Download - Trauma Intra Abdomen
PENDAHULUAN
Trauma adalah cedera fisik dan psikis, kekerasan yang mengakibatkan cedera (Sjamsuhidayat, 1998).
Trauma adalah cedera/ rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional (Dorland,2002). Trauma adalah
penyebab kematian utama pada anak dan orang dewasa kurang dari 44 tahun. Penyalahgunaan alkohol dan obat
telah menjadi faktor implikasi pada trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja.
Dewasa ini, trauma melanda dunia bagaikan wabah karena dalam kehidupan modern
penggunaan kendaraan otomotif semakin luas. Sayangnya, penyakit akibat trauma sering
ditelantarkan padahal ia merupakan penyebab kematian utama pada kelompok usia muda
produktif di seluruh dunia. Salah satu yang sering terjadi adalah trauma abdomen.
Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan tembus serta trauma
yang disengaja atau tidak disengaja. Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang
terletak diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau yang menusuk. Trauma
abdomen adalah semua jenis cedera fisik yang mengenai daerah abdomen atau perut dimana
setiap rudapaksa terjadi pada dinding abdomen. Bagaimana pun ringannya dapat disertai oleh
lesi yang serius dari organ visera di dalam perut dan organ tersebut dapat saja mengalami cedera
yang serius tanpa tanda-tanda trauma yang jelas pada dinding perut. Organ visera yang padat di
dalam abdomen (hepar, lien, pankreas, ginjal) terletak tinggi di dalam rongga abdomen dan
sebagian besar terlindung oleh tulang iga, sedangkan organ yang berongga (usus, kandung
kemih, ureter dan lambung) lebih terbuka terhadap trauma.
Cedera pada organ visera yang padat akan menyebabkan perdarahan, sedangkan cedera
pada organ yang berongga biasanya menyebabkan peritonitis, sementara kedua tipe lesi ini dapat
disertai oleh syok.
Dalam era modernisasi kemajuan dibidang tekhnologi trasnportasi dan semakin
berkembangnya mobilitas manusia berkendaraan di jalan raya, menyebabkan kecelakaan yang
terjadi semakin meningkat serta angka kematian semakin tinggi. Salah satu kematian akibat
kecelakaan adalah diakibatkan trauma abdomen. Kecelakaan laulintas merupakan penyebab
kematian 75 % trauma tumpul abdomen, sedangkan penyebab lainnya adalah penganiayaan,
kecelakaan olahraga dan terjatuh dari tempat ketinggian, sedangkan akibat dari penganiayaan ini
1
disebabkan oleh karena senjata tajam dan peluru. Oleh karena hal tersebut diatas akan
mengakibatkan kerusakan dan menimbulkan robekan dari organ – organ dalam rongga abdomen
atau mengakibatkan penumpukan darah dalam rongga abdomen yang berakibat kematian. Di
Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya data kejadian trauma abdomen masih cukup tinggi yaitu
pada tahun 1998 berjumlah 156 orang, sedangkan pada tahun 1999 sebanyak 106 orang korban.
Dalam kasus ini “Waktu adalah nyawa” dimana dibutuhkan suatu penanganan yang professional
yaitu cepat, tepat, cermat dan akurat, baik di tempat kejadian, transportasi sampai tindakan
definitif di rumah sakit.
Anatomi dan Fisiologi
2
Daerah abdomen dibagi menjadi tiga bagian yaitu:
1. Rongga peritoneum, rongga ini dibagi menjadi bagian atas dan bagian bawah. Bagian
atas atau thoracoabdominal yang ditutup oleh bagian bawah dari bagian toraks yang
bertulang, meliputi diafragma, hati, limpa, lambung dan kolon transversum. Karena
diafragfma naik ke ruang interkosal ke-4 saat ekspirasi penuh, maka patahan tulang iga
bawah atau luka tembus di daerah itu bisa mencederai isi abdomen.
2. Rongga pelvis, rongga ini dikelilingi tulang pelvis, berada di bagian bawah dari ruang
retroperitoneum dan berisikan rectum, kandung kemih, pembuluh-pembuluh iliaka dan
genitalia interna wanita.
3. Rongga retroperitoneum, daerah ini meliputi aorta abdominalis, vena kava inferior,
sebagian besar dari duodenum, pankreas, ginjal dan saluran kencing, colon ascenden dan
colon descenden.
Organ mayor dan Struktur dari system pencernaan adalah esophagus, lambung, usus, hati,
pancreas, kandung empedu dan peritoneum.
Esophagus memiliki panjang 25 cm dengan diameter 3 cm dimulai dari pharync sampai
dengan lambung. Dinding esophagus sendiri menghasilkan mucus untuk lubrikasi makanan
sehingga memudahkan makanan untuk masuk ke dalam lambung. Terdapat spincter cardiac yang
mencegah terjadinya regurgitasi makanan dari lambung ke esophagus.
Lambung memiliki bagian yang disebut fundus, body dan antrum. Fungsi lambung
adalah mencampur makanan dengan cairan lambung seperti pepsin, asam lambung mucus, dan
intrinsic factor yang semuadnya disekresi oleh kelencaj di sumbukosa. Asam lambung sendiri
mempunyai pH 1. Sphincter pyloric mengkontrol makanan bergerak masuk dari lambung ke
duodenum.
Usus halus dimulai dari sphincter pyloric sampai dengan proximal usus besar. Sekresi
dari pancreas dan hati membuat chime menjadi tekstur yang semiliquid. Disini terjadi poses
absorbsi nutrient dan produk-produk lain. Segemen dari usus halus sendiri terdiri dari duodenum,
jejunum dan ileum. Duodenum memiliki panjang 25 cm dan diameter 5 cm.
3
Usus besar memiliki panjang 1.5 m dengan bagian-bagian cecum, colon, rectum dan anal
canal (anus). Sedangkan colon terdiri dari segmen colon ascenden, transversal, descenden dan
sigmoid. Fungsi primer dari usus besar adalah absorpsi air dan elektrolit.
Hati terletak di kuadran kanan atas abdomen. Hati diperdarahi kurang lebih 1450 ml
permenit atau 29% dari cardiac output. Memiliki banyak fungsi yaitu pertama metabolisme,
karbohidrat (glycogensis, glucosa menjadi glycogen), (glycogenolysis, glycogen menjadi
glucosa), (gluconeogenesis, pembentukan glukosa dari asam amino dan asam lemak),
metabloisme protein (sintesis asam-asam amino nonesential, sintesis protein plasma, sintesis
faktor pembekuan, pembentukan urea dari NH3 dimana NH3 merupakan hasil akhir dari asam
amino dan aksi dari bakteria terhadap protein di kolon), detoxifikasi, metabolisme steroid
( ekskresi dan conjugasi dari kelenjar gonad dan adrenal steroid). Fungsi ke dua adalah sintesis
bilirubin, fungsi ketiga adalah system pagosit mononuklear oleh sel kupffer dimana terjadi
pemecahan sel darah merah, sel darah putih, bakteri dan partikel lain, memecah hemoglobin dari
sel darah merah menjadi bilirubin dan biliverdin.
Pankreas memiliki fungsi endokrin dan eksokrin. Fungsi endokrin sel beta pankreas
mensekresi pankreas dan mempunyai fungsi regulasi level glukosa darah. Fungsi eksokrin
dimana kelenjar acini menghasilkan getah pancreas dimana enzyme pancreas itu lipase dan
amylase yang dikeluarkan ke usus halus.
Empedu menghasilkan getah-getah empedu sebanyak 30-60 ml dimana komposisi nya
80% air, 10% bilirubin, 4-5% phospholipid dan 1% kolesterol.
Peritoneum merupakan pelindung dari hati, spleen, lambung, dan usus. Memiliki membran
semipermeabel, memiliki reseptor nyeri dan memiliki kemampuan proliferative celuluar
proteksi. Peritoneum permeabel terhadap cairan, elektrolit, urea dan toksin. Rongga peritoneum
ini pada bagian atas dibatasi oleh diafragma, bagian bawah oleh pelvis, bagian depan oleh
dinding depan abdomen, bagian lateral oleh dinding lateral abdomen dan bagian belakang oleh
dinding belakang abdomen serta tulang belakang. Ketika bernafas khususnya pada saat ekspirasi
maksimal otot diafragma naik ke atas setinggi kira-kira interkostal ke 4 min klavikula (setinggi
papila mamae pada pria) sehingga adanya trauma thoraks perlu dicurigai adanya trauma
abdomen pada sisi kiri hepar, dan sisi kanan pada lien.
Organ-organ di intra abdomen dibagi menjadi organ intra peritoneal dan organ ekstra
peritoneal. Organ intra peritoneal terdiri dari hepar, lien, gaster, usus halus, sebagian besar kolon.
4
Organ ekstra peritoneal terdiri dari ginjal, ureter, pankreas, duodenum, rektum, vesika urinaria,
dan uterus (walaupun cenderung aman karena terlindung oleh pelvis). Sedangkan dari jenisnya
organ-organ di rongga abdomen ini dipilah menjadi organ solid (hepar dan lien) dan organ
berlumen (gaster, usus halus, dan kolon).
5
PEMBAHASAN
Definisi
Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang terletak diantara diafragma dan
pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau yang menusuk . Trauma pada abdomen dapat di bagi menjadi dua
jenis, yaitu :
A. Trauma penetrasi
Luka tembak
Luka tusuk
B. Trauma non-penetrasi
Kompres
Hancur akibat kecelakaan
Sabuk pengaman
Cedera akselerasi
Trauma pada dinding abdomen terdiri dari :
1. Kontusio dinding abdomen disebabkan trauma non –penetrasi, kontusio dinding abdomen tidak terdapat
cedera intra abdomen, kemungkinan terjadi eksimosis atau penimbunan darah dalam jaringan lunak dan
masa darah dapat menyerupai tumor.
2. Laserasi, jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga abdomen harus di eksplorasi.
Atau terjadi karena trauma penetrasi. Trauma Abdomen adalah terjadinya kerusakan pada organ
abdomen yang dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme,
kelainan imonologi dan gangguan faal berbagai organ.
6
Trauma abdomen pada isi abdomen, menurut Suddarth & Brunner (2002) terdiri dari:
a. Perforasi organ viseral intraperitoneum, cedera pada isi abdomen mungkin di sertai oleh bukti adanya
cedera pada dinding abdomen.
b. Luka tusuk (trauma penetrasi) pada abdomen, luka tusuk pada abdomen dapat menguji kemampuan
diagnostik ahli bedah.
c. Cedera thorak abdomen, setiap luka pada thoraks yang mungkin menembus sayap kiri diafragma, atau
sayapkanan dan hati harus dieksplorasi.
Etiologi
Etiologi dari trauma tumpul abdomen tergantung dari lingkungan di sekitar institusi
rumah sakit tersebut berada. Di sentral trauma metropolitan, penyebab tersering adalah
kecelakaan lalu lintas (50-75%) yang meliputi tabrakan antar kendaraan bermotor (antara 45-
50%) dan tabrakan antara kendaraan bermotor dengan pejalan kaki. Tindakan kekerasan, jatuh
dari ketinggian, dan cedera yang berhubungan dengan pekerjaan juga sering ditemukan. Trauma
tumpul abdomen merupakan akibat dari kompresi, crushing, regangan, atau mekanisme
deselerasi.
Enam hingga 25% dari insidensi trauma tumpul abdomen yang memerlukan tindakan
laparotomi eksplorasi. Organ yang terkena adalah lien (40-55%), hepar (35-45%), dan organ
retroperitoneal (15%).
Kecelakaan atau trauma yang terjadi pada abdomen,umumnya banyak diakibatkan oleh trauma tumpul.
Pada kecelakaan kendaraan bermotor, kecepatan, deselerasi yang tidak terkontrol merupakan kekuatan yang
menyebabkan trauma ketika tubuh pasien terpukul setir mobil atau benda tumpul lainnya.
Trauma akibat benda tajam umumnya disebabkan oleh luka tembak yang menyebabkan kerusakan yang
besar didalam abdomen. Selain luka tembak, trauma abdomen dapat juga diakibatkan oleh luka tusuk, akan tetapi
luka tusuk sedikit menyebabkan trauma pada organ internal diabdomen.
Trauma pada abdomen disebabkan oleh 2 kekuatan yang merusak, yaitu:
1. Paksaan / benda tumpul
Merupakan trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga peritoneum. Luka tumpul pada abdomen
bisa disebabkan oleh jatuh, kekerasan fisik atau pukulan, kecelakaan kendaraan bermotor, cedera akibat
7
berolahraga, benturan, ledakan, deselarasi, kompresi atau sabuk pengaman. Lebih dari 50% disebabkan
oleh kecelakaan lalu lintas.
2. Trauma tembus
Merupakan trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga peritoneum. Luka tembus pada
abdomen disebabkan oleh tusukan benda tajam atau luka tembak
Patofisiologi
Mekanisme terjadinya trauma pada trauma tumpul disebabkan adanya deselerasi cepat
dan adanya organ-organ yang tidak mempunyai kelenturan (noncomplient organ) seperti hati,
limpa, pankreas, dan ginjal. Kerusakan intra abdominal sekunder untuk kekuatan tumpul pada
abdomen secara umum dapat dijelaskan dengan 3 mekanisme, yaitu :
1. Saat pengurangan kecepatan menyebabkan perbedaan gerak di antara struktur.
2. Isi intra-abdominal hancur di antara dinding abdomen anterior dan columna vertebra
atau tulang toraks posterior. Hal ini dapat menyebabkan remuk, biasanya organ padat
(spleen, hati, ginjal) terancam.
3. Gaya kompresi eksternal yang menyebabkan peningkatan tekanan intra-abdomen
yang tiba-tiba dan mencapai puncaknya pada ruptur organ berongga.
Patofisiologi yang terjadi berhubungan dengan terjadinya trauma abdomen adalah
1. Terjadi perpindahan cairan berhubungan dengan kerusakan pada jaringan, kehilangan
darah dan shock.
2. Perubahan metabolik dimediasi oleh CNS dan system makroendokrin,
mikroendokrin.
3. Terjadi masalah koagulasi atau pembekuan dihubungkan dengan perdarahan massif
dan transfuse multiple
4. Inflamasi, infeksi dan pembentukan formasi disebabkan oleh sekresi saluran
pencernaan dan bakteri ke peritoneum
5. Perubahan nutrisi dan elektrolit yang terjadi karena akibat kerusakan integritas rongga
saluran pencernaan
8
Limpa :
Merupakan organ yang paling sering terkena kerusakan yang diakibatkan oleh trauma
tumpul. Sering terjadi hemoragi atau perdarahan masif yang berasal dari limpa yang
ruptur sehingga semua upaya dilakukan untuk memperbaiki kerusakan di limpa.
Liver :
Karena ukuran dan letaknya, hati merupakan organ yang paling sering terkena
kerusakan yang diakibatkan oleh luka tembus dan sering kali kerusakan disebabkan
oleh trauma tumpul. Hal utama yang dilakukan apabila terjadi perlukaan dihati yaitu
mengontrol perdarahan dan mendrainase cairan empedu.
Esofagus bawah dan lambung :
Kadang-kadang perlukaan esofagus bawah disebabkan oleh luka tembus. Karena
lambung fleksibel dan letaknya yang mudah berpindah, sehingga perlukaan jarang
disebabkan oleh trauma tumpul tapi sering disebabkan oleh luka tembus langsung.
Pankreas dan duodenum :
Walaupun trauma pada pankreas dan duodenum jarang terjadi. Tetapi trauma pada
abdomen yang menyebabkan tingkat kematian yang tinggi disebkan oleh perlukaan di
pankreas dan duodenum, hal ini disebabkan karena letaknya yang sulit terdeteksi
apabila terjadi kerusakan.
Gejala dan Tanda Klinis
Klinis Kasus trauma abdomen ini bisa menimbulkan manifestasi klinis meliputi nyeri
tekan diatas daerah abdomen, distensi abdomen, demam, anorexia, mual dan muntah, takikardi,
peningkatan suhu tubuh, nyeri spontan.
Pada trauma non-penetrasi (tumpul) pada trauma non penetrasi biasanya terdapat adanya
jejas atau ruptur dibagian dalam abdomen terjadi perdarahan intra abdominal. Apabila
trauma terkena usus, mortilisasi usus terganggu sehingga fungsi usus tidak normal dan
biasanya akan mengakibatkan peritonitis dengan gejala mual, muntah, dan BAB hitam
9
(melena). Kemungkinan bukti klinis tidak tampak sampai beberapa jam setelah rauma.
Cedera serius dapat terjadi walaupun tak terlihat tanda kontusio pada dinding abdomen.
Pada trauma penetrasi biasanya terdapat:
o Terdapat luka robekan pada abdomen
o Luka tusuk sampai menembus abdomen
Gejala dan tanda dari trauma abdomen sangat tergantung dari organ mana yang terkena,
bila yang terkena organ-organ solid (hati dan lien) maka akan tampak gejala perdarahan secara
umum seperti pucat, anemis bahkan sampai dengan tanda-tanda syok hemoragik. Gejala
perdarahan di intra peritoneal akan ditemukan, pasien mengeluh nyeri dari mulai nyeri ringan
sampai dengan nyeri hebat, nyeri tekan dan kadang nyeri lepas, defans muskular (kaku otot),
bising usus menurun, dan pada pasien yang kurus akan tampak perut membesar, dari hasil
perkusi ditemukan bunyi pekak. Bila yang terkena organ berlumen gejala yang mungkin timbul
adalah peritonitis yang dapat berlangsung cepat bila organ yang terkena gaster tetapi gejala
peritonitis akan timbul lambat bila usus halus dan kolon yang terkena. Klien mengeluh nyeri
10
pada seluruh kuadran abdomen, bising usus menurun, kaku otot (defans muskular), nyeri tekan,
nyeri lepas dan nyeri ketok. Trauma abdomen juga biasanya merupakan kasus yang paling sering
dijumpai dengan multiple trauma, yang melibatkan trauma thoraks dimana biasanya ditemukan
robekan tumpul di setiap bagian diafragma, tetapi hemidafragma kiri lebih sering cedera. Cedera
yang paling sering terjadi adalah robekan sepanjang 5 – 10 cm dan meliputi hemidiaframa kiri
posterolateral.
Pemeriksaan Fisik
Meskipun pemeriksaan fisik merupakan langkah pertama untuk evaluasi perlu tidaknya
dilakukan tindakan pembedahan, tetapi validitasnya diragukan pada trauma tumpul abdomen.
Pemeriksaan fisik ini tidak dapat diandalkan terutama bila ditemukan adanya efek dari alkohol,
obat terlarang, analgesik atau narkotik, atau penurunan kesadaran. Selain itu juga sulitnya akses
untuk palpasi organ-organ pelvis, abdomen atas, dan retroperitoneal menyebabkan pemeriksaan
fisik ini tidak dapat diandalkan. Fraktur iga bawah, fraktur pelvis, dan kontusio dinding abdomen
juga dapat menyerupai tanda-tanda peritonitis. Powell et al melaporkan bahwa pemeriksaan fisik
saja hanya memiliki tingkat akurasi sebesar 65% dalam mendeteksi ada tidaknya perdarahan
intra-abdomen. Pemeriksaan fisik abdomen inisial menghasilkan 16% positif palsu, 20% negatif
palsu, 29% nilai perkiraan positif, dan 48% nilai perkiraan negatif untuk menentukan perlu
tidaknya laparotomi eksplorasi.
Pemeriksaan Penunjang
Radiografi
X-ray toraks berguna untuk evaluasi trauma tumpul abdomen karena beberapa alasan.
Pertama, dapat mengidentifikasi adanya fraktur iga bawah. Bila hal tersebut ditemukan, tingkat
kecurigaan terjadinya cedera abdominal terutama cedera hepar dan lien meningkat dan perlu
dilakukan evaluasi lebih lanjut dengan CT scan abdomen-pelvis. Kedua, dapat membantu
diagnosis cedera diafragma. Pada keadaan ini, x-ray toraks pertama kali adalah abnormal pada
85% kasus dan diagnostik pada 27% kasus. Ketiga, dapat menemukan adanya
pneumoperitoneum yang terjadi akibat perforasi hollow viscus.
11
Fraktur Multiple Iga
Rupture diafragma
Pneumoperitoneum
12
Focused Assessment With Sonography For Trauma (Fast)
Pemeriksaan Focused Assessment with Sonography for Trauma (FAST) telah diterima
secara luas sebagai alat untuk evaluasi trauma abdomen. Alatnya yang portabel sehingga dapat
dilakukan di area resusitasi atau emergensi tanpa menunda tindakan resusitasi, kecepatannya,
sifatnya yang non-invasif, dan dapat dilakukan berulang kali menyebabkan FAST merupakan
studi diagnostik yang ideal. Namun tetap didapatkan beberapa kekurangan, terutama karena
ketergantungannya terhadap jumlah koleksi cairan bebas intraperitoneal untuk mendapatkan
hasil pemeriksaan yang positif. Cedera hollow viscus dan retroperitoneal sulit dideteksi dengan
pemeriksaan ini. Mengenai keuntungan dan kerugian FAST dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 1. Keuntungan dan kerugian FAST
KEUNTUNGAN KERUGIANNon-invasif Hasilnya tergantung keahlian pemeriksaTidak menghasilkan radiasi Sulit dilakukan pada penderita dengan obesitasDapat digunakan di ruang resusitasi atau emergensi
Terdapat interposisi dengan udara
Dapat dilakukan berulang kali Sensitifitas yang rendah untuk koleksi cairan bebas
Dapat dilakukan pada evaluasi awal Negatif palsu : cedera retroperitoneal dan hollow viscu
Murah
Ambang minimun jumlah hemoperitoneum yang dapat terdeteksi masih dipertanyakan.
Kawaguchi et al dapat mendeteksi sampai 70 cc, sedangkan Tilir et al mengemukakan bahwa 30
cc adalah jumlah minimum yang diperlukan untuk dapat terdeteksi dengan USG. Mereka juga
menyimpulkan strip kecil anekoik di Morison pouch menggambarkan cairan sebanyak kurang
lebih 250 cc, sementara strip selebar 0,5 dan 1 cm menggambarkan koleksi cairan sebesar 500 cc
dan 1 liter.
13
Akumulasi cairan pada kuadran kiri atas
Akumulasi cairan pada kuadran kanan atas (Morison’s pouch)
Beberapa penelitian akhir-akhir ini mempertanyakan keandalan FAST pada evaluasi
trauma tumpul abdomen. Stengel et al melakukan meta-analisis dari 30 penelitian prospektif
dengan kesimpulan pemeriksaan FAST memiliki sensitifitas rendah yang tidak dapat diterima
(unacceptably) untuk mendeteksi cairan intra-peritoneal dan cedera organ padat. Mereka
merekomendasikan penambahan studi diagnostik lain dilakukan pada penderita yang secara
klinis dicurigai trauma tumpul abdomen, apapun hasil temuan pemeriksaan FAST. Literatur lain
menunjukkan sensitifitas berkisar antara 78-99% dan spesifisitas berkisar antara 93-100%.
14
Rozycki et al dari studinya yang melibatkan 1540 penderita melaporkan sensitifitas dan
spesifisitas sebesar 100% pada penderita trauma tumpul abdomen.
Lavase Peritoneal Diagnostik ( Diagnostic Peritoneal Lavage = DPL )
Root et al pada tahun 1965 memperkenalkan DPL sebagai tes diagnostik yang cepat,
akurat, dan murah untuk deteksi perdarahan intra-peritoneal pada trauma abdomen. Kerugiannya
adalah bersifat invasif, risiko komplikasi dibandingkan tindakan diagnostik non-invasif, tidak
dapat mendeteksi cedera yang signifikan (ruptur diafragma, hematom retroperitoneal, pankreas,
renal, duodenal, dan vesica urinaria), angka laparotomi non-terapetik yang tinggi, dan spesifitas
yang rendah. Dapat juga didapatkan positif palsu bila sumber perdarahan adalah imbibisi dari
hematom retroperitoneal atau dinding abdomen. Adapun indikasi dan kontraindikasi DPL dapat
dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 2. Indikasi dan Kontraindikasi DPLINDIKASI KONTRAINDIKASI
Pemeriksaan fisik yang meragukan Indikasi untuk laparotomi eksplorasi sudah jelasSyok atau hipotensi yang tidak dapat dijelaskan
Relatif Riwayat laparotomi eksplorasi
sebelumnya Kehamilan Obesitas
Penurunan kesadaran (cedera kepala tertutup, obat-obatan)Penderita dalam narkose umum untuk prosedur ekstra-abdominalCedera medulla spinalis
Kriteria untuk DPL positif pada trauma tumpul abdomen tercantum pada tabel 3. Pada
penderita dengan hemodinamik tidak stabil, DPL positif mengindikasikan perlunya tindakan
laparotomi segera. Namun pada penderita dengan hemodinamik stabil, kriteria DPL terlalu
sensitif dan non-spesifik. Oleh karena itu, bila DPL positif berdasarkan aspirasi darah gross atau
hitung sel darah merah (SDM) pada populasi penderita dengan hemodinamik stabil, tidak mutlak
artinya diperlukan tindakan laparotomi segera untuk menghindari dilakukannya eksplorasi yang
non-terapetik.
15
Beberapa penelitian menunjukan tingkat akurasi sebesar 98-100%, sensitifitas sebesar 98-
100%, dan spesifisitas sebesar 90-96%. Pemeriksaan CT scan abdomen-pelvis lebih lanjut dapat
meningkatkan spesifitas untuk menentukan cedera yang memerlukan tindakan pembedahan.
Tabel 3. Kriteria DPL positif pada trauma tumpul abdomen.
10 cc darah gross
> 100.000 sel darah merah/mm3
> 500 sel darah putih/mm3
Adanya sisa makanan, bile, atau bakteriPewarnaan Gram positifKadar amilase > 175 IU/Dl
Computed Tomography Scan (CT Scan)
Indikasi dan kontraindikasi pemeriksaan CT scan abdomen dapat dilihat pada tabel
berikut ini. Kekurangannya adalah penderita yang harus dibawa ke ruangan CT scan dan
biayanya mahal dibandingkan dengan modalitas lainnya. CT scan pada cedera organ padat
digunakan untuk menentukan derajat cedera dan evaluasi ekstravasasi kontras.
16
Tabel 4. Indikasi dan kontraindikasi CT scan abdomen
INDIKASI KONTRAINDIKASITrauma tumpul Indikasi laparotomi eksplorasi yang
sudah jelasHemodinamik stabil Hemodinamik tidak stabilPemeriksaan fisik yang normal atau meragukan
Agitasi
Mekanisme : trauma duodenal atau
pankreas
Alergi terhadap media kontras
Penurunan hematokrit pada penderita yang ditangani secara non-operatif
CT abdomen dan pelvis adalah studi diagnostik utama pada trauma abdomen dengan
hemodinamik stabil. Sensitifitasnya berkisar antara 92% dan 97,6% dengan spesifitas yang tinggi
sekitar 98,7%. CT dapat menyediakan informasi yang berguna berkaitan dengan cedera organ
spesifik dan lebih unggul dalam hal mendiagnosis cedera retroperitoneal dan pelvis. Namun, CT
kurang sempurna dalam mengidentifikasi cedera hollow viscus sehingga bila timbul kecurigaan
terjadinya cedera tersebut, DPL dapat dilakukan sebagai pemeriksaan tambahan.
Trauma Limpa
17
Gambaran garis hipodens pada limpa yang menunjukkan laserasi
18
Trauma Hepar
Gambaran hipodens hematoma (panah hijau), laserasi yang melewati vena porta (kuning)
dan kontusio (biru)
19
Trauma Renal
Subkapsular hematoma
20
Trauma Pankreas
21
Gambaran hipodens pada badan dan ekor pankreas
Laparoskopi
22
Laparaskopi diagnostik pada trauma tumpul abdomen merupakan ilmu yang masih dalam
perkembangan dan masih terbatas penggunaannya. Bila dilakukan secara selektif pada penderita
dengan hemodinamik stabil, laparoskopi merupakan tindakan yang aman dan secara teknis
memungkinkan. Chol et al melaporkan terjadi pengurangan angka laparotomi negatif atau non-
terapetik dengan laparoskopi diagnostik tersebut. Namun laparoskopi adalah tindakan yang
bersifat invasif serta mahal dan nampaknya saat ini tidak lebih unggul dari modalitas lain dalam
penentuan keputusan.
DAFTAR PUSTAKA
1. De Jong, Wim, Buku Ajar Ilmu Bedah Ed.2, Jakarta, EGC, 2004.
2. Mansjoer, Arief, Kapita Selekta Kedokteran ed.3 jilid 2, Jakarta, Media Aesculapius
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000.
3. Sabiston, David C. Buku Ajar Bedah (Essentials of Surgery), Jakarta, EGC, 1994.
4. Udeani J, Ocampo H. Abdominal Trauma, Blunt. 2004. Http // www.emedicine.com.
5. Komar AR, Patel P. Abdominal Trauma, Penetrating. 2002. Http // www.emedicine.com
6. http://www.radiologyassistant.nl/en/466181ff61073
23
24