Download - Teori irigasi
Teknik Sipil ‘12
Evan Mesi / F 111 12 100
TEORI DASAR IRIGASI
A. Pengertian Irigasi
Irigasi adalah kegiatan-kegiatan yang bertalian dengan usaha mendapatkan air untuk sawah,
ladang, perkebunan dan usaha lain-lain. Usaha tersebut berupa :
Membuat sarana dan prasarana untuk membagikan air secara teratur
Mebuang kelebihan air yang tidak diperlukan lagi.
B. Tujuan Irigasi
Tujuan irigasi adalah membasahi tanah agar dapat mencapai suatu kondisi tanah yang baik
untuk pertumbuhan tanaman. (Teknik Sumber Daya Air, 1996)
C. Areal Irigasi
Areal irigasi adalah daerah-daerah yang dapat diairi semaksimal mungkin, dimana airnya
diambil dari bangunan sadap utama. Batas keliling areal diambil dari petak-petak tersier terluar.
Dalam irigasi khususnya jaringan ada beberapa istilah yaitu :
Wilayah (region) adalah areal yang airnya diambil dari beberapa bangunan sadap utama
yang selanjutnya dibawa ke jaringan irigasi tunggal / majemuk.
Daerah (zone) adalah areal yang airnya diambil dari satu bangunan sadap utama.
Petak primer adalah areal yang airnya diambil dari sebuah saluran-saluran primer dan
terdiri dari beberapa petak-petak sekunder.
Petak sekunder adalah areal yang airnya diambil dari sebuah saluran-saluran sekunder
dan terdiri dari beberapa petak-petak tersier.
Petak tersier adalah areal yang airnya diambil dari saluran-saluran tersier dan terdiri
dari beberapa petak kwarter (sawah).
Areal mati adalah areal yang tidak dapat diairi dari suatu sistem irigasi.
Areal bruto (gross irrigable area) adalah keseluruhan areal irigasi baik yang mendapat
air maupun yang tidak mendapat air irigasi karena permukaan tanah lebih tinggi, jalan
ispeksi dan lain-lain.
Areal netto (culturable irrigation area) areal bersih yang mendapat air.
Teknik Sipil ‘12
Evan Mesi / F 111 12 100
D. Petak Petak
Peta petak adalah suatu peta yang menerangkan suatu lokasi dari sistem jaringan irigasi yang
akan diairi. Peta ini memuat arah saluran, letak bangunan, batas-batas jalan, batas-batas
pembuang alam, daerah yang dapat diairi dan yang tidak dapat diairi. Penentuan peta petak ini
di dasarkan pada kondisi topografi yang tergambar pada peta situasi seperti dapat dilihat pada
tabel 1.
Tabel 1. Kriteria umum untuk pengembangan petak (KP - 01, 1986)
Ukuran Petak Luas ( Ha )
Ukuran petak sekunder
Ukuran petak tersier
Ukuran petak kuarter
Ukuran petak petani
500 - 800 Ha
50 - 100 Ha
8 – 15 Ha
0 – 1,75 Ha
Petak Sekunder adalah suatu petak yang berupa kumpulan dari beberapa petak yang
mendapat air / pengambilannya dari saluran sekunder.
Petak tersier didasarkan pada kondisi topografi daerah itu hendaknya diatur sebaik
mungkin, sedemikian rupa sehingga satu petak tersier terletak dalam satu daerah
administrasi desa. Jika ada dua desa dalam satu petak tersier yang luas dianjurkan untuk
membagi petak tersier tersebut menjadi dua petak sub tersier yang berdampingan
sesuai dengan daerah desa masing-masing.
Petak kuarter biasanya akan berupa saluran irigasi dan pembuang kuarter yang
memotong kemiringan medan dan saluran irigasi tersier serta pembuang tersier atau
primer yang mengikuti kemiringan medan. Jika mungkin batas-batas ini bertepatan
dengan batas-batas hak milik tanah.
Dari kriteria umum pengembangan patak, maka dipilih pengembangan petak ukuran
petak tersier dimana untuk luasan petak tersier adalah 50 – 100 Ha. Dan dari skema
yang dibuat melalui peta di dapatkan luasan petak tersier sebesar 56,105 Ha.
Teknik Sipil ‘12
Evan Mesi / F 111 12 100
E. Trase Saluran
Trase saluran merupakan jalur rencana saluran yang dibuat dari kondisi topografi tentang
penggambaran baik berupa relief tanah, alur-alur, jalan, batas kampung, sungai, yang
menunjang dalam perencanaan jaringan irigasi.
Ada dua hal yang perlu dipertimbangkan, yakni :
Daerah yang sudah diairi
Daerah yang belum diairi
Trase saluran terbagi atas trase saluran pembawa dan trase saluran pembuang. Jika daerah
irigasi baru akan dibangun, aturan yang sebaiknya diikuti adalah menetapkan lokasi saluran
pembuang terlebih dahulu, ini sudah ada kebanyakan di daerah tadah hujan.
F. Jaringan Irigasi
1. Sistem jaringan irigasi
Sistem jaringan irigasi dapat digolongkan sebagai berikut :
Sistem irigasi tunggal (independent irrigation system) yaitu suatu sistem irigasi dengan
sumber air yang berasal dari satu bangunan sadap utama berupa waduk, bendung atau
rumah pompa yang letaknya masih dalam areal irigasi itu sendiri.
Sistem irigasi majemuk (dependent irrigation system) yaitu sistem irigasi dengan sumber
air yang berasal lebih dari satu bangunan sadap utama dan semuanya terletak didalam
areal irigasi atau juga bangunan sadap utamanya terletak disuatu jaringan irigasi
ditempat lain. Dalam pengerjaan tugas studio perancangan irigasi dan air menggunakan
sistem irigasi tunggal (independent irrigation system) yaitu suatu sistem irigasi dengan
sumber air yang berasal dari satu bangunan sadap utama.
2. Klasifikasi jaringan irigasi
Jaringan irigasi dapat diklasifikasikan dalam tiga tingkatan, yaitu :
Jaringan irigasi sederhana
Jaringan irigasi sederhana mudah diorganisasi karena para pemakai air tergabung
dalam satu kelompok sosial yang sama, dan tidak diperlukan keterlibatan pemerintah
di dalam organisasi jaringan irigasi semacam ini.
Jaringan irigasi semiteknis
Teknik Sipil ‘12
Evan Mesi / F 111 12 100
Adapun ciri-ciri dari sistem jaringan irigasi semiteknis ini antara lain :
Sudah dibangun beberapa bangunan permanen di jaringan saluran
Daerah pelayanan lebih luas dibandingkan dengan sistem jaringan irigasi sederhana.
Organisasinya lebih rumit sehingga diperlukan lebih banyak keterlibatan
pemerintah dalam hal ini Departemen Pekerjaan Umum.
Jaringan irigasi teknis
Salah satu prinsip dalam perencanaan jaringan irigasi teknis adalah pemisahan antara
jaringan irigasi dan jaringan pembuang. Hal ini berarti baik saluran irigasi maupun
pembuang bekerja sesuai dengan fungsinya masing-masing. Dalam irigasi teknis petak
tersier memiliki fungsi sentral. Petak tersier menerima air di suatu tempat dalam jumlah
yang sudah diukur dari suatu jaringan pembawa. Pembagian air di dalam petak tersier
diserahkan kepada para petani. Dalam hal-hal khusus, dibuat sistem gabungan (fungsi
saluran irigasi dan pembuang di gabung). Secara sederhana klasifikasi jaringan irigasi
kita lihat pada tabel 2.
Tabel 2. Klasifikasi Jaringan Irigasi (KP- 01, 1986)
Teknik Sipil ‘12
Evan Mesi / F 111 12 100
KeteranganKlasifikasi Jaringan Irigasi
Teknis Semi teknis Sederhana
Bangunan UtamaBangunan permanen
Bangunan Permanen atau semi permanen
Bangunan sementara
Kemampuan bangunan dalam mengukur dan
mengatur debitBaik Sedang Jelek
Jaringan saluranSaluran irigasi dan
Pembuang terpisah
Saluran irigasi dan Pembuang tidak
Selamanya terpisah
Saluran irigasi danPembuang menjadi
satu
Petak tersierDikembangkan
sepenuhnya- -
Efisiensi secara keseluruhan 50 – 60 % 40 – 50 % < 40 %
Ukuran Tidak ada batasan Sampai 2.000 HaTak lebih dari 500
Ha
G. Tata Nama/Nomenklatur
1. Pengertian
Nomenklatur atau tata nama petunjuk atau indeks yang jelas dan singkat dari suatu objek,
baik itu petak, saluran atau bangunan, bangunan bagi, bangunan silang dan lain sebagainya,
sehingga akan memudahkan dalam pelaksanaan eksploitasi dan pemeliharaan dari tiap-tiap
bagian dari jaringan irigasi.
2. Ketentuan Nomenklatur
Dalam pemberian tata nama pada suatu jaringan irigasi, harus diperhatikan hal-hal sebagai
berikut :
Singkat dan jelas, jika mungkin hanya terdiri dari satu huruf
Huruf ini harus menyatakan petak, saluran atau bangunan
Dibedakan antara saluran pembawa dan pembuang
3. Tata cara pemberian nama
Teknik Sipil ‘12
Evan Mesi / F 111 12 100
Secara umum huruf awal saluran irigasi diberi S, saluran drainase diberi D, bangunan-
bangunan bagi sadap diberi B dan kemudian diikuti dengan notasi lainnya.
a. Daerah Irigasi
Daerah irigasi diberi nma sesuai dengan nama daerah setempat atau desa penting didaerah
itu. Contohnya adalah pada peta pengerjaan studio perancangan irigasi dan bangunan air
merupakan daerah sungai tiloan dan juga sungai Buol. Maka dengan begitu untuk penamaan
irigasi menggunakan nama sungai atau daerahdimana irigasi tersebut dibuat, maka penamaan
irigasi tersebut adalah irigasi Buol. Apabila ada dua pengambilan atau lebih, maka daerah irigasi
tersebut sebaiknya diberi nama sesuai dengan desa-desa terkenal didaerah layanan tersebut.
b. Saluran irigasi
Saluran irigasi primer sebaiknya diberi nama sesuai dengan daerah irigasi yang dilayani,
contoh Saluran Irigasi Buol.
Saluran sekunder sering diberi nama sesuai dengan nama desa yang terletak dipetak
sekunder. Petak sekunder akan diberi nama sesuai dengan nama saluran sekunder.
Sebagai contoh saluran sekunder Buol mengambil nama yang terletak dipetak sekunder
Buol. Saluran dibagi menjadi ruas-ruas yang berkapasitas sama. Misalnya RS 2 adalah
ruas saluran sekunder (S) antara bangunan sadap BS 1 dan BS 2.
c. Bangunan-Bangunan Irigasi
Untuk keperluan irigasi tentunya diperlukannya sebuah jaringan irigasi teknis dengan
membuat bangunan-bangunan irigasi yang diantaranya seperti dibawah ini :
d. Bangunan Sadap Utama
Untuk mendapatkan air , pengambilan dilakukan melalui Bendung. Dimana Bendung adalah
bangunan yang dibangun melintang sungai yang berfungsi untuk meninggikan muka air,
kemudian dialirkan kejaringan irigasi.
e. Bangunan Bagi
Teknik Sipil ‘12
Evan Mesi / F 111 12 100
Apabila air irigasi dibagi dari saluran primer sekunder, maka akan dibuat bangunan bagi.
Bangunan bagi terdiri dari pintu-pintu yang dengan teliti mengukur dan mengatur air yang
mengalir ke berbagai saluran. Salah satu dari pintu-pintu bangunan bagi berfungsi sebagai
pintu pengatur muka air, sedangkan pintu-pintu sadap lainnya mengukur debit.
f. Bangunan Sadap
Bangunan sadap sekunder akan memberi air kesaluran sekunder dan melayani lebih dari
satu petak tersier, oleh sebab itu kapasitas bangunan-bangunan sadap ini lebih dari sekitar
0,250 m3/det. Bangunan sadap tersier akan memberi air kesaluran tersier, kapasitas bangunan
sadap ini berkisar 50 l/dt sampai 250 l/dt.
g. Bangunan Pengatur Tinggi Muka Air
Bangunan bagi terdiri dari pintu-pintu dengan teliti mengukur dan mengatur air yang
mengalir ke berbagai saluran. Salah satu dari pintu-pintu tersebut sebagai pintu pengatur tinggi
muka air dan pintu-pintu lainnya berfungsi mengukur debit.
h. Pintu Sorong
Kebanyakan pintu sorong digunakan sebagai bangunan pengatur tinggi muka air. Kelebihan
yang dimiliki dari alat ini adalah tinggi muka air hulu dapat dikontrol dengan tepat, pintu bilas
kuat dan sederhana serta sedimen yang diangkut oleh saluran hulu dapat melewati pintu bilas.
Persamaannya adalah sebagai berikut : (KP – 04, 1986)
Q = K . . b . a . √ ( 2g h i )
Dimana :
Q = Debit rencana, yang melewati pintu, m3/det
K = Koefesien debit, perbandingan h2 dengan a ( Bukaan Pintu )
= Koefesien debit perbandingan h1 dengan a
a = Tinggi bukaan bersih pintu, m
b = Lebar bukaan bersih pintu, m
h1 = Tinggi air diatas ambang di hulu pintu, m
Teknik Sipil ‘12
Evan Mesi / F 111 12 100
h2 = Tinggi air diatas ambang di hilir pintu, m
g = Percepatan grafitasi, m/det2
i. Bangunan Pengukur debit
Agar pengaturan air irigasi menjadi lebih efektif , maka debit harus di ukur. Ada berbagai
macam bangunan dan peralatan pengukur debit yang telah dikembangkan seperti :
j. Alat ukur ambang lebar
Ambang lebar dan flum leher panjang (tanpa ambang/tinggi ambang nol) adalah bangunan
pengukur debit yang biasanya ditempatkan di awal saluran primer. Pada titik cabang saluran
besar dan tepat dihilir pintu sorong pada titik masuk petak tersier.
k. Alat ukur Romijn
Pintu Romijn adalah alat ukur ambang lebar yang bisa digerakkan untuk mengatur dan
mengukur debit. Agar dapat bergerak mercunya dibuat dari pelat baja dan dipasang diatas
pintu sorong, alat ini sering digunakan sebagai bangunan sadap tersier tetapi dapat juga dipakai
sebagai bangunan sadap sekunder.
l. Alat ukur Crump de Gruyter
Alat ini dapat digerakkan dan digunakan untuk mengatur dan mengukur debit. Penggunaan
alat ini sama dengan penggunaan alat ukur romijn.
Persamaan alirannya adalah sebagai berikut : (KP – 04, 1986)
Q = Cd . b . w . √ ( 2g ( h− w ) ) Z = 0,50 ( h – w )
Dimana :
Q = Debit rencana, yang melewati pintu, m3/det
CD = Koefesien debit, umumnya diambil sebesar 0,94
w = Tinggi bukaan bersih pintu, m
b = Lebar bukaan bersih pintu, m
h = Tinggi air diatas ambang di hulu pintu, m
z = Kehilangan energi di pintu ukur, m
Teknik Sipil ‘12
Evan Mesi / F 111 12 100
g = Percepatan grafitasi, m/det2
H. Perencanaan Saluran
Perencanaan hendaknya didasarkan pada prinsip-prinsip teknis yang andal, tetapi juga harus
dapat memenuhi keinginan yang diajukan para pemakai air. Kapasitas saluran irigasi ditentukan
oleh kebutuhan air irigasi selama penyiapan lahan.
Cara pemeliharaan saluran menentukan koefesien yang akan dipilih. Pemeliharaan yang
jelek akan menyebabkan kecepatan aliran akan menjadi rendah dan kemudian akan diperlukan
saluran yang lebih besar.
Saluran harus direncanakan sedemikian sehingga mempunyai efisiensi yang tinggi dan biaya
pembuatan yang ekonomis serta mudah dalam pengoperasiannya.
I. Kapasitas rencana
1. Debit Rencana
Debit rencana di saluran di hitung berdasarkan kebutuhan bersih air disawah, efisiensi dan
luas areal yang akan diairi. (KP – 03, 1986)
Persamaan untuk menghitung debit rencana saluran sebagai berikut :
Q = c . NFR . Ae .
( Ltr /det )
Dimana :
Q = Debit rencana, m3/det
c = Koefesien pengurangan karena adanya sistem golongan ( c = 1 )
NFR = Kebutuhan bersih (netto) air disawah, m.lt/dt
A = Luas petak yang diairi, ha
e = Efisiensi irigasi secara keseluruhan
2. Kebutuhan Air di sawah
Kebutuhan bersih air disawah (NFR) untuk padi dapat ditentukan oleh faktor-faktor berikut :
Teknik Sipil ‘12
Evan Mesi / F 111 12 100
A
b
1m h
w
M.AR
Cara penyiapan lahan
Kebutuhan air untuk tananaman
Perkolasi dan rembesan
Pergantian lapisan air
Curah hujan efektif
3. Efisiensi
Akibat eksploitasi dan rembesan, sebagian air yang dibagikan akan hilang sebelum
mencapai tanaman padi. Kehilangan air akibat evaporasi dan perembesan kecil saja dibanding
kehilangan akibat eksploitasi.
Pada umumnya kehilangan air di irigasi akibat kemungkinan diatas dapat dibagi-bagi sebagai
berikut : (KP – 03, 1986)
Untuk saluran tersier e = 0,775 – 0,850 ( diambil 0,80 )
Untuk saluran sekunder e = 0,875 – 0,925 ( diambil 0,90 )
Untuk saluran primer e = 0,875 – 0,925 ( diambil 0,90 )
J. Perencanaan Saluran Yang Stabil
Pada umumnya penampang saluran dibuat trapesium karena memiliki efisiensi yang tinggi
dalam mengalirkan air. Untuk perencanaan ruas aliran saluran dianggap sebagai aliran tetap,
dan untuk itu diterapkan aliran yang juga dikenal sebagai rumus Strickler.
Berikut ini merupakan gambar saluran parameter melintang dari penampang yang dibuat
trapesium yang dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Parameter Potongan Melintang(KP – 03, 1986)
Persamaan untuk menghitung ruas saluran sebagai berikut : (KP – 03, 1986) :
Q = V x A
Teknik Sipil ‘12
Evan Mesi / F 111 12 100
V = K x R2/3 x I1/2 ( m/dt )
R =
AP ( m )
A = ( b + m.h ) h ( m2 )
P = b + 2.h √ m2 + 1 ( m )
B = n . h
Dari persamaan rumus diatas dapat diuraikan menjadi persamaan rumus sebagai berikut :
Q = V x A
Q = ( K x R2/3 x I1/2 ) x ( b + m.h ) h
Q = ( K x
AP x I1/2 ) x ( b + m.h ) h
Q = ( K x ( (b+ m .h )h
b + 2.h √m2 + 1 )2/3
x I1/2 ) x ( b + m.h )
Q = ( K x ( ((n .h)+ m .h)h
(n .h ) + 2.h √m2 + 1 )2/3
x I1/2 ) x ( n.h + m.h ) h
Dimana :
V = Kecepatan, m/det
K = Koefesien kekasaran strickler, m1/3/det
R = Jari-jari hidrolis, m2/3
I = Kemiringan rencana saluran
A = Luas penampang basah, m2
P = Keliling basah, m
Q = Debit rencana, Ltr/det
b = Lebar dasar saluran, m
h = Kedalaman air saluran, m
n = Perbandingan kedalaman dan lebar saluran
m = Kemiringan talud horizontal / vertikal
K. Kecepatan Saluran
Teknik Sipil ‘12
Evan Mesi / F 111 12 100
Distribusi kecepatan maksimum disebabkan oleh tekan pada muka air akibat adanya
perbedaan fluida atau udara dan juga akibat gaya gesekan pada dasar maupun dinding saluran,
maka kecepatan aliran pada suatu potongan melintang saluran tidak seragam.
Ketidakseragaman ini disebabkan oleh bentuk tampak melintang saluran dilokasi saluran.
(Robert.J.K,2002).
Kecepatan minimum yang diizinkan atau kecepatan tampa pengendapan, merupakan
kecepatan terendah yang tidak menimbulkan sedimentasi dan mendorong pertumbuhan
tanaman air ganggang. Kecepatan ini sangat tidak menentu dan nilainya yang tidak tepat dapat
membawa pengaruh besar kecuali terhadap pertumbuhan tanaman. Umumnya dapat
dikatakan bahwa kecepatan rata-rata 2 sampai 3 kali perdetik dapat digunakan bila presentase
lanau ditunjukan dalam saluran kecil tidak kurang dari 2,5 perdetik dapat mencegah
pertumbuhan tanaman air yang dapat mengurangi kapasitas saluran tersebut.
(VenTeChow,1984).
Kecepatan maksimum yang di izinkan juga akan menentukan kecepatan rencana untuk
dasar saluran tanah dengan pasangan campuran. Prosedur perencanaan saluran untuk saluran
dengan pasangan adalah sama dengan prosedur perencanaan saluran tanah.
Harga kecepatan minimum yang direncanakan untuk saluran tersier dan kuarter pada saluran
irigasi tanpa pasangan dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Kriteria Perencanaan Untuk saluran Irigasi Tanpa Pasangan (KP – 05, 1986)
Teknik Sipil ‘12
Evan Mesi / F 111 12 100
Karakteristik perencanaan Satuan Saluran Tersier Saluran Kuarter
Kecepatan maksimum m/det Sesuai dengan grafik perencanaan
Kecepatan minimum m/det 0,20 0,20
Harga k m1/3/det 35 30
Lebar minimum dasar saluran m 0,30 0,30
Kemiringan talud m 1 : 1 1 : 1
Lebar minimum mercu m
Tanggul
0,50
Jalan inspeksi
1,50 – 2,00 m
Tanggul
0,40
Jalan inspeksi
1,50 – 2,00 m
Tinggi Jagaan minimum (W) 0,30 0,30
Batas kecepatan maksimum sesuai jenis-jenis bahan dasar saluran di anjurkan pemakaiannya
adalah sebagai berikut :
Pasangan Batu = 2,00 m/dt
Pasangan Pelat Beton = 3,00 m/dt
L. Koefesien Kekasaran Stickler
Koefesien kekasaran Stickler bergantung pada kekasaran permukaan saluran, ketidak
teraturan permukaan saluran, trase saluran, vegetasi dan sedimen. Pada saluran irigasi,
ketidakteraturan permukaan yang meyebabkan perubahan dalam keliling basah dan potongan
melintang mempunyai pengaruh lebih penting pada koefesien kekasaran saluran daripada
kekasaran permukaan. Koefisien kekasaran Strickler k (m1/3/det) yang dianjurkan pemakaiannya
untuk saluran pasangan adalah :
Pasangan batu 60
Pasangan beton 70
Pasangan tanah 35 – 45
M. Kemiringan minimum Talud
Teknik Sipil ‘12
Evan Mesi / F 111 12 100
Untuk menekan biaya pembebasan tanah dan penggalian, talud saluran di rencana securam
mungkin. Bahan tanah, kedalaman saluran dan terjadinya rembesan akan menentukan
kemiringan maksimum untuk talud yang stabil. Kemiringan galian minimum talud ( m ) dan
perbandingan kedalaman dan lebar saluran ( n ) dapat dilihat pada tabel 4.3.
N. Kemiringan Saluran
Kemiringan saluran diusahakan sedapat mungkin mengikuti kemiringan medan yang ada,
selama itu tidak mengakibatkan munculnya kecepatan aliran di saluran yang melampaui batas
izin.
Kemiringan minimum dibuat untuk mencegah munculnya sedimentasi disaluran sedangkan
kemiringan maksimum untuk mencegah terjadinya erosi saluran. Untuk itu keduanya harus
dibatasi, sesuai Kriteria Perencanaan Irigasi.
O. Elevasi Muka Air
1. Elevasi hilir dan udik saluran (UHS dan UUS)
Elevasi hilir (EHS) dan elevasi udik (EUS) setiap ruas saluran ditentukan langsung dari garis-
garis kontur peta topografi berdasarkan medan. Apabila ujung hilir atau udik saluran terletak
diantara dua garis kontur maka penentuan elevasinya diperoleh dengan cara interpolasi linear.
2. Elevasi muka air sesuai medan (MAHr dan MAUm)
Elevasi muka air hilir rencana (MAHr) untuk saluran tersier didasarkan pada elevasi muka
air udik rencana tertinggi dibagian hilir boks yang dilayani + kehilangan tinggi energi di books
tersebut (sebagai asumsi awal biasanya daiambil 5 – 15 cm). Elevasi muka air udik sesuai medan
(MAUm) saluran tersier didasarkan pada eleveasi muka air udik rencana tertinggi saluran
kuarter dibagian hilir books dimana saluran tersebut mendapat air. Bila ada boks tersebut tidak
saluran kuater maka penentunya didasarkan pada elevasi udik saluran (EUS) sesuai kontur.
Im =
MAUr − MAHr − ΔhL
Dimana :
Im = Kemiringan medan yang ada
Teknik Sipil ‘12
Evan Mesi / F 111 12 100
L
H1 ( 5 – 15 cm )MAUr
MAHrIr x L
H1 ( 5 – 15 cm )
Gorong-gorong / Talang
MAHrIr x L
H2
MAUr
H2
MAHr = Elevasi muka air hilir rencana
MAUm = Elevasi muka air udik rencana
L = Panjang Saluran (m)
Δh1 = Jumlah perkiraan kehilangan energi digorong-gorong atau talang,tidak
termasuk bangunan terjun (sebagai asumsi awal diambil 5 – 15 cm
perbangunan)
3. Muka Air Udik Rencana (MAUr)
Bila pada ruas saluran tidak terdapat bangunan terjun, maka muka air udik rencana dapat
dilihat pada gambar 2. dengan persamaan yaitu :
MAUr = MAHr + ( Ir x L ) + h1
Gambar 2. Ilustrasi perhitungan muka air udik rencana (MAHr) tanpa bangunan terjun ( KP –
01, 1986 )
Tetapi apabila pada ruas saluran terdapat bangunan terjun, maka muka air udik rencana dapat
dilihat pada gambar 3. dengan persamaan yaitu :
MAUr = MAUm
Dan diperoleh tinggi Bangunan Terjun :
Z = MAUr – MAHr - ( Ir x L ) - h1
Teknik Sipil ‘12
Evan Mesi / F 111 12 100
hP
H100 H70 H
L L
Gorong-gorong Box Bagi Tersier Box Bagi Kuarter
Sal. Sekunder Sal. Tersier Sal. Kuarter
Bangunan Sadap Tersier dengan alat ukur
g f e d c b
A a
1 %
Gambar 3. Ilustrasi perhitungan muka air udik rencana (MAHr) dengan bangunan terjun ( KP –
01, 1986 )
4. Elevasi hilir dan udik pintu ukur (MAHps dan MAUps)
Elevasi muka air yang diperlukan dihilir pintu alat ukur bangunan sadap tersier (MAHps)
adalah elevesi muka air udik rencana (MAUr) saluran tersier muka yang dilayaninya. Elevasi
muka air yang diinginkan didasarkan pada tinggi muka air yang diperlukan disawah yang diairi.
Berikut ini pada Gambar 4. dapat dilihat ilustrasi mengenai cara perhitungannya :
Gambar 4. Ilustrasi perhitungan tinggi muka air yang dibutuhkan. ( KP – 01, 1986 )
P = A + a + b + m . c + d + n . e + f + g + h + Z
Dimana :
P = Muka air yang dibutuhkan disaluran sekunder
Teknik Sipil ‘12
Evan Mesi / F 111 12 100
A = Elevasi sawah dengan elevasi yang menentukan
a = Lapisan air disawah, ± 10 cm
b = Kehilangan tinggi energi di saluran kuarter sampai kesawah ± 5 cm
c = Kehilangan tinggi energi di boks kuarter ± 5 cm/boks
d = Kehilangan pada bangunan pembawa disaluran irigasi, I x L
L = Panjang saluran, m
e = Kehilangan tinggi energi di boks tersier ± 10 cm
f = Kehilangan tinggi energi digorong-gorong ± 10 cm
g = Kehilangan tinggi energi dibangunan sadap tersier 1/3 H
Untuk alat ukur Romijn
h = Variasi muka air = 0,18h100 ( sekitar 0,05 – 0,30 cm )
Z = Kehilangan tinggi energi dibangunan petak tersier lainnya
m = Jumlah boks kuarter ditrase tersebut
n = Jumlah boks tersier ditrase tersebut
Elevasi muka air di udik pintu sadap (MAUps) diperoleh dari elevasi muka air dihilir pintu sadap
+ kehilangan tinggi energi dipintu ukur.
MAUps = MAHps + Δh
Dimana :
MAHps = Elevasi muka air dihilir pintu sadap, m
Δh = Kehilangan energi pada pintu ukur
5. Jalan Inspeksi
Jalan inspeksi merupakan jalan-jalan yang dugunakan baik oleh oleh para petani, kendaraan
maupun ternak yang menghubungkan antara jaringan irigasi yang lain atau jalan-jalan umum
desa yang sudah ada. Jalan inspeksi biasanya dibangun diatas tanggul saluran atau pembuang
jika ini dianggap tidak ekonomis jarak maksimum antara jalan inspeksi dan saluran atau
pembuang adalah 300 m