Download - Tugas Bedah Mulut 1 Impaksi Gigi Rahang Atas
TUGAS BEDAH MULUT 1
GIGI IMPAKSI RAHANG ATAS DAN PENATALAKSANAANNYA
KELOMPOK 1
Hesti Margaretha G. (04101004001)Dwi Mayang Ayu (04101004002)Ayu Dwi Putri (04101004003)Maisy Aprionasista (04101004004)Ameliza (04101004005)Chiance Ongtin (04101004006)Endah (04101004007)Syarifah Aisyah (04101004008)Suci Mandiyasari (04101004009)Eko Setiawan (04101004010)M. Dwi Nugraha (04101004011)Veralita Israjanah (04101004012)Maulia Septiari (04101004013)Rininta Rizky (04101004014)Rama Dia Dara (04101004015)Sri Melitasari (04101004016)Devina JeannE . (04101004017)Rhian Surya P. (04101004018)Wahyu Dwi Putra (04101004019)Dini Tiara Rahayu (04101004020)
Mita Junita Putri (04101004021)Isha Arfina Haris (04101004022)Yelli Sidabutar (04101004023)Liza Triwidyastuti (04101004024)Dwi Astuti (04101004025)Kana Riska Saputri (04101004026)Lingga Irawan (04101004027)Jovia Chitrayanti (04101004028)Dhanty Widyanisita (04101004029)Yenita Adetama (04101004030)Ranny Etnadiah (04101004031)Ade Irma Suryani (04101004032)Dwita Maulidiyah (04101004034)Ana Rahmatika H (04101004036)Agnes Triani (04101004037)Meilinda (04101004038)Linda Rimadini (04101004041)Putri Inayah Fajriah (04101004042)Dede Wiguna (04101004043)
Dosen Pembimbing : drg. Djamal
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2012
GIGI IMPAKSI RAHANG ATAS DAN PENATALAKSANAANNYA
Pendahuluan
Impaksi Gigi merupakan salah satu masalah yang sering terjadi dalam dunia
kedokteran gigi, terutama impaksi pada gigi M3 yang erupsi pada usia 20 tahun ke
atas. Banyak faktor yang mempengaruhi impaksi gigi baik faktor lokal maupun
sistemik. Secara anatomi, karena gigi M3 berada pada distal gigi M2 sehingga sering
terhalangnya proses erupsi apalagi jika ruang yang tersedia tidak mencukupi
mahkota gigi M3 untuk erupsi. Proses erupsinya pun sering dikeluhkan karena terasa
sakit dan gusi membengkak.
A. GIGI IMPAKSI
Gigi impaksi adalah gigi yang sebagian atau seluruhnya tidak erupsi dan
posisinya berlawanan dengan gigi lainnya, jalan erupsi normalnya terhalang oleh
tulang dan jaringan lunak, terblokir oleh gigi tetangganya, atau dapat juga oleh
karena adanya jaringan patologis. Impaksi dapat diperkirakan secara klinis bila
gigi antagonisnya sudah erupsi dan hampir dapat dipastikan bila gigi yang
terletak pada sisi yang lain sudah erupsi.
Gigi impaksi adalah gigi yang gagal erupsi secara utuh pada posisi yang
seharusnya. Hal ini dapat terjadi karena ketidaktersediaan ruangan yang cukup
pada rahang untuk tumbuhnya gigi dan angulasi yang tidak benar dari gigi
tersebut.
Secara umum, impaksi adalah keadaan jika suatu gigi terhalang erupsi untuk
mencapai kedudukan yang normal. Impaksi gigi dapat berupa gigi yang
tumbuhnya terhalang sebagian atau seluruhnya oleh gigi tetangga, tulang atau
jaringan lunak sekitarnya.
B. ETIOLOGI GIGI IMPAKSI
Etiologi dari gigi impaksi bermacam-macam di antaranya kekurangan ruang,
kista, gigi supernumerari, retensi gigi sulung, infeksi, trauma, anomali, dan
kondisi sistemik. Faktor yang paling berpengaruh terhadap terjadinya impaksi
gigi adalah ukuran gigi. Sedangkan faktor yang paling erat hubungannya dengan
ukuran gigi adalah bentuk gigi. Bentuk gigi ditentukan pada saat konsepsi. Satu
hal yang perlu diperhatikan dan perlu diingat bahwa gigi permanen sejak erupsi
tetap tidak berubah.
Pada umumnya, gigi susu mempunyai besar dan bentuk yang sesuai serta
letaknya terletak pada maksila dan mandibula. Tetapi pada saat gigi susu tanggal
tidak terjadi celah antargigi, maka diperkirakan akan tidak cukup ruang bagi gigi
permanen penggantinya sehingga bisa terjadi gigi berjejal dan hal ini merupakan
salah satu penyebab terjadinya impaksi.
Penyebab meningkatnya impaksi gigi geraham rahang bawah disebabkan
oleh karena faktor kekurangan ruang untuk erupsi. Hal ini dapat dijelaskan
antara lain jenis makanan yang dikonsumsi umumnya bersifat lunak, sehingga
untuk mencerna tidak memerlukan kerja yang kuat dari otot-otot pengunyah,
khususnya rahang bawah menjadi kurang berkembang.
Istilah impaksi biasanya diartikan untuk gigi yang erupsi oleh sesuatu sebab
terhalang, sehingga gigi tersebut tidak keluar dengan sempurna mencapai oklusi
yang normal di dalam deretan susunan gigi geligi. Hambatan halangan ini
biasanya berupa hambatan dari sekitar gigi atau hambatan dari gigi itu sendiri.
Hambatan dari sekitar gigi dapat terjadi karena :
1. Tulang yang tebal serta padat
2. Tempat untuk gigi tersebut kurang
3. Gigi tetangga menghalangi erupsi gigi tersebut
4. Adanya gigi desidui yang persistensi
5. Jaringan lunak yang menutupi gigi tersebut kenyal atau liat
Hambatan dari gigi itu sendiri dapat terjadi karena :
1. Letak benih abnormal, horizontal, vertikal, distal, dan lain-lain.
2. Daya erupsi gigi tersebut kurang.
a. Berdasarkan Teori Filogenik
Berdasarkan teori filogenik, gigi impaksi terjadi karena proses evolusi
mengecilnya ukuran rahang sebagai akibat dari perubahan perilaku dan pola
makan pada manusia. Beberapa faktor yang diduga juga menyebabkan
impaksi antara lain perubahan patologis gigi, kista, hiperplasi jaringan, atau
infeksi lokal.
Ada suatu teori yang menyatakan berdasarkan evolusi manusia dari
zaman dahulu sampai sekarang bahwa manusia itu makin lama makin kecil
dan ini menimbulkan teori bahwa rahang itu makin lama makin kecil,
sehingga tidak dapat menerima semua gigi yang ada. Tetapi teori ini tidak
dapat diterima, karena tidak dapat menerangkan bagaimana halnya bila
tempat untuk gigi tersebut cukup, tetapi gigi tersebut tidak dapat tumbuh
secara normal misalnya letak gen abnormal dan mengapa ada bangsa yang
sama sekali tidak mempunyai gigi terpendam, misalnya Bangsa Eskimo,
Bangsa Indian, Bangsa Maori, dan sebagainya.
Kemudian seorang ahli yang bernama Nodine, mengatakan bahwa
sivilisasi mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan rahang. Makin maju
suatu bangsa maka stimulan untuk pertumbuhan rahangnya makin
berkurang. Kemajuan bangsa mempunyai hubungan dengan pertumbuhan
rahang, karena bangsa yang maju diet makanannya berbeda dalam tingkatan
kekerasan dibandingkan dengan bangsa yang kurang maju. Misalnya,
bangsa-bangsa primitif lebih sering memakan makanan yang lebih keras
sedangkan bangsa modern lebih sering makan malanan yang lunak,
sehingga tidak atau kurang memerlukan daya untuk mengunyah, sedangkan
mengunyah merupakan stimulasi untuk pertumbuhan rahang.
b. Berdasarkan Teori Mendel
Ada beberapa faktor yang menyebabkan gigi mangalami impaksi,
antara lain jaringan sekitar gigi yang terlalu padat, persistensi gigi susu,
tanggalnya gigi susu yang terlalu dini, tidak adanya tempat bagi gigi untuk
erupsi, rahang terlalu sempit karena pertumbuhan tulang rahang kurang
sempurna, dan menurut teori Mendel, jika salah satu orang tua mempunyai
rahang kecil, dan salah satu orang tua lainnya bergigi besar, maka
kemungkinan salah seorang anaknya berahang kecil dan bergigi besar.
Sebagai akibat dari kondisi tersebut, dapat terjadi kekurangan tempat erupsi
gigi permanen sehingga terjadi impaksi.
c. Menurut Berger
Kausa Lokal
1. Posisi gigi yang abnormal
2. Tekanan terhadap gigi tersebut dari gigi tetangga
3. Penebalan tulang yang mengelilingi gigi tersebut
4. Kurangnya tempat untuk gigi tersebut
5. Gigi desidui persistensi (tidak mau tanggal)
6. Pencabutan gigi yang prematur
7. Inflamasi yang kronis yang menyebabkan penebalan mukosa
sekeliling gigi
8. Adanya penyakit-penyakit yang menyebabkan nekrose tulang
karena inflamasi atau abses yang ditimbulkannya
9. Perubahan-perubahan pada tulang karena penyakit eksantem pada
anak-anak.
Kausa Umum
1. Kausa prenatal
Keturunan
Miscegenation
2. Kausa postnatal
Semua keadaan atau kondisi yang dapat mengganggu pertumbuhan
pada anak-anak seperti :
Ricketsia
Anemia
Syphilis kongenital
TBC
Gangguan kelenjar endokrin
Malnutrisi
3. Kelainan pertumbuhan
Cleido cranial dysostosis
Terjadi pada masa kongenital di mana terjadi kerusakan atau
ketidakberesan pada tulang cranial. Hal ini biasanya diikuti
dengan persistensi gigi susu dan tidak erupsinya atau tidak
terdapat gigi permanen, juga ada kemungkinan dijumpai gigi
supernumerari yang rudimeter.
Oxycephali
Suatu kelainan di mana terdapat kepala yang lonjong, diameter
muka belakang sama dengan dua kali kanan atau kiri. Hal ini
mempengaruhi pertumbuhan rahang.
Progeria
Achondroplasia
Celah langit-langit
C. GIGI YANG SERING MENGALAMI IMPAKSI
Gigi molar tiga adalah gigi yang paling akhir erupsi dalam rongga mulut,
yaitu pada usia 18-24 tahun. Keadaan ini kemungkinan menyebabkan gigi molar
tiga lebih sering mengalami impaksi dibandingkan gigi yang lain karena
seringkali tidak tersedia ruangan yang cukup bagi gigi untuk erupsi. Menurut
Chu yang dikutip oleh Alamsyah dan Situmarong, 28,3 % dari 7.468 pasien
mengalami impaksi, dan gigi molar tiga mandibula yang paling sering
mengalami impaksi (82,5%).
Adapun sumber lain yang menyebutkan bahwa erupsi gigi molar ketiga
rahang bawah banyak ditemukan pada pasien berusia 16 sampai dengan 21
tahun. Disebutkan bahwa penyebab adanya kesulitan erupsi gigi adalah
kurangnya atau terbatasnya ruang untuk erupsi sehingga gigi molar ketiga bawah
sering mengalami impaksi.
Frekuensi gigi impaksi yang terjadi sesuai dengan urutan berikut.
1. Molar ketiga rahang bawah
2. Molar ketiga rahang atas
3. Kaninus rahang atas
4. Premolar rahang bawah
5. Kaninus rahang bawah
6. Premolar rahang atas
7. Insisivus sentralis rahang atas
8. Insisivus lateralis rahang atas
Perkembangan dan pertumbuhan gigi-geligi seringkali mengalami gangguan
erupsi, baik pada gigi anterior maupun gigi posterior. Frekuensi gangguan erupsi
terbanyak pada gigi molar ketiga, baik di rahang atas maupun rahang bawah
diikuti gigi kaninus rahang atas. Gigi dengan gangguan letak salah benih akan
menyebabkan kelainan pada erupsinya, baik berupa erupsi di luar lengkung yang
benar atau bahkan terjadi impaksi. Gigi dinyatakan impaksi apabila setelah
mengalami kegagalan erupsi ke bidang oklusal.
D. TANDA ATAU KELUHAN GIGI IMPAKSI
Tanda-tanda umum dan gejala terjadinya gigi impaksi antara lain :
1. Inflamasi, yaitu pembengkakan di sekitar rahang dan warna kemerahan pada
gusi di sekitar gigi yang diduga impaksi.
2. Resorpsi gigi tetangga, karena letak benih gigi yang abnormal sehingga
meresorpsi gigi tetangga.
3. Kista (folikuler).
4. Rasa sakit atau perih di sekitar gusi atau rahang dan sakit kepala yang lama
(neuralgia).
5. Fraktur rahang (patah tulang rahang).
E. KLASIFIKASI GIGI IMPAKSI
Gigi impaksi diklasifikasikan menjadi :
1. Klasifikasi Menurut Pell & Gregory
Berdasarkan hubungan antara ramus mandibula dengan M2 dengan cara
membandingkan lebar mesio-distal M3 dengan jarak antara bagian
distal M2 ke ramus mandibula.
Kelas I : Terdapat ruang yang cukup untuk erupsi
Ukuran mesio-distal molar ketiga lebih kecil dibandingkan jarak
antara distal gigi molar kedua dengan ramus ascendens mandibula.
Kelas II : Ruang untuk erupsi lebih kecil
Ukuran mesio-distal molar ketiga lebih besar dibandingkan jarak
antara distal gigi molar kedua dengan ramus ascendens mandibula.
Kelas III : Tidak terdapat ruang untuk erupsi
Seluruh atau sebagian besar molar ketiga berada dalam ramus
mandibula.
Berdasarkan letak molar ketiga di dalam tulang
Posisi A
Bagian tertinggi dari gigi M3 sama atau lebih tinggi dari bidang
oklusal M2.
Posisi B
Bagian tertinggi dari gigi M3 berada di bawah bidang oklusal M2,
tetapi masih lebih tinggi daripada garis servikal M2.
Posisi C
Bagian tertinggi dari gigi M3 terletak di bawah garis servikal M2.
Kedua klasifikasi ini biasanya digunakan berpasangan. Misalnya, Klas I tipe
B artinya panjang mesio-distal molar ketiga lebih kecil dibandingkan jarak
distal molar kedua ramus mandibula dan posisi molar ketiga berada di
bawah garis oklusal tetapi masih di atas servikal gigi molar kedua.
2. Klasifikasi Menurut George Winter
Berdasarkan posisi gigi M3 terhadap gigi M2
a. Vertikal
b. Horizontal
c. Inverted
d. Mesioangular (miring ke mesial)
e. Distoangular (miring ke distal)
f. Buccoangular (miring ke bukal)
g. Linguoangular (miring ke lidah)
h. Posisi tidak biasa lainnya yang disebut unusual position
3. Klasifikasi Menurut Archer
Acher memberikan klasifikasi untuk impaksi yang terjadi di rahang atas.
a. Klasifikasi ini sebetulnya sama dengan klasifikasi Pell dan Gregory.
Bedanya, klasifikasi ini berlaku untuk gigi atas.
Kelas A
Bagian terendah gigi molar ketiga setinggi bidang oklusal molar
kedua.
Kelas B
Bagian terendah gigi molar ketiga berada di atas garis oklusal
molar kedua, tetapi masih di bawah garis servikal molar kedua.
Kelas C
Bagian terendah gigi molar ketiga lebih tinggi daripada garis
servikal molar kedua.
b. Klasifikasi ini sebetulnya sama dengan klasifikasi George Winter.
Klasifikasi yang dicetuskan oleh George Winter ini cukup sederhana.
Gigi impaksi digolongkan berdasarkan posisi gigi molar ketiga terhadap
gigi molar kedua. Posisi-posisi ini dinamakan vertikal, horizontal,
inverted, mesioangular (miring ke mesial), distoangular (miring ke
distal), buko angular (miring ke bukal), linguoangular (miring ke lidah),
posisi tidak biasa lainnya yang disebut unusual position.
4. Berdasarkan hubungan molar ketiga dengan sinus maksilaris
Sinus Approximation
Bila tidak dibatasi tulang atau ada lapisan tulang yang tipis di antara
gigi impaksi dengan sinus maksilaris.
Non Sinus Approximation
Bila terdapat ketebalan tulang yang lebih dari 2 mm antara gigi molar
ketiga dengan sinus maksilaris.
5. Klasifikasi Impaksi Gigi Kaninus (C) Menurut Acher
a. Gigi Kaninus (C) Rahang Atas
Klas I
Gigi berada di palatum dengan posisi horizontal, vertikal, atau semi
vertikal.
Klas II
Gigi berada di bukal, dengan posisi horizontal, vertikal, atau semi
vertikal.
Klas III
Gigi dengan posisi melintang, korona di palatinal, akarnya melalui
atau berada di antara akar-akar gigi tetangga dan apeks berada di
sebelah labial atau bukal di rahang atas atau sebaliknya.
Klas IV
Gigi berada vertikal di prosessus alveolaris di antara gigi insisivus
dan premolar.
Klas V
Impaksi kaninus berada pada edentolous (rahang yang ompong).
b. Gigi Kaninus (C) Rahang Bawah
Level A
Mahkota gigi kaninus terpendam berada di servikal line gigi
sebelahnya.
Level B
Mahkota gigi kaninus terpendam berada di antara garis servikal dan
apikal akar gigi di sebelahnya.
Level C
Mahkota gigi kaninus terpendam berada dibawah apikal akar gigi
sebelahnya.
6. Klasifikasi Impaksi Gigi Premolar (P)
Impaksi Premolar sering terjadi karena pencabutan prematur dari gigi
molar desidui. Dibanding gigi Premolar satu, lebih sering terjadi pada gigi
Premolar dua karena Premolar dua lebih lama erupsinya.
Impaksi pada Premolar mandibula lebih sering mengarah ke lingual
dari pada ke bukal, sedangkan pada maksila lebih sering ke palatinal
daripada ke bukal. Letaknya lebih sering vertikal, daya erupsinya lebih
besar. Jika korona belum nampak di rongga mulut dan gigi terletak di arkus
dentalis maka pengambilan gigi diambil dari bukal.
F. PEMERIKSAAN
1. Riwayat dan Pemeriksaan Klinis
Ada banyak penderita gigi terpendam atau gigi impaksi. Terkadang
diketahui adanya gigi impaksi pada seseorang diawali karena adanya
keluhan, namun tidak semua gigi impaksi menimbulkan keluhan dan
kadang-kadang penderita juga tidak mengetahui adanya kelainan pada gigi
geliginya.Untuk mengetahui ada atau tidaknya gigi impaksi dapat diketahui
dengan pemeriksaan klinis, meliputi :
Perikoronitis
Perikoronitis dengan gejala-gejala :
1) Rasa sakit di region tersebut
2) Pembengkakan
3) Mulut bau (foeter exore)
4) Pembesaran limfe-node sub-mandibular
Karies pada gigi tersebut
Dengan gejala ; pulpitis, abses alveolar yang akut.Hal yang sama juga
dapat terjadi bila suatu gigi mendesak gigi tetangganya, hal ini dapat
menyebabkan terjadinya periodontitis.
Pada penderita yang tidak bergigi
Rasa sakit ini dapat timbul karena penekanan protesa sehingga terjadi
perikonitis.
Parastesi dan neuralgia pada bibir bawah
Terjadinya parastesi atau neuralgia pada bibir bawah mungkin
disebabkan karena tekanan pada n.mandibularis.Tekanan pada
n.mandibularis dan dapat juga menyebabkan rasa sakit pada gigi
premolar dan kaninus.
Pada pemeriksaan ekstra oral yang menjadi perhatian adalah :
Adanya pembengkakan
Adanya pembesaran limfenode
Adanya parastesi
Pada pemeriksaan intra oral yang menjadi perhatian adalah :
Keadaan gigi, erupsi atau tidak
Adanya karies, perikoronitis
Adanya parastesi
Warna mukosa bukal, labial dan gingival
Adanya abses gingival
Posisi gigi tetangga, hubungan dengan gigi tetangga
Ruang antara gigi dengan ramus (pada molar tiga mandibula)
2. Pemeriksaan Radiografik
Pemeriksaan radiografik harus didasarkan pada penelusuran riwayat
dan pemeriksaan klinis. Pemeriksaan radiografik sangat penting sebelum
pembedahan dilakukan namun tidak perlu dilakukan saat pemeriksaan awal,
jika terdapat infeksi atau gangguan lokal lainnya. Pemeriksaan radiologis
gigi impaksi harus dapat menguraikan hal-hal berikut ini:
Tipe dan orientasi impaksi serta akses untuk mencapai gigi
Ukuran mahkota dan kondisinya
Jumlah dan morfologi akar
Tinggi tulang alveolar, termasuk kedalaman dan densitasnya
Lebar folikuler
Status periodontal dan kondisi gigi tetangga
Hubungan atau kedekatan gigi-geligi rahang atas dengan kavitas nasal
atau sinus maksilaris
Hubungan atau kedekatan gigi-geligi rahang bawah dengan saluran
interdental, foramen mentale, batas bawah mandibula.
Jenis radiografi yang dapat digunakan, antara lain:
Periapikal, tomografi panoramik [atau oblique lateral] dan CT scan
untuk gigi molar tiga rahang bawah
Tomografi panoramik [atau oblique lateral, atau periapikal yang
adekuat] untuk gigi molar tiga rahang atas
Parallax film [dua periapikal atau satu periapikal dan satu film oklusal]
untuk gigi kaninus rahang atas
Radiografi periapikal dan true occlusal untuk gigi premolar dua
rahang bawah; radiografi panoramik juga dapat digunakan jika
radiografi periapikal tidak dapat menggambarkan seluruh gigi yang
tidak erupsi.
G. INDIKASI
Pencabutan Preventif/Propilaktik
Pencabutan preventif ini sangatlah penting yaitu untuk mencegah
terjadinya patologi yang berasal dari folikel atau infeksi yang timbul akibat
erupsi yang lambat dan sering tidak sempurna, serta pada kondisi tertentu
dapat mencegah terjadinya kesulitan pencabutan nanti jika gigi itu dibiarkan
lebih lama dalam lengkung rahang, misalnya karena celah ligamentum
mengecil atau tidak ada adalah indikasi pencabutan bagi gigi yang impaksi.
Pencabutan patologis dan mencegah perluasan kerusakan oleh gigi
impaksi
Pencabutan karena pencegahan terjadinya patologi dan mencegah
perluasan kerusakan dalam lengkung rahang karena adanya gigi yang
impaksi juga menjadi indikasi pencabutan pada gigi yang impaksi.Adapun
tindakan pencegahan itu meliputi:
a) Pencegahan penyakit periodontal
b) Pencegahan caries dental
c) Pencegahan perikonitis
d) Pencegahan resorpsi akar
e) Pencegahan munculnya kista odontogenik dan tumor
f) Pencegahan terjadinya fraktur rahang karena gigi impaksi
Adapun indikasi lain pencabutan adalah
a) Usia muda
b) Adanya penyimpangan panjang lengkung rahang dan membantu
mempertahankan stabilisasi hasil perawatan ortodonsi
c) Kepentingan prostetik dan restoratif
H. KONTRAINDIKASI
Pencabutan gigi impaksi juga tergantung pada kontraindikasi yang muncul,
ada pasien-pasien tertentu yang tidak dapat dilakukan pencabutan dengan
berbagai pertimbangan, adapun kontraindikasi pencabutan gigi impaksi adalah:
Pasien dengan usia sangat ekstrim, telalu muda atau lansia
Compromised medical status
Kerusakan yang luas dan berdekatan dengan struktur yang lain
Pasien tidak menghendaki giginya dicabut
Apabila tulang yang menutupi gigi yang impaksi sangat termineralisasi dan
padat
Apabila kemampuan pasien untuk menghadapi tindakan pembedahan
terganggu oleh kondisi fisik atau mental tertentu.
I. KRITERIA PERAWATAN GIGI IMPAKSI
J. PENATALAKSANAAN IMPAKSI GIGI RAHANG ATAS
ALAT DAN BAHAN
Syringe dengan jarum 27 dan 30 gauge
Larutan anastetikum; yang mengandung epinefrin/adrenalin
Alat diagnostic
Bur tulang
Cotton rolls
Gauze
Instrumen lain yang umum digunakan disajikan dalam gambar berikut ini:
TAHAP-TAHAP DALAM PENCABUTAN GIGI MOLAR TIGA
IMPAKSI
1. Sedasi
Persyaratan pertama untuk keberhasilan pembedahan gigi impaksi adalah
pasien yang relaks dan anastesi lokal yang efektif atau pasien yang
teranastesi dengan selamat. Seringkali anastesi umum merupakan pilihan
yang cocok untuk pembedahan impaksi. Anastesi yang dipakai yaitu pleksus
anastesi dan sub mukus infiltrasi anastesi.
2. Pembukaan Flap
Flap harus didesain dengan baik dan dalam ukuran yang cukup.Insisi di
bagian oklusal tuber maksila yang berjalan ke anterior kemudian melanjut
ke bukal molar dua dan dilanjutkan dengan insisi verikal ke anterior di
sebelah bukalmolar satu. Setelah insisi selesai buka muko perios flap dan
kemudian flap dipegang dengan pinset chirurgis, untuk melihat gigi atau
tulang maka dipergunakan kaca mulut karena sukar dilihat langsung, di
sampIng itu penerangan harus cukup baik.
3. Pengambilan tulang
Pengambilan tulang tidak begitu sukar oleh karena tuberositas maksila lebih
poreus daripada tulang mandibula. Dengan memakai pahat dan tokokan
minimal saja sudah putus atau dengan memakai bur juga lebih mudah
membuangnya. Pada pembungan tulang harus diperhatikan betul, jangan
sampai bagian gigi atau tulang tertolak masuk ke dalam sinus maksilaris.
Tulang yang dibuang adalah bagian bukal, oklusal, distal. Yang tidak boleh
dibuang adalah bagian palatianal. Pada rahang atas pengambilan sering
digunakan dengan elevator lurus yang digunakan sebagai pencungkil tulang
atau dengan osteotom dan tekanan tangan. Kadang-kadang tulang ini mudah
dikupas dengan menggunakan elevator periosteal #9 atau elevator lurus
yang kecil, untuk menyingkap folikel di bawahnya. Untuk melihat anatomi
mahkota dan untuk menentukan sumbu panjang gigi impaksi, folikel
dihilangkan sebagian dengan menggunakan elevator periosteal atau elevator
lurus dan hemostat kecil. Sekali jalan masuk ke M3 impaksi cukup untuk
memasukkan elevator miller atau pott pada servik, pengungkitan ke distal-
bukal bisa dilakukan.
4. Pemotongan yang terencana
Gigi molar tiga impaksi maksila jarang dikeluarkan dengan pemotongan.
Jika pemotongan M3 maksila atas yang impaksi diperlukan, biasanya
mahkota dipotong agar akat dapar digerakkan ke bukal-oklusal.
5. Pengeluaran gigi
Setelah gigi impaksi bebas dari tulang sekitarnya, kita harus membuat
ruangn yang cukup bagi bein atau elevator supaya dapat masuk diantara gigi
dan tulang alveolus agar dapat menolak gigi ke arah oklusal. Pada waktu
mengeluarkan gigi, harus hati-hati jangan sampai gigi terlepas dan masuk
kekerongkongan karena dapat mengganggu/menyumbat seluruh pernafasan.
Dengan anastesi umum, lebih mudah karena kerongkongan sudah ditutup
dengan kasa.
6. Pembersihan luka
Setelah gigi keluar, maka dilakukan penghalusan tulang alveolus yang
tajam, sisa-sisa folikel dibersihkan seluruhnya. Kegagalan untuk melakukan
hal ini bisa mengakibatkan penyebuhan yang lama dan perkembangan
patologis dari sisa epitel odontogenik. Setelah folikel dibersihkan, alveolus
diirigasi dengan saline dan periksa dengan teliti. Kemudian diletakkan
tampon.
7. Penutupan luka
Flap dikembalikan dan dijahit. Penjahitan dilakukan untuk menahan kedua
tepi potongan jaringan lunak sehingga membantu penyembuhan, untuk
menahan jaringan lunak yang longgar, untuk meminimalkan kontaminasi
terhadap debris makanan dan untuk menghambat pendarahan. Penjahitan
dapat dilakukan dengan benang hitam steril dan dapat dipilah jahitan
‘terputus’ (interrupted0 sederhana atau jahitan matras horizontal. Jarum
yang digunakan jarum Lane yang dipegang dengan alat pemegang jarum
(needle holder).
TEKNIK ODONTEKTOMI
Gambar A. Insisi envelope [amplop] seringkali digunakan untuk membuka
jaringan lunak mandibula dalam pencabutan gigi impaksi molar tiga: Perluasan
insisi ke posterior harus divergen ke arah lateral agar tidak terjadi perlukaan
saraf lingual.
Gambar B. Insisi envelope dibuka ke arah lateral sehingga tulang yang menutupi
gigi impaksi terbuka.
Gambar C. Jika digunakan flap tiga-sudut, insisi pembebas dibuat pada aspek
mesial gigi molar dua.
Gambar D. Saat flap jaringan dibuka pada insisi pembebas, akan diperoleh
lapangan pandang yang lebih luas, terutama pada aspek apikal daerah
pembedahan.
Gambar E. Setelah jaringan lunak dibuka, tulang yang menutupi permukaan
oklusal gigi dibuang menggunakan bur fissure atau chisel tangan.
Gambar F. Kemudian, tulang pada aspek bukal dan distal gigi impaksi dibuang
menggunakan bur.
TEKNIK ODONTEKTOMI BERDASARKAN TIPE IMPAKSI GIGI
Impaksi vertical
Jika gigi yang terbentuk tidak erupsi sempurna menembus batas gusi.
Tulang pada aspek bukal dan distal mahkota dibuang, dan gigi dipotong menjadi
bagian mesial dan distal. Jika akar gigi bengkok, menyatu atau tunggal, bagian
distal mahkota dipotong seperti dalam impaksi mesioangular [diuraikan di
bawah ini]. Aspek posterior mahkota diungkit terlebih dahulu menggunakan
Cryer elevator sampai ke titik pengeluaran pada sisi distal gigi.
Elevator digunakan untuk mengangkat aspek mesial gigi dengan gerakan putar
dan ungkit.
Impaksi mesioangular
Impaksi mesioangular merupakan tipe yang sering ditemukan [43% kasus]. Gigi
menjorok ke depan, mengarah ke depan mulut.
Dalam pencabutan impaksi mesioangular, tulang pada sisi bukal dan distal
dibuang agar mahkota gigi dan batas servikalnya terlihat. Aspek distal mahkota
dipotong. Terkadang, perlu dilakukan pemotongan seluruh gigi menjadi dua
bagian, bukan hanya memotong bagian distal mahkota saja.
Setelah bagian distal mahkota dikeluarkan, diinsersikan elevator kecil pada titik
ungkit di aspek mesial gigi molar tiga, dan gigi dikeluarkan menggunakan
gerakan putar dan ungkit.
Impaksi Horisontal
Impaksi horisontal jarang ditemukan [3%], yang terjadi jika gigi memiliki sudut
90 derajat, tumbuh ke arah gigi molar dua.
Saat dilakukan pembedahan impaksi horisontal, tulang yang menutupi gigi-
yaitu, tulang pada aspek distal dan bukal gigi-dibuang menggunakan bur.
Mahkota dipisahkan dari akarnya dan dikeluarkan dari soket. Akar jamak
dikeluarkan bersamaan atau sendiri-sendiri menggunakan Cryer elevator dengan
gerakan rotasi. Terkadang, akar perlu dipotong menjadi dua bagian: pembuatan
titik ungkit pada akar akan mempermudah Cryer elevator untuk mengeluarkan
akar. Akar mesial diungkit dengan cara yang sama.
Impaksi Distoangular
Pada tipe impaksi ini, gigi menjorok ke belakang, ke bagian belakang mulut.
Dalam impaksi distoangular, tulang oklusal, bukal dan distal dibuang
menggunakan bur. Harus diingat bahwa tulang distal harus dibuang lebih banyak
dibandingkan dalam impaksi tipe vertikal atau mesioangular. Mahkota gigi
dipotong menggunakan bur dan dikeluarkan menggunakan elevator lurus. Titik
ungkit diletakkan pada bagian akar gigi, dan akar dikeluarkan menggunakan
Cryer elevator dalam gerakan wheeland- axle [roda-dan-jeruji, jika akar
divergen, terkadang perlu dilakukan pemotongan akar sendiri-sendiri.
Setelah gigi impaksi dikeluarkan dari prosesus alveolar, dokter bedah harus
melakukan debridemen luka dengan cermat dan hati-hati untuk membersihkan
semua potongan tulang kecil dan debris lainnya. Metode terbaik untuk
melakukannya adalah dengan melakukan debridemen mekanis pada soket dan
daerah di bawah flap menggunakan kuret periapikal. Bone file digunakan untuk
menghaluskan tepi-tepi tulang yang tajam dan kasar. Hemostat mosquito
digunakan untuk membuang sisasisa folikel gigi dengan hati-hati. Terakhir,
soket dan luka diirigasi menggunakan salin atau air steril [optimal: 30-50 ml].
Dalam kasus-kasus tertentu, dibutuhkan irigasi, yaitu pada pasien yang beresiko
mengalami dry socket, gangguan penyembuhan, atau komplikasi lainnya.
Flap dikembalikan ke posisi awalnya, dan dilakukan penjahitan
menggunakanresorbable suture pada aspek posterior gigi molar dua. Jahitan
tambahan dapat dilakukan jika perlu.
KOMPLIKASI POST-OPERATIF
Setelah pencabutan gigi impaksi terdapat beberapa respon fisiologis yang
normal, yaitu perdarahan ringan, pembengkakan, kekakuan dan rasa nyeri.
Respon negatif tersebut menimbulkan ketidaknyamanan jangka pendek bagi
pasien yang berlangsung selama 4-7 hari setelah pembedahan. Tujuan utama
dalam setiap jenis pembedahan adalah mencegah infeksi postoperative akibat
prosedur pembedahan. Untuk mencapai tujuan tersebut, sebagian prosedur
pembedahan membutuhkan antibiotik profilaktik. Dalam pencabutan gigi molar
tiga, infeksi merupakan kasus yang jarang terjadi. Ini berarti bahwa rasa nyeri,
pembengkakan, dan produksi purulen yang membutuhkan insisi dan drainase
atau terapi antibiotik jarang ditemukan.
Gangguan penyembuhan yang lebih menonjol setelah pencabutan impaksi
gigi molar tiga adalah dry socket atau alvaolar osteitis. Gangguan penyembuhan
ini cenderung disebabkan oleh kombinasi bakteri anaerob dan saliva.
Penggunaan antibiotik profilaktik dalam pencabutan gigi impaksi dapat
mengurangi insiden dry socket. Teknik lain yang efektif mengurangi insiden dry
socket adalah irigasi berlimpah, berkumur dengan klorheksidin sebelum
pembedahan, dan aplikasiantibiotik pada soket ekstraksi.
Komplikasi pencabutan gigi impaksi lainnya adalah perlukaan saraf, akibat
penggunaan tang atau elevator, dan administrasi anestetik lokal. Kerusakan saraf
sensoris biasanya terjadi jika pembedahan dilakukan di sekitar daerah foramen
mentale dan gigi molar tiga. Perkiraan insiden kerusakan saraf sangat bervariasi.
Hilangnya sensori pencecap lingual dan saraf alveolaris inferior mencapai 13%,
dan terjadi pemulihan dalam waktu 6 bulan setelah pembedahan.
Fraktur akar merupakan salah satu masalah yang sering ditemukan dalam
pencabutan gigi molar tiga, dan terkadang sulit diatasi. Dalam situasi semacam
ini, fragmen akar dapat masuk ke dalam ruang submandibula, kanalis alveolar
inferior, atau sinus maksilaris. Akar yang tak-terinfeksi dalam tulang alveolar
dapat ditinggalkan pada tempatnya, tanpa komplikasi post-operatif. Jaringan
pulpa akan mengalami fibrosis dan akar menyatu dalam tulang alveolar. Usaha
yang terlalu agresif dan destruktif untuk mengangkat bagian akar cenderung
menimbulkan masalah. Dalam hal ini, dibutuhkan pemeriksaan radiografik
follow up.
DAFTAR PUSTAKA
Andreasen J.O. 1997. Textbook and Color Atlas of Tooth Impactions Diagnosis
Treatment Prevention, 1st ed. CV Mosby Company.
Archer W.H. 1975. Oral and Maxillofacial Surgery, 5th ed. W.B. Saunders.
Gans, Benjamin J. 1972. Atlas of Oral Surgery. CV Mosby Company.
Pedersen W.G. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Jakarta: EGC.
Peterson L.J. 1998 Principles of Management of Impacted Teeth in Peterson
L.J., et al (editor), Conpemporary Oral and Maxillofacial Surgery, 3rd ed. St.
Louis: Mosby Yearbook Inc.
Peterson L.J. 2003. Contemporary Oral Maxillofacial Surgery, 4th ed. St.Louis:
CV Mosby Company.
Miloro Michael. Peterson’s of oral and maxillofacial surgery. 2nd ed. BC
Decker Inc. Hamilton, London. 2004.
Coulthard P, Horner K, Sloan P, et al. Master dentistry: oral and maxillofacial
surgery, radiology, pathology and oral medicine. Elsevier Science Limited.
Churchill Livingstone. England. 2003.
Benediktsdóttir, Sara I. Thesis at the Department of Oral Radiology and Oral
maxillofacial surgery, Royal Dental College, University of Aarhus, Denmark.
2003.