Download - Stratifikasi Sosial = Pola Asuh Anak
2009PT. MESIN FT UNY
Nama : M. Didik SuryadiNim : 06503421001Kelas : Y2
Pengaruh Stratifikasi Sosial Pada Pola Asuh Anak
Sebelum kita membahas mengenai pengaruh/dampak dari stratifikasi
sosial pada pola pengasuhan anak, alangkah baiknya kita paham terlebih dahulu
apa yang dimaksud dengan stratifikasi sosial dan pengertian secara luas tentang
pola asuh anak. Berikut akan dijelaskan pengertian dari startifikasi sosial dan pola
pengasuhan anak :
A. Stratifikasi Sosial
Stratifikasi sosial adalah sebuah konsep yang menunjukkan adanya
pembedaan dan atau pengelompokan suatu kelompok social (komunitas)
secara bertingkat. Misalnya, dalam komunitas tersebut ada strata tinggi,
strata sedang, dan strata rendah. Pembedaan dan atau pengelompokan ini
didasarkan pada adanya suatu simbol-simbol tertentu yang dianggap
berharga atau bernilai, baik berharga atau bernilai secara sosial, ekonomi,
politik, hukum, budaya, maupun dimensi lainnya dalam suatu kelompok
social (komunitas). Adapun ukuran atau kriteria yang menonjol atau
dominan sebagai dasar pembentukan stratifikasi sosial adalah sebagai
berikut :
1. Ukuran kekayaan
Kekayaan (materi atau kebendaan) dapat dijadikan ukuran
penempatan anggota masyarakat ke dalam lapisan-lapisan sosial
yang ada, barang siapa memiliki kekayaan paling banyak mana ia
akan termasuk lapisan teratas dalam sistem pelapisan sosial,
demikian pula sebaliknya, barang siapa tidak mempunyai kekayaan
akan digolongkan ke dalam lapisan yang rendah. Kekayaan
tersebut dapat dilihat antara lain pada bentuk tempat tinggal,
benda-benda tersier yang dimilikinya, cara berpakaiannya, maupun
kebiasaannya dalam berbelanja.
[Sosio-Antropologi Pendidikan] Page 1
2009PT. MESIN FT UNY
Nama : M. Didik SuryadiNim : 06503421001Kelas : Y2
2. Ukuran kekuasaan dan wewenang
Seseorang yang mempunyai kekuasaan atau wewenang
paling besar akan menempati lapisan teratas dalam sistem
pelapisan sosial dalam masyarakat yang bersangkutan. Ukuran
kekuasaan sering tidak lepas dari ukuran kekayaan, sebab orang
yang kaya dalam masyarakat biasanya dapat menguasai orang-
orang lain yang tidak kaya, atau sebaliknya, kekuasaan dan
wewenang dapat mendatangkan kekayaan.
3. Ukuran kehormatan
Ukuran kehormatan dapat terlepas dari ukuran-ukuran
kekayaan atau kekuasaan. Orang-orang yang disegani atau
dihormati akan menempati lapisan atas dari sistem pelapisan sosial
masyarakatnya. Ukuran kehormatan ini sangat terasa pada
masyarakat tradisional, biasanya mereka sangat menghormati
orang-orang yang banyak jasanya kepada masyarakat, para orang
tua ataupun orang-orang yang berprilaku dan berbudi luhur.
4. Ukuran ilmu pengetahuan
Ukuran ilmu pengetahuan sering dipakai oleh anggota-
anggota masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan.
Seseorang yang paling menguasai ilmu pengetahuan akan
menempati lapisan tinggi dalam sistem pelapisan sosial masyarakat
yang bersangkutan. Penguasaan ilmu pengetahuan ini biasanya
terdapat dalam gelar-gelar akademik (kesarjanaan), atau profesi
yang disandang oleh seseorang, misalnya dokter, insinyur,
doktorandus, doktor ataupun gelar profesional seperti profesor.
Namun sering timbul akibat-akibat negatif dari kondisi ini jika
gelar-gelar yang disandang tersebut lebih dinilai tinggi daripada
ilmu yang dikuasainya, sehingga banyak orang yang berusaha
[Sosio-Antropologi Pendidikan] Page 2
2009PT. MESIN FT UNY
Nama : M. Didik SuryadiNim : 06503421001Kelas : Y2
dengan cara-cara yang tidak benar untuk memperoleh gelar
kesarjanaan, misalnya dengan membeli skripsi, menyuap, ijazah
palsu dan seterusnya.
Dari kesemua point diatas akan sangat berpengaruh terhadap pola
hidup masyarakat itu sendiri begitu juga akan sangat berpengaruh pada
pola asuh anak. Baik nantinya yang akan mengarah pada hal yang positif
maupun pada hal yang negatif. Untuk lebih jelasnya mengenai dampak
stratifikasi sosial pada pola asuh anak akan dijelaskan pada bab
berikutnya.
B. Pola Asuh Anak
Secara etimologi, pola berarti bentuk, tata cara. Sedangkan asuh berarti
menjaga, merawat dan mendidik. Sehingga pola asuh berarti bentuk atau
sistem dalam menjaga, merawat dan mendidik. Jika ditinjau dari
terminologi, pola asuh anak adalah suatu pola atau sistem yang diterapkan
dalam menjaga, merawat dan mendidik seorang anak yang bersifat relatif
konsisten dari waktu ke waktu. Pola perilaku ini dapat dirasakan oleh anak
dari segi negatif atau positif. Dalam hal ini pola asuh anak dapat
dikategorikan menjadi empat, yaitu :
1. Pola Asuh Demokratis
Pola asuh secara demokratis adalah pola asuh yang
memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu
mengendalikan mereka. Orang tua dengan pola asuh ini bersikap
rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran-
pemikiran. Orang tua tipe ini juga bersifat realistis terhadap
kemampuan anak, tidak berharap melebihi batas kemampuan sang
anak. Orang tua tipe ini juga memberikan kebebasan kepada anak-
anaknya dalam hal memilih dan melakukan sesuatu tindakan, dan
pendekatannya kepada anak bersifat hangat.
[Sosio-Antropologi Pendidikan] Page 3
2009PT. MESIN FT UNY
Nama : M. Didik SuryadiNim : 06503421001Kelas : Y2
2. Pola Asuh Otoriter
Pola asuh otoriter adalah kebalikan dari pola asuh
demokratis, yaitu cenderung menetapkan standar yang mutlak
harus dituruti. Biasanya dibarengi dengan ancaman-ancaman.
3. Pola Asuh Permisif
Pola asuh permisif atau pemanja biasanya memberikan
pengawasan yang sangat longgar, memberikan kesempatan pada
anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup
darinya. Mereka cenderung tidak menegur atau memperingatkan
anak apabila anak sedang dalam bahaya, dan sangat sedikit
bimbingan yang diberikan oleh mereka. Namun orang tua tipe ini
biasanya bersifat hangat sehingga seringkali disukai oleh anak.
4. Pola Asuh Penelantar
Pola asuh tipe yang terakhir ini pada umumnya
memberikan waktu dan biaya yang sangat minim pada anak-
anaknya, waktu mereka banyak digunakan untuk keperluan pribadi
mereka seperti bekerja. Dan kadangkala mereka terlalu menghemat
biaya untuk anak-anak mereka.
C. Pengaruh Stratifikasi Sosial Pada Pola Asuh Anak
Anak merupakan tumpuan serta harapan orang tua sehingga anak
perlu dikelola agar dapat tumbuh dan berkembang secara optimal serta
mempunyai kepribadian yang kuat. Upaya tersebut harus dimulai sejak
bayi masih dalam kandungan, disini orang tua berperan amat besar untuk
tercapainya tujuan tersebut.
Keberhasilan anak kelak, tidak hanya dengan upaya meningkatkan
kesehatan fisik semata (misalnya: memberikan gizi yang baik dan
imunisasi) tapi harus pula diperhatikan perkembangan jiwa anak.
Stratifikasi sosial sedikit banyak berperan dalam menentukan
keberhasilan orang tua membentuk karakter, kepribadian, dan kebiasaan
seorang anak setelah mengalami proses-proses dalam pola pengasuhan.
[Sosio-Antropologi Pendidikan] Page 4
2009PT. MESIN FT UNY
Nama : M. Didik SuryadiNim : 06503421001Kelas : Y2
Kita akan mengambil sebuah contoh yang sangat kontras terkait dengan
stratifikasi sosial dalam masyarakat disekitar kita, yaitu pengelompokan
stratifikasi sosial berdasarkan kepemilikan materi atau kekayaan.
1. Kelompok masyarakat ditingkat bawah (masyarakat miskin)
Pada masyarakat kalangan bawah, pola pengasuhan anak
terlihat cenderung kurang diperhatikan. Hal ini disebabkan dengan
adanya beberapa alasan yang memang itu tidak dapat dipungkiri
akan sangat berpengaruh terhadap pola pengasuhan anak. Alasan-
alasan tersebut diantaranya adalah keterbatasan ekonomi,
pengalaman orang tua, dan tingkat pendidikan orang tua.
Dari sini akan terlihat sangat jelas pola pengasuhan orang tua pada
posisi keterbatasan ekonomi, rendahnya tingkat pendidikan yang
tidak mampu memposisikan dirinya sebagai seorang pengasuh
yang baik (“pola asuh yang sesuai dengan fitrah penciptaan
manusia dan merupakan pola asuh yang diwajibkan oleh Allah swt
terhadap para utusannya. Berpijak kepada dorongan dan
konsekuensi dalam membangun dan memelihara fitrah anak.
Orang tua menyadari bahwa anak adalah amanah Allah swt pada
mereka, dia merupakan makhluk yang aktif dan dinamis”) akan
mengalami kesulitan dalam mendidik seorang anak dan pola
pengasuhan anak cenderung negatif. Pola pengasuhan negatif ini
bisa berupa kekerasan dan perampasan hak sebagai seorang anak,
karena bisa saja diusia anak yang masih belia diharuskan ikut
merasakan kerasnya dunia kerja. Mereka yang seharusnya
mendapatkan pendidikan yang layak dan kebebasan untuk bermain
harus diganti dengan mengamen, mengemis, menyemir sepatu,
ditengah teriknya matahari. Pola pengasuhan seperti ini yang
nantinya akan menjadikan seorang anak terjerumus dalam dua
kemungkinan, yaitu :
Ke luar : Kenakalan.
[Sosio-Antropologi Pendidikan] Page 5
2009PT. MESIN FT UNY
Nama : M. Didik SuryadiNim : 06503421001Kelas : Y2
Ke dalam : Menurunnya taraf intelegensi, kehilangan daya
juang dan motivasi, kurangnya kecerdasan emosi dan gangguan
psikomotorik.
Diatas adalah contoh sebuah pola pengasuhan yang keras
sebagai dampak dari tingkat stratifikasi sosial kalangan bawah
(masyarakat miskin bisa disebut juga sebagi kaum marginal). Akan
tetapi semua kemungkinan itu bisa saja tidak terjadi asalkan orang
tua mampu memposisikan dirinya benar-banar sebagai orang tua.
Mengasuh anak-anaknya dengan sentuhan kasih sayang yang
dilandaskan pada sebuah kesederhanaan. Mensyukuri segala apa
yang telah dianugerahkan dengan tanpa harus mengorbankan hak-
hak seorang anak untuk ikut serta dalam pencarian nafkah, yang itu
seharusnya menjadi tanggungjawab orang tua.
2. Kelompok masyarakat ditingkat atas (masyarakat borjuis)
Pada masyarakat kalangan atas (masyarakat borjuis) dalam
hal ini adalah dikatakan sebagai masyarakat yang memiki tingkat
stratifikasi sosial tinggi. Biasanya tipe masyarakat seperti ini sudah
banyak paham akan pentingnya sebuah pola pengasuhan anak,
kerena mereka sudah tidak begitu berat memikirkan keadaan
ekonomi yang nantinya akan dapat menghambat proses
pengasuhan anak.
Pendidikan dan sarana penunjangnya seperti tempat
bermain, alat-alat permaianan, dan sebagainya akan sangat
dikedepankan. Karena ini akan berpengaruh pada tingkat
intelegenci seorang anak. Akan tetapi semua itu akan sangat tidak
berguna dimata anak, apabila orang tua tidak pernah memberikan
kontribusinya sebagai seorang ayah/ ibu dalam hal kasih sayang,
kepedulian, dan rasa cinta pada seorang anak. Banyak kasus telah
terjadi yang menimpa para bapak/ ibu yang notabene bekerja
sebagai seorang pebisnis yang mengharuskan mereka untuk sering
meninggalkan keluarga pergi keluar kota bahkan keluar negeri
[Sosio-Antropologi Pendidikan] Page 6
2009PT. MESIN FT UNY
Nama : M. Didik SuryadiNim : 06503421001Kelas : Y2
hanya untuk kepentingan bisnis. Dari sini akan sangat mengurangi
frekuensi berkumpul dengan keluarga, yang nantinya merasakan
dampak ini adalah keberadaan seorang anak dalam keluarga
tersebut. Anak akan cenderung merasa di nomor dua-kan oleh
orang tua mereka sendiri, yang mana orang tuanya tersebut lebih
mementingkan kepentingan bisnis daripada memikirkan
perkembangan pertumbuhan seorang anak.
Pola asuh seperti ini juga tidak akan berdampak positif
pada perkembangan kepribadian maupun pola piker anak.
Semuanya hendaknya bisa sinergi dalam mendidik seorang anak,
yaitu antara penunjang perkembangan anak secara fisik maupun
perkembangan anak secara psikologis. Bila keduanya itu bisa
berjalan dengan beriringan dalam menentukan pola asuh seorang
anak, pastilah nantinya anak akan tumbuh menjadi lebih baik dan
lebih menghargai hidup.
Dari pembahasan yang telah terurai diatas dapat kami tarik
kesimpulan, bahwa pola asuh orang tua mempunyai pengaruh yang sangat
besar dalam menentukan bagaimana bentuk pribadi anak dimasa depan,
Oleh sebab itu orang tua harus benar-benar mawas diri dan bersungguh-
sungguh dalam menanamkan nilai-nilai kehidupan serta norma-norma
yang baik kepada anak melalui pola asuh yang baik dan benar.
[Sosio-Antropologi Pendidikan] Page 7