Download - Toksikologi Lap

Transcript
Page 1: Toksikologi Lap

PENGUKURAN KUALITAS UDARA

Oleh :

Nilasari Indah YuniatiB1J002052

LAPORAN PRAKTIKUM EKOTOKSIKOLOGI

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONALUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS BIOLOGIPURWOKERTO

2005

Page 2: Toksikologi Lap

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masuknya atau dimasukannya zat, energi dan atau komponen lain ke

dalam udara dan atau berubahnya tatanan udara oleh kegiatan manusia atau oleh

proses alam, sehingga kualitas udara turun sampai ke tingkat tertentu yang

menyebabkan udara menjadi kurang atau tidak berfungsi lagi sesuai dengan

peruntukannya dikenal sebagai pencemaran udara.

Udara adalah suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang

mengelilingi bumi. Udara di alam tidak pernah ditemukan bersih tanpa polutan

sama sekali. Polutan udara primer, yaitu polutan yang mencakup 90% dari jumlah

polutan udara seluruhnya, dapat dibedakan menjadi 5 kelompok, yaitu : karbon

monoksida (CO), nitrogen oksida (NOx), hidrokarbon (HC), sulfur oksida (Sox),

dan partikel.

Beberapa gas seperti sulfur dioksida (SO2), hidrogen sulfida (H2S), dan

karbon monoksida (CO) selalu dibebaskan ke udara sebagai produk sampingan

dari proses-proses alami seperti aktivitas vulkanik, pembusukan sampah tanaman,

kebakaran hutan, dan sebagainya. Selain disebabkan oleh polutan alami, polusi

udara juga dapat disebabkan oleh aktivitas manusia seperti kendaraan bermotor,

proses-proses industri, kegiatan rumah tangga, dan sebagainya. Konsentrasi bahan

pencemar tersebut dalam udara jika melebihi batas nilai baku mutu udara ambien

(batas kadar yang diperbolehkan dari zat pencemat yang terdapat di udara) dapat

menimbulkan gangguan pada manusia, hewan dan tumbuhan.

Page 3: Toksikologi Lap

Praktikum ini dilaksanakan di dua lokasi yang berbeda, yaitu di pintu

gerbang Perumahan Taman Anggrek (TA) dan Perempatan Palma BCA (PB)

Purwokerto. Alasan pemilihan lokasi adalah karena kedua lokasi tersebut berada

di pusat kota dan merupakan daerah dengan frekuensi lalu lintas yang padat

sehingga diduga mengandung berbagai jenis polutan dengan konsentrasi yang

tinggi.

B. Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui kualitas udara meliputi

kandungan karbon monoksida (CO), nitrogen oksida (NOx), sulfur oksida (SOx),

hidrogen sulfida (H2S), dan amonia (NH3) di lingkungan Perumahan Taman

Anggrek dan Perempatan Palma BCA Purwokerto.

Page 4: Toksikologi Lap

II. TINJAUAN PUSTAKA

Palar (1994) menyatakan bahwa pencemaran atau polusi udara adalah

suatu kondisi yang telah berubah dari bentuk asal sehingga keadaannya menjadi

lebih buruk. Pergeseran bentuk tatanan dari kondisi asal pada kondisi yang buruk

ini dapat terjadi sebagai akibat masukan dari bahan-bahan pencemar atau polutan.

Suatu lingkungan dikatakan tercemar apabila telah terjadi perubahan-perubahan

dalam tatanan lingkungan itu sehingga tidak sama lagi dengan bentuk asalnya

sebagai akibat dari masuk atau dimasukkannya suatu zat atau benda asing ke

lingkungan tersebut.

Karbon monoksida (CO) adalah suatu komponen udara yang tidak berbau,

tidak berwarna, dan tidak memiliki rasa, terdapat dalam udara dengan konsentrasi

yang tinggi pada daerah perkotaan. Gas ini dapat menimbulkan keracunan dalam

darah (Yu, 2000). Arifin (1998) menambahkan bahwa sumber utama CO yaitu

transportasi (63,8%), stasiun pembakaran BBM (1,9%), proses industri (9,6%),

pembakaran limbah padat (7,8%), dan sumber lain (kebakaran hutan, limbah

batubara, pertanian, dan sebagainya) (16,9%).

Nitrogen oksida (NOx) adalah kelompok gas yang terdapat di atmosfer,

terdiri dari gas nitrik oksida (NO) dan nitrogen dioksida (NO2). Walaupun bentuk

nitrogen oksida lainnya ada, tetapi kedua gas inilah yang paling banyak dijumpai

sebagai polutan udara. Nitrik oksida merupakan gas yang tidak berwarna dan

tidak berbau, sebaliknya nitrogen dioksida mempunyai warna coklat kemerahan

dan berbau tajam. Nitrik oksida (NO) terdapat di atmosfer dalam jumlah lebih

besar daripada nitrogen dioksida (NO2). Konsentrasi NOx di udara pada daerah

Page 5: Toksikologi Lap

perkotaan biasanya 10-100 kali lebih tinggi daripada di daerah pedesaan (Fardiaz,

1992). Menurut Lu (1995), NO2 dibentuk oleh proses anaerobik di tanah dan ada

pada lapisan permukaan lautan, karenanya tidak merupakan pencemar udara yang

penting sejauh kesehatan manusia terlibat di dalamnya.

Sulfur dioksida (SO2) dan sulfur trioksida (SO3) merupakan dua komponen

sulfur oksida (Sox) yang memiliki peranan penting dalam menimbulkan polusi

udara. SO2 lebih berbahaya jika dibandingkan dengan SO3 (Yu, 2000). Fardiaz

(1992), menyatakan bahwa sulfur dioksida mempunyai karakteristik bau yang

tajam dan tidak terbakar di udara, sedangkan sulfur trioksida merupakan

komponen yang tidak reaktif. Sebanyak dua per tiga dari jumlah sulfur di

atmosfer berasal dari sumber-sumber alam seperti volcano dan terdapat dalam

bentuk H2S dan oksida.

Hidrogen sulfida (H2S) merupakan gas tidak berwarna, mudah larut dalam

air, dan berbau tidak sedap. Sumber utama gas ini berasal dari pembakaran

sampah organik. H2S dapat meracuni darah, pada konsentrasi 10 ppm dapat

menyebabkan hipoksia dan pada konsentrasi 600 ppm dapat menyebabkan

kematian. H2S memiliki kemampuan lebih tinggi untuk menyebabkan terjadinya

iritasi pada manusia dibandingkan dengan SO2 (Casarett and John, 1975).

Amonia merupakan bentuk lain dari senyawa NOx yang telah mengalami

proses-proses biologi. Senyawa ini tidak berwarna dan sangat mudah menguap.

Amonia dalam bentuk anion (NH3-) lebih beracun bagi organisme karena mampu

berdifusi menembus membran sel dan larut dalam lemak (Kir, et al., 2004).

Page 6: Toksikologi Lap

III. MATERI DAN METODE

A. Materi

Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah larutan pengikat

CO, larutan penyerap NO2 atau R1 (7684), reagent NO2 2 (R2) kode 7685, reagent

NO2 3 (R3) kode 7688, buffer absorbing solution (7804), reagent SO2 (7693),

NaOH 1 N (4004 PS), SO2 passive bubbler indikator (7085), reagent sulfida 1

(R1), reagent sulfida 2 (R2), reagent sulfida 3 (R3), reagent sulfida 4 (R4), reagent

sulfida 5 (R5), reagent amonia nitrogen 1 (4797WT), dan reagent amonia nitrogen

2 (4798WT).

Sedangkan peralatan yang digunakan antara lain tabung impinger, tabung

reaksi besar, tabung reaksi kecil, komparator CO dengan pembaca axial,

komparator NO2, komparator SO2, komparator H2S, komparator amonia nitrogen,

pipet, dan sendok seukuran.

B. Metode

I. Pengukuran Kadar CO

1. Membuat Blanko CO

a) Ke dalam tabung reaksi (0822) dimasukkan larutan pengikat CO

(7899) sampai batas 10 kemudian didiamkan selama 20 menit.

b) Tabung reaksi tersebut dimasukkan ke dalam komparator CO

(7783) dengan pembaca axial (2071), dibandingkan dengan reagent

STD pada komparator.

Page 7: Toksikologi Lap

c) Untuk mengubah angka indeks warna menjadi konsentrasi CO

dalam ppm digunakan tabel, kemudian hasil dicatat.

2. Memeriksa Kadar CO Udara

a) Larutan pengikat CO (7799) dituangkan ke dalam tabung impinger

sampai dengan batas 10 ml.

b) Alat impinger dihubungkan demngan pompa sampling udara,

pastikan tabung panjang tercelup ke dalam larutan pengikat CO.

c) Flow meter disetel dengan kecepatan 1,0 Lpm selama 20 menit.

d) Pada akhir periode sampling, isi tabung impinger dituang ke dalam

tabung reaksi bersih (0822).

e) Tabung reaksi tersebut ditempatkan ke dalam komparator CO

(7783) dengan pembaca axial (2071), warna sampel dibandingkan

dengan warna STD.

f) Untuk mengubah angka indeks menjadi konsentrasi CO dalam ppm

digunakan tabel CO, hasilnya dicatat sebagai konsentrasi CO kotor.

g) Hasil CO bersih (ppm) = CO blanko – CO kotor

II. Pengukuran NO2 (Nitrogen Dioksida)

1. Larutan penyerap NO2 (absorbing solution) atau R1 (7684) dimasukkan ke

dalam tabung impinger sebanyak 5 ml.

2. Alat impinger dihubungkan dengan selang, pastikan selang panjang

tercelup ke dalam larutan.

3. Flow meter disetel pada angka 0,2 Lpm selama 10 menit.

4. Pada akhir sampling isi tabung impinger dituang ke dalam tabung reaksi

(0822) dan ditambah 5 ml larutan penyerap NO2 sehingga volumenya

menjadi 10 ml.

Page 8: Toksikologi Lap

5. Ditambah 1 tetes reagent NO2 (R2) kode 7685 menggunakan pipet tetes

(0352), kemudian ditutup dan dihomogenkan.

6. Ditambahkan 0,05 g reagent ke tiga berupa serbuk (7688) dengan sendok

seukuran 0,05 g (0696), ditutup dan dihomogenkan. Ditunggu selama 10

menit agar pembentukan warna sempurna.

7. Tabung reaksi ditempatkan ke dalam komparator NO2 (7689). Warna

sampel dibandingkan dengan indeks warna standar. Angka dimana indeks

warna sampel dan indeks warna standar menunjukkan perbandingan warna

yang sebanding dicatat.

8. Untuk mengubah nilai pembacaan menjadi konsentrasi NO2 dalam ppm

digunakan tabel NO2.

III.Pengukuran Kadar SO2 (Sulfur Dioksida)

1. Buffer absorbing solution (7804) dituangkan 10 ml ke dalam tabung

impinger. Alat impinger dihubungkan dengan selang, pastikan selang

panjang tercelup ke dalam larutan.

2. Flow meter disetel pada angka 1,0 Lpm selama 30 menit. Alat impinger

ditutup dengan aluminium foil untuk menghindari cahaya matahari.

3. Pada akhir pengukuran, isi tabung impinger dipindahkan ke tabung reaksi

kecil (0230) sampai garis batas. Ditambahkan 0,25 g reagent SO2 (7693)

menggunakan sendok (0695) kemudian ditutup. Tabung reaksi dikocok

sampai serbuk larut.

4. Ke dalam tabung reaksi kecil tersebut (0230) ditambahkan 1 ml NaOH 1 N

(4004 PS) dengan pipet seukuran 1 ml (0354), kemudian ditutup dan

dihomogenkan.

Page 9: Toksikologi Lap

5. Ke dalam tabung reaksi besar (0204) ditambahkan 2 ml SO2 passive

bubbler indikator (7085) dengan 2 kali pemipetan menggunakan pipet

seukuran 1 ml (0354) lainnya.

6. Isi tabung reaksi kecil (0230) dituangkan ke tabung reaksi besar (0204)

yang berisi SO2 indikator. Tabung reaksi ditutup, dibolak-balik dengan jari

6 kali, ditunggu sampai 15 menit.

7. Tabung reaksi besar (0204) tersebut ditempatkan ke dalam komparator

SO2 passive bubbler (7746). Warna sampel dibandingkan dengan warna

standar. Warna sampel yang sebanding dengan warna standar dalam

komparator dicatat.

8. Untuk mengubah nilai pembacaan sampel menjadi konsentrasi SO2 dalam

ppm digunakan tabel SO2.

IV. Pengukuran H2S (Hidrogen Sulfida)

1. Reagent sulfida 1 (R1) sebanyak 7 ml dimasukkan ke tabung impinger

sampai angka 7.

2. Selang dipasang, flow meter disetel pada skala 2 Lpm dan didiamkan

selama 30 menit.

3. Setelah 30 menit, selang dilepas. Ke dalam tabung impinger ditambahkan :

a) Reagent sulfida 2 (R2) sebanyak 0,5 ml dengan pipet 1

b) Reagent sulfida 3 (R3) sebanyak 0,5 ml dengan pipet 2

c) Reagent sulfida 4 (R4) sebanyak 4 tetes dan ditunggu selama 1 menit

dan warna menjadi biru

d) Reagent sulfida 5 (R5) sebanyak 1,6 ml dengan pipet 1,6 ml.

9. Semua isi tabung impinger dipindahkan ke tabung reaksi sebanyak 5 ml.

Page 10: Toksikologi Lap

10. Ditempatkan pada H2S komparator, dibandingkan dengan indeks warna

standar.

11. Dicocokkan dengan tabel untuk mengetahui konsentrasi H2S (ppm).

V. Pengukuran NH3 (Amonia)

1. Dituangkan 10 ml larutan pengikat amonia nitrogen (7737) ke dalam alat

impinger. Alat impinger dihubungkan dengan pompa sampling udara,

pastikan tabung panjang tercelup ke dalam larutan.

2. Flow meter disetel pada angka 1,0 Lpm selama 10 menit.

3. Pada akhir pengukuran, isi larutan pada tabung impinger dituang ke dalam

tabung reaksi (0230) sampai batas angka 5 ml.

4. Ditambahkan 2 tetes reagent amonia nitrogen 1 (4797WT), ditutup dan

dihomogenkan.

5. Ditambahkan 8 tetes reagent amonia nitrogen 2 (4798WT), ditutup dan

dihomogenkan. Warna akan berubah dari kuning menjadi abu-abu bila

terdapat amonia.

6. Tabung reaksi tersebut ditempatkan dalam komparator amonia nitrogen

(7736). Indeks warna sampel dibandingkan dengan indeks warna standar.

Warna sampel yang sebanding dengan warna standar dalam komparator

dicatat. Hasil amonia nitrogen dicocokkan dengan tabel dan dicatat dalam

satuan ppm.

7. Untuk mengubah hasil amonia nitrogen menjadi amonia, maka hasil

pembacaan amonia nitrogen tersebut dikalikan 1,2.

Page 11: Toksikologi Lap

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 1. Hasil Uji Kualitas Udara di Perempatan Palma BCA (PB)

ParameterWaktu(menit)

SkalaHasil(ppm)

JumlahMotor

JumlahMobil

CO 20 1-2 12,5 808 180NO2 10 1-2 0,14 293 132SO2 30 0-1 0 983 394H2S 30 2 0,02 844 330NH3 10 1 2,064 293 132

Tabel 2. Hasil Uji Kualitas Udara di Perumahan Taman Anggrek (TA)

ParameterWaktu(menit)

SkalaHasil(ppm)

JumlahMotor

JumlahMobil

CO 20 3 37,5 334 420NO2 10 1-2 0,14 194 214SO2 30 1-2 0,03 583 560H2S 30 2 0,035 554 606NH3 10 1 1,72 158 133

B. Pembahasan

Berdasarkan data di atas dapat dilihat bahwa tingkat pencemaran udara

oleh CO di lokasi TA lebih tinggi dibandingkan dengan lokasi PB. Hal tersebut

dikarenakan perbedaan jumlah kendaraan yang melintasi kedua lokasi dan skala

flow meter yang digunakan untuk pengukuran pada masing-masing lokasi

berbeda.

Jumlah kendaraan bermotor yang melintasi lokasi sangat mempengaruhi

tingkat pencemaran udara oleh CO karena sumber utama CO berasal dari

transportasi (63,8%). Menurut Fardiaz (1992), semakin ramai kendaraan bermotor

Page 12: Toksikologi Lap

yang ada, semakin tinggi tingkat polusi CO di udara. Akan tetapi tidak demikian

yang terjadi pada hasil pengukuran. Jumlah kendaraan yang melintas pada lokasi

TA lebih sedikit daripada PB, namun tingkat pencemarannya lebih tinggi. Hal

tersebut terjadi karena skala flow meter yang digunakan pada lokasi TA lebih

besar. Skala flow meter menunjukkan kecepatan penangkapan udara oleh tabung

impinger. Dengan demikian kecepatan penangkapan gas CO pada lokasi TA juga

lebih besar dibanding lokasi PB sehingga jumlah CO yang didapat lebih tinggi.

Selain itu lokasi TA dekat dengan terminal bus dimana aktivitas kendaraan

bermotor sangat tinggi, dimungkinkan CO yang tinggi berasal dari asap kendaraan

bermotor di terminal bus.

Faktor lain yang mempengaruhi kadar CO di udara menurut Wardhana

(2001) adalah suhu, angin, kelembaban, sinar matahari dan tekanan udara. Suhu

tinggi merupakan pemicu terjadinya gas CO karena pada suhu tinggi CO2 akan

diuraikan menjadi CO dan O. Angin dapat mengurangi konsentrasi CO karena

dipindahkan ke tempat lain. Kelembaban udara yang tinggi dapat melarutkan CO.

Sedangkan tekanan udara yang tinggi dapat menahan polutan CO pada suatu

daerah, sehingga konsentrasi CO di suatu daerah dapat lebih tinggi dibandingkan

dengan daerah lain.

Kadar CO berdasarkan hasil pengukuran di lokasi TA sebesar 37,5 ppm,

sedangkan di lokasi PB sebesar 12,5 ppm dengan waktu pengukuran 20 menit.

Baku mutu ambien karbon monoksida (CO) menurut SK Menteri Negara

Kependudukan dan Lingkungan Hidup No. KEP.03/MENKLH/II/1991 tanggal 1

Februari 1991 adalah 20 ppm dengan waktu pengukuran 8 jam. Jadi, kualitas

udara dengan parameter CO di lokasi Perumahan Taman Anggrek dan

Page 13: Toksikologi Lap

Perempatan Palma BCA Purwokerto tergolong tercemar CO karena sangat

melebihi nilai baku mutu ambien.

Konsentrasi NO2 berdasarkan hasil pengukuran selama 10 menit di lokasi

PB dan TA adalah sama, yaitu 0,14 ppm. Kadar tersebut melebihi nilai baku mutu

ambien NO2 menurut SK Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup

No. KEP.03/MENKLH/II/1991 tanggal 1 Februari 1991, yaitu sebesar 20 ppm

dengan waktu pengukuran 24 jam. Sehingga dapat dikatakan bahwa kedua

lingkungan tersebut tercemar oleh NO2.

Nitrogen oksida dapat menimbulkan keracunan pada darah seperti halnya

karbon monoksida. Menurut Casarett and John (1975), pemaparan NO2 pada

konsentrasi yang tinggi dapat menyebabkan kematian karena edema paru-paru.

Kendaraan bermotor bukan merupakan sumber pencemar NO2. Oleh karenanya

perbedaan jumlah kendaraan yang melintas pada kedua lokasi bukan merupakan

faktor yang penting. Sumber pencemar NO2 yaitu dari pembakaran pada suhu

tinggi. Menurut Fardiaz (1992), jumlah NO2 yang terdapat di udara dipengaruhi

oleh suhu pembakaran. Semakin tinggi suhu pembakaran, semakin tinggi pula

konsentrasi NOx pada keadaan ekuilibrium.

Hasil pengukuran konsentrasi SO2 di udara selama 30 menit pada kedua

lokasi menunjukkan bahwa kadar pencemaran udara oleh SO2 sangat kecil. Pada

lokasi PB kandungan SO2 dapat dikatakan tidak ada sama sekali atau 0 ppm,

sedangkan pada lokasi TA kadar SO2 dalam udara hanya 0,03 ppm. Baku mutu

ambien SO2 menurut SK Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup

No. KEP.03/MENKLH/II/1991 tanggal 1 Februari 1991 adalah 0,1 ppm dengan

waktu pengukuran 24 jam. Dengan demikian kedua lokasi dapat dikatakan belum

Page 14: Toksikologi Lap

tercemar oleh SO2 karena kadarnya masih memenuhi nilai baku mutu udara

ambien.

Lokasi TA memiliki kandungan SO2 yang lebih tinggi disbanding lokasi

PB. Hal itu dapat disebabkan oleh factor-faktor lingkungan. Menurut Wardhana

(2001), penyebaran gas SO2 ke lingkungan tergantung dari keadaan meteorology

dan geografi setempat. Kelembaban udara yang tinggi akan mempengaruhi

kecepatan perubahan SO2 menjadi asam sulfat dan asam sulfit yang akhirnya jatuh

sebagai hujan asam.

Sumber utama sulfur dioksida bukan berasal dari transportasi, melainkan

berasal dari pembakaran bahan-bahan yang mengandung sulfur, seperti

pembakaran batu arang, minyak bakar, gas, kayu, dan sebagainya. Gas buangan

dari proses-proses industri juga merupakan sumber pencemar SO2. Pabrik

peleburan baja merupakan industri yang menghasilkan SO2 terbesar. Di sekitar

lokasi TA maupun PB tidak terdapat tempat-tempat yang dimungkinkan

merupakan sumber pencemar SO2, oleh karenanya kedua lokasi tidak

mengandung SO2 dalam jumlah tinggi.

H2S merupakan bentuk lain dari sulfur yang terdapat di atmosfer. Besarnya

konsentrasi H2S berdasarkan hasil pengukuran selama 30 menit di lokasi TA

adalah 0,035 ppm, sedangkan di lokasi PB adalah 0,02 ppm. Baku mutu ambien

H2S menurut SK Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No.

KEP.03/MENKLH/II/1991 tanggal 1 Februari 1991 adalah 0,03 ppm dengan

waktu pengukuran 30 menit. Berdasarkan nilai tersebut berarti kadar H2S pada

loksi TA maupun PB masih memenuhi standar baku mutu ambien.

Page 15: Toksikologi Lap

Faktor yang berperan penting dalam peningkatan konsentrasi H2S di

lingkungan adalah iklim dan topografi. Kelembaban yang tinggi akan melarutkan

H2S, angin akan membawa polutan ke suatu tempat yang jauh, dan tekanan udara

yang tinggi dapat menahan polutan di suatu daerah.

Kadar NH3 dari hasil pengukuran adalah 2,064 pada lokasi PB dan 1,72

pada lokasi TA dengan waktu pengukuran masing-masing 10 menit. Kadar

tersebut sangat melebihi nilai baku mutu ambien NH3 menurut SK Menteri

Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No. KEP.03/MENKLH/II/1991

tanggal 1 Februari 1991, yaitu sebesar 2 ppm dengan waktu pengukuran 24 jam.

Lebih tingginya konsentrasi NH3 di lokasi PB daripada lokasi TA dapat

disebabkan oleh perbedaan temperatur kedua lokasi. Menurut (Kir, et al., 2004),

peningkatan temperatur akan mempengaruhi peningkatan konsentrasi amonia.

Kemungkinan temperatur udara di lokasi PB pada saat pengukuran lebih tinggi

dibanding lokasi TA. Selain faktor tersebut, jumlah kendaraan yang melintasi

lokasi pengukuran juga menentukan kadar NH3. Salah satu sumber polutan NH3

berasal dari transportasi. Semakin banyak jumlah kendaraan yang melintas,

semakin besar tingkat pencemaran oleh NH3. Hasil pengukuran sesuai dengan

teori tersebut.

Page 16: Toksikologi Lap

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa pada

Perumahan Taman Anggrek dan Perempatan Palma BCA konsentrasi CO, NO2,

dan NH3 tidak memenuhi baku mutu udara ambien, sedangkan konsentrasi SO2

dan H2S memenuhi standar baku mutu udara ambien yang telah ditetapkan.

B. Saran

Kualitas udara hendaknya selalu dijaga agar kandungan bahan-bahan

pencemar tidak melebihi nilai baku mutu ambien. Jika konsentrasi bahan

pencemar di udara sangat tinggi, hal itu dapat membahayakan kesahatan manusia,

hewan maupun tumbuh-tumbuhan yang ada di lingkungan tersebut. Sebaiknya

penggunaan kendaraan bermotor serta mesin-mesin pabrik yang menghasilkan

polutan dapat diminimalisasi atau hanya digunakan sesuai dengan keperluan

sehingga tingkat pencemaran yang ditimbulkan dapat dikurangi.

Page 17: Toksikologi Lap

DAFTAR REFERENSI

Arifin, Muhamad. 1998. Pencemaran Karbon Monoksida (CO). Jurnal Sains dan Teknologi Edisi Desember.

Casarett, L. J. and John Doull. 1975. Toxicology The Basic Science of Poisons. McMillan Publishing Co. Inc., New York.

Fardiaz, Srikandi. 1992. Polusi Air dan Udara. Kanisius, Yogyakarta.

Kir, M., M. Kumlu, and O. T. Eroldogan. 2004. Effects of Temperature on Acute Toxicity of Ammonia to Penaeus semisulcatus Juveniles. Journal Aquaculture 241: 479–489.

Lu, Frank C. 1995. Toksikologi Dasar : Asas, Organ Sasaran dan Penilaian Risiko Edisi 2. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Palar, Heryando. 1994. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Rineka Cipta, Jakarta.

Wardhana, W. A. 2001. Dampak Pencemaran Lingkungan. Penerbit Andi, Yogyakarta.

Yu, Ming-Ho. 2000. Environmental Toxicology Impacts of Environmental Toxicants on Living Systems. Lewis Publishers. New York.


Top Related