Download - Thesis Cek Ham

Transcript

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perkerasan Lentur Perkerasan lentur memiliki sifat lentur atau elastis, namun akibat pelayanan lalu lintas atau akibat beban lalu lintas berulang akan menimbulkan tegangan elastis dan prastis. Tegangan elastis terjadi pada perkerasan pada perkerasan akibat dibebani akan kembali kebentuk semula. Sedangkan tegangan plastis adalah perkerasan beton aspal apabila diberi beban tidak seutuhnya kembali kebentuk semula. GAMBAR 2.1

Respon terhadap beban kenderaan pada lapis beraspal adalah dicerminkan dengan regangan horizontal ((h) dan pada tanah dasar dengan regangan vertical (v). tegangan atau regangan tarik horizontal ijin lapisan beraspal sangat tergantung dari karakteristik campuran yang di desain.

2.1.1 Jenis dan Fungsi Lapisan Perkerasan Lentur Kontruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan-lapisan yang diletakkan diatas tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan lapisan tersebut berfungsi menerima beban lalu lintas dan menyebarkannya ke Lapisan dibawahnya. Beban kenderaan dilimpahkan keperkerasan jalan melalui bidang kontak roda berupa beban terbagi rata. Beban tersebut diterima oleh lapisan permukaan dan disebarkan ketanah dasar yang lebih kecil dari daya dukung tanah dasar, seperti yang ditujukkan pada gambar 2.2GAMBAR 2.2Kontruksi perkerasan lentur (flexible pavenment), dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) bagian seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.3 :GAMBAR 2.3Sedangkan beban lalu lintas yang bekerja diatas konstruksi perkerasan dapat dibedakan atas :1. Muatan kenderaan berupa gaya vertical.2. Gaya rem kenderaaan berupa gaya horizontal. 3. Pukulan roda kenderaan yang berupa getaran getaran. Oleh karena sifat penyebaran gaya maka muatan yang diterima oleh masing masing lapisan berbeda dan semakin kebaha semakin k ecil. Lapisan permukaan harus mampu menerima seluruh j enis gaya yang bekerja, lapis pondasi atas menerima gaya vertical dan getaran, sedangkan tanah dasar dinggap hanya menerima gaya vertical saja.

2.1.1.1 Lapisan Permukaan (Suface Course) Lapisan yang terletak paling atas adalah lapis permukaan, berfungsi antara lain sebagai berikut :1. Lapis perkerasan penahan beban roda, dengan persyaratan harus mempunyai stabilitas tinggi untuk m enahan beban roda selam masa pelayaan. 2. Lapisan kedap air, sehingga air hujan yang jatuh diatasnya tidak meresep kelapisan dibawahnya dan melemahkan lapisan tersebut. 3. Lapis aus (wearing course), lapisan yang langsung menderita gesekan akibat rem kendaraan sehingga mudan menjadi aus4. Lapis yang menyebarkan beban kelapisan bawah, sehingga dapat dipikul oleh lapisan lain dengan daya dukung yang lebih buru. Guna dapat memenuhi fungsi tersebut diatas, pada umumnya lapisan permukaan dibuat dengan m enggunakan bahan pengikat aspal sehingga menghasilkan lapisan yang kedap air dengan stabilitas yang tinggi dan daya tahan yang lama. Jenis lapisan permukaan yang umum dipergunakan di Indonesia antara lain :1. Lapisan bersifat non structural, berfungsi sebagai lapisan aus dan kedap air antara lain :a. Burtu (Laburan aspal satu lapis), merupakan lapis penutup yang terdiri dari lapisan aspal yang ditaburi dengan satu lapis agregat bergradasi seragam, dengan tebal maksimum 2 cm. b. Burda (Laburan aspal dua lapis), merupakan lapis penutup yang terdiri dari lapisan aspal ditaburi agregat yang ditaburi dua kali secara berturutan dengan tebal maksimum 3,5 cm.c. Latasir (Lapis tipis aspal pasir), merupakan lapis penutup yang terdiri dari lapisan aspal dan pasir alam bergradasi menerus dicampur, dihampar dan dipadatkan pada suhu tertentu dengan tebal 1-2 cm. d. Latasbun (Lapis tipis asbuton murni), merupaakan lapis penutup yang terdiri dari campuran asbuton dan bahan pelunak dengan perbandingan tertentu yang dicampur secara dingin dengan tebal padat maksimum 1 cm.e. Lataston (Lapis tipis aspal beton), dikenal dengan nama hot roller sheet (HRS)

dengan perbandingan tertentu, yang dicampur dan dipadatkan dalam keadaan panas. Tebal padat antara 2 - 3,5 em. Lataston umumnya terdiri dari dua janis yaitu : lataston lapis pondasi (HRS-Base) dan lataston lapis permukaan (HRS- Wearing coarse).Jenis lapisan permukaan tersebut diatas walaupun bersifat nonstruktural, dapat menambah daya tahan perkerasan terhadap penurunan mutu, sehingga seeara keseluruhan menambah masa pelayanan dari konstruksi perkerasan. Jenis perkerasan ini terutama digunakan untuk pemeliharaan jalan.2. Lapisan bersifat stmktural, berfungsi sebagai lapisan yang menahan dan menyebarkan beban roda.a. Penetrasi Macadam (Lapen), merupakan lapis perkerasan yang terdiri dari agregat pokok dan agregat pengunei bergradasi terbuka dan seragam yang diikat oleh aspal dengan eara disemprotkan diatasnya dan dipadatkan lapis demi lapis. Diatas lapen ini biasanya diberi laburan aspal dengan dengan agregat penutup . Tebal lapisan satu lapis dapat bervariasi dari 4 em - 10 emb. Lasbutag merupakan suatu lapisan pada konstruksi jalan yang terdiri dari campuran antara agregat, asbuton dan bahan pelunak yang diaduk, dihampar dan dipadatkan secara dingin. Tebal lapisan padat antara 3 - 5 em.c. Laston (Lapis aspal beton), merupakan suatu lapisan pada konstruksi jalan yang terdiri dari campuran aspal keras dengan agregat yang mempunyai gradasi menerus, dieampur, dihampar dan dipadatkan pada suhu tertentu. Laston terdiri atas tiga macam campuran, Laston Lapis Aus (AC-WC), Laston Lapis Pengikat (AC-BC) dan Laston Lapis Pondasi (AC-Base). Ukuran maksimum agregat masing-masing campuran adalah 19 mm, 25 mm dan 37,5 mm. Bilamana campuran aspal yang dihampar lebih dari satu lapis, seluruh campuran aspal tidak boleh kurang dari toleransi masing-masing campuran dan tebal nominal rancangan.

2.1.1.2 Lapisan Pondasi Atas (Base Course)Lapisan perkerasan yang terletak diantara lapis pondasi bawah (atau dengan tanah dasar bila tidak menggunakan lapis pondasi bawah) dan lapis permukaaan dinamakan lapis pondasi atas (base course)Fungsi lapisan pondasi atas ini antara lain:1. Bagian perkerasan yang menahan beban roda dan menyebarkan beban kelapisan bawahnya.2. Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah.3. Bantalan terhadap lapisan permukaan.Material yang digunakan untuk lapis pondasi atas adalah material yang cukup kuat. Untuk lapis pondasi atas tanpa bahan pengikat umumnya menggunakan material dengan CBR > 50 % dan plastisitas indeks < 4 %. Bahan-bahan alam seperti batu pecah, kerikil pecah, stabilisasi tanah dengan semen dan kapur dapat digunakan sebagai lapis pondasi atas.Jenis lapis pondasi atas yang umum dipergunakan di Indonesia antara lain :1. Agregat bergradasi baik yang dibedakan atas : batu pecah kelas A, batu pecah kelas B, batu pecah kelas C. Batu pecah kelas A bergradasi lebih baik dari batu pecah kelas B dan batu pecah kelas B lebih baik dari batu pecah kelas C. Kriteria dari masing-masing jenis lapisan diatas dapat diperoleh dari spesifikasi yang diberikan2. Pondasi Macadam3. Pondasi Tellford4. Penetrasi Macadam (Lapen)5. Asphalt beton pondasi (Asphalt Concrete Base/Asphalt Treated Base)6. Stabilisasi yang terdiri dari :a. Stabilisasi agregat dengan semenb. Stabilisasi agregat dengan kapurc. Stabilisasi agregat dengan asphalt2.1.1.3 Lapisan Pondasi Bawah (Sub Base Course)Lapis pondasi bawah adalah lapis perkerasan yang terletak antara lapis pondasi atas dan tanah dasar. Lapis pondasi bawah berfungsi sebagai :1. Bagian dari konstruksi perkerasan untuk menyebarkan beban roda ketanah dasar. Lapisan ini harus cukup kuat, mempunyai CBR 20 % dan Plastisitas Indeks ::; 10 %2. Efesiensi penggunaan material. Material pondasi bawah relatif murah dibandingkan dengan lapisan perkerasan diatasnya.3. Mengurangi teballapisan diatasnya yang lebih mahal.4. Lapis peresapan, agar air tanah tidak berkumpul di pondasi.5. Lapisan pertama, agar pekerjaan dapat Jancar.6. Lapisan untuk mencegah partikel-partikel tanah halus dari tanah dasar kepennukaan lapis pondasi atas.Jenis lapis pondasi bawah yang umum digunakan di Indonesia antara lain:1. Agregat bergradasi baik, dibedakan atas :a. Sirtulpitrun kelas A b. Sirtuipitrun kelas B c. Sirtuipitrun kelas Cb. Sirtu kelas A bergradasi lebih kasar dari sirtu kelas B, yang masing masing dapat dilihat pada spesiftkasi yang diberikan.2. Stabilisasia. Stabilisai agregat dengan semen (Cement Treated Subbase)b. Stabilisasi agregat dengan kapur (Lime Treated Subbase)c. Stabilisasi tanah dengan semen (Soil Cement Subbase)d. Stabilisasi tanah dengan kapur (Soil Lime Stabilization)

2.1.1.4 Tanah Dasar (Subgrade)Tanah Dasar adalah permukaan tanah asli, permukaan galian atau permukaan tanah timbunan yang merupakan dasar untuk perletakan bagian-bagian perkerasan lainnya. Perkerasan jalan diletakkan diatas tanah dasar, dengan demikian secara keseluruhan mutu dan daya tahan konstruksi perkerasan tak lepas dari sifat tanah dasar. Tanah dasar yang baik untuk konstruksi perkerasan jalan adalah tanah dasar yang berasal dari lokasi itu sendiri atau didekatnya, yang telah dipadatkan sampai tingkat kepadatan tertentu sehingga mempunyai daya dukung yang baik serta berkemampuan mempertahankan perubahan volume selama masa pelayanan walaupun terdapat perbedaan kondisi lingkungan dan jenis tanah setempat. Sifat masing-masing jenis tanah tergantung dari tekstur, kepadatan, kadar air, kondisi lingkungan, dan lain sebagainya.Kekuatan dan keawetan dari konstruksi perkerasan jalan sangat bergantung dari sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar. Dapat dimaklumi bahwa penentuan daya dukung tanah dasar permukaan berdasarkan evaluasi pengujian laboratorium tidak dapat mencakup segala detail sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar tempat demi tempat tertentu sepanjang suatu bagian jalan. Koreksi-koreksi semacam itu akan diberikan pada gambar rencana atau telah tersebut dalam spesifikasi pelaksanaan.Umumnya persoalan yang menyangkut tanah dasar adalah sebagai berikut:1. Perubahan bentuk tetap (deformasi permanent. dari jenis tanah tertentu akibat beban laiu lintas;2. Sifat mengembang darijenis tanah tertentu akibat perubahan kadar air;3. Daya dukung tanah yang tidak merata dan sukar ditentukan secara pasti pada daerah dengan jenis tanah yang sangat berbeda sifat dan kedudukannya;4. Lendutan (dejleksi) dan pengembangan yang besar selama dan sesudah pembebananlalu lintas dari jenis tanah tertentu;5. Tambahan pemadatan akibat pembebanan lalu lintas dan penurunan yang diakibatkannya yaitu pada tanah berbutir kasar (granular soils) yang tidak dipadatkan secara baik pada saat pelaksaaan.Untuk sedapat mungkin meneegah timbulnya persoalan diatas maka beberapa hal perlu diperhatikan antara lain :1. Tanah-tanah dasar tanpa kohesi ( Cohessionless Subgrade )Tanah dasar tanpa kohesi harus dipadatkan tidak boleh kurang dari pada 100%. Kepadatan kering maksimum yang ditentukan dari hasil test dan tebal kepadatan tanah dasar tersebut minimum 15 em. Lapisan bawahnya minimum 15 em dipadatkan sampai 90% kepadatan kering maksimum. Tanah dasar dari tanah asli, galian dipadatkan minimum 100% dari kepadatan kering maksimum sampai dengan kedalaman 30 em dibawah permukaan tanah dasar.2. Tanah-tanah dasar berkohesia. Untuk tanah-tanah dasar berkohesi dan dengan indeks plastis kurang dari 25 tebal minimum 15 em bagian atas, harus dipadatkan supaya rnencapai 95% dari kepadatan maksimurn. Untuk tanah dasar dan tanah asli galian dianjurkan memadatkannya hingga meneapai 100% kepadatan kering maksimurn. Selama pemadatan hendaknya dijaga agar kadar air tidak berbeda lebih dari 20% dari kadar air optimum.b. Untuk tanah-tanah dasar berkohesi dan dengan indeks sarna atau lebih besar dari 25 harus dilakukan satu diantara beberapa tindakan dibawah ini:1. Berusaha menurunkan indeks plastis dengan eara meneampur tanah dasar dengan kapur (lime stabilization) atau bahan lain yang sesuai (ditentukan berdasarkan penyelidikan laboratorium).2. Membuang lapisan tanah tersebut setebal 15 em dan menggantinya dengan tanah berbutir kasar atau tanah yang lebih baik.3. Usaha-usaha lain yang ditetapkan oleh seseorang ahli tentang tanah.Pada setiap keadaan sebelum menempatkan tanah campuran atau tanah pengganti, tanah asli harus terlebih dahulu dipadatkan pada kadar air yang disesuaikan dengan hasil penuyelidikan laboratorium agar mengurangi kemungkinan pengembangan volume

3. Tanah-tanah dengan sifat mengembang yang besarApabila pertimbangan biaya dan pelaksanaan memungkinkan, tanah dengan sifat demikian harus dibuang dan diganti dengan tanah yang lain lebih baik. Apabila tidak, maka harus diselidiki sifat pengembangan tersebut agar dapat ditentukan langkah-langkah pengamanannya antara lain :a. Mengusahakan subdrain yang cukup baik dan efektif agar kadar air tanah dasar tetap berada dibawah harga yang dianggap berbahaya ( penyelidikan laboratorium) sehubungan dengan sifat mengembang tanah tersebut.b. Memberikan beban statis permukaan (surcharge) berupa urugan atau lapis tambahandengan tebal tertentu sedemikian rupa sehingga bila diperhitungkan beratnya akan cukup mencegah tanah dasar mengembang melebihi batas-batas yang dianggap berbahaya (ditentukan berdasarkan percobaan laboratorium).4. Mengusahakan daya dukung tanah dasar yang merata.Apabila terjadi perbedaan daya dukung yang menyolok antara tanah dasar yang berdekatan (misalnya perubahan dari tanah lempung kepasiran/tanah lempung kelanauan ketanah lempung yang plastis atau juga perubahan dari galian keurugan), maka harus diusahakan perubahan teballapisan perkerasan berjalan secara miring dan rata. Dianjurkan untuk mengadakan jarak transisi 10 meter terhitung dari perbatasan perubahan daya dukung tanah ke arah daya dukung tanah dasar yang lebih baik.5. Perbaikan tanah dasar untuk keperluan mendukung beban roda alat-alat besar. Dalam hal dimana kasus daya dukung tanah dasar tidak mendukung untuk lewatnya alat-alat besar, harus diadakan cara-cara yang tepat sesuai dengan keadaan setempat agar beban roda alat-alat besar dapat ditahan oleh tanah dasar. Perbaikan tanah dasar ini dapat berupa tambahan lapis pondasi bawah diluar dari yang diperhitungkan untuk tebal perkerasan yang diperlukan. Daya dukung tanah dasar dapat diperkirakan dengan mempergunakan hasil perneriksaan CBR.

2.2.2 Kriteria Konstruksi Perkerasan Lentur JalanAgar dapat memberikan rasa aman dan nyaman kepada pemakai jalan, maka konstruksi perkerasan jalan haruslah memenuhi syarat-syarat tertentu yang dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu :1. Syarat-syarat berlaJu lintasKonstruksi perkerasan lentur dipandang dari segi keamanan dan kenyamanan berlalu lintas haruslah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :a. Permukaan yang rata, tidak bergelombang, dan tidak berlubang.b. Permukaan cukup kaku, sehingga tidak mudah berubah bentuk akibat beban yang bekerja diatasnya;c. Permukaan cukup kesat, memberikan gesekan yang baik antara ban dengan permukaan jalan sehingga tidak mudah selip;d. Permukaan tidak mengkilap, tidak silau jika terkena sinar matahari.

2. Syarat-syarat struktural atau kekuatanKonstruksi perkerasan jalan dipandang dari segi kemampuan memikul dan menyebarkan beban, haruslah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :a. Ketebalan yang cukup sehingga mampu menyebarkan beban muatan ketanah dasar;b. Kedap air, sehingga tidak mudah meresap kelapisan bawahnya;c. Permukaan mudah mengalirkan air, sehingga air hujan yang jatuh diatasnya dapat dengan cepat dialirkan;d. Kekakuan memikul beban yang bekerja tanpa menimbulkan deformasi yang signifikan.

2.3 Mekanistik - Empiris Perencanaan PerkerasanMekanika adalah ilmu pengetahuan dari gerakan dan gaya gaya yang bekerja pada material. Dengan begitu, satu pendekatan mekanistis mencari dan menjelaskan gejala gejala sampai dampak fisikoDi dalam perencanaan perkerasan jalan, hal hal yang terjadi adalah tekanan, lendutan dan regangan di dalam satu struktur perkerasan, dan penyebab-penyebab phisik adalah jenis bahan dan bobot struktur perkerasan. Hubungan antar penyebab fisik ini diuraikan menggunakan satu model matematika. Berbagai model matematika dapat digunakan; paling umum adalah satu model lapisan elastik. Model mekanistis digunakan untuk menghitung ilmu fisika pada perkerasan lentur. Bersama dengan pendekatan mekanistis ini, unsur-unsur empiris digunakan menghitung tekanan, lendutan dan regangan menyebabkan kerusakan pada perkerasan jalan. Hubungan antar kerusakan perkerasan jalan dan fenomena fisik diuraikan oleh persamaan- persamaan dengan pengalaman diperoleh dengan menghitung banyaknya beban berulang.

GAMBAR 2.4

Keuntungan dasar dari satu metode empirik mekanistis perkerasan jalan adalah :a. Kedua-duanya dapat digunakan untuk peningkatan perkerasan jalan dan konstruksi jalan barnb. Untuk mengakomodasi perubahan tipe bebanc. Dapat mempertimbangkan jenis jenis material;1. Pemanfaatan bahan-bahan yang tersedia2. Mengakomodasi material yang bam3. Peningkatan lapisan perkerasand. Menyediakan data lebih akurate. Menggambarkan peran dari konstruksif. Mengakomodasi lingkungan dan efek penuaan materialManfaat dari satu pendekatan empiris dan mekanistis adalah kemampuannya untuk meneliti material (termasuk tanah dasar dan struktur perkerasan ada) dengan menggunakan alat FWD untuk mengukur lendutan di suatu struktur perkerasan dalam peningkatan perkerasan. Pengukuran-pengukuran ini kemudian dimasukan ke dalam persamaan untuk menentukan perkerasan lentur dengan dukungan struktural (backcalculation). Dan mempertimbangkan satu desain lebih realistis dengan kondisi yang ada.Ada sejumlah jenis model yang ada pada saat ini yaitu viskoelastis dan dinamis ada bagian model lapisan elastik dan Model Elemen Hingga (FEM), ketika contoh-contoh tipe-tipe dari model-model digunakan. Kedua-duanya dari model-model ini dapat diprogram dengan mudah dengan komputer dan hanya memerlukan data yang realistis.

2.3.1 Manfaat Penggunaan Metoda Analitik-Mekanistik untuk perancangan perkerasan barn dan evaluasi perkerasan "eksisting".a. Perkerasan barn ( New Pavement)Metoda perencanaan tebal perkerasan, baik untuk perkerasan lentur maupun perkerasan kaku,telah mengalami banyak perkembangan selama lebih dari dua dekade terakhir ini. Semula, metoda yang sering digunakan adalah Metoda Empiris, yang mengacu kepada hasil "full scale test" yang dilaksanakan di Ottawa, Amerika Serikat pada awal tahun 60-an (Yoder & Witczak, 1975). Sehingga dikenal beberapa metoda empiris untuk perencanaan tebal perkerasan, antara lain : Metoda AASHO 1972 (AASHO,1972), metoda Asphalt Institute (TAI,1970), Metoda Road Note 29 dan Road Note 31, dan metoda Analisa Komponen 1987 (SNI,2002), yang te1ah digunakan sejak lama di Indonesia untuk merencanakan tebal perkerasan lentur. Mulai akhir tahun 70-an, bersamaan dengan diselenggarakannya Konferensi ISAP di Ann Harbour, Michigan Amerika Serikat, diperkenalkan beberapa Metoda Analitis Mekanistik oleh beberapa peneliti dan universitas terkemuka didunia, yaitu : metoda SHELL dari Belanda (Claessen et aI.,1977), metoda ASPHALT INSTITUTE dari Amerika Serikat (TAI,1983) dan metoda NOTTINGHAM dari University of Nottingham di Inggris (Brown et aI.,1977). Metoda yang diperkenalkan tersebut, mengubah secara total asurnsi-asumsi yang digunakan pada metoda empiris, yaitu yang semula mengandalkan kepada hasil pengamatan "full scale test", menjadi suatu metoda yang mengembangkan kaidah-kaidah teoritis dari karakteristik material perkerasan, dilengkapi dengan perhitungan secara eksak terhadap respons struktur perkerasan terhadap beban sumbu kendaraan. Metoda yang dikembangkan ini, secara umum dinamakan metoda Analitis. Sedangkan metoda AASHO yang semula hanya mengacu kepada metoda empiris, berupaya pula mengembangkan metoda baru yang disebut sebagai metoda Empiris-Analitis dan dinamakan metoda AASHTO 1993 (AASHTO,1993). Prinsip utama dari Metoda Analitis-Mekanistik adalah mengasumsikan perkerasan jalan menjadi suatu struktur "multi-layer (elastic) structure" untuk perkerasan lentur dan suatu struktur "beam on elastic foundation" untuk perkerasan kaku. Akibat beban kendaraan yang bekerja diatasnya, yang dalam hal ini dianggap sebagai beban statis merata, maka akan timbul tegangan (stress) dan regangan (strain) pada struktur tersebut. Lokasi tempat bekerjanya tegangan/regangan maksimum akan menjadi kriteria perancangan tebal struktur perkerasan. Metoda perancangan tebal perkerasan lentur secara Analitis untuk kondisi Indonesia, sampai saat ini belum ada satupun yang telah diterima secara resmi oleh semua pihak. Beberapa usulan pemah diberikan, misalnya mengadopsi metoda AASHTO 1993 yang masih bersifat "semi analytical" atau mengacu kepada program "finite element" yang dinamakan program KENPAVE ( Huang ,1993 ), (Subagio, 2007a ) tetapi belum satupun yang dapat diterima sebagai metoda spesifik untuk Indonesia.

b. Evaluasi perkerasan "eksisting".Pada umumnya perancangan tebal overlay dilakukan berdasarkan prinsip pengukuran lendutan yang terjadi pada permukaan perkerasan. Alat yang biasa digunakan di Indonesia adalah alat Benkelman Beam (Croney, D, 1977). Beberapa metoda perhitungan tebal overlay yang banyak dikenal didunia, misalnya metoda TRRL (Lister, N.W., 1972), metoda Asphalt Institute (TAI,1977), dikembangkan berdasarkan prinsip metoda empiris, karena mengacu kepada hasil percobaan "full scale test" dengan mengamati perubahan lendutan dari perkerasan yang ditinjau. Metoda yang digunakan di Indonesia juga mengacu kepada metoda Empiris tersebut, dengan melakukan beberapa kalibrasi untuk menyesuaikan terhadap kondisi lokal Indonesia, yaitu Metoda Bina Marga (BSN, 2000). Sejalan dengan berkembangnya Metoda Analitis Mekanistik untuk perancangan tebal perkerasan baru, maka evaluasi kondisi perkerasan "existing" juga dilakukan mengacu kepada prinsip-prinsip dasar metoda tersebut. Prinsip pengukuran lendutan masih tetap digunakan, tetapi tidak cukup hanya satu titik saja tetapi beberapa titik secara bersamaan. Alat untuk mengukurnya dinamakan "Falling Weight Deflectometer", yang bekerja dengan prinsip beban tumbukan ( impuls ) yang dijatuhkan diatas permukaan perkerasan dan reaksi baliknya ditangkap oleh 7 ( tujuh) buah deflector, yang terpasang dengan jarak tertentu ( U1lidtz, 1987 ). Sejalan dengan prinsip metoda Analitis-Mekanistik, beban yang bekerja pada struktur perkerasan eksisting akan menimbulkan lendutan (deflection), dimana nilai ini akan di iterasi sehingga akan diperoleh nilai-nilai modulus yang mewakili struktur perkerasan tersebut. Pada umumnya nilai nilai ini akan lebih rendah dari nilai awalnya, sehingga teganganlregangan yang terjadi akibat beban akan melebihi nilai batasnya, oleh karenanya diperlukan lapis tambahan (overlay) yang dapat menurunkan nilai-nilai teganganlregangan tersebut, agar tetap memenuhi persyaratan nilai batas.Beberapa contoh metoda perencanaan tebal overlay yang mengacu kepada metoda Analitis- Mekanistik, dan ditampilkan dalam bentuk charts atau nomogram, antara lain metoda NAASRA - Australia (NAASRA, 1983), metoda Nottingham (Brown et aI., 1992). Sedangkan metoda ini yang ditampilkan dalam bentuk software atau program komputer antara lain : program CIRCLY ( AUSTRAROADS, 2000 ), program DAMA TAl, 1983 ), program ELMOD (Ullidtz, 1987), program MODCALC ( Subagio,1993 ) dan program BACKCALC ( Kosasih, 2003 ) Aplikasi metoda Analitis-Mekanistik menggunakan program ELMOD dan ELCON terhadap beberapa ruas jalan di Indonesia telah dilakukan, misalnya terhadap ruas jalan tol Jakarta- Cikampek (Subagio,2005a), yang merupakan perkerasan lentur, dan terhadap ruas jalan tol Padalarang-Cileunyi (Sutrisna, I., 2005) yang merupakan perkerasan kaku.

2.3.2 Model Lapisan ElastisModel Lapisan Elastis dapat menghitung tekanan, lendutan dan regangan pada suatu titik dalam suatu struktur perkerasan .Model Lapisan Elastis berasumsi bahwa masing-masing lapisan perkerasan adalah homogen, isotropis, dan linier elastik. Dengan kata lain, akan kembali kebentuk aslinya ketika beban berpindah. Asal dari teori Lapisan Elastis pertama kali ditemukan V.l Boussinesq (1885). Hari ini, temuan Boussinesq secara luas digunakan di dalam perhitungan pondasi dan mekanika tanah. Model Lapisan Elastis memerlukan jumlah data input untuk mengetahui struktur perkerasan dan respon terhadap beban. Parameternya adalah: a. Jenis respon pembebanan material dari setiap lapisan1. Modulus Elastisitas PerkerasanKoefisien kaku disebut Modulus setelah Thomas Young yang membuat konsep barn pada tahun 1807. Modulus Elastisitas (E) dipakai untuk bahan padat dan membandingkan regangan dan tegangan.

Bahan e1astis bisa kembali ke ukuran atau bentuk aslinya dengan seketika setelah diregangkan atau ditekan. Hampir semua bahan-bahan adalah elastis dengan beban yang diberikan dan tidak mengubah bentuk untuk selamanya. Dengan begitu, keelastisan suatu struktur atau benda tergantung pada koefisien kakunya dan bentuk geometris.Modulus Elastisitas untuk satu bahan adalah pada dasarnya mempunyai batas regangan dan tegangan elastisitasnya (seperti pada Gambar 2.12. Gambar 2.12 menandakan batas tegangan melawan regangan pada baja. Bagian garis lurus awal lengkung adalah daerah elastis baja. Jika baja dengan nilai dari tegangan di sebagian lengkung, itu akan kembali ke bentuk asli nya. Dengan begitu, modulus elastisitas adalah kemiringan dari bagian dari lengkung dan sarna dengan sekitar 207,000 MPa (30,000,000 psi) untuk baja. Adalah penting untuk diingat bahwa ukuran dari modulus elastisitas bahan adalah tidak: sarna ukurannya dengan kekuatan. Kekuatan adalah tegangan yang diperlukan untuk pecah atau patah satu bahan (seperti yang digambarkan di dalam Gambar 1), sedangkan elastisitas adalah satu ukuran dari seberapa baik satu bahan kembali ke ukuran dan bentuk asli nya.GAMBAR 2.5

Table 2.1 Nilai Nilai Modulus Elastisitas untuk berbagai bahan bahan MaterialMedulus Elastisitas

MPaPsi

Permata1,200,000170,000,000

Baja200,00030,000,000

Alumunium70,00010,000,000

Kayu7,000 14,0001,000,000 2,000,000

Batu150-30020,000-40,000

Tanah35-1505,000 20,000

Karet71,000

Lambang dan tatanama AASHTO 1993 sebagai panduan secara umum digunakan di dalam modulus perkerasan aspal adalah :EAC = modulus elastisitas aspal betonE BS = modulus elastisitas pondasiESB = modulus elastisitas tanah dasarMR (ESG) = modulus elastisitas tanah dasar2. Sensivitas Tegangan ModulusPerubahan di dalam tegangan dapat mempunyai dampak besar pada modulus elastisitas . Hubungan tipikal dapat ditunjukkan di dalam gambar

Gambar 2.6

3. Rasio PoisonMaterial penting digunakan dalam analisa e1astis dari sistem perkerasan jalan adalah Perbandingan Poison. Perbandingan Poison digambarkan sebagai rasio garis melintang sampai regangan bujur dari satu spesimen yang dibebani. Konsep ini digambarkan di dalam Gambar 2.6. Di dalam terminologi realistis, perbandingan Poisson dapat bertukar-tukar pada awalnya 0 sampai sekitar 0.5 (artinya tidak ada volume berubah setelah dibebani). Secara umum, bahan-bahan . mempunyai Perbandingan- perbandingan poison lebih rendah dibanding bahan-bahan lain (TabeI2.2).Tabel 2.2 Rasio Poison pada berbagai materialMaterialPoissons Ratio

Baja 0.25-0.30

Alumunium 0.33

PCC0.15-0.20

Perkerasan lentur

Asphalt Concrete0.35 ( )

Batu Pecah 0.40 ( )

Tanah (gradasi baik)0.45 ( )

GAMBAR 2.7

b. Ketebalan lapisan perkerasan c. Kondisi BehanData ini terdiri dari data beban roda, P (KN/Lbs) , tekanan ban, q (Kpa / Psi) dan khusus untuk sumbu roda belakang , jarak antara roda ganda , d (mmlinch). Nilai q dan nilai d pada prinsipnya dapat ditentukan sesuai dengan data spesiftkasi teknis dari kenderaan yang digunakan .Sedangkan nilai P dipengaruhi oleh barang yang diangkut oleh kenderaan. Nilai P pada sumbu roda belakang dan pada sumbu roda depan juga berbeda. Dengan metode analitis kedua beban sumbu roda depan dan sumbu roda belakang dapat dianalisis secara bersamaan.Analisis structural perkerasan yang akan dilakukanpada langkah selanjutnyajuga memerlukanjarijari bidang kontak,a (mm,incb) antara roda bus dan permukaan perkerasan yang dianggap berbentuk lingkaran.

Dimana :a = Jari jari bidang kontak P = beban kendaraan q = Tekanan beban

GAMBAR 2.8

Hasil dari satu model lapisan elastis adalah regangan, tegangan, dan lendutan di dalam perkerasan lentur :1. Tegangan. Intensitas internal di dalam struktur perkerasan pada berbagai titik. Tegangan satuan gaya per daerah satuan (N/m2, Pa atau psi).2. Regangan, pada umumnya menyatakan sebagai rasio perubahan bentuk dari bentuk asli (mmlmm atau in/in). Karena regangan di dalam perkerasan adalah sangat kecil, dinyatakan dalam microstrain (10-6).3. Defleksillendutan. Perubahan linier dalam suatu bentuk. Defleksi dinyatakan di dalam satuan panjang (um atau inchi atau mm).Penggunaan program komputer analisis lapisan elastis akan memudahkan untuk menghitung tegangan, regangan, dan defleksi dalam suatu struktur perkerasan .Ada beberapa parameter penting yang digunakan di dalam analisis perkerasanjalan (Tabe12.3 dan Gambar 2.16).

Table 2.3 Analisis dalam perkerasan jalan

Lokasi Respons Alas an digunakan

Permukaan perkerasanLedutan Yang digunakan di dalam pembatasan pembatasan beban selam musim semi dan desain lapisan overlay (sebagai contoh)

Lapisan pondasi Tegangan tarik Yang digunakan untuk mengetahui kelelahan di lapisan perkerasan lentur

Bagian antara lapisan base dan subbaseRegangan vertical Yang digunakan untuk memprediksi kelelahan di lapisan base dan subbase

Diatas tanah dasar Regangan verticalYang digunakan untuk memprediksi kelelahan di lapisan tanah dasar

GAMBAR 2.9

Regangan horizontal dibawah lapisan perkerasan aspal dan regangan vertikal diatas lapisan tanah dasar dipakai untuk mengetahui retak lelah dan dan deformasi permanen. Untuk menentukan regangan horizontal dan regangan vertikal dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut :

?2.3.3 Metode Elemen Hingga (FEM)Metode Elemen Hingga (FEM) adalah satu teknik analisis numeris untuk memperoleh penyelesaian suatu permasalahan desain yang luas. Walaupun pertama kali dikembangkan untuk mempelajari tegangan di dalam struktur, sejak itu telah diperluas dan diberlakukan bagi medan luas/lebar dari mekanika kontinum (Huebner., 2001). Dalam suatu variabel secara umum tidak terbatas nilai fungsi dari tiap titik gerak. Sebagai contoh, tegangan dalam suatu perkerasan lentur tidak bisa dipecahkan dengan satu persamaan sederhana sebab fungsi yang menguraikannya adalah penempatan spesifiknya. Bagaimanapun, metode e1emen hingga dapat digunakan untuk membagi satu rangkaian ke dalam sejumlah volume-volume kecil untuk tujuan memperoleh satu pendekatan penyelesaian numeris untuk masing-masing volume tersendiri dibanding satu eksakta yang tertutup solusi bentuk untuk keseluruhan perkerasan jalan.Di dalam FEM analisis dari satu perkerasan jalan, daerah perkerasan jalan dan tanah dasar)memasukkan sejumlah unsur beban roda (Gambar 2.17). Elemen hingga ini meluas secara horisontal dan tegak lurus dari pengaruh roda.

Gambar 2.10.

FEM mendekati model matematika lebih rumit dibanding pendekatan lapisan elastik buatan. Program komputer yang dikembangkan oleh Hongyu Wu dan George Turkiyyah pada University Washington (Wu, 2001), EverFlex, menggunakan satu elemen 6-noded untuk model Winkler. Program ini juga menggunakan batasan di empat model perkerasan lentur. Apalagi, pilihan dari geometri elemen (bentuk dan ukuran) seperti juga fungsi sisipan akan mempengaruhi keseluruhan kemampuan model.

2.3.4 Kriteria Keruntuhan Mekanistik-Ernpris Perkerasan LenturBagian-bagian proses utama empiris dari bentuk empiris mekanistis adalah persamaan-persamaan yang digunakan untuk menghitung banyaknya beban bergerak dalam kegagalan. Persamaan-persamaan ini berasal dengan pengamatan kinerja dari perkerasan dan berhubungan dengan tipe dan luas. Sekarang ini, dua tipe dari ukuran-ukuran kegagalan secara luas dikenal, pertama dengan retak lelah dan retak alur di dalam subgrade atau tanah dasar. Ukuran berbasis lendutan berguna di dalam penerapan-penerapan khusus karena ukuran kegagalan ini dengan bentuk pengalaman, dan hams dikalibrasi kepada kondisi lokal yang spesifik dan secara umum bukan yang bisa diterapkan di suatu skala yang nasional. Kriteria kegagalan mekanistik-empris perkerasan lentur adalah sebagai berikut :1. Kriteria Retak Lelah I FatiqueFenomena "fatigue" -yang terjadi pada campuran beraspal, yang digunakan pada lapis permukaanstruktur perkerasan, adalah sarna seperti yang terjadi pada material "solid" lainnya, seperti logam, komposit, beton, dan yang lain.Pembebanan ulang yang terjadi terus menerus dapat menyebabkan material menjadi "lelah" dan dapat menimbulkan "cracking" walaupun tegangan yang terjadi masih dibawah batas "ultimate"-nya. Untuk material perkerasan, beban berulang disini berasal dari lintasan beban (as) kendaraan yang terjadi secara terns menerus, dengan intensitas yang berbeda-beda dan bergantung kepada jenis kendaraan dan terjadi secara random. Guna mempelajari fenomena fatigue yang terjadi, dilakukan percobaan fatigue di laboratorium dengan memakai alat yang dapat memberikan beban siklik hingga keruntuhan material terjadi. Percobaan fatigue untuk campuran beraspal yang sering dilakukan di Indonesia adalah percobaan "three-point bending test" menggunakan alat DARTEC, pada 3 (tiga) tingkat tegangan (stress level) yang berbeda, sehingga dapat dibuat "fatigue curve" berupa garis linier dalam skala log-log. Selain melakukan uji eksperimental di laboratorium, dikenal juga beberapa persamaan fatigue dari campuran beraspal, yang telah banyak dilakukan dinegara lain. Banyak persamaan-persamaan telah dikembangkan untuk mengetahui banyaknya pengulangan kepada kegagalan di dalam modus kelelahan untuk perkerasan aspal. Kebanyakan dari regangan tarik horisontal pada dasar lapisan aspal dan modulus elastisitas perkerasan aspal. Ukuran ini dikembangkan oleh metode Nottingham (Brown dan Brunton, 1977) adalah:RUMUS GAMBAR 2.11Retak "fatigue" dimulai dari titik terbawah dari lapis beraspal, kemudian merambat keatas, sejalan dengan bertambahnya perulangan beban, sehingga akhimya mencapai permukaan berupa retak yang tersebar merata pada suatu lokasi yang terlemah dan dikatakan bahwa perkerasan te1ah mencapai "rupture"2. Retak Alur I Deformasi PermanenDeformasi plastis terjadi pada campuran beraspal disebabkan oleh dua hal: pertama adalah akibat pemadatan (tambahan) yang diakibatkan oleh beban kendaraan yang lewat, dan yang kedua berasal dari sifat viscous campuran beraspal itu sendiri. Sedangkan fenomena "rutting" yang terlihat pada permukaan perkerasan, merupakan akumulasi dari semua deformasi plastis yang terjadi, baik dari lapis beraspal, lapis agregat (pondasi) dan lapis tanah dasar. Kriteria "rutting" merupakan kriteria kedua yang digunakan dalam Metoda Analitis-Mekanistik, untuk menyatakan keruntuhan struktur perkerasan akibat beban berulang. Nilai "rutting" maksimum harus dibatasi, agar tidak membahayakan bagi pengendara saat melalui lokasi "rutting" tersebut, terutama pada kecepatan tinggi.Deformasi plastis pada campuran beraspal, akibat pembebanan berulang, dapat diukurdilaboratorium menggunakan beberapa macam alat, misalnya (OECD,1975): creep test, split tensile test, triaxial rupture test, atau wheel tracking test. Sedangkan "total rutting" harus dihitung untuk se1uruh struktur perkerasan, mulai dari lapis permukaan, lapis pondasi samapi lapis tanah tanah dasar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 65% dari "total rutting" diakibatkan oleh penurunan (settlement) yang terjadi pada tanah dasar (Yoder & Witczak, 1975), sehingga critical value kedua dalam Metoda Analitis Mekanistik adalah "compression strain" yang terjadi pada titik teratas dari lapis tanah dasar. Deformasi permanen dapat diketahui setiap lapisan dari struktur, membuat lebih sulit untuk memprediksi dibanding retak lelah. Ukuran-ukuran kegagalan yang ada dimaksudkan untuk alur bahwa dapat ditujukan kebanyakan pada suatu struktur perkerasan yang lemah. Ini adalah pada umumnya dinyatakan dalam kaitannya dengan menggunakan istilah regangan vertikal (s, ) yang berada di atas dari lapisan tanah dasar :LogNvi= log (f,.) + 9,4771 - 3,57 x log (Evi)

Dimana: Nvi = Jumlah repetisi lintasan roda (mill.pases)v = Regangan tekan vertikal diatas lapisan tanah dasarFr = 1

Gambar2.12.

3. Kriteria Kegagalan LendutanSejumlah lendutan berdasarkan kriteria yang telah dikembangkan oleh berbagai para agensi 40 tahun terakhir. AASHO Road Test dan Roads and Transportation Association Canada (RTAC), kedua kriteria ini dikembangkan berdasarkan pada lendutan. sebagai berikut :a. Kriteria AASHO Road TestAASHO Road Test digunakan untuk mengembangkan hubungannya dengan Higway Research Board" (1962) adalah:log W2.5 = 9.40 + 1.321og Ll - 3.251og d3m Dimana : Log W25 = Jumlah beban gandar L1 dengan indeks pelayanan perkerasan 2.5L1 = Beban gandar tunggal (kips)Dsn = Benkelman Beam mengukur lendutan di permukaan perkerasan (0,001 inch)Kriteria ini didasarkan pada data dari Loops 2 sampai 6 dan beban gandar tunggal 6, 12, 18, 24, dan 30 kips (1 kips =1,000 lbs). Persamaan yang berikut diperoleh jika Ll =18,000 lbs (standar ESAL) adalah:logW2.5 = 11,06 3,25Log dsn

b. Kriteria Roads and Transportation Association of Canada (RTAC)Kriteria RTAC dapat dihitung sebagai berikut (setelah RTAC (1977) dan Haas (1994) adalah :BB = 10[0,40824-0,30103(logESAL)]Dimana:BB= lendutan balik maksimum (inch) (menggambarkan lendutan batik kembali rata-rata standar deviasi ) pada suhu standar dari 21C= 0.1 inch untuk ESAL:s 47.651= 0.02 inch untuk ESAL > 10.000.000ESAL = 80 KN (18.000 Lbs) beban gandar tunggal

Tabel 2.4 Batas Ledutan AASHO Road Test Dan RTAC

2.4 Pengaruh Temperatur Terhadap Perkerasan Lentur

Temperatur adalah salah satu faktor-faktor yang paling penting mempengaruhi desain dan kinerja dari perekerasan lentur. Perubah-perubahan suhu di dalam struktur perkerasan membuat kerusakan. Pengetahuan tentang efek suhu adalah penting bagi penentuan desain dan syarat pemeliharaan . Efek kondisi lingkungan terhadap perkerasan aspal telah diketahui dengan baik. Variasi temperatur merupakan salah satu faktor penting yang harus diperhitungkan dalam desain struktur perkerasan modem karena pada kenyataannya modulus lapis aspal di lapangan sangat dipengaruhi oleh temperatur.Implikasi gradien temperatur terukur bagi desain perkerasan dianalisa dengan menilai modulus lapis aspal efektif Secara definisi, modulus aspal efektif adalah modulus yang jika diterapkan bagi seluruh lapis aspal akan mengakibatkan tingkat kerusakan lapis dasar perkerasan atau tingkat kelelahan lapis aspal yang sarna seperti bila gradien modulus lapis aspal turut diperhitungkan.

44Pengaruh temperatur terhadap modulus perkerasan, khususnya modulus lapisan campuran beraspal, cukup nyata. Model matematis untuk memperkirakan modulus lapisan campuran beraspal sebagai fungsi dari temperatur telah banyak diusulkan, seperti menurut metoda Nottingham (Brown dan Brunton, 1984) dan metoda Asphalt Institute (1982). Di laboratorium, modulus lapisan campuran beraspal pada berbagai temperatur dapat diukur, misalnya dengan alat uji modulus dinamis (SHELL, 1990; AASHTO, 1998); dan, di lapangan, variasi nilai modulus dari masing-masing lapisan perkerasan bahkan dapat diperkirakan secara bersamaan melalui proses back calculation terhadap data lendutan yang diukur pada berbagai temperatur (ASTM, 2000).

Ada dua pendekatan yang dapat diikuti untuk memperhitungkan pengaruh temperatur dalam proses desain struktur perkerasan lentur secara analitis, yaitu pendekatan desain praktis yang menggunakan faktor temperatur desain, dan pendekatan desain sistematis berdasarkan teori Miner. Pendekatan desain praktis atau pendekatan desain rata-rata menawarkan kemudahan dalam prosesnya tetapi memerlukan standar desain untuk penentuan faktor temperatur desain yang diperlukan. Sayangnya, standar desain struktur perkerasan lentur secara analitis belum resmi diberlakukan di Indonesia. Sedangkan, pendekatan desain sistematis memerlukan data yang cenderung lebih rinei dan secara umum memerlukan program aplikasi komputer yang re1atiflebih rumit.Dalam hal ini, modulus lapisan campuran beraspal dapat bervariasi mengikuti perubahan temperatur perkerasan dalam sehari, dan modulus tanah dasar dapat bervariasi mengikuti perubahan musim dalam setahun. Sedangkan, variasi beban lalu lintas dalam sehari umumnya dapat dianggap tipikal sepanjang tahunProsedur desain struktur perkerasan secara analitis yang dilakukan dalam penelitian. Ada beberapa komponen utama dari proses desain ini, yaitu data struktur perkerasan, data spektrum beban Ialu lintas dan data temperatur udara rata-rata tahunan.Penentuan faktor temperatur desain yang dilakukan secara iteratif baik untuk desain struktur perkerasan yang didasarkan pada kriteria retak lelah, maupun kriteria deformasi permanen. Agar kedua kriteria desain dapat dianalisis di sini, struktur perkerasan hipotetikal perlu disertakan dalam analisis dengan mengatur tebal lapisan campuran beraspal (D1) dan tebal lapisan agregat (D2) sedemikian rupa sehingga masa layan rencana dari kedua struktur perkerasan

hipotetikal adalah sarna. Secara umum, desain struktur perkerasan dengan lapisan agregat yang tebal akan ditentukan oleh kerusakan retak lelah. Sebaliknya, desain struktur perkerasan dengan lapisan agregat yang tipis akan ditentukan oleh kerusakan deformasi permanen.Perhitunganmodulus elastisitas perkerasan pendekatan desain rata-rata mempunyai parameter yang mempengaruhi modulus perkerasan antara lain :a. VMA (Void in the mineral agregat)

Sifat volumetrik dari campuran beton aspal yang telah dipadatkan dilaboratorium maupun dilapangan .Salah satu parameter yang digunakan adalah volume pori diantara butir agregat campuran, dalam beton aspal,termasuk yang terisi oleh aspal .VMA adalah volume pori didalam beton aspaJ padat jika seluruh selimut aspal ditiadakan.Tidak termasuk didalam VMA volume poring didalam masing masing butir agregat.VMA akan meningkat jika selimut aspal Iebih tebal, atau agregat yang digunakan bergradasi terbuka.b. Frekwensi Pembebanan (LF)

Disamping karena pengaruh temperatur (T), sifat visko-elastis material aspal juga dipengaruhi oleh pembebanan (t). Parameter ini berhubungan dengan frekuensi pembebanan yang akan menentukan ketahanan terhadap kelelahan akibat retak. Frekuensi dan waktu pembebanan dihubungkan dengan rumus sebagai berikut :

1=_1_21C t

Dimana:

f= frekuensi (Hz)

t = waktu pembebanan (detik)

Menurut Brown (1973) perhitungan pembebanan yang terjadi pada bagian bawah lapis aspal dapat dinyatakan dalam persamaan berikut :Log (t) = 5 x lO-4h- 0,94 log (v)

Dimana :

t = waktu pembebanan, detik h = ketebalan lapisan, mmv = kecepatan kenderaan, km/jam]

untuk ketebalan lapisan aspal antara 150 mm sampai 300 mm, Brown dan Brunton (1980) menyarankan waktu pembebanan dapat dihitung dengan hubungan linear terhadap kecepatan, yaitu :t=t/v dimana:t = waktu pembebanan, detik v = kecepatan, km/jamThe asphalt institute dan TRRL mendasar frekuensi pembebanan pada 10

Hz dan 5 Hz yang kira kira samna dengan waktu pembebanan 0,016 detik dan

0,032 detik. SHRP-A-90-011 (1990) memberikan indikasi bahwa waktu pembebanan antara 0,004 sampai 0,1 detik relatif sesuai digunakan untuk pengujian kelelahan (Simangunsong, 2001).Frekuensi pembebanan 10 Hz dapat diperkirakan sarna dengan kecepatan antara 24 sampai 48 km/jam didalam perkerasan (Strategic Highway Research Program, 1994).Pola pola pembebanan pada pengujian kelelahan adalah sebagai berikut dibawah ini:

a.Full sine wave (sinusoidal wave), pola ini pada bagian serat yang paling ekstrim dari benda uji aspal mengalami pembalikan tegangan secara penuh pada setiap siklus beban.b.Half sine wave, hampir sama dengan diatas tetapi tidak ada pembalikan tegangan.c. Haversine wave with delay. d. Block loading.Secara umum pada pengujian di laboratorium , kurva kele1ehan tegangan dan regangan untuk benda uji berbentuk balok yang dipadatkan menunjukkan bahwa benda uji dengan pembalikan tegangan memiliki umur kelelahan yang lebih pendek dari pada benda uji tanpa pembalikan tegangan (Irwin & Gallaway, 1974). Rantetoding (1988) meneliti bahwa pola sinusoidal (full sine) lebih mewakili pola pembebanan akibat beban kenderaan yang bekerja pada bagian atas lapis permukaan.c. Penetrasi aspal awal (Pi)

Kepekaan terhadap temperatur akan menjadi dasar perbedaan umur aspal untuk menjadi retak /mengeras. Parameter pengukur kepekaan aspal terhadap temperatur adalah indeks penetrasi (penetration index).Nilai PI antara -1 dan +1 adalah nilai PI yang umum yang dimiliki oleh aspal yang digunakan untuk material pekerasan jalan.d. Volume Aspal (Vb)

Volume aspal dalam campuran beton yang telah dipadatkan adalah pengertian darivolume aspa1.Dimana hasil dari volume aspal didapatkan dari

perbandingan antara berat aspal dalam beton campuran dengan berat jenis aspal.e. Titik Lembek Aspal Awal

Pemeriksaan kepekaan aspal terhadap temperatur dilakukan dengan meialui pemeriksaan titik lembek.Titik lembek adalah temperatur dimana pada saat aspal mulai Iembek.Titik lembek aspal bervariasi antara 30C sampai200C.Dua aspal yang mempunyai penetrasi yang sarna belum tentu mempunyai titik lembek yang sama.Aspai dengan titik Iembek yang lebih tinggi kurang peka terhadap perubahan temperatur dan Iebih baik untuk bahan pengikat konstruksi perkerasan.f. Faktor temperatur Desain (ft)

45

Untuk memperhitungkan pengaruh temperatur dalam proses desain struktur perkerasan lentur secara analitis yaitu pendekatan desain praktis yang menggunakan faktor temperatur desain.Pendekatan desain praktis atau pendekatan desain rata rata menawarkan kemudahan dalam prosesnya tetapi memerlukan standar desain untuk penentuan faktor temperatur desain yang diperlukan.Dalam pemakainnya faktor temperatur desain dikalikan dengan temperatur udara rata rata tahunan untuk memperoleh temperatur lapisan campuran beraspal (untuk selanjutnya disebut temperatur perkerasan) rata rata tahunan yang diperlukan dalam memperkirakan modulus lapisan campuran beraspal. Secara umum faktor temperatur desain diusulkan sebesar 1.92 untuk kriteria retak lelah dan 1.47 untuk kriteria deformasi permanen.

g. Modulus Elastisitas kekakuan aspal

Aspal adalah material yang bersifat visco-elastis dan deformasi yang timbul adanya tegangan merupakan fungsi dari temperatur dan waktu pembebanan. Pada temperatur dan waktu pembebanan yang panjang berperilak:u viscous- liquid dan pada suhu yang rendah atau waktu pembebanan yang pendek (seketika) bersifat solid - elastic (brittle).Berapa konsep modulus kekakuan adalah :Van der Poel (1954) memperkenalkan konsep modulus kekakuan aspal (stiffness modulus of bitumen) sebagai parameter dasar untuk menjelaskan sifat sifat mekanisme aspal. Pada saaat awal ( t = 0) tegangan tarik (0) yang diberikan pada material visko- elastis tersebut menyebabkan regangan tarik (E t) namun tidak bertambah secara proporsional terhadap

waktu pembebanan, sehingga modulus kekakuan aspal yang terjadi tergantung pada waktu atau lamanya pembebanan. Karena bersifat visco-elastis, modulus kekakuan aspal juga tergantung pada temperatur.

Gambar 2.13 Tegangan dan distribusi temperatur dalam perkerasan lentur.

Shell rnengidentifikasikan bahwa modulus beton aspal sangat bergantung pada modulus kekakuan aspal (Sbit), volume agregat (VG) dan aspal (VB) Sbit = 1.157 x 10-7 x t -0.368 x 2.718 -PI (TR&B- T)5Tegangan dan regangan pada perkerasan lentur umumnya memprediksi moda ke1elahan didasarkan pada konsep sistem elastis multilapis. Solusi analitis untuk menyatakan hubungan tegangan dan regangan didasarkan atas berupa asumsi berikut (Yoder & Witczak, 1975) :1. Sifat sifat untuk setiap lapis adalah homogen dan isotropis,

2.Setiap lapis pada arah lateral mempunyai ketebalan tertentu kecuali pada lapis paling bawah (tanah dasar , subgrade),3. Geser penuh terjadi diantara lapis perkerasan (interface),

4.Tidak ada kekuatan geser yang timbul pada bagian atas dari lapis permukaan,5.Solusi tegangan berhubungan dengan 2 (dua) parameter sifat material yakni Poisson's ratio (u) dan modulus kekakuan (E).Pada gambar diberikan diagram tegangan yang terjadi pada perkerasan lentur. Tegangan dan regangan kritis terjadi pada bagian bawah lapis permukaan dan dipermukaan tanah dasar. Umumnya regangan yang terjadi pada bagian bawah lapis permukaan (Ehi) adalah regangan tarik (tensile strain) sebaliknyapada permukaan tanah dasar regangan yang terjadi adalah regangan tekan (compressive strain). Umunya teori yang digunakan adalah memprediksi moda kelelahan didasarkan pada konsep sistem elastis multilapis .

48

Perhitungan Modulus Elastisitas lapisan campuran beraspal (E) dihitung melalui rumus, sebagai berikut.:Perkiraan masa layan sisa struktur perkerasan yang didasarkan pada dua regangan kritis yang terjadi di dalam struktur perkerasan. Regangan tarik horizontal (E I) di bawah lapisan campuran beraspal akan menentukan kerusakan retak lelah; dan, regangan tekan vertikal di atas tanah dasar (E c) akan menentukankerusakan deformasi permanen. Kemudian, masa layan sisa ditentukan dari model desain struktur perkerasan.

2.5 Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Temperatur di Perkerasan

Lentur

Penampilan dari jalan aspal adalah sangat dipengaruhi oleh kondisi kondisi lingkungan. Salah satu faktor lingkungan yang paling penting mempengaruhi mekanika perkerasan adalah temperatur. Jadi dengan demikian, prediksi yang akurat distribusi suhu di dalam struktur perkerasan itu adalah penting .Profil temperatur perkerasan terdiri dari temperatur udara, kelembaban, kecepatan angin dan radiasi matahari pada sel-sel material perkerasan. Kandungan campuran aspal berubah secara drastis dipengaruhi temperatur. Aspal perkerasan yang keras, rentan pecah pada suhu rendah dan cenderung mengalami deformasi permanen pada temperatur-temperatur yang tinggi. Pengukuran temperatur dapat membantu para ahli di dalam melaksanakan back calculations aspal mendapatkan modulus dan estimate lendutan perkerasan. Temperatur perkerasan adalah sangat penting di dalam mengevaluasi aksi beku dan di dalam pemilihan kadar aspal struktur perkerasan.

51

Sebagian dari parameter tidak diukur secara langsung tetapi diperkirakan dengan kore1asi-korelasi empiris. Beberapa model-model empiris berdasar pada analisis regresi linear telah digabungkan untuk mengetahui temperatur maksimum dan temperatur minimum di dalam perkerasan.. Analisis menuujukkan bahwa ketika radiasi matahari dan udara temperatur dimasukkan, perkiraan sinus menyediakan taksiran dari permukaan temperatur.

Temperatur merupakan faktor-faktor yang paling penting mempengaruhi dari perkerasan-perkerasan kaku dan lentur. Perubahan suhu di dalam struktur perkerasan menyebabkan kegagalan struktur sebelum umur rencana. Pengetahuan tentang efek suhu adalah penting bagi penentuan desain dan syarat pemeliharaan terutarna di dalam iklim-iklim panas seperti kebanyakan lingkungan daerah beriklim panas. Perubahan suhu di dalam struktur perkerasan sangat berperan pada kegagalan struktur perkerasan. Sehari-hari dan keragaman musiman maksimum, minimum, rata-rata dan gradient kedalaman perkerasan yang harus dipertimbangkan di dalam menentukan tegangan dan menghitung parameter parameter desain dari perkerasan kaku dan perkerasan lentur. Kondisi panas, dapat menjurus kepada permasalahan penting, termasuk (Andersen, 1992):1. Retak disebabkan oleh diferensial-diferensial temperatur yang besar antara bagian dalam dari beton dan lingkungan eksternal.2. Kekuatan berkurang disebabkan oleh pembekuan sebelum mencapai cukup kekuatan,3. Kekuatan berkurang disebabkan oleh temperatur-temperatur yang internal di dalam massa betonTemperatur dan kelernbapan bersifat variable di dalam semua permasalahan dari perkerasan konstruksi pelabuhan udara, desain, perilaku, dan penampilan (Dempsey, 1976). Temperatur dan kelembapan mempunyai suatu pengaruh kerusakan permukaan perkerasan pelabuhan udara, yang mempunyai suatu pengaruh yang besar pada landasan terbang. Tegangan di dalam perkerasan perkerasan yang kaku diakibatkan oleh bermacam penyebab-penyebab (Yoder dan Witczak, 1975), termasuk roda beban perubahan-perubahan siklis di dalam

temperatur, berubah di dalam kelembapan, dan volumetrik berubah di dalam subgrade atau tanah dasar.Distribusi suhu perkerasan-perkerasan yang lentur adalah secara langsung dipengaruhi oleh kondisi-kondisi lingkungan. Perpindahan panas antara permukaan dari perkerasan dan lingkungan disebabkan oleh pengaruh radiasi matahari, panas dan sinaran gelombang panjang antara permukaan dan lingkungan, perpindahan panas antara butiran perkerasan permukaan dan udara atau air.Kecepatan angin adalah suatu faktor mempengaruhi temperatur perkerasan dan perubahan menerus perpindahan kalor / panas. Sebagai contoh, suatu secara relatif percepatan angin kencang menghasilkan suatu pendinginan permukaan.

Gambar 2.14 Keseimbangan energi dari perkerasan

52Penyebab kerusakan perkerasan adalah alur akibat penurunan memanjang oleh roda kenderaan karena variasi-variasi suhu yang tinggi, beban gandar dan pembatasan berat .yang tak terkendalikan. Fungsi perkerasan lentur untuk melindungi struktur perkerasan dari faktor kerusakan. Struktur perkerasan yang lemah dapat mengakibatkan kegagalan terkait dengan beban seperti retak buaya. M Perl et al dalam penelitiannya kinerja asfal pada suhu rendah. Kinerja aspal

pada kurang 20C dan di bawah OC. Ia menyimpulkan bahwa aspal dapat mengalami deformasi .

2. 6 Temperatur Kritis Pada Perkerasan Lentur

Fromm dan Phang membuat temperatur kritis itu untuk mengukur aliran jenis dari beton aspal. Temperatur kritis itu adalah temperatur di mana aliran viscous di bawah beban rangkak dalam satu jam sama dengan penyusutan temperatur dalam satu jam. Pada temperatur-temperatur yang lebih tinggi dibanding temperatur kritis, bahwa aliran viscous dari bahan itu cukup tinggi membebaskan tegangan karena penyusutan. Dan sebaliknya, pada temperatur temperatur di bawah temperatur kritis, thermal tegangan mengembang lebih cepat dari aliran vicous mengalami relaksasi dan retak.Untuk menentukan temperatur kritis, Fromm dan Phang menggunakan dua metoda pengujian . Pertama-tama, mereka membuat pengujian untuk menentukan koefisien kontraksi thermal.Berikutnya, satu jam menguji rangkak untuk ukuran, aliran viscous pada temperature yang berbeda. Hasil-hasil dari menguji rangkak adalah yang direncanakan untuk menentukan aliran viscous dengan temperatur. Temperatur kritis ditentukan dengan suatu penurunan temperatur~Jtw ( dikalikan dengan a dan menentukan temperatur yang sesuai di kurva rangkak. Suatu kunci dari model ini adalah karena yang diasumsikanl' adalah 10F per jam.

2.7 Faktor-Faktor Yang Mendukung Keretakan Perkerasan Lentur

53

Faktor-faktor yang mendukung atas keretakan dapat digolongkan seperti jenis campuran, kekakuan campuran atau hambatan kelembapan; faktor-faktor yang terkait dengan beban, seperti lalu lintas mengukur kontak tegangan ban diperkerasan; faktor lingkungan seperti pengerasan presipitasi dan kerusakan karena kelembapan; faktor-faktor struktural, termasuk gradient-gradient kekakuan dan ketebalan perkerasan; dan faktor-faktor konstruksi, seperti pemadatan dan segragasi yang lemah. Ada dua faktor-faktor terkait dengan beban yang utama bahwa dapat berpotensi mempengaruhi kejadian dari atas menurun/jatuh keretakan: tingkat lalu lintas, dan kontak perkerasan ban tegangan. Seperti halnya setiap gejala kelelahan, tingkat kerusakan disebabkan oJeh beban berulang adalah suatu fungsi kedua-duanya dari magnitudo dari beban dan frekuensi. Berdasarkan Matsuno dan Nishizawa bahwa keretakan di dalam perkerasan- beton asfal di Jepang kebanyakan terjadi hanya di jalan-jalan yang dapat dilalui dengan volume-volume lalu lintas yang tinggi. Di dalam bentuk perkerasan yang ada, banyak penggunaan dibuat dari beban gandar ekuivalen tunggal (ESALS), menunjukkan beban gandar 80 kN diperkirakan menyebabkan kerusakan lelah dari kendaraan-kendaraan yang melintas perkerasan selama periode waktu yang diberi. Pendekatan lebih barn karakteristik lalu lintas untuk desain perkerasan menggunakan konsep dari spektrum-spektrum beban, di mana karakteristik beban lalu lintas mempunyai distribusi frekuensi relatif dengan beban gandar. Kerusakan disebabkan oleh lalu lintas itu adalah karakteristik umum karakteristik melalui model-model kelelahan.

Menurut Myers dan Roque bahwa tegangan kontak ban di dalam perkerasan lentur, tegangan cukup besar untuk membuat keretakan permukaan perkerasan. Mun menunjukkan kontak perkerasan ban yang tidak seragam, bahwa tegangan dapat meningkatkan kerusakan permukaan dalam perkerasan lentur. Kontak perkerasan ban, tegangan menyebar sangat cepat di dalam perkerasan, maka permukaan retak meluas ke dalam perkerasan.Faktor lingkungan yang utama yang mendukung atas retak adalah: thermal tegangan, pengerasan presipitasi dan kerusakan akibat kelembapan. pengerasan presipitasi yang keras di permukaan perkerasan ,sehingga retak top down terjadi Pengerasan presipitasi ini, pada umumnya, menyebabkan kerusakan kekurusan dan secara relatif kulit perkerasan getas terbentuk dipermukaan perkerasan, yang berpotensi membuat tegangan besar dan permukaan retak.Gradien suhu juga menghasilkan kekakuan campuran, karena perubahan temperatur akan mempengaruhi modulus dari suatu campuran. Di musim panas permukaan perkerasan dapat melebihi 60C, dan dibawah permukaan akan jauh lebih dingin. Kombinasi usia pemadatan dan gradien suhu bisa menciptakan gradient-gradient ekstrim. Sebagai contoh, di musim panas permukaan dari suatu perkerasan bisa lembut oleh karena temperatur yang tinggi Kondisi-kondisi seperti itu akan membuat regangan yang tinggi dan tegangan geser di bawah beban lalu lintas , bisa menyebabkan retakan.


Top Related