Download - Studi Analisis (Sim)
PENTINGNYA ELEKTRONIC FOODBORNE DISEASE
OUTBREAK REPORTING SYSTEM (eFORS) BAGI
KEPERAWATAN KOMUNITAS
Disusun guna memenuhi Tugas Ujian Tengah Semester
Dosen Pengampu : Rr. Tutik Sri Haryarti, S.Kp, MARS
Oleh :
A; S A I F A H
0906594135
PROGRAM MAGISTER ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
2010
PENTINGNYA ELEKTRONIC FOODBORNE DISEASE
OUTBREAK REPORTING SYSTEM (eFORS) BAGI
KEPERAWATAN KOMUNITAS
ABSTRAK
Pendahuluan : Insidensi penyakit bawaan makanan (foodborne disease) di duniameningkat terus dan terjadi outbreak. Kasus foodborne disease outbreak antarnegara tidak dapat dilaporkan secara detail tentang karakteristik penderita danfaktor determinannya. Center for Control Disease and Prevention (CDC) diAmerika Serikat mulai membuat sistem pelaporan foodborne disease outbreakberbasis web yaitu electronic Foodborne Disease Outbreak Reporting System(eFORS).
Metode : yang digunakan adalah membandingkan beberapa literatur dan risetyang terkait dengan eFORS.
Hasil : sistem pelaporan “eFORS” mendapatkan data lebih baik tentangfoodborne disease outbreaks dibandingkan dengan cara pengumpulan datasebelumnya meskipun masih terdapat beberapa kelemahan.
Rekomendasi : disarankan diadopsi pada Dinas Kesehatan, Rumah Sakit atauPuskesmas dalam rangka peningkatan surveilens foodborne disease outbreakuntuk perbaikan keamanan pangan (food safety),bagi programer ciptakan sisteminformasi kesehatan , petugas kesehatan maksimalkan SIK yang ada.
PENDAHULUAN
Penyakit menular adalah penyakit yang disebabkan oleh sejenis bakteri atau jasad
renik. Disebut penyakit menular, karena mikroba bisa berpindah dari sumber
penyakit yakni penderita penyakit menular ke orang lain atau melalui media
penularan yaitu air, udara, makanan, gigitan serangga atau hubungan seksual.
Beberapa penyakit menular yang penularannya melalui media makanan atau
minuman misalnya diare, hepatitis, dan tyfoid. Makanan yang tercemar dapat pula
menimbulkan gejala-gejala seperti keracunan, mual, muntah, pusing dan sakit
kepala yang akhinya dapat menyebabkan kesakitan atau kematian. Penyakit
akibat makanan yang tercemar atau terkontaminasi dengan kuman disebut
penyakit bawaan makanan atau foodborne disease.
Insidensi penyakit bawaan makanan pada banyak kawasan di dunia telah
mengalami peningkatan cukup besar dan dapat terus meningkat jika tidak
dilakukan tindakan yang efektif untuk mencegahnya. Negara Eropa antara tahun
1984 dan 1990, insidensi penyakit tersebut meningkat tiga kali lipat. Tren yang
serupa juga tampak di bagian dunia lain, contoh data dari Selandia Baru
menunjukkan peningkatan sebesar 240% diantara tahun 1980 dan 1990
(www.whqlibdoc.who.int/publications)
Penyakit diare adalah foodborne disease yang paling banyak dan merupakan
penyebab utama kesakitan dan kematian di seluruh dunia. Hasil penelitian tentang
foodborne disease di Amerika Serikat menunjukkan 76 juta kasus , 5000
kematian, 325.000 di rawat inap dan menghabiskan biaya sekitar 7 milyar dolar
USA setiap tahun (WHO,2005). Berdasarkan Pusat Pengendalian dan Pencegahan
Penyakit layanan kesehatan masyarakat ( Centers for Disease Control and
Prevention (CDC)) Amerika Serikat tahun 2005 melaporkan 1200-1400 Kejadian
Luar Biasa (KLB) foodborne disease. Pada tahun 2007 dilaporkan 1097 KLB,
21.244 kasus dan 18 kematian, norovirus merupakan etiologi paling banyak (497
kasus) kemudian salmonella.17 komoditi yang telah diklasifikasikan CDC sebagai
bawaan makanan yaitu ikan, krustasea, kepiting, susu, telur, daging sapi daging
babi, unggas, kacang-kacangan, jamur, sayur, sayuran akar, kecambah, sayuran
dari pohon anggur, tangkai anggur. 48 pejabat kesehatan masyarakat negara
bagian seperti Puerto Rico dan Columbia melaporkan 1.097 KLB foodborne
disease (www.cdc.gov/ncidod/dbmd/diseaseinfo/foodborneinfections g.htm)
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Depkes tahun 2007, penyakit menular
yang ditularkan melalui makanan dan minuman berdasarkan diagnosis tenaga
kesehatan dan keluhan responden terdiri dari Tifoid sebesar 1,6%, hepatitis
sebesar 0,60% dan diare sebesar 9%. Hasil Riskesdas hanya menunjukkan jumlah
kasus tetapi tidak dijelaskan secara detail jumlah KLB, jumlah penderita yang di
rawat inap atau jumlah kematian akibat foodborne disease. Prevalensi keracunan
makanan secara nasional juga tidak ditemukan sementara fenomena keracunan
makanan sering terlihat hampir setiap hari melalui televisi atau surat kabar.
Pengumpulan data tentang foodborne disease atau penyakit-penyakit lain serta
faktor determinannya merupakan penyelidikan yang dilakukan oleh tenaga
surveilens epidemiologi dan bekerjasama dengan perawat kesehatan masyarakat.
Epidemiologi mempunyai tiga tujuan yaitu mendignosis masalah kesehatan
komunitas, menentukan riwayat alamiah dan etiologi penyakit serta merencanakan
pelayanan kesehatan (Abramson, 1979 dalam Lapau 2009).
Pengumpulan data berupa informasi tentang faktor-faktor penyebab atau pencetus
foodborne disease dapat dilakukan secara cepat apabila sistem informasi
kesehatan berfungsi baik. Sistem informasi baik maka pengolahan data dapat
dilakukan cepat sehingga pangambilan keputusan untuk melakukan tindakan cepat
pula.
Foodborne disease surveilens di Indonesia masih lemah termasuk lemahnya
koordinasi lembaga terkait, lemahnya komitmen, ketidakkonsistenan sistem
pelaporan, keterbatasan sumberdaya, keterbatasan kapasitas SDM dan
kemampuan laboratorium, serta lemahnya jejaring dalam mengakses ke
laboratorium rujukan (www.ristek.go.id). Dampak dari kelemahan foodborne
disease survailens ditandai dengan data tentang insiden, prevalensi atau KLB
foodborne disease secara nasional tidak ada.
Berbeda dengan negara Eropa atau Amerika Latin, data tentang foodborne disease
cukup lengkap dan dapat diakses kapan saja. Hal tersebut disebabkan oleh adanya
sistem informasi melalui Web berupa foodborne outbreak disease database online
atau elektronic foodborne outbreak reporting system (EFORS) yang
dikembangkan oleh layanan kesehatan masyarakat pengendalian dan pencegahan
penyakit.
KAJIAN LITERATUR
Elektronic Foodborne Outbreaks Reporting System (eFORS) merupakan sistem
surveilens pasif yang mulai diterapkan di Amerika Serikat spada tahun 2000.
Pelaporan dilakukan secara sukarela dan online oleh organisasi komunitas medis,
petugas kesehatan masyarakat, industri makanan, kelompok konsumen advokasi
dan anggota masyarakat. eFORS digunakan untuk memperbaiki surveilens
foodborne outbreak, investigasi dan program evaluasi baik di tingkat lokal
maupun nasional. Data yang ada diserahkan kepada Departemen Kesehatan atau
organisasi yang membutuhkan. 50 negara dari Eropa dan Amerika dari telah
menggunakan eFORS.
Terdapatnya perbedaan hasil pelaporan praktek dan investigasi surveilens
foodborne disease outbreaks (FBDOs) dari beberapa negara melakukan analisa
untuk membandingkan hasil surveilens FBDOs dan eFORS di Florida dan A.S
dari tahun 2000 hingga 2005 tentang foodborne disease Outbreaks. Variabel yang
digunakan adalah ukuran FBDO, ukuran populasi,jumlah wisatawan, dan
etiologi . Hasil menunjukkan , Florida melaporkan proporsi FBDOs, dengan dua
kasus KLB lebih besar dari dari A.S secara keseluruhan untuk variabel ukuran
populasi (40,4% di Florida vs 17,2% di AS). Peluang untuk memberi intervensi
(17,0% di Florida vs 42,2% padaAS). Elektronik Sistem Pelaporan Wabah
Foodborne's (eFORS) sdatabase membawa perbaikan besar dalam surveilans
FBDO nasional (Middaugt, 2005)
Sebuah studi deskriptip retrospektif oleh Vanuto et al (2005) dari tahun 2000-
2004 dengan setting di sekolah. Tujuan studi adalah menganalisis distribusi
etiologi foodborne disease outbreak pada anak sekolah dengan hasil pengumpulan
data lewat eFORS. Hasilnya direkomendasikan sebagai strategi pencegahan.
Faktor-faktor karakteristik dan determinan lebih kompleks diketahui lewat
eFoRS. Aksesnya kapan saja dan lebih cepat sehingga memudahkan dalam
membuat rencana sebagai surveilens atau perawat komunitas. Semua orang dapat
mengaksesnya. Program surveilens eFORS sangat berguna untuk membentuk
program keamanan pangan kajian risiko keamanan pangan (food safety).
Penggunaan eFORS bagi perawat komunitas sangat tepat untuk penetapan
diagnosis keperawatan komunitas baik tingkat aggregat atau tingkat komunitas.
Intervensi dapat lebih cepat dan lebih detail. Implementasi lebih mudah
dilaksanakan dengan pendekatan Model triad epidemiologi .
System eFORS belum digunakan di Indonesia, informasi tentang foodborne
disease outbreak sangat sedikit dan tidak dapat diakses dengan mudah.
Pengumpulan data masih bersifat institusional atau melalui institusi tertentu dan
terbatas. Data valid dan lengkap bila surveilensnya aktif dan data seadanya bila
surveilens kurang kreatif.
Sudah sepatutnya Indonesia mulai meningkatkan sistem informasi kesehatannya
dengan menggunakan sistem eFORS meskipun masih terdapat kekurangan .
eFORS merupakan surveilens pasif dan sukarela sehingga data yang dikumpulkan
dapat bervariasi. Seandainya sistem eFORS diterapkan di Indonesia , para
pengguna layanan eFORS harus sepakat untuk mengisi data lengkap dan jujur.
Penggunaan sistem eFORS di Indonesia sejalan dengan salah satu rencana strategi
Kementrian Kesehatan tahun 2010-2014 dalam pembangunan kesehatan yaitu
berupaya meningkatkan sistem informasi dan manajemen.
Sistem informasi harus dapat diakses oleh mereka baik sebagai pengguna maupun
sebagai bagian dari sistem informasi tersebut. Pemerintah juga harus bersifat
antisipatif dalam melihat permasalahan-permasalahan termasuk cara
pemecahannya. Hal ini hanya dapat dilakukan apabila terdapat dukungan sistem
informasi yang komprehensif yang didukung oleh berbagai jaringan, baik di
dalam sektor kesehatan maupun non kesehatan ( Adisasmito, 2007).
KESIMPULAN
Sistem informasi kesehatan yang memadai sangat dibutuhkan untuk kelancaran
program kesehatan yang ditekankan pada upaya promotif dan preventif tanpa
mengabaikan kuratif dan rehabilitatif. Penyakit bawaan makanan (foodborne
disease) khususnya diare masih merupakan penyebab kesakitan dan kematian di
seluruh dunia termasuk Indonesia. Insidensi foodborne disease mengalami
peningkatan yang cukup besar dan dapat terus meningkat jika tidak dilakukan
tindakan efektif untuk mencegahnya.Data tentang foodborne disease atau
foodborne disease outbreak di Indonesia sulit untuk didapatkan baik tingkat lokal
ataupun nasional. Pada kenyataannya cukup banyak kejadian foodborne disease,
dapat terlihat melalui televisi atau surat kabar, hanya pencatatan dan pelaporan
yang kurang. Dengan adanya sistem pelaporan online dan tidak terbatas
penggunanya maka dapat diperkirakan data tentang foodborne disease outbreak
akans lebih akurat dan mudah diperoleh. Data akurat memudahkan dalam
membuat intervensi dan evaluasi. Perawat komunitas dapat membuat asuhan
keperawatan komunitas sesuai dengan data pengkajian melalui eFORS.
REKOMENDASI
1; Disarankan pada Dinas Kesehatan, Rumah sakit dan Puskesmas , seyogyanya
dapat diadopsi sistem pelaporan “eFORS” yang memudahkan dalam
investigasi foodborbone disease outbreak sehingga dapat mengambil
langkah-langkah food safety dan intervensi keperawatan komunitas di
berbagai setting.
2; Disarankan pada programer-programer kesehatan untuk dapat menciptakan
teknologi sistem informasi kesehatan.
3; Disarankan pada petugas kesehatan untuk dapat memaksimalkan sistem
informasi yang ada, lebih kreatif dan inovatif
DAFTAR PUSTAKA
Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Public health service USA(2005) Ilness-insidenwww.cdc.gov/ncidod/dbmd/diseaseinfo/foodborneinfections g.htm,foodborne ,diunduh tanggal 23 Oktober 2010
Depkes. (2010) Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2010-2014,diunduh pada tanggal 23 Oktober 2010 www.depkes.go.id.
Middaught et al. (2005) .using the Electronic Foodborne reporting System(eFORS) ti improve foodborne surveillance, investigatins and ProgramEvaluation. web.ebschohost.com, diunduh pada tanggal 23 oktober 2010
Lapau.B. (2009). Prinsip dan Metodologi Epidemiologi. Balai Penerbit FKUI.Jakarta
Litbangkes (2007) Riset Kesehatan Dasar www.depkes.go.id.
Sasmito.A. (2007) Sistem kesehatan . PT Raja Grafindo Persada. Jakarta
Venuto ,et al (2004). Analyses the eFORS Surveillance Data (2000-2004) inSchool Setting. www.fns.usda.gov, diunduh tanggal 23 Oktober 2010
WHO (2005) Global salm-Surv A surveillance network for foodborne disease,www.who.int/salmsurv Diunduh pada tanggal 24 Oktober 2010
------------------ (2007) Foodborne disease ,http : //www ristek.go.id
------------------ (2005) penyakit bawaan makanan : suatu permasalahan kesehatan dan ekonomi global.http://whqlibdoc.who.int/publications