STUDI KASUS
PENANGANAN PYOMETRA PADA KUCING LOKAL
Oleh
I GUSTI AGUNG GDE PUTRA PEMAYUN
ANNAS FARHANI
LABORATORIUM BEDAH VETERINER
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2016
iv
DAFTAR ISI
HalamanHALAMAN JUDULLEMBAR PERSETUJUAN ...................................................................... iiKATA PENGANTAR ............................................................................... iiiDAFTAR ISI .............................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang ................................................................ 11.2 Tujuan ..................................................................... 11.3 Manfaat ...................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA2.1 Pyometra .......................................................................... 22.2 Etiologi ....................................................................... 32.3 Tanda Klinik .................................................................... 42.4 Diagnosis .......................................................................... 42.5 Penanganan Pyometra....................................................... 4
BAB III MATERI DAN METODE3.1 Materi............................................................................... 8
3.1.1 Hewan ..................................................................... 831.2 Alat dan Bahan ....................................................... 8
3.2 Metode ...................................................................... 83.2.1 Preoperasi .......................................................... 83.2.2 Operasi .......................................................... 93.2.3 Pascaoperasi .......................................................... 13
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN4.1 Hasil ................................................................................ 144.2 Pembahasan .................................................................... 15
BAB V PENUTUP5.1 Simpulan ......................................................................... 185.2 Saran ............................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 19
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmatNya penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan Studi kasus di Rumah Sakit
Hewan Pendidikan Fakultas Kedokteran Hewan Unud yang berjudul Penanganan
Pyometra pada Kucing Lokal. Penulis menyadari bahwa penulisan laporan ini masih
jauh dari sempurna dan banyak pihak yang ikut serta membantu mulai dari persiapan
operasi sampai dengan pascaoperasi dan penyelesaian laporan ini.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada
yang terhormat :
1. Bapak Dr. drh. I Ketut Anom Dada, MS selaku Direktur Rumah Sakit Hewan
Pendidikan FKH Unud yang telah memberikan tempat sekaligus ijin
penggunaan ruangan bedah dalam penanganan kasus Pyometra pada kucing
lokal.
2. Bapak Dr. Drh. I.G.N. Sudisma, M.Si Selaku dosen penguji kasus mandiri
Koasistensi Laboratroium Bedah Veteriner yang telah banyak memberikan
masukan untuk kesempurnaan laporan ini..
3. Bapak drh. I Wayan Gorda , M.kes selaku dosen Pembimbing kelompok
Koasistensi Laboratorium Bedah yang ikut memberikan masukan untuk
kesempurnaan laporan ini
4. Saudara Anas Farhani mahasiswa koasistensi sebagai penanggung jawab kasus
bedah mandiri yang telah ikut membantu memantau perkembangan pasien
sekaligus merawatnya sampai sembuh. .
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran membangun penulis terima dengan tangan terbuka.
Denpasar, Maret 2016
Penulis
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kucing merupakan salah satu jenis hewan kesayangan yang sering
dipelihara dirumah. Seiring dengan semakin banyaknya penggemar kucing,
semakin banyak pula populasi kucing saat ini, keadaan tersebut menyebabkan
semakin banyak diketahui jenis penyakit yang dapat menginfeksi kucing seperti
infeksi virus , parasit bakteri dan penyakit yang lainnya. Umumnya kucing
diperlihara secara tradisional oleh masyarakat dengan dilepasliarkan dan baru
diberikan makan apabila pulang kerumah. Namun dewasa ini dengan semakin
baiknya tingkat sosial ekonomi masyarakat, penyayang hewan kesayangan ini
telah merawat dan memelihara kucingnya dengan baik yaitu dengan dikandangkan
dan dilakukan pemeliharaan kesehatan secara rutin dengan membawa ke Klinik
Hewan untuk dilakukan vaksinasi dan perawatan lainnya. Banyak penyakit yang
dapat menyerang kucing yang sering dijumpai di Klinik Hewan atau ditempat
praktek dokter hewan belakangan ini. Salah satu penyakit reproduksi yang sering
dijumpai menyerang kucing betina yang disebabkan oleh infeksi bakteri adalah
pyometra (Feldman and Nelson, 2004).
Pyometra merupakan infeksi pada uterus (rahim) yang dapat bersifat akut
maupun kronis dengan adanya akumulasi pus (nanah) di dalam uterus. Pyometra
sering tidak terdeteksi pada awal infeksi, biasanya pyometra baru diketahui pada
saat penyakit sudah parah. Kucing betina yang terkena pyometra dapat
menunjukkan tanda klinis keluarnya leleran dari vagina (pyometra terbuka) atau
tanpa mengeluarkan leleran dari vagina (pyometra tertutup). Pyometra tertutup
harus segera ditangani untuk mencegah terjadinya kematian pasien (Smith 2006),
hal ini karena akumulasi nanah terlokalisir di dalam uterus tanpa ada leleran
nanah yang keluar dari vagina sehingga sering menyebabkan terjadinya sepsis dan
kematian dalam waktu beberapa hari. Pada servik yang terbuka adanya akumulasi
2
nanah dalam uterus yang cukup banyak akan mengalir keluar melalui vagina dan
sering menyebabkan pyometra kronik (Blendinger et al., 1997).
Komplikasi adanya gangguan fungsi ginjal dengan peningkatan kadar
BUN dan kreatinin serum sering menyertai pada kasus pyometra yang parah yang
dapat mempercepat kematian. Oleh karena itu diagnosa yang cepat dan tepat
diperlukan untuk penanganan kasus pyometra ini sehingga penanganan pyometra
dapat dilakukan dengan segera dan pasien dapat terhindar dari resiko kematian
(Erinda et al., 2011)
1.2 Tujuan Penulisan
Penulisan laporan Studi kasus ini bertujuan untuk mengetahui
bagaimana cara mendiagnosa yang cepat dan tepat , prosedur pembedahan
maupun tanpa pembedahan dan cara penanganan kasus pyometra pada
kucing setelah dilakukan pembedahan.
1.3 Manfaat
Adapun manfaat dari penulisan laporan ini adalah untuk
menambah wawasan maupun memberikaan informasi kepada mahasiswa
dan dokter hewan praktisi mengenai tata cara mendiagnosis dan prosedur
penanganan yang benar tentang kasus pyometra pada kucing.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pyometra
Pyometra berasal dari kata pyo artinya nanah dan metra artinya uterus.
Pyometra berarti peradangan kronis dari mucosa uterus (endometrium) yang
disebabkan oleh adanya infeksi dan ditandai dengan adanya pengumpulan nanah
dalam uterus, serta dapat menyebabkan gangguan reproduksi yang bersifat
sementara (infertil) atau permanen (kemajiran). Pyometra dapat terjadi pada sapi,
anjing, kucing, dan kuda sedangkan pada hewan lain jarang terjadi.
(Hardjopranjoto. 1995)
Pyometra merupakan infeksi pada uterus (rahim) yang dapat bersifat akut
maupun kronis dengan adanya akumulasi pus (nanah) di dalam uterus. Pyometra
sering tidak terdeteksi pada awal infeksi, biasanya pyometra baru diketahui pada
saat penyakit sudah parah. Kucing betina yang terkena pyometra dapat
menunjukkan tanda klinis keluarnya leleran dari vagina (pyometra terbuka) atau
tanpa mengeluarkan leleran (pyometra tertutup). Pyometra tertutup harus segera
ditangani untuk mencegah terjadinya sepsis dan kematian pasien (Smith 2006).
Umumnya bakteri yang ditemukan dari pemeriksaan kucing dengan
pyometra adalah bakteri yang normal ditemukan pada uterus kucing sehat. Pada
kasus pyometra, bakteri tersebut menjadi patogen (dapat menimbulkan penyakit)
dan menginfeksi uterus akibat faktor hormonal yang menyebabkan perubahan
struktur pada uterus. Bakteri yang biasanya terkait dengan pyometra adalah
Eschericia coli, namun bakteri lain seperti Staphylococcus, Streptococcus,
Klebsiella, Pseudomonas, Proteus, Haemophilus, Pasteurella, dan Serratia juga
pernah diperoleh dari uterus anjing yang mengalami pyometra (Feldman dan
Nelson 2004).
4
2.2 Etiologi
Pyometra dapat ditimbulkan oleh kuman atau bakteri yang dalam keadaan
normal hidup didalam uterus dan saluran reproduksi lain; misalnya kuman
pyogenes yang karena suatu sebab menjadi patogen. Penyakit kelamin menular
seperti brucellosis, trichomoniasis dan vibrosis atau kuman yang non spesifik
seperti golongan coccus, coli juga dapat menyebabkan terjadinya pyometra pada
sapi. Pada induk penderita trichomoniasis fetus mati tidak diabortuskan, tetapi
dihancurkan oleh mikroorganisme ini sehingga menyerupai bubur dan bersama
nanah endometritis menjadi pyometra.
Pyometra dapat terjadi sesudah inseminasi buatan, perkawinan alam atau
sesudah partus. Dengan adanya inseminasi buatan ataupun perkawinan alami
dapat memberikan kontribusi yang cukup baik bagi mikroorganisme dari luar
untuk masuk kedalam uterus dan apabila induk sedang bunting dapat
menyebabkan fetus yang dikandung menjadi tertular, diikuti kematian dan
hancuran fetus berbentuk nanah dan menimbun sebagai pyometra. Masuknya
mikroorganisme ini dapat terjadi ketika dilakukan inseminasi intra uterin pada
hewan bunting dengan semen yng terkontaminasi sehingga terjadi kematian
embrio dan melanjut sebagai pyometra. Kasus pyometra setelah perkawinan alami
biasanya berhubungan dengan kematian embrio dini akhibat penyakit menular
yang telah disebutkan diatas
Pada kebayakan kasus pyometra terjadi menyusuli retentio secundinae dan
metritis postpartum, dimana sering terjadi pengeluaran nanah melalui vagina.
Pada trichomoniasis atau infeksi lainnya dapat terjadi kebuntingan muda dan fetus
dibinasakan oleh organisme yang bersangkutan. Fetus dan selaputnya hancur
sehingga menyebabakan pyometra. Dalam hal ini penyumbatan cervix dapat
menetap untuk waktu yang lama. Pada pyometra dinding uterus umumnya tebal
dan berat dan tidak memiliki tonus uterus berisi cairan yang mengumpul, tidakada
fetus, plasentoma dan selaput janin , tidak ada fremitus. cairan didalam uterus
dapat berupa air seperti sirup atau kental. Pyometra dapat terjadi setelah partus
5
yang disertai dengan adanya retensi plasenta atau karena kelahiran yang sukar
(distokia) tanpa penanganan yang baik sehingga terjadi peradangan pada uterus
(endometritis) yang akut. Hal itu dimungkinkan karena terjadinya luka akibat
tertusuk oleh alat-alat kebidanan yang tidak steril pada waktu penanganan
distokia. Pyometra dapat dibedakan menjadi 2 tipe :
Pyometra terbuka, dimana pus dan toksin dapat mengalir keluar
dari uterus melalui cervix dan vutra.
Pyometra tertutup, dimana dan toksin tidak dapat keluar dari
uterus sehingga terjadi ruptur di uterus yang dapat berlanjut
menjadi peritonitis.
2.3 Tanda Klinis
Tanda klinis pyometra pada kucing betina antara lain adanya penurunan
nafsu makan, depresi, banyak minum, lesu, dan perut membesar dengan atau
tanpa adanya leleran vagina serta disertai terjadinya poliuria. Hasil pemeriksaan
darah kucing yang menderita pyometra antara lain jumlah sel darah putih sangat
tinggi dibandingkan dengan normalnya. Diferensial leukosit menunjukkan
terjadinya peningkatan yang sangat nyata pada sel-sel netrofil, pada preparat
hapus darah nampak terlihat sel-sel netrofil yang muda dalam jumlah yang
banyak. Ini sering digunakan sebagai patokan untuk mendiagnosa terjadinya
pyometra pada anjing, kucing dan hewan lainnya. Leleran pada vagina dapat
bersifat purulen (nanah), sanguinopurulen (nanah dan darah), mukoid (berlendir),
atau seperti pendarahan (Smith 2006).
2.4 Diagnosis
Menurut Agudelo (2005), diagnosa pyometra dapat ditegakkan melalui
sejarah penyakit dari pemilik, status siklus estrus, dan tanda klinis yang nampak.
Menurut Bigliardi (2004), diagnosa untuk kasus pyometra paling baik dilakukan
melalui pemeriksaan ultrasonografi (USG), radiografi (rontgen) dan pemeriksaan
6
darah yaitu adanya leukositosis (left sheft netrofilia). Hasil USG kucing yang
terkena pyometra antara lain uterus berisi cairan dan dindingnya mengalami
penebalan seperti terlihat pada Gambar 1. Dibawah ini.
Gambar 1. Hasil USG terlihat adanya pembesaran pada uterus
Selain pemeriksaan USG dilakukan juga pemeriksaan hematolgi rutin pada
pasien, hasil dari pemeriksaan hematologi rutin diperoleh hasil sebagai berikut.
Tabel 1. Hasil pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan Hasil Rujukan Satuan Keterangan
Total Eritrosit 5,86 5-10 103 /µl Normal
Total Leukosit 47,47 5,5-19,5 103 /µl Meningkat
Trombosit 145 300-800 103 /µl Turun
7
Hemogoblin 9,5 8-15 g/dl Normal
Hematokrit 28,91 24-45 % Normal
MCHC 32,7 30-36 g/dl Normal
MCH 16,1 12,5-17,5 Pg Normal
MCV 49 39-55 fl Normal
Limfosit 7,3 20-55 % Turun
Neutrofil 89,7 35-80 % Meningkat
Monosit 1,5 1-3 % Normal
Eosinofil 1,5 0-10 % Normal
Basofil 0 0-1 % Normal
Dari hasil pemeriksaan darah dapat terlihat adanya peningkatan total
leukosit dan neutrofil, sehingga dapat didiagnosa bahwa hewan tersebut
mengalami infeksi yang disebabkan oleh bakteri dan disertai dengan adanya
penurunan junlah limfosit dan trombosit. Turunnya trombosit sebagai akibat dari
adanya peradangan yang berat pada uterus.
2.5 Penanganan Pyometra
Penanganan pyometra tertutup yang terbaik adalah dengan dilakukan
operasi pengangkatan saluran reproduksi dan kandung telur (ovariohisterektomi),
penanganan ini adalah penanganan yang paling aman dan efektif untuk
menangani kasus pyometra pada anjing maupun kucing.. Namun, penanganan
pada kasus pyometra ini sangatlah berbeda dibandingkan dengan pengangkatan
saluran reproduksi (ovariohisterektomi) yang rutin dilakukan pada hewan yang
sehat. Pada saat mengangkat uterus harus dilakukan secara hati-hati dikarenakan
besar dan lemahnya uterus, cairan atau isi dari uterus yang terinfeksi jangan
sampai tumpah karena akan mencemari jaringan organ yang lain dan memastikan
8
semua organ yang terinfeksi dibuang apabila ada yang tertinggal dapat memicu
lagi pyometra pasca operasi atau terjadinya peradangan pada rongga abdomen
(peritonitis). Pada saat operasi, antibiotik berspektrum luas harus diberikan secara
intravena untuk menghilangkan infeksi selama beberapa hari biasanya sampai 5
hari.
Penanganan yang dapat dilakukan untuk pyometra terbuka yang uterusnya
masih berfungsi normal adalah diberikan oksitosin dan antibiotik, oksitosin
berfungsi meningkatkan kontraksi miometrium dan merelaksasikan serviks
sehingga cairan yang berada di uterus dapat dikeluarkan (Gabor et al. 1999).
Oksitosin mengakibatkan kontraksi dinding uterus dan membuka cerviks diikuti
dengan keluarnya nanah, antibiotik juga diberikan untuk menghilangkan infeksi
sekunder yang telah terjadi. Biasanya cara ini dilakukan untuk hewan yang
diperlukan untuk pembiakan (breeding) dimana pembedahan tidak diinginkan
oleh pemeilik untuk dapat menghasilkan keturunan. Pemberian hormon dapat
dilakukan untuk 3 sampai 5 hari, namun keberhasilan penanganan menggunakan
hormon ini lebih rendah dibandingkan dengan pembedahan ovariohisterektomi.
Selain itu harga hormon masih mahal dan dapat menyebabkan beberapa efek
samping terutama efek karsinogenik, Efek samping yang lainnya antara lain
mudah letih, napas terengah-engah, defekasi, salivasi dan sakit pada bagian perut.
Efek ini terjadi dalam 15 menit setelah preparat hormon diberikan dan dapat
bertahan beberapa jam.
Flushing atau irigasi juga dapat dilakukan untuk penanganan pyometra
yang servik terbuka agar tidak dilakukan tindakan pembedahan. Flushing dapat
dilakukan dengan larutan yodium 1-2%, terkadang cara ini dapat memberikan
hasil yang cukup baik dalam usaha mengeluarkan nanah dari uterus. Stimulasi
pada uterus dapat dilakukan dengan cairan antiseptik seperti larutan lugol
sebanyak 2,5 ml yang dicampur kedalam 250 ml aquades, larutan ini diberikan
untuk flushing kedalam uterus, flushing dilakukan dengan kateter dan larutan
dikeluarkan kembali setelah uterus dipijat. Dengan cara ini, sisa nanah yang
terkumpul dapat dikeluarkan walaupun tidak seluruhnya habis.
9
BAB III
MATERI DAN METODE
3.1 Materi
3.1.1 Hewan
Hewan kasus yang digunakan adalah kucing lokal betina berumur 8 bulan,
berwarna hitam belang kuning, dengan berat badan 2,3 kg. Hewan memiliki nafsu
makan yang kurang bagus, depresi dan lemah. Tanda klinis yang nampak perut
membesar dan terdapat leleran kental yang keluar dari vagina. Kucing belum
menunjukkan adanya muntah dan terjadi poliuria.
3.1.2 Alat dan Bahan
Alat-alat yang dipergunakan adalah seperangkat alat bedah laparotomi,
dan perlengkapan operasi lainnya seperti kain drap, sarung tangan, masker dan
lain-lain. Bahan-bahan yang dipergunakan adalah bahan obat-obatan, benang
operasi (cat gut 2/0 dan vicryl 2/0)
Obat-obatan yang dibutuhkan antara lain :
Atrofin sulfat (premedikasi) sediaan 0,25 mg/ml
Xilazin dan ketamin (anestesi) sediaan masing-masing 20 mg/ml dan
100 mg/ml
Amoxan sirup
Vicilin 100 mg/ml
3.2 Metode Operasi
Pada kasus pyometra kucing lokal diatas ditangani dengan prosedur
pembedahan, walaupun termasuk jenis pyometra yang terbuka karena pemilik
mempertimbangkan dari segi finansial dan ras kucing termasuk ras lokal. Dengan
melakukan flushing mungkin membutuhkan biaya yang lebih tinggi karena harus
dilakukan berulang-ulang dan tingkat keberhasilan tidak menjamin 100 persen.
10
3.2.1 Preoperasi
Pasien terlebih dahulu dipuasakan makan selama 12 jam sebelum operasi
dan puasa minum 4 jam sebelum operasi. Ruang operasi, meja dan alat operasi
dibersihkan kemudian dilakukan sterilisasi menggunakan alat steril, sedangkan
meja operasi menggunakan desinfektan dan alkohol. Setelah persiapan alat,
bahan, dan operator telah siap, pasien diberi premedikasi anestesi. Premedikasi
yang digunakan adalah tropin sulfat dengan dosis 0,04 mg/kg BB secara subkutan.
Idealnya pada tahapan selanjutnya dilakukan pemasangan kateter intravena untuk
pemasangan infus NaCl, kemudian dilakukan restrain pada pasien secara humanis
dan legeartis. Setelah infus terpasang, 10 menit kemudian diberi anestesi dengan
menggunakan kombinasi xilazin dan ketamin diinjeksikan secara intravena (IV)
secara pelan-pelan sambil melihat tanda-tanda stadium anestesi. Setelah kucing
teranestesi sampai mencapai stadium 3 plane 2 segera pasang endotracheal tube
dan dilanjutkan dengan anestesi inhalasi untuk mempertahankan keadaan anestesi.
Pasien yang telah teranestesi diletakkan di meja operasi dengan posisi dorsal
recumbency.
3.2.2 Operasi
Setelah kucing tersebut teranestesi dengan baik, kucing tersebut
diletakkan diatas meja operasi dengan posisi dorsal recumbency.
Kemudian bersihkan daerah operasi dengan semprotkan terlebih
dahulu dengan alkohol 70 % secara berulang
Bersihkan dan desinfeksi daerah sekitar operasi/insisi dengan
menggunakan betadine.
Setelah itu, buatlah sayatan pada garis tengah abdomen dari posterior
umbilikus dengan panjang kurang lebih 3 - 4 cm kebelakang tepat
diatas vesica urinaria, lapisan pertama yang disayat adalah kulit
kemudian jaringan subkutan.
Jaringan subkutan kemudian dipreparir sedikit hingga terlihat linea
alba dan dilakukan insisi pada linea alba untuk membuka rongga
11
abdomen. Setelah itu bagian tepi linea alba dijepit kiri dan kanan
dengan menggunakan Allis forcep.
Kemudian, sayatan tersebut diperpanjang ke arah anterior dan
posterior menggunakan gunting tajam- tumpul (bertujuan agar tidak
melukai organ bagian dalam), dengan panjang sesuai dengan sayatan
yang telah dilakukan pada kulit. Setelah rongga abdomen terbuka,
kemudian dilakukan pencarian organ uterus dan ovarium.
Pencarian uterus dan ovarium dilakukan dengan menggunakan jari
telunjuk yang dimasukkan ke rongga abdomen. Setelah itu, uterus
ditarik keluar dari rongga abdomen hingga posisinya adalah ekstra
abdominal.
Pada bagian ujung tanduk uteri ditemukan ovarium dan dipreparir
hingga posisinya ekstra abdominal. Saat mempreparir, beberapa
bagian yang dipotong diantaranya adalah penggantung uterus
(mesometrium), penggantung tuba falopi (mesosalphinx), dan
penggantung ovarium (mesoovarium). Pada saat mempreparir uterus
dan jaringan sekitarnya, dinding uterus tetap dijaga jangan sampai
robek atau rupture.
Dengan menggunakan klem arteri, dilakukan penjepitan pada bagian
penggantung ovarium dan termasuk pembuluh darahnya. Penjepitan
dilakukan menggunakan dua klem arteri yang dijepitkan pada
penggantung tersebut secara bersebelahan.
Pada bagian anterior dari klem arteri yang paling depan, dilakukan
pengikatan menggunakan benang vicryl 2/0
Setelah itu, dilakukan pemotongan pada penggantung tersebut
menggunakan gunting pada posisi diantara dua klem arteri tadi.
Klem arteri yang menjepit penggantung dan berhubungan dengan
uterus tidak dilepas sedangkan klem arteri yang satunya lagi dilepas
secara perlahan-lahan, sebelumnya pastikan tidak ada perdarahan
lagi.
12
Berikan cairan infuse agar organ tidak terlalu kering dan lakukan hal
yang sama pada bagian uterus yang disebelahnya, dilakukan
penjepitan, pengikatan,dan pemotongan dengan cara yang sama.
Setelah kedua tanduk uteri beserta ovariumnya dipreparir, maka
selanjutnya adalah bagian corpus uteri yang dipreparir. Pada bagian
corpus uteri, dilakukan penjepitan menggunakan klem yang agak
besar. Kemudian diligasi dengan penjahitan corpus uteri
menggunakan benang vicryl 2/0. Dilakukan pengikatan dengan kuat
melingkar pada corpus uteri menggunakan benang vicryl 2/0, dan
pada ikatan terakhir dikaitkan pada corpus uteri agar ikatan lebih
kuat.
Setelah itu, dilakukan pemotongan menggunakan scalpel pada
bagian corpus uteri yaitu pada posisi diantara dua klem tadi.
Kemudian, uterus dan ovarium dilepas dan diangkat keluar tubuh,
dan jika sudah tidak ada perdarahan, klem yang satunya lagi dapat
dilepas secara perlahan dan sebelum ditutup jangan lupa ditetesi
dengan larutan antibiotik (PS) yang telah diencerkan
Selanjutnya dilakukan teknik penjahitan dengan menuggunakan
benang vicryl 2/0 untuk menutup rongga abdomen berturut turut
dilakukan penjahitan aponeurose dari M. obliqous abdominis
externus dan internus dengan menggunakan teknik terputus
sederhana (simple interrupted). Pastikan jahitan tidak melukai atau
mengenai organ didalamnya, gunakan alice forcep untuk membantu
penjahitan.
Penjahitan terakhir dilakukan pada jaringan subkutan dan kulit
dengan teknik jahitan sederhana menerus pada jaringan subkutan
menggunakan benang chromic 2/0 dan dilanjutkan dengan jahitan
sederhana terputus pada kulit menggunakan benang silik 2/0.
Dalam proses penjahitan jangan lupa diberi larutan penicilin
steptomicin yang telah diencerkan sedikit demi sedikit secara merata
pada semua jaringan.
13
Setelah operasi selesai, desinfeksi jahitan dengan mengusap bagian
jahitan dengan betadine, pada jahitan secara merata dan kemudian
tutup dengan hypavix dan dipasang gurita untuk melindungi jahitan
supaya kering, tidak ada kontaminasi dan tidak digigit sehingga
jahitan tidak lepas.
Tabel 2. Gambar Proses Operasi
NO GAMBAR OPERASI KETERANGAN
1. Keluar pus dari
vulva
14
2.
Hasil USG
3.
Uterus yang
mengalami pyometra
15
3.2.3 Pascaoperasi
Setelah operasi dilakukan penyuntikan antibiotik vicilin 0,3 ml
secara intravena melalui insfus yang telah terpasang untuk mencegah dan
menghilangkan terjadinya infeksi sekunder selama 5 hari dalam dosis
terbagi yaitu pagi, siang dan malam. Selain itu juga diberikan anti radang
golongan steroid deksametason tab 0,5 mg 3 kali ½ dalam sehari juga
selama 5 hari untuk meredakan terjadinya peradangan. Cairan infus
Laktat Ringer juga diberikan sampai kondisinya stabil yaitu mau makan
dan minum biasanya sampai 5 – 7 hari setelah operasi. Disamping itu juga
diberikan suntikan biodin injeksi 0,2 ml stiap dua hari sekali untuk
meningkatkan daya tahan tubuh dan napsu makan.
16
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Operasi
Pengamatan Tanda Klinis Gambar
Hari ke 1 s/d
3
Kucing masih lemah
dan tidak banyak
bergerak, nafsu
makan dan minum
masih belum bagus ,
luka operasi masih
nampak basah dan
terjadi peradangan.
Hari ke 4 s/d
6
Nafsu makan dan
minum sudah mulai
membaik, kencing
lancar, luka operasi
masih bengkak dan
terjadi peradangan
dan kucing mulai
bergerak
17
Hari ke-7 s/d
11
Nafsu makan dan
minum sudah mulai
normal, defikasi dan
kencing mulai
normal, luka bekas
operasi mulai
mengering dan
reaksi peradangan
berangsur-angsur
berkurang dan
kucing sudah mulai
aktif bergerak
Hari ke-12
pascaoperasi
Kucing sudah aktif
bergerak, nafsu
makan dan minum
baik, luka operasi
sudah mengering
dan tertutup dan
jahitan sudah dilepas
18
4.2 Pembahasan
Tanda klinis pyometra pada kucing betina yang dipakai studi kasus antara
lain adanya penurunan nafsu makan, depresi, banyak minum, lesu, dan perut
membesar dengan atau tanpa adanya leleran vagina. Hasil pemeriksaan darah
anjing yang menderita pyometra antara lain jumlah sel darah putih (leukosit)
sangat tinggi dibandingkan dengan kisaran normal. Leleran pada vagina dapat
bersifat purulen (nanah), sanguinopurulen (nanah dan darah), mukoid (berlendir),
atau seperti pendarahan (Smith 2006). Ini menunjukkan bahwa kucing mengalami
pyometra dengan cervik yang terbuka dan umumnya bersifat kronis, hal ini sesuai
dengan anamnesis dari sipemilik yang mengatakan bahwa kejadiannya sudah
terjadi dalam beberapa minggu.
Apabila terjadi fertilisasi, maka corpus luteum akan persisten pada awal
masa kebuntingan. Hal ini dikarenakan progesteron dibutuhkan dalam
mempersiapkan uterus untuk implantasi embrio. Corpus luteum akan beregresi
setelah fungsi produksi progesteron digantikan oleh plasenta. Pada kasus
pyometra, corpus luteum tetap persisten dalam waktu yang lama walaupun tidak
terjadi kebuntingan. Hal ini dikarenakan adanya infeksi uterus yang mengganggu
mekanisme luteolisis sehingga corpus luteum tidak beregresi. Corpus luteum
persisten juga sering dihubungkan dengan infeksi uterus yang timbul karena
retensi sisa-sisa plasenta akibat kebuntingan (Hunter 1995).
Corpus luteum yang persisten menyebabkan hormon estrogen dan
progesteron terus diproduksi. Progesteron mengakibatkan perubahan patologis
pada uterus sehingga tercipta lingkungan yang baik untuk pertumbuhan bakteri.
Perubahan patologis yang dialami uterus adalah penebalan endometrium secara
terus-menerus, peningkatan sekresi kelenjar uterus, dan penurunan kontraksi
miometrium (Smith 2006).
Jika bakteri tersebut sangat virulent, sel darah putih (leukosit) tidak bisa
membunuhnya. Leukosit akan mati dan terakumulasi sebagai nanah atau pus
19
dalam uterus. Nanah dan sekresi kelenjar yang tertimbun didalam uterus tidak
dapat dikeluarkan karena kadar esterogen yang tingi menyebabkan efek negatif
(feedback negatif) pada kelenjar pituitaria anterior sehingga kadar esterogen
rendah dan kontraksi uterus berkurang. Hal ini dibuktikan dengan ditemukan
korpuus luteum dan kista folikel pada ovarium hewan yang menderita pyometra.
Selama operasi berlangsung status presen hewan diamati setiap 10 menit,
hal ini dilakukan untuk mngetahui kondisi hewan selama operasi. Setelah
dilakukan operasi kucing ditempatkan di tempat yang bersih dan kering , luka
bekas operasi di kontrol dan dijaga setiap hari, pemberian antibiotik rutin
dilakukan agar mengurangi terjadiya infeksi sekunder. Diet makanan lunak
diberikan jika hewn masih terlihat lemas, selanjutnya konsistensi makanan dapat
ditingkatkan secara bertahap. Pada kucing yang dilakukan ovariohisterektomi,
satu minggu setelah operasi kondisinya masih belum sehat dimana napsu makan
masih sangat kurang berbeda dengan operasi ovariohisterektomi pada kucing
sehat. Hal ini menunjukkan kucing yang dipakai kasus perlu penanganan darurat
yang harus segera dilakukan karena mengancam keselamatan pasien tersebut.
Sedangkan pada operasi steril kucing termasuk operasi elektif yang dikerjakan
pada kucing-kucing yang sehat sehingga pemulihan kondisinya sangat cepat dan
sangat berbeda dengan pasien yang menderita pyometra.
Lambatnya proses kesembuhan pada kucing kasus pyometra diatas bisa
diakibatkan karena kondisi kucing yang sudah sangat lemah akibat terinfeksi oleh
pyometra yang sudah kronik. Efek samping dari pyometra yang toksik dapat
20
berpengaruh pada ginjal sehingga mengakibatkan terjadinya poliuria dan
dibarengi dengan polidipsia. Adanya efek yang berpengaruh pada organ lainnya
selain uterus akan memperparah keadaan dan mengakibatkan pemulihan pasca
operasi sangat lama tergantung tingkat kerusakan yang ditimbulkan. Bright (1986)
mengatakan kesembuhan pada pyometra yang toksik dapat mencapai 3 minggu
tergantung derajat keparahan dari pyometra dan pada beberapa kasus dapat
menyebabkan terjadinya kematian.
21
BAB V
PENUTUP
5.1. Simpulan
1. Kucing lokal betina umur 8 bulan dengan tanda klinis adanya leleran
kental yang keluar dari vagina dan ditunjang oleh pemeriksaan USG
dan hematologi rutin (leukositosis) didiagnosa menderita pyometra
dengan servik terbuka.
2. Pyometra terbuka pada kucing kasus ditangani dengan pembedahan
ovariohisterektomi yaitu dengan mengangkat ovarium dan uterus.
3. Kesembuhan pada kucing kasus pyometra terbuka yang ditangani
dengan ovariohisterektomi diamati setelah hari ke-12.
5.2 Saran
Pencegahan terbaik untuk hewan yang mengalami pyometra adalah :
1. Spay (sterilisasi) kucing betina sebelum umur 6 bulan, apabila kucing
betina digunakan untuk breeding, spaying direkomendasikan
dilakukan setelah masa breedingnya selesai (umur 4-5thn).
2. Tidak dianjurkan untuk penggunaan suntikan progesteron untuk
sterilisasi pada anjing maupun kucing apalagi dilakukan secara
berulang.
3. Kesehatan dan kebersihan lingkungan selalu dijaga agar tetap bersih
sehingga resiko penyebaran penyakit bisa dihindari.
22
DAFTAR PUSTAKA
Agudelo, C.F. 2005. Cystic Endometrial Hyperplasia-pyometra Complex in
Cats. Vet Quart 27(4):173-182.
Bigliardi, E. 2004. Ultrasonography and Cystic Hyperplasia–pyometracomplex in
the Bitch. Reprod Domest Anim39:136–40.
Bright, R.M. 1986. Surgical Emergencies. Churchill Livingstone New York,
London, Melbourne.
Feldman, E.C, and Nelson, R.W. 2004. Canine and Feline Endocrinology and
Reproduction. Ed ke-3. USA: Saunders.
Gabor G, Siver L, and Szenci, O. 1999. Intravaginal prostaglandin F2 alpha for
the treatment of metritis and pyometra in the bitch. Acta Vet Hung
47:103–108.
Hunter, R.H.F. 1995. Fisiologi dan Teknologi Reproduksi Hewan Betina
Domestik. DK Harya Putra, penerjemah; Bandung: penerbit ITB.
Terjemahan dari: Physiology and Technology of Reproduction in
Female Domestic Animals.
Smith, F.O. 2006. Canine Pyometra. Theriogenology 66:610-612