Download - Terjemah jurnal 962
KESINAMBUNGAN SOSIAL SYMPOSIUM PRODUKSI TELUR
KESEJAHTERAAN AYAM PADA SYSTEM PERKANDANGAN YANG BERBEDA
ABSTRAK
System produksi telur telah menjadi subjek penelitian pada level yang
lebih tinggi. Faktor-faktor seperti penyakit, kesehatan tulang dan kaki, pemuatan
hama dan parasit, perilaku, stress, area afektif, nutrisi, dan genetic mempengaruhi
tingkatan kesejahteraan ayam. Walaupun kebutuhan untuk mengevaluasi pengaruh
faktor-faktor ini telah mendapat perhatian, namun penelitian yang dilakukan masih
dalam tahap permulaan. Kami membandingkan system kandang konvensional,
kandang dengan perlengkapan, system non-cage dan system outdoor. Sifat khusus
dari tiap system menunjukkan adanya pengaruh terhadap kesejahteraan, dan system
yang memiliki sifat yang mirip juga mempunyai pengaruh yang mirip. Misalnya,
lingkungan dimana ayam terpapar kotoran dan tanah, seperti system tanpa kandang
dan system outdoor, memberikan kemungkinan yang lebih besar akan adanya
penyakit dan parasit. Semakin komplek lingkungan, semakin sulit untuk dibersihkan,
dan parasit lebih mudah berkembang biak. Lingkungan seperti kandang
konvensional, yang membatasi pergerakan ayam, dapat menimbulkan osteoporosis,
namun lingkungan yang mempunyai kompleksitas yang lebih tinggi, seperti system
non-cage, meningkatkan insiden patah tulang. Ruang yang lebih luas dapat
memberikan ayam kebebasan untuk berperilaku, walaupun perilaku mengganggu
seperti kanibalisme dan menimbun yang dapat menyebabkan pencekikan, dapat
terjadi pada kelompok besar. Stress yang ditimbulkan tiap system terhadap ayam
masih sedikit dimengerti, namun terlihat bahwa setiap system mempunyai tantangan
khas tersendiri. Pembiakan selektif untuk karakter yang diinginkan seperti perbaikan
kekuatan tulang dan penurunan pematukan bulu dan kanibalisme dapat membantu
untuk memperbaiki kesejahteraan. Terlihat bahwa tidak ada satupun system yang
ideal dari perspektif kesejahteraan ayam. Walaupun kompleksitas lingkungan
meningkatkan kesempatan perilaku, namun juga menimbulkan kesulitan dalam hal
pengontrolan penyakit dan hama. Di samping itu, kompleksitas lingkungan dapat
meningkatkan risiko perilaku ayam yang merusak kesejahteraannya. Maka dari itu,
berbagai usaha untuk mengevaluasi kesinambungan perubahan pada system
perkandangan alternative membutuhkan pertimbangan manfaat dan kekurangan
setiap system perkandangan.
PENDAHULUAN
Telah banyak kemajuan yang telah dibuat dalam 20 tahun terakhir dalam
mengembangkan metode yang valid untuk mengkaji kesehatan dan kesejahteraan
ayam. Namun, pengkajian kesehatan dan kesejahteraan ayam sulit dilakukan dan
dipengaruhi oleh banyak faktor. Kebebasan dari penyakit, kemampuan untuk
menunjukkan perilaku khusus, kemampuan untuk mengatasi lingkungan yang
kadang penuh dengan stress, dan perlindungan dari tantangan terkait perkandangan
perlu dipertimbangkan untuk mengkaji kesejahteraan ayam dengan benar.
Pertanyaan yang lebih mendalam untuk mempertimbangkannya tidak hanya tentang
bagaimana melindungi ayam dari penderitaan sebagai akibat dari pengaruh negative
lingkungan, tapi juga tentang bagaimana memberikan masa depan positif di
lingkungan mereka untuk meningkatkan kesejahteraan. Membandingkan data
diantara penelitian-penelitian menambah kompleksitas dikarenakan perbedaan pada
lingkungan, genetic, genetik, nutrisi, dan menejemen yang berpotensi untuk
merancukan data. Terdapat juga kesulitan untuk mereplikasi ukuran sistem
komersial pada laboratorium. Data yang dikumpulkan pada lahan komersial juga
ditemukan bahwa tingkat kematian berbeda secara signifikan antara sistem non-
cage, out-door, kandang konvensional, dan kandang dengan perlengkapan, dengan
tingkat kematian yang lebih rendah pada kandang dengan perlengkapan dari pada
sistem yang lain. Penelitian berskala kecil mungkin lebih bisa dilakukan pada situasi
komersial, namun, skenario ini tidak dapat diasumsikan secara umum.
Di sini, kami mereview faktor-faktor yang berhubungan dengan
kesejahteraan unggas: penyakit, kesehatan tulang dan kaki, nutrisi, hama dan
parasit, perilaku, stres, area afektif, dan genetik, semua area yang memberikan
tantangan khusus ketika mengatur kelompok dalam sistem perkandangan yang
berbeda-beda. Dokumen yang telah didapat membandingkan sistem berdasarkan
kriteria khusus yang digunakan dalam mengkaji kesejahteraan ayam dan dibutuhkan
untuk menilai kesejahteraan ayam secara utuh dan komperhensif berkaitan dengan
sistem perkandangan.
Penyakit
Baru-baru ini, Escherichia coli peritonitis, koksidiosis, nekrotik enteritis,
Mycoplasma gallisepticum, kalsium penipisan-tetani, bronkitis menular, dan
kanibalisme telah terdaftar sebagai penyakit yang menjadi perhatian di Amerika
Amerika (Amerika Serikat Asosiasi Kesehatan Hewan, 2007). Perhatian harus
dilakukan ketika menafsirkan daftar ini karena beberapa penyakit (E. coli peritonitis
dan enteritis nekrotik) dianggap sebagai penyakit regional, sedangkan kanibalisme
dilaporkan pada kedua ayam dalam kandang dan non-cage. Beberapa survei
melaporkan kanibalisme dan pematukan bulu sebagai penyebab utama kematian
pada ayam petelur komersial (lihat bagian Perilaku untuk diskusi tentang
kanibalisme, gurih, 1995; Abrahamsson dan Tauson, 1997; Weitzenbürger et
al, 2005).. kematian
dalam suatu kawanan yang sehat dan dikelola dengan baik yang bertempat
di kandang konvensional umumnya kurang dari 0,1% per minggu.
Pada awal 1986, ada laporan masalah klinis seperti penurunan produksi
telur, infeksi adenovirus sindrom jatuh telur, dan kanibalisme pada ternak bebas
jarak di Inggris. Kematian umumnya lebih banyak terjadi pada ayam petelur yang
dibesarkan di perkandangan berbasis-litter dibandingkan kandang dengan
perlengkapan. Sebuah penelitian 4 tahun terakhir di Skandinavia tentang ayam
petelur, mensurvei unggas yang dibesarkan secara komersial dalam system alas-
litter, jarak-bebas, dan system kandang konvensional, melaporkan kematian paling
besar pada system alas-litter dan jarak-bebas dibandingkan dengan kandang
konvensional. Jumlah terbesar dari angka laboratorium berasal dari system alas-litter
dan jarak-bebas. Infeksi bakteri adalah penyebab kematian paling umum pada
unggas yang dibesarkan di system alas-litter, termasuk erysipelas, colibasilosis, dan
pasteurilosis. Ayam yang dibesarkan pada system alas-litter dan jarak-bebas juga
memiliki tingkat kematian yang besar dihubungkan dengan penyakit yang
disebabkan oleh virus (limfoid leukosis, Marek’s disease, dan Newcastle disease),
coccidiosis, dan tengu merah ((Dermanyssus gallinae) dibandingkan dengan ayam
yang dibesarkan pada kandang konvensional. Sebuah penelitian di Jerman
mengindikasikan bahwa terdapat risiko yang lebih tinggi terjadinya erysipelas pada
ayam petelur yang dibesarkan pada system alas-litter dibandingkan dengan system
kandang. Insiden infeksi bakteri dan ektopasitisme yang lebih besar pada ternak
dalam sistem alas-litter dan jarak-bebas juga dipaparkan dalam survei ternak petelur
jerman yang melaporkan peningkatan penggunaak antibiotik dan acaricides pada
ayam yang dibesarkan di sistem alas-litter.
Banyak penyakit infeksius pada ayam petelur disebabkan karena kontak
dengan tanah, kotoran, dan fomit (contohnya hewan pengerat, kumbang, dan
peralatan) yang dikeanal membawa agen penyakit-penyakit tersebut. Histomoniasis
umumnya dihubungkan dengan kontak dengan tanah dan dilaporkan pada ayam
petelur jarak-bebas. Erysipelothrix rhusiopathiae, mikroorganisme dari tanah, terjadi
lebih sering pada ayam yang terpapar sistem alas-litter dan jarak-bebas.
Persentase lebih tinggi ayam jarak-bebas (73%) mengekskresikan lebih
banyak coccidial oocytis dalam feses dibandingkan ayam tanpa akses jarak-bebas
(53%). Ayam petelur yang dibesarkan pada sistem jarak-bebas memiliki insiden
intestinal helminths yang lebih besar dibandingkan dengan ayam yang dibesarkan di
kandang. Sekitar 80% kasus pasteurolosis pada unggas Denmark terjadi pada
ternak jarak-bebas. Di samping itu, ayam petelur yang dibesarkan pada jarak-bebas
berisiko akan predasi dan penyakit melalui kontak dengan hewan liar. Penyakit
seperti flu burung, Newcastle disease, dan ectoparasites, seperti tengu, telah
dideteksi pada unggas liar dan dapat menyebar pada unggas domestik.
Temuan peningkatan insiden penyakit infeksius pada ternak alas-litter
dikontraskan dengan survei di Swiss baru-baru ini tentang tingkat kematian ayam
dan ayam petelur pada ternak komersial. Penelitian ini merekam penyakit yang
disebabkan virus, bakteri, parasit, dan penyakit non-infeksi pada unggas
digambarkan pada laboratorium diagnostik veteriner selama 12 tahun setelah
kandang berderet dilarang. Terdapat penurunan konsisten insiden penyakit yang
disebabkan virus, parasit, dan penyakit non-infeksius selama periode ini, sedangkan
infeksi bakteri secara konsisten meningkat. Penurunan insiden penyakit-penyakit ini
sebagai tanda penekanan lebih besar pada manajemen unggas pada sistem alas-
litter dan jarak-bebas. Penulis yang sama juga melaporkan adanya peningkatan
lemak hati pada ayam yang dibesarkan di kandang dibandingkan dengan ayam pada
sistem alas-litter dan jarak-bebas, dan penemuan serupa dilaporkan pada survei
ayam pada ternak petelur yang bervariasi di Jerman.
Manajemen umum menekankan kualitas udara yang berperan penting
dalam kontribusinya terhadap penyakit respiratori pada unggas. Kualitas udara yang
buruk, biasanya dikaitkan dengan akumulasi aerosol debu dan bakteri, mempunyai
pengaruh negatif terhadap kesehatan hewan. Konsentrasi debu yang tinggi telah
dihubungkan dengan tingkat kematian tinggi pada ayam petelur. Kualitas udara
tercatat lebih buruk pada sistem alas-litter dibandingkan dengan kandang dengan
perlengkapan. Sistem kandang menghasilkan partikel aerosol debu yang dapat
dihirup dan direspirasi lebih rendah ketika dibandingkan dengan sistem alas-litter.
Jumlah total aerosol bakteria aerobik juga lebih tinggi secara signifikan padda sistem
alas-litter dibandingkan dengan kandang dengan perlengkapan. Penelitian tambahan
menemukan tingkat debu lebih tinggi pada sistem alas-litter dibandingkan dengan
kandang konfesnsional atau alas-kawat. Penemuan tentang kualitas udara ini
mungkin dapat menjelaskan, secara terpisah, mengapa ayam yang dibesarkan pada
sistem alas-litter umumnya mempunyai lebih banyak penyakit yang disebabkan
bakteri dibandingkan dengan ayam pada kandang konfensional.
Penyakit yang mempengaruhi ayam petelur tergantung pada kondisi
dimana mereka terpapar. Vaksinasi yang tepat, desinfektan yang efektif, dan
pengurangan risiko biosecurity dapat menurunkan insiden penyakit infeksius pada
sistem perkandangan alas-litter. Tapi, sekarang strategi ini perlu dioptimalkan. Ayam
yang telah kontak dengan alas litter yang solid, termasuk pada kandang dengan
perlengkapan, semua berisiko terkena penyakit yang sama. Ayam yang dibesarkan
jarak-bebas mempunyai ontak langsung dengan mikroorganisme dari tanah dan
parasit dan mempunyai risiko besar terhadap predasi dan penyakit infeksius dari
hewan liar ketika dibandingkan dengan ayam yang disimpan dalam sistem tertutup.
Kesehatan tulang
Berhubungan dengan komponen yang bervariasi pada tipe
perkandangan yang berbeda, ayam mungkin menderita berbagai masalah tulang,
termasuk osteoporosis, kelemahan petelur-kandang, dan deformitas tulang karena
terjatuh. Osteoporosis adalah penyakit non-infeksius yang disebabkan karena
penurunan jumlah mineral pembangun tulang yang berkaitan dengan usia dan
berdampak pada kerapuhan tulang dan kerentanan terhadap fraktur. Osteoporosis
kini menyebar pada ayam petelur dan berkontribusi terhadap sekitar 20-35%
kematian selama siklus produksi telur ayam yang dikandangkan. Pada tahap yang
paling parah, menunjuk pada kelemahan petelur yang dikandangkan. Digambarkan
pertama oleh Couch (1955) ketika sistem kandang diadopsi oleh industri telur,
kelemahan petelur-kandang mengakibatkan kerapuhan tulang, kelumpuhan, dan
kematian pada ayam. Bentuk S pada tulang area perletakkan adalah karakteristik
ayam dengan kelemahan petelur-kandang. Sesuai dengan namanya, keadaan ini
terjadi dengan ayam yang dikandangkan dan tidak biasa terjadi pada sistem
perkandangan yang lain. Osteoporosis pada ketegangan peneluran ayam tidak
seberapa parah hingga menimbulkan kelemahan petelur-kandang jika ayam tidak
mengalami osteomalacia dikarenakan intake nutrisi yang tidak adekuat atau absopsi
kalsium, fosfor, atau metabolisme vitamin D yang tidak adekuat.
Isu kesehatan skeletal yang paling besar dari ayam yang dikandangkan
secara konfensional, seperti dibandingkan dengan sistem perkandangan yang lepas,
adalah peningkatan kerentanan terhadap osteoporosis terutama berhubungan
dengan kurangnya latihan. Ayam yang ditempatkan dalam sistem non-cage tingkat
tunggal dengan alas litter maupun kawat mempunyai kekuatan otot yang mirip,
sedangkan ayam pada kandang konfensional mempunyai kekuatan otot yang lebih
rendah, menunjukkan bahwa kualitas tulang tidak dipengaruhi oleh alas-kawat
namun oleh aktivitas ayam. Bahkan paparan ayam terhadap sistem perkandangan
yang memungkinkan peningkatan permuatan statis dan dinamis tulang dapat
memperbaiki kualitas tulang. Sebaliknya, membesarkan betina pada alas-litter
kemudian merubahnya ke kandang konvensional atau dengan perlengkapan untuk
peneluran mempunyai pengaruh negatif terhadap kekuatan tulang pada akhir
peneluran dibandingkan dengan ayam yang disimpan dalam kandang sepanjang
siklus kehidupannya. Mungkin betina yang dibesarkan pada kandang terbuka ketika
ditempatkan dalam kandang bereaksi terhadap lingkungan baru dengan cara
menurunkan aktivitas. Tingkat aktivitas mungkin juga menjelaskan perbaikan
kekuatan otot dari ayam yang dikandangkan dalam kandang yang lebih tinggi atau
ayam yang dikandangkan secara konvensional yang diberikan lantai yang lebih luas.
Fraktur tulang tua
Walaupun kekuatan otot ayam yang dikandangkan lebih buruk dari pada
ayam yang ditempatkan di tempat terbuka, ayam yang dikandangkan mempunyai
insiden patah tulang tua yang lebih rendah. Kerusakan tua dipertimbangkan dari titik
pandang kesejahteraan dikarenakan nyeri kronis. Insiden kerusakan tulang
perletakan tua pada ayam dalam sistem non-cage berkisar antara 52-73% dan
sepertinya berhubungan dengan peningkatan mobilitas dan tabrakan tulang
perletakkan ketika ayam bergerak dari litter untuk tendangan bangun atau
mengkases kotak sarang.
Tenggeran
Tambahan tenggeran pada sistem perkandangan dapat berdampak
positif maupun negatif. Pemasangan tenggeran pada kandang memperbaiki
kekuatan tulang, namun kegagalan pendaratan ketika melompat diantara tenggeran-
tenggeran pada sistem terbuka dapat menyebabkan kerusakan tua. Merubah
tenggeran secara strategis dalam sistem non-cage dengan berbagai tingkatan dapat
mengurangi cedera ayam secara potensial dengan memperbaiki kemungkinan
keberhasilan pendaratan.
Depopulasi
Tingginya angka keretakan tulang baru, terjadi diantara ayam yang
dikandangkan secara konvensional selama depopulasi dan transport seperti
dibandingkan dengan sistem terbuka atau kandang dengan perlengkapan dengan
pintu yang lebih lebar. Rancangan muka kandang yang dapat mempermudah
pemindahan ayam mengurangi kerusakan tulang. Selama depopulasi, pegang
dengan lembut dan genggam ayam dengan 2 kaki dari pada 1 kaki, dapat
mengurangi kerusakan tulang.
Kesehatan kaki
Masalah kaki yang paling umum pada ayam adalah dermatitis telapak
kaki, bumblefoot, hyperkeratosis, dan pertumbuhan cakar yang berlebihan.
Dermatitis telapak kaki adalah inflmasi jaringan subkutan daerah plantar
kaki. Pada tingkat awal, epidermis menjadi tidak berwarna dan kondisinya dapat
berkembang menjadi nekrosis atau ulserasi telapak kaki. Kondisi litter yang basah
dan kandunga amonia yang tinggi pada kotoran dapat menyebabkan dermatitis
telapak kaki. Jika telapak kaki terinfeksi oleh bakteri seperti S. Aureus, kondisi itu
bisa menyebakan bumblefoot. Bumblefoot adalah lesi bulbus terlokalisasi bola kaki
berhubungan dengan penetrasi benda asing diikuti invasi S. Aureus. Kepincangan
sering terjadi pada gejala awal dan sering terjadi pada unggas yang diempatkan
pada alas-litter. Rancangan dan perawatan tenggeran yang buruk yang digunakan
pada sistem lantai telah dihubungkan dengan bumblefoot karena akumulasi kotoran
dan pupuk pada permukaan tenggeran, khususnya di bawah kondisi litter yang
basah.
Hiperkeratosis terjadi pada jempol dan telapak kaki ayam yang
dikandangkan. Insiden hiperkeratosis jempol lebih rendah pada sistem kandang
dengan perlengkapan dibandingkan dengan kandang konvensional. Hiperkeratosis
disebabkan oleh peningkatan muatan kompresi jempol atau telapak kaki pada lantai
kawat kandang maupun tenggeran. Landaian lantai kawat kandang juga menjadi
penyebab frekuensi yang lebih tinggi terjadinya hiperkeratosis diantara ayam yang
dikandangkan dibandingkan ayam yang tidak dikandangkan. Hiperkeratosis lebih
tidak menyakitkan dari pada bumblefoot.
Jika cakar tumbuh terlalu panjang, kerusakan dapat terjadi lebih mudah,
menjadi luka terbuka dan berdarah dan kerentanan yang lebih tinggi terhadap
infeksi. Pertumbuhan cakar yang berlebihan dapat terjadi jika ayam tidak mempunyai
akses pada benda abrasif untuk memangkas kuku. Sistem non-cage dengan alas-
litter memunginkan ayam untuk menggaruk, yang dapat mencegah pertumbuhan
kuku berlebih.
Integritas tulang dinilai buruk pada semua sistem perkandangan kecuali
kandang dengan perlengkapan. Ayam pada kandang konvensional dan dengan
perlengkapan mempunyai kesehatan kaki yang secara keseluruhan lebih baik
dibanding ayam pada sistem yang lain dengan akses pada litter atau jarak.
Kesehatan cakar buruk pada kandang konvensional.
Hama dan Parasit
Hama artropoda pada unggas termasuk lalat atau kumbang yang
berkembang pada akumulasi kotoran atau pakan dan beberapa ectoparasit.
Kandang konvensional, dan kemungkinan beberapa kandang dengan perlengkapan
dapat mendorong akumulasi kotoran dan campuran kotoran-pakan. Khususnya
ketika lembab, hal tersebut memungkinkan lalat seperti lalat rumah Musca domestica
atau kumbang seperti lesser mealworm, berkembang. Lalat rumah adalah hama
pengganggu manusia, dan lalat serta kumbang keduanya dapat mendaratkan
patogen pada unggas atau manusia. Sistem kandang konvensional model terbuka
dengan kepadatan yang tinggi atau model terowongan yang dalam adalah kandang
dengan masalah lalat terburuk berhubungan dengan akumulasi kotoran. Masalah
kumbang terjadi melalui konsumsi kumbang yang terkontaminasi patogen oleh
unggas atau pengerusakan oleh kumbang hingga terjadi isolasi. Kumbang bisa
menjadi masalah serius dalam menutup sistem kandang maupun pengaturan lantai.
Kumbang, dengan masa hidupnya yang panjang, dapat menyebabkan adanya
patogen diantara lingkungan perkandangan betina. Umumnya, kepadatan unggas
yang lebih rendah menghasilkan pengeringan kotoran yang lebih baik dan lebih
sedikit masalah dengan lalat dan mungkin dengan kumbang. Akses unggas dengan
kotoran memungkinkan mereka untuk mengaisnya dan memakan larva lalat atau
kumbang. Walaupun ada perhatian serius terhadap biosecurity, unggas yang bebas
mungkin dapat mengendalikan lalat dan kumbang melalui predasi. Peringkat dari
sistem yang paling tinggi hingga paling rendah risikonya terhadap produksi lalat dan
kumbang adalah sistem kandang, kandang dengan perlengkapan, dan sistem non-
cage. Namun, risiko konsumsi kumbang oleh unggas dan kemungkinan transmisi
yang berhubungan dengan hal tersebut mungkin lebih tinggi pada sistem non-cage
yang dapat meproduksi jumlah kumbang yang tinggi pada litter dekat dengan pakan
dan air.
Ektoparasit yang memenuhi 1 dari 2 kategori: sarang permanen, tungau
pemakan darah, Dermanyssus dan Ornithonyssus, dapat menyebabkan kerugian
ekonomik langsung melalui iritasi, kehilangan darah, dan memaksa ayam untuk
melakukan respon metabolik. Tungau juga bisa menjadi pengganggu atau hama
penggigit orang yang bekerja pada peternakan. Tungau dapat mendaratkan atau
mentransmisikan beberapa patogen.
Penghuni sarang hidup dalam lingkungan unggas dan berpindah ke
unggas sebagai bagian dari siklus kehidupannya. Contohnya tungau merah, Argas,
kumbang-kasur, dan kutu tertentu. Walaupun penelitian tentang penghuni sarang
terbatas pada tungau merah, lingkungan sarang yang lebih kompleks dengan banyak
tempat persembunyian kecil membantu artropoda untuk membuntu sistem kandang
kawat. Jika US mengembangkan perkandangan non-cage dan lingkungan yang
kompleks, kami bisa memprediksi masalah yang lebih besar dengan ectoparasit
penghuni-sarang, namun tidak ada survey terkini mengenainya. Lingkungan yang
relatif steril, seperti kandang kawat tertutup, telah mengeliminasi secara besar
ectoparasit sarang. Padatnya jumlah ayam yang menghuni sistem kandang kawat
tertutup memungkinkan penyebaran dan reproduksi estoparasit yang cepat,
khususnya tungau unggas utara (Ornithonyssus sylviarum) dan kutu badan
(Menacanthus stramineus). Keduanya melengkapi seluruh siklus kehidupan mereka
pada host, dan populasi tungau unggas diregulasi oleh imunitas host. Penelitian
terkini menunjukkan bahwa ayam paruh-pangkas digunakan dalam perkandangan
paling tidak 3-10 kali sebanyak ectoparasit pada ayam paruh utuh, tidak diragukan
berhubungan dengan gangguan kemampuan merawat bulu. Untuk industri, jika garis
keturunan jinak dapat dikembangan sehingga dapat dilakukan tanpa pemangkasan
paruh, bonus tambahan harusnya dapat mengurangi masalah dengan tungau
unggas utara dan kutu badan.
Tungau merah adalah masalah sepele di kandang onvensional US
namun merupakan pertimbangan penting di Eropa berkaitan dengan pengembalian
ke sistem sarang dan eliminasi simultan semua jenis pestisida. Penelitian terkini dan
komperhensif di Inggris juga menunjukkan bahwa jumlah tungau merah dapat
menjadi tinggi pada sistem kandang konvensional juga. Lebih banyaknya
penggunaan sistem kandang dengan perlengkapan dan non-cage di US nampaknya
menyebabkan timbulnya lagi tungau merah. Kebanyakan ectoparasit betina tidak
pernah membunuh hostnya, namun pengerumunan ekstrim oleh tungau merah dapat
membunuh ayam pada habitat dengan banyak tungau merah. Walaupun data masih
kurang, paruh utuh kemungkinan kurang penting untuk mengendalikan tungau merah
karena tungau merah tidak benar-benar hidup dalam bulu dan hanya makan saat
malam.
Urutan sistem yang paling berisiko untuk adanya ektoparasait dari yang
paling tinggi ke rendah adalah sistem non-cage, kandang dengan perlengkapan, dan
kandang konvensional. Untuk ectoparasit permanen seperti tungau unggas utara dan
kutu badan, terlalu sedikit yang diketahui. Aspek tertentu pestisida akan berubah
bersama perkandangan. Contohnya aplikasi pestisida bertekanan tinggi dari balik
ayam, umumnya pada sistem kandang tertutup untuk perawatan host dan kontrol
tungau unggas utara atau kutu badan, akan lebih sulit atau tidak mungkin pada ayam
dalam kandang dengan perlengkapan atau non-cage. Tujuan lain dari pengendalian
harus direncanakan.
Kompleksitas lingkungan di mana ayam ditempatkan memberikan
tantangan berbeda ketika bekerja untuk mengendalikan parasit dalam kelompok.
Lingkungan yang relatif sederhanaseperti kandang konvensional memungkinkan
kontrol parasit yang lebih mudah melalui penggunaan pestisida dan pengurangan
tempat persembunyian dimana beberapa parasit bisa hidup. Namun, lingkungan ini
juga memungkinkan parasit yang berhubungan dengan akumulasi kotoran
berkembang biak, dan jarak yang dekat dari jumlah ternak yang benyak
memungkinkan penyebaran dan perkembangbiakan beberapa ectoparasit permanen
dengan cepat. Sebaliknya, lingkungan kompleks menguntungkan bagi ectoparasit
penghuni-sarang, namun juga memungkinkan ayam untuk bertindak sebagai
predator pada beberapa hama seperti lalat dan kumbang, khususnya pada sistem
non-cage.
Perilaku
Perilaku yang normal atau alami ayam domestik modern terdiri atas pola
perilaku menurun ketika ayam diberikan ruang yang adekuat dan akses pada
sumber-sumber yang berbeda. Tingkat di mana pola perilaku ini diekspresikan oleh
ayam dewasa tergantung bukan hanya pada perkandangan mereka namun juga
pada genetik, pengalaman sebelumnya pada lingkungan pembesaran, kondisi
lingkungan selama perkembangan embrionik, dan efek epigenetik. Pertimbangan
kesejahteraan ada jika ayam dimotivasi untuk menunjukkan perilaku tertentu namun
tidak mampu untuk mengekspresikannya karena ketidakleluasaannya
perkandangan, menyebabkan distres emosional atau kedaruratan perilaku
berbahaya seperti pematukan bulu dan histeria. Tabel 2 merangkum prediksi level
ekspresi perilaku yang mungkin pada sistem perkandangan yang berbeda.
Kandang konvensional
Performa perilaku lokomotori, perawatan tubuh, dan pengaturan suhu
tubuh sangat terbatas pada kandang konvensional dan ditentukan oleh ukuran
kandang serta kepadatan. Ayam dalam kandang yang kecil akan bekerja untuk
memperluas ukuran kandangnya dalam beberapa waktu karena mereka lebih
memilih ruang yang lebih luas untuk perilaku tertentu. Tingkat pengepakan sayap,
kibasan ekor, dan peregangan terjadi ketika ayam dipindahkan ke ruang yang lebih
luas setelah beberapa minggu ditempatlan pada area yang sempit, dengan intensitas
beberapa perilaku yang dihubungkan dengan durasi kurungan, mengindikasikan
bahwa ayam tidah sepenuhnya menyesuaikan diri dengan pembatasan ruang yang
panjang dan berat. Pada kepadatan yang tinggi, gesekan pada dinding kandang dan
ayam lain ketika bergerak dapat menyebabkan kerusakan bulu dan mengurangi
kapasitas pengaturan suhu. Tingginya kepadatan dapat juga menyulitkan dalam
penambahan akses pada makanan dan air karena ayam lain menghalangi jalan,
khususnya pada kandang dalam dengan makanan di depan dan minuman di
belakang.
Peningkatan jumlah ternak di kandang meningkatkan risiko pematukan
bulu, kanibalisme, dan pencekikan, risiko dikalahkan oleh pemangkasan paruh dan
seleksi kelompok. Di beberapa keadaan, individu yang dominan secara agresif
mempertahankan pakan, menyebabkan ayam yang lemah mendapatkan pakan yang
lebih sedikit. Sebaliknya, ayam paling tidak dalam keadaan modern, kelompok-
terseleksi, membagi makanan yang terbatas tanpa agresi atau stres.
Kandang konfensional dengan makanan yang terbatas yang merangsang
kelompok mematuk dan mengais sehingga cakar dan paruh terpakai. Bergantung
pada rancangan kandang, cakar yang tumbuh berlebih meningkatkan risiko untuk
ayam terperangkap di perlengkapan kandang. Mandi debu semu terjadi pada
beberapa keadaan, dimana ayam secara berulang menunjukkan gerakan sayap
pada lantai kawat (yang akan menyebabkan pengangkatan debu ke bulu) tanpa
menyelesaikan rangkaian mandi-debu (mengibaskan debu yang jenuh lemak).
Perilaku ini mengindikasikan kesejahteraan yang berkurang atau tidak adanya timbal
balik yang memuaskan. Secara pasti, mandi debu semu tidak nampak
mengembalikan motivasi mandi-debu pada tingkat dasar. Ketika mandi debu tidak
tuntas, bulu nampak lebih kotor, lebih tidak kedap air, dan kurang insulatif.
Beberapa ayam melangkah bolak-balik dalam kandang sebelum
mengambil posisi bertelur sebagai tanda dari frustasi. Perilaku ini muncul saat ayam
gagal untuk menemukan lokasi tertutup di mana mereka bisa bertelur. Ayam yang
dikandangkan kekurangan bahan untuk membangung sarang, yang dapat
mengurangi kesejahteraan sehingga ayam lebih memilih untuk bertelur di sarang
cetakan dari pada lantai kawat yang kotor dan perilaku bersarang merupakan
perilaku yang paling penting. Ayam yang dikandangkan tidak memerankan
pengeraman karena telur langsung menggelinding keluar dari kandang setelah
ditelurkan, mencegah akses ke telur yang dapat merangsang perilaku ini.
Kandang dengan perlengkapan
Walaupun model awal kandang dengan perlengkapan tidak lebih besar
dari pada kandang konvensional, beberapa rancangan terkini dapat mengandangkan
40-80 ayam. Kandang dengan perlengkapan menyediakan jumlah ruang horizontal
yang bervariasi untuk locomotion dan perilaku yang nyaman dan memungkinkan
untuk pengaisan, mandi debu, bersarang, dan bertengger namun menghambat
perilaku pada gerakan vertikal seperti pengepakan sayap dan terbang.
Litter yang disediakan dalam jumlah kecil dalam kandang dengan
perlengkapan secara cepat dihabiskan melalui aktivitas pengaisan dan mandi debu.
Motivasi untuk mengakses litter untuk mandi debu lebih bervariasi dan walaupun
litter disediakan, beberapa ayam melakukan mandi debu semu di lantai kawat. Akses
kepada litter yang dibatasi ruang dan waktunya dapat menyebabkan stres terutama
ketika ayam subordinat dikeluarkan dari area litter oleh ayam dominan. Beberapa
kandang cage menghasilkan sedikit pakan sebagai bahan litter pada keset Astroturf
pada area utama kandang, meningkatkan akses untuk pengaisan dan mandi debu.
Aktivitas pengaisan menjaga keset tetap bersing dan meminimalkan penggunaannya
untuk peneluran.
Kebanyakan ayam termotivasi begitu kuat untuk bertelur pada area
sarang yang tertutup dari pada area utama kandang. Beberapa ayam lebih memilih
untuk bertelur di lokasi terbuka, namun kebiasaan ini dapat memici kanibalisme
kloaka jika ayam yang lain melihat kloaka selama posisi bertelur.
Dengan cara yang sama, kebanyakan ayam termotivasi untuk
menggunakan tenggeran walaupun penggunaan tenggeran berbeda antara individu
dan kelompok. Jika ruang untuk bertengger cukup, sekitar seperempat hingga
setengah jumlah ayam dapat ditemukan bertengger kapanpun selama siang hari,
dan hampir semua ayam bertengger pada malam hari, kemungkinan karena
beberapa ayam bertelur saat bertengger, memaparkan kloaka pada ayam yang ada
di lantai. Tenggeran dapat mengurangi risiko penimbunan dan pencekikan pada
kandang yang besar, namun data empiris masih kurang.
Sistem Non-cage
Pada sistem ini, terdapat ruang yang cukup untuk performa perilaku
lokomotorik dan perawatan tubuh, dan jarak antar ayam yang lebar (> 1.000 ayam)
memungkinkan perilaku penjelajahan. Locomotion meningkat karena sumber lebig
tersebar secara horizontal dan terkadang secara vertikal, walaupun kepadatan yang
tinggi mengganggu pergerakan. Lebih banyak pembelajaran dan pengingatan
dibutuhkan untuk menemukan dan menggunakan sumber, dan ayam lebih bisa
beradaptasi pada sistem ini seperti ayam dewasa jika mereka menambah
pengalaman pada sistem perkandangan serupa selama pembesaran. Insiden
kanibalisme dan pematukan bulu tinggi jika ayam mempunyai paruh intak,
kemungkinan karena ukuran kelompok yang besar dan menularkan perilaku melalui
pembelajaran sosial.
Sistem non-cage dapat memiliki 100% lantai slat, 100% lantai litter, atau
proporsi slat dan litter yang bervariasi. Ketika kotak yang berisi litter ditempatkan
pada lantai slat, litter secara cepat dikosongkan. Kemungkinan pengaisan pada litter
selama perkandangan pembesaran maupun peneluran dapat menurunkan risiko
pematukan blu dan kanibalisme jika bahan litter menstimulasi dan meragamkan
perilaku mengais. Kemudahan akses pada litter, kualitas litter, dan pengalaman litter
selama pembesaran merupakan faktor yang mempengaruhi perilaku pada sistem
non-cage.
Walupun kebanyakan ayam menggunakan kotak sarang, beberapa telur
ditelurkan di luar sarang. Akses ke telur dapat memicu indukan. Cahaya dapat
digunakan untuk menarik ayam untuk menggunakan sarang, namun hal ini
dihubungkan dengan peningkatan risiko kanibalisme. Pembesaran ayam dengan
akses ke tenggeran mengurangi telur yang ada di lantai. Untuk menekan posisi
bertelur pada litter, produser dapat menempatkan kawat listrik sepanjang tepi area
litter dan memotong akses ke litter ketika ayam betina pertama kali dipindahkan ke
kandang peneluran. Konsekuensi kesejahteraan dari aplikasi ini belum dievaluasi
walaupun terdapat beberapa bukti bahwa pembatasan akses awal ke litter
meningkatkan risiko pematukan bulu.
Pembesaran ayam dengan akses ke tenggeran pada usia 4 minggu
dihubungkan dengan peningkatan penggunaan tenggeran dan penurunan
kanibalisme pada ayam dewasa. Keuntungan lain dari tenggeran termasuk agresi
yang lebih rendah, dan ayam yang lebih lembut yang mungkin lebih jarang
menimbun dan mencekik. Ayam lebih memilih tenggeran yang lebih tinggi. Namun,
jatuh dari tenggeran dapat menyebabkan patah tulang. Sistem non-cage di US
umumnya tidak menyediakan tenggeran yang cukup untuk semua ayam untuk
bertengger di malam hari, dan beberapa tidak menyediakan tenggeran. Penelitian
tentang area perlompatan yang dapat menggantikan tenggeran masih belum jelas.
Efek kepadatan kelompok ternak mungkin tidak dapat diprediksi pada
sistem non-cage. Pada kepadatan yang lebih rendah, klaster ayam di sekeliling
sumber utama, melokalisasi area kepadatan tinggi. Penurunan jumlah sekitar
sumber tertentu dapat memicu keagresifan pertahanan oleh ayam yang trsisa. Lagi
pula, beberapa ayam yang bulunya terpatuk diserang oleh ayam lain jika mereka
masuk litter, secara efektif membatasi mereka menuju slat.
Pada kepadatan yang lebih tinggi, ayam lebih sering didistribusikan ke
semua area perkandangan, termasuk litter, yang dapat menjelaskan tingkat agresi
dan pematukan bulu yang lebih rendah.
Sistem Outdoor (jarak-bebas)
Akses ke out-door memungkinkan ayam menyebar ke berbagai area
ketika mengais, secara khas lebih dari 5000 cm2/ayam, dan memperluas pilihan
perilaku, khususnya jika jarak menyediakan berbagai macam jenis tanaman. Ayam
dapat menghabiskan hari aktif mereka dengan mengais, mencari, memilih,
menyuling, dan mencerna jenis makanan pilihan. Mereka juga memakan batu dan
berjemur serta mandi debu di luar.
Kanibalisme dan pematukan bulu dapat menjadi masalah pada kelompok
ternak terutama pada kelopok yang besar jika hanya sebagian kecil ayam yang
keluar karena area out-door tidak ada vegetasi, udara panas, berangin atau hujan.
Peningkatan penggunaan jarak oleh betina yang dibesarkan dengan akses ke
outdoor menjaga pejantan tetap bersama ayam, dan membatasi ukuran kawanan
hingga ≤1000 ayam yang dapat menurunkan insiden pematukan bulu. Penggunaan
jarak juga ditingkatkan oleh pepohonan, semak, dan struktur penutup tiruan yang
dapat melindungi dari predator. Terjebak dalam rumput, predasi, dan tenggelam
dalam air adalah risiko potensial ketika ayam pergi keluar.
Pemasukan ayam jantan dalam kelompok jarang terjadi kecuali pada
sistem produksi organik jarak-bebas. Keberadaan pejantan dilaporkan dapat
mengurangi agresi diantara ayam dan memungkinkan perilaku mengais. Pejantan
kadang menyakiti ayam dan dapat menjadi target pematukan bulu oleh ayam.
Pertimbangan kandang konvensional adalah pembatasan perilaku tidak
sesuai dengan sistem dan ayam dicegah untuk mengekspresikan perilaku untuk
rentang waktu bertelur. Kandang cage memungkinkan beberapa ekspresi
kebanyakan perilaku yang dibatasi dalam kandang konvensional namun menahan
derajat pembatasan karena ruang yang terbatas. Sistem non-cage memungkinkan
ekspresi perilaku yang lebih luas dengan jenis-jenis perilaku paling banyak di sistem
jarak-bebas. Namun, peningkatan kebebasan perilaku dapat diikuti dengan masalah
kesejahteraan seperti kanibalisme dan predasi. Masalah perilaku pada sistem non-
cage umumnya mempengaruhi proporsi ayam dari pada semua ayam dan masalah
ini dapat dipecahkan secara potensial namun tidak ada bukti bahwa pemecahannya
mudah.
Nutrisi
Perubahan dari kandang konvensional ke sistem berbasis padang
rumput atau bahkan perlengkapan kandang dapat mempengaruhi gizi dari ayam
petelur. Akses ke padang rumput memberikan kesempatan besar bagi ayam petelur
untuk menelan bahan hijauan yang mempengaruhi gizi mereka. Ayam memiliki
kapasitas untuk mendapatkan sejumlah besar makanan mereka dari hijauan setelah
jangka waktu sekitar 6 sampai 7 minggu adaptasi perilaku dan adaptasi dari sistem
pencernaan mereka (Horsted dan Hermansen, 2007). Meskipun ayam di padang
rumput biasanya diberikan pakan tambahan, menggembalakan memungkinkan untuk
penghematan biaya pakan, tetapi mengakibatkan pola makannya menjadi tidak
seimbang.
Dalam kandang cage dan sistem noncage, nutrisi ayam dapat
dipengaruhi oleh penyediaan litter. Hetland dan Svihus (2007) membandingkan
konsumsi pakan dan produksi telur ayam ditempatkan di kandang cage di mana litter
terdiri dari serutan kayu, potongan kasar kertas , atau tidak ada bahan. Setelah 35
minggu, ayam dengan akses litter bahan kertas dikonsumsi lebih dari dua kali lipat
jumlah bahan kertas dibandingkan dengan serutan kayu sebagaimana dibuktikan
oleh isi gizzard. Hasilnya, jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ayam tertinggi dengan
bahan kertas dan terendah dengan serutan kayu. Pada bahan kertas lembut tidak
mengakibatkan retensi empedal dari pakan. Hal ini memungkinkan pakan untuk
bergerak lebih cepat melalui gizzard dan dan dengan demikian partikel yang lebih
besar masuk ke dalam usus kecil. Partikel-partikel yang lebih besar menghasilkan
penurunan tingkat kecernaan dan penyerapan. Sebagai hasilnya, ayam
mengkonsumsi pakan lebih banyak untuk memenuhi nutrisi yang dibutuhkan.Hetland
dan Svihus (2007) dievaluasi berat empedal saat kosong, ditemukan bahwa 70%
lebih besar pada ayam dengan litter serutan kayu dibandingkan dengan kontrol.
Peningkatan bobot adalah hasil dari gizzard mempertahankan komponen pakan dan
serutan kayu untuk menggiling mereka menjadi ukuran partikel yang lebih
kecil sebelum melewati usus kecil. Oleh karena itu, serutan kayu meningkatkan
kecernaan nutrisi, sedangkan bahan kertas mengurangi tingkat kecernaan,
mempengaruhi keseluruhan gizi dari ayam.
Lingkungan yang menyediakan ayam untuk mendapatkan kedua substrat
nutrisi dan non nutrient akan mempengaruhi keseimbangan kecernaan dan
kemampuan ayam memproses pakan. Jadi sebagai alternatif system perkandangan
yang dibuat dan gunakan menjadi hal yang penting untuk memahami semua factor
dalam system yang dapat mempengaruhi nutrisi keseluruhan dari ayam.
Stress
Respon stres sebagian besar ditandai dengan aktivasi 2 sistem, poros
hipotalamus-hipofisis-adrenal dan sumbu sympathoadrenal. Penyebab umum dari
stres yang diakibatkan dari aktivasi sistem glukokortikoid terutama corticosterone
pada unggas, dan hormon epinephrine dan norepinephrine. Peneliti dapat mengukur
perubahan dalam hormon ketika menilai respon binatang pada potensial stess dan
mendapatkan informasi tentang bagaimana individu menghadapi gejala stress.
Biasanya, konsentrasi yang rendah menunjukkan stres ringan atau terbatas,
sedangkan konsentrasi yang tinggi menunjukkan stres berat. Pembentukan hormon
adrenokortikotropik untuk ayam akan menyebabkan ayam untuk menghasilkan
corticosterone. Jika kelenjar adrenal lebih besar, lebih mampu menghasilkan
glukokortikoid dan menunjukkan hewan tersebut mengalami stres kronis. Ukuran lain
stres berada dalam respon imun. Aktivasi dari respon stres dapat mengubah sistem
kekebalan tubuh, misalnya, peningkatan glucocorticoids meningkatkan peredaran
heterophils dan dengan demikian rasio heterophils untuk limfosit dianggap dapat
dijadikan indikator stres pada unggas (Maxwell, 1993). Tabel 3 meringkas
tanggapan dari ayam dari mempelajari catatan kadar hormon stres dan
tanggapan lainnya yang mengindikasikan stres. Penting untuk diperhatikan
bahwa, tidak seperti beberapa ukuran kesejahteraan yang jelas menunjukkan
positif atau status negatif, langkah-langkah yang ada dalam tabel adalah indikasi
hanya pada relative state dari stres ketika dibandingkan dengan perlakuan dalam
studi yang sama. Apa yang jelas adalah bahwa, di samping sistem perkanfangan,
factor lainnya juga mempengaruhi tingkat stress yang dialami ayam.
Meskipun Tabel 3 meringkas banyak penelitian menunjukkan bahwa
lingkungan perkandangan dapat mempengaruhi tingkat stres yang dialami oleh
ayam, beberapa studi lain telah menunjukkan tidak ada perbedaan dalam tingkat
stres ayam karena perkandangan. Sebagai contoh, Mench et al. (1986)
menemukan tidak ada perbedaan dalam tingkatan stres (corticosterone,
heterophil: rasio limfosit, titer antibodi) ketika membandingkan ayam di kandang
ayam konvensional dengan kandang non-cage. Demikian pula, Guesdon et al.
(2004), Moe et al. (2004), dan Guémené et al. (2004) menemukan beberapa
perbedaan ketika membandingkan kandang konvensional dengan kandang cage.
Hasil yang berbeda tergantung pada kondisi yang tepat yang dibandingkan dalam
studi masing-masing.
Perhatian Kesejahteraan Selama Depopulasi Sistem
Perkandangan Tertentu
Peneliti (DEFRA, 2006) telah menemukan bahwa ayam
dari lingkungan yang luas (noncage dan outdoor) lebih mendapat tekanan karena
depopulasi (mendapat lebih banyak corticosterone) dibandingkan dengan ayam dari
kandang cage, dengan ayam dari kandang konvensional tidak diperlakukan berbeda
dengan perawatan yang baik. Mereka juga menemukan bahwa semakin besar
ukuran pintu kandang, kurang corticosterone di darah ayam. Jadi, semakin besar
konsentrasi corticosterone di ayam dari lingkungan yang luas dan kandang dengan
pintu yang lebih kecil yang paling mungkin terkait dengan jumlah waktu dan kesulitan
yang terlibat dalam penangkapan ayam. Metode penanganan ditingkatkan, baik
dalam perluasan atau sistem kandang, menurunkan corticosterone ayam.
Mengacu pada sangat sedikitnya yang dipublikasikan, stiap review
pembelajaran yang telah dilakukan perbandingan antara dikontrol sistem
perkandangan yang berbeda, tidak ada pembeda yang jelas antara sistem
perkandangan didasarkan pada tanggapan stress dari ayam. Beberapa penelitian
telah membandingkan semua 4 jenis sistem, atau menggunakan perlebaran
psikologi. Selain itu, potensi efek perlakuan perkandangan sering dibingungkan oleh
perbedaan dalam berkembangbiakan, iklim, atau variabel manajemen lainnya.
Affective States
Affective States adalah emosi yang dibuat manusia dengan istilah-istilah seperti
kebahagiaan, kesedihan, ketakutan kecemasan, dan kegelisahan. Memahami
keadaan ini pada hewan adalah penting untuk lebih mengerti dari kesejahteraan
hewan ternak. Manusia mengalami perasaan subjektif yang complex didalam
keadaan emosional, tetapi kita tidak yakin apakah hewan juga begitu. Meskipun
begitu, emosi dasar sangat dipengaruhi oleh perilaku, psikologi, dan perubahan
kesadaran pada ayam. Meskipun pertumbuhan keinginan pada penandaan affective
state dalam beternak hewan, bekerja dalam perubahan atau perilaku penanda dalam
keadaan emosional pada ayam sangatlah terbatas. Lebih banyak yang dijelaskan
adalah focus tentang frustasi, rasa sakit, dan ketakuatan. Penelitian tentang frustasi
telah dijelaskan pertama pada tulisan ini dalam konteks dari efek yang tertuju pada
berbagai perilaku seperti bersarang, mandi debu, dan mengacu pada kesejahteraan.
Nyeri ( rasa sakit )
Nyeri adalah perasaan sensorik yang tidak menyenangkan, dan
pengurangan atau penghapusan rasa sakit ini dianggap sebagai salah satu
komponen penting yang menjamin kesejahteraan hewan dengan baik. Sistem nyeri
pada burung masih belum sepenuhnya dipahami, khususnya yang berkaitan dengan
bagaimana unggas menanggapinya dan konsep rangsangan nyeri (Gentle and
Wilson, 2004). Kemungkinan sumber rasa sakit pada sistem produksi ayam petelur
termasuk luka karena predator, unggas lain, kesehatan masalahseperti kerusakan
tulang atau kaki bengkak, penanganan manusia, penyakit, dan pemangkasan paruh.
Hanya hal terakhir yang telah dipelajari sampai tingkat tertentu. Pemangkasan paruh
dilakukan untuk meminimalkan cedera karena mematuk bulu dan kanibalisme di
kawanan dan rutin dilakukan pada unggas AS. Namun, pemangkasan paruh telah
dilarang di beberapa negara (misalnya, Swedia), dan pelarangan masih
sedang dipertimbangkan di beberapa negara lain (United Kingdom) karena rasa sakit
yang ditimbulkan oleh prosedur tersebut. Penelitian telah menunjukkan bahwa ayam
yang dipotong di kemudian hari bisa mengalami nyeri akut dan kronis, yang nantinya
dihasilkan dari pembentukan neuromas pada ujung paruhnya. Jika pemangkasan ini
dilakukan ketika unggas masih muda (kurang dari 10 hari), sakit kronis dapat
dihindari, tapi masih ada nyeri yang akut (Hester dan Shea-Moore, 2003). Dengan
demikian, dilakuakn pergantian pada sistem perkandangan yang berkaitan dengan
tingginya risiko tingkat kanibalisme dan mematuki bulu seperti noncage system,
karena sulit untuk menghentikan pemangkasan paruh dalam system yang ada saat
ini.
Rasa Takut.
Rasa takut adalah respon adaptif, tetapi juga dapat tidak diinginkan jika
berada dalam keadaan ekstrim atau cedera atau jika sampai kronis (Jones, 1996).
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk membandingkan tingkat ketakutan di
perkandangan yang berbeda sistem sebagai indikator kesejahteraan ayam dalam
sistem-sistem (Hansen et al, 1993;. Colson et al, 2005;. Campo et al, 2008;. Graml et
al, 2008).. Namun demikian, penelitian ini sangat sulit untuk menafsirkan dan
ekstrapolasi untuk kondisi perkandangan komersial. Ukuran rasa takut yang telah
valid dalam satu sistem mungkin tidak valid atau akan mengacaukan untuk yang lain.
Sebuah tes umum rasa takut, misalnya, adalah tes tonik imobilitas, di mana ayam
yang tertangkap dan menahan sampai keaadaan tidak dapat bergerak. tes ini
kemungkinan untuk menghasilkan rasa takut lebih pada ayam noncage daripada
pada ayam yang dikurung karena kesulitan dengan demikian potensi stres yang
terlibat saat penangkapan ayam dalam sistem noncage. Selain itu, ada efek genetik
yang kuat pada tingkat rasa takut (Tauson et al., 1999). Karena produsen komersial
menggunakan stok genetik yang berbeda di berbagai system yang ada, sehingga
mustahil untuk menentukan apakah perbedaan yang ditemukan dalam penelitian
yang diterbitkan adalah karena genetik predisposisi, sistem perkandangan, atau
interaksi antara keduanya. Pengembangan tes ketakutan yang berlaku dalam kondisi
perkandangan yang berbeda, dan dengan hati-hati dilakukan control pembelajaran
tentang hubungan antara genetika, environment, dan tanggapan rasa takut, akan
diperlukan untuk lebih menilai hubungan antara sistem perkandangan dan rasa takut.
Genetika
Perusahaan pemuliaan secara rutin mengevaluasi ratusan dan ribuan
burung dari berbagai individu pada populasi sebagai strain petelur dalam beberapa
environments setiap siklus seleksi. Peternak terus melakuakan adaptasi ayam
dengan lingkungan yang berbeda sebagai bentuk produksi lingkungan yang telah
berubah selama 70 dekade terakhir (Craig, 1982) dan perubahan baru untuk system
perkandangan yang lebih luas mengharuskan peternak untuk beradaptasi sekali lagi
(Flock dan Norman, 2008). Peternak mengevaluasi sebanyak 30 sifat, di bidang
produksi telur, kualitas telur, efisiensi, kesejahteraan, dan sifat-sifat reproduksi.
Dalam penambahan untuk evaluasi rutin di beberapa lingkungan, sebuah hubungan
matriks dan genotipe data yang merupakan bagian dari proses seleksi (Abasht et al.,
2009). Keduanya individu dan data kelompok digabungakan untuk menapatkan
hewan yang memiliki sifat bagus (Craig dan Adams, 1984). Sebagai statistik metologi
dan data penanda agar terus maju, tingkat perubahan genetik harus terus
meningkat, tetapi ciri-ciri baru terus berlanjut untuk memasuki matriks seleksi sifat
seperti perilaku bersarang(Settar et al., 2006) menjadi diperlukan dari hewan
kesejahteraan perspektif dalam sitem perkandangan yang luas. Peternak terus
menyeleksi untuk menutupi bulu utuh dan livability ayam dalam kelompok multibird,
yang dimaksudkan untuk mengurangi mematuki bulu dan kanibalisme.
Mempertimbangkan aditif variasi genetik dapat diketahui untuk mendapatkan sifat
tersebut (Hocking et al, 2004.), dengan perkiraan heritabilitas berkisar 0,22-0,54.
Berdasarkan pengamatan langsung (Kjaer dan Sørensen, 1997), heritabilitas nilai
berkisar 0,00-0,38. Keturunan dikembangkan oleh seleksi untuk sifat mematuki bulu
yang tinggi atau rendah, diketahui dasar genetik untuk variasi dalam sifat ini (Kjaer et
al.,2001). Tidak ada estimasi heritabilitas kanibalisme yang telah telah
dikembangkan. Sebuah sifat yang menggabungkan pematukan bulu dan kanibalisme
menyebabkan cedera parah atau kematian adalah untuk digunakan dalam studi
seleksi kelompok (Craig dan Muir,1993, 1996; Muir, 1996). Heritabilitas yang tinggi
pada paruh burung yang utuh di 0,65. Kurang bekerja pada tingkat molekuler yang
telah selesai. Gen utama untuk pematuk bulu telah ditemukan bersama dengan
polygenes (Laboriau et al., 2009). Buitenhuis et al. (2003) melaporkan penanda
untuk pematuk bulu parah pada kromosom 1, 2 dan 10. Jensen et al. (2005) juga
menyarankan mematuki bulu ditandai pada kromosom 3. Warna burung
berhubungan dengan peningkatan risiko menjadi korban pematukan bulu (Keeling et
al., 2004). Terakhir bekerja pada dopamine D1 antagonis (Kjaer et al., 2004) dan
reseptor D4 gen (Flisikowski et al, 2009.) menyarankan satu mekanisme untuk
menjelaskan variasi genetik dalam pematuk bulu dalam keturunan yang
dikembangkan oleh Kjaer et al. (2001). Pengujian keluarga kelompok dengan semua
individu yang memiliki paruh utuh dalam lingkungan komersial sekarang rutin untuk
evaluasi dari pematukan bulu dan kanibalisme. Bagaimanapun juga paruh burung
utuh lebih menakutkan daripada paruh burung dipotong (Vestergaard et al., 1993).
Belum ditentukan jika seleksi terhadap rasa takut yang paling efektif ketika rasa takut
diekspresikan pada tinggi, tingkat sedang, atau rendah (Jones et al, 1995.). Variasi
genetik dalam kesehatan tulang untuk tulang yang buruk , patah tulang, kelumpuhan,
dan menyebabkan kematian telah dipelajari dalam Leghorns (Uskup et al, 2000.).
Sebuah kekuatan tulang dilaporkan memiliki heritabilitas 0,40. Penandaan juga telah
ditemukan untuk kekuatan tulang (Schreiweis et al, 2005.). Bertengger
mempengaruhi kesejahteraan burung pada berbagi tingkat, mengurangi rasa takut,
meningkatkan aktivitas motorik, dan mendapatkan lokasi beristirahat yang disukai.
Studi terbaru telah berkonsentrasi pada orientasi bertengger (Struelens et al,
2008b.), bertengger tinggi (Struelens et al., 2008a), dan akses ke area outdoor
(Shimmura et al., 2008b). Perbedaan genetik kerentanan terhadap ketakutan oleh
lingkungan sosial mempengaruhi kebiasan bertengger dan demikian juga dengan
lingkungan sosial.
Perilaku bersarang dan penggunaan tempat merupakan karakteristik
penting yang dibutuhkan oleh ayam untuk adaptasi dengan sistem perkandangan
yang luas. Penggunaan tempat berbeda antara keturunan (Kjaer dan Isaksen, 1998).
Heritabilitas untuk beberapa bagian dari kandang dan keluar ke area tertutup
bervariasi kisaran 0,21-0,32 dan korelasi genetik untuk peletakan performance
adalah negatif (Icken et al., 2008). Bersarang adalah perilaku urutan karakteristik dari
perilaku yang terkait dengan pemilihan lokasi, membangun sarang, dan oviposisi.
Inkubasi dimulai ketika semua telur telah lengkap diletakkan, namun inkubasi telah
hampir sepenuhnya menghilang di ayam petelur modern karena seleksi terhadap
broodiness dan, secara tidak langsung, akibat seleksi untuk kemampuan peletakan
telur, sehingga panjang sarang meningkat dan jeda interclutch dipersingka.
Pemilihan sarang dan penggunaan sarang untuk ditempati bervariasi dari setiap
strain (Appleby et al. 1984).
Kemampuan bertengger mempengaruhi penggunaan sarang, tetapi
faktor-faktor lain juga memainkan peran. Seleksi terhadap peletakan lantai
ditemukan untuk respon pada satu tempat eksperimental, tetapi tidak pada yang lain
(McGibbon, 1976). Sørensen (1992) menggambarkan sebuah program seleksi pada
sejumlah telur dimana hanya telur di sarang palsu yang dicatat. Dia menyimpulkan
bahwa adanya variasi genetik untuk penggunaan sarang bertelur. Baru-baru ini,
Settar et al. (2006) melaporkan heritabilitas untuk penempatan sarang dari 0,37-0,44,
dan Icken et al. (2009) mampu untuk merekam perilaku bersarang individu dalam
kelompok yang lebih besar dari ayam dalam sistem gudang menggunakan
transponder identifikasi frekuensi radio dan sarang tunggal dengan antenna (Kotak
saluran sarang Weihenstephan). Peternak harus mampu menggunakan alat-alat
yang dapat menguji pada populasi yang sangat besar. Sebuah lapisan hibrida khas
adalah 4-baris silang dengan lebih dari 10.000 line murni ayam dievaluasi secara
individual per baris ditambah 15.000 kelompok ayam yang dikandangkan, dievaluasi
dalam kelompok keluarga, ditempatkan di bawah perkandangan komersial untuk
cross-line pengujian kinerja. Alat perkembangbiakan baru harus praktis pada saat
untuk skala besar tingkat fenotip. Meskipun otomatisasi koleksi genotipe dapat
dilakukan dengan mudah, dalam waktu dekat, pengumpulan data fenotip yang
diperlukan setiap generasi akan terus menjadi biaya terbesar di program seleksi
genetik.
KESIMPULAN UMUM
Hal ini jelas bahwa sangat sedikit literatur yang ada
membandingkan semua faktor dalam sistem perkandangan yang
berbeda. Bagaimana-
pernah, beberapa generalisasi yang tertentu. Kematian pada umumnya
merupakan
sekutu yang lebih rendah di kandang dilengkapi bila dibandingkan
dengan con-
kandang konvensional, dan kematian dapat mencapai tidak dapat
diterima
tingkat tinggi dalam sistem noncage. Tingkat kompleks-
dasarkan lingkungan pasti memiliki efek. Kompleks
lingkungan memungkinkan untuk parasit dan penyakit untuk bertahan,
sedangkan lingkungan sederhana yang mudah dibersihkan dan
masalah ini lebih mudah dihilangkan. Meskipun
kompleks lingkungan, dan khususnya noncage sistem-
tems, memberikan keuntungan untuk beberapa hunian sarang-para-
situs, mereka juga memungkinkan ayam untuk bertindak sebagai
predator pada beberapa
hama seperti lalat dan kumbang. Kandang Furnished, yang
menawarkan tingkat menengah kompleksitas, dapat mengurangi
resiko kerusakan tulang dibandingkan dengan baik konvensi-
internasional kandang atau sistem yang lebih luas. Ayam dalam
konvensi-
kandang dan kandang dilengkapi nasional memiliki kurang perampok
der-
matitis dan bumblefoot dari lebih luas ditempatkan
ayam, tapi kesehatan capit lebih buruk di kandang konvensional
daripada semua sistem lain. Lingkungan yang kompleks memungkinkan
ayam untuk memiliki lebih banyak kontrol dan untuk membuat lebih
banyak pilihan,
misalnya mengekspresikan preferensi termal dan sosial;
kemampuan hewan untuk membuat pilihan dan memiliki kontrol yang
dikenal secara positif mempengaruhi kesejahteraan. Lingkungan
yang lebih ketat dalam ruang dan kompleksitas pra-
ventilasi ayam dari melakukan perilaku tertentu. Ini tidak
sepele penting karena pencegahan kinerja
perilaku yang dikenal memiliki efek negatif pada K-
tarif. Namun, kebebasan perilaku yang meningkat juga dapat
disertai dengan masalah kesejahteraan seperti kanibalisme
dan predasi. Efek gizi memungkinkan
ayam akses ke substrat atau hijauan yang kurang dipahami.
Ayam dapat mengalami stres dalam semua jenis perkandangan dan
tidak ada
peringkat perkandangan tunggal sistem yang tinggi pada kesejahteraan
semua parame-
ters. Demikian juga, tidak ada jenis ayam petelur tunggal sempurna
disesuaikan untuk semua jenis sistem perkandangan. Manajemen
sistem masing-masing memiliki efek mendalam pada kesejahteraan
burung-burung di sistem yang, dengan demikian, bahkan sistem
perkandangan
yang dianggap relatif lebih unggul kesejahteraan ayam
dapat memiliki efek negatif pada kesejahteraan jika tidak dikelola dengan
baik.
Kombinasi yang tepat dari desain perkandangan, berkembang biak,
belakang-
kondisi pelatihan, dan manajemen sangat penting untuk mengoptimalkan
kesejahteraan dan produktivitas ayam.