Transcript

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangPeritonitis merupakan keadaan yang sangat serius. Diagnosa dini dan diikuti dengan tindakan Bedah yang cepat serta terapi suportif lain dapat menekan angka mortalitas yang tinggi.1 Di daerah tropis, penyebab peritonitis berbeda dengan di daerah beriklim dingin dan menurut D.J.B. Falconer, reaksi peritoneum pada penduduk asli Afrika jauh lebih ringan daripada orang Eropa, sehingga rigiditas dan resistensi muskuler kurang nyata dan nyeri tekan dapat menjadi satu-satunya tanda yang positif.2Peritoneum itu sendiri merupakan lapisan sel mesotel yang meliputi rongga perut (peritoneum parietale) dan alat tubuh dalam rongga perut (peritoenum viserale) berasal dari lapisan mesoderm embrional dimana fungsi peritoneum merupakan suatu membran semi permiabel untuk dialisis yang terus menerus membuat dan mengabsorbsi cairan jernih, serta memisahkan zat-zat satu sama lain.3Jumlah seluruh permukaan peritoneum lebih kurang 1,8 m2 mendekati luas permukaan kulit tubuh peritoneum menutupi semua organ-organ intestinal dan dinding abdomen, diafragma, retroperitoneum dan pelvis.4Peradangan peritoenum yang meluas atau peritonitis generalisata merupakan satu-satunya penyebab kematian yang paling sering. Pada kebanyakan kasus, kecuali kalau penderitanya benar-benar sudah berada dalam keadaan akan meninggal, tindakan membuka abdomen segera atau kemudian harus dilakukan demi tujuan drainase.2Pada kepustakaan barat sering dilaporkan bahwa pasien kolesistitis akut umumnya wanita, gemuk dan berusia di atas 40 tahun. Tetapi menurut Lesmana L.A dan kawan-kawan hal ini sering tidak sesuai untuk pasien-pasien di negara kita.Menurut R. Simandibrata peritonitis primer terjadi biasanya pada anak-anak dengan sindrom nefrotik atau sirosis hati. Lebih banyak terdapat pada anak perermpuan daripada anak laki-laki.

1.2Rumusan Masalah 1. Bagaimana menegakkan diagnosis peritonitis dan appendicitis? 2. Bagaimana penatalaksanaan peritonitis dan appendicitis?

1.3Tujuan 1. Mengetahui cara menegakkan diagnosis peritonitis dan appendicitis. 2.Mengetahui penatalaksanaan peritonitis dan appendicitis.

1.4Manfaat Menambah pengetahuan mengenai cara penegakan diagnosis dan penatalaksanaan peritonitis dan appendicitis.

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA2.1 Definisi PeritonitisPeritonitis adalahperadanganyang biasanya disebabkan olehinfeksipada selaput rongga perut (peritoneum). Peradangan ini sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnyaapendisitis,salpingitis, perforasi ulkus gastroduodenal), ruptura saluran cerna, komplikasi pascaoperasi, iritasi kimiawi, atau dari luka tembus abdomen.1

2.2 Anatomi Lambung Lambung merupakan bagian sistem gastrointestinal yang terletak di antara esofagus dan duodenum. Dari hubungan anatomi topografik lambung-duodenum dengan hati, pankreas, dan limpa, dapat diperkirakan bahwa tukak peptik akan mengalami perforasi ke rongga sekitarnya secara bebas atau penetrasi ke dalam organ di dekatnya, bergantung pada letak tukak.1,2 Berdasarkan faalnya, lambung dibagi dalam dua bagian. Tiga perempat proksimal yang terdiri dari fundus dan korpus, berfungsi sebagai penampung makanan yang ditelan serta tempat produksi asam lambung dan pepsin, sedangkan dinding korpus, apalagi antrum, tebal, dan kuat lapisan ototnya.Ciri yang cukup menonjol pada anatomi lambung adalah peredaran darahnya yang sangat kaya dan berasal dari empat jurusan dengan pembuluh nadi besar di pinggir kurvatura mayor dan minor serta dalam dinding lambung. Di belakang dan tepi medial duodenum, juga ditemukan arteri besar (a.gastroduodenalis). Perdarahan hebat bisa terjadi karena erosi dinding arteri itu pada tukak peptik lambung atau duodenum.Vena dari lambung duodenum bermuara ke vena porta. Peredaran vena ini kaya sekali dengan hubungan kolateral ke organ yang ada hubungan embrional dengan lambung dan duodenum.1Saluran limfe dari lambung juga cukup rumit. Semuanya akan berakhir di kelenjar paraaorta dan preaorta di pangkal mesenterium embrional. Antara lambung dan pangkal embrional itu terdapat kelenjar limf yang letaknya tersebar di mana-mana akibat putaran embrional.2Persarafan simpatis lambung seperti biasa melalui serabut saraf yang menyertai arteri. Impuls nyeri dihantarkan melalui serabut eferen saraf simpatis. Serabut parasimpatis berasal dari n.vagus dan mengurus sel parietal di fundus dan korpus lambung. Nervus vagus anterior (sinister) memberikan cabang ke kandung empedu, hati dan antrum sebagai saraf Laterjet anterior, sedangkan n.vagus posterior (dekstra) memberikan cabang ke ganglion seliakus untuk visera lain di perut kan ke antrum sebagai saraf Laterjet posterior.1,2

2.3 Fisiologi Lambung Fungsi lambung adalah sebagai penyimpanan, emulsifikasi, pencernaan awal oleh asam dan amilase saliva, dan transisi makanan menuju duodenum.2 Lambung dan duodenum terbentuk dari dilatasi foregut selama perkembangan minggu kelima dari kehamilan. Kecepatan perkembangan dinding kiri lebih cepat daripada dinding kanan, sehingga membentuk kurvatura mayor dan kurvatura minor. Putaran lambung menyebabkan saraf vagus kiri terletak pada bagian anterior dan vagus kanan terletak pada bagian posterior. Lambung biasanya terletak setentang vertebra T10 dan L3.2 Lambung mempunyai 4 bagian dan 2 mekanisme sfingter. Cardia adalah bagian paling proksimal dari lambung, yang bersamaan dengan esofagus. Kemudian terbentuk gastroesophageal junction pada daerah ini. Zona transisi ini dapat ditemukan 2-3 cm dibawah hiatus esofageal diaphragmatic dan mempunyai mekanisme esofageal sfingter. Fundus adalah sambungan paling atas dari lambung, terikat oleh diafragma pada superior dan spleen pada lateral. Sudut pada lambung dibentuk oleh fundus. Corpus adalah bagian paling besar pada lambung, terbentuk dari lengkungan besar dan lengkungan kecil. Incisura angularis membentuk sudut kasar sepanjang lengkung kecil dan menandai permulaan dari antrum atau prepilorik. Antrum atau prepilorik adalah 25% dari distal lambung. Antrum atau prepilorik dimulai dari incisura angularis dan berakhir pada pylorus. Sfingter bagian bawah adalah sfingter fisiologi. Sfingter ini adalah zona bertekanan tingi dari aktifitas muscular pada distal esofagus. Relaksasi dengan menelan memperbolehkan makanan masuk ke lambung. Kontraksinya mencegah refluks makanan dari lambung menuju esofagus. Pylorus adalah sfingter anatomi. Sfingter ini mengatur alur makanan dari lambung menuju duodenum.2 Lambung kaya akan pasokan darah. Disediakan oleh arteri gastrik kiri (cabang dari aksis celiaca) memperdarahi lengkungan kecil (proksimal), arteri gastrik kanan (cabang dari arteri hepatica komunis) memperdarahi lengkungan kecil (distal), arteri gastroepiploik kiri (cabang arteri splenika) memperdarahi lengkungan besar (proksimal), arteri gastroepiploik arteri (cabang dari arteri gastroduodenal) memperdarahi lengkungan besar (distal), dan vasa brevia (vena coroner) mempunyai anastomosis yang banyak dengan plexus vena esofageal (secara sistematis memperdarahi langsung ke vena azigos.2 Keempat lapisan dinding lambung adalah serosa, muskularis, muskularis serosa, dan mukosa. Lapisan serat-serat otot ditemukan pada muskularis dan inner oblique, middle circular, dan outer longitudinal. Morfologi mukosa dibentuk oleh kelenjar yang berbeda-beda pada cardia, fundus/corpus, dan pylorus/antrum.2

1) Rongga PeritoniumPeritoneum merupakan membran yang terdiri dari satu lapis sel mesothel yang dipisah dari jaringan ikat vaskuler dibawahnya oleh membrane basalis. Ia membentuk kantong tertutup dimana visera dapat bergerak bebas didalamnya. Peritoneum meliputi rongga abdomen sebagai peritoneum parietalis dan melekuk ke organ sebagai peritoneum viseralis. Pada rongga peritoneum dewasa sehat terdapat 100cc cairan peritoneal yang mengandung protein 3 g/dl. Sebagian besar berupa albumin. Jumlah sel normal adalah 33/mm3yang terdiri dari 45% makrofag, 45% sel T, 8% sisanya terdiri dari NK, sel B, eosinofil, dan sel mast serta sekretnya terutama prostasiklin dan PGE2. Bila terjadi peradangan jumlah PMN dapat meningkat sampai > 3000/mm3.8Dalam keadaan normal, 1/3 cairan dalam peritoneum di drainase melalui limfe diafragma sedang sisanya melalui peritoneum parietalis.4Relaksasi diafragma menimbulkan tekanan negatif sehingga cairan dan partikel termasuk bakteri akan tersedot ke stomata yaitu celah di mesothel difragma yang berhubungan dengan lacuna limfe untuk bergerak le limfe substernal. Kontraksi diafragma menutup stomata dan mendorong limfe ke mediastinum .7 Oleh karena itu, sangat penting menjamin berlangsungnya pernapasan spontan yang baik agarclearancebakteri peritoneum dapat berlangsung.4

2.4. Etiologi Infeksi peritoneal dapat diklasifikasikan sebagai bentuk: Peritonitis primer (Spontaneus)Disebabkan oleh invasi hematogen dari organ peritoneal yang langsung dari rongga peritoneum. Penyebab paling sering dari peritonitis primer adalahspontaneous bacterial peritonitis(SBP) akibat penyakit hepar kronis. Kira-kira 10-30% pasien dengan sirosis hepatis dengan ascites akan berkembang menjadi peritonitis bakterial.1 Peritonitis sekunderPenyebab peritonitis sekunder paling sering adalah perforasi appendicitis, perforasi gaster dan penyakit ulkus duodenale, perforasi kolon (paling sering kolon sigmoid) akibat divertikulitis, volvulus, kanker serta strangulasi usus halus.1

Tabel 1.1. Penyebab Peritonitis SekunderRegio AsalPenyebab

EsophagusBoerhaave syndromeMalignancyTrauma (mostly penetrating)Iatrogenic

StomachPeptic ulcer perforationMalignancy (eg, adenocarcinoma, lymphoma, gastrointestinal stromal tumor)Trauma (mostly penetrating)Iatrogenic

DuodenumPeptic ulcer perforationTrauma (blunt and penetrating)Iatrogenic

Biliary tractCholecystitisStone perforation from gallbladder (ie, gallstone ileus) or common ductMalignancyCholedochal cyst (rare)Trauma (mostly penetrating)Iatrogenic

PancreasPancreatitis (eg, alcohol, drugs, gallstones)Trauma (blunt and penetrating)Iatrogenic

Small bowelIschemic bowelIncarcerated hernia (internal and external)Closed loop obstructionCrohn diseaseMalignancy (rare)Meckel diverticulumTrauma (mostly penetrating)

Large bowel and appendixIschemic bowelDiverticulitisMalignancyUlcerative colitis and Crohn diseaseAppendicitisColonic volvulusTrauma (mostly penetrating)Iatrogenic

Uterus, salpinx, and ovariesPelvic inflammatory disease (eg, salpingo-oophoritis, tubo-ovarian abscess, ovarian cyst)Malignancy (rare)Trauma (uncommon)

Peritonitis tertierPeritonitis yang mendapat terapi tidak adekuat, superinfeksi kuman, dan akibat tindakan operasi sebelumnya.Sedangkan infeksi intraabdomen biasanya dibagi menjadigeneralized(peritonitis) danlocalized(abses intra abdomen).1

2.5. Patofisiologi Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalahkeluarnya eksudat fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses)terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang menempel menjadisatu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapidapat menetap sebagai pita-pita fibrosa, yang kelak dapatmengakibatkan obstuksi usus.5 Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler danmembran mengalamikebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksisecara cepat dan agresif, maka dapatmenimbulkan kematian sel.Pelepasan berbagai mediator, seperti misalnya interleukin, dapatmemulai respon hiperinflamatorius, sehingga membawa keperkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karenatubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan cara retensicairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga ikutmenumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah jantung, tapiini segera gagal begitu terjadi hipovolemia.5 Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dindingabdomen mengalami oedem.Oedem disebabkan olehpermeabilitas pembuluh darah kapiler organ-organ tersebutmeninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum danlumen-lumen usus serta oedem seluruh organ intra peritoneal danoedem dinding abdomen termasuk jaringan retroperitonealmenyebabkan hipovolemia. Hipovolemia bertambah denganadanya kenaikan suhu, masukan yang tidak ada, serta muntah.Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan lumen usus, lebihlanjut meningkatkan tekana intra abdomen, membuat usahapernapasan penuh menjadi sulit dan menimbulkan penurunanperfusi.5 Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaanperitoneum atau bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitisumum. Dengan perkembangan peritonitis umum, aktivitasperistaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudianmenjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang kedalamlumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasidan oliguria. Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkungusus yang meregang dan dapat mengganggu pulihnyapergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus.5 Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus dapatmenimbulkan ileus karena adanya gangguan mekanik (sumbatan)maka terjadi peningkatan peristaltik usus sebagai usaha untukmengatasi hambatan. Ileus ini dapat berupa ileus sederhana yaitu obstruksi usus yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah dandapat bersifat total atau parsial, pada ileus stangulasi obstruksidisertai terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemi yangakan berakhir dengan nekrosis atau ganggren dan akhirnya terjadiperforasi usus dan karena penyebaran bakteri pada ronggaabdomen sehingga dapat terjadi peritonitis.5 Tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut usus halus yangdisebabkan kuman S. Typhi yang masuk tubuh manusia melaluimulut dari makan dan air yang tercemar. Sebagian kumandimusnahkan oleh asam lambung, sebagian lagi masuk keusushalus dan mencapai jaringan limfoid plaque peyeri di ileumterminalis yang mengalami hipertropi ditempat ini komplikasiperdarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi, perforasi ileumpada tifus biasanya terjadi pada penderita yang demam selamakurang lebih 2 minggu yang disertai nyeri kepala, batuk danmalaise yang disusul oleh nyeri perut, nyeri tekan, defansmuskuler, dan keadaan umum yang merosot karena toksemia.5 Perforasi tukak peptik khas ditandai oleh perangsangan peritoneumyang mulai di epigastrium dan meluas keseluruh peritonium akibatperitonitis generalisata. Perforasi lambung dan duodenum bagiandepan menyebabkan peritonitis akut. Penderita yang mengalamiperforasi ini tampak kesakitan hebat seperti ditikam di perut. Nyeriini timbul mendadak terutama dirasakan di daerah epigastriumkarena rangsangan peritonium oleh asam lambung, empedu danatau enzim pankreas. Kemudian menyebar keseluruh perutmenimbulkan nyeri seluruh perut pada awal perforasi, belum adainfeksi bakteria, kadang fase ini disebut fase peritonitis kimia,adanya nyeri di bahu menunjukkan rangsanganperitoneumberupa mengenceran zat asam garam yang merangsang, ini akanmengurangi keluhan untuk sementara sampai kemudian terjadiperitonitis bacteria.5 Pada apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatanlumen apendiks oleh hiperplasi folikel limfoid, fekalit, benda asing,striktur karena fibrosis dan neoplasma. Obstruksi tersebutmenyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalamibendungan,makin lama mukus tersebut makin banyak, namunelastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehinggamenyebabkan peningkatan tekanan intralumen dan menghambataliran limfe yang mengakibatkan oedem, diapedesis bakteri,ulserasi mukosa, dan obstruksi vena sehingga udem bertambahkemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dindingapendiks yang diikuti dengan nekrosis atau ganggren dindingapendiks sehingga menimbulkan perforasi dan akhirnyamengakibatkan peritonitis baik lokal maupun general.5 Pada trauma abdomen baik trauma tembus abdomen dan traumatumpul abdomen dapat mengakibatkan peritonitis sampai dengansepsis bila mengenai organ yang berongga intra peritonial.Rangsangan peritonial yang timbul sesuai dengan isi dari organberongga tersebut, mulai dari gaster yang bersifat kimia sampaidengan kolon yang berisi feses. Rangsangan kimia onsetnyapaling cepat dan feses paling lambat. Bila perforasi terjadi dibagianatas, misalnya didaerah lambung maka akan terjadi perangsangansegera sesudah trauma dan akan terjadi gejala peritonitis hebatsedangkan bila bagian bawah seperti kolon, mula-mula tidakterjadi gejala karena mikroorganisme membutuhkan waktu untukberkembang biak baru setelah 24 jam timbul gejala akut abdomenkarena perangsangan peritoneum .5

2.6. Tanda dan Gejala Gejala dan tanda biasanya berhubungan dengan proses penyebaran di dalam rongga abdomen. Beratnya gejala berhubungan dengan beberapa faktor yaitu: lamanya penyakit, perluasan dari kontaminasi cavum peritoneum dan kemampuan tubuh untuk melawan, usia serta tingkat kesehatan penderita secara umum.6Manifestasi klinis dapat dibagi menjadi (1) tanda abdomen yang berasal dari awal peradangan dan (2) manifestasi dari infeksi sistemik. Penemuan lokal meliputi nyeri abdomen, nyeri tekan, kekakuan dari dinding abdomen, distensi, adanya udara bebas pada cavum peritoneum dan menurunnya bising usus yang merupakan tanda iritasi dari peritoneum parietalis dan menyebabkan ileus. Penemuan sistemik meliputi demam, menggigil, takikardi, berkeringat, takipneu, gelisah, dehidrasi, oliguria, disorientasi dan pada akhirnya dapat menjadi syok.3

Gejala Nyeri abdomenNyeri abdomen merupakan gejala yang hampir selalu ada pada peritonitis. Nyeri biasanya datang dengan onset yang tiba-tiba, hebat dan pada penderita dengan perforasi nyerinya didapatkan pada seluruh bagian abdomen.3 Seiring dengan berjalannya penyakit, nyeri dirasakan terus-menerus, tidak ada henti-hentinya, rasa seperti terbakar dan timbul dengan berbagai gerakan. Nyeri biasanya lebih terasa pada daerah dimana terjadi peradangan peritoneum. Menurunnya intensitas dan penyebaran dari nyeri menandakan adanya lokalisasi dari proses peradangan, ketika intensitasnya bertambah meningkat disertai dengan perluasan daerah nyeri menandakan penyebaran dari peritonitis.9 Anoreksia, mual, muntah dan demamPada penderita juga sering didapatkan anoreksia, mual dan dapat diikuti dengan muntah. Penderita biasanya juga mengeluh haus dan badan terasa seperti demam sering diikuti dengan menggigil yang hilang timbul. Meningkatnya suhu tubuh biasanya sekitar 38OC sampai 40OC.9 Facies HipocratesPada peritonitis berat dapat ditemukan fascies Hipocrates. Gejala ini termasuk ekspresi yang tampak gelisah, pandangan kosong, mata cowong, kedua telinga menjadi dingin, dan muka yang tampak pucat.6Penderita dengan peritonitis lanjut dengan fascies Hipocrates biasanya berada pada stadium pre terminal. Hal ini ditandai dengan posisi mereka berbaring dengan lutut di fleksikan dan respirasi interkosta yang terbatas karena setiap gerakan dapat menyebabkan nyeri pada abdomen.6Tanda ini merupakan patognomonis untuk peritonitis berat dengan tingkat kematian yang tinggi, akan tetapi dengan mengetahui lebih awal diagnosis dan perawatan yang lebih baik, angka kematian dapat lebih banyak berkurang. SyokPada beberapa kasus berat, syok dapat terjadi oleh karena dua factor. Pertama akibat perpindahan cairan intravaskuler ke cavum peritoneum atau ke lumen dari intestinal. Yang kedua dikarenakan terjadinya sepsis generalisata.6Yang utama dari septicemia pada peritonitis generalisata melibatkan kuman gram negative diman dapat menyebabkan terjadinya tahap yang menyerupai syok. Mekanisme dari fenomena ini belum jelas, akan tetapi dari penelitian diketahui bahwa efek dari endotoksin pada binatang dapat memperlihatkan sindrom atau gejala-gejala yang mirip seperti gambaran yang terlihat pada manusia.6

Tanda Tanda VitalTanda vital sangat berguna untuk menilai derajat keparahan atau komplikasi yang timbul pada peritonitis. Pada keadaan asidosis metabolic dapat dilihat dari frekuensi pernafasan yang lebih cepat daripada normal sebagai mekanisme kompensasi untuk mengembalikan ke keadaan normal. Takikardi, berkurangnya volume nadi perifer dan tekanan nadi yang menyempit dapat menandakan adanya syok hipovolemik. Hal-hal seperti ini harus segera diketahui dan pemeriksaan yang lebih lengkap harus dilakukan dengan bagian tertentu mendapat perhatian khusus untuk mencegah keadaan yang lebih buruk.9

Pemeriksaan Fisik InspeksiTanda paling nyata pada penderita dengan peritonitis adalah adanya distensi dari abdomen. Akan tetapi, tidak adanya tanda distensi abdomen tidak menyingkirkan diagnosis peritonitis, terutama jika penderita diperiksa pada awal dari perjalanan penyakit, karena dalam 2-3 hari baru terdapat tanda-tanda distensi abdomen. Hal ini terjadi akibat penumpukan dari cairan eksudat tapi kebanyakan distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitik.6

Gambar 1.1. Distensi abdomen

PalpasiPalpasi adalah bagian yang terpenting dari pemeriksaan abdomen pada kondisi ini. Kaidah dasar dari pemeriksaan ini adalah dengan palpasi daerah yang kurang terdapat nyeri tekan sebelum berpindah pada daerah yang dicurigai terdapat nyeri tekan. Ini terutama dilakukan pada anak dengan palpasi yang kuat langsung pada daerah yang nyeri membuat semua pemeriksaan tidak berguna. Kelompok orang dengan kelemahan dinding abdomen seperti pada wanita yang sudah sering melahirkan banyak anak dan orang yang sudah tua, sulit untuk menilai adanya kekakuan atau spasme dari otot dinding abdomen. Penemuan yang paling penting adalah adanya nyeri tekan yang menetap lebih dari satu titik. Pada stadium lanjut nyeri tekan akan menjadi lebih luas dan biasanya didapatkan spasme otot abdomen secara involunter. Orang yang cemas atau yang mudah dirangsang mungkin cukup gelisah, tapi di kebanyakan kasus hal tersebut dapat dilakukan dengan mengalihkan perhatiannya. Nyeri tekan lepas timbul akibat iritasi dari peritoneum oleh suatu proses inflamasi. Proses ini dapat terlokalisir pada apendisitis dengan perforasi local, atau dapat menjadi menyebar seperti pada pancreatitis berat. Nyeri tekan lepas dapat hanya terlokalisir pada daerah tersebut atau menjalar ke titik peradangan yang maksimal.6Pada peradangan di peritoneum parietalis, otot dinding perut melakukan spasme secara involunter sebagai mekanisme pertahanan. Pada peritonitis, reflek spasme otot menjadi sangat berat seperti papan.9

PerkusiPenilaian dari perkusi dapat berbeda tergantung dari pengalaman pemeriksa. Hilangnya pekak hepar merupakan tanda dari adanya perforasi intestinal, hal ini menandakan adanya udara bebas dalam cavum peritoneum yang berasal dari intestinal yang mengalami perforasi. Biasanya ini merupakan tanda awal dari peritonitis.6Jika terjadi pneumoperitoneum karena rupture dari organ berongga, udara akan menumpuk di bagian kanan abdomen di bawah diafragma, sehingga akan ditemukan pekak hepar yang menghilang.9

AuskultasiAuskultasi harus dilakukan dengan teliti dan penuh perhatian. Suara usus dapat bervariasi dari yang bernada tinggi pada seperti obstruksi intestinal sampai hamper tidak terdengar suara bising usus pada peritonitis berat dengan ileus. Adanya suaraborborygmidan peristaltic yang terdengar tanpa stetoskop lebih baik daripada suara perut yang tenang. Ketika suara bernada tinggi tiba-tiba hilang pada abdomen akut, penyebabnya kemungkinan adalah perforasi dari usus yang mengalami strangulasi.6

2.7. Pemeriksaan Penunjang2.7.1 LaboratoriumEvaluasi laboratotium hanya dilakukan jika adanya hubungan antara riwayat penyakit dengan pemeriksaan fisik. Tes yang paling sederhana dilakukan adalah termasuk hitung sel darah dan urinalisis. Pada kasus peritonitis hitung sel darah putih biasanya lebih dari 20.000/mm3, kecuali pada penderita yang sangat tua atau seseorang yang sebelumnya terdapat infeksi dan tubuh tidak dapat mengerahkan mekanisme pertahanannya.6Pada perhitungan diferensial menunjukkan pergeseran ke kiri dan didominasi oleh polimorfonuklear yang memberikan bukti adanya peradangan, meskipun jumlah leukosit tidak menunjukkan peningkatan yang nyata. Analisa gas darah, serum elektrolit, faal pembekuan darah serta tes fungsi hepar dan ginjal dapat dilakukan.3

2.7.2 RadiologiPemeriksaan radiologi pada kebanyakan kasus peritonitis hanya mencakup foto thorak PA dan lateral serta foto polos abdomen. Pada foto thorak dapat memperlihatkan proses pengisian udara di lobus inferior yang menunjukkan proses intraabdomen. Dengan menggunakan foto polos thorak difragma dapat terlihat terangkat pada satu sisi atau keduanya akibat adanya udara bebas dalam cavum peritoneum daripada dengan menggunakan foto polos abdomen.6

Gambar 2.2. Pneumoperitoneum pada foto thorax posisi berdiri

Sejalan dengan penemuan klinis, metode tambahan yang dapat dilakukan adalah : foto polos abdomen pada posisi berdiri, ultrasonografi dengan vesika urinaria penuh, CT-scan murni dan CT-scan dengan kontras. Jika temuan foto Rontgen dan ultrasonografi tidak jelas, sebaiknya jangan ragu untuk menggunakan CT-scan, dengan pertimbangan metode ini dapat mendeteksi cairan dan jumlah udara yang sangat sedikit sekali. CT scan abdomen adalah metode yang jauh lebih sensitif untuk mendeteksi udara setelah perforasi, bahkan jika udara tampak seperti gelembung dan saat pada foto rontgen murni dinyatakan negatif. Oleh karena itu, CT scan sangat efisien untuk deteksi dini perforasi gaster.6

2.8. Diagnosis Diagnosis dari peritonitis dapat ditegakkan dengan adanya gambaran klinis, pemeriksaan laboratorium dan X-Ray.

2.8.1 Gambaran klinisGambaran klinisnya tergantung pada luas peritonitis, berat peritonitis dan jenis organisme yang bertanggung jawab. Peritonitis dapat lokal, menyebar, atau umum. Gambaran klinis yang biasa terjadi pada peritonitis bakterial primer yaitu adanya nyeri abdomen, demam, nyeri lepas tekan dan bising usus yang menurun atau menghilang. Sedangkan gambaran klinis pada peritonitis bakterial sekunder yaitu adanya nyeri abdominal yang akut. Nyeri ini tiba-tiba, hebat, dan pada penderita perforasi (misal perforasi ulkus), nyerinya menjadi menyebar keseluruh bagian abdomen. Selain nyeri, pasien biasanya menunjukkan gejala dan tanda lain yaitu nausea, vomitus, syok (hipovolemik, septik, dan neurogenik), demam, distensi abdominal, nyeri tekan abdomen dan rigiditas yang lokal, difus atau umum, dan secara klasik bising usus melemah atau menghilang. Gambaran klinis untuk peritonitis non bakterial akut sama dengan peritonitis bakterial.

2.8.2 Pemeriksaan laboratoriumPada pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya lekositosis, hematokrit yang meningkat dan asidosis metabolik.

2.8.3 Pemeriksaan X-RayIleus merupakan penemuan yang tidak khas pada peritonitis; usus halus dan usus besar berdilatasi. Udara bebas dapat terlihat pada kasus-kasus perforasi. Pada kasus peritonitis karena perdarahan, gambarannya tidak jelas pada foto polos abdomen. Gambaran akan lebih jelas pada pemeriksaan USG (ultrasonografi).Gambaran radiologis peritonitis karena perforasi dapat dilihat pada pemeriksaan foto polos abdomen 3 posisi. Pada dugaan perforasi apakah karena ulkus peptikum, pecahnya usus buntu atau karena sebab lain, tanda utama radiologi adalah :1. Posisitiduran, didapatkanpreperitonial fat menghilang, psoas line menghilang, dankekaburanpadacavum abdomen.2. Posisidudukatauberdiri, didapatkan free air subdiafragmaberbentukbulansabit (semilunair shadow).3. Posisi LLD, didapatkan free air intra peritonialpadadaerahperut yang paling tinggi. Letaknyaantarahatidengandinding abdomen atauantara pelvis dengandinding abdomen.Jadi gambaran radiologis pada peritonitis yaitu adanya kekaburan pada cavum abdomen, preperitonial fat dan psoas line menghilang, dan adanya udara bebas subdiafragma atau intra peritoneal.

2.9. Penatalaksanaan Tatalaksana utama pada peritonitis antara lain pemberian cairan dan elektrolit, kontrol operatif terhadap sepsis dan pemberian antibiotik sistemik.2.9.1 Penanganan Preoperatif Resusitasi CairanPeradangan yang menyeluruh pada membran peritoneum menyebabkan perpindahan cairan ekstraseluler ke dalam cavum peritoneum dan ruang intersisial.9Pengembalian volume dalam jumlah yang cukup besar melalui intravaskular sangat diperlukan untuk menjaga produksi urin tetap baik dan status hemodinamik tubuh. Jika terdapat anemia dan terdapat penurunan dari hematokrit dapat diberikan transfusi PRC (Packed Red Cells)atau WB (Whole Blood). Larutan kristaloid dan koloid harus diberikan untuk mengganti cairan yang hilang.3Secara teori, cairan koloid lebih efektif untuk mengatasi kehilangan cairan intravaskuler, tapi cairan ini lebih mahal. Sedangkan cairan kristaloid lebih murah, mudah didapat tetapi membutuhkan jumlah yang lebih besar karena kemudian akan dikeluarkan lewat ginjal.9Suplemen kalium sebaiknya tidak diberikan hingga perfusi dari jaringan dan ginjal telah adekuat dan urin telah diproduksi.9 AntibiotikBakteri penyebab tersering dari peritonitis dapat dibedakan menjadi bakteri aerob yaituE. Coli,golonganEnterobacteriaceaedanStreptococcus, sedangkan bakteri anaerob yang tersering adalahBacteriodes spp, Clostridium, Peptostreptococci.Antibiotik berperan penting dalam terpai peritonitis, pemberian antibiotik secara empiris harus dapat melawan kuman aerob atau anaerob yang menginfeksi peritoneum.9Pemberian antibiotik secara empiris dilakukan sebelum didapatkan hasil kultur dan dapat diubah sesuai dengan hasil kultur dan uji sensitivitas jika masih terdapat tanda infeksi. Jika penderita baik secara klinis yang ditandai dengan penurunan demam dan menurunnya hitung sel darah putih, perubahan antibiotik harus dilakukan dengan hati-hati meskipun sudah didapatkan hasil dari uji sensitivitas.6Efek pemberian antibiotik pada peritonitis tergantung kondisi-kondisi seperti: (1) besar kecilnya kontaminasi bakteri, (2) penyebab dari peritonitis trauma atau nontrauma, (3) ada tidaknya kuman oportunistik seperti candida. Agar terapi menjadi lebih efektif, terpai antibiotik harus diberikan lebih dulu, selama dan setelah operasi.9Pada umumnya Penicillin G 1.000.000 IU dan streptomycin 1 gram harus segera diberikan. Kedua obat ini merupakan bakterisidal jika dipertahankan dalam dosis tinggi dalam plasma. Kombinasi dari penicillin dan streptomycin juga memberikan cakupan dari bakteri gram negatif. Penggunaan beberapa juta unit dari peniillin dan 2 gram streptomycin sehari sampai didapatkan hasil kultur merupakan regimen terpai yang logis. Pada penderita yang sensitif terhadap penicillin, tetracycline dosis tinggi yang diberikan secara parenteral lebih baik daripada chloramphenicol pada stadium awal infeksi.6Pemberian clindamycin atau metronidazole yang dikombinasi dengan aminoglikosida sama baiknya jika memberikan cephalosporin generasi kedua.9Antibiotik awal yang digunakan cephalosporin generasi ketiga untuk gram negatif, metronidazole dan clindamycin untuk organisme anaerob.3Daya cakupan dari mikroorganisme aerob dan anerob lebih penting daripada pemilihan terapi tunggal atau kombinasi. Pemberian dosis antibiotikal awal yang kurang adekuat berperan dalam kegagalan terapi. Penggunaan aminoglikosida harus diberikan dengan hati-hati, karena gangguan ginjal merupakan salah satu gambaran klinis dari peritonitis dan penurunan pH intraperitoneum dapat mengganggu aktivitas obat dalam sel. Pemberian antibiotik diberikan sampai penderita tidak didapatkan demam, dengan hitung sel darah putih yang normal.3

Oksigen dan VentilatorPemberian oksigen pada hipoksemia ringan yang timbul pada peritonitis cukup diperlukan, karena pada peritonitis terjadi peningkatan dari metabolism tubuh akibat adanya infeksi, adanya gangguan pada ventilasi paru-paru. Ventilator dapat diberikan jika terdapat kondisi-kondisi seperti (1) ketidakmampuan untuk menjaga ventilasi alveolar yang dapat ditandai dengan meningkatnya PaCO250 mmHg atau lebih tinggi lagi, (2) hipoksemia yang ditandai dengan PaO2kurang dari 55 mmHg, (3) adanya nafas yang cepat dan dangkal.9 Intubasi, Pemasangan Kateter Urin dan Monitoring HemodinamikPemasangannasogastric tubedilakukan untuk dekompresi dari abdomen, mencegah muntah, aspirasi dan yang lebih penting mengurangi jumlah udara pada usus. Pemasangan kateter untuk mengetahui fungsi dari kandung kemih dan pengeluaran urin. Tanda vital (temperature, tekanan darah, nadi danrespiration rate) dicatat paling tidak tiap 4 jam. Evaluasi biokimia preoperative termasuk serum elektrolit, kratinin, glukosa darah, bilirubin, alkali fosfatase dan urinalisis.9

2.9.2Penanganan Operatif Terapi primer dari peritonitis adalah tindakan operasi. Operasi biasanya dilakukan untuk mengontrol sumber dari kontaminasi peritoneum. Tindakan ini berupa penutupan perforasi usus, reseksi usus dengan anstomosis primer atau dengan exteriorasi. Prosedur operasi yang spesifik tergantung dari apa yang didapatkan selama operasi berlangsung, serta membuang bahan-bahan dari cavum peritoneum seperti fibrin, feses, cairan empedu, darah, mucus lambung dan membuat irigasi untuk mengurangi ukuran dan jumlah dari bakteri virulen.9 Kontrol Sumber InfeksiTujuan dari penanganan operatif pada peritonitis adalah untuk menghilangkan semua material-material yang terinfeksi, mengkoreksi penyebab utama peritonitis dan mencegah komplikasi lanjut. Kecuali pada peritonitis yang terlokalisasi, insisi midline merupakan teknik operasi yang terbaik. Jika didapatkan jaringan yang terkontaminasi dan menjadi fibrotik atau nekrosis, jaringan tersebut harus dibuang. Radikal debridement yang rutin dari seluruh permukaan peritoneum dan organ dalam tidak meningkatkan tingkat bertahan hidup. Penyakit primer lalu diobati, dan mungkin memerlukan tindakan reseksi (ruptur apendik atau kandung empedu), perbaikan (ulkus perforata) atau drainase (pankreatitis akut). Pemeriksaan kultur cairan dan jaringan yang terinfeksi baik aerob maupun anaerob segera dilakukan setelah memasuki kavum peritoneum.9 Peritoneal LavagePada peritonitis difus,lavagedengan cairan kristaloid isotonik (> 3 liter) dapat menghilangkan material-material seperti darah, gumpalan fibrin, serta bakteri. Penambahan antiseptik atau antibiotik pada cairan irigasi tidak berguna bahkan berbahaya karena dapat memicu adhesi (misal: tetrasiklin, povidone-iodine). Antibiotik yang diberikan cecara parenteral akan mencapai level bakterisidal pada cairan peritoneum dan tidak ada efek tambahan pada pemberian bersamalavage. Terlebih lagi,lavagedengan menggunakan aminoglikosida dapat menyebabkan depresi nafas dan komplikasi anestesi karena kelompok obat ini menghambat kerja dari neuromuscular junction. Setelah dilakukanlavage, semua cairan di kavum peritoneum harus diaspirasi karena dapat menghambat mekanisme pertahanan lokal dengan melarutkan benda asing dan membuang permukaan dimana fagosit menghancurkan bakteri.3 Peritoneal DrainagePenggunaan drain sangat penting untuk abses intra abdominal dan peritonitis lokal dengan cairan yang cukup banyak. Drainase dari kavum peritoneal bebas tidak efektif dan tidak sering dilakukan, karena drainase yang terpasang merupakan penghubung dengan udara luar yang dapat menyebabkan kontaminasi. Drainase profilaksis pada peritonitis difus tidak dapat mencegah pembentukan abses, bahkan dapat memicu terbentuknya abses atau fistula. Drainase berguna pada infeksi fokal residual atau pada kontaminasi lanjutan. Drainase diindikasikan untuk peradangan massa terlokalisasi atau kavitas yang tidak dapat direseksi.3

2.9.3 Penanganan Post OperatifMonitor intensif, bantuan ventilator, mutlak dilakukan pada pasien yang tidak stabil. Tujuan utama adalah untuk mencapai stabilitas hemodinamik untuk perfusi organ-organ vital., dan mungkin dibutuhkan agen inotropik disamping pemberian cairan. Antibiotik diberikan selama 10-14 hari, bergantung pada keparahan peritonitis. Respon klinis yang baik ditandai dengan produksi urin yang normal, penurunan demam dan leukositosis, ileus menurun, dan keadaan umum membaik. Tingkat kesembuhan bervariasi tergantung pada durasi dan keparahan peritonitis. Pelepasan kateter (arterial, CVP, urin, nasogastric) lebih awal dapat menurunkan resiko infeksi sekunder.3

2.10. KomplikasiKomplikasi postoperatif sering terjadi dan umumnya dibagi menjadi komplikasi lokal dan sistemik. Infeksi pada luka dalam, abses residual dan sepsis intraperitoneal, pembentukan fistula biasanya muncul pada akhir minggu pertama postoperasi. Demam tinggi yang persisten, edema generalisata, peningkatan distensi abdomen, apatis yang berkepanjangan merupakan indikator adanya infeksi abdomen residual. Hal ini membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut misalnya CT-Scan abdomen. Sepsis yang tidak terkontrol dapat menyebabkan kegagalan organ yang multipel yaitu organ respirasi, ginjal, hepar, perdarahan, dan sistem imun.3

2.11. Prognosis Tingkat mortalitas dari peritonitis generalisata adalah sekitar 40%. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya tingkat mortalitas antara lain tipe penyakit primer dan durasinya, keterlibatan kegagalan organ multipel sebelum pengobatan, serta usia dan kondisi kesehatan awal pasien. Tingkat mortalitas sekitar 10% pada pasien dengan ulkus perforata atau apendisitis, pada usia muda, pada pasien dengan sedikit kontaminasi bakteri, dan pada pasien yang terdiagnosis lebih awal.3Ada beberapa faktor yang mempengaruhi mortalitas dan morbiditas pada keadaan perforasi gaster, diantaranyayaitu : Syok pada waktu masuk rumah sakit Penyakit penyerta Terlambat tindakan operasi ( lebih > 24 jam ) Operasi reseksi gaster Infeksi pasca operasi dan infeksi luka operasi Infeksi fungus pada peritoneum

DAFTAR PUSTAKA1. Brian, J. 2011.Peritonitis and Abdominal Sepsis. Diaksespada 17Januari 2014, http://emedicine.medscape.com/article/180234-overview#aw2aab6b2b4aa2. Jarrell.,Carabasi., 2008., NMS: Surgery 5thEdition., USA: Lippincott William&Wilkins. Hal: 199-2073. Doherty, Gerard. 2006.Peritoneal Cavity in Current Surgical Diagnosis & Treatment 12ed. USA: The McGraw-Hill Companies, Inc.4. Evans, HL. 2001.Tertiary Peritonitis (Recurrent Diffuse or Localized Disease) is not An Independent Predictor of Mortality in Surgical Patients with Intra Abdominal Infection. Surgical Infection (Larchmt); 2(4) : 255-63.5. Fauciet al. 2008.Harrisons Principal Of Internal Medicine Volume 1. McGraw Hill. Peritonitis halaman 808-810. 1916-1917.6. Coleet al. 1970. Cole and Zollinger Textbook of Surgery 9thEdition. Appelton-Century Corp, Hal 784-7957. Hau, T. 2003. Peritoneal Defense Mechanisms. Turk J Med Sci; 33: 131-4.8. Marshall, JC. 2003.Intensive Care Management of Intra Abdominal Infection. Critical Care Medicine; 31(8) : 2228-37.9. Schwartzet al. 1989. Principle of Surgery 5thEdition. Singapore: Mc.Graw-Hill. p.1459-1467.


Top Related