1
STRESSOR DAN COPING STRESPADA IBU RUMAH TANGGA YANG TIDAK BEKERJA
SUKMA AYU FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS GUNADARMA
ABSTRAKSI Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui stressor (sumber stres) dan coping stress pada ibu rumah tangga yang tidak bekerja. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan deskriptif. Subjek dalam penelitian ini adalah ibu rumah tangga yang tidak bekerja berjumlah 50 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner terbuka, digunakan untuk mengukur stressor dan skala coping untuk mengukur coping stres. Untuk mengukur stressor terlebih dahulu dilakukan pengkategorian respon-respon jawaban subjek yang sejenis, kemudian dikelompokkan berdasarkan stressor (sumber stres) menurut Sarafino (1998). Berdasarkan hasil analisis data penelitian yang diperoleh, dapat ditarik kesimpulan bahwa stressor ibu rumah tangga yang tidak bekerja adalah masalah dengan suami, masalah dengan anak, masalah keuangan, anggaran rumah tangga yang semakin mahal, masalah terhadap diri sendiri, masalah dengan pekerjaan rumah tangga, masalah keluarga, campur tangan mertua dan BBM. Dari semua stressor tersebut jika dikelompokkan diketahui bahwa mayoritas stressor ibu rumah tangga yang tidak bekerja adalah dari keluarga, yang kedua dari diri individu, dan yang ketiga dari lingkungan atau masyarakat. Untuk mengukur coping stres dlakukan uji validitas dan reliabilitas dengan teknik Alpha Cronbach. Dari 52 item dimensi Problem Focused Coping (PFC), Emotion Focused Coping (EFC), dan Maladaptive Coping (MALC). Pada dimensi PFC dari 20 item yang diujicobakan terdapat 12 item yang valid dengan kisaran antara 0,301 sampai 0,605. Uji reliabilitas diperoleh sebesar 0,805. Pada dimensi EFC dari 20 item yang diujicobakan diperoleh 19 item valid dengan kisaran antara 0,321 sampai 0,682. Uji reliabilitas diperoleh sebesar 0,904. Sedangkan pada dimensi MALC dari 12 item yang diujicobakan diperoleh 10 item valid yang kisaran antara 0,355-0,632. Uji reliabilitas diperoleh sebesar 0,791. Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan means/skor rata-rata jumlah subjek yang diperoleh mean PFC adalah 2,830, mean EFC adalah 3,134 dan yang terakhir mean MALC 1,973. Secara umum subjek penelitian menggunakan jenis Emotion Focused Coping (EFC). Setelah dilakukan Analisis Descriptive Statistics subjek penelitian memiliki strategi EFC yang cenderung tinggi dimana mean empiric sebesar 59,56, strategi PFC yang cenderung sedang dengan empiric sebesar 33,96 dan strategi MALC yang cenderung rendah dengan mean empiric sebesar 19,00. Adapun strategi coping yang digunakan ibu rumah tangga yang tidak bekerja untuk mengatasi stressor meliputi Problem Focused Coping (PFC) dengan cara Active Coping dan Suppression of Competing Activities. Untuk Emotion Focused Coping (EFC) dengan cara Positive Reinterpretation and Growth dan Turning to Religion. Yang terakhir untuk Maladaptive Coping (MALC) adalah Mental Disengagement. Kata Kunci : Stressor, Coping stres, Skripsi
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Manusia dialam dunia ini memegang
peranan yang unik dan dapat dipandang dari
banyak segi. Manusia di dalam hidup ini,
termasuk wanita selalu menginginkan peran di
dalam pekerjaan maupun di lingkungan
keluarga. Di dalam tahap untuk berkeluarga,
wanita yang sudah memusatkan untuk
berkeluarga biasa disebut sebagai ibu rumah
tangga (Ibrahim, 2005).
Ibu rumah tangga adalah suatu peran
yang otomatis diterima seorang wanita. Disaat
ia mulai berkeluarga. Sekaligus melakukan
kegiatan yang berpusat mengurusi, mendidik,
melayani, mengatur, mengurus anak dan
suami. Sebagian waktunya berada di dalam
rumah yang memiliki tanggung jawab yang
timbul secara spontan dan tidak dapat
diramalkan (Kartono, 2006).
Para wanita ingin membangun
kehidupan ekonomi keluarga rumah tangga
yang mantap dan mapan, tetapi kadang-kadang
isteri dituntut suaminya tidak bekerja dengan
mengurus keperluan rumah tangga terutama
pada anak-anak dan suami atau dipihak lain
ada juga keinginan isteri sendiri untuk menjadi
ibu rumah tangga. Kadang kala ada wanita
telah bercita-cita bekerja di kantor dan meniti
karir, sebagian tidak ingin terikat oleh ruang
dan waktu dibelakang meja dan sebagian lagi
ada berkeinginan untuk menjadi ibu rumah
tangga yang berwawasan luas dalam mendidik
anak dan keluarga (Kartono, 2006).
Para ibu banyak yang mengalami
dilema dalam peran yang mereka mainkan.
Satu sisi mereka menginginkan untuk
mengasuh anak-anak sepenuhnya, disisi lain
mereka tetap ingin berkarya dan membentuk
perekonomian keluarga. Kedua pilihan ini
sering begitu sulit diputuskan. Akhirnya
seringkali ada ketidaksesuaian antara
keinginan dengan kenyataan yang dijalani para
ibu (Kartono, 2006).
Ada kalanya seorang wanita benar-
benar ingin menjadi ibu rumah tangga seratus
persen dengan tujuan untuk berkonsentrasi
untuk mengurus, mendidik, melayani dan
mengatur keluarga. Telah banyak diketahui,
bahwa ibu rumah tangga mempunyai tugas
untuk mengurus segala keperluan atau
kebutuhan rumah tangga. Pada umumnya
wanita menganggap bahwa menjadi ibu rumah
tangga bukan suatu pekerjaan, karena seorang
wanita yang berkeluarga akan secara langsung
menerima perannya sebagai ibu rumah tangga
(Mappiare, 1983).
Status sebagai seorang ibu dengan
mencurahkan kasih sayang kepada keluarga.
Pada saat anak mulai beranjak dewasa,
misalnya : untuk bersekolah dengan
meninggalkan rumah satu harian dengan
melakukan kegiatan diluar rumah atau
kadangkala anak dalam suatu pihak,
khususnya pada masa remaja banyak anak
yang bosan tinggal dirumah karena banyak
pergaulan di luar rumah yang lebih menarik
2
dari pada keadaan rumah sendiri (Mappiare,
1983).
Dari gambaran diatas maka seorang
ibu yang ditinggalkan anaknya untuk
bersekolah atau meninggalkan rumah ada
perasaan kesepian. Untuk menjadi stay at
home mother tidak jarang melahirkan
perasaan kurang puas. Kesepian merupakan
salah satu penyebab timbulnya stres (Goliszek,
2005).
Stres adalah suatu istilah yang secara
umum dapat menekankan reaksi psikologis
dan fisiologi di dalam lingkungan. Biasanya
stres timbul di karenakan mandapat ancaman
baik dalam diri individu ataupun psikologinya
(Roediger, 1984).
Respon terhadap stres pada manusia
sangat terpersonalisasikan dan bervariasi bagi
setiap orang bahkan pada individu pada saat-
saat berbeda-beda. Gejala stres terjadi setiap
hari. Karena itu banyak orang yang
mengabaikan dan menganggapnya sebagai hal
yang biasa. Memang banyak kondisi yang
berhubungan dengan stres sehingga terasa
biasa. Salah satu teori stres yang paling
populer menyatakan bahwa individu yang
toleran terhadap stres memiliki sikap hidup
yang terkendali. Di lain pihak individu yang
mengalami stres merasa tidak berdaya
terhadap peristiwa-peristiwa yang ada
disekitarnya, jika tidak diatasi maka
berdampak negatif (Goliszek, 2005).
Individu yang mengalami stres, maka
individu tersebut akan melakukan perilaku
coping, hal ini disebabkan oleh timbulnya
perasaan yang tidak menyenangkan, akibat
tujuan yang ingin dicapai yaitu menghilangkan
atau mengurangi stres yang dirasakan oleh
individu untuk mengubah stressor (Taylor
dalam Rice, 1998).
Coping stres adalah usaha untuk
mengatur tuntutan dari lingkungan, baik dari
dalam ataupun dari luar dan usaha untuk
mencari jalan keluar, untuk mengurangi stres
(Halonen & Santrock, 1999).
Didalam teknik stres ada 3 macam,
yaitu : Problem Focused Coping yaitu
mencakup bertindak secara langsung untuk
mengatasi masalah atau mencari informasi
yang relevan dengan solusinya, Emotion
Focused Coping yaitu merujuk pada berbagai
reaksi emosional negatif terhadap stres,
Coping maladaptive yaitu perilaku coping
yang tidak efektif (Carver dkk, 1989)
Dari uraian diatas maka peneliti
tertarik untuk mengetahui apa saja sumber
stres dan bagaimana coping stres pada ibu
rumah tangga yang tidak bekerja ?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk
memperoleh gambaran mengenai sumber stres
dan perilaku coping stres pada ibu rumah
tangga yang tidak bekerja.
Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran stres pada ibu rumah
tangga yang tidak bekerja?
3
2. Mengapa ibu rumah tangga yang tidak
bekerja menjadi stres?
3. Bagaimana ibu rumah tangga yang tidak
bekerja mengatasi stres?
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memiliki 2 manfaat,
yaitu :
1. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diketahui bahwa ibu
rumah tangga yang tidak bekerja
mengalami stress dan melakukan coping
terhadap situasi yang menimbulkan stres,
sehingga para ibu rumah tangga dapat
mengambil langkah serta memilih coping
yang terbaik dalam menghadapi situasi
stres.
2. Manfaat Teoritis
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat
ikut memperkaya wawasan dan teori-teori
dari literatur yang sudah ada. Dapat
memberi masukan bagi pengembangan
ilmu psikologi serta memberi sumbangan
yang berarti bagi ibu yang tidak bekerja
mengalami stres dan mencari coping yang
sesuai, serta dapat dijadikan dasar bagi
penelitian-penelitian serupa selanjutnya
agar peneliti yang dilakukan dimasa
mendatang lebih baik lagi.
TINJAUAN PUSTAKA
Stres
Setiap manusia dari berbagai lapisan bisa saja
mengalami ketegangan hidup, yang
diakibatkan adanya tantangan, kesulitan
ancaman ataupun ketakutan terhadap bahaya
hidup yang sulit terpecahkan.
Pengertian Stres
Stres adalah suatu istilah yang secara
umum dapat menekankan reaksi psikologi dan
fisiologi didalam lingkungan. Biasanya stres
timbul dikarenakan mendapat ancaman baik
dalam diri individu ataupun psikologinya
(Roediger, 1984).
Stres adalah sebuah kata sederhana
yang sudah tidak asing lagi diucapkan sehari –
hari oleh setiap orang dan selalu
menggambarkan kondisi yang kalau dapat
dihindari oleh setiap orang, karena sering
berarti Collaps, Down, Shock, Panik, pingsan,
pikiran buntu, lemah ingatan, pusing dan lain
sebagainya (Abdullah, 2007).
Stres merupakan kondisi jiwa atau
raga, fisik dan psikis seseorang yang tidak
berfungsi secara normal dapat terjadi setiap
saat terhadap setiap orang tanpa mengenali
jenis kelamin, usia, kedudukan, jabatan atau
status sosial ekonomi (Christian, 2005).
Stres adalah hidup, tidak ada hidup
tanpa stres, stres adalah teman yang senantiasa
bersama dengan kita (Meltzer, 2006).
Stres adalah penderitaan jasmani,
mental atau emosional yang diakibatkan
interpretasi atas suatu peristiwa sebagai suatu
ancaman bagi agenda pribadi seorang individu
(Mulyana, 2001).
4
Stres adalah suatu keadaan yang
muncul apabila tuntutan – tuntutan yang luar
biasa atau terlalu banyak mengancam
kesejahterahan atau integritas seseorang
(Prabowo, 1998)
Berdasarkan uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa stres adalah suatu proses
kognitif berupa persepsi yang terkondisi secara
subjektif terhadap suatu sumber atau keadaan
yang dinilai memberi tekanan, rangsangan dan
beban tertentu yang tidak sepadan dengan
dirinya yang dirasakan sebagai ancaman
terhadap kesejahteraan hidupnya, sehingga
mengakibatkan timbulnya respon atau reaksi
fisik atau psikis.
Model – model Stres
Menurut Cox (dalam Prabowo,1998)
mengemukakan model pendekatan stres, yaitu
: Response-based model, Stimulus-based
model dan Interactional model.
a. Response-based model
Stres model ini mengacu sebagai
sekelompok gangguan kejiwaan dan
respon – respon psikis yang timbul
pada situasi sulit. Model ini mencoba
untuk mengidentifikasi pola – pola
kejiwaan dan respon – respon
kejiwaan yang diukur pada
lingkungan yang sulit. Suatu pola
atau sekelompok dari respon disebut
sebagai sebuah sindrom. Pusat
perhatian dari model ini adalah
bagaimana stressor yang berasal dari
lingkungan yang berbeda – beda
dapat menghasilkan respon stres yang
sama.
b. Stimulus-based model
Model stres ini memusatkan perhatian
pada sifat - sifat stimuli stres. Tiga
dari karakteristik penting dari stimuli
stres adalah :
(1) Overload
Karakteristik ini diukur ketika
sebuah stimulus datang secara
intens dan individu tidak dapat
mengadaptasi lebih lama lagi.
(2) Conflict
Konflik diukur ketika sebuah
stimulus secara simultan
membangkitkan dua atau lebih
respon – respon yang tidak
berkesesuaian.
(3) Uncontrollability
Uncontrollability adalah
peristiwa – peristiwa dari
kehidupan yang bebas atau tidak
tergantung pada perilaku dimana
pada situasi ini menunjukkan
tingkat stres yang tinggi.
c. Interactional model
Model ini merupakan perpaduan
antara Response-based model dan
Stimulus-based model. Ini
mengingatkan bahwa model terdahulu
membutuhkan tambahan informasi
mengenai motif – motif individual
5
dan kemampuan mengcoping
(mengatasi). Model ini
memperkirakan bahwa stres dapat
diukur ketika dua kondisi bertemu,
yaitu :
(1) Ketika individu menerima
ancaman akan motif dan
kebutuhan penting yang
dimilikinya. Jika telah
berpengalaman stres sebelumnya,
individu harus menerima bahwa
lingkungan mempunyai ancaman
pada motif – motif dan
kebutuhan – kebutuhan penting
pribadi.
(2) Ketika individu tidak mampu
untuk mengcoping stressor.
Pengertian mengcoping lebih
merujuk pada kesimpulan total
dari metode personal, dapat
digunakan untuk mengatasi
situasi yang penuh dengan stres.
Coping termasuk rangkaian dari
kemampuan untuk bertindak
pada lingkungan dan mengelolah
gangguan emosional, kognitif
serta reaksi psikis.
Faktor - faktor Stres
Stres yang lengkap, yang meliputi
sumber – sumber stimulasi internal dan
eksternal, “Stres menunjukkan kepada segenap
proses, baik yang bersumber pada kondisi –
kondisi internal maupun lingkungan eksternal
yang menuntut penyesuaian atas organisme”
(Christian, 2005), yaitu :
a. Faktor Eksternal
Stres juga sering dihubungkan dengan
masalah – masalah yang disebabkan
oleh kondisi, lingkungan ataupun
orang di sekitar. Faktor eksternal
merupakan penyebab stres yang
sangat menentukan. Faktor eksternal
yang bagi kebanyakan orang pasti
menyebabkan stres. Banyak faktor
eksternal yang menyebabkan orang
merasa tertekan kalau harus
mengalaminya. Berikut ini faktor
eksternal ,yaitu :
(1) Faktor Lingkungan (Evironmental
Factor)
Lingkungan fisik yang tidak
jarang menjadi stressor yang
serius untuk banyak orang.
Faktor lingkungan fisik yang
sering membuat stres, adalah :
suasana yang sepi, kondisi
berantakan, cahaya, ruangan dan
ketinggian.
(2) Faktor Sosial (Social Factor)
Faktor sosial menyangkut
hubungan antar manusia.
Hubungan sosial yang bisa
menjadi stressor diantaranya :
hubungan keluarga, hubungan
pekerjaan, hubungan dengan
orang banyak, dan hubungan
dengan orang yang bermasalah.
6
(3) Faktor Lembaga (Institutional
Factor)
Baik itu masyarakat primitif
dengan adat istiadatnya, maupun
masyarakat modern dengan
berbagai aturan dan kode
perilakunya, lembaga
memainkan peranan penting bagi
kehidupan setiap individu.
Hubungan keduanya saling
mempengaruhi. Individu
mewarnai lembaga sementara
lembaga menjadi struktur yang
menentukan kehidupan seseorang
individu. Sayangnya, banyak
perangkat lembaga yang pada
akhirnya menjadi sumber stres
yang berat.
(4) Peristiwa Besar (Major Life
Events)
Peristiwa besar dalam kehidupan
bisa menyebabkan stres, terlepas
apakah peristiwa itu positif
(menyenangkan) atau negatif
(menyedihkan). Artinya setiap
peristiwa besar pada hakikatnya
adalah stressor. Untungnya stres
akibat peristiwa seperti itu
biasanya bertahan antara setahun
hingga dua tahun saja (jadi
berbeda dengan pengalaman
traumatis yang bisa berlangsung
seumur hidup). Beberapa faktor
stres yang berhubungan dengan
peristiwa besar kehidupan adalah
: menikah, pindah rumah,
mempunyai anak atau keluarga,
dan tidak ada pekerjaan.
(5) Gangguan Sehari – hari
Setiap kita menemukan
gangguan dalam kegiatan kita.
Stres akibat gangguan harian ini
ternyata juga membawa berbagai
masalah lain, seperti
terganggunya relasi dengan
orang lain hingga gangguan
kesehatan. Faktor penyebab stres
akibat gangguan sehari – hari.
b. Faktor Internal
Stres sering dihubungakan
dengan “perasaan”. Stres juga
sering dikaitkan dengan
“pikiran”. Ketika menganggap
stres sebagai akibat dari perasaan
dan perasaan pikiran yan buruk,
maka kita berbicara stres yang
diakibatkan dari diri sendiri atau
faktor internal. Beberapa faktor –
faktor internal penyebab stres
sering ditemukan. yaitu :
(1) Keturunan (Hereditary)
Seorang psikiatri senior dari John
Hopkins University School of
Medicine di Amerika Serikat,
mengatakan walaupun tidak ada
jaminan apa yang dimiliki orang
tua di turunkan kepada anak –
anak, namun stres yang dialami
7
orang tua membuat anak berada
pada resiko yang lebih besar
untuk juga terkena stres,
selanjutnya menjelaskan kalau
orang tua yang selalu stres secara
tidak sengaja juga mengajarkan
anak – anaknya untuk mudah
stres ketika menghadapi
tantangan hidup.
(2) Kepribadian (Personality Trait)
Ada beberapa teori tentang
kepribadian. Untuk stres, teori
yang relevan ialah teori
kepribadian tipe A dan Tipe B.
Tipe ini memberi manusia ke
dalam dua tipe kepribadian. Tipe
A dicirikan dengan watak yang
kompetitif, mudah gelisah,
mudah marah, tidak sabaran,
perfeksionis. Sedangkan tipe B
yang ditandai dengan sikap
merendah, tenang, santai dan
kelihatan lebih menikmati hidup
dan tidak terburu – buru. Tipe A
dinilai lebih buruk daripada tipe
B, terutama dalam kaitannya
dengan penyakit dan stres.
(3) Sistem Kepercayaan (Belief
System)
Banyak kepercayaan yang
menyebabkan orang menderita
stres. Keyakinan bahwa setiap
keluarga harus memiliki
keturunan akan membuat stres
berkepanjangan bagi pasangan
yang tidak dikaruniai anak.
Keyakinan akan dosa juga
membuat orang stres karena
telah berbuat dosa (khususnya
Dosa Besar). Soal sistem
kepercayaan ini memang hal
yang rumit, tetapi dengan analisa
dan introspeksi akan ketahuan
bahwa stres yang diderita, salah
satunya bisa jadi datang dari
sistem kepercayaan yang dianut.
Masalahnya, sistem kepercayaan
tidak mudah untuk dirubah.
Bahkan kalau di yakini sebagai
kebenaran, hal ini mustahil untuk
dirubah.
(4) Pengalaman Masa Lalu (Past
Experience)
Tidak semua orang mengalami
kehidupan yang mulus rata.
Banyak yang suatu waktu dalam
hidupnya pernah mengalami hal
– hal buruk. Peristiwa yang
menyakitkan di masa lalu pada
akhirnya menyebabkan trauma
dan luka yang berkepanjangan.
Pengalaman itu sendiri ada yang
ringan ada juga yang berat.
Pengalaman pahit masa lalu
mendatangkan trauma dan
trauma memang membuat stres
dan bahkan ketakuatan.
8
Selain faktor-faktor stres diatas,
penilaian terhadap situasi yang dianggap
stresful bergantung pada dua faktor, yaitu
faktor individu/personal dan faktor
lingkungan/situasi (Lazarus, 1976).
a. Faktor personal/individu
Yang tercakup dalam faktor personal
intelektual, motivasi dan karakteristik
kepribadian. Salah satu contoh yang
berkaitan dengan self esteem adalah
individu yang mempunyai self esteem
tinggi cenderung berkeyakinan bahwa
dirinya punya sumber daya yang
cukup untuk dapat memenuhi segala
tuntutan, sehingga situasi lebih
dipersepsikan sebagai tantangan
daripada ancaman.
b. Faktor situasi/lingkungan
Beberapa hal yang terkait dengan
situasi yang mempengaruhi penilaian
individu terhadap stres adalah :
(1) Tuntutan dan desakan yang kuat
Suatu situasi lebih menimbulkan
stres apabila melibatkan adanya
tuntutan dan desakan yang kuat.
(2) Transisi kehidupan
Penggeseran dari satu fase ke
fase berikutnya dalam kehidupan
seseorang, yang ditandai dengan
berbagai kejadian yang
menimbulkan perubahan dan
tuntutan baru dalam kehidupan.
Transisi kehidupan juga
cenderuing dipandang sebagai
situasi yang menimbulkan stres.
(3) Harapan mengenai situasi
(desirability of the situation)
Kejadian yang tidak berharap
terjadi dapat menimbulkan stres,
namun bukan berarti kejadian
yang diharapkan tidak mengkin
menimbulkan stres. Sarafino
menjelaskan bahwa masing-
masing situasi memiliki tuntutan
tersendiri yang dapat membebani
atau melebihi kemampuan
individu.
(4) Kemampuan untuk mengontrol
sumber stres
Usaha untuk merubah atau
menghambat sumber stres. Orang
cenderung mengganggap bahwa
situasi yang tidak terkontrol akan
lebih mudah menimbulkan stres
daripada situasi yang terkontrol.
Ada dua tipe kontrol , yaitu
kontrol tingkah laku dan kontrol
kognitif. Dengan kontrol tingkah
laku individu dapat
mempengaruhi akibat yang
ditimbulkan dari suatu kejadian
dengan melakukan tindakan
tertentu. Contohnya : individu
yang mengalami sakit kepala
tidak akan terlalu merasakan
stres apabila ia punya
kemampuan melalukan sesuatu
9
untuk menghilangkan sakit
kepala tersebut. Sementara
dengan melakukan kontrol
kongnitif, individu dapat
mempengaruhi suatu situasi
dengan menggunakan strategi
mental. Misalnya dengan
mengalihkan perhatian dari
sumber stres atau mengatur
rencana untuk mengatasi sumber
stres.
(5) Ambiguitas (ketidakjelasan
situasi)
Ambiguitas mempunyai pengaruh
dalam penilaian terhadap situasi
stres namun tergantung dari tipe
ambiguitas yang muncul. Ada
tiga tipe Ambiguitas atau
ketidakjelasan, yaitu
ketidakjelasan peran (role
ambiguity) dan ketidakjelasan
bahaya (harm ambiguity). Role
ambiguity muncul apabila ada
ketidakjelasan mengenai fungsi
atau tugas seseorang. Ini bisa
meninggalkan stres karena dapat
menyebabkan individu menjadi
tidak yakin akan tingkah laku
dan keputusan yang dibuatnya
sendiri. Sementara ketidakjelasan
bahaya (harm ambiguity) terjadi
ketika ada kemungkinan
munculnya bahaya yang masih
tidak jelas atau akibat adanya
ketidakjelasan sumber daya yang
dimiliki untuk memenuhi
tuntutan. Pada jenis ambiguitas
ini, efeknya terhadap stres bisa
berbeda-beda, karena sangat
bergantung pada kepribadian,
keyakinan dan pengalaman
seseorang.
(6) Kontrol Personal
Faktor yang mempengaruhi
perbedaan individu dalam
bereaksi terhadap stres adalah
kemampuan individu untuk
memprediksi atau mengontrol
situasi stres. Apabila individu
tidak mampu mengontrol situasi
stres maka reaksi yang muncul
akan semakin kuat. Dukungan
sosial dari teman maupun
keluarga dapat menjadi sumber
kontrol bagi individu.
Sumber Stres Utama
Banyak hal dalam hidup ini yang
dapat menyebabkan stres. Hal – hal yang
menjadi sumber stres atau penyebab stres pada
diri seseorang disebut dengan stressor. Stres
dapat dihindari dengan cara “mengambil
jarak” dengan sumber – sumber penyebab
stres, atau hal – hal yang potensial menjadi
penyebab stres. Tetapi, tidak semua jenis
stressor memang dapat dijauhi. Dibawah ini
akan dibahas beberapa jenis stressor utama
10
dan terpenting yang harus di hindari (Goliszek,
2005), yaitu :
a. Tidak Merasa Dihargai
Kurangkan tuntutan – tuntutan untuk
menerima penghargaan dari pihak
lain atas apa yang sudah dilakukan.
Usahakan untuk secara pribadi
menikmati hasil kerja atau daya
upaya dengan kebanggaan
sewajarnya. Walaupun orang lain
mengesankan sikap tidak peduli
dengan hasil yang dicapai, yakinkan
orang itu hanya pura – pura.
b. Tidak Memiliki Tujuan
Keadaan merasa tidak memiliki
tujuan sangat potensial menjadikan
stres. Maka lakukanlah sesuatu
dengan sebelumnya memikirkan dan
merenungkan secara seksama dan
mendalam. Pertimbangkan baik
buruknya, plus-minusnya, peluang
atau hambatan yang ada.
c. Persoalan Keluarga
Mustahil untuk sepenuhnya selama
hidup bisa terbebas dari persoalan
keluarga. Tetapi, tidak mungkin juga
kalau orang terus menerus di paksa
berkutat dengan persoalan keluarga
tanpa akhir. Kunci untuk
mengurangkan kemungkinan
munculnya persoalan keluarga yang
utama adalah keterbukaan dan
kesedihan untuk selalu mewujudkan
itikad berdialog dalam mengatasi
persoalan yang muncul.
d. Berbagai Kebutuhan yang Tidak
Terpenuhi
Kebutuhan yang tidak terpenuhi
adalah stressor yang ganas.
Penyebabnya adalah harus diketahui
secara pasti. Orang sering gagal untuk
memenuhi kebutuhan lebih
disebabkan “tidak tahu diri”.
Menghendaki sesuatu yang berada di
luar jangkauannya. Maka, mengerti
dan memahami kemampuan diri
adalah hal yang mutlak diperlukan
agar tidak selalu kecewa.
e. Kebosanan
Rasa bosan lantaran situasi yang
monoton dan bagi tidak mengalami
tahap perbaikan bisa menimbulkan
stres berlarut – larut. Untuk
mengatasi memang tidak mudah.
Tetapi, situasi tersebut dapat di
kurangkan dengan cara
mengeluhkesahkannya pada orang
terdekat tanpa harus terlalu
membebani lawan atau kawan bicara.
Berdoa atau tindakan sejenis yang
dirasa mampu mendekatkan diri pada
tuhan di sarankan untuk ditempuh
guna mengurangi beban.
f. Perubahan yang Terlalu Sering
Terjadi
Situasi ini merampas energi melalui
tuntutan bahwa kita harus mampu
11
beradaptasi dengan situasi mapan
yang menjadi berubah. Perubahan
muncul bisa disebabkan oleh faktor
dari luar ataupun dari dalam diri
sendiri.
g. Rasa Tidak Aman
Ini lebih mudah untuk diatasi jika
memiliki partner atau teman tetap
dalam hidup, kawan dekat atau
sahabat. Berfikir secara rasional,
mengembangkan kemandirian akan
sanggup untuk melenyapkan rasa
tidak aman.
Selain pendapat Goliszek, dibawah
ini sumber-sumber stres menurut Coper &
Appley, meliputi :
a. Stimulus asing atau baru
Terdapat dalam situasi-situasi yang
belum dikenal atau asing yang
ditimbulkan oleh perubahan-
perubahan yang sifatnya mendadak
dan dratis sehingga individu yang
terkena belum siap untuk beraksi
secara cepat.
b. Stimulus Ambigous
Situasi atau stimulus yang penuh
dengan ketidakpastian atau bersifat
samar sehingga individu yang
bersangkutan sulit menentukan sikap
dan tindakan.
c. Konflik
Suatu situasi atau kondisi yang
menuntut hal-hal yang bertentangan
antara satu dengan yang lainnya.
d. Stimulus yang berlebihan
Lingkungan yang bising atau panas,
tugas yang terlalu banyak atau beban
yang terlalu tinggi.
e. Stimulus yang kurang
Terlihat pada situasi yang menoton
dan repetitif sehingga menyebabkan
kebosanan dan perasaan tidak berarti.
Sarafino (1998), dalam bukunya
Health Psychology mengatakan bahwa sumber
stres terdiri dari 3 macam, yaitu :
a. Stres dari dalam diri sendiri (Sources
within the person)
Tingkat stres tergantung seberapa
besar suatu aktifitas memerlukan
kekuatan fisik, sumber stres lain
berasal dari dalam diri adalah adanya
konflik yang timbul pada diri
seseorang karena adanya kepentingan
yang berlawanan. Misalnya :
kelemahan atau ketidaksiapan secara
fisik.
b. Stres dari dalam keluarga (Sources in
the family)
Keluarga Merupakan salah satu
sumber stres. Kecemasan terhadap
keadaan keluarga dirumah dan rasa
rindu pada keluarga bisa
menimbulkan stres. Misalnya :
12
perasaan kangen terhadap keluarga
yang berada dikampung halaman.
c. Stres dari lingkungan dan pekerjaan
(Sources in the community and
society)
Stres yang berhubungan dengan
lingkungan dan pekerjaan yang
dialami oleh orang dewasa. Pada
faktor lingkungan yang melibatkan
tuntutan tugas dan tanggung jawab
terhadap kehidupan menyangkut
keselamatan seseorang.
Jadi stressor dapat disimpulkan
sebagai kondisi fisik dan lingkungan sebagai
mangancam merusak, membahayakan yang
menghasilkan perasaan tertekan.
Gejala – gejala Stres
Guna mengetahui apakah seseorang
itu sedang mengalami stres, bisa di lihat dari
beberapa gejalanya. Oleh para ahli gejala –
gejala tersebut dapat di kelompokkan kepada
dua macam, yaitu : gejala fisik dan gejala
psikis (Abdullah, 2007).
a. Gejala Fisik. Yang termasuk gejala
stres bersifat fisik antara lain adalah :
sakit kepala, darah tinggi, sakit
jantung atau jantung berdebar –
debar, sulit tidur sakit lambung,
mudah lelah, keluar keringat dingin,
kurang nafsu makan, sering buang air
kecil.
b. Gejala Psikis. Adapun yang termasuk
gejala stres bersifat psikis antara lain
adalah : gelisah atau cemas, kurang
bisa berkonsentrasi belajar atau
bekerja, sering melamun, sikap masa
bodoh, sikap pesimis, selalu murung,
malas bekerja atau belajar, bungkap
seribu bahasa, hilang rasa humor dan
mudah marah atau bersikap agresif,
seperti kata – kata kasar yang
menghina, atau menempeleng,
menendang, membanting pintu dan
suka memecahkan barang – barang.
Stres yang tidak diatasi secara selektif
dapat menimbulkan berbagai dampak baik
secara fisik maupun psokologis, walaupun
dampak stres tidak selalu buruk. Berdasarkan
dampak yang ditimbulkan Atwater (1999)
membagi stres menjadi 2 bagian :
a. Eustress
Merupakan stres yang memiliki
dampak positif karena mampu
mendorong individu untuk melakukan
hal yang terbaik untuk menghadapi
masalahnya.
b. Distress
Merupakan stres yang berdampak
negatif yang memerlukan energi,
menyakitkan bahkan dapat
menyebabkan kematian. Ada 2
bentuk distress depresi dan
kecemasan. Tanda-tanda depresi
antara lain adalah munculnya rasa
13
sedih, kesepian, merasa tidak berarti
berfikir untuk mati, sulit tidur, sering
menangis, merasa bersalah dan
merasa tidak mampu bangkit kembali.
Sementara tanda-tanda kecemasan
adalah sering merasa tegang,
khawatir, mudah marah dan sering
merasa takut.
Coping Stres
Pengertian Coping
Coping stres adalah kesanggupan
untuk melawan stresor Lazarus dan Folkman
(Abbas, 2005).
Coping stres adalah peraturan beban
dari keadaan sekitar atau usaha untuk
memecahkan masalah tentang stres yang
sedang dihadapi dalam kehidupan dan mencari
jalan untuk menguasai atau mengurangi stres
(Halonen & Santrock, 1999).
Coping stres adalah pemulihan
kembali dari pengaruh pengalaman stres atau
reaksi fisik dan psikis, yang berupa perasaan
tidak enak, tidak nyaman atau tertekan yang
sedang dihadapi (Hawari, 2007).
Menurut Nevid dkk (2005) coping
stres adalah menghadapi masalah dan
kemampuan mengatasi stres.
Coping adalah usaha mengubah
kognitif dan tingkah laku untuk tuntutan yang
spesifik, baik dari luar dan dalam, yang
bersumber dari individu. Pada dasarnya coping
stres adalah usaha kita untuk mengubah
stressor atau respon dari stres (Kapplan dkk ,
1993).
Coping adalah cara individu
mengatasi stressor maupun dirinya sendiri.
Coping juga diartikan sebagai usaha aktif atau
pasif untuk merespon situasi yang mengancam
dengan berusaha mengubah ancaman atau
mengurangi ketidaknyamanan (Lazarus,
1976).
Coping adalah sebagai respon atas
kejadian/situasi penuh stres yang merupakan
proses yang diperluas sepanjang waktu.
Dengan coping, usaha baik kognitif maupun
perilaku diarahkan untuk master, toleransi,
mengurangi atau memenuhi tuntutan
permintaan lingkungan yang membebani atau
kemampuan seseorang (Rice, 1998).
Berdasarkan dari definisi di atas
coping ialah usaha untuk mengatur tuntutan
dari lingkungan, baik dari dalam ataupun dari
luar dan usaha untuk mencari jalan keluar,
untuk mengurangi stres.
Unsur-unsur Coping
Coping dan stres memang saling
berhubungan, seperti yang dikemukakan oleh
Taylor (dalam Rice, 1998) yaitu, coping
adalah merupakan pengendali dari stres.
Coping dapat dibagi menjadi tiga
unsur, yaitu ;
a. Coping Respon adalah perilaku
kognitif atau fisik yang terjadi
sebagai respon terhadap stressor yang
dipersepsikan dan diarahkan untuk
14
mengubah kejadian yang
menyebabkan stres.
b. Coping Goal adalah tujuan yang ingin
dicapai untuk menghilangkan atau
mengurangi tingkat suatu stressor dan
dapat mengubah suatu stressor.
c. Coping Out Come adalah
konsekuensi langsung dari respon
coping, baik itu yang positif maupun
yang negatif.
Dapat di simpulkan, bahwa pada saat
individu mengalami stres, maka individu
tersebut akan melakukan perilaku coping, hal
ini disebabkan oleh timbulnya perasaan yang
tidak menyenangkan, akibat tujuan yang ingin
dicapai, yaitu menghilangkan atau mengurangi
stres yang dirasakan oleh individu untuk
mengubah stressor.
Jenis-jenis Coping
Coping mempunyai 3 fungsi utama
yaitu mengatur emosi yang menekan dan
mengubah hubungan yang bermasalah antara
individu dan lingkungan yang menimbulkan
tekanan (Lazarus, 1976). Berdasarkan fungsi
ini Lazarus membagi coping dalam 3 kategori
besar yaitu problem-focused coping, emotion-
focused coping dan maladaptive coping.
a. Problem Focused Coping (coping
terpusat masalah)
Coping terpusat masalah adalah
upaya untuk mengatasi stres langsung
pada sumber stres, baik dengan
mengubah masalah yang dihadapi,
,mempertahankan tingkah laku
ataupun mengubah kondisi
lingkungan. Cooper (1991) membagi
pada 2 bentuk, yaitu tingkah laku
dan kognitif. Pada coping terpusat
masalah, bentuk tingkah lakunya
berupa upaya untuk mengontrol
situasi yang tidak menyenangkan dan
memecahkan permasalahan.
Sementara bentuk kognitif dari jenis
coping ini adalah upaya yang
ditujukan untuk mengubah cara untuk
mempersepsikan dan
menginterprestasi situasi, misalnya
mengevaluasi ulang situasi atau
menyusun kembali penilaian situasi.
Strategi coping terpusat masalah ini
muncul apabila individu merasa
bahwa sesuatu yang konstruktif bisa
dilakukan untuk mengatasi stres.
Coping berpusat masalah juga
melibatkan upaya pencarian sebanyak
mungkin informasi yang dapat
membantu mengatasi masalah yang
dihadapi.
Aspek coping fokus masalah antara
lain active coping (coping aktif), planning
(perencanaan), suppression of competing
activities (menahan aktivitas yang bersaing),
restraint coping (penahan tindakan).
(1) Coping aktif, merupakan
proses pengambilan langkah
aktif dengan mencoba
15
mengubah stressor atau
memperbaiki pengaruhnya.
Coping ini meliputi
berinisiatif untuk melakukan
tindakan langsung
meningkatkan usaha atau
memutuskan coping.
(2) Perencanaan, merupakan
pemikiran tentang
bagaimana mengatasi
stressor. Perencanaan
melibatkan strategi tindakan,
pemikiran tentang langkah
apa dan bagaimana
sebaiknya mengatasi
masalah, hal ini terjadi pada
saat penilaian sekunder.
(3) Menahan aktivitas yang
bersaing, merupakan
mengesampingkan proyek
lain yang tidak bermasalah
dengan tujuan supaya lebih
berkosentarasi penuh pada
tantangan dan ancaman yang
dihadapi.
(4) Penahanan tindakan,
merupakan menunggu
hingga kesempatan yang
memadai datang, menahan
diri dan tidak bertindak
terburu-buru. Hal ini terjadi
terutama ketika pengambilan
tindakan yang tergesa-gesa
justru memberikan hasil
yang buruk.
b. Emotion-focused coping
Jenis coping ini bertujuan untuk
meredakan atau mengatur tekanan
emosional/mengurangi emosi negatif
yang ditimbulkan oleh situasi. Bentuk
tingkah laku dari jenis coping ini
misalnya berupaya untuk mencari
dukungan sosial atau tambahan
informasi. Sementara bentuk
kognitifnya adalah berupaya
mengatasi emosi yang timbul pada
tingkat kognitif.
Jenis strategi Emotion-focused
coping, yaitu :
(1) Seeking social support for
emotional reasons, merupakan
strategi coping dalam bentuk
mencari dukungan moral, simpati
atau pengertian dari orang lain,
kecenderungan individu untuk
mencari dukungan sosial untuk
alasan emosional ini dapat
membuat individu yang tadinya
merasa tidak aman karena situasi
yang menekan, menjadi merasa
aman kembali. Disisi lain
kecenderungan ini bisa bersifat
negatif karena sumber-sumber
simpati lebih banyak
dipergunakan sebagai jalan untuk
menyalurkan perasaan individu.
Hasil penelitian menunjukkan
16
bahwa jenis coping ini tidak
adaptif dalam mengatasi stres.
Meskipun demikian jenis coping
ini dapat menjadi sesuatu yang
positif bila dukungan sosial yang
diperoleh individu membuat ia
termotivasi untuk menghadapi
dan mengatasi stres secara aktif.
(2) Positive reinterpretation and
growth, merupakan suatu bentuk
coping dengan cara menilai
situasi secara positif. Selanjutnya
penilaian ini dapat mengarahkan
individu untuk melakukan
tindakan problem-focused
coping. Namun ada juga ahli
yang berpendapat bahwa jenis
coping ini lebih bertujuan untuk
mengatasi emosi-emosi negatif
dari stres yang dialami individu
dan bukan untuk mengatasi
sumber stres.
(3) Denial, merpakan usaha untuk
menolak kehadiran sumber stres
atau bertindak seolah-olah
sumber stres tersebut tidak nyata.
(4) Turing to religion, yaitu kembali
berpaling pada agama apabila
seseorang berada dalam keadaan
stres. Perilaku coping ini cukup
penting sifatnya bagi sebagian
besar individu. Alasan individu
beralih keagama ketika
mengalami stres adalah agama
dianggap sebagai alat yang dapat
berfungsi sebagai alat yang dapat
berfungsi sebagai sumber
dukungan emosional dan agama
dianggap sebagai alat mengatasi
distress emosi yang memandang
stres yang dihadapai sebagai
peristiwa yang ada hikmahnya.
(5) Acceptance, merupakan
kebalikan dari denial dan
merupakan perilaku coping yang
penting pada situasi dimana
seseorang harus menerima atau
menyesuaikan diri dengan
keadaan yang dialaminya.
Namun acceptance bukan
merupakan perilaku coping yang
adaptif pada situasi dimana
sumber stres dapat diubah secara
mudah karena itu kedudukan
acceptance sebagai perilaku
coping yang adaptif dan
fungsional masih dipertanyakan.
c. Coping maladaptive
(1) Focusing on and venting of
emotion
Kecenderungan ini dilakukan
individu untuk mengatasi distress
yang dialami dengan cara
mengungkapkan segala keluh
kesah, kekesalan dan seluruh
emosi negatif yang dirasakannya.
Strategi ini dapat berfungsi baik
bila waktu yang diperlukan untuk
17
melakukan coping ini tidak
terlalu lama periodenya. Bila
berlarut-larut akan menghambat
individu tersebut untuk
melakukan coping yang adaptif.
(2) Behavioral Disengagement
Keadaan dimana individu
mengurangi usahanya untuk
mengatasi situasi stres, sampai
pada situasi dimana mereka
menyerahkan untuk mencapai
tujuan yang ada karena potensi
mereka selalu terhalang oleh
sumber stres tersebut. Fenomena
helplessness, dimana individu
merasa tidak berdaya mengatasi
situasi stres yang ada, akan
semakin dirasakan individu.
(3) Mental disengagement
Suatu usaha untuk melupakan
sementara waktu masalah yang
sedang dihadapi, dengan
melakukan berbagai aktivitas
alternatif, seperti : menonton
televisi, tidur, berkhayal dan
sebagainya. Coping ini kurang
adaptif karena dapat
menghambat individu untuk
mengatasi masalah yang ada.
Caver dkk, (1989) membagi strategi
coping ini kedalam 3 golongan yang akan
dijelaskan berikut ini :
a. Problem Focused Coping (PFC)
Jenis coping ini lebih banyak dipakai
jika seseorang merasakan bahwa sesuatu yang
konstruktif dapat dilakukan. Adapun jenis
coping yang tergolong PFC adalah sebagai
berikut :
(1) Active Coping
Suatu proses pengambilan
langkah-langah aktif untuk
mengatasi stressor atau
memperbaiki akibat-akibat yang
telah ditimbulkan oleh stressor
tersebut. Untuk melakukan suatu
tindakan yang langsung sifatnya
untuk mengatasi stressor,
meningkatkan usaha-usaha yang
dapat dilakukan untuk mengatasi
stres atau melakukan tindakan-
tindakan secara bertahap.
(2) Planning
Aktivitas-aktivitas dalam
planning berkaitan dengan
perencanan mengenai hal-hal
yang dapat dilakukan untuk
mengatasi situasi yang dapat
menimbulkan stres. Misalnya :
dengan cara merancang strategi
untuk bertindak, memikirkan
cara yang terbaik untuk
memecahkan suatu masalah atau
merencanakn langkah-langkah
yang harus dilakukan untuk
mengatasi suatu sumber stres.
18
(3) Suppersion of Competing
Activities
Mengesampingkan tugas-tugas
atau aktivitas-aktivitas lain,
untuk menghindari terjadinya
gangguan dari situasi atau
kejadian lain tersebut dengan
tujuan agar individu dapat
berkosentrasi penuh dalam
mengatasi suatu sumber stres.
(4) Restraint Coping
Suatu latihan untuk mengkontrol
atau mengendalikan diri. Dalam
hal ini individu menunggu saat
yang tepat untuk melakukan
tindakan, sehingga ia dapat
mengatasi sumber stres secara
efektif.
b. Emotion Focused Coping (EFC)
Coping jenis ini cenderung
digunakan apabila individu tidak dapat
mengendalikan situasi yang dihadapinya.
Jenis-jenis coping yang merupakan EFC yaitu
:
(1) Seeking Social Support for
Emotional Reasons
Usaha-usaha yang dilakukan
individu untuk mendapatkan
dukungan sosial dengan cara
meminta dukungan moral,
simpati atau pengertian dari
orang lain. Coping ini
mempunyai fungsi ganda, yaitu
pertama dapat menerangkan
individu yang merasa tidak aman
oleh stres yang dialaminya;
kedua dapat meningkatkan
kemungkinan dilakukan PFC.
(2) Positive Reinterpretation and
Growth
Individu menilai kembali suatu
situasi yang menimbulkan stres
secara positif. Selanjutnya
penilaian ini dapat mengarahkan
individu untuk melakukan
tindkan-tindakan PFC.
(3) Denial
Menolak kehadiran sumber stres
atau bertindak seakan-akan
sumber stres tersebut tidak nyata.
(4) Acceptance
Suatu perilaku coping yang
penting pada situasi dimana
seseorang harus menerima atau
menyesuaikan diri dengan
keadaan yang dialami
(5) Turning to Religion
Mc Crae dan Costa (dalam
Carver dkk, 1989) berpendapat
bahwa perilaku coping ini cukup
penting sifatnya untuk sebagian
besar individu. Individu dapat
berpaling pada agama dalam
keadaan stres, karena agama
dapat berfungsi sebagai
dukungan emosi, sebagai alat
untuk mengartikan suatu situasi
secara positif ataupun dapat
19
berfungsi sebagai siasat coping
yang sifatnya aktif.
c. Maladaptive Coping (MALC)
Mc Crae dan Costa (dalam Carver
dkk, 1989) memandang jenis coping ini adalah
tidak efektif. Adapun jenis-jenis coping yang
termasuk maladaptive coping adalah :
(1) Focusing on and Venting of
Emotions
Kecenderungan untuk
memusatkan diri pada stres yang
bersifat negatif, kekesalan atau
perasaan-perasaan yang dialami
oleh individu dan
mengungkapkan kekesalan serta
perasaan tersebut.
(2) Behavioral Disengagement
Menurunnya usaha-usaha yang
dilakukan individu dalam
sumber mengatasi suatu sumber
stres, bahkan individu
menyerahkan untuk berusaha
mencapai tujuan yang terhambat
sumber stres.
(3) Mental Disengagement
Jenis coping ini muncul dalam
mengatasi suatu sumber stres,
bahkan individu menyerah untuk
berusaha mencapai tujuan yang
terhambat sumber stres.
(4) Alcohol_drug Disengagement
Jenis coping ini sebenarnya
diajukan sebagai aspek dari
mental disengagement, tetapi
validitas tidak pernah memadai
untuk dimasukkan sebagai aspek
mental disengangement.
Hampir senada dengan penggolongan
jenis strategi coping yang dikemukakan diatas,
membedakan 2 strategi coping menjadi active
dan avoidance coping. Active coping
merupakan strategi yang dilakukan individu
untuk mengubah cara pandang mereka
terhadap stres, sedangkan avoidance coping
merupakan strategi yang dilakukan individu
untuk menjauhkan diri dari sumber stres yang
ada, seperti menarik diri dari suatu situasi yang
berpotensi menimbulkan stres. Avoidance
coping ini sebenarnya adalah suatu bentuk
mekanisme pertahanan diri yang memiliki
dampak negatif bila masalah yang ada
dibiarkan berlarut-larut. Mekanisme
pertahanan diri ini akan menuntut kebutuhan
energi yang berlebihan dan menambah
kepekaan terhadap ancaman. Strategi
avoidance ini dapat memberi keuntungan bila
diterapkan dalam jangka pendek (Jerry &
Barbara dalam Sarafino 1998).
Dari berbagai jenis strategi coping
stres yang ada, perlu diingat bahwa tidak ada
satu strategi coping yang terbaik yang
diharapkan pada semua situasi stressful.
Situasi yang berbeda biasanya akan
menimbulkan stres yang berbeda sehingga
strategi coping yang digunakan akan berbeda
pula tergantung beberapa faktor tertentu. Ada
20
3 faktor yang dapat mempengaruhi pemilihan
jenis strategi coping, yaitu :
a. Faktor sosio demografis
Sejumlah studi menunjukkan adanya
hubungan antara status sosial
ekonomi dan tingkat pendidikan
dengan pemilihan strategi coping
tertentu. Individu dengan status
sosial ekonomi tinggi cenderung
menggunakan strategi coping yang
adaptif daripada strategi coping yang
sifatnya defensive. Individu dengan
tingkat pendidikan tinggi juga
cenderung menggunakan strategi
coping yang berpusat pada masalah.
Perbedaan jenis kelamin juga ternyata
mempengaruhi pemilihan strategi
coping . wanita lebih cenderung
menggunakan strategi coping terpusat
emosi.
b. Faktor kepribadian
Faktor kontekstual meliputi dua hal
yaitu tuntutan yang muncul dari
situasi stressful dan sumber daya
sosial yang dimiliki individu,
termasuk hubungan interpersonal
dengan orang lain.
Faktor yang Mempengaruhi Coping Stres
Menurut Mu’tadi (1992), ada
beberapa faktor yang mempengaruhi coping
stres, beberapa diantaranya yaitu ;
a. Kesehatan fisik
Kesehatan merupakan hal yang paling
penting, karena dalam usaha
mengatasi stres, individu dituntut
untuk mengarahkan tenaga yang
cukup besar.
b. Keyakinan atau Pandangan yang
Positif
Keyakinan menjadi sumber psikologi
yang sangat penting, seperti
keyakinan akan nasib, yang
mengarahkan individu, pada penilaian
ketidakberdayaan, yang dapat
menurunkan kemampuan strategi
coping.
c. Keterampilan dalam Memecahkan
Masalah
Keterampilan ini meliputi
kemampuan untuk mencari informasi,
menganalisa situasi, mengidentifikasi
masalah dengan tujuan, untuk
menghasilkan alternatif, sehubungan
dengan hasil yang ingin dicapai, dan
pada akhirnya melaksanakan rencana,
dengan melakukan suatu tindakkan
yang tepat.
d. Keterampilan Sosial
Keterampilan ini meliputi
kemampuan untuk berkomunikasi dan
bertingkah laku yang sesuai dengan
nilai-nilai sosial yang berlaku
dimasyarakat.
21
e. Dukungan Sosial
Dukungan ini meliputi, dukungan
penentuan kebutuhan informasi dan
emosional pada diri individu, yang
diberikan oleh orangtua, anggota
keluarga, saudara, teman dan
masyarakat sekitar.
f. Materi
Dukungan ini meliputi, sumber daya
berupa uang, barang atau layanan
yang biasanya dapat dibeli.
Ibu Rumah Tangga
Ibu rumah tangga adalah suatu peran
yang otomatis diterima seorang wanita di saat
ia mulai berkeluarga (Frieze, 1978).
Ibu rumah tangga adalah melukiskan
kegiatan yang berpusat pada suatu kegiatan
melayani dalam arti kata yang luas. Termasuk
disini mendidik, melayani, mengatur,
mengurus untuk dinikmati orang lain atau
bersama – sama untuk di nikmati oleh orang
lain. Wanita menjadi sumber untuk
membahagiakan orang lain. Sebagai isteri ia
menjadi pengasuh rumah tangga dan memberi
pelayanan yang sangat menyenangkan kepada
suami dan sebagian besar waktunya berada
didalam rumah (Kartono, 2006).
Berdasarkan uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa, ibu rumah tangga adalah
status yang diperoleh perempuan yang sudah
menikah dan memiliki tanggung jawab
terhadap suami dan anak, misalnya mengurus
suami, mendidik, mengatur anak-anak, serta
melakukan pekerjaan rumah tangga dirumah.
Masalah Wanita yang Menjadi Ibu Rumah
Tangga
Masalah yang akan dihadapi wanita
yang memilih sepenuhnya menjadi ibu rumah
tangga (Frieze, 1978) adalah :
a. Tidak adanya persiapan
Kebanyakan anak perempuan tidak
mendapatkan latihan yang cukup
sebelum mereka memasuki kehidupan
rumah tangga, sedangkan pendidikan
formal yang sebelumya diperoleh
jarang sekali dapat diterapkan dalam
memenuhi tugas – tugas rumah
tangganya.
b. Tidak terorganisasinya waktu dan
aktivitas.
Banyak tanggung jawab rumah
tangga yang timbul secara spontan
dan tidak dapat diramalkan.
Kehidupan ibu rumah tangga lebih
disesuaikan dengan tuntutan –
tuntutan sendiri. Tidak mudah untuk
mengatur anak – anak tepat sesuai
dengan keinginan ibunya, misalkan
waktu bermain atau waktu makan,
juga waktu belajar yang tidak tepat
menurut ibunya tersebut. Kesibukan
akan bertambah besar pada saat – saat
dimana anak – anak masih
membutuhkan perhatian dari orang
22
tuanya, ataupun juga bila ada anggota
keluarga yang sakit.
c. Rendahnya status ibu rumah tangga
Pekerjaan rumah tangga tidak
menjanjikan prestise yang tinggi.
Masalahnya adalah pekerjaan rumah
tangga lebih sering diasosiasikan
dengan pekerjaan – pekerjaan dan
penyediaan makanan. Akibat ibu
rumah tangga berada pada posisi
dimana masyarakat (bahkan juga
dirinya) memandang sebagaian besar
waktunya dihabiskan untuk
menyelesaikan pekerjaan – pekerjaan
kasar yang tidak menuntut
kemampuan khusus.
d. Pekerjaan rumah tangga tidak
menuntut kemampuan khusus
Untuk melakukan pekerjaan rumah
tangga memang di tuntut tingkat
kematangan atau intelegensi tertentu,
tetapi tidak perlu terlalu tinggi.
Sedangkan anak laki – laki dan anak
perempuan dewasa ini mendapatkan
pendidikan yang sama dan di tuntut
untuk menampilkan kemampuan
intelektual yang sama bila ingin
mendapatkan penghargaan yang
sama. Dapat dipahami bila pada
awalnya tidak sedikit penyesuaian
yang di tuntut dari para ibu rumah
tangga, karena mereka selama ini di
tuntut untuk mengembangkan
kemampuan, tiba – tiba di hadapkan
pada tugas – tugas justru kurang
membutuhkan kemampuan
intelektualnya. Pekerjaan rumah
tangga juga kurang mendorong para
ibu rumah tangga untuk
mengembangkan kemampuan
intelektualnya. Kebanyakan ibu
rumah tangga mengalami kesulitan
untuk menemukan teman sebaya dan
tingkat intelektual yang setara dalam
lingkungan terdekatnya, sehingga
mereka jarang mendapatkan
kesempatan untuk mendiskusikan hal-
hal yang dapat menstimulasi
kemampuan intelektualnya. Dalam
keadaan demikian para ibu menjadi
cenderung untuk mengabaikan
kemampuan intelektualnya dan
terseret pada pembicaraan sehari –
hari.
e. Tidak ada Reward
Reward yang mungkin di dapat para
ibu rumah tangga adalah pujian dari
suami dan anak – anaknya yang
biasanya sangat jarang diberikan.
Justru, suami dan anak – anak pada
umumya lebih mudah bereaksi
terhadap hal – hal yang tidak
dikerjakan dengan cukup baik.
Reward pada umumnya mendorong
para ibu untuk memilih tanggung
jawabnya sebagai ibu rumah tangga
adalah kepuasan yang diperolehnya
23
dengan memberikan kebahagiaan
dengan orang yang di cintainya.
f. Isolasi sosial
Karena semakin jarangnya mereka
melakukan kontak dengan teman
sebanyanya, maka lama kelamaan
terjadi isolasi sosial dan akibatnya
akan menimbulkan frustasi. Orang
yang paling diharapkan para isteri
dapat memenuhi kebutuhan
sosialisasinya adalah suami, tetapi
para suami yang telah mengahabiskan
sebagaiaan besar waktunya dikantor
dengan orang – orang lain. Sehingga
kontak sosial yang mungkin
dilakukan oleh para ibu rumah tangga
yang tidak bekerja adalah dengan
tetangganya sekitar sesama ibu rumah
tangga.
g. Ketergantungan pada suami
Ibu rumah tangga yang tidak bekerja
menjadi tergantung pada suaminya
baik dalam hal keuangan maupun
dalam status sosial. Peran utamanya
dalam masyarakat adalah menjadi
isteri suaminya.
Isteri Tidak Bekerja
Tugas yang diberikan kepada isteri
meliputi melahirkan dan membesarkan anak –
anaknya di dalam lingkungan keluarga,
memasak dan memberikan perhatian kepada
suaminya agar rumah tangga yang tentram dan
sejahtera dapat di ciptakan. Perempuan
menjadi sumber yang dapat membahagiakan
orang lain. Sebagai isteri ia menjadi pengasuh
dan pendidik bagi anak – anaknya dalam
mengatur dan mengurus rumah tangga serta
memberikan pelayanan yang menyenangkan
kepada suami dan sebagaian besar waktunya
berada dirumah (Kartono, 2006).
Dalam perannya ini, tanggung jawab
utamanya seorang isteri adalah memberikan
pelayanan fisik dan emosional bagi anak –
anaknya (Frieze, 1978).
Ciri – ciri isteri yang tidak bekerja
adalah :
a. Sebagaian perempuan tidak mencari
nafkah ( tidak berpenghasilan )
b. Kegiatan sehari – seharinya adalah
berhubungan dengan kehidupan
rumah tangga
c. Karena tidak bekerja, ia kurang
mengenal formal relationship.
Stres pada Ibu Rumah Tangga
Wanita tidak dapat secara bebas
memilih pekejaan dan cenderung untuk
terisolasi dirumah karena banyaknya pekerjaan
yang harus di selesaikan. Lebih – lebih bila
tidak ada yang membantu mengerjakan
pekerjaan rumah tangga. Isolasi ini cenderung
memperkuat perasaan tidak berdaya pada
wanita yang pada akhirnya menyebabkan
wanita itu lebih mudah mengalami masalah –
masalah psikologis (Frieze, 1978).
24
Sumber Stres (stressor) dan Coping Stres
Rumah Tangga yang Tidak Bekerja.
Setiap manusia mempunyai
kebutuhan dasar untuk berhubungan dengan
orang lain, oleh karena itu manusia disebut
sebagai makluk sosial. Demikianlah dengan
ibu rumah tangga, yang masih bergelut dalam
lingkungan untuk mengurus suami dan anak-
anak, perlu adanya kontak sosial dengan orang
lain.
Umunya, wanita menganggap bahwa
menjadi ibu rumah tangga bukanlah suatu
pekerjaan, karena seorang wanita yang
berkeluarga akan secara langsung menerima
perannya sebagai ibu rumah tangga. Gore
(dalam Frize, 1978) menyebutkan peran
sebagai ascribed role, yaitu posisi yang
diberikan masyarakat karena karakteristik-
karakteristik tertentu yang dimiliki seseorang.
Sebagai ibu rumah tangga yang tidak bekerja,
diharapkan untuk menampilkan perannya
secara kompeten, karena itulah wanita yang
hanya memiliki satu peran saja, yaitu ascribed
role akan lebih merasa stres jika anak dalam
suatu kondisi pergi meninggalkannya.
Status sebagai seorang ibu dengan
mencurahkan kasih sayang kepada keluarga.
Semenjak anak mulai bersekolah dan tumbuh
menjadi orang yang dewasa bahkan
meninggalkan rumah. Orang tua termasuk ibu
merasa kehilangan. Ibu sering sekali merasa
bahwa anak-anak mereka kini telah menjadi
orang yang melupakan mereka (Mappiare,
1983).
Bagi ibu yang mengalami hal-hal
diatas maka sangat mungkin mengalami
perasaan-perasaan sebagai ibu yang diabaikan
oleh anak-anak mereka, ibu merasa tidak
berguna. Ibu-ibu yang pekerjaannya seputar
kehidupan rumah tangga yang mengerjakan
pekerjaan rumah yang tidak ada habisnya
dengan menghabiskan waktu sendirian
dirumah dapat mengalami penyakit psikologis
salah satunya adalah stres.
Stres adalah penderitaan jasmani,
mental atau emosional yang diakibatkan
interpretasi atas suatu peristiwa sebagai suatu
ancaman bagi agenda pribadi seorang individu
(Mulyana, 2001).
Siapapun dia bahkan tua, muda, laki –
laki, perempuan, termasuk ibu rumah tangga
dapat mengalami stres. Menurut Utoyo, Ibu
rumah tangga merupakan profesi mulia dan
penuh tanggung jawab yang sulit tergantikan
oleh orang lain. Tugas yang diberikan kepada
isteri meliputi melahirkan dan membesarkan
anak – anak, dalam peranan ini tanggung
jawab utama seorang isteri adalah memberi
pelayanan fisik dan emosional bagi anak –
anaknya, selain itu ibu rumah tangga yang
tidak bekerja tidak hanya mengatur segala
kebutuhan rumah tangga juga mengatur
keperluan rumah tangganya (Kartono, 2006).
Ibu rumah tangga adalah melukiskan
kegiatan yang berpusat pada suatu kegiatan
melayani dalam arti kata yang luas. Termasuk
disini mendidik, melayani, mengatur,
mengurus untuk dinikmati orang lain atau
25
bersama – sama untuk dinikmati oleh orang
lain. Wanita menjadi sumber untuk
membahagiakan orang lain, sebagai isteri ia
menjadi pengasuh rumah tangga dan memberi
pelayanan yang sangat menyenangkan kepada
suami dan sebagian besar waktunya berada di
dalam rumah (Kartono, 2006).
Sebagai makluk sosial ibu rumah
tangga membutuhkan akan hubungan dengan
orang lain. Kita membutuhkan teman dan
bergaul akrab satu sama lain agar dapat saling
membantu. Peneliti menganjurkan kepada ibu
rumah tangga yang tidak bekerja agar
melakukan kegiatan, bukan seputar kegiatan
rumah tangga saja tetapi kegiatan yang diluar
itu semua.
METODE PENELITIAN
Pada penelitian ini pendekatan yang
digunakan adalah kuantitatif berupa,
pendekatan deskriptif. Menurut umar (2003)
pendekatan deskriptif pada umumnya
digunakan untuk variabel bebas atau terlibat
yang berskala nominal (kategorial) dan
ordinal. Statistik deskriptif ini berguna
khususnya pada tahap awal analisis, dengan
kata lain pendekatan ini disebut juga sebagai
analisis univariat yang merupakan analisis
yang digunakan pada satu variabel yang
bentuknya berbagai macam, seperti distribusi
frekuensi, tendensi sentral seperti rata-rata,
ukuran penyebaran dari variabel seperti
standar deviasi ataupun melihat gambaran
histogram dari variabel tersebut, dengan
analisis ini dapat diketahui konsep yang kita
ukur berada dalam kondisi yang siap untuk
dianalisis lebih lanjut dan juga dapat
mengetahui bagaimana gambaran konsep itu
secara rinci.
Adapun alasan digunakan pendekatan
deskriptif pada penelitian ini adalah untuk
memperoleh gambaran dan menyajikan potret
keadaan pada ibu rumah tangga yang tidak
bekerja.
Subjek penelitian ini adalah ibu
rumah tangga yang tidak bekerja dan
mempunyai anak.
HASIL PENELITIAN
1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas
Skala Coping Stres
Skala coping stres, disusun dengan
menggunakan bentuk skala likert terdiri dari
52 item skala coping stres yang diuji cobakan
dipecah menjadi 3, yaitu Problem Focused
Coping (PFC), Emotion Focused Coping
(EFC), dan Maladaptive Coping (MALC).
Pada dimensi PFC dari 20 itemyang diuji
cobakan terdapat 12 item yang valid dan 8
item yang gugur. 12 item yang valid tersebut
memiliki korelasai total item 0,301 – 0,605.
Pada dimensi EFC dari 20 item yang diuji
cobakan diperoleh 19 item yang valid dan 1
item yang gugur. 19 item yang valid tersebut
memiliki korelasi total 0.321 – 0,682.
Sedangkan pada dimensi MALC dari 12 item
yang diuji cobakan diperoleh 10 item yang
valid dan 2 item yang gugur. 10 item yang
26
valid tersebut memiliki korelasi total 0.355 –
0,632. pengujian validitas ini dilakukan
dengan bantuan program SPSS versi 12,0 for
windows.
Uji reliabitas dilakukan untuk
mengetahui konsistensi skor pada alat ukur.
Uji realiabitas pada penelitian ini dilakukan
dengan teknik Alpha Cronbach dan diperoleh
angka koefisien reliabilitas 0,805 pada dimensi
PFC. Pada dimensi EFC diperoleh angka
koefisien reabilitas sebesar 0,904, Sedangkan
pada dimensi MALC sebesar 0,791. Pengujian
reliabilitas ini dilakukan dengan program
SPSS versi 12,0 for windows.
2. Gambaran umum mengenai stressor
ibu rumah tangga yang tidak bekerja.
Seperti yang diketahui subjek
diberikan pertanyaan terbuka untuk
mengurutkan 5 stressor yang dialami ibu
rumah tangga yang tidak bekerja, dari
keseluruhan jawaban tersebut kemudian
dikumpulkan, maka dapat diketahui bahwa
stressor utama yang dominan pada subjek
adalah sebagai berikut :
Tabel 4. Data Stressor Utama Pada Ibu
Rumah Tangga Yang Tidak Bekerja
NO Urutan Stressor I N Persentase
1. Masalah dengan suami 11 22 %
2. Masalah dengan anak 10 20 %
3. Masalah keuangan 8 16 %
4. Anggaran belanja
rumah tangga yang
semakin mahal
6 12 %
5. Masalah terhadap diri
sendiri
5 10 %
6. Masalah dengan
pekerjaan rumah
tangga
4 8 %
7. Masalah keluarga 3 6 %
8. Campur tangan mertua 2 4 %
9. BBM 1 2 %
TOTAL 50 100 %
3. Gambaran umum urutan teratas dari
tiap kategori stressor .
Jika dijabarkan lebih detail urutan
yang pertama dapat dilihat dari tabel dibawah
ini :
Tabel 5. Data Stressor Urutan Teratas Tiap
Kategori Stressor
N
O
Urutan
Stressor
Jenis Stressor (dominan) Jumlah
1. I Masalah dengan suami 11
2. II Masalah dengan anak 18
3. III Masalah dengan anak 12
4. IV Masalah dengan suami 10
5. V Masalah pekerjaan
rumah tangga
9
Deskripsi mengenai kategori subjek
(sangat rendah, rendah, rata-rata atau sedang,
tinggi, dan sangat tinggi) dalam dimensi PFC,
EFC dan MALC pada ibu rumah tangga yang
tidak bekerja dapat diketahui dengan cara
perhitungan berikut ini :
27
a. Dimensi PFC
Jumlah item valid pada dimensi PFC
sebanyak 12 dengan menggunakan kriteria
nilai 1 – 4. ini berarti nilai skala terkecil
berjumlah 1 dan terbesar sejumlah 4. Lalu
diketahui rentang minimum yaitu nilai terkecil
dikalikan dengan jumlah item yang valid
(1x12=12), kemudian dapat diketahui rentang
maksimum yaitu nilai terbesar dikalikan
dengan jumlah item valid (4x12=48), sehingga
dapat rentangan 12 – 48. dengan jarak sebaran
48-12 = 36. Dengan demikian standar deviasi
sebesar 36 : 6 = 6. Nilai 6 didapat dari kurva
distribusi normal yang dibagi atas 6 wilayah,
yaitu 3 daerah positif dan 3 daerah negatif.
Setelah mendapatkan nilai standar deviasi,
selanjutnya mencari nilai mean hipotetik
dengan cara mengalikan nilai tengah dengan
jumlah item yang valid (2,5 x 12 = 30). Nilai
2,5 didapat dari median / nilai tengah dari
kriteria nilai yang digunakan yaitu antara 1
sampai 4.
b. Dimensi EFC
Jumlah item valid pada dimensi EFC
sebanyak 19 dengan menggunakan kriteria
nilai 1 – 4. ini berarti nilai skala terkecil
berjumlah 1 dan terbesar sejumlah 4. Lalu
diketahui rentang minimum yaitu nilai terkecil
dikalikan dengan jumlah item yang valid (1 x
19=19), kemudian dapat diketahui rentang
maksimum yaitu nilai terbesar dikalikan
dengan jumlah item valid (4x19=76), sehingga
dapat rentangan 19 – 76. Dengan jarak sebaran
76 - 19 = 57. Dengan demikian standar deviasi
sebesar 57 : 6 = 9,5. Nilai 6 didapat dari kurva
distribusi normal yang dibagi atas 6 wilayah,
yaitu 3 daerah positif dan 3 daerah negatif.
Setelah mendapatkan nilai standar deviasi,
selanjutnya mencari nilai mean hipotetik
dengan cara mengalikan nilai tengah dengan
jumlah item yang valid (2,5 x 19 = 47,5). Nilai
2,5 didapat dari median/nilai tengah dari
kriteria nilai yang digunakan yaitu antara 1
sampai 4.
c. Dimensi MALC
Jumlah item valid pada dimensi
MALC sebanyak 10 dengan menggunakan
kriteria nilai 1 – 4. ini berarti nilai skala
terkecil berjumlah 1 dan terbesar sejumlah 4.
Lalu diketahui rentang minimum yaitu nilai
terkecil dikalikan dengan jumlah item yang
valid (1 x 10=10), kemudian dapat diketahui
rentang maksimum yaitu nilai terbesar
dikalikan dengan jumlah item valid (4x10=40),
sehingga dapat rentangan 10 – 40. Dengan
jarak sebaran 40 - 10 = 30. Dengan demikian
standar deviasi sebesar 30 : 6 = 5. Nilai 6
didapat dari kurva distribusi normal yang
dibagi atas 6 wilayah, yaitu 3 daerah positif
dan 3 daerah negatif. Setelah mendapatkan
nilai standar deviasi, selanjutnya mencari nilai
mean hipotetik dengan cara mengalikan nilai
tengah dengan jumlah item yang valid (2,5 x
10 = 25). Nilai 2,5 didapat dari median / nilai
tengah dari kriteria nilai yang digunakan yaitu
antara 1 sampai 4.
28
PEMBAHASAN
Gambaran umum mengenai stressor ibu
rumah tangga yang tidak bekerja.
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui stressor (sumber stres) dan
perilaku coping stres pada ibu rumah tangga
yang tidak bekerja. Hasil yang diperoleh dari
penelitian mengenai sumber stres (stressor)
utama yang dirasakan ibu rumah tangga yang
tidak bekerja dapat dilihat pada diagram
sebagai berikut :
Keterangan : Angka dalam %
Berdasarkan diagram diatas, didapat
nilai frekuensi yang paling tinggi berhubungan
dengan masalah terhadap suami, yaitu sebesar
11 subjek atau sekitar 22 % dari total
keseluruhan. Hal ini sangat mungkin terjadi
karena ibu rumah tangga yang tidak bekerja
banyak memikirkan hal- hal yang berkaitan
dengan keluarga, terutama dengan pasangan
hidup yaitu dalam bidang penghasilan suami
yang minim maupun ketidakjujuran suami
dalam berkomunikasi. Dalam hal ini dapat
memicu pertengkaran didalam berumah tangga
dan membuat ibu rumah tangga kewalahan
untuk menghadapi tuntutan – tuntutan dari
luar. Hal ini sesuai dengan faktor stres
Christian (2005) yang bersumber pada kondisi
internal, yaitu berkaitan dengan pikiran dan
29
faktor eksternal yaitu tuntutan yang kuat dari
luar.
10 subjek atau sekitar 20 % dari total
keseluruhan, umumnya menyebutkan masalah
yang terjadi dengan anak. Subjek merasa sedih
dikala anak sedang sakit, sehingga aktifitas –
aktifitas yang sering dilakukan tertunda
dengan memikirkan dan mengurus anak. Dari
hasil wawancara yang dilakukan juga,
kenakalan anak atau anak yang sulit diatur
juga dapat memicu sumber stres yang muncul.
8 subjek atau 16 % dari total
keseluruhan umumnya mereka menyebutkan
dengan masalah keuangan. Keuangan yang
kurang dengan kebutuhan keluarga yang
semakin besar, hal ini menyebabkan ibu
rumah tangga sulit mendahulukan keperluan
yang lebih penting. Ditambah lagi dengan
mengandalkan suami. Dari hasil wawancara
dengan ibu-ibu rumah tangga, sebagian besar
kebanyakan dari mereka menyebutkan jika
tidak mempunyai uang untuk kebutuhan yang
mendesak, sehingga kebutuhan tersebut tidak
terpenuhi. Hal ini sesuai dengan konsep
Lazarus (1994), yaitu suatu situasi dapat
menimbulkan stres apabila melibatkan
tuntutan dan desakan yang kuat.
6 subjek atau 12 % dari total
keseluruhan umumnya menyebutkan bahwa
anggaran kebutuhan belanja yang semakin
mahal, karena bahan pokok dipasaran yang
harganya semakin melonjak dan harga bahan
makanan yang semakin tidak stabil. Dari hasil
wawancara dengan ibu rumah tangga dengan
keadaan perekonomian yang tidak menentu
dan juga biaya hidup yang semakin mahal,
disertai juga dengan keadaan krisis global.
Biaya rumah tangga terikut dampaknya,
otomatis ibu rumah tangga kewalahan
menetralisir keadaan ini dan bisa membedakan
kebutuhan yang harus dipenuhi atau kebutuhan
yang bisa ditunda.
5 subjek atau 10 % dari total
keseluruhan umumnya menyebutkan adanya
masalah terhadap diri sendiri. Masalah yang
timbul adalah merasa semua yang dilakukan
untuk keluarga tidak berarti dimata keluarga.
Mereka merasa bahwa keluarga tidak peduli
dengan keadaan mereka. Dari hasil wawancara
mengatakan bahwa setelah anak atau suami
melakukan aktivitas masing- masing diluar
rumah, ibu rumah tangga tersebut menjadi
kesepian. Hal ini dapat menimbulkan
kebosanan. Ini sesuai dengan konsep Goliszek
(2005), rasa bosan lantaran situasi yang
monoton dan bagi yang tidak mengalami tahap
perbaikan bisa menimbulkan stres berlarut –
larut.
4 subjek atau 8 % dari total
keseluruhan umumnya mereka menyebutkan
kesulitan dalam pekerjaan rumah tangga.
Pekerjaan dirumah yang tidak ada habisnya.
Beban yang banyak dan semakin berat bukan
saja mengurus suami dan anak, tetapi
mengurus mengurus rumah setiap harinya.
Pekerjaan tersebut banyak menyita waktu,
yang bisa digunakan untuk bersantai ataupun
refresing. Pekerjaan tersebut dapat membuat
30
rasa jenuh yang berlarut dan ditambah lagi
dengan tidak ada yang membantu.
3 subjek atau 6 % dari total
keseluruhan umumnya mereka menyebutkan
masalah interen dalam keluarga. Anggota
keluarga yang tidak mau tau dengan keadaan
sekeliling, tidak saling membantu dan juga
sibuk dengan urusan masing- masing. Suami
atau anak yang pulang kerumah tidak seperti
biasanya, hal ini membuat para ibu merasa
bahwa keluarga cuek terhadap dirinya. Dari
hasil wawancara terhadap ibu rumah tangga
bahwa suami yang tidak peduli dengan
keuangan keluarga, apalagi suami tidak
bekerja lagi dan disamping itu anak – anak
masih butuh biaya pendidikan hal ini dapat
menimbulkan stres.
2 subjek atau 4 % dari total
keseluruhan umumnya mereka menyebutkan
masalah orang ketiga. Campur tangan orang
ketiga salah satunya mertua. Mertua yang
selalu ikut campur dalam urusan rumah
tangga, apalagi menyangkut masalah keuangan
yang mengatur pendapatan anaknya. Ini
membuat para isteri gerah dengan situasi ini.
Mertua yang juga menganggap rendah
terhadap isteri yang tidak berpenghasilan dan
semua tergantung terhadap suami.
1 subjek atau 2 % dari total
keseluruhan umumnya mereka menyebutkan
kenaikan BBM sekarang ini menjadi kendalan
menimbulkan stres. Dengan kenaikan BBM
secara otomatis mempengaruhi tarif hidup
keluarga yang semula sudah mencukupi
kebutuhan hidup, lalu ditambah dengan
kenaikan BBM ini tarif kebutuhan semakin
meningkat.
Dari berbagai stressor yang
diperoleh, kemudian digolongkan berdasarkan
pendapat Sarafino (1998), yaitu sumber yang
berasal dari dalam individu, sumber berasal
dari keluarga dan sumber yang berasal dari
masyarakat atau lingkungan. Hasil
menunjukkan bahwa gambaran stressor yang
paling utama bagi ibu rumah tangga yang tidak
bekerja dapat dilihat pada diagram berikut ini :
31
Keterangan :
Angka dalam %
Pada ibu rumah tangga yang tidak
bekerja, sumber stres yang dianggap paling
utama adalah yang berasal dari keluarga,
urutan kedua berasal dari diri individu dan
yang ketiga adalah yang berasal dari
lingkungan atau masyarakat. Sumber stres
berasal dari keluarga sebanyak 34 subjek atau
68 % dari total keseluruhan, umumnya mereka
menyebutkan masalah keluarga, misalnya
berkaitan dengan suami, dengan anak yang
sulit diatur, masalah keuangan didalam
keluarga dan campur tangan orang ketiga salah
satunya adalah mertua.
Sumber stres dari diri individu
sebanyak 9 subjek atau 18 % dari total
keseluruhan, umumnya subjek menyebutkan
masalah terhadap diri sendiri yang merasa
kesepian, tertekan, bosan, dan masalah
terhadap pekerjaan rumah tangga yang tidak
ada habisnya serta anggota keluarga yang tidak
saling membantu. Adapun sumber stres yang
berasal dari lingkungan atau masyarakat
sebanyak 7 subjek atau 14 % dari total
keseluruhan, umumnya mereka menyebutkan
kenaikan BBM dan kebutuhan pangan yang
semakin mahal.
Kesimpulan
Dari hasil analisis data penelitian
yang diperoleh dapat ditarik kesimpulan
bahwa stressor utama ibu rumah tangga yang
tidak bekerja, adalah Masalah dengan suami,
masalah dengan anak, masalah keuangan,
anggaran belanja rumah tangga yang semakin
mahal, masalah terhadap diri sendiri, masalah
dengan pekerjaan rumah tangga, masalah
keluarga, campur tangan mertua, dan BBM.
Dari semua stressor tersebut jika
dikelompokkan, bahwa mayoritas stressor ibu
rumah tangga yang tidak bekerja adalah
sumber dari keluarga, kedua dari diri individu
dan ketiga dari sumber lingkungan atau
masyarakat.
Adapun strategi coping yang
digunakan ibu rumah tangga yang tidak
bekerja adalah Emotion Focused Coping,
Problem Focused Coping dan Maladaptive
Coping. Untuk EFC bentuk yang paling
sering digunakan antara lain Positive
Reinterpretation and Growth dan Turning to
Religion. Untuk PFC dengan cara Active
Coping dan Suppression of Competing
Activities. Dan yang terakhir MALC dengan
melakukan Mental Disengagement.
32
Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang
telah dilakukan, maka dapat dikemukakan
saran – saran sebagai berikut :
Saran untuk subjek penelitian
Emotion Focused Coping ibu rumah
tangga yang tidak bekerja termasuk dalam
kategori tinggi. Sedangkan Problem Focused
Coping dalam kategori sedang. Dalam hal ini
ibu rumah tangga yang tidak bekerja dapat
meningkatkan strategi Problem Focused
Coping dengan cara merencanakan segala
sesuatu yang berhubungan dengan keluarga,
misalnya : mengatur uang yang diberikan
suami setiap bulannya dengan mengontrol
pengeluaran, mana kebutuhan yang lebih
penting dan kebutuhan yang tidak begitu
penting. Bukan dalam hal keuangan saja yang
harus direncanakan, dalam hal ini juga penting
untuk merencanakan pekerjaan rumah tangga
yang akan dikerjakan selanjutnya. Didalam
kehidupan berumah tangga tidak jauh dengan
suatu masalah, misalnya masalah dengan
suami. Dengan segudang pekerjaan yang
dilakukan ibu rumah tangga, yang pekerjaan
sehari – harinya mengurus rumah yang tidak
ada habis – habisnya ditambah lagi dengan
suami yang tidak mau mengerti dengan
keadaan. Jika mengalami kesulitan sebaiknya
dibicarakan dengan suami secara bijaksana
dan kekeluargaan.
Saran untuk penelitian lebih lanjut
Bagi penelitian selanjutnya
membahas bentuk coping terbaru yaitu
Religius Coping, diharapkan dapat melakukan
penelitian dengan subjek yang tidak hanya
berasal dari kota besar, tapi subjek yang juga
berasal dari daerah dan subjek sebaiknya
dibatasi pada kelompok yang lebih homogen.
33
DAFTAR PUSTAKA Abbas, A. (2005). Jinakan Stres Kiat Hidup
Bebas Tekanan. Bandung : Nexx
Media Inc.
Abdullah, A. (2007). Mengatasi Stres pada
Anak. Bandung : Kelompok
Gramedia
Anastasi, A. & Urbina,S. Tes Psikologi : Psychological Testing 7e. (1997).
Jakarta : PT Prenhallindo. Atwater, E & Duffy, K.G (1999). Psychology
for living : Adjustment, growth and Behavior today. New Jesey : Pearson Education, Inc.
Azwar, S. (1997). Tes Prestasi : Fungsi dan
Pengembangan Pengukuran Prestasi Belajar. Yogyakarta : Pustaka Belajar.
Carver, C.S. Scheier, M.F & Weintraub, J.K.
(1989). Assessing Coping Strategis : a teoritically based approach. Journal of Personality and Social Psychologi, 56 (2)
Christian, M. (2005). Jinakan Stress : Kiat Hidup Bebas Tekanan. Bandung :
Nexx, Media inc. Cooper, C. & Payne, R. (1991). Personality &
Stress : Individual Defferences in The Stress Process. New York : John Willy & Sons.
Frieze, I. (1978). The Woman and Sex Roles: A social Psychological Perspective. New York: W.W. Norton and Co.
Goliszek, A. (2005). Manajemen Stress. Jakarta : PT Bhuana Ilmu Populer, Kelompok Gramedia. Halonen, S.J., Santrock, J.W. (1999).
Psychology Contexts and Application. New York : Mc Graw-Hill
Hawari, D (2007). Al-Quran : ilmu kedokteran
jiwa & kesehatan jiwa. Jakarta : PT. Dana Bakti Prima Yasa.
Ibrahim, Z. (2005). Psikologi Wanita. Bandung : Pustaka Hidayah. Kapplan, R.M., Sallis, J.F. & Patterson, T.L.
(1993). Health and Human Behavior. New York : Mc Graw-Hill.
Kartono, K. (2006). Psikologi Wanita (Jilid 1) : Gadis Remaja dan Wanita Dewasa. Bandung : Alumni Penerbit. Lazarus, R. S (1976). Patterns of Adjustment.
(3 rd ed). Tokyo Mcgraw – Hill Kagakusha, LTD.
Mappiare, A. (1983). Psikologi Orang Dewasa. Surabaya : Usaha Nasional. Meltzer, D. (2006). Strategi Mengelola Stres. Jakarta : Prestasi Pustaka. Mulyana, D. (2001). Komunikasi Organisasi.
Bandung : PT Gramedia Rosdakarya.
34
Mu’tadi, A. (1992). Konsep Reaksi Stres.
Jakarta : PT Bhuana Ilmu Populer Kelompok Gramedia.
Narbuko, C. & Achmadi, A. (2001).
Metodologi Penelitian. Jakarta : PT. Bumi Aksara.
Nevid, J.S., Rathus., A.S, & Greene, B.
(2005). Psikologi Abnormal. Jakarta : Erlangga.
Prabowo, H. (1998). Pengantar Psikologi
Lingkungan. Jakarta : Universitas Gunadarma.
Rice, P.L. (1998). Stres and Health. New Jersey : Brooks/Cole Publishing. Roediger III, Henry. (1984). Psychologi :
United States of America. Little, Brown and Company.
Sarafino, E.P. (1998). Health Psyshology.
Biopsychosocial Interaction. New York : John Willey & Sons, inc
Umar. H (2003). Riset Akuntansi. Jakarta : PT.
Gramedia Pustaka Utama.