Download - Teori akuntansi
KEWAJIBAN
(UTANG)
Istilah kewajiban adalah istilah resmi dan yuridis dalam statemen keuangan
sedangkan utang adalah istilah generik atau umum.
Hutang jangka panjang adalah kewajiban kepada pihak tertentu yang harus dilunasi dalam jangka waktu lebih dari satu perioda akuntansi (1 th) dihitung dari tanggal pembuatan neraca per 31 Desember. Pembayaran dilakukan dengan kas namun dapat diganti dengan asset tertentu. Dalam operasional normal perusahaan, rekening hutang jangka panjang tidak pernah dikenai oleh transaksi pengeluaran kas. Pada akhir perioda akuntansi bagian tertentu dari hutang jangka panjang berubah menjadi hutang jangka pendek. Untuk itu harus dilakukan penyesuaian untuk memindahkan bagian hutang jangka panjang yang jatuh tempo menjadi hutang jangka pendek
Timbulnya Hutang Jangka PanjangSaat skala operasional perusahaan berkembang atau dalam membangun suatu perusahaan dibutuhkan sejumlah dana. Dana yang diperlukan untuk Investasi dalam aktiva tetap yang akan memberikan manfa’at dalam jangka panjang sebaiknya diperoleh dari hutang jangka panjang atau dengan menambah modal. Dalam hal ini perusahaan memiliki dua pilihan yaitu menarik hutang jangka panjang misalnya obligasi atau menambah modal sendiri dengan mengeluarkan saham.Ada beberapa kelebihan menarik hutang jangka panjang melalui obligasi dibanding menambah modal sendiri dengan mengeluarkan saham.
1. Keuntungan menarik obligasiPemegang obligasi tidak mempunyai hak suara dalam kebijakan perusahaan sehingga tidak mempengaruhi manajemen.
2. Bunga obligasi mungkin lebih rendah dibanding deviden yang harus dibayarkan kepada pemegang saham.
3. Bunga merupakan biaya yang dibebankan pada perusahaan yang dapat mengurangi kewajiban pajak sedangkan deviden adalah pembagian laba yang tidak dapat dibebankan sebagai biaya.
Sebaliknya juga terdapat hal yang kurang menguntungkan antara lain :
1. Bunga obligasi adalah beban tetap baik dalam keadaan perusahaan mendapat laba atau mengalami kerugian
2. Jika perusahaan tidak mampu membayar obligasi yang jatuh tempo, pemegang obligasi tetap mempunyai hak untuk menuntut pengembalian obligasi sedangkan pemegang saham tidak mempunyai hak demikian karena pemegang saham adalah pemilik perusahaan yang turut bertanggung jawab menanggung resiko kerugian perusagaan.
Jenis Hutang Jangka PanjangSecara garis besar hutang jangka panjang digolongkan pada dua golongan yaitu :
1. Hutang Hipotik : Hutang yang timbul berkaitan dengan perolehan dana dari pinjaman yang dijaminkan dengan harta tetap. Dalam penjanjian disebutkan harta peminjam yang dijadikan jaminan berupa tanah atau gedung. Jika peminjam tidak melunasi pada waktunya, pemberi pinjaman dapat menjual jaminan tersebut yang kemudian diperhitungkan dengan hutang.
2. Hutang Obligasi : Hutang yang timbul berkaitan dengan dana yang diperoleh melalui pengeluaran surat-surat obligasi. Pembeli obligasi disebut pemegang obligasi. Dalam surat obligasi dicantumkan nilai nominal obligasi, bunga pertahun, tanggal pelunasan obligasi dan ketentuan lain sesuai jenis obligasi tersebut.
Pengertian
FASB mendefinisikan kewajiban dalam rerangka konseptualnya sebagai berikut
(SFAC No. 6, prg. 35):
Liabilities are probable future sacrifice of economic benefits arising from
present obligations of a particular entity to transfer assets or provide
services to other entities in the future as a result of past transactions
events.
(Kewajiban adalah pengorbanan manfaat ekonomik masa datang yang cukup
pasti yang timbul dari keharusan sekarang suatu kesatuan usaha untuk
mentransfer aset atau menyediakan/menyerahkan jasa kepada kesatuan lain di
masa datang sebagai akibat transaksi atau kejadian masa lalu.)
Dengan makna yang sama, IASC mendefinisi kewajiban sebagai berikut:
A liability is a present obligation of the enterprise arising from past
events, the settlement of which is expected to result in an outflow from the
enterprise resources embodying economic benefit.
Dalam Statement of Accounting Concepts No. 4, Australian Accounting Standard
Board (AASB) mendefinisikan kewajiban sebagai berikut (prg. 12):
Liabilities are the future sacrifice of service potential or future economic
benefits that the entity is presently obliged to make to other entities as a
result of past transaction or other past events.
Seperti dalam mendefinisikan aset, APB No. 4 mendefinisikan kewajiban dengan
menggabungkan makna, pengukuran, dan pengakuan sebagai berikut (prg. 132):
Liabilities – economic obligations of an enterprise that are recognized and
measured in conformity with generally accepted accounting principles.
Liabilities also include certain deferred credits that are not obligations but
that are recognized and measured in comformity with generally accepted
accounting principles
Definisi FASB digunakan sebagai basis pembahasan karena definisi
tersebut cukup lengkap secara sistematik. Artinya definisi tersebut telah
mencakupi berbagai gagasan atau kata kunci yang terkandung dalam beberapa
definisi kewajiban oleh sumber-sumber lain. Definisi IASC dan AASB secara
substantif tidak berbeda dengan definisi FASB.
APB No. 4 mendefinisi kewajiban dalam dua kata kunci yaitu economic
obligations yang dihubungkan dengan generally accepted accounting principles
(GAAP). Ini berarti bahwa APB menggabungkan pengertian kewajiban sekaligus
menetapkan kriteria pengakuan dan pengukuran. Dengan demikian, pengertian
kewajiban menjadi tidak lengkap tanpa memahami pengertian GAAP sehingga
secara semantik definisi APB kurang lengkap dan kurang bersifat umum. Jadi,
definisi APB lebih bersifat structural daripada semantik. Hal ini berbeda daripada
AASB yang memisahkan antara pengertian (yang cukup luas dan lengkap) dan
prosedur pengukuran dan pengakuan. Berbeda dengan definisi-definisi yang lain,
APB memasukkan pos-pos tertentu yang bukan keharusan (not obligations)
untuk mengorbankan sumber ekonomik sebagai bagian dari kewajiban. Pos-pos
ini secara umum disebut kredit tangguhan misalnya pos pendapatan sewa
takterhak (unearned rent revenues).
Dengan berbagai variasi di atas, secara umum dapat dikatakan bahwa
kewajiban mempunyai tiga karakteristik utama yaitu: (a) pengorbanan manfaat
ekonomik masa datang, (b) keharusan sekarang untuk mentransfer aset, dan (c)
timbul akibat transaksi masa lalu. Seperti aset, karakteristik (a) merupakan kriteria
utama dan lebih memuat aspek sematik sedangkan kriteria (b) dan (c) lebih
memuat aspek struktural pengakuan.
Pengorbanan Manfaat Ekonomik
Untuk dapat disebut sebagai kewajiban, suatu objek harus memuat suatu tugas
(duty) atau tanggung jawab (responsibility) kepada pihak lain yang mengharuskan
kesatuan usaha untuk melunasi, menunaikan, atau melaksanakannya dengan cara
mengorbankan manfaat ekonomik yang cukup pasti di masa datang. Pengorbanan
manfaat ekonomik diwujudkan dalam bentuk transfer atau penggunaan aset
kesatuan usaha. Cukup pasti di masa datang mengandung makna bahwa jumlah
rupiah pengorbanan dapat ditentukan dengan layak. Demikian juga, saat
pengorbanan manfaat ekonomik dapat ditentukan atas dasar kejadian tertentu atau
atas permintaan pihak lain (on demand).
Keharusan Sekarang
Untuk dapat disebut sebagai kewajiban, suatu pengorbanan ekonomik masa
datang harus timbul akibat keharusan (obligations atau duties) sekarang.
Pengertian ”sekarang” (present) dalam hal ini mengacu pada dua hal: waktu dan
adanya. Waktu yang dimaksud adalah tanggal pelaporan (neraca). Artinya, pada
tanggal neraca kalau perlu atau kalau dipaksakan (secara yuridis, etis, atau
rasional) pengorbanan sumber ekonomik harus dipenuhi karena keharusan untuk
itu telah ada. Tentu saja jumlah rupiah pengorbanan yang dipaksakan pada tanggal
neraca tidak akan sebesar jumlah rupiah yang akan dibayar di masa yang akan
datang (setelah tanggal neraca). Perbedaan ini terjadi akibat sifat yang melekat
pada kewajiban yaitu bunga yang bermakna sebagai nilai waktu uang atau harga
penundaan (the time value of money or the price of delay).
Keharusan Kontraktual adalah keharusan yang timbul akibat perjanjian
atau peraturan hukum yang di dalamnya kewajiban bagi suatu kesatuan usaha
dinyatakan secara eksplisit atau implisit dan mengikat. Kewajiban ini muncul
karena aspek hukum sebagai lingkungan eksternal yang tidak dapat dihindari
(unavoidable) dan yang dapat memaksakan secara hukum untuk memenuhinya
(legally enforceable). Penghindaran kewajiban dari keharusan kontraktual
menimbulkan sanksi atau hukuman (penalty).
Keharusan Konstruktif adalah keharusan yang timbul akibat kebijakan
kesatuan usaha dalam rangka menjalankan atau memajukan usahanya untuk
memenuhi apa yang disebut praktik usaha yang baik (best business practices) atau
etika bisnis (business ethics) dan bukan untuk memenuhi kewajiban yuridis.
Keharusan demi keadilan adalah keharusan yang ada sekarang yang
menimbulkan kewajiban bagi perusahaan semata-mata karena panggilan etis atau
moral daripada karena peraturan hukum atau praktik bisnis yang sehat. Keharusan
ini muncul dari tugas (duties) kepada pihak lain untuk melaksanakan sesuatu yang
dipandang wajar, dan benar menurut hati nurani (conscience) dan rasa keadilan
(sense of justice). Tidak ada sanksi hukum untuk tidak memenuhi keharusan ini
tetapi kewajiban ini mengikat lantaran sanksi sosial atau moral.
Keharusan bergantung atau bersyarat adalah keharusan yang
pemenuhannya (jumlah rupiahnya atau jadi-tidaknya dipenuhi) tidak pasti karena
bergantung pada kejadian masa datang atau terpenuhinya syarat-syarat tertentu di
masa datang. Kebergantungan (contingency) adalah suatu kondisi, situasi, atau
serangkaian keadaan yang melibatkan ketidakpastian (uncertainty) yang
menyangkut laba (gain contingency) atau rugi (loss contingency) yang mungkin
terjadi. Munculan (outcome) yang harus dikonfirmasi dengan kejadian atau syarat
masa datang untuk kedua kebergantungan tersebut adalah:
1. Yang berkaitan dengan kebergantungan laba.
2. Yang berkaitan dengan kebergantungan rugi.
a. Cukup pasti (probable)
b. Agak pasti (reasonably possible)
c. Jauh dari pasti (remote)
Akibat Transaksi atau Kejadian Masa Lalu
Transaksi masa lalu yang dimaksud di sini adalah transaksi yang menimbulkan
keharusan sekarang telah terjadi. Sebagai contoh, karena perusahaan mendapat
pinjaman bank (dengan kontrak), keharusan sekarang berupa keharusan
kontraktual timbul pada akhir perioda akuntansi (berupa pokok pinjaman dan
bunga) yang menuntut pengorbanan sumber ekonomik masa datang (suatu saat
setelah akhir perioda tersebut). Dalam hal ini, penandatanganan kontrak
merupakan peristiwa yang telah terjadi yang menimbulkan keharusan. Akan
tetapi, tidak semua penandatanganan kontrak dengan sendirinya menimbulkan
keharusan. Sebelum salah satu pihak melaksanakan (to perform) apa yang
diperjanjikan, kontrak akan bersifat eksekutori.
Hak-Kewajiban Tak bersyarat
Konsep ini menyatakan ”tidak ada hak tanpa kewajiban dan sebaliknya
tidak ada kewajiban tanpa hak”. Secara teknis, konsep ini diartikan bahwa hak
atau kewajiban timbul bila salah satu pihak telah berbuat sesuatu (to perform).
Kontrak-kontrak semacam ini dikenal dengan nama kontrak saling-mengimbangi
takbersyarat (unconditionally offsetting contracts) atau kontrak eksekutori
(executory contracts).
Transaksi atau kejadian yang dapat dijadikan dasar untuk menandai
pengakuan hak dan kewajiban dalam suatu kontrak menurut Most (1982, hlm.
352):
1. Tanggal kontrak ditandatangani.
2. Tanggal objek kontrak telah diperoleh salah satu pihak.
3. Tanggal objek kontrak telah siap digunakan oleh salah satu pihak.
4. Tanggal objek kontrak telah dipisahkan untuk digunakan oleh pihak lain.
5. Tanggal objek kontrak telah diserahkan.
6. Tanggal telah diterima/dibayarnya uang muka, kalau ada.
7. Dalam kasus kontrak kontruksi jangka panjang:
a. Suatu titik selama konstruksi berjalan.
b. Pada saat kontruksi dimulai.
Saat penentuan transaksi masa lampau perlu dipertimbangkan dengan
saksama dengan memperhatikan kondisi yang melingkupi suatu kontrak. Most
mengemukakan hal yang harus dipertimbangkan untuk memilih saat yang tepat
yaitu:
a. Pemenuhan definisi aset dan kewajiban.
b. Berkekuatan mengikat (firmness of the commitment) yaitu seberapa kuat
bahwa pelaksanaan kontrak tidak dapat dibatalkan.
c. Kebermanfaatan bagi keputusan.
Karakteristik Pendukung Kewajiban
Keharusan membayar kas. Adanya pengeluaran kas merupakan hal penting
untuk mengaplikasi definisi kewajiban karena dua hal yaitu: (1) sebagai bukti
adanya suatu kewajiban dan (2) sebagai pengukur atribut atau besarnya kewajiban
yang cukup objektif.
Identitas terbayar jelas. Yang terpenting adalah bahwa keharusan sekarang
pengorbanan sumber ekonomik di masa datang telah ada dan bukan siapa yang
harus dilunasi atau dibayar. Akan tetapi, pada saat pelunasan kewajiban, terbayar
dengan sendirinya harus teridentifikasi.
Berkekuatan hukum. Memang pada umumnya, keharusan suatu entitas untuk
mengorbankan manfaat ekonomik timbul akibat klaim yuridis (legal claims) yang
mempunyai kekuatan memaksa. Adanya daya paksa yuridis hanya menunjukkan
bahwa kewajiban tersebut memang ada dan dapat dibuktikan secara yuridis
material. Meskipun demikian, daya paksa yang melekat pada klaim-klaim hukum
bukan merupakan syarat mutlak untuk mengakui adanya kewajiban. Keharusan
melakukan pengorbanan manfaat ekonomik masa datang tidak harus timbul dari
desakan pihak eksternal tetapi dari minat atau kebijakan internal manajemen.
Itulah sebabnya kewajiban mencakupi pengorbanan sumber ekonomik masa
depan yang timbul akibat keharusan konstraktif dan demi keadilan.
Pengakuan, Pengukuran, dan Penilaian
Kalau aset yang direpresentasi oleh kos mengalami tiga tahap perlakuan
(pemerolehan, pengolahan, dan penyerahan), kewajiban sebenarnya juga
mengalami tiga tahap perlakuan yaitu: penangguhan (pengakuan terjadinya),
penelusuran, dan pelunasan (penyelesaian). Dalam hal kewajiban, penelusuran
berarti penentuan status dan jumlah rupiah (kos) kewajiban setiap saat. Penentuan
kos setiap saat (termasuk pada tanggal neraca) dapat disebut dengan penilaian
kewajiban. Begitu terjadi dan dicatat atau diakui, kewajiban akan tetap menjadi
kewajiban sampai kesatuan usaha menyelesaikannya, atau sampai adanya
transaksi atau kejadian yang membatalkannya atau yang membebaskan kesatuan
usaha dari keharusan untuk melunasinya.
Pengakuan
Kam mengajukan empat kaidah pengakuan untuk menandai pengakuan kewajiban
yaitu (hlm. 119-120):
1. Ketersediaan dasar hukum. Ketersediaan dasar hukum yang
menimbulkan daya paksa hanya merupakan karakteristik pendukung
definisi kewajiban. Jadi, kaidah ini tidak mutlak sehingga kewajiban juga
dapat diakui bila terdapat bukti substantif adanya keharusan konstruktif
atau demi keadilan.
2. Keterterapan konsep dasar konservatisma. Kaidah ini merupakan
penjabaran teknis kriteria keterandalan. Keadaan-keadaan tertentu yang
menjadikan konsep konservatisma terterapkan dapat memicu pengakuan
kewajiban. Implikasi dianutnya konsep konservatisma adalah rugi dapat
segera diakui tetapi tidak demikian dengan untung.
3. Ketertentuan substansi ekonomik transaksi. Substansi suatu transaksi
dapat memicu pencatatan seluruh kewajiban yang timbul ketika transaksi
terjadi meskipun secara yuridis/kontraktual kewajiban baru akan mengikat
secara berkala pada saat keharusan sekarang timbul. Kaidah ini berkaitan
dengan masalah relevansi informasi.
4. Keterukuran nilai kewajiban. Keterukuran merupakan salah satu syarat
untuk mencapai kualitas keterandalan informasi. Definisi kewajiban
mengandung kata cukup pasti (probable) yang mengacu tidak hanya pada
terjadinya pengorbanan sumber ekonomik masa datang tetapi juga pada
jumlah rupiahnya.
Yang menjadi masalah teknis adalah kapan keempat kaidah di atas dipenuhi.
Hendriksen dan van Breda (1991, hlm. 675-676) menunjukkan saat-saat untuk
mengakui kewajiban yaitu:
1. Pada saat penandatanganan kontrak bila pada saat itu hak dan kewajiban
telah mengikat.
2. Bersamaan dengan pengakuan biaya bila barang dan jasa yang menjadi
biaya belum dicatat sebagai aset sebelumnya.
3. Bersamaan dengan pengakuan aset.
4. Pada akhir perioda karena penggunaan asas akrual melalui proses
penyesuaian.
Pengakuan Kewajiban Bergantung
FASB memberi contoh keadaan-keadaan kebergantungan rugi (loss
contingencies) yang berpotensi memicu pengakuan kewajiban sebagai berikut
(SFAC No. 5, prg. 4):
1. Ketertagihan piutang usaha.
2. Keharusan berkaitan dengan jaminan produk dan kerusakan produk.
3. Risiko rugi atau kerusakan properitas (fasilitas) kesatuan usaha akibat
kebakaran, ledakan, dan bahaya lainnya.
4. Ancaman pengambilalihan aset oleh pemerintah.
5. Persengketaan yang memberatkan atau menunggu keputusan.
6. Klaim atau pungutan yang telah diajukan/dikenakan atau yang mungkin
(possible) terjadi.
7. Risiko rugi akibat bencana yang ditanggung oleh perusahaan asuransi
kerugian dan kecelakaan dan perusahaan reasuransi.
8. Jaminan atas utang pihak lain.
9. Perjanjian untuk membeli kembali piutang atau aset yang terkait yang
telah dijual.
Pengukuran
Pengukuran yang paling objektif untuk menentukan kos kewajiban pada saat
terjadinya adalah penghargaan sepakatan (measured considerations) dalam
transaksi-transaksi tersebut dan bukan jumlah rupiah pengorbanan ekonomik masa
datang. Hal ini berlaku khususnya untuk kewajiban jangka panjang.
Untuk kewajiban jangka pendek, kos penundaan dianggap tidak cukup material
sehingga jumlah rupiah kewajiban yang diakui akan sama dengan jumlah rupiah
pengorbanan sumber ekonomik (kas) masa datang. Dengan kata lain, untuk
kewajiban jangka pendek, kos pendanaan (financing cost) atau kos penundaan
(bunga sebagai nilai waktu uang) dianggap tidak material.
Penghargaan sepakatan suatu kewajiban merefleksi nilai setara tunai atau nilai
sekarang (current value) kewajiban yaitu jumlah rupiah pengorbanan sumber
ekonomik seandainya kewajiban dilunasi pada saat terjadinya.
Kewajiban Dalam Pembelian Kredit
Dasar pengukuran aset yang paling objektif adalah kos tunai (cash cost) atau kos
tunai implisit (implied cash cost). Karena kewajiban merupakan bayangan cermin
asset, pengukuran juga mengikuti pengukuran asset.
Diskun dan Premium Utang Obligasi
Nilai nominal atau jatuh tempo utang obligasi sering dianggap sebagai jumlah
rupiah kesepakatan pada saat penerbitan obligasi baik bagi penerbit maupun
kreditor. Dasar pengukuran demikian sebenarnya tidak tepat. Untuk suatu kontrak
utang dengan ketentuan pembayaran bunga periodik dan pokok pinjaman pada
akhir jangka kontrak, pengukuran jumlah rupiah (kos) utang dan aset untuk dasar
pencatatan pertama kali yang tepat adalah kos tunai implisit.
Makna Harga Efektif Obligasi
Selisih nominal dengan penghargaan sepakatan merupakan diskun obligasi. Bagi
penerbit obligasi, perhitungan biaya bunga menjadi tidak lengkap (tepat) apabila
tidak memperhatikan perhitungan bunga periodik dan akumulasi diskun. Jumlah
rupiah utang obligasi tiap saat (keharusan saat itu) sebelum jatuh tempo akan
terlalu besar apabila dinyatakan sebesar nominalnya.
Diskun Obligasi
Diskun utang obligasi pada waktu penerbitan adalah suatu jumlah rupiah debit
yang menunjukkan biaya bunga yang harus dibayar pada tanggal jatuh tempo.
Dengan demikian, diskun tersebut harus dilaporkan dalam neraca sebagai
pengurang nilai nominal (jatuh tempo) utang obligasi.
Premium Obligasi
Mengartikan premium obligasi sebagai “pendapatan tangguhan” (deferred
income) jelas tidak tepat karena secara konseptual pendapatan atau laba tidak
timbul dari proses pemerolehan utang.
Kewajiban Moneter dan Nonmoneter
Kewajiban moneter adalah kewajiban yang pengorbanan sumber ekonomik masa
datangnya berupa kas dengan jumlah rupiah dan saat yang pasti (baik jumlah
tunggal maupun beberapa pembayaran secara berkala)
Kewajiban Nonmoneter adalah keharusan untuk menyediakan barang dan jasa
dengan jumlah dan saat yang cukup pasti yang biasanya timbul karena timbul
karena penerimaan pembayaran di muka untuk barang dan jasa tersebut.
Penilaian
Kalau pengukuran mengacu pada penentuan nilai keharusan sekarang (the value
of current obligation) pada saat terjadinya, penilaian mengacu pada penentuan
nilai keharusan sekarang pada setiap saat antara terjadinya kewajiban sampai
dilunasinya kewajiban. Makin mendekati saat jatuh tempo, nilai kewajiban akan
makin mendekati nilai nominal (face value) kewajiban.
Pelunasan
Pelunasan adalah tindakan atau upaya yang sengaja dilakukan oleh kesatuan usaha
untuk memenuhi (to satisfy) kewajiban pada saatnya dan dalam kondisi normal
usaha (in due course of business) sehingga dia terbebas dari kewajiban tersebut.
Pada mulanya FASB menetukan kriteria lenyapnya suatu kewajiban dalam SFAC
No. 76 (prg. 3) sebagai berikut:
1. Debitor membayar/melunasi kreditor dan bebas dari semua keharusan
yang berkaitan dengan utang.
2. Debitor telah dibebaskan secara hukum dari statusnya sebagai penanggung
utang (obligor) utama baik oleh keputusan pengadilan maupun oleh
kreditor dan dapat dipastikan (probable) bahwa kreditor tidak akan
diharuskan untuk melakukan pembayaran di masa datang yang berkaitan
dengan utang dengan penjaminan dalam bentuk apapun (debt under any
guarantees).
3. Debitor menaruh kas atau aset lainnya yang tidak dapat ditarik kembali
dalam suatu perwalian (trust) yang semata-mata digunakan untuk
pelunasan pembayaran bunga serta pokok suatu pinjaman tertentu dan
sangat kecil kemungkinan bagi debitor untuk diharuskan lagi melakukan
pembayaran di masa datang yang berkaitan dengan pinjaman tersebut.
Ketentuan di atas telah diganti melalui SFAS No. 125 yaitu:
1. Debitor membayar kreditor dan terbebaskan dari keharusan yang melekat
pada kewajiban.
2. Debitor telah dibebaskan secara hukum dari statusnya sebagai penanggung
utang (obligor) utama baik oleh keputusan pengadilan maupun oleh
kreditor.
Transfer Aset Finansial
Untuk melunasi kewajiban, suatu entitas dapat mentransfer aset finansial
(termasuk kas), barang, atau jasa. Pada umumnya, bila kewajiban telah dilunasi
dengan mentransfer secara penuh kas, barang, atau jasa ke debitor, maka pada saat
itu pelunasan dianggap tuntas. Debitor tidak lagi terlibat dengan aset atau kreditor
secara finansial. Pelunasan kewajiban dengan aset finansial juga dapat bersifat
tuntas bila penyerahan aset finansial bersifat takbersyarat dan dianggap sebagai
penjualan. Artinya, aset finansial dianggap dijual secara tunai dan kas yang
diterima seketika itu pula dianggap untuk melunasi kewajiban.
Pelunasan Sebelum Jatuh Tempo
Bila kewajiban dilunasi pada saat jatuh tempo, nilai jatuh tempo (nominal) dengan
sendirinya merefleksi nilai sekarang (saat pelunasan) kewajiban sehingga tidak
ada selisih antara jumlah rupiah yang dibayar dan nilai nominal. Nilai jatuh tempo
juga akan sama dengan nilai buku atau nilai bawaan (carrying value) kewajiban
karena proses amortisasi selisih antara nominal dan nilai pasar pada saat
penerbitan utang (misalnya obligasi). Selama beredar, nilai pasar atau nilai
sekarang kewajiban berfluktuasi mengikuti tingkat bunga yang berlaku tetapi pada
umumnya fluktuasi tersebut tidak diakui dalam pembukuan debitor. Dengan kata
lain, debitor tidak mengakui adanya untung atau rugi fluktuasi harga. Oleh karena
itu, bila utang dilunasi sebelum jatuh tempo (APBO No. 26 menyebutnya sebagai
early extinguishment of debt), debitor harus menebus utang tersebut dengan harga
pasarnya sehingga dapat terjadi selisih antara nilai bawaan dan nilai penebusan.
Utang Terkonversi
Instrumen finansial pada dasarnya merupakan alat pembayaran atau penjaminan
sehingga dapat digunakan oleh pemegangnya untuk melunasi utang. Utang
terkonversi atau konvertibel (convertible debt) merupakan salah satu instrumen
finansial tersebut. Sekuritas utang semacam ini biasanya mempunyai status
sebagai kewajiban dan ekuitas sekaligus. Artinya, pemegang instrumen
mempunyai hak istimewa untuk mengubah status utang menjadi ekuitas setiap
saat selama hak tersebut masih berlaku (belum habis). Instrumen semacam ini
merupakan salah satu bentuk dari apa yang disebut sekuritas hibrida (hybrid
securities).
Contoh yang paling sering dijumpai dalam praktik adalah obligasi terkonversi
(convertible bond). Obligasi terkonversi pada umumnya diterbitkan untuk
menarik para investor karena mereka dapat menggeser risiko atau mengubah
status sekuritas menjadi lebih menguntungkan. Hak konversi digunakan untuk
menarik investor untuk mengimbangi tingkat bunga nominal yang terlalu rendah
dibanding tingkat bunga umum. Oleh karena itu, harga perdana biasanya jauh
lebih tinggi dari obligasi biasa (nonterkonversi/nonconvertible) dengan tingkat
risiko (rating) yang sama. Kelebihan ini dapat dipandang sebagai harga hak
konversi yang setara dengan hak opsi atau waran (options atau warrants)
seandainya saham diterbitkan secara terpisah.
Hendriksen dan van Breda (1991, hlm. 688) menunjukkan bahwa obligasi
terkonversi biasanya mempunayai karakteristik sebagai berikut:
1. Tingkat bunga nominal jauh di bawah tingkat bunga pasar untuk obligasi
biasa yang setara.
2. Harga konversi yang ditetapkan lebih tinggi dari harga pasar saham biasa.
3. Harga konversi tidak pernah menurun selama masa hak konversi kecuali
karena penyesuaian yang diperlukan akibat pengambilan hak yang melekat
pada saham biasa seperti dalam hal terjadi pemecahan saham atau dividen
saham.
Penyajian
Secara umum, kewajiban disajikan dalam neraca atas dasar urutan kelancarannya
sejalan dengan penyajian aset. PSAK No. 1 (pasal 39) menggariskan bahwa aset
lancar disajikan menurut likuiditas sedangkan kewajiban disajikan menurut urutan
jatuh tempo. Ini berarti kewajiban jangka pendek disajikan lebih dahulu daripada
kewajiban jangka panjang. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan pembaca
untuk mengevaluasi likuiditas perusahaan. Dari segi urutan perlindungan dan
jaminan (sequence of protection), utang yang dijamin pada umumnya disajikan
lebih dahulu untuk menunjukkan bahwa dalam hal terjadi likuidasi utang ini harus
dibayar lebih dahulu. Juga, dari sudut urutan perlindungan, kewajiban disajikan
lebih dahulu daripada ekuitas.
PSAK No. 1 menentukan bahwa semua kewajiban yang tidak memenuhi kriteria
sebagai kewajiban jangka pendek harus diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka
panjang. Suatu kewajiban diklasifikasi sebagai kewajiban jangka pendek bila
(paragraph 44):
1. diperkirakan akan diselesaikan dalam jangka waktu siklus normal operasi
perusahaan; atau
2. jatuh tempo dalam jangka waktu dua belas bulan dari tanggal neraca.
Hak Mengkompensasi
Telah disinggung sebelumnya bahwa kewajiban tidak selayaknya disajikan di
neraca dengan mengkompensasinya atau mengkontraknya dengan aset yang
dianggap berkaitan. Ada kalanya hak mengkompensasi diperbolehkan bila kondisi
tertentu dipenuhi. Kondisi ini biasanya berkaitan dengan apa yang disebut sebagai
kontrak bersyarat (conditional contracts) dan kontrak pertukaran (exchange
contracts).
Kontrak bersyarat adalah kontrak yang hak dan kewajibannya bergantung pada
timbulnya kejadian masa datang tertentu yang belum tertentu terjadi dan dapat
mengubah saat (timing) penerimaan, penyerahan, atau pertukaran jumlah rupiah
atau instrumen keuangan. Contoh kontrak semacam ini misalnya adalah futures
contracts dan forward purchase-sale contract. Kontrak pertukaran adalah
kontrak yang mewajibkan adanya pertukaran aset dan kewajiban di masa datang
dan bukan hanya transfer aset dari satu pihak saja. Contoh kontrak semacam ini
misalnya adalah interest rate swaps dan currency swaps.
Hak mengkompensasi adalah hak yuridis debitor, lantaran kontrak atau lainnya,
untuk menghapus semua atau sebagian utang kepada pihak lain dengan cara
mengkompensasi utang tersebut dengan jumlah yang pihak lain berutang kepada
debitor. Hak mengkompensasi dikatakan ada bilamana semua kondisi berikut
dipenuhi:
1. Tiap pihak dari dua pihak yang berkontrak utang kepada yang lain suatu
jumlah rupiah tertentu.
2. Pihak pelapor (reporting party) mempunyai hak mengkompensasi jumlah
yang diutangnya dengan jumlah yang diutang pihak lain.
3. Pihak pelapor memang berniat untuk mengkompensasi.
4. Hak mengkompensasi terpaksakan secara hukum.
KEWAJIBAN Vs EKUITAS
Perbedaan antara kewajiban dan ekuitas pemilik telah dikaburkan
dalam tahun-tahun terakhir oleh munculnya berbagai macam instrument
keuangan yang mempunyai karakteristik baik kewajiban maupun
ekuitas.Surat utang konvertibel digunakan sebagai contoh dari kesulitan-
kesulitan yang dihadapi.
Kewajiban
Klasifikasi instrumen keuangan ditentukan berdasarkan substansi
pengakuan awal transaksi (contractual arrangement on initial
recognition). Apabila pada awal transaksi penyerahan suatu instrumen
keuangan mengandung kewajiban kontraktual untuk menyerahkan uang
tunai atau sejenisnya di masa yang akan datang, maka instrumen keuangan
tersebut digolongkan sebagai kewajiban .
Ekuitas
Apabila pemegang instrumen keuangan tak mempunyai hak keuangan
masa depan pada penerbit instrumen, namun berhak secara proporsional
atas dividen atau distribusi berlandas ekuitas, maka instrumen tersebut
digolongkan sebagai ekuitas. Instrumen keuangan yang tak mengandung
pemaksaan pelaksanaan kewajiban keuangan pada saat perusahaan dalam
kondisi kurang menggembirakan, digolongkan sebagai instrumen ekuitas.
II. EKUITAS DAN PENGUKURANNYA
A. SIFAT DASAR EKUITAS
Ekuitas mencakup semua yang meminjamkan uang ke perusahaan
Aktiva = ekuitas, karenanya mereka akan menganggap akuitas
kreditor dan ekuitas pemilik sebagai dua jenis ekuitas.
Ekuitas mencakup hanya ekuitas pemilik dan menyebutkan
ekuitas ekuitas kreditor sebagai kewajiban.
Ekuitas = Kewajiban + Ekuitas
Menyamakan ekuitas dengan hak dari pemegang saham
Ekuitas pemilik
disebut sebagai modal atau ekuitas pemegang saham dalam suatu
perseroan, yang merupakan selisih antara aktiva perseroan dan
kewajibannya dan inilah yang disebut sebagai aktiva bersih dari
perseroan tersebut.
Secara tradisional, ekuitas pemilik dibagi menjadi 2:
1. Modal yang diinvestasikan (modal yang disetor), juga mencakup laba
ditahan yang dikapitalisasi.
a. Modal saham, mencakup baik saham biasa maupun saham
preferen pada nilai pari yaitu nilai yang ditetapkan.
b. Modal disetor yang melebihi nilai pari, atau agio saham, yang
dapat dipecah menurut sumbernya.
Saham treasuri, adalah saham yang dibeli kembali oleh
perusahaan biasanya dipisahkan dalam suatu akun.
2. Laba ditahan
Perbedaan Hutang dengan ekuitasBerdasarkan kriteria definisi dan pengakuan dibahas dalam bab ini, kita dapat
setuju bahwa saham yang dikeluarkan untuk membentuk bagian investor dari ekuitas dan pinjaman dari kreditur merupakan kewajiban. Namun, pertanyaan diajukan tentang instrumen hibrida yang memiliki karakteristik dari kedua hutang dan ekuitas. Sebagai contoh, saham preferensi secara tradisional dianggap sebagai modal dan, karena itu, sebagai bagian dari ekuitas pemilik ', tetapi mereka memiliki karakteristik yang juga menyelaraskan mereka dengan kewajiban, seperti berikut:
- Mereka adalah tetap klaim- Mereka mungkin tidak berpartisipasi dalam dividen lain dari pada tingkat pra-
tertentu (mirip dengan bunga)- Mereka memiliki prioritas atas saham biasa dalam pengembalian modal (seperti
halnya kewajiban)- Mereka umumnya melakukan tidak memiliki hak suara
Meskipun mereka adalah saham disebut, kemungkinan bahwa mereka kadang-kadang memenuhi definisi kewajiban, dan harus diklasifikasikan sebagai
kewajiban.Klasifikasi instrumen keuangan sebagai kewajiban atau ekuitas memiliki efek luar neraca sejak klasifikasi menentukan apakah bunga, dividen, kerugian atau keuntungan yang berhubungan dengan instrumen yang diakui sebagai pendapatan atau beban dalam menghitung laba bersih, atau apakah mereka diperlakukan sebagai distribusi dari keuntungan dihitung. Distribusi bunga, dividen, kerugian dan keuntungan yang terkait dengan instrumen keuangan atau komponen dari instrumen keuangan yang kewajiban diakui sebagai pendapatan atau beban. Sebaliknya, distribusi kepada pemegang instrumen ekuitas diperlakukan sebagai pembagian keuntungan setelah mereka telah dihitung.
Tujuan membedakan antara pemilik modal dan kewajiban adalah untuk meningkatkan manfaat informasi bagi pengambilan keputusan. pertanyaan menarik yang diajukan tentang bagaimana investor melihat efek hibrida yang disebut, yang menggabungkan kedua fitur hutang dan ekuitas seperti catatan konversi, saham preferensi ditebus dan hutang subordinasi.IASB menginginkan perbedaan yang lebih baik antara instrumen ekuitas dan non-ekuitas. Titik awalnya adalah gagasan bahwa semua instrumen abadi adalah modal. Selain itu, instrumen dipertukarkan sesuai dengan pilihan penerbit akan ekuitas. Sebaliknya, kewajiban adalah wajib diuangkan pada tanggal tertentu atau tanggal atau pasti terjadi.
Klasifikasi Kewajiban
Klasifikasi Kewajiban dapat diklasifikasikan menjadi 2 golongan: 1. Kewajiban
Lancar/Jangka Pendek Kewajiban lancar adalah kewajiban-kewajiban yang
penyelesaiannya harus dilakukan dengan menggunakan aktiva lancar atau
pembentukan kewajiban lancar lainnya. Kewajiban ini jatuh tempo dalam waktu satu
tahun. Jangka waktu tahun ini merupakan waktu arbitrer yang banyak dipilih dan
digunakan dalam praktik karena sesuai dengan periodisasi akuntansi. Apabila siklus
usaha suatu perusahaan berjangka waktu lebih dari satu tahun, maka kewajiban-
kewajiban yang akan jatuh tempo dalam satu siklus usaha yang akan datang dapat
dianggap sebagai kewajiban lancar. Kewajiban lancar yang biasanya terdapat dalam
sebuah perusahaan adalah: (1) utang dagang; (2) utang wesel; (3) utang bank; (4)
utang beban; (5) utang pajak penghasilan dan (6) utang sewa jangka panjang. Utang
dagang : kewajiban lancar yang timbul sebagai akibat dari kegiatan usaha normal
perusahaan, seperti pembelian barang dagang dan jasa. Utang wesel, seperti halnya
utang dagang, dapat berasal dari pembelian barang dagang, tetapi utang wesel dapat
juga berasal dari pemerimaan pinjaman. Utang Pajak Penghasilan : pajak penghasilan
tahun berjalan yang masih harus dibayar, setelah diperhitungkan pajak yang dibayar
dimuka. Utang obligasi : janji tertulis (surat utang) untuk membayar sejumlah uang
tertentu dalam jangka waktu tertentu. Utang sewa jangka panjang (long term lease
obligation) : masa sewa berlangsung dalam jangka waktu lama, bahkan tidak jarang
selama jangka waktu kegunaan aktiva. 2. Kewajiban Jangka Panjang Kewajiban jangka
panjang adalah kewajiban-kewajiban yang jatuh tempo lebih dari satu tahun. Tetapi,
bagian kewajiban jangka panjang yang akan jatuh tempo dalam jangka waktu satu
tahun digolongkan sebagai kewajiban lancar, tahun berikutnya dianggap jangka
panjang. Dari sudut nilai ada 2 (dua) macam kewajiban yaitu: (1) jumlahnya telah pasti
dan; (2) jumlahnya merupakan taksiran. Disamping itu, kewajiban juga dapat
digolongkan menjadi : (1) yang status kewajibannya telah pasti dan; (2) kepastian
timbulnya kewajiban masih tergantung pada kejadian di masa datang. Kebanyakan
kewajiban bersar dari jenis status pasti ditentukan dalam perjanjian. Contoh: utang
dagang, wesel bayar, utang bank, utang pajak penghasilan, utang obligasi dasn utang
sewa jangka panjang. Dalam beberapa hal, jumlah kewajiban masih belum dapat
ditentukan. Walaupun demikian, kewajibannya sendiri sudah pasti ada. Daslam
keadaan demikian, jumlah kewajiban harus ditaksir. Kewajiban yang termasuk dalam
jenis ini adalah utang beban, dan utang pensiun
PELAPORAN DAN ANALISIS HUTANG JANGKA PANJANG
PEMBIAYAAN DI LUAR NERACA
Pembiayaan di luar neraca(off-balance-sheet financing) adalah suatu upaya
untuk meminjam uang dengan cara sedemikian rupa sehingga kewajibannya tidak
tercatat.
Ilustrasi
Salah satu bentuk pembiayaan di luar neraca adalah perjanjian pembiayaan
proyek(project financing arrangements). Perjanjian pembiayaan ini timbul apabila:
1. dua entitas atau lebih membentuk entitas baru untuk membangun suatu
pabrik operasi yang akan digunakan oleh kedua belah pihak.
2. entitas baru itu meminjam dana untuk membangun proyek tersebut dan
membayar hutang dari hasil yang diterima proyek.
3. pembayaran hutang dijamin oleh perusahaan yang membentuk entitas baru
itu.
Keunggulan dari perjanjian ini adalah perusahaan yang membentuk entitas baru tidak
harus melaporkan kewajiban pada pembukuannya.
Bentuk perjanjian proyek ada dua, yaitu:
1. Kontrak ambil-atau-bayar(take-or-pay contract)
2. Perjanjian through-put(through-put agreements)
Dasar Pemikiran
Terdapat beberapa alasan mengapa perusahaan berusaha mengadakan
perjanjian pembiayaan diluar neraca
1. Banyak yang berpendapat bahwa peniadaan hutang akan mempertinggi mutu
neraca dan memungkinkan kredit diperoleh dengan lebih cepat serta dengan biaya
yang lebih ringan
2. Ketentuan pinjaman seringkali menetapkan pembatasan atas jumlah hutang
yang dapat dimiliki
3. Dikemukakan oleh beberapa pihak bahwa sisi aktiva dari neraca dinyatakan
terlalu rendah. Sebagai contoh: perusahaan yang menggunakan metode LIFO
seringkali mempunyai jumlah persediaan, properti, pabrik, dan peralatan jauh lebih
rendah dari nilai berjalan. Sebagai pengimbang terhadap nilai yang rendah ini,
beberapa manajemen berpendapat bahwa bagian dari hutang itu tidak perlu
dilaporkan. Dengan kata lain, jika aktiva dilaporkan pada nilai berjalan, maka tidak
disangsikan lagi akan terdapat tekanan yang lebih ringan untuk pembiayaan di luar
neraca.
PENYAJIAN DAN ANALISIS HUTANG JANGKA PANJANG
Penyajian Hutang Jangka Panjang
Perusahaan yang mempunyai banyak terbitan hutang jangka panjang dalam
jumlah besar seringkali hanya melaporkan satu jumlah dalam neraca dan
mendukungnya dengan komentar serta skedul dalam catatan yang menyertainya.
Setiap aktiva yang digadaikan sebagai jaminan atas hutang itu harus ditunjukkan
dalam kelompok aktiva di neraca. Hutang jangka panjang yang jatuh tempo dalam
satu tahun harus dilaporkan sebagai kewajiban lancar, kecuali jika penarikan itu
dipenuhi dengan aktiva selain aktiva lancar. Jika hutang itu akan di danai kembali,
dikonversi menjadi saham, atau ditarik dari dana pelunasan obligasi, maka hal itu
harus dilaporkan sebagai pos tidak lancar dan disertai dengan catatan penjelasan
mengenai metode yang digunakan dalam likuidasinya. Pengungkapan juga diperlukan
pada pembayaran masa depan untuk kebutuhan dana pelunasan dan jumlah jatuh
tempo hutang jangka panjang selama 5 tahun ke depan.
Analisis Hutang Jangka Panjang
Rasio hutang terhadap total aktiva dan berapa kali bunga dihasilkan adalah
dua rasio yang memberikan informasi tentang kemampuan membayar hutang dan
solvensi jangka panjang perusahaan.