Edisi II / Mei 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 1
TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKAL
Sinyal Penguatan Ekonomi
EDISI II / MEI 2017
2 Edisi II / Mei 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal
Diterbitkan oleh: Badan Kebijakan Fiskal.
Pengarah: Kepala Badan Kebijakan Fiskal.
Penanggung Jawab: Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro.
Editor: Yoopi A, Noeroso L. Wahyudi, Syaifullah, Wahyu Utomo, Dewi Puspitasari, Thomas N, Suharto H, Endang Larasati.
Redaktur Pelaksana: Adriyanto.
Dewan Redaksi: Dwi Anggi Novianti, Taufan Pamungkas, Indra Budi, Abdul Aziz, Fathul Kamil, Yusuf Munandar, Bhayu Purnomo.
Desain Grafis: Rizki Saputri, Johan Zulkarnain, Bagus Handoko.
Foto Sampul/Foto Ilustrasi: Bramantiyo/Masyitha Mutiara Ramadhan
Sekretariat: Puguh, Innes Clara, Dhoni, Adi Triyono.
Alamat Redaksi: Gedung R.M. Notohamiprodjo, Jalan Dr. Wahidin Raya Nomor 1 Jakarta 10710.
Situs Web: www.fiskal.kemenkeu.go.id
Tinjauan Kebijakan Fiskal diterbitkan oleh Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian
Keuangan, dengan periode publikasi dwi-bulanan dan memuat mengenai
perkembangan kebijakan ekonomi, fiskal, dan keuangan terkini.
EDISI II / Mei 2017
Foto Sampul : Pembangunan Gedung di Kawasan Bekasi
Edisi II / Mei 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 3
Tinjauan
EKONOMI, KEUANGAN, & FISKAL
Edisi II / Mei 2017
4 Edisi II / Mei 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal
VISI
“Menjadi unit terpercaya dalam perumusan kebijakan fiskal dan sektor keuangan yang antisipatif dan responsif untuk mewujudkan masyarakat Indonesia sejahtera”
Edisi II / Mei 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 5
KATA PENGANTAR Sinyal penguatan ekonomi terus berlanjut. Aktivitas perdagangan dan harga komoditas global
yang membaik mendorong kinerja ekspor dan impor Indonesia sehingga mendukung
pencapaian pertumbuhan ekonomi 5,0 persen pada triwulan pertama 2017. Di sisi fiskal,
kinerja pelaksanaan anggaran juga terpantau mengalami perbaikan dibanding tahun lalu.
Kesuksesan pelaksanaan program Amnesti Pajak yang berakhir pada pada 31 Maret, juga
menandai momentum penguatan kebijakan fiskal ke depan. Kondisi makro dan fiskal yang
sehat ini diharapkan akan terus ditingkatkan melalui langkah-langkah reformasi yang terus
berjalan, serta posisi sovereign credit rating yang semakin kuat dengan diperolehnya
investment grade dari Standard and Poors.
Tinjauan Ekonomi, Keuangan, dan Fiskal Edisi II Tahun 2017 ini mengambil tajuk Sinyal
Penguatan Ekonomi yang mencoba menggambarkan perkembangan perekonomian global dan
domestik sepanjang triwulan pertama 2017. Tajuk yang diambil ini juga merefleksikan
optimisme atas kondisi di masa depan.
Tinjauan ini merupakan terbitan dwi-bulanan yang menyajikan data-data dan informasi terkini
mengenai ekonomi makro dan kebijakan fiskal. Diharapkan, materi yang terangkum dalam
Tinjauan ini dapat menjadi referensi bagi para pemangku kepentingan dan masyarakat luas
dalam memahami kondisi ekonomi dan kebijakan fiskal terkini. Dengan pemahaman tersebut,
para pemangku kepentingan dan masyarakat dapat memberikan quality control terhadap
kebijakan yang disusun pemerintah. Hal ini sejalan dengan visi Badan Kebijakan Fiskal sebagai
unit perumus kebijakan fiskal yang terpercaya, antisipatif, dan responsif.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Indonesia-Australia Government Partnership
Fund yang telah mendukung kelancaran terbitnya Tinjauan ini. Kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca sangat kami butuhkan untuk perbaikan ke depan.
Selamat membaca.
Mei 2017
Suahasil Nazara
Kepala Badan Kebijakan Fiskal
6 Edisi II / Mei 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal
DAFTAR ISI
Kata Pengantar 5
Daftar Isi 6
Abreviasi 7
Ringkasan Eksekutif 8
Executive Summary 10
Bagian I: Tinjauan Perkembangan Ekonomi Makro 13
A. Aktivitas Perekonomian Global Meningkat Pada Triwulan I 2017 14
B. Pertumbuhan PDB Triwulan I 2017: Keberlanjutan Momentum Perbaikan 19
C. Stabilitas Ekonomi Terjaga, Neraca Perdagangan Membaik 23
D. Pertumbuhan Kredit Perbankan Melambat 28
E. Perkembangan Pasar Modal Indonesia Sampai dengan Triwulan Pertama 2017 31
F. Tinjauan Stabilitas Sistem Keuangan Indonesia 34
Bagian II: Analisis Kinerja APBN Triwulan Pertama 2017 37
Review Kinerja APBN Triwulan Pertama 2017 38
Realisasi Program Amnesti Pajak 41
Lampiran Data Ekonomi Makro dan APBN 49
A. Data Perkembangan Indikator Ekonomi Makro 2016 50
B. Data Penyerapan APBN Hingga Triwulan Pertama 2017 51
Edisi II / Mei 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 7
ABREVIASI 7DRR : (suku bunga) 7-Day Reverse Repo LDR : Loan to Deposit Ratio
AEoI : Automatic Exchange of LNPRT : Lembaga Non-Profit yang
Information Melayani Rumah Tangga
APBD : Anggaran Pendapatan dan Migas : Minyak dan Gas
Belanja Daerah NIM : Net Interest Margin
APBN : Anggaran Pendapatan dan NPL : Non Performing Loan
Belanja Negara PDB : Produk Domestik Bruto
APBNP : Anggaran Pendapatan dan Pilkada : Pemilihan Kepala Daerah
Belanja Negara Perubahan PLTP : Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi
AS : Amerika Serikat PMA : Penanaman Modal Asing
ASEAN : Association of Southeast Asian PMDN : Penanaman Modal Dalam Negeri
Nations PMK : Peraturan Menteri Keuangan
BBM : Bahan Bakar Minyak PMTB : Pembentukan Modal Tetap Bruto
BLU : Badan Layanan Umum PNBP : Penerimaan Negara Bukan Pajak
BoJ : Bank of Japan PP : Peraturan Pemerintah
BOPO : Beban Operasional PPh : Pajak Penghasilan
terhadap Pendapatan PPN : Pajak Pertambahan Nilai
Operasional PT : Perseroan Terbatas
bps : basis points qoq : quarter on quarter
BPS : Badan Pusat Statistik ROA : Return on Asset
Brexit : British Exit S&P : Standard and Poor’s
BUMN : Badan Usaha Milik Negara SILPA : Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran
CAR : Capital Adequacy Ratio SPAN : Sistem Perbendaharaan dan Anggaran
DAK : Dana Alokasi Khusus Negara
DAU : Dana Alokasi Umum SPN : Surat Perbendaharaan Negara
DJP : Direktorat Jenderal Pajak SPT : Surat Pemberitahuan
DPK : Dana Pihak Ketiga STNK : Surat Tanda Nomor Kendaraan
ECB : European Central Bank SUN : Surat Utang Negara
FOMC : Federal Open Market Committee TEPRA : Tim Evaluasi dan Pengawasan
ICP : Indonesian Crude Price Realisasi APBN dan APBD
IHSG : Indeks Harga Saham Gabungan The Fed : The Federal Reserve
IKK : Indeks Keyakinan Konsumen TKDD Transfer ke Daerah dan Dana Desa
IMF : International Monetary Fund UMKM : Usaha Mikro Kecil dan Menengah
IRU : Investor Relation Unit UU : Undang-Undang
JCR : Japan Credit Rating VA : Volt-ampere
JKN : Jaminan Kesehatan Nasional WEO : World Economic Outlook
KI : Kredit Investasi WP : Wajib Pajak
KK : Kredit Konsumsi yoy : year on year
KMK : Kredit Modal Kerja ytd : year to date
8 Edisi II / Mei 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal
RINGKASAN EKSEKUTIF Aktivitas perekonomian global pada triwulan pertama 2017 mulai menunjukkan peningkatan
dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Hal tersebut antara lain
ditunjukkan oleh indikator aktivitas perdagangan global yang meningkat seperti total
perdagangan Tiongkok yang tumbuh sebesar 15,6 persen pada Maret 2017. Selain itu,
peningkatan aktivitas ekonomi juga ditunjukkan oleh harga komoditas yang membaik serta
Indeks Pembelian Manager untuk manufaktur yang berada di zona ekspansi. Perbaikan
ekonomi global juga ditunjukkan oleh membaiknya perekonomian Amerika Serikat (AS) dengan
naiknya suku bunga acuan The Fed sebesar 25 bps pada Maret 2017. Secara umum, ekonomi
global tahun 2017 diproyeksikan akan tumbuh sebesar 3,5 persen di tahun 2017, membaik
dibandingkan pertumbuhan di tahun 2016 yang sebesar 3,1 persen dan merupakan
pertumbuhan terendah sejak krisis keuangan global. Meskipun prospek ekonomi global tahun
2017 diperkirakan membaik, namun masih dibayangi oleh beberapa ketidakpastian seperti
arah kebijakan ekonomi di AS, serta kondisi geopolitik di beberapa kawasan.
Di sisi domestik, perekonomian Indonesia terus menunjukkan tren perbaikan dengan
pertumbuhan ekonomi sebesar 5,0 persen (yoy) pada triwulan pertama tahun 2017. Perbaikan
ekonomi triwulan ini didukung oleh perbaikan kinerja ekspor dan impor. Sementara itu, laju
inflasi hingga akhir triwulan pertama 2017 tercatat terkendali sebesar 1,19 persen (ytd) atau
sebesar 3,61 (yoy), masih dalam rentang sasaran inflasi 4,0+1,0 persen. Sejalan dengan hal
tersebut, pergerakan nilai tukar Rupiah cukup stabil di kisaran Rp13.345 yang ditopang oleh
arus modal asing yang cukup besar di pasar keuangan Indonesia. Kondisi fundamental ekonomi
domestik yang sehat serta stabilitas yang terjaga tersebut membuat Bank Indonesia
mempertahankan suku bunga acuan 7DRR di level 4,75 persen pada Rapat Dewan Gubernur
tanggal 15-16 Maret 2017.
Pada triwulan pertama 2017, kesehatan kondisi domestik juga ditunjukkan oleh keseimbangan
eksternal yang terus membaik. Neraca pembayaran Indonesia mampu mencatatkan surplus,
setelah pada periode yang sama tahun lalu tercatat defisit, sehingga mendorong kenaikan
cadangan devisa. Terdorong oleh perbaikan harga komoditas serta permintaan yang
meningkat, neraca perdagangan juga mencatatkan surplus sebesar 3,95 miliar dolar AS, lebih
tinggi dibandingkan surplus neraca perdagangan pada triwulan sebelumnya dan periode yang
sama tahun 2016. Di sisi perbankan, pertumbuhan kredit perbankan masih tercatat tumbuh
melambat meskipun kondisi likuiditas cukup baik yang ditunjukkan oleh kenaikan DPK.
Sementara itu di pasar keuangan, IHSG terus menunjukkan kinerja yang positif. Dengan telah
diperolehnya posisi investment grade dari S&P serta positive outlook dari lembaga rating
lainnya, pasar keuangan Indonesia memiliki prospek ke depan yang semakin baik.
Dengan kondisi ekonomi makro yang membaik, tekanan terhadap sisi fiskal juga sedikit mereda.
Secara umum, kinerja APBN pada triwulan pertama 2017 lebih baik dibandingkan dengan
kinerja pada periode yang sama tahun 2016. Hal ini didukung oleh suksesnya program-program
yang dijalankan oleh pemerintah, seperti Amnesti Pajak yang mendukung optimalisasi
pendapatan, serta pre-funding yang mendukung akselerasi belanja yang berkualitas. Dengan
Edisi II / Mei 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 9
demikian, hingga triwulan pertama tahun 2017, kesinambungan fiskal dapat terjaga dengan
tingkat defisit yang aman.
Realisasi pendapatan negara dan belanja negara tercatat lebih baik dibandingkan periode yang
sama tahun lalu. Realisasi pendapatan negara mencapai Rp295,1 triliun atau 16,9 persen dari
target. Sementara itu, realisasi belanja negara secara umum mencapai Rp400 triliun atau 19,2
persen dari alokasi. Di sisi belanja tersebut, alokasi dan realisasi untuk belanja modal
meningkat. Dengan adanya perbaikan di sisi Pendapatan serta penyerapan Belanja, realisasi
defisit APBN terkendali sebesar Rp104,9 triliun atau 0,77 persen terhadap PDB. Upaya untuk
menciptakan pelaksanaan APBN yang efektif dan efisien sudah mulai masuk dalam kebijakan
desentralisasi fiskal. Hal tersebut antara lain melalui upaya mendorong peningkatan kualitas
pemanfaatan Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD), di mana mulai tahun 2017 dilakukan
pengaturan pemanfaatan sebagian Dana Transfer Umum (DTU) untuk belanja infrastruktur.
Pengelolaan fiskal yang baik juga ditunjukkan oleh realisasi program Amnesti Pajak yang telah
berakhir pada tanggal triwulan pertama 2017. Program tersebut terhitung sukses dengan
menghasilkan penerimaan dan deklarasi harta yang lebih tinggi dibandingkan dengan program
serupa di negara lain. Meskipun demikian, jumlah peserta yang mengikuti Amnesti Pajak serta
nilai repatriasi masih di bawah potensi yang diperkirakan. Selanjutnya, data dan informasi yang
didapat dari program tersebut menjadi modal penting untuk terus memperkuat sistem
perpajakan antara lain untuk memperluas basis pajak dan meningkatkan kepatuhan.
Meskipun hingga triwulan pertama 2017 kondisi makro fiskal menunjukkan sinyal penguatan,
beberapa tantangan baik global maupun domestik harus diwaspadai. Di sisi global,
perkembangan kebijakan ekonomi dan politik yang terjadi perlu untuk terus mendapat
perhatian. Sementara di sisi domestik, tantangan terletak pada pemanfaatan momentum
perbaikan persepsi investasi, seperti dari lembaga rating, agar betul-betul dapat terealisasi
menajdi peningatan investasi yang bermanfaat bagi perekonomian. Selain itu, penguatan
kebijakan fiskal juga harus terus dilakukan agar efektivitas dan efisiensi fiskal dapat terwujud
guna mendukung, pertumbuhan serta mengurangi kemiskinan dan ketimpangan.
10 Edisi II / Mei 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal
EXECUTIVE SUMMARY Global economic activity in the first quarter of 2017 began to show improvement, as indicated
by increases in global trade activities, improved consumption indicators in several major
countries, and expansion in the Purchasing Managers Index for manufacturing. In the US, the
economic improvement was indicated by a 25 bps rise in the Federal Fund Rate in March 2017.
The global economy is projected to grow by 3.5 percent in 2017, better than 2016 global
economic growth of 3.1 percent. Although the global economic outlook for 2017 is improved,
it still faces some uncertainties such as the economic policy direction in the US, as well as post-
election geopolitical conditions in Europe.
Domestically, Indonesia's economy continues to show an upward trend with economic growth
of 5.0 percent (yoy) in the first quarter of 2017. This economic recovery is supported by
improved export and import performance. Meanwhile, the inflation rate until the end of the
first quarter of 2017 was under control at 1.19 percent (ytd) or 3.61 (yoy), still within the
4.0+1.0 percent inflation target range. In line with this, the movement of the rupiah exchange
rate is quite stable in the range of Rp13,345, which is sustained by considerable foreign capital
flows in the Indonesian financial market. These healthy domestic economic fundamentals
condition prompted Bank Indonesia to keep the 7DRR rate at 4.75 percent at the Board of
Governors' Meeting on 15-16 March 2017.
The sound state of domestic economic conditions was shown through the improved external
balance. Indonesia's balance of payments recorded a surplus, after it recorded a deficit in the
same period last year, prompting an increase in foreign exchange reserves. Driven by
commodity price improvements and rising demand, the trade balance also posted a surplus of
3.95 billion US dollars, higher than the trade balance surplus in the previous quarter and the
same period in 2016. Banking credit growth is still growing slowly despite good liquidity
conditions demonstrated by the increase in Third Party Fund. Meanwhile, in the financial
market, JCI continues to show a positive performance. Given the investment grade decision
from S&P rating agency, as well as the positive outlook of other rating agencies, Indonesian
financial market has attractive future prospect.
With improved macroeconomic conditions, fiscal’s pressures eased. In general, the performance
of the APBN in the first quarter of 2017 is better than the performance in the same period of
2016. This is supported by the success of government programs such as Tax Amnesty that
support revenue optimization, as well as pre-funding to support expenditure acceleration.
Realized state revenues and state expenditures were recorded better than the same period last
year. State revenue realization reached Rp295.1 trillion or 16.9 percent of the target.
Meanwhile, public expenditure reached Rp400 trillion or 19.2 percent of the target. With
improvements in the State Revenue and State Expenditures’ absorption, the realization of the
state budget deficit is at a manageable level of Rp104.9 trillion (or 0.77 percent of GDP). The
Government continues to commit to creating effective and efficient State Budget
Edisi II / Mei 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 11
implementation including via fiscal decentralization policies such as the Transfer to Region
Funds to accelerate infrastructure spending.
Good fiscal management is also demonstrated by the realization of the Tax Amnesty program
that ended on 31 March 2017. The program has been successful by generating higher revenue
receipts and asset declarations compared to similar programs in other countries. Nevertheless,
the number of participants who joined the Tax Amnesty program, as well as the total
repatriation, is still below the estimated potential. Furthermore, the data and information
gained from the Tax Amnesty program will be the important asset to continuously strengthen
the tax system, among others, to expand the tax base and improve compliance.
Although fiscal and macroeconomic conditions in the first quarter of 2017 has shown
strengthening signals, some global and domestic challenges still need to be cautioned. On the
global side, some major countries’ economic policies and political development need to be
monitored continously. On the domestic side, one of the challenges lies on how to take
advantage from the improvement in investment perceptions, such as rating increase from the
rating agencies. This momentum should be utilized so that Indonesia can increase its
investment realization. Other challenge is to strengthen fiscal policy to increase its
effectiveness and efficiency. Strengthening fiscal policy should be the priority to further
support the economic growth and help reducing poverty and inequality.
12 Edisi II / Mei 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal
Edisi II / Mei 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 13
BAGIAN I TINJAUAN
PERKEMBANGAN
EKONOMI MAKRO Indikator-indikator ekonomi seperti perdagangan global
dan Indeks Pembelian Manager untuk Manufaktur
menunjukkan bahwa aktivitas perekonomian global pada
triwulan pertama 2017 mulai membaik. Di sisi domestik,
pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan pertama
2017 tercatat sebesar 5,0 persen (yoy) dengan indikator
makro ekonomi lainnya yang juga relatif terjaga.
14 Edisi II / Mei 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal
A. Aktivitas Perekonomian Global Meningkat Pada Triwulan I 2017
Grafik 1. (a) Pertumbuhan Total Perdagangan, dan (b) Normalisasi Suku Bunga Federal Reserve
(dalam persen, yoy) (dalam persen)
(a) (b)
Sumber: Bloomberg dan WEO IMF
Memasuki triwulan pertama 2017, aktivitas perekonomian global mulai menunjukkan
peningkatan. Membaiknya konsumsi di negara-negara besar serta Indeks Pembelian Manager
untuk manufaktur yang berada di zona ekspansi merupakan beberapa indikator yang
menunjukkan peningkatan aktivitas tersebut. Di sisi perdagangan, peningkatan aktivitas juga
mulai terlihat dibandingkan dengan tahun sebelumnya (lihat grafik 1a). Hal ini antara lain
didorong oleh harga komoditas yang berangsur membaik, meski laju kenaikan harga minyak
sedikit tertahan oleh cukup tingginya cadangan minyak AS.
Di AS, kenaikan suku bunga acuan Federal Reserve sebesar 25 bps pada 15 Maret 2017 menjadi
sinyal membaiknya kinerja perekonomian negara tersebut (lihat grafik 1b). Langkah normalisasi
kebijakan moneter tersebut dilatarbelakangi oleh tingkat pengangguran AS hingga Maret 2017
yang mengalami penurunan menjadi 4,5 persen, serta inflasi pada Maret 2017 yang sebesar
2,4 persen dan telah memenuhi target The Fed. Meski demikian, realisasi pertumbuhan
ekonomi AS pada triwulan pertama 2017 meleset dari ekspektasi dengan hanya tumbuh
sebesar 1,9 persen (yoy).
Melambatnya pertumbuhan konsumsi masyarakat yang memiliki porsi dua pertiga dari PDB,
berkontribusi pada realisasi pertumbuhan ekonomi AS yang lebih rendah dari ekspektasi
tersebut. Selain tergerus oleh inflasi yang cukup tinggi, rendahnya konsumsi masyarakat juga
disebabkan oleh faktor musim dingin. Belanja pemerintah juga tercatat rendah dengan adanya
pemotongan belanja pertahanan militer. Meski demikian, data keyakinan konsumen yang
cenderung lebih tinggi pada triwulan pertama 2017 dibandingkan dengan tahun 2016
mengindikasikan bahwa pertumbuhan ekonomi AS berpotensi untuk kembali meningkat.
Kondisi investasi yang baik juga diperkirakan akan berlanjut. Ke depan, patut diwaspadai
kebijakan AS mengenai proteksionisme dan pemotongan pajak, yang dapat memberikan
tantangan dan risiko tersendiri bagi perekonomian AS dan negara lain.
-25,0
-20,0
-15,0
-10,0
-5,0
0,0
5,0
10,0
15,0
20,0
Jan
-15
Mar
-15
Mei
-15
Jul-
15
Sep
-15
No
v-1
5
Jan
-16
Mar
-16
Mei
-16
Jul-
16
Sep
-16
No
v-1
6
Jan
-17
Mar
-17
Tiongkok US
EU Jepang
1,0
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
J M M J S N J M M J S N J M
2015 2016 2017
Edisi II / Mei 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 15
Proteksionisme, pemotongan secara signifikan terhadap pajak korporasi, serta peningkatan
belanja pemerintah menjadi kebijakan yang telah diwacanakan oleh pemerintahan baru AS.
Kebijakan perdagangan AS yang protektif diwujudkan dengan dikeluarkannya dua executive
orders pada tanggal 31 Maret, yang berisi pengenaan pungutan antidumping dan pungutan
impor tambahan, serta Omnibus Report on Significant Trade Deficits yang mengharuskan
jajaran pemerintahan AS terkait memberikan informasi komprehensif mengenai praktik unfair
trade yang dilakukan mitra dagang AS yang menyebabkan AS tersebut mencatatkan defisit
neraca perdagangan besar. Langkah proteksionisme AS tersebut berisiko menciptakan
hambatan perdagangan internasional serta berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan
ekonomi global secara umum. Sementara itu, wacana penurunan tarif pajak korporasi di satu
sisi dapat menjadi pendorong investasi, namun di sisi lain, peningkatan belanja pemerintah
memiliki risiko terciptanya pelebaran defisit fiskal AS yang dapat berujung pada kenaikan imbal
hasil dan mendorong penarikan arus modal dari negara berkembang.
Di kawasan Eropa, pertumbuhan ekonomi Zona Euro pada triwulan pertama tumbuh cukup solid
sebesar 1,7 persen (yoy). Secara triwulanan, meski terdapat beberapa momentum politik
seperti berlanjutnya proses Brexit serta diselenggarakannya pemilihan umum di Perancis,
pertumbuhan ekonomi di Zona Euro masih tercatat tumbuh sebesar 0,5 persen (qoq), tidak
berubah dari triwulan sebelumnya dan sejalan dengan perkiraan para analis. Secara umum,
faktor risiko ekonomi di Zona Euro semakin menurun dengan ditopang oleh perbaikan
konsumsi, pertumbuhan tingkat upah, dan pemulihan ekonomi global yang diperkirakan dapat
mendorong aktivitas perdagangan internasional. ECB juga mulai mengurangi volume
pembelian aset, meski kebijakan tersebut bukan pertanda berakhirnya kebijakan moneter
longgar yang sedang mereka tempuh. Indikator inflasi Zona Euro yang masih berada di bawah
target ECB sebesar 2,0 persen masih belum memungkinkan kawasan tersebut menaikkan suku
bunga acuan dan mengubah skema stimulus ekonominya.
Di sisi lain, Jepang masih menghadapi tantangan inflasi rendah meskipun pasar tenaga kerja
mendekati kondisi optimal. BoJ menurunkan proyeksi inflasi tahun 2017 sebesar 0,1
percentage point, yakni dari 1,5 persen menjadi 1,4 persen. Untuk menghadapi tantangan
tersebut, Jepang masih melanjutkan program stimulus ekonomi berupa pembelian aset, serta
mempertahankan kebijakan suku bunga negatif. Masih rendahnya inflasi di Jepang antara lain
disebabkan oleh adanya penyesuaian tingkat upah dan berlebihnya persediaan (supply
produksi) yang tidak diimbangi dengan pertumbuhan konsumsi masyarakat yang cukup kuat.
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Tiongkok di triwulan pertama 2017 tercatat sebesar 6,9
persen (yoy). Pertumbuhan tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan keempat 2016
yang tumbuh sebesar 6,8 persen (yoy) dan melebihi proyeksi para ekonom. Tingginya serapan
belanja pemerintah dan kuatnya belanja konsumen menjadi penopang utama atas realisasi
pertumbuhan Tiongkok tersebut. Di sisi perdagangan, neraca perdagangan Tiongkok
mengalami surplus sebesar 65,6 miliar dolar AS, meski pada bulan Februari sempat mencatat
defisit 9,1 miliar dolar AS yang merupakan defisit pertama sejak Februari 2014. Sementara itu,
sebagai upaya menjaga kestabilan sektor keuangan, pemerintah Tiongkok sempat
memberlakukan kebijakan administratif untuk mengontrol aliran modal asing. Ketidakstabilan
16 Edisi II / Mei 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal
tersebut sempat terindikasi dari cadangan devisa di bulan Januari 2017 yang berada di bawah
3 triliun dolar AS, atau di bawah batas psikologis. Namun demikian, cadangan devisa Tiongkok
pada bulan Februari dan Maret telah kembali meningkat di atas 3 triliun dolar AS.
Grafik 2. Bloomberg Commodity Price Index
(dalam indeks)
Tren peningkatan juga nampak pada harga
komoditas, melanjutkan tren yang sudah
terjadi sejak pertengahan tahun 2016.
Beberapa faktor yang mendorong perbaikan
tren harga komoditas adalah aktivitas
perekonomian yang memang sedang
menguat yang mendorong permintaan, serta
beberapa perjanjian terkait dengan
pembatasan persediaan minyak. Kenaikan
harga komoditas ini cukup membantu kinerja
negara-negara eksportir komoditas, namun
di sisi lain mendorong inflasi global.
Sumber: Bloomberg dan WEO IMF
Secara umum, ekonomi global diproyeksikan akan tumbuh 3,5 persen di tahun 2017. Proyeksi
pertumbuhan tahun 2017 tersebut lebih baik dari proyeksi sebelumnya yang sebesar 3,4
persen. Meski proyeksi tahun 2017 direvisi meningkat, proyeksi untuk jangka panjang tetap
moderat karena beberapa risiko yang masih membayangi. Salah satu risiko yang paling
menonjol adalah adanya tren proteksionisme, terutama di negara maju, yang mengancam
kondisi perdagangan internasional. Hal tersebut salah satunya ditunjukkan oleh volume
ekspor barang dan jasa ekspor negara maju yang diproyeksikan tumbuh sebesar 3,5 persen
pada tahun 2017 dan kemudian tumbuh melambat menjadi 3,2 persen pada tahun 2018.
Adapun impor barang dan jasa di negara maju pada 2017 dan 2018 diproyeksikan akan
tumbuh sebesar 4,0 persen. Secara keseluruhan, volume perdagangan pada tahun 2017 dan
2018 diproyeksikan tumbuh sebesar masing-masing 3,8 persen dan 3,9 persen.
Tabel 1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global
(dalam persen, yoy)
Sumber: WEO IMF
50
60
70
80
90
100
110
120
130
Jan
-15
Mar
-15
May
-15
Jul-
15
Sep
-15
No
v-1
5
Jan
-16
Mar
-16
May
-16
Jul-
16
Sep
-16
No
v-1
6
Jan
-17
Mar
-17
Index Harga Komoditas Global
Makanan dan Pertanian
Logam
Minyak Mentah Dunia
Pertumbuhan Ekonomi
2015 2016 2017p 2018p Pertumbuhan Ekonomi
2015 2016 2017p 2018p
Global 3,4 3,1 3,5 3,6 Negara Berkembang 4,2 4,1 4,5 4,8 Negara Maju 2,1 1,7 2,0 2,0 Rusia -2,8 -0,2 1,4 1,4
AS 2,6 1,6 2,3 2,5 Tiongkok 6,9 6,7 6,6 6,2 Zona Euro 2,0 1,7 1,7 1,6 India 7,9 6,8 7,2 7,7
- Jerman 1,5 1,8 1,6 1,5 ASEAN-5 4,8 4,9 5,0 5,2
- Perancis 1,3 1,2 1,4 1,6 Brazil -3,8 -3,6 0,2 1,7 - Italia 0,8 0,9 0,8 0,8 Volume Perdagangan 2,7 2,2 3,8 3,9
Inggris 2,2 1,8 2,0 1,5 Brent (USD/barrel) 52,4 44,0 56,3 55,9
Jepang 1,2 1,0 1,2 0,6 WTI (USD/barrel) 48,7 43,2 54,4 54,5
Edisi II / Mei 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 17
Boks 1. Perkembangan Rating Indonesia
Pada tanggal 19 Mei 2017, lembaga rating internasional Standard and Poor’s (S&P)
memberikan kenaikan peringkat utang indonesia dari BB+ positive outlook menjadi BBB-
stable outlook, atau peringkat layak investasi (investment grade). Langkah S&P tersebut
melengkapi investment grade yang telah diperoleh Indonesia dari lembaga pemeringkat
lain yakni Fitch, Moody’s, dan Japan Credit Rating (JCR), dan Rating and Investment (R&I).
Dalam laporannya S&P mengapresiasi langkah pemerintah khususnya di dalam
pengelolaan fiskal yang disiplin dan pruden, sebagai salah satu alasan utama bagi S&P
dalam memberikan posisi Investment Grade tersebut.
Di luar S&P, lembaga rating internasional lainnya—Fitch2, Moody’s3, JCR4, dan R&I5—telah
mengafirmasi peringkat utang Indonesia pada kategori Investment Grade sekaligus
meningkatkan outlook peringkat utang Indonesia dari stable menjadi positive. Outlook
positive ini dapat diartikan bahwa peringkat utang Indonesia dapat mengalami peningkatan
(upgrade) dalam kurun waktu 12 bulan ke depan. Dalam kondisi ketidakpastian dalam pasar
keuangan global, peningkatan outlook peringkat utang ini merupakan informasi yang amat
baik bagi Indonesia.
Peningkatan peringkat utang diharapkan dapat memberikan dorongan positif bagi
perekonomian Indonesia, melalui perluasan basis investor dan menurunkan imbal hasil
(yield) Surat Berharga Negara. Potensi penurunan yield diharapkan tidak hanya terjadi bagi
instrumen surat utang yang diterbitkan pemerintah, tetapi juga swasta dan BUMN. Hal ini
tentunya dapat membantu sektor privat dalam memperoleh sumber pembiayaan yang
lebih murah. Di samping dampak terhadap sektor keuangan, perbaikan peringkat ini
diharapkan akan dapat mendorong investasi langsung, baik dari dalam maupun luar negeri,
yang pada akhirnya akan dapat menopang pertumbuhan ekonomi.
Perbaikan outlook atau peningkatan rating dalam kondisi perekonomian yang sedang
berjalan baik dapat memberikan dorongan tambahan bagi perekonomian secara
keseluruhan. Hal ini seperti yang tampak pada perekonomian Indonesia pasca
mendapatkan investment grade dari Moody’s dan Fitch masing-masing di akhir tahun 2011
dan awal tahun 2012. Tingkat imbal hasil surat berharga negara secara berangsur
mengalami penurunan sejalan dengan creditworthiness yang dianggap membaik.
Dalam tiga tahun terakhir, perhatian utama lembaga rating terhadap Indonesia terletak
pada, antara lain, mengenai tingkat kerentanan ekonomi Indonesia terhadap guncangan
eksternal, komitmen pemerintah dalam melakukan reformasi struktur ekonomi (meliputi
reformasi fiskal dan struktural), serta kebijakan menjaga stabilitas ekonomi domestik. Tim
Investor Relation Unit (IRU) Kementerian Keuangan, bersama dengan Tim IRU Nasional,
selalu aktif berkomunikasi dengan lembaga rating untuk memberikan informasi terkini
serta update kebijakan atas isu-isu yang menjadi perhatian dari lembaga rating.
Boks 2. Tugas Berat Tim Reformasi Perpajakan
18 Edisi II / Mei 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal
Jika melihat pencapaian indikator perekonomian dan pengelolaan anggaran Indonesia dalam
beberapa tahun terakhir, indikator kunci yang digunakan pada metodologi lembaga rating
menunjukan pencapaian yang positif. Dalam lima tahun terakhir, perekonomian Indonesia
mencapai rata-rata pertumbuhan sebesar 5 persen, lebih tinggi dibandingkan dengan
negara-negara yang memiliki peringkat utang yang sama dengan Indonesia (peer
countries). Kondisi ini juga didukung dengan perbaikan neraca pembayaran Indonesia
dalam dua tahun terakhir, sebagaimana tercermin pada tren peningkatan cadangan devisa
hingga saat ini.
Kementerian Keuangan, telah melakukan berbagai upaya untuk menjaga agar tantangan dari
sisi fiskal dapat dikelola dengan kredibel. Secara faktual, apabila dibandingkan dengan peer
countries, kondisi pengelolaan fiskal Indonesia jauh lebih pruden dengan defisit dan tingkat
utang dapat dijaga pada tingkat moderat. Selain itu, pemerintah telah dapat mengelola
dampak gejolak kondisi global untuk tidak menyebabkan pelebaran defisit yang berlebihan.
Pencapaian penerimaan nasional yang dipengaruhi gejolak global juga diantisipasi melalui
kebijakan realokasi belanja dan penghematan. Pencapaian sisi fiskal Indonesia, khususnya
mengenai disiplin pengelolaan anggaran, telah mendapatkan apresiasi dari para lembaga
rating.
Peningkatan keyakinan lembaga rating terhadap prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia
juga ditunjukan dengan tingginya proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia oleh lembaga
rating. Fitch memperkirakan perekonomian Indonesia akan tumbuh sebesar 5,4 persen
pada tahun 2017 dan 5,7 persen pada tahun 2018. Sementara Moody’s, perekonomian
Indonesia akan tumbuh sebesar 5,0 persen pada tahun 2017 dan 5,2 persen pada tahun
2018. Adapun S&P sebagai lembaga yang paling akhir melakukan perubahan peringkat
utang Indonesia, memproyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2017 dan 2018
masing-masing 5,3 persen dan 5,4 persen.
Secara keseluruhan, lembaga rating terus mengikuti perkembangan perekonomian
Indonesia, khususnya program reformasi struktur ekonomi. Perkembangan dari reformasi
perpajakan dan terobosan paket kebijakan baru menjadi faktor penting bagi lembaga rating
dalam melihat potensi perekonomian Indonesia di masa depan. Saat ini, sebagai bagian
dari Tim IRU Nasional, Tim IRU Kementerian Keuangan terus menjaga komunikasi dengan
para lembaga rating. Peningkatan peringkat utang Indonesia merupakan bagian dari
strategi pemerintah dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan
berkeadilan.
https://www.standardandpoors.com 2 https://www.fitchratings.com/site/pr/1016832 3 https://www.moodys.com/research/Moodys-changes-outlook-on-Indonesias-rating-to-positive-from-stable--PR_361047 4 https://www.jcr.co.jp/download/a924a1f9c0a2afbb903a69e38b0dc60b9b928593e828a2d20e/16i0077_f.pdf 5 https://www.r-i.co.jp/eng/body/cfp/news_release_A/2017/04/news_release_2017-A-0305_01.pdf 6 Sumber data: CEIC, IMF
Edisi II / Mei 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 19
B. Pertumbuhan PDB Triwulan I 2017: Keberlanjutan Momentum
Perbaikan
Pertumbuhan ekonomi triwulan pertama 2017 sebesar 5,0 persen (yoy) atau sebesar -0,3
persen (qoq). Pertumbuhan ini tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan
triwulan yang sama tahun sebelumnya, yakni sebesar 4,92 persen. Perbaikan ekonomi terus
berlanjut didukung oleh perbaikan kinerja ekspor dan impor. Sejak akhir tahun 2016,
peningkatan kinerja ekspor dan impor yang cukup signifikan menjadi faktor positif pendorong
ekonomi. Sementara itu, komponen terbesar pembentuk PDB yakni konsumsi dan investasi
tumbuh relatif stabil. Dari sisi lapangan usaha seluruh sektor mampu mencatatkan
pertumbuhan positif kecuali sektor pertambangan. Sektor yang tercatat menjadi penyumbang
utama pertumbuhan adalah pertanian dan jasa.
Tabel 2. Pertumbuhan PDB triwulan pertama 2017 didukung oleh perbaikan kinerja ekspor dan impor.
(dalam persen, yoy)
Sumber: BPS
Konsumsi rumah tangga stabil, didorong oleh pertumbuhan konsumsi Lembaga Non Profit
Melayani Rumah Tangga (LNPRT) yang tinggi. Konsumsi rumah tangga tumbuh sebesar 5,0
persen atau terendah sejak pertengahan 2011. Namun, secara total, konsumsi mampu
tumbuh stabil dengan dukungan LNPRT yang tumbuh tinggi sebesar 8,0 persen. Aktivitas
Pilkada dan kegiatan sosial menjadi faktor utama yang mendorong pertumbuhan LNPRT. Lebih
lanjut, pada triwulan pertama 2017 tingkat inflasi relatif terjaga meskipun ada sedikit lonjakan
pada bulan Januari 2017 akibat kenaikan biaya Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK). Di sisi
lain, terjadi penurunan harga bahan pokok seperti beras, daging ayam, cabai, dan telur pada
akhir triwulan pertama 2017.
Konsumsi pemerintah memberikan sinyal positif di awal tahun. Konsumsi Pemerintah mampu
tumbuh positif yaitu 2,7 persen, meskipun sedikit lebih rendah dari triwulan yang sama tahun
2016. Kinerja konsumsi pemerintah ini terkait dengan pertumbuhan realisasi belanja barang
dan pegawai yang lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan pertama tahun 2016
meskipun belanja sosial mengalami kenaikan pertumbuhan. Selain faktor tersebut, belanja
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) juga mendukung kinerja konsumsi
pemerintah pada triwulan pertama 2017.
Komponen Pengeluaran
2015 2016 2017
Q1 Q2 Q3 Q4 Y Q1 Q2 Q3 Q4 Y Q1
Kons. RT dan LNPRT 4,7 4,7 5,0 5,0 4,8 5,0 5,1 5,0 5,0 5,0 5,0
Kons. Pemerintah 2,9 2,6 7,1 7,1 5,3 3,4 6,2 -2,9 -4,0 -0,1 2,7
PMTB 4,6 4,0 4,9 6,4 5,0 4,7 4,2 4,2 4,8 4,5 4,8
Ekspor -0,7 -0,3 -0,9 -6,4 -2,1 -3,3 -2,2 -5,6 4,2 -1,7 8,0
Impor -2,6 -7,4 -6,6 -8,7 -6,4 -5,1 -3,2 -3,7 2,8 -2,3 5,0
PDB 4,8 4,7 4,8 5,2 4,9 4,9 5,2 4,9 5,0 5,0 5,0
20 Edisi II / Mei 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal
Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) tumbuh sebesar 4,8 persen atau lebih tinggi dari
pertumbuhan di triwulan pertama 2016. Pertumbuhan PMTB didukung oleh pertumbuhan tiga
komponen terbesar yaitu bangunan, kendaraan, serta mesin dan perlengkapan. Investasi
bangunan yang mencakup lebih dari 70 persen PMTB, tumbuh sebesar 5,9 persen.
Pertumbuhan ini sejalan dengan peningkatan konsumsi semen dalam negeri dan
perkembangan sektor konstruksi yang juga meningkat. Sementara itu, investasi mesin dan
perlengkapan mampu mencatatkan pertumbuhan positif 1,4 persen setelah terkontraksi
selama tahun 2016. Pertumbuhan ini sejalan dengan peningkatan impor mesin dan peralatan
mekanik serta mesin dan peralatan listrik pada komponen impor barang modal. Seiring dengan
pertumbuhan PMTB, indikator investasi langsung tumbuh positif sebesar 13,2 persen.
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) mencatatkan pertumbuhan tertinggi sejak 2014
yaitu sebesar 36,5 persen. Sedangkan Penanaman Modal Asing (PMA) naik sebesar 0,9 persen
dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya.
Dari sisi perdagangan internasional, kinerja ekspor dan impor mengalami perbaikan sejalan
dengan kenaikan permintaan global. Ekspor mampu tumbuh sebesar 8,0 persen dan impor 5,0
persen. Perbaikan kinerja ekspor didukung oleh peningkatan permintaan negara mitra dagang
utama. Berdasarkan komponen, kenaikan terjadi pada ekspor non migas, terutama ekspor
industri manufaktur. Sementara itu, kinerja impor didukung oleh pertumbuhan positif seluruh
komponen, terutama didorong oleh impor barang modal dan bahan baku. Peningkatan impor
barang modal terutama tercermin pada peningkatan impor mesin dan peralatan mekanik,
mesin, besi dan baja. Sementara impor bahan baku tercermin pada bahan bakar pelumas,
bahan bakar motor, plastik dan barang dari plastik, serta biji-bijian berminyak.
Dari sisi lapangan usaha, seluruh sektor tumbuh positif kecuali sektor pertambangan. Beberapa
sektor mencatat peningkatan dan menopang pertumbuhan ekonomi nasional di triwulan
pertama 2017, antara lain: Sektor Pertanian Kehutanan dan Perikanan, Sektor Perdagangan,
serta Sektor Informasi dan Komunikasi (tabel 3). Sektor Industri Pengolahan yang merupakan
kontributor terbesar pada perekonomian nasional tumbuh sedikit melambat. Sementara itu,
Sektor Pertambangan menjadi satu-satunya sektor yang berkontribusi negatif terhadap
pertumbuhan ekonomi nasional.
Sektor Pertanian, Kehutanan, & Perikanan tumbuh tinggi sebesar 7,1 persen, terutama
didukung oleh kondisi cuaca yang lebih kondusif dibanding periode yang sama tahun lalu.
Dampak dari cuaca yang kondusif telah mendorong peningkatan produksi (hasil panen)
tanaman pangan sebesar 12,9 persen, mengindikasikan musim tanam dan panen tahun ini
bergeser lebih cepat dibanding tahun lalu. Kondisi alam yang bersahabat juga mendorong hasil
produksi perikanan lebih baik dengan tumbuh sebesar 7,1 persen terutama didukung oleh
peningkatan hasil produksi perikanan laut dan budidaya.
Sektor jasa-jasa utama terus berkontribusi positif terhadap kinerja pertumbuhan. Sektor
Informasi dan Komunikasi menjadi sektor dengan pertumbuhan tertinggi, yakni sebesar 9,1
persen, didukung oleh peningkatan layanan data komunikasi dan internet serta
berkembangnya layanan berbasis elektronik. Sektor Transportasi dan Pergudangan juga
Edisi II / Mei 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 21
menunjukkan kinerja yang positif dengan tumbuh sebesar 7,7 persen ditopang oleh
peningkatan jumlah penumpang dan pengiriman barang, terutama pada angkutan udara dan
perkeretaapian. Selain itu, sektor Perdagangan Besar dan Eceran juga tumbuh sebesar 4,8
persen, lebih tinggi dari tahun sebelumnya, sejalan dengan peningkatan total penjualan
kendaraan, dan kinerja perdagangan internasional.
Kinerja sektor sekunder, seperti Industri Pengolahan dan Konstruksi sedikit mengalami
perlambatan. Kinerja Sektor Industri Pengolahan tumbuh sebesar 4,2 persen, lebih rendah
dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan pertama 2016 yang tumbuh sebesar 4,7 persen.
Perlambatan ini terutama disebabkan oleh kinerja beberapa industri hilir pertambangan yang
menurun, seperti industri pengilangan migas, barang galian, logam dasar, dan barang logam.
Di sisi lain, kinerja Industri Pengolahan masih didukung oleh peningkatan kinerja industri
nonmigas, seperti industri kimia, farmasi, dan obat tradisional, dan industri pengolahan
berbasis agro yang mencakup industri makanan dan minuman, serta industri karet. Sementara
itu, Sektor Konstruksi tumbuh 6,3 persen, sedikit melambat meskipun masih berada di atas
rata-rata nasional. Kinerja sektor ini tumbuh sejalan dengan perkembangan kinerja investasi
bangunan (dalam PMTB) yang mendukung keberlanjutan pembangunan infrastruktur
nasional.
Sektor Pertambangan kembali mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar -0,5 persen. Hal
tersebut terutama disebabkan oleh produksi di sektor hulu migas yang menghadapi gangguan
produksi di awal tahun, terutama untuk kegiatan produksi di laut lepas, sehingga tumbuh
negatif 4,0 persen. Di samping itu, kinerja pertambangan bijih logam juga mengalami
penurunan 0,5 persen dipengaruhi oleh penurunan kinerja produksi pada beberapa
perusahaan tambang yang masih dalam proses perubahan menuju status izin usaha
pertambangan khusus. Di sisi lain, terdapat sinyal positif dari pertambangan batubara yang
mampu kembali tumbuh positif 3,7 persen setelah mengalami pertumbuhan negatif dalam 4
triwulan sebelumnya. Perkembangan positif tersebut sejalan dengan perbaikan ekspor yang
didukung oleh tren peningkatan harga komoditas batubara.
Tabel 3. Kinerja ekonomi triwulan pertama 2017 di sisi produksi ditopang oleh kinerja sektor pertanian dan jasa
(dalam persen, yoy)
Sumber: BPS
Lapangan Usaha 2015 2016 2017
Q1 Q2 Q3 Q4 Y Q1 Q2 Q3 Q4 Y Q1
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 3,8 6,5 2,9 1,6 3,8 1,5 3,4 3,0 5,3 3,3 7,1
Pertambangan dan Penggalian 0,6 -3,6 -4,4 -6,0 -3,4 1,2 1,2 0,3 1,6 1,1 -0,5
Industri Pengolahan 4,1 4,2 4,6 4,4 4,3 4,7 4,6 4,5 3,4 4,3 4,2
Konstruksi 6,0 5,4 6,8 7,1 6,4 6,8 5,1 5,0 4,2 5,2 6,3
Perdagangan Besar dan Eceran 3,8 1,6 1,4 3,7 2,6 4,1 4,1 3,6 3,9 3,9 4,8
Transportasi & Pergudangan 5,8 5,9 7,3 7,7 6,7 7,9 6,9 8,3 7,9 7,7 7,6
Informasi dan Komunikasi 9,7 9,3 10,6 9,2 9,7 7,6 9,3 9,0 9,6 8,9 9,1
Jasa Keuangan dan Asuransi 8,6 2,6 10,4 12,8 8,6 9,3 13,6 9,0 4,2 8,9 5,7
Jasa-jasa lainnya 5,1 6,5 4,7 5,5 5,4 5,9 5,4 4,4 3,6 4,8 4,1
PDB 4,8 4,7 4,8 5,2 4,9 4,9 5,2 5,0 4,9 5,0 5,0
22 Edisi II / Mei 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal
Secara spasial, kinerja perekonomian kawasan bervariasi. Pertumbuhan ekonomi Sulawesi dan
Jawa tumbuh diatas rata-rata nasional dan mencatat pertumbuhan tertinggi dibandingkan
kawasan lain yakni masing-masing sebesar 6,9 persen dan 5,7 persen. Pertumbuhan ekonomi
Sulawesi didukung oleh sektor Pertanian sedangkan Jawa ditopang oleh sektor Industri
Pengolahan. Selain itu, pertumbuhan ekonomi Kalimantan juga terus menunjukan
peningkatan sejak akhir tahun 2016. Pada triwulan pertama 2017, Kalimantan tumbuh 4,9
persen dan merupakan pertumbuhan tertinggi sejak 2015. Sementara itu, pertumbuhan
ekonomi Bali dan Nusa Tenggara cenderung terus melambat. Pada triwulan ini, Bali dan Nusa
Tenggara tumbuh 2,4 persen atau terendah sejak 2012.
Edisi II / Mei 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 23
C. Stabilitas Ekonomi Terjaga, Neraca Perdagangan Membaik
Inflasi
Laju inflasi tahun 2017 hingga akhir triwulan pertama tercatat sebesar 1,19 persen (ytd) atau
sebesar 3,61 (yoy), masih dalam rentang sasaran inflasi 4,0+1,0 persen. Pada tiga bulan pertama
di tahun 2017, tekanan inflasi terbesar masih berasal dari sisi administered price atau harga
yang diatur pemerintah. Meskipun demikian, tekanan di sisi administered price dapat
diimbangi oleh harga pangan yang terkendali. Penurunan harga pangan yang terjadi di bulan
Maret mampu meredam tekanan inflasi sehingga laju inflasi tahunan pada akhir triwulan jauh
lebih rendah dibandingkan rata-rata laju inflasi dalam lima tahun terakhir, yaitu sebesar 5,51
persen. Penurunan harga pangan tersebut tercermin dari deflasi bulanan komponen harga
pangan bergejolak yang terjadi pada dua bulan terakhir.
Komponen harga diatur pemerintah menjadi faktor pendorong utama laju inflasi pada triwulan
pertama 2017. Tekanan inflasi yang terjadi, terutama didorong oleh implementasi kebijakan
penyesuaian besaran subsidi listrik daya 900VA pada golongan mampu. Penyesuaian subsidi
ini berupa kenaikan tarif tenaga listrik selama tiga tahap, masing-masing sebesar 32 persen
hingga mencapai tarif keekonomian. Kebijakan ini diberlakukan dalam rangka perbaikan
skema subsidi yang lebih tepat sasaran. Kenaikan tarif listrik cukup memberikan tekanan pada
laju inflasi dengan kontribusi separuh dari inflasi kumulatif dalam triwulan ini. Selain itu,
kenaikan harga BBM nonsubsidi juga berpengaruh pada laju inflasi seiring dengan adanya tren
harga minyak dunia yang cenderung naik. Sementara itu, adanya penerapan Peraturan
Menteri Perhubungan Nomor 14 tahun 2016 yang mengatur penurunan tariff angkutan udara
batas atas dan bawah kelas ekonomi dalam negeri sebesar 5 persen menyumbang deflasi.
Secara kumulatif, komponen harga diatur pemerintah menyumbang inflasi tertinggi
dibandingkan laju historis delapan tahun terakhir pada periode yang sama, yaitu sebesar 0,68
persen.
Grafik 3. Komponen Pembentuk Inflasi hingga Maret 2017
(dalam persen, ytd)
Sumber: BPS
0,971,21 1,19
-0,4
0,0
0,4
0,8
1,2
1,6
Jan-17 Feb-17 Mar-17
Inti Harga diatur Pemerintah Harga Bergejolak Umum
24 Edisi II / Mei 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal
Sementara itu, penurunan harga pangan terjadi seiring dengan masa panen raya beras dan
ketersediaan pasokan komoditas pangan strategis sehingga komponen harga bergejolak
mengalami deflasi. Selain beras, penurunan harga juga terjadi pada telur ayam ras yang sudah
mulai turun sejak Februari 2017. Hal ini disebabkan oleh turunnya harga pakan ternak seiring
dengan melimpahnya stok jagung pakan. Penurunan harga juga terjadi pada beberapa
komoditas hortikultura, seperti cabai rawit, cabai merah, dan bawang putih. Sementara itu,
bawang merah mulai menunjukkan kenaikan harga yang sudah terjadi sejak Februari 2017.
Hingga akhir triwulan pertama 2017, kontribusi kumulatif komponen harga bergejolak
mencapai -0,11 persen.
Di sisi lain, peningkatan laju inflasi inti mengindikasikan perbaikan permintaan masyarakat pada
triwulan pertama tahun 2017. Secara kumulatif, inflasi inti menyumbang sebesar 0,61 persen.
Pada triwulan pertama 2017, inflasi terjadi baik pada kelompok traded maupun non-traded.
Inflasi inti pada kelompok traded terdorong oleh adanya peningkatan harga komoditas global,
termasuk harga minyak mentah. Sementara pada kelompok non-traded, kontrak rumah juga
mengalami peningkatan sejak awal tahun 2017 yang turut memberi kontribusi pada inflasi inti.
Adapun tarif pulsa ponsel yang mengalami peningkatan sejak September 2016 mengalami
penurunan pada Maret 2017 seiring dengan persaingan harga oleh beberapa provider seluler.
Suku Bunga dan Nilai Tukar
Suku bunga acuan domestik Bank Indonesia, suku bunga 7-Day Reverse Repo (7DRR)
dipertahankan di level 4,75 persen pada Rapat Dewan Gubernur tanggal 15-16 Maret 2017.
Langkah ini diambil dengan telah mencermati berbagai risiko baik yang bersumber dari
eksternal maupun domestik. Kinerja ekonomi domestik yang sehat dan stabil seperti ditandai
oleh inflasi yang relatif terkendali serta kondisi likuiditas yang terjaga mendorong tetap
dipertahankannya tingkat suku bunga meski kondisi global masih penuh ketidakpastian. Salah
satu faktor global yang terus dicermati adalah perbaikan ekonomi AS yang mendorong pada
dinaikkannya suku bunga acuan AS (the Federal Funds Rate - FFR) sebesar 25 bps menjadi 1
persen. Selain FFR, risiko ketidakpastian global juga berasal dari masih belum jelasnya arah
kebijakan perdagangan AS, kondisi geopolitik di kawasan Eropa, dan tekanan inflasi yang mulai
meningkat di negara maju yang dapat memicu pengetatan kebijakan moneter di negara-
negara tersebut.
Meskipun The Fed melakukan normalisasi kebijakan, tekanan terhadap sektor keuangan
domestik dapat diserap dengan baik antara lain karena kondisi likuiditas dalam negeri yang
meningkat. Program Amnesti Pajak berperan besar dalam peningkatan likuiditas ini, terutama
sejak bulan Oktober 2016 di mana likuiditas perbankan meningkat cukup pesat yang ditandai
dengan meningkatnya pertumbuhan DPK. Peningkatan likuiditas juga terjadi di pasar obligasi
pemerintah yang ditunjukkan dari penurunan suku tingkat imbal hasil Surat Utang Negara 10
tahun sebesar 93 bps menuju 7,04 persen selama periode Januari hingga Maret 2017, serta
penurunan suku bunga pasar uang.
Edisi II / Mei 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 25
Stabilitas ekonomi domestik juga ditandai oleh nilai tukar rupiah selama bulan Maret yang 2017
mengalami penguatan, antara lain didorong oleh tingginya arus masuk dana asing ke portofolio
investasi domestik, terutama obligasi pemerintah. Dibandingkan dengan bulan Desember
2016, rata-rata nilai tukar rupiah per dolar AS di bulan Maret 2017 menguat tipis sebesar 0,67
persen menuju Rp13.345. Penguatan ini terjadi seiring dengan masuknya dana asing sebesar
Rp65,76 triliun, melalui pasar saham (Rp8,35 triliun) dan pasar obligasi pemerintah (Rp57,41
triliun). Jumlah ini 11,1 persen lebih tinggi dari periode yang sama tahun sebelumnya. Masih
tingginya minat investor asing untuk berinvestasi di Indonesia ini terutama disebabkan oleh
masih tingginya perbedaan tingkat suku bunga di Indonesia dan negara maju. Selain itu, kinerja
perekonomian Indonesia yang relatif baik dibandingkan dengan negara emerging market
lainnya juga berkontribusi positif terhadap penguatan nilai tukar rupiah. Sentimen ini
diperkuat oleh outlook positive yang diberikan oleh S&P, Moody’s dan Fitch terhadap peringkat
utang Indonesia. Dari sisi domestik, menguatnya aliran modal ini di antaranya disebabkan oleh
program Amnesti Pajak yang berakhir tepat pada bulan Maret 2017. Membaiknya harga
komoditas dan ekspor juga diharapkan memberikan kontribusi positif terhadap kinerja rupiah.
Pemerintah dan otoritas terkait terus berkoordinasi dalam mempersiapkan langkah-langkah
proaktif dan antisipatif terhadap perkembangan perekonomian global. Meskipun persepsi
investor secara umum masih positif terhadap Indonesia seiring perbaikan struktural
perekonomian melalui reformasi di berbagai bidang yang terus dilaksanakan, terdapat
beberapa faktor risiko ke depannya. Selain itu, perkembangan perekonomian global juga
menjadi perhatian Pemerintah, utamanya arah kebijakan perdagangan AS serta potensi
kenaikan suku bunga The Fed sebanyak dua kali sampai akhir tahun 2017. Dukungan kondisi
perekonomian domestik yang stabil dan terus membaik serta dengan berbagai kebijakan yang
akan diambil oleh pemerintah maupun Bank Indonesia diharapkan dapat menjaga performa
suku bunga domestik dan nilai tukar rupiah.
Neraca Pembayaran Indonesia
Surplus Neraca Pembayaran Indonesia di triwulan pertama 2017 tercatat sebesar 4,5 miliar
dolar AS, membaik dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mengalami defisit
0,3 miliar dolar AS. Surplus yang besar pada Transaksi Modal dan Finansial mampu menutupi
defisit pada Transaksi Berjalan. Surplus Neraca Pembayaran tersebut telah mendorong
peningkatan posisi cadangan devisa pada akhir triwulan pertama 2017 menjadi sebesar 121,8
miliar dolar AS, cukup untuk membiayai kebutuhan pembayaran impor dan utang luar negeri
pemerintah selama 8,6 bulan.
Transaksi Berjalan pada triwulan pertama 2017 masih mengalami defisit yang dipicu oleh
meningkatnya defisit neraca perdagangan migas, seiring dengan naiknya harga minyak mentah
dunia. Selain itu, defisit pada pendapatan primer masih tinggi yang disebabkan oleh
pembayaran bunga surat utang pemerintah yang lebih tinggi dan meningkatnya pembayaran
pendapatan investasi langsung. Di sisi lain, neraca perdagangan nonmigas mencatat surplus
sejalan dengan berlanjutnya kenaikan harga komoditas dan kenaikan pada surplus jasa
perjalanan yang mendorong penurunan defisit neraca jasa. Defisit transaksi berjalan pada
26 Edisi II / Mei 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal
triwulan pertama 2017 tercatat sebesar 2,4 miliar dolar AS (1,0 persen dari PDB), lebih rendah
dibandingkan dengan defisit pada triwulan pertama 2016 yang sebesar 4,7 miliar dolar AS (2,1
persen dari PDB).
Transaksi Modal dan Finansial mencatatkan surplus sebesar 7,9 miliar dolar AS sejalan dengan
membaiknya pertumbuhan ekonomi dan persepsi positif terhadap prospek perekonomian.
Surplus tersebut lebih besar dibandingkan dengan surplus pada triwulan pertama 2016 yang
sebesar 4,2 miliar dolar AS. Peningkatan surplus ini terutama didorong oleh derasnya aliran
masuk modal investasi portofolio terutama pada instrumen domestik (Surat Utang Negara,
Surat Perbendaharaan Negara, dan saham) dan adanya penerbitan sukuk global pemerintah.
Sementara itu di sisi investasi langsung terjadi penurunan surplus, akibat arus keluar investasi
langsung sektor migas. Investasi lainnya juga mencatatkan defisit terdorong oleh adanya
penempatan aset sektor swasta di luar negeri, meskipun di sisi kewajiban terdapat arus masuk
dari penarikan pinjaman luar negeri.
Neraca Perdagangan Indonesia
Kinerja neraca perdagangan menunjukkan tren yang terus meningkat hingga triwulan pertama
2017. Surplus neraca perdagangan pada triwulan pertama 2017 tercatat sebesar 3,95 miliar
dolar AS, lebih tinggi dibandingkan surplus neraca perdagangan pada triwulan sebelumnya
maupun pada periode yang sama tahun 2016. Peningkatan ini didukung oleh surplus neraca
non migas sebesar 6,54 miliar dolar AS yang mampu menutupi defisit neraca migas yang
sebesar 2,59 miliar dolar AS. Tingginya surplus neraca nonmigas pada triwulan pertama 2017
ini terutama berasal dari komoditas ekspor sektor industri pengolahan (manufaktur) dengan
kontribusi sebesar 75,3 persen terhadap total ekspor atau sebesar 30,57 miliar dolar AS, dan
tumbuh 20,0 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara sektor
pertambangan dan pertanian masing masing menyumbang sebesar 12,9 persen dan 2,1
Grafik 4. Neraca Pembayaran Indonesia masih melanjutkan tren surplus sejak triwulan kedua 2016, yang didorong oleh tingginya surplus transaksi modal dan finansial yang melampaui defisit transaksi berjalan.
(dalam persen)
Sumber: BPS, data diolah
s
5
25
45
65
85
105
125
145
-10,0
-5,0
0,0
5,0
10,0
15,0
20,0
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2014 2015 2016 2017
USD miliarUSD miliar
Trans. Modal & Finansial Transaksi Berjalan Neraca Keseluruhan Cadangan Devisa (RHS)
Edisi II / Mei 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 27
persen, dan tumbuh masing-masing sebesar 32,3 persen dan 22,9 persen. Tren harga
komoditas yang meningkat pada awal tahun mendorong positifnya pertumbuhan ekspor pada
kedua sektor tersebut. Selain itu, kembali diizinkannya PT Freeport dan Amman untuk ekspor
komoditas tambang turut mendukung kinerja ekspor sektor pertambangan. Secara umum,
komoditas ekspor utama di triwulan pertama 2017 antara lain bahan bakar mineral, mesin dan
peralatan listrik, serta karet dan bahan dari karet.
Total ekspor Indonesia di triwulan pertama 2017 tercatat sebesar 40,61 miliar dolar AS atau
meningkat 20,8 persen dibanding tahun sebelumnya. Ditinjau dari negara tujuan ekspor, masih
didominasi oleh Tiongkok, dengan nilai 4.689,4 juta dolar AS (12,8 persen), diikuti AS dengan
nilai 4.287,5 juta dolar AS (11,7 persen), dan India dengan nilai 3.406,3 juta dolar AS (9,3
persen). Seiring dengan mulai aktifnya pelabuhan New Tanjung Priok, pertumbuhan ekspor
Indonesia ke hampir semua mitra dagang utama tercatat positif kecuali ke Singapura dan
Australia yang masing-masing mengalami pertumbuhan negatif sebesar -4,92 persen dan -
28,7 persen.
Nilai impor pada triwulan pertama 2017 tercatat sebesar 36,68 dolar AS atau tumbuh 14,8
persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Ditinjau dari sisi penggunaan, tren positif
impor bahan baku masih berlanjut, dan bahkan mencapai pertumbuhan tertinggi sejak 2015
yakni sebesar 18 persen (yoy). Momentum ini diharapkan akan terus mendukung
pertumbuhan sektor manufaktur serta mendorong petumbuhan ekspor manufaktur termasuk
manufaktur berbasis komoditas. Sementara itu impor barang modal dan barang konsumsi juga
mencatatkan pertumbuhan masing-masing sebesar 6,5 persen dan 4,8 persen. Perbaikan
aktivitas baik impor maupun ekspor di triwulan pertama tahun 2017 tersebut merupakan
sinyal positif bagi perekonomian secara umum di tahun 2017. Pertumbuhan perdagangan
internasional diperkirakan akan memberikan dorongan tambahan bagi pertumbuhan
ekonomi.
Grafik 5. Sampai dengan triwulan pertama 2017, neraca perdagangan Indonesia terus melanjutkan surplus hingga dua kali lipat dari surplus neraca perdagangan triwulan pertama 2016
(dalam juta dolar AS)
Sumber: BPS, data diolah
S
-5.000
-3.000
-1.000
1.000
3.000
5.000
7.000
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2014 2015 2016 2017
(Juta dolar AS)
Non Migas Migas Neraca Perdagangan
28 Edisi II / Mei 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal
D. Pertumbuhan Kredit Perbankan Melambat
Grafik 6. Kredit tumbuh terbatas di awal tahun 2017
(dalam persen) j
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia, diolah
Pertumbuhan kredit perbankan masih melambat di awal tahun 2017. Hingga akhir bulan
Februari 2017, kredit tercatat sebesar Rp4.308 triliun atau lebih rendah dibanding jumlah
kredit di bulan Januari yang mencapai Rp4.312 triliun. Namun, apabila dibandingkan dengan
periode yang sama tahun sebelumnya, kredit mampu tumbuh sebesar 8,57 persen.
Pertumbuhan ini terutama dipengaruhi oleh konsolidasi perbankan yang masih berlanjut serta
tren rasio kredit bermasalah yang cenderung meningkat sehingga mendorong perlambatan
permintaan kredit. Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan memproyeksikan pertumbuhan
kredit pada Q1-2017 mencapai 8,5 persen yoy dan diperkirakan akan terus melambat hingga
akhir tahun. Namun demikian, berdasarkan hasil survei Pricewaterhouse Coopers Indonesia
(PWC Indonesia), pelaku perbankan nasional melihat bahwa perbankan Indonesia merupakan
pasar yang paling menarik di Asia Tenggara pada tahun 2017 dengan didukung oleh tingkat
margin yang tinggi. Kondisi perbankan nasional dinilai sudah jauh lebih baik dibanding tahun
sebelumnya setelah Pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan di tahun 2015 dan 2016
dalam rangka menstimulus perekonomian.
Kredit dalam nilai tukar rupiah melanjutkan pertumbuhan pada bulan Februari 2017 dengan
pertumbuhan sebesar 9,3 persen (yoy). Sementara itu, pertumbuhan kredit dalam valuta asing
tercatat sebesar 4,1 persen (yoy) meskipun dibanding bulan sebelumnya mengalami kontraksi
sebesar 3,1 persen. Berdasarkan jenis penggunaannya, kredit investasi mencatatkan
pertumbuhan tertinggi, yaitu sebesar 9,97 persen yoy yang kemudian disusul oleh kredit
konsumsi dan kredit modal kerja dengan pertumbuhan masing-masing sebesar 8,87 persen
yoy dan 7,61 persen yoy. Meningkatnya kredit investasi ini ditopang oleh semakin
bertambahnya proyek infrastruktur di beberapa daerah di Indonesia. Secara sektoral, kredit
sektor listrik, gas, dan air masih menjadi sektor dengan realisasi penyaluran kredit tertinggi,
yaitu sebesar 32,91 persen yoy. Tingginya pertumbuhan kredit sektor listrik tersebut masih
didorong oleh adanya proyek listrik 35.000 MW yang digulirkan oleh Pemerintah. Sementara
itu, kredit bermasalah pada sektor perdagangan perlu dicermati mengingat sektor tersebut
merupakan sektor dengan porsi terbesar dari total kredit.
8,57
0,00
5,00
10,00
15,00
Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Jan Feb
2016 2017KMK KI KK Kredit
Edisi II / Mei 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 29
Secara spasial, provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) masih menjadi provinsi dengan pertumbuhan kredit tertinggi, yaitu sebesar 28,02 persen (yoy) yang didominasi oleh sektor produktif, khususnya perdagangan. Tingginya penyaluran kredit di provinsi tersebut juga sejalan dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi NTB sepanjang tahun 2016 yang mencapai 5,82 persen. Sementara itu, Kalimantan Timur dan Papua Barat menjadi provinsi dengan rasio kredit bermasalah tertinggi. Tingginya rasio kredit bermasalah di Papua Barat, antara lain diakibatkan oleh penurunan kinerja korporasi yang berdampak pada penurunan kinerja keuangan sektor jasa keuangan serta perlunya perbaikan manajemen risiko kredit di wilayah tersebut. Adapun Pulau Jawa, masih menjadi pusat penyaluran kredit terbesar dengan proporsi sebesar 74,34 persen dari keseluruhan total kredit.
Tabel 4. Provinsi Nusa Tenggara Barat mencatatkan pertumbuhan kredit tertinggi
(dalam persen)
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia, diolah
Sementara itu, pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) mencatatkan pertumbuhan sebesar 9,21
persen yoy pada bulan Februari 2017, lebih rendah dibanding pertumbuhan pada bulan
sebelumnya yang mencapai 10,04 persen (yoy). Pertumbuhan DPK didominasi oleh
pertumbuhan tabungan yang mencapai 11,51 persen, sementara giro dan simpanan
berjangka masing-masing tumbuh sebesar 10,92 persen dan 6,92 persen. Dalam survei
Perbankan yang dilakukan Bank Indonesia (BI), pertumbuhan DPK diperkirakan menguat pada
Q2-2017 tercermin dari Saldo Bersih Tertimbang (SBT) pertumbuhan DPK yang naik menjadi
89,4 persen. Penguatan pertumbuhan tersebut terutama disebabkan oleh suku bunga dana
yang masih dianggap menarik oleh nasabah dan peningkatan pelayanan bank di Q2-2017.
Grafik 7. Kredit bermasalah pada sektor perdagangan perlu dicermati karena merupakan sektor dengan porsi terbesar
(dalam persen, besar bubble: porsi kredit)
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia, diolah
Listrik, Gas, Air3,10
Konstruksi 4,89Perantara Keuangan
4,52Pertambangan
2,95
Transportasi3,87
Perdagangan18,95
Industri Pengolahan 17,40
Pinjaman multiguna11,11
-15,00
-5,00
5,00
15,00
25,00
35,00
45,00
0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00
Listrik, Gas, Air Konstruksi Perantara Keuangan PertambanganTransportasi Perdagangan Industri Pengolahan Pinjaman multiguna
Per
tum
bu
han
Kre
dit
Non Performing Loan (NPL)
No Provinsi Kredit (yoy)
NPL Porsi
1 NTB 28,02 1,80 0,72
2 Sulawesi Barat 22,66 1,70 0,13
3 Kaltim -0,03 8,05 1,53
4 Papua Barat 17,58 6,12 0,22
5 DKI Jakarta 8,56 3,15 48,37
6 Jawa Timur 6,23 3,00 8,87
No Pulau Kredit (yoy)
NPL Porsi
1 Bali & Nusra 15,09 2,43 2,78
2 Maluku & Papua 11,32 4,60 1,10
3 Kalimantan 6,68 4,85 4,03
4 Sulawesi 9,90 2,88 4,44
5 Jawa 8,36 3,16 74,34
6 Sumatera 6,95 2,97 12,03
30 Edisi II / Mei 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal
Grafik 8. Pertumbuhan DPK melambat di bulan Februari 2017
(dalam persen)
j
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia, diolah
Seiring dengan pertumbuhan DPK yang lebih tinggi dibanding kredit, risiko pengetatan likuiditas
mulai melonggar tercermin dari tren penurunan loan to deposit ratio (LDR). Adapun dari sisi
permodalan, ketahanan industri perbankan masih dinilai cukup mampu untuk mengantisipasi
potensi risiko dengan capital adequacy ratio (CAR) yang stabil. Rentabilitas dan tingkat
efisiensi perbankan di awal tahun 2017 menunjukan perbaikan tercermin dari BOPO pada
bulan Februari yang mencatatkan penurunan. Sebelumnya, nilai BOPO tercatat relatif tinggi di
bulan Januari 2017 disebabkan oleh banyaknya bank yang mengalokasikan dana cadangan
kerugian penurunan nilai untuk mengantisipasi kenaikan rasio kredit bermasalah sehingga
meningkatkan biaya operasional. Rasio kredit bermasalah kembali meningkat di bulan
Februari tahun 2017 disumbang oleh beberapa sektor, antara lain pertambangan, konstruksi,
dan perdagangan besar. Namun, Otoritas Jasa Keuangan memperkirakan rasio kredit
bermasalah akan menurun di tahun 2017 seiring membaiknya kinerja beberapa sektor,
misalnya pertambangan yang ditopang perbaikan harga komoditas dan pertumbuhan
ekonomi. Selain itu, rasio pencadangan (coverage ratio) juga cukup besar untuk
mengantisipasi kenaikan kredit bermasalah. Secara umum, kinerja perbankan masih terpantau
cukup baik. Namun, Pemerintah perlu mengantisipasi beberapa downside risks, di antaranya
potensi kenaikan tekanan inflasi yang didorong oleh kenaikan tarif listrik dan faktor cuaca serta
kondisi ekonomi global.
Tabel 5. Kinerja perbankan secara umum masih mampu mengantisipasi potensi risiko
(dalam persen)
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia, diolah
9,21
-5,00
0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Jan Feb
2016 2017Giro Tabungan Simpanan Berjangka DPK
Indikator Umum
2016 2017
Mar Apr Mei Juni Juli Agu Sept Okt Nov Des Jan Feb Aset (T Rp) 6.168 6.181 6.243 6.362 6.350 6.383 6.466 6.460 6.582 6.730 6.707 6.744
DPK (T Rp) 4.469 4.478 4.508 4.574 4.585 4.610 4.605 4.653 4.734 4.837 4.825 4.846 DPK (%, yoy) 6,44 6,18 6,53 5,90 5,93 5,58 3,15 6,46 8,40 9,60 10,04 9,21
Kredit (T Rp) 4.000 4.007 4.070 4.168 4.130 4.146 4.212 4.216 4.285 4.377 4.313 4.308 Kredit (%, yoy) 8,71 7,95 8,34 8,89 7,74 6,83 6,47 7,44 8,46 7,87 8,28 8,57
LDR (%) 89,60 89,52 90,32 91,19 90,18 90,04 91,71 90,77 90,70 90,70 89,59 89,12 NPL (%) 2,83 2,93 3,11 3,05 3,18 3,22 3,10 3,22 3,18 2,93 3,09 3,16
CAR (%) 22,00 21,95 22,41 22,56 23,19 23,26 22,60 23,19 23,04 22,93 23,21 23,18 BOPO (%) 82,96 82,30 82,36 82,23 81,37 81,31 81,02 81,26 80,64 82,22 83,94 81,69 NIM (%) 5,55 5,56 5,60 5,59 5,59 5,59 5,65 5,65 5,62 5,63 5,39 5,28
ROA (%) 2,44 2,38 2,34 2,31 2,35 2,36 2,38 2,41 2,37 2,23 2,46 2,35
Edisi II / Mei 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 31
E. Perkembangan Pasar Modal Indonesia Sampai dengan Triwulan
Pertama 2017
Grafik 9. Pergerakan IHSG Kuartal Pertama 2017
(dalam indeks)
Sumber: Bloomberg
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada triwulan pertama 2017, berada di level 5.568,11,
menguat 5,12 persen secara triwulanan setelah. Kinerja IHSG ini sejalan dengan tren positif
yang terjadi pada umumnya indeks global lain yang mencapai rata-rata 5 persen. Kinerja positif
IHSG pada triwulan pertama 2017 lebih banyak ditopang oleh aksi beli investor domestik di
tengah investor non residen yang masih membukukan jual bersih sampai dengan pekan ketiga
Maret 2017. Per 31 Maret 2017, investor non residen mencatatkan beli bersih sebesar Rp7,4
triliun.
Kinerja positif indeks terjadi di tengah tekanan perekonomian dan politik global. Tekanan
tersebut antara lain ekspektasi kenaikan suku bunga The Fed yang semakin kuat,
ketidakpastian perkembangan arah kebijakan ekonomi dan perdagangan AS di bawah
pemerintahan Donald Trump, serta risiko politik di kawasan Eropa. Potensi tekanan global
tersebut dapat diredam oleh sentimen positif dalam negeri antara lain pertumbuhan ekonomi
yang sehat serta keyakinan masyarakat terhadap kinerja ekonomi Indonesia yang membaik.
Beberapa sentimen positif yang turut mendorong kinerja IHSG antara lain nilai tukar rupiah
yang stabil, perkembangan inflasi yang masih terkendali, cadangan devisa yang masih
melanjutkan tren peningkatan, peningkatan outlook sovereign credit rating Indonesia oleh
Moody’s dan JCR, serta didukung dengan situasi politik yang stabil seiring pelaksanaan pilkada
serentak yang berjalan aman dan lancar.
Dari sisi sektoral, perkembangan positif IHSG pada triwulan pertama 2017 ditopang oleh kinerja
semua sektor yang tumbuh signifikan kecuali sektor properti yang mengalami tekanan. Sektor
pertambangan mencatatkan pertumbuhan paling tinggi yaitu 10,1 persen diikuti sektor
keuangan 7,4 persen, sektor aneka industri 9,5 persen, sektor manufaktur 5,2 persen serta
sektor-sektor lain yang rata-rata tumbuh di atas 1 persen. Sektor properti pada periode yang
sama mengalami tekanan, turun 1,4 persen dibandingkan posisi pada akhir Desember 2016.
5200
5250
5300
5350
5400
5450
5500
5550
5600
Jan-17 Feb-17 Mar-17
(19/1) Suku bunga acuan BI tetap
(6/2) Rilis data PDB Indonesia
(16/2) Suku bunga acuan BI tetap
(15/3) Kenaikan Fed Fund Rate 25 bps
(16/3) Suku bunga acuan BI tetap
(31/3) Akhir periode Amnesti Pajak
32 Edisi II / Mei 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal
Tabel 6. Kinerja IHSG triwulan pertama 2017 ditopang oleh semua sektor, kecuali sektor properti.
(dalam persen)
) Urutan berdasarkan kapitalisasi pasar Sumber: Bloomberg, diolah
Sektor pertambangan selama triwulan pertama 2017 mengalami perbaikan didorong oleh
pemulihan harga komoditas energi global. Selain itu, proyeksi Bank Dunia mengenai
pertumbuhan harga logam dan mineral yang akan meningkat 11 persen pada 2017 turut
menjadi sentimen positif bagi sektor ini. Selain faktor global, terdapat faktor domestik yang
berperan dalam mendongkrak kinerja emiten sektor pertambangan, salah satunya adalah
kebijakan pemerintah yang mengubah tata cara pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan
minerba yang mengganti PP Nomor 23 Tahun 2010. Perubahan beleid ini disusun untuk
meneruskan semangat terkait hilirisasi mineral yang sebelumnya tercantum di dalam UU
Nomor 4 Tahun 2009.
Sementara itu, kinerja sektor keuangan serta sektor manufaktur mencatatkan hasil positif
ditopang oleh hasil positif dari berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah.
Implementasi Amnesti Pajak, misalnya mendorong kinerja sektor keuangan dan mampu
memberi sentimen positif di tengah terjadinya kenaikan suku bunga acuan oleh The Fed.
Selain itu, rilis laporan keuangan tahunan bank untuk periode 2016 yang sebagian besar
mencatatkan pertumbuhan laba juga menjadi sentimen positif bagi sektor ini. Sektor
manufaktur juga mencatakan hasil sejalan dengan data Nikkei Indonesia Manufacturing
Purchasing Managers’ Index yang naik ke level 50,5 pada Maret dibandingkan posisi pada
Desember 2016 yang berada di level 49,0. Meningkatnya nilai indeks di atas level 50 tersebut
mengindikasikan peningkatan aktivitas bisnis di sektor industri pengolahan. Peningkatan
aktivitas industri ini untuk mengantisipasi meningkatnya kebutuhan menjelang puasa dan
lebaran. Selain itu, sentimen positif bagi sektor ini juga dipicu oleh upaya Pemerintah untuk
memacu pertumbuhan industri manufaktur pada tahun ini antara lain melalui penyiapan lima
insentif baru yaitu (1) perluasan sektor penerima harga gas murah, (2) diskon PPh 5 persen
untuk industri padat karya berorientasi ekspor, (3) pembentukan lembaga pembiayaan
industri, (4) perluasan tax allowance untuk perusahaan yang terlibat dalam pendidikan vokasi
dan, (5) kemudahan impor bahan baku industri.
Sektor Perkembangan Bulanan ( persen)
Ytd Jan Feb Mar
Keuangan (0,6) 3,2 5,0 7,4
Manufaktur 0,3 2,5 2,8 5,2
Konsumsi 0,4 2,2 1,3 3,5
Infrastruktur (0,3) 1,0 3,8 4,4
Perdagangan 1,2 0,2 2,6 3,2
Properti 1,3 (0,9) (1,3) (1,4)
Aneka Industri (2,5) 5,0 5,3 6,8
Industri Dasar 2,8 1,2 5,3 9,5
Pertambangan 1,3 1,4 6,6 10,1
Pertanian 5,7 (5,7) 2,4 1,0
IHSG 0,3 1,7 3,4 5,1
Edisi II / Mei 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 33
Sejalan beberapa sektor lainnya, harga saham sektor konsumsi terus menunjukkan tren positif
seiring dengan meningkatnya optimisme terhadap perkeonomian nasional. Kondisi ini juga
didukung dengan hasil Survei Konsumen Bank Indonesia pada triwulan pertama 2017 yang
secara umum mengindikasikan peningkatan optimisme konsumen. IKK bulanan di sepanjang
triwulan pertama 2017 menunjukkan tren penguatan dan berada di level 121,5 pada Maret
2017, lebih tinggi dibandingkan indeks pada bulan Desember 2016 yang sebesar 115,4. Dari
sektor riil, perkembangan positif hasil survei tersebut dapat dijelaskan oleh meningkatnya
aktivitas konsumsi menjelang tahun baru Imlek yang jatuh pada bulan Januari serta menjelang
bulan Ramadan dan puasa yang sebagian dampaknya telah dirasakan memasuki bulan Maret
ini.
Di sisi lain, saham sektor infrastruktur mencatatkan pertumbuhan 4,4 persen (ytd), atau berada
di bawah pertumbuhan IHSG. Faktor yang menjadi sentimen negatif bagi sektor ini adalah
realisasi belanja Pemerintah yang masih rendah di awal tahun. Namun demikian, jika melihat
tren bulanan dari bulan Januari hingga Maret, sektor ini menunjukkan kinerja yang terus
tumbuh. Ke depannya, kinerja sektor ini akan sangat dipengaruhi oleh realisasi belanja
infrastruktur pemerintah yang nilainya sangat signifkan. Sebagaimana tertuang di dalam APBN
2017, dana yang dianggarkan untuk pembangunan fasilitas publik mencapai Rp387,3 triliun.
Tekanan terjadi pada saham sektor properti seiring dengan adanya ekspektasi kenaikan suku
bunga The Fed yang menciptakan ekspektasi akan adanya peningkatan suku bunga acuan Bank
Indonesia. Hal ini dikhawatirkan akan berdampak pada kenaikan suku bunga kredit pemilikan
rumah. Di samping itu, tekanan yang dialami sektor properti juga ditimbulkan oleh rencana
Pemerintah untuk mengenakan pajak progresif pada aset tanah dan bangunan yang tidak
produktif.
Grafik 10. Kinerja Indeks Global Hingga Maret 2017
(dalam persen, ytd)
Sumber: Bloomberg
3,8
-1,1
9,6
10,2
2,5
5,5
6,0
4,6
6,6
5,1
2,1
-2,0 0,0 2,0 4,0 6,0 8,0 10,0 12,0
Shenzen Comp
Nikkei
Hangseng
STI
FTSE 100
S&P 500
KLCI
DJIA
KOSPI
IHSG
SET Maret
Februari
Januari
34 Edisi II / Mei 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal
F. Tinjauan Stabilitas Sistem Keuangan Indonesia
Berdasarkan hasil pemantauan dan asesmen terhadap kondisi stabilitas sistem keuangan,
Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) menyimpulkan stabilitas sistem keuangan triwulan
pertama 2017 dalam kondisi normal. Kondisi tersebut ditopang antara lain oleh tingkat inflasi
yang terjaga, tingkat permodalan dan likuiditas perbankan yang mulai menunjukan
peningkatan, risiko industri perbankan yang terkendali, nilai tukar Rupiah yang masih terjaga,
kinerja Surat Berharga Negara (SBN) yang berada dalam rentang normal dan penguatan pada
pasar saham. Stabilitas sistem keuangan ke depan diperkirakan akan terjaga dengan baik yang
ditunjukkan dengan adanya perbaikan prospek ekonomi global.
Namun demikian, potensi risiko eksternal maupun domestik perlu tetap dicermati. Dari sisi
eksternal, KSSK akan memantau perkembangan kebijakan ekonomi AS serta peningkatan
tekanan geopolitik. Sedangkan dari faktor domestik, KSSK mencermati perkembangan kualitas
kredit yang disalurkan perbankan dan industri keuangan non-bank (IKNB), aliran dana investor
non residen, dampak perubahan administered price terhadap inflasi, serta ekspansi korporasi
dan perbankan yang masih perlu didorong. Di sisi lain, perkembangan realisasi APBN terus
dipantau untuk menjaga defisit APBN pada level aman.
Guna memperkokoh stabilitas sistem keuangan di Indonesia, lembaga anggota KSSK secara
keseluruhan telah menetapkan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang tentang
Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSK) sesuai dengan amanat UU
PPKSK dan kewenangan masing-masing. Peraturan-peraturan tersebut antara lain mencakup
recovery plan, exit policy, pinjaman/pembiayaan likuiditas jangka pendek, penanganan bank
sistemik yang mengalami permasalahan solvabilitas. Adapun satu peraturan pelaksanaan
masih dalam proses pembahasan, termasuk konsultasi dengan DPR, yaitu Rancangan
Peraturan Pemerintah mengenai Besaran Premi untuk Pendanaan Program Restrukturisasi
Perbankan.
Dengan telah ditetapkan dan diundangkannya peraturan pelaksanaan UU PPKSK, usaha untuk
membangun stabilitas sistem keuangan yang bertitik berat pada pencegahan dan penanganan
permasalahan tetap berjalan. Hal ini sejalan dengan hasil asesmen oleh Financial Sector
Assessment Program (FSAP) yang menilai sistem keuangan Indonesia kuat dan stabil serta
teruji ketahanannya dari guncangan Global Financial Crisis. Asesor mengapresiasi reformasi
signifikan terhadap tata kelola manajemen krisis yang telah dilaksanakan sejak FSAP terakhir
pada tahun 2010, diantaranya mencakup implementasi penguatan permodalan sesuai Basel
III, integrasi pengawasan sistem keuangan, penguatan protokol manajemen krisis dan
kerangka resolusi. Asesor FSAP juga mendukung langkah kebijakan dengan merekomendasi
prioritas kebijakan pada penegasan tugas dan fungsi OJK dan Bank Indonesia terkait mandat
pengawasan stabilitas sistem keuangan dan makroprudensial, perlindungan hukum pejabat
dan pegawai dalam menjalankan tugas pengawasan dan manajemen krisis, pengaturan
konglomerasi keuangan, dan opsi pencegahan krisis keuangan antara lain melalui peninjauan
kembali Emergency Liquidity Assistance (ELA).
Edisi II / Mei 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 35
Halaman ini sengaja dikosongkan
36 Edisi II / Mei 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal
Edisi II / Mei 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 37
BAGIAN II ANALISIS KINERJA APBN
TRIWULAN PERTAMA
2017
Realisasi pendapatan negara dan belanja negara
tercatat lebih baik dibandingkan periode yang sama
tahun lalu. Meskipun demikian, beberapa tantangan
masih harus dihadapi.
38 Edisi II / Mei 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal
Review Kinerja APBN Triwulan Pertama 2017
Penganggaran pemerintah pada tahun 2017 merupakan refleksi dari pelaksanaan APBN tahun
2016 yang kredibel dan efektif. APBN 2017 disusun dengan mengupayakan optimalisasi
pendapatan negara dengan tetap menjaga agar investasi domestik tetap atraktif. Selain itu,
kualitas belanja dalam APBN 2017 terus ditingkatkan guna mengatasi permasalahan sosio-
ekonomi domestik. Disiplin dan kesinambungan fiskal tetap dipertahankan dengan
mengendalikan defisit dalam batas yang aman.
APBN 2017 disusun sebagai instrumen fiskal dalam merangsang daya gerak ekonomi agar tetap
dapat tumbuh positif di tengah ketidakpastian global serta semakin kompleksnya tantangan
sosial-ekonomi domestik. Untuk menjaga momentum pertumbuhan tersebut, pemerintah
menetapkan program-program pembangunan strategis yang memiliki dampak multiplier
tinggi terhadap perekonomian, di antaranya adalah pembangunan infrastruktur.
Tabel 7. Kinerja APBN Hingga Maret 2017 (dalam triliun rupiah)
Sumber: Kementerian Keuangan
Secara umum, kinerja APBN pada triwulan pertama 2017 lebih baik dibandingkan dengan kinerja
pada periode yang sama tahun 2016. Baik sisi pendapatan maupun belanja menunjukkan
pencapaian yang lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini didukung oleh suksesnya
program yang dijalankan oleh pemerintah seperti Amnesti Pajak yang mendukung optimalisasi
pendapatan, serta pre-funding yang mendukung akselerasi belanja yang berkualitas. Dengan
Uraian 2016 2017
APBN-P s.d Mar % Real APBN s.d Mar % Real
A. PENDAPATAN DAN HIBAH 1.786,2 247,5 13,9 1.750,3 295,1 16,9
I. PENERIMAAN DALAM NEGERI 1.784,2 247,4 13,9 1.748,9 295,1 16,9
1. Penerimaan Perpajakan 1.539,2 204,5 13,3 1.498,9 237,7 15,9
- Pajak Dalam Negeri 1.503,3 195,8 13,0 1.464,8 229,2 15,6
- Pajak Perdagangan Internasional 35,9 8,7 24,2 34,1 8,5 25,0
2. Penerimaan Negara Bukan Pajak 245,1 42,9 17,5 250,0 57,4 22,9
- Penerimaan SDA 90,5 13,8 15,2 87,0 28,4 32,6
- Laba BUMN 34,2 0,0 0,0 41,0 0,0 0,0
- PNBP Lainnya 84,1 21,7 25,8 84,4 21,8 25,8
- BLU 36,3 7,5 20,7 37,6 7,2 19,2
II. PENERIMAAN HIBAH 2,0 0,1 5,0 1,4 0,0 0,0
B. BELANJA NEGARA 2.082,9 390,9 18,8 2.080,5 400,0 19,2
I. BELANJA PEMERINTAH PUSAT 1.306,7 193,5 14,8 1.315,5 204,8 15,6
1. Belanja K/L 767,8 82,7 10,8 763,6 92,4 12,1
2. Belanja Non K/L 538,9 110,8 20,6 552,0 112,5 20,4
II. TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA 776,3 197,4 25,4 764,9 195,2 25,5
1. Transfer Ke Daerah 729,3 197,3 27,1 704,9 195,2 27,7
2. Dana Desa 47,0 7,1 15,1 60,0 0,0 0,0
C. SURPLUS (DEFISIT) ANGGARAN (A-B) (296,7) (143,4) 48,3 (330,2) 104,9 (31,8)
% Surplus/(Defisit) Terhadap PDB (2,35) (1,16) (2,41) (0,8)
D. PEMBIAYAAN ANGGARAN 296,7 200,2 67,5 330,2 187,9 56,9
I. Pembiayaan Utang 371,6 198,4 53,4 384,7 186,6 48,5
1. Surat Berharga Negara (Neto) 364,9 199,2 54,6 400,0 190,4 47,6
2. Pinjaman (Neto 6,7 (0,8) (11,9) (15,3) (3,8) 24,8
II. Pembiayaan Investasi (94,0) 0,0 0,0 (47,5) 0,0 0,0
III. Pemberian Pinjaman 0,5 1,7 340,0 (6,4) 1,2 (18,8)
IV. Kewajiban Penjaminan 0,7 0,0 0,0 (0,9) 0,0 0,0
V. Pembiayaan Lainnya 19,3 0,1 0,5 0,3 0,1 20,5
Kelebihan/Kekurangan Pembiayaan 0,0 56,9 (0,0) 82,9
Edisi II / Mei 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 39
demikian, hingga triwulan pertama tahun 2017, kesinambungan fiskal dapat terjaga dengan
tingkat defisit yang aman.
Realisasi pendapatan negara mencapai Rp295,1 triliun atau 16,9 persen dari target. Pencapaian
ini lebih baik jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang realisasinya sebesar
Rp247,5 triliun atau 13,9 persen. Realisasi penerimaan perpajakan sampai akhir Maret 2017
tercatat sebesar Rp237,7 triliun (15,9 persen). Penerimaan tersebut secara nominal maupun
persentase lebih tinggi dibandingkan capaian periode yang sama tahun sebelumnya. Capaian
tersebut utamanya dipengaruhi oleh meningkatnya penerimaan pajak yang bersumber dari
Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Perbaikan realisasi perpajakan terutama didukung oleh kontribusi positif program Amnesti Pajak
tahap ketiga yang masih berlangsung sampai dengan akhir Maret. Sejak dilaksanakan pada Juli
2016 hingga Maret 2017, Amnesti Pajak telah menghasilkan penerimaan pajak sebesar
Rp134,8 T. Dengan selesainya program Amnesti Pajak di tahun ini, diharapkan memiliki
dampak optimal terhadap penguatan fondasi basis perpajakan serta menumbuhkan
optimisme pengelolaan dan penegakan peraturan perpajakan yang lebih baik sehingga
kualitas penerimaan perpajakan di masa yang akan datang juga akan lebih baik.
Yang juga perlu menjadi perhatian adalah membaiknya realisasi Penerimaan Negara Bukan
Pajak (PNBP) periode ini yang mencapai Rp57,4 T (22,9 persen). Realisasi PNBP tersebut
meningkat dibandingkan realisasi periode yang sama tahun sebelumnya yaitu Rp42,9 T (17,5
persen). Peningkatan PNBP utamanya dipengaruhi oleh meningkatnya kinerja sektor migas
dan non-migas melalui kenaikan lifting minyak dan pengendalian cost recovery. Peningkatan
kinerja PNBP dari sumber daya alam sejalan pada triwulan pertama 2017 tersebut sejalan
dengan tren perbaikan harga komoditas.
Realisasi belanja negara secara umum mencapai Rp400 triliun atau 19,2 persen, lebih baik jika
dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yang realisasinya sebesar Rp247,5 triliun atau 13,9
persen. Perbaikan pola realisasi belanja negara tahun ini turut didukung oleh perbaikan
mekanisme monitoring dan evaluasi pelaksanaan APBN melalui Sistem Perbendaharaan dan
Anggaran Negara (SPAN) dan efektivitas pelaksanaan Tim Evaluasi dan Pengawasan Realisasi
Anggaran (Tim TEPRA). Selain itu, akselerasi kegiatan prioritas juga dapat dilaksanakan sejak
dini dengan didukung oleh ketersediaan kas di awal tahun hasil dari program pre-funding. Pre-
funding merupakan program penerbitan Surat Berharga Negara pada akhir tahun 2016, yang
akan digunakan untuk pembiayaan APBN 2017. Perbaikan pola penyerapan belanja akan
mendorong peningkatan dari sisi kualitas sehingga penumpukan belanja di akhir tahun dapat
direduksi.
Adapun realisasi belanja pemerintah pusat triwulan ini tercatat sebesar Rp204,8 T atau 15,6
persen, lebih tinggi dibandingkan capaian periode yang sama tahun lalu yaitu sebesar Rp193,5
triliun atau 14,8 persen. Menurut jenisnya, realisasi semua pos belanja pemerintah relatif lebih
tinggi, kecuali untuk belanja subsidi dan belanja bantuan sosial. Sementara belanja modal dan
belanja barang terserap lebih baik dari sebelumnya dengan capaian masing-masing sebesar
Rp11,8 triliun (6,1 persen) dan Rp 31,7 triliun (0,7 persen). Kinerja belanja barang dan belanja
40 Edisi II / Mei 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal
modal yang lebih tinggi merefleksikan adanya komitmen pemerintah dalam mendorong
kegiatan prioritas utamanya pada belanja infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan.
Sementara itu peran Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) dalam APBN diharapkan dapat
mendorong kualitas desentralisasi fiskal dan peningkatan pelayanan publik (public service
delivery) di daerah. Realisasi TKDD secara persentase adalah 25,5 persen, meningkat tipis
dibandingkan tahun lalu pada periode yang sama meskipun secara nominal lebih rendah yaitu
sebesar Rp195,2 triliun. realisasi yang sedikit lebih rendah dibandingkan dengan periode yang
sama tahun sebelumnya adalah karena belum tersalurkannya Dana Desa akibat perubahan
pola penyaluran melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN).
Dengan adanya perbaikan Pendapatan Negara serta penyerapan Belanja Negara yang cukup
efektif, realisasi defisit APBN terkendali sebesar Rp104,9 triliun atau 0,77 persen terhadap PDB.
Untuk menutupi defisit serta dalam rangka mendukung investasi khususnya pembangunan
infrastruktur, realisasi pembiayaan pada triwulan pertama 2017 tercatat sebesar Rp187,9
triliun atau 56,9 persen dari target. Secara detil, Realisasi pembiayaan utang tercatat sebesar
Rp186,6 triliun atau 56,9 persen. Front loading pembiayaan tersebut juga ditujukan dalam
rangka manajemen biaya bunga yang lebih rendah (cost of fund) dengan memperhatikan
momentum ekonomi domestik yang baik dan kondusif. Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran
(SILPA) yang terjadi hingga triwulan pertama 2017 adalah sebesar Rp82,9T.
Meskipun pengelolaan fiskal pada triwulan pertama 2017 relatif lebih baik jika dibandingkan
dengan tahun sebelumnya, namun beberapa tantangan masih harus dihadapi. Di dalam
mencapai target pembangunan optimalisasi perpajakan melalui penggalian potensi,
ekstensifikasi, intensifikasi, pemeriksaan dan penindakan serta revaluasi harus terus
diupayakan. Selain itu, basis pajak harus terus diperluas terutama dengan memanfaatkan hasil
yang diperoleh dari program Amnesti Pajak. Tantangan di sisi perpajakan juga terletak pada
keberlanjutan agenda reformasi perpajakan baik di sisi administrasi maupun kebijakan.
Sementara itu di sisi belanja, kualitas akan terus ditingkatkan melalui akselerasi penyerapan
belanja modal khususnya pada belanja produktif untuk mendukung pembangunan
infrastruktur, serta menjaga efisiensi belanja barang dan belanja non prioritas. Dengan
mengatasi berbagai tantangan di sisi pendapatan dan belanja tersebut, defisit akan terkendali
pada batas yang aman, serta keseimbangan primer dapat diarahkan menuju positif.
Grafik 11. Penyerapan Belanja Hingga Maret 2017
(dalam triliun rupiah)
Sumber: Kementerian Keuangan
Realisasi Program Amnesti Pajak
73,1
24,610,2
52,9
21,19,2
0 2,3
74
31,7
11,8
65,1
12,3 9,50 0,4
0
50
100
BelanjaPegawai
BelanjaBarang
Belanja Modal PembayaranBunga Utang
Subsidi BantuanSosial
Belanja Hibah Belanja Lain-lain
2016 2017
Edisi II / Mei 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 41
Program Amnesti Pajak atau yang dikenal dengan Tax Amnesty telah berakhir pada akhir Maret
2017. Program yang telah dimulai pada Juli 2016 tersebut merupakan sebuah terobosan
kebijakan yang diselenggarakan dalam rangka menciptakan sistem perpajakan yang lebih
sehat dan penerimaan pajak yang berkesinambungan. Dengan latar belakang adanya
kebutuhan pendanaan pembangunan yang besar serta persiapan Indonesia memasuki era
keterbukaan informasi yang ditandai dengan berlakunya Automatic Exchange of Information
(AEoI), program Amnesti Pajak diluncurkan dan diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan
Wajib Pajak (WP) yang saat ini masih rendah. Program ini juga menandai era baru hubungan
antara WP dan pemerintah yang lebih sehat dan konstruktif melalui semangat kebersamaan
dan saling percaya. Bagi WP, program ini menjadi momentum untuk kepatuhan yang lebih
baik, sedangkan bagi pemerintah sebagai momentum pemungutan pajak yang lebih
berintegritas serta pengelolaan APBN yang lebih kredibel.
Amnesti Pajak memiliki beberapa tujuan dan manfaat yang penting bagi penguatan makro-fiskal
Indonesia. Beberapa tujuan utama dari program tersebut antara lain untuk perbaikan basis
data pajak yang lebih valid, komprehensif dan terintegrasi, serta menciptakan perluasan basis
perpajakan sebagai modal penting untuk meningkatkan penerimaan pajak dalam jangka
pendek maupun panjang. Secara makroekonomi, Amnesti Pajak bertujuan untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi melalui dana repariasi aset yang disalurkan pada investasi produktif,
seperti infrastruktur. Sebagai sebuah terobosan kebijakan, Amnesti Pajak mendapat dukungan
positif serta apresiasi yang baik dari berbagai pihak yang tercermin dari kegiatan sosialisasi
yang selalu dihadiri oleh banyak peserta.
Grafik 12. (a) Penerimaan dari Amnesti Pajak, dan (b) Harta Deklarasi
(dalam triliun rupiah)
(a) (b)
Sumber: Kementerian Keuangan
Pembayaran Uang
Tebusan; 114,5
Penghentian Bukti
Permulaan; 19,4
Pembayaran Utang Pajak
untuk Kepesertaan
TA; 1,7
135,3 triliun
Deklarasi DN;
3698,7
Deklarasi LN;
1036,7
Repatriasi; 146,7
4882,2 triliun
42 Edisi II / Mei 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal
Dampak positif dari Amnesti Pajak nampak dari peroleh penerimaan yang dicapai, yang
memberikan kontribusi signifikan pada penerimaan negara. Secara keseluruhan Amnesti Pajak
menghasilkan total penerimaan sebesar Rp135,3 triliun, dengan Rp114,5 triliun di antaranya
berasal dari pembayaran uang tebusan. Sebesar Rp103,96 triliun dari total penerimaan
diperoleh di periode pertama dan kedua di tahun 2016, sehingga memberikan kontribusi yang
baik pada penerimaan negara tahun 2016 yang masih dipengaruhi oleh faktor perlambatan
ekonomi global serta rendahnya harga komoditas. Penerimaan Amnesti Pajak tersebut
merupakan salah satu yang tertinggi dibandingkan program serupa yang telah dilaksanakan di
negara lain.
Tabel 8. Harta yang Dideklarasikan
(dalam triliun rupiah)
Sumber: Kementerian Keuangan
Keberhasilan program Amnesti Pajak Indonesia juga tercermin dari jumlah harta yang
dideklarasi yang mencapai 34,4 persen terhadap PDB, juga merupakan yang tertinggi di dunia
di antara program sejenis. Secara nominal, total aset yang dideklarasikan mencapai Rp4.882,2
triliun dengan rincian Rp3.698,7 triliun berasal dari Deklarasi Dalam Negeri; Rp1.036,7 triliun
Deklarasi Luar Negeri; dan Rp146,7 triliun dari Repatriasi. Kelompok aset yang paling banyak
dideklarasi adalah Kas dan Setara Kas yang mencapai 33,9 persen, disusul oleh Investasi dan
Surat Berharga sebesar 24,7 persen, serta Tanah, Bangunan, dan Harta tak Gerak Lainnya
sebesar 20,2 persen. Data aset ini menjadi informasi yang penting bagi dalam basis data DJP
sebagai masukan di dalam analisis potensi penerimaan dan pengawasan kepatuhan pajak.
Tabel 9. Peserta Amnesti Pajak
(dalam satuan)
Sumber: Kementerian Keuangan
Kelompok Harta Harta Deklarasi Kontribusi
Kas & Setara Kas 1.739,26 33,9 persen
Investasi & Surat Berharga 1.269,52 24,7 persen
Tanah, Bangunan & Harta tak Gerak Lainnya 1.036,46 20,2 persen
Piutang & Persediaan 731,97 14,3 persen
Logam Mulia & Barang Berharga & Harta Gerak Lainnya 243,05 4,7 persen
Kendaraan Bermotor 106,88 2,1 persen
HAKI & Harta tak Berwujud Lainnya 7,81 0,2 persen
Keterangan Jumlah Peserta Nilai Tebusan Harta Deklarasi
WP Badan 237.223 15,35 682,93
UMKM 111.336 0,68 87,10
Non UMKM 125.887 14,67 595,83
WP Orang Pribadi 735.918 99,17 4.199,26
UMKM 322.096 7,81 867,85
Non UMKM 413.822 91,36 3.331,41
Total 937.141 114,52 4.882,19
Edisi II / Mei 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 43
Program Amnesti Pajak juga membuka kesempatan bagi pemerintah untuk memperkuat basis
data perpajakan termasuk termasuk dalam pemutakhiran data identitas, profil, dan harta WP.
Total peserta yang mengikuti program tersebut tercatat berjumlah 973.141, yang sebagian
besar didominasi oleh WP Orang Pribadi sebanyak 735.918 orang. Amnesti Pajak juga
mencatatkan adanya partisipasi yang tinggi dari Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM),
sebanyak 30 persen dari total peserta. Kriteria WP UMKM adalah WP dengan jumlah
peredaran usaha sampai dengan Rp4,8 miliar dan/atau total harta sampai dengan Rp10 miliar.
Dengan adanya basis data baik subjek maupun objek pajak yang lebih baik upaya untuk
menggali potensi pajak lebih optimal dapat tercapai dengan lebih mudah. Melalui program ini
pemerintah dapat melakukan ekstensifikasi dan intensifikasi antara lain melalui identifikasi WP
yang diaktifkan kembali setelah sebelumnya berstatus non-efektif, serta menjaring WP baru
yang sebelumnya belum terdaftar. Melalui program ini terdapat 52.784 WP baru, serta 24.820
WP yang dalam periode 2010-2014 tidak lapor Surat Pemberitahuan (SPT).
Grafik 11. Kepatuhan Formal WP Peserta Tax Amnesty
(dalam satuan)
Sumber: Kementerian Keuangan
Kesuksesan program Amnesti Pajak akan diperkuat melalui keberlanjutan reformasi perpajakan
yang lebih komprehensif. Langkah tersebut akan menyentuh baik sisi administrasi maupun sisi
kebijakan perpajakan. Dengan mempergunakan data dan informasi yang diperoleh dari
program tersebut, pemerintah akan terus meningkatkan kepatuhan perpajakan agar tercipta
sistem perpajakan yang kuat dan menjadi sumber penerimaan yang berkesinambungan bagi
pembangunan. Upaya melanjutkan langkah reformasi perpajakan juga penting karena potensi
perpajakan masih sangat besar. Hal ini terlihat dari nilai harta repatriasi yang berada di bawah
harapan, serta jumlah peserta Amnesti Pajak yang diperkirakan masih di bawah potensi
sesungguhnya.
Amnesti Pajak dan reformasi perpajakan yang komprehensif dan berkelanjutan, diperkirakan
akan memberikan kontribusi pada peningkatan rasio penerimaan pajak. Saat ini tingkat rasio
penerimaan perpajakan Indonesia masih sangat rendah yakni sekitar 10,9 persen (APBN
2017). Sebagai bagian dari extra effort, Amnesti Pajak dan reformasi perpajakan diarahkan
untuk memperluas basis pajak serta meningkatkan kepatuhan. Dengan memperhitungkan
pertumbuhan alamiah serta extra effort tersebut, di dalam periode 2018-2021 penerimaan
perpajakan diperkirakan akan tumbuh rata-rata sebesar 14-16 persen. Dengan demikian, rasio
penerimaan perpajakan akan meningkat menjadi 11-12 persen di tahun 2018, serta mencapai
kisaran 13,2-14,1 persen pada tahun 2021.
Keterangan Jumlah Peserta Nilai Tebusan Harta Deklarasi
WP Terdaftar 2016 Pasca Amnesti Pajak 52.784 2,51 168,01
WP Daftar 2016 Sebelum Amnesti Pajak 8.459 0,34 21,94
WP Terdaftar 2015 25.533 0,97 53,80
WP Tidak Lapor SPT (2010 – 2014) 249.820 10,17 575,25
WP Lapor SPT (2010 – 2014) 723.321 104,35 4.306,94
44 Edisi II / Mei 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal
Boks 2. Dana Transfer Umum Untuk Infrastruktur
Pemerintah berkomitmen kuat untuk mendukung pelaksanaan otonomi daerah dan
desentralisasi fiskal, salah satunya melalui alokasi anggaran Transfer ke Daerah dan Dana
Desa (TKDD) yang terus meningkat dalam APBN. Pada tahun 2012, anggaran TKDD baru
mencapai Rp480,6 triliun dan tahun 2017 TKDD dialokasikan sebesar Rp764,9 triliun.
Semakin besarnya pendanaan melalui TKDD tidak terlepas dari upaya Pemerintah
membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam
kerangka negara kesatuan. Di samping itu, anggaran TKDD yang semakin besar juga
memiliki nilai strategis dalam mendorong pencapaian target-target pembangunan
diantaranya mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan dan memeratakan
pelayanan publik, serta mengurangi kemiskinan, pengangguran dan kesenjangan
antardaerah. Tujuan-tujuan mulia tersebut akan sangat sulit dicapai apabila dana TKDD
yang besar tidak dimanfaatkan secara optimal oleh pemerintah daerah dan menjadi SILPA
dalam APBD.
Grafik 12. Komposisi Jenis-jenis Dana TKDD 2017
(dalam persen)
Sumber: Kementerian Keuangan
TKDD meliputi beberapa jenis dana dengan tujuan pengalokasian yang berbeda-beda, yaitu
Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik dan DAK
Non Fisik, Dana Insentif Daerah (DID), Dana Otonomi Khusus (Otsus) dan Dana
Kesistimewaan DIY, serta Dana Desa (DD). Salah satu jenis TKDD yang memiliki komposisi
terbesar dalam TKDD (mencapai 65,8 persen pada tahun 2017) adalah Dana Transfer
Umum (DTU). DTU merupakan jenis dana transfer yang dapat digunakan oleh daerah sesuai
dengan prioritas daerah. DTU meliputi DBH dan DAU. DBH dialokasikan berdasarkan
persentase tertentu dari pendapatan negara dan ditujukan untuk mengurangi kesenjangan
fiskal vertikal. Sementara DAU dialokasikan dengan tujuan untuk memeratakan
kemampuan fiskal horizontal.
DTU; 65,8 DAK Fisik dan DAK Non Fisik (DTK), 22,7
DID; 1,0
Otsus dan DIY; 2,7 Dana Desa; 7,8
Edisi II / Mei 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 45
Salah satu upaya Pemerintah dalam meningkatkan kualitas pemanfaatan TKDD mulai tahun
2017 dilakukan pengaturan pemanfaatan sebagian Dana Transfer Umum (DTU) untuk
belanja infrastruktur. Pengaturan tersebut dituangkan dalam Pasal 11 ayat (15) UU Nomor
18 Tahun 2016 tentang APBN 2017 yang berbunyi “Dana Transfer Umum diarahkan
penggunaannya, yaitu sekurang-kurangnya 25 persen (dua puluh lima persen) untuk
belanja infrastruktur daerah yang langsung terkait dengan percepatan pembangunan
fasilitas pelayanan publik dan ekonomi dalam rangka meningkatkan kesempatan kerja,
mengurangi kemiskinan, dan mengurangi kesenjangan penyediaan layanan publik
antardaerah.
Pengaturan lebih lanjut terkait hal tersebut dimuat dalam Pasal 121 dan Pasal 122 Peraturan
Menteri Keuangan (PMK) Nomor 50/PMK.07/2017 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah
dan Dana Desa. Dalam PMK tersebut dijelaskan bahwa DTU yang diarahkan
penggunaannya untuk belanja infrastruktur diperhitungkan dari besaran DTU setelah
dikurangi kewajiban pemerintah daerah menganggarkan Alokasi Dana Desa (ADD).
Sementara itu, untuk memberikan panduan kepada daerah terkait pengertian belanja
infrastruktur, dijelaskan pula bahwa belanja infrastruktur daerah dimaksud merupakan
belanja yang langsung terkait dengan percepatan pembangunan fasilitas pelayanan publik
dan ekonomi dalam rangka meningkatkan kesempatan kerja, mengurangi kemiskinan, dan
mengurangi kesenjangan penyediaan pelayanan publik antardaerah. Besaran belanja
infrastruktur daerah dimaksud dihitung dari total belanja modal dan belanja pemeliharaan
setelah dikurangi belanja modal dan pemeliharaan untuk aparatur seperti pembangunan
dan/atau pemeliharaan gedung pemerintahan yang mempunyai fungsi utama pelayanan
administratif dan kendaraan dinas.
Untuk menjaga efektivitas pengaturan tersebut, diatur pula bahwa pembatasan alokasi
minimal DTU untuk belanja infrastruktur daerah menjadi dasar evaluasi Rancangan
Peraturan Daerah mengenai APBD provinsi oleh Menteri Dalam Negeri dan Rancangan
Peraturan Daerah mengenai APBD kabupaten/kota oleh gubernur. Selain itu, kepala daerah
juga diwajibkan untuk menyampaikan laporan belanja infrastruktur daerah kepada Menteri
Keuangan paling lambat tanggal 31 Juli 2017 dan menjadi syarat penyaluran DAU bulan
September 2017.
Pengaturan tersebut diharapkan dapat memperkuat pelaksanaan desentralisasi fiskal
melalui peningkatan belanja pemerintah daerah yang produktif dan penurunan belanja
kurang produktif dalam APBD pemerintah daerah. Selanjutnya lebih jauh diharapkan
pilihan belanja infrastruktur yang diambil oleh daerah merupakan kegiatan-kegiatan yang
bermanfaat besar terhadap penyediaan fasilitas pelayanan publik dan memberikan
dorongan terhadap kegiatan ekonomi masyarakat sehingga dapat meningkatkan
kesempatan kerja, mengurangi kemiskinan, dan mengurangi kesenjangan penyediaan
pelayanan publik antardaerah.
46 Edisi II / Mei 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal
Boks 3. Catatan Anggaran Kesehatan
Kesehatan memegang peranan penting dalam pembangunan nasional sebuah negara karena
kondisi kesehatan masyarakat merupakan sebuah cerminan kondisi pembangunan suatu
negara. Masyarakat yang sehat akan lebih produktif sehingga dapat mendukung
pencapaian target-target pembangunan, baik pembangunan ekonomi maupun
pembangunan sosial. Mengingat pentingnya sektor kesehatan, global competitiveness
index memasukkan sektor kesehatan sebagai salah satu indikator utama dalam subindex
kebutuhan dasar bersama dengan infrastruktur dan pendidikan.
Dalam rangka pembangunan sektor kesehatan, Pemerintah mencanangkan Program
Indonesia Sehat yang meliputi penerapan paradigma sehat, penguatan pelayanan kesehatan,
dan pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). JKN mulai dilaksanakan pada Januari
2014 dengan mekanisme asuransi sosial dengan tujuan memberikan jaminan kepada
peserta untuk memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam
memenuhi kebutuhan dasar kesehatan. Selain itu, sejak tahun 2016 Pemerintah juga
melaksanakan program Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS) yang bertujuan untuk
meningkatkan upaya preventif dan promotif di masyarakat.
Untuk mendukung program-program tersebut, Pemerintah terus meningkatkan alokasi
anggaran untuk kesehatan. Dalam lima tahun terakhir, anggaran kesehatan meningkat
secara rata-rata sebesar 26 persen per tahun. Bahkan sejak tahun 2016, Pemerintah telah
mengalokasikan 5 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk
sektor kesehatan sesuai dengan yang diamanatkan dalam UU Nomor 36 Tahun tentang
Kesehatan. Pada tahun 2017, anggaran kesehatan telah mencapai Rp104 triliun atau
sekitar 0,76 persen dari PDB. Salah satu alokasi terbesar anggaran kesehatan adalah iuran
JKN bagi penduduk miskin atau Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang mencapai 24,50 persen
dari total anggaran kesehatan. Di samping itu, terjadi perubahan komposisi anggaran
kesehatan di mana porsi anggaran kesehatan melalui Belanja Pemerintah Pusat menurun
sedangkan porsi yang melalui transfer ke daerah dan Dana desa meningkat dari 10,12
persen pada tahun 2012.
Upaya pembangunan yang dilakukan mampu meningkatkan capaian pembangunan di sektor
kesehatan. Angka harapan hidup meningkat, dari 69,9 di tahun 2012 menjadi 70,8 di tahun
2015. Di sisi lain, angka kematian bayi dan ibu melahirkan mengalami penurunan meskipun
angkanya masih cukup kecil. Program JKN telah memberikan perlindungan bagi penduduk,
baik perlindungan kesehatan maupun perlindungan finansial. Dari sisi kesehatan, JKN
memberikan pelayanan kesehatan dari pelayanan dasar hingga penyakit katastropik
asalkan terindikasi medis. Sedangkan dari sisi finansial, JKN berhasil memberikan proteksi
keuangan kepada penduduk yang sedang jatuh sakit agar tidak jatuh miskin. Selain itu, JKN
juga meningkatkan akses ke layanan kesehatan dengan biaya yang lebih terjangkau.
Edisi II / Mei 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 47
Meskipun telah menunjukkan perbaikan, masih terdapat tantangan yang harus diatasi antara
lain yaitu masih tingginya tingkat kematian ibu melahirkan, meningkatnya penyakit tidak
menular yang erat kaitannya dengan gaya hidup yang tidak sehat dan faktor
sociodemographic termasuk aging population, dan terbatasnya jumlah dan tidak
meratanya distribusi fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan. Selain itu, perlu untuk
meningkatkan efektivitas penyelenggaraan JKN dan menjaga keberlanjutannya untuk
mencapai Universal Health Coverage pada tahun 2019. Ke depannya, Pemerintah akan
terus menjaga pemenuhan anggaran kesehatan sebesar lima persen dari APBN. Anggaran
kesehatan diarahkan untuk peningkatan supply side, peningkatan aksesdan kualitas
layanan kesehatan, program promotif dan preventif, dan mendorong efektivitas dan
menjaga keberlanjutan JKN. Selain itu, anggaran kesehatan juga akan lebih dioptimalkan
melalui penetapan alokasi anggaran sesuai dengan kebutuhan, peningkatan harmonisasi
perencanaan dan penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau. Selanjutnya,
Pemerintah akan terus memperkuat tindakan preventif dan promotif untuk pencegahan
penyakit menular, penguatan program ibu hamil dan menyusui dan peningkatan gizi anak.
Untuk meningkatkan kualitas Program Indonesia Sehat, Pemerintah akan terus
meningkatkan efektivitas penyelenggaraan JKN yang meliputi peningkatan akses, kualitas
dan perlindungan finansial.
Untuk itu, evaluasi jumlah peserta dan penyesuaian iuran penting untuk dilakukan untuk
menjaga kesinambungan program. Selain itu, seiring dengan desentralisasi fiskal, peran
Pemda perlu didorong untuk peningkatan kuantitas fasilitas kesehatan dan kualitas layanan
kesehatan di wilayahnya.
48 Edisi II / Mei 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal
Edisi II / Mei 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 49
BAGIAN III LAMPIRAN
DATA EKONOMI
MAKRO DAN APBN
50 Edisi II / Mei 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal
Data P
erkemb
angan
Ind
ikator Eko
no
mi M
akro H
ingga A
pril 2
01
7
Ind
ikator
2012
2013
2014
2015
2016
2017
Des
Jan
Feb M
ar A
pr
Pertu
mb
uh
an Eko
nom
i
G
row
th ( p
ersen)
6,2
6
5,7
8
5,0
1
4,7
9
4.9
4
5
,01
N
om
inal (triliu
n)
8.2
29
,44
9
.08
7,2
8
10
.56
5,8
2
11
.53
1,7
2
12
.40
6,8
1
3
.22
7,2
0
In
flasi ( persen
) 4
,3
8,3
8
8,3
6
3,3
5
3,0
2 3
,49
3
,83
3
,61
4
,17
IH
K
13
5,4
9
14
6,8
4
11
9
12
2,9
9
12
6,7
1
12
7,9
4
12
8,2
4
12
8,2
2
12
8,3
3
C
ore
4,4
4
,98
4
,93
3
,95
3
,07
3
,35
3
,41
3
,30
3
,28
A
dm
inistrative P
rice 2
,66
1
6,6
5
17
,57
0
,39
0
,21
3
,35
4
,74
5
,50
8
,68
V
olatile Fo
od
5
,68
1
1,8
3
10
,88
4
,84
5
,92
4
,13
4
,46
2
,89
2
,66
Nilai Tu
kar (Rp
/US$1
)
R
ata-rata 9
.38
0
10
.45
1
12
.43
8
13
.30
8
13
.41
7
13
.35
9
13
.34
1
13
.34
6
13
.30
7
En
d O
f Perio
d
9.6
70
1
2.1
89
1
2.4
40
1
3.4
36
1
3.4
63
1
3.3
43
1
3.3
47
1
3.3
21
1
3.3
27
Suku
Bu
nga ( p
ersen)
B
I-7 D
ay Reverse R
epo
Rate
- -
- 7
,5
4,7
5
4,7
5
4,7
5
4,7
5
4,7
5
K
redit K
on
sum
si (eop
) 1
3,5
8
13
,13
1
3,5
8
13
,88
1
3,5
9
13
,58
1
3.5
6
13
.48
K
redit M
od
al Kerja (eo
p)
11
,49
1
2,1
2
12
,79
1
2,4
6
11
,36
1
1,3
4
11
.26
1
1.1
9
K
redit In
vestasi (eop
) 1
1,2
7
11
,82
1
2,3
6
12
,12
1
1,2
1
11
,17
1
1.1
1
1.0
5
Harga M
inyak (US$/b
arel)
R
ata-rata (ICP
) 1
12
,7
10
5,8
5
9,6
3
5,5
5
1,1
5
1,9
5
2,5
4
8,7
4
9,6
W
TI 9
4,0
5
97
,61
5
3,2
7
37
5
3,7
5
2,8
5
4,0
5
0,6
4
9,3
B
rent
11
2,1
0
10
8,8
5
5,7
6
35
,8
55
,4
54
,7
55
,6
52
,7
50
,9
SUN
dan
Saham
O
bligasi
Yield (5
YR)
4,7
6
8,0
3
7,7
0
8,8
2
7,5
8
7,3
0
7,2
9
6,8
5
6,6
9
Yield (1
0YR
) 5
,19
8
,83
7
,80
8
,75
7
,97
7
,65
7
,54
7
,04
7
,05
Sah
am
IHSG
4
.31
6
4.2
74
5
.22
7
5.6
06
5
.29
7
5.2
94
5
.38
7
5.5
68
5
.68
5
N
FB
SUN
, Saham
, SBI
34
.68
4
63
.94
3
-28
.31
4
5.3
53
5
,00
9
23
.62
1
5.9
99
4
.16
61
Perb
ankan
( persen
)
C
AR
1
7,3
0
18
,36
1
9,4
0
21
,16
2
2,6
9
23
,0
23
,0
LD
R
83
,58
8
9,7
8
9,4
2
91
,95
9
0,7
8
6,5
9
89
,12
N
PL
1,9
1
,77
2
,2
2,4
9
2,9
3
3,1
0
3,2
0
P
ertum
bu
han
Kred
it 2
3,1
3
21
,35
1
1,5
6
10
,12
1
0,4
1
9,7
2
8,9
6
Edisi II / Mei 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 51
Data P
en
yera
pan
AP
BN
Tahu
n 2
01
5-2
01
7
U
raian
2015
2016
2017 (aku
mu
lasi)
AP
BN
P R
ealisasi (LKPP
A
udited)
% th
d
AP
BN
P A
PB
NP
Realisasi
(Jum
lah)
% th
d A
PB
NP
AP
BN
Jan
uari
Febru
ari M
aret
A. P
end
apatan N
egara dan
Hib
ah 1.76
1,6 1.50
8,0 85
,6 1.786,2
3 1.551,7
9 86
,9 1.750,3
87,9
170,1
295,1
I. P
enerim
aan D
alam N
egeri 1
.75
8,3
1
.49
6,0
8
5,1
1
.78
4,2
5
1.5
45
,96
8
6,6
1
.74
8,9
8
7,9
1
70
,1
29
5,1
1
. Pen
erimaan
Perp
ajakan
1.4
89
,3
1.2
40
,4
83
,3
1.5
39
,17
1
.28
3,6
0
83
,4
1.4
98
,9
73
,6
14
1,4
2
37
,7
a. P
ajak Dalam
Ne
geri 1
.44
0,0
1
.20
5,5
8
3,7
1
.50
3,2
9
1.2
48
,38
8
3
1.4
64
,8
70
,8
13
6,1
2
29
,1
b
. Pajak P
erd
agangan
Intern
asion
al 4
9,3
3
4,9
7
0,9
3
5,8
7
35
,21
9
8,2
3
4,1
2
,8
5,3
8
,5
2. P
enerim
aan N
egara Bu
kan P
ajak 2
69
,1
25
5,6
9
5,0
2
45
,08
2
62
,36
1
07
2
50
,0
14
,3
28
,7
57
,4
a. P
enerim
aan Su
mb
er Daya A
lam
11
8,9
1
01
,0
84
,9
90
,52
6
5,4
7
72
,3
87
,0
7,8
1
7,1
2
8,4
b. B
agian Lab
a BU
MN
3
7,0
3
7,6
1
01
,9
34
,16
3
7,1
3
10
8,7
4
1,0
0
,0
0,0
0
,0
c. P
NB
P Lain
nya
90
,1
81
,7
90
,7
84
,12
1
17
,31
1
39
,5
84
,4
6,5
1
1,6
2
1,8
d. P
end
apatan
BLU
2
3,1
3
5,3
1
53
,0
36
,27
4
2,4
4
11
7
37
,6
0,0
0
,0
7,2
II. Hib
ah
3,3
1
2,0
3
61
,5
1,9
8
5,8
3
29
5,2
1
,4
0,0
0
,0
0,0
B
. Belan
ja Negara
1.984,1
1.806,5
91,1
2.082,95
1.859,46
89,3
2.080,5 13
3,3 22
5,6 40
0,0
I Belan
ja Pem
erintah
Pu
sat 1
.31
9,5
1
.18
3,3
8
9,7
1
.30
6,7
0
1.1
48
,60
8
7,9
1
.31
5,5
5
7,6
1
02
,8
20
4,8
1
. Belan
ja Pegaw
ai 2
93
,1
28
1,1
9
5,9
3
42
,45
3
04
,83
8
9
34
3,3
3
0,6
5
1,7
7
4,0
2
. Belan
ja Baran
g 2
38
,8
23
3,3
9
7,7
3
04
,24
2
05
,55
6
7,6
2
96
,6
1,2
8
,3
31
,7
3. B
elanja M
od
al 2
75
,8
21
5,4
7
8,1
2
06
,57
1
64
,98
7
9,9
1
94
,3
0,6
5
,0
11
8
4. P
emb
ayaran K
ewajib
an U
tang
15
5,7
1
56
,0
10
0,2
1
91
,22
1
82
,76
9
5,6
2
21
,2
22
,6
32
,4
65
,1
5. Su
bsid
i 2
12
,1
18
6,0
8
7,7
1
77
,75
1
74
,57
9
8,2
1
60
,1
0,0
0
,1
12
,3
6. B
elanja H
ibah
4
,6
4,3
9
1,8
8
,54
7
1
83
,3
2,2
0
,0
0,0
0
,0
7. B
antu
an So
sial 1
07
,7
97
,2
90
,2
53
,40
4
9,6
2
92
,9
57
,0
2,4
5
,1
9,5
8
. Belan
ja Lainn
ya 3
1,7
1
0,1
3
1,8
2
2,5
3
6,8
7
30
,5
41
,0
0,2
0
,2
0,4
II. Transfe
r Ke D
aerah D
an D
ana D
esa
66
4,6
6
23
,1
93
,8
77
6,2
5
71
0,8
6
91
,6
76
4,9
7
5,6
1
22
,7
19
5,2
1
. Transfer ke D
aerah
64
3,8
6
02
,4
93
,6
72
9,2
7
66
4,1
8
91
,1
70
4,9
7
5,6
1
22
,7
19
5,2
a. Dan
a Pe
rimb
angan
5
21
,8
48
5,8
9
3,1
7
05
,46
6
40
,36
9
0,8
6
77
,1
75
,6
12
2,6
1
90
,8
i. Dan
a Transfer U
mu
m
46
3,0
4
31
,0
93
,1
49
4,4
4
47
5,9
0
96
,3
50
3,6
6
6,5
1
13
,4
16
3,0
- D
ana B
agi Hasil
11
0,1
7
8,1
7
0,9
1
09
,08
9
0,5
4
83
9
2,8
0
,0
14
,4
30
,0
- Dan
a Alo
kasi Um
um
3
52
,9
35
2,9
1
00
,0
38
5,3
6
38
5,3
6
10
0
41
0,8
6
6,5
9
9,0
1
33
,0
ii. Dan
a Transfe
r Kh
usu
s 5
8,8
5
4,9
9
3,3
2
11
,02
1
64
,47
7
7,9
1
73
,4
9,2
9
,2
27
,8
b
. Dan
a Insen
tif Dae
rah
- -
- 5
,00
5
,00
1
00
7
,5
0,0
0
,0
4,3
c. Dan
a Oto
no
mi K
hu
sus d
an K
eistimew
aan D
IY 1
7,6
1
7,6
1
00
,0
18
,81
1
8,8
1
10
0
20
,3
0,0
0
,1
0,1
d. D
ana Tran
sfer Lainn
ya 1
04
,4
98
,9
94
,7
0,0
0
0,0
0
0,0
0
,0
0,0
2
. Dan
a Desa
20
,8
20
,8
10
0,0
4
6,9
8
46
,68
9
9,4
6
0,0
0
,0
0,0
0
,0
C. K
eseimb
angan
Prim
er (6
6,8
) (1
36
,1)
20
3,7
-1
05
,51
-1
24
,91
1
18
,4
(10
9,0
) (2
2,8
) (2
3,1
) (3
9,8
) D
. Surp
lus/D
efisit An
ggaran (A
- B)
(22
2,5
) (2
98
,5)
13
4,2
-2
96
,72
-3
07
,67
1
03
,7
(33
0,2
) (4
5,4
) (3
30
,2)
(10
4,9
) E. Pem
biayaan
222,5 323,1
145,2
296,72
330,33
111,3
330,2
82,7
120,6
187,9
I. P
emb
iayaan D
alam N
egeri 2
42
,5
30
7,9
1
01
,5
29
9,2
5
34
4,9
3
11
5,3
n
.a n
.a n
.a n
.a
Ii. Pem
biayaan
Luar N
egeri (n
eto)
(20
,0)
15
,3
-76
,2
-2,5
3
-14
,59
5
77
,5
n.a
n.a
n.a
n.a
1. P
enarikan
Pin
jaman
Luar N
egeri (Bru
to)
48
,6
83
,8
17
2,3
7
2,9
6
58
,96
8
0,8
n
.a n
.a n
.a n
.a
a. Pin
jaman
Pro
gram
7,5
5
5,1
7
34
,5
0,0
0
0,0
0
n
.a n
.a n
.a n
.a
b. P
injam
an P
royek
41
,1
28
,7
69
,8
0,0
0
0,0
0
n
.a n
.a n
.a n
.a
2
. Pen
erusan
SLA
(4,5
) (2
,6)
57
,6
-5,8
3
-4,8
3
82
,8
n.a
n.a
n.a
n.a
3. P
emb
ayaran C
icilan P
oko
k Utan
g LN
(64
,2)
(66
,0)
10
2,8
-6
9,6
5
-68
,73
9
8,7
n
.a n
.a n
.a n
.a
52 Edisi II / Mei 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal
Edisi II / Mei 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 53
CATATAN :
54 Edisi II / Mei 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal
Edisi II / Mei 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 55
56 Edisi II / Mei 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal