TATALAKSANA KESEHATAN PETERNAKAN SAPI PERAH
RAKYAT DI KECAMATAN CISARUA KABUPATEN BOGOR
(Studi Kasus KTTSP Baru Sireum)
FARAH NURUL MAULIDA
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Tatalaksana Kesehatan
Peternakan Sapi Perah Rakyat di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor (Studi
Kasus KTTSP Baru Sireum) adalah benar karya Saya dengan arahan dari Dosen
Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari Penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis Saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2013
Farah Nurul Maulida
NIM B04080077
ABSTRAK
FARAH NURUL MAULIDA. Tatalaksana Kesehatan Peternakan Sapi Perah
Rakyat di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor (Studi Kasus KTTSP Baru
Sireum). Dibimbing oleh ABDUL ZAHID ILYAS dan CHAERUL BASRI.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran manajemen
paternakan sapi perah rakyat di Cisarua, Bogor. Penelitian ini dilakukan sejak
bulan Januari sampai Juli 2012. Responden terdiri dari 13 peternak rakyat dari
KTTSP Baru Sireum. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara
menggunakan kuesioner dan checklist tentang karakteristik peternak, manajemen
pemeliharaan ternak, manajemen kesehatan dan reproduksi, dan manajemen
sanitasi. Data dianalisis menggunakan uji korelasi Spearman. Hasil penelitian
menunjukkan tidak adanya hubungan yang nyata antara karakteristik peternak
dengan tatalaksana peternakan. Sebagian besar peternak di daerah tersebut
termasuk ke dalam kategori baik dalam mengelola peternakan sapi perah rakyat,
kecuali dalam pengelolaan manajemen kesehatan dan reproduksi dan manajemen
penanganan limbah.
Kata kunci: peternakan sapi perah rakyat, manajemen, sapi perah, kesehatan
ABSTRACT
FARAH NURUL MAULIDA. Health Management of Smallholder Dairy
Farming in Cisarua, Bogor. (Case Study in KTTSP Baru Sireum). Supervised by
ABDUL ZAHID ILYAS and CHAERUL BASRI.
The aim of this study was to describe the smallholder dairy farming’s
management at Cisarua, Bogor. This study was conducted during January until
July 2012. Respondent were consisting of 13 smallholder dairy farmer from
KTTSP Baru Sireum. The data were collected by interview used questionnaires
and checklist about farmers characteristic, management practices of farmers,
health and reproduction management, and sanitation. Data were analyzed by using
rank Spearman correlation test. The research showed that characteristics of
farmers has not significantly correlation with farm management. Majority of
farmers in those area were included in good category in managing their
smallholder dairy farm, except in health and reproduction management and waste
management.
Keywords: smallholder dairy farming, management, dairy cattle, health
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan
TATALAKSANA KESEHATAN PETERNAKAN SAPI
PERAH RAKYAT DI KECAMATAN CISARUA KABUPATEN
BOGOR (Studi Kasus KTTSP Baru Sireum)
FARAH NURUL MAULIDA
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul Skripsi : Tatalaksana Kesehatan Peternakan Sapi Perah Rakyat di
Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor (Studi Kasus KTTSP Baru
Sireum)
Nama : Farah Nurul Maulida
NIM : B04080077
Disetujui oleh
Drh. Abdul Zahid Ilyas, MSi
Pembimbing I
Drh. Chaerul Basri, M. Epid
Pembimbing II
Diketahui oleh
Drh. Agus Setiyono, MS. PhD. APVet
Wakil Dekan
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2012 ini ialah
peternakan sapi perah, dengan judul Tatalaksana Kesehatan Peternakan Sapi
Perah Rakyat di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor (Studi Kasus KTTSP Baru
Sireum).
Terima kasih Penulis ucapkan kepada Bapak drh. Abdul Zahid Ilyas, M.Si
dan Bapak drh. Chaerul Basri, M.Epid selaku Pembimbing, serta Ibu Dr. Ir. Etih
Sudarnika, M.Si yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan
Penulis sampaikan kepada Bapak H. Erif Kemal Syarif dan drh. M. Dwi Satrio
dari KTTSP Baru Sireum, Arpha yang telah membantu selama pengumpulan data,
dan drh. Indra Dwi Rasmana yang selalu setia mendampingi Penulis. Ungkapan
terima kasih juga disampaikan kepada Mamah, Apa, Aa, Teteh, keluarga, teman-
teman Paguyuban, serta Avenzoar atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2013
Farah Nurul Maulida
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 1
METODE 2
Waktu dan Tempat Penelitian 2
Instrumen Penelitian 2
Persiapan 2
Perizinan 2
Penentuan responden dan teknik sampling 2
Pengembangan kuesioner dan checklist 2
Pengumpulan Data 2
Analisis Data 3
HASIL DAN PEMBAHASAN 3
Karakteristik Responden 3
Manajemen Pemeliharaan 5
Manajemen Kesehatan 7
Manajemen Reproduksi 9
Manajemen Sanitasi 10
Penilaian Tatalaksana Peternakan 11
Aspek lokasi, bangunan dan fasilitas kandang 11
Aspek higiene dan sanitasi 13
Aspek manajemen kesehatan dan reproduksi 14
Aspek penanganan limbah 15
Aspek Tatalaksana Peternakan 16
Hubungan antara Karakteristik Peternak dengan Tatalaksana Peternakan 16
SIMPULAN DAN SARAN 17
Simpulan 17
Saran 17
DAFTAR PUSTAKA 17
LAMPIRAN 19
RIWAYAT HIDUP 26
DAFTAR TABEL
1 Karakteristik peternak sapi perah KTTSP Baru Sireum 4 2 Manajemen perkandangan di KTTSP Baru Sireum 5 3 Manajemen pakan, sumber air dan limbah di KTTSP Baru Sireum 6 4 Manajemen kesehatan ternak di KTTSP Baru Sireum 8 5 Manajemen reproduksi di KTTSP Baru Sireum 9
6 Manajemen sanitasi di KTTSP Baru Sireum 10 7 Penilaian aspek lokasi, bangunan dan fasilitas kandang secara umum 11 8 Penilaian aspek lokasi, bangunan dan fasilitas kandang secara spesifik 12 9 Penilaian aspek higiene dan sanitasi secara umum 13
10 Penilaian aspek higiene dan sanitasi secara spesifik 13 11 Penilaian aspek manajemen kesehatan dan reproduksi secara umum 14 12 Penilaian aspek manajemen kesehatan dan reproduksi secara spesifik 14 13 Penilaian aspek penanganan limbah secara umum 15 14 Penilaian aspek penanganan limbah secara spesifik 15 15 Penilaian tatalaksana peternakan 16 16 Hubungan karakteristik peternak dengan tingkat tatalaksana peternakan 16
DAFTAR LAMPIRAN
1 Kuesioner Tatalaksana Kesehatan Peternakan Sapi Perah Rakyat di KTTSP
“Baru Sireum” Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor 19
2 Checklist Tatalaksana Kesehatan Peternakan Sapi Perah 24
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani yang sangat
penting. Produk utama dari usaha ternak sapi perah adalah susu. Susu sapi
mengandung semua bahan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan anak sapi yang
dilahirkan. Susu mengandung zat gizi bernilai tinggi yang dibutuhkan bagi
kehidupan masyarakat dari segala lapisan umur untuk menjaga kesehatan,
pertumbuhan, dan kecerdasan berpikir (Rusdiana dan Sejati 2009).
Keberhasilan usaha peternakan sapi perah sangat tergantung dari
keterpaduan langkah terutama di bidang pembibitan (breeding), pakan (feeding),
dan tatalaksana (management). Ketiga bidang tersebut kelihatannya belum dapat
dilaksanakan dengan baik. Hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan dan
keterampilan peternak serta masih melekatnya budaya pola berfikir jangka pendek
tanpa memperhatikan kelangsungan usaha sapi perah jangka panjang. Oleh karena
itu, dibutuhkan peningkatan pengetahuan dan pemahaman peternak tentang
manajemen sapi perah yang baik sehingga akan meningkatkan produksi susu yang
dihasilkan dan berdampak positif terhadap peningkatan ekonomi peternak.
Beberapa permasalahan penting yang menyebabkan pengembangan sapi
perah di Indonesia mengalami kelambanan menurut Siregar (1992), yaitu:
1. Permintaan akan komoditi susu segar tidak menunjukkan peningkatan yang
pesat.
2. Kurangnya tenaga inseminator pada daerah yang memiliki populasi sapi
perah yang tinggi.
3. Terbatasnya ketersediaan hijauan makanan ternak pada daerah yang
memiliki populasi sapi perah yang tinggi.
4. Masalah penyakit yang dapat menyerang ternak sapi perah.
5. Tidak semua peternak dapat memasarkan hasil produksinya dengan baik dan
lancar.
Kecamatan Cisarua merupakan kecamatan di Kabupaten Bogor yang
memiliki populasi sapi perah yang tinggi disamping kecamatan sentra sapi perah
lainnya yaitu Cibungbulang, Pamijahan, dan Cijeruk (Zandos 2011). Dilihat dari
segi lokasi, daerah ini cocok untuk peternakan sapi perah karena memiliki
ketinggian 955 m di atas permukaan laut (dpl) dengan suhu lingkungan berkisar
antara 18 – 22 oC. Selain itu ketersediaan sumber daya alam (rumput) yang cukup
dan baik juga membuat usaha ini dapat berjalan dengan lancar (Hertika 2008).
Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Mengetahui karakteristik peternak, manajemen pemeliharaan, manajemen
kesehatan, manajemen reproduksi, dan sanitasi.
2. Menilai tatalaksana peternakan secara umum yang meliputi aspek lokasi,
bangunan, dan fasilitas kandang; aspek higiene dan sanitasi; aspek
manajemen kesehatan dan reproduksi, dan; aspek penanganan limbah.
3. Mengetahui faktor-faktor yang berkorelasi dengan tatalaksana peternakan.
2
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada Kelompok Tani Ternak Sapi Perah (KTTSP)
Baru Sireum, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor. Waktu penelitian dilakukan
pada bulan Januari - Juli 2012.
Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan mencakup kuesioner untuk
mewawancarai peternak dan checklist untuk penilaian (assesment) tatalaksana
kesehatan dan reproduksi. Selain itu, juga digunakan alat tulis untuk mencatat
data-data hasil observasi.
Persiapan
Perizinan. Sebelum pelaksanaan penelitian, terlebih dahulu dilakukan
pengurusan perizinan dengan Ketua KTTSP Baru Sireum untuk kelancaran dalam
melakukan studi.
Penentuan responden dan teknik sampling. Responden adalah seluruh
peternak yang terdaftar di KTTSP Baru Sireum, Kecamatan Cicarua, Kabupaten
Bogor. Teknik yang digunakan adalah metode sensus.
Pengembangan kuesioner dan checklist. Kuesioner yang digunakan
terdiri atas pertanyaan yang meliputi karakteristik peternak, manajemen
pemeliharaan, kesehatan ternak, reproduksi, dan sanitasi. Checklist tatalaksana
kesehatan dan reproduksi terdiri dari aspek lokasi, bangunan, dan fasilitas
kandang; aspek higiene dan sanitasi; aspek kesehatan dan reproduksi, dan;
penanganan limbah. Penilaian dalam checklist menggunakan kalimat negatif dan
penyimpangannya dikategorikan sebagai baik, cukup, dan buruk.
Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara mewawancarai peternak
responden dengan menggunakan kuesioner yang telah disusun secara terstruktur.
Penilaian menggunakan checklist dilakukan dengan cara pengamatan dan
pencatatan langsung oleh peneliti di lokasi peternakan. Keseluruhan checklist
terdiri dari 32 pernyataan, jika terjadi penyimpangan diberi nilai 0 dan apabila
tidak terjadi penyimpangan atau baik diberi nilai 1.
Kriteria aspek lokasi, bangunan, dan fasilitas kandang ditentukan melalui
penilaian berdasarkan 15 pernyataan. Total nilai aspek ini berjumlah 15. Penilaian
mengenai aspek lokasi, bangunan, dan fasilitas kandang yaitu:
Aspek dinilai buruk jika nilai < 6
Aspek dinilai cukup jika nilainya antara 6 – 10
Aspek dinilai baik jika nilai > 10
3
Kriteria aspek higiene dan sanitasi terdiri dari 7 pernyataan. Total nilai
aspek ini berjumlah 7. Penilaian mengenai aspek higiene dan sanitasi yaitu:
Aspek dinilai buruk jika nilai < 3
Aspek dinilai cukup jika nilainya 3 - 5
Aspek dinilai baik jika nilai > 5
Kriteria aspek kesehatan dan reproduksi ditentukan melalui penilaian
berdasarkan 8 pernyataan. Total nilai aspek ini berjumlah 8. Penilaian mengenai
aspek kesehatan dan reproduksi yaitu:
Aspek dinilai buruk jika nilai < 4
Aspek dinilai cukup jika nilainya antara 4 – 6
Aspek dinilai baik jika nilai > 6
Kriteria aspek penanganan limbah ditentukan melalui penilaian berdasarkan 2
pernyataan. Total nilai aspek ini berjumlah 2. Penilaian mengenai penanganan
limbah yaitu:
Aspek dinilai buruk jika nilai 0
Aspek dinilai cukup jika nilainya 1
Aspek dinilai baik jika nilai 2
Tatalaksana peternakan ditentukan berdasarkan penilaian keseluruhan
aspek (aspek lokasi, bangunan, dan fasilitas kandang; aspek higiene dan sanitasi;
aspek manajemen kesehatan dan reproduksi, dan; aspek penanganan limbah).
Total nilai berjumlah 32. Penilaian mengenai tatalaksana peternakan yaitu:
Peternakan dinilai buruk jika nilai < 11
Peternakan dinilai cukup jika nilai antara 11 – 22
Peternakan dinilai baik jika nilai > 22
Analisis Data
Data yang diperoleh dan dikumpulkan dianalisis secara deskriptif
menggunakan program Microsoft Excell 2007 dan SPSS 16.0. Data yang telah
dikumpulkan diolah dalam tabel beserta variabelnya. Hubungan antar variabel
ditentukan dengan menggunakan uji korelasi Spearman. Variabel yang diuji yaitu
karakteristik peternak terhadap tatalaksana peternakan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Responden
Karakteristik responden yang diamati dalam penelitian ini meliputi jenis
kelamin, umur, pendidikan terakhir, penyuluhan atau pelatihan bidang peternakan,
lama beternak, status pekerjaan, pendapatan per bulan, dan total populasi.
Karakteristik responden dapat dilihat pada Tabel 1.
4
Tabel 1 Karakteristik peternak sapi perah KTTSP Baru Sireum
No. Karakteristik responden Jumlah
responden % dari total responden
1. Jenis kelamin Laki-laki 13 100.0 Perempuan 0 0.0
2. Umur ≤ 50 tahun 8 61.5 > 50 tahun 5 38.5
3. Pendidikan terakhir
SD 9 69.2 SMP 0 0.0
SMA 4 30.8
4. Lama beternak < 5 tahun 1 7.7 5 – 10 tahun 2 15.4 >10 tahun 10 77.0
5. Penyuluhan (dalam 1 tahun terakhir)
Ya 9 69.2 Tidak 4 30.8
6. Status pekerjaan Pemilik 12 92.3 Pekerja 1 7.7
7. Pendapatan bersih per bulan dari hasil peternakan
< 2.5 juta 6 46.2
2.5 – 5 juta 3 23.1 >5 juta 2 15.4
Tidak tentu 2 15.4
8. Total populasi ternak
1 – 10 ekor 5 38.5 > 10 ekor 8 61.5
Responden yang berada di KTTSP Baru Sireum seluruhnya berjenis
kelamin laki-laki, berkisar antara umur 30-80 tahun. Umur responden terbagi atas
dua kategori, yaitu peternak yang berumur kurang dari atau sama dengan 50 tahun
dan peternak yang berumur lebih dari 50 tahun. Komposisi umur tersebut
mengindikasikan bahwa sebagian besar responden dalam umur produktif.
Semakin muda usia responden (usia produktif) rasa keingintahuan terhadap
sesuatu semakin tinggi dan semakin tinggi pula minat untuk mengadopsi
kemajuan teknologi. Sebagian besar responden telah beternak sapi perah lebih dari
sepuluh tahun. Menurut Lestariningsih dan Basuki (2008) pengalaman beternak
berpengaruh terhadap keterampilan dan tingkat pengetahuan peternak mengenai
ternaknya. Selain itu pengalaman beternak dapat dijadikan suatu pedoman dan
penyesuaian terhadap suatu permasalahan yang dihadapi peternak pada masa yang
akan datang.
Secara umum tingkat pendidikan responden memiliki pendidikan terakhir
SD (69.2%) dan SMA (30.8%). Namun banyak peternak yang memiliki
pengetahuan serta keterampilan dalam mengelola usaha ternak berasal dari orang
5
tua atau melalui pelatihan dan penyuluhan yang dilakukan oleh kelompok tani
atau dinas peternakan setempat. Sebanyak 69.2% responden menyatakan pernah
mendapatkan pelatihan atau penyuluhan bidang peternakan. KTTSP Baru Sireum
telah aktif melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan pendidikan para
peternak melalui kegiatan penyuluhan, pelatihan dan pertemuan-pertemuan.
Kegiatan penyuluhan akan mengubah perilaku peternak ke arah yang diharapkan
sehingga pengetahuannya akan lebih meningkat, sikapnya akan lebih positif
terhadap perubahan dan penerimaan inovasi, dan akan lebih terampil di dalam
melaksanakan usaha ternaknya (Yunasaf dan Tasripin 2011).
Pada Tabel 1 dapat dilihat hampir seluruh responden berstatus sebagai
pemilik peternakan. Hal ini mengindikasikan tingkat perhatian dan kualitas kerja
yang baik karena beternak sapi adalah mata pencaharian utama bagi para
responden. Pendapatan bersih peternak adalah hasil pengurangan dari penerimaan
yang diperoleh dengan jumlah biaya yang dikeluarkan selama proses produksi
(Saefullah et al. 2012). Peternak yang menerima penghasilan bersih per bulan
kurang dari 2.5 juta rupiah (46.2%), 2.5 – 5 juta rupiah (23.1%), tidak tentu dan di
atas 5 juta rupiah per bulan masing-masing sebesar 15.4%. Jumlah kepemilikan
ternak sapi perah pada penelitian ini berada pada dua kelompok, yaitu 1 – 10 ekor
(38.5%) dan di atas 10 ekor (61.5%). Dapat dilihat bahwa masih cukup banyak
peternak yang memiliki sapinya kurang dari 10 ekor, hal tersebut dapat
mempengaruhi tingkat pendapatan bagi peternak itu sendiri. Jumlah kepemilikan
sapi perah yang ideal agar usaha ini menguntungkan dan dapat menjamin
pendapatan peternak adalah minimal 10 ekor (Sudono 1999).
Manajemen Pemeliharaan
Manajemen pemeliharaan sapi perah mencakup manajemen perkandangan,
serta manajemen pakan dan sumber air. Tabel 2 menunjukkan manajemen
perkandangan di KTTSP Baru Sireum.
Tabel 2 Manajemen perkandangan di KTTSP Baru Sireum
No. Perkandangan Jumlah
responden
% dari total
responden
1. Lantai kandang
Semen/paving 13 100.0
Kayu/papan 0 0.0
2. Atap kandang
Genteng 1 7.7
Seng 2 15.4
Asbes 10 76.9
3. Kandang pedet
Ada 12 92.3
Tidak ada 1 7.7
4. Kandang pejantan
Ada 2 15.4
Tidak ada 11 84.6
6
Keseluruhan responden menggunakan lantai kandang padat yang terbuat
dari semen. Lantai kandang dibuat dengan posisi sedikit miring agar mudah
dibersihkan dan selalu kering. Selain itu juga dibuat selokan atau parit agar tidak
terjadi genangan air. Dengan adanya parit ini maka air pembersih lantai, air untuk
memandikan sapi, urin, dan kotoran sapi dapat mudah terkumpul, yang
selanjutnya dapat disalurkan ke penampungan biogas atau langsung ke selokan.
Sebagian besar responden menggunakan asbes sebagai atap kandang. Pada
daerah-daerah yang banyak angin tidak dianjurkan memakai bahan atap dari
genteng. Sedangkan pada daerah-daerah yang berhawa dingin, bahan atap dapat
dari asbes ataupun seng (Siregar 1996). Menurut Soetarno (2003) ditinjau dari
fungsinya kandang sapi perah dapat dibedakan menjadi kandang induk, kandang
pedet, kandang pejantan, dan kandang isolasi. Masing-masing kandang tersebut
memiliki ukuran dan konstruksi yang berbeda.
Manajemen pakan dan sumber air merupakan salah satu aspek yang dinilai
dalam pemeliharaan sapi perah. Secara rinci manajemen pakan dan sumber air
dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Manajemen pakan dan sumber air di KTTSP Baru Sireum
No. Pakan dan sumber air Jumlah
responden % dari total responden
1. Pemberian pakan dalam satu hari
1 kali 0 0.0
2 kali 10 76.9
> 2 kali 3 23.1
2. Waktu pemberian hijauan
Sebelum pemerahan 1 7.7
Setelah pemerahan 11 84.6
Ad libitum 1 7.7
3. Jumlah pemberian hijauan
1 - 30 kg/ekor/hari 6 46.2
30 - 40 kg/ekor/hari 5 38.5
> 40 kg/ekor/hari 2 15.4
4. Pemberian konsentrat
Sebelum pemerahan 9 69.2
Setelah pemerahan 3 23.1
Ad libitum 1 7.7
5. Jumlah pemberian konsentrat
1- 6 kg/ekor/hari 0 0.0
≥ 7 kg/ekor/hari 10 76.9
Tidak tentu/seadanya 3 23.1
6. Sumber air peternakan
Sungai 5 38.5
Mata air gunung 8 61.5
7
Pemberian hijauan dan konsentrat sebagai komponen ransum sapi perah
perlu diperhatikan jumlah, kandungan dan kualitasnya karena ransum tidak hanya
mempengaruhi produksi tetapi juga mempengaruhi kualitas bahan padat susu
(Pangestu et al. 2003). Seluruh responden memberikan hijauan dan konsentrat
dalam ransum ternaknya. Pakan hijauan dapat berupa rumput gajah maupun
rumput lapang. Pakan konsentrat yang digunakan responden merupakan
konsentrat siap pakai yang disediakan oleh KUD. Umumnya responden
memberikan pakan dua kali sehari. Pakan hijauan yang diberikan responden untuk
sapi dewasa sebanyak kurang dari 30 kg/ekor/hari (46.2%), 30-40 kg/ekor/hari
(38.5%), dan lebih dari 50 kg/ekor/hari (15.4%). Pemberian pakan pada sapi perah
dilakukan dua kali sehari rata-rata sebanyak 35-40 kg per ekor per hari untuk sapi
yang diperah (Siregar 2007). Semua responden mendapatkan hijauan dengan cara
mencari sendiri di lahan pegunungan yang berada di kawasan Cisarua.
Mayoritas responden memberikan konsentrat pada sapi dewasa sebanyak
lebih dari atau sama dengan 7 kg per ekor per hari. Jumlah pemberian konsentrat
tersebut telah sesuai dengan pemberian konsentrat ideal menurut Siregar (2007)
yaitu 7 kg per ekor per hari. Sebagian besar responden memberikan konsentrat
sebelum dilakukan pemerahan dan memberikan pakan hijauan setelah pemerahan.
Pemberian konsentrat dilakukan setiap setengah jam sebelum pemerahan, sering
pula pemberian konsentrat dilakukan pada waktu pemerahan. Pemberiannya
sedikit saja agar sapi yang sedang diperah lebih tenang, sedangkan pemberian
hijauan sesudah selesai pemerahan (Siregar 1996). Pemberian konsentrat dan
hijauan yang hampir bersamaan waktunya dapat menurunkan kecernaan hijauan.
Hal ini terjadi karena mikroorganisme dalam rumen mempunyai preferensi untuk
mencerna konsentrat lebih dahulu karena konsentrat lebih mudah dicerna dari
pada rumput (Siregar 1992).
Untuk pemenuhan kebutuhan air minum ternak, air untuk kandang dan
peralatan, responden memperolehnya dari mata air gunung dan air sungai yang
mengalir di dekat peternakan. Letak desa Cibeureum yang berada di daerah
pegunungan memungkinkan peternak untuk mendapatkan sumber air yang sangat
melimpah, baik dari mata air maupun aliran sungai yang belum banyak tercemar
limbah. Namun kualitas air yang berasal dari mata air tentunya lebih baik daripada
air yang diperoleh dari sungai.
Manajemen Kesehatan
Aspek penting dalam peternakan adalah kesehatan ternak. Guna
meminimalisir kerugian yang diakibatkan oleh turunnya produktifitas, biaya
pengobatan, dan risiko kematian ternak maka diterapkan upaya pencegahan sejak
dini. Upaya pencegahan tersebut meliputi pemeriksaan kesehatan dan vaksinasi.
Manajemen kesehatan ternak di KTTSP Baru Sireum dapat dilihat pada Tabel 4.
8
Tabel 4 Manajemen kesehatan ternak di KTTSP Baru Sireum
No. Aspek kesehatan Jumlah responden % dari total responden
1. Pemeriksaan kesehatan
Ya 13 100.0
Tidak 0 0.0
2. Pemeriksa kesehatan
Dokter hewan 9 69.2
Mantri/Paramedis 4 30.8
3. Frekuensi pemeriksaan
1 kali/tahun 3 23.1
2 kali/tahun 1 7.7
tidak teratur 9 69.2
4. Tindakan yang dilakukan bila ada ternak sakit
Diobati sendiri 5 38.5
Diobati dokter hewan/mantri 8 61.5
5. Pelaporan ternak sakit/mati
Dilaporkan 11 84.6
Tidak dilaporkan 2 15.4
6. Vaksinasi rutin ternak
Ya 12 92.3
Tidak 1 7.7
Seluruh responden menyatakan bahwa mereka melakukan pemeriksaan
kesehatan terhadap ternaknya. Pemeriksaan kesehatan dilakukan oleh dokter
hewan dan mantri/paramedis. Frekuensi pemeriksaan kesehatan hewan dilakukan
oleh sebagian besar responden secara tidak tentu atau tidak teratur. Bila terdapat
ternak yang sakit sebanyak 38.5% responden mengobati ternaknya sendiri,
sedangkan 61.5% responden lainnya menyatakan ternaknya diobati oleh doker
hewan. Pengetahuan tata cara dan dosis pemberian obat-obatan terutama
antibiotik sangat penting agar tidak meninggalkan residu pada produk asal hewan
(Gustiani 2009). Oleh karena itu pemberian obat-obatan sebaiknya diberikan oleh
dokter hewan. Mayoritas responden melaporkan ternak yang sakit atau mati
kepada kelompok tani atau pihak terkait.
Hampir seluruh responden melakukan vaksinasi ternak secara rutin oleh
dokter hewan atau mantri. Vaksinasi dilakukan untuk meningkatkan kekebalan
tubuh sapi terhadap penyakit yang disebabkan oleh virus. Vaksinasi yang
dilakukan oleh kelompok tani Baru Sireum adalah Brucellosis dan Antraks.
Vaksin diberikan pada sapi perah yang berumur lebih dari 3 bulan atau lepas sapih
dalam keadaan sehat dan cukup makan. Vaksin brucellosis dilakukan sekali
seumur hidup (Sudibyo 1995), sedangkan vaksinasi antraks rutin dilakukan setiap
tahun.
9
Manajemen Reproduksi
Manajemen reproduksi yang diamati dalam penelitian ini meliputi cara
mengawinkan ternak, faktor inseminator, pemeriksa kebuntingan, proses kelahiran,
pemberian kolostrum, dan penyapihan pedet. Manajemen reproduksi di KTTSP
Baru Sireum dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Manajemen reproduksi di KTTSP Baru Sireum
No. Manajemen reproduksi Jumlah responden % dari total responden
1. Cara mengawinkan ternak
IB 13 100.0
Kawin alami 0 0.0
2. Inseminator
Dokter hewan 8 61.5
Paramedis/mantri 5 38.5
3. Pemeriksa kebuntingan
Dokter hewan 7 53.8
Paramedis/mantri 6 46.2
4. Pembantu proses kelahiran
Dokter hewan 1 7.7
Pekerja 7 53.8
Peternak bersama dokter hewan 5 38.5
5. Pemberian kolostrum
Ya 13 100.0
Tidak 0 0.0
6. Penyapihan pedet
< 6 bulan 13 100.0
≥ 6 bulan 0 0.0
Menurut Sudono et al. (2003), metode perkawinan sapi perah yang umum
dilakukan oleh peternak dibagi menjadi dua macam yaitu kawin alam dan
Inseminasi Buatan (IB). Dapat dilihat pada Tabel 5 seluruh responden
mengawinkan ternaknya dengan cara IB. Sistem IB dinilai lebih menguntungkan
karena praktis, hemat waktu, hemat tenaga, hemat biaya, serta menekan tingkat
penyebaran penyakit. Setelah 2-3 bulan dilakukan IB selanjutnya dilakukan
pemeriksaan kebuntingan. Jika sapi tidak menunjukkan tanda-tanda kebuntingan
maka inseminator akan melakukan IB setelah sapi tersebut birahi kembali.
Inseminasi dan pemeriksaan kebuntingan dilakukan oleh dokter hewan atau
mantri. Dalam menangani proses kelahiran sebagian besar responden (53.8%)
mempercayakan kepada para pekerjanya, dan 38.5% menangani kelahiran
bersama dengan dokter hewan.
Seluruh responden memberikan kolostrum kepada pedetnya segera setelah
dilahirkan. Kolostrum merupakan susu pancaran pertama yang berwarna kuning
agak kental dan berubah menjadi susu biasa sesudah 4-5 hari. Kolostrum
10
mengandung vitamin dan mineral jauh lebih besar dari susu biasa, bersifat
pencahar, dan membantu membersihkan intenstinum pada sapi muda dari kotoran
yang bergumpal (Williamson dan Payne 1993). Disamping itu kolostrum juga
mengandung antibodi yang baik untuk pertumbuhan anak sapi. Anak sapi dapat
dipisahkan dari induknya segera sesudah lahir, tetapi harus diberikan kolostrum
untuk beberapa hari pertama dan sesudah itu dapat diberi minum susu atau
makanan pengganti lain susu. Cara lain, pedet dapat dipelihara penuh bersama
induknya dan kemudian biasanya disapih pada umur 6-8 bulan (Mangkoewidjojo
1988).
Manajemen Sanitasi
Menurut Siregar (1996) pencegahan penyakit pada sapi perah dapat
dilakukan dengan menjaga kebersihan sapi perah, kandang, peralatan yang
digunakan, dan orang yang memelihara atau merawatnya. Gambaran manajemen
sanitasi tersaji pada Tabel 6.
Tabel 6 Manajemen sanitasi di KTTSP Baru Sireum
No. Aspek Sanitasi Jumlah responden % dari total responden
1. Membersihkan kandang
1 kali sehari 1 7.7
2 kali sehari 5 38.5
3 kali sehari 7 53.8
2. Membersihkan peralatan kandang
Setelah digunakan 7 53.8
Sebelum dan setelah digunakan 6 46.2
3. Frekuensi memandikan ternak
2 kali sehari 12 92.3
3 kali sehari 1 7.7
4. Mencuci tangan sebelum/sesudah kontak dengan ternak
Selalu 13 100.0
Kadang-kadang 0 0.0
5. Cara mencuci tangan
Dengan air dan sabun 13 100.0
Hanya air 0 0.0
Semua responden menjaga kebersihan lingkungan sekitar kandang dengan
membersihkannya setiap hari. Rata-rata pembersihan kandang dilakukan dua atau
tiga kali sehari. Responden yang mencuci peralatan kandangnya sebelum dan
setelah digunakan sebanyak 46.2% dan yang membersihkannya setelah digunakan
saja sebanyak 53.8%. Sebenarnya peralatan kandang yang hanya dicuci setelah
digunakan sudah mencukupi dalam upaya menjaga kebersihan peralatan, namun
lebih baik peralatan tersebut dibersihkan sebelum dan setelah digunakan, karena
tidak menutup kemungkinan peralatan tersebut terkena kontaminan saat disimpan.
11
Mayoritas reponden memandikan ternaknya dua kali sehari. Sapi-sapi
mudah menjadi kotor terutama akibat kotoran mereka sendiri yang menempel
pada kulit atau rambut ketika mereka berbaring, ditambah dengan kotoran debu
yang bercampur dengan keringat sapi. Kotoran mengandung parasit sehingga
menimbulkan rasa gatal dan merupakan sumber penyakit. Selain itu tubuh sapi
yang kotor dan rambut yang rontok akan mencemari susu yang dihasilkan. Oleh
karena itu sapi dimandikan secara rutin dua kali sehari sebelum dilakukan
pemerahan.
Seluruh reponden selalu mencuci tangan dengan air dan sabun sebelum dan
sesudah kontak langsung dengan ternak. Dengan demikian risiko serangan
penyakit yang disebabkan oleh virus, bakteri, dan parasit dapat dikurangi
Kebersihan pekerja yang merawat sapi harus selalu terjaga dengan baik, jangan
sampai sapi-sapi perah tertular penyakit tertentu dari tangan para pekerja (Siregar
1996).
Penilaian Tatalaksana Peternakan
Penilaian mengenai tatalaksana peternakan terdiri dari aspek lokasi,
bangunan, dan fasilitas kandang, praktik higiene dan sanitasi, aspek kesehatan dan
reproduksi, serta praktik penanganan limbah.
Aspek lokasi, bangunan dan fasilitas kandang
Secara keseluruhan (100%) penilaian aspek lokasi, bangunan dan fasilitas
kandang masuk ke dalam kategori baik. Sebagian besar peternakan dinilai baik
pada seluruh aspek, seperti yang dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Penilaian aspek lokasi, bangunan, dan fasilitas kandang secara umum
Lokasi, bangunan, dan fasilitas
kandang
Total
n %
Baik 13 100.0
Cukup 0 0
Buruk 0 0
Total 13 100.0
Beberapa aspek yang dinilai memiliki persentase penyimpangan cukup
tinggi yaitu lokasi kandang yang berada tidak jauh dari tempat tinggal atau
pemukiman (76.9%) dan tidak disediakannya kandang khusus untuk
beranak/melahirkan (38.5%). Aspek lokasi, bangunan, dan fasilitas kandang
secara detail dapat dilihat pada Tabel 8.
12
Tabel 8 Penilaian aspek lokasi, bangunan, dan fasilitas kandang secara spesifik
No Penyimpangan Tidak Ya
n % n %
1 Lokasi kandang berada tidak jauh dari tempat tinggal (<10m)
3 23.1 10 76.9
2 Lokasi kandang tidak memiliki pagar pembatas dengan lingkungan sekitar
13 100.0 0 0.00
3 Bangunan kandang terbuat dari bahan yang tidak permanen
13 100.0 0 0.00
4 Lantai terbuat dari bahan yang tidak mudah dibersihkan
12 92.3 1 7.7
5 Atap terbuat dari bahan yang tidak mudah dibersihkan
13 100.0 0 0.00
6 Atap tidak melindungi ternak dari panas maupun hujan
13 100.0 0 0.00
7 Tidak memiliki sistem drainase yang baik 13 100.0 0 0.00
8 Tidak memiliki ventilasi yang cukup 12 92.3 1 7.7
9 Tidak memiliki penerangan yang baik 11 84.6 2 15.4
10 Situasi di dalam kandang padat 12 92.3 1 7.7
11 Tidak terdapat sumber air bersih yang memadai
13 100.0 0 0.00
12 Tidak ada kandang khusus beranak 8 61.5 5 38.5
13 Tidak ada kandang khusus pedet 13 100.0 0 0.00
14 Tidak terdapat tempat sampah 10 76.9 3 23.1
15 Tempat pakan dan minum tidak terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan
12 92.3 1 7.7
Lokasi yang ideal untuk membangun kandang adalah daerah yang letaknya
cukup jauh dari pemukiman penduduk tetapi mudah dicapai oleh kendaraan.
Kandang harus terpisah dari rumah tinggal dengan jarak minimal 10 meter dan
sinar matahari harus dapat menembus pelataran kandang (Kemenristek 2005).
Pada umumnya kandang sapi perah yang berada di desa Cibeureum terletak sangat
rapat dengan rumah-rumah penduduk, bahkan berada di tengah-tengah
pemukiman. Letak kandang seharusnya tidak dekat dengan rumah penduduk dan
fasilitas umum, karena akan mengganggu kenyamanan seperti terciumnya bau
tidak sedap dan beresiko terjadinya penyebaran penyakit. Namun letak kandang
yang berdekatan mempunyai keuntungan tersendiri, seperti memudahkan
pengawasan terhadap ternak, mudah menyiapkan pakan untuk ternak, serta dapat
mengetahui gejala-gejala birahi, melahirkan dan serangan penyakit dengan cepat.
Sapi perah yang akan melahirkan sebaiknya ditempatkan di kandang khusus.
Kegunaan kandang khusus beranak tersebut dimaksudkan untuk memudahkan
pergerakan induk sapi sebelum dan ketika proses melahirkan berlangsung.
13
Keberadaan tempat sampah merupakan aspek penting yang harus tersedia di
peternakan agar sampah tidak berserakan dan menjadi sumber penyakit.
Aspek higiene dan sanitasi
Dalam hal aspek higiene dan sanitasi, sebagian besar peternakan (76.9%)
dapat dimasukkan ke dalam kategori baik, sedangkan 23.1% peternakan masuk ke
dalam kategori cukup. Tabel 9 memperlihatkan penilaian aspek higiene dan
sanitasi secara umum.
Tabel 9 Penilaian aspek higiene dan sanitasi secara umum
Higiene dan Sanitasi Total
n %
Baik 10 76.9
Cukup 3 23.1
Buruk 0 0
Total 13 100.0
Penyimpangan yang paling jelas terlihat adalah lingkungan sekitar
kandang kotor serta tidak bebasnya kandang dari rodentia dan hewan lain dengan
persentase masing-masing penyimpangan sebesar 23.1% (Tabel 10).
Tabel 10 Penilaian aspek higiene dan sanitasi secara spesifik
No Penyimpangan Tidak Ya
n % n %
1 Pekerja yang menangani ternak tidak menggunakan sepatu boot
12 92.3 1 7.7
2 Kebersihan pekerja yang kontak dengan ternak tidak terjaga dengan baik
13 100.0 0 0.0
3 Pekerja tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan ternak
13 100.0 0 0.0
4 Lingkungan sekitar kandang kotor 10 76.9 3 23.1
5 Tidak dilakukan pembersihan kandang setiap hari
13 100.0 0 0.0
6 Peralatan kandang tidak dijaga kebersihannya
13 100.0 0 0.0
7 Kandang tidak bebas dari serangga, rodentia dan hewan lain dan tidak dilakukan usaha pengendaliannya
10 76.9 3 23.1
Menurut OIE (2006) sanitasi dan higiene personal harus dilakukan oleh
setiap pekerja. Standar sanitasi yang harus dilakukan setiap pekerja yaitu dengan
memakai pakaian yang bersih, memakai sepatu boot yang dibersihkan secara
teratur, tidak memiliki luka terbuka dan selalu mencuci tangan sebelum dan
sesudah bekerja. Keberadaan serangga, rodentia dan hewan lain merupakan
14
sumber penyebaran penyakit yang perlu diperhatikan, oleh karena itu perlu
diadakan pengawasan dan pengendalian agar hewan-hewan tersebut tidak dapat
masuk ke dalam peternakan.
Aspek manajemen kesehatan dan reproduksi
Dari penilaian aspek manajemen kesehatan dan reproduksi dapat
disimpulkan bahwa 53.8% peternakan masuk dalam kategori baik dan 46.2%
masuk dalam kategori cukup. Penilaian aspek manajemen kesehatan dan
reproduksi secara umum tersaji pada Tabel 11.
Tabel 11 Penilaian aspek manajemen kesehatan dan reproduksi secara umum
Kesehatan dan Reproduksi Total
n %
Baik 7 53.8
Cukup 6 46.2
Buruk 0 0
Total 13 100.0
Penilaian aspek praktik manajemen kesehatan dan reproduksi meliputi
delapan butir penilaian seperti yang tercantum pada Tabel 12. Penyimpangan yang
paling banyak terjadi adalah tidak adanya pemisahan antara ternak yang sakit
(61.5%) dan proses kelahiran yang tidak dibantu oleh dokter hewan atau
paramedis (23.1%).
Tabel 12 Penilaian aspek manajemen kesehatan dan reproduksi secara spesifik
No Penyimpangan Tidak Ya
n % n %
1 Kesehatan ternak tidak diperiksakan secara rutin oleh petugas kesehatan
12 92.3 1 7.7
2 Tidak dilakukan tindakan apapun bila ada ternak sakit
13 100.0 0 0.0
3 Ternak yang sakit tidak dipisahkan 5 38.5 8 61.5
4 Tidak melapor bila ada ternak sakit atau mati
12 92.3 1 7.7
5 Ternak tidak divaksinasi 12 92.3 1 7.7
6 Tidak dilakukan pemeriksaan kebuntingan oleh petugas kesehatan
13 100.0 0 0.00
7 Proses kelahiran tidak dibantu dokter hewan atau paramedik
10 76.9 3 23.1
8 Pedet tidak diberikan kolostrum 13 100.0 0 0.0
Ternak yang sakit harus diisolasi agar tidak menularkan penyakitnya pada
ternak lain dalam kandang (OIE 2006). Selain untuk mencegah penularan
penyakit, tindakan isolasi akan memudahkan dalam pengawasan, pengobatan, dan
15
pemeliharaan ternak yang sakit. Keberadaan dokter hewan atau paramedis pada
saat ternak melahirkan cukup penting untuk menghindari terjadinya kasus
reproduksi yang bisa terjadi pada saat partus/melahirkan akibat penanganan yang
tidak baik oleh peternak atau pekerja, atau bila terjadi kasus reproduksi dapat
langsung ditangani.
Aspek penanganan limbah
Aspek penanganan limbah yang dinilai difokuskan pada penanganan
limbah cair dan limbah padat. Limbah cair dapat berupa urin sapi, sisa air mandi,
air pembersihan kandang, dan ceceran air minum, sedangkan limbah padat dapat
berupa kotoran sapi dan ceceran sisa pakan. Tabel 13 menunjukkan penilaian
penanganan aspek limbah secara umum.
Tabel 13 Penilaian aspek penanganan limbah secara umum
Penanganan Limbah Total
n %
Baik 4 30.8
Cukup 5 38.5
Buruk 4 30.8
Total 13 100.0
Secara umum peternakan yang termasuk ke dalam kategori baik sebesar
30.8 %, kategori cukup 38.5%, dan kategori buruk 30.8%. Gambaran spesifik
penilaian aspek penanganan limbah dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14 Penilaian aspek penanganan limbah secara spesifik
No Penyimpangan Tidak Ya
n % n %
1 Limbah cair langsung dialirkan pada selokan umum
4 30.8 9 69.2
2 Limbah padat tidak ditangani dengan baik 9 69.2 4 30.8
Sebagian besar responden membuang limbah cair langsung ke selokan
umum (69.2%), dan tidak menangani limbah padat dengan baik (30.8%). Menurut
Soehadji (1992) limbah peternakan umumnya meliputi semua kotoran yang
dihasilkan dari suatu kegiatan usaha peternakan, baik berupa limbah padat dan
cairan, gas, ataupun sisa pakan. Limbah dapat berupa kotoran ternak, ternak yang
mati atau isi perut dari pemotongan ternak. Limbah cair adalah air seni atau urin,
air pencucian alat-alat. Sedangkan limbah gas adalah semua limbah yang berada
dalam fase gas. Umumnya setiap kilogram susu yang dihasilkan ternak perah
menghasilkan 2 kg limbah padat/feses (Sihombing 2000). Manajemen
pembuangan atau pengolahan limbah peternakan yang tidak baik dapat
menimbulkan pencemaran lingkungan sekitar peternakan.
16
Aspek Tatalaksana Peternakan
Berdasarkan penilaian terhadap keempat aspek tersebut diatas, dapat
disimpulkan bahwa aspek tatalaksana peternakan di KTTSP Baru Sireum secara
umum (92.3%) termasuk ke dalam kategori baik, sedangkan sebagian kecil
lainnya (7.7%) termasuk ke dalam kategori cukup. Penilaian tatalaksana
peternakan dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15 Penilaian tatalaksana peternakan
Kategori peternakan Total
n %
Baik 12 92.3
Cukup 1 7.7
Buruk 0 0
Total 13 100.0
Hubungan antara Karakteristik Peternak dengan Tatalaksana Peternakan
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat tatalaksana peternakan dapat
ditinjau dari karakteristik peternak. Berdasarkan hasil pengujian dengan
menggunakan uji korelasi Spearman, keseluruhan karakteristik yaitu umur,
tingkat pendidikan, status kepemilikan, pengalaman, penyuluhan, tingkat
pendapatan, dan jumlah ternak tidak memperlihatkan hubungan yang nyata
dengan tatalaksana peternakan (Tabel 16).
Tabel 16 Hubungan antara karakteristik peternak dan tatalaksana peternakan
Karakteristik peternak Tatalaksana peternakan
P r
Umur 0.653 0.138
Tingkat pendidikan 0.326 0.296
Status kepemilikan 0.798 0.079
Pengalaman 0.484 0.214
Penyuluhan 0.767 0.091
Tingkat pendapatan 0.545 0.185
Jumlah ternak 0.099 0.477
Keterangan:
P : Nilai korelasi antara dua variabel yang diuji, p < 0.05 menunjukkan hubungan dua arah
r : Koefisien korelasi
Hal ini kemungkinan dapat terjadi akibat jumlah peternak dalam
kelompok terlalu sedikit, dan penerapan tatalaksana yang homogen. Selain itu
perlu dilakukan pengkajian terhadap faktor-faktor lain di luar faktor yang diteliti
dalam hubungannya dengan tatalaksana peternakan. Menurut Luanmase et al.
(2011) faktor-faktor tersebut meliputi keberanian mengambil risiko, curahan
waktu kerja, dan luas lahan yang dimiliki.
17
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Penilaian tatalaksana peternakan secara umum di KTTSP Baru Sireum
menunjukkan bahwa sebagian besar (92.3%) masuk ke dalam kategori baik. Pada
umumnya seluruh peternak telah melaksanakan manajemen peternakan dengan
baik, kecuali dalam aspek manajemen kesehatan dan reproduksi serta manajemen
penanganan limbah. Dalam penelitian ini tidak memperlihatkan adanya hubungan
nyata antara karakteristik peternak dengan tatalaksana peternakan.
Saran
1. Diharapkan KTTSP Baru Sireum lebih menggiatkan lagi kegiatan penyuluhan
dan pelatihan manajemen peternakan terutama dalam bidang kesehatan dan
reproduksi serta penanganan limbah terhadap peternak anggotanya.
2. Perlu dilakukan perbaikan manajemen penanganan limbah, misalnya dengan
cara pembuatan biogas maupun kompos agar tidak mencemari lingkungan
sekitar peternakan sekaligus memberikan nilai tambah bagi peternak.
DAFTAR PUSTAKA
Gustiani E. 2009. Pengendalian cemaran mikroba pada bahan pangan asal ternak
(daging dan susu) mulai dari peternakan sampai dihidangkan. J Litbang
Pertanian 28(3): 96 – 100.
Hertika S. 2008. Analisis pendapatan usaha ternak sapi perah (studi kasus di
perusahaan x, Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor [skripsi].
Bogor: Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Lestariningsih M, Basuki EY. 2008. Peran serta wanita peternak sapi perah dalam
meningkatkan taraf hidup keluarga. Ekuitas 12(1): 117 -137.
Luanmase CM, Nurtini S, Haryadi FT. 2011. Analisis motivasi beternak sapi
potong bagi peternak lokal dan transmigran serta pengaruhnya terhadap
pendapatan di Kecamatan Kairatu, Kabupaten Seram Bagian Barat. Buletin
Peternakan 35(2): 113 -123.
Mangkoewidjodjo. 1998. Pemeliharaan Pembiakan dan Percobaan di Daerah
Tropis. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
[Kemenristek] Kementerian Negara Riset dan Teknologi. 2005. Teknologi tepat
guna, tentang budidaya peternakan, budidaya ternak sapi perah [internet].
[diacu 2012 Oktober 15]. Tersedia dari:
http://www.iptek.net.id/ind/warintek/?mnu=6&ttg=4&doc=4a13
[OIE] Office International des Epizooties. 2006. Guide to good farming practices
for animal production food safety. Paris: Animal Production Food Safety
Working Group World Organization for Animal Health.
18
Pangestu E, Toharmat T, Tanuwiria UH. 2003. Nutritive value of agriculture
byproduct based diets in lactating dairy cows. J Indo Trop Anim Agri 28(3):
166 – 171.
Rusdiana S, Sejati WK. 2009. Upaya pengembangan agribisnis sapi perah dan
peningkatan produksi susu melalui pemberdayaan koperasi susu. Forum
Penelitian Agro Ekonomi 27(1): 43–51.
Sihombing DTH. 2000. Teknik Pengelolaan Limbah Kegiatan/Usaha Peternakan.
Bogor: Pusat Penelitian Lingkungan Hidup, Institut Pertanian Bogor.
Saefullah R, Marzuki S, Handayani M. 2012. Komparasi biaya pendapatan usaha
peternakan sapi perah rakyat anggota koperasi unit desa dan non anggota
koperasi unit desa di Kabupaten Banyumas. Anim Agri J 1(1): 845 -858.
Siregar SB. 1992. Jenis dan Teknik Pemeliharaan Sapi Perah. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Siregar SB. 1996. Sapi Perah, Jenis Teknik Pemeliharaan, dan Analisa Usaha.
Jakarta: Penebar Swadaya.
Siregar SB. 2007. Manajemen Agribisnis Sapi Perah yang Ekonomis dan Kiat
Melipatgandakan Keuntungan. Jakarta: Penebar Swadaya.
Soehadji. 1992. Kebijakan Pemerintah dalam Industri Peternakan dan
Penanganan Limbah Peternakan. Jakarta: Direktorat Jenderal Peternakan,
Departemen Pertanian.
Soetarno T. 2003. Manajemen Budidaya Sapi Perah. Yogyakarta: Laboratorium
Ternak Perah, Fakultas Peternakan UGM.
Sudibyo A. 1995. The difference of serological responses between naturally
infected, experimentally infected, and vaccinated cattlle with Brucella abortus
strain 19 vaccine. J Ilmu Ternak 1(2): 117 – 122.
Sudono A. 1999. Ilmu Produksi Ternak Perah. Bogor: Jurusan Ilmu Produksi
Ternak, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.
Sudono A, RF Rosdiana, BS Setiawan. 2003. Beternak Sapi Perah Secara
Intensif. Jakarta: Agromedia Pustaka.
Williamson G, WJA Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis.
Yogyakarta: UGM Press.
Yunasaf U, Tasripin DS. 2011. Peran penyuluh dalam proses pembelajaran
peternak sapi perah di KSU Tandangsari Sumedang. J Ilmu Ternak 11(2): 98 –
103.
Zandos F. 2011. Strategi pengembangan peternakan sapi perah rakyat di
Kecamatan Cisarua, Bogor [tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana, Institut
Pertanian Bogor.
19
Lampiran 1 Kuesioner Tatalaksana Kesehatan Peternakan Sapi Perah Rakyat di
KTTSP “Baru Sireum” Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor
No. Kuesioner : Enumerator :
Tanggal : Waktu :
PERNYATAAN PERSETUJUAN Nama saya Farah Nurul Maulida dari Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Saya akan
mengadakan survei tatalaksana reproduksi dan kesehatan hewan sapi perah di KTTSP Baru Sireum. Saya mengharapkan partisipasi Bapak/Ibu dalam survei ini. Survei ini kira-kira membutuhkan waktu 30 menit. Informasi yang Bapak/Ibu berikan dalam survei ini akan dijaga kerahasiaannya, nama dan nomor telepon Bapak/Ibu yang dicatat pada kuesioner hanya sebagai tindakan jika kami butuh untuk menghubungi Bapak/Ibu dikemudian hari.
Partisipasi dalam survei ini bersifat sukarela, namun kami sangat mengharapkan Bapak/Ibu berpartisipasi karena informasi bapak/Ibu berikan akan sangat berharga bagi keberhasilan survei ini.
Apakah Bapak/Ibu bersedia diwawancarai? Ya Tidak Jika tidak, mohon berikan alasan mengapa Bapak/Ibu tidak bersedia diwawancara. ....................................................................................................................................
....................................................................
A. DATA DASAR RESPONDEN
Nama : ................................................................................. Alamat lengkap :
.................................................................................
Dusun/Kampung :...................................................................................
A.1 Nomor telepon rumah/hp Bapak/Ibu Silangilah jawaban yang dianggap paling sesuai B. KARAKTERISTIK PETERNAK
B.1 Jenis kelamin : a. Laki-laki b. Perempuan B.2 Umur : ....................... tahun B.3 Tingkat pendidikan formal terakhir yang pernah Bapak/Ibu ikuti :
a. Tidak Sekolah
b. SD/sederajat
c. SMP/sederajat
d. SMA/sederajat
e. Perguruan Tinggi
20
B.4 Tingkat pendidikan informal (penyuluhan/pelatihan) bidang peternakan dalam 1 tahun terakhir
a. Ya b. Tidak
B.5 Berapa lama Bapak/Ibu beternak sapi? ..........................................tahun B.6 Sebagai apakah Bapak/Ibu di peternakan ini?
a. Pemilik
b. Pekerja
c. Lain-lain, sebutkan......................
B.7 Berapa pendapatan bersih per bulan yang Bapak/Ibu dapatkan dari peternakan?
a. < 1 juta
b. 1 – 2,5 juta
c. 2,5 – 5 juta
d. > 5 juta
e. Tidak tentu
B.8 Berapa jumlah ternak yang dipelihara Bapak/Ibu?..........................ekor
C. PEMELIHARAAN
C.1. Perkandangan C.1.1 Terbuat dari bahan apa lantai kandangnya?
a. Lantai padat (semen/paving)
b. Lantai panggung (kayu/papan)
c. Lain-lain...................................
C.1.2 Terbuat dari bahan apa atap kandangnya? (jawaban boleh lebih dari satu)
a. Genteng
b. Seng
c. Asbes
d. Rumbia/Alang-alang
e. Lain-lain..................................
C.1.3 Apakah Bapak/Ibu menyediakan kandang khusus untuk pedet?
a. Ya b. Tidak
C.1.4 Apakah Bapak/Ibu menyediakan kandang untuk pejantan?
a. Ya b. Tidak
C.2. Pakan dan Sumber Air C.2.1 Pakan yang diberikan? (jawaban boleh lebih dari satu)
a. Hijauan b. Konsentrat c. Supplement d. Lain-lain....................
C.2.2 Berapa kali pakan dibeikan dalam satu hari?
a. 1 kali
21
b. 2 kali
c. > 2 kali
d. Tidak tentu
C.2.3 Kapan waktu pemberian pakan hijauan?
a. Sebelum dilakukan pemerahan
b. Setelah dilakukan pemerahan
c. Selalu tersedia di tempat pakan
d. Lain-lain..................................
C.2.4 Berapa banyak pakan hijauan yang diberikan? (kg/ekor/hari)
a. 0
b. 1 – 30
c. 30 – 40
d. > 40
e. Lain-lain................................................
C.2.5 Kapan pakan konsentrat diberikan?
a. Sebelum dilakukan pemerahan
b. Setelah dilakukan pemerahan
c. Selalu tersedia di kandang
d. Lain-lain..................................
C.2.7 Berapa banyak pakan konsentrat yang diberikan? (kg/ekor/hari)
a. 0
b. 1 – 6
c. ≥ 7
d. Tidak tentu/seadanya
C.2.8 Apakah sumber air untuk peternakan? (jawaban boleh lebih dari satu)
a. Sumur/Sumur pompa
b. Sungai
c. PDAM
d.Lain-lain......................................
D. KESEHATAN
D.1 Apakah ada pemeriksaan kesehatan ternak
a. Ya b.Tidak
JIKA TIDAK, LANGSUNG KE PERTANYAAN D.3
D.2 Siapakah yang memeriksa kesehatan ternak Bapak/Ibu?
a. Dokter hewan
b. Mantri
22
D.3 Dalam satu tahun berapa kali ternak diperiksakan?
a. < 1 x
b. 1 x
c. 2 x
d. > 3 x
e. Tidak tentu/tidak teratur
D.4 Apa yang Bapak/Ibu lakukan bila ada ternak sakit?
a. Diobati sendiri
b. Tunggu kedatangan dokter hewan/mantri hewan
D.5 Apakah Bapak/Ibu melaporkan bila ada ternak yang mati atau sakit?
a. Ya b. Tidak
D.6 Apakah Bapak/Ibu memberikan vaksinasi rutin terhadap ternak?
a. Ya b. Tidak
D. MANAJEMEN REPRODUKSI
E.1 Bagaimana cara Bapak/Ibu mengawinkan sapi?
a. Secara alami (dengan sapi pejantan sendiri)
b. Inseminasi Buatan
c. Lain-lain...................................................
JIKA JAWABAN SELAIN B LANGSUNG KE PERTANYAAN E.3
E.2 Siapakah yang memberikan layanan IB?
a. Dokter Hewan
b. Paramedik
c. Lain-lain.......................................
E.3 Siapakah yang melakukan pemeriksaan kebuntingan?
a. Dokter Hewan
b. Paramedik
c. Lain-lain.......................................
E.4 Siapakah yang membantu proses kelahiran?
a. Dokter Hewan
b. Paramedik
c. Lain-lain........................................
E.5 Apakah Bapak/Ibu memberi kolostrum/susu jolong untuk pedet?
a. Ya b. Tidak
JIKA TIDAK, LANGSUNG KE PERTANYAAN E . 7
E.6 Berapa lama kolostrum/susu jolong diberikan?
a. < 7 hari
b. 7 hari
23
c. >7 hari
E.7 Pada umur berapa pedet disapih?
a. < 6 bulan
b. 6 – 8 bulan
c. > 8 bulan
F. SANITASI
F.1 Bagaimana Bapak/Ibu menjaga kebersihan kandang?
a. Dibersihkan 1x per hari
b. Dibersihkan 2x per hari
c. Tidak tentu
d. Lain-lain..................................
F.2 Bagaimana Bapak/Ibu menjaga kebersihan peralatan kandang?
a. Dibersihkan sebelum digunakan
b. Dibersihkan setelah digunakan
c. Dibersihkan setelah dan sebelum digunakan
d. Dibersihkan hanya pada saat terlihat kotor
e. lain-lain..................................................
F.3 Bagaimana cara yang Bapak/Ibu lakukan untuk menjaga kebersihan sapi?
a. Memandikan 1x per hari
b. Memandikan 2x per hari
c. memandikan 3x per hari
d. Lain-lain..................................
F.4 Apakah Bapak/Ibu mencuci tangan sebelum atau sesudah kontak dengan ternak?
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Tidak pernah
F.5 Bagaimana cara mencuci tangannya?
a. Dengan air dan menggunakan sabun
b. Hanya menggunakan air
c. Lain-lain..................................
24
Lampiran 2 Checklist Tatalaksana Kesehatan Peternakan Sapi Perah
Berikan tanda checklist ( kolom yang dianggap sesuai dengan pernyataan
di bawah ini.
No Penyimpangan Ya Tidak Keterangan
I Lokasi Kandang
1 Lokasi kandang berada tidak jauh dari pemukiman atau
tempat tinggal
2 Lokasi kandang tidak memiliki pagar pembatas dengan
lingkungan sekitar
II Bangunan dan Fasilitas Kandang
1 Bangunan kandang terbuat dari bahan yang tidak permanen
2 Lantai terbuat dari bahan yang tidak mudah dibersihkan
3 Atap terbuat dari bahan yang tidak mudah dibersihkan
4 Atap tidak melindungi ternak dari panas maupun hujan
5 Tidak memiliki sistem drainase yang baik
6 Tidak memiliki ventilasi yang cukup
7 Tidak memiliki penerangan yang baik
8 Situasi di dalam kandang padat
9 Tidak terdapat sumber air bersih yang memadai
10 Tidak terdapat kandang khusus untuk pedet
11 Tidak ada kandang khusus untuk beranak
12 Tidak terdapat tempat sampah yang memadai dan
(pembuangan limbah sementara)
13 Tempat pakan dan minum tidak terbuat dari bahan yang
mudah dibersihkan
III Higiene
1 Pekerja yang berhubungan langsung dengan ternak tidak
menggunakan sepatu boot
25
2 Kebersihan pekerja yang kontak dengan ternak tidak terjaga
dengan baik
3 Pekerja tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak
dengan ternak
IV Sanitasi
1 Lingkungan sekitar kandang kotor
2 Tidak dilakukan pembersihan kandang secara rutin (tiap
hari)
3 Peralatan kandang tidak dijaga kebersihannya
4 Kandang tidak bebas dari serangga, rodentia dan hewan
lain dan tidak dilakukan usaha pengendaliannya
V Manajemen Kesehatan dan Reproduksi
1 Kesehatan ternak tidak diperiksakan secara rutin oleh
petugas kesehatan (dokter hewan/paramedik)
2 Tidak dilakukan tindakan apapun bila ada ternak sakit
3 Ternak yang sakit tidak dipisahkan
4 Tidak melaporkan ke petugas dinas bila ada ternak mati
atau sakit
5 Ternak tidak divaksinasi secara rutin mengikuti aturan
pemerintah
6 Tidak dilakukan pemeriksaan kebuntingan oleh petugas
kesehatan
7 Proses kelahiran tidak dibantu dokter hewan/paramedic
8 Pedet tidak diberikan kolostrum/susu jolong
VI Penanganan Limbah
1 Limbah cair langsung dialirkan pada selokan umun
2 Limbah padat tidak ditangani dengan baik
26
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Rangkasbitung, Kab. Lebak, Banten pada tanggal 30
September 1990 sebagai anak kedua dari dua bersaudara pasangan Bapak Adi
Supriyadi dan Ibu Yully Sofiati. Penulis menyelesaikan pendidikan di SD Negeri
Kejaksaan, Rangkasbitung pada tahun 2002. Penulis melanjutkan pendidikan di
SMPN 2 Rangkasbitung dan lulus pada tahun 2005. Tahun 2008 Penulis lulus dari
SMAN 1 Rangkasbitung dan pada tahun yang sama diterima sebagai mahasiswa
Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (FKH IPB) melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Selama mengikuti perkuliahan, Penulis mengikuti beberapa organisasi, yaitu
Himpro Hewan Kesayangan dan Satwa Akuatik (HKSA) dan Gita Klinika.