Download - SUMBER 1
SUMBER: http://rasydinsjatry.blogspot.co.id/2013/04/bahasa-indonesia-ragam-ilmiah_162.html
A. Pengertian dan Karakteristik Bahasa Ragam Ilmiah
Bahasa Indonesia ragam ilmiah merupakan salah satu ragam bahasa Indonesia
yang digunakan dalam pertemuan dan penulisan karya ilmiah. Sebagai bahasa
yang digunakan untuk memaparkan fakta, konsep, prinsip, teori, atau gabungan
dari keempatnya, bahasa Indonesia diharapkan dapat menjadi media yang efektif
untuk komunikasi ilmiah, baik secara tertulis maupun secara lisan. Selanjutnya,
bahasa Indonesia ragam ilmiah memiliki karakteristik cendikia, lugas dan jelas,
menghindari kalimat fragmentaris, bertolak dari gagasan, formal dan objektif,
ringkas dan padat, dan konsisten.
1. Cendekia
Bahasa Indonesia ragam ilmiah bersifat cendekia. Artinya, bahasa ilmiah itu
mampu digunakan secara tepat untuk mengungkapkan hasil berpikir logis. Bahasa
yang cendekia mampu membentuk pernyataan yang tepat dan seksama sehingga
gagasan yang disampaikan penulis dapat diterima secara tepat oleh pembaca.
Kalimat-kalimat yang digunakan mencerminkan ketelitian yang objektif sehingga
suku-suku kalimatnya mirip dengan proposisi logika. Karena itu, apabila sebuah
kalimat digunakan untuk mengungkapkan dua buah gagasan yang memiliki
hubungan kausalitas, dua gagasan beserta hubungannya itu harus tampak secara
jelas dalam kalimat yang mewadahinya.
Perhatikan contoh kalimat cendekia di bawah ini!
(1) Kemajuan informasi pada era globalisasi ini dikhawatirkan akan terjadi pergeseran
nilai-nilai moral bangsa Indonesia terutama pengaruh budaya barat yang masuk ke
negara Indonesia yang dimungkinkan tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan
moral bangsa Indonesia.
(2) Pada era globalisasi informasi ini dikhawatirkan akan terjadi pergeseran nilai-nilai
moral bangsa Indonesia terutama karena pengaruh budaya barat yang masuk ke
Indonesia.
2Contoh kalimat (2) di atas secara jelas mampu menunjukkan hubungan
kausalitas, tetapi hal itu tidak terungkap secara jelas pada contoh (1).
Kecendekiaan bahasa juga tampak pada ketepatan dan keseksamaan penggunaan
kata. Karena itu, bentukan kata yang dipilih harus disesuaikan dengan muatan isi
pesan yang akan disampaikan.
(3) (4)
pemaparan paparan
pembuatan buatan
pembahasan bahasan
pemerian perian
Kata-kata pada contoh (3) menggambarkan suatu proses, sedangkan contoh
(4) menggambarkan suatu hasil. Dalam pemakaian bahasa ilmiah, penggunaan
kedua jenis bentukan kata tersebut perlu dilakukan secara cermat.
Kalau paparan itu mengacu pada proses, kata-kata yang cocok adalah kata-kata
pada contoh (3), tetapi kalau paparan itu mengacu pada hasil, kata·kata yang
cocok adalah kata-kata pada contoh (4).
(5) Karena sulit, maka pengambilan data dilakukan secara tidak langsung. Menurut
para ahli psikologi bahwa korteks adalah pusat otak yang paling rumit.
(6) Karena sulit, pengambilan data dilakukan secara tidak langsung. Menurut para ahli
psikologi korteks adalah pusat otak yang paling rumit.
Kecendekiaan juga berhubungan dengan kecermatan memilih kata. Suatu
kata dipilih secara cermat apabila kata itu tidak mubazir, tidak rancu, dan bersifat
idiomatis. Pilihan kata maka dan bahwa pada contoh (5) termasuk mubazir. Oleh
sebab itu, kata tersebut perlu dihilangkan sebagaimana contoh(6).
(7) Meskipun sudah diuraikan, namun paparannya belum jelas .
Meskipun sudah diuraikan, papararnya belum jelas .
Paparannya sudah diuraikan, namun belum jelas.
(8) Mulai sejak penentuan masalah penelitian itu tidak jelas arahnya.
Mulai penentuan masalah, penelitian itu tidak jelas arahnya.
Sejak penentuan masalah, penelitian itu tidak jelas arahnya.
Kerancuan pilihan kata dalam artikel ilmiah perlu dihindari. Kerancuan
pilihan kata pada umumnya terjadi karena dua struktur kalimat yang digabung
menjadi satu. Untuk membetulkannya perlu dikembalikan pada struktur asal.
Pilihan kata meskipun dan namun serta mulai dan sejakpada contoh (7) rancu.
Untuk itu, perlu dikembalikan pada struktur asal sebagaimana contoh (8).
3(9) Peneliti terdiri orang-orang yang mewakili lembaga.
Hubungan rumusan masalah dengan simpulan tidak cocok.
(10) Peneliti terdiri atas orang·orang yang mewakili lembaga.
Hubungan rumusan masalah dan simpulan tidak cocok.
Kata-kata yang barsifat idiomatis perlu dipilih secara cermat. Pilihan kata
idiomatis yang tidak cermat tampak pada contoh (9) terdiri dandengan. Pilihan
kata yang cermat tampak pada contoh (10).
2. Lugas dan Jelas
Sifat lugas dan jelas dimaknai bahwa bahasa Indonesia mampu
menyampaikan gagasan ilmiah secara jelas dan tepat. Untuk itu, setiap gagasan
diungkapkan secara langsung sehingga makna yang ditimbulkan adalah makna
lugas. Pemaparan bahasa Indonesia yang lugas akan menghindari
kesalahpahaman dan kesalahan menafsirkan isi kalimat. Penulisan yang bernada
sastra pun perlu dihindari. Gagasan akan mudah dipahami apabila dituangkan
dalam bahasa yang jelas dan hubungan antara gagasan yang satu dengan yang
lain juga jelas. Kalimat yang tidak jelas umumnya akan muncul pada kalimat yang
sangat panjang.
Perhatikan contoh kalimat lugas di bawah ini!
(1) Para pendidik yang kadangkala atau bahkan sering kena getahnya oleh ulah
sebagian, anak-anak mempunyai tugas yang tidak bisa dikatakan ringan.
(2) Para pendidik yang kadang-kadang atau bahkan sering terkena akibat ulah
sebagian anak-anak mempunyai tugas yang berat.
Kalimat (1) bermakna tidak lugas. Hal itu tampak pada pilihan kata kena
getahnya dan tidak bisa dikatakan ringan.Kedua ungkapan itu tidak mampu
mengungkapkan gagasan secara lugas.Kedua ungkapan itu dapat digantiterkena
akibat dan berat yang memiliki makna langsung, separti kalimat (2).
Perhatikan contoh kalimat jelas berikut!
(3) Penanaman moral di sekolah sebenarnya merupakan kelanjutan dari
penanaman moral di rumah yang dilakukan melalui mata pelajaran Pendidikan
Moral Paneasila yang merupakan mata pelajaran paling strategis karena langsung
menyangkut tentang moral Paneasila, juga diintegrasikan ke dalam mata
pelajaran-mata pelajaran Agama, IPS, Sejarah, PSPB, dan Kesenian.
4(4) Penanaman moral di sekolah sebenarnya merupakan kelanjutan dari penanaman
moral di rumah. Penanaman moral di Sekolah dilaksanakan melalui mata
pelajaran Pendidikan Moral Paneasila yang merupakan mata pelajaran paling
strategis karena langsung menyangkut tentang moral Paneasila. Di samping itu,
penanaman moral Pancasila juga diintegrasikan ke dalam mata pelajararan-mata
pelajaran Agama, IPS, Sejarah, PSPB, dan Kesenian.
Contoh (3) tidak mampu mengungkapkan gagasan secara jelas, antara lain
karena kalimat terlalu panjang. Kalimat yang panjang itu manyebabkan kaburnya
hubungan antargagasan yang disampaikan. Hal itu berbeda dengan contoh (4),
kalimat-kalimatnya pendek sehingga mampu mengungkapkan gagasan secara
jelas. Ini tidak berarti bahwa dalam menulis artikel ilmiah tidak dibenarkan
membuat kalimat panjang.Kalimat panjang boleh digunakan asalkan penulis
cermat dalam menyusun kalimat sehingga hubungan antargagasan dapat diikuti
secara jelas.
Untuk membentuk kalimat yang memiliki gagasan yang jelas diperlukan kiat
khusus. Gagasan yang akan dituangkan ditata secara sistematis. Dengan tataan
itu dapat ditentukan apakah sebuah gagasan dituangkan dalam sebuah kalimat
atau dalam sejumlah kalimat. Jika gagasan itu cukup dituangkan dalam sebuah
kalimat, tidak perlu gagasan itu dituangkan dalam sejumlah kalimat.Sebaliknya,
apabila sebuah gagasan tidak cukup diungkap dalam sebuah kalimat, jangan
dipaksa diungkap dalam sebuah kalimat. Kalimat (3) berisi gagasan yang tidak
dapat diungkap dalam sebuah kalimat. Untuk itu, kalimat (3) perlu dipecah
sebagaimana tertera pada kalimat (4).
(5) Pendidikan teknologi perlu dimulai dan digalakkan untuk segenap lapisan
masyarakat. Sehingga masyarakat tidak buta teknologi, termasuk di dalamnya
teknologi mutakhir.
(6) Pendidikan teknologi perlu dimulai dan digalakkan untuk seganap lapisan
masyarakat sehingga masyarakat tidak buta teknologi, termasuk di dalamnya
teknologi mutakhir.
Contoh (5) berikut merupakan contoh pengungkapan gagasan yang salah.
Gagasan pada contoh (5) seharusnya diungkap sebagaimana contoh (6).
3. Menghindari Kalimat Fragmentaris
Bahasa Indonesia ragam ilmiah juga menghindari penggunaan kalimat
fragmentaris. Kalimat fragmentaris adalah kalimat yang belum selesai. Kalimat
terjadi antara lain karena adannya keinginan penulis menggunakan gagasan dalam
beberapa kalimat tanpa menyadari kesatuan gagasan yang diungkapkan.
Perhatikan contoh kalimat fragmentaris di bawah ini!
(1)
5Harap dilaksanakan sebaik-baiknya (Kalimat Fragmentaris)
(2) Tugas tersebut harap dilaksanakan sebaik-baiknya (Kalimat Lengkap)
4. Bertolak dari Gagasan
Bahasa ilmiah digunakan dengan orientasi gagasan. Bahasa Indonesia ragam
ilmiah mempunyai sifat bertolak dari gagasan. Artinya, penonjolan diadakan pada
gagasan atau hal yang diungkapkan dan tidak pada penulis. Implikasinya, kalimat-
kalimat yang digunakan didominasi oleh kalimat pasif sehingga kalimat aktif
dengan penulis sebagai pelaku perlu dihindari.
Perhatikan contoh kalimat bertolak dari gagasan di bawah ini!
(1) Dari uraian tadi penulis dapat menyimpulkan bahwa menumbuhkan dan membina
anak berbakat sangat penting.
(2) Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa menumbuhkan dan membina anak
berbakat sangat penting.
Contoh kalimat (1) beroriantasi pada penulis. Hal itu tampak pada pemilihan
kata penulis (yang menjadi sentral) pada kalimat tersebut. Contoh (2) berorientasi
pada gagasan dengan menyembunyikan kehadiran penulis. Untuk menghindari
hadirnya pelaku dalam paparan, disarankan menggunakan kalimat pasif. Orientasi
pelaku yang bukan penulis yang tidak berorientasi pada gagasan juga perlu
dihindari. Oleh sebab itu, paparan yang melibatkan pembaca dalam kalimat perlu
dihindari.
Perhatikan contoh kalimat di bawah ini!
(3) Kita tahu bahwa pendidikan di lingkungan keluarga sangat penting dalam
pananaman moral Pancasila.
(4) Perlu diketahui bahwa pandidikan di lingkungan keluarga sangat penting dalam
pananaman moral Pancasila.
Contoh (3) merupakan penyempurnaan dari contoh (4) yang berorientasi pada
pelaku bukan penulis. Dari Contoh-contoh di atas, bukan berarti bahwa kalimat
aktif tidak boleh digunakan dalam karangan ilmiah. Kalimat aktif yang berorientasi
pada gagasan dapat digunakan sebagaimana contoh berikut.
(5) Soedjito (1998) menyatakan bahwa yang paling berpengaruh pada mutu proses
balajar mengajar adalah sistem penilaian.
(6) Perkembangan teknologi komputer berjalan sangat cepat.
5. Formal
6Bahasa yang digunakan dalam komunikasi ilmiah bersifat formal. Tingkat
keformalan bahasa dalam tulisan ilmiah dapat dilihat pada kosa kata, bentukan
kata, dan kalimat. Bentukan kata yang formal adalah bentukan kata yang lengkap
dan utuh sesuai dengan aturan pembentukan kata dalam bahasa Indonesia.
Kalimat formal dalam tulisan ilmiah dicirikan oleh kelengkapan unsur wajib (subyek
dan predikat), ketepatan penggunaan kata fungsi atau kata tugas, kebernalaran
isi, dan tampilan esei formal.
Perhatikan contoh di bawah ini!
(1) Kata Formal (2) Kata Informal
Berkata Bilang
Membuat Bikin
Hanya Cuma
Memberi Kasi
Bagi Buat
Daripada Ketimbang
6. Objektif
Bahasa ilmiah barsifat objektif. Untuk itu, upaya yang dapat ditempuh adalah
menempatkan gagasan sebagai pangkal tolak pengembangan kalimat dan
menggunakan kata dan struktur kalimat yang mampu menyampaikan gagasan
secara objektif. Terwujudnya sifat objektif tidak cukup dengan hanya
menempatkan gagasan sebagai pangkal tolak. Sifat objektif juga diwujudkan
dalam panggunaan kata. Kata-kata yang menunjukkan sifat subjektif tidak
digunakan.
Perhatikan contoh kalimat objektif berikut ini !
(1) Contoh-Contoh itu telah memberikan bukti betapa besarnya peranan orang tua
dalam pembentukan kepribadian anak. Dari paparan tersebut kiranya dapat
disimpulkan sebagai berikut.
(2) Contoh-Contoh itu telah memberikan bukti besarnya peranan oraug tua dalam
pembentukan kepribadian anak. Dari paparan tersebut dapat disimpulkan sebagai
berikut.
Hadirnya kata betapa dan kiranya pada contoh (1) menimbulkan sifat
subjektif. Berbeda dengan contoh (2) yang tidak mengandung unsur subjektif.
(3) Abstrak artikel harus ditulis dalam sebuah paragraf. Penelitian pastidiawali
adanya masalah.
7(4) Abstrak artikel ditulis dalam sebuah paragraph. Penelitian diawali adanya
masalah.
Kata-kata yang menunjukkan sikap ekstrim dapat memberi kesan subjektif dan
emosional. Kata-kata seperti harus, wajib, tidak mungkin tidak, pasti,
dan selalu perlu dihindari. Penulisan kalimat (3) berikut perlu dihindari karena
barsifat subjektif/emosional. Penulisan kalimat yang tidak subjektif tampak pada
contoh (4).
7. Ringkas dan Padat
Sifat ringkas dan padat direalisasikan dengan tidak adanya unsur-unsur bahasa
yang mubazir. Itu berarti menuntut adanya penggunaan bahasa yang hemat. Ciri
padat merujuk pada kandungan gagasan yang diungkapkan dengan unsur-unsur
bahasa. Karena itu, jika gagasan yang terungkap sudah memadai dengan unsur
bahasa yang terbatas tanpa pemborosan, ciri kepadatan sudah terpenuhi.
Keringkasan dan kepadatan penggunaan bahasa tulis ilmiah juga ditandai dengan
tidak adanya kalimat atau paragraf yang berlebihan dalam tulisan ilmiah.
Perhatikan contoh kalimat ringkas dan padat berikut ini !
(1) Nilai etis di atas menjadi pedoman bagi setiap warga negara Indonesia.
(2) Nilai etis sebagaimana tersebut pada paparan di atas menjadi pedoman dan dasar
pegangan hidup dan kehidupan bagi setiap warg/a negara Indonesia.
Contoh (1) berikut termasuk bahasa ilmiah yang ringkas/padat, sedangkan
contoh (2) adalah bahasa yang tidak ringkas. Hadirnya katasebagaimana tersebut
pada paparan dan kata dan dasar pegangan hidup dan kehidupan pada kalimat (2)
tidak memberi tambahan makna yang berarti.Dengan demikian, hadirnya kata-
kata tersebut mubazir.
(3) Berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan
(BPKP) terungkap bahwa proyek itu telah dilaksanakan sesuai dengan aturan yang
berlaku. Jadi, tidak ada pelaksanaan proyek yang menyalahi aturan.Artinya,
pelaksanaan proyek itu sudah benar.Isu negatif yang selama ini berkembang tidak
benar.
(4) Berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan
(BPKP) terungkap bahwa proyek itu telah dilaksanakan sesuai dengan aturan yang
berlaku. Isu nagatif yang selama ini berkembang tidak benar.
8Keringkasan dan kepadatan panggunaan bahasa tulis ilmiah tidak hanya
ditandai dengan tidak adanya kata-kata yang berlebihan, tetapi juga ditandai
dengan tidak adanya kalimat atau paragraf yang berlebihan dalam artikel ilmiah.
Contoh (3) dan (4) berikut dapat memperjelas keringkasan dan kepadatan bahasa
tulis ilmiah. Hadirnya kalimat yang dicetak miring pada contoh (3) tidak memberi
tambahan makna yang berarti.Dengan demikian, kalimat itu perlu dibuang
sebagaimana contoh (4).
8. Konsisten
Unsur bahasa dan ejaan dalam bahasa tulis ilmiah digunakan secara
konsisten. Sekali sebuah unsur bahasa, tanda baca, tanda-tanda lain, dan istilah
digunakan sesuai dengan kaidah, itu semua selanjutnya digunakan secara
konsisten. Sebagai contoh, kata tugas untuk digunakan untuk mengantarkan
tujuan dan kata tugas bagi mengantarkan objek (Suparno, 1998). Selain itu,
apabila pada bagian awal uraian telah terdapat singkatan SMP (Sekolah Menengah
Pertama), pada uraian selanjutnya digunakan singkatan SMP tersebut.
Perhatikan contoh kalimat konsisten berikut ini !
(1) Untuk mengatasi penumpang yang melimpah menjelang dan usai lebaran,
pengusaha angkutan dihimbau mengoperasikan, semua kendaraan ekstra.
Perlucutan senjata di wilayah Bosnia itu tidak penting bagimuslim
Bosnia. Bagi mereka yang penting adalah pencabutan embargo persenjataan.
(2) Untuk penumpang yang melimpah menjelang dan usai lebaran, telah disiapkan
kendaraan yang eukup. Pengusaha angkutan dihimbau mengoperasikan semua
kendaraan ekstra. Perlucutan senjata di wilayah Bosnia itu tidak
penting bagi muslim Bosnia. Untuk mereka yang penting adalah peneabutan
embargo persenjataan.
Contoh (2) tidak konsisten dengan kaidah yang berlaku. Sementara itu,
9contoh yang konsisten adalah contoh (1).
B. Ragam Bahasa Indonesia Pidato Ilmiah (Presentasi Ilmiah)
Ragam pidato ilmiah terdiri atas beberapa jenis, antara lain: presentasi
makalah ilmiah, presentasi skripsi, presentasi tesis, presentasi disertasi dan pidato
pengukuhan guru besar. Penulisan makalah ilmiah dilanjutkan dengan presentasi,
diskusi dan tanya jawab. Adapun penulisan skripsi, tesis dan disertasi dilanjutkan
dengan presentasi, pertanyaan ujian, dan diakhiri dengan penentuan kelulusan.
9Untuk mendapat hasil yang optimal, seorang presenter ilmiah harus
memperhatikan beberapa hal, yaitu:
a. Etika ilmiah, makdsunya bahwa seseorang presenter ilmiah (1) harus
menggunakan ragam bahasa ilmiah, (2) penalaran ilmiah, (3) bersikap obejktif, (4)
menggunakan kalimat yang terukur kebenarannya, (5) mematuhi aturan formal
presentasi, (6) mempresentasikan seluruh materi (secara singkat) sesuai dengan
waktu yang ditentukan, (7) mengutip konsep, data, dan pendapat dengan
menyebutkan sumbernya, (8) mengutip data yang relevan dengan pembuktian, (9)
tidak mempresentasikan masteri di luar bahasa karya ilmiah, (10) dapat menjawab
pertanyaan pendengar atau penguji atas bahasa materi, konsep, data, kata, istilah,
penalaran, pembuktian, konsekuensi logis dari karya ilmiahnya, (11) mencermati
setiap respon pendengar (penguji).
b. Ketentuan lembaga (universitas), yaitu (1) mengikuti format penulisan sesuai
dengan ketentuan lembaga atau universitas, (2) mengikuti produser (aturan) yang
berlaku pada lembaga atau universitas, (3) mengikuti sistem yang berlaku pada
lembaga atau universitas.
c. Kemampuan personal, yakni, (1) bersikap simpatik, sopan dan hormat kepada
pendengar (penguji), (2) bersikap santun dalam setiap tutur kata, tidak
menunjukkan kemampuan diri berlebiha, (3) menghindari subjektivitas dengan
menggunakan akau, saya rasa, saya pikir, dan lain-lain. Sebaiknya seseorang
presenter menggunakan kata pengalaman membuktikan ..., uji coba menunjukkan,
dan lain-lain, (4) berpakaian sopan, (5) menunjukkan sikap positif, serius, cermat,
dan percaya diri.
d. Kemampuan teknis, yakni (1) menganalisis data primer dan sekundewr, baik
kualitatif maupaun kuantitatif, (2) mengaplikasikan penggunaan pustaka, (3)
melengkapi pembuktian (sumber) teori, (4) menggunakan saran visual seperti,
LCD, OHP, peraga, dan data (dokumen), (5) memvisualkan data pendukung
gambar, grafik, atau data lain yang relevan.
Ketika melakukan presentasi ilmiah, presenter juga dituntut untuk berusaha
sekiuat tenaga agar bahasa Indonesia ilmiah sebagaimana yang dikemukakan di
atas. Sementara itu, beberapa fasilitas dalam penggunaan bahasa lisan tetap
dapat dimanfaatkan, misalnya adanya kesempatan untuk mengulang-ulang,
menekankan dengan menggunakan intonasi, jeda, dan unsur intonasi lainnya.
Contoh pidato presentasi skipsi:
10Bapak-bapak, ibu-ibu, dan saudara-saudara yang saya hormati,
Perkenanakan saya memaparkan skripsi saya secara ringkas!
Skripsi ini berjudul “Pengaruh Penjualan Saham terhadap Laba Usaha pada PT
BNI Cabang Makassar tahun 2007”. Skripsi ini memasahkan bagaimana pengaruh
penjualana saham terhadap laba usaha pada perusahaan tersebut sejak 1 Juli
hingga 31 Desember 2007. Penjualan saham merupakan variabel bebas dan laba
usaha merupakan variabel terikat.
Kajian teoritik bersumber pada data sekunder yang diperoleh melalui buku,
jurnal, ensiklopedia, website, dan beberapa laporan penelitian dalam bahasan
yang sejalan dengan topik ini. Kajian ini menggunakan sumber data yang
diterbitkan pada tahuan 2006-2007. Kajian ini dideskripsikan dalam Bab II
Deskripsi Teori.
Berdasarkan kajian teoritik tersebut dilakukan pengumpulan data di lapangan,
yaitu kantor PT BNI Cabang Makassar dan di kantor-kantor cabang pembantu
lainnya untuk mendapatkan data prmier. Data ini dikumpulkan sejak tanggal 1 juli
sampai dengan 31 Desember 2007. Data ini diperoleh melalui observasi, angket,
wawancara, dan melalui website. Data ini dideskripsikan dalam Bab V Deskripsi
Data, Analisis, dan Hasil Analisis Data. Selanjutnya, data ini dianalisis secara
deskriptif. Hasil analisis menunjukkan bahawa penjualan saham terhadap laba
usaha memenngaruhi secara signifikan. Sebagai kesimpulan bahwa penjualan
saham berpengaruh secara positif terhadap laba usaha.
C. Ragam Ilmiah dalam Menulis Akademik
Menggunaan bahasa Indonesia ragam ilmiah dalam menulis dan presentasi
ilmiah berarti memanfaatkan potensi bahasa Indonesia untuk memaparkan fakta,
konsep, prinsip, teori atau gabungan dari keempat hal tersebut, serta hasil
penelitian secara tertulis dan lisan. Itu berarti bahwa pada saat menulis tulisan
ilmiah, penulis harus berusaha keras agar bahasa Indonesia yang digunakan
benar-benar menunjukkan sifat yang cendekia, lugas dan jelas, mengindari kalimat
yang fragmentasi, bertolak dari gagasan, formal dan objektif, ringkas dan padat,
dan konsisten. Sifat-sifat bahasa Indonesia yang demikian ditampakkan pada
pilihan kata, pengembangan kalimat, pengembangan paragraf, kecermatan dalam
menggunakan ejaan, dan aspek-aspek lainnya.
11
Ciri-ciri penggunakan bahasa Indonesia ragam ilmiah dalam penulisan karya
ilmiah sebagai berikut :
1) Baku. Sturuktur bahasa yang digunakan sesuai dengan kaidah bahasa indonesia
baku, baik mengenai struktur bahasa kalimat maupun kata. Demikian juga,
pemilihan kata istilah dan penulisan yang sesuai dengan kaidah ejaan.
2) Logis. Ide atau pesan yang disampaikan melalui bahasa indonesia ragam ilmiah
dapat diterima akal.
3) Kuantitatif. Keterangan yang dikemukakan pada kalimat dapat diukur secara pasti.
Perhatikan contoh di bawah ini:
4) Tepat. Ide yang diungkapkan harus sesuai dengan ide yang dimaksudkan oleh
pemutus atau penulis dan tidak mengandung makna ganda..
5) Denotatif yang berlawanan dengan konotatif. Kata yang digunakan atau dipilih
sesuai dengan arti sesungguhnya dan tidak diperhatikan perasaan karena sifat
ilmu yang objektif.
6) Runtun. Ide diungkapkan secara teratur sesuai dengan urutan dan tingkatannya,
baik dalam kalimat maupun dalam alinea atau paragraf adalah seperangkat
kalimat yang mengemban satu ide atau satu pokok bahasan.
Contoh :
Berbahasa adalah aktivitas sosial. Seperti halnya aktivitas-aktivitas
sosial yang lain, kegiatan berbahasa baru dapat terwujud apabila manusia terlibat
di dalamnya. Di dalam berbicara, pembicara dan lawan bicara sama-sama
menyadari bahwa ada kaidah-kaidah yang mengatur tindakannya, penggunaan
bahasanya, inpterpretasi-interpretasi lainnya terhadap tindakan lawan bicara.
Setiap peserta penutur bertanggung jawab atas tindakan dan penyimpangan
terhadap kaidah kebahasaan yang dilakukan dalam interaksi lingual itu.