Download - Trauma Thorax Uray
TRAUMA THORAX
A. Anatomi Thorax
Thorax (atau dada) adalah daerah tubuh yang terletak diantara leher dan
abdomen. Rangka dinding thorax dibentuk oleh permukaan ventral vertebra
torakal I (posterior), bagian medial dari iga I kiri dan kanan (lateral), serta
manubrium sterni yang terletak kira-kira setinggi vertebra torakal II (anterior).
Thorax berhubungan dengan leher di bagian atas, dan dipisahkan dengan abdomen
oleh diaphragm di bagian bawah. Dinding thorax melindungi paru dan jantung
dan merupakan tempat perlekatan otot-otot thorax, ekstremitas superior, abdomen
dan punggung.1
Gambar 1. Rongga toraks dan costae yang mengelilingi rongga toraks
Cavitas thoracis (rongga thorax) dapat dibagi menjadi: mediastinum dan
paru-paru (kiri dan kanan). Mediastinum dibagi ke dalam 3 bagian: superior,
anterior, dan posterior. Mediastinum terletak diantara paru kiri dan kanan dan
merupakan daerah tempat organ-organ penting thorax selain paru-paru (yaitu:
jantung, aorta, arteri pulmonalis, vena cavae, esofagus, trakhea, dll). Paru diliputi
oleh selapis membran tipis yang disebut pleura viceralis, yang beralih di hilus
1
pulmonalis (tempat saluran udara utama dan pembuluh darah masuk ke paru-paru)
menjadi pleura parietalis dan menuju ke permukaan dalam dinding thorax.
Dengan cara ini terbentuk dua kantong membranosa yang dinamakan cavitas
pleuralis pada setiap sisi thorax, diantara paru-paru dan dinding thorax.1
Gambar 2. Anatomi Paru
Kerangka rongga thorax, meruncing pada bagian atas dan berbentuk
kerucut terdiri dari sternum, 12 vertebra thoracalis, 10 pasang costa yang berakhir
di anterior dalam segmen tulang rawan dan 2 pasang yang melayang. Kartilago
dari 6 costa memisahkan articulasio dari sternum, kartilago ketujuh sampai
sepuluh berfungsi membentuk tepi kostal sebelum menyambung pada tepi bawah
sternum. Perluasan rongga pleura di atas klavicula dan di atas organ dalam
abdomen penting untuk dievaluasi pada luka tusuk. Pleura adalah membran aktif
yang disertai dengan pembuluh darah dan limfatik. Disana terdapat pergerakan
cairan, fagositosis debris, menambal kebocoran udara dan kapiler. Pleura
visceralis menutupi paru dan sifatnya sensitif, pleura ini berlanjut sampai ke hilus
dan mediastinum bersama – sama dengan pleura parietalis, yang melapisi dinding
dalam thorax dan diafragma.3
2
Dada berisi organ vital paru dan jantung, pernafasan berlangsung dengan
bantuan gerak dinding dada. Inspirasi terjadi karena kontraksi otot pernafasan
yaitu muskulus interkostalis dan diafragma, yang menyebabkan rongga dada
membesar sehingga udara akan terhisap melalui trakea dan bronkus. 3
B. Fisiologi respirasi
Paru – paru dapat dikembang kempiskan melalui dua cara, yaitu (1)
dengan gerakan naik turunnya diafragma untuk memperbesar atau memperkecil
rongga toraks dan (2) dengan depresi dan elevasi tulang iga untuk memperbesar
atau memperkecil diameter anteroposterior rongga dada.
Pada saat inspirasi yang bekerja aktif adalah otot – otot interkostalis yang
menyebabkan rongga toraks mengembang, yang menimbulkan tekanan negative
didalam rongga toraks sehingga udara dari atmosfir luar dapat mengalir masuk
kedalam paru-paru. Sebaliknya pada saat ekspirasi terjadi akibat adanya elastisitas
/ daya lentur jaringan paru ditambah dengan relaksasi otot interkostalis yang
menekan rongga toraks sehingga mengecilkan volumenya, mengakibatkan udara
keluar melalui jalan nafas.16
3
Gambar 3: Cavitas Thoracis.
Jika terjadi trauma toraks yang mengakibatkan kerusakan pada jaringan
dada (costae, otot – otot interkostalis, paru) hal ini akan mengganggu proses
pernafasan yang normal. Jika proses pernafasan yang normal terganggu akan
mengakibatkan gangguan pada perfusi jaringan sehingga akan berakibat fatal.
C. Definisi
Trauma toraks adalah luka atau cedera yang mengenai rongga toraks yang
dapat menyebabkan kerusakan pada dinding toraks ataupun isi cavun toraks yang
disebabkan oleh benda tajam atau benda tumpul dan dapat menyebabkan keadaan
gawat toraks akut. Trauma toraks dapat menyebabkan kerusakan dinding dada,
paru, jantung, pembuluh darah besar serta organ disekitarnya termasuk viscera.3,5
D. Etiologi
1. Trauma tembus (tajam)
Pada trauma tembus terjadi diskontinuitas dinding toraks (laserasi)
langsung akibat penyebab trauma, terutama akibat tusukan benda tajam (pisau,
4
Gambar 4 : Fisiologi Pernapasan.
kaca, peluru, dsb). Sekitar 10-30% dari trauma tembus memerlukan operasi
torakotomi.7
2. Trauma tumpul
Pada trauma tumpul tidak terjadi diskontinuitas dinding toraks.
Penyebabnya antara lain kecelakaan lalu lintas, terjatuh, cedera olahraga, dsb.
Kelainan tersering akibat trauma tumpul toraks adalah kontusio paru. <10%
trauma jenis ini memerlukan operasi torakotomi.6
E. Epidemiologi
Trauma toraks kebanyakan disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas yang
umumnya merupakan cedera tumpul (blunt thoracic trauma). Insiden dari trauma
dada di Amerika adalah 12 orang bagi setiap 1000 orang penduduk tiap harinya,
dan 20-25% kematian yang disebabkan oleh trauma adalah disebabkan oleh
trauma thorax.Trauma thorax diperkirakan bertanggung jawab atas kematian
16,000 kematian tiap tahunnya di Amerika. Trauma toraks merupakan trauma
majemuk yang sering disertai dengan cedera pada perut, kepala, dan ekstremitas.
Trauma toraks lebih banyak terjadi pada laki – laki, dengan usia terbanyak antara
usia 20-49 tahun. Penyebab trauma paling sering terjadi akibat kecelakaan lalu
lintas.13
Pneumotoraks, hemotoraks, fraktur costae dan kontusio pulmonel
merupakan jejas yang sering terjadi akibat trauma toraks. Jenis jejas lain yang
juga dapat terjadi pada trauma toraks adalah jejas diafragma, fail chest, trauma
tembus jantung, jejas torako-bronkial, jejas esophagus.14
F. Patofisiologi
Rongga dada mempunyai dua struktur yang penting dan digunakan untuk
melakukan proses ventilasi dan oksigenasi, yaitu pertama tulang, tulang – tulang
yang menyusun struktur pernapasan seperti tulang klafikula, sternum, scapula.
Kemudian yang kedua adalah otot-otot pernapasan yang sangat berperan pada
proses inspirasi dan ekspirasi. Jika salah satu dari dua struktur tersebut mengalami
kerusakan, akan berpengaruh pada proses ventilasi dan oksigenasi. Contoh
kasusnya, adanya fraktur pada tulang iga atau tulang rangka akibat kecelakaan,
5
sehingga bisa terjadi keadaaan flail chest atau kerusakan pada otot pernapasan
akibat trauma tumpul, serta adanya kerusakan pada organ viseral pernapasan
seperti, paru-paru, jantung, pembuluh darah dan organ lainnya di abdominal
bagian atas, baik itu disebabkan oleh trauma tumpul, tajam, akibat senapan atau
gunshot.3,6
Tekanan intrapleura adalah negatif, pada proses respirasi, udara tidak akan
dapat masuk kedalam rongga pleura. Jumlah dari keseluruhan tekanan parsial dari
udara pada kapiler pembuluh darah rata-rata (706 mmHg). Pergerakan udara dari
kapiler pembuluh darah ke rongga pleura, memerlukan tekanan pleura lebih
rendah dari -54 mmHg (-36 cmH2O) yang sangat sulit terjadi pada keadaan
normal. Jadi yang menyebabkan masuknya udara pada rongga pleura adalah
akibat trauma yang mengenai dinding dada dan merobek pleura parietal atau
visceral, atau disebabkan kelainan konginetal adanya bula pada subpleura yang
akan pecah jika terjadi peningkatan tekanan pleura.7
G. Mekanisme trauma toraks
1. Akselerasi
Kerusakan yang terjadi merupakan akibat langsung dari penyebab
trauma. Gaya perusak berbanding lurus dnegan massa dan percepatan (akselerasi),
sesuai dengan hokum Newton II (kerusakan yang terjadi juga bergantung pada
luas jaringan tubuh yang menerima gaya perusak). Pada luka tembak, perlu
diperhatikan jenis senjata dan jarak tembak, penggunaan senjata dengan kecepatan
tinggi seperti senjata militer high velocity (>3000ft/sec) pada jarak dekat akan
mengakibatkan kerusakan dan peronggaan yang jauh lebih luas dibandingkan
besar lubang masuk peluru.
2. Deselerasi
Kerusakan yang terjadi akibat mekanisme deselerasi dari jaringan.
Biasanya terjadi pada tubuh yang bergerak dan tiba-tiba berhenti akibat trauma.
Kerusakan terjadi oleh karena pada saat trauma, organ-organ dalam yang mobile
(seperti bronkus, sebagian aorta, organ visera dan sebagainya) masih bergerak dan
6
gaya yang merusak terjadi akibat tumbukan pada dinding toraks/ rongga tubuh
lain atau oleh tarikan dari jaringan pengikat organ tersebut.
3. Torsio dan rotasi
Gaya torsio dan rotasi yang terjadi umumnya diakibatkan oleh adanya
deselerasi organ-organ dalam yang sebagian strukturnya memiliki jaringan
pengikat/ fiksasi, seperti itmus aorta, bronkus utama, diafragma atau atrium.
Akibat adanya deselerasi yang tiba-tiba, organ-organ tersebut dapat terpilin atau
terputar dengan jaringan fiksasi sebagai titik tumpu atau porosnya.
4. Blast injury
Kerusakan jaringan pada blast injury terjadi tanpa adanya kontak langsung
dengan penyebab trauma. Seperti pada ledakan bom, gaya perusak diterima oleh
tubuh melalui penghantaran gelombang energy.
Faktor lain yang memperngaruhi:
a. Sifat jaringan tubuh
Jenis jaringan tubuh bukan merupakan mekanisme dari perlukaan,
akan tetapi sangat menentukan pada akibat yang akan diterima tubuh
akibat trauma tersebut. Seperti adanya fraktur iga pada bayi menunjukkan
trauma yang relative berat dibandingkan bila ditemukan fraktur pada orang
dewasa, atau tusukan pisau sedalam 5 cm akan membawa akibat berbeda
pada orang gemuk atau orang kurus. Berbeda pada wanita yang memiliki
payudara dibandingkan dengan pria.
b. Lokasi
Lokasi tubuh tempat trauma sangan menentukan jenis organ yang
menderita kerusakan, terutama pada trauma tembus. Seperti luka tembus
pada daerah prekordial.
c. Arah trauma
Arah gaya trauma atau lintasan trauma dalam tubuh sangat menetukan
dalam perkiraan kerusakan organ atau jaringan yang terjadi. Perlu diingat
adanya efek pantulan dari penyebab trauma pada tubuh manusia. Seperti
trauma yang terjadi akibat pantulan peluru dapat memiliki arah yang
7
berbeda dari sumber peluru sehingga kerusakan atau organ apa yang
terkena sulit diperkirakan.
H. Kelainan Akibat Trauma Thorax
1. Fraktur Costa
Merupakan komponen dari dinding thorax yang paling sering mengalami
trauma, perlukaan pada iga sering bermakna, nyeri pada pergerakan akibat
terbidainya iga terhadap dinding thorax secara keseluruhan menyebabkan
gangguan ventilasi. Batuk yang tidak efektif untuk mengeluarkan sekret dapat
mengakibatkan insiden atelaktasis dan pneumonia meningkat secara bermakna
dan disertai timbulnya penyakit paru-paru. Fraktur sternum dan scapula secara
umum disebabkan oleh benturan langsung, trauma tumpul jantung harus selalu
dipertimbangkan bila ada asa fraktur sternum. Yang paling sering mengalami
trauma adalah iga bagian tengah (iga ke -4 sampai ke -9).8
Fraktur costa dapat mengganggu ventilasi dengan berbagai mekanisme.
Nyeri dari fraktur costa dapat menyebabkan pembebatan pernapasan,
menghasilkan atelektasis dan pneumonia. Fraktur costa multiple yang berdekatan
menganggu fungsi pengembangan dada dan mengganggu ventilasi. Fragmen
fraktur costa juga dapat menembus objek yang menyebabkan terjadinya
hemothorax atau pneumothorax. Costa umumnya fraktur pada titik dampak atau
sudut posterior (secara structural area yang paling lemah).8
Pasien dengan fraktur costa sering mengeluh nyeri saat inspirasi dan sesak
napas. Pada pemeriksaan fisik umum didapatkan nyeri tekan, krepitasi dan
deformitas dinding dada. Foto polos thorax anteroposterior dan lateral rutin
dilakukan dalam membantu mendiagnosa fraktur costa.9
2. Flail Chest
Fail chest adalah trauma hancur pada sternum atau truama multiple pada
dua atau lebih tulang iga dengan dua tau lebih garis fraktur, sehingga
menyebabkan gangguan pergerakan pada dinding dada, dimana segmen dinding
dada tidak lagi mempunyai kontinuitas dengan keseluruhan dinding dada,
mengakibatkan pertukaran gas respiratorik yang efektif sangat terbatas
mengakibatkan terjadi hipoksia yang serius.
8
Gambar 5. Fail chest
Adanya segmen fail chest menyebabkan gangguan pada pergerakan
dinding dada. Jika kerusakan parenkim paru dibawahnya sesuai dengan kerusakan
pada tulang, maka akan menyebabkan hipoksia yang serius. Kesulitan utama
adalah trauma parenkim paru yang mungkin terjadi kontusio paru. Fail chest
mungkin tidak terlihat pada awalnya, karena splitting dengan dinding dada.
Gerakan pernafasan menjadi buruk dan toraks bergerak secara asimetris dan tidak
terkoordinasi. Palpasi gerakan pernafasan yang abnormal dan krepitasi iga atau
fraktur tulang rawan membantu diagnosis. Dengan foto toraks akan lebih jelas
karena akan terlihat fraktur tulang iga yang multiple, akan tetapi terpisahnya sendi
costohondral tidak akan terlihat. Pemeriksaan analisa gas darah yaitu adanya
hipoksia akibat kegagalan pernafasan juga membantu dalam diagnosis.6
9
Gambar 6. Patofisiologi pada fail chest.
Pencegahan hipoksia merupakan hal penting pada penderita trauma, dan
intubasi serta ventilasi perlu diberikan untuk waktu singkat sampai diagnosis dan
pola trauma yang terjadi pada penderita tersebut ditemukan secara lengkap.
Penilaian hati-hati dari frekuensi pernafasan, tekanan oksigen arterial dan
penilaian kinerja pernafasan akan memberikan suatu indikasi timing / waktu untuk
melakukan intubasi dan ventilasi.3
3. Pneumothorax
Pneumothorax diakibatkan masuknya udara pada ruang potensial antara
pleura visceral dan parietal. Dislokasi fraktur veterbra juga dapat ditemukan
bersama dengan pneumotoraks. Laserasi paru merupakan penyebab tersering dari
pneumotoraks akibat trauma tumpul. Dalam keadaan normal rongga toraks
dipenuhi oleh paru-paru yang pengembangannya sampai dinding dada oleh karena
adanya tegangan permukaan antara kedua permukaan pleura. Adanya udara di
dalam rongga pleura akan menyebabkan kolapsnya jaringan paru. Gangguan
ventilasi-perfusi terjadi karena darah menuju paru yang kolaps tidak mengalami
ventilasi sehingga tidak ada oksigenasi. Ketika pneumotoraks terjadi, suara nafas
menurun pada sisi yang terkena dan pada perkusi hipersonor. Fototoraks pada
saat ekspirasi membantu menegakkan diagnosis.10
10
Terapi terbaik pada pneumotoraks adalah dengan pemasangan chest tube
pada sela iga ke 4 atau ke 5, anterior dari garis mid-aksilaris.7 Bila pneumotoraks
adalah dengan dilakukan observasi atau aspirasi saja, maka akan mengandung
resiko. Sebuah selang dada dipasang dan dihubungan dengan WSD dengan atau
tanpa penghisap, dan foto toraks dilakukan untuk mengkonfirmasi pengembangan
kembali paru-paru. Anestesi umum atau ventilasi dengan tekanan positif tidak
boleh diberikan pada penderita dengan peneumotoraks traumatic atau pada
penderita yang mempunyai resiko terjadinya dapat menjadi life thereatening
tension pneumotorax, terutama jika awalnya tidak diketahui dan ventilasi dengan
tekanan positif diberikan. Toraks penderita harus dikompresi sebelum penderita
ditransportasi / rujuk.10
4. Open Pneumothorax
Gangguan pada dinding dada berupa hubungan langsung antar ruang
pleura dan lingkungan sehingga tekanan di dalam rongga pleura akan segera
menjadi sama dengan tekanan atmosfir, akibat kondisi itu menyebabkan
terganggunya ventilasi sehingga menyebabkan hipoksia dan hiperkapnea
Tanda dan gejala pneumothoraks terbuka:
11
Gambar 7 : Pneumothorax
a. Respirasi distresb. Sianosisc. Tampak adanya kerusakan pada dinding dadad. Penurunan dari suara pernafasan dan gerakane. Adanya peningkatan suara10
Langkah awal adalah menutup luka dengan kasa steril yang diplester
hanya pada 3 sisinya saja. Dengan penutupan seperti ini diharapkan akan terjadi
efek flutter type valve dimana saat inspirasi kasa penutup akan menutup luka,
mencegah kebocoran udara dari dalam. Saat ekspirasi kasa penutup terbuka untuk
menyingkirkan udara keluar. Setelah itu maka sesegera mungkin dipasang
selang dada yang harus berjauhan dari luka primer. Menutup seluruh sisi luka
akan menyebabkan terkumpulnya udara di dalam rongga pleura yang akan
menyebabkan tension pneumothorax kecuali jika selang dada sudah terpasang.
Kasa penutup sementara yang dapat dipergunakan adalah Plastic wrap atau
Petrolatum Gauze, sehingga penderita dapat dilakukan evaluasi dengan cepat dan
dilanjutkan dengan penjahitan luka.10
5. Tension Pneumothorax
Merupakan suatu pneumothotaks yang progresif dan cepat sehingga
membayakan jiwa pasien dalam waktu yang singkat. Udara yang keluar dari paru
atau melalui dinding dada masuk ke rongga pleura dan tidak dapat ke luar lagi
(one-way-valve), maka tekanan di intrapleura akan meninggi , paru-paru menjadi
kolaps.
12
Gambar 8 : Patofisiologi Pnrumothorax Terbuka.
Gambar 9. Tension pneumotoraks
Tanda dan gejala yang dapat ditemukan pada tension pneumotoraks :
a. Nyeri dadab. Sesak c. Distres pernafasand. Takikardie. Hypotensi, f. Defiasi traheag. Hilangnnya suara nafas pada suatu sisih. Distensi vena leheri. Sianosis
Penyebab tersering dari tension pneumothorax adalah komplikasi
penggunaan ventilasi mekanik (ventilator) dengan ventilasi tekanan positif pada
penderita dengan kerusakan pada pleura visceral. Tension pneumothorax dapat
timbul sebagai komplikasi dari pneumotorax sederhana akibat trauma toraks
tembus atau tajam dengan perlukaan parenkim paru tanpa robekan atau setelah
salah arah pada pemasangan kateter subklavia atau vena jugularis interna.
Kadangkala defek atau perlukaan pada dinding dada juga dapat menyebabkan
tension pneumothorax, jika salah cara menutup defek ata luka tersebut dengan
pembalut (occhusive dressings) yang kemudian akan menimbulkan mekanisme
flap-valve. Tension pneumothorax juga dapat terjadi pada fraktur tulang
belakang toraks yang mengalami pergeseran (displaced thoracic spine fractures).
Tension pneumothorax ditandai dengan gejala nyeri dada, sesak, distress
pernafasan, takikardi, hipotensi, deviasi trakea, hilangnya suara nafas pada satu
13
sisi dan distensi vena leher. Sianosis merupakan manifestasi lanjut. Karena ada
kesamaan gejala antara tension pneumothorax dan tamponade jantung maka
sering membingungkan pada awalnya tetapi perkusi yang hipersonor dan
hilangnya suara nafas pada hemitoraks yang terjadi tension pneumothorax dapat
membedakan keduanya.10
Tension pneumothorax membutuhkan dekompresi segera dan
penanggulangan awal dengan cepat berupa insersi jarum yang berukuran besar
pada sela costa dua garis midclavicular pada hemitoraks yang emngalami
kelainan. Evaluasi ulang selalu diperlukan. Terapi definitive selalu dibutuhkan
dengan pemasangan selang dada (Chest tube) pada sela costa ke 5 (garis putting
susu) diantara garis anterior dan midaxilaris.10
6. Hemothorax
Hematotoraks adalah suatu keadaan dimana darah berada dalam kavum
pleura. Darah dapat muncul dari berbagai macam sumber, antara lain dari
parenkim paru, atau laserasi dinding dada. Pada trauma tumpul, diagnosis
ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik dan insersi chest tube.6
Perdarahan yang terjadi biasanya terletak pada pleura space, yakni antara
pleura parietalis dan viseralis. Perdarahan ke dalam pleura space merupakan
akibat dari trauma ekstrapleura dan intrapleura. Ekstrapleura dapat disebabkan
oleh trauma dinding dada yang mengenai arteri interkostalis dan mammaria
interna, sedangkan intrapleura dapat disebabkan oleh parenkim paru namum
biasanya sembuh dengan sendirinya karena tekanan pembuluh darah paru
biasanya rendah.
Respon fisiologi dari pembentukan hemotoraks dapat dikategorikan
menjadi 2 area, yaitu hemodinamika dan pernafasan. Respon hemodinamika
tergantung seberapa banyak dan seberapa cepat darah yang keluar ke rongga
pleura. Kehilangan darah 750 – 1500 ml dapat mengakibatkan terjadinya gejala
awal dari syok (takipnea, takikardia, dan tekanan darah menurun). Respon
pernafasan akibat space occupying effect dari akumulasi darah dalam rongga
pleura dapat menghambat pergerakan paru dalam proses pernafasan yang normal.
14
Dalam kasus trauma yang menyangkut cedera pada dinding toraks dapat
mengakibatkan gangguan ventilasi dan oksigenasi.
Tanda dan gejala hemothoraks masif :
a. Respirasi distres
b. Penurunan pernafasan dan gerakan pernafasan
c. Pada perkusi adanya suara redup pada lapang paru
Penyebab utama dari hemotoraks adalah laserasi paru atau laserasi dari
pembuluh darah interkostal atau arteri mamaria internal yang disebabkan oleh
trauma tajam atau trauma tumpul. Dislokasi fraktur dari vertebra torakal juga
dapat menyebabkan terjadinya hemothorax. Biasanya perdarahan berhenti spontan
dan tidak memerlukan intervensi operasi.11
Nyeri dada dan sesak merupakan gejala yang umum. Takipnea umum
ditemukan, napas yang dangkal juga dapat diamati. Temuan termasuk penurunan
suara napas di daerah yang terkena dan pekak pada perkusi. Hemotoraks akut
yang cukup banyak sehingga terlihat pada foto toraks, sebaiknya diterapi dengan
selang dada berukuran besar. Selang dada tersebut akan mengeluarkan darah dari
15
Gambar 10 : Hemothorax
rongga pleura, mengurangi resiko terbentuknya bekuan darah di dalam rongga
pleura dan dapat dipakai dalam memonitor kehilangan darah selanjutnya.
Walaupun banyak faktor yang berperan dalam memutuskan perlunya indikasi
operasi pada penderita hemothorax, status fisiologi dan volume darah yang keluar
dari selang dada merupakan faktor utama.11
Hemothorax kecil, yaitu yang tampak sebagai bayangan kurang dari 15%
pada foto Rontgen, cukup diobservasi dan tidak memerlukan tindakan khusus.
Hemothorax sedang, artinya tampak bayangan yang menutup 15-35% pada foto
Rontgen, dipungsi dan penderita diberi transfusi. Pada pungsi sedapat mungkin
dikeluarkan semua cairan. Jika ternyata terjadi kambuhan, perlu dipasang penyalir
sekat air. Pada hemothorax besar (lebih dari 35%) dipasang penyalir sekat air dan
diberikan transfusi.3
Sebagai patokan bila darah yang dikeluarkan secara cepat dari selang dada
sebanyak 1.500 ml, atau bila darah yang keluar lebih dari 200 ml tiap jam untuk 2
sampai 4 jam, atau jika membutuhkan transfusi darah terus menerus, eksplorasi
bedah harus dipertimbangkan.11
Hemotoraks masif ( >750 cc) yang terjadi kurang dari satu jam setelah
trauma adalah indikasi untuk operasi. Sebelum operasi sebaiknya ditentukan
organ mana yang dicurcostai sehingga teknik pembedahan dapat disesuaikan.
Perdarahan yang terjadi akibat fraktur costa biasanya tidak banyak dan dapat
berhenti sendiri. Namun harus tetap diwaspadai akan adanya perdarahan dari
arteri interkostalis yang robek.12
I. Tatalaksana trauma toraks
Prinsip pengelolaan truma toraks sama dengan prinsip pengelolaan trauma
pada umumnya, yaitu primery survey, resusitasi fungsi vital, secondary survey
yang rinci dan penanganan definitive. 15
Hipoksia adalah masalah yang sangat serius pada trauma toraks, intervensi
dini perlu dilakukan untuk mencegah dan mengoreksinya. Trauma yang bersifat
mengancam nyawa harus secara langsung dilakukan terapi secepatnya dan
sesederhana mungkin. Kebanyakan kasus trauma toraks yang mengancam nyawa
diterapi dengan mengontrol airway, atau melakukan pemasangan chest tube atau
16
dekompresi toraks dengan jarum. Secondary survey membutuhkan anamnesis
trauma dan kewaspadaan yang tinggi terhadap trauma – trauma yang spesifik.15
1. Primery survey
Cedera toraks yang memerlukan tindakan darurat adalah obstruksi jalan
nafas, pneumotoraks besar, tamponade jantung, tension pneumotoraks, fail chest,
pneumotoraks terbuka dan kebocoran udara trakea-bronkus. Semua kelaianan ini
menyebabkan gawat dada atau toraks akut yang analog dengan gawat perut dalam
arti diagnosis harus ditegakkan secepat mungkin dan penanganan dilakukan
segera untuk mempertahankan pernafasan, ventilasi paru dan perdarahan. Sering
tindakan yang diperlukan untuk menyelamatkan penderita bukan merupakan
tindakan operasi, seperti membebaskan jalan nafas, aspirasi rongga pleura,
aspirasi rongga pericard, dan menutup sementara luka dada. Akan tetapi, kadang
diperlukan torakotomi darurat. Luka tembus di dada harus segera ditutup dengan
jahitan yang kedap udara. Berikut table mengenai gangguan ABC (airway,
breathing, circulation) yang dapat menyebabkan gawat dada:
Penyebab Diagnosis Obstruksi jalan nafas - Sianosis, pucat, stridor
- Kontraksi otot bantu nafas (+),- Retraksi supraklavikula dan intercostals
Kebocoran trakea - Suara nafas bronchial- Pneumotoraks - Emfisema - Infeksi
Fail chest - Gerakan nafas paradox- Sesak nafas- Sianosis
Pneumotoraks terbuka
- Luka pada dinding toraks - Kebocoran udara yang terdengan dan tampak
Tension pneumotoraks
- Hemitoraks mengembang- Gerakan hemitoraks kurang- Suara nafas berkurang- Emfisema subkutis - Trakea terdorong ke sisi kontralateral
17
Hemotoraks massif - Anemia, syok hipovolemik- Sesak nafas- Pekak pada perkusi- Suara nafas berkurang- Tekanan vena sentral tidak meninggi
Tamponade jantung - Syok kardiogenik
- Tekanan vena meninggi
- Bunyi jantung terdengar jauh
a. Airway
Trauma utama pada airway harus dikenal dan diketahui selama
primery survey. Patensi airway dan ventilasi harus dinilai dengan
mendengarkan gerakan udara pada hidung, mulut dan lapang paru, serta
dengan inspeksi pada daerah orofaring untuk sumbatan airway oleh benda
asing dan dengan mengobservasi retraksi otot-otot interkostal dan
supraklavikular.
Trauma laring dapat bersamaan dengan trauma toraks. Walaupun
gejala klinis yang ada kadangnya tidak jelas, sumbatan airway karena
trauma laring merupakan cedera yang mengancam nyawa. Trauma pada
dada bagian atas, menyebabkan dislokasi kea rah posterior atau fraktur
dislokasi dari sendi sternoklavikular dan dapat menimbulkan sumbatan
airway atas. Sumbatan airway atas juga dapat terjadi bila displacement
fragmen proksimal fraktur atau komponen sendi distal menekan trakea.
Hal ini juga dapat menyebabkan trauma pembuluh darah pada ekstremitas
ipsilateral karena kompresi fragmen fraktur atau laserasi dari cabang
utama arkus aorta.
Trauma ini dapat diketahui bila ada stridor, tanda berupa perubahan
kualitas suara (bila penderita masih dapat berbicara), dan trauma luas pada
dasar leher yang akan menyebabkan terabanya defek pada region
sternoklavikular.
18
Penanganan pada trauma ini adalah menstabilkan patensi airway, yaitu
dengan intubasi endotrakeal (bila memungkinkan), walaupun hal ini
kemungkinan sulit dilakukan jika ada tekanan cukup besar pada trakea.
Yang paling penting, reposisi tertutup dari trauma yang terjadi dengan
mengestensikan bahu, mengangkat klavikula dengan ponted clamp seperti
towel clip dan melakukan reposisi fraktur secara manual. Tindakan diatas
dilakukan pada posisi berbaring jika kondisi penderita stabil.
b. Breathing
Dada dan leher penderita harus terbuka selama penilaian breathing dan
vena-vena leher. Pergerakan pernafasan dan kualitas pernafasan dinilai
dengan observasi, palpasi dan auskultasi. Gejala yang penting dari trauma
toraks adalah hipoksia, termasuk peningkatan frekuensi dan perubahan
pola pernafasan, terutama yang dengan lambat memburuk. Sianosis adlaah
gejala hipoksia lebih lanjut dari penderita trauma toraks, tetapi bila
sianosis tidak ditemukan bukan merupakan indikasi bahwa oksigen
jaringan adekuat atau airway adekuat. Trauma toraks yang dapat
menyebabkan gangguan pernafasan harus dikenali dan ditangani saat
primary survey termasuk adanya tension pneumotoraks dan open
pneumotoraks, fail chest, kontusio paru dan hemotoraks massif.
c. Circulation
Denyut nadi penderita harus dinilai kualitas, frekuensi dan
keteraturannya. Pada pederita hipovolemia, denyut nadi arteri radialis dan
arteri dorsalis pedis mungkin tidak teraba oleh karena volume yang kecil.
Tekanan darah dan tekanan nadi harus diukur dan sirkulasi perifer dinilai
melalui inspeksi dan palpasi kulit untuk warna dan temperature. Vena
leher harus dinilai apakah distensi atau tidak. Ingat distensi vena leher
mungkin tidak tampak pada penderita hipovolemia walaupun ada
19
tamponade jantung, tension pneumotoraks, maupun perlukaan diafragma
traumatik.
Monitor jantung dan pulse oximeterharus dipasang pada penderita.
Penderita yang dicurigai trauma toraks terutama pada daerah sternum atau
trauma deselerasi yang hebat harus dicurigai adanya trauma miokard
apabila ada disritmia. Kontraksi ventrikel premature , disritmia, mungking
membutuhkan terapi dengan bolus lidocain segera (1 mg/kg) dilanjutkan
dengan drip lidocain (2-4 mg/menit).
2. Secondary survey
Secondary survey membutuhkan pemeriksaan fisik yang lebih dalam
dan teliti. Foto toraks tegak harus dibuat jika kondisi penderita
memungkinkan, serta pemeriksaan analisis gas darah, monitoring pulse
oximeter dan elektrokardiogram. Pada foto toraks harus dinilai garis
tengah atau hilangnya gambaran detail anatomis mediastinum. Pada
fraktur iga pertama atau fraktur iga multiple dan atau iga kedua, harus
dicurigai bahwa trauma yang terjadi pada toraks dan jaringan lunak
dibawahnya sangat berat.
Thoracocentesis jarum dapat dilakukan pada tension pneumotoraks.
Prosedur ini dilakukan untuk menyelamatkan pasien yang mengalami
tension pneumotoraks. Jika tindakan ini dilakukan pada pasien bukan
tension pneumotoraks dapat terjadi tension pneumotoraks atau kerusakan
parenkim paru. Komplikasi torakosentesis adalah hematom lokal, infeksi
pleura, empyema dan pneumotoraks.
20
Gambar 11. Thoracocentesis pada pasien dengan pneumotoraks
Pada literature American college of chest physician dan british thoracic
society menyatakan dekompresi dapat dilakukan pada intercosta 5 pada
garis aksila anterior. Penggunaan pipa torakostomi digunakan pada
pneumotoraks dengan gejala klinis sulit bernafas yang berat, nyeri dada,
hipoksia dan gagalnya pemasangan jarum aspirasi dekompresi. Pada
penggunaannya pipa torakostomi disambungkan dengan alat yang disebut
water seal drainage (WSD). WSD mempunyai dua komponen dasar yaitu
ruang water seal yang berfungsi sebagai katub satu arah berisi pipa yang
ditenggelamkan di bawah air, untuk mencegah air masuk ke dalam pipa
tekanan negative rongga pleura. Ruang kedua disebut ruang suction.
Gambar 12. Selang WSD
21