : - Tempat sampah basah, atau sampah yang mudah membusuk atau yang bersifat organik seperti sisa makanan, kertas, daun, sisa sayuran, sisa buah-buahan, sobekan kain dan lain-lain. Tempat sampah kering, atau samapah yang tidak mudah membusuk atau yang bersifat an organik seperti ; logam, pecahan kaca, abu, kaleng, plastik, karet dan lainlain. Bak pengumpul ini biasanya dibuat permanen dari batu bata atau kontainer yang diletakkan, persyaratannya antara lain ; kedap air, berpenutup, mudah dibersihkan, memudahkan untuk memindahkan sampah ke kendaraan pengangkut, letak harus strategis dari sumber sampah dan segi estetika.

b). Tahap pengangkutan Sampah dari tempat pengumpulan secara periodik (biasanya kurang dari 3 (tiga ) hari sekali, tergantung dari jumlah produksinya) harus diangkut ke tempat pembuangan akhir atau tempat pemusnahan. Kendaraan pengangkut biasanya berupa gerobak dan atau truk sampah. Sebaiknya kendaraan tersebut juga mudah dibersihkan,berpenutup, kedap air dan mudah untuk memasukkan dan membuang sampah. c). Tahap pemusnahan/pembuangan akhir Sebelum dibuang/dimusnahkan, sampah ada yang didaur ulang baik pada tahap pengumpulan maupun dilokasi TPA. Ada berbagai cara pemusnahan sampah antara lain yaitu : (1). Ditanan (Sanitary landfill), yaitu pemusnahan sampah dengan jalan menimbunnya dengan tanah, yang sebelumnya diratakan dan dipadatkan (demikian juga tanah penutupnya) setiap hari sehabis kerja. (2). Pembakaran ( incinerator ), Yaitu pemusnahan sampah dengan jalan membakar sampah dalam suatu tungku pembakaran. (3). Dijadikan pupuk ( composting ), yaitu pemusnahan sampha dengan jalan memanfaatkan proses dekomposisi zat organik oleh kuman pembusuk, pada kondisi tertentu dalam waktu tertentu yang pada akhirnya menghasilkan bahan kompos/pupuk.

4.

Limbah rumah sakit dan permasalahannya a. Umum

Selain menghsilkan limbah domestik pada umumnya, rumah sakit juga menghasilkan limbah yang khas. Dalam PP RI nomor. 19 tahun 1994 tentang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun, ditetapkan bahwa limbah hasil kegiatan rumah sakit dan laboratoriumnya termasuk dalam daftar limbah B3, dari sumber yang spesifik dengan kode limbah D 227 dengan uraian limbahnya adalah antibiotik kadaluarsa, peralatan medik yang terkontaminasi, limbah infeksi dan kemasan obat-obatan. Limbah medis atau limbah klinis adalah limbah yang berasal dari pelayanan medis, perawatan, farmasi, laboratorium, radiografi, dan penelitian. Limbah ini bersifat membahayakan dan perlu dilakukan penanganan terhadapnya. Limbah tersebut dapat digolongkan menjadi :

1). Limbah benda tajam ; bisa berupa jarum, pipet, pecahan kaca, pisau bedah. Kesemuanya adalah berbahaya mempunyai potensi menularkan penyakit. 2). Limbah infeksius ; dihasilakan oleh laboratorium, kamar isolasi, kamar perawatan, sangat berbahaya bisa menularkan penyakit. 3). Limbah jaringan tubuh ; berupa darah, anggauta badan hasil amputasi, cairan tubuh, plasenta. 4). Limbah farmasi ; berupa obat atau bahan-bahan yang telah kadaluarsa, obat yang terkontaminasi, obat yang dikembalikan dan tak terpakai. 5). Limbah kimia ; ada yang berbahaya dan ada yang tidak, adaa limbah kimia yang mudah meledak, bersifat korosif pada saluran air. 6). Limbah radio aktif, adalah semua bahan yang terkontaminasi dengan radio isotop. b. Penanganan limbah rumah sakit 1). Fasilitas toilet dan kamar mandi a). Harus selalu terpelihara dan dalam keadaan bersih b). Lantai terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, tidak licin, berwarna terang dan mudah dibersihkan c). Pada setiap unit ruangan harus tersedia toilet tersendiri, khususnya untuk unit rawat inap dan kamar karyawan harus tersedia kamar mandi. d). Pembuangan limbah dari toilet dan kamar mandi dilengkapi denganpenahan bau (water seal). e). Letak toilet dan kamar mandi tidak berhubungan langsung dengan dapur, kamar operasi dan ruang khusus lainnya. f). Lubang penghawaan harus berhubungan langsung dengan udara luar. g). Toilet dan kamar mandi pria dan wanita terpisah, demikian juga antara unit rawat inap dengan karyawan maupun dengan toilet pengunjung. h). Toilet pengunjung harus terletak ditempat yang mudah dijangkau dan ada penunjuk arah. Dan harus dilengkapi dengan slogan atau peringatan untuk memelihara kebersihan. Perbandingannya 1 toilet untuk 1-40 pengunjung wanita, 1 toilet untuk 1-60 pengunjung pria. i). Tidak terdapat tempat penampungan atau genangan air yang dapat menjadi perindukan nyamuk. j). Perbandingan jumlah tempat tidur, jumlah toilet dan jumlah kamar mandi adalah sebagai berikut :

Jumlah TT jumlah toilet jumlah kamar mandi s/d 15 1 1 s/d 30 2 2 s/d 50 3 3 s/d 75 4 4 Setiap penambahan 25 TT harus ditambah 1 tolet dan 1 kamar mandi.

2). Pembuangan sampah padat a). Tempat pengumpul sampah (1). Terbuat dari bahan yang kuat, cukup ringan, tahan karat, kedap air dan mempunyai permukaan yang halus pada bagian dalamnya, daan mempunyai penutup yang mudah dibuka tutup tanpa mengotori tangan. (2). Terdapat minimal 1 buah untuk setiap kamar atau setiap radius 10 meter dan setiap radius 20 meter pada ruang tunggu terbuka. (3). Setiap pengumpul sampah harus dilapisi kantong plastik sebagai pembungkus sampah dengan lambang dan warna sebagai berikut :

Kategori Radio aktif

Warna merah

Lambang

Infeksius

Kuning

Citotoksis

Ungu

Umum

Hitam

Sampah berbentuk benda tajam, ditampung dalam wadah yang kuat/tahan benda tajam sebelum dimasukkan kedalam kantong yang sesuai dengan kategori/jenis sampahnya. (4). Kantong plastik diangkat setiap hari atau kurang dari sehari apabila 2/3 bagian telah terisi. (5). Khusus tempat pengumpul sampah kategori infeksius dan citotoksis segera dibersihkan dan didesinfeksi setelah dikosongkan, pabila akan digunakan kembali.

b).

Tempat penampungan sampah sementara (pengumpulan)

(1). Tersedia tempat penampungan sampah sementara yang tidak permanen (2). Letak pada lokasi yang mudah dijangkau kendaraan pengangkut sampah (3). Dikosongkan dan dibersihkan sekurang-kurangnya satu kali 24 jam c). Tempat pembuangan sampah akhir (1). Sampah radioaktif dibuang sesuai dengan persyaratan teknis dan peraturan perundangan yang berlaku (PP no. 13/1975) dan kemudian diserahkan kepada BATAN untuk penanganan lebih lanjut. (2). Sampah infeksius dan citotoksis dimusnahkan melalui incinerator pada suhu diatas 1000 derajat celcius.

(3). Sampah domestik dibuang ketempat TPA Pemda, atau badan lain sesuai dengan persaturan perundangan yang berlaku. (4). Sampah farmasi dikembalikan kepada distributor, bila tidak memungkinkan supaya dimusnahkan melalui incinerator. (5). Sampah bahan kimia berbahaya, bila memungkinkan supaya didaur ulang, bila tidak pembuangannya berkonsultasi terlebih dahulu ke instansi berwenang. 3). Pembuangan air limbah a). Saluran pembuangan limbah harus menggunakan sistem saluran tertutup. Kedap air dan limbah harus mengalir dengan lancar. b). Rumah sakit harus memiliki unit pengelolaan limbah sendiri atau bersama -sama secara kolektif dengan bangunan disekitarnya yang memenuhi persyaratan tehnis, apabila belum ada atau tidak terjangkau sistem pengolahan air limbah perkotaan. c). Kualitas limbah (effluent) rumah sakit yang akan dibuang kelingkungan harus memenuhi persyaratan baku mutu sesuai peraturan perundanagan yang berlaku. 4). Pembuangan gas buangan (emisi) a). Rumah sakit harus memiliki sarana pengendalian gas buangan (emisi) b). Gas buangan yang dibuang kedalam lingkungan harus memenuhi baku mutu emisi sesuai peraturan perundangan yang berlaku.

5).

Fasilitas lainnya a). Harus tersedia tempat penampungan tinja, air seni, muntahan dan lain-lain (spoelhok) yang terbuat dari logam tahan karat pada setiap unit perawatan. b). Tersedia ruang khusus untuk penyimpanana perlengkapan kebersihan pada tiap unit perawatan. c). Setiap lubang pada bangunan harus dipasang alat yang mencegah masuknya serangga dan tikus. d). Setiap persilangan pipa dan dinding harus rapat. e). Setiap sarana penampungan air harus bersih dan tertutup.

1. Jelaskan tantang keuntungan SML 2. Jelaskan tentang pengertian sanitasi rumah sakit 3. Apa yang saudara ketahui tentang kebijakan dan strategi program penyehatan lingkungan rumah sakit 4. Jelaskan kaitan penyehatan lingkungan rumah sakit dengan Hyperkes 5. Apa saja yang saudara ketahui tentang pelaksanaan penyehatan lingkungan rumah sakit.

BAB III KONSEP HUBUNGAN INTERAKSI ANTARA AHE

1.

Konsep dasar terjadinya penyakit

Banyak teori yang dikemukakan para ahli mengenai timbulnya penyakit. Dewasa ini dikenal 3 proses terjadinya penyakit, sebagai berikut : a. Segitiga Epidemiologi.HOST

AGENT

ENVIRONMENT

Hubungan antara pejamu, agent dan lingkungan dalam menimbulkan penyakit sangat kompleks, karena ketiganya saling mempengaruhi. Antara agent dan pejamu saling berlomba menarik keuntungan dari lingkungan. Dalam hal ini lingkungan dijadikan penumpu dari kedua hal diatas, yang apabila terjadi ketidak seimbangan maka timbullah penyakit, digambarkan sebagai berikut :

AGENT

HOST

1). Manusia sehat

2). Manusia sakit (karena daya tahan kurang)HOST AGENT

3). Manusia sakit (karena kemampuan bibit penyakit meningkat)HOST AGENT

4). Manusia sakit (karena perubahan lingkungan)

HOST

AGENT

b.

Jaring sebab akibat

Menurut model ini, suatu penyakit tidak tergantung kepada suatu sebab yang berdiri sendiri-sendiri, melainkan sebagai akibat dan serangkaian proses sebab akibat. Dengan demikian timbulnya suatu penyakit dapat dicegah atau dihentikan dengan memotong rantai dari berbagai faktor tersebut.F8 F9 F10 F11 F12 F3 F4 F5 F6 F7 F2 F1 PENYAKIT X

c.

Model Roda.

Diperlukan identifikasi dari berbagai faktor yang berpesan dalam timbulnya penyakit dengan tidak begitu menekankan kepada pentingnya faktor agent. Disini yang dipentingkan adalah faktor hubungan manusia dengan lingkungannya. Besarnya peranan dari masing-masing lingkungan sangat tergantung dengan penyakit yang bersangkutan. Contoh lingkungan sosial berperan terhadap Stres mental.

INTI GEN

2.

Pengertian AHR a. Agent. Adalah suatu substansi tertentu yang keberadaannya dapat menimbulkan penyakit. Agent digolongkan sebagai berikut : 1). Golongan Biologik a). Mikroorganisme; virus, bakteri, riketsia b). Non mikrobiologisme; cacing, protozoa c). Tumbuh-tumbuhan; jamur 2). Golongan gizi; protein, karbohidrat lemak, vitamin, menireal 3). Golongan fisik; suhu, tekanan udara, bising, kelembaban udara, radiasi, trauma mekanis. 4). Golongan kimia a). Dari luar tubuh ; logam berat, insektisida b). Dari dalam tubuh ; urium (hasil metabolisme yang tidak dapat dikeluarkan) 5). Golongan mekanik. Lebih disebabkan karena kelalaian manusia seperti ; kecelakaan, pukulan. b. Pejamu ( Host) Adalah faktor yang terdapat pada diri manusia yang mempengaruhi timbulnya perjalanan penyakit antara lain , yaitu : 1). Daya tahan tubuh 2). Genetik 3). Umur 4). Jenis kelamin 5). Adat kebiasaan 6). Ras 7). Pekerjaan

c. Envorontment (lingkungan) 1). Lingkungan fisik; cuaca, musim, keadaan geografi, struktur geologi 2). Lingkungan non fisik; a). Keadaan sosial budaya dn ekonomi b). Norma-norma yang berlaku c). Adat istiadat d). Kepercayaan/agama. 3). Lingkungan biologis; binatang, tumbuhan, mikroorganisme. 3. Beberapa penyebab penyakit di Rumah Sakit. a. Penyebab penyakit, antara lain : 1). Kuman dari penderita yang dirawat 2). Kuman yang di biakkan di laboratorium 3). Radiasi dari alat radiologi 4). Bahan kimia yang digunakan 5). Peralatan medis yang digunakan. Pejamu, antara lain : 1). Penderita penyakit yang datang berobat 2). Petugas 3). Masyarakat yang beraktivitas di rumah sakit. Lingkungan. 1). Konstaksi ruang dan bangunan 2). Sarana dan prasarana sanitasi 3). Suhu, kelembaban, cahaya, kebisingan 4). Limbah medis dan non medis.

b.

c.

4.

Infeksi Nosokomial. Umum. Adalah infeksi yang terjadi dalam Rumah Sakit, kuman penyebabnya pada umumnya dalah kuman yang resisten terhadap banyak antibiotika. Artinya infeksi nosokomial banyak berhubungan dengan penggunaan antibiotika dan desinfektan yang tidak adekuat. Perhatian yang serius harus ditujukan kepada cara penggunaan dan pencairan desinfeksi yang tepat, apabila terlalu encer akan menjadi sumber dari penyebab terjadinya infeksi Nosokomial. Infeksi Nosokomial tidak hanya melibatkan pasien saja, tetapi juga semua orang yang berhubungan dengan rumah sakit. Tanda klimis dapat muncul pada waktu pasien di rumah sakit, atau setelah pulang dari rumah sakit. Contoh; luka purna operasi, hepatitis B. b. Upaya pengendalian. Untuk pengendalian infeksi Nosokomial perlu dibentuk komite pencegahan yang terdiri dari : 1). Kelompok pembuat kebijakan. a.

a). b). c). d). e). f).

Ahli penyakit infeksi Ahli mikrobiologi Ahli epidemiologi Ahli farmokologi Psikologi Pekerjaan sosial.

2). Kelompok pelaksana, perawat sangat berperan dalam pelaksanan pengendalian infeksi nosokomial. 3). Kelompok pengawas yang juga bertugas sebagai yang menjabarkan, kebijakan. c. Upaya pencegahan. 1). Hygiene perorangan petugas; dengan membasuh tangan setelah atau sebelum kerja, bekerja, terutama bila berhubungan dengan pasien. 2). Pencucian alat makan dan minum di rumah sakit, terutama yang dipakai untuk pasien. 3). Desinfeksi yang adekuat, dengan cara sebagai berikut : a). Satu mililiter larutan desinfektan yang sedang digunakan diambil dengan pipet steril. b). Sampel ini ditambahkan ke botol yang berisi 9 ml pelarit yang sesuai dengan sampel yaitu : (1). Alkohol, aldehid, hipoklarit, fenol menggunakan pelarut Nutrient broth. (2). Diguania, hipoklorit + detergen, iodafor, fenol + detergen, amonium kuartener menggunakan pelarut nutrient brosh + tween 80,3%. c). Botol yang telah berisi pelarut dan sampel segera dibawa kembali ke laboratorium sebelum satu jam. Isap dengan pipet steril dan teteskan 10 tetes pada plat agar I di inkubasi selama 3 hari pada suhu 32C atau 37C. Suhu optimum untuk bakteria patogen adalah 37C, tetapi untuk bakteri yang telah mengalami kerusakan oleh karena desinfektan sering bisa pulih kembali pada suhu 32C. Plat agar II di inkubasi selama 7 hari pada suhu kamar. d). Setelah masa inkubasi plat agar diperiksa, bakteri yang tumbuh dicatat. Adanya pertumbuhan koloni bakteri menunjukkan bahwa bakteri masih bisa hidup, satu atau dua kali koloni yang tumbuh masih bisa dianggap wajar, oleh karena desinfektan memang bukan merupakan sterilan tetapi apabila koloni yang tumbuh mencapai lebih dari lima maka kita harus memutuskan bahwa larutan desinfektan tadi tidak adekuat. Menurut perhitungan adanya 5 koloni bakteri pada plat agar berarti ada 250 bakteri hidup pada setiap ml larutan desinfektan yang diuji. 4). Sterilisasi.

Air mendidih tidak cukup untuk membuat steril, untuk keperluan ini harus digunakan air dengan suhu diatas 100C, atoklaf digunakan untuk sterilisasi panas bsah, sedangkan oven untuk sterilisasi panas kering. Untuk penguji suhu apakah tercapai suhu yang dimaksud adalah dengan menggunakan Brown strerilizer control terkena ditengah alat atau bahan yang disterilisasi, isi Brown tube akan berubah warnanya sesuai dengan petunjuk pembuatannya. Apabila perubahan warna tidak sesuai dengan petunjuknya maka kesterilan diragukan. Temperatur dan waktu yang dibutuhkan untuk mensterilisasi : a). Otoklaf : 121C = 15 menit, 126C = 10 menit, 134C = 3 menit. b). Oven : 160C = 45 , 170C = 18 , 180C = 7,5 , 190C = 1,5 . 5). Disiplin minum obat, terutama antibiotoka, perawat yang menangani pasien harus benar-benar memperhatikan hal ini. Disamping penekanan ulang pada pasien yang dibolehkan pulang (rawat jalan) misal penunjukan/pelatihan PMO (Pemberi Minum Obat) pada penderita TB paru.

6).

Peningkatan prosedur dan mekanisme kerja ditiap unit dengan pembuatan SOP beserta sanksinya.

5. Evaluasi a. Jelaskan konsep terjadinya penyakit secara segitiga Epidemiologi b. Apa saja faktor Agent di rumah sakit yang saudara ketahui, jelaskan. c. Upaya pencegahan apa saja yang saudara ketahui untuk membatasi penyebaran penyakit di rumah sakit.

BAB IV FAKTOR RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN KERJA DI RUMAH SAKIT

1.

Umum Salah satu masalah utama dalam bidang kesehatan kerja adalah gangguan kesehatan akibat lingkungan kerja yang merupakan beban tambahan dari seseorang yang sedang bekerja. Dalam bidang kesehatan kerja, masalah-masalah tersebut dipelajari secara mendalam dalam cabang ilmu terapan yang dikenal dengan Industrial hygiene atau diterjemahkan sebagai hygiene lingkungan kerja, dan ada pula yang menyebutnya sebagai kesehatan lingkungan kerja.

2. Hyperkes Dalam UU no. 23/1992 pasal 23 ayat 23, disebutkan bahwa setiap tempat kerja wajib melaksanakan upaya kesehatan kerja . Kegiatan yang verkaitan dengan itu dikenal dengan istilah Hyperkes. a. Pengertian Hyperkes adalah usaha kesehatan masyarakat yang ditujukan kepada masyarakat pekerja, masyarakat sekitar daan masyarakat umum yang menjadi konsumen dari hasil produksi, sehingga terhindar dari penyakit atau gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh pekerjaan dan lingkungan pekerjaan. Sifat 1). Hygiene perusahaan ; sasarannya adalah loingkungan kerja dan bersifat teknis 2). Kesehatan kerja ; sasarannya manusia dan bersifat medis. Tujuan 1). Umum Meningkatkan derajat kesehatan pekerja agar diperoleh tenaga kerja yang sehat dan produktif. 2). Khusus a). Agar pekerja mempunyai fisik, mental dan sosial yang sehat b). Agar masyarakat sekitar terlindung dari bahaya pencemaran c). Agar hasil produksi tidak membahayakan konsumen d). Peningkatan efisiensi / produktivitas pekerja sehingga produksi meningkat

b.

c.

d.

Kegiatan, antara lain : 1). Meningkatkan gairah dan kenikmatan kerja 2). Perlindungan masyarakat sekitar dari bahaya pencemaran 3). Perlindungan masyarakat luas dari bahaya hasil produksi 4). Pemeliharaan dan peningkatan hygiene dan sanitasi perusahaan seperti kebersihan, pembuangan limbah, sumber air dlsb.

3. Ergonomi Ergonomi merupakan ilmu terapan yang merupakan gabungan dari biologi khususnya manusia dan teknologi serta lingkungannya, untuk mencapai penyesuaian satu sama lain secara optimal. Didalam lingkup pekerjaan manfaat dari ilmu ini diukur dengan effisiensi, kesehatan kerja dan produktivitas kerja. Secara lebih rinci ergonomi merupakan pertemuan dari berbagai lapangan ilmu seperti antropologi, biometrika, faal kerja, dan kesehatan lingkungan kerja, perencanaan kerja, serta teknologi kerja. Namunsecara khususnya adalah perencanaan dari cara bekerja yang lebih baik meliputi tata kerja dan peralatan kerja. Ergonomi dapat mengurangi beban kerja. Dengan evaluasi fisiologis,psikologis atau caracara tidak langsung, beban kerja dapat diukur dan dianjurkan untuk mencari penyesuaian antara kapasitas kerja, beban kerja dan beban tambahan yang berasala dari lingkungan kerja termasuk perkakasnya. Perhatian terutama perlu diberikan pada kegiatan fisik yaitu intensitas kerja, lama dan jam kerja, waktu istirahat, pengaruh keadaan lingkungan, data biologis seperti makan dan minum, pemulihan sesudah tidur dan istirahat, perubahan kapasitas kerja oleh karena usia, dan kkekhususan pekerjaan lainnya seperti ; getaran mekanis, kerja malam, kerja bergilir. Perlu pula diperhatikan keadaan setempat seperti iklim dan keadaan gizi, daerah panas atau pegunungan, laut, pada ketinggian atau dibawah tanah. Masalah ergonomi penting yang perlu diamati adalah gerakan dan sikap badan, yang berpengaruh terhadap pemakaian energi dan fungsisensorimotoris. Ilmu tentang gerakan dan sikap badan disebut biomekanika. Seorang tenaga kerja dikatakan sesuai dengan pekerjaannya ditinjau dari sudut biomekanika, apabila sikap tubuhnya baik, tenaga kerja dilatih dalam ketrampilan kerja dengan metode-metode kinetika (gerakan), tempat duduk, pegangan mesin dan alat mudah dicapai, serta latihan fisik dilaksanakan waktu kerja atau melalui aktivitas olah raga. Program ergonomi meliputi penentuan problematika, percobaan untuk pemecahan, pengetrapan hasil percobaan dan pembuktian efektivitas. Didalam kenyataannya penerapan ergonomi sering melalui trial dan error. Penentuan problematika dilakukan dengan melihat gejala-gejala akibat gangguan ergonomis seperti absenteisme, ganti-gantu kerja, pegal-pegal otot dan lain-lain.yang mungkin merupakan akibat dari beban kerja yang berlebihan, ketidak sesuaian antara postur tubuh, peralatan dan cara kerja. Kemudian diadakan analisa pekerjaan,

peralatan, dan bahan, yang meliputi juga observasi langsung atau telemetris dari parameter fisiologi, analisa bahaya-bahaya, proses produksi, model-model dan lain-lain. Atas dasar penemuan diadakan usaha-usaha perbaikan. Indikator keberhasilan tercermin dalam kemajuan-kemajuan yang menguntungkan yang sebelumnya kita ukur lebih dahulu, apakah keluhan pegal-pegal berkurang ?, absenteisme berkurang ?

Jadi pada dasarnya usaha ergonomi , hyperkes dan kesehatan kerja mempunyai tujuan yang sama yaitu mendapatkan cara, sikap, alat dan lingkungan kerja yang sehat, selamat/aman, nyaman dan efisien sehingga tercapai daya guna dan hasil guna yang semaksimal mungkin.4.

Beberapa faktor lingkungan kerja a. Tekanan panas Selama ada keseimbangan dan keserasian pertukaran panas antara tubuh manusia yang didapat dari metabolisme dengan tekanan panas yang dirasakan sebagai kondisi panas lingkungan maka tidak akan menimbulkan gangguan baik penampilan kerja maupun kesehatan kerja. Tekanan panas yang berlebihan akan merupakan beban tambahan yang harus diperhatikan dan diperhitungkan, beban tambahan berupa panas lingkungan, dapat menyebabkan beban fisiologis, misalnya kerja jantung menjadi bertambah. Panas tubuh dapat diturunkan dengan adanya suhu udara, kelembaban,gerakan atau aliran udara, melalui proses konduksi, evaporasi dan konveksi. Kelainan atau gangguan akibat tekanan panas biasanya berupa ; heat rush, heat cramps, heat exhaustion dan heat stroke. Tempat kerja yang sering terjadi peningkatan panas lingkungan antara lain ; tempat peleburan baja, timah, besi, perak, pabrik kaca, botol. Atau tempat kerja ditempat terbuka seperti baris berbaris dalam kemiliteran, mencangkul, nelayan, kuli bangunan. Begitu juga dengan industri keramik, batu bara, perajin kulit dan lain-lain. Pencahayaan Cahaya dapat meningkatkan produktivitas pekerja sekaligus dapat menyebabkan kecelakaan kerja. Kualitas pencahayaan baik itu letak sumber cahaya, sinar yang salah arah atau pencahayaan yang sangat kuat, penyebaran cahaya tidak merata, dapat menyebabkan gangguan pada mata. Misalnya adanya keaneka ragaman kontras silau dapat menyebabkan kelelahan mata yang berakibat antara lain ; irritasi, konjunctivitis, penglihatan rangkap, sakit kepala, ketajaman penglihatan merosot, contrast sensivity, kecepatan pandangan juga merosot, accomodation serta convergensi menurun. b.

d.

Kebisingan Tuli akibat bising terjadi secara bertahap atau memerlukan waktu dan sangat tergantung dari bisingnya sendiri, disamping kepekaan seseorang. Karena itu peranan waktu dan individu amat penting diperhatikan . Tidak semua kebisingan dapat mengganggu para pekerja, tergantung dari beberapa faktor diantaranya ; intensitas bising, frekuensi bising, lamanya berada dalam lingkungan bising, sifat bising (terus menerus atau terputus-putus), waktu diluar lingkungan bising, kepekaan seseorang, umur.

Debu Tempat kerja yang prosesnya mengeluarkan debu, dapat menyebabkan pengurangan kenyamanan kerja, gangguan penglihatan, gangguan fungsi faal paru-paru, bahakan dapat menimbulkan keracunan umum. Selanjutnya efek debu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan tergantung dari ; solubity (daya larut dalam air), komposisi kimia debu, konsentrasi debu dan ukuran partikel debu. Gangguan kesehatan karena debu dapat berupa pneumokonosis atau segolongan penyakit oleh karena penimbunan debu dalam paru-paru yang dapat menyebabkan fibrosis. Dan ini sangat tergantung dari jenis debu yang tertimbun, seperti silikosis (debu silica), asbesitos (debu asbes), anthrakosis (debu arang batu), Berrykosis (debu berrylium), byssinosis (debu kapas), stannosis ( debu biji timah putih), siderosisi (debu besi) 5. Kecelakaan dan keselamatan kerja Keselamatan yang berkaitan dengan perkakas kerja, bahaya dan proses pengolahannya, tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan, disebut keselamatan kerja. Sasarannya adalah segala tempat kerja, baik didarat, didalam tanah, permukaan air, didalam air maupun diudara. Kecelakaan adalah kejadian yang tak terduga dan tak diharapkan, tidak disengaja, tidak direncanakan ytang berhubungan dengan pekerjaanditempat kerja, kecuali sabotase dan atau tindakan kriminal. Penyebab kecelakaan akibat kerja adalah faktor mekanis dan lingkungannya yang meliputi segala sesuatu selain manusia, serta manusia itu sendiri yang menjadi penyebab kecelakaan. Secara sistematis faktor yang mempengaruhi terjadinya kecelakaan adalah faktor Lingkungan kerja; kimia, fisika, biologi. Faktor pekerjaan ; jam kerja, pergeseran waktu. Faktor manusia ; umur, pengalaman, jenis pekerjaan, tingkat ketrampilan, kelelahan. Akibat dari kecelakaan sendiri antara lain terjadi kerusakan, kekacaauan organisasi, keluhan dan kesedihan, kelainan dan kecacatan serta kematian. 6. Kegiatan K3 di rumah sakit a. Secara umum 1). Preventif Diberikan sebagai perlindungan sebelum adanya proses gangguan akibat kerja, antara lain : a). Pemeriksaan kesehatan (1). Awal/sebelum bekerja (2). Berkala (3). Khusus

d.

b). Immunisasi/vaksinasi c). Kesling kerja d). Perlindungan diri dari bahaya pekerjaan e). Penyerasian manusia dengan mesin/alat kerja f). Pengendalian bahaya lingkungan kerja (pengenalan, pengukuran dan evaluasi). 2). Promotif Bertujuan untuk meningkatkan kegairahan kerja, mempertinggi efisiensi dan produktivitas tenaga kerja meliputi kegiatan antara lain : a). Pendidikan dan penerangan tentang kesehatan kerja b). Pemeliharaan berat badan ideal c). Perbaikan gizi ; menu seimbang, makanan aman d). Pemeliharaan tempat, cara dan lingkungan kerja yang sehat e). Konseling ; perkembangan jiwa, perkawinan, KB dan lain-lain f). Olah raga dan rekreasi 3). Kuratif ; bertujuan untuk penyembuhan, mencegah komplikasi,kecacatan maupun kematian, atau penularan terhadap rekan kerja maupun keluarganya. 4). Rehabilitatif a). Latihan dan pendidikan untuk menggunakan kemampuan yang masih ada secara optimal b). Penempatan kembali secara selektif c). Penyuluhan kepada masyarakat agar mau menerima/menggunakan tenaga kerja cacat. b. Kegiatan K3 ditiap unit Ditiap unit rumah sakit sesuai dengan situasi dan kondisinya disamping mengikuti aturan umum K3 yang diterapkan, juga harus mempunyai kelengkapan kegiatan yang spesifik yang dituangkan dalam bentuk SOP beserta sanksinya. Misalnya pemakain masker, cuci tangan lebih dahulu sebelum kerja, atau buka alas kaki bila memasuki ruangan tertentu dan lain-lain.

BAB IV FAKTOR RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN KERJA DI RUMAH SAKIT

1.

Umum Salah satu masalah utama dalam bidang kesehatan kerja adalah gangguan kesehatan akibat lingkungan kerja yang merupakan beban tambahan dari seseorang yang sedang bekerja. Dalam bidang kesehatan kerja, masalah-masalah tersebut dipelajari secara mendalam dalam cabang ilmu terapan yang dikenal dengan Industrial hygiene atau diterjemahkan sebagai hygiene lingkungan kerja, dan ada pula yang menyebutnya sebagai kesehatan lingkungan kerja.

2. Hyperkes Dalam UU no. 23/1992 pasal 23 ayat 23, disebutkan bahwa setiap tempat kerja wajib melaksanakan upaya kesehatan kerja . Kegiatan yang verkaitan dengan itu dikenal dengan istilah Hyperkes. d. Pengertian Hyperkes adalah usaha kesehatan masyarakat yang ditujukan kepada masyarakat pekerja, masyarakat sekitar daan masyarakat umum yang menjadi konsumen dari hasil produksi, sehingga terhindar dari penyakit atau gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh pekerjaan dan lingkungan pekerjaan. e. S i f a t 1). Hygiene perusahaan ; sasarannya adalah loingkungan kerja dan bersifat teknis 2). Kesehatan kerja ; sasarannya manusia dan bersifat medis. f. Tujuan 1). Umum Meningkatkan derajat kesehatan pekerja agar diperoleh tenaga kerja yang sehat dan produktif. 2). Khusus a). Agar pekerja mempunyai fisik, mental dan sosial yang sehat b). Agar masyarakat sekitar terlindung dari bahaya pencemaran c). Agar hasil produksi tidak membahayakan konsumen d). Peningkatan efisiensi / produktivitas pekerja sehingga produksi meningkat

d.

Kegiatan, antara lain : 1). Meningkatkan gairah dan kenikmatan kerja

2). Perlindungan masyarakat sekitar dari bahaya pencemaran 3). Perlindungan masyarakat luas dari bahaya hasil produksi 4). Pemeliharaan dan peningkatan hygiene dan sanitasi perusahaan seperti kebersihan, pembuangan limbah, sumber air dlsb. 3. Ergonomi Ergonomi merupakan ilmu terapan yang merupakan gabungan dari biologi khususnya manusia dan teknologi serta lingkungannya, untuk mencapai penyesuaian satu sama lain secara optimal. Didalam lingkup pekerjaan manfaat dari ilmu ini diukur dengan effisiensi, kesehatan kerja dan produktivitas kerja. Secara lebih rinci ergonomi merupakan pertemuan dari berbagai lapangan ilmu seperti antropologi, biometrika, faal kerja, dan kesehatan lingkungan kerja, perencanaan kerja, serta teknologi kerja. Namunsecara khususnya adalah perencanaan dari cara bekerja yang lebih baik meliputi tata kerja dan peralatan kerja. Ergonomi dapat mengurangi beban kerja. Dengan evaluasi fisiologis,psikologis atau caracara tidak langsung, beban kerja dapat diukur dan dianjurkan untuk mencari penyesuaian antara kapasitas kerja, beban kerja dan beban tambahan yang berasala dari lingkungan kerja termasuk perkakasnya. Perhatian terutama perlu diberikan pada kegiatan fisik yaitu intensitas kerja, lama dan jam kerja, waktu istirahat, pengaruh keadaan lingkungan, data biologis seperti makan dan minum, pemulihan sesudah tidur dan istirahat, perubahan kapasitas kerja oleh karena usia, dan kkekhususan pekerjaan lainnya seperti ; getaran mekanis, kerja malam, kerja bergilir. Perlu pula diperhatikan keadaan setempat seperti iklim dan keadaan gizi, daerah panas atau pegunungan, laut, pada ketinggian atau dibawah tanah. Masalah ergonomi penting yang perlu diamati adalah gerakan dan sikap badan, yang berpengaruh terhadap pemakaian energi dan fungsisensorimotoris. Ilmu tentang gerakan dan sikap badan disebut biomekanika. Seorang tenaga kerja dikatakan sesuai dengan pekerjaannya ditinjau dari sudut biomekanika, apabila sikap tubuhnya baik, tenaga kerja dilatih dalam ketrampilan kerja dengan metode-metode kinetika (gerakan), tempat duduk, pegangan mesin dan alat mudah dicapai, serta latihan fisik dilaksanakan waktu kerja atau melalui aktivitas olah raga.Program ergonomi meliputi penentuan problematika, percobaan untuk pemecahan, pengetrapan hasil percobaan dan pembuktian efektivitas. Didalam kenyataannya penerapan ergonomi sering melalui trial dan error. Penentuan problematika dilakukan dengan melihat gejala-gejala akibat gangguan ergonomis seperti absenteisme, ganti-gantu kerja, pegal-pegal otot dan lain-lain.yang mungkin merupakan akibat dari beban kerja yang berlebihan, ketidak

sesuaian antara postur tubuh, peralatan dan cara kerja. Kemudian diadakan analisa pekerjaan,

peralatan, dan bahan, yang meliputi juga observasi langsung atau telemetris dari parameter fisiologi, analisa bahaya-bahaya, proses produksi, model-model dan lain-lain. Atas dasar penemuan diadakan usaha-usaha perbaikan. Indikator keberhasilan tercermin dalam kemajuan-kemajuan yang menguntungkan yang sebelumnya kita ukur lebih dahulu, apakah keluhan pegal-pegal berkurang ?, absenteisme berkurang ?

Jadi pada dasarnya usaha ergonomi , hyperkes dan kesehatan kerja mempunyai tujuan yang sama yaitu mendapatkan cara, sikap, alat dan lingkungan kerja yang sehat, selamat/aman, nyaman dan efisien sehingga tercapai daya guna dan hasil guna yang semaksimal mungkin.5.

Beberapa faktor lingkungan kerja a. Tekanan panas Selama ada keseimbangan dan keserasian pertukaran panas antara tubuh manusia yang didapat dari metabolisme dengan tekanan panas yang dirasakan sebagai kondisi panas lingkungan maka tidak akan menimbulkan gangguan baik penampilan kerja maupun kesehatan kerja. Tekanan panas yang berlebihan akan merupakan beban tambahan yang harus diperhatikan dan diperhitungkan, beban tambahan berupa panas lingkungan, dapat menyebabkan beban fisiologis, misalnya kerja jantung menjadi bertambah. Panas tubuh dapat diturunkan dengan adanya suhu udara, kelembaban,gerakan atau aliran udara, melalui proses konduksi, evaporasi dan konveksi. Kelainan atau gangguan akibat tekanan panas biasanya berupa ; heat rush, heat cramps, heat exhaustion dan heat stroke. Tempat kerja yang sering terjadi peningkatan panas lingkungan antara lain ; tempat peleburan baja, timah, besi, perak, pabrik kaca, botol. Atau tempat kerja ditempat terbuka seperti baris berbaris dalam kemiliteran, mencangkul, nelayan, kuli bangunan. Begitu juga dengan industri keramik, batu bara, perajin kulit dan lain-lain. Pencahayaan Cahaya dapat meningkatkan produktivitas pekerja sekaligus dapat menyebabkan kecelakaan kerja. Kualitas pencahayaan baik itu letak sumber cahaya, sinar yang salah arah atau pencahayaan yang sangat kuat, penyebaran cahaya tidak merata, dapat menyebabkan gangguan pada mata. Misalnya adanya keaneka ragaman kontras silau dapat menyebabkan kelelahan mata yang berakibat antara lain ; irritasi, konjunctivitis, penglihatan rangkap, sakit kepala, ketajaman penglihatan merosot, contrast sensivity, kecepatan pandangan juga merosot, accomodation serta convergensi menurun. b.

e.

Kebisingan

Tuli akibat bising terjadi secara bertahap atau memerlukan waktu dan sangat tergantung dari bisingnya sendiri, disamping kepekaan seseorang. Karena itu peranan waktu dan individu amat penting diperhatikan . Tidak semua kebisingan dapat mengganggu para pekerja, tergantung dari beberapa faktor diantaranya ; intensitas bising,

frekuensi bising, lamanya berada dalam lingkungan bising, sifat bising (terus menerus atau terputus-putus), waktu diluar lingkungan bising, kepekaan seseorang, umur. b. Debu

Tempat kerja yang prosesnya mengeluarkan debu, dapat menyebabkan pengurangan kenyamanan kerja, gangguan penglihatan, gangguan fungsi faal paru-paru, bahakan dapat menimbulkan keracunan umum. Selanjutnya efek debu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan tergantung dari ; solubity (daya larut dalam air), komposisi kimia debu, konsentrasi debu dan ukuran partikel debu. Gangguan kesehatan karena debu dapat berupa pneumokonosis atau segolongan penyakit oleh karena penimbunan debu dalam paru-paru yang dapat menyebabkan fibrosis. Dan ini sangat tergantung dari jenis debu yang tertimbun, seperti silikosis (debu silica), asbesitos (debu asbes), anthrakosis (debu arang batu), Berrykosis (debu berrylium), byssinosis (debu kapas), stannosis ( debu biji timah putih), siderosisi (debu besi)

5. Kecelakaan dan keselamatan kerja Keselamatan yang berkaitan dengan perkakas kerja, bahaya dan proses pengolahannya, tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan, disebut keselamatan kerja. Sasarannya adalah segala tempat kerja, baik didarat, didalam tanah, permukaan air, didalam air maupun diudara. Kecelakaan adalah kejadian yang tak terduga dan tak diharapkan, tidak disengaja, tidak direncanakan ytang berhubungan dengan pekerjaanditempat kerja, kecuali sabotase dan atau tindakan kriminal. Penyebab kecelakaan akibat kerja adalah faktor mekanis dan lingkungannya yang meliputi segala sesuatu selain manusia, serta manusia itu sendiri yang menjadi penyebab kecelakaan. Secara sistematis faktor yang mempengaruhi terjadinya kecelakaan adalah faktor Lingkungan kerja; kimia, fisika, biologi. Faktor pekerjaan ; jam kerja, pergeseran waktu. Faktor manusia ; umur, pengalaman, jenis pekerjaan, tingkat ketrampilan, kelelahan. Akibat dari kecelakaan sendiri antara lain terjadi kerusakan, kekacaauan organisasi, keluhan dan kesedihan, kelainan dan kecacatan serta kematian.

6. Kegiatan K3 di rumah sakit b. Secara umum 1). Preventif Diberikan sebagai perlindungan sebelum adanya proses gangguan akibat kerja, antara lain :

a). Pemeriksaan kesehatan (1). Awal/sebelum bekerja (2). Berkala (3). Khusus b). Immunisasi/vaksinasi c). Kesling kerja d). Perlindungan diri dari bahaya pekerjaan e). Penyerasian manusia dengan mesin/alat kerja f). Pengendalian bahaya lingkungan kerja (pengenalan, pengukuran dan evaluasi). 2). Promotif Bertujuan untuk meningkatkan kegairahan kerja, mempertinggi efisiensi dan produktivitas tenaga kerja meliputi kegiatan antara lain : a). Pendidikan dan penerangan tentang kesehatan kerja b). Pemeliharaan berat badan ideal c). Perbaikan gizi ; menu seimbang, makanan aman d). Pemeliharaan tempat, cara dan lingkungan kerja yang sehat e). Konseling ; perkembangan jiwa, perkawinan, KB dan lain-lain f). Olah raga dan rekreasi 3). Kuratif ; bertujuan untuk penyembuhan, mencegah komplikasi,kecacatan maupun kematian, atau penularan terhadap rekan kerja maupun keluarganya. 4). Rehabilitatif a). Latihan dan pendidikan untuk menggunakan kemampuan yang masih ada secara optimal b). Penempatan kembali secara selektif c). Penyuluhan kepada masyarakat agar mau menerima/menggunakan tenaga kerja cacat. b. Kegiatan K3 ditiap unit Ditiap unit rumah sakit sesuai dengan situasi dan kondisinya disamping mengikuti aturan umum K3 yang diterapkan, juga harus mempunyai kelengkapan kegiatan yang spesifik yang dituangkan dalam bentuk SOP beserta sanksinya. Misalnya pemakain masker, cuci tangan lebih dahulu sebelum kerja, atau buka alas kaki bila memasuki ruangan tertentu dan lain-lain.

7.

Evaluasi. a. Jelaskan pengertian dari : 1). Kesehatan kerja 2). Hygiene perusahaan

3). Kecelakaan dan keselamatan kerja 4). Kesehatan lingkungan kerja 5). Ergonomi b. Apa saja yang termasuk dalam lingkungan kerja, jelaskan. c. Kegiatan K3 apa saja yang dapat dilakukan di rumah sakit


Top Related