Download - Thallasemia Beta Mayor
LAPORAN KASUS
THALASSEMIA BETA MAYOR DAN TB PARU
Disusun Oleh :
Rayi Vialita Poetri
030.09.196
Pembimbing :
dr. Meiharty, Sp.A
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK
PERIODE 29 JUNI 2014 – 5 SEPTEMBER 2015
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA, 2015
BAB I
PENDAHULUAN
Thalassemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang disebabkan oleh
defek genetik pada pembentukan rantai globin. Pertama kali ditemukan secara
bersamaan di Amerika Serikat dan Itali antara 1925-1927. Kata thalassemia
dimaksudkan untuk mengaitkan penyakit tersebut dengan penduduk mediterania, dalam
bahasa Yunani Thalasa berarti laut dan haima yang berarti darah.(1)(2)(3)(4)
Thalassemia ditemukan tersebar di seluruh ras Mediterania, Timur Tengah,
India, sampai Asia Tenggara. Dalam 30 tahun terakhir ini, daerah tersebut telah
mengalami perubahan pola penyakit yang bermakna. Peningkatan kebersihan dan
pelayanan dan pelayanan kesehatan menyebabkan penyakit infeksi dan malnutrisi
berkurang. Dulu, bayi yang lahir dengan kelainan darah, meninggal pada usia kurang
dari setahun. Tapi saat ini sebagian besar berhasil selamat dan memerlukan diagnosis
dan penatalaksanaan yang lanjut. Karena penatalaksanaan thalassemia cukup mahal,
perubahan ini akan menghabiskan dana yang cukup besar di negara frekuensi
thalassemia tinggi.(2)
Talasemia dapat diklasifikasikan secara genetik menjadi α-, β-, δβ-, atau
thalassemia εγδβ sesuai dengan rantai globin yang berkurang produksinya. Pada
beberapa thalassemia sama sekali tidak terbentuk ranatai globin, yang disebut dengan αo
atau βo thalassemia, bila produksinya rendah α+ atau β+ thalassemia.(2)
Thalassemia β adalah kelainan darah yang dikarakteristikkan dengan
berkurangnya atau bahkan tidak adanya sintesis rantai β globin yang menyebabkan
menurunnya hemoglobin dalam sel darah merah, berkurangnya produksi sel darah
merah, dan anemia.(4)
Thalassemia beta paling banyak ditemukan di negara-negara Mediteranea, Timur
Tengah, Asia Tengah, India, Cina Selatan, dan negara-negara di sepanjang pantai utara
Afrika dan Amerika Selatan. Indonesia termasuk dalam sabuk thalassemia sehingga
prevalensi gen pembawa cukup tinggi yaitu 5-10%. Jumlah penderita thalassemia beta
mayor yang tinggal di Yogyakarta dan sekitarnya mencapai 80 anak. Kurang lebih 3%
dari penduduk dunia mempunyai gen thalassemia dimana angka kejadian tertinggi
1
sampai dengan 40% kasus adalah di Asia. Di Indonesia thalassemia merupakan
penyakit terbanyak diantara golongan anemia hemolitik dengan penyebab
intrakorpuskuler. Jenis thalassemia terbanyak yang ditemukan di Indonesia adalah
thalassemia beta mayor sebanyak 50% dan thalassemia β–HbE sebanyak 45%.(4)(5)
2
BAB II
LAPORAN KASUS
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
RS PENDIDIKAN : RSUD BUDHI ASIH
STATUS PASIEN KASUS II
Nama Mahasiswa :Rayi Vialita Poetri Pembimbing :drMeiharty, Sp. A
NIM :030.09.196 Tanda tangan:
IDENTITAS PASIEN
Nama : An. AR
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 10 tahun
Suku Bangsa : Betawi
Tempat / tanggal lahir : Jakarta, 13 Juli 2005
Agama : Islam
Alamat :Jl. Pramuka Jaya III Rt 07/Rw 14 Utan kayu selatan, Matraman
Pendidikan :SD
ORANG TUA / WALI
Ayah Ibu
Nama : Tn. AR Nama : Ny. I
Umur : 31 tahun Umur : 29 tahun
Alamat : Jl. Pramuka Jaya III, Alamat : Jl. Rawa Jaya no. 12,
RT 07/ RW 14 RT 06/ RW 09
Kel. Matraman Kel. matraman
Pekerjaan : Teknisi Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : STM Pendidikan : SMEA
Suku bangsa : Betawi Suku bangsa : Betawi
Agama : Islam Agama : Islam
Hubungan dengan orang tua: pasien merupakan anak kandung
3
I. RIWAYAT PENYAKIT
A. ANAMNESIS
Dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis dengan Ny. I (ibu kandung
pasien)
Lokasi :Bangsal lantai V Timur, kamar 512
Tanggal / waktu :23 Juli 2015, pukul 08.15 WIB
Tanggal masuk :22 Juli 2014, masuk ke bangsal lantai V Timur pk 10.55 WIB.
Keluhan utama :lemas sejak 2 hari SMRS
Keluhan tambahan :pucat
B. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG :
Pasien anak perempuan berusia 10 tahun datang ke Poli RSUD Budhi Asih
pada tanggal 22 Juli 2015, pukul 10.55 WIB diantar oleh ibunya dengan keluhan
lemas sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Lemas dirasa semakin parah. Dan
dirasa tidak membaik dengan istirahat. Disamping itu pasien juga mengeluh wajah
yang semakin pucat yang terjadi bersamaan dengan timbulnya lemas sejak 2 hari
sebelum masuk rumah sakit. Mual dan muntah disangkal. OS juga tidak mengeluh
nyeri perut. OS mengaku sering merasa mudah lelah jika beraktifitas lebih berat.
BAB lancar, BAK lancar. OS menyangkal pernah terjadi perdarahan misal mimisan
atau lebam di anggota badan.
C. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU :
Sebelumnya OS menceritakan awal mula terjadinya penyakit yang diderita OS
tersebut terjadi pada bulan Maret 2015 namun keluhan yang dirasa adalah demam,
batuk serta mencret. Keluhan tersebut dirasa terjadi secara terus-menerus selama
kurang lebih seminggu. Panas diukur oleh ibu OS mencapai 390C, demam membaik
saat pagi hari dan memburuk saat malam hari, dimana demam juga disertai dengan
keringat dingin serta menggigil. Selain itu OS juga mengeluh batuk yang kering,
batuk makin parah terjadi saat malam hari hingga membuat OS mengalami
kesulitan untuk tidur. Namun sesak disangkal oleh pasien. Disamping itu OS juga
mengalami keluhan mencret yang terjadi kurang lebih sebanyak 3x per hari,
konsistensi cair, berwarna coklat, lendir disangkal, ampas disangkal, darah
disangkal. OS juga mengalami lemas dan pusing namun mual dan muntah
disangkal. OS pun mengaku mengalami penurunan nafsu makan.
4
Karena keluhan yang tidak membaik akhirnya ibu OS membawa OS ke
Puskesmas Kecamatan Matraman, kemudian dilakukan pemeriksaan laboratorium
dengan hasil Hb: 7,5g/dL dan akhirnya dirujuk ke RSUD Budhi Asih.
Di Budhi Asih OS diduga mengalami penyakit Thalassemia untuk itu dokter
menganjurkan untuk dilakukan pemeriksaan hematologi sebagai skrinning
Thalassemia dan didapatkan hasil yang sesuai yaitu Thalassemia beta/HbE.
Kemudian OS mendapatkan transfusi pertama kali pada bulan Maret 2015 sebanyak
1x transfusi, dan pada bulan Mei 2015 pasien dirawat kembali di RSUD Budhi Asih
untuk transfusi kembali ( transfusi sebanyak 3x). Selain itu ibu OS menceritakan
sewaktu dirawat pertama di RSUD Budhi Asih OS juga sempat dilakukan
pemeriksaan Tes Mantoux dengan hasil positif namun ibu OS mengatakan OS juga
sudah melakukan pemeriksaan radiologi dan oleh dokter dikatakan bahwa hasil foto
dada OS tidak terdapat kelainan. Untuk itu OS juga sedang menjalani pengobatan
TB yang sudah berlangsung selama 5 bulan terakhir ini. Pada usia 5 tahun pasien
juga pernah terkena TB tetapi sudah diobati sampai tuntas dan dinyatakan sembuh
oleh dokter yang merawatnya.
D. RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA
Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur
Alergi (-) Difteria (-) Penyakit jantung (-)
Cacingan (-) Diare (+) 9tahun Penyakit ginjal (-)
DBD (-) Kejang (-) Radang paru (-)
Otitis (-) Morbili (-) TBC
(+)
5 tahun,
9 tahun
Parotitis (-) Operasi (-) Lain-lain: kelainan darah(+) 9
tahun
Kesimpulan riwayat penyakit yang pernah diderita: Pasien mempunyai
penyakit Thalassemia dan TBC yang sudah berobat rutin ke RSUD Budhi Asih
sejak Maret 2015 untuk dilakukan transfusi serta pengobatan TBC yang sudah
masuk bulan ke-5.
5
E. RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN
KEHAMILA
N
Morbiditas
kehamilan
Hipertensi (-), diabetes melitus (-),
anemia (-), penyakit jantung (-), penyakit
paru (-), infeksi pada kehamilan (-),
keputihan (-).
Perawatan antenatal Rutin kontrol ke dokter kandungan 1
bulan 4x dan sudah mendapat imunisasi
TT 2 kali
KELAHIRAN
Tempat persalinan Rumah Sakit
Penolong persalinan Dokter Spesialis Kandungan
Cara persalinanSpontan
Penyulit: -
Masa gestasi Cukup bulan
Keadaan bayi
Berat lahir : 3400 gram
Panjang lahir : 50 cm
Lingkar kepala : (tidak tahu)
Langsung menangis (+)
Kemerahan (+)
Pucat (-)
Kuning (-)
Biru (-)
Nilai APGAR : (tidak tahu)
Kelainan bawaan : tidak ada
Kesimpulan riwayat kehamilan dan kelahiran: Baik (Neonatus Cukup Bulan -
Sesuai Masa Kehamilan).
E. RIWAYAT PERKEMBANGAN
Pertumbuhan gigi I : Umur 6 bulan (Normal: 5-9 bulan)
Gangguan perkembangan mental : Tidak ada
Psikomotor
Tengkurap : Umur 3 bulan (Normal: 3-4 bulan)
Duduk : Umur 7 bulan (Normal: 6-9 bulan)
6
Berdiri : Umur 9 bulan (Normal: 9-12 bulan)
Berjalan : Umur 12 bulan (Normal: 13 bulan)
Bicara : Umur 12 bulan (Normal: 9-12 bulan)
Perkembangan pubertas
Rambut pubis : -
Payudara : -
Menarche : -
Kesimpulan riwayat pertumbuhan dan perkembangan: tidak terdapat
kertelambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan pasien, baik sesuai usia.
E. RIWAYAT MAKANAN
Umur (bulan) ASI/PASI Buah / Biskuit Bubur Susu Nasi Tim
0 – 2 ASI - - -
2 – 4 ASI - - -
4 – 6 ASI - - -
6 – 8 PASI + + -
8 – 10 PASI + + +
10 -12 PASI + + +
Jenis Makanan Frekuensi dan Jumlah
Nasi / Pengganti 3x/ hari, 1/2 centong nasi
Sayur 1-3x/ hari, 2 sendok sayur
Daging 1x/ minggu, 1 potong
Telur 1x/ hari, 1 butir
Ikan 2x/hari
Tahu 2-3x / minggu, 2 potong
Tempe 3-4x / minggu, 1 potong
Susu Jarang minum susu
Lain-lain Biskuit/ wafer/ roti/ buah setiap
hari, mie instan.
Kesimpulan riwayat makanan: Pasien mendapat ASI eksklusif sampai usia 1tahun .
Pasien tidak mengalami penurunan nafsu makan selama sakit.
7
F. RIWAYAT IMUNISASI
Vaksin Dasar ( umur ) Ulangan ( umur )
BCG 2 bulan - - -
DPT / PT 2 bulan 4 bulan 6bulan -
Polio 0bulan 2bulan 4bulan 6 bulan 1 tahun
Campak 9 bulan - - -
Hepatitis B 0 bulan 1bulan 6bulan - - - -
Kesimpulan riwayat imunisasi: Imunisasi dasar sesuai jadwal dan lengkap.
Imunisasi ulangan sudah dilakukan
G. RIWAYAT KELUARGA
a. Corak Reproduksi
NoTanggal lahir
(umur)Jenis
kelaminHidup
Lahir mati
AbortusMati
(sebab)Keterangan kesehatan
1.13 Juli 2005
(10tahun)Perempuan + - - - Pasien
2.
3 Februari 2011
(4tahun 5 bulan)
Perempuan + - - -Adik
(sehat)
2.11 Juli 2015(2minggu)
Perempuan + - - -Adik
(sehat)
b. Riwayat Pernikahan
Ayah / Wali Ibu / Wali
Nama Tn. AR Ny. I
Perkawinan ke- 1 1
Umur saat menikah 21 tahun 19 tahun
Pendidikan terakhir STM SMEA
Agama Islam Islam
Suku bangsa Betawi Betawi
Keadaan kesehatan Sehat Sehat
Kosanguinitas - -
8
Penyakit, bila ada - Riw. Penyaki TBC
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Menurut ibu OS dirinya dan suami tidak ada yang menderita kelainan darah namun
ibu OS mengaku dirinya dan suami belum memeriksakan keadaannya ke dokter,
ibu OS mengaku tidak mengetahui apakah ada anggota keluarga lain dari pihak
dirinya ataupun suami yang mengalami penyakit kelainan darah. Tetapi ibu OS
pada tahun 2012 dan nenek OS pernah menderita TBC tetapi sudah diobati dan
sembuh.
Kesimpulan Riwayat Keluarga: Pasien anak pertama dari tiga bersaudara, kedua
orang tua pasien tidak ada yang menderita kelainan darah, tetapi ibu dan nenek OS
mempunyai riwayat penyakit TBC.
H. RIWAYAT LINGKUNGAN
Pasien tinggal bersama ayah, ibu, dan 2 adiknya di sebuah rumah kontrakan
beratap genteng, berlantai keramik, berdinding tembok. Keadaan rumah perumahan
tidak terlalu padat, bila siang hari masih terang jika tidak menyalakan lampu, cahaya
matahari dapat masuk ke rumah. Jendela juga dibuka setiap pagi, sirkulasi udara
cukup. Sumber air bersih dari air PAM, dan sumber air minum dari air galon. Air
limbah rumah tangga disalurkan dengan baik dan pembuangan sampah setiap
harinya diangkut oleh petugas kebersihan. Septitank jauh dari rumah sumber PAM
(±10 meter). Rumah dibersihkan setiap hari.
Kesimpulan keadaan lingkungan: lingkungan perumahan tidak terlalu padat
penduduk dan keadaan rumah cukup baik dan bersih.
I. RIWAYAT SOSIAL DAN EKONOMI
Ayah pasien bekerja sebagai Teknisi dengan penghasilan ± Rp 5.000.000
/bulan. Sedangkan ibu pasien merupakan ibu rumah tangga. Menurut ibu pasien
penghasilan tersebut cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. Sehari-
hari pasien diasuh oleh ibunya.
Kesimpulan sosial ekonomi: Cukup baik.
II. PEMERIKSAAN FISIK
9
Pemeriksaan fisik dilakukan di bangsal lantai V Timur, kamar 512 pada hari Kamis
tanggal 23 Juli 2015, pk 08.15 WIB.
A. Status Generalis
Keadaan Umum
Kesan Sakit : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Kesan Gizi : gizi kurang
Keadaan lain : anemis (+), ikterik (-), sianosis (-), dyspnoe (-)
Data Antropometri
Berat Badan sekarang : 22 kg Lingkar Kepala : 50 cm
Berat Badan sebelum sakit : 24 kg Lingkar Lengan Atas: 14,5 cm
Tinggi Badan : 127 cm
Status Gizi
BB/ U = 22/ 33x 100 % = 66,67 % (Gizi kurang)
TB/ U = 127/ 137x 100 % = 92,70 % (Tinggi normal)
BB/ TB = 22/ 24x 100 % = 91,6 % (Gizi Baik)
Status gizi diatas berdasarkan kurva CDC 2000, pasien termasuk dalam kategori
gizi baik. Dari ketiga parameter yang digunakan diatas didapatkan gizi kurang untuk
parameter BB/U dan gizi baik untuk BB/TB, sedangkan untuk parameter TB/U
didapatkan tinggi normal
Tanda Vital
Nadi : 97x/ menit, regular, kuat, isi cukup, ekual kanan dan kiri
Tekanan Darah : 110/ 70 mmHg
Nafas : 24x/ menit, tipe thorako-abdominal, inspirasi:ekspirasi =
1:2
Suhu : 36,7o C, axilla (diukur dengan termometer air raksa)
10
KEPALA :Normocephali, Ubun-ubun besar sudah menutup, wajah facies
Cooley’s (-)
RAMBUT :Rambut hitam, distribusi merata dan tidak mudah dicabut.
WAJAH :Wajah simetris, tidak ada pembengkakan, ptechiae (-), luka atau
jaringan parut (-), efloresensi (-)
MATA:
Visus : kesan baik Ptosis : -/-
Sklera ikterik : -/- Lagofthalmos : -/-
Konjungtiva anemis : +/+ Cekung : -/-
Exophthalmos : -/- Kornea jernih : +/+
Strabismus : -/- Lensa jernih : +/+
Nistagmus : -/- Pupil : bulat, isokor
Refleks cahaya : langsung +/+ , tidak langsung +/+
Alis : Hitam, distribusi merata
Bulu mata : Hitam, distribusi merata, madarosis (-/-), trikiasis (-/-)
TELINGA:
Bentuk : normotia Tuli : -/-
Nyeri tarik aurikula : -/- Nyeri tekan tragus : -/-
Liang telinga : lapang Membran timpani : sulit dinilai
Serumen : -/- Refleks cahaya : sulit dinilai
Sekret : -/-
HIDUNG:
Bentuk : simetris Napas cuping hidung : -/-
Sekret : -/- Deviasi septum : -
Mukosa hiperemis : -/-
BIBIR :Simetris saat diam, mukosa pucat (+), kering (-), sianosis (-)
MULUT: Trismus (-) Oral hygiene cukup baik, halitosis (-), gigi tetap berjumlah
24 buah, tidak terdapat caries pada gigi-geligi, mukosa gusi berwarna
merah muda, mukosa pipi berwarna merah muda, arcus palatum simetris
dengan mukosa palatum berwarna merah muda.
Lidah: normoglosia, pucat (+), lidah kotor (-), ulkus (-), hiperemis (-), massa (-).
11
TENGGOROKAN :Tonsil T1/T1 tenang, kripta tidak melebar, detritus (-), faring
hiperemis (-), ulkus (-), massa (-), PND (-)
LEHER :Bentuk tidak tampak kelainan, tidak tampak pembesaran tiroid maupun
KGB, tidak tampak deviasi trakea.
Tidak teraba pembesaran tiroid maupun KGB, trakea teraba di tengah.
THORAKS:
JANTUNG
Inspeksi : Ictus cordis terlihat pada ICS V linea midklavikularis sinistra
Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V linea midklavikularis sinistra
Perkusi : Batas kiri jantung : ICS V linea midklavikularis sinistra
Batas kanan jantung : ICS III – V linea sternalis dextra
Batas atas jantung : ICS III linea parasternalis sinistra
Auskultasi: BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)
PARU:
Inspeksi :Bentuk thoraks simetris pada saat statis dan dinamis, tidak ada
pernafasan yang tertinggal, tipe pernafasan torakoabdominal,
retraksi suprasternal (-), retraksi intercostal (-), retraksi
epigastrium (-), efloresensi pada kulit dinding dada (-)
Palpasi :Nyeri tekan (-), benjolan (-), gerak napas simetris kanan dan
kiri, vocal fremitus sama kuat kanan dan kiri
Perkusi :Sonor di kedua lapang paru.
Batas paru – lambung : ICS VII linea axilarris anterior
Batas paru – hepar : ICS VI linea midklavikularis dextra
Auskultasi: Suara napas vesikuler, reguler, ronchi -/-, wheezing -/-
ABDOMEN:
Inspeksi :perut datar, warna kulit sawo matang, tidak dijumpai adanya
efloresensi pada kulit perut, kulit keriput (-), umbilicus normal,
gerak dinding perut saat pernapasan simetris, tidak tampak bagian
yang tertinggal, gerakan peristaltik (-)
Auskultasi : Bising usus (+), frekuensi 4x/ menit
Perkusi : timpani pada seluruh regio abdomen, shifting dullness (-)
12
Palpasi :supel, nyeri tekan (-) dan nyeri lepas tekan (-) pada seluruh regio
abdomen, turgor kulit baik.
Hepar : teraba 1/3 blanchart score di bawah arcus costae dextra
teraba 1/3 blanchart score di bawah processus xyphoideus
permukaan rata, tepi tajam, konsistensi kenyal, NT (-)
lien : teraba membesar di area Schuffner 2, ballottement (-/-),
skibala (-)
ANOGENITALIA: Jenis kelamin Perempuan
Tanda radang (-), ulkus (-),
KELENJAR GETAH BENING:
Preaurikuler : tidak teraba membesar
Postaurikuler : tidak teraba membesar
Submandibula : tidak teraba membesar
Supraclavicula : tidak teraba membesar
Axilla : tidak teraba membesar
Inguinal : tidak teraba membesar
EKSTREMITAS :
Simetris, tidak terdapat kelainan pada bentuk tulang, posisi tangan dan kaki,
serta sikap badan, tidak terdapat keterbatasan gerak sendi, akral hangat pada keempat
ekstremitas, sianosis (-), edema (-), capillary refill time < 2 detik
Kanan Kiri
Ekstremitas atas
Tonus otot Normotonus Normotonus
Trofi otot Eutrofi Eutrofi
Kekuatan otot 5 5
Ekstremitas bawah
Tonus otot Normotonus Normotonus
Trofi otot Eutrofi Eutrofi
13
Kekuatan otot 5 5
STATUS NEUROLOGIS
Refleks Fisiologis Kanan Kiri
Biseps + +
Triceps + +
Patella + +
Achiles + +
Refleks Patologis Kanan Kiri
Babinski - -
Chaddock - -
Oppenheim - -
Gordon - -
Schaeffer - -
Rangsang meningeal
Kaku kuduk -
Kanan Kiri
Kerniq - -
Laseq - -
Brudzinski I - -
Brudzinski II - -
Saraf cranialis
- N. I (Olfaktorius)
Tidak dilakukan pemeriksaan
- N. II dan III (Opticus dan Occulomotorius)
Pupil bulat isokor 3mm / 3mm, RCL +/+, RCTL +/+
14
- N. IV dan VI (Trochlearis dan Abducens)
Gerakan bola mata baik ke segala arah
- N. V (Trigeminus)
Tidak ada gangguan sensibilitas wajah
- N. VII (Facialis)
Wajah simetris
Motorik: dapat menutup mata sempurna, dapat mengernyitkan dahi, dan dapat
tersenyum dengan baik
Sensorik: tidak ada gangguan pengecapan
- N. VIII (Vestibulo-kokhlearis)
Dapat mendengar bunyi gesekan jari pada kedua telinga
- N. IX, X (Glosofaringeus, Vagus)
Tidak ada gangguan menelan
- N. XI (Aksesorius)
Dapat mengangkat kedua bahu dan memutar kepala dengan baik
- N. XII (Hipoglosus)
Gerakan lidah tidak terganggu, tidak terdapat paralisis, kekuatan lidah baik
PUNGGUNG : tulang belakang bentuk normal, tidak terdapat deviasi, massa (-), ruam/
efloresensi (-), gibbus (-), nyeri tekan (-)
KULIT : warna sawo matang merata, pucat (-), tidak ikterik, tidak sianosis, tidak
terdapat efloresensi bermakna, turgor kulit baik, lembab, capillary refill time < 2 detik.
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Laboratorium (22 Juli 2015)
Hasil Nilai Normal Interpretasi
HEMATOLOGI RUTIN
Hemoglobin 8,6 g/ dL 11,8-15,0 menurun
Hematokrit 30 % 31-43 normal
Leukosit 9,9 ribu/uL 5-14,5 normal
Eritrosit 4,6 juta/uL 3,7-5,7 normal
Trombosit 251 ribu/uL 217-497 normal
MCV 64,1 fL 72-88 menurun
MCH 18,6 pg 23-31 menurun
15
MCHC 29,1 g/dL 32-36 menurun
RDW 23,8 % <14 meningkat
LED 55 mm/jam 0-10 meningkat
Urinalisis pada 22 Juli 2015
Jenis pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal
Urin lengkap
Warna Kuning tua Kuning
Kejernihan Agak keruh Jernih
Glukosa Trace Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Keton Trace Negatif
pH 6.5 4.6 - 8
Berat jenis 1.020 1.005-1.030
Albumin urin Trace Negatif
Urobilinogen 4.0 E.U/dL 0.1-1
Nitrit Negatif Negatif
Darah Negatif Negatif
Esterase leukosit Negatif Negatif
Sedimen urin
Leukosit 0-1 /LPB <5
Eritrosit 0-1 /LPB <2
Epitel Positif /LPB Positif
16
Silinder Negatif /LPK Negatif
Kristal Negatif Negatif
Bakteri Negatif Negatif
Jamur Negatif /LPB Negatif
V. RESUME
Pasien anak perempuan berusia 10 tahun datang ke IGD RSUD Budhi Asih dengan
keluhan lemas sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Lemas dirasa semakin parah.
Dan dirasa tidak membaik dengan istirahat. Disamping itu pasien juga mengeluh wajah
yang semakin pucat sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Mual (-), muntah (-), nyeri
perut (-), demam (-). Pucat sejak 4 bulan yang lalu, sering merasa lelah bila beraktifitas
lebih berat dari biasanya. Sianosis (-), sesak (-), mimisan (-), memar (-). Penurunan
nafsu makan sudah terjadi sejak pasien merasa sehat. Pasien mempunyari sekarang
sedang menjalani pengobatan TB bulan ke-5. Kedua orang tua menyangkal mempunyai
penyakit kelainan darah. Namun Ibu OS dan Neneknya pernah mempunyai riwayat
penyakit TBC.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis, kesan sakit sedang,
kesan gizi kurang, tampak pucat dan lemas. Status gizi termasuk gizi kurang menurut
BB/U tanda vital tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 97x/mnt, laju napas 24x/mnt, dan
Suhu 36,7oC. Pada status generalis didapatkan Wajah facies Cooley’s (-), konjungtiva
anemis (+), sklera ikterik (-), epistaksis (-), bibir tampak pucat, gusi berdarah (-),
pemeriksaan abdomen tampak perut supel, distensi (-), nyeri tekan (-) undulasi (-),
hepar teraba 1/3 blanchart score dibawah arcus costae dekstra, teraba 1/3 blanchart score
dibawah processus xyphoideus , terdapat pembesaran Lien di area Schuffner 2. Kelenjar
getah bening tidak teraba, ekstremitas tampak pucat, ptekie (-), hematoma (-)
Pada pemeriksaan penunjang laboratorium darah lengkap ditemukan anemia,
Hematrokrit menurun, MCV, MCH, dan MCHC di bawah normal, peningkatan LED.
Pada pemeriksaan urinalisis kejernihan agak keruh, glukosa, keton, albumin urin trace.
17
VI. DIAGNOSIS BANDING
Anemia e.c. thalassemia β mayor dengan gizi kurang
Anemia e.c. thalassemia α mayor dengan gizi kurang
Anemia defisiensi Fe dengan gizi kurang
Tuberculosis paru
V. DIAGNOSIS KERJA
Anemia e.c. thalassemia β mayor dengan gizi kurang
Tuberculosis Paru
VII. PEMERIKSAAN ANJURAN
- Faal hepar
- SI TIBC
VII. PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa
1. Komunikasi-Informasi-Edukasi kepada orang tua pasien mengenai keadaan
pasien
2. Edukasi kepada pasien untuk kontrol rutin ke dokter karena penyakit ini sulit
untuk disembuhkan dan membutuhkan pemantauan yang terus menerus
3. Edukasi bila pasien pucat, segera kontrol ke dokter
Medikamentosa
1. Diet MB TKTP
2. Venflon pro PRC
3. PRC 300 cc
VIII. PROGNOSIS
Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : in dubia
Ad Functionam : dubia ad malam
18
FOLLOW-UP
23Juli 2015 24 Juli 2015 25 Juli 2015
P: hari 2
BB: 22 kg
P: hari 3
BB: 22 kg
P: hari 4
BB: 23kg
S Pucat (+)
Lemas (+)
Demam (-)
Sesak (-)
Batuk(-)
BAB cair (-)
BAK seperti biasa,
kuning jernih
Pengobatan TBC bulan
ke-5
Sudah transfusi1 kolf
Pucat (+)
Lemas (-)
Demam (-)
Sesak (-)
Batuk(-)
BAB cair (-)
BAK seperti biasa,
kuning jernih
Pengobatan TBC bulan
ke-5
Pucat (-)
Lemas (-)
Demam (-)
Sesak (-)
Batuk(-)
BAB cair (-)
BAK seperti biasa,
kuning jernih
Pengobatan TBC bulan
ke-5
O TSS, CM
N: 110x/ menit
R: 24x/ menit
S: 36,5oC
Kepala: normosefali,
UUB sudah menutup
Mata: CA +/+, SI -/-
Telinga: Nyeri tekan
(-/-), nyeri tarik (-/-),
sekret (-)
Hidung: NCH (-), sekret
(-)
Mulut: pucat (+),
hiperemis (-), kering (-)
Thorax: simetris, retraksi
(-); paru: snv (+/+),
ronchi (-/-); jantung: BJ I
II regular, murmur (-),
TSS, CM
N: 100x/ menit
R: 24x/ menit
S: 36,7oC
Kepala: normosefali,
UUB sudah menutup
Mata: CA +/+, SI -/-
Telinga: Nyeri tekan
(-/-), nyeri tarik (-/-),
sekret (-)
Hidung: NCH (-), sekret
(-)
Mulut: pucat (+),
hiperemis (-), kering (-)
Thorax: simetris, retraksi
(-); paru: snv (+/+),
ronchi (-/-); jantung: BJ I
II regular, murmur (-),
TSS, CM
N: 96x/ menit
R: 22x/ menit
S: 36,5oC
Kepala: normosefali,
UUB sudah menutup
Mata: CA -/-, SI -/-
Telinga: Nyeri tekan
(-/-), nyeri tarik (-/-),
sekret (-)
Hidung: NCH (-), sekret
(-)
Mulut: pucat (+),
hiperemis (-), kering (-)
Thorax: simetris, retraksi
(-); paru: snv (+/+),
ronchi (-/-); jantung: BJ I
II regular, murmur (-),
19
gallop (-)
Abdomen: supel,
NT(-)hepar: membesar
1/3 blanchart score di
bawah arcus costae
dextra dan 1/3 blanchart
score di bawah processus
xyphoideus, permukaan
rata, tepi tajam,
konsistensi kenyal,lien:
di area Schuffner 2,
permukaan rata, tepi
tajam, konsistensi
kenyal.
Ekstremitas: hangat ++/+
+, pucat ++/++, CRT <2”
Lab tanggal 23/7/15
Leukosit : 11,4 ribu/ul
Erirosit : 5,0 juta/ul
Hb : 10,4 g/dl*
Ht : 32%*
Trombosit : 416ribu/ul
MCV:63,9fl*
MCH:20,9pg*
MCHC:32,7 g/dl
RDW:25,8%*
gallop (-)
Abdomen: supel,
NT(-)hepar: membesar
1/3 di bawah arcus costae
dextra dan 1/3 di bawah
processus xyphoideus,
permukaan rata, tepi
tajam, konsistensi
kenyal, lien: Schuffner 2,
permukaan rata, tepi
tajam, konsistensi
kenyal.
Ekstremitas: hangat ++/+
+, pucat ++/++, CRT <2”
Lab tanggal 24/7/15
Faeces Rutin
Makroskopik
- Warna : coklat
- Konsistensi : lunak
- Lendir : negatif
- Darah : negatif
Mikroskopik :
-Leukosit : Negatif
-Eritrosit : Negatif
-Amoeba coli : Negatif
-Amoeba Histolitika:
negatif
-telur cacing : negatif
Pencernaan :
-Lemak : negatif
-Amilum : positif
-serat : positif
-sel ragi :Negatif
gallop (-)
Abdomen: supel,
NT(-)hepar: membesar
1/3 di bawah arcus
costae dextra dan 1/3 di
bawah processus
xyphoideus, permukaan
rata, tepi tajam,
konsistensi kenyal, lien:
Schuffner 2, permukaan
rata, tepi tajam,
konsistensi kenyal.
Ekstremitas: hangat --/--,
pucat --/--, CRT <2”
Lab Tanggal 25 Juli 2015
Leukosit : 9,1 ribu/ul
Erirosit : 6,1juta/ul
Hb : 13,1 g/dl
Ht : 44%
Trombosit : 196 ribu/ul
MCV:71,2 fl
MCH:21,4 pg
MCHC:30.0 g/dl
RDW:23,8%*
20
A Anemia e.c. thalassemia
β mayor
TB
Anemia e.c. thalassemia
β mayor
TB
Thallasemia β mayor
TB
P Diet MB TKTP
Venflon
PRC 300cc
Rifampisin 1x300 mg
INH 1x225mg
Diet MB TKTP
Venflon
PRC 300cc ke III
Rifampisin 1x300 mg
INH 1x225mg
Diet MB TKTP
PRC 300cc ke III
Rifampisin 1x300 mg
INH 1x225mg
Cek H2TL ( HB > 10
BLPL
21
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
THALASSEMIA β MAYOR
3.1. Definisi
Thalassemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang disebabkan
oleh defek genetik pada pembentukan rantai globin. Pertama kali ditemukan
secara bersamaan di Amerika Serikat dan Itali antara 1925-1927. Kata thalassemia
dimaksudkan untuk mengaitkan penyakit tersebut dengan penduduk mediterania,
dalam bahasa Yunani Thalasa berarti laut dan haima yang berarti darah.(1)(2)(3)(4)
Thalassemia β adalah kelainan darah yang dikarakteristikkan dengan
berkurangnya atau bahkan tidak adanya sintesis rantai β globin yang menyebabkan
menurunnya hemoglobin dalam sel darah merah, berkurangnya produksi sel darah
merah, dan anemia.(4)
3.2. Epidemiologi
Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo sampai dengan akhir tahun 2008
terdapat 1442 pasien thalassemia mayor yang berobat jalan di Pusat Thalassemia
Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM yang terdiri dari 52% pasien
thalassemia β homozigot, 46,5% pasien thalassemia β HbE, serta 1,3% pasien
thalassemia α. Sekitar 70-100% pasien baru datang setiap tahunnya.(1)
Thalassemia beta paling banyak ditemukan di negara-negara Mediteranea, Timur
Tengah, Asia Tengah, India, Cina Selatan, dan negara-negara di sepanjang pantai
utara Afrika dan Amerika Selatan. Indonesia termasuk dalam sabuk thalassemia
sehingga prevalensi gen pembawa cukup tinggi yaitu 5-10%. Jumlah penderita
thalassemia beta mayor yang tinggal di Yogyakarta dan sekitarnya mencapai 80
anak. Kurang lebih 3% dari penduduk dunia mempunyai gen thalassemia dimana
angka kejadian tertinggi sampai dengan 40% kasus adalah di Asia. Di Indonesia
thalassemia merupakan penyakit terbanyak diantara golongan anemia hemolitik
22
dengan penyebab intrakorpuskuler. Jenis thalassemia terbanyak yang ditemukan di
Indonesia adalah thalassemia beta mayor sebanyak 50% dan thalassemia β–HbE
sebanyak 45%. Rekuensi pembawa sifat thalassemia untuk Indonesia ditemukan
berkisar antara 3-10%. Bila frekuensi gen thalassemia 5% dengan angka kelahiran
23‰ dan jumlah populasi penduduk Indonesia sebanyak 240 juta, diperkirakan
akan lahir 3000 bayi pembawa gen thalassemia setiap tahunnya.(4)(5)
3.3. Etiologi
Thalasemia merupakan penyakit genetik yang diturunkan secara autosomal resesif
berdasarkan hukum Mendel dari orang tua kepada anaknya. Penyakit ini terjadi
akibat kelainan sintesis hemoglobin dimana terjadi pengurangan produksi satu
atau lebih rantai globin yang menyebabkan ketidakseimbangan produksi rantai
globin. Pada Thalasemia Alfa terjadi pengurangan sintesis rantai alfa dan
Thalasemia Beta terjadi pengurangan sintesis rantai beta.(3)(saripediatri)
Gambar 1. Thalassemia Beta Menurut Hukum Mendel
23
Pada thalassemia β terdapat mutasi pada salah satu atau kedua gen β globin.
Mutasi ini menyebabkan kegagalan sintesis protein β globin yang merupakan
komponen Hn sehingga menyebabkan anemia. Defek genetik ini dapat berupa
sama sekali tidak adanya protein β globin (βo thalassemia) atau berkurangnya
sintesis protein β globin (β+ thalassemia).(7)
Pada thalassemia β minor, salah satu gen β globin mengalami defek, menyebabkan
penurunan sintesis protein β globin sebesar 50%, sedangkan pada thalassemia β
mayor, produksi rantai β globin sangat terganggu karena kedua gen β globin
bermutasi. Ketidakseimbangan sintesis dari rantai globin ini ( α >> β)
menyebabkan eritropoiesis yang inefektif dan anemia mikrositik hipokrom berat.(7)
Gambar 2 . Gambaran Darah Tepi βo Thalassemia Minor
Gambar 3 . Gambaran Darah Tepi βo Thalassemia Mayor
24
3.4. Klasifikasi
Beberapa bentuk klinis dari thalassemia β ntara lain:
a. Karier thalassemia
Hampir tanpa gejala, dengan anemia ringan, dan jarang didapatkan
splenomegali. Didapatkan penurunan ringan kadar Hb, dengan penurunan
MCH dan MCV yang bermakna. Apusan darah memperlihatkan hipokromik,
mikrositik, dan basophillic stippling dalam berbagai tingkatan. Pada 4-6%
kasus, HbA2 meningkat 2 kali normal, 50% kasus memperlihatkan
peningkatan HbF.(2)
b. Thalassemia minor (Trait thalassemia+ heterozigot)
Penderita mengalami anemia ringan, nilai eritrosit abnormal, dan
elektroforesis Hb abnormal dimana didapatkan peningkatan jumlah Hb A2, Hb
F, atau keduanya.
Individu dengan ciri (trait) thalassemia sering didiagnosis salah sebagai
anemia defisiensi besi dan mungkin diberi terapi yang tidak tepat dengan
preparat besi selama waktu yang panjang. Lebih dari 90% individu dengan
trait thalassemia-β mempunyai peningkatan Hb-A2 yang berarti (3,4%-7%).
Kira-kira 50% individu ini juga mempunyai sedikit kenaikan HbF, sekitar 2-
6%. Pada sekelompok kecil kasus, yang benar-benar khas, dijumpai Hb A2
normal dengan kadar HbF berkisar dari 5% sampai 15%, yang mewakili
thalassemia tipe δβ.(7)
c. Thalassemia intermedia
Individu dengan thalassemia intermedia menunjukkan gejala klinis lebih lama
dibanding thalassemia mayor, mengalami anemia yang lebih ringan, dan
secara definisi tidak membutuhkan transfusi. Istilah thalassemia beta
intermedia dipakai mulai kondisi yang hampir seberat thalassemia beta,
dengan anemiaberat dan gangguan pertumbuhan sampai kondisi yang hampir
seringan karier thalassemiaβ yang hanya bisa diketahui dari pemeriksaan rutin
hematologi. Pada varian yang lebih berat didapatkan gangguan pertumbuhan,
perubahan tulang, dan gagal tumbuh sejak awal, penatalaksanaannya tidak
25
dibedakan dengan thalassemia yang bergantung transfusi. Pada kasus lain
didapatkan pasien dengan tumbuh kembangyang baik, keadaan yang hampir
stabil dan splenomegali ringan maupun sedang disertai anemia ringan. Pada
pasien ini komplikasi bisa timbul seiring bertambahnya umur. Hipertrofi
sumsum eritroid dengan kemungkinan eritropoiesis ekstrameduler yang
merupakan mekanisme kompensasi dari anemia kronik umumnya ditemukan.
Konsekuensi dari hal ini diantaranya adalah perubahan tulang, osteoporosis
progresif, sampai fraktur spontan, luka di kaki, defisiensi folat,
hipersplenisme, anemia progresif, dan efek penimbunan zat besi karena
peningkatan absorbsi di saluran cerna.(2)(4)
d. Thalassemia β dengan varian struktural β globin
e. Thalassemia Mayor (Thalassemia-β° homozigot; Anemia Cooley)
Keadaan ini rata-rata terjadi pada 1 dari 4 anak bila kedua orang tuanya
merupakan pembawa sifat thalassemia-β (tidak ada rantai β atau sedikit rantai
β yang disintesis). Rantai α berlebihan berpresipitasi dalam eritroblas dan
eritrosit matur menyebabkan eritropoiesis inefektif dan hemolisis berat khas
untuk penyakit ini. Produksi rantai γ membantu ‘membersihkan’ rantai α yang
berlebih dan memperbaiki keadaan anemia.(15)
Bergejala sebagai anemia hemolitik kronis yang progresif selama 6 bulan
kedua kehidupan. Transfusi darah yang reguler diperlukan pada penderita ini
untuk mencegah kelemahan yang amat sangat dan gagal jantung yang
disebabkan oleh anemia. Tanpa transfusi, 80% penderita meninggal pada 5
tahun pertama kehidupan.
Pada kasus yang tidak diterapi atau pada penderita yang jarang menerima
transfusi pada waktu anemia berat, terjadi hipertrofi jaringan eritropoetik
disumsum tulang maupun di luar sumsum tulang. Tulang-tulang menjadi tipis
dan fraktur patologis mungkin terjadi. Ekspansi masif sumsum tulang di
wajah dan tengkorak menghasilkan bentuk wajah yang khas.
26
Gambar 4. Deformitas Tulang pada Thalassemia Beta Mayor (Facies
Cooley)
Pucat, hemosiderosis, dan ikterus sama-sama memberi kesan coklat
kekuningan. Limpa dan hati membesar karena hematopoesis ekstrameduler
dan hemosiderosis. Pada penderita yang lebih tua, limpa mungkin sedemikian
besarnya sehingga menimbulkan ketidaknyamanan mekanis dan
hipersplenisme sekunder.
Gambar 5. Splenomegali pada Thalassemia
Pertumbuhan terganggu pada anak yang lebih tua; pubertas terlambat atau tidak
terjadi karena kelainan endokrin sekunder. Diabetes mellitus yang disebabkan
oleh siderosis pankreas mungkin terjadi. Komplikasi jantung, termasuk aritmia
dan gagal jantung kongestif kronis yang disebabkan oleh siderosis miokardium
sering merupakan kejadian terminal.
Kelainan morfologi eritrosit pada penderita thalassemia-β° homozigot yang tidak
ditransfusi adalah ekstrem. Disamping hipokromia dan mikrositosis berat,
banyak ditemukan poikilosit yang terfragmentasi, aneh (sel bizarre) dan sel
target. Sejumlah besar eritrosit yang berinti ada di darah tepi, terutama setelah
27
splenektomi. Inklusi intraeritrositik, yang merupakan presipitasi kelebihan rantai
α, juga terlihat pasca splenektomi. Kadar Hb turun secara cepat menjadi < 5
gr/dL kecuali mendapat transfusi. Kadar serum besi tinggi dengan saturasi
kapasitas pengikat besi (iron binding capacity). Gambaran biokimiawi yang
nyata adalah adanya kadar HbF yang sangat tinggi dalam eritrosit.(8)
3.5. Patofisiologi
Penelitian biomolekuler menunjukkan bahwa pada thalassemia terjadi mutasi
DNA pada gen sehingga produksi rantai alfa atau beta dari hemoglobin
berkurang. Molekul globin terdiri atas sepasang rantai α dan sepasang rantai lain
yang menentukan jenis hemoglobin (Hb). (9)
Gambar 6. Struktur Hemoglobin Normal(3)
Pada orang normal terdapat 3 jenis Hb, yaitu Hb A (merupakan > 96% dari
Hb total, tersusun dari 2 rantai α dan 2 rantai β = α2 β2), Hb F(< 2% = α2γ2) dan
HbA2 (< 3% = α2δ2). Kelainan produksi dapat terjadi pada ranta α (α -
thalassemia), rantai β (β thalassemia), rantai- γ (γ thalassemia), rantai- δ (δ
thalassemia), maupun kombinasi kelainan rantai- δ dan rantai- β (β δ-
thalassemia).(9)
Thalassemia beta mayor terjadi karena defisiensi sintesis rantai ß sehingga
kadar Hb A(α2ß2) menurun dan terdapat kelebihan dari rantai α, sebagai
28
kompensasi akan dibentuk banyak rantai γ dan δ yang akan bergabung dengan
rantai α yang berlebihan sehingga pembentukan Hb F (α2γ2) dan Hb A2 (α2δ2)
meningkat.13,14 Meskipun demikian masih terdapat kelebihan rantai α yang bebas
dan akan beragregasi membentuk badan inklusi pada eritrosit berinti di sumsum
tulang. Badan inklusi yang banyak mengakibatkan membran eritrosit berinti
menjadi kaku, tidak mampu bertahan lama dan mengalami destruksi intra meduler.
Pada thalassemia beta mayor, hanya 15-30% eritrosit berinti yang tidak
mengalami destruksi. Eritropoiesis menjadi tidak efektif, hanya sebagian kecil
eritrosit yang mencapai sirkulasi perifer dan timbul anemia.(3)
Selain eritropoiesis yang tidak efektif, terjadinya anemia diperberat oleh
proses hemolisis. Proses hemolisis terjadi karena eritrosis yang masuk sirkulasi
perifer mengandung badan inklusi dan segera dibersihkan oleh limpa sehingga
usia eritrosit menjadi pendek. Umur eritrosit penderita thalassemia antara 10,3-39
hari. Hemolisis dan eritropoiesis yang tidak efektif bersama – sama menyebabkan
anemia yang terjadi oleh karena gangguan dalam pembentukan Hb, produksi
eritrosit dan meningkatnya penghancuran eritrosit dalam sirkulasi darah.(10)(11))
Eritropoiesis yang meningkat mengakibatkan hiperplasia dan ekspans
sumsum tulang sehingga timbul deformitas pada tulang. Pada sumsum tulang,
akibat eritropoiesis yang masif, sel-sel eritroid akan memenuhi rongga sumsum
tulang atau terjadi hiperplasia sumsum tulang yang menyebabkan desakan
sehingga terjadi deformitas tulang terutama pada tulang ceper seperti pada tulang
wajah. Tulang – tulang frontal, parietal, zigomatikus dan maksila menonjol hingga
gigi – gigi atas nampak dan pangkal hidung depresi yang memberikan
penampakan sebagai facies Cooley. Fenomena facies Cooley menunjukkan tingkat
hiperaktif eritropoiesis. Eritropoietin juga merangsang jaringan hematopoesis
ekstra meduler di hati dan limpa sehingga timbul hepatosplenomegali. Akibat lain
dari anemia adalah meningkatnya absorbsi besi dari saluran cerna menyebabkan
penumpukan besi berkisar 2-5 gram pertahun.(3)
29
3.6. Manifestasi klinis
a. Thalassemia beta mayor
Thalassemia mayor biasanya bersifat homozigot, disebut juga dengan anemia
Cooley. Pada saat lahir biasanya penderita tampak sehat dan anemia muncul
pada beberapa bulan kehidupan atau kurang lebih umur 6 bulan dan secara
progresif memburuk. Penderita juga biasanya mengalami gagal tumbuh dan
selanjutnya hidupnya tergantung pada transfusi. Pertumbuhan akan terhambat,
terdapat penonjolan tulang tengkorak, pertumbuhan yang berlebihan dari
daerah maksila dan muka seperti mongoloid. Hepar dan lien membesar serta
dapat terjadi peningkatan pigmentasi kulit. Terdapat pula adanya gambaran
hipermetabolisme berupa demam, badan kurus, dan kadang terjadi
hiperurikemia, Karena splenomegali yang hebat dapat terjadi trombositipenia,
lrukopenia sehingga penderita mengalami infeksi dan perdarahan. Akibat
penumpukkan besi yang berlebihan dalam tubuh maka dapat timbul sirosis
hepatis, aritnia kordis, gangguan pematangan seksual dan akibat gangguan
endokrin lainnya.(12)
b. Thalassemia intermedia
Gejala kliniknya lebih ringan dibandingkan dengan thalassemia mayot, nemun
lebih berat dibandingkan thalassemia trait. Biasanya gejala baru muncul apda
saat usia 2-4 tahun. Pada bentuk yang berat biasanya menunjukkan anemia,
hepato-splenomegali, gangguan pertumbuhan dan wajah talasemik. Namun,
pada penderita ini kadar hemoglobin dapat dipertahankan 6gr/dL tanpa
transfusi.(12)
c. Thalassemia minor
Gejala klinis thalassemia minor sering ditemukan secara kebetulan pada
pemeriksaan rutin atau pada beberapa keadaan ditemukan dalam keadaan
stress misalnya kehamilan. Penderita thalassemia ini sering mengeluhkan
kelelahan yang kronis dan keluhan tidak spesifik lainnya.(12)
30
Tabel 1. Perbedaan Klinis Thalassemia
3.7. Diagnosis
Anamnesis
Pada anamnesis bisa didapatkan kelihan pucat yang lama, anak tampak
kuning, mudah terinfeksi, perut membesar akibat hepatosplenomegali,
pertumbuhan terhambat atau pubertas terlambat, riwayat transfusi
berulang (jika sudah pernah transfusi sebelumnay), dan ada riwayat
keluarga yang menderita thalassemia.(1)
Pemeriksaan fisik
Pada thalassemia beta mayor gejala klinis umumnya telah nyata pada
umur kurang dari 1 tahun. Kondisi kronik thalassemia beta mayor
menunjukkan tampilan klinis wajah khas facies Cooley, hidung menjadi
pesek, maloklusi antara rahang atas dan bawah, ekspansi tulang panjang
mengakibatkan tulang panjang menjadi rapuh dan mudah terjadi fraktur,
penutupan prematur dari epifisis femur bagian bawah sehingga pasien
bertubuh pendek, perut anak membuncit, akibat pembesaran hati dan
limpa. Hepatomegali disebabkan proses hematopoiesis ekstra meduler
31
dan deposit besi yang berlebihan. Splenomegali terjadi karena limpa
membersihkan sejumlah eritrosit rusak sehingga terjadi hiperplasia limpa
sebagai kompensasi. Limpa yang terlalu besar membatasi gerak penderita
sehingga menimbulkan peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya
terjadinya ruptur. Bila terjadi ruptur sangat berbahaya bagi anak karena
dapat terjadi perdarahan yang banyak, sedangkan anak thalassemia
sendiri selalu dalam keadaan kadar hemoglobin yang rendah.(3)
Penderita juga mengalami gangguan pertumbuhan dan malnutrisi, dimana
berat badan dan tinggi badan menurut umur berada dibawah persentil 50
dengan mayoritas gizi buruk.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang perlu untuk menegakkan diagnosis
thalassemia ialah:
1. Darah(8)(4)
Pemeriksaan darah yang dilakukan pada pasien yang dicurigai
menderita thalasemia adalah:
- Darah rutin
Kadar hemoglobin menurun. Dapat ditemukan penurunan jumlah
eritrosit, peningkatan jumlah lekosit, ditemukan pula peningkatan
dari sel PMN. Bila terjadi hipersplenisme akan terjadi penurunan
dari jumlah trombosit.
- Hitung retikulosit
Hitung retikulosit meningkat antara 2-8 %.
- Gambaran darah tepi
Anemia pada thalassemia mayor mempunyai sifat mikrositik
hipokrom. Pada gambaran sediaan darah tepi akan ditemukan
retikulosit, poikilositosis, tear drops sel dan target sel.
32
Gambar 7. Apusan Darah Tepi Pada Thalassemia
- Serum Iron & Total Iron Binding Capacity
Kedua pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan anemia terjadi karena defisiensi besi. Pada anemia
defisiensi besi SI akan menurun, sedangkan TIBC akan meningkat.
- Tes Fungsi Hepar
Kadar unconjugated bilirubin akan meningkat sampai 2-4 mg%.
bila angka tersebut sudah terlampaui maka harus dipikir adanya
kemungkinan hepatitis, obstruksi batu empedu dan cholangitis.
Serum SGOT dan SGPT akan meningkat dan menandakan adanya
kerusakan hepar. Akibat dari kerusakan ini akan berakibat juga
terjadi kelainan dalam faktor pembekuan darah.
2. Elektroforesis Hb(8)(4)
3. Diagnosis definitif ditegakkan dengan pemeriksaan eleltroforesis
hemoglobin. Pemeriksaan ini tidak hanya ditujukan pada penderita
thalassemia saja, namun juga pada orang tua, dan saudara sekandung
jika ada. Pemeriksaan ini untuk melihat jenis hemoglobin dan kadar
HbA2. Petunjuk adanya thalassemia α adalah ditemukannya Hb Barts
dan Hb H. Pada thalassemia β kadar Hb F bervariasi antara 10-90%,
sedangkan dalam keadaan normal kadarnya tidak melebihi 1%
4. Pemeriksaan sumsum tulang(8)
33
5. Pada sumsum tulang akan tampak suatu proses eritropoesis yang
sangat aktif sekali. Ratio rata-rata antara myeloid dan eritroid adalah
0,8. pada keadaan normal biasanya nilai perbandingannya 10 : 3.
Gambar 8. Sapuan sumsum tulang dengan Pewarnaan May-Giemsa
stain, x100
6. Pemeriksaan rontgen(13)
Ada hubungan erat antara metabolisme tulang dan eritropoesis. Bila
tidak mendapat tranfusi dijumpai osteopeni, resorbsi tulang meningkat,
mineralisasi berkurang, dan dapat diperbaiki dengan pemberian
tranfusi darah secara berkala. Apabila tranfusi tidak optimal terjadi
ekspansi rongga sumsum dan penipisan dari korteknya. Trabekulasi
memberi gambaran mozaik pada tulang. Tulang terngkorak
memberikan gambaran yang khas, disebut dengan “hair on end” yaitu
menyerupai rambut berdiri potongan pendek pada anak besar.
Gambar 9. Gambar rontgen kepala “Hair on end” dan tulang panjang
yang terjadi penipisan korteks.
34
7. EKG dan echocardiography untuk mengetahui dan memonitor keadaan
jantungnya. Kadang ditemukan jantung yang kardiomegali akibat
anemianya.
8. HLA typing untuk pasien yang akan di transplantasi sumsum tulang.
9. Pemeriksaan mata, pendengaran, fungsi ginjal dan test darah rutin
untuk memonitor efek terapi desferioksamin (DFO) dan shelating
agent.(8)
3.8. Diagnosis Banding(16))
1. Congenital Dyserythropeietic Anemia
Tidak ada perbedaan tanda dan gejala pada CDA dan thalassemia β, tetapi
tidak deitemukan riwayat keluarga yang menderita thalassemia dan pasien
bukan merupakan etnis yang beresiko tinggi (tidak berasal dari mediteranea,
Asia Tenggara, Timur Tengah).
Anemia pada CDA biasanya makrositik, sedangkan pada thalassemia β
ditemuka anemia mikrositik. Analisis Hb pada CDA dapat menunjukkan
peningkatan Hb F, tetapi sebagian besar hemoglobin adalah Hb A, sedangkan
pada thalassemia β baik mayor ataupun intermedia Hb A minimal atau tidak
ada.
2. Defisiensi Piruvat Kinase
Biasanya menunjukkan gejala pada periode neonatal dengan
hiperbilirubinemia berat dan memanjang. Sebelumnya ditemukan anemia dan
hepatosplenomegali dan perubahan tulang yang berkembang saat bayi. Ikterus
moderat hampir selalu ditemukan.
Anemia pada defisiensi piruvat kinase biasanya bukan berupa anemia
mikrositik seperti yang ditemukan pada thalassemia. Gambaran darah tepi
tampak sel darah merah yang bernukleus dalam jumlah besar, sedangkan pada
thalassemia β sel tersebut hanya sedikitditemukan.analisis hemoglobin pada
35
defisiensi piruvat kinase menunjukkan jumlah Hb A lebih besar, sedangkan
pada thalassemia β hanya sedikit atau tidak ada Hb A.
3. Anemia defisiensi Fe
Presentasi klinis thalassemia β mirip dengan anemia defisiensi Fe. Gejala
anemia pada defisiensi Fe minimal atau tidak ada sama sekali. Anemia
defisiensi Fe, mungkin ditemukan riwayat kehilangan darah (yang tidak
ketahui dan biasanya kronis) dan / atau riwayat makanan yang rendah
kandungam besi. Diagnosis anemia defisiensi Fe berdasarkan laboratorium.
Pada thalassemia β, saturasi serum besi dan transferin biasanya normal,
sedangkan pada anemia defisiensi besi kadar keduanya rendah. Terdapat
anemia mikrositik pada keduanya, tetapi distribusi sel darah merah biasanya
meningkat hanya pada defisiensi besi. Analisis hemoglobin masih
memerlukan konfirmasi pada thalassemia β.
4. Hb H disease
Hb H disease dapat menunjukkan presentasi klinis yang samadengan
thalassemia β, disertai anemia mikrositik kronis sedang sampai berat,
peningkatan bilirubin, dan kecenderungan terjadinya batu empedu.
Hb H disease dapat dibedakan berdasarkan analisis hemoglobin, dimana
menunjukkan beberapa Hb A dan pita spesifik Hb H (tetramer dari 4 rantai β
globin)
5. Anemia karena penyakit kronis
Terdapat riwayat infeksi akut dan kronis, penyakit autoimun, tramua dan
operasi besar, penyakit yang kritis, dengan pemeriksaan fisik dimana
ditemukan kelainan yang mendasarinya.
Derajat anemia biasanya ringan sampai berat (8-11 g/dL) dan normositik.
Hitung jenis leukosit dan jumlah leukosit serta trombosit meningkat
berdasarkan infeksi yang mendasarinya. Pada thalassemia β, anemianya
berupa anemia mikrositik dan analisis hemoglobin abnormal dengan
peningkatan Hb A2 dan Hb F.
36
3.9. Tatalaksana
1. Transfusi Darah
Tujuan transfusi pasa pasien thalassemia adalh untuk mengoreksi anemis,
menekan sritropoiesis, dan menghambat absorbsi besi di saluran
gastrointestinal. Indikasi untuk memberikan transfusi pada pasien thalassemia
adalah bila ditemukan anemia berat (Hb <7 g/ dL selama > 2 minggu,
menghilangkan faktor penyebab lain, misalnya infeksi). Pada pasien dengan Hb
7g/ dL juga tetap dapat diberikan transfusi melihat keadaan lainnya, misalnya
perubahan wajah, pertumbuhan yang terhambat, splenomegali yang semakin
bertambah. Bila memungkinkan, keputusan untuk memulai transfusi regular
tidak ditunda sampai tahun kedua ketiga kehidupan mengingat adanya resiko
terbentuknya antibodi multipel terhadap sel darah merah sehingga sulit untuk
mencari donor yang sesuai. Hb post transfusi diharapkan mencapai 13-14 g/dL.
Hb pasa kadar ini menghindarkan terjadinya kegagalan tumbuh, kerusakan
organ, dan deformitas tulang. Frekuensi pemberian transfusi sekitar 2-4 minggu
sekali. Secara umum jumlah sel darah merah yang ditransfusikan tidk boleh
melebihi 15-20 mg/kgBB/hari, dalam tetesan maksimal 5 ml/kgBB/jam untuk
meenghindrkan peningkatan secara cepat volume darah.
Umtuk melihat efektivitas terapi sebaiknya diperiksaHb pre- dan post-transfusi,
hematokrit, penurunan hemoglobin sehari-hari. Beberapa komplikasi dari
thalassemia antara lain:
2. Splenektomi(2)
Dulu sebagian besar pasien β thalassemia yang berat akan mengalami
pembesaran limpa yang bermakna dan peningkatan kebutuhan sel darah merah
setiap tahunnya pada dekade pertama kehidupan. Meskipun hipersplenisme
kadang-kadang dapat dihindari dengan transfusi lebih awal dan teratur, namun
masih banyak pasien yang memerlukan splenektomi. Splenektomi dapat
menurunkan kebutuhan sel darah merah sampai 30% pada pasien yang indeks
transfusinya (dihitung dari penambahan PRC yang diberikan selama setahun
dibagi berat badan dalam kg pada pertengahan tahun) melebihi 20 ml/kg/tahun.
Karena adanya resiko infeksi, splenektomi sebaiknya ditunda hingga usia 5
tahun. Sedikitnya 2-3 minggu sebelum dilakukan splenektomi, pasien
37
sebaiknya divaksinasi dengan vaksin pneumococcal dan Haemophillus
influenza tipe B dan sehari setelah operasi diberi penisilin profilaksis. Bila anak
alergi, penisillin dapat diganti eritromisin.
3. Perawatan Kelasi Besi(13)
Perawatan Desferal Setiap 400 ml darah yang ditranfusikan mengandung
sekitar 200 mg zat besi. Di Amerika serikat, Sel-sel darah merah yang telah
dipisahkan dari darah mengandung 200 mg untuk setiap 200-250ml PRC. Zat-
zat besi ini tak bisa dikeluarkan dari darah karena merupakan bagian dari
haemoglobin, yang diperlukan tubuh. Dengan kemampuannya sendiri, tubuh
hanya dapat mengeluarkan sedikit jumlah zat besi, sehingga jika kita mendapat
tranfusi secara teratur, zat besi berangsur angsur menumpuk dalam tubuh kita.
Zat besi ini tersimpan dalam organ tertentu, khususnya pada hati, jantung, dan
kelenjar endokrin.
Tubuh kita dapat menyimpan banyak zat besi dengan aman, namun pada
akhirnya zat besi itu dapat merusak organ organ tempat penyimpannannya.
Karenanya dipakai obat untuk mengambil zat besi tersebut, dan membawanya
keluar dari tubuh dalam tinja dan air seni yang disebut pengobatan kelasi besi.
Terapi kelasi besi secara umum harus dimulai setelah kadar feritin serum
mencapai 1000 µg/L, yaitu kira-kira 10-20 kali transfusi (± 1 tahun).
Terdapat beberapa obat kelasi besi yang bisa digunakan secara teratur, yaitu:
1. Deferoksamin (DFO). Dosis standar adalah 40 mg/kgBB melalui infus
subkutan dalam 8-12 jam dengan menggunakan pompa portabel kecil
selama 5 atau 6 malam/minggu. Lokasi infus yang umum adalah di
abdomen, daerah deltoid, maupun paha lateral. Penderita yang
menerima regimen ini dapat mempertahankan kadar feritin serum <
1000 µg/L. Efek samping yang mungkin terjadi adalah toksisitas retina,
pendengaran, gangguan tulang dan pertumbuhan, reaksi lokal dan
infeksi.
2. Deferipron (L1). Terapi standar biasanya menggunakan dosis 75
mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Kelebihan deferipron dibanding
deferoksamin adalah efek proteksinya terhadap jantung. Anderson dkk
menemukan bahwa pasien thalassemia yang menggunakan deferipron
memiliki insiden penyakit jantung dan kandungan besi jantung yang
38
lebih rendah daripada mereka yang menggunakan deferoksamin.
Meskipun begitu, masih terdapat kontroversi mengenai keamanan dan
toksisitas deferipron sebab deferipron dilaporkan dapat menyebabkan
agranulositosis, artralgia, kelainan imunologi, dan fibrosis hati. Saat ini
deferipron tidak tersedia lagi di Amerika Serikat
3. Deferasirox (ICL-670). Deferasirox adalah obat kelasi besi oral yang
baru saja mendapatkan izin pemasaran di Amerika Serikat pada bulan
November 2005. Terapi standar yang dianjurkan adalah 20-30
mg/kgBB/hari dosis tunggal. Deferasirox menunjukkan potensi 4-5 kali
lebih besar dibanding deferoksamin dalam memobilisasi besi jaringan
hepatoseluler, dan efektif dalam mengatasi hepatotoksisitas. Efek
samping yang mungkin terjadi adalah sakit kepala, mual, diare, dan
ruam kulit
Tabel 2. Efek samping Terapi Kelasi
4. Transplantasi sumsum tulang(2)
Transplantasi sumsum tulang untuk thalassemia pertama kali dilakukan tahun
1982. Transplantasi sumsum tulang merupakan satu-satunya terapi definitive
untuk thalassemia. Jarang dilakukan karena mahal dan sulit.
5. Diet thalasemia(14)(15)
Pasien dianjurkan menjalani diet normal, dengan suplemen sebagai berikut :
Vitamin C : 100-250 mg/hari selama pemberian khelasi besi. Dibutuhkan
untuk dapat membantu meningkatkan ekskresi besi yang
disebabkan oleh DFO.
39
Asam Folat: 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.
Asam folat merupakan vitamin B yang dapat membantu
pembentukan sel darah merah yang sehat.
Vitamin E : 200-400 IU setiap hari.
Sebaiknya zat besi tidak diberikan, dan makanan yang kaya akan zat besi
juga dihindari karena absorpsi besi dari makanan meningkat pada
Thalasemia. Kopi dan teh diketahui dapat membantu mengurangi
penyerapan zat besi di usus.
Gambar 10 . Terapi pada Thalassemia
40
3.10. Pencegahan(13)(fucharoen)
Thalassemia tidak dapat dicegah karena merupakan penyakit yang diturunkan,
yang dapat dilakukan skrining sebelum menikah.
Karena karier thalassemia β bisa diketahui dengan mudah, skrinning
populasi dan konseling tentang pasangan bisa dilakukan. Bila heterozigot
menikah, 1 dari 4 anak mereka bisa menjadi homozigot atau gabungan
heterozigot.
Bila ibu heterozigot sudah diketahui sebelum lahir, pasangannya bisa
diperiksa dan bila termasuk karier, pasangan tersebut ditawari diagnosis
prenatal dan terminasi kehamilan pada fetus dengan thalassemia β berat.’
Bila populasi tersebut menghendaki pemilihan pasangan, dilakukan
skrinning premarital yang bisa dilakukan di sekolah anak. Penting
menyediakan program konseling verbal maupun tertulis mengenai skrinning
3.11. Komplikasi(17)
Splenomegali. Limpa sebagai tempat perombakan eritrosit yang telah
terdestruksi bekerja lebih keras sehingga menyebabkan pembesaran limpa
yang makin memburuk. Hal ini kemudian dapat menyebabkan terjadinya
hipersplenisme dimana fungsi limpa tidak terkontrol dengan baik, sehingga
dapat mendestruksi sel darah yang lain seperti leukosit dan trombosit yang
berujung pada terjadinya pansitopenia.
Anak dengan β thalassemia mayor dengan transfusi yang tidak adekuat dapat
menyebabkan pertumbuhan terhambat (eritropoiesis inefektif menyebabkan
metabolic rate meningkat) dan mudah terinfeksi, hepatosplenomegali,
penipisan cortex tulang dan mudah fraktur.
Hemosiderosis akibat pemberian transfusi, sehingga kadar serum besi yang
berlebihan. Hal tersebut dikarenakan eritropoiesis yang terjadi pada
thalassemia menyebabkan peningkatan absorpsi besi karena adanya
downregulation (menurunkan fungsi) HAMP gen, yang memproduksi hormon
dari hepar yaitu hepcidin. Hepcidin merupakan regulator utama bagi zat besi.
Hepcidin meregulasi absorpsi besi dari diet, konsentrasi besi plasma dan
41
distribusi besi ke jaringan. Hepcidin bekerja dengan cara mendegradasi
reseptor untuk eksporter besi seluler yaitu ferroportin. Jika ferroportin
terdegradasi, aliran zat besi dari mukosal intestine menuju plasma menjadi
berkurang. Dari makrofag dan hepatosit mempengaruhi kadar ion besi yang
rendah. Sehingga apabila terjadi defisiensi hepcidin, absorpsi besi meningkat
dan terdeposit didalam makrofag.12
Deposit besi yang berlebihan dapat tertimbun di banyak jaringan tubuh seperti
hati (fatty liver, sirosis hepatis), organ endokrin (dengan kegagalan
pertumbuhan, pubertas terhambat atau tidak terjadi, diabetes melitus,
hipotiroidisme, hipoparatiroidisme, osteoporosis), pada otot jantung
(menimbulkan kegagalan jantung), sendi (nyeri sendi), kulit
(hiperpigmentasi).
Congestive heart failure dan cardiac aritmia pada transfusi tanpa chelating
agent.
Limpa sebagai tempat perombakan eritrosit yang telah terdestruksi bekerja
lebih keras sehingga menyebabkan pembesaran limpa yang makin memburuk.
Hal ini kemudian dapat menyebabkan terjadinya hipersplenisme dimana
fungsi limpa tidak terkontrol dengan baik, sehingga dapat mendestruksi sel
darah yang lain seperti leukosit dan trombosit yang berujung pada terjadinya
pansitopenia.
Wanita dengan fetus α-thalassemia meningkatkan komplikasi pada kehamilan
karena toksikemia dan peradarahan post partum.
3.12. Prognosis
Prognosis bergantung pada tipe dan tingkat keparahan dari thalassemia. Seperti
dijelaskan sebelumnya, kondisi klinis penderita thalassemia sangat bervariasi dari
ringan bahkan asimptomatik hingga berat dan mengancam jiwa, tergantung pula
pada terapi dan komplikasi yang terjadi. Bayi dengan thalassemia α mayor
kebanyakan lahir mati atau lahir hidup dan meninggal dalam beberapa jam. Anak
dengan thalassemia dengan transfusi darah biasanya hanya bertahan sampai usia
20 tahun, biasanya meninggal karena penimbunan besi.(8)
42
BAB IV
ANALISA KASUS
Dasar diagnosis
Usia anak. Dikatakan bahwa thalasemia β mayor ditemukan pada anak
yang berusia 6 bulan sampai 2 tahun. Sesuai dengan kasus yang usia nya
masih 12 bulan.
Gejala anemia. Pada pasien ini ditemukan adanya pucat dan lemas dan
didukung juga dengan kadar hb yang sudah 7 gr/dl.
Adanya hepato-splenomegali, yang terjadi akibat destruksi eritrosit yang
berlebihan, hemopoesis ekstramedula.
Pada hasil laboratorium ditemukan mcv yang menurun, mch yang
menurun dan mchc yang menurun dan didukung dengan hasil sadt yang
menunjukan anemia hipokrom mikrositik.
Pada gambaran sadt ditemukan sel target yang khas pada thalasemia,
anisositosis, poikilositosis, sel target, ovalosit, dan sel tear drop.
Hasil elektroforesis hemoglobin yang memperlihatkan hampir
peningkatan Hb F dan Hb A2.
Pada pasien ini ditemukan peningkatan kada Hb A2 dan Hb F yang
mengindikasikan adanya kelebihan rantai α. Kelebihan rantai α ini disebabkan karena
tidak adanya rantai β yang berpasangan dengan rantai α sehingga sebagai
kompensasinya rantai δ dan γ banyak diproduksi membentuk Hb A2 dan Hb F yang
berlebih.(10)(11))
Akibat penurunan sintesis rantai β juga terjadi imbalans antara kadar rantai β dan
α. Rantai α yang berlebih pada pasien ini akan mengalami presipitasi pada sel progenitor
dan precursor eritroid di sum-sum tulang dan sel darah merah yang matur. Presipitasi
rantai α pada sel progenitor dan precursor eritroid akan menyebabkan eritropoiesis yang
inefektif. Selain itu, presipitasi rantai α pada sel darah merah yang matur dapat
menyebabkan kerusakan membran eritrosit sehingga dapat mengalami lisis baik
intravaskular maupun ekstravaskular.(10)(11))
43
Kombinasi dari gangguan pembentukan rantai β, eritropoiesis yang inefektif,
serta anemia hemolitik yang terjadi pada β-thalassemia major ialah yang menyebabkan
munculnya gejala pada pasien ini. Gejala muncul pada usia 1 tahun dimana masi terjadi
transisi dari HbF ke HbA. Gejala yang bisa didapatkan pada pasien ini ialah sebagai
berikut:
1. Gejala yang berhubungan dengan anemia:
Karena terjadi penrunan Hb pada pasien ini maka pasien ini adalah
penderita anemia. Penurunan Hb dan juga eritrosit (dan juga Ht) seperti
yang didapatkan pada pemeriksaan laboratorium ialah akibat gangguan
pembentukan Hb dan efek sekundernya ialah eritropoiesis yang inefektif.
Karena Hb menurun, supply oksigen ke jaringan berkurang sehingga
anak lemas, tidak nafsu makan, dan lebih sering tidur. Untuk
mempertahankan asupan oksigen ke organ-organ vital maka terjadi
redistribusi aliran darah dimana aliran darah ke organ-organ perifer yang
kaya akan pembuluh darah berkurang dan aliran darah ke organ-organ
vital bertambah. Organ-organ di perifer yang kaya akan pembuluh darah
ialah ginjal, saluran cerna, dan kulit. Karena aliran darah ke kulit
berkurang maka pada pasien ini didapatkan kulit, konjungtiva, serta
mukosa mulut yang pucat.(10)(11))
2. Gejala yang berhubungan dengan hemopoiesis yang meningkat:
Akibat redistribusi darah, aliran darah ke ginjal juga berkurang sehingga
oksigen yang mencapai ginjal berkurang dan ini merangsang pelepasan
eritropoietin dari sel-sel epitel tubulus ginjal. Eritropoietin akan
merangsang hemopoiesis untuk meningkatkan kadar eritrosit. Akibatnya,
hemopoiesis di sum-sum tulang dan hemopoiesis ekstramedular
meningkat. Hemopoiesis di sum-sum tulang yang meningkat ditandai
oleh peningkatan retikulosit yang didapatkan pada hasil pemeriksaan
laboratorium pasien ini. Bila hemopoiesis di sum-sum tulang terus
meningkat maka dapat terjadi hiperplasia eritroid sehingga terjadi
ekspansi sum-sum tulang dan pada anak-anak dapat menyebabkan
perubahan pada tulang. Perubahan pada tulang terutama terjadi pada
cranium dan tulang pipih lainnya sehingga pada penderita thalassemia
major bisa didapatkan facies Cooley yang khas. Hemopoiesis
44
ekstramedular juga meningkat sehingga pada pasien ini didapatkan
hepatomegali serta splenomegali.(10)(11))
3. Gejala yang berhubungan dengan anemia hemolitik:
Seperti yang telah dijelaskan dapat terjadi hemolisis akibat presipitasi
rantai α pada eritrosit. Hemolisis dapat terjadi intravaskular maupun
ekstravaskular. Produk dari hemolisis ialah besi yang dapat menumpuk di
jaringan (hemosiderosis) dan menimbulkan komplikasi pada pasien ini
berupa hemokromatosis, kardiomegali, sirosis hepatis, diabetes, stroke,
hipoparatiroid, serta gangguan pubertas. Pada pasien dengan thalassemia
major sering terjadi hemosiderosis karena pada pasien thalassemia juga
terjadi peningkatan absorpsi dari besi di usus. Produk lain dari hemolisis
ialah porfirin yang akan mengalami katabolisme menjadi bilirubin
indirek. Di hati, bilirubin indirek akan mengalami konjugasi menjadi
bilirubin direk dan apabila kadarnya lebih dari 1 mg/dL dapat
menyebabkan ikterus. Pada pasien ini ditemukan sklera yang ikterik yang
menandakan bahwa terjadi hemolisis yang meningkat. Hemolisis
intravaskular akan melepaskan Hb ke dalam sirkulasi darah sehingga
dapat terjadi peningkatan Hb dalam darah dan urin (hemoglobinemia dan
hemoglobinuria). Hemolisis ekstravaskular yang berlebih dapat
menyebabkan splenomegali dan bisa juga menyebabkan hipersplenisme.(10)(11))
45
DAFTAR PUSTAKA
1. Sastroasmoro S, Bondan, Kampono N, Widodo D, Umbas R, Hermani B, et all.
Panduan Pelayanan medis departemen ilmu penyakit anak. Jakarta: RSUP
Nasional dr. Ciptomangunkusumo; 2007. p. 299-301
2. Permono B, Ugrasena IDG. Hemoglobin abnormal2nd ed. Jakarta: Ikatan Dokter
Anak Indonesia; 2010. p. 64-84
3. Mason WH. Measles. In: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF,
Editors. Nelson textboon of pediatrics. 18th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier;
2007. p. 926-37
4. Galnello R, Origa R. Beta-thalassemia. Orphanet Journal of Rare Diseases 2010,
5:11
5. Wahidiyat I. Thalassemia dan permasalahannya di Indonesia. In : Firmansyah A,
Sastroasmoro S, Trihono PD, Pujiadi A, Tidjaja b, Mulya GD, Editors. Naskah
Lengkap Konika XI. Jakarta: IDAI; 1999. P 24-8
6. Pengaruh Penimbunan Besi terhadap Hati pada Thalassemia. Avalaible at:
www.saripediatri.idai.co.id/pdfile/5/1/7/pdf. Accessed Feb 10, 2014
7. Advani P, . Thalassemia Beta. September 27, 2010. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/206490-overview Accessed on: July 07,
2014.
8. Yaish Hassan M. Thalassemia. April 30, 2010. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/958850-overview. Accessed on: July
05th, 2014
9. Permono B, Ugrasena IDG. Talasemia. Buku ajar hematologi – onkologi anak.
Semarang: Sagung seto; 2006, 92-7
10. Adamson JW, Longo DL. Anemia and polycythemia. In: Fauci AS, Kasper DL,
Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, Loscalzo J; editors.
Harrison’s Principles of Internal Medicine. 17th ed. New York: McGraw Hill
Companies; 2008. p. 1105-17
11. Gardenghi S, Grady RW, Rivella S. Anemia, ineffective erythropoiesis, and
hepcidin: interacting factors in abnormal iron metabolism leading to iron
46
overload in beta-thalassemia. Hematol Oncol Clin North Am. 2010;24:1089-
1107
12. Lane et al. Hematologic disorder. Dalam: Current pediatric’s diagnosis and
treatment. Hay WW Jr, dkk (penyuting), edisi 16, Appleton&Lange, Stamford,
Connecticut, 2003, 848-52
13. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Hematologi. Buku kuliah ilmu kesehatan anak. Fakultas Kedokteran Universita
Indonesia: Bagian Ilmu Kesehatan Anak
14. Haut, A., Wintrobe MM. The hemoglobinopathies and thalassemias. Forfar and
Arneil’s Textbook of Paediatrics. Edisi 7. Chruchill Livingstone. 2010. Hal
1621-1632
15. Hoffbrand A.V., Pettit J.E., Moss P.A.H., Kelainan Genetik Pada Hemoglobin.
In: Kapita Selekta Hematologi. Edisi 4. Jakarta: EGC,2005. p.72-3
16. BMJ Best Practice. Beta Thalassemia. Available at:
http://bestpractice.bmj.com/best-practice/monograph/251/diagnosis/
differential.html . Accessed on July 12th, 2014
17. Lange Hay WW, Levin MJ. Hematologic disorders: Current diagnosis and
treatment in pediatrics. 18th ed. New York: Lange Medical Books. McGraw Hill
Publishing Division ; 2007. p. 841-5
47