I. Teori Dasar
Obat adalah unsur aktif secara fisiologis dipakai dalam diagnosis, pencegahan,
pengobatan atau penyembuhan suatu penyakit pada manusia. Obat dapat berasal dari
alam dapat diperoleh dari sumber mineral, tumbuh-tumbuhan, hewan, atau dapat juga
dihasilkan dari sintesis kimia organic atau biosintesis (Ansel, 1989).
Meskipun obat dapat menyembuhkan penyakit, tetapi masih banyak juga orang
yang menderita akibat keracunan obat. Oleh karena itu dapat di katakan bahwa obat dapat
bersifat sebagai obat dan dapat juga bersifat sebagai racun. Obat itu akan bersifat secara
obat apabila tepat digunakan dalam pengobatan suatu penyakit dengan dosis dan waktu
yang tepat. Jadi, apabila obat salah digunakan dalam pengobatan atau dengan dosis yang
berlebihan, maka akan menimbulkan keracunan. Dan bila dosisnya kecil, maka kita tidak
akan memperoleh penyembuhan (Anief, 1990).
Nyeri adalah perasaan sensoris dan lemah emosional yang tidak enak dan
berkaitan dengan ancaman (kerusakan) jaringan. Mediator nyeri antara lain
mengakibatkan reaksi radang dan kejang-kejang yang mengaktivasi reseptor nyeri di
ujung-ujung saraf bebas di kulit, mukosa, dan jarigan lainnya. Adapun mediator nyeri
yang disebut juga sebagai autakoid antara lain serotonin, histamine, bradikinin, leukotrien
dan prostglandin. Ambang nyeri didefinisikan sebagai tingkatan (level) dimana nyeri
dirasakan untuk yang pertama kali. Jadi, intesitas rangsangan yang terendah saat
seseorang merasakan nyeri. Untuk setiap orang ambang nyerinya adalah konstan.
(Mycek, 2001).
Rasa nyeri sendiri dapat dibedakan dalam tiga kategori :
Nyeri ringan (sakit gigi, sakit kepala, nyeri otot, nyeri haid dll), dapat diatasi dengan
asetosal, paracetamol bahkan placebo.
Nyeri sedang (sakit punggung, migrain, rheumati), memerlukan analgetik perifer kuat.
Nyeri hebat (kolik/kejang usus, kolik batu empedu, kolik batu ginjal,kanker), harus diatasi
dengan analgetik sentral atau analgetik narkotik. (Tjay, 2007)
Analgetik adalah senyawa yang dapat menekan fungsi sistem saraf secara selektif.
Digunakan untuk mengurangi rasa sakit tanpa mempengaruhi kesadaran. Analgetik bekerja
dengan meningkatkan nilai ambang persepsi rasa sakit. Berdasarkan mekanisme kerja pada
tingkat molekul, analgetik dibagi menjadi dua golongan yaitu analgetik narkotik dan
analgetik non-narkotik (Tjay, 2007).
Analgetik narkotik adalah senyawa yang dapat menekan fungsi sistem saraf pusat
secara selektif. Digunakan untuk mengurangi rasa sakit, yang moderat ataupun berat,
seperti rasa sakit yang disebabkan oleh penyakit kanker, serangan jantung akut, sesudah
operasi, dan kolik usus atau ginjal. Analgetik narkotik sering pula digunakan untuk
pramedikasi anestesi, bersama-sama dengan atropin, untuk mengontrol sekresi
(Ganiswara,1995)
Mekanisme kerja utamanya ialah dalam menghambat enzim sikloogsigenase dalam
pembentukan prostaglandin yang dikaitkan dengan kerja analgesiknya dan efek
sampingnya. Kebanyakan analgesik OAINS diduga bekerja diperifer . Efek analgesiknya
telah kelihatan dalam waktu satu jam setelah pemberian per-oral. Sementara efek
antiinflamasi OAINS telah tampak dalam waktu satu-dua minggu pemberian, sedangkan
efek maksimalnya timbul berpariasi dari 1-4 minggu. Setelah pemberiannya peroral, kadar
puncaknya NSAID didalam darah dicapai dalam waktu 1-3 jam setelah pemberian,
penyerapannya umumnya tidak dipengaruhi oleh adanya makanan. Volume distribusinya
relatif kecil (< 0.2 L/kg) dan mempunyai ikatan dengan protein plasma yang tinggi
biasanya (>95%). Waktu paruh eliminasinya untuk golongan derivat arylalkanot sekitar 2-5
jam, sementara waktu paruh indometasin sangat berpariasi diantara individu yang
menggunakannya, sedangkan piroksikam mempunyai waktu paruh paling panjang (45 jam)
(Sunaryo, 1995).
Analgetik non-narkotik digunakan untuk mengurangi rasa sakit yang ringan sampai
moderat, sehingga sering disebut analgetik ringan. Analgetik non-narkotik bekerja
menghambat enzim siklooksigenase dalam rangka menekan sintesis prostaglandin yang
berperan dalam stimulus nyeri dan demam. Karena itu kebanyakan analgetik non-narkotik
juga bekerja antipiretik. Disebut juga analgesik perifer karena tidak mempengaruhi
susunan syaraf pusat. (Wanda, 2011)
Obat-obatan dalam kelompok ini memiliki target aksi pada enzim, yaitu enzim
siklooksigenase (COX). COX berperan dalam sintesis mediator nyeri, salah satunya adalah
prostaglandin. Mekanisme umum dari analgetik jenis ini adalah mengeblok pembentukan
prostaglandin dengan jalan menginhibisi enzim COX pada daerah yang terluka dengan
demikian mengurangi pembentukan mediator nyeri . Mekanismenya tidak berbeda dengan
NSAID dan COX-2 inhibitors. Efek samping yang paling umum dari golongan obat ini
adalah gangguan lambung usus, kerusakan darah, kerusakan hati dan ginjal serta reaksi
alergi di kulit. Efek samping biasanya disebabkan oleh penggunaan dalam jangka waktu
lama dan dosis besar (Anchy, 2011).
Pengujian efek analgesic dapat dilakukan dengan menggunakan mencit sebagai hewan
uji. Mencit dimasukkan kedalam gelas beker yang telah dipanaskan dalam water bath yang
berisi air dengan suhu 550 C. Dilakukan pengamatan pada respon mencit yaitu dengan
melihat berapa kali mencit menjilat kakinya dan atau melompat. Pengamatan dilakukan
selama 1 menit. Setelah itu mencit diberikan zat yang akan diuji dan larutan pembanding
(obat tramadol dan aquades). Kemudian mencit diistirahatkan untuk diamati kembali.
Dilakukan pengamatan respon dari mencit dimana dilakukan pada menit ke 30, 60, 90, dan
120 setelah pemberian zat uji dan larutan pembanding, dengan lama peng-amatan 1 menit.
Pengamatan dilakukan sebanyak 5 kali, yaitu sebelum pemberian zat uji, menit ke 30, 60,
90 dan 120 setelah pemberian zat uji. Setelah itu diamati hasil yang didapatkan dari
percobaan ini. (Lasarus, 2013)
Pengujian aktivitas analgetik suatu bahan uji pada induksi nyeri cara kimiawi yang
responnya berupa geliat harus ditentukan daya analgetiknya. Daya analgetik merupakan
perbandingan antara jumlah geliat rata-rata kelompok perlakuan dengan jumlah geliat rata-
rata kelompok kontrol. Daya analgetik untuk mengetahui besarnya kemampuan bahan uji
tersebut dalam mengurangi rasa nyeri kelompok kontrol. Dari daya analgetik dapat
dijadikan dasar untuk perhitungan efektifitas analgetik yang dibandingkan dengan
pembanding analgetik untuk mengetahui keefektifan bahan uji yang diduga berfungsi
sebagai analgetik (Listyawati, 2003)
DAFTAR PUSAKA
Ansel, 1989 Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Universitas. Jakarta: PT.Gramedia
Anief, Moh. 1990. Perjalanan dan Nasib Obat dalam Badan. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press
Ganiswara, S.1995. Farmakologi dan Terapi Edisi IV. Jakarta: Balai Penerbit Falkultas
Kedokteran Universitas Indonesia
Lasarus,A.2013.Uji Efek Analgesik Ekstrak Daun Pepaya Pada Mencit.Available online
at ejournal.unsrat.ac.id/index.php/ebiomedik/article/view/3244/2788 (diakses 17 Maret
2015)
Listyawati, Shanti.2003.Aktivitas Analgesik Ekstrak Umbi Teki Pada Mencit Putih
Jantan.Available online at http://biosains.mipa.uns.ac.id/F/F0102/F010203.pdf (diakses
17 Maret 2015)
Mycek, Marry. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar Edisi II. Jakarta: Widya Medika
Sunaryo, W. 1995. Farmakologi dan Terapi Edisi 4. Jakarta: Penerbit FK UI.
Tjay, T. H. 2007. Obat-obat Penting. Jakarta: PT. Gramedia
Wanda, 2011. Farmakologi Sistem Organ. Jakarta : Depkes RI