i
STUDI FENOMENOLOGI PENGALAMANMENARCHE PADA REMAJA PEREMPUAN DI RW 07
KELURAHAN CAKUNG BARATJAKARTA TIMUR
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan(S. Kep)
OLEH:ADELIA INGGAR DEWATI
NIM: 109104000029
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERISYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA1435 H/2014 M
ii
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan dengan sebenar-benarnya
bahwa semua pernyataan dalam skripsi ini:
Nama : Adelia Inggar Dewati
NIM : 109104000029
Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Program Studi : Ilmu Keperawatan
Judul Skripsi : Studi Fenomenologi Pengalaman Menarche pada Remaja
Perempuan di RW 07 Kelurahan Cakung Barat Jakarta
Timur
Merupakan hasil studi pustaka, penelitian lapangan, dan karya sendiri dengan
bimbingan dosen pembimbing. Skripsi ini belum pernah diajukan untuk
memperoleh gelar dari berbagai jenjang perguruan tinggi manapun dan semua
informasi, data, dan hasil pengolahannya yang diajukan telah dinyatakan secara
jelas sumbernya dan dapat diperiksa kebenarannya.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Jakarta, Januari 2014
Adelia Inggar Dewati
iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi dengan Judul
STUDI FENOMENOLOGI PENGALAMAN MENARCHE PADAREMAJA PEREMPUAN DI RW 07 KELURAHAN CAKUNG BARAT
JAKARTA TIMUR
Telah di setujui dan diperiksa pembimbing skripsiProgram Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran dan Ilmu KesehatanUniversitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh :
ADELIA INGGAR DEWATI
109104000029
Pembimbing I Pembimbing II
Puspita Palupi, S.Kep., M.Kep., Ns.Sp.Kep.MatN NIP. 198011192011012006
Jamaludin, S.Kp., M.KepNIP. 196805222008011007
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAHJAKARTA
1435 H/ 2014 M
iv
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi dengan Judul
STUDI FENOMENOLOGI PENGALAMAN MENARCHE PADAREMAJA PEREMPUAN DI RW 07 KELURAHAN CAKUNG BARAT
JAKARTA TIMUR
Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan dihadapan tim penguji oleh :
ADELIA INGGAR DEWATI
109104000029
Jakarta, 21 Januari 2014
Pembimbing I Pembimbing II
Puspita Palupi, S.Kep., M.Kep., Ns.Sp.Kep.Mat Jamaludin, S.Kp., M.KepNIP. 198011192011012006 NIP. 196805222008011007
Penguji I Penguji II
Yenita Agus, M.Kep., Sp.Mat., Ph.D Jamaludin, S.Kp., M.KepNIP. 197206082006042001 NIP. 196805222008011007
Penguji III
Puspita Palupi, S.Kep., M.Kep., Ns.Sp.Kep.MatNIP. 198011192011012006
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAHJAKARTA
1435 H/ 2014 M
v
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi dengan Judul
STUDI FENOMENOLOGI PENGALAMAN MENARCHE PADAREMAJA PEREMPUAN DI RW 07 KELURAHAN CAKUNG BARAT
JAKARTA TIMUR
Oleh :
ADELIA INGGAR DEWATI
109104000029
Jakarta, Januari 2014
Mengetahui,
Ketua Program Studi Ilmu KeperawatanUniversitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Ns. Waras Budi Utomo, S.Kep, M.KMNIP. 19790520 200001 1012
Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu KesehatanUniversitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Prof. DR. (hc). dr. M.K. Tadjudin, Sp. And
vi
RIWAYAT HIDUP
Nama : Adelia Inggar Dewati
Tempat, Tanggal Lahir : Surakarta, 08 Juli 1991
Status Pernikahan : Belum menikah
Alamat : Jalan Haji Buang No.151, RT 007/RW 005,
Kelurahan Lubang Buaya, Kecamatan Cipayung,
Jakarta Timur, 13810
Telepon : 085773911064
Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan
1. Tk Yusufiyah [1996-1997]
2. SD Angkasa IV Halim Perdana Kusuma [1997-2003]
3. SMP Negeri 81 Jakarta Timur [2003-2006]
4. SMA Negeri 48 Jakarta Timur [2006-2009]
5. S-1 Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta [2009-2014]
Pengalaman Pelatihan, Seminar, dan Workshop:
1. Seminar “Cultural Approach In Holistic Nursing Care In Globalization
Era”, Jakarta, 2009
2. Seminar Umum “Hilangnya Ayat dalam Undang-Undang Anti Rokok”
Jakarta, 2009
3. Pelatihan Kesehatan “Health Training 4 Medical Skill”, Jakarta, 2009
vii
4. Seminar Nasional “Menuju Indonesia Bebas Kaki Gajah & Sosialisasi Flu
Burung”, Jakarta, 2009
5. Seminar Profesi “Keperawatan Islami, Penerapan dalam Praktek dan
Kurikulum Pendidikan Perawat di Indonesia”, Jakarta, 2010
6. Second International Nursing Student Forum “Nursing Challanges in the
Global Society”, Thailand, 2010
7. Seminar Kesehatan “Peran Kebijakan Standardisasi Internasional Rumah
Sakit dalam Meningkatkan Profesionalisme Pelayanan Kesehatan”,
Jakarta, 2011
8. Seminar Keperawatan “Nursing as Partner Society and Delivering Public
Health”, Jakarta, 2011
9. Emergency Nursing Seminar dan Workshop “Peran Perawat dalam
Tatalaksana Trauma Thoraks Berbasis Pasien Safety”, Jakarta, 2012
10. Seminar Nasional “Uji Kompetensi Nasional Perawat: Meningkatkan
Peran dan Mutu Profesi Keperawatan dalam Menghadapi Tantangan
Global”, Jakarta, 2012
11. Seminar Keperawatan “Update Diagnsa NANDA, Aplikasi ISDA dan
Diagnostic Reasoning”, Jakarta, 2012
12. Seminar Nasional Keperawatan “NANDA, NIC, NOC: Concept,
Implementation and Innovation for Better Quality of Nursing Service in
Indonesia”, Jakarta, 2013
13. Seminar Pendidikan Akbar Tahunan 5 ACIKITA “Memajukan Pendidikan
dan Riset Indonesia melalui Kerjasama Internasional”, Jakarta, 2013
viii
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Skripsi, Januari 2014
Adelia Inggar Dewati, NIM : 109104000029
Studi Fenomenologi Pengalaman Menarche pada Remaja Perempuan di RW07 Kelurahan Cakung Barat Jakarta Timur
xviii + 103 halaman + 1 gambar + 2 bagan + 1 tabel + 4 lampiran
ABSTRAK
Menarche merupakan menstruasi pertama kali yang menunjukkan kematanganreproduksi seorang perempuan. Menarche berdampak pada perubahan fisikmaupun psikologis pada remaja perempuan. Penelitian ini bertujuan untukmengeksplorasi pengalaman menarche remaja perempuan di RW 07 kelurahanCakung Barat Jakarta Timur. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengandesain fenomenologi deskriptif yang dilakukan melalui wawancara mendalam.Partisipan penelitian ini terdiri dari enam partisipan berusia 13-17 tahun yangtelah mengalami menarche. Pemilihan partisipan penelitian ini menggunakanteknik purposive sampling berdasarkan asas kesesuaian dan kecukupan. Datadidapat dari hasil rekaman wawancara mendalam dan dianalisis dengan metodeColaizzi. Penelitian ini mengidentifikasi sembilan tema, yaitu: 1) makna menarchepada remaja perempuan, 2) dominasi perasaan remaja perempuan saat menarche,3) kesiapan remaja perempuan saat menarche, 4) perubahan remaja perempuansetelah menarche, 5) ketidaknyamanan remaja perempuan saat menarche, 6)upaya remaja perempuan dalam mengatasi ketidaknyamanan saat menarche, 7)dukungan remaja perempuan saat menarche, 8) perawatan diri remaja perempuansaat menstruasi, 9) mitos-mitos menstruasi yang menghantui remaja perempuan.Remaja perempuan yang terlibat dalam penelitian ini cenderung memilikipersiapan yang kurang dan pemahaman yang terbatas saat mengalami menarchesehingga hal itu dapat berdampak pada penyesuaian diri saat menarche. Dukungankeluarga, sekolah, maupun pelayanan kesehatan diperlukan dengan memberikanbimbingan sedini mungkin kepada remaja perempuan agar dapat mempersiapkandiri dengan baik saat menghadapi menarche. Penelitian lebih lanjut juga dapatdilakukan untuk mengeksplorasi secara mendalam, khususnya partisipanpendukung, seperti orang tua maupun remaja perempuan yang mengalamimenarche terlambat agar didapatkan data yang lebih bervariasi dari sebelumnya.
Kata kunci: Pengalaman, Menarche, Remaja Perempuan
Daftar bacaan: 79 (2001-2013)
ix
SCHOOL OF NURSINGFACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCESYARIF HIDAYATULLAH STATE ISLAMIC UNIVERSITYJAKARTA
Undergraduates Thesis, January 2014
Adelia Inggar Dewati, NIM : 109104000029
Fenomenolgy Study Experience of Menarche in Adolescent Girls atNeighboorhoods 07 Cakung Barat Village East Jakarta
xviii + 103 pages + 1 image + 2 schemes + 1 table + 4 attachements
ABSTRACT
Menarche is the first menstruation which indicate a female reproductive maturity.Menarche has implication to physical and psychological changes in adolescentgirls. The aim of this study was to explore experience of menarche in adolescentgirls at neighboorhoods 07 Cakung Barat Village East Jakarta. This study usedqualitative research with descriptive phenomenological design through in-depthinterview. Participants of this study consisted of six participants, aged 13-17 whohad menarche. Participants were selected using purposive sampling techniquebased on the principles of suitability and adequacy. Data was obtained from therecording of in-depth interview and analyzed with Colaizzi method. This studyidentified nine themes, namely: 1) the meaning of menarche in adolescent girls, 2)domination’s feeling of adolescent girls at menarche, 3) the readiness ofadolescent girls in the dealing with menarche, 4) adolescent girls changes aftermenarche, 5) the inconvenience of adolescent girls at menarche, 6) the attempts ofadolescent girls to overcome the inconvenience at menarche, 7) the adolescentgirls support at menarche, 8) adolescent girls self-care during menstruation, 9)menstrual myths that haunted adolescent girls. Adolescent girls who involved inthis study tended has less preparation and lack of understanding when they hadmenarche and it can have impact on adjusment at menarche. Support from family,schools, and health services is required to provide guidance as early as possible toadolescent girls in order to prepare themselves well when facing the menarche.Further study can be also carried out to explore deeply, especially to supportparticipants, such as parents, and also adolescent girls who had late menarche inorder to obtain varied data.
Keywords: Experience, Menarche, Adolescent Girls
Reference: 79 (years 2001-2013)
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan nikmat, rahmat, serta anugerahNya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul “Studi Fenomenologi Pengalaman
Menarche pada Remaja Perempuan di RW 07 Kelurahan Cakung Barat
Jakarta Timur”. Skripsi ini dibuat untuk memenuhi tugas akhir perkuliahan
dengan melakukan penelitian pada Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis banyak memperoleh pelajaran melalui penyusunan skripsi ini.
Penyelesaian skripsi ini juga terselesaikan tidak lain karena bantuan dari berbagai
pihak sehingga pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih
kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Komarudin Hidayat selaku Rektor Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Prof. DR. (hc). dr. MK Tadjudin Sp.And., selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Bapak Ns. Waras Budi Utomo, S.Kep., M.KM. selaku Ketua Program Studi
Ilmu Keperawatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Ita Yuanita, S.Kp., M.Kp. selaku pembimbing akademik.
5. Ibu Puspita Palupi, S.Kep., M.Kep., Ns.Sp.Kep.Mat. selaku pembimbing 1
dan Bapak Jamaludin, S.Kp., M.Kep. selaku pembimbing 2 yang senantiasa
xi
bersabar membimbing dan banyak memberi masukan serta pengarahan kepada
penulis.
6. Segenap Bapak/Ibu dosen PSIK UIN Jakarta yang telah memberikan banyak
bekal ilmu pengetahuan kepada penulis serta seluruh staff dan karyawan di
lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang juga telah banyak
membantu dalam urusan administrasi.
7. Keluarga tercinta, terutama orang tua penulis yang selalu memberikan support
tiada henti untuk menyemangati dan mengingatkan dalam menyelesaikan
tugas akhir ini serta kakak dan adik penulisi yang turut memberikan dorongan
motivasi kepada penulis.
8. Sahabat-sahabat penulis angkatan 2009 yang telah bersama-sama berjuang
selama proses perkuliahan hingga penyelesaian akademik di Program Studi
Ilmu Keperawatan.
9. Semua pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini, baik dari
persiapan, pelaksanaan, hingga penyelesaiannya yang tidak dapat disebutkan
satu per satu pada kesempatan ini.
Penulis menyadari penelitian ini masih banyak kekurangan, baik dari
bentuk, isi, maupun teknik penyajiannya. Untuk itu, penulis menerima kritik dan
saran yang bersifat membangun agar penelitian ini bisa menjadi lebih baik lagi.
Jakarta, Januari 2014
Penulis
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................ i
SURAT PERNYATAAN ..................................................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN ................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................. iv
RIWAYAT HIDUP .............................................................................. vi
ABSTRAK ............................................................................................ viii
ABSTRACT .......................................................................................... ix
KATA PENGANTAR .......................................................................... x
DAFTAR ISI ......................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................ xv
DAFTAR BAGAN ................................................................................ xvi
DAFTAR TABEL ................................................................................. xvii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................ xviii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian ..................................................................... 6
D. Manfaat Penelitian ................................................................... 6
E. Ruang Lingkup Penelitian ........................................................ 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengalaman ............................................................................. 8
B. Remaja .................................................................................... 9
1. Pengertian .......................................................................... 9
2. Tahapan Masa Remaja ....................................................... 10
3. Tugas-tugas Perkembangan Remaja ................................... 11
4. Pertumbuhan dan Perkembangan Remaja Perempuan ......... 14
xiii
C. Menarche ................................................................................. 24
1. Pengertian Menarche .......................................................... 24
2. Fisiologi Menstruasi ........................................................... 25
3. Siklus Menstruasi ............................................................... 26
D. Kerangka Teori ........................................................................ 31
BAB III KERANGKA KONSEP
A. Kerangka Konsep ..................................................................... 32
B. Definisi Istilah ......................................................................... 33
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian ..................................................................... 34
B. Waktu dan Lokasi Penelitian .................................................... 35
C. Partisipan Penelitian ................................................................. 36
D. Instrumen Penelitian ................................................................ 36
E. Teknik Pengumpulan Data ....................................................... 37
1. Pengumpulan Data .............................................................. 37
2. Proses Pengumpulan Data ................................................... 37
F. Keabsahan Data ....................................................................... 39
G. Teknik Analisis Data ................................................................ 43
H. Etika Penelitian ........................................................................ 46
BAB V HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian ........................................ 47
B. Hasil Penelitian ........................................................................... 48
1. Karakteristik Partisipan………….……….…………….…… 48
2. Hasil Analisis Tematik……………..…….…………………. 49
BAB VI PEMBAHASAN
A. Interpretasi Hasil Penelitian dan Diskusi .................................. 74
B. Keterbatasan Penelitian ............................................................ 99
xiv
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ............................................................................. 100
B. Saran ....................................................................................... 102
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Siklus Menstruasi .............................................................. 27
xvi
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Kerangka Teori .................................................................. 31
Bagan 4.1 Teknik Analisis Data ......................................................... 45
xvii
DAFTAR TABEL
Bagan 5.1 Karakteristik Partisipan ..................................................... 48
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Permohonan Izin Penelitian
Lampiran 2. Surat Permohonan Persetujuan Partisipan
Lampiran 3. Pedoman Wawancara Mendalam
Lampiran 4. Matriks Analisis Tematik
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa
dewasa. Populasi remaja di dunia saat ini mencapai 1,2 miliar penduduk atau
1 dari 5 orang di dunia berusia 10-19 tahun menurut Badan Koordinasi
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN, 2012). Hasil sensus penduduk di
Indonesia tahun 2010 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS)
melaporkan bahwa jumlah remaja usia 10-24 tahun sebesar 63,4 juta jiwa,
yang terdiri dari laki-laki sebanyak 32.151.398 jiwa dan perempuan sebanyak
31.275.595 jiwa (BPS, 2010). Rentang usia remaja berada antara usia 10-19
tahun menurut World Health Organization (WHO, 2013). Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak membatasi remaja sebagai
individu yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum menikah
(Keputusan Menteri Kesehatan RI, 2010). BKKBN menambahkan bahwa
batasan usia remaja berada pada 10-24 tahun (BKKBN, 2011).
Remaja dalam masa perkembangannya akan mengalami perubahan
biologis, kognitif, dan sosial-emosional. Tanda dimulainya masa remaja
ditentukan oleh dimulainya kematangan pubertas (Santrock, 2003). Pubertas
merupakan titik pencapaian kematangan seksual, yang ditandai dengan
keluarnya menstruasi pertama kali pada remaja perempuan (Wong, 2008).
Menstruasi pertama dikenal dengan istilah menarche. Menarche memberi
petunjuk bahwa mekanisme reproduksi remaja perempuan telah matur dan
2
memungkinkan mereka untuk mengandung atau melahirkan anak (Mar’at,
2010).
Usia menarche pada remaja perempuan antara yang satu dengan yang
lainnya berbeda-beda. Usia rata-rata untuk menarche pada perempuan
Kaukasia adalah 12,8±1,2 tahun dan sekitar 4-8 bulan lebih awal pada
perempuan Afrika-Amerika (Heffner dan Schust, 2008). Hasil Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2010) menunjukkan bahwa rata-rata usia
menarche di Indonesia adalah 13 tahun dengan kejadian lebih awal pada usia
kurang dari 9 tahun dan ada yang lebih lambat sampai 20 tahun.
Menarche umumnya terjadi secara tiba-tiba dan tidak dapat diprediksi.
Menarche dikatakan sebagai peristiwa penting bagi kehidupan perempuan
(Chang, Chen, Hayter, dan Lin, 2008; Gunarsa dan Gunarsa, 2008). Studi
literatur yang dilakukan Chang, Hayter, dan Wu (2010) menyebutkan bahwa
remaja yang mulai mengalami menarche akan mengalami perubahan, baik
fisik, psikologis, maupun sosial-budaya.
Perubahan fisik yang tampak jelas setelah menarche, yaitu tumbuhnya
rambut kemaluan dan berkembangnya payudara (Santrock, 2003). Perubahan
bentuk tubuh dan distribusi lemak juga akan terjadi dan lemak banyak
terbentuk di daerah payudara dan pinggul (Collins, 2011). Hurlock (2010)
dalam bukunya mengungkapkan bahwa hanya sedikit remaja yang mengalami
kateksis-tubuh atau merasa puas dengan tubuhnya. Ketidakpuasan lebih
banyak dialami di beberapa bagian tubuh tertentu. Kegagalan mengalami
kateksis–tubuh menjadi salah satu penyebab timbulnya konsep diri yang
kurang baik dan kurangnya harga diri selama masa remaja.
3
Masa remaja merupakan puncak emosionalitas, yaitu perkembangan
emosi yang tinggi (Yusuf, 2010). Peningkatan emosi dikaitkan dengan
perubahan hormonal dalam tubuh remaja, sehingga remaja cenderung
memperlihatkan ketidakstabilan emosi. Hal ini tampak pada reaksi emosional
remaja yang sering gelisah, cepat tersinggung, melamun, sedih tetapi di sisi
lain akan gembira, tertawa, ataupun marah-marah (Kusmiran, 2011). Suasana
hati atau mood remaja pun dapat berubah-ubah dengan sangat cepat
(Mahfiana, Rohmah, dan Widyaningrum 2009).
Respon psikologis remaja perempuan dalam menghadapi menarche
berbeda-beda satu sama lain. Mereka umumnya berespon negatif yang
ditandai dengan rasa malu dan menyangkal. Hasil studi kualitatif yang
dilakukan Golchin, Hamzehgardeshi, Fakhri, dan Hamzehgardeshi (2012)
pada remaja perempuan di Iran mengungkapkan bahwa mayoritas reponden
menyatakan menarche sebagai peristiwa pubertas yang sangat tidak
menyenangkan. Studi analisis naratif yang dilakukan Lee (2009) di USA juga
melaporkan bahwa terdapat responden yang menganggap menarche sebagai
hal yang memalukan, yaitu sebesar 12%.
Usia menarche juga dapat mempengaruhi kesehatan mental remaja,
seperti pada studi yang dilakukan oleh Deng et.al. (2011) pada remaja SMP
dan SMA kelas 1 dan 2 serta mahasiswa tingkat 1 dan 2 di Cina yang
menyatakan bahwa hampir semua gejala psikopatologis, perilaku bunuh diri
dan melukai diri, banyak terjadi pada murid SMA yang mengalami menarche
dini dibandingkan dengan murid yang periode menarchenya tepat waktu atau
terlambat. Hal itu dikaitkan dengan kemampuan penyesuaian psikologis yang
4
lebih baik pada mahasiswa dibandingkan dengan murid SMA. Deng et.al.
(2011) pada penelitiannya itu menganalisis bahwa menarche dini merupakan
faktor risiko yang menyebabkan gangguan mental.
Studi terkait menarche yang juga dilakukan oleh Ruble and Brooks-
Gunn (1982) dalam Chang, Hayter, dan Wu (2010) menyatakan bahwa
kurangnya persiapan remaja perempuan menghadapi menarche juga dapat
menimbulkan reaksi negatif dalam diri remaja. Penelitian yang dilakukan di
SLTP Charitas Jakarta pun melaporkan bahwa sebagian besar remaja
perempuan yang belum mendapatkan persiapan yang baik, lebih banyak
menampilkan perasaan negatif (takut, panik, kaget, sedih, marah, bingung,
dan merasa direpotkan) dibandingkan perasaan positif saat memasuki
menarche (Indriyani, Limbong, dan R. Puspita, 2009). Studi yang dilakukan
oleh Mulyani (2010) memberikan hasil bahwa remaja perempuan perlu
mendapatkan dukungan psikososial dari keluarga pada saat remaja
perempuan menghadapi menarche.
Remaja perempuan saat mengalami menarche biasanya takut
membicarakan peristiwa tersebut kepada orang lain. Mayoritas remaja
perempuan selektif untuk menceritakan dan mendiskusikan tentang
pengalaman menarchenya (Chang, Chen, Hayter, dan Lin, 2008; Rembeck
dan Hermansson, 2008). Mereka cenderung menganggap menarche sebagai
peristiwa pribadi (personal event) dan mereka hanya akan menceritakannya
kepada orang yang mereka percaya (Chang, Chen, Hayter, dan Lin, 2008).
Menarche bagi remaja perempuan di Indonesia masih dianggap
sebagai hal yang tabu dan enggan dibicarakan. Penelitian mengenai
5
pengalaman menarche di luar negeri sudah cukup banyak dilakukan akan
tetapi penelitian tentang pengalaman menarche di Indonesia masih belum
banyak dilakukan. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, peneliti
tertarik untuk melakukan eksplorasi secara mendalam mengenai pengalaman
menarche pada remaja perempuan, khususnya di rukun warga (RW) 07
kelurahan Cakung Barat Jakarta Timur, dengan jumlah remaja perempuan
(usia 10-19 tahun) yang terbilang cukup banyak di kelurahan tersebut, yakni
mencapai 8.156 orang.
B. Rumusan Masalah
Menarche merupakan menstruasi pertama yang secara umum dialami
oleh remaja perempuan dalam tahap perkembangan reproduksinya. Menarche
dialami oleh remaja perempuan pada rentang usia yang berbeda-beda. Remaja
perempuan yang mengalami menarche dapat berpengaruh terhadap perubahan
fisik, diantaranya seperti perkembangan payudara, pinggul maupun
perubahan pada aspek psikologisnya. Remaja perempuan yang kurang dapat
menerima segala perubahan yang terjadi pada tubuhnya dapat menimbulkan
harga diri yang rendah.
Respon psikologis remaja perempuan dalam menghadapi menarche
bermacam-macam namun secara umum berespon negatif yang ditandai
dengan perasaan malu, kaget, ataupun menyangkal. Remaja perempuan yang
mengalami kematangan seksual yang cepat pun dapat mempengaruhi kondisi
psikologisnya sehingga dapat mempengaruhi kehidupannya. Penyesuaian diri
remaja perempuan saat menghadapi menarche tentu akan bervariasi.
6
Berdasarkan rumusan masalah di atas, peneliti ingin menggali secara
mendalam tentang bagaimana pengalaman menarche pada remaja perempuan
di RW 07 kelurahan Cakung Barat Jakarta Timur.
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi pengalaman menarche
pada remaja perempuan di RW 07 kelurahan Cakung Barat Jakarta Timur.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat ilmiah
a) Sebagai bahan kajian dan landasan untuk peneliti selanjutnya dalam
mengembangkan penelitian mengenai pengalaman menarche pada
remaja perempuan.
b) Memberikan informasi mengenai pengalaman menarche pada remaja
perempuan sehingga dapat menjadi masukan dalam peningkatan
pelayanan kesehatan reproduksi remaja.
2. Manfaat Praktis
a) Bagi institusi pendidikan keperawatan
Hasil penelitian ini dapat menjadi literatur bagi institusi pendidikan
keperawatan maupun peserta didik dalam meningkatkan ilmu
pengetahuan dan wawasan tentang pengalaman menarche pada
remaja perempuan.
7
b) Bagi pelayanan kesehatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan wawasan tenaga
kesehatan tentang pengalaman menarche pada remaja perempuan
sehingga dapat meningkatkan strategi dalam upaya promotif untuk
memberikan edukasi mengenai kesehatan reproduksi pada remaja
perempuan.
c) Bagi masyarakat
Penelitian ini dapat memberikan gambaran kepada masyarakat
tentang pengalaman menarche pada remaja perempuan. Masyarakat
diharapkan dapat mendukung perkembangan seksual remaja
perempuan dan membantu mereka melewati masa tersebut dengan
baik.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan
fenomenologi deskriptif. Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara
melakukan wawancara mendalam yang dibantu dengan alat pencatat, alat
perekam (tape recorder), serta pembuatan catatan lapangan (field note).
Penelitian kualitatif ini bertujuan untuk menggali informasi mengenai
pengalaman menarche pada remaja perempuan di RW 07 kelurahan Cakung
Barat Jakarta Timur. Partisipan dalam penelitian ini adalah remaja perempuan
yang telah mengalami menarche minimal 1 tahun dengan alasan agar
pengalaman partisipan masih baru dan belum lama sehingga diharapkan
mendapatkan pengalaman seperti yang diinginkan peneliti.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengalaman
Pengalaman diartikan sebagai sesuatu yang pernah dialami (dijalani,
dirasai, ditanggung, dsb) menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI,
2013). Husserl (1970) dalam Smith (2009) mengungkapkan bahwa
pengalaman merupakan suatu sistem makna-makna yang saling terkait yang
terangkum dalam suatu totalitas yang disebut “dunia kehidupan”. Miler dan
Boud (1994) mengartikan pengalaman sebagai totalitas dari cara-cara di mana
manusia merasakan dunia dan membuat dunia merasakan apa yang mereka
rasakan (Jarvis, 2004)
Coon dan Mitterer (2010) menyatakan bahwa aliran humanisme salah
satunya berfokus pada pengalaman manusia. Aliran ini menekankan tentang
pengalaman subyektif. Pengalaman subyektif merupakan persepsi pribadi
terhadap realita. Oakeshott (1933) dalam Jarvis (2004) juga mengartikan
pengalaman sebagai hal yang subyektif dan merupakan bentuk pemikiran
yang dibangun dan dipengaruhi oleh riwayat hidup seseorang dan kondisi
sosial budaya di mana pengalaman tersebut terjadi. Pengalaman pun akan
berlangsung terus menerus sepanjang kehidupan manusia. Pengalaman,
dengan demikian dapat disimpulkan sebagai persepsi pribadi seseorang
terhadap suatu hal yang dialami pada situasi tertentu dan memiliki makna
tersendiri bagi orang tersebut.
9
Pengalaman merupakan salah satu faktor internal yang mempengaruhi
persepsi seseorang (Notoatmodjo, 2005). Pengalaman juga mempengaruhi
pengetahuan seseorang, walaupun seseorang dapat mempelajari suatu hal
dengan menghafal, pengalaman sebelumnya dapat dijadikan pengalaman
belajar bila dapat bermanfaat (Swansburg, 2001). Perilaku individu yang
berbeda-beda pun juga salah satunya dipengaruhi oleh pengalaman (Sunaryo,
2004). Pengalaman, di sisi lain, dapat dipengaruhi oleh memori/ingatan
seseorang dalam variasi cara yang berbeda (Jarvis, 2004).
Penelitian ini meneliti tentang pengalaman menarche pada remaja
perempuan. Studi yang dilakukan Chang, Hayter, dan Wu (2010)
menyebutkan bahwa remaja yang mulai mengalami menarche akan
mengalami perubahan, baik fisik, psikologis, maupun sosial-budaya. Mereka
juga menjelaskan bahwa kesiapan menarche remaja perempuan dipengaruhi
oleh dukungan pengetahuan dari ibu, ayah, teman sekelas laki-laki, serta
dipengaruhi latar belakang sosial-budaya.
B. Remaja
1. Pengertian
Remaja dalam bahasa Inggris dikenal dengan sebutan adolescent.
Kata tersebut berasal dari bahasa latin, yakni adalescere yang artinya
“bertumbuh”. WHO (2013) menjelaskan arti remaja sebagai seseorang
yang berada pada periode usia antara 10-19 tahun. BKKBN
menambahkan bahwa batasan usia remaja berada pada 10-24 tahun
(BKKBN, 2011). Bobak (2004) menyatakan masa remaja ialah periode
10
waktu individu beralih dari fase anak ke fase dewasa. Hall (1904), yang
biasa disebut oleh para ahli sejarah sebagai Bapak studi ilmiah remaja,
mengartikan remaja sebagai masa antara usia 12 sampai 23 tahun dan
masa yang penuh dengan topan dan tekanan, yang ditandai dengan
konflik dan perubahan nuansa hati (Santrock, 2003). Remaja, dengan
demikian dapat disimpulkan sebagai suatu periode anak yang mulai
meninggalkan masa kanak-kanaknya menuju masa dewasa yang penuh
perubahan, dengan rata-rata usia yaitu antara 10 hingga 24 tahun.
2. Tahapan Masa Remaja
Banyak sumber yang berbeda pendapat tentang batasan usia
remaja dan penggolongan remaja. Monks, Knoers, dan Haditono (2001)
dalam Mar’at (2010) membagi tahapan remaja menjadi 4 tahap, yaitu: 1)
masa praremaja atau prapubertas (10-12 tahun), 2) masa remaja awal atau
pubertas (12-15 tahun), 3) masa remaja pertengahan (15-18 tahun), dan
4) masa remaja akhir (18-21 tahun). Remaja awal hingga remaja akhir
inilah yang disebut masa adolescent.
Bobak (2004) dalam bukunya juga menjelaskan bahwa
perkembangan remaja terbagi menjadi 3 tahap, yaitu:
a) Remaja tahap awal (usia 10-14 tahun)
Tahap ini menjelaskan tentang awal mula remaja tertarik dengan
lawan jenis, mulai berpikir konkrit, serta masih timbulnya konflik
dengan orang tua.
11
b) Remaja tahap menengah (usia 15-16 tahun)
Sikap mandiri dan ingin bebas dari orang tua merupakan ciri dari
tahap ini. Remaja menjadi lebih sering bergaul dengan teman
sebayanya dibandingkan bersama keluarga. Emosi remaja yang suka
meledak-ledak atau biasa disebut labil juga turut mewarnai tahapan
ini.
c) Remaja tahap akhir (usia 17-21 tahun)
Remaja pada rentang usia ini sering berpacaran. Remaja pun mulai
mengembangkan pemikiran abstraknya. Pemikiran remaja tentang
masa depannya kelak juga telah dipikirkannya karena pada tahapan ini
mereka cenderung sudah bersikap dewasa. Hal ini ditunjukkan dengan
pemikirannya yang ingin dapat hidup mandiri baik secara emosional
ataupun finansial.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Republik Indonesia
(Balitbankes RI) dalam Riskesdas (2010) membagi remaja menjadi 2
kelompok umur, yaitu usia praremaja (13-15 tahun) dan usia remaja (16-
18 tahun). Oleh karena itu, pembagian tahapan remaja dapat disimpulkan
menjadi beberapa tahap, yaitu dimulai dari tahapan praremaja, remaja
awal, remaja menengah, hingga remaja akhir.
3. Tugas-tugas Perkembangan Remaja
Manusia memiliki tugas perkembangannya masing-masing pada
tiap tahapan usia. Tugas perkembangan anak, remaja, hingga dewasa pun
berbeda-beda. Tugas perkembangan adalah hal-hal yang harus dipenuhi
12
atau diberikan oleh remaja dan dipengaruhi oleh harapan sosial
(Kusmiran, 2011).
Remaja memiliki tugas perkembangannya sendiri setelah
melewati masa kanak-kanak. Tugas perkembangan remaja menurut
Bobak (2004) diantaranya, yaitu remaja dapat menerima citra tubuh
maupun identitas seksualnya. Tugas perkembangan remaja yang lain,
yaitu remaja diharapkan dapat belajar mandiri dan mengambil
keputusannya sendiri. Remaja juga dituntut untuk dapat mengembangkan
sistem nilai personal dan identitas seorang yang dewasa.
Semua tugas perkembangan pada masa remaja dipusatkan pada
penanggulangan sikap dan perilaku yang kekanak-kanakan dan
mengadakan persiapan untuk menghadapi masa dewasa. Beberapa tugas
perkembangan menurut Hurlock (2010) yang perlu dikuasai remaja,
yaitu:
a) Menerima keadaan fisiknya
Para remaja terkadang sulit untuk menerima keadaan fisiknya karena
pada masa kanak-kanak, mereka telah memiliki konsep tersendiri
tentang penampilan diri pada waktu dewasa nantinya. Remaja pada
saatnya perlu untuk memperbaiki konsep tersebut dan mempelajari
cara-cara memperbaiki penampilan diri sehingga lebih sesuai dengan
apa yang dicita-citakan.
b)Menerima peran sesuai jenis kelamin
Remaja perempuan perlu mempelajari peran feminin agar sesuai
dengan perannya sebagai perempuan. Hal ini seringkali merupakan
13
tugas pokok remaja yang memerlukan penyesuaian diri selama
bertahun-tahun.
c) Membina hubungan yang lebih matang kepada sesama jenis maupun
lawan jenis
Tugas perkembangan ini tergolong tidak mudah untuk dilalui karena
pertentangan lawan jenis sering berkembang selama akhir masa kanak-
kanak dan masa puber, maka untuk mempelajari hubungan baru
dengan lawan jenis perlu dimulai dari nol. Pengembangan hubungan
baru yang lebih matang dengan teman sebaya sesama jenis juga tidak
mudah dilakukan.
d)Mencapai kemandirian emosional dan mempersiapkan kemandirian
ekonomi
Tugas perkembangan ini menjadi mudah diperoleh bagi remaja yang
sangat mendambakan kemandirian secara emosional dari orang tua dan
orang-orang dewasa lain. Namun, masih banyak remaja yang ingin
mandiri tetapi masih membutuhkan rasa aman yang diperoleh dari
ketergantungan emosi pada orang tua atau orang-orang dewasa lain.
Hal ini menonjol pada remaja yang statusnya kurang memiliki
hubungan yang akrab dengan teman sebaya atau anggota
kelompoknya. Tugas perkembangan yang lain pada masa remaja
adalah mempersiapkan kemandirian ekonomi. Remaja, secara
ekonomis masih bergantung kepada orang tuanya selama beberapa
tahun sampai pada akhirnya mereka memiliki pekerjaan dan siap untuk
bekerja.
14
e) Mengembangkan keterampilan intelektual
Sekolah dan pendidikan tinggi menekankan perkembangan
keterampilan intelektual dan konsep penting bagi kecakapan sosial.
Sekolah dan pendidikan tinggi juga mencoba untuk membentuk nilai-
nilai yang sesuai dengan nilai-nilai dewasa dan orang tua berperan
banyak dalam perkembangan ini.
f) Mengembangkan perilaku sosial yang bertanggung jawab
Sebagian besar remaja ingin diterima oleh teman-teman sebaya tetapi
hal ini seringkali diperoleh dengan perilaku yang oleh orang dewasa
dianggap tidak bertanggung jawab.
g) Mempersiapkan perkawinan di kemudian hari
Kecenderungan kawin muda menyebabkan persiapan perkawinan
merupakan tugas perkembangan yang paling penting dalam tahun-
tahun remaja. Persiapan tentang tugas-tugas dan tanggung jawab
kehidupan keluarga yang persiapannya kurang merupakan salah satu
penyebab dari masalah yang tidak terselesaikan, yang oleh remaja di
bawa ke dalam masa dewasa.
4. Pertumbuhan dan Perkembangan Remaja Perempuan
a) Pertumbuhan remaja perempuan
Soetjiningsih (2007) dalam bukunya menjelaskan bahwa
remaja mengalami pertumbuhan tubuh yang lebih cepat dibandingkan
pada masa kanak-kanak. Kecepatan pertumbuhan antara remaja pun
bervariasi satu sama lain karena terdapat remaja yang tumbuh lebih
15
cepat dan remaja yang tumbuh lebih lambat. Pertumbuhan melibatkan
interaksi antara endokrin dan sistem tulang. Banyak hormon yang
mempengaruhi pertumbuhan, termasuk hormon pertumbuhan (GH),
tiroksin, insulin, dan kortikosteroid (semuanya mempengaruhi
kecepatan pertumbuhan); leptin (mempengaruhi komposisi tubuh);
dan hormon paratiroid, 1,25-dihidroxy vitamin D, dan calcitonin
(semuanya mempengaruhi mineralisasi tulang). Pada masa pubertas,
hormon seks steroid dan hormon pertumbuhan berperan pada pacu
tumbuh pubertas. Sebelum mulai pacu tumbuh, remaja perempuan
tumbuh dengan kecepatan 5,5 cm/tahun (4-7,5 cm). Sekitar 2 tahun
setelah mulai pacu tumbuh, remaja perempuan mencapai kecepatan
tinggi badannya dengan kecepatan sekitar 8 cm/tahun (6-10,5 cm).
Kecepatan maksimal dicapai 6-12 bulan sebelum menarche dan ini
dipertahankan hanya untuk beberapa bulan.
b) Perkembangan remaja perempuan
Masa remaja merupakan salah satu tahap perkembangan dalam
kehidupan manusia. Perkembangan biasanya digambarkan dalam
periode-periode tertentu (Santrock, 2003). Konsep perkembangan
remaja terbagi menjadi 2, yaitu: nature dan nurture. Nature berarti
tekanan maupun gejolak yang banyak dijumpai oleh remaja atau biasa
disebut dengan masa badai. Tekanan tersebut didapat baik dari diri
sendiri maupun lingkungan. Konsep nurture adalah kebalikan dari
nature yang mengungkapkan bahwa tidak semua remaja akan
mengalami suatu tekanan karena hal itu tergantung dari lingkungan di
16
sekitarnya maupun pola asuhnya (Kusmiran, 2011). Aspek
perkembangan pada remaja dibagi menjadi:
1) Perkembangan biologis
Perkembangan biologis perempuan yang memasuki masa
remaja, pada awalnya ditandai pembesaran payudara atau mulai
tumbuhnya rambut kemaluan kemudian tumbuh rambut ketiak.
Sejalan dengan perubahan tersebut, tinggi badan bertambah dan
pinggul menjadi lebih lebar dari bahu. Menstruasi pertama
(menarche) datang di akhir siklus pubertas (Santrock, 2003).
Hurlock (2010) pun menjelaskan bahwa selama
pertumbuhan pesat masa pubertas, terjadi empat perubahan fisik
penting di mana tubuh remaja perempuan mengalami: perubahan
ukuran tubuh, perubahan proporsional tubuh, perkembangan ciri-
ciri seks primer dan perkembangan ciri-ciri seks sekunder.
a. Perubahan ukuran tubuh
Perubahan fisik utama masa puber adalah perubahan ukuran
tubuh dalam tinggi badan (TB) dan berat badan (BB). Rata-rata
peningkatan per tahun di antara remaja-remaja perempuan
sebelum menstruasi adalah 3 inci tetapi peningkatan itu bisa
juga terjadi dari 5 sampai 6 inci. Tingkat pertumbuhan setelah
menstruasi menurun sampai kira-kira 1 inci setahun dan berhenti
sekitar delapan belas tahun.
17
b. Perubahan proporsi tubuh
Perubahan fisik yang kedua adalah perubahan proporsi tubuh.
Badan yang kurus dan panjang mulai melebar di bagian pinggul
dan bahu, serta ukuran pinggang juga berkembang. Lebar
pinggul dan bahu dipengaruhi oleh usia kematangan. Remaja
yang lebih lambat matang mempunyai pinggul yang sedikit
lebih besar daripada remaja yang cepat matur.
c. Ciri-ciri seks primer
Petunjuk pertama bahwa mekanisme reproduksi remaja
perempuan menjadi matang adalah datangnya menstruasi. Pada
saat ini, terjadi pertumbuhan pesat terhadap panjangnya uterus
dan beratnya ovarium.
d. Ciri-ciri seks sekunder
Perubahan fisik keempat adalah perkembangan ciri-ciri seks
sekunder. Ciri-ciri seks sekunder yang penting pada remaja
perempuan diantaranya, yakni: bertambah lebarnya pinggul,
pembesaran payudara, tumbuhnya rambut kemaluan, kulit
menjadi lebih kasar dan lebih tebal, kelenjar lemak dan keringat
menjadi lebih aktif, otot semakin membesar dan kuat.
Pertumbuhan payudara dapat terlihat ketika anak berusia antara
8-14 tahun. Tahap-tahap perkembangan payudara pada
perempuan menurut Marshall dan Tanner dalam Heffner dan
Schust (2008) dibagi menjadi 5 tahap, yakni:
1) Praremaja: adanya papila yang terangkat
18
2) Tahap permulaan/pucuk payudara: payudara dan papila
menonjol seperti gundukan kecil dan diameter areola
membesar
3) Pembesaran lebih lanjut pada payudara dan areola tanpa
perbedaan kontur
4) Areola dan papila menonjol untuk membentuk gundukan
sekonder di atas payudara
5) Tahap matur: penonjolan hanya pada papila karena
kembalinya areola ke kontur umum payudara
Daniawati (2003) pun mengemukakan bahwa pada tahapan
perkembangan payudara, puting susu setiap perempuan berbeda
dalam bentuk, ukuran, dan warna. Hal ini karena faktor
keturunan. Payudara juga akan terasa sakit (jika tersentuh
sesuatu) dan gatal sebelum menjadi bentuk yang sempurna.
Payudara yang sudah melewati masa sakit akan terlihat bulat
penuh dan berisi. Ini berarti, lemak dan saluran susu sudah
mencapai tingkat kesempurnaan. Saluran-saluran penghasil susu
pun sudah terbentuk sehingga sudah dapat digunakan sesuai
dengan fungsinya, seperti menyusui bayi jika telah siap.
Selain perkembangan payudara, remaja perempuan juga akan
mengalami pertumbuhan rambut kemaluan akibat dari peran
kelenjar adrenal. Rambut kemaluan biasanya mulai muncul
setelah payudara mulai berkembang, tetapi tidak selalu (Collins,
2011). Pertumbuhan rambut kemaluan pada remaja perempuan
19
juga dibagi menjadi 5 tahap menurut sistem yang dikembangkan
oleh Marshall dan Tanner, yaitu:
1) Praremaja: tidak terdapat rambut kemaluan (tidak lebih tebal
dari dinding abdomen).
2) Pertumbuhan yang tipis dari rambut halus, panjang, dan
sedikit berpigmen terutama di sepanjang labia.
3) Rambut menghitam, menebal, dan sebagian besar keriting.
4) Rambut kini tampak seperti pada orang dewasa, namun
areanya lebih kecil dari orang dewasa. Tidak ada penyebaran
ke permukaan medial paha.
5) Penampakan dan jumlah rambut sepserti pada orang dewasa.
Bentuk menyerupai segitiga terbalik seperti pada orang
dewasa. Penyebaran ke permukaan medial paha namun tidak
melebihi dasar segitiga (Heffner dan Schust, 2008).
Semua perubahan ini terjadi karena perubahan hormonal dalam
tubuh saat hipotalamus memulai memproduksi gonadotropin-
releasing hormones yang merupakan sinyal bagi hipotalamus mulai
memproduksi hormon gonadotropik. Hormon gonadotropik
menstimulasi sel ovarian untuk memproduksi estrogen. Hormon ini
berperan dalam perkembangan karakteristik seks sekunder serta
memainkan peran penting dalam reproduksi (Potter dan Perry,
2005). Progesteron juga bekerja pada semua organ dalam sistem
reproduksi tetapi kerjanya hanya terjadi jika progesteron sedang
atau sudah dipengaruhi oleh estrogen. Progesteron juga
20
mempengaruhi jaringan tubuh lainnya yang menyebabkan
penumpukkan lemak (Farrer, 2001).
2) Perkembangan kognitif
Teori perkembangan kognitif dari Piaget (1954) dalam
Santrock (2003) memandang remaja berada pada tahap operasional
formal. Remaja akan berpikir lebih abstrak serta logis pada tahap
ini. Remaja mengembangkan citra tentang hal-hal yang ideal
sebagai bagian dari kemampuan berpikir abstraknya. Berkaitan
dengan perkembangan kognitif, umumnya remaja menampilkan
tingkah laku yang sering ditunjukkan dengan pemikiran yang kritis,
rasa ingin tahu yang kuat, serta jalan pikir remaja yang mengarah
pada tipe egosentris. Remaja pada perkembangan ini, memiliki
perasaan selalu diperhatikan dan menjadi pusat perhatian orang lain
(imagery audience) serta perasaan bahwa dirinya unik dan berbeda
dengan orang lain (personal fables) (Kusmiran, 2011).
3) Perkembangan sosial
Keinginan menjadi mandiri akan timbul dalam diri remaja.
Salah satu bentuk kemandirian itu adalah dengan mulai melepaskan
diri dari pengaruh orang tua dan ketergantungan secara emosional
pada orang tua. Remaja pun mulai mencari pengakuan dari luar
rumah dan lebih banyak menghabiskan waktu bersama teman
sebayanya sehingga wajar jika tingkah laku dan norma yang
dipegang remaja banyak dipengaruhi oleh teman sebayanya.
Remaja, di sisi lain, masih tergantung pada orang tuanya
21
(Kusmiran, 2011). Pengaruh teman-teman sebaya pada sikap,
pembicaraan, minat, penampilan, dan perilaku, lebih besar
dibandingkan pengaruh keluarga, hal itu dapat dimengerti karena
remaja lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah (Hurlock,
2010).
4) Perkembangan emosional
Perkembangan emosi pada remaja awal menunjukkan sifat
yang sensitif dan reaktif yang sangat kuat terhadap berbagai
peristiwa atau situasi sosial, emosinya bersifat negatif dan
temperamental (mudah tersinggung/marah atau mudah
sedih/murung), sedangkan remaja akhir sudah mampu
mengendalikan emosinya. Pencapaian kematangan emosional
merupakan tugas perkembangan yang sangat sulit bagi remaja.
Proses pencapaiannya sangat dipengaruhi oleh kondisi sosio-
emosional lingkungannya, terutama lingkungan keluarga dan
kelompok teman sebaya. Apabila kurang dipersiapkan untuk
memahami peran-perannya dan kurang mendapat perhatian dan
kasih sayang dari orang tua atau pengakuan dari teman sebaya,
mereka cenderung akan mengalami kecemasan, perasaan tertekan,
atau ketidaknyamanan emosional (Yusuf, 2010).
Hurlock (2010) juga menjelaskan perubahan emosi juga
dipengaruhi oleh kondisi sosial. Adapun meningginya emosi
terutama karena remaja berada di bawah tekanan sosial dan
menghadapi kondisi baru, sedangkan selama masa kanak-kanak ia
22
kurang mempersiapkan diri untuk menghadapi keadaan-keadaan
itu. Ketidakstabilan emosi tersebut terjadi sebagai konsekuensi dari
usaha penyesuaian diri pada pola perilaku yang baru dan harapan
sosial yang baru. Hurlock (2010) dalam bukunya juga
menambahkan bahwa kemurungan, merajuk, ledakan amarah dan
kecenderungan untuk menangis karena hasutan yang sangat kecil
juga merupakan ciri-ciri bagian awal masa pubertas. Remaja, pada
masa ini merasa khawatir, gelisah, dan cepat marah. Sedih, mudah
marah, dan suasana hati yang negatif sangat sering terjadi selama
masa pramenstruasi dan awal periode menstruasi.
5) Perkembangan moral
Salah satu tugas perkembangan penting yang harus dikuasai
remaja adalah mempelajari apa yang diharapkan oleh kelompok.
Remaja juga perlu membentuk perilakunya agar sesuai dengan
harapan sosial tanpa terus dibimbing, diawasi, didorong, dan
diancam hukuman seperti yang dialami waktu anak-anak. Remaja
diharapkan dapat mengganti konsep-konsep moral yang berlaku
khusus di masa kanak-kanak dengan prinsip moral yang berlaku
umum dan merumuskannya ke dalam kode moral yang berfungsi
sebagai pedoman bagi perilakunya (Hurlock, 2010).
Tingkat moralitas remaja sudah lebih matang jika
dibandingkan dengan anak melalui pengalaman atau interaksi
sosial dengan orang tua, guru, teman sebaya, atau orang dewasa
lainnya. Mereka sudah mengenal tentang nilai-nilai moral atau
23
konsep-konsep moralitas, seperti kejujuran, keadilan, kesopanan,
dan kedisiplinan. Pada masa ini muncul dorongan untuk melakukan
perbuatan yang dapat dinilai baik oleh orang lain. Remaja
berperilaku bukan hanya untuk memenuhi kepuasan fisiknya, tetapi
psikologis (rasa puas adanya penerimaan dan penilaian positif dari
orang lain tentang perbuatannya) (Yusuf, 2010).
6) Perkembangan kepribadian
Masa remaja merupakan masa berkembangnya identity (jati
diri). Jati diri ini dapat dikatakan sebagai aspek sentral bagi
kepribadian yang sehat yang merefleksikan kesadaran diri,
kemampuan mengidentifikasi orang lain, dan mempelajari tujuan-
tujuan agar dapat berpartisipasi dalam kebudayaannya. Faktor-
faktor dan pengalaman yang tampak membuat terjadinya
perubahan kepribadian, meliputi:
Perolehan pertumbuhan fisik seperti orang dewasa
Kematangan seksual yang disertai dorongan dan emosi baru
Kesadaran terhadap diri sendiri
Kebutuhan akan persahabatan yang bersifat heteroseksual
Munculnya konflik sebagai dampak dari masa transisi remaja
(Yusuf, 2010).
7) Perkembangan heteroseksual
Ciri penting dari perkembangan heteroseksual remaja, yaitu
adanya minat terhadap lawan jenis yang semakin kuat disertai
keinginan kuat untuk memperoleh dukungan dari lawan jenis.
24
Remaja juga mulai mencari-cari informasi tentang kehidupan
seksual orang dewasa bahkan juga muncul rasa ingin tahu dan
keinginan bereksplorasi melakukannya. Adanya dorongan seksual
dan ketertarikan terhadap lawan jenis membuat perilaku remaja
mulai diarahkan untuk menarik perhatian lawan jenis (Kusmiran,
2011).
C. Menarche
1. Pengertian Menarche
Balitbankes RI dalam Riskesdas (2010) mengemukakan menarche
sebagai tanda awal masuknya seorang perempuan dalam masa
reproduksi. Manuaba dkk (2007) mengungkapkan bahwa menarche
adalah menstruasi pertama perempuan yang umumnya terjadi pada usia
sekitar 10-11 tahun. Menarche dapat juga dikatakan sebagai onset
menstruasi yang terjadi pada usia rata-rata 12 tahun, dengan kisaran
normal 8-16 tahun (Norwitz dan Schorge, 2008), sedangkan di dalam
kamus Mosby (2006) dijelaskan bahwa menarche sebagai permulaan
siklus menstruasi dan biasanya terjadi antara usia 9-17 tahun. Oleh
karena itu, menarche dapat disimpulkan sebagai onset menstruasi
pertama yang dialami remaja perempuan yang dapat terjadi pada rentang
usia 8-17 tahun.
Bagi banyak perempuan, menarche terjadi tepat waktu tetapi bagi
yang lain menarche terjadi lebih cepat atau lambat (Santrock, 2003).
Remaja perempuan rata-rata mengalami menarche pada usia 12 tahun
25
namun ada kecenderungan bahwa menarche kini mulai lebih awal
daripada 30 atau 40 tahun lalu. Usia menarche dan mungkin masa
pubertas telah mengikuti tren sekuler, yaitu terjadi lebih awal rata-rata 2-
3 bulan per dekade (Collins, 2011). Banyak remaja perempuan yang
perkembangannya juga mengalami keterlambatan, seperti yang belum
mengalami menstruasi sampai berusia 15 tahun, yang biasanya akan
datang meminta pertolongan dokter (Santrock, 2003). Collins (2011) juga
menjelaskan dalam bukunya bahwa remaja perempuan juga dapat
mengalami menarche terlambat yang perlu diwaspadai bila menstruasi
belum terjadi dalam jangka waktu 5 tahun setelah payudara tumbuh.
2. Fisiologi Menstruasi
Siklus menstruasi didorong oleh umpan balik antara kelenjar
pituitari anterior dan ovarium (Murray dan McKinney, 2006). Siklus
menstruasi pertama diyakini pada awal mulanya terjadi berkaitan dengan
lepasnya generator denyut GnRH di hipotalamus dari inhibisi sistem
saraf pusat. GnRH menstimulasi hipofisis anterior untuk mensekresikan
Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH).
Pelepasan FSH dan LH pun mengalami peningkatan. Ovarium berespon
terhadap gonadotropin tersebut sehingga memungkinkan pula terjadinya
produksi estrogen dan progesteron. Pengaturan umpan balik positif pada
kelenjar hipotalamus dan hipofisis oleh estrogen pada akhirnya akan
terbentuk. Kombinasi peristiwa pematangan itu akan menyebabkan
terjadinya ovulasi (Heffner dan Schust, 2008).
26
Sebagian besar menarche berlangsung tanpa diikuti ovulasi pada
tahun pertama. Siklus menstruasi pada awalnya pun tidak teratur. Siklus
tersebut akan menjadi teratur setelah satu tahun atau lebih hingga pada
saatnya terjadi ovulasi. Proses ovulasi akan berlangsung terus menerus
sepanjang tahun sejak menarche sampai menopause (Cunningham et.al.,
2005).
3. Siklus Menstruasi
Hari pertama menstruasi didefinisikan sebagai hari pertama siklus
menstruasi (Breslin dan Lucas, 2003; Norwitz dan Schorge, 2008). Lama
siklus menstruasi umumnya 28 hari walaupun bervariasi pada tiap
perempuan. Perbedaan siklus menstruasi tersebut disebabkan karena
variasi perkembangan folikular (Breslin dan Lucas, 2003)
Rata-rata durasi aliran menstruasi adalah 5 hari (dengan range 3-
6 hari) dan rata-rata kehilangan darah yaitu 50 ml (dengan range antara
20-80 ml) (Wilson dan Perry, 2006). Ovarium akan mengeluarkan
300.000 ovum (sel telur) selama masa perkembangan reproduksi remaja
perempuan. Jumlah ovum yang matur pun hanya 500 ovum dan
dikeluarkan 1 buah setiap siklus menstruasi (Setiadi, 2007).
Siklus menstruasi, di samping memiliki durasi siklus yang
berbeda-beda pada tiap remaja, juga akan menyebabkan perubahan
fungsional dan morfologis pada endometrium dan ovarium. Siklus
menstruasi dibagi menjadi 2 siklus, yaitu a) siklus ovarian dan b) siklus
endometrium.
27
Gambar 2.1 Siklus MenstruasiSumber: Encylopedia Britannica Inc, 2013
a) Siklus ovarian
Siklus menstruasi berdasarkan perubahan ovarium (siklus ovarium)
dibagi menjadi dua fase, yakni:
1) Fase folikuler
Fase folikuler adalah suatu fase sepanjang pematangan ovum.
Fase ini dimulai pada hari pertama menstruasi dan berakhir
sekitar 14 hari setelahnya. Penurunan estrogen dan progesteron
menstimulasi sekresi FSH dan LH oleh kelenjar pituitari anterior.
Karena kadar FSH dan LH meningkat dengan cepat, 6-12 folikel
de graaf (masing-masing mengandung sebuah ovum yang belum
matang/imatur) mulai berkembang, akan tetapi hanya satu folikel
yang matang. Folikel matang tersebut akan mensekresi estrogen
yang akan menekan sekresi FSH. Penurunan FSH sebelum
28
ovulasi memblok pematangan lebih lanjut dari folikel yang
kurang berkembang (Murray dan McKinney, 2006).
2) Fase luteal
Fase luteal dimulai segera setelah ovulasi dan berakhir pada awal
menstruasi. Fase pascaovulasi pada siklus ovarium ini biasanya
berlangsung selama 14 hari (rentang 13 sampai 15 hari). Korpus
luteum mencapai puncak aktivitas fungsional 8 hari setelah
ovulasi dan menyekresi hormon estrogen steroid maupun
progesteron steroid. Bersamaan dengan waktu fungsi luteal
puncak ini, ovum yang dibuahi akan berimplantasi di
endometrium. Jika tidak terjadi fertilisasi dan implantasi, korpus
luteum akan mengalami regresi dan kadar hormon akan menurun.
Lapisan fungsional endometrium pada rahim (uterus) akan luruh
selama menstruasi (Bobak dkk, 2004). Penurunan estrogen dan
progesteron menstimulasi kelenjar pituitari anterior kembali untuk
mensekresi FSH dan LH yang menginisiasi siklus reproduksi
perempuan yang baru (Murray dan McKinney, 2006).
b) Siklus endometrium
Siklus endometrium dibagi menjadi empat fase, yaitu:
1) Fase menstruasi
Fase ini menunjukkan adanya peluruhan endometrium akibat
vasokonstriksi periodik pada lapisan atas dari endometrium
sehingga menimbulkan perdarahan menstruasi. Lapisan basal
endometrium selalu dipertahankan dan regenerasi dimulai
29
menjelang akhir siklus (Bobak dkk, 2004). Durasi fase menstruasi
ini sekitar 5 hari dan selama periode menstruasi, perempuan akan
kehilangan darah sekitar 40 ml. Karena proses kehilangan darah
terjadi berulang-ulang (recurrent), banyak perempuan yang
mengalami anemia ringan saat masa reproduksi mereka, terutama
jika diet mereka rendah asupan zat gizinya (Murray dan
McKinney, 2006).
2) Fase proliferatif
Permukaan endometrium pada fase ini secara lengkap kembali
normal dalam waktu sekitar empat hari atau menjelang
perdarahan berhenti. Fase ini berakhir dengan pematangan folikel
ovarium (de graaf) dan ovulasi sekitar hari ke-14 (Brooker,
2008).
3) Fase sekretori
Fase sekresi berlangsung sejak hari ovulasi sampai sekitar tiga
hari sebelum periode menstruasi berikutnya (Bobak dkk, 2004).
Folikel de graaf berubah menjadi korpus rubrum setelah terjadi
ovulasi dan dalam waktu singkat diikuti terbentuknya korpus
luteum yang akan mengeluarkan dua hormon steroid, yaitu
estrogen dan progesteron. Kedua hormon inilah yang mengubah
fase proliferasi endometrium menjadi fase sekresi (Manuaba dkk,
2007). Endometrium akan mengalami penebalan dinding akibat
pengaruh hormon estrogen dan progesteron, dengan pencapaian
maksimum ketebalannya sekitar 5-6 mm. Uterus pun dipersiapkan
30
untuk menerima ovum yang matang pada fase ini (Murray dan
McKinney, 2006).
4) Fase Iskemik
Korpus luteum akan menyusut dan sekresi estrogen dan
progesteron ikut menurun jika tidak terjadi pembuahan dan
implantasi. Seiring penurunan kadar progesteron dan estrogen
yang cepat, arteri spiral menjadi spasme. Suplai darah ke
endometrium fungsional pun berhenti dan terjadi nekrosis selama
fase ini. Lapisan fungsional berpisah dari lapisan basal dan
perdarahan menstruasi dimulai, menandai hari pertama siklus
menstruasi berikutnya (Bobak dkk, 2004).
31
D. Kerangka Teori
Bagan 2.1 Kerangka Teori
Dimodifikasi dari Hurlock (2010); Santrock (2003); Kusmiran (2011);Yusuf (2010); Chang, Hayter, dan Wu (2010)
Pengalamanmenarche
pada remajaperempuan
Perkembangansosial
Perkembangankepribadian
Perkembanganmoral
Perkembanganemosi
Remajaperempuan
Perkembangankognitif
Perkembanganbiologis
Perkembanganheteroseksual
Masa berkembangnya jati diri
Sensitif dan reaktif terhadap peristiwa, perubahanmood, gelisah, sedih, cepat marah
Banyak menghabiskanwaktu dengan teman sebaya
Nilai moral atau konsep moralitassudah dikenal oleh remaja
Berpikir abstrak dan logis,egosentris, imagery audience
personal fables
Minat dan keinginan mendapatkandukungan lawan jenis semakin kuat
- Perubahan ukurantubuh (TB dan BB)
- Pinggul dan bahumulai melebar
- Pembesaran payudara,rambut pubis mulaitumbuh
- Menarche
Faktor yangmempengaruhi
kesiapan menarche:dukungan keluarga,teman sekelas laki-
laki, dan latarbelakang sosial
budaya
32
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Kerangka Konsep
Definisi kerangka konsep menurut Hidayat (2008), yaitu kerangka
konsep merupakan model konseptual yang berkaitan dengan bagaimana
seorang peneliti menyusun teori atau menghubungkan secara logis beberapa
faktor yang dianggap penting untuk masalah. Berdasarkan tinjauan pustaka
sebelumnya, menarche merupakan peristiwa penting bagi kehidupan
perempuan (Chang, Chen, Hayter, dan Lin, 2008; Gunarsa dan Gunarsa,
2008). Remaja perempuan yang mengalami menarche akan mengalami
berbagai perubahan, baik fisik, psikologis, maupun sosial budaya (Chang,
Hayter, dan Wu, 2010). Respon psikologis remaja perempuan dalam
menghadapi menarche pun bermacam-macam. Remaja perempuan umumnya
berespon negatif yang ditandai dengan rasa malu dan menyangkal saat
menarche.
Penelitian ini meneliti tentang pengalaman menarche pada remaja
perempun yang dilihat baik dari segi persepsi, respon, perilaku, ataupun
tindakan mereka saat menarche. Penelitian tentang pengalaman menarche
pada remaja perempuan belum banyak dilakukan di Indonesia. Oleh karena
itu, peneliti ingin mengekplorasi secara mendalam tentang pengalaman
menarche pada remaja perempuan.
33
B. Definisi Istilah
1. Pengalaman yang diteliti dalam penelitian ini yaitu mengenai segala
sesuatu yang berkaitan dengan pengalaman menarche dalam kehidupan
seorang perempuan.
2. Remaja perempuan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah seseorang
yang memasuki periode masa remaja yang berjenis kelamin perempuan
dan yang sedang pubertas.
3. Menarche merupakan menstruasi pertama kali yang menandakan remaja
perempuan telah mengalami kematangan seksual.
34
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan
fenomenologi deskriptif. Penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang
digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah (sebagai
lawannya adalah eksperimen) di mana peneliti adalah sebagai instrumen
kunci dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada
generalisasi (Sugiyono, 2010). Penelitian ini biasanya digunakan untuk
menggali fenomena yang dibahas secara mendalam.
Fenomenologi digunakan sebagai pendekatan dalam metodologi
penelitian kualitatif ini. Fenomenologi merupakan pandangan berpikir yang
menekankan pada fokus kepada pengalaman-pengalaman subyektif manusia
dan interpretasi-interpretasi dunia (Moleong, 2010). Pendekatan
fenomenologi juga berusaha memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitannya
terhadap orang-orang yang berada dalam situasi-situasi tertentu. Pendekatan
fenomenologi ini penting bagi praktik keperawatan karena keperawatan itu
sendiri berhubungan dengan pengalaman kehidupan manusia. Fenomenologi
merupakan pendekatan yang sesuai untuk menginvestigasi fenomena penting
seseorang yang berguna bagi bidang keperawatan (Streubert dan Carpenter,
2003). Penelitian ini menggunakan pendekatan fenemenologi deskriptif untuk
mengetahui pengalaman menarche secara mendalam dan menemukan makna
35
menarche yang terkandung dari pengalaman yang dialami oleh remaja
perempuan.
Spiegelberg (1975) dalam Streubert dan Carpenter (2003)
menjelaskan bahwa fenomenologi deskriptif menstimulasi persepsi tentang
pengalaman hidup dengan menekankan pada kekayaan, keluasan, dan
kedalaman pengalaman itu sendiri. Spiegelberg mengidentifikasi tiga tahapan
proses untuk fenomenologi deskriptif, yaitu tahap intuisi, analisis, dan
deskripsi. Langkah pertama, yaitu intuisi, menjadikan peneliti terlibat penuh
dalam mengeksplorasi tentang fenomena mengenai pengalaman menarche
remaja perempuan. Peneliti pada tahap ini sebagai instrumen melalui proses
wawancara mendalam. Langkah kedua, yaitu analisis dan dalam langkah ini
peneliti mendengarkan deskripsi individu tentang pengalamannya dari hasil
transkripsi kemudian mengidentifikasi esensi fenomena berdasarkan data
yang diperoleh. Peneliti kemudian mengeksplorasi hubungan dan keterkaitan
antara elemen-elemen tertentu yang ada dalam fenomena tersebut. Tahap
ketiga adalah deskripsi, yang bertujuan untuk mengkomunikasikan unsur
penting fenomena ke dalam uraian tertulis maupun lisan yang berbeda.
Peneliti menguraikan laporan penelitian dalam bentuk narasi dengan
didasarkan pada pengklarifikasian dan pengelompokkan pada tiap fenomena.
B. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober-Desember tahun 2013
di RW 07 kelurahan Cakung Barat Jakarta Timur. Tempat itu menjadi lokasi
penelitian karena belum pernah dilakukan penelitian tentang pengalaman
36
menarche di daerah tersebut dan jumlah remaja perempuan usia 10-19 tahun
di kelurahan Cakung Barat tahun 2013 pun cukup banyak, yaitu mencapai
8.126 orang.
C. Partisipan Penelitian
Pemilihan partisipan dalam penelitian ini menggunakan teknik
purposive sampling berdasarkan asas kesesuaian dan kecukupan. Teknik
purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan
pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2010). Partisipan pada penelitian ini yaitu
remaja perempuan di RW 07 kelurahan Cakung Barat Jakarta Timur, dengan
kriteria inklusi partisipan dalam penelitian ini, yaitu:
1. Remaja perempuan yang berdomisili di RW 07 kelurahan Cakung Barat
Jakarta Timur
2. Memiliki pengalaman menarche minimal satu tahun
3. Bersedia menjadi partisipan
D. Instrumen Penelitian
Instrumen kunci dalam penelitian kualitatif ini yaitu peneliti sendiri
dengan melakukan wawancara mendalam berdasarkan pedoman wawancara
mendalam.
37
E. Teknik Pengumpulan Data
1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Oktober-November
2013. Peneliti melakukan wawancara mendalam berdasarkan pedoman
wawancara yang telah disiapkan sebelumnya. Pengumpulan data juga
dilakukan peneliti menggunakan bantuan alat perekam, alat pencatat, dan
membuat catatan lapangan saat wawancara berlangsung.
2. Proses Pengumpulan Data
a) Tahap Persiapan Pengumpulan Data
Rangkaian proses pengumpulan data pada penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1) Sebelum melakukan pengumpulan data, peneliti mengurus izin
penelitian kepada pihak-pihak terkait, seperti kepala kelurahan
Cakung Barat.
2) Setelah mendapat persetujuan dari pihak kelurahan, peneliti
menemui pihak RW 07 untuk menjelaskan bahwa peneliti ingin
melakukan penelitian di tempat tersebut serta mendapatkan
persetujuan dari pihak RW.
3) Setelah mendapat persetujuan dari pihak RW 07, peneliti turun ke
lapangan dan mendata partisipan sesuai kriteria lalu melakukan
penelitian kepada remaja perempuan yang bersedia menjadi
partisipan dengan terlebih dahulu melakukan inform consent.
38
4) Peneliti melakukan wawancara mendalam kepada partisipan sesuai
kesepakatan waktu dan tempat, setelah mendapat hasil rekaman
wawancara mendalam, peneliti mentranskrip data yang diperoleh.
b) Tahap Pelaksanaan Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan
dengan melakukan wawancara mendalam kepada partisipan
Wawancara mendalam (in-depth interview) secara umum adalah
proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara
tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan
informan, dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara
(Bungin, 2007). Pelaksanaan wawancara mengalir seperti dalam
percakapan sehari-hari. Wawancara biasanya berjalan lama dan
seringkali dilanjutkan pada kesempatan berikutnya (Moleong, 2010).
Wawancara mendalam yang dilakukan peneliti kepada partisipan
berlangsung selama sekitar 30-50 menit. Peneliti juga tidak hanya
melakukan satu kali wawancara dan rata-rata peneliti melakukan
wawancara kepada partisipan sebanyak 2-3 kali pertemuan. Peneliti
saat melakukan wawancara memperhatikan proses pelaksanaan
wawancara, seperti memperhatikan penampilan, memperkenalkan diri
terlebih dahulu serta menjelaskan maksud dan tujuan kegiatan peneliti
dengan singkat dan jelas. Peneliti juga membuat kontrak waktu dan
tempat sebelum memulai wawancara.
Kemampuan mendengar yang baik, akurat, dan tepat perlu
peneliti kembangkan agar apa yang didengar secara tepat dapat
39
menunjang pemecahan masalah penelitian (Moleong, 2010). Beberapa
hal yang juga perlu diperhatikan seorang peneliti saat mewawancarai
partisipan adalah intonasi suara, kecepatan berbicara, sensitifitas
pertanyaan, kontak mata, dan kepekaan nonverbal (Saryono dan
Anggraeni, 2010). Kemampuan yang dipersiapkan di atas dapat
membuat partisipan lebih terbuka dan meningkatkan kepercayaannya
untuk menceritakan pengalaman menarchenya.
F. Keabsahan Data
Data yang peneliti peroleh dalam penelitian kualitatif perlu diuji
validitas dan reliabilitas untuk mengukur keabsahan data. Hal ini dikarenakan
hal yang diuji validitas dan reliabilitas pada penelitian kualitatif adalah
datanya (Sugiyono, 2010). Data yang valid mengandung arti bahwa data yang
dilaporkan peneliti sesuai dengan data yang memang ada pada obyek
penelitian. Reliabilitas data berkaitan dengan konsistensi data yang diperoleh,
di mana data yang didapat akan selalu sama hasilnya walaupun dilakukan
oleh peneliti yang berbeda. Dengan demikian, keabsahan data dalam
penelitian kualitatif penting diperhatikan agar mendapatkan hasil yang akurat
dan obyektif. Uji keabsahan dalam penelitian kualitatif, meliputi:
1. Kredibilitas (Credibility)
Uji kredibilitas atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian
kualitatif dapat dilakukan dengan perpanjangan pengamatan, peningkatan
ketekunan dalam penelitian, triangulasi, diskusi dengan teman sejawat
(peer debriefing), analisis kasus negatif, dan pengecekan anggota
40
(member check). Cara memperoleh tingkat kepercayaan hasil penelitian
menurut Saryono dan Anggraeni (2010), yaitu:
a) Memperpanjang masa pengamatan
Perpanjangan pengamatan memungkinkan peningkatan derajat
kepercayaan data yang dikumpulkan, bisa mempelajari kebudayaan
dan dapat menguji informasi dari partisipan serta untuk membangun
kepercayaan para partisipan terhadap peneliti dan juga kepercayaan
diri peneliti sendiri. Perpanjangan pengamatan juga membuat peneliti
dan partisipan semakin membentuk hubungan yang akrab, terbuka,
dan saling mempercayai sehingga tidak ada informasi yang
disembunyikan lagi (Sugiyono, 2010).
b) Pengamatan yang terus menerus (persistent observation)
Pengamatan ini diperlukan untuk menemukan ciri-ciri dan unsur-
unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu
yang sedang diteliti serta memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara
rinci.
c) Triangulasi
Pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di
luar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding
terhadap data tersebut. Denzin (1978) dalam Moleong (2010)
membagi teknik triangulasi menjadi 4 macam, yaitu: menggunakan
sumber, metode, penyidik, dan teori. Penggunaan triangulasi akan
lebih meningkatkan kekuatan data bila dibandingkan dengan satu
pendekatan (Sugiyono, 2010).
41
d) Diskusi dengan teman sejawat (peer debriefing)
Diskusi dengan teman sejawat yaitu mengekspos hasil sementara atau
hasil akhir yang diperoleh dalam bentuk diskusi analitik dengan
rekan-rekan sejawat. Rekan diskusi sebaiknya yang memiliki
pengetahuan dan pengalaman dalam bidang yang dipersoalkan,
terutama tentang isi maupun metodologinya (Moleong, 2010).
e) Mengadakan pengecekan anggota (member check)
Cara ini yaitu dengan menguji kemungkinan dugaan-dugaan yang
berbeda dan mengembangkan pengujian-pengujian untuk mengecek
analisis, dengan mengaplikasikannya pada data serta dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang data. Tujuan member
check adalah untuk mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh
sesuai dengan apa yang diberikan oleh pemberi data (Sugiyono,
2010). Apabila data yang ditemukan disepakati oleh para pemberi data
berarti data tersebut valid, tetapi jika data tidak disepakati pemberi
data maka peneliti perlu melakukan diskusi pada pemberi data.
f) Analisis kasus negatif (negative casa analysis)
Teknik analisis kasus negatif dilakukan dengan jalan mengumpulkan
contoh dan kasus yang tidak sesuai dengan pola dan kecenderungan
informasi yang telah dikumpulkan dan digunakan sebagai bahan
pembanding (Moleong, 2010).
g) Pengecekan atas kecukupan referensial (referencial adequacy checks)
Bahan referensi yang dimaksud adalah adanya pendukung untuk
membuktikan data yang telah ditemukan oleh peneliti, seperti hasil
42
wawancara yang perlu didukung dengan adanya rekaman wawancara
(Sugiyono, 2010).
Uji kredibilitas yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan
dengan cara peer debriefing, dengan cara berdiskusi kepada orang yang
berpengalaman terhadap isi dan metodologi penelitian, yaitu kepada
pembimbing. Peneliti juga melakukan member check, di mana peneliti
kembali ke lapangan dan melakukan konfirmasi atau klarifikasi terhadap
data yang sudah diperoleh dengan menanyakan kembali kepada
partisipan.
2. Transferabilitas (Transferability)
Uji ini mengandung arti bahwa data yang dilaporkan dapat
diterapkan atau diberlakukan di tempat yang lain. Tempat lain tersebut
juga harus memiliki karakter yang hampir sama dengan obyek penelitian
sebelumnya (Lapau, 2012). Peneliti dalam melakukan uji transferabilitas
harus memberikan uraiaan yang rinci, jelas, sistematis, dan dapat
dipercaya. Dengan demikian pembaca dapat memutuskan dapat atau
tidaknya untuk mengaplikasikan hasil penelitian tersebut di tempat lain.
3. Dependabilitas (Dependability)
Pengujian ini dilakukan dengan melakukan audit terhadap
keseluruhan proses penelitian. Tata cara itu dilakukan oleh auditor atau
pembimbing yang sudah ahli di bidangnya untuk mengaudit keseluruhan
aktivitas penelitian dalam melakukan penelitian (Sugiyono, 2010). Pada
penelitian ini, peneliti membuat transkrip data sesuai hasil wawancara
mendalam. Peneliti juga menyediakan segala macam pencatatan yang
43
diperlukan dan bahan-bahan penelitian yang tersedia untuk dipelajari
oleh pembimbing (auditor), dalam hal ini melibatkan pembimbing I dan
II untuk mereview hasil penelitian.
4. Konfirmabilitas (Confirmability)
Pengujian ini disebut juga uji obyektivitas penelitian. Hasil
penelitian dikatakan obyektif bila disepakati oleh banyak orang. Uji
konfirmabilitas ini berarti menguji hasil penelitian dikaitkan dengan
proses penelitian yang telah dilakukan (Sugiyono, 2010). Pada penelitian
ini, hasil penelitian ditelusuri oleh pembimbing untuk memastikan bahwa
hasil temuan sesuai dengan data, melihat derajat ketelitian peneliti, dan
menelaah kegiatan peneliti dalam memeriksakan keabsahan data.
G. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan metode Colaizzi (1978). Langkah-langkah analisis data
berdasarkan Colaizzi (1978) dalam Streubert dan Carpenter (2003), meliputi:
1. Peneliti mengorganisasikan data atau gambaran tentang fenomena yang
diteliti, yaitu mengenai pengalaman menarche remaja perempuan.
2. Peneliti mengumpulkan data melalui wawancara kepada partisipan dan
membuat transkrip dari hasil wawancara partisipan sesuai fenomena yang
diteliti, yaitu mengenai pengalaman menarche remaja perempuan.
3. Peneliti membaca semua hasil transkrip partisipan secara berulang-ulang
dari fenomena yang dialami partisipan, yakni mengenai pengalaman
menarche remaja perempuan.
44
4. Peneliti membaca transkrip kembali dan mencari pernyatan-pernyataan
penting dari setiap pernyataan partisipan.
5. Peneliti menentukan makna dari setiap pernyataan penting dari semua
partisipan.
6. Peneliti mengorganisasikan data yang terkumpul dan
mengelompokkannya ke dalam suatu kelompok tema.
7. Peneliti menulis hasil secara keseluruhan ke dalam bentuk deskriptif
secara lengkap, dengan melakukan analisis detail tentang perasaan
partisipan dan perspektif yang terkandung dalam tema.
8. Peneliti kembali ke lapangan dan menanyakan partisipan kembali untuk
validasi dari hasil deskripsi yang telah dibuat
9. Jika terdapat data baru selama dilakukannya validasi, peneliti akan
menggabungkan data tersebut ke dalam deskripsi yang sudah dibuat
peneliti.
45
Bagan 4.1. Teknik Analisis DataSumber: Colaizzi (1978) dalam Streubert dan Carpenter (2003)
Menentukan makna dari setiap pernyataanpenting dari semua partisipan
Membaca semua hasil transkrip partisipansecara berulang-ulang
Mencari pernyataan-pernyataan pentingdari setiap pernyataan partisipan
Menulis hasil secara keseluruhan ke dalambentuk deskriptif secara lengkap
Memiliki gambaran fenomena yang ditelitisecara jelas
Mengumpulkan data melalui wawancara dan membuattranskrip hasil wawancara dengan partisipan
Mengelompokkannya ke dalam suatukelompok tema
Kembali ke partisipan untuk validasi datadeskripsi yang dibuat
Jika terdapat data baru saat validasi, gabungkan datatersebut ke dalam deskripsi yang sudah dibuat
46
H. Etika Penelitian
Setiap penelitian harus menjunjung tinggi etika penelitian.
Notoatmojdo (2010) mengemukakan prinsip dasar etika penelitian, meliputi :
1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity)
Prinsip ini mengedepankan pemberian penjelasan agar partisipan
mengetahui maksud, tujuan, maupun manfaat penelitian. Peneliti
meminta ijin terlebih dahulu untuk mendapatkan persetujuan partisipan
(inform consent).
2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subyek penelitian (respect for
privacy and confidentiality)
Setiap individu memiliki hak privasi. dalam hal ini untuk menjaga
kerahasiaan, peneliti akan merahasiakan identitas partisipan. Peneliti
menggunakan inisial dalam penyajian data hasil penelitian.
3. Keadilan dan inklusivitas (respect for justice/inclusiveness)
Peneliti menjaga prinsip keadilan dengan memberikan perlakuan yang
sama pada setiap partisipan dan tidak membeda-bedakan ras, suku,
agama, dsb. Prinsip keterbukaan (inklusivitas) dilakukan peneliti dengan
terbuka menjelaskan prosedur penelitian.
4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing
harm and benefits)
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang optimal bagi
masyarakat maupun partisipan sendiri. Peneliti juga perlu berusaha untuk
meminimalkan dampak yang merugikan.
47
BAB V
HASIL PENELITIAN
Bab ini menguraikan hasil penelitian tentang “Pengalaman Menarche pada
Remaja Perempuan di RW 07 kelurahan Cakung Barat Jakarta Timur” yang telah
dilakukan kepada enam partisipan melalui wawancara mendalam. Hasil
wawancara kemudian diolah melalui proses analisis data sehingga ditemukan
beberapa tema yang muncul. Hasil penelitian ini ditampilkan peneliti dengan
mendeskripsikan tema-tema yang muncul dari hasil penelitian secara naratif
dengan penyajian hasil penelitian sebagai berikut.
A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian
Kecamatan Cakung merupakan kecamatan dengan urutan teratas yang
memiliki jumlah penduduk terbanyak yaitu berjumlah 503.174 jiwa.
Kecamatan ini memiliki 7 kelurahan dengan jumlah RW sebanyak 84 RW.
Kelurahan Cakung Barat merupakan salah satu kelurahan yang berada di
bawah naungan kecamatan Cakung. Kelurahan ini memiliki luas wilayah
612,43 Hektar. Jumlah penduduk di kelurahan Cakung Barat tahun 2013,
yaitu sebanyak 66.083 jiwa dengan jumlah kepala keluarga (KK) sebanyak
21.393 KK. Kelurahan Cakung Barat terdiri dari 10 RW dan RW 07
merupakan salah satu RW dengan jumlah RT terbanyak dibandingkan RW
lainnya, yaitu sebanyak 18 RT. Jumlah penduduk remaja perempuan (usia 10-
19 tahun) di kelurahan Cakung Barat ini pun terbilang cukup banyak yaitu
sebesar 8.256 jiwa (Laporan data kelurahan Cakung Barat, 2013).
48
B. Hasil Penelitian
1. Karakteristik Partisipan
Partisipan dalam penelitian ini adalah remaja perempuan yang
bertempat tinggal di RW 07 kelurahan Cakung Barat Jakarta Timur yang
telah memiliki pengalaman menarche dengan karakteristik masing-
masing partisipan yaitu:
Tabel 5.1 Karakteristik Partisipan
Partisipan pertama (P1) berusia 16 tahun, beragama Islam, pendidikan
saat ini kelas 2 SMK, suku Betawi, usia pertama kali menarche 13 tahun
Partisipan kedua (P2) berusia 17 tahun, beragama Islam, pendidikan
saat ini kelas 2 SMA, suku Batak, usia pertama kali menarche 12 tahun
Partisipan ketiga (P3) berusia 16 tahun, beragama Islam, pendidikan
saat ini kelas 2 SMA, suku Batak, usia pertama kali menarche 13 tahun
Partisipan keempat (P4) berusia 13 tahun, beragama Islam, pendidikan
saat ini kelas 2 MTs, suku Betawi, usia pertama kali menarche 9 tahun
Partisipan
Karakteristik
Usia Agama Pendidikansaat ini
SukuBangsa
Usiamenarche
P1 16 tahun Islam Kelas 2 SMK Betawi 13 tahun
P2 17 tahun Islam Kelas 2 SMA Batak 12 tahun
P3 16 tahun Islam Kelas 2 SMA Batak 13 tahun
P4 13 tahun Islam Kelas 2 Mts Betawi 9 tahun
P5 13 tahun Islam Kelas 2 Mts Betawi 9 tahun
P6 13 tahun Islam Kelas 2 Mts Jawa 12 tahun
49
Partisipan kelima (P5) berusia 13 tahun, beragama Islam, pendidikan
saat ini kelas 2 MTs, suku Betawi, usia pertama kali menarche 9 tahun
Partisipan keenam (P6) berusia 13 tahun, beragama Islam, pendidikan
saat ini kelas 2 MTs, suku Jawa, usia pertama kali menarche 12 tahun
2. Hasil Analisis Tematik
Hasil analisis tematik mengidentifikasi sembilan tema pada
penelitian ini. Berbagai tema yang didapat terkait pengalaman menarche
remaja perempuan, yaitu: 1) makna menarche pada remaja perempuan, 2)
dominasi perasaan remaja perempuan saat menarche, 3) kesiapan remaja
perempuan saat menarche, 4) perubahan remaja perempuan setelah
menarche, 5) ketidaknyamanan remaja perempuan saat menarche, 6)
upaya remaja perempuan dalam mengatasi ketidaknyamanan saat
menarche, 7) dukungan remaja perempuan saat menarche, 8) perawatan
diri remaja perempuan saat menstruasi, serta 9) mitos-mitos menstruasi
yang menghantui remaja perempuan. Berikut penjelasan lebih rinci
tentang tema-tema tersebut.
Tema 1. Makna Menarche pada Remaja Perempuan
Makna menarche pada remaja perempuan cukup bervariasi.
Masing-masing remaja memiliki pandangannya tersendiri tentang arti
menarche bagi kehidupannya. Hasil wawancara mendalam kepada enam
partisipan dalam penelitian ini menemukan makna menarche, yaitu 1)
peristiwa keluarnya darah, 2) peristiwa menuju masa kedewasaan, 3)
menjadi seorang perempuan dewasa, 4) tanda fertilitas, dan 5) tanda
50
mulai memikul dosa. Berikut ini adalah penjelasan masing-masing
makna:
a) Peristiwa keluarnya darah
Empat dari enam partisipan memaknai menarche sebagai peristiwa
keluarnya darah. Adapun salah satu ungkapan dari partisipan yang
mengalami menarche di usia 12 tahun, yakni sebagai berikut:
“...haid pertama itu ya pertama kali mengalami menstruasi… keluardarah, dari, dari situ, dari vagina...” (P2)
b) Peristiwa menuju masa kedewasaan
Semua partisipan berpendapat bahwa menarche merupakan peristiwa
menuju masa kedewasaan. Partisipan mengungkapkan bahwa setelah
mengalami menarche, merasa mulai menjadi orang dewasa karena
sebelumnya menganggap bahwa diri mereka masih sebagai anak-anak,
seperti yang diungkapkan partisipan berikut ini:
“...ngerasa kayak udah bener-bener kayak orang dewasa, kayak kitaudah ngelewatin masa kanak-kanak, masa kanak-kanaknya itu emangbener-bener ditinggalin kayak mau maen ama anak kecil lagi ajakayaknya udah ngerasa ga pantes aja, kayaknya udah dewasa gitu...”(P2)
“Hmm, itu tanda-tanda mau dewasa kan jadi harus berubah… kankalo, mungkin kalo belum itu (menstruasi) kan, hmm, masih kayakanak-anak terus kan setelah menstruasi kayak udah dewasa…” (P4)
c) Menjadi seorang perempuan
Satu partisipan mengatakan bahwa ia merasa menjadi seorang
perempuan setelah ia mengalami menarche. Hal ini seperti yang
diungkapkan partisipan berusia 17 tahun pada ungkapan berikut ini:
“…cuma tau aja, kalo Aku tuh udah bener-bener cewe cuman duluAku rada-rada kecowo-cowoan tomboy gimana gitu (tampak
51
tersenyum) terus pas udah ngerasa lain (menstruasi) kayaknya yabener-bener cewe banget gitu…” (P2)
d) Tanda fertilitas
Dua dari enam partisipan mengatakan bahwa remaja perempuan
memiliki risiko untuk hamil setelah mengalami menarche. Partisipan
juga mengungkapkan bahwa hal itu terjadi akibat dari pergaulan yang
bebas. Berikut adalah ungkapan partisipan:
“…setau Aku kalo udah haid itu, maksudnya kalo pergaulannya udahitu, bisa hamil gitu kan, soalnya kita udah haid, setau Aku kalopergaulannya terlalu bebas gitu kan bisa hamil...” (P3)
“...biasanya sih harus jaga baik-baik gitu, jangan main-main yangbergaul sembarangan, nanti misalkan udah bergaul sembarangantakutnya hamil gitu...” (P6)
e) Tanda mulai memikul dosa
Lima dari enam partisipan mengungkapkan bahwa setelah mengalami
menache, segala perbuatan dan dosa yang dilakukan akan
dipertanggungjawabkan oleh diri sendiri. Salah satu partisipan pun
ada yang mengungkapkan bahwa sebelum menarche dosa ditanggung
oleh orang tua namun setelah menarche segala sesuatunya akan
ditanggung diri sendiri. Adapun pernyataan yang diungkapkan oleh
partisipan terkait makna menarche ini, yaitu:
“…udah nanggung jawab dosa sendiri, ga ditanggungjawabin lagisama orang tua...” (P1)
“...kalo udah haid itu kan dosanya udah ditanggung sendiri jadisholatnya ga boleh ditinggalin...” (P3)
“...haid ya tanda baligh seorang perempuan… kalo udah haid itubiasanya katanya sih dosanya kan udah nanggung sendiri…” (P5)
52
Tema 2. Dominasi Perasaan Remaja Perempuan saat Menarche
Keadaan psikologis remaja perempuan saat mengalami menarche
dihadapi dengan berbagai macam perasaan. Para partisipan penelitian ini
mengungkapkan perasaannya saat menarche, didominasi dengan
perasaan bingung, kaget, panik, takut, bad mood, dan hanya sebagian
kecil yang merasa senang. Adapun ungkapan rinci partisipan sebagai
berikut.
a) Merasa bingung
Lima dari enam partisipan menyatakan bahwa mereka merasa bingung
saat mengalami menarche. Sebagian besar partisipan masih belum
mengetahui apa yang harus dilakukannya pada saat itu. Berikut adalah
beberapa ungkapan partisipan:
“…kok keluar kayak gini gitu, terus pas itu kan bingung juga tuh,terus kalo keluar kayak gini pake apa, gitu kan… ” (P3)
“...bingung hehe pertamanya… ya dikirain itu apaan, namanya jugaanak kecil jadi dikiranya itu kayak apa ya, kan ada gumpalan darahgitu, kirain apa…” (P5)
b) Merasa kaget
Empat dari enam partisipan pada penelitian ini mengungkapkan
bahwa pada saat mengalami menarche, mereka merasa kaget, seperti
yang diungkapkan partisipan berusia 16 tahun dengan pengalaman
menarchenya 3 tahun yang lalu, yaitu:
“…terus tiba-tiba jam 9 eh jam setengah 9 lah bangun, terus abis itukaget tiba-tiba keluar darah, ga tau kenapa...” (P1)
53
c) Merasa panik
Dua orang partisipan dalam penelitian ini merasa panik saat
mengalami menarche dan masih belum meyakini bawa dirinya sedang
mengalami menarche, seperti yang dikemukakan salah satu partisipan
berusia 17 tahun, dengan ungkapan sebagai berikut:
“...pertama-tama itu kan ngerasa kayak... kayak ada yang keluarbegitu aja terus ga tau itu apa, pas ke toilet pas mau berangkatsekolah kan langsung ke toilet, langsung kayak ada gitu kan, panik ya,terus langsung panik…” (P2)
d) Merasa takut
Empat dari enam partisipan menyebutkan bahwa mereka merasa
takut saat menghadapi menarche. Salah satu dari partisipan merasa
takut karena mengira jika darah yang keluar tersebut akibat adanya
pendarahan atau luka di bagian dalam tubuhnya. Ungkapan yang
diutarakan partisipan, antara lain:
“...perasaannya takut sih…” (P6)
“...takutnya tuh kayak yang pendarahan-pendarahan kayak gitu, takutluka dari dalemnya kan terus takut kayak apa ya namanya, kayak gasubur gitu lah (raut wajah tampak meringis), pokoknya takut ga suburgitu lah kesuburannya...” (P1)
e) Merasa Bad mood
Semua partisipan mengemukakan bahwa saat menarche, perasaan bad
mood juga dirasakan partisipan sehingga membuat malas untuk
beraktivitas. Partisipan cenderung memilih berdiam diri saja tanpa
melakukan kegiatan apa-apa.
54
Beberapa ungkapan dari partisipan yang saat ini berada di kelas 2
SMA, yaitu:
“...perasaannya itu kayak bête terus males ngapa-ngapain, rasanyangeliat orang aja males gitu, makanya kalo sekolah waktu itu maunyatiduran aja di bangku, males keluar gitu kan...” (P2)
“...pokoknya itu perasaannya ga enak, pokoknya kalo lagi haid gitubad mood mulu, iya, semuanya tuh males, orang kalo udah duduk ajatuh berdiri males, maunya duduk, udah PW aja...” (P3)
f) Merasa senang
Salah seorang partisipan mengungkapkan bahwa ia turut senang ketika
sudah mengalami menarche. Hal itu dikarenakan diantara teman-
temannya hanya dia saja yang belum menstruasi saat itu sehingga
setelah merasakan bagaimana itu menarche ia pun merasa senang,
seperti yang diungkapkan remaja yang bersekolah di SMK kelas 2 saat
ini, sebagai berikut:
“...iya seneng… udah kayak temen-temen, udah sama lah satu ituan,pokoknya diantara temen-temen Aku doang yang belum, ya makasihbangetlah gitu, udah, udah sama…” (P1)
Tema 3. Kesiapan Remaja Perempuan saat Menarche
Lima dari enam partisipan dalam penelitian ini belum siap saat
menghadapi menarche dan hanya satu partisipan yang menyatakan siap
saat menghadapi menarche. Sebagian besar partisipan masih belum
mengerti tentang menstruasi saat mengalami menarche. Adapun
ungkapan, yang diutarakan partisipan, yakni:
“...belum siap apa-apa, belum ngerti pokoknya, belum ngertipengetahuan itunya, pokoknya masih polos lah” (P1)
“...ga sama sekali (ada persiapan)… soalnya juga ga mikir kalo sampekayak begini gitu, ga tau kalo cewe sampe kayak begini, kirain Aku tuh
55
cuma sedikit atau kayak gimana ternyata ampe beberapa hari kan ampeseminggu...” (P2)
Dua diantara partisipan tersebut, ada yang mengalami menarche
di umur 9 tahun dan merasa belum siap karena tidak menyangka akan
mengalami menarche di usianya saat itu yang dianggap tergolong cepat,
seperti yang diutarakan salah satu partisipan yang saat ini berada di
jenjang pendidikan kelas 2 MTs, yakni:
“...belum siap sih sebenernya, tapi ya udah, udah keluar, waktu itu kanga, ga nyangka gitu kalo mensnya bakalan cepet banget...” (P4)
Satu dari enam partisipan, di sisi lain mengatakan bahwa sudah
merasa siap pada saat menarche. Partisipan tersebut mengatakan bahwa
ia sudah siap karena sudah mengetahui informasi tentang menstruasi,
seperti yang diutarakan partisipan yang mengalami menarche pada usia
12 tahun, sebagai berikut:
“...udah siap… ya karena udah pada.. hm.. soalnya udah tau gitu kalo..kalo apa namanya, kalo haid itu bagaimana gitu... (P6)
Tema 4. Perubahan Remaja Perempuan setelah Menarche
Remaja dalam tahap perkembangannya perlu menyesuaikan diri
terhadap segala perubahan yang terjadi pada dirinya, salah satunya yaitu
perubahan fisik yang turut mempengaruhi body image. Partisipan pada
penelitian ini, umumnya mengungkapkan bahwa terdapat perubahan-
perubahan yang terjadi pada dirinya setelah menarche. Hasil analisis
wawancara mendalam yang dilakukan peneliti didapatkan dua subtema,
antara lain: perubahan fisik dan perubahan emosional.
56
a) Perubahan fisik
Semua partisipan mengemukakan bahwa mereka juga
merasakan macam-macam perubahan fisik yang terjadi setelah
menarche. Setiap partisipan mengungkapkan adanya perubahan pada
bentuk tubuh yang dirasakan setelah menarche, meliputi badan
bertambah besar atau gemuk, payudara bertambah besar, pinggul
membesar, tumbuh rambut-rambut di sekitar kemaluan.
1) Badan bertambah besar atau gemuk
Lima dari enam partisipan mengatakan tubuhnya bertambah besar
atau gemuk secara perlahan setelah mengalami menarche hingga
terjadi kenaikan pada berat badannya. Hal itu seperti ungkapan
partisipan berusia 16 tahun dan 13 tahun, yakni:
“...rada gemuk, ya gemuk banget, kayak gede di sini nih (sambilmemegang paha), pake bajunya sempit, pake celana jugasempit…” (P1)
“...badannya... lebih gemukan...tadinya 38 jadi 41...” (P6)
2) Payudara bertambah besar
Lima partisipan menyebutkan payudaranya semakin lama turut
mengalami perkembangan, seperti yang diutarakan oleh partisipan
yang saat ini bersekolah di SMA kelas 2, yaitu:
“...rasanya bentuk tubuh aja udah kayak ngebentuk… kayakpayudaranya, mungkin dulu pas lagi SD kelas 4 kan masih kecil-kecil biasa gitu rata, pas udah haid itu bener-benerperkembanganny,a emang bener gitu dari bentuknya…” (P2)
Salah seorang diantara partisipan ada yang mengatakan bahwa ia
kurang nyaman saat merasakan tahap perkembangan payudaranya
57
karena turut merasakan nyeri saat payudara tersentuh. Berikut
adalah ungkapan partisipan berusia 16 tahun, yakni:
“...kayaknya tuh berasa aneh juga jadinya… kayak misalkanininya (payudara) lebih menonjol gitu ya tapi ga enak juga gituwaktu pertama-tamanya itu, kalo pertama-tamanya itu kalo kenabantal dikit aja sakit banget...” (P3)
3) Pinggul membesar
Semua partisipan penelitian ini mengungkapkan bahwa pinggul
pun mengalami perkembangan yang dirasakan semakin besar. Hal
ini seperti yang dinyatakan salah satu partisipan yang mengalami
menarche pada usia 9 tahun, yakni sebagai berikut:
“…terus pinggul membesar, pinggulnya besar…” (P4)
4) Tumbuh rambut-rambut di sekitar kemaluan
Salah seorang partisipan secara terbuka mengungkapkan bahwa ia
juga merasakan perubahan lain yang dirasakan, yaitu tumbuhnya
bulu-bulu di sekitar kemaluannya. Adapun pernyataan yang
disampaikan partisipan yang memiliki pengalaman menarche satu
tahun yang lalu, yaitu sebagai berikut:
“...apa namanya, numbuhnya bulu-bulu sekitar tubuh dikemaluan...” (P6)
Berdasarkan berbagai macam perubahan fisik yang terjadi,
masing-masing partisipan memiliki responnya sendiri dalam
menanggapi perubahan bentuk fisik yang dialami. Respon partisipan
terhadap perubahan bentuk tubuhnya, diantaranya yaitu empat dari
enam partisipan merasa malu terhadap perkembangan tubuhnya, baik
merasa malu karena badan menjadi bertambah besar atau gemuk
58
maupun saat memakai baju yang ketat karena dapat memperlihatkan
bentuk tubuhnya, seperti yang disampaikan partisipan pada ungkapan
di bawah ini:
“...ya malu kalo apa-apa gitu, pake celana ini juga malu (menunjukke arah celana pendek yang dipakai...)” (P1)
“...ah mungkin pertama-tamanya, karena itu yak, bagian apa sih,payudaranya waktu itu, rasanya malu ga mau make kayak baju apasih, yang ketat gitu kan jadinya biar ga terlalu keliatan…” (P2)
Respon salah seorang partisipan juga ada yang menunjukkan
ketidaksenangannya pada tubuh karena merasa badan bertambah besar
atau gemuk. Adapun ungkapan partisipan berusia 13 tahun tersebut
adalah sebagai berikut :
“...ya kayak risih gimana gitu, kayak dibilang gemuk itu...” (P4)
Satu dari enam partisipan selain merasa malu ia juga
mengatakan bahwa ia merasa canggung dengan bentuk fisiknya yang
merasa lebih besar dibandingkan teman-teman yang lain. Berikut ini
adalah ungkapan dari partisipan yang mengalami menarche saat
berusia 9 tahun dan saat ini menimba ilmu di MTs kelas 2:
“...ya canggung kadang, kadang ada rasa malunya juga gitu kalo lagingumpul-ngumpul bareng, beda aja sendiri ama yang lain kalo lagingumpul-ngumpul…” (P5)
Sebagian kecil partisipan merespon perubahan bentuk
tubuhnya dengan menganggap aneh perubahan yang terjadinya pada
dirinya. Berikut adalah ungkapan-ungkapan dari partisipan:
“…iya kayaknya tuh berasa aneh juga jadinya...” (P3)
“… ya bisa berubah gitu, kok bisa berubah...” (P6)
59
b) Perubahan emosional
Peneliti mendapatkan partisipan dalam penelitian ini juga
mengalami adanya perubahan pada aspek emosionalitasnya, yaitu
menjadi lebih sensitif dan memiliki perasaan tertarik dengan lawan
jenis.
1) Menjadi lebih sensitif
Semua partisipan berpendapat bahwa mereka menjadi mudah
marah saat menstruasi berlangsung. Adapun salah satu ungkapan
dari partisipan yang saat ini menempuh pendidikan kelas 2 MTs
dengan pengalaman menarchenya 4 tahun yang lalu, yaitu:
“...jadi gampang marah, ya kan kalo, pas sebelum haid mungkinga cepet marah tapi kalo setelah haid cepet banget marah…” (P4)
Tiga dari enam partisipan pun mengemukakan bahwa perasaan
menjadi mudah tersinggung setelah mengalami menarche. Adapun
beberapa ungkapan dari partisipan, yaitu:
“…mudah labil terus kalo, kalo temen ngomong dikit aja kadangjuga sensitif, kayaknya perasaannya tuh sensitif banget...” (P3)
“...pernah, bukan ga sengaja sih emang kayak reflek aja pas dia(temen) ngatain, Aku tampar (raut muka tampak marah) lagi kankesel aja tiba-tiba dia ngomong kayak gitu, ‘ih cie cie lagi itu ya,lagi haid’... ” (P2)
“...ya, pernah sih ampe ngedorong temen… lagian orang lagikayak gini diledekin, yaudah didorong aja...” (P4)
2) Memiliki perasaan tertarik dengan lawan jenis
Satu dari enam partisipan mengungkapkan bahwa setelah
menarche, ia juga merasakan adanya ketertarikan terhadap lawan
jenis.
60
Berikut adalah salah satu ungkapan partisipan kelas 2 SMA:
“... udah mulai suka-suka gitu, biasanya kan kalo belum ngerasainhaid kan ga begitu banget, waktu SMP tuh lebih seringdibandingkan yang sekarang... kalo sekarang biasa aja gitu ga, gaterlalu kayak waktu SMP, kalo SMP itu kan dulu labil banget...”(P3)
Tema 5. Ketidaknyamanan Remaja Perempuan saat Menarche
Partisipan dalam penelitian ini melalui wawancara mendalam
mengungkapkan adanya ketidaknyamanan yang dialami saat menarche.
Adapun ketidaknyamanan dalam penelitian ini terbagi dalam dua
subtema, meliputi ketidaknyamanan fisik dan ketidaknyamanan
situasional. Penjabaran masing-masing subtema akan dijelaskan lebih
rinci pada penjelasan berikut ini.
a) Ketidaknyamanan fisik
Semua partisipan mengeluhkan ketidaknyamanan fisik saat
mengalami menarche dengan keluhan yang berbeda-beda. Adapun
ketidaknyamanan yang dirasakan partisipan, diantaranya:
1) Badan terasa sakit
Dua dari enam partisipan mengatakan bahwa badan terasa sakit
saat menarche, seperti yang diutarakan partisipan yang mengalami
menarche pada usia 12 tahun, seperti ungkapan di bawah ini:
“...biasanya sih sakit-sakit badannya… kadang-kadang sukapegeeel banget gitu, kayaknya badannya tuh pegel-pegel aja,padahal, padahal kan dibawa duduk…” (P2)
2) Merasakan nyeri perut
Semua partisipan mengungkapkan adanya nyeri perut saat
menarche dan tiga dari enam partisipan merasakan nyeri perut
61
yang dirasa berlebihan hingga menyebabkan mereka menangis
karena menahan nyeri tersebut. Adapun ungkapan dari salah satu
partisipan berusia 16 tahun adalah sebagai berikut:
“...pertamanya perutnya sakit-sakit, sakit perutnya juga aneh,agak berlebihan gitu, kadang sampe guling-guling, nangis-nangis,kayaknya tuh kayak dipelintir-pelintir gitu perutnya...” (P3)
3) Merasa pusing atau sakit kepala
Empat partisipan menyatakan bahwa terkadang kepala terasa
pusing saat menarche, seperti ngkapan yang dikatakan oleh salah
satu remaja berusia 13 tahun, yakni:
“…abis itu ya kadang palanya pusing… nyut-nyutan gitu...” (P5)
4) Merasa mual
Satu dari enam partisipan mengungkapkan bahwa saat menarche
merasa seperti mual. Adapun ungkapan yang dinyatakan partisipan
yang saat ini menempuh pendidikan kelas 2 SMK, yaitu:
“...terus kayak eneg… terus uwe uwe, kayak eneg, kayak muntahcuman ga keluar gitu...” (P1)
5) Nafsu makan menjadi berkurang
Hasil dari wawancara mendalam kepada semua partisipan
didapatkan lima dari enam partisipan merasa tidak nafsu makan
saat sedang mengalami menarche. Sebagian besar partisipan
mengemukakan bahwa saat sedang mentruasi cenderung tidak
selera untuk makan, akan tetapi ada satu partisipan yang pada saat
menarche tidak nafsu makan dikarenakan adanya perasaan mual.
62
Adapun pernyataan dari partisipan, antara lain:
“…ga mood-mood makan, kalo makan maunya eneg gitu, yangbiasanya tuh 1 piring cuma ga banyak juga sih cuma jadisetengahnya lah...” (P1)
“Males makan juga, ga ada nafsu makan, kalo ga nafsu makanemang sesuai mood aja, kalo ga nafsu…” (P3)
b) Ketidaknyamanan situasional
Para partisipan penelitian ini, secara keseluruhan, menekankan bahwa
mereka merasakan ketidaknyamanan pada situasi tertentu. Hasil
wawancara mendalam yang dilakukan peneliti kepada semua
partisipan didapatkan dua kategori dalam subtema ini. Adapun uraian
secara rincinya, yaitu:
1) Ketidaknyamanan saat memakai pembalut
Semua partisipan dalam penelitian ini merasa tidak nyaman saat
menstruasi karena dirasa ada yang mengganjal ketika memakai
pembalut sehingga kurang dapat bergerak bebas, seperti yang
diungkapkan seorang partisipan berusia 17 tahun berikut ini:
“…bergerak aja tuh ga bebas gitu karena ada, mungkin karenakayak pake pembalut, kayak gitu… kalo make pembalut itu kayakngerasa ada yang ganjel-ganjel, kayaknya ga nyaman aja gitu kalokita bergerak…” (P2)
2) Kekhawatiran saat menstruasi berlebih
Empat dari enam partisipan menyampaikan bahwa mereka merasa
tidak nyaman ketika merasakan darah menstruasi yang keluar
banyak, terutama saat berpindah dari posisi duduk ke posisi berdiri.
63
Berikut ungkapan yang disampaikan oleh partisipan berusia 16 dan
13 tahun:
“…kalo duduk ga enak banget, udah gitu berdirinya males,soalnya itu kalo pas berdiri, kalo kita udah berdiri itu kayaknyadarahnya langsung serr gitu...” (P3)
“...pas saat duduk itu risih, ama berdiri, kayak keluar gitu, darahhaidnya itu keluar…” (P6)
Tema 6. Upaya Remaja Perempuan dalam Mengatasi
Ketidaknyamanan saat Menarche
Banyak hal yang dapat dilakukan oleh remaja perempuan untuk
mengatasi berbagai macam keluhan yang dirasakan saat menarche. Hasil
wawancara mendalam kepada partisipan didapatkan beberapa temuan
upaya partisipan dalam mengatasi ketidaknyamanan yang dirasakan yang
dibagi ke dalam dua subtema, meliputi upaya mengatasi
ketidaknyamanan fisik dan upaya mengatasi pengeluaran darah
menstruasi yang berlebih.
a) Upaya mengatasi ketidaknyamanan fisik
1) Minum obat
Tiga dari enam partisipan mengutarakan bahwa mereka meminum
obat untuk mengurangi nyeri perut ataupun sakit kepala yang
dirasakan saat menarche dan obat yang dikonsumsi masing-masing
partisipan pun bebeda-beda jenisnya. Adapun beberapa pernyataan
partisipan, yaitu:
“...Saya minum obat, obat.... (tampak berpikir) ah iya, asammefanat, iya, cuman itu, cuman ngilangin nyeri doang, nyerinyacuman sementara abis itu udah selesai, udah ga nyeri-nyeri samasekali, sama udah bisa aktivitas...” (P1)
64
“…minum promag gitu, emang udah kalo minum promag iturasanya perutnya ga begitu sakit lagi, padahal sih bukanlambungnya yang sakit, emang dari awalnya itu Aku udahandelannya promag...” (P3)
“...ya minum bodrex, satu kali, ngilangin pusing...” (P5)
2) Minum jamu
Salah seorang partisipan, di sisi lain, memilih untuk meminum
jamu yang dibeli dari tukang jamu keliling dibandingkan meminum
obat untuk mengurangi nyeri perut. Partisipan tersebut meminum
jamu karena tidak suka mengkonsumsi obat untuk mengurangi rasa
sakit yang dirasakan, seperti yang diungkapkan partisipan yang
memiliki pengalaman menarchenya di usia 12 tahun, pada
ungkapan di bawah ini:
“...paling kan disuruh mama minum obat, kan Aku kan ga bisaobat gitu, ga suka gitu, paling ga suka minum-minum obat, palingkata mama, ‘Oyaudah, kalau ga minum obat minum jamu aja’yaudah tukang jamunya dateng terus minum, perutnya jadi angetgitu kan terus jadi lancar gitu…” (P2)
3) Penggunaan air hangat
Dua orang partisipan menggunakan air hangat yang ditempatkan di
perutnya ketika merasakan nyeri saat menarche. Salah satu
partisipan juga menggunakan air hangat dengan meminumnya
untuk mengurangi nyeri perut yang dirasakan. Ungkapan
partisipan-partisipan tersebut dapat dilihat pada ungkapan berikut:
“...ya biasa tiduran, sambil megang botol diisiin air anget” (P5)
“...paling banyak minum air anget...” (P3)
65
4) Mengoleskan minyak ke perut
Hanya satu partisipan yang mengemukakan bahwa pada saat
mengalami nyeri perut saat menarche, ia menggunakan minyak
hangat ke area perut yang dirasa dapat mengurangi rasa nyeri,
seperti yang diutarakan partisipan yang saat ini duduk di kelas 2
MTs, yakni sebagai berikut:
“...ya kayak bilang ke mama, katanya suruh kasih minyak telon...”(P6)
5) Didiamkan saja
Dua partisipan dalam penelitian ini tidak mengkonsumsi obat
untuk mengurangi nyeri saat menstruasi. Partisipan cenderung
untuk mendiamkannya saja. Berikut ini adalah salah satu ungkapan
dari partisipan yang berusia 13 tahun, yaitu:
“...ga pernah minum obat, ya diemin aja gitu...” (P4)
6) Mendistraksi rasa sakit dengan melakukan kegiatan yang disukai
Setiap partisipan memiliki cara tersendiri untuk dapat melupakan
ketidaknyamanan yang dirasakan, yaitu dengan melakukan
kegiatan-kegiatan yang disenangi yang diharapkan dapat
melupakan sejenak rasa sakit yang diderita. Dua dari enam
partisipan memilih untuk jalan-jalan, baik sendiri atau bersama
teman untuk mendistraksi rasa nyeri yang dirasakan. Selain itu,
tiga partisipan lainnya ada yang memilih untuk mendengarkan
musik dan empat partisipan juga menonton tv untuk melupakan
rasa sakit yang dirasakan. Satu partisipan memilih untuk bercanda
dengan teman-temannya saat merasakan nyeri perut. Adapun cara
66
distraksi yang diungkapkan partisipan dalam penelitian tersebut,
dapat dilihat pada ungkapan di bawah ini, diantaranya:
“…kadang jalan-jalan sendiri aja gitu biar ga sakitnya ampeterasa banget, kadang jalan-jalan, kadang minta, minta samatemen kan… ama dengerin-dengerin musik gitu biar ga terlalu, iyabiar lupa ama sakitnya...” (P2)
“...Dengerin musik juga iya, nonton tv… bercanda-canda samatemen itu dipikir bisa mengurangi daripada kita dibawa diem atauapa gitu, itu pasti kerasa banget...” (P1)
b) Upaya mengatasi pengeluaran darah menstruasi yang berlebih
a) Memakai dua pembalut
Untuk mengatasi ketidaknyamanan terutama saat sedang
mengalami pengeluaran menstruasi yang banyak, empat dari enam
partisipan memilih untuk memakai pembalut lebih dari satu
terutama saat menstruasi hari pertama pada permulaan siklus
menstruasi. Adapun ungkapan partisipan beusia 16 tahun yang saat
ini berada di jejang pendidikan kelas 2 SMK, yakni:
“...kalo misalnya haid pertama, haid pertama sama haid keduakan itu pasti banyak ya kan keluarnya, ya jadi kalo, jadi ya double,kalo misalnya udah agak-agak dikit yaudah makenya satu aja…ditumpuk terus kayak ada sayap-sayap gitu biar rada panjanggitu...” (P1)
b) Memakai dua lapis celana
Dua dari enam partisipan mengatakan tidak pernah memakai
pembalut secara double melainkan memilih untuk memakai dua
lapis celana.
67
Hal itu mereka lakukan sebagai antisipasi pada saat menstruasi hari
pertama yang biasa dirasakan mengeluarkan darah menstruasi yang
banyak, seperti yang diutarakan salah satu dari partisipan berikut:
“…ga pernah ngelakuin juga kalo double- double gitu, cumancelananya, celana, celana itunya dua...” (P2)
Tema 7. Dukungan Remaja Perempuan saat Menarche
Hasil wawancara dalam penelitian ini didapatkan bahwa
dukungan remaja perempuan terbagi ke dalam tiga subtema, yaitu
dukungan emosional, instrumental, dan informasional. Berikut ini adalah
rincian lengkap dari masing-masing subtema.
1. Dukungan emosional
Sebagian besar partisipan memperoleh dukungan emosional
dari ibunya yang lebih berperan dalam lingkungan keluarga dibanding
anggota keluarga yang lain. Lima dari enam partisipan mendapatkan
dukungan emosional dari ibunya yang mana ibu dijadikan tempat
untuk menceritakan pengalaman menarchenya dan satu partisipan
merasa bahwa ibu lah yang terus mendampinginya saat ia mengalami
menarche. Adapun ungkapan yang diutarakan partisipan, yakni:
“Mama… kan dia yang sering ada di rumah, setiap pulang... ada dia,setiap pulang sekolah ada dia, setiap berangkat ada dia, merasadidampingilah…” (P1)
“Iya, langsung nanya ke mama… ya nanya, ‘Ma itu apaan sih?’ ‘Ohitu namanya haid, nah, berarti udah haid’ oyaudah, yaudah dijalaninaja… ya dari pada dipendem-pendem sendiri mending cerita samamama… malu (cerita ke ayah) karena dia cowo, cowo ga pernahngalamin gitu-gitu” (P5)
68
Akan tetapi, satu dari enam partisipan ada juga yang menyatakan
bahwa yang lebih dipercaya untuk menceritakan pengalaman
menarchenya adalah kakak sepupunya dibandingkan dengan ibunya,
seperti yang diungkapkan oleh partisipan yang saat ini kelas 2 SMA:
“...Aku paling ceritanya sama kakak sepupu Aku itu doang, soalnyasih emang udah akrab jadi emang ceritanya lebih berani ke dia, kaloada apa-apa juga suka sama dia dibanding sama mama Aku, ga yangAku berani cerita selain dia...” (P3)
Dua dari enam partisipan pun lebih mempercayakan untuk
menceritakan pengalaman menarchenya ataupun berbagi informasi
seputar menstruasi kepada temannya, seperti yang diungkapkan
partisipan yang mengalami menarche pada usia 12 tahun, yaitu:
“Sama teman... kayaknya kalo sama teman itu emang lebih bener, kitakan sama-sama baru, sama-sama baru tau juga kalo haid itu kayakgimana, mungkin jadi kayak curhat gitu kan, dia juga kayak curhat keSaya, Saya curhat ke dia, jadi lebih plong aja...” (P2)
2. Dukungan instrumental
Dukungan instrumental yang diperoleh partisipan pada
penelitian ini, berupa penyediaan pembalut ataupun bantuan tindakan
dalam menggunakannya. Lima dari enam partisipan mendapatkan
dukungan instrumental yang mana pada saat menarche, partisipan
mendapatkan bantuan tindakan tentang bagaimana memasang
pembalut yang benar dari ibunya. Adapun salah satu ungkapan dari
partisipan yang mengalami menarche pada usia 12 tahun, yakni:
“…pas mama baru pulang, ‘Mama ini, kayaknya.. mens deh,’ teruskatanya,’yaudah ini pake (pembalut), nih kayak gini caranya’....”(P2)
69
3. Dukungan informasional
Semua partisipan dalam penelitian ini memperoleh dukungan
informasional, baik dari sekolah, orang tua, dan teman. Informasi
yang diberikan pun bermacam-macam, baik masalah seputar
menstruasi ataupun cara memasang pembalut. Berikut ini adalah
ungkapan-ungkapan dari partisipan:
“...dari temen... nanya-nanya gitu sakit Aku ama dia sama ga sih...terus dari orang tua (ibu)… dikasih tau juga kan dari dari sekolah paspelajaran IPA, tentang umurnya terus... tanda-tandanya kalo udahhaid nanti kayak gimana perubahan fisiknya...” (P2)
“Mama… diajarin tentang haid-haid gitu...” (P4)
“(diajari oleh ibu tentang) cara mandi wajibnya terus ya pakai itu,apa pembalut...” (P5)
Satu partisipan mengatakan bahwa ia juga mendapat dukungan
informasional dari kakak sepupu dan neneknya, Satu partisipan yang
lain juga mengungkapkan bahwa ia juga mendapatkan dukungan
informasional dari bibinya dan turut mendapat informasi terkait
menstruasi melalui pengajian. Hal tersebut seperti yang diungkapkan
beberapa partisipan yaitu:
“...pertama kali taunya itu dari pelajaran… terus… kakak sepupu…dari nenek... Sholatnya ga boleh ditinggalin, semuanya harus serbarajin ibadah...” (P3)
“...diajarin (pasang pembalut) sama encing (bibi)... dari pengajian,setelah menstruasi, kalo mulai dari agama kan dosanya udahditanggung sendiri...” (P4)
70
Tema 8. Perawatan Diri Remaja Perempuan saat Menstruasi
Tema lain yang teridentifikasi dalam penelitian ini adalah
mengenai perawatan diri remaja perempuan saat menstruasi. Setiap
partisipan memiliki pengalamannya tersendiri dalam merawat diri saat
menstruasi. Perawatan diri yang dilakukan partisipan dalam penelitian ini
yaitu menjaga kebersihan tubuh serta menjaga kebersihan pembalut.
1. Menjaga kebersihan tubuh
Empat dari enam partisipan mengungkapkan bahwa frekuensi
mandi pada masa menarche masih sama seperti biasanya, yaitu 2 kali
sehari dan satu partisipan diantaranya mengatakan bahwa saat awal-
awal menstruasi, ia menghabiskan waktu yang lama ketika mandi.
Beberapa ungkapan yang diutarakan partisipan, yakni:
“...mandinya ya, ya itu, pagi ama sore, kalo misalnya nembus, cumanngebersiin sama ganti pembalut sama ganti daleman aja...” (P1)
“...pertama haid kayaknya jadi lama bersih-bersihnya, setengah jamhehe...” (P4)
Namun, dua partisipan lainnya mengatakan bahwa saat
menstruasi, mereka menjadi lebih sering mandi karena merasa kurang
nyaman jika tidak bersih. Berikut ini adalah ungkapan dari partisipan:
“…pas udah haid itu rasanya mandi juga sering soalnya kalo haidkan ga enak gitu kalo ga bersih ya, pokoknya asal nembus aja, Akulangsung mandi, karena kan kalo lagi awal-awal itu, masih yang limabulan awal-awal itu kan Aku rasanya ga nyaman yak, pokoknya pasitu kan nembus, nembus sedikit aja gitu di celana dalem belum keluar,rasanya udah langsung mau mandi aja…” (P2)
“Hm.. 3 kali (mandi setiap hari) kalo itu… kadang risih aja gitu,rasanya ga enak aja gitu lengket...” (P5)
71
2. Menjaga kebersihan pembalut
Hasil wawancara mendalam kepada partisipan didapat bahwa
partisipan juga menjaga kebersihan pembalutnya dengan mengganti
pembalut setiap harinya. Lima dari enam partisipan mengganti
pembalut 3-4 kali saat awal-awal menstruasi. Adapun ungkapan yang
disampaikan partisipan yang saat ini kelas 2 SMK, yaitu:
“...kan dijaga kebersihannya jangan terlalu kotor kayak gitu… yakalo misalnya emang lagi bener-bener banyak ya bisa 4 kali ganti kaliyah per hari atau ga 3 gitu...” (P1)
Salah satu partisipan, di sisi lain, mengutarakan bahwa di saat
awal-awal menstruai, ia pernah mengganti pembalut sebanyak lima
kali dalam sehari, seperti yang diungkapkan partisipan yang
mengalami menarche saat usianya 13 tahun, yaitu sebagai berikut:
“...awal-awalnya sering banget ampe 5 haha, iya waktu pertama kaliya, iya soalnya padahal tuh baru dikit yak tapi keluarnya tuh udahbanyak gitu… pas udah terbiasa, eh ternyata dikit juga ya, jadi seharitiga kali normalnya...’” (P3)
Tema 9. Mitos-mitos Menstruasi yang Menghantui Remaja
Perempuan
Mitos-mitos seputar menstruasi yang diketahui partisipan dalam
penelitian ini, meliputi 1) tidak boleh gunting kuku dan menyisir rambut
di depan kaca saat malam hari, 2) tidak boleh buang pembalut sebelum
dicuci saat sedang menstruasi, 3) tidak boleh tidur siang saat sedang
menstruasi, 4) minum soda saat menstruasi menyebabkan membuat darah
menstruasi banyak keluar, 5) jika jempol kaki diinjak teman yang sedang
menstruasi maka orang yang terinjak akan ikut menstruasi, dan 6) jika
72
buang air tidak bersih saat menstruasi nanti dijilat setan. Dua dari enam
orang partisipan menyatakan bahwa saat menstruasi dilarang
menggunting kuku ataupun sisiran malam-malam saat sedang menstruasi
karena beranggapan akan ada makhluk halus yang mengikuti. Dua dari
partisipan juga mengatakan bahwa terdapat mitos yang menyebutkan
bahwa meminum minuman bersoda saat menstruasi ajan membuat darah
menstruasi keluar banyak. Adapun ungkapan mitos-mitos tersebut dari
partisipan, yaitu sebagai berikut:
“Oh, iya banyak itu, dari, dari, pernah baca katanya kalo misalnyaminum-minum bersoda-soda itu lebih banyak... keluarin darahnya, bisasering-sering... sering gantilah… terus katanya mitosnya lagi kalomisalnya lagi mens itu, jangan sisiran malem-malem terus guntingkuku… takut kali ada yang ngikut-ngikut gitu, hantu... Saya mah guntingkuku, kan kukunya panjang haha, jorok kan kalo ga...” (P1)
Empat dari enam partisipan juga mengungkapkan bahwa mereka
pernah mendengar mitos dari teman dengan mengungkapkan bahwa jika
jempol kaki orang yang sedang menstruasi menginjak jempol kaki teman
lainnya, maka temannya tersebut juga akan mengalami menstruasi. Satu
partisipan diantaranya juga mengatakan bahwa saat sedang menstruasi
tidak boleh tidur siang karena karena darahnya akan naik ke semua
pembuluh darah di mata. Adapun ungkapan partisipan tentang mitos-
mitos itu, yaitu:
“Katanya kalo jempolnya diinjek pasti kalo kena nanti akan, nantinyabakal haid, tapi kayaknya ga tuh… kalo lagi haid setau Aku dari orang-orang ga boleh tidur siang.. katanya sih nanti darahnya itu naik semuake pembuluh mata haha tapi kalo Aku pikir ga masuk akal juga...” (P3)
Tiga partisipan juga mengemukakan bahwa mereka pernah
mendengar mitos yang menceritakan bahwa seorang perempuan tidak
73
boleh membuang pembalut saat menstruasi sebelum dicuci karena
dipercaya akan dijilat oleh setan. Berikut adalah satu ungkapan dari
partisipan berusia 17 tahun, yaitu:
“Katanya kan kalo orang haid mitosnya itu ga boleh buang pembalutkalo belum dicuci… diceritain ama orang-orang, apa sih, ama temen-temen sebaya gitu, jangan dibuang dulu sebelum dicuci ntar masa adatau yang buang terus tiba-tiba darahnya udah ga ada lagi di pembalutitu, katanya gara-gara, diituin ama makhluk-makhluk gitu lah... tapilagian kalo dibuang kayak gini jorok juga kan, mikirnya gitu, akhirnyadicuci dulu” (P2)
Mitos lainnya yang didapat dari penelitian ini disebutkan oleh
salah seorang partisipan yang mengatakan bahwa jika buang air tidak
bersih saat menstruasi kelak akan dijilat setan, seperti yang diungkapkan
partisipan yang saat ini duduk di kelas 2 MTs, sebagai berikut:
“He’em, misalkan kalo, misalkan kalo, buang airnya ga bersihbisa dijilat setan...” (P6)
74
BAB VI
PEMBAHASAN
Bab ini menguraikan tentang interpretasi dari hasil penelitian yang telah
diperoleh peneliti. Peneliti akan menjelaskan tentang interpretasi hasil penelitian
dengan membandingkan berbagai macam penelitian sebelumnya maupun teori
yang ada terkait penelitian ini untuk melengkapi dan memperkuat pembahasan
dari hasil penelitian ini. Bab ini juga membahas tentang keterbatasan penelitian
yang ada selama peneliti melakukan proses penelitian dengan membandingkan
proses penelitian yang seharusnya dicapai.
A. Interpretasi Hasil Penelitian dan Diskusi
Penelitian ini menghasilkan sembilan tema di mana diantaranya memiliki
subtema dengan kategori yang bermakna tertentu. Tema-tema tersebut
teridentifikasi berdasarkan tujuan penelitian. Berikut ini adalah pembahasan
secara rinci dari masing-masing tema yang ada dalam penelitian ini.
Tema 1. Makna menarche pada remaja perempuan
Menarche memiliki makna tersendiri bagi remaja perempuan yang
mengalaminya. Pada penelitian ini, menarche diartikan dengan makna yang
bermacam-macam sesuai dengan apa yang dipersepsikan partisipan. Makna
menarche dalam penelitian ini, meliputi peristiwa keluarnya darah, peristiwa
menuju masa kedewasaan, menjadi seorang perempuan, tanda fertilitas, dan
tanda mulai memikul dosa.
75
Menarche dianggap sebagai peristiwa keluarnya darah dari alat
kelamin perempuan. Hal ini sesuai teori di mana 80% aliran menstruasi
adalah darah dan kurang dari 25% mengandung jaringan endometrium, cairan
jaringan, dan mukus (Andrews, 2009). Bila tidak terjadi kehamilan,
perubahan endometrium mengalami regresi atau kemunduran pada akhir fase
luteal dan menyebabkan terjadi peluruhan dan mulainya perdarahan
(Greenstein dan Wood, 2010). Pengeluaran darah menstruasi berlangsung
antara 3-7 hari dengan jumlah darah yang hilang sekitar 50-60 cc tanpa
bekuan darah. Permulaan perdarahan sering tidak teratur karena bentuk
menstruasinya anovulatoir atau tanpa pelepasan telur (Manuaba dkk, 2009).
Remaja perempuan pada penelitian ini juga mengartikan menarche
sebagai peristiwa menuju masa kedewasan. Masa remaja menurut
Soetjiningsih (2007) merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dan
masa dewasa, yang dimulai pada saat terjadinya kematangan seksual, yaitu
antara usia 11 atau 12 tahun sampai dengan 20 tahun. Hasil penelitian Goel
dan Kundan (2011) yang dilakukan pada remaja perempuan yang berusia 15-
19 tahun di kota Rohtak sejalan dengan hasil penelitian ini yang melaporkan
bahwa hampir 30% dari subyek penelitian mengetahui menstruasi sebagai
tanda yang penting untuk mencapai kedewasaan
Menarche juga dimaknai sebagai tanda menjadi seorang perempuan di
mana bagi sebagian kecil remaja perempuan, menarche mengingatkannya
bahwa ia adalah benar-benar seorang perempuan. Anak perempuan biasanya
mulai memproduksi hormon seks antara usia 8 dan 11 tahun dengan usia rata-
rata mulai pubertas sekitar 11 tahun. Permulaan menstruasi atau menarche
76
biasanya terjadi menjelang akhir pubertas (Collins, 2011). Setelah 5 tahun
sejak onset menarche, 90% anak perempuan akan mengalami siklus
menstruasi yang teratur (Heffner dan Schust, 2008). Remaja perempuan pada
penelitian ini ada yang menganggap bahwa menarche menyadarkannya
sebagai seorang perempuan seutuhnya karena sebelumnya ia cenderung
bersikap tomboy. Oleh sebab itu, remaja perempuan perlu diberi pengertian
bahwa pada saatnya ia akan mengalami menstruasi pertama dan secara
normal akan mengalami siklus menstruasi teratur setiap bulan.
Remaja perempuan juga memaknai menarche sebagai tanda fertilitas
yang mana remaja beranggapan bahwa setelah menarche maka mereka pun
dapat mengalami kehamilan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan yang
diungkapkan Liu dalam Kelleer (2013) yang menyatakan bahwa menarche
adalah periode menstruasi pertama, terjadi selama pubertas dan menandai
awal tahun reproduksi seorang perempuan. Hal itu juga sejalan dengan
pernyataan Potter dan Perry (2005) dalam bukunya, yaitu meskipun siklus
menstruasi pada awalnya tidak teratur dan ovulasi mungkin tidak terjadi saat
menstruasi pertama, fertilitas harus selalui diwaspadai kecuali dilakukan hal
lain. Dengan demikian, risiko kehamilan dapat terjadi setelah remaja
perempuan mengalami menstruasi pertama dan hal itu menunjukkan bahwa
remaja perempuan sudah mulai aktif organ-organ reproduksi seksualnya.
Makna lain yang diutarakan remaja perempuan yakni bahwa
menarche merupakan tanda remaja perempuan mulai memikul dosanya
sendiri. Berdasarkan kepercayaan agama Islam yang dianut remaja
perempuan yang terlibat penelitian ini, mereka meyakini bahwa setelah
77
menarche, ibadah sholat, wajib untuk dikerjakan dan tidak boleh
ditinggalkan. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Muhammad (2007)
yang yang dalam bukunya menyebutkan bahwa jika remaja telah mengalami
menstruasi maka ia sudah baligh meskipun usianya kurang dari dari sepuluh
tahun serta pada saat itu ia dibebani kewajiban menjalankan syari’at dan
amalannya pun mulai dicatat. Munir dan Sudarsono (2001) menguatkan
bahwa syarat-syarat wajib sholat fardhu, diantaranya islam, baligh, berakal
sehat, seruan, dalam keadaan sadar, mampu melihat dan mendengar, serta
suci dari menstruasi dan nifas. Adapun bagi laki-laki adalah ketika ia berumur
15 tahun atau telah keluar sperma atau mani dari kemaluannya sedangkan
bagi wanita adalah ketika ia telah mengeluarkan darah menstruasi. Hal itu
sesuai sabda Rasulullah saw, yaitu:
“Suruhlah olehmu anak-anak itu untuk shalat apabila ia telah berumur tujuhtahun dan apabila ia sudah berumur sepuluh tahun, maka hendaklah kamupukul jika ia meninggalkan shalat” (Riwayat Tirmidzi).
Makna menarche bagi remaja perempuan, dengan demikian bervariasi
satu sama lain. Hal itu berkaitan dengan persepsi masing-masing remaja
perempuan yang mengalaminya. Untuk itu, bimbingan ataupun pengarahan
terhadap remaja perempuan yang telah mengalami menarche perlu
diperhatikan. Bekal ilmu agama terhadap hal terkait menarche pun perlu
diberikan kepada remaja perempuan sejak dini agar terpenuhi kewajiban yang
harus dikerjakan setelah menarche sesuai ajaran agama masing-masing.
78
Tema 2. Dominasi Perasaan remaja perempuan saat menarche
Masing-masing remaja perempuan menghadapi menarche dengan
respon yang berbeda-beda. Perasaan bingung, kaget, takut, panik serta bad
mood saat menarche teridentifikasi dalam penelitian ini. Perasaan senang turut
diungkapkan remaja perempuan.
Perasaan bingung, takut, dan kaget merupakan perasaan yang
mendominasi remaja perempuan dalam penelitian ini saat mengalami
menarche. Hal itu sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Marvan,
Morales, dan Iniestra (2006) di Meksiko dengan temuan bahwa perasaan takut
dan bingung merupakan reaksi emosional yang lebih banyak dialami dan hal
itu diungkapkan pada respondennya yang berusia 40 hingga responden di atas
usia 65 tahun, yang tidak mengetahui tentang menstruasi sebelum mereka
menarche. Penelitian kualitatif yang dilakukan pada 120 remaja perempuan di
Kenya juga menguatkan hasil penelitian yang mana juga terdapat remaja yang
merasa kaget saat menghadapi menarche (Mason, Nyotach, dan Howard,
2013).
Remaja perempuan dalam penelitian ini juga cenderung merasa
badmood sehingga malas untuk beraktivitas. Hal tersebut sejalan dengan
penelitian Mason, Nyotach, dan Howard (2013) yang melaporkan beberapa
remaja yang berpartisipasi dalam penelitiannya juga mendeskripsikan efek
emosional saat menstruasi, meliputi perasaan bosan, murung, merasa
kesepian, malu, dan tidak ingin berbicara dengan orang lain. Perasaan
badmood dalam penelitian ini salah satunya juga ditunjukkan dengan tidak
ingin berbicara dengan orang lain dan remaja perempuan cenderung lebih
79
nyaman untuk berdiam diri tanpa melakukan hal apapun dibandingkan
beraktivitas.
Selain merasa bingung, takut, kaget, dll, remaja perempuan dalam
penelitian ini juga ada yang merasa senang setelah merasakan menarche.
Penelitian Marvan, Morales, dan Iniestra (2006) yang dilakukan di Meksiko
juga menemukan adanya reaksi positif yang dilaporkan hanya pada responden
wanita dewasa yang telah memiliki pengetahuan tentang menstruasi sebelum
menarche. Hal tersebut berbeda dengan hasil penelitian ini di mana terdapat
remaja perempuan yang sebelumnya juga sudah memiliki pengetahuan seputar
menstruasi namun perasaan senang yang dirasakan dikarenakan bahwa ia
merasa sudah sama seperti teman-temannya yang telah merasakan menarche
di mana sebelumnya hanya ia sendiri saja yang belum mengalami menarche di
kelasnya.
Remaja perempuan dalam penelitian ini, dengan demikian, umumnya
berespon negatif saat mengalami menarche, yang didominasi perasaan
bingung, takut, kaget, hingga bad mood. Perasaan yang dirasakan remaja
perempuan pada penelitian ini cenderung dikarenakan masih kurangnya
pengetahuan tentang apa yang harus dilakukan serta adanya kekhawatiran saat
menarche akibat masih kurang mengerti tentang kondisi yang terjadi pada
dirinya. Remaja perempuan perlu dibekali pengarahan sejak dini tentang
bagaimana tindakan yang sebaiknya dilakukan saat menarche serta diberi
pengertian bahwa menarche secara normal terjadi karena proses fisiologis
sehingga diharapkan remaja perempuan lebih dapat beradaptasi dengan baik
sehingga dapat berespon positif saat mengalami menarche.
80
Tema 3. Kesiapan remaja perempuan dalam menghadapi menarche
Mayoritas remaja perempuan dalam penelitian ini belum siap saat
menarche. Hanya sebagian kecil yang sudah siap saat menarche.
Ketidaksiapan tersebut tidak lain dikarenakan rata-rata remaja perempuan
belum memiliki persiapan yang memadai saat menghadapi menarche.
Ketidaksiapan saat menarche juga dikarenakan sebagian remaja
perempuan mengalami menarche di usia 9 tahun dan merasa pada usia
tersebut tergolong cepat bagi mereka untuk mengalami menarche. Mereka
pun tidak menyangka akan mengalami menarche di usianya saat itu. Hasil
penelitian tersebut sejalan dengan penelitian terkait kesiapan anak dalam
menghadapi menarche yang dilakukan oleh Jayanti dan Purwanti (2012) di
Kabupaten Brebes yang melaporkan bahwa sebesar 48 anak (92,30%) tidak
siap menghadapi menarche yang mana sebagian besar, yaitu 13 anak berumur
10 tahun, sedangkan yang siap menghadapi menarche sebesar 4 anak (7,69%)
yang sebagian besarnya, yaitu 3 anak berumur 13 tahun.
Remaja perempuan yang terlibat dalam penelitian ini juga belum
memiliki pemahaman secara utuh tentang menstruasi karena terdapat remaja
perempuan yang memiliki gambaran tersendiri tentang menarche. Penelitian
kualitatif melalui Focus Group Disscussion (FGD) yang dilakukan di Kenya
oleh Mason, Nyotach, dan Howard (2013) turut menguatkan hasil penelitian
ini yang menyebutkan bahwa persiapan remaja saat menghadapi menarche
masih kurang. Banyak orang tua yang terlibat dalam penelitian itu menyadari
bahwa mereka juga tidak mempersiapkan anak perempuan mereka dalam
menghadapi menstruasi.
81
Remaja perempuan pada penelitian ini secara umum masih
memberikan gambaran dasar ataupun deskripsi yang membingungkan tentang
menarche walaupun rata-rata sudah mendapatkan informasi tentang hal
tersebut dari pelajaran sekolah. Pemahaman yang kurang tentang gambaran
menstruasi dapat mempengaruhi kesiapan remaja perempuan dalam
menghadapi menarche. Faktor usia juga dapat dikaitkan sebagai faktor yang
mempengaruhi kesiapan remaja perempuan karena dimungkinkan dapat
berpengaruh terhadap kesiapan mental remaja perempuan saat menghadapi
menarche. Dengan demikian, remaja perempuan perlu diberikan pemahaman
mengenai gambaran menstruasi sejak dini agar mereka dapat siap saat
menghadapi menarche.
Tema 4. Perubahan remaja perempuan setelah menarche
Penelitian ini menghasilkan tema keempat tentang perubahan yang
dirasakan remaja perempuan setelah menarche. Remaja perempuan yang
telah mengalami menarche akan menghadapi perubahan fisik maupun
perubahan emosional pada dirinya. Respon remaja perempuan terhadap
perubahan tersebut pun bermacam-macam.
Remaja perempuan dalam penelitian ini mengungkapkan berat badan
mereka secara perlahan semakin meningkat sehingga merasa semakin besar
atau gemuk dan rata-rata juga mengeluhkan adanya perubahan bentuk tubuh
pada dirinya setelah mengalami menarche. Hal ini sejalan dengan penelitian
tahun 2009 di Australia yang menyebutkan bahwa ada peningkatan berat
badan pada remaja perempuan setelah menarche dengan kenaikan kecepatan
82
yang terjadi saat 7-12 bulan setelah periode menstruasi pertama remaja.
Perubahan hormonal dikaitkan dengan peningkatan signifikan pada berat
badan dan bentuk tubuh (Abraham, Boyd, Lal, dan Taylor, 2009). Penelitian
itu juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan pada remaja perempuan di
Amsterdam tahun 2010 yang melaporkan bahwa adanya peningkatan massa
lemak dari 12 kg pada saat menarche menjadi 14,9 kg saat satu tahun setelah
menarche. Perbedaan massa lemak pada 3-4 tahun setelah menarche tampak
lebih signifikan (Vink dkk, 2010).
Perubahan fisik lain yang dirasakan remaja perempuan dalam
penelitian ini, yaitu adanya perkembangan payudara, pertumbuhan rambut
pubis, serta perubahan bentuk pinggul. Hal tersebut sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh Rubin et.al. (2009) yang menunjukkan sebanyak 12%
remaja perempuan pada usia 8 tahun dilaporkan telah mencapai tahap
perkembangan payudara sementara 5% telah mencapai tahap pertumbuhan
rambut pubis. Pada usia 13 tahun, lebih dari 95% remaja perempuan
melaporkan bahwa mereka mengalami tahap perkembangan payudara dan
rambut pubis dan mayoritas remaja melaporkan setidaknya berada dalam
tahap Tanner keempat untuk perkembangan payudara dan pertumbuhan
rambut pubis. Informasi tersebut menguatkan hasil penelitian ini di mana
rata-rata remaja perempuan pada penelitian ini yang berusia 13-17 tahun telah
merasakan perkembangan pada payudaranya dan seorang partisipan yang saat
ini berusia 13 tahun pun menyatakan telah mengalami pertumbuhan rambut
pubisnya. Diantara remaja perempuan lainnya bahkan ada yang merasakan
sakit pada payudaranya jika tersentuh.
83
Respon perubahan fisik pada remaja perempuan juga dihadapi dengan
berbagai macam reaksi. Perasaan malu pada remaja perempuan pun muncul
ketika memakai pakaian yang ketat karena dapat menampilkan bentuk
tubuhnya. Selain itu, terdapat pula remaja perempuan yang terlibat penelitian
ini yang merasa canggung ataupun merasa aneh terhadap perubahan bentuk
tubuh pada dirinya.
Hal itu sesuai dengan pernyataan Soetjiningsih (2007) yang
menyatakan bahwa kematangan seksual mengakibatkan remaja mulai tertarik
terhadap anatomi fisiologi tubuhnya, mulai muncul kecemasan-kecemasan
dan pertanyaan-pertanyaan seputar menstruasi, ukuran payudara, dan lain
sebagainya. Anak perempuan yang lebih dahulu mengalami kematangan
seksual akan merasa bahwa dirinya terlalu besar bila berada di kelompok
teman sekelasnya. Sebagian remaja ada yang berusaha melakukan diet dan
sebagian lagi senam olahraga secara teratur. Penelitian yang dilakukan oleh
Abraham, Boyd, Lal, dan Taylor (2009) di Australia juga menyebutkan
adanya perilaku mengurangi berat badan dan perasaan terkait body image
yang meningkat secara signifikan pada remaja. Remaja perempuan pada
penelitian ini tidak menunjukkan adanya perilaku untuk mengurangi berat
badan namun cenderung merasa malu saat memakai pakaian yang pas di
tubuh dan remaja perempuan yang mengalami menache pada usia 9 tahun
cenderung merasa canggung terhadap perkembangan tubuhnya yang lebih
cepat dan besar dibanding teman-teman seusianya yang lain.
Perubahan fisik yang terjadi pada remaja memiliki kecepatan
pertumbuhan berbeda-beda. Oleh karena itu, remaja perempuan akan sangat
84
baik bila mengetahui bahwa mereka akan mengalami perubahan fisik agar
tidak terjadi kebingungan terhadap apa yang terjadi pada dirinya. Selain itu,
perlu diberikan pemahaman bahwa perkembangan pada tubuhnya merupakan
proses alamiah akibat pubertas yang dialami sehingga remaja diharapkan
dapat menyesuaikan diri dengan menerima secara positif terhadap perubahan
bentuk tubuh yang dialami.
Remaja dalam tahap perkembangannya juga akan mengalami
perubahan emosional dalam kehidupannya. Perubahan emosional yang
dirasakan remaja perempuan cenderung menjadi lebih sensitif yang tampak
dari sikap mudah marah dan mudah tersinggung. Graber, Brooks-Gunn, dan
Warren (2006) menyebutkan dalam studinya bahwa kematangan dini remaja
perempuan dengan kadar adrenal androgen yang tinggi menimbulkan
dorongan emosional yang tinggi dan pengaruh depresi dibandingkan remaja
perempuan yang lainnya (Santrock, 2008). Santrock (2008) di dalam bukunya
juga menyebutkan bahwa para ahli menyatakan faktor hormon saja
bagaimanapun tidak bertanggung jawab terhadap perilaku remaja. Hasil
penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan Hardie (1997)
maupun McFarlane dan William (1994) dalam Wade dan Tavris (2008)
dengan hasil bahwa para subyek perempuan dalam penelitian itu, mereka
mengingat pada saat fase pramenstruasi dan menstruasi, merasa lebih mudah
marah, terganggu, dan lebih depresif. Penelitian deskriptif yang dilakukan
oleh Kaur dan Thakur (2008) pun memperkuat hasil penelitian ini di mana
gambaran premenstrual syndrome pada responden, beberapa diantaranya
menunjukkan bahwa responden mudah tersinggung dan mengalami fluktuasi
85
mood. Remaja perempuan yang terlibat pada penelitian peneliti merasakan
perubahan emosi yang tinggi saat menstruasi dibandingkan hari-hari
sebelumnya bahkan diantara mereka ada yang melakukan tindakan agresif,
seperti mendorong atau menampar temannya. Perasaan depresif akan tetapi
tidak teridentifikasi pada remaja perempuan dalam penelitian ini.
Perasaan tertarik dengan lawan jenis juga dirasakan remaja perempuan
pada penelitian ini. Hal itu sesuai dengan pernyataan Soetjiningih (2007)
yang menyebutkan bahwa selain tertarik kepada dirinya, juga mulai muncul
perasaan tertarik kepada teman sebaya yang berlawanan jenis, walaupun
masih disembunyikan karena mereka menyadari masih terlalu kecil untuk
pacaran. Pada remaja menengah, remaja banyak menggunakan waktunya
untuk membuat dirinya lebih menarik sehingga mulai memperhatikan
dandanannya, misalnya pakaian, model rambut dan alat-alat kecantikan.
Remaja perempuan dalam penelitian ini terdapat juga yang merasakan adanya
perasaan ketertarikan dengan lawan jenis terutama dirasakan saat berada di
sekolah menengah pertama namun ia tidak membuat dirinya agar tampil lebih
menarik dengan berdandan untuk menarik perhatian lawan jenisnya.
Dengan demikian, remaja perempuan cenderung memiliki perasaan
yang sensitif, terutama saat masa pubertasnya. Remaja perempuan perlu
memahami bahwa hal itu dapat dikaitkan karena adanya perubahan hormonal.
Remaja perempuan pun diharapkan dapat mengontrol aspek
emosionalitasnya, terutama saat menstruasi.
86
Tema 5. Ketidaknyamanan remaja perempuan saat menarche
Ketidaknyamanan yang dirasakan saat menjalani masa menarche
banyak dialami oleh remaja perempuan. Hasil penelitian yang telah dilakukan
peneliti menunjukkan bahwa secara umum semua remaja perempuan
merasakan nyeri perut saat menarche. Beberapa remaja perempuan pun
mengeluh badan terasa sakit dan nyeri pinggang.
Beberapa perempuan mengalami nyeri tajam atau seperti kram.
Dismenore merupakan menstruasi yang sangat nyeri. Banyak perempuan
yang merasakan ketidaknyamanan pada awitan menstruasi tetapi tingkat
ketidaknyamanan dismenore jauh lebih tinggi dengan nyeri yang sering kali
dirasakan di punggung bawah dan menjalar ke bawah hingga bagian atas
tungkai. Gejala yang terkait dismenore hebat, yakni adanya mual atau
muntah, pucat atau lemas, sakit kepala atau migrain, gangguan usus, sertai
iritabilitas kandung kemih (Andrews, 2009). Dismenore dibagi menjadi dua,
yaitu dismenore primer dan sekunder. Dismenore primer tidak berhubungan
dengan patologi panggul dan dianggap sebagai akibat produksi prostaglandin
yang berlebihan oleh uterus (Norwitz dan Schorge, 2008). Dismenor sekunder
dikaitkan dengan gangguan yang didapat, seperti penyakit radang panggul,
endometriosis, dan adenomiosis (endometriosis yang terjadi di miometrium).
Pengobatannya bergantung pada temuan penyebab nyeri tersebut (Andrews,
2009).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Eryilmaz dan Ozdemir
(2009) pada siswa sekolah menengah atas di Turkey yang melaporkan nyeri
menstruasi yang menginisiasi siswa saat onset menstruasi lebih besar
87
dibandingkan dengan satu hari sebelum menstruasi. Penelitian serupa yang
dilakukan oleh Adinma dan Adinma (2009) pada 1.408 remaja sekolah di
Onitsha juga melaporkan bahwa masalah yang sering dijumpai saat
menstruasi yaitu nyeri perut (66,2%) dan diikuti dengan nyeri pinggang
(38,5%).
Sakit kepala juga dialami oleh remaja perempuan dalam penelitian ini
saat menarche. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Aegidus et.al. (2011) di
Norway menyatakan bahwa sakit kepala umum terjadi pada pada perempuan
dengan usia menarche ≤12 tahun. Penelitian Mason, Nyotach, dan Howard
(2013) di Kenya juga menyebutkan bahwa gejala fisik yang dirasakan remaja
pada penelitiannya meliputi sakit kepala, nyeri perut, sakit punggung, dan
kelelahan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan peneliti di
mana terdapat remaja perempuan yang mengalami sakit kepala namun hanya
sebagian kecil yang mengalami menarche pada usia ≤12 tahun.
Ketidaknyaman lain yang dialami oleh remaja perempuan yaitu
adanya rasa mual saat menarche. Perasaan mual yang dirasakan pun akan
tetapi tanpa disertai dengan muntah. Hasil yang serupa juga didapat pada
penelitian yang dilakukan Eryilmaz dan Ozdemir (2009) di Turkey dengan
responden sebanyak 252 orang melaporkan adanya rasa mual dan muntah
yang dikaitkan dengan gejala akibat nyeri saat menstruasi.
Berkurangnya nafsu makan saat masa awal mengalami menarche juga
dirasakan oleh sebagian remaja perempuan pada penelitian ini. Penelitian
yang dilakukan Adinma dan Adinma (2009) di Onitsha melaporkan bahwa
dalam penelitian tersebut masalah yang dijumpai saat menstruasi salah
88
satunya, yaitu peningkatan nafsu makan (1,1%). Hasil penelitian tersebut
tidak sesuai dengan hasil penelitian ini yang mana remaja perempuan
mengungkapkan bahwa nafsu makannya berkurang terutama saat masa awal
menstruasi pertama.
Ketidaknyamanan fisik saat mulai mengalami menarche merupakan
kondisi fisiologis yang dikaitkan akibat hormon. Oleh karena itu, remaja
perempuan perlu mengetahui bahwa ketidaknyamanan fisik yang dirasakan
saat menarche, seperti adanya nyeri perut, sakit kepala, ataupun mual bukan
merupakan kondisi patologis namun hal itu bisa merupakan suatu penyakit
bila mengalami masalah pada organ reproduksi. Remaja perempuan pun perlu
memeriksakan diri jika dirasa ketidaknyamanan yang dialami semakin
mengganggu aktivitas.
Remaja perempuan dalam penelitian ini, selain mengeluhkan
ketidaknyamanan fisik, juga mengeluhkan perasaan tidak nyaman saat situasi-
situasi tertentu. Ketidaknyamanan situasional tersebut, salah satunya terjadi
saat memakai pembalut yang menimbulkan ketidaknyamanan karena ada
perasaan mengganjal. Di samping itu, ketidaknyamanan situasional dirasakan
ketika darah menstruasi keluar berlebih, terutama dirasa saat berpindah posisi
dari duduk ke berdiri. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian kualitatif di
Kenya yang menunjukkan bahwa selain menggunakan pembalut, beberapa
remaja diantaranya, menggunakan pakaian tua, selimut, kain, kapas, atau tisu
sebagai item pengganti pembalut. Pemakaian alternatif item tersebut memberi
kendala pada remaja karena ketidaknyamanan yang mempengaruhi mereka
89
untuk terlibat dalam kegiatan sekolah dan dilaporkan juga mempengaruhi saat
sedang bermain dan bahkan berjalan (Mason, Nyotach, dan Howard, 2013).
Ketidaknyamanan yang dirasakan remaja perempuan merupakan hal
yang sering dikeluhkan, terutama saat mulai menstruasi. Remaja perempuan
pun perlu beradaptasi terhadap kondisi atau situasi tertentu yang dirasakan
setelah mengalami menarche. Remaja perempuan, seriring berjalannya
waktu, diharapkan semakin dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap
kondisi tersebut.
ema 6. Upaya Remaja Perempuan dalam Mengatasi Ketidaknyamanan
saat Menarche
Setiap orang memiliki cara tersendiri dalam mengatasi suatu
ketidaknyamanan yang dirasakan, begitu pula yang dilakukan remaja
perempuan dalam penelitian ini. Mayoritas dari mereka mencari tindakan
pengobatan untuk mengurangi nyeri perut saat menarche dengan
mengkonsumsi obat. Selain itu, tindakan distraksi juga dilakukan untuk
mengurangi ketidaknyamanan yang dirasakan.
Tindakan untuk mengatasi nyeri dibagi menjadi dua, yaitu tindakan
peredaan nyeri nonfarmakologis dan terapi nyeri farmakologis. Tindakan
peredaan nyeri secara nonfarmakologis dapat dilakukan dengan distraksi,
yaitu mengalihkan perhatian seseorang ke hal yang lain dan dengan demikian
menurunkan kewaspadaan terhadap nyeri. Salah satu distraksi yang efektif
adalah musik, yang dapat menurunkan nyeri fisiologis, stres, dan kecemasan.
Selain itu, hipnosis diri dapat juga dilakukan dengan mengubah persepsi nyeri
90
melalui pengaruh sugesti positif. Terapi farmakologis dengan menggunakan
beberapa agens farmakologi juga membantu menangani nyeri. Analgesik
merupakan metode yang paling umum untuk mengatasi nyeri (Potter dan
Perry, 2005). Dismenore primer dapat diobati menggunakan inhibitor anti-
prostaglandin sintetase, seperti asam mefenamat, asam fulfenamat, atau
naproksen untuk mengurangi nyeri dan pengobatan pun harus dimulai segera
setelah menstruasi mulai terjadi (Andrews, 2009).
Remaja perempuan yang terlibat penelitin ini mengkonsumsi obat
untuk mengurangi nyeri perut saat menarche, baik dari resep dokter ataupun
inisiatif sendiri tanpa mengetahui kesesuaian obat yang diminum namun
mereka merasa nyeri berkurang setelah mengkonsumsi obat tersebut. Selain
itu, upaya distraksi juga dilakukan, diantaranya jalan-jalan, mendengarkan
musik, menonton televisi, ataupun bercanda dengan teman. Hasil penelitian
ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Erylmaz dan Ozdemir (2009) di
Turkey yang melaporkan hanya 8,9% yang mengkonsultasikan diri ke dokter
untuk mengatasi nyeri. Metode nonfarmakologi yang dilakukan subyek
penelitian tersebut, meliputi penggunaan kompres air hangat (16,5%), tidur
(31,0%), berjalan (11,3%), massaging (11,0%), mendengarkan musik (7,6%),
penggunaan kompres air dingin (0,7%). Strategi lain yang digunakan yaitu
menjaga diri tetap hangat, menggunakan aromaterapi, dan mengkonsumsi
suplemen (24,4%).
Upaya untuk mengatasi ketidaknyamanan terhadap pengeluaran darah
menstruasi yang berlebih juga diatasi dengan memakai dua pembalut. Remaja
perempuan lainnya memilih untuk memakai dua lapis celana dibanding
91
memakai dua pembalut. Hal itu sejalan dengan penelitian yang dilakukan
Mason, Nyotach, dan Howard (2013) di Kenya yang menyebutkan beberapa
partisipan dalam penelitiannya selain menggunakan pembalut, juga
menggunakan bahan penyerap lain, seperti pakaian tua, selimut, potongan
kasur tidur, kaos kaki, handuk, kapas atau tisu, ataupun beberapa pasang
celana yang dipakai saat menstruasi. Pemakaian pembalut double oleh remaja
perempuan dalam penelitian ini dilakukan terutama pada saat menstruasi hari
pertama karena dirasa lebih mengeluarkan darah menstruasi yang banyak
dibandingkan hari-hari setelahnya.
Upaya dalam mengatasi ketidaknyamanan saat menstruasi berbeda-
beda antara remaja satu dengan yang lain. Upaya tersebut dilakukan, baik atas
inisiatif diri sendiri maupun diperoleh dari orang tua. Ketidaknyamanan yang
dirasakan remaja perempuan perlu dikomunikasikan juga dengan orang tua
agar remaja perempuan dapat memperoleh pelayanan kesehatan yang tepat
dalam mengatasi hal tersebut, sebagai contoh dengan berobat ke dokter
dengan didampingi ibu pada saat merasakan dismenore hebat. Remaja
perempuan sebaiknya mengkonsumsi obat sesuai anjuran dokter karena tidak
semua obat juga dapat tepat berperan mengatasi nyeri perut saat menstruasi.
Tema 7. Dukungan Remaja Perempuan saat menarche
Remaja perempuan dalam penelitian ini mendapatkan berbagai macam
dukungan, seperti dukungan emosional maupun instrumental dari keluarga
serta dukungan informasional yang didapat dari berbagai pihak. Rels dan
Sprecher (2008) dalam bukunya yang berjudul Encyclopedia of Human
92
Relatioships menyebutkan pernyataan Schetter dan Brooks yang menyatakan
bahwa para peneliti membagi dukungan sosial dengan fungsi atau tipe yang
berbeda, yaitu sebagai sumber dukungan emosional, instrumental, dan
informasional. Dukungan emosional berhubungan dengan tindakan
mendengarkan, merasa empati dan memahami, serta menunjukkan kasih
sayang. Dukungan yang paling sederhana dari semua bentuk dukungan yaitu
dukungan instrumental yang juga dikenal sebagai tangible support yang
mengacu pada penyediaan sumber daya material atau bantuan tindakan.
Dukungan lain yaitu dukungan informasional yang berhubungan dengan
informasi, bimbingan, atau nasihat sebagai bentuk dukungan dalam
pemecahan masalah. Selain tiga jenis tipe tersebut, para peneliti telah
mempelajari tipe dukungan lainnya, yaitu dukungan penghargaan yang juga
dikenal sebagai esteem support dan didefinisikan sebagai penyediaan
informasi tentang sesuatu yang berharga dan bernilai. Penegasan tersebut
terkait erat dengan dukungan emosional dan sering dimasukkan ke dalam
kategori yang sama.
Penelitian ini menunjukkan adanya dukungan emosional dari ibu,
yang tampak dari kepedulian sang ibu dalam mendengarkan pengalaman
menarche partisipan serta mengarahkannya. Namun, partisipan cenderung
hanya menceritakan pengalaman menarchenya. Selain itu, dukungan lainnya
juga diperoleh dari kakak sepupu dan teman. Remaja perempuan dalam
penelitian ini, beberapa diantaranya cenderung lebih suka untuk berdiskusi
tentang menstruasi kepada temannya yang mana mereka dapat saling bertukar
cerita terhadap pengalamannya masing-masing. Penelitian ini sejalan dengan
93
penelitian Goel dan Kundan (2011) pada institusi pendidikan di kota Rohtak
yang juga melaporkan lebih dari setengah remaja membahas masalah
menstruasi kepada ibu, sepertiga remaja suka berdiskusi dengan teman-teman
mereka, dan enam remaja juga membahas masalah menstruasi kepada
ayahnya. Penelitian kualitatif yang diteliti oleh Mason, Nyotach, dan Howard
(2013) di Kenya pun melaporkan bahwa pada beberapa remaja merasa dapat
membagi cerita kepada perempuan lain, yaitu biasa bercerita kepada ibu atau
kerabat terdekat (bibi, nenek), di samping guru perempuan dan teman. Salah
seorang partisipan dalam penelitian itu juga ada yang merasa takut untuk
menceritakan bahwa ia telah mengalami menstruasi kepada ayahnya karena
takut ayahnya akan mempunyai pikiran negatif sehingga timbul hal-hal yang
tidak diinginkan. Remaja perempuan dalam penelitian ini tidak menceritakan
pengalaman menarche kepada sang ayah karena menganggap bahwa ayahnya
adalah seorang laki-laki dan tidak merasakan sendiri bagaimana menarche itu
sehingga mereka pun malu untuk menceritakan pengalamannya.
Dukungan informasional terkait menstruasi dalam penelitian ini,
selain didapat dari ibu, kakak sepupu, dan teman juga didapat dari sekolah,
nenek, bibi, serta dari pengajian. Penelitian yang dilakukan oleh Jayanti dan
Purwanti (2012) di SDN 1 Kretek, Paguyungan, memperkuat hasil penelitian
ini, dengan melaporkan bahwa sumber informasi tentang menarche diperoleh
dari teman dan keluarga namun dalam penelitian tersebut sebagian besar
sumber informasi tentang menarche diperoleh dari kelompok teman sebaya
yaitu sebanyak 27 anak (51,92%) sedangkan 9 anak (17,30%) didapat dari
keluarga. Penelitian Mason, Nyotach, dan Howard (2013) di Kenya juga
94
menyebutkan bahwa informasi tentang menstruasi biasanya didapatkan dari
anggota keluarga perempuan. Namun, pada penelitiannya, salah satu
partisipan mendapatkan informasi dari pamannya tentang usia menarche yang
dimulai pada usia 8 tahun dan menjelaskan juga untuk membatasi bergaul
dengan laki-laki karena dapat berisiko hamil.
Remaja perempuan dalam penelitian ini memperoleh dukungan, baik
dari keluarga, teman, kerabat (nenek, bibi, kakak sepupu), sekolah, dan
tempat pengajian. Ibu merupakan anggota keluarga yang cukup berperan
penting dalam membantu remaja perempuan saat menghadapi menarche.
Bagi beberapa remaja perempuan pada penelitian ini, teman juga dianggap
sebagai tempat curhat yang nyaman seputar menstruasi. Dengan demikian,
orang tua, terutama ibu, berperan penting dalam memfasilitasi remaja
perempuannya saat menghadapi menarche dengan pemberian informasi
maupun bimbingan atau pengarahan. Dukungan dari teman, kerabat keluarga,
maupun sekolah juga berperan penting agar remaja perempuan dapat
melewati masa menarche dengan baik.
Tema 8. Perawatan Diri Remaja Perempuan saat Menstruasi
Remaja perempuan perlu menjaga kebersihan dirinya saat sedang
menstruasi. Perawatan diri yang teridentifikasi dalam penelitian ini, yaitu
dengan menjaga kebersihan tubuh dan melakukan penggantian pembalut
setiap hari. Sebagian besar remaja perempuan membersihkan tubuhnya
(mandi) dengan intensitas yang sering pada saat masa awal menstruasi
pertama dan durasi saat mandi pun cenderung menjadi bertambah lama. Hal
95
ini sesuai dengan penelitian Mason, Nyotach, dan Howard (2013) di Kenya
yang melaporkan bahwa salah satu partisipan mengatakan bahwa ia sering
mandi dan sulit menyembunyikan hal itu saat menstruasi. Beberapa remaja
yang terlibat dalam penelitiannya pun disebutkan bahwa mereka bersaing
dengan anggota keluarga mengenai penggunaan sabun dan air berlebih yang
dapat menyebabkan konflik, bahkan dengan ibu. Kekurangan sabun dan air
berdampak dalam menjaga kebersihan celana dalam atau pembalut.
Perawatan lainnya, yaitu dilakukan dengan mengganti pembalut yang
dipakai setiap harinya. Jumlah pembalut yang diganti setiap harinya terbilang
cukup saat masa awal menstruasi pertama pada remaja dalam penelitian ini
namun terdapat pula yang mengganti pembalut hingga lima kali dalam
sehari. Hasil penelitian Mason, Nyotach, dan Howard (2013) pun
mengungkapkan beberapa remaja mengakui bahwa mereka tidak selalu
memiliki pembalut sehingga pada suatu kesempatan, mereka pun memakai
kain. Hanya satu remaja menyatakan bahwa dia lebih menyukai memakai
kain di mana dia bisa mencucinya setelah digunakan dari pada membuang
pembalut yang diproduksi. Penelitian yang dilakukan Sumpter dan Torondel
(2013) yang berjudul A Systematic Review of the Health and Social Effects of
Menstrual Hygiene Managent melaporkan bahwa penggunaan pembalut
sekali pakai dianggap sebagai praktik higienis yang baik. Kain yang dipakai
dengan penggunaan berulang dianggap sebagai praktik yang buruk jika
dibandingkan dengan pembalut sekali pakai pada beberapa studi yang
diidentifikasi Sumpter dan Torondel. Satu studi yang juga diidentifikasi pada
penelitian tersebut melaporkan bahwa ada hubungan signifikan antara
96
penggunaan pembalut dan infeksi saluran reproduksi, akibat efek negatif dari
penggunaan pembalut atau praktik higienisitas saat menstruasi. Remaja
perempuan dalam penelitian ini juga memperhatikan kebersihan pembalut
yang dipakainya dan mayoritas memakai pembalut sekali pakai dengan rata-
rata mengganti pembalutnya sebanyak 3-4 kali per hari.
Remaja perempuan perlu mengetahui bagaimana perawatan diri saat
menstruasi karena dapat mempengaruhi kesehatannya, terutama kesehatan
reproduksi. Perawatan diri yang penting untuk diperhatikan remaja
perempuan adalah menjaga kebersihan pembalut. Remaja perempuan perlu
mengetahui bagaimana managemen penggantian pembalut setiap harinya dan
perlu jeli dalam memilih pembalut yang digunakan agar tidak memberikan
efek negatif bagi kesehatannya.
Tema 9. Mitos-mitos Menstruasi yang Menghantui remaja perempuan
Cremers (1997) dalam Endraswara (2009) menyatakan bahwa mitos
adalah cerita suci berbentuk simbolik yang mengisahkan serangkaian
peristiwa nyata dan imajiner menyangkut asal-usul dan perubahan-perubahan
alam raya dan dunia, dewa-dewi, kekuatan-kekuatan atas kodrati, manusia,
pahlawan, dan masyarakat. Salah satu mitos yang berkaitan dengan seorang
perempuan adalah mitos mengenai menstruasi. Mitos yang terdapat pada
penelitian ini, beberapa diantaranya berupa larangan. Beberapa mitos seputar
menstruasi dalam penelitian ini, yaitu larangan untuk menggunting kuku dan
menyisir rambut di depan kaca saat malam hari, larangan tidur siang saat
sedang menstruasi. Mitos lain yang diungkapkan, yakni bahwa minum soda
97
saat haid dapat menyebabkan membuat darah menstruasi banyak keluar, serta
jika jempol kaki diinjak teman yang sedang menstruasi maka orang yang
terinjak akan ikut menstruasi.
Hal itu sesuai dengan pernyataan Subhan (2004) dalam bukunya yang
juga mengemukakan bahwa ada juga mitos pada golongan masyarakat kita
yang mempunyai kepercayaan bahwa perempuan yang sedang menstruasi
dilarang mencuci rambut atau memotong kuku, bahkan larangan-larangan
semacam ini diyakini sebagai ajaran agama. Perempuan yang sedang
menstruasi harus mengundurkan diri serta menjauhi aktivitas dan harus
tinggal di dalam rumah saja. Kepercayaan yang telah berakar ini disebabkan
keyakinan bahwa segala yang dikerjakan akan menjadi sesuatu yang tidak
dikehendaki. Subhan (2004) dalam bukunya juga mengungkapkan bahwa
dalam cerita tradisi keagamaan, pandangan filsuf, kebudayaan, bahkan
biomedis Barat, perempuan yang sedang menstruasi banyak dicerca. Ia pun
mengutip dalam buku Natural History karya Pliny yang mengungkapkan
perempuan yang sedang menstruasi jika menyentuh anggur maka anggur
tersebut akan menjadi busuk, tanaman menjelang panen yang didatanginya
menjadi gabug, tanaman-tanaman cangkokkan mati, biji-biji di kebun
mengering, buah-buahan di pohon berjatuhan, mata baja dan kilau gading
menjadi buram, lebah madu mati, bahkan perunggu dan besi segera menjadi
karat, dsb. Anggapan bahwa perempuan yang sedang menstruasi di atas
tampak sebagai suatu kutukan. Penelitian yang dilakukan oleh Goel dan
Kundan (2011) di kota Rothak juga melaporkan hasil penelitiannya yang
menyebutkan anggapan remaja perempuan seputar menstruasi, yaitu lebih
98
dari 16% subyek penelitiannya berpikir bahwa menstruasi sebagai onset suatu
penyakit dan tidak lebih dari 7% berpikir bahwa menstruasi merupakan
sebuah kutukan. Empat puluh lima persen subyek tidak diperbolehkan masuk
ke dapur dan hampir seperempatnya diikuti pembatasan diet.
Mitos yang juga diungkapkan remaja perempuan dalam penelitian ini
yaitu bahwa jika membuang pembalut sebelum dicuci saat sedang menstruasi
maka kelak akan dihantui makhluk halus dan jika buang air tidak bersih saat
menstruasi kelak dijilat setan. Subhan (2004) dalam bukunya juga
menyatakan dalam Islam tidak ditemukan mitos atau takhayul menyangkut
masalah menstruasi. Hal tersebut juga sesuai dengan pernyataan Sudiarja
(2006) yang menyatakan bahwa mitos boleh dikata merupakan pengungkapan
awal mengenai kenyataan sejauh dipersepsikan oleh manusia sederhana.
Makna-makna mitos baru diketahui kemudian hari ketika ilmu agama mulai
berkembang. Mitos-mitos diterima secara spontan, alamiah, dan turun-
temurun. Mitos-mitos yang didapat remaja perempuan dalam penelitian ini
pun dapat dipengaruhi oleh kepercayaan, tradisi atau kebudayaan yang
mengakar di daerahnya.
Remaja perempuan, oleh karena itu, perlu memahami secara utuh
tentang proses menstruasi dan perlu menelaah mitos mengenai menstruasi.
Mitos-mitos menstruasi yang telah disebutkan di atas perlu diketahui remaja
bahwa hal itu merupakan anggapan-anggapan yang ada di masyarakat dan
kebenaran akan hal tersebut belum tentu benar sehingga remaja perempuan
perlu membentengi diri agar tidak terpengaruhi dengan mitos-mitos terkait
menstruasi di masyarakat.
99
B. Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan penelitian berdasarkan pengalaman proses penelitian
yang telah dilakukan, diantaranya peneliti sebagai instrumen kunci dalam
penelitian belum berpengalaman dan masih belum optimal dalam melakukan
penggalian informasi secara mendalam melalui wawancara mendalam.
Pengalaman seputar menarche juga merupakan persoalan yang cukup sensitif
untuk dibicarakan sehingga sebagian partisipan diantaranya, banyak yang
merasa malu dalam mengungkapkan pengalaman menarchenya. Hal-hal
tersebut pun dapat mempengaruhi hasil penelitian ini.
100
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Penelitian mengenai pengalaman menarche pada remaja perempuan
ini menghasilkan sembilan tema yang teridentifikasi. Tema yang
teridentifikasi, yaitu: 1) makna menarche pada remaja perempuan, 2)
dominasi perasaan remaja perempuan saat menarche, 3) kesiapan remaja
perempuan saat menarche, 4) perubahan remaja perempuan setelah
menarche, 5) ketidaknyamanan remaja perempuan saat menarche, 6) upaya
remaja perempuan dalam mengatasi ketidaknyamanan saat menarche, 7)
dukungan remaja perempuan saat menarche, 8) perawatan diri remaja
perempuan saat menstruasi, dan 9) mitos-mitos menstruasi yang menghantui
remaja perempuan.
Setiap remaja perempuan masing-masing memiliki arti menarche
tersendiri dalam kehidupannya. Hal itu dikarenakan pengalaman menarche
remaja perempuan berbeda-beda satu sama lain. Remaja perempuan dalam
penelitan ini memaknai menarche sebagai peristiwa keluarnya darah,
peristiwa menuju masa kedewasaan, menjadi seorang perempuan, tanda
fertilitas, dan tanda mulai memikul dosa.
Remaja perempuan saat mengalami menarche juga memiliki respon
yang berbeda-beda dan dalam penelitian ini didominasi dengan perasaan
bingung, kaget, takut, panik, serta bad mood saat mengalami menarche, di
samping terdapat perasaan senang. Remaja perempuan yang terlibat
101
penelitian ini cenderung belum memiliki persiapan yang matang saat
menghadapi menarche dan juga memiliki pemahaman yang kurang tentang
menstruasi itu sendiri.
Pada masa perkembangan repdroduksinya, remaja perempuan juga
merasakan berbagai perubahan dalam dirinya, baik secara fisik maupun
emosional. Remaja perempuan dalam penelitian ini umumnya merasa malu
atau canggung terhadap perubahan bentuk tubuh yang dialaminya, di sisi lain
terdapat juga yang merasa aneh terhadap proses perubahan bentuk tubuh pada
dirinya. Mereka juga cenderung menjadi lebih sensitif dan mudah tersinggung
hingga beberapa diantaranya pun bersikap agresif.
Ketidaknyamanan saat menarche turut dirasakan oleh remaja
perempuan dalam penelitian ini dan umumnya mengeluhkan adanya nyeri
perut saat menarche hingga membuat sebagian remaja menangis menahan
sakit. Mereka pun memiliki caranya masing-masing dalam mengatasi
ketidaknyamanan yang dirasakan, baik meminum obat, menggunakan air
hangat, hingga mendistraksi rasa nyeri dengan melakukan kegiatan yang
disenangi. Remaja perempuan yang terlibat penelitian ini juga mengeluhkan
adanya ketidaknyamanan saat situasi-situasi tertentu, seperti perasaan
mengganjal saat menggunakan pembalut serta perasaan tidak nyaman saat
merasakan pengeluaran darah menstruasi yang berlebih terutama saat
berpindah posisi dari duduk ke posisi berdiri.
Orang tua, terutama ibu berperan penting dalam keluarga untuk
mengarahkan serta memberikan dukungan kepada remaja perempuannya.
Remaja perempuan pada penelitian ini selain mendapatkan dukungan dari
102
ibunya, mereka juga mendapatkan dukungan dari sekolah, kerabat (nenek,
bibi, kakak sepupu), teman, hingga tempat pengajian. Untuk itu, dukungan
dari berbagai pihak, terutama orang tua, pun diperlukan untuk memberikan
pengarahan sejak dini kepada remaja perempuan agar mereka dapat
mempersiapkan diri mereka, terutama saat menghadapi menarche.
Remaja perempuan yang terlibat penelitian ini, umumnya juga
mengetahui mitos-mitos seputar menstruasi yang banyak tersebar di
masyarakat. Mitos-mitos seputar menstruasi yang didapat secara umum
berupa larangan-larangan saat menstruasi. Oleh sebab itu, remaja perempuan
penting untuk menelaah mitos-mitos menstruasi agar tidak mudah
terpengaruh anggapan di masyarakat yang belum teruji kebenarannya.
B. Saran
1. Institusi Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan rujukan dan menambah wawasan,
mengembangkan kurikulum pembelajaran institusi keperawatan, dan dapat
mengembangkan kompetensi pembelajaran pada mahasiswa, khususnya
tentang kesehatan reproduksi remaja sehingga mahasiswa juga dapat lebih
memahami tentang permasalahan pada remaja, terutama tentang menarche.
2. Pelayanan Keperawatan
Hasil penelitian ini bagi pelayanan kesehatan dapat dijadikan sebagai
landasan dalam memberikan promosi kesehatan tentang menstruasi dan
informasi seputar kesehatan reproduksi remaja, baik bagi remaja itu sendiri,
103
orang tua, maupun pihak sekolah melalui penyuluhan untuk lebih
meningkatkan pengetahuan dan wawasan, terutama terkait menarche.
3. Peneliti selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan dasar bagi peneliti
selanjutnya. Bagi peneliti selanjutnya disarankan dapat turut melibatkan
anggota keluarga yang lain, seperti ibu atau ayah sebagai informan
pendukung. Peneliti selanjutnya juga dapat memperluas karakteristik
partisipan dengan mengeksplorasi secara mendalam kepada remaja
perempuan yang mengalami menarche terlambat agar didapatkan data yang
lebih bervariasi dari sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abraham, Suzanne., Catherine Boyd., Maala Lal.,Georgina Luscombe., and AlanTaylor. Time since Menarche, Weight Gain and Body Image Awarnessamong Adolescents Girls: Onset of Eating Disorders?.Journal ofPsychosomatic Obstetrics & Gynecology. DOI:10.1080/01674820902950553. Informa Healthcare USA, Inc. 2009
Adinma, E.D dan J.I.B. Adinma. Menstrual Characteristics amongst South-Eastern Nigerian Adolescent School Girls.West African Journal ofMedicine. Vol. 28, No. 2. 2009
Aegidus, K. L.,J. A. Zwart., K. Hagen., G. Dyb., T.L. Holmen., andL.J.Stovner.Increased Headache Prevalance in Female Adolescents and AdultWomen with Early Menarche. The Head-HUNT Studies. European Journalof Neurology. DOI:10.1111/j.1468-1331.2010.03143.x. 2011
Andrews, Gilly. Buku Ajar Kesehatan Reproduksi Wanita. Alih bahasa: SariKurnianigsih et.al. Jakarta: EGC. 2009
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional.http://www.bkkbn.go.id/ViewBerita.aspx?BeritaID=534. Diakses tanggal 13Januari 2013 jam 12.53 WIB. 2012
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. Kajian Profil Penduduk Remaja(10-24 tahun).http://www.bkkbn.go.id/litbang/pusdu/Hasil%20Penelitian/Karakteristik%20Demografis/2011/Kajian%20Profil%20Penduduk%20Remaja%20%2810%20-%2024%20tahun%29.pdf. Diakses tanggal 15 Januari 2013 jam 10.42WIB. 2011
Badan Pusat Statistik. Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial-EkonomiIndonesia. http://www.bps.go.id/booklet/Booklet_Agustus_2011.pdf.Diakses tanggal 15 Maret 2013 jam 11.14 WIB. 2010
Bobak, Irene M dkk. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC. 2004
Breslin, Eileen T. and Vicki A. Lucas. Women’s Health Nursing: TowardEvidence-Based Practice. USA: Saunders. 2003
Brooker, Chris. Ensiklopedia Keperawatan. Alih bahasa: Andry Hartono. Jakarta:EGC. 2008
Bungin, Burhan. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik,dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana. 2007
Chang, Yu-Ting., Yueh-ChihChen., MarkHayter., dan Mei-LingLin. Menstrualand Menarche Experience Among Pubescent Female Students in Taiwan:Implications for Health Educaction and Promotion Practice. Journal ofClinical Nursing. 2008
_____________, Mark Hayter., and Shu-Chen Wu. A Systematic Review andMeta-Etnography: Experience Menarche. Journal Council Nursing. 2010
Collins, Jane. Ensiklopedia Kesehatan Anak. Alih bahasa: Dyah NovietaHandayani. Jakarta: EGC. 2011
Coon, Dennis dan John O. Mitterer. Introduction to Psychology: Gateway to Mindand Behaviour. USA: Wadsworth. 2010
Cunningham, F. Gary et.al. Obstetri Williams. Alih bahasa: Andry Hartono, Y.Joko Suyono, & Brahm U. Pendit. Jakarta: EGC. 2005
Deng, Fang et.al. Early Menarche and Psychopatological Symptoms in YoungChinese Woman. Journal of Women’s Health. 2011
Dianawati, Ajeng. Pendidikan Seks untuk Remaja. Jakarta: Kawan Pustaka. 2003
Encyclopedia Britannica Inc. Menstrual Cycle.http://www.britannica.com/EBchecked/media/48183/The-menstrual-cycle.Diakses tanggal 6 April 2013 jam 02.21 WIB. 2013
Endraswara, Suwardi. Metodologi Penelitian Folklor: Konsep, Teori, danAplikasi. Yogyakarta: Media Pressindo. 2009
Eryilmaz, Gulsen and Funda Ozdemir.Evaluation of Menstrual Pain ManagementApproaches by Northeastern Anatolian Adolescents. 2009
Farrer, Helen. Perawatan Maternitas. Alih bahasa: Andry Hartono. Jakarta: EGC.2001
Golchin, Nayereh Azam Hagikhani., Zeinab Hamzehgardeshi., Moloud Fakhri.,and Leila Hamzehgardeshi. The experience of puberty in Iranian AdolescentGirls: A Qualitative Content Analysis. 2012
Goel, Manish Kumar and Mittal Kundan.Psycho-Social Behaviour of UrbanIndian Adolescent Girls during Menstruation.www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3448126. 2011
Greenstein, Ben and Diana F. Wood. At Glance Sistem Endokrin. Alih bahasa:Elizabeth Yasmine dan Asri Dwi Rachmawati. Jakarta: Erlangga. 2010
Gunarsa, Singgih D. dan Yulia Singgih D. Gunarsa. Psikologi PerkembanganAnak dan Remaja. Jakarta: Gunung Mulia. 2008
Heffner, Linda J and Danny J Schust. At a Glance Sistem ReproduksiEdisi Kedua.Alih bahasa: Vidhia Umami. Jakarta: Erlangga. 2008
Hidayat, A. Aziz Alimul. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik AnalisaData. Jakarta: Salemba Medika. 2008
Hurlock, Elizabeth B. Psikologi Perkembangan: suatu Pendekatan sepanjangRentang KehidupanEdisi Kelima. Jakarta: Erlangga. 2010
Indriyani., Theresia Limbong., dan Puspita S. R.Hubungan Pengetahuan danSikap Murid SD Kelas VI dengan Kesiapan Menghadapi Menarche diKecamatan Kota Barat Kota Gorontalo Tahun 2008. Jurnal MediaKesehatan Politeknik Kesehatan Makassar Vol. IV No. 1. 2009
Jarvis, Peter. Adult Education and Lifelong Learning: Theory and Practice ThirdEdition. USA: Routledge Falmer. 2004
Jayanti, Nur Fitri dan Sugi Purwanti. Deskripsi Faktor-Faktor yangMempengaruhi Kesiapan Anak dalam Menghadapi Menarche di SD Negeri1 Kretek Kecamatan Paguyangan Kabupaten Brebes Tahun 2011.JurnalIlmiah Kebidanan Vol. 3 No. 1. 2012
Kaur, Navdeep and Ramesh Thakur.A Descriptive Study to Assess thePremenstrual Syndrome and Coping Behaviour among Nursing Students,NINE, PGIMER, Chandigarh. 2008
Kelleer, Kathleen. Encyclopedia of Obesity. DOI:http://dx.doi.org/10.4135/9781412963862. SAGE Publications, Inc. 2013
Kemdiknas. Kamus Besar Bahasa Indonesia.http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php. diakses tanggal 4 April jam12.26. 2013
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri KesehatanRepublik Indonesia Nomor 265/Menkes/SK/II/2010.http://www.hukor.depkes.go.id./up_prod_kepmenkes/KMK%20No.%20265%20ttg%20Komunikasi%20Otak.pdf. Diakses tanggal 14 Mei 2013 jam23.06 WIB. 2010
Kusmiran, Eny. Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita. Jakarta: SalembaMedika. 2011
Lapau, Buchari. Metode Penelitian Kesehatan: Metode Ilmiah Penulisan Skripsi,Tesis, dan Disertasi. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. 2012
Laporan Kelurahan Cakung Barat. Data Kependudukan. Jakarta: Kantor LurahCakung Barat. 2013
Lee, Janet. Bodies at Menarche: Stories of Shame, Concealment, and SexualMaturation. 2009
Mahfiana, Layyin., Elfi Yuliani Rohmah., dan Retno Widyaningrum. Remaja danKesehatan Reproduksi. Jawa Timur: STAIN Ponorogo Press. 2009
Manuaba, Ida Bagus G; Manuaba I. A. Chandranita; Manuaba, I. B. G. Fajar.Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC. 2007
Manuaba, Ida Ayu Chandranita., Ida Bagus Gde Fajar Manuaba., dan Ida BagusGde Manuaba. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita Edisi 2. Jakarta:EGC. 2009
Mar’at, Samsuniwiyati. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT RemajaRosdakarya. 2010
Marvan, Maria Luisa., Morales Claudia., and Sandra Cortes-Iniestra. EmotionalReactions to Menarche Among Mexican Women of Different Generations.Sex Roles 54: 323-330. DOI 10.1007/s11199-006-9002-6. 2006
Mason, Linda., Elizabeth Nyothach., Penelope A. Phillips Howard. ‘We Keep itSecret So No One Should Know’ – A Qualitative Study to Explore YoungSchoolgirls Attitudes and Experiences with Menstruation in Rural WesternKenya. www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3828248. 2013
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian KualitatifEdisi Revisi. Bandung: PTRemaja Rosdakarya Offset. 2010
Mosby’s Dictionary. Mosby’s Dictionary of Medicine, Nursing, & HealthProfessions. USA: Mosby Elsevier. 2006
Muhammad, Syaikh. Majelis Bulan Ramadhan Cetakan 2. Alih bahasa: Adni-Kurniawan. Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i. 2007
Mulyani, Sri. Hubungan antara Dukungan Psikososial Keluarga dengan TingkatKecemasa Remaja Putri Menghadapi Menarche di SMP Negeri I SuruhKabupaten Semarang. Jurnal Ilmu Kesehatan: Fakultas Ilmu KesehatanUniversitas Sains Al Qur’an, Wonosobo. 2010
Munir dan Sudarsono. Dasar-dasar Agama Islam Cetakan Kedua.Jakarta: PTRineka Cipta. 2001
Murray, Sharon Smith and Emily SloneMcKinney. Foundations of Maternal-Newborn Nursing. USA: Saunders Elsevier. 2006
Norwitz, Errol. R andJohn. O Schorge. At Glance Obstetri & GinekologiEdisiKedua. Alih bahasa: Diba Artsiyanti E.P. Jakarta: Erlangga. 2008
Notoatmodjo, Soekidjo. Promosi Kesehatan: Teori dan Aplikasinya. Jakarta: PTAsdi Mahasatya. 2005
___________________. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: RinekaCipta.2010
Potter, Patricia A and Perry, Anne Griffin. Buku Ajar Fundamental Keperawatan:Konsep, Proses, dan Praktik Ed. 4. Alih bahasa: Yasmin Asih. Jakarta:EGC. 2005
Rels, Harry and Susan Sprecher. Encyclopedia of Human Relatioships. DOI:http://dx.doi.org/104135/9781412958479. SAGE Publications. Inc. 2008
Rembeck, Gun I and Evelyn Hermansson. Transition Puberty as Experienced by12-Years-Old Swedish Girls. The Journal of School Nursing. 2008
Riset Kesehatan Dasar 2010.http://www.litbang.depkes.go.id/sites/download/buku_laporan/lapnas_riskesdas2010/Laporan_riskesdas_2010.pdf. Diakses tanggal 15 Maret 2013 jam13.12 WIB. 2010
Rubin, Carol et.al. Timing of Maturation and Predictors of Menarche in GirlsEnrolled in a Contemporary British Cohort. Journal Compilation ofPaediatric and Perinatal Epidemiology. 2009
Santrock, John W. Adolescence Perkembangan Remaja Edisi Keenam. Alihbahasa: Shinto B, Adelar,& Sherly Saragih. Jakarta: Erlangga. 2003
________________. Adolescene Twelfth Edition. New York: McGraw-Hill. 2008
Saryono dan Anggraeni, Mekar Dwi. Metodologi Penelitian Kualitatif dalamBidang Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika. 2010
Setiadi. Anatomi dan Fisiologi Manusia. Surabaya: Graha Ilmu. 2007
Smith, Jonathan A. Psikologi Kualitatif: Panduan Praktis Metode Riset. Alihbahasa: Budi Santosa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2009
Soetjiningsih. Tumbuh Kembang Remaja dan PermasalahannyaCetakan Kedua.Jakarta: CV. Sagung Seto. 2007
Streubert, Helen J. and Dona R. Carpenter. Qualitative Research in Nursing:Advancing the Humanistik Imperative. USA: Lippincott. 2003
Subhan, Zaitunah. Kodrat Perempuan: Takdir atau Mitos?. Yogyakarta: PustakaPesantren. 2004
Sudiarja, A. Agama (di Zaman) yang Berubah. Yogyakarta: Kanisius. 2006
Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV. Alfabeta. 2010
Sumpter, Colin and Belen Torondel.A Systematic Review of the Health and SocialEffects of Menstrual Hygiene Managent. 2013
Sunaryo. Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC. 2004
Swansburg, Russell C. Pengembangan Staf Keperawatan: suatu KomponenPengembangan SDM. Alih bahasa: Agung Waluyo, Yasmin Asih. Jakarta:EGC. 2001
Vink, Eva E., Silvia C.C. M Van Coeverden., Edgar G. Van Mil., Bram A Felius.,Frank J. M. Van Leerdam.,and Henriette A. Delemarre Van Waal. Changesand Tracking of Fat Mass in Pubertal Girls. Artikel Obestiy Vol. 18 No. 6.2010
Wade, Carole dan Carol Tavris. Psikologi Jilid 1. Jakarta: Erlangga. 2008
WHO. http://www.who.int/topics/adolescent_health/en/. Diakses tanggal 15Maret 2013 jam 12.44 WIB. 2013
Wilson, Wong Hockenberry and PerryLowdermilk. Maternal Child Nursing CareThird Edition. USA: Mosby Elsevier. 2006
Wong, Donna L. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Edisi 6. Alih bahasa: AgusSutarna, Neti Juniarti, H.Y. Kuncara. Jakarta: EGC. 2008
Yusuf, Syamsu. Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Bandung: PT RemajaRosdakarya. 2010
Lampiran 2Lampiran 4
INFORMED CONSENTSTUDI FENOMENOLOGI PENGALAMAN MENARCHE
PADA REMAJA PEREMPUAN DI RW 07 KELURAHAN CAKUNGBARAT JAKARTA TIMUR
Assalamu’alaykum wr.wb.
Salam sejahtera saya sampaikan, semoga Saudari senantiasa mendapatkanrahmat dan ampunan dari Yang Maha Kuasa. Saya yang bernama Adelia InggarDewati selaku mahasiswi S1 Program Studi Ilmu Keperawatan, FakultasKedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif HidayatullahJakarta, akan melakukan penelitian di RW 07 Kelurahan Cakung Barat, JakartaTimur dengan judul “Studi Fenomenologi Pengalaman Menarche pada RemajaPerempuan di RW 07 Kelurahan Cakung Barat, Jakarta Timur”.
Saya bermaksud untuk mendapatkan penjelasan tentang pengalamanmenarche/ menstruasi pertama kali Saudari melalui wawancara. Selama proseswawancara, saya akan mencatat dan merekam apa yang Saudari sampaikan.Saudari pun dapat dengan bebas menyampaikan segala pengalamannya dandiharapkan dapat terbuka dalam memberikan pernyataan karena informasi yangSaudari berikan sangat bernilai dalam penelitian ini. Wawancara pun akanberlangsung selama kurang lebih 1 jam dan nama Saudari tidak akan sayacantumkan pada hasil laporan penelitian ini dan. Saudari berhak untukmengundurkan diri apabila merasa tidak nyaman selama proses wawancara. JikaSaudari bersedia, Saudari dapat mengisi pernyataan di bawah ini yangmenyatakan bahwa:yang bertanda tangan di bawah ini:
nama :alamat :no telp./HP :
bersedia menjadi partisipan pada penelitian ini yang bertujuan untuk menggalipengalaman remaja perempuaan saat menghadapi menarche/menstruasi pertama.
Jakarta, …………………….2013
Partisipan Peneliti
…………………………. Adelia Inggar Dewati
(Nama Jelas) NIM. 109104000029
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAHJAKARTA
Lampiran 3
Pedoman Wawancara Mendalam (In-depth Interview)
A. Petunjuk Umum
1. Tahap perkenalan
2. Ucapkan terima kasih kepada partisipan yang bersedia menjadi informan
3. Jelaskan maksud dan tujuan wawancara
B. Petunjuk Wawancara Mendalam
1. Wawancara mendalam akan dilakukan oleh peneliti
2. Informan/partisipan bebas menyampaikan segala pendapat, pengalaman,
kritik, maupun saran
3. Pernyataan informan tidak bernilai benar atau salah
4. Semua hasil wawancara akan dijamin kerahasiaannya
5. Peneliti akan merekam hasil wawancara dengan tape recorder untuk
membantu pencatatan hasil wawancara
C. Identitas Informan
Nama (Inisial) :
Umur :
Tanggal :
Waktu :
Tempat :
D. Pertanyaan Wawancara
1. Apa yang Anda ketahui tentang menstruasi pertama kali atau menarche?
a) Dari mana Anda mendapatkan informasi tentang hal itu?
2. Coba ceritakan bagaimana pengalaman Anda pada saat mengalami
menstruasi pertama kali?
a) Kapan pertama kali Anda mengalami menstruasi?
b) Apa saja tanda-tanda dan gejala yang Anda rasakan saat mengalami
menstruasi pertama kali?
c) Apa yang Anda lakukan setelah Anda mengetahui bahwa Anda telah
mengalami menstruasi pertama?
d) Bagaimana persiapan Anda saat menghadapi menstruasi pertama kali?
e) Saat mengalami menstruasi pertama, bagaimana aktivitas sehari-hari
Anda waktu itu?
3. Coba Anda ungkapkan bagaimana perasaan Anda saat mengalami
menstruasi pertama kali?
a) Apakah makna atau arti menstruasi pertama bagi Anda?
4. Ada tidak mitos-mitos seputar menstruasi yang Anda ketahui? Jika ada,
bisa Anda ceritakan?
a) Bagaimana tanggapan Anda tentang mitos tersebut?
5. Setelah mengalami menstruasi yang pertama kali, apakah ada perubahan
yang Anda rasakan? Jika ada, bisa Anda ungkapkan bagaimana
perubahanyang Anda rasakan?
a) Bagaimana tanggapan Anda terhadap perubahan tersebut?
b) Menurut Anda apakah ada kendala yang dihadapi saat menarche
atau menstruasi pertama kali? Jika ada, bisa Anda ceritakan?
6. Bagaimana respon lingkungan sekitar Anda pada saat mengetahui
Anda telah mengalami menstruasi pertama kali?
a) Siapa orang yang pertama kali dalam keluarga Anda yang
mengetahui Anda telah mengalami menstruasi pertama? Lalu
bagaimana tanggapan orang tersebut waktu itu?
b) Bagaimana tanggapan keluarga yang lain saat itu? Lalu bagaimana
tanggapan Anda terhadap respon tersebut?
c) Bagaimana respon teman sebaya Anda saat mengetahui Anda telah
mengalami menstruasi pertama kali? dan bagaimana tanggapan
Anda terhadap hal itu?
d) Siapa orang yang Anda percaya untuk mendiskusikan seputar
menstruasi?
7. Bagaimana perawatan diri Anda saat mengalami menstruasi?
a) Seberapa sering Anda mengganti pembalut saat menstruasi?
b) Seberapa sering Anda membersihkan diri (mandi) saat menstruasi?
Lampiran 4
Matriks Analisis Tematik
No Pernyataan Signifikan Kategori Sub Tema Tema P
1
P
2
P
3
P
4
P
5
P
6
1 Peristiwa keluarnya darah dari
kelamin perempuan
Peristiwa keluarnya darah Makna Menarche pada Remaja
Perempuan
√ √ √ √
2 Tanda-tanda udah mau dewasa,
kalo belum haid masih kayak anak-
anak setelah haid kayak udah
dewasa
Peristiwa menuju masa
kedewasaan
√ √ √ √ √ √
3 Ngerasa kayaknya bener-bener
cewe
menjadi seorang
perempuan
√
4 Harus bisa lebih jaga diri soalnya
kalo udah haid, pergaulannya
terlalu bebas gitu bisa hamil
Tanda fertilitas √ √
5 Kalo udah haid itu dosanya udah
ditanggung sendiri jadi sholatnya
juga ga boleh ditinggalin
Tanda mulai memikul dosa √ √ √ √ √
6 Bingung itu apa,
Ga tau kenapa
Merasa bingung Dominasi Perasaan Remaja
Perempuan saat Menarche
√ √ √ √ √
7 Agak panik juga pas pertamanya Merasa panik √ √
8 Kaget tiba-tiba keluar darah Merasa kaget √ √ √ √
9 Perasaannya takut sih Merasa takut √ √ √
10 Takutnya tuh kayak pendarahan-
pendarahan gitu, takut luka dari
dalemnya, terus takut kayak ga
subur
√
11 Pokoknya itu perasaannya ga enak,
kalo lagi haid gitu bad mood mulu
semuanya tuh males, kalo lagi haid
gitu males ngapa-ngapain, terus
mau ngapa-ngapain gitu ga enak
maunya kayak tiduran
Merasa bad mood √ √ √ √ √ √
12 Iya seneng, udah kayak temen-
temen, udah sama lah satu ituan,
Pokoknya diantara temen-temen
aku doang yang belum, ya makasih
bangetlah udah sama
Merasa senang √
13 Belum siap apa-apa,
Belum ngerti pokoknya, masih
polos lah
Belum siap Kesiapan Remaja Perempuan
saat menghadapi Menarche
√ √ √ √ √
14 Belum siap sebenernya tapi udah
keluar, ga nyangka kalo mensnya
bakalan cepet banget, kirain masih
lama
√ √
15 udah siap,
karena udah tau kalo haid itu
bagaimana gitu
Siap √
16 Badannya lebih gemukan Badan bertambah besar Perubahan fisik Perubahan Remaja Perempuan
setelah Menarche
√ √ √ √ √
17 Payudaranya dulu masih kecil-kecil
gitu rata, pas udah haid bener-bener
perkembangannya dari bentuknya
Payudara bertambah besar √ √ √ √ √
18 Ininya lebih menonjol (payudara)
gitu ya tapi ga enak juga waktu
pertama-tamanya, kalo kena bantal
dikit aja sakit banget
√
19 Pinggulnya membesar Pinggul membesar √ √ √ √ √ √
20 Numbuhnya bulu-bulu sekitar
tubuh di kemaluan
Tumbuh rambut-rambut di
sekitar kemaluan
√
21 Pertama-tamanya, rasanya malu ga
mau make kayak baju yang ketat
Merasa malu memakai baju
ketat
Respon terhadap
perubahan bentuk tubuh
√ √ √ √
22 Ya kayak risih gimana gitu,
dibilang gemuk
Merasa risih dengan badan
yang gemuk
√
23 Ya canggung kadang,kadang ada rasa malunya juga gitukalo lagi ngumpul-ngumpul bareng,beda aja sendiri ama yang lain kalolagi ngumpul-ngumpul
Merasa canggung √
24 Iya kayaknya tuh berasa aneh juga
jadinya
Merasa aneh √
25 Ya bisa berubah gitu, kok bisaberubah
√
26 Jadi gampang marah,
Pas sebelum haid mungkin ga cepet
marah tapi kalo setelah haid cepet
banget marah
Menjadi lebih sensitif Perubahan emosional √ √ √ √ √ √
27 Kadang suka labil gitu terus kalo
temen ngomong dikit aja kadang
juga sensitif kayaknya perasaannya
tuh sensitif banget, orang ngomong
sedikit gitu kadang tersinggung
√ √ √
28 Udah mulai suka-suka gitu
biasanya kan kalo belum ngerasain
haid ga begitu banget, pada saat
udah terbiasa haid kayak ada
perasaan suka lawan jenis
Memiliki perasaan tertarik
dengan lawan jenis
√
29 Perutnya suka sakit Merasakan nyeri perut Ketidaknyamanan fisik Ketidaknyamanan Remaja
Perempuan saat Menarche
√ √ √ √ √ √
30 Sakit perutnya agak berlebihan
sampe guling-guling nangis-nangis,
Kayak dipelintir-pelintir
√ √ √
31 Pinggangya berasa sakit,
Kayak ususnya itu juga ikut
diputar-putar gitu, jadi pinggangnya
ikut sakit juga
Merasakan nyeri pinggang √ √
32 Sakit-sakit badannya, kadang-
kadang suka pegel banget
Badan terasa sakit √ √
33 Kadang kepalanya pusing Merasa pusing atau sakit
kepala
√ √ √ √
34 Kayak eneg, kayak muntah cuman
ga keluar gitu
Merasa mual √
35 Males makan juga,
Ga ada nafsu makan,
Kalo ga nafsu makan emang sesuai
mood aja, kalo ga nafsu
Nafsu makan menjadi
berkurang
√ √ √ √ √ √
36 Duduk kayak ga nyaman,
Kalo make pembalut itu kayak
ngerasa ada yang ganjel-ganjel,
kayaknya ga nyaman aja gitu kalo
kita bergerak
Ketidaknyamanan saat
memakai pembalut
Ketidaknyamanan
situasional
√ √ √ √ √ √
37 Pas saat duduk itu risih, ama berdiri
kayak keluar gitu, darah haidnya itu
keluar
Kekhawatiran saat
menstruasi berlebih
√ √ √ √
38 Minum obat buat menghilangkan
rasa sakit kalau lagi mens
Minum obat Upaya mengatasi
ketidaknyamanan fisik
Upaya Remaja Perempuan
dalam Mengatasi
Ketidaknyamanan saat
Menarche
√ √ √
39 Ya minum bodrex, satu kali,
ngilangin pusing
√
40 Minum jamu aja Minum jamu √
41 Ga pernah minum obat, ya diemin
aja gitu
Didiamkan saja √ √
42 Ya biasa tiduran, sambil megang
botol diisiin air anget
Penggunaan air hangat √ √
43 Paling banyak minum air hangat √
44 Kasih minyak telon Mengoleskan minyak
hangat
√
45 Kadang jalan-jalan sendiri aja gitu
biar ga sakitnya sampe terasa
banget, kadang jalan-jalan, kadang
minta sama temen jalan-jalan gitu
Mendistraksi rasa sakit
dengan melakukan
kegiatan yang disukai
√ √
46 Dengerin-dengerin musik biar lupa
ama sakitnya
√ √ √
47 Nonton tv √ √ √ √
48 Bercanda-canda sama temen dipikir
bisa mengurangi daripada kita
dibawa diem atau apa gitu, itu pasti
kerasa banget
√ √
49 Kalo haidnya banyak, aku biasanya
pakenya dua, kalo ke sekolah aku
pakenya dua, cuma kalo misalkan
pake satu kayaknya takut banget
nembus
Memakai dua pembalut Upaya mengatasi
pengeluaran darah
menstruasi yang berlebih
√ √ √ √
50 Ga pernah ngelakuin juga kalo
double-double gitu, cuman
celananya dua
Memakai dua lapis celana √ √
51 Mama,
Yang sering ada di rumah, setiap
pulang sekolah ada dia, setiap
berangkat ada dia, merasa
didampingilah
Dukungan emosional dari
ibu
Dukungan emosional Dukungan Remaja Perempuan
saat Menarche
√
52 Langsung nanya ke mama,
ya dari pada dipendem-pendem
sendiri mending cerita sama mama,
malu (cerita ke ayah) karena dia
cowo, cowo ga pernah ngalamin
gitu-gitu
√ √ √ √ √
53 Kakak sepupu
Soalnya sih emang udah akrab jadi
emang ceritanya lebih berani ke
dia, emang sama dia juga udah
deket, kalo ada apa-apa juga suka
sama dia dibanding sama mama
Aku, ga ada yang aku berani cerita
selain dia
Dukungan emosional dari
kakak sepupu
√
54 Sama teman,
Kayaknya kalo sama teman emang
lebih bener, kita sama-sama baru
tau juga kalo haid itu kayak
gimana, mungkin jadi kayak curhat
gitu kan, dia juga kayak curhat ke
saya, saya curhat ke dia
Dukungan emosional dari
teman
√ √
55 Pas mama baru pulang, “Mama ini,
kayaknya mens deh”, terus katanya,
“yaudah ini pake, nih kayak gini
caranya,”
Dukungan instrumental
dari ibu
Dukungan instrumental √ √ √ √ √
56 Pertama kali taunya itu
(menstruasi) dari pelajaran
Dukungan informasional
dari sekolah
Dukungan informasional √ √ √ √ √ √
57 Mama..
Diajarin tentang haid-haid gitu
Dukungan informasional
dari ibu
√
58 Mama,
Cara mandi wajibnya terus pakai
pembalut
√ √ √ √
59 Sholatnya ga boleh ditinggalin,
semuanya harus serba rajin ibadah
Dukungan informasional
dari nenek
√
60 Kakak sepupu,
cara pakai pembalut
Dukungan informasional
dari kakak sepupu
√
61 Diajarin (pasang pembalut) sama
encing
Dukungan informasional
dari bibi
√
62 Dari temen,
Nanya-nanya gitu sakit Aku ama
dia sama ga sih
Dukungan informasional
dari teman
√ √ √ √ √ √
63 Dari pengajian,
Setelah menstruasi, kalo dari agama
dosanya udah ditanggung sendiri
Dukungan informasional
dari pengajian
√
64 Mandinya ya pagi sama sore,
kalo misalnya nembus, cuman
ngebersihin sama ganti pembalut
sama ganti daleman aja
Menjaga kebersihan tubuh Perawatan diri Remaja
Perempuan saat Menstruasi
√ √ √ √
65 Mungkin lebih bersih aja ya, pas
udah haid itu rasanya mandi juga
sering soalnya kalo haid ga enak
kalo ga bersih
√ √
66 Pertama haid kayaknya jadi lama
bersih-bersihnya, setengah jam
hehe
√
67 Dijaga kebersihannya jangan terlalu
kotor, kalo misalnya emang lagi
bener-bener banyak ya bisa 4 kali
ganti kali yah per hari atau ga 3 gitu
Menjaga kebersihan
pembalut
√ √ √ √ √
68 Awal-awalnya sering banget ampe
lima (ganti pembalut per hari),
soalnya padahal baru sedikit tapi
keluarnya udah banyak, pas
terbiasa ternyata dikit, jadi sehari
tiga kali normalnya
√
69 Ga boleh gunting kuku kalo lagi
mens terus ga boleh nyisir-nyisir
malem-malem depan kaca takut
kali ada yang ngikut-ngikut gitu,
hantu
Tidak boleh menggunting
kuku dan menyisir rambut
malam hari di depan kaca
saat menstruasi
Mitos-mitos Menstruasi yang
Menghantui Remaja
Perempuan
√ √
70 Kalo orang haid ga boleh buang
pembalut kalo belum dicuci, ntar
darahnya diituin ama makhluk-
makhluk
Tidak boleh membuang
pembalut sebelum dicuci
saat sedang menstruasi
√ √ √
71 Setau aku kalo lagi haid dari orang-
orang, ga boleh tidur siang, katanya
nanti darahnya naik semua ke
pembuluh mata
Tidak boleh tidur siang
saat sedang menstruasi
karena darahnya akan naik
semua ke pembuluh mata
√
72 Minum-minuman bersoda-soda
lebih banyak keluarin darahnya dan
bisa sering ganti (pembalut)
Minum soda banyak
membuat darah menstruasi
keluar banyak
√ √
73 Katanya kalo jempolnya diinjek
pasti kalo kena nanti bakal haid
Jika jempol kaki seseorang
diinjak teman yang sedang
menstruasi maka orang itu
akan ikut menstruasi juga
√ √ √ √
74 Kalo buang airnya ga bersih bisa
dijilat setan
Jika buang air tidak bersih
saat haid nanti dijilat setan
√