Download - Standar Pangan
CUPLIKAN BERITA
Tinjauan Konsumsi Pangan 1993-1999 (Rabu, 3 Januari 2000)
Rata-rata konsumsi energi per kapita perhari pada tahun 1996 dibandingkan dengan tahun 1993 secara nasional menunjukkan kenaikan, demikian pula untuk wilayah perkotaan dan pedesaan, kemudian pada tahun 1999 mengalami penurunan pada berbagai tingkat dibandingkan tahun 1996. Apabila konsumsi energi dibandingkan antar wilayah, maka wilayah perdesaan merupakan konsumsi terbesar pada tahun 1993, 1996 maupun 1999. Rata-rata konsumsi energi tersebut antara 1993 hingga 1999 berkisar antara 80% hingga 92% terhadap angka kecukupan energi sebesar 2200 kkalori/kap/hari.Perkembangan rata-rata konsumsi protein perkapita perhari pada tahun 1993 dan 1999 masih dibawah angka kecukupan protein sebesar 50 gram/kap/hari. Pada tingkat nasional pada tahun 1993, 1996 dan 1999 pencapaiannya di atas 90%, bahkan untuk tahun 1996 realisasinya diatas 100%. Perkembangan rata-rata konsumsi energi dan protein pada tahun 1993, 1996 dan 1999 pada berbagai tingkat wilayah, disajikan pada tabel 1 berikut ini. Tabel 1. Perkembangan Rata-rata Konsumsi Energi dan Protein per kapita Tahun 1993, 1996 dan 1999.
No Kelompok Pangan
Standar kebutuhan energi
1993 1996 1999
Kkal % Kkal % Kkal %
0 1 2 3 4 5 6 7 8
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Padi-padian Umbi-umbian Pangan hewani Kacang-kacangan Sayur dan buah Biji berminyak Lemak dan minyak Gula Lainnya
1.100 132 264 110 132 66 220 110 66
1.210 94 89 51 76 60 189 110 0
110 71 34 46 58 91 86 100 0
1.257 58 127 61 76 45 222 124 50
114 44 48 55 58 68 101 113 76
1.232 61 81 52 65 44 161 103 50
112 46 31 47 49 67 73 94 76
2200
1.879
85
2.020
92
1.849
84
Sumber : SUSENAS 1999, BPS; diolah oleh Pusat PKP Badan BKP.Keterangan (…): Perbandingan antara rata-rata komsumsi energi dengan angka kecukupan sebesar 2200 kckal/kap/hr dan angka kecukupan protein sebesar 50 gr/kap/hr
Jumlah energi yang dikonsumsi penduduk pada tahun 1999 sebesar 1.849 kkal atau lebih rendah dibanding tahun 1996 sebesar 2.020 kkal. Pencapaian konsumsi energi tahun 1999 terhadap sasaran standar kebutuhan energi menunjukkan bahwa semua kelompok pangan kecuali padi-padian masih di bawah komposisi yang diharapkan. Sebaliknya pencapaian untuk kelompok pangan padi-padian telah melampaui komposisi yang diharapkan, yaitu 110,0% pada tahun 1993, 114,3% tahun 1996 dan 112% pada tahun 1999 (tabel 2). Tabel. 2. Keragaan Rata-rata Konsumsi Energi per kapita per hari tahun 1993, 1996 dan 1999.
No
Kelompok Pangan
Standar kebutuhan energi
1993 1996 1999 Kkal
%
Kkal
%
Kkal
%
0 1 2 3 4 5 6 7 8
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Padi-padian Umbi-umbian Pangan hewani Kacang-kacangan Sayur dan buah Biji berminyak Lemak dan minyak Gula Lainnya
1.100 132 264 110 132 66 220 110 66
1.210 94 89 51 76 60 189 110 0
110 71 34 46 58 91 86 100 0
1.257 58 127 61 76 45 222 124 50
114 44 48 55 58 68 101 113 76
1.232 61 81 52 65 44 161 103 50
112 46 31 47 49 67 73 94 76
2200
1.879
85
2.020
92
1.849
84
Sumber : SUSENAS tahun 1999, diolah oleh Pusat PKP Keterangan : % Proporsi masing-masing kelompok pangan terhadap standar kebutuhan.
Keragaan konsumsi beras sebagai salah satu komoditas terbesar dari kelompok pangan padi-padian antara tahun 1996 dan 1999 mengalami penurunan baik untuk konsumsi rumah tangga maupun makanan jadi. Total konsumsi beras per kapita per tahun pada tahun 1996 sebesar 133,48 kg/kap/th, kemudian pada tahuan 1999 terjadi penurunan menjadi 123,96 kg/kap/th. Besarnya penurunan konsumsi tersebut disajikan pada Tabel 3. Tabel. 3. Perkembangan Konsumsi beras per kap/tahun pada tahun 1996 dan 1999
No Uraian 1996
kg/kap/th
1999
kg/kap/th
Pertumbuhan
(%)
1 2 3 4 5=(3-4)/
3X100%
1
2
3
Rumah Tangga
Makanan Jadi
Total Konsumsi
111,18
22,31
133,48
103,53
20,43
123,96
-6,8
-8,4
-7,1
Sumber : SUSENAS 1999, BPS
Tingkat konsumsi beras per kapita dipengaruhi oleh besarnya pengeluaran perkapita. Pada tingkat nasional rata-rata konsumsi beras per kapita per minggu pada tahun 1999 mengalami kenaikan pada golongan pengeluaran di bawah Rp 150.000,- perbulan dan baru mengalami penurunan konsumsi beras pada golongan pengeluaran diatas Rp 150.000,-, demikian pula pada wilayah perkotaan. Pada wilayah perdesaan kenaikan konsumsi beras per kapita perminggu terjadi sampai pada pengeluarandi bawah Rp 200.000,-. Keragaan tersebut secara lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 4 di bawah ini. Tabel 4. Rata-rata konsumsi beras per kapita seminggu menurut golongan pengeluaran per kapita sebulan tahun 1999.
Golongan pengeluaran per kapita per bulan (Rp)
Konsumsi beras per kapita per minggu (kg) Perdesaan Perkotaan Nasional
< 40.000 40.000-59.999 60.000-79.999 80.000-99.999 100.000-149.999 150.000-199.999 200.000-299.999 300.000-399.999 > 500.000
0,994 1,554 1,915 2,125 2,323 2,429 2,409 2,266 2,132
1,468 1,707 1,768 1,801 1,848 1,834 1,775 1,691 1,592
1,021 1,576 1,885 2,036 2,139 2,101 1,961 1,474 1,648
Rata-rata per kapita 1,791 2,114 1,987 Sumber : SUSENAS 1999, BPS diolah oleh Pusat PKP BBKP
Copyright © 1997-2001 Pusat Data dan Informasi Pertanian, Departemen PertanianJl. Harsono RM No.3, Ragunan-Jakarta 12550-Indonesia
Konsumsi Protein Hewani di Bawah Standar
Rabu, 28 September, 2005 oleh: Siswono
Konsumsi Protein Hewani di Bawah Standar Gizi.net - Siang itu cukup terik. Sekitar 130 juru masak dari sembilan perguruan tinggi di Bandung berkumpul di Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat, Gedung Sate, Bandung. Di hadapan mereka, teronggok sekitar 450 kilogram daging yang siap diolah.
Daging-daging ini memang sengaja dikumpulkan untuk dimasak menjadi sekitar 17.200 tusuk sate. Dalam setiap tusuk sate, paling tidak ada sekitar 30 gram daging. Dalam kesempatan itu pula dibuat sate terbesar di Indonesia yang beratnya mencapai 28 kilogram.
Sate-sate ini sengaja dimasak untuk dibagikan pada acara kampanye mengonsumsi daging yang digelar sebagai salah sat urangkaian Dies Natalis ke-48 Unpad. ''Sate maranggi itu dibagikan ke masyarakat secara gratis,'' kata anggota Dewan Pakar Asosiasi Pedagang Daging Sapi Indonesia (Apdasi), Rochadi Tawaf di sela-sela acara Meat Day's 2005 Kampenye Mengkonsumsi Daging sekeligus pembuatan Sate Terbesar di Indonesia seberat 28 kg, Sabtu (24/9).
Kegiatan ini diadakan bukan tanpa alasan. Menurut Rochadi, momentum itu sekaligus diadakan untuk mengingatkan masyarakat Indonesia mengenai rendahnya konsumsi daging di Tanah Air. Bahkan, lanjutnya, konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia masih di bawah standar yang ditetapkan oleh FAO.
Menurut Rochadi Tawaf, standar yang ditetapkan oleh FAO, konsumsi protein hewani bangsa Indonesia minimal sebesar 6 gr/kapita/hari. Namun, saat ini masyarakat di Indonesia baru mengonsumsi protein hewani sebanyak 4,19 gr/kapita/hari. ''Karena baru mencapai 4,19 gr/kapita/hari, itu artinya berdasarkan norma gizi minimal bangsa ini baru mengkonsumsi 69,8 persen protein hewani,'' ujar Rochadi.
Rochadi mengatakan, seharusnya standar konsumsi protein hewani minimal sebesar 6 gr/kapita/hari itu, setara dengan konsumsi daging sebanyak 10,1 kg, telur 3,5 kg, dan susu 6,4 kg/kapita/tahun. Saat ini, masyarakat Indonesia baru bisa memenuhi konsumsi daging sebanyak 5,25 kg, telur 3,5 kg, dan susu 5,5 kg/kapita/tahun. ''Protein hewani itu dibutuhkan manusia dan tidak bisa digantikan fungsi maupun perannya oleh jenis protein lain,'' ujarnya.
Pasalnya, sambung Rochadi, protein hewani memiliki asam amino esensial. Protein hewani itu, diperlukan untuk menciptakan masyarakat yang cerdas dan sehat. Peningkatan konsumsi protein hewani itu, kata dia, akan mampu menciptakan peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia. ''Hanya dengan memenuhi standar norma gizi minimal akan terbentuk masyarakat yang sehat dan cerdas,'' katanya.
Ada beberapa kendala, kata dia, untuk meningkatkan konsumsi hewani bagi masyarakat. Yaitu, kurangnya sadar gizi dan mampu gizi pada masyarakat Indonesia. Kurangnya sadar gizi, kata dia, berarti rendahnya tingkat pengetahuan masyarakat akan gizi. Selain itu, faktor selera juga menentukan. Sedangkan mampu gizi, kata dia, konsumsi daging berkorelasi pada pendapatan. ''Salah satu upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat adalah menggelar acara kampanye daging,'' ujarnya.
Sumber: http://www.republika.co.id/
Tingkat konsumsi buah rendah
Minggu, 27/06/2010 20:10:24 WIB
Oleh: Reni Efita Hendry BOGOR (Bisnis.com): Menteri Pertanian Suswono mengatakan konsumsi buah-buahan masyarakat masih sangat rendah, yakni hanya 32,67 kilogram per kapita per tahun, jauh dari standar konsumsi buah yang ditetapkan Food and Agriculture Organization of United Nation (FAO) sebesar 65,75 kilogram per kapita.
"Ini tantangan bagi kita supaya masyarakat cinta makan buah-buahan," kata Suswono tadi siang waktu pembukaan Festival Jambu Biji di Taman Wisata Mekarsari , Cileungsi, Bogor.
Rendahnya tingkat konsumsi buah masyarakat, katanya, disebabkan oleh dua faktor yaitu budaya dan daya beli masyarakat yang masih rendah. Bagi masyarakat pedesaan,
konsumsi buah yang rendah dikarenakan budaya yang hanya menganggap nasi sebagai bahan makanan.
"Karena mereka makan itu nasi, kalau belum makan nasi, tandanya belum makan. Ini persoalan, ini yang harus diyakinkan kalau kita makan itu harus variatif," kata Suswono.
Sementara di perkotaan, daya beli masyarakat miskin kota terhadap buah-buahan juga rendah. "Ini akan menjadi perhatian pemerintah sendiri mengenai harga karena harga buah-buah lokal lebih mahal dari impor."
Untuk itulah, demi mendorong konsumsi buah-buahan, pemerintah akan memberi bantuan berupa bibit buah-buahan dan mengampanyekan kepada masyarakat agar senang makan buah.
"Pemberian bibit, bantuan bibit buah-buahan dalam rangka supaya masyarakat bisa juga menanam. Untuk masyarakat kota dikampanyekan hortikultura dengan menanam buah-buahan dalam drum yang penting kemauan menanam dan memelihara, " kata Suswono.
Adanya program tersebut, diharapkan konsumsi buah-buahan akan meningkat sehingga menurunkan konsumsi karbohidrat atau beras sebesar 1,5% per tahun, karena konsumsi beras rumah tangga Indonesia sangat tinggi mencapai 139 kilogram per tahun, sedangkan negara lain di Asia Tenggara sudah mencapai 90 kg per tahun.
Jakarta,19/6/2009 (Kominfo-Newsroom) Departemen Pertanian mencanangkan �Gerakan Makan Sayuran (GEMA Sayuran) di seluruh Indonesia sebagai salah satu upaya untuk menaikkan tingkat konsumsi sayur dan buah, yang saat ini masih dibawah standar Food and Agriculture Organization of the United Nations
(
FAO
).
Direktur Budidaya Tanaman Sayuran dan Biofarmaka Ditjen Hortikultura Deptan, Yul H. Bahar, mengungkapkan, tingkat konsumsi sayuran penduduk Indonesia masih dibawah standar FAO sebesar 73 kg/kapita/tahun sementara standar kecukupan untuk sehat sebesar 91,25 kg/kapita/tahun.
Sedangkan konsumsi sayuran penduduk Indonesia menurut data Deptan pada tahun �2005 sebesar 35,30 kg/kapita/tahun, tahun 2006 sebesar 34,06 kg/kapita /tahun dan tahun 2007 meningkat sebesar 40,90 kg/kapita/tahun, kata Bahar di Jakarta, Jumat (19/6).�
Untuk meningkatkan konsumsi sayuran bagi penduduk Indonesia, maka Deptan telah mencanangkan GEMA Sayuran di tingkat propinsi di seluruh wilayah Indonesia, yang pencanangannya telah dilakukan di Nusa Tenggara Barat (NTB), belum lama ini.
Tujuan Gema Sayuran tersebut adalah untuk memasyarakatkan konsumsi sayuran guna meningkatkan gizi keluarga/masyarakat mulai dari anak-anak hingga dewasa, memperbaiki pandangan terhadap sayuran produk petani Indonesia, dan membangun rasa bangga mengkonsumsi produk pertanian Indonesia.
Mendororng dan menghela peningkatan produk sayuran, meningkatkan hidup sehat bergizi dengan pangan, vitamin, mineral, serat dan antioksidan yang cukup, serta mendorong pengembangan keanekaragaman produk sayuran.
Menurut Bahar, sebenarnya Aksi Gema Sayuran ini telah lama dilakukan tetapi baru sekarang menggemanya, gema sayuran dilakukan sejak tahun 2006 di Indramayu, tahun2007 di Matang, tahun 2008 di Aceh Besar, Tahun 2009 di NTB dan tahun 2010 mendatang akan dilakukan di Pekanbaru, Riau.
Untuk promosi dan kampanye Gema Sayuran dilakukan oleh semua pihak yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan, antara lain seperti kerjasama dengan pemerintah daerah. (T.Bhr/toeb)
Sumber : Depkominfo...