Download - tpp etilen
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Produk hasil pertanian memiliki sifat mudah rusak atau perishable, terutama
bebuahan. Di samping itu, ketidakseragaman dalam hal kematangan ketika panen
menjadi salah satu kelemahan produk pertanian. Pemilihan waktu dan umur
kematangan yang tepat akan mempengaruhi kualitas dari produk yang dipanen.
Terlebih lagi pada komoditi berupa buah yang terklasifikasi atas buah klimakterik
dan non-klimakterik. Penanganan pasca panen untuk kedua jenis buah ini pun akan
berbeda.
Sayuran dan buahan hasil pertanian pada umumnya setelah dipanen jika
dibiarkan begitu saja akan mengalami perubahan akibat pengaruh fisiologis, fisik,
kimiawi serta mikrobiologis. Perubahan-perubahan tersebut ada yang
menguntungkan, tetapi kalau tidak dikendalikan akan sangat merugikan. Buah
umumnya memiliki umur simpan yang relatif pendek, khususnya buah-buah
klimakterik. Namun ada juga buah yang sengaja dimatangkan supaya cepat matang
dan dapat dijual ke pasar. Perlambatan dan percepatan kematangan buah dipengaruhi
oleh metabolisme yang terjadi didalam buah iu sendiri.
Berbagai usaha dilakukan untuk mengendalikan metabolisme buah agar tidak
segera masak, yang telah dilakukan diantaranya yaitu metode pelilinan, pendinginan,
pengendalian dengan cara Controlled Atmosphere, Modified Atmosphere Package dan
lainnya. Selain itu, ada satu cara yang biasa dilakukan, yaitu pengendalian dengan cara
penyerapan terhadap gas etilen (C2H4) maupun terhadap gas oksigen dengan vitmin C
sebagai penyerap oksigen untuk menghambat terjadinya respirasi. Pengetahuan mengenai
pengendalian respirasi menggunakan gas etilen dan bahan penyerap oksigen sangat
diperlukan, agar teknik penyimpanan dengan metode ini dapat berjalan efektif.
B. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah mengidentifikasi pengaruh gas etilen
terhadap perubahan mutu bebuahan. Selain itu praktikum ini juga bertujuan untuk
mengidentifikasi pengaruh dari bahan tambahan yang berfungsi untuk menyerap gas
dalam rangka mengontrol keadaan atmosfir dalam kemasan yaitu ethylene scavanger
(Kapur) serta oxygen scavanger (Vitamin C) dalam penyimpanan bebuahan.
II. METODOLOGI
A. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah kantong plastik LDPE,
penetrometer, colortec colormeter, kertas pH, kertas tissue dan neraca. Sedangkan
bahan-bahan yang digunakan ialah buah pisang, buah mangga, karbit (sumber etilen),
kapur (ethylene scavenger), vitamin C (Oxygen Scavenger).
B. Metode
Siapkan buah (Pisang dan Mangga)
Kemas dengan LDPE
Lakukan untuk kontrol
Bungkus karbit, KMnO4,vitamin C serta kapur dengan tissue
Hasil Pengamatan
Amati perubahan mutu dua hari sekali selama satu minggu
(Parameter: susut bobot, perubahan warna, kekerasan, pH jus,
sensori, tanda fisiologis)
Simpan buah-buahan yang dikemas di suhu ruang
Masukkan karbit dkk ke kantong LDPE berisi buah
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
[Terlampir]
B. Pembahasan
Semua komoditi pertanian mengalami proses metabolisme, termasuk buah
pisang dan buah mangga tetap melakukan metabolisme walaupun telah terpisah dari
tangkainya.Buah-buahan merupakan bahan pangan yang memiliki arti penting
sebagai sumber vitamin, mineral dan zat lain untuk menunjang kecukupan gizi tubuh.
Buah dapat dikosumsi baik dalam keadaan masih mentah maupun sudah mencapai
kematangan.Namun, sebagian besar buah yang dikonsumsi adalah buah yang sudah
matang.Dalam peningkatan hasil buah yang matang baik secara kualitas dan
kuantitas dapat dilakukan dengan substansi tertentu yaitu zat pengatur pertumbuahan
etilen.Peranan etilen dalam pematangan buah dapat diatur konsentrasinya guna
mempercepat pematangan buah atau bahkan mencegah produksi dan aktifitas etilen
dalam usaha penyimpanan buah-buahan.
Menurut Santoso dan Purwoko (1995) Etilen (C2H4) adalah hormon tanaman
yang aktif dan bekerja sama dengan hormon-hormon tanaman lainnya dalam
mengendalikan proses pematangan buah. Umumnya, produksi C2H4akan meningkat
seiring dengan pematangan saat panen, terjadinya kerusakan fisik, terserang penyakit
dan terjadinya peningkatan suhu diatas 30ºC (Kader, 1992). Proses pematangan buah
sering dihubungkan dengan rangkaian perubahan yang dapat dilihat meliputi warna,
aroma, konsistensi dan flavour (rasa dan bau). Proses pematangan buah didahului
dengan klimakterik (pada buah klimakterik).Cara kerja dan fungsi hormon gas etilen
yaitu mendorong pematangan, memberikan pengaruh yang berlawanan dengan
beberapa pengaruh dari hormon auksin, mendorong atau menghambat pertumbuhan
dan perkembangan akar, daun, batang, dan bunga.meristem apikal tunas ujung, daun
muda, embrio dalam biji.Proses pematangan ini dibantu dengan zat-zat lain yang
ditambahkan pada tempat penyimpanan. Untuk mengetahui zat-zat yang berperan
dalam mempercepat atau pun menghambat proses pematangan buah pada saat
penyimpanan kami melakukan percobaan dengan menggunakan kapur, karbit dan
vitamin C.
Pada praktikum ini zat penghasil etilen yang dipakai adalah karbit. Karbit
(C2H4) merupakan jenis senyawa tidak jenuh atau memiliki ikatan rangkap yang
dapat dihasilkan oleh jaringan tanaman pada waktu-waktu tertentu. Umumnya pada
suhu kamar etilen berbentuk gas. Senyawa ini dapat menyebabkan terjadinya
perubahan-perubahan penting dalam proses pertumbuhan tanaman dan pematangan
hasil-hasil pertanian (Aman 1989). Pada umumnya, C2H4 berfungsi untuk
pematangan dan hal ini dapat dibuktikan bila dapat ditunjukkan melalui kondisi tidak
akan terpacunya pemasakan (ripening) tanpa adanya gas C2H4, peranannya dalam
proses pematangan tidak dapat diganti oleh senyawa lain, reaksi respirasi segera
terjadi bila C2H4 diberikan dari luar, diperlukan untuk berbagai reaksi pemasakan,
produksinya berlangsung pada permulaan peristiwa yang menentukan, konsentrasi
internal sebelum peningkatan peristiwa yang menentukan itu sudah mampu
menimbulkan kegiatan fisiologi. Karbit yang terkena uap air akan menghasilkan gas
asetilen yang memiliki struktur kimia mirip dengan etilen alami, zat yang membuat
proses pematangan di kulit buah. Proses fermentasi berlangsung serentak sehingga
terjadi pematangan merata. Proses pembentukan ethilen dari karbit adalah CaC2 + 2
H2O → C2H2 + Ca(OH)2. Dengan penambahan karbit pada pematangan buah
menyebabkan konsentrasi ethilen menjadi meningkat. Hal tersebut menyebabkan
kecepatan pematangan buah pun bertambah. Semakin besar konsentrasi gas ethilen
semakin cepat pula proses stimulasi respirasi pada buah. Hal ini disebabkan karena
ethilen dapat meningkatkan kegiatan-kegiatan enzim karatalase, peroksidase, dan
amilase dalam buah. Selain itu juga, ethilen dapat menghilangkan zat-zat serupa
protein yang menghambat pemasakan buah. Respirasi merupakan proses pemecahan
komponen organik (zat hidrat arang, lemak dan protein) menjadi produk yang lebih
sederhana dan energi. Aktivitas ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan energi sel
agar tetap hidup (Muzzarelli, 1985).
Selain terdapat zat yang mempercepat pematangan buah, terdapat pula zat
yang digunakan untuk menghambat pematangan buah. Bahan penghambat buah yang
digunakan dalam praktikum iniyang pertama adalah kapur. Senyawa kalsium pada
kapur memiliki kemampuan dalam menghambat laju respirasi,
menunda senesen pada beberapa organ tanaman dan menghambat
aktifitas enzim-enzim yang menyebabkan kelunakan pada buah
sehingga dapat menghambat pematangan. Menurut Kerbel dan
Njoroge (1993), kalsium (Ca) dapat menghambat proses pematangan
dan memperpanjang masa simpan buah dengan menghambat
produksi etilen tanpa mempengaruhi pH, padatan total terlarut
maupun warna buah. Perlakuan penambahan kapurpada buah efektif
menghambat peluanakan dan perubahan warna buah dengan
meningkatnya konsentrasi kalsium dalam buah.
Bahan kedua yang biasanya digunakan sebagai penghambat pematangan buah
adalah vitamin C. Pada umumnya teknologi pengemasan bahan pangan
menggunakan satu atau lebih konsep oksidasi asam askorbat (C6H8O6), oksidasi
serbuk besi, oksidasi pewarna peka cahaya, oksidasi enzimatis, asam lemak tak jenuh
dan ragi.Diantara bahan makanan tersebut, asam askorbat dianggap yang paling luas
penerimaannya oleh konsumen.Adapun reaksi yang akan terjadi dengan asam L-
askorbat adalah asam L-askorbat ↔ Asam dehidro L-askorbat + H2O. Reaksi asam
L-askorbat berlangsung dengan bantuan enzim oksidase atau peroksidase. Dari reaksi
tersebut dapat dijelaskan bahwa dengan keberadaan asam L-askorbat aktif, oksigen
didalam kemasan akan menurun karena digunakan untuk mengoksidasi asam L-
askorbat yang akhirnya akan menyebabkan respirasi pada buah menurun dan
memperpanjang masa simpan.
Pada praktikum Pengaruh Etilen dan Bahan Penyerap terhadap Mutu Buah,
komoditi yang digunakan pada pengamatan ini adalah pisang dan mangga. Buah
pisang dan mangga merupakan jenis buah yang mudah rusak karena termasuk jenis
buah klimaterik yang cepat mengalami perubahan fisiko-kimia selama fase
klimaterik. Sehingga secara umum buah klimaterik membutuhkan teknik
pengendalian pemasakan buah agar buah tersebut tidak cepat busuk dan awet masa
penyimpanannya. Pada percobaan ini menggunakan tiga variabel bebas, yaitu satu
diantaranya buah diberi zat penghasil etilen yaitu karbit, bahan penyerap etilen yaitu
kapur, dan bahan penyerap oksigen yaitu vitamin c. Kemudian masing-masing
dikemas di dalam plastik LDPE vakum. Sedangkan untuk kontrol ada buah yang
dikemas dan tidak dikemas. Kontrol berguna untuk membandingkan pengaruh dari
pemberian etilen serta bahan penyerap baik untuk etilen ataupun oksigen.
Pisang dan mangga tergolong buah klimaterik, ditandai dengan peningkatan
CO2 secara mendadak, yang dihasilkan selama pematangan. Klimakterik adalah suatu
periode mendadak yang khas pada buah-buahan tertentu, dimana selama proses
tersebut terjadi serangkaian perubahan biologis yang diawali dengan proses
pembentukkan etilen, hal tersebut ditandai dengan terjadinya proses pematangan
(Syarief dan Irawati, 1988). Pematangan buah disebabkan adanya proses
metabolisme oleh buah seperti proses respirasi. Ciri-ciri buah klimaterik menurut
Kader (1992) adalah tingginya tingkat repirasi buah dan produksi etilen endogen
yang cukup besar untuk pematangan buah.Kedua hal tersebut merupakan faktor
penyebab buah-buahan menjadi mudah rusak dan daya simpan pendek.
Menurut Mikasari (2004), proses respirasi pada buah berguna sebagai
petunjuk lama penyimpanan buah, semakin rendah laju respirasi memberikan umur
simpan yang semakin panjang dan sebaliknya.Respirasi adalah suatu proses
metabolisme biologis dengan menggunakan oksigen dalam perombakan senyawa
kompleks untuk menghasilkan CO2, air dan ion—ion elektron. Adanya aktivitas
respirasi pada hasil pertanian dapat menyebabkan hasil pertanian menjadi matang
dan menjadi tua. Terjadi perubahan fisik selama proses pematangan yang meliputi
perubahan warna, aroma, dan tekstur. Selain itu perubahan fisik yang dapat terjadi
adalah penurunan bobot bahan.Meningkatnya respirasi dipengaruhi oleh jumlah
ethylene yang dihasilkan, meningkatnya sintesis protein dan RNA. Perubahan warna
dapat terjadi baik oleh proses-proses perombakan maupun prosessintetik, atau
keduanya..Pada pisang perubahan warna kulit menjadi kuning terjadi karena
hilangnya khlorofil tanpa adanya atau sedikit pembentukan zat karotenoid.Sisntesis
likopen dan perombakan khlorofil merupakan ciri perubahan warna pada
buah.Ethylene sebagi hormon akan mempercepat terjadinya klimakterik. Aplikasi
C2H2 (Ethylene) pada buah- buahan klimakterik, makin besar konsentrasi C2H2
sampai tingkat kritis makin cepat stimulasi respirasinya.Ethylene tersebut bekerja
paling efektif pada waktu tahap klimakerik,sedangkan penggunaan C2H2 pada tahap
post klimakerik tidak merubah laju respirasi.
Pada praktikum tentang pengaruh gas etilen dan bahan penyerap oksigen
terhadap mutu bebuahan selama penyimpanan ini diamati dan diukur beberapa
parameter seperti susut bobot, perubahan warna, kekerasan buah, keasaman buah
atau pH, sensori, dan tanda-tanda fisiologis.Buah yang yang diuji dalam praktikum
ini yaitu buah mangga dan pisang yang keduanya merupakan buah kliakterik.
Parameter pertama yaitu susut bobot. Susut bobot merupakan besarnya bobot
komoditi pertanian yang hilang akibat adanya reaksi enzimatis selama penanganan
pasca panen. Pada buah pisang, buah yang disimpan bersama karbit mengalami susut
bobot akhir sebesar 2,58 g. Pisang yang disimpan bersama vitamin C mengalami
susut bobot masing-masing 3,3 g dan pada pisang yang disimpan bersama kapur 2,44
g pada hari kedua dan busuk pada pengamatan terakhir, sedangka pada kontrol susut
bobot yang diperoleh yaitu 5,35 g.Untuk komoditi kedua yaitu mangga didapatkan
susut bobot mangga yang disimpan bersama karbit yaitu 13,05 g. Mangga yang
disimpan sebagai kontrol mengalami penurunan bobot 2,07 g, pada mangga yang
disimpan bersama kapur yakni 17,16 g dan mangga yang disimpan bersama vitamin
c yaitu 4,18 g. Dari sampel-sampel dengan perlakuan yang berbeda tersebut, susut
bobot terbesar terjadi pada penyimpanan pisang berasama karbit dan terkecil pada
penyimpanan bersama padatan kapur. Data yang diperoleh dari percobaan tersebut
tidak sesuai dengan literatur. Seharusnya pisang yang disimpan dengan karbit
mengalami susut bobot yang paling besar karena merupakan bahan penghasil etilen
yang dapat mempercepat proses metabolisme. Perbedaan ini bisa disebabkan karena
sampel bahan yang digunakan berada dalam tingkat pematangan yang berbeda
sehingga hasil datanya tidak sesuai. Dari data juga didapatkan beberapa buah
mangga dan pisang yang tidak mengalami susut bobot bahkan bertambah bobotnya
dimana terjadi pada mangga yang berisi kapur dan pisang untuk kontrol. Hal tersebut
mungkin disebabkan karena buah tidak tertutup rapat atau sealing tidak rapat.
Sehingga memungkinkan RH lingkungan yang lebih besar dibandingkan pada buah
masuk ke dalam buah dan menambah bobot buah tersebut. Kemungkinan lainnya
adalah praktikan melakkukan kesalahan dalam penyimpanan bebuahan tersebut atau
kesalahan dalam perhitungan.
Parameter kedua yaitu perubahan warna. Menurut Surono (2011), gas etilen
ini dapat merangsang proses pemasakan terutama perombakan klorofil yang
merupakan zat warna hijau menjadi zat karotenod uyang merupakan zat warna
kuning.Pada praktikum kali ini perubahan warna baik pada buah pisang dan mangga
tida dapat diamati dengan sempurna. Hal ini disebabkan alat pengukur warna yang
tidak ada. Perubahan warna hanya dilihat dari foto dari buah pada setiap pengamatan.
Dari foto tersebut dapat dilihat perubahan warna paling besar di setiap pengamatan
yaitu pada buah pisang dan mangga yang disimpan dengan perlakuan penambahan
karbit. Hal ini disebabkkan karena kedua perlakuan tersebut akan mempercepat
metabolisme dan akan mengubah zat warna klorofil menjadi karotenoid sehingga
warna buah yang awalnya hijau setelah disimpan dengan penambahan karbit akan
menjadi berwarna kuning bahkan hitam karena proses pembuskuan. Sedangkan pada
buah pisang yang disimpan dengan penambahan kapur dan vitamin c tidak
mengalami perubahan warna yang signifikan. Hal ini disebabkan karena erlakuan
tersebut dapat memperlambat proses pematangan buah dan kebusukan buah. Jika
proses pematangan buah tersebut dihambat, warna cerah pada buah akan tetap
dipertahankan. Hal ini sesuai dengan praktikum yang menunjukkan hasil bahwa
vitamin C dan kapur sebagai penghambat memiliki tingkat kecerahan warna yang
paling besar karena vitamin C dan kapur menghambat kebusukan pada buah
sehingga warna tidak mengalami perubahan menjadi coklat kehitaman.
Percobaan yang ketiga adalah uji kekerasan. Uji ini menggunakan alat
penetrometer untuk mengukur tingkat kekerasan buah. Semakin matang buah maka
tingkat kekerasan akan menurun, karena adanya perombakan komponen-komponen
pada buah sehingga buah menjadi melunak.Menurut Hadiwiyoto (1996),nilai
kekerasan buah menunjukkan kedalaman jarum yang ditusukkan ke dalam buah.
Semakin dalam tusukan atau semakin besar nilai kekerasan buah maka buah tersebut
semakin lunak. Berdasarkan hasil pengamatan, pada umumnya penurunan kekerasan
atau semakin melunak. Hal ini dapat dilihat dari nilai penetrometer yang semakin
besar yang menunjukkan kedalaman jarum yang ditusukkan. Akan tetapi pada
beberapa percobaan didapatkan beberapa data yang melenceng yaitu buah yang
semakin keras yang terjadi pada mangga kontrol dimana nilai penetrometernya
semakin kecil yakni 33,33 pada pengamatan pertama dan hanya 13 pada pengamatan
terakhir. Sedangkan data yang fluktuatif terjadi pada mangga yang disimpan dengan
perlakuan penambahan vitamin c dimana pada pengamatan hari pertama nilai
penetrometer menunjukan 70, pada pengamatan kedua bernilai 133,33 dan pada
pengamatan ketiga yaitu 51,33. Seharusnya dengan adanya penambahan bahan
penyerap seperti kapur dan vitamin c kekerasan buah dapat terjaga, artinya
penurunan kekerasannya tidak terlalu signifikan. Hal ini dikarenakan dengan
menghambat respirasi maka senyawa yang menentukan kekerasan buah seperti
selulosa,pektin, hemiselulosa belum berkurang jumlahnya sehingga teksturnya masih
keras.
Percobaan selanjutnya adalah uji derajat keasaman. Derajat keasaman pada
bebuahan ini diuji dari sari buah atau juice menggunakan pH meter. Pada bebuahan,
semakin menuju ke kematangan semakin meningkat kadar gula dan nilai pH juga
meningkat.Nilai pH juice buah merupakan nilai tingkat keasaman yang dimiliki buah
tersebut selama penyimpanan. Bahan penyerap etilen dan oksigen seperti karbit,
vitamin C, dan KMnO4 mempengaruhi nilai pH juice buah selama penyimpanan.
Usda (1976) menyatakan bahwa karbit (CaC2) yang berfungsi sebagai etilen buatan
pada buah mempercepat proses pematangan buah sehingga akan meningkatkan nilai
pH buah selama penyimpanan sedangkan kalium permanganat (KMnO4) dan vitamin
C yang berfungsi sebagai bahan penyerap etilen dan oksigen justru akan
mempertahankan atau bahkan menurunkan nilai pH buah selama penyimpanan. Hasil
yang ada menunjukkan hal yang kurang sesuai dengan literatur. Dimana diperoleh
nilai pH yang menurun selama proses penyimpanan yang menunjukkan buah
semakin asam, seharusnya selama proses penyimpanan buah klimaterik akan
mengalami proses pematangan dimana adanya perombakan senyawa asam menjadi
gula yang menyebabkan buah menjadi lebih manis dan ditunjukan dari nilai pH yang
meningkat.Perbedaan data dan literatur ini disebabkan karenasampel awal bahan
yang berbeda tingkat kematangannya serta kemungkinan kesalahan penggunaan pH
meter karena pada beberapa kali percobaan pH meter menunjukkan nilai yang
berubah-ubah pada sampel yang sama.
Parameter terakhir yang diuji yaitu perubahan sensorik. Percobaan sensori
dan tanda-tanda fisiologis juga penting dalam melihat kualitas buah dengan kasat
mata. Evaluasi sensori atau organoleptik merupakan ilmu pengetahuan dengan
menggunakan indra manusia untuk mengukur tekstur, penampakan, aroma, dan rasa
dari bebuahan. Penerimaan konsumen terhadap buah diawali dengan penilaiannya
terhadap penampakan, rasa, dan tekstur buah.Berdasarkan percobaan, terdapat buah
yang mengalami kematangan, ada juga yang mulai pembusukan dan ada yang
mengalami kondisi konstan. Seharusnya buah yang disimpan dengan penambahan
karbit akan mengalami proses pematangan dan pembusuka yang lebih cepat
dibanding perlakuan lainnya. Sedangkan buah yang disimpan dengan penambahan
zat penyerap etilen seperti vitamin c buah akan lebih tahan lama dengan perubahan
sensori yang tidak terlalu signifikan. Untuk proses pembusukkan dapat disebabkan
oleh karakteristik buah yang rentan dan memiliki kadar air tinggi yang dapat memicu
pembusukan. Kapur sebagai bahan penyerap memiliki performa yang lebih baik
dibandingkan lainnya dalam hal menjaga kualitas buah.
Dari percobaan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwabahan yang dapat
mempercepat proses pematangan buah pisang dan mangga adalah karbit sebagai
sumber gas etlen. Sedangkan zat yang dapat menghambat proses pematangan adalah
kapur dan vitamin C. Data pengamatan ini berguna dalam menentukan zat yang tepat
untuk ditambahkan pada kemasan selama penyimpanan pisang dan mangga yang
disesuaikan dengan tujuannya, akan dipercepat atau dihambat pertumbuhannya.
Perubahan mutu ini dapat ditandai dengan berubahnya warna komoditi, aroma dan
kekerasannya serta penyusutan bobot pada komoditi tersebut.
IV. PENUTUP
A. Kesimpulan
Etilen merupakan senyawa yang berfungsi sebagai hormon pemicu
pematangan pada buah dan sayur. Dalam penyimpanan perlu diperhatikan produksi
gas etilen pada komoditi. Untuk menghambat pematangan/pembusukan dapat
digunakan bahanpenyerap seperti kapur, karbid dan vitamin C. Kapur dan karbid
dapat menghambat produksi gas etilen sedangkan vitamin C menghambat produksi
O2.
Hasil percobaan menunjukan penambahan bahan penyerap, masih
memungkinkan buah untuk pematangan. Beberapa indikator yang dapat dilihat, hasil
kekerasan menunjukan, buah mengaalami penambahan nilai penetrometer yang
menunjukkan buah semakin lunak selulosa ataupun pektin yang terdapat pada buah
akan terurai akibat aktifitas metabolisme selama penyimpanan. Percobaan susut
bobot akan semakin mengalami penurunan karena adanya perombakan komponen
menjadi komponen yang lebih sederhana. Untuk perubahan warna pada umumnya
mengalami penurunan akibat adanya perubahan warna dari hijau menjadi kuning
yang disebabkan berubahnya zat warna hijau (klorofil) menjadi zat warna kuning
(kareotenoid). Selain itu susut bobot dan perubahan warna juga disebabkan karena
masih adanya respirasi yang menyebabkan terjadi pemecahan glukosa sehingga
bobot menurun dan penguraian pigmen sehingga warna buah berubah. Pada
perlakuan dengan penambahan karbit susut bobot maupun perubahan warna akan
lebih besar dibanding perlakuan lainnya. Untuk percobaan pH umumnya stabil
karena belum menghasilkan asam askorbat. Namun penyimpanan dengan
penambahan kapur dapat meningkatkan pH karena kapur bersifat basa.
Uji-uji diatas umumnya mengalami tanda-tanda kematangan yang akan
berkorelasi dengan uji fisiologis dan sensorik. Rata-rata buah juga mengalami
kondisi yang berubah, seperti kulit buah yang mulai menghitam hingga buah berair
dan membusuk. Pada beberapa percobaan perlakuan dengan penambahan bahan
penyerap kapur dan vitamin c dapat menstabilkan kondisi buah dimana buah masih
dalam kondisi yang mulus.
B. Saran
Pengujian pengaruh etilen sebaiknya juga dilakukan pada buah yang non-
klimaterik. Adanya variasi percobaan dapat mempermudah praktikan dalam
memahami gas etilen yang terbentuk beserta penghambat kematangannya yang
dikaitkan dengan karakteristik buah.
Daftar Pustaka
Aman, M. 1989. Fisiologi Pascapanen. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Hadiwiyoto, Soewedo. 1996.Panduan Praktikum Pengetahuan Bahan. Fakultas
Teknologi Pertanian, UGM. Yogyakarta
Kader, A.A. 1992. Postharvest Biology and Technolgy : An Overview. P.15-
20.dalam. Kader, A.A. (Ed). Postharvest Technology for HorticulturalCrops.
(Second edition). Publ. 3311. USA: University of CaliforniaBarkeley.
Kerbel E.L dan C.K. Njoronge. 1993. Effect of Postharvest Calcium Treatment on
Soluble Solid, pH, Firmness and Colour of Stored Tomato Friuts. J. Afr. Agric.
58(3): 111-116
Mikasari, Wilda. 2004. Kajian Penyimpanan dan Pematangan Buah Pisang Raja
(Musa paradisiacalvar Sapientum L.) dengan Metode Pentahapan Suhu.Tesis.
Pasca Sarjana.
Muzzarelli, R.A.A., Rochetti, R. (1985). Journal of Carbohydrate Polymers.5, 461–
72.
Santoso B.B dan B.S. Purwoko. 1995. Fisiologi dan Teknologi Pasca
PanenTanaman Hortikultura.Mataram: Indonesia Australia University
Project,Universitas Mataram.
Surono, P. 2011. Perubahan Warna. [terhubung berkala]. http://jai.staff.uin.ac.id. [9
Mei 2012].
Usda. 1976. Commercial Storage of Fruits, Vegetables, and Florist and Nursery
Stocks. New York : USDA Agric Handbook.