Download - SPM SPKM.pdf
SEMINAR PEMERIKSAAN KEUANGAN NEGARA
SISTEM PEMEROLEHAN KEYAKINAN MUTU BPK
IX D REGULER KELOMPOK V
1. Amela Erliana Crhistin (05) 2. Luvvi Anggitasari (12) 3. Novriandini Ermaningrum (19) 4. Taufik Ismail (26)
DIPLOMA IV
SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA
Agustus 2014
2014
1
BAB I
PENDAHULUAN
Quality assurance seringkali disama artikan dengan Quality Control. Meskipun
memiliki sasaran yang sama yaitu kualitas, Quality Assurance dan Quality Control
merupakan dua bidang pekerjaan bidang yang berbeda. Quality Assurance merupakan
prosedur untuk pencapaian mutu, sedangkan Quality Control merupakan aktivitas
(pelaksanaan dari prosedur tersebut) yang dibuktikan dengan record-record.
Kegiatan audit merupakan kegiatan pemberian jasa yang berupa pengumpulan dan
pengevaluasian bukti-bukti untuk menentukan kesesuaian antara kondisi yang diperiksa
dengan kriteria yang telah ditetapkan. Dalam melaksanakan kegiatan audit tersebut, jasa yang
diberikan oleh auditor kepada auditee haruslah memenuhi standar pemeriksaan yang telah
ditetapkan oleh lembaga yang berwenang. Untuk menjamin hal tersebut, maka kegiatan audit
haruslah memiliki pengendalian mutu (quality assurance). Demikian pula dengan kegiatan
audit yang dilaksanakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Dalam rangka menjamin kualitas atas pemeriksaan yang dilaksanakan oleh BPK,
dibentuklah suatu sistem pengendalian mutu (SPM) untuk memberikan keyakinan yang
memadai bahwa pemeriksaan yang dilaksanakan oleh BPK telah memenuhi ketentuan
perundang-undangan, standar pemeriksaan dan pedoman pemeriksaan lain yang telah
ditetapkan. Adapun untuk memperoleh keyakinan bahwa SPM telah mengatur seluruh unsur
pengendalian mutu yang diperlukan dan telah dilaksanakan secara konsisten, BPK telah
menetapkan dan menyelenggarakan Sistem Pemerolehan Keyakinan Mutu (SPKM).
Untuk mengetahui lebih lanjut terkait quality assurance atas audit BPK, pembahasan
kali ini akan difokuskan pada Sistem Pengendalian Mutu (SPM) dan Sistem Pemerolehan
Keyakinan Mutu (SPKM) sebagaimana ditetapkan dalam Petunjuk Pelaksanaan Sistem
Pemerolehan Keyakinan Mutu.
2
BAB II
PENGENDALIAN MUTU BPK
A. Pengendalian Mutu Pemeriksaan
Sebagaimana dinyatakan dalam pernyataan standar umum keempat Standar
Pemeriksaan Keuangan Negara, “Setiap organisasi pemeriksa yang melaksanakan
pemeriksaan berdasarkan Standar Pemeriksaan harus memiliki sistem pengendalian
mutu yang memadai, dan sistem pengendalian mutu tersebut harus direviu oleh pihak
lain yang kompeten (pengendalian mutu ekstern)”.
Sistem pengendalian mutu yang disusun oleh organisasi pemeriksa tersebut harus
dapat memberikan keyakinan yang memadai bahwa organisasi pemeriksa tersebut:
1. telah menerapkan dan mematuhi Standar Pemeriksaan yang berlaku; dan
2. telah menetapkan dan mematuhi kebijakan dan prosedur pemeriksaan yang memadai.
Sifat dan lingkup sistem pengendalian mutu organisasi pemeriksa secara individu
dapat bervariasi tergantung pada beberapa faktor, seperti ukuran dan tingkat otonomi
kegiatan yang diberikan kepada pemeriksa dan organisasi pemeriksa, sifat pekerjaan, struktur
organisasi, pertimbangan mengenai segi biaya dan manfaatnya, begitu pula mengenai
dokumentasinya.
Berdasarkan Panduan Manajemen Pemeriksaan (PMP), dalam setiap tahap
pemeriksaan diselenggarakan sistem pengendalian mutu (quality assurance systems) dan
dokumentasi, termasuk penggunaan CAMIS. Gambaran secara umum mengenai PMP dapat
dilihat pada Gambar 1.3 berikut.
3
Penyelenggaraan sistem pengendalian mutu mengacu pada petunjuk pelaksanaan
(juklak) sistem pengendalian mutu,sedangkan penggunaan CAMIS mengacu pada petunjuk
teknis terkait.
B. Pelaksanaan Evaluasi oleh Lembaga Setingkat BPK
Organisasi pemeriksa yang melaksanakan pemeriksaan berdasarkan Standar
Pemeriksaan harus direviu paling tidak sekali dalam 5 (lima) tahun oleh organisasi pemeriksa
ekstern yang kompeten, yang tidak mempunyai kaitan dengan organisasi pemeriksa yang
direviu. Penilaian oleh pihak ekstern yang kompeten tersebut adalah untuk menentukan
apakah sistem pengendalian mutu pemeriksaan sudah dirancang dan dilaksanakan secara
efektif, sehingga dapat memberikan keyakinan yang memadai bahwa kebijakan dan prosedur
pemeriksaan yang ditetapkan dan Standar Pemeriksaan yang berlaku telah dipatuhi.
Untuk menjamin mutu pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
negara oleh BPK sesuai dengan standar, sistem pengendalian mutu BPK ditelaah oleh badan
pemeriksa keuangan negara lain yang menjadi anggota organisasi pemeriksa keuangan
sedunia (peer-review). BPK dapat meminta lembaga pemeriksa setingkat BPK di lingkungan
International Organisation of Supreme Audit Institution (INTOSAI) untuk melakukan
kegiatan tersebut. Penelaahan atas sistem pengendalian mutu pemeriksaan adalah untuk
menentukan apakah sistem pengendalian mutu pemeriksaan sudah dirancang dan
dilaksanakan secara efektif sehingga dapat memberikan keyakinan yang memadai bahwa
kebijakan dan prosedur pemeriksaan yang ditetapkan dan standar pemeriksaan yang berlaku
telah dipatuhi.
Peer-review oleh lembaga pemeriksa setingkat BPK tersebut dilaksanakan minimal
sekali dalam 5 (lima) tahun. Itama mengoordinasi pelaksanaan peer-review yang meliputi,
antara lain, perencanaan, pengadaan jasa, dan pelaksanaan peer-review. Dalam pelaksanaan
peer-review, Itama berperan sebagai tim pendamping.
Menurut SPKN, pemeriksa atau organisasi pemeriksa yang mereviu pengendalian
mutu pemeriksaan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Pemeriksa tersebut harus memiliki keahlian dan pengetahuan yang mutakhir mengenai
jenis pemeriksaan yang direviu, serta standar pemeriksaan yang berlaku.
2. Pemeriksa dan/atau organisasi pemeriksa tersebut harus independen dari organisasi
pemeriksa yang direviu, pegawainya, dan entitas yang diperiksa (yang pelaksanaan
pemeriksaannya dipilih untuk direviu). Suatu organisasi pemeriksa dilarang mereviu
4
organisasi pemeriksa lainnya yang baru saja melaksanakan reviu mengenai pengendalian
mutu pemeriksaan terhadap organisasi pemeriksa tersebut.
3. Pemeriksa tersebut harus memiliki pengetahuan mengenai bagaimana melaksanakan
reviu atas pengendalian mutu pemeriksaan. Pengetahuan tersebut dapat diperoleh dari
on-the-job training, pendidikan dan pelatihan maupun kombinasi keduanya.
Adapun reviu atas pengendalian mutu harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Pemeriksa dan organisasi pemeriksa tersebut harus menggunakan pertimbangan sehat
dan profesional dalam menilai dan melaporkan hasil reviunya.
2. Pemeriksa tersebut harus memilih salah satu cara pendekatan di bawah ini untuk
menentukan hasil pemeriksaan yang dinilai, yaitu:
a. memilih pemeriksaan yang secara memadai dapat mewakili penugasan pemeriksaan
berdasarkan Standar Pemeriksaan ini; atau
b. memilih pemeriksaan yang secara memadai dapat mewakili penugasan pemeriksaan
oleh organisasi pemeriksa, termasuk satu atau lebih penugasan pemeriksaan yang
dilaksanakan berdasarkan Standar Pemeriksaan ini.
3. Reviu atas mutu pemeriksaan meliputi penilaian kebijakan dan prosedur pengendalian
mutu organisasi pemeriksa, termasuk pula prosedur pengawasan terkait, pelaporan
pemeriksaan, dokumentasi pemeriksaan yang diperlukan (misalnya dokumentasi
independensi, dokumentasi dan prosedur pengendalian mutu pemeriksaan.
4. Reviu harus cukup komprehensif untuk memberikan dasar yang memadai untuk
menyimpulkan bahwa sistem pengendalian mutu organisasi pemeriksa yang direviu telah
dilaksanakan sesuai dengan standar profesional. Pemeriksa yang mereviu harus
mempertimbangkan mengenai kecukupan dan hasil pengawasan organisasi pemeriksa
yang direviu dalam perencanaan prosedur reviu secara efisien.
5. Pemeriksa yang mereviu harus menyiapkan laporan tertulis untuk mengkomunikasikan
hasil reviunya. Laporan tersebut harus mengindikasikan lingkup reviu, termasuk setiap
keterbatasan yang ada, dan harus mengungkapkan suatu opini mengenai apakah sistem
pengendalian mutu pemeriksaan yang dilakukan organisasi pemeriksa yang direviu telah
memadai dan telah sesuai dengan standar profesional. Laporan harus menyatakan standar
profesional yang digunakan. Laporan juga harus menjelaskan alasan-alasan jika terjadi
modifikasi terhadap opini. Apabila ada hal-hal yang mengakibatkan modifikasi terhadap
opini, maka pemeriksa tersebut harus memberikan penjelasan dalam temuan dan
rekomendasinya, baik dalam laporan reviu maupun dalam surat komentar yang terpisah,
atau dalam surat kepada manajemen agar organisasi pemeriksa yang direviu dapat
5
mengambil tindakan yang tepat. Laporan tertulis tersebut harus mengacu kepada surat
komentar atau surat kepada manajemen apabila surat tersebut dikeluarkan bersama
laporan modifikasi.
Prosedur reviu terhadap pengendalian mutu harus direncanakan sesuai dengan luas
dan sifat pekerjaan organisasi pemeriksa yang direviu. Informasi dalam laporan reviu
pengendalian mutu pemeriksaan seringkali berkaitan dengan pengambilan keputusan
penugasan pemeriksaan. Organisasi pemeriksa yang akan menerima penugasan pemeriksaan
berdasarkan Standar Pemeriksaan ini, dapat diminta untuk menyediakan laporan reviu
pengendalian mutu pemeriksaan yang terakhir kepada pemberi penugasan tersebut.
C. Kerangka Sistem Pemerolehan Pengendalian Mutu BPK
1. Sistem Pengendalian Mutu (SPM) dan Sistem Pemerolehan Keyakinan Mutu
(SPKM)
Untuk menjamin mutu pemeriksaan keuangan negara, BPK telah menetapkan dan
melaksanakan sistem pengendalian mutu (SPM) atau quality control system. SPM merupakan
unsur penting dalam pemerolehan keyakinan yang memadai (reliable assurance) bahwa
pemeriksaan BPK dan pelaksananya telah mematuhi ketentuan perundang-undangan, standar
pemeriksaan dan pedoman pemeriksaan yang ditetapkan BPK, serta laporan yang dihasilkan
sesuai dengan kondisi yang ditemukan.
Untuk memperoleh keyakinan yang memadai bahwa SPM telah mengatur seluruh
unsur pengendalian mutu yang diperlukan dan telah dilaksanakan secara konsisten, BPK
menetapkan dan menyelenggarakan sistem pemerolehan keyakinan mutu (SPKM) atau
quality assurance system. SPKM merupakan sistem yang ditetapkan untuk memberikan
keyakinan yang memadai bahwa suatu badan pemeriksa telah mengatur SPM secara memadai
dan menyelenggarakannya secara efektif.
SPKM perlu ditetapkan dan diselenggarakan untuk memperoleh keyakinan yang
memadai bagi BPK dan pimpinan satuan kerja (satker) pelaksana BPK serta pemangku
kepentingan (stakeholders) BPK bahwa pemeriksaan dan hasil kerja BPK lainnya memenuhi
mutu yang memadai sesuai tujuan SPM di atas.
SPKM dan SPM merupakan unsur penting bagi badan pemeriksa untuk memperoleh
keyajinan yang memadai bahwa pemeriksaan telah dilakukan sesuai dengan ketentuan
perundangundangan dan standar yang ditetapkan. Dengan demikian, SPKM dan SPM
merupakan dua hal yang berbeda, tetapi memiliki hubungan atau keterkaitan. Hubungan
6
antara keduanya dapat dilihat dari tujuan suatu SPKM, yaitu untuk mengetahui apakah SPM
BPK :
a. telah meliputi semua pengendalian yang diperlukan;
b. telah diterapkan secara tepat;
c. dapat memberikan keyakinan atas kualitas pemeriksaan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan dan standar pemeriksaan; dan
d. dapat mengidentifikasi berbagai cara yang potensial untuk memperkuat dan
menyempurnakan SPM.
SPM yang telah ditetapkan dan diselenggarakan BPK perlu ditelaah oleh badan
pemeriksa keuangan negara lain yang menjadi anggota organisasi pemeriksa keuangan
sedunia yang kompeten. Penelaahan atau peer review tersebut merupakan bagian dari SPKM
BPK.
2. Kerangka Sistem Pengendalian Mutu
Unsur-unsur pengendalian mutu BPK tidak hanya unsure pemeriksaan, tetapi juga
meliputi unsur lain yang mempengaruhi mutu pemeriksaan dan hasil kerja BPK. Berdasarkan
standar dan praktik yang lazim terkait pengendalian mutu BPK, SPM BPK meliputi unsur-
unsur sebagai berikut:
a. Independensi dan Mandat (independence andmandate);
b. Kepemimpinan dan Tata Kelola Intern (leadership and internal governance);
c. Manajemen Sumber Daya Manusia (human resource management);
d. Standar dan Metodologi Pemeriksaan (auditing standard and methodology);
e. Dukungan Kelembagaan (institution support);
f. Hubungan BPK dengan Pemangku Kepentingan (stakeholder relation);
g. Penyempurnaan Berkelanjutan (continuous improvement);
h. Hasil (result); dan
i. Kinerja Pemeriksaan (audit performance).
Kesembilan unsur SPM BPK di atas dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok,
yaitu unsur SPM tingkat kelembagaan (institutional level) (poin a sampai dengan h) dan
unsur SPM tingkat penugasan pemeriksaan (audit engagement level) (poin i). Kerangka SPM
BPK dapat digambarkan sebagai suatu tiang penegak bangunan. Unsur-unsur SPM di atas
terintegrasi dan terkait dengan nilai inti (core value) BPK yang merupakan suatu
7
fondasi/dasar, serta visi dan misi BPK yang harus dicapai dan/atau dilaksanakan. Hubungan
antara SPM, nilai inti serta visi dan misi dapat dilihat dalam Gambar berikut.
Fondasi atau dasar dari sembilan pilar unsur SPM adalah nilai inti badan pemeriksa
seperti integritas, independensi, dan profesionalitas. Ketiga nilai inti tersebut mendasari
pembangunan unsur-unsur SPM. Atap dari sembilan pilar unsur SPM adalah visi dan misi
badan pemeriksa yang terdapat pada rencana strategisnya. Visi dan misi tersebut
menggambarkan capaian yang diinginkan badan pemeriksa serta mandat yang dimiliki oleh
badan pemeriksa yang diatur dalam konstitusi dan/atau ketentuan perundang-undangan.
SPM merupakan tiang penegak dalam perolehan keyakinan yang memadai bahwa
pemeriksaan yang dilakukan berdasarkan nilai inti dan dalam rangka mencapai visi dan misi
tersebut telah dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dan standar
pemeriksaan yang ditetapkan. Seperti telah disebutkan di atas, SPM terdiri dari sembilan
komponen SPM, yaitu independensi dan mandat, kepemimpinan dan tata kelola intern,
manajemen sumber daya manusia, standar dan metodologi pemeriksaan, dukungan
kelembagaan, hubungan BPK dengan pemangku kepentingan,penyempurnaan berkelanjutan,
hasil, dan kinerja pemeriksaan.
3. Kerangka Sistem Pemerolehan Kendali Mutu
Di dalam SPKM, reviu SPM dapat dilakukan oleh pelaksana BPK terkait dengan
pihak lain. Reviu oleh pelaksana BPK terkait dilakukan oleh satker yang memiliki tugas dan
fungsi melakukan pengawasan intern dan/atau oleh pemeriksa lain yang tidak ditugaskan
8
pada objek pemeriksaan yang direviu dan/atau oleh pimpinan satker pelaksana BPK di bidang
pemeriksaan.
Reviu SPM oleh pihak lain dilakukan oleh pihak independen atau badan pemeriksa
negara lain anggota organisasi badan pemeriksa sedunia. Reviu SPM oleh pemeriksa lain atau
badan pemeriksa anggota organisasi badan pemeriksa sedunia disebut sebagai reviu sejawat
(peer review).
Reviu terhadap SPM dapat dilakukan berdasarkan waktu dan pelaku reviu sebagai
berikut.
a. Berdasarkan waktu, reviu SPM meliputi:
1) reviu yang dilakukan pada waktu pemeriksaan atau hot review; dan
2) reviu yang dilakukan setelah pemeriksaan atau pada waktu yang tidak terkait dengan
kegiatan pemeriksaan atau cold review.
b. Berdasarkan pelaku, reviu SPM meliputi:
1) reviu yang dilakukan oleh pereviu dari intern tim atau badan pemeriksa;
2) reviu yang dilakukan oleh pemeriksa lain yang tidak memeriksa objek yang direviu
atau cross review; dan
3) reviu yang dilakukan oleh badan pemeriksa lain atau peer review.
4. Hubungan SPM dan Jenis Reviu
Hubungan unsur-unsur SPM dan jenis reviu yang dilakukan dapat dilihat sebagai
berikut.
a. Unsur SPM pertama s.d. kedelapan direviu pada waktu yang tidak terkait dengan
pemeriksaan (cold review) oleh pengawas intern dan/atau pemeriksa ekstern (peer
review).
b. Unsur SPM kesembilan, yaitu kinerja pemeriksaan, direviu pada saat pemeriksaan secara
intern tim (hot review) dan pada saat setelah pemeriksaan oleh pemeriksa lain dalam satu
badan pemeriksa atau oleh pengawas intern (cold and cross review) dan/atau oleh
pemeriksa ekstern (peer review).
9
10
BAB III
SISTEM PENGENDALIAN MUTU (SPM)
A. Independensi Dan Mandat
Unsur pertama sistem pengendalian mutu, yaitu independensi dan mandat, sangat
terkait dengan kedudukan, fungsi, dan mandat BPK yang independen. Independensi BPK
diharuskan memenuhi kriteria yang telah ditentukan oleh INTOSAI dalam ISSAI 1, atau
yang biasa disebut sebagai “Deklarasi Lima”, mengenai prinsip-prinsip dasar pemeriksaan.
Independensi dan mandat tersebut diatur dalam konstitusi, undang-undang, dan
peraturan perundang-undangan lain yang terkait BPK. Selain itu, lingkup SPM Independensi
dan Mandat termasuk keyakinan atas ketiadaan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang mengganggu independensi dan mandat BPK.
1. Indipendensi
Sesuai prinsip pemeriksaan dalam ISSAI 1, BPK harus merupakan suatu lembaga
negara yang independen baik dalam organisasi maupun pelaksanaan tugas pemeriksaan dan
ndependensi tersebut dijamin konsititusi atau UUD yang diatur lebih lanjut dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan. Indipendensi yang harus dimiliki BPK meliputi:
a. Independensi anggota BPK terkait dengan pengangkatan, pemberhentian, dan
perlindungan hukum.
b. Independensi BPK secara kelembagaan meliputi kebebasan menentukan struktur
organisasi dan fungsi BPK.
c. Independensi pelaksana BPK terkait dengan penempatan, penugasan, karier pelaksana
BPK. (Hal ini diatur lebih lanjut dalam standar dan pedoman pelaksana lainnya)
d. Independensi BPK secara keuangan atau anggaran meliputi penganggaran BPK serta
pengalokasian dan penggunaan anggaran untuk pelaksanaan tugas BPK.
2. Mandat
Mandat BPK harus secara jelas dan eksplisit diungkapkan dalam konstitusi dan
peraturan perundang-undangan. Konsititusi dan peraturan perundang-undangan tersebut
mengatur kewenangan, tugas dan fungsi, serta tanggung jawab BPK terkait dengan akses
informasi, penentuan entitas yang diperiksa, dan sifat-lingkup-waktu pemeriksaan.
Konsitusi dan/atau peraturan perundang-undangan juga mengatur penyampaian hasil
pemeriksaan BPK kepada parlemen dan parlemen memiliki tanggung jawab untuk menilai
kinerja pencapaian mandat yang ditetapkan dalam konstitusi dan peraturan perundang-
undangan.
11
Selain itu beberapa hal di atas, konstitusi juga mengatur hal-hal sebagai berikut:
a. Kewenangan untuk memeriksa seluruh aspek keuangan negara
b. Kebebasan akses terhadap informasi terkait dengan pelaksanaan mandat.
c. Jenis pemeriksaan dan entitas yang dapat diperiksa oleh BPK
Apabila mandat BPK tidak dapat dilaksanakan karena suatu ketentuan peraturan
perundang-undangan, BPK harus melakukan berbagai upaya untuk mengembalikan mandat
tersebut seperti dengan mengajukan judicial review, sengketa kewenangan lembaga negara
(state organs dispute), memberikan masukan kepada penyusun undang-undang untuk
mengubah atau menyesuaikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang tidak sesuai
dengan mandat BPK (legislative review). Untuk itu, BPK harus melakukan identifikasi
dan/atau analisis terhadap ketentuan perundang-undangan yang mengganggu pelaksanaan
mandat BPK
B. Kepemimpinan Dan Tata Kelola Intern
BPK seharusnya memiliki keyakinan bahwa pengambilan keputusan kelembagaan dan
mekanisme pengendalian berfungsi secara hemat, efisien, dan efektif sehingga BPK dapat
menjadi model bagi organisasi dalam perwujudan tata kelola yang baik (good governance).
Peran penting BPK dalam perbaikan kualitas pemeriksaan secara terus- menerus sangat
dominan. Badan perlu memiliki keyakinan bahwa pengendalian mutu telah memadai dalam
rangka pencapaian visi, misi, dan tujuan strategis sesuai dengan peraturan perundang-
undangan dan standar pemeriksaan. BPK diharapkan memiliki keyakinan bahwa
pengambilan keputusan kelembagaan dan mekanisme pengendalian berfungsi secara hemat,
efisien, dan efektif sehingga BPK dapat menjadi model bagi organisasi dalam perwujudan
tata kelola yang baik (good governance).
Komponen dari unsur SPM kepemimpinan dan pengelolaan intern meliputi:
1. Kepemimpinan dan Arahan (leadership and direction)
Badan harus menetapkan arah organisasi BPK. Arahan tersebut dapat berupa
keputusan-keputusan BPK dan sidang atau rapat yang menekankan capaian yang harus
dipenuhi oleh pelaksana BPK di bidang pemeriksaan serta penunjang dan pendukung.
Kebijakan dan pedoman yang ditetapkan BPK harus mendukung budaya intern organisasi
yang mengutamakan kualitas pelaksanaan pekerjaan. Kebijakan dan pedoman tersebut dapat
meliputi pemberian penghargaan atas pencapaian pekerjaan yang berkualitas, pemberian
keterangan di dalam berbagai hasil reviu pekerjaan atau nota dinas atau risalah rapat atau
12
bahan pelatihan dan seminar, atau pernyataan tertulis dalam dokumen seperti rencana
strategis atau ungkapan misi.
2. Perencanaan Strategis dan Operasional (strategic & operational planning)
BPK menetapkan rencana strategis yang merupakan capaian jangka panjang yang
diinginkan. Rencana strategis tersebut memiliki tiga komponen, yaitu visi, misi, dan nilai inti.
BPK harus memiliki kejelasan visi BPK dalam periode tertentu serta arah dan fokus
organisasi ke depan terkait dengan sumber daya-teknologi, hasil kerja-klien/entitas yang
diperiksa. Dalam hal tersebut, BPK dan pimpinan satker pelaksana BPK mempertimbangkan
lingkungan intern serta ekstern organisasi. Dengan demikian, penetapan visi tersebut akan
dipantau dan disempurnakan dari waktu ke waktu.
Sementara itu, misi BPK ditentukan dengan memperhatikan dengan
mempertimbangkan kejelasan posisi organisasi (who we are), mandat dan tugas pokoknya
(what we do), serta status atau posisi organisasi saat ini (where we are now). Dalam
penetapan visi dan misi tersebut, BPK harus mempertimbangkan nilai inti values) yang
merupakan karakteristik organisasi dan SDM BPK.
Selain ketiga komponen tersebut, rencana strategis juga perlu tujuan strategis dan
penanggungjawabnya; ukuran atau target dan waktu pencapaiannya; penjabaran pencapaian
dan implementasinya; pengukuran kinerja pencapaian; pembentukan satker pelaksana yang
memiliki tugas memantau rencana strategis dan implementasinya; penggunaan tenaga ahli
terkait; dan metodologi dan pedoman yang diperlukan.
Dengan mempertimbangkan rencana strategis, BPK menetapkan rencana operasional
sebagai bentuk penjabaran dari rencana strategis. Komitmen penyediaan sumber daya dan
kegiatan-kegiatan menjadi bagian dalam rencana tersebut. Salah satu bentuk komitmen
adalah penetapan target atau indicator sukses untuk satuan kerja pelaksana BPK dan individu
yang bertanggung jawab.
3. Pengawasan dan Pertanggungjawaban (oversight and accountability)
BPK menetapkan pedoman sistem pemerolehan keyakinan mutu (quality assurance
system) yang meliputi reviu intern atas desain dan implementasi sistem pemerolehan
keyakinan mutu (SPKM) tersebut secara periodik oleh suatu satuan kerja pelaksana BPK atau
oleh badan pemeriksa negara lain anggota INTOSAI (peer review). Pedoman tersebut harus
disosialisasikan kepada para pegawai, dipantau dan dievaluasi pelaksanaannya, serta
disempurnakan sesuai perkembangan dan kebutuhan.
13
Selain penilaian kinerja BPK di atas, BPK harus memenuhi pertanggungjawaban yang
diatur dalam peraturan perundang-undangan. BPK menyusun laporan keuangan yang
diperiksa oleh auditor independen sebelum laporan keuangan dan hasil pemeriksaannya
disampaikan kepada DPR. BPK juga harus menyampaikan laporan kinerja sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4. Kode Etik (code of conduct)
BPK menetapkan kode etik yang berisi aturan dalam rangka memperoleh keyakinan
atas integritas, kepercayaan, kerahasiaan, independensi, kredibilitas, objektivitas, imparsial,
netral, bebas dari konflik kepentingan, kompetensi, dan profesionalisme. Kode etik tersebut
harus disosialisasikan kepada seluruh pelaksana BPK. Selain itu, BPK menetapkan kebijakan
dan prosedur mengenai pemantauan dan evaluasi kepatuhan terhadap kode etik yang
ditetapkan BPK serta pemrosesan pelanggaran kode etik tersebut oleh Majelis Kode Etik
BPK.
5. Pengendalian Intern (internal control)
BPK menetapkan ketentuan mengenai sistem pengendalian intern yang tepat untuk
memperoleh keyakinan pencapaian tujuan organisasi dengan mempertimbangkan COSO
yang telah diadopsi INTOSAI. Sistem tersebut harus disosialisasikan kepada seluruh
pimpinan dan pegawai pelaksana BPK sehingga sistem pengendalian intern tersebut dapat
dipahami dan diimplementasikan di dalam pelaksanaan tugas. Selanjutnya setiap pimpinan
satuan kerja pelaksana BPK bertanggung jawab untuk memantau kepatuhan atas sistem
pengendalian intern di lingkungannya. BPK juga menetapkan suatu satuan kerja pelaksana
BPK yang bertugas untuk memantau kepatuhan sistem pengendalian intern pada seluruh
satuan kerja pelaksana BPK dan melaporkan hasilnya kepada BPK.
6. Pemerolehan Keyakinan Mutu (quality assurance)
BPK menetapkan ketentuan mengenai sistem pemerolehan keyakinan mutu untuk
memperoleh keyakinan bahwa sistem pengendalian intern di atas dan sistem pengendalian
mutu telah diimplementasikan. Sistem tersebut meliputi penilaian atau reviu yang dilakukan
secara intern oleh pimpinan satuan kerja pelaksana BPK, oleh antarsatuan kerja pelaksana
BPK atau antarpihak setingkat (cross review), oleh satuan kerja pelaksana BPK yang
dibentuk khusus untuk tugas tersebut, dan oleh pihak lain yang independen (peer review).
14
C. Manajemen Sumber Daya Manusia
Unsur SPM yang ketiga ini tersebut dimaksudkan untuk memastikan bahwa
pemeriksa memiliki kemampuan, kompetensi yang cukup, serta dedikasi atau pengabdian
dalam melakukan tugasnya sehingga memenuhi mutu pemeriksaan yang tinggi dan
memenuhi tugas secara efektif. Untuk itu Manajemen SDM harus mampu menciptakan
lingkungan yang kondusif bagi pegawainya sehingga pegawai BPK dapat mencapai
kompetensi yang dibutuhkan untuk memenuhi mandat dan harapan pemangku kepentingan
serta mencapai rencana strategis BPK.
Komponen unsure Manajemen SDM adalah sebagai berikut:
1. Rekrutmen dan Penempatan;
BPK dan pimpinan satker pelaksana BPK terkait harus menetapkan strategi
perekrutan dan penempatan pegawai sesuai dengan kompetensi dan kualifikasi yang
dibutuhkan.
a. Rekrutmen
Proses rekrutmen dilakukan dengan berbasis kompetensi, BPK menetapkan persyaratan
terbaik terkait dengan kualifikasi kompetensi calon pegawai yang dibutuhkanSelain itu,
rekrutmen harus dilakukan sesuai dengan kebutuhan berdasarkan suatu analisis
kebutuhan pegawai. Analisis kebutuhan tersebut dilakukan dengan memperhatikan
rencana strategis BPK, kebijakan dan perencanaan pemeriksaan strategis, dan
manajemen pemeriksaan dan risiko.
b. Penempatan
Penempatan pegawai dilakukan berdasarkan kebutuhan, kompetensi, dan uraian
pekerjaan atau uraian jabatan. Pegawai yang direkrut ditempatkan berdasarkan
kebutuhan pegawai tersebut pada satker pelaksana BPK serta sesuai kompetensi yang
diminta dan uraian jabatan.
2. Retensi;
BPK dan pimpinan satker pelaksana BPK terkait harus menciptakan daya tarik bagi
SDM berkualitas. Hal tersebut meliputi penawaran gaji dan tunjangan, kesejahteraan, fasilitas
lain, serta penciptaan lingkungan kerja yang menarik an kondusif. Daya tarik juga dapat
berupa penciptaan lingkungan kerja yang kondusif seperti peningkatan kapasitas melalui
kesempatan pendidikan dan pelatihan, pemberian penghargaan, dan pemberian kesempatan
pengalaman.
15
Struktur gaji, tunjangan, kesejahteraan, dan fasilitas lain bagi pegawai harus selalu
dipertimbangkan agar BPK dapat memperoleh dan mempertahankan SDM yang sesuai
kompetensi dan kualifikasi yang dibutuhkan. Selain itu, BPK dan pimpinan satker pelaksana
BPK terkait menetapkan suatu aturan mengenai penggunaan pemeriksan dan/atau tenaga ahli
lain diluar BPK sesuai dengan kebutuhan BPK termasuk pengaturan penggajian dan
penawaran lainnya yang menarik.
3. Pelatihan dan Pembangunan Kapasitas;
BPK menetapkan kebijakan peningkatan kapasitas pelaksana BPK untuk mengikuti
perkembangan pemeriksaan dan dapat mengantisipasi serta menyelesaikan persoalan yang
muncul akibat adanya perkembangan lingkungan. Pembangunan kapasitas tidak hanya
merupakan pelatihan individu, tetapi dimaksudkan untuk mendorong BPK menetapkan
prioritas dan mengidentifikasi prioritas perubahan dalam hal pendekatan dan kebutuhan
pelatihan. Pengembangan pelatihan tersebut selanjutnya akan meningkatkan pengetahuan,
keahlian dan kemampuan, serta karier individu. Pembangunan kapasitas dapat berupa:
a. Pelatihan
Pelatihan adalah proses bagi pegawai untuk memperoleh kemampuan/keahlian yang
diperlukan dalam melaksanakan tugasnya sehingga ia dapat bekerja sesuai dengan
standar yang ditetapkan. Mutu pelatihan dan kegiatan pembangunan kapasitas lainnya
sangat penting dalam pencapaian mutu pemeriksaan dan hasilnya. Para pemeriksa harus
dibekali dengan pengetahuan dan pemahaman yang baik tentang lingkungan organisasi
entitas yang diperiksa dan ketentuan peraturan perundang-undangan, standar
pemeriksaan, kode etik, manajemen pemeriksaan, metodologi pemeriksaan, khususnya
pemeriksaan berbasis risiko, kebijakan dan prosedur, serta praktik terbaik, termasuk
penggunaan teknologi informasi dengan komputer. Kegiatan pelatihan meliputi pelatihan
orientasi, pelatihan teknis, dan pelatihan manajerial.
b. Dorongan aktivitas pada organisasi profesi terkait
BPK dan pimpinan satker pelaksana BPK mendorong pegawainya untuk terlibat aktif
dalam organisasi profesi yang dapat mengembangkan kelembagaan dan pemeriksaan
BPK. Dorongan tersebut dilakukan melalui pemberian penghargaan atau penilaian atas
aktivitas tersebut.
16
c. Kesempatan magang di tempat lain
BPK dan pimpinan satker pelaksana BPK memberikan kesempatan kepada pegawainya
untuk memperoleh pengalaman bekerja pada lembaga lain. Lembaga lain tersebut
meliputi lembaga publik, nasional, negara lain, atau internasional.
d. Kesempatan untuk membantu mengembangkan kapasitas
BPK dan pimpinan satker pelaksana BPK memberikan kesempatan pegawai atau
pemeriksa organisasi pemeriksa lain untuk membantu membangun kapasitas. Hal ini
dapat dilakukan melalui pertukaran pengalaman, bantuan teknis dan/atau pelatihan,
pembentukan badan atau komite bersama, dan pembahasan hasil pemeriksaan.
e. Knowledge Sharing
BPK dan/atau pimpinan satker pelaksana BPK mengembangkan dan menyelenggarakan
pengelolaan database pelatihan dan pembangunan SDM melalui sistem knowledge
sharing.
4. Penilaian dan Manajemen Kinerja;
BPK dan pimpinan satker pelaksana BPK menetapkan sistem penilaian dan
manajemen kinerja yang jelas. Sistem manajemen kinerja dikembangkan untuk memberikan
umpan balik yang konstruktif dan tepat waktu atas kinerja pegawai. Tujuan manajemen
kinerja untuk memaksimalkan kemampuan individual pegawai untuk perbaikan organisasi ke
depan.
Sistem manajemen kinerja dibangun dengan berbasis kompetensi. Sistem manajemen
kinerja tersebut juga harus memungkinkan pegawai membicarakan tuntutan kinerjanya
dengan penyelia atau atasan langsungnya. Pembicaraan dimaksud untuk memperjelas unsur
penting dan standar/indikator kinerja yang harus dipenuhi pegawai, mempersiapkan penilaian
mandiri, dan memperoleh umpan balik dari penyelia atau atasan langsungnya.
BPK dan pimpinan satker pelaksana BPK menetapkan standar atau indikator kinerja
setiap individu pegawai yang digunakan untuk penilaian kinerja di atas. Indikator kinerja
tersebut digunakan pula untuk pengembangan karier berupa promosi pegawai.
BPK dan pimpinan satker pelaksana BPK membentuk satker pelaksana yang memiliki
fungsi menetapkan indikator kinerja, menilai pencapaian, dan memantau pelaksanaannya,
termasuk kebijakan dan prosedur pengembangan pegawai serta penanganan keluhan atau
permasalahan pengembangan karir pegawai.
17
5. Kesejahteraan;
BPK dan pimpinan satker pelaksana BPK menetapkan suatu sistem kesejahteraan
pegawai yang menarik sehingga BPK memperoleh dan/atau memiliki pegawai yang
berkualitas dan berpengalaman. Bentuk kesejahteraan yang menarik dapat berupa pemberian
gaji dan tunjangan, kesejahteraan dan fasilitas lain, dan lingkungan kerja yang menarik.
Lingkungan kerja yang menarik dan kondusif dapat berupa penghargaan dan fasilitas
kerja. Penghargaan merupakan insentif bagi pegawai yang memenuhi atau melebihi standar
yang telah ditentukan secara transparan.
6. Pengembangan Karier.
BPK dan pimpinan satker pelaksana BPK terkait mengembangkan dan menetapkan
sistem pengembangan karier yang meliputi struktur karier, dan pengembangan karier pegawai
baik melalui struktur atau fungsi yang lebih tinggi melalui pendidikan, pelatihan dan
pembangunan kapasitas, serta pengalaman kerja.
Kesempatan pengembangan karier dapat diberikan melalui seminar dan workshop
mengenai berbagai topik yang memfokuskan pada pengembangan profesional, kursus di
berbagai lembaga pendidikan, magang di bawah pengawasan pemeriksa yang
berpengalaman, pendidikan keahlian tertentu dan/atau sertifikasi profesional tertentu
(spesialisasi) sesuai kebutuhan BPK, rotasi jabatan, promosi berdasarkan prestasi kerja,
pendidikan profesional berkelanjutan, umpan balik atas kinerja pekerjaan dan pelatihan, dan
konseling karier. Promosi dilakukan berdasarkan kinerja pegawai. Kesenjangan antara
kemampuan teknis, standar kompetensi, dan pengembangan karier harus diidentifikasi,
dievaluasi, dan diselesaikan.
D. Standar Dan Metodologi Pemeriksaan
Proses pemeriksaan BPK seharusnya didasarkan pada standar pemeriksaan yang
ditetapkan INTOSAI dan/atau praktik terbaik internasional lainnya dengan
mempertimbangkan kesesuaian dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di
negara masing-masing. Standar dan metodologi pemeriksaan merupakan ukuran dan
pedoman pemeriksaan yang menjadi dasar, pertimbangan, dan referensi pemeriksa.
1. Standar Pemeriksaan
Standar pemeriksaan merupakan patokan untuk melakukan pemeriksaan yang
mengatur patokan mengenai kualifikasi pemeriksa, perencanaan dan pelaksanaan
18
pemeriksaan, serta pelaporan hasil pemeriksaan. Standar pemeriksaan digunakan sebagai
kriteria penilaian kualitas pemeriksaan pada saat evaluasi atau reviu.
BPK dan pimpinan satker pelaksana BPK terkait menyebarkan dan memberikan
sosialisasi atau pelatihan yang cukup bagi pemeriksa atas suatu standar pemeriksaan yang
ditetapkan. Pemantauan kepatuhan atas standar pemeriksaan harus dilakukan oleh BPK. Dari
pemantauan tersebut, diperoleh laporan atau dokumentasi penyimpangan dari standar
tersebut yang harus ditindaklanjuti.
2. Metodologi Pemeriksaan
Metodologi pemeriksaan merupakan pedoman yang mengatur prosedur atau langkah
pemeriksaan dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pelaporan termasuk dokumentasi dan
evaluasi atau sistem pemerolehan keyakinan mutu. Metodologi pemeriksaan diatur lebih
lanjut di dalam pedoman pemeriksaan.
BPK dan pimpinan satker pelaksana BPK terkait menetapkan pedoman pemeriksaan
yang rinci untuk semua jenis pemeriksaan yang menjadi mandat dan tugas BPK. Penetapan
petunjuk pemeriksaan tersebut meliputi juga ketentuan keharusan pemeriksa untuk
melaksanakan pemeriksaan sesuai dengan petunjuk pemeriksaan yang sejalan dengan
ketentuan perundang-undangan dan standar pemeriksaan.
BPK dan pimpinan satker pelaksana BPK terkait menyebarkan dan memberikan
sosialisasi atau pelatihan yang cukup bagi pemeriksa atas suatu pedoman pemeriksaan yang
ditetapkan. Selain itu, BPK dan pimpinan satker pelaksana BPK terkait menetapkan
kebijakan dan melaksanakan pemantauan atas kepatuhan pemeriksa terhadap pedoman
pemeriksaan yang ditetapkan. Petunjuk pemeriksaan harus direviu dan dimutakhirkan dengan
mempertimbangkan pelaksanaannya di lapangan dan perkembangan terakhir, serta praktik
terbaik pemeriksaan.
E. Dukungan Kelembagaan
BPK dan pimpinan satker pelaksana BPK mengelola secara optimal sumber dayanya
untuk memberikan keyakinan bahwa pendukung pemeriksaan dapat diberikan secara
memadai dan tepat waktu. Dukungan lembaga tersebut meliputi:
1. Keuangan
BPK menyediakan anggaran yang cukup untuk melaksanakan pemeriksaan sesuai
dengan mandat, tugas, dan kewenangan yang diatur di dalam peraturan perundang-undangan.
19
BPK menetapkan kebijakan alokasi anggaran kepada satker pelaksana BPK sesuai dengan
rencana strategis, kebijakan dan strategi pemeriksaan, dan rencana kerja atau kegiatan.
Anggaran harus digunakan secara optimal untuk kegiatan pemeriksaan dan untuk
kegiatan dukungan pemeriksaan yang diperlukan. BPK dan pimpinan satker pelaksana BPK
memastikan penggunaan anggaran didukung dengan bukti yang cukup dan kompeten, dan
mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran dengan menyampaikan laporan keuangan
secara periodik sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan.
2. Infrastruktur
BPK dan pimpinan satker pelaksana BPK menyediakan infrastruktur yang cukup
untuk memungkinkan pelaksana BPK melaksanakan tugasnya sebaik-baiknya. Infrastuktur
tersebut meliputi gedung dan ruang kerja, inventaris kantor, listrik dan air bersih, toilet,
fasilitas pelatihan, perpustakaan, penyimpanan dokumen, dan transportasi. Penggunaan
infrastruktur yang tersedia dilakukan secara optimal dan dipertanggungjawabkan sesuai
dengan tanggung jawab masing-masing dengan membuat laporan pertanggungjawaban secara
periodik sesuai dengan ketentuan.
BPK dan pimpinan satker pelaksana BPK terkait mengevaluasi dan memantau secara
periodik kecukupan infrastruktur tersebut serta menindaklanjuti dengan penyiapan alokasi
anggaran untuk infrastuktur yang dibutuhkan dan pemanfaatan atau pelepasan untuk
infrastuktur yang tidak digunakan.
3. Teknologi
BPK dan pimpinan satker pelaksana BPK terkait menyediakan dukungan teknologi
untuk melaksanakan tugas secara efisien dan efektif. Dukungan teknologi meliputi
telekomunikasi, sistem informasi teknologi, internet dan intranet, perangkat lunak kegiatan
perkantoran (general office software), sistem pendukung pengambilan keputusan (decision-
making support system), dan peralatan pendukung pemeriksaan yang telah dibahas
sebelumnya.
BPK dan pimpinan satker pelaksana BPK mengembangkan menggunakan teknologi
secara optimal serta menyampaikan hambatan dan kebutuhan teknologi sesuai dengan
perkembangan. Pengembangan teknologi tersebut dimaksudkan untuk mempercepat,
mengefisienkan, dan mengefektifkan pemeriksaan dan pekerjaan BPK lainnya melalui
otomatisasi kegiatan tersebut. Di dalam pengembangan tersebut, BPK harus
20
mengintegrasikan berbagai sistem yang dikembangkan sehingga tujuan tersebut dapat
tercapai.
Teknologi baru yang akan digunakan harus disosialisasikan dan dilaksanakan
pelatihan kepada para pegawai. Terkait hal-hal tersebut di atas, BPK dan pimpinan satker
pelaksana BPK terkait memantau dan memberikan alokasi sumber daya keuangan serta SDM
bagi kecukupan dan keandalan dukungan teknologi. Hasil pemantauan penggunaan dukungan
teknologi diungkapkan dalam laporan periodik yang dibuat oleh pimpinan satker pelaksana
BPK terkait.
4. Jasa Pendukung
BPK dan pimpinan satker pelaksana BPK terkait menyediakan jasa pendukung berupa
jasa kesekretariatan, keamanan, transportasi, kebersihan, dan pengelola kegiatan. Dalam
penggunaan jasa pendukung, BPK dan pimpinan satker pelaksana BPK menyampaikan
hambatan dan kebutuhan jasa pendukung dimaksud sesuai dengan kondisi.
BPK dan pimpinan satker pelaksana BPK terkait mempertimbangkan ketepatan waktu
dan kehematan (cost-effective) dalam penyediaan jasa pendukung tersebut. Apabila jasa
pendukung tersebut lebih murah disediakan pihak luar, maka BPK dan pimpinan satker
pelaksana BPK terkait dapat mengadakan jasa tersebut dari pihak luar (outsourcing). Selain
itu, BPK dan pimpinan satker pelaksana BPK terkait mengevaluasi dan memantau kecukupan
dan kebutuhan jasa pendukung secara periodic serta mengalokasikan anggaran untuk
kebutuhan baru atau memanfaatkan atau menyelesaikan kelebihan jasa pendukung.
F. Hubungan BPK dengan Pemangku Kepentingan
BPK seharusnya menciptakan dan memelihara hubungan kerja dan komunikasi
dengan pemangku kepentingan (external stakeholders) secara efektif untuk memperoleh
keyakinan atas dampak signifikan dari hasil pemeriksaan dan hasil kerja BPK pada
umumnya. BPK harus mengomunikasikan rencana, pelaksanaan, dan pelaporan hasil
pemeriksaan, serta pemantauan tindak lanjut dan pemanfaatan laporan hasil pemeriksaan
BPK kepada para pemangku kepentingan sesuai dengan peranan dan kepentingan masing-
masing.
Hubungan BPK dengan pemangku kepentingan mempunyai tujuh komponen berikut.
1) hubungan dengan Entitas yang Diperiksa;
2) hubungan dengan Lembaga Perwakilan;
3) hubungan dengan Publik dan Media;
21
4) hubungan dengan BPK Negara Lain dan Asosiasinya;
5) hubungan dengan Organisasi Internasional & Pemberi Bantuan;
6) hubungan dengan Kantor Akuntan Publik dan Asosiasi Profesional; dan
7) hubungan dengan Lembaga Pendidikan
BPK dan pimpinan satker pelaksana BPK terkait melakukan analisis pemangku
kepentingan untuk mengidentifikasi signifikansi hubungan dengan masing-masing pemangku
kepentingan dan kepentingan serta pengaruhnya terhadap BPK. Hal ini dilakukan BPK untuk
menentukan prioritas hubungan yang harus dilakukan BPK apabila waktu dan sumber daya
BPK untuk hal tersebut terbatas.
BPK dan pimpinan satker pelaksana BPK terkait menentukan ukuran untuk menilai
usaha menciptakan dan memelihara hubungan dengan para pemangku kepentingan tanpa
mempengaruhi independensi dan obyektivitas. Ukuran tersebut dapat berupa tingkat
kepuasan hasil kerja BPK atau pemeriksaan, tingkat manfaat hasil pemeriksaan BPK, dan
tingkat tindak lanjut.
BPK menetapkan peraturan tentang hubungan dengan para pemangku kepentingan
(external stakeholder protocol) untuk mengefektifkan hubungan kerja. Hal tersebut akan
memperjelas hubungan, menilai implementasi, meningkatkan transparansi kebijakan serta
pola hubungan kerja BPK dan pemangku kepentingan, termasuk memperjelas harapan BPK
dan pemangku kepentingan atas masing-masing hasil kerjanya.
Hubungan BPK dengan Pemangku Kepentingan tersebut terdiri dari:
1. Hubungan dengan Entitas yang Diperiksa
Dalam memelihara hubungannya dengan entitas yang diperiksa, BPK melakukan hal-
hal sebagai berikut.
- menetapkan pedoman mengenai laporan hasil pemeriksaan yang jelas dan mudah
dipahami entitas yang diperiksa serta proses pembahasan atau pengomunikasiannya
sebelum laporan tersebut disampaikan.
- bersama pimpinan satker pelaksana BPK terkait mengevaluasi dan memantau
pelaksanaan komunikasi pemeriksaan dari proses perencanaan, pelaksanaan, dan
pelaporan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh pemeriksa pada satker pelaksana BPK
di bidang pemeriksaan.
- bersama pimpinan satker pelaksana BPK terkait mengembangkan sistem penilaian
kepuasan dari entitas yang diperiksa terhadap hasil kerja BPK. Penilaian kepuasan
tersebut dilakukan terhadap hasil pemeriksaan BPK dan hasil pekerjaan BPK lainnya
22
terkait dengan manfaatnya bagi entitas yang diperiksa. Hasil penilaian tersebut
diungkapkan secara terbuka.
- mengelola database hasil pemeriksaan yang memuat rekomendasi, tindak lanjut oleh
entitas yang diperiksa, dan pemantauan tindak lanjut tersebut. Dalam rangka mengelola
database tersebut, BPK menetapkan pedoman pengelolaan database dimaksud dan
mekanisme pemantauan tindak lanjut tersebut.
2. Hubungan dengan Lembaga Perwakilan
Dalam memelihara hubungannya dengan lembaga perwakilan, BPK melakukan hal-
hal sebagai berikut.
- melakukan survei kepuasan lembaga perwakilan yang merupakan pemangku kepentingan
atas hasil pemeriksaan BPK. Survei kepuasan tersebut dilakukan oleh pihak luar yang
kompeten dan independen terhadap kinerja pemeriksaan BPK.
- melakukan penelitian tingkat penggunaan hasil pemeriksaan oleh lembaga perwakilan.
Penelitian tersebut dilakukan dengan melihat penggunaan hasil pemeriksaan
dalampembahasan dan pengambilan keputusan. Hal ini dapat diketahui dalam bahan,
agenda, risalah pertemuan, hasil pembahasan, konferensi pers, keputusan yang
dihasilkan, dan dokumentasi lain yang relevan.
- meningkatkan komunikasi yang efektif dengan lembaga perwakilan yang dapat diukur
dari jumlah pertemuan konsultatif yang dilakukan.
- menetapkan satker pelaksana BPK yang bertugas untuk melakukan hubungan dengan
lembaga perwakilan dan mengomunikasikan hasil pekerjaan BPK. Komunikasi terhadap
lembaga perwakilan dilakukan pada tahap perencanaan pemeriksaan. Komunikasi
dimaksud dilakukan melalui survei atau wawancara dengan anggota lembaga perwakilan
untuk mengetahui tingkat perhatian dan kepentingan atas pemeriksaan BPK.
- menciptakan aturan hubungan dengan lembaga perwakilan untuk memperjelas hubungan
kerja.
3. Hubungan dengan Publik dan Media
Dalam memelihara hubungannya dengan publik dan media, BPK melakukan hal-hal
sebagai berikut.
- melakukan survei pemahaman dan pemanfaatan hasil pemeriksaan kepada publik dan
media yang merupakan pemangku kepentingan atas hasil pemeriksaan BPK. Survei
tersebut dilakukan oleh pihak luar yang kompeten dan independen terhadap kinerja
pemeriksaan BPK.
23
- bersama pimpinan satker pelaksana BPK terkait menciptakan bentuk komunikasi dengan
publik dan media terkait dengan informasi atau masukan untuk perencanaan dan
pelaksanaan pemeriksaan, serta penyebarluasan dan pemanfaatan hasil pemeriksaan.
- menetapkan kebijakan dan prosedur bahwa hasil pemeriksaan tersebut dapat diakses oleh
publik sebagai bagian dari fungsi pengawasan publik dalam rangka meningkatkan
transparansi dan akuntabilitas keuangan negara. Hal ini dapat dilakukan BPK setelah
laporan hasil pemeriksaan disampaikan kepada lembaga perwakilan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
- dapat menyebarluaskan hasil pemeriksaan melalui penyelenggaraan seminar, konferensi,
dan wawancara dengan media serta melalui penulisan artikel. Melalui hal tersebut, BPK
dapat menjelaskan penetapan kebijakan pemeriksaan, pelaksanaan dan hasilnya. Hal
tersebut dimaksudkan agar publik memperoleh pemahaman secara utuh atas hasil
pemeriksaan yang disampaikan BPK.
- bersama pimpinan satker pelaksana BPK terkait melakukan analisis kualitatif terhadap
liputan media untuk mengetahui tingkat pemahaman dan kesesuaian atas hasil
pemeriksaan yang dilaporkan. Selain itu, analisis tersebut meliputi tingkat pengungkapan
hasil pemeriksaan oleh media mengingat BPK merupakan sumber informasi yang dapat
dipercaya dan dapat diandalkan oleh media dan publik.
4. Hubungan dengan Badan Pemeriksa Keuangan Negara Lain dan Asosiasinya
Dalam memelihara hubungannya dengan BPK negara lain dan asosiasinya, BPK
melakukan hal-hal sebagai berikut.
- menciptakan dan memelihara hubungan dengan BPK negara lain dalam rangka tukar-
menukar informasi, pengetahuan, dan pengalaman, serta kemungkinan peer review, kerja
sama pemeriksaan dan pertukaran pemeriksa dalam bentuk pelatihan, magang
(secondment), dan jasa konsultasi.
- menjadi anggota asosiasi BPK regional dan internasional serta berpartisipasi aktif di
dalam kegiatan maupun kelompok-kelompok kerja yang dibentuk asosiasi tersebut.
- memanfaatkan standar, pedoman, prosedur, dan hasil pemeriksaan BPK negara lain dan
asosiasi yang dapat diakses BPK. Hal ini termasuk pemanfaatan informasi yang tersedia
dalam website, yang diperoleh dari studi banding, seminar, hasil kelompok kerja, dan
jurnal serta media komunikasi lainnya.
24
5. Hubungan dengan Organisasi Internasional dan Pemberi Bantuan
BPK melakukan hubungan dengan organisasi internasional dan pemberi bantuan
terkait dengan kesamaan kepentingan dan kebutuhan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
6. Hubungan dengan KAP dan Asosiasi Profesional
Dalam memelihara hubungannya dengan KAP dan Asosiasi Profesional, BPK
melakukan hal-hal sebagai berikut.
- menetapkan aturan untuk dapat menggunakan pemeriksa dan/atau tenaga ahli lain dari
luar BPK termasuk penggunaan akuntan publik dan kantor akuntan publik (KAP) sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- bersama pimpinan satker pelaksana BPK terkait menyosialisasikan aturan dan
mengadakan pelatihan bagi pemeriksa KAP serta mengelola pendaftaran dan database
KAP terdaftar di BPK untuk melakukan pemeriksaan keuangan negara.
- mengevaluasi pemeriksaan KAP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
- laporan keuangan BPK diperiksa oleh KAP yang ditunjuk DPR.
- dapat melakukan kerja sama dengan akuntan publik dan asosiasinya yang terkait dengan
tugas BPK.
7. Hubungan BPK dengan Lembaga Pendidikan
Dalam memelihara hubungannya dengan lembaga pendidikan, BPK melakukan hal-
hal sebagai berikut.
- melakukan kerja sama dengan lembaga pendidikan untuk pendidikan dan pelatihan serta
penyebarluasan hasil pemeriksaan BPK melalui seminar, diskusi, workshop, dan
sebagainya.
- dapat mengadakan pekerjaan penelitian dan pengembangan pemeriksaan serta
kelembagaan, dan survei-survei yang dibutuhkan BPK kepada lembaga pendidikan dan
jasa konsultasi.
- melakukan kerja sama terkait dengan penyediaan sumber daya manusia hasil lembaga
pendidikan untuk menjadi pelaksana BPK dengan memenuhi kualifikasi dan kompetensi
yang dibutuhkan BPK.
- berpartisipasi aktif dalam pengembangan lembaga pendidikan terkait dengan bidang
pemeriksaan sektor publik melalui penyebaran hasil pemeriksaan, penyampaian atau
pengajaran, seminar, dan sejenisnya.
25
G. Penyempurnaan Berkelanjutan
BPK seharusnya selalu siap untuk menyelesaikan permasalahan yang muncul setiap
saat secara efektif, mengantisipasi permasalahan potensial yang akan timbul secara
memuaskan, dan memanfaatkan peluang serta tantangan baru. Oleh karena itu, BPK terus
meningkatkan kapasitas kelembagaan dan kompetensi pelaksananya untuk mengikuti
perkembangan dunia pemeriksaan dan mampu menghadapi permasalahan dalam situasi
lingkungan pemeriksaan yang cepat berubah. BPK juga terus memutakhirkan rencana
strategisnya secara periodik untuk menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi atas
lingkungan pemeriksaan yang dihadapi.
Dalam rangka memperoleh keyakinan atas penyempurnaan berkelanjutan tersebut,
BPK harus mengembangkan dan mengimplementasikan strategi untuk penelitian dan
pengembangan, pengembangan organisasi, dan manajemen perubahan.
Komponen unsur Penyempurnaan Berkelanjutan tersebut adalah sebagai berikut.
1. Penelitian dan Pengembangan
BPK membentuk satuan kerja pelaksana BPK yang bertugas untuk melakukan
penelitian dan pengembangan pemeriksaan dan kelembagaan. BPK juga menetapkan rencana
jangka panjang dan jangka pendek terkait dengan penelitian dan pengembangan. BPK dan
pimpinan satker pelaksana BPK terkait penelitian dan pengembangan melakukan studi
dan/atau penelitian dalam rangka peningkatan kinerja BPK secara efektif. Dalam kaitannya
dengan hal tersebut, BPK menyediakan alokasi anggaran yang mencukupi untuk penelitian
dan pengembangan serta menyediakan SDM yang memadai secara kuantitas dan kualitas
untuk kegiatan penelitian dan pengembangan.
2. Pengembangan Organisasi
BPK mengembangkan organisasi BPK melalui perancangan dan penetapan organisasi
BPK untuk menyesuaikan dengan rencana strategis dan perubahan lingkungan. BPK juga
menetapkan organisasi yang secara jelas mengatur tugas, fungsi/kewenangan, dan tanggung
jawab sesuai dengan satuan kerja yang ada. Selain itu, BPK melakukan evaluasi dan
pemantauan organisasi yang ditetapkan serta mengembangkan organisasi sesuai dengan
perubahan lingkungan dan rencana strategis. BPK juga memberikan kesempatan dan
dorongan bagi pelaksana BPK untuk memperbaiki organisasi BPK.
3. Manajemen Perubahan
- BPK menetapkan satuan kerja pelaksana BPK yang berfungsi sebagai unit yang
bertanggung jawab terhadap manajemen perubahan. Manajemen perubahan tersebut
diperlukan sebagai dampak adanya perubahan dan pengembangan di atas. Manajemen
26
perubahan merupakan unsur penting dalam rangka implementasi pengembangan dan
perubahan yang dirancang.
- BPK dan satker pelaksana BPK terkait menetapkan rencana manajemen perubahan yang
disesuaikan dengan rencana strategis dan pengembangan serta perubahan yang telah
dirancang dan ditetapkan.
- BPK dan satker pelaksana BPK terkait menetapkan ukuran atau indikator untuk setiap
kegiatan yang terkait dengan manajemen perubahan.
- BPK dan satker pelaksana BPK terkait menyediakan sumber daya yang cukup untuk
perencanaan dan implementasi manajemen perubahan.
- BPK dan satker pelaksana BPK terkait merancang dan mengimplementasikan
manajemen perubahan yang salah satunya meliputi juga perubahan di bidang manajemen
sumber daya manusia.
- BPK dan satker pelaksana BPK terkait melakukan manajemen perubahan salah satunya
melalui perubahan dalam uraian pekerjaan.
- BPK dan satker pelaksana BPK terkait memiliki rencana dan prosedur atau mekanisme
untuk menyelesaikan resistensi atas manajemen perubahan yang telah ditetapkan.
H. Hasil
BPK seharusnya menghasilkan laporan hasil pemeriksaan dan hasil pekerjaan lain
yang bermutu yang dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas di sektor publik,
manajemen dan pemanfaatan sumber daya publik yang efisien, serta mendorong terwujudnya
tata kelola yang baik (good governance). BPK menetapkan suatu sistem yang secara obyektif
dapat mengukur produk atau hasil kerja dan dampak tersebut. Sistem tersebut dapat
memberikan keyakinan atas pengukuran kinerja yang sesuai dengan mutu yang dapat
diterima. BPK menindaklanjuti hasil pengukuran kinerja tersebut.
Komponen unsur Hasil ini adalah sebagai berikut.
1. Produk/Hasil Kerja
- BPK menetapkan kebijakan mutu laporan hasil pemeriksaan dan hasil kerja termasuk
surat kepada manajemen dengan memperhatikan aspek signifikansi, keandalan,
obyektivitas, kejelasan, dan ketepatan waktu.
- BPK menetapkan kebijakan bahwa laporan hasil pemeriksaan dan hasil kerja lainnya
telah sesuai dengan mandat BPK dalam konstitusi dan peraturan perundang-undangan,
standar pemeriksaan, dan pedoman lainnya.
27
- BPK menetapkan aturan mengenai target terkait dengan jumlah laporan, produk, atau
hasil kerja dari setiap aktivitas atau kegiatan sesuai rencana.
- BPK menetapkan target tersebut sebagai ukuran kinerja.
- BPK menilai kualitas laporan hasil pemeriksaan atau hasil kerja BPK dengan indikator
pengukuran kinerja tersebut.
- BPK mengatur batas waktu penyampaian laporan hasil pemeriksaan atau hasil kerja.
- BPK memiliki prosedur atau mekanisme untuk menilai atau memantau pencapaian batas
waktu penyampaian laporan hasil pemeriksaan atau hasil kerja dan target yang
ditetapkan.
2. Dampak
a. BPK mempunyai mekanisme atau prosedur untuk mengukur dampak dari hasil kerja
BPK. Pengukuran dampak tersebut meliputi:
- penurunan jumlah kesalahan atau ketidakpatuhan yang ditemukan;
- peningkatan persentase rekomendasi yang diterima oleh pihak terperiksa;
- peningkatan persentase rekomendasi yang dapat diimplementasikan oleh pihak
terperiksa ;
- peningkatan persentase penggunaan hasil pemeriksaan oleh komite akuntabilitas
publik atau lembaga perwakilan untuk memberikan arahan kepada pihak terperiksa;
- peningkatan tingkat kepuasan komite akuntabilitas publik atau lembaga perwakilan
dan pihak terperiksa atas hasil kerja BPK.
b. BPK mempunyai ukuran kinerja untuk menilai dampak dari hasil kerja BPK.
c. BPK dan pimpinan satker pelaksana BPK terkait menilai dampak dari hasil kerja BPK
dan membandingkannya dengan ukuran kinerja tersebut.
d. BPK dan pimpinan satker pelaksana BPK terkait menindaklanjuti hasil penilaian
tersebut.
I. Kinerja Pemeriksaan
BPK merencanakan, melaksanakan, melaporkan hasil, memantau tindak lanjut hasil,
dan evaluasi pemeriksaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, standar
pemeriksaan, kode etik, dan pedoman pemeriksaan yang ditetapkan. BPK menetapkan
pedoman pemeriksaan yang mengatur pemeriksaan untuk setiap jenis pemeriksaan yang
dilakukan. Pedoman tersebut meliputi kode etik, standar pemeriksaan, manajemen
pemeriksaan, petunjuk pelaksanaan, dan petunjuk teknis pemeriksaan.
28
Komponen unsur kinerja pemeriksaan tersebut adalah:
1. Perencanaan Pemeriksaan
Perencanaan pemeriksaan merupakan kegiatan dalam rangka penyusunan program
pemeriksaan (P2). BPK menugaskan pemeriksa untuk menyusun P2 dalam rangka
perencanaan pemeriksaan. Kegiatan perencanaan pemeriksaan meliputi kegiatan sebagai
berikut:
- Pemahaman tujuan pemeriksaan dan harapan penugasan;
- Pemahaman entitas yang diperiksa;
- Penetapan dan penugasan;
- Penentuan kriteria yang digunakan untukmenilai;
- Pemantauan tindak lanjut hasil pemeriksaan sebelumnya;
- Pemahaman sistem pengendalian intern (SPI);
- Pemahaman dan penilaian risiko pemeriksaan;
- Penetapan materialitas/signifikansi masalah;
- Penentuan uji petik pemeriksaan (sampling); dan
- Penyusunan program pemeriksaan dan program kerja perorangan
2. Pelaksanaan pemeriksaan
Pemeriksa melaksanakan pemeriksaan di lapangan (audit fieldwork) sebagai
pelaksanaan P2 dengan melakukan pertemuan awal, prosedur analitis, pengujian
pengendalian (test of control), pengujian substantif, penyusunan KKP, penyampaian temuan
pemeriksaan (TP), dan pertemuan akhir. Hal tersebut dilakukan dalam rangka pengumpulan
bukti yang cukup dan memadai untuk mendukung LHP.
3. Supervisi dan Reviu
Supervisi dan reviu dilakukan mulai dari tahapan perencanaan pemeriksaan sampai
dengan pelaksanaan pemeriksaan. Supervisi dan reviu dilakukan secara berjenjang mulai
level ketua tim, pengendali teknis, dan penanggung jawab.
4. Pelaporan Hasil Pemeriksaan
Ketua tim menyusun konsep LHP berdasarkan TP dan pembahasan dengan anggota
tim pemeriksa atas TP tersebut serta reviu terhadap pelaksanaan P2 dan KKP. Konsep LHP
didokumentasikan dalam KKP. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam tahap ini antara lain.
- Perolehan surat representasi
- Penyampaian LHP tepat waktu
- Bukti yang cukup dan kompeten mendukung LHP
29
- Bahasa laporan menggunakan bahasa baku
- LHP memuat opini atau simpulan
- Opini atau simpulan menjawab tujuan
- LHP memuat rekomendasi
- Rekomendasi menghilangkan sebab
- Tanggapan pimpinan entitas yang diperiksa
- Pernyataan sesuai standar pemeriksaan
- LHP memuat gambaran umum pemeriksaan
- LHP memuat hasil pemeriksaan rinci
- Penanda tangan LHP
- Pengungkapan informasi rahasia
- Pengungkapan kecurangan/penyimpangan/ketidakpatutan
- Administrasi LHP
5. Pemantauan Tindak Lanjut Pemeriksaan
BPK dan/atau pempinan satker pelaksana BPK terkait mengembangkan dan
menyelenggarakan database pemantauan tindak lanjut hasil pemeriksaan. Pimpinan satker
pelaksana BPK terkait menyampaikan hasil pemantauan tindak lanjut sebagai bahan
penyusunan Ihktisar Hasil Pemeriksaan Semesteran kepada Ditama Revbang dhi. Direktorat
Evaluasi dan Pelaporan Pemeriksaan. BPK kemudian melaporkan hasil pemantauan tindak
lanjut kepada lembaga perwakilan dan memuat laporan tersebut dalam website BPK sehingga
dapat diakses publik. Laporan hasil pemantauan tindak lanjut disampaikan tepat waktu
kepada pihak yang berkepentingan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
dan/atau harapan penugasan atau kebijakan pemberi tugas dan/atau program pemeriksaan.
6. Evaluasi Pemeriksaan
Tim pemeriksa melakukan evaluasi secara mandiri pada setiap pemeriksaan yang
dilakukan. Evaluasi pemeriksaan secara intern tim pemeriksa dilakukan berjenjang oleh ketua
tim, pengendali teknis, dan penanggung jawab. Hasil evaluasi tersebut harus
didokumentasikan dalam kertas kerja pemeriksaan.
Pimpinan satker pelaksana BPK di bidang pemeriksaan melakukan evaluasi
pemeriksaan secara silang (cross review) apabila diperlukan. Evaluasi ini dilakukan oleh
pemeriksa lain pada satker tersebut yang tidak terlibat langsung pada pemeriksaan.
Penilaian kinerja pemeriksaan juga dilakukan secara reguler oleh pimpinan satker
pelaksana BPK di bidang pemeriksaan dan Inspektorat Utama (Itama). Di samping menilai
30
kinerja pemeriksaan, penilaian tersebut dilakukan untuk melihat pencapaian tujuan dan
harapan penugasan serta kesesuaian dengan standar dan pedoman yang ditetapkan. Hasil
penilaian tersebut harus didokumentasikan dalam kertas kerja pemeriksaan dan digunakan
untuk penyempurnaan LHP, KKP, dan penilaian kinerja pemeriksa.
31
BAB IV
SISTEM PEMEROLEHAN KEYAKINAN MUTU
A. Struktur Penilaian SPM
Sebagai suatu sistem, SPKM meliputi struktur, kebijakan, dan prosedur untuk menilai
pengaturan dan penyelenggaraan SPM. Struktur penilaian atau reviu SPM adalah sebagai
berikut:
1. Badan selaku penilai secara umum SPM BPK
2. Badan dapat menguasakan penilaian SPM tersebut kepada Inspektur Utama (Irtama)
BPK selaku pelaksana Badan di bidang pengawasan intern terkait pelaksanaan SPM dan
Auditor Utama (Tortama) Keuangan Negara selaku pelaksana Badan di bidang
pemeriksaan terkait penilaian kinerja pemeriksaan yang dilakukan pemeriksa.
3. Badan pemeriksa anggota organisasi badan pemeriksa dunia melakukan penilaian atau
peer review atas SPM BPK selama lima tahun sekali.
B. Prosedur Kegiatan Penilaian SPM
1. Perencanaan Penilaian SPM
Perencanaan penilaian SPM meliputi kegiatan-kegiatan sebelum penilaian dilakukan.
Perencanaan oleh Itama dilakukan sejak penyusunan rencana kegiatan sebagai bagian dalam
penyusunan anggaran dan persiapan penilaian sampai dengan penetapan program penilaian.
Secara lebih rinci dijelaskan pada uraian berikut:
a. Pengajuan Rencana Penilaian SPM
Rencana penilaian SPM oleh Itama atau oleh pihak luar dhi untuk peer review diajukan
sesuai dengan pengajuan anggaran Itama atau Ditama Revbang. Rencana penilaian SPM
– kinerja pemeriksaan oleh pimpinan satker pelaksana BPK bidang pemeriksaan
(Auditorat Keuangan Negara) dan/atau tim pemeriksa disesuaikan dengan anggaran
pemeriksaan masing-masing Auditorat Keuangan Negara (AKN).
b. Lingkup Penilaian SPM
Rencana penilaian SPM meliputi kegiatan dan anggaran yang dibutuhkan termasuk SDM
dan prasarananya dengan memperhatikan lingkup penilaian. Lingkup penilaian meliputi
keseluruhan unsur SPM atau hanya salah satu atau beberapa unsur SPM, seperti kinerja
pemeriksaan. Di dalam setiap tahun, lingkup tersebut diusulkan oleh Itama dan
ditetapkan oleh Badan. Hal tersebut mempertimbangkan ketentuan peer review sehingga
dalam periode lima tahun, keseluruhan unsur SPM dinilai paling tidak sekali.
32
c. Persiapan Penilaian SPM oleh Itama
Persiapan penilaian SPM oleh Itama meliputi kegiatan sebagai berikut:
1) pengumpulan data dan informasi obyek yang akan dinilai;
2) penetapan tim penilai dari penanggung jawab s.d anggota tim;
3) pemantauan tindak lanjut hasil penilaian sebelumnya;
4) pembicaraan awal dengan pimpinan objek yang akan dinilai;
5) penentuan kriteria penilaian;
6) pengidentifikasian risiko-risiko tidak terpenuhinya unsur SPM dan implementasinya;
7) penentuan lingkup penilaian; dan
8) penyusunan program penilaian SPM.
d. Kualifikasi Tim SPKM
Kualifikasi tim SPKM Itama adalah tim yang secara kolektif terdiri dari orang yang
memiliki kualifikasi sebagai berikut:
1) Kualifikasi pengalaman terhadap obyek yang direviu.
Kualifikasi ini dilihat dari pengalaman pereviu sebelumnya, baik ketika melakukan
reviu maupun melakukan pekerjaan atas obyek yang direviu. Misalnya, tim reviu
yang ditugaskan untuk mereviu unsur SPM kinerja pemeriksaan secara kolektif
memiliki orang yang berpengalaman melakukan reviu tersebut dan/atau melakukan
pemeriksaan.
2) Kualifikasi kemampuan analitis dan komunikasi.
Kualifikasi ini dilihat dari kemampuan analitis dan komunikasi pada pelaksanaan
reviu atau tugas-tugas sebelumnya dan/atau rekomendasi dari atasan langsung orang
yang ditugaskan.
3) Kualifikasi kemampuan merancang dan mengelola (managerial).
Kualifikasi ini dilihat dari pengalaman dan pekerjaan sebelumnya baik di bidang
fungsional maupun di bidang struktural.
e. Struktur tim reviu Itama
Tim penilaian SPM yang dibentuk Itama terdiri dari penanggung jawab, pengendali
teknis, ketua tim, dan anggota tim. Setiap peran tersebut memiliki tugas dan tanggung
jawab yang berbeda-beda yang disesuaikan dengan tugas dan tanggung jawab suatu tim
pemeriksaan pada umumnya.
f. Program Penilaian SPM dan Surat Tugas
Tim penilaian SPM yang dibentuk oleh Itama melakukan tugasnya dengan terlebih
dahulu menyusun suatu program penilaian SPM disertai dengan konsep surat tugas
33
penilaian SPM. Program penilaian SPM ditandatangani oleh penanggung jawab dan
disetujui oleh Irtama. Program yang telah disetujui Irtama disampaikan oleh Irtama
kepada Wakil Ketua beserta surat tugas untuk mendapatkan persetujuan.
g. Persiapan Peer Review
Persiapan penilaian SPM oleh pihak luar (peer review) dilakukan oleh satker pelaksana
BPK yang terkait dengan unsur-unsur SPM. Selain itu, Itama menyiapakan anggaran,
menyusun kerangka acuan kerja, melakukan komunikasi dan hubungan dengan calon
peer reviewer, menyiapkan permintaan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat,
memproses pengadaan jasa, dan membentuk tim pendamping peer review. Persiapan
teknis peer review dilakukan secara independen oleh pereviu dari badan pemeriksa yang
ditunjuk.
h. Persiapan Penilaian Kinerja Pemeriksaan
Persiapan penilaian SPM oleh pimpinan satker pelaksana BPK di bidang pemeriksaan
dan/atau tim pemeriksa terhadap unsur SPM kinerja pemeriksaan dilakukan pada saat
pemeriksaan (perencanaan s.d. pemantauan tindak lanjut). Pimpinan satker pelaksana
BPK di bidang pemeriksaan atau penanggung jawab pemeriksaan dapat menentukan
bentuk penilaian kinerja pemeriksaan yang akan dilakukan di dalam program
pemeriksaan, seperti dilakukannya cross review oleh pemeriksa lain di BPK dalam satu
penanggung jawab atau antar penanggung jawab.
2. Pelaksanaan Penilaian SPM
Pelaksanaan penilaian SPM dilakukan dengan menilai pengaturan dan
penyelenggaraan SPM sesuai dengan petunjuk pelaksanaan yang mengatur SPM dan program
pemeriksaan untuk unsur SPM kinerja pemeriksaan. Pelaksanaan penilaian SPM tersebut
dapat dibedakan antara pelaksanaan penilaian oleh Itama atau pihak lain dan oleh pimpinan
satker pelaksana BPK di bidang pemeriksaan atau tim pemeriksaan. Secara lebih rinci
dijelaskan pada uraian berikut:
a. Reviu tingkat tim pemeriksa dan/atau tingka pimpinan satker bidang pemeriksaan
Pelaksanaan pengujian SPM pada satker pelaksana BPK di bidang pemeriksaan atau tim
pemeriksa dilakukan dengan menguji KKP dengan menggunakan kuesioner dan reviu
dokumen. Setelah pengujian KKP tersebut, maka KKP diberi tanda telah dilakukan
pengendalian mutu tingkat tim pemeriksa dan/atau pimpinan satker pelaksana BPK di
bidang pemeriksaan.
34
b. Metode pengujian
Pengujian pengaturan dan penyelenggaraan SPM dilakukan tim Itama atau pihak lain
melalui penyampaian kuesioner, wawancara, reviu dokumen, dan pengamatan langsung.
Reviu dokumen berupa KKP harus memperoleh persetujuan pimpinan satker pelaksana
BPK di bidang pemeriksaan dan/atau penanggung jawab pemeriksaan terkait sehingga
tanda telah dilakukan pengendalian mutu tingkat tim pemeriksa dan/atau pimpinan satker
pelaksana BPK di bidang pemeriksaan dapat dibuka. Setelah selesai reviu oleh tim Itama,
KKP dikembalikan, direviu, dan ditandai telah dilakukan pengendalian intern tingkat tim
pemeriksa, pimpinan satker pelaksana BPK di bidang pemeriksaan, dan Itama.
c. Lingkup pengujian
Pelaksanaan penilaian SPM oleh Itama atau pihak lain dilakukan atas seluruh atau
sebagian unsur SPM tergantung pada program penilaian atau kerangkan acuan kerja
yang ditetapkan. Pelaksanaan penilaian SPM tersebut meliputi antara lain keandalan
desain SPM dan keefektifan implementasi SPM. Pelaksanaan penilaian atas unsur-unsur
SPM secara rinci dapat dilakukan dengan mengidentifikasi masing-masing unsur SPM.
Hasil pelaksanaan penilaian SPM didokumentasikan dalam kertas kerja penilaian SPM.
Kertas kerja penilaian SPM tersebut direviu secara berjenjang oleh ketua tim, pengendali
teknis, dan penanggung jawab. Kertas kerja yang terlah direviu penanggung jawab
disampaikan kepada Irtama dan diberikan tanda telah direviu.
d. Temuan
Hasil pelaksanaan penilaian berupa temuan-temuan penilaian SPM yang memuat fakta
atau kondisi, kriteria, akibat, dan sebab. Temuan tersebut dibahas dengan pimpinan
objek yang dinilai yang harus memberikan tanggapan tertulis atas temuan dimaksud.
e. Kegiatan Pelaksanaan Penilaian SPM
Pelaksanaan penilaian SPM oleh Itama atau pihak luar dimulai dan diakhiri dengan
diadakannya pertemuan resmi antara tim pereviu berserta pimpinan objek yang dinilai.
Setelah pertemuan awal, tim penilaian SPM dari Itama melakukan pengumpulan bukti
penilaian melalui wawancara dan pereviuan dokumen yang diperoleh. Hasil wawancara
dan pereviuan dokumen tersebut digunakan untuk penyusunan temuan penilaian SPM
yang akan dibahas dengan pimpinan objek yang direviu untuk memperoleh tanggapan.
Selanjutnya, pelaksanaan penilaian SPM diakhiri dengan pertemuan akhir. Hasil awal
dan pertemuan akhir didokumentasikan dalam suatu risalah yang ditandatangani oleh
ketua tim.
35
f. Pelaksaan penilaian SPM
Pelaksanaan penilaian SPM kinerja pemeriksaan oleh pimpinan satker pelaksana BPK di
bidang pemeriksaan atau tim pemeriksa dilaksanakan pada saat pemeriksaan. Hasil
penilaian berupa hasil reviu yang tertuang di dalam kertas kerja penilaian SPM.
Pelaksanaan penilaian kinerja pemeriksaan tersebut dilakukan dengan:
1) mengidentifikasi kinerja pemeriksaan melalui kuesioner.
2) mereviu dokumentasi pemeriksaan atau kertas kerja pemeriksaan;
3) mewancarai pemeriksa yang ditugaskan.
3. Pelaporan Hasil Penilaian
Pelaporan hasil reviu dilakukan setelah tahap pelaksanaan baik oleh Itama maupun
oleh pihak luar yang melakukan peer review. Laporan penilaian SPM oleh AKN atau tim
pemeriksa tidak dibuat secara khusus, tetapi terungkapkan hasil penilaiannya di dalam KKP.
a. Proses Pelaporan
Berdasarkan temuan dan tanggapan yang diperoleh, laporan hasil penilaian SPM disusun
oleh ketua tim penilaian SPM, dibahas dengan pengendali teknis, dan disetujui oleh
penanggung jawab, serta disampaikan oleh penanggung jawab kepada Irtama.
b. Isi Laporan
Laporan hasil penilaian SPM memuat simpulan keandalan desain SPM dan keefektifan
implementasi SPM. Apabila ditemukan permasalahan terkait desain dan implementasi
SPM, laporan memuat penjelasan permasalahan tersebut dalam laporan setelah simpulan
disertai dengan tanggapan objek yang direviu dan saran perbaikannya.
c. Distribusi Laporan Penilaian SPM
Laporan disampaikan oleh Irtama kepada pejabat setingkat eselon I terkait obyek yang
dinilai dengan tembusan kepada Wakil Ketua dan Anggota Badan terkait. Laporan hasil
penilaian SPM oleh Irtama dapat disampaikan kepada pihak lain dengan persetujuan
Badan.
d. Distribusi Hasil Peer Review
Laporan hasil peer review dari pihak luar disampaikan kepada Badan dhi Ketua BPK.
Penyampaian laporan tersebut kepada pihak luar BPK seperti pimpinan DPR dilakukan
berdasarkan persetujuan Badan.
36
4. Tindak Lanjut Hasil Penilaian SPM
Tindak lanjut hasil penilaian SPM menjadi tanggung jawab pimpinan satuan kerja
pelaksana BPK yang mengelola obyek yang dinilai atau tim pemeriksa terkait penilaian
kinerja pemeriksaan. Tindak lanjut tersebut harus dijabarkan dengan rencana aksi dari
pimpinan satker dimaksud yang disetujui oleh pejabat eselon I dengan tembusan pada
Anggota Badan terkait. Tindak lanjut hasil penilaian dalam tim pemeriksa langsung
dilakukan dalam tahapan pemeriksaan dan terlihat pada KKP.
5. Pemantauan Tindak Lanjut Hasil Penilaian SPM
Pemantauan tindak lanjut penilaian SPM dilakukan oleh Itama, Laporan hasil
pemantauan disampaikan oleh Irtama kepada Pejabat Eselon I terkait dengan tembusan
kepada BPK (Badan). Sedangkan pemantauan tindak lanjut oleh pimpinan satker pelaksana
BPK di bidang pemeriksaan atau tim pemeriksa dilakukan dalam proses pemeriksaan yang
tertuang di dalam kertas kerja pemeriksaan.
6. Pengevaluasan Tim Penilaian SPM
Pengevaluasan tim penilaian SPM dilakukan oleh Irtama dengan laporan penilaian
kinerja tim dari penanggung jawab dan meminta pejabat setingkat Eselon I terkait umpan
balik atas penilaian SPM yang dilakukan oleh tim Itama dan pihak luar. Berdasarkan hal
tersebut, Irtama melakukan penilaian kinerja tim penilaian SPM yang bermanfaat sebagai
pertimbangan untuk penentuan tim penilaian SPM berikutnya.
37
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2009. Petunjuk Pelaksanaan Sistem
Pemerolehan Keyakinan Mutu.