POTENSI FORMULASI SEDIAAN SABUN PADAT MINYAK
KELAPA DENGAN PENGISI KAOLIN SEBAGAI MEDIA
PEMBERSIH NAJIS MUGHALLAZAH
SKRIPSI
Oleh
VERA DIANA BR PANJAITAN
150405053
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
AGUSTUS 2020
Universitas Sumatera Utara
POTENSI FORMULASI SEDIAAN SABUN PADAT MINYAK
KELAPA DENGAN PENGISI KAOLIN SEBAGAI MEDIA
PEMBERSIH NAJIS MUGHALLAZAH
SKRIPSI
Oleh
VERA DIANA BR PANJAITAN
150405053
SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN
PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
AGUSTUS 2020
Universitas Sumatera Utara
ii
Universitas Sumatera Utara
iii
Universitas Sumatera Utara
iv
Universitas Sumatera Utara
v
PRAKATA
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Proposal Penelitian yang berjudul
”Potensi Formulasi Sediaan Sabun Padat Minyak Kelapa dengan Pengisi
Kaolin sebagai Media Pembersih Najis Mughallazah” dengan sebaik-baiknya.
Selama pelaksanaan dan penulisan proposal penelitian ini, penulis
dibantu oleh banyak pihak, sehingga dalam kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Ibu Dr. Ir. Lilis Sukeksi MSc, Ph.D sebagai Dosen Pembimbing dan Ibu ke-
2 saya yang telah banyak memberikan ilmu dan arahan dalam pelaksanaan
penelitian dan penyelesaian penulisan buku Skripsi ini.
2. Ibu Dr. Ir. Iriany M.Si sebagai Dosen Penguji sekaligus dosen yang
memberi banyak masukan serta andil dalam proses penelitian saya dan
penulisan buku Skripsi ini.
3. Ibu Dra. Siswarni, MZ, MS, sebagai Dosen Penguji yang telah memberikan
arahan dan saran dalam proposal penelitian dan penyelesaian buku Skripsi
ini.
4. Bapak Bambang Trisakti, S.T., M.T. sebagai Koordinator Penelitian
Departemen Teknik Kimia, Universitas Sumatera Utara.
5. Ibu Ir. Maya Sarah, S.T., M.T., Ph.D., IPM sebagai Ketua Departemen
Teknik Kimia, Ibu Ir. Erni Misran, S.T., M.T., PhD. selaku Sekretaris
Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
6. Seluruh Dosen/Staff Pengajar dan Pegawai Administrasi Departemen
Teknik Kimia yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat dan
bantuan kepada penulis selama menjalankan perkuliahan.
7. Orang tua yang telah banyak memberikan dukungan baik materil maupun
spiritual.
Universitas Sumatera Utara
vi
8. Partner penelitian penulis, Maria Grace yang telah bekerja sama dengan v
penulis dalam penelitian ini serta memberikan dukungan, motivasi dan doa
kepada penulis
9. Sahabat Jsquad, khususnya Rafika Husna, Nur Aina Ramadhani Purba, Riri
Adolina Siregar, Mhd Dedi Anggreawan, Axel Try Ido Dealy, Yuda Wibi
Ananda yang yang telah memberikan banyak pembelajaran hidup,
dukungan, semangat, doa dan kenangan yang tak terlupakan kepada penulis.
10. Syamsuddin Nur yang telah memberikan banyak waktu, tenaga, dukungan,
semangat, doa dan kenangan yang tak terlupakan kepada penulis.
11. TRP Kece, Me& Coffee Works Team dan Tim Artsari yang tetap profesional
dalam menyelesaikan tugas serta memberikan banyak dukungan, semangat
dan doa kepada penulis.
12. Teman-teman angkatan 2015 beserta senior maupun junior yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu di Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara
yang telah membantu penyelesaian penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa laporan hasil penelitian ini masih banyak
terdapat kekurangan, oleh karena itu sangat diharapkan adanya kritik dan saran
yang membangun agar tulisan ini lebih baik lagi ke depannya.
Medan, 19 Juni 2020
Penulis
Vera Diana Br Panjaitan
Universitas Sumatera Utara
vii
DEDIKASI
Skripsi ini saya persembahkan untuk:
Kedua orang tua tercinta Ayah Rudi Panjaitan dan
Ibu Sri Rahayu
Ayah dan Ibu adalah orang tua hebat yang telah
membesarkan, mendidik, memberikan motivasi, dan
mendukung dengan penuh kesabaran dan kasih sayang.
Terima kasih atas pengorbanan, nasehat dan do’a yang
tiada hentinya diberikan selama ini.
Terima kasih juga kepada adik-adik tercinta Dita Amanda
Br Panjaitan, Kasih Aqila Bilqis Br Panjaitan, Raja
Pambarobo Panjaitan atas semangat, dukungan, serta do’a
yang telah diberikan.
Semoga kiranya Allah SWT selalu meridhoi segala jerih payah mereka serta memberikan balasan yang terbaik bagi
mereka
Universitas Sumatera Utara
viii
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Nama: Vera Diana Br Panjaitan
Nim: 150405053
Tempat/tanggal Lahir: Bandar Pulau/ 02-03-
1998
Nama Orang Tua: Rudi Panjaitan dan Sri
Rahayu
Alamat Orang Tua:
Dusun 1 Bandar Pulau, Kab. Asahan,
Sumatra Utara 21274
Asal Sekolah:
• SDN 013831 Padang Pulau (2003-2009)
• SMP N 1 Bandar Pulau (2009-2012)
• SMA N 1 Kisaran (2012-2015)
Beasiswa yang pernah diperoleh:
1. Bantuan Belajar Mahasiswa (2016-2018)
2. Peningkatan Prestasi Akademik (2019)
Pengalaman Organisasi/ Kerja:
1. Covalen Study Group 2016- Sekretasi Bidang Hubungan Masyarakat
2. PEMA Fakulta Teknik USU 2018-Sekretasi Bidang Hubungan
Masyarakat
Artikel yang telah dipublikasikan dalam jurnal/pertemuan ilmiah:
1. Journal of Physics: Conference Series, Volume 1542, TALENTA-
International Conference on Science and Technology 2019 3 October
2019, Medan, Indonesia dengan judul “Preparation and
Characterization of Coconut Oil Based Soap with Kaolin as Filler”
Prestasi Akademmik/ Non Akademik yang pernah dicapai:
1.
Universitas Sumatera Utara
ix
Potensi Formulasi Sediaan Sabun Padat Minyak Kelapa dengan Pengisi
Kaolin sebagai Media Pembersih Najis Mughallazah
ABSTRAK
Al-Qur’an menjelaskan najis mughallazah harus disucikan menggunakan air
sebanyak 7 kali dan salah satunya menggunakan tanah. Penambahan tanah liat
pada sabun membantu menghilangkan DNA najis yang melekat dipermukaan
kulit. Penelitian ini diadakan untuk mengetahui pengaruh jumlah pengisi kaolin
dan suhu reaksi terhadap kualitas sabun; mengetahui apakah formula sabun
memenuhi syarat mutu SNI serta mengetahui apakah formula sabun mampu
menghilangkan residu DNA Babi menggunakan analisa metode PCR. Reaksi
dirancang pada 4 suhu reaksi (50ºC; 60ºC; 70 ºC; 80ºC), konsistensi kaolin (10%;
12,5%; 15%; 17,5% dan 20%). Proses reaksi penyabunan menggunakan minyak
kelapa 70 gram dan NaOH 35% dilakukan diatas hotplate selama 10 menit dengan
kecepatan pengadukan 250 rpm. Semua variasi sabun yang dihasilkan dilakukan
pengujian sesuai SNI 3532:2016, lalu varian terbaik dari sabun akan digunakan
sebagai sampel untuk menghilangkan residu DNA babi pada tangan manusia
dengan analisa metode PCR. Hasil penelitian menunjukkan semua variasi sabun
memenuhi standar SNI. Meningkatnya jumlah pengisi kaolin dan suhu reaksi pada
sabun padat menjadikan sabun padat yang dihasilkan memiliki kadar air dan pH
yang semakin besar, kadar asam lemak bebasnya semakin menurun, kekerasan
sabun lebih rendah, serta tidak mempengaruhi stabilitas busa pada sabun. Hasil
terbaik didapat pada sabun 15% pada suhu reaksi 50ºC yang memiliki
karakteristik kekerasan sabun mendekati sabun konvensional dan 17,5% pada
suhu reaksi 60ºC dengan karakteristik kadar air dan tampilan organoleptik yang
baik. Sabun padat variasi terbaik yang digunakan untuk menghilangkan residu
DNA babi mampu menghilangkan DNA najis yang dioleskan ketangan manusia
pada pencucian pertama. Sedangkan perbandingan pencucian DNA menggunakan
air mengalir dan Sabun konvensional menunjukkan sisa DNA pada elektroforesis
PCR. Formulasi sabun padat kaolin yang dihasilkan dapat menghilangkan DNA
serta memenuhi standart SNI 06-3532-2016.
Kata kunci: minyak kelapa, kaolin, najis mughallazah, sabun.
Universitas Sumatera Utara
x
Potential Formulation of Coconut Oil Solid Soap Preparation with Kaolin
Filling as Najis Mughallazah Cleansing Media
ABSTRACT
Al-Qur'an explains that the mughallazah najis must be purified using water 7
times and one of them uses soil. Adding clay to soap helps remove the unclean
DNA that sticks to the surface of the skin. This research was conducted to
determine the effect of the amount of kaolin filler and the reaction temperature on
the quality of soap; knowing whether the soap formula meets the SNI quality
requirements and knowing whether the soap formula is able to remove pig DNA
residues using PCR analysis method. The reaction was designed at 4 reaction
temperatures (50ºC; 60ºC; 70ºC; 80ºC), the consistency of kaolin (10%; 12.5%;
15%; 17.5% and 20%). The sapling reaction process using coconut oil 70 grams
and 35% NaOH is carried out on a hotplate for 10 minutes with a stirring speed of
250 rpm. All variations of the soap produced are tested according to SNI 3532:
2016, Then the best variant of soap will be used as a sample to remove pig DNA
residues in human hands by PCR analysis. The results showed that all variations
of soap met SNI standards. The increasing number of kaolin fillers and the
reaction temperature of the solid soap made the resulting solid soap have a greater
water content and pH, decreased free fatty acid content, lower soap hardness, and
did not affect the stability of the foam in the soap. The best results were obtained
for 15% soap at a reaction temperature of 50 ° C which had soap hardness
characteristics close to conventional soap and 17.5% at a reaction temperature of
60 ° C with good moisture content and organoleptic appearance characteristics.
The best variety of solid soap used to remove pig DNA residues is capable of
removing unclean DNA that is applied to human hands on the first wash.
Meanwhile, the comparison of DNA washing using running water and
conventional soap shows the residual DNA on PCR electrophoresis. The resulting
kaolin solid soap formulation can remove DNA and meet SNI 06-3532-2016
standards.
Keyword: coconut oil, kaolin, najis mughallazah, soap.
Universitas Sumatera Utara
xi
DAFTAR ISI
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ii
PENGESAHAN SKRIPSI iii
LEMBAR PERSETUJUAN iv
PRAKATA v
DEDIKASI vii
RIWAYAT HIDUP PENULIS viii
ABSTRAK ix
ABSTRACT x
DAFTAR ISI xi
DAFTAR GAMBAR xiv
DAFTAR TABEL xvi
DAFTAR LAMPIRAN xvii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 LATAR BELAKANG 1
1.2 RUMUSAN MASALAH 4
1.3 TUJUAN PENELITIAN 4
1.4 MANFAAT PENELITIAN 4
1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6
2.1 SABUN 6
2.1.1 Minyak Kelapa 7
2.1.2 Tanah 8
2.1.3 Natrium Hidroksida (NaOH) 10
2.2 REAKSI SAFONIFIKASI 11
2.3 NAJIS 13
2.4 JENIS – JENIS PROSES PEMBUATAN SABUN 14
2.4.1 Proses Panas 14
2.4.2 Proses Dingin 14
2.5 POLIMERASE CHAIN REACTION (PCR) 15
2.5.1 Pengertian Polimerase Chain Reaction (PCR) 15
Universitas Sumatera Utara
xii
2.5.2 Langkah – Langkah PCR (Polimerase Chain Reaction) 16
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17
3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17
3.2 ALAT DAN BAHAN 17
3.2.1 Peralatan Penelitian 17
3.2.2 Bahan Penelitian 17
3.3 PROSEDUR PENELITIAN 18
3.3.1 Pembuatan Sabun Sabun Padat Berpengisi Kaolin 18
3.3.2 Proses Analisa Sabun 19
3.3.2.1 Pemeriksaan Bilangan Penyabunan 19
3.3.2.2 Pemeriksaan Kadar Air Pada Sabun 20
3.3.2.3 Pemeriksaan Kadar Alkali Bebas 20
3.3.2.4 Pengukuran Stabilitas Busa 21
3.3.2.5 Pengukuran/Pemeriksaan Derajat Keasaman (pH) 20
3.3.2.6 Analisa Kekerasan Sabun 21
3.3.3 Prosedur Analisa PCR 22
3.3.3.1Persiapan Sampel 22
3.3.3.2 Isolasi DNA 22
3.3.3.3 Uji Kemurnian DNA 23
3.3.3.4 Amplifikasi PCR 23
3.3.3.5 Elektoforesis Hasil Ampilfikasi 23
3.5 FLOWCHART PERCOBAAN 24
3.5.1 Pembuatan Sabun 24
3.5.2 Analisa Bilangan Penyabunan 25
3.5.3 Analisa Kadar Air Sabun 26
3.5.4 Analisa Kadar Alkali Bebas 27
3.5.5 Pengukuran Stabilitas Busa 28
3.5.6 Pengukuran/Pemeriksaan Derajat Keasaman (pH) 29
3.5.7 Pengukuran Kekerasan Sabun 29
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 ANALISA MUTU SABUN 30
4.1.1 Analisis Kadar Alkali Bebas pada Sedian Sabun Samak
Universitas Sumatera Utara
xiii
dengan Penambahan Kaolin 30
4.1.2 Pengaruh Penambahan Kaolin terhadap Kadar Air
Sabun Samak 31
4.1.3 Pengaruh Penambahan Kaolin terhadap Kadar Asam
Lemak Bebas Sabun Samak 32
4.1.4 Pengaruh Penambahan Kaolin terhadap Derajat
Keasaman (pH) Sabun Samak 34
4.1.5 Pengaruh Penambahan Kaolin terhadap Stabilitas Busa
Sabun 35
4.1.6 Pengaruh Penambahan Kaolin terhadap Nilai Kekerasan
Sabun 37
4.2 POTENSI SABUN SAMAK MENGHILANGKAN
NAJIS MUGHALAZAH (DNA BABI) 38
4.3 KOMPOSISI KANDUNGAN KAOLIN (Si DAN Al)
PADA SEDIAAN SABUN SAMAK 43
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 45
5.1 KESIMPULAN 45
5.2 SARAN 45
DAFTAR PUSTAKA 46
Universitas Sumatera Utara
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Serbuk Kaolin 9
Gambar 2.2 Struktur Molekul Kaolin 10
Gambar 2.3 Reaksi Safonifikasi (Penyabunan) 11
Gambar 3.1 Flowchart Pembuatan Sabun 22
Gambar 3.2 Flowchart Analisa Bilangan Penyabunan 23
Gambar 3.3 Flowchart Analisa Kadar Air Sabun 24
Gambar 3.4 Flowchart Analisa Kadar Alkali Bebas 25
Gambar 3.5 Flowchart Pengukuran Stabilitas Busa 26
Gambar 3.6 Flowchart Pengukuran/Pemeriksaan Derajat Keasaman (pH) 27
Gambar 3.7 Flowchart Pengukuran Kekerasan Sabun 27
Gambar 4.1 Larutan Sabun berpengisi Kaolin 10% (a) Sebelum Titrasi,
(b Setelah Titrasi 30
Gambar 4.2 Pengaruh Penambahan Kaolin terhadap Kadar Air Sabun Padat 31
Gambar 4.3 Pengaruh Penambahan Kaolin terhadap Kadar Asam
Lemak Bebas Sabun 33
Gambar 4.4 Pengaruh Penambahan terhadap Derajat Keasaman (pH)
Sabun Samak 34
Gambar 4.5 Pengaruh Penambahan Kaolin terhadap Stabilitas Busa Sabun 36
Gambar 4.6 Pengaruh Penambahan Kaolin terhadap Kekerasan Sabun 37
Gambar 4.7 Penghilangan DNA dengan Air 39
Gambar 4.8 Penghilangan DNA dengan Sabun X 40
Gambar 4.9 Penghilangan DNA Babi dengan Sabun Samak 41
Gambar 4.9 Kandungan Sabun Samak 17,5% (60ºC) 43
Gambar 4.10 Kandungan Sabun Samak 15% (50ºC) 44
Gambar LC.1 Foto Hasil Pembuatan Sabun Samak 55
Gambar LC.2 Foto Hasil Pengujian Kadar Air 55
Gambar LC.4 Foto Hasil Pengujian Kadar Alkali Bebas 56
Gambar LC.5 Foto Hasil Pengukuran Stabilitas Busa 56
Gambar LC.6 Foto Hasil Pengukuran Derajat Keasaman 57
Gambar LC.8 Foto Hasil Pengujian Bilangan Penyabunan 57
Universitas Sumatera Utara
xv
Gambar LC.9 Foto Hasil Pengujian Kekerasan Sabun Samak 58
Gambar LC.10 Foto Hasil Pengujian Kekerasan Sabun X
Sebagai Pembanding 58
Gambar LD. 1 Hasil Uji SEM Sabun Samak 17,5% (60ºC)
dengan Perbesaran 1500 X 59
Gambar LD. 2 Hasil Uji SEM Sabun Samak 17,5% (60ºC)
dengan Perbesaran 1000 X 59
Gambar LD. 3 Hasil Uji EDX Sabun Samak 17,5% (60ºC) 60
Gambar LD. 4 Hasil Uji SEM Sabun Samak 15% (60ºC)
dengan Perbesaran 1000 X 61
Gambar LD. 5 Hasil Uji SEM Sabun Samak 15% (60ºC)
dengan Perbesaran 1500 X 61
Gambar LD. 6 Penghilangan DNA dengan Air dan Sabun X 63
Gambar LD. 7 Penghilangan DNA Babi dengan Sabun Samak 64
Universitas Sumatera Utara
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Penelitian-penelitian Terdahulu tentang Pembuatan Sabun Padat
dengan Menggunakan Pengisi Kaolin 3
Tabel 2.1 Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa 8
Tabel 2.2 Kategori Najis dan Metode Pembersihannya 13
Tabel 3.1 Syarat Mutu Sabun Mandi 18
Universitas Sumatera Utara
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN A DATA PENELITIAN 51
LA.1 PENGUJIAN SABUN SAMAK 51
LAMPIRAN B CONTOH PERHITUNGAN 52
LB.1 PERHITUNGAN KADAR AIR 52
LB.2 PERHITUNGAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS 52
LB.3 PERHITUNGAN BILANGAN PENYABUNAN 52
LB.4 PERHITUNGAN STABILITAS BUSA 53
LAMPIRAN C DOKUMENTASI PENELITIAN 54
LC.1 HASIL PEMBUATAN SABUN SAMAK 54
LC.2 HASIL PENGUJIAN KADAR AIR 54
LC.3 HASIL PENGUJIAN KADAR ALKALI BEBAS 55
LC.4 HASIL PENGUKURAN STABILITAS BUSA 55
LC.5 HASIL PENGUKURAN DERAJAT KEASAMAN 56
LC.6 HASIL PENGUJIAN BILANGAN PENYABUNAN 56
LC.7 HASIL PENGUJIAN KEKERASAN SABUN 57
LAMPIRAN D HASIL UJI LABORATORIUM 58
LD.1 HASIL UJI SEM – EDX 58
LD.1.1 Hasil Uji pada Sabun Samak 17,5% (60ºC) 58
LD.1.2 Hasil Uji pada Sabun Samak 15% (50ºC) 60
LD.2 HASIL PENGUJIAN DNA PADA PCR 62
Universitas Sumatera Utara
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Sabun adalah senyawa natrium atau kalium dengan asam lemak dari minyak
nabati dan atau lemak hewani dan berbentuk padat, lunak atau cair, serta berbusa
(Langingi, dkk., 2012). Dua komponen utama penyusun sabun adalah asam lemak
dan alkali. Pemilihan jenis asam lemak menentukan karakteristik sabun yang
dihasilkan. Komponen minyak kelapa murni terdiri dari asam lemak jenuh (90%).
Kandungan asam lemak jenuh tersebut adalah asam lemak laurat (Widyasanti, dkk.,
2017). Sabun digunakan sebagai pembersih, dengan menambahkan zat pewangi,
dan bahan lainnya yang tidak membahayakan kesehatan (Langingi, dkk., 2012).
Globalisasi, perdagangan bebas dan Masyarakat Ekonomi Asia (MEA) dewasa
ini berdampak meningkatnya peredaran produk makanan, minuman dan kosmetik
baik lokal maupun impor di masyarakat. Jaminan Produk Halal menjadi penting
mengingat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pangan, obat-obatan,
dan kosmetik yang berkembang pesat. Oleh karena itu lahirlah UU No.33 Tahun
2014 tentang perlindungan konsumen untuk produk halal merepresentasikan
tanggung jawab negara khususnya terhadap umat islam, untuk melindungi dan
memberikan rasa tenang dan aman dalam menggunakan produk yang sesuai syariat
yakni halal dan thoyib (Hasan, 2014). Kata halâl berasal dari bahasa Arab yang
berarti “melepaskan” dan “tidak terikat”, secara etimolgis halâl berarti hal-hal yang
boleh dan dapat dilakukan karena bebas atau tidak terikat dengan ketentuan-
ketentuan yang melarangnya (Adam, 2017). Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-
obatan dan Kosmetika (LP POM) Majelis Ulama Indonesia adalah lembaga yang
bertugas untuk meneliti, mengkaji, menganalisis, dan memutuskan produk-produk
baik pangan dan turunannya, obat-obatan dan kosmetika apakah aman baik dari sisi
kesehatan dan sisi agama Islam (yakni halal dan baik untuk dikonsumsi bagi umat
Islam) khususnya di wilayah Indonesia, memberikan rekomendasi, merumuskan
ketentuan dan bimbingan kepada masyarakat (Chairunisyah, 2017).
Dengan adanya perkembangan deteksi komponen non-halal tersebut maka para
peneliti bidang halal pasti akan bersentuhan dengan derivat babi (daging, lemak
Universitas Sumatera Utara
2
ataupun gelatin). Selain itu, babi dan anjing adalah hewan yang akrab dengan dunia
kedokteran, farmasi dan juga pemelihara anjing beragama islam. Semua yang berasal
dari sentuhan babi dan anjing adalah najis mughallazah. Apabila sesuatu terkena
najis ini, ia mestilah dibasuh sebanyak tujuh kali. Salah satu daripadanya ialah
dengan air yang bercampur tanah (Sidek dan Ridwan, 2018). Seiiring dengan
perkembangan zaman dan teknologi, penghilangan najis dengan menggunakan
debu/tanah dirasa kurang praktis dikehidupan modern, maka muncullah ide untuk
mengkombinasikan tanah didalam sabun sebagai pembersih yang lebih praktis untuk
kegunaan bersuci.
Semua bahan anorganik padatan dari tanah memiliki daya serap terhadap
hampir semua partikel, molekul, dan ion-ion yang masuk ke dalam struktur tanah
melalui pelarutan dengan air, bahkan lebih lanjut dapat mengamobilisasi semua
bentuk sel mikroorganisme. Sifat tersebut berasal dari kerangka struktur umum
senyawa-senyawa silikat dan aluminosilikat yang bermuatan, mampu berinteraksi
melalui mekanisme ionik maupun kepolaran (Suhendar, 2017). Lempung atau tanah
liat merupakan suatu produk yaitu hasil pelapukan dari batuan keras (Gonggo,dkk.,
2013), mineral tanah liat digunakan sebagai bahan aktif dalam kosmetik serta masker
wajah, karena tingkat adsorbensi yang tinggi dari zat-zat seperti minyak, racun, dan
lain – lain. Adapun tanah, jika dipertimbangkan sebagai representasi senyawa-
senyawa aluminosilikat, memiliki kemampuan membersihkan kotoran seperti najis
berat yang berasal dari air liur anjing, termasuk kandungan mikroorganisme-
mikroorganisme yang ada di dalamnya (Suhendar, dkk., 2013).
Tanah liat juga digunakan dalam krim, bubuk dan emulsi sebagai antiperspiran
dan untuk menghilangkan kilau dan menutupi noda. Mineral tanah liat seperti kaolin,
smektit, talc dan palygorskite sering digunakan (Carretero, 2002). Kaolin merupakan
masa batuan yang tersusun dari material lempung yang berwarna putih atau agak
keputihan. Kaolin tidak menyerap air sehingga tidak dapat mengembang jika
dicampurkan dengan air (Luftinor, 2018). Tambahan tanah liat (Kaolin)
dimaksudkan sebagai media tanah penghilang najis mughallazah.
Pemanfaatan Kaolin untuk pengisi sabun padat telah dilaporkan sebelumnya.
Adapun penelitian-penelitian terdahulu tentang pembuatan sabun padat kaolin
disajikan pada Tabel 1.1 berikut:
Universitas Sumatera Utara
3
Tabel 1.1 Penelitian-penelitian Terdahulu tentang Pembuatan Sabun Padat dengan Menggunakan Pengisi Kaolin
No Nama
Peneliti Judul Penelitian
Variabel Hasil Penelitian
Tetap Berubah
1. Aja dan
Gbonhinor
, 2013
Physical Properties
of Kaolin Used In
Soap Production In
Nigeria
• Waktu pengadukan
= 5 menit
• Jumlah sampel =
30 gram
• Pelarut aquadest =
1000 Cl
• Variasi produk sampel =
Patterson Zochonis,
International Equitable
Association, Lever
Brothers Nigeria
• Variasi jenis Kaolin =
Brownish, Yelllowis, off-
white
Kinerja setiap distribusi ukuran partikel
disetiap sampel sabun berbeda
menunjukkan bahwa kaolin diendapkan
dalam kondisi yang sama. Tekstur
butiran halus dari kaolin membuatnya
berguna sebagai pengisi dalam produksi
sabun, kosmetik, dan juga industri
farmasi.
2. Kasim,
dkk., 2014
New Approach of
Samak Clay Usage
for Halal Industry
Requirement
Rasio pengenceran 1:
2.5 (kaolin: air)
diaduk selama 2 menit
• Variasi asal kaolin =
standart, Tapaah,
Bercham, Sayong
Semua sampel tanah liat memenuhi
kriteria yang diperlukan. Oleh karena
itu, mereka dapat digunakan sebagai
agen pembersih samak yang berlaku
untuk industri halal seperti dalam
makanan, farmasi, kosmetik dan
logistik. Pengembangan spesifikasi dan
standar tanah liat samak untuk aplikasi
pembersihan Islami dapat secara
signifikan berkontribusi pada
pertumbuhan industri halal secara
keseluruhan dan meningkatkan tingkat
kepercayaan konsumen terhadap produk
halal.
Universitas Sumatera Utara
4
Berdasarkan Tabel 1.1 Kaolin sudah pernah digunakan dalam pembuatan sabun
tetapi pengaruh penambahan kuantitas kaolin pada sabun terhadap hasil akhir sabun
belum pernah diteliti sebelumnya. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengkaji
pengaruh penambahan konsistensi kaolin terhadap hasil akhir sabun, diharapkan
penambahan kaolin dapat memberikan sifat pendukung yang baik pada sabun dan
kemampuannya dalam menghilangkan najis.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Pembuatan sabun samak dengan variasi konsistensi pengisi kaolin belum
pernah dilakukan sebelumnya. Penambahan konsistensi kaolin dapat mempengaruhi
hasil akhir sabun. Dengan adanya penelitian ini akan diketahui formula sabun padat
berpengisi kaolin yang memenuhi syarat mutu SNI dan faktor – faktor yang
memengaruhi kualitas sabun padat yang meliputi suhu reaksi dan banyaknya
konsistensi kaolin. Sabun padat yang dihasilkan akan diuji untuk mengetahui
kemampuannya dalam menghilangkan derivat babi.
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengetahui pengaruh jumlah pengisi (kaolin) dengan minyak kelapa yang
digunakan terhadapan sabun yang dihasilkan.
2. Mengetahui pengaruh suhu reaksi terhadap sedian sabun padat yang
dihasilkan.
3. Mengetahui apakah kualitas formula sabun padat memenuhi syarat mutu SNI.
4. Mengetahui apakah formula sabun padat memiliki kemampuan untuk
menghilangkan najis mughallazah (DNA Babi).
1.4 MANFAAT PENELITIAN
Manfaat dari penellitian ini ialah:
1. Meningkatkan efesiensi umat islam dalam menghilangkan najis mughallazah
dengan menggunakan sabun yang aman, nyaman dan praktis.
2. Memberi informasi baru kepada peneliti dan pihak – pihak lain tentang
kualitas dan kelayakan sabun padat kaolin.
Universitas Sumatera Utara
5
1.5 RUANG LINGKUP
Penelitian Pembuatan Sabun Samak Berbasis Minyak Kelapa dengan
Penambahan Kaolin sebagai pengisi ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi,
Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak kelapa,
natrium hidroksida (NaOH), kaolin dan aquadest. Peralatan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah hotplate, timbangan, beaker glass, oven, termometer dan
magnetic stirrer.
Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Variabel tetap:
(1) Bahan Baku = minyak kelapa
(2) Waktu reaksi = 10 menit
(3) Konsentrasi NaOH = 35%
2. Variabel berubah:
(1) Konsistensi kaolin = 10%, 12,5%, 15%, 17,5%, 20%
(2) Suhu Reaksi = 50ºC, 60ºC, 70ºC dan 80ºC
Adapun analisis yang akan dilakukan dalam penelitian ini berdasarkan
Standar Nasional Indonesia (SNI) dan analisa tambahan adalah:
1. Analisa bilangan penyabunan
2. Analisa kadar air
3. Analisa kadar alkali bebas
4. Analisa stabilitas busa
5. Analisa derajat keasaman (pH)
6. Analisa kekerasan
7. Analisa formula sabun padat terhadap kemampuannya menghilangkan najis
mughallazah (residu DNA Babi) dengan Metode PCR (Polymerase Chain
Reaction).
Universitas Sumatera Utara
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 SABUN
Sabun merupakan hasil dari proses saponifikasi. Saponifikasi adalah proses
penyabunan yang mereaksikan suatu lemak atau gliserida dengan basa. Menurut
Standar Nasional Indonesia (SNI) tahun 1994 sabun mandi didefinisikan sebagai
senyawa Natrium dengan asam lemak yang digunakan sebagai pembersih tubuh,
berbentuk padat, berbusa, dengan atau penambahan lain serta tidak menyebabkan
iritasi pada kulit (Sukawati, dkk., 2016).
Sabun adalah satu macam surfaktan (bahan surface active), senyawa yang
menurunkan tegangan permukaan air. Sifat ini menyebabkan larutan sabun dapat
memasuki serat, menghilangkan dan mengusir kotoran dan minyak. Setelah kotoran
dan minyak dari permukaan serat, sabun menolong mencucinya karena struktur
kimianya. Bagian akhir dari rantai (ionnya) yang bersifat hidrofil (senang air)
sedangkan rantai karbonnya bersifat hidrofobik (benci air). Rantai hidrokarbon larut
dalam partikel minyak yang tidak larut dalam air. Ionnya terdispersi atau teremulsi
dalam air sehingga dapat dicuci (Sari, dkk., 2010). Molekul sabun terdiri atas rantai
seperti hidrokarbon yang panjang. Hidrokarbon tersebut terdiri atas atom karbon
dengan gugus yang sangat polar atau ionik pada satu ujungnya. Rantai karbon
bersifat lipofilik (terlarut dalam lemak dan minyak), dan ujung polar yang hidrofilik
(terlarut dalam air).
Bagian lipofilik dari molekul sabun melarutkan minyak. Ujung hidrofilik dari
butiran minyak menjulur ke arah air. Dengan cara ini, butiran minyak terstabilkan
dalam larutan air sebab muatan permukaan yang negatif dari butiran minyak
mencegah penggabungan. Sifat menonjol lain dari larutan sabun ialah tegangan
permukaan yang sangat rendah, yang menjadikan larutan sabun memiliki daya
pembersihan yang lebih baik dibandingkan air saja. Maka, sabun termasuk golongan
zat yang disebut surfaktan. Kerja permukaan dari larutan sabun memungkinkannya
untuk melepas kotoran, lemak, dan partikel minyak dari permukaan yang sedang
dibersihkan dan mengelmusikannya sehingga kotoran itu tercuci bersama air
(Gusviputri, dkk., 2013). Kualitas sabun padat biasanya ditentukan dari kadar alkali
Universitas Sumatera Utara
7
bebas, pH, dan kekerasan. Alkali bebas merupakan alkali yang tidak terikat sebagai
senyawa pada saat pembuatan sabun. Hal ini disebabkan karena adanya penambahan
alkali yang berlebihan pada saat proses penyabunan. Menurut SNI, kelebihan alkali
dalam sabun natrium tidak boleh melebihi 0,1% karena alkali bersifat keras dan
dapat menyebabkan iritasi pada kulit. Kriteria mutu nilai pH menurut ASTM berkisar
antara 9-11. Nilai pH kosmetik yang terlalu tinggi atau rendah dapat menyebabkan
iritasi pada kulit.
Pada saat ini teknologi sabun telah berkembang pesat. Sabun dengan jenis dan
bentuk yang bervariasi dapat diperoleh dengan mudah di pasaran seperti sabun
mandi, sabun cuci baik untuk pakaian maupun untuk perkakas rumah tangga, hingga
sabun yang digunakan dalam industri. Fungsi sabun yaitu mengemulsi kotoran-
kotoran berupa minyak ataupun zat pengotor lainnya. Proses pembuatan sabun yaitu
melalui saponifikasi lemak atau minyak menggunakan larutan alkali dengan
membebaskan gliserol. Lemak atau minyak yang digunakan dapat berupa lemak
hewani, minyak nabati, lilin, ataupun minyak ikan laut. Semua minyak atau lemak
pada dasarnya dapat digunakan untuk membuat sabun. Sifat-sifat sabun yang
dihasilkan ditentukan oleh jumlah dan komposisi dari komponen asam lemak yang
digunakan (Maripa, dkk., 2014).
Sabun digunakan sebagai pembersih, dengan menambahkan zat pewangi, dan
bahan lainnya yang tidak membahayakan kesehatan (Langingi, dkk., 2012).
Komponen – komponen sabun yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
2.1.1 Minyak Kelapa
Minyak kelapa merupakan minyak yang diperoleh dari kopra (daging buah
kelapa yang dikeringkan) atau dari perasan santannya. Kandungan minyak pada
daging buah kelapa tua diperkirakan mencapai 30-35%, atau kandungan minyak
dalam kopra berkisar 63,72%. Minyak kelapa sebagaimana minyak nabati lainnya
merupakan senyawa trigliserida yang tersusun atas berbagai asam lemak dan 90% di
antaranya merupakan asam lemak jenuh. Komposisi asam lemak pada minyak kelapa
dapat dilihat pada Tabel 2.1
Universitas Sumatera Utara
8
Tabel 2.1 Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa yang Digunakan
Jenis Asam Lemak Nomor Lipid Kandungan (%)
Asam Kaproat C6-0 0,3573
Asam Kaprilat C8-0 6,1101
Asam Kaprat C10-0 4,7605
Asam Laurat C12-0 47,5994
Asam Miristat C14-0 20,7215
Asam Palmitat C6-0 9,4841
Asam Stearat C18-0 2,9551
Asam Oleat C18-1 6,6128
Asam Linoleat C18-2 1,3064
Asam Arakidat C20:0 0,0664
Sabun yang dibuat dari minyak kelapa akan memiliki struktur yang keras.
Minyak kelapa memiliki daya pembersih yang bagus, namun jika dalam sabun
digunakan minyak kelapa yang terlalu banyak akan mengakibatkan kulit menjadi
kering. Karakteristik minyak kelapa antara lain:
Titik leleh : 24–26oC
Nilai Iodin : 7–12
Bilangan Penyabunan : 251– 263
Free Fatty Acid (FFA) : Maks 0,2%
2.1.2 Tanah
Lempung atau tanah liat merupakan suatu produk yaitu hasil pelapukan dari
batuan keras, seperti basalt, andesit, granit, dan lain - lain, sehingga lempung sangat
tergantung pada batuan asal. Lempung juga disebut batuan sedimen karena pada
umumnya setelah terbentuk dari batuan keras, lempung akan diangkut oleh air dan
angin kemudian diendapkan pada tempat yang lebih rendah (Gonggo, dkk., 2013).
Istilah lempung (clay) digunakan di Amerika Serikat dan International Society of
Soil Science, untuk menyatakan suatu batuan atau partikel mineral yang terdapat
pada tanah berukuran butir kurang dari 0.002 mm, mineral lempung merupakan
komponen yang paling umum dari semua sedimen, dan mineral lempung dapat
ditemukan sebagai penyusun tanah dari kutub hingga ke daerah khatulistiwa (Utami,
2018).
Universitas Sumatera Utara
9
Gambar 2.1 Serbuk Kaolin
Salah satu jenis mineral yang memiliki sifat antimikroba dengan cara
mengadsorbsi bakteri dan virus adalah kaolin (Christian et al, 2006). Kaolin sering
digunakan untuk menyebut mineral lempung putih yang mempunyai komposisi
terbesar berupa kaolinit (Al2O3.2SiO2.2H2O). Komposisi kaolin berupa 46.54%
SiO2, 39.50% Al2O3, dan 13.96% H2O. Partikel kaolin biasanya berupa lembaran
heksagonal dengan diameter sekitar 0,05-10 µm (rata-rata 0,5 µm). Mineral kaolin
dapat terjadi melalui proses pelapukan dan proses hidrotermal alterasi pada
batuan beku felspartik dan mika. Kaolin biasanya berada sebagai mineral
kaolinit murni, atau mineral yang berhubungan, misalnya, haloisit, nakrit dan
dikrit yang bergabung dengan mineral lain seperti smektit, mika, kuarsa, dan
feldspar sebagai pengotor (Sunardi, dkk., 2011).
Struktur kristal kaolin terdiri dari pasangan lapisan lembaran silika tetrahedral
dan lembaran alumina oktahedral. Masing-masing pasangan dari lembaran tersebut
bergabung melalui atom oksigen secara selang-seling menjadi satu kesatuan melalui
ikatan hidrogen antara oksigen dari silika dan oksigen hidroksil dari alumina dengan
ketebalan tiap lapisan sekitar 0.72 nm (Gambar 2.2). Ikatan hidrogen tersebut cukup
kuat sehingga kaolin tidak mengembang ketika terhidrat dan kaolin hanya
mempunyai luas permukaan luar. Kaolin merupakan salah satu mineral lempung
dengan nilai Kapasitas Tukar Kation (KTK) yang relatif rendah (3-15 mek/100g)
serta luas permukaan spesifik yang relatif kecil, yaitu tidak lebih dari 20 m2/g
(Nugraha dan Umi, 2017).
Kaolin dapat digunakan dalam desinfektan air karena kemampuannya dalam
mengadsorbsi bakteri yang terdapat didalam air (Unabonah et al, 2017). Sebagai
Universitas Sumatera Utara
10
keunggulan lain, kaolin juga dapat mengadsorbsi partikel halus dan minyak berlebih
dikulit (Christian et al, 2006).
Gambar 2.2 Struktur Molekul Kaolin
(Nugraha dan Umi, 2017)
2.1.3 Natrium Hidroksida (NaOH)
Natrium hidroksida (NaOH) juga dikenal sebagai soda kaustik atau sodium
hidroksida. Natrium hidroksida digunakan di berbagai macam bidang industri,
kebanyakan digunakan sebagai basa dalam proses produksi bubur kayu dan kertas,
tekstil, air minum, sabun, dan deterjen. Natrium hidroksida murni berbentuk putih
padat dan tersedia dalam bentuk pelet, serpihan, butiran ataupun larutan jenuh 50%.
Natrium hidroksida bersifat higroskopis dan secara spontan menyerap CO2 dari udara
bebas membentuk Na2CO3. Natrium hidroksida sangat larut dalam air dan akan
melepaskan panas ketika dilarutkan. Natrium hidroksida juga larut dalam etanol dan
metanol, tidak larut dalam dietil eter dan pelarut non-polar lainnya. Larutan natrium
hidroksida akan meninggalkan noda kuning pada kain dan kertas (Hikmah dan
Zuliana, 2012). Sifat-sifat kimia dan fisika natrium hidroksida sebagai berikut:
1. Berat molekul : 40 g/mol
2. Wujud : zat padat putih
3. Densitas : 2,13 gr/cm3
4. Titik leleh pada 1 atm : 318,4 oC (591K)
5. Titik didih pada 1 atm : 1.390 oC (1.663K)
6. Kelarutan dalam air : 111g/100 ml (20 oC)
7. Kebasaan (pKb) : -2,43
Natrium hidroksida (NaOH) merupakan bahan penting dalam pembuatan sabun
mandi karena menjadi bahan utama dalam proses saponifikasi dimana minyak atau
Universitas Sumatera Utara
11
lemak akan diubah menjadi sabun. Tanpa bantuan NaOH maka proses kimia sabun
tidak akan terjadi. Setelah menjadi sabun maka NaOH akan terpecah menjadi unsur
penyusunnya yang netral. Konsentrasi NaOH berpengaruh terhadap kualitas sabun
yang dibuat karena dapat mempengaruhi pH sabun, asam lemak bebas, alkali bebas,
kadar fraksi tak tersabunkan, asam lemak sabun, dan kadar air. Tinggi rendahnya
konsentrasi NaOH akan mempengaruhi kesempurnaan proses saponifikasi pada
sabun sehingga secara tidak langsung juga akan mempengaruhi kualitas sabun yang
dihasilkan (Maripa, dkk., 2015).
2.2 REAKSI SAFONIFIKASI
Proses pembuaatan sabun dikenal dengan istilah saponifikasi. Saponifikasi
adalah reaksi hidrolisis asam lemak oleh adanya basa (NaOH). Sabun terutama
mengandung C12 dan C16 selain itu juga mengandung asam karboksilat.
Saponifikasi merupakan reaksi antara asam/lemak dengan basanya yang
menghasilkan sabun dan gliserol merupakan produk samping.
Gambar 2.3 Reaksi Safonifikasi (Penyabunan)
(Mabrouk, 2005)
Mula-mula reaksi penyabunan berjalan lambat karena minyak dan larutan alkali
merupakan larutan yang tidak saling larut (immiscible). Setelah terbentuk sabun,
maka kecepatan reaksi akan meningkat, di mana pada akhirnya kecepatan reaksi
akan menurun lagi karena jumlah minyak yang sudah berkurang (Febryanti, 2015).
Reaksi penyabunan merupakan reaksi eksotermis, sehingga harus diperhatikan pada
saat penambahan minyak dan alkali agar tidak terjadi panas yang berlebihan. Pada
proses penyabunan, penambahan larutan alkali (KOH atau NaOH) dilakukan sedikit
Universitas Sumatera Utara
12
demi sedikit sambil diaduk dan dipanasi untuk menghasilkan sabun. Untuk membuat
proses yang lebih sempurna dan merata, maka pengadukan harus dilakukan dengan
lebih baik (Gusviputri, dkk., 2013).
Faktor – faktor yang mempengaruhi proses saponifikasi:
1. Suhu
Operasi Proses saponifikasi trigliserida dapat berlangsung pada suhu kamar dan
prosesnya sangat cepat berlangsung. Ditinjau dari segi termodinamikanya, kenaikan
suhu akan menurunkan hasil, hal ini dapat dilihat dari persamaan Van`t Hoff :
dln𝐾 dT=ΔH RT ……(2.1)
Karena reaksi penyabunan merupakan reaksi eksotermis (ΔH negatif), maka dengan
kenaikan suhu akan dapat memperkecil harga K (konstanta keseimbangan), tetapi
jika ditinjau dari segi kinetika, kenaikan suhu akan menaikan kecepatan reaksi. Hal
ini dapat dilihat dari persamaan Arhenius berikut ini:
𝑘 = 𝐴𝑒−𝐸 𝑅𝑇 ….....(2.2)
Dalam hubungan ini, k adalah konstanta kecepatan reaksi, A adalah faktor tumbukan,
E adalah energi aktivasi (cal/gr mol), T adalah suhu (ºK), dan R adalah tetapan gas
ideal (cal/gr mol.K). Berdasarkan persamaan tersebut maka dengan adanya kenaikan
suhu berarti harga k (konstanta kecepatan reaksi) bertambah besar. Jadi pada kisaran
suhu tertentu, kenaikan suhu akan mempercepat reaksi, yang artinya menaikkan hasil
dalam waktu yang lebih cepat. Tetapi jika kenaikan suhu telah melebihi suhu
optimumnya maka akan menyebabkan pengurangan hasil karena harga konstanta
keseimbangan reaksi K akan turun yang berarti reaksi bergeser ke arah pereaksi atau
dengan kata lain hasilnya akan menurun (Asturi dan Sany, 2012).
2. Pengadukan
Trigliserida, asam lemak, metil ester dan minyak sangat sukar larut dalam air,
sedangkan larutan basa seperti NaOH sangat larut dalam air. Sehingga jika kedua
reaktan ini diiamkan akan terbentuk dua lapisan dan reaksinya akan berlangsung
lambat. Untuk menghindari hal tersebut maka pengadukan yang cukup kuat perlu
dilakukan agar seluruh partikel dari reaktan dapat terdispersi satu sama lain dan
dengan demikian laju reaksi akan semakin cepat.
3. Konsentrasi
Universitas Sumatera Utara
13
Reaktan dalam reaksi kimia, reaksi yang berlangsung cepat adalah pada saat
awal terjadinya reaksi, karena terdapat banyak reaktan dan produk yang masih
sedikit. Karena pada reaksi saponifikasi menghasilkan air sebagai produk samping
yang dapat membuat laju reaksi akan semakin kecil, maka untuk menghindari hal
tersebut dilakukan dengan cara melarutkan basa alkali dengan air yang secukupnya
sehingga menghasilkan larutan basa yang pekat (Sukeksi, dkk., 2017).
2.3 NAJIS
Menurut hukum Islam, najis didefinisikan sebagai sesuatu yang kotor dan
menjijikkan. Jika seorang Muslim melakukan kontak dengan najis, proses
pembersihan perlu dilakukan sebelum melanjutkan ke tugas keagamaan seperti
shalat. Kategori najis dan metode pembersihan ditunjukkan pada Tabel 1. Biasanya,
membersihkan dengan deterjen dan air bukan merupakan pemenuhan persyaratan
hukum Islam dalam pembersihan najis ekstrem. Untuk memenuhi persyaratan halal,
Islam membutuhkan pembersihan air tanah yang tepat melalui 7 langkah pencucian
dan salah satunya adalah air yang dicampur dengan tanah/tanah liat. Cara untuk
membersihkan najis berat ini disebut samak.
Tabel 2.2 Kategori najis dan metode pembersihannya
Klasifikasi Contoh Metode Pembersihan Najis
Ringan Urine anak laki-laki
berusia kurang dari 2
tahun dan disusui
sepenuhnya.
Bersihkan najis dan alirkan
air di atas area yang
terkontaminasi.
Sedang Antara najis yang berat
dan ringan, darah, urin,
dan sebagainya.
Hapus najis dan cuci
dengan air bersih mengalir
bebas sampai mencapai
tidak adanya penampilan /
warna, bau dan rasa
Berat Anjing dan babi serta
turunan dan turunannya.
Hapus najis dan tujuh kali
pembilasan dengan air
bersih; - salah satunya
adalah air yang dicampur
dengan tanah / tanah liat.
Metode pembersihan ini
disebut samak
Universitas Sumatera Utara
14
2.4 JENIS – JENIS PROSES PEMBUATAN SABUN
Terdapat dua proses yang biasa digunakan dalam cara pembuatan sabun yaitu
proses dingin dan proses panas yang dapat kita lihat perbedaannya sebagai berikut
(Soocheta, 2017):
2.4.1 Proses Dingin
Dalam proses dingin, lemak/ minyak direaksikan dengan alkali pada suhu
kamar untuk memastikan pencairan lemak. Sabun yang dibuat dengan proses dingin
memerlukan curing time (waktu pematangan sabun) yang lama sampai dengan sabun
tersebut siap pakai. Curing time adalah waktu yang dibutuhkan untuk menguapkan
air dalam sabunn atural sehingga sabun akan menjadi aman digunakan, lebih keras,
busa lebih baik, semakinlembut jika dipakai dan lebih tahan lama. Semakin lama usia
sabun, maka kualitasnya akan semakin baik karena telah melewati proses cure
(pematangan) yang lama, sabun menjadi padat sempurna dan manfaat dari sabun
akan lebih baik. Sabun dapat bertahan sampai lebih dari tiga tahun dengan cara
penyimpanan yang tepat, yaitu dibiarkan dalam ruang terbuka (agar proses curing
tetap berjalan),tidak disimpan dalam suhu lembab, dan tidak tekena sinar matahari
langsung. Sabun yang dibuat dengan proses dingin membutuhkan waktu 4-6 minggu
untuk dapat digunakan, karena selama masa ini akan terjadi reaksi kimia antara
kaustik soda, minyak, dan air yang nantinya akan menghasilkan sabun. Selain itu
kandungan air dalam sabun juga akan menguap sehingga sabun lebih keras sewaktu
digunakan.
2.4.2 Proses Panas
Untuk memproduksi sabun secara massal, pabrik sabun komersial
menggunakan proses panas. Berbeda dengan proses dingin, dalam proses panas
waktu yang dibutuhkan sangat singkat karena sabun dipaksa untuk bereaksi dengan
cepat. Dengan metode hot process, waktu tunggu (curing time) hanya 18- 48 jam
agar sabun mengeras untuk dapat digunakan. . Cara ini efektif untuk menekan biaya
produksi sehingga sabun dapat dijual dengan harga murah. Reaksi penyabunannya
merupakan reaksi eksotermis sehingga harus diperhatikan pada penambahan larutan
alkali (KOH atau NaOH) dilakukan sedikit demi sedikit sambil diaduk dan dipanasi
untuk menghasilkan sabun. Untuk membuat proses yang lebih sempurna dan merata
Universitas Sumatera Utara
15
maka pengadukan harus lebih baik, penambahan panas dan pengadukan yang cepat
cenderung mempercepat proses saponifikasi.
2.5 POLIMERASE CHAIN REACTION (PCR)
2.5.1 Pengertian Polimerase Chain Reaction (PCR)
Polymerase Chain Reaction PCR merupakan suatu teknik atau metode
perbanyakan (replikasi) DNA secara enzimatik tanpa menggunakan organisme.
Dengan teknik ini, DNA dapat dihasilkan dalam jumlah besar dengan waktu relatif
singkat sehingga memudahkan berbagai teknik lain yang menggunakan DNA.
Penerapan PCR banyak dilakukan di bidang biokimia dan biologi molekular karena
relatif murah dan hanya memerlukan jumlah sampel yang kecil.
PCR (Polimerase Chain Reaction) atau reaksi berantai polimerase adalah suatu
metode in vitro yang digunakan untuk mensintesis sekuens tertentu DNA dengan
menggunakan dua primer oligonukleotida yang menghibridisasi pita yang
berlawanan dan mengapit dua target DNA. Kesederhanaan dan tingginya tingkat
kesuksesan amplifikasi sekuens DNA yang diperoleh menyebabkan teknik ini
semakin luas penggunaannya (Elliwati, 2015).
Keunggulan PCR dikatakan sangat tinggi. Hal ini didasarkan atas spesifitas,
efisiensi dan keakuratannya. Spesifitas PCR terletak pada kemampuannya
mengamplifikasi sehingga menghasilkan produk melalui sejumlah siklus. Keakuratan
yang tinggi karena DNA polymerase mampu menghindari kesalahan pada
amplifikasi produk. Masalah yang berkenaan dengan PCR yaitu biaya PCR yang
masih tergolong tinggi. Produk PCR dapat diidentifikasi melalui ukurannya dengan
menggunakan elektroforesis gel agarosa. Metode ini terdiri atas menginjeksi DNA ke
dalam gel agarosa dan menyatukan gel tersebut dengan listrik. Hasilnya untai DNA
kecil pindah dengan cepat dan untai yang besar diantara gel menunjukkan hasil
positif (Yusuf, 2010).
2.5.2 Langkah – Langkah PCR (Polimerase Chain Reaction)
Proses PCR terdiri dari tiga tahapan, yaitu denaturasi DNA templat,
penempelan (annealing) primer, dan polimerisasi (extension) rantai DNA. Denaturasi
merupakan proses pemisahan utas ganda DNA menjadi dua utas tunggal DNA
Universitas Sumatera Utara
16
yang menjadi cetakan (templat) sebagai tempat penempelan primer dan tempat kerja
DNA polimerase, dengan pemanasan singkat pada suhu 90-95°C selama beberapa
menit.
Penjelasan ringkas tentang setiap siklus reaksi PCR adalah sebagai berikut:
1) Denaturasi.
Selama proses denaturasi, DNA untai ganda akan membuka menjadi dua
untai tunggal. Hal ini disebabkan karena suhu denaturasi yang tinggi menyebabkan
putusnya ikatan hidrogen diantara basa-basa yang komplemen.Pada tahap ini, seluruh
reaksi enzim tidak berjalan, misalnya reaksi polimerisasi pada siklus yang
sebelumnya. Denaturasi biasanya dilakukan antara suhu 90ºC – 95ºC.
2) Penempelan Primer.
Pada tahap penempelan primer (annealing), primer akan menuju daerah yang
spesifik yang komplemen dengan urutan primer. Pada proses annealing ini, ikatan
hidrogen akan terbentuk antara primer dengan urutan komplemen pada templat.
Proses ini biasanya dilakukan pada suhu 50ºC – 60ºC. Selanjutnya, DNA polymerase
akan berikatan sehingga ikatan hidrogen tersebut akan menjadi sangat kuat dan tidak
akan putus kembali apabila dilakukan reaksi polimerisasi selanjutnya misalnya pada
72ºC.
3) Reaksi Polimerisasi (Extension)
Umumnya, reaksi polimerisasi atau perpanjangan rantai ini, terjadi pada suhu
72ºC. Primer yang telah menempel tadi akan mengalami perpanjangan pada sisi
3‟nya dengan penambahan dNTP yang komplemen dengan templat oleh DNA
polimerase.
Jika siklus dilakukan berulang-ulang maka daerah yang dibatasi oleh dua
primer akan di amplifikasi secara eksponensial (disebut amplikon yang berupa untai
ganda), sehingga mencapai jumlah copy yang dapat dirumuskan dengan (2n)x.
Dimana n adalah jumlah siklus dan x adalah jumlah awal molekul DNA. Jadi,
seandainya ada 1 DNA sebelum siklus berlangsung, setelah satu siklus, akan menjadi
2 DNA, sesudah 2 siklus akan menjadi 4, sesudah 3 siklus akan menjadi 8 DNA dan
seterusnya. Proses PCR dilakukan menggunakan suatu alat yang disebut
thermocycler (Joshi dan Deshpande, 2011).
Universitas Sumatera Utara
17
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 LOKASI PENELITIAN
Lokasi penelitian pembuatan sabun padat ini dilaksanakan pada Laboratorium
Mikrobiologi, Teknik Kimia, Universitas Sumatera Utara Medan dan Laboratorium
Genetika, Biologi, Universitas Sumatera Utara.
3.2 ALAT DAN BAHAN
Adapun peralatan dan bahan yang digunakan dalam pembuatan sabun adalah:
3.2.1 Alat
1. Aluminium foil
2. Batang Pengaduk
3. Beaker glass
4. Cetakan
5. Erlenmeyer
6. Gelas ukur
7. Hotplate
8. Klem + statif + buret
9. Labu leher tiga
10. Magnetic stirrer
11. Neraca digital
12. Oven
13. Pipet tetes
14. Refluks Kondensor
15. Spatula
16. Termometer
17. Penetrometer
3.2.2 Bahan
1. Aquadest
2. Asam klorida
Universitas Sumatera Utara
18
3. Etanol
4. Indikator phenolfthalein
5. Metanol
6. Minyak kelapa
7. Natrium Hidroksida
3.3 PROSEDUR PENELITIAN
Adapun prosedur pembuatan Sabun Padat Berpengisi Kaolin adalah:
3.3.1 Pembuatan Sabun Sabun Padat Berpengisi Kaolin
Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu Penyamaan ukuran pengisi
(Kaolin) dengan proses pengayakan dan pembuatan sabun. Proses pembuatan sabun
dilakukan dengan menentukan waktu reaksi optimum yang dijadikan sebagai
penelitian pendahuluan. Variasi waktu reaksi selama 10, 15 dan 20 menit dilakukan
dan didapat waktu reaksi terbaik sabun adalah 10 menit dalam semua ragam variasi
pengisi kaolin (10%, 12,5%, 15%, 17,5%, dan 20%). Jika waktu reaksi melebihi 10
menit, sabun dengan variasi pengisi 15% - 20% sudah tidak bisa dituang kedalam
cetakan.
Penelitian ini dilanjutkan dengan memvariasikan suhu reaksi. Tahap pertama
dalam pembuatan sabun adalah dengan memanaskan minyak kelapa pada suhu 50oC,
60 oC, 70 oC, dan 80 oC . Kemudian ditambahkan dengan pengisi (kaolin), lalu
masukkan larutan NaOH 35% sambil diaduk menggunakan magnetic stirrer (250
rpm). Setelah itu aduk hingga campuran homogen selama 10 menit. Setelah itu
campuran dituang dalam cetakan dan dibiarkan 24 jam. Setelah 24 jam, sabun
dilakukan proses curing selama lebih kurang 2 minggu.
Adapun rancangan penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Minyak kelapa = 70 gram
2. Larutan NaOH 35% = 30 gram
3. Pengisi Kaolin = 10%, 12,5%, 15%, 17,5%, 20%
Universitas Sumatera Utara
19
Menurut Standar Nasional Indonesia, mutu sabun mandi yang harus terpenuhi
adalah:
Tabel 3.1 Syarat Mutu Sabun Mandi
No Uraian Tipe I Tipe II Superfat
1 Kadar air, % Maks 15 Maks 15 Maks 15
2 Jumlah lemak, % >70 64-70 >70
3 Alkali bebas
-dihitung sebagai NaOH, %
- dihitung sebagai KOH, %
Maks 0,1
Maks 0,14
Maks 0,1
Maks 0,14
Maks 0,1
Maks 0,14
4 Asam lemak bebas dan atau lemak
netral, % <2,5 <2,5 2,5-7,5
5 Minyak mineral Negatif Negatif Negatif
Adapun pemeriksaan/pengujian yang dilakukan terhadap bahan baku minyak
kelapa adalah pemeriksaan bilangan penyabunan. Prosedur pemeriksaan bilangan
penyabunan dapat dilihat pada bagian di bawah ini.
3.3.2 Prosedur Analisa Sabun
3.3.2.1 Pemeriksaan Bilangan Penyabunan
Analisis bilangan penyabunan dilakukan dengan menimbang sebanyak ±2
gram sampel minyak dan kemudian ditambahkan 25 mL Kalium Hidroksida (KOH)
alkoholis 0,5 N. Campuran dimasukkan ke dalam labu leher tiga dan labu kemudian
dihubungkan refluks condenser dan dipanaskan di atas penangas air serta diaduk
dengan menggunakan stirrer selama 1 jam. Selanjutnya larutan dimasukkan ke
dalam erlenmeyer dan ditambahkan 0,5 – 1 ml indikator phenolphthalein (PP) ke
dalam larutan tersebut dan dititrasi dengan Asam Klorida (HCl) 0,5 N sampai warna
berubah menjadi tidak berwarna.Lakukan penetapan duplo dan blanko.
Hasilnya dihitung dengan rumus (SNI, 1998):
Bilangan penyabunan = 56,1 × T ×(V0-V1)
M .........(3.1)
Keterangan:
V0 = volume titrasi blanko
V1 = volume titrasi sampel
T = normalitas HCl
M = berat sampel
Universitas Sumatera Utara
20
Setelah sabun selesai dibuat dan dicetak, sabun akan diuji untuk melihat apakah
sabun yang diperoleh telah sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI).
Pemeriksaan/pengujian yang dilakukan adalah sebagai berikut:
3.3.2.2 Pemeriksaan Kadar Air Pada Sabun
Penetapan kadar air dari sabun, dilakukan dengan metode gravimetri.
Ditimbang 4 g sabun yang telah disiapkan. Dipanaskan dalam oven pada suhu 105º
C selama 2 jam dan didinginkan sampai berat tetap (Sukawaty,dkk., 2016).
Hasilnya dihitung dengan rumus :
Kadar air (%) = W1 – W2
W ×100% ......... (3.2)
Keterangan:
W1 = berat contoh
W2 = berat contoh setelah pengeringan
W = berat contoh
3.3.2.3 Pemeriksaan Kadar Alkali Bebas
Disiapkan alkohol netral dengan mendidihkan 100 mL alkohol dalam labu
erlenmeyer 250 mL. Ditambahkan 0,5 mL indikator pp dan didinginkan sampai suhu
70ºC kemudian dinetralkan dengan KOH 0,1 N dalam alkohol. Ditimbang 5 g sabun
dan dimasukkan ke dalam alkohol netral di atas, dan dipanaskan agar cepat larut di
atas penangas air, dididihkan selama 30 menit. Apabila larutan tidak berwarna
merah, didinginkan sampai suhu 70ºC dan dititrasi dengan larutan KOH 0,1 N dalam
alkohol, sampai timbul warna yang tetap selama 15 detik. Apabila larutan tersebut di
atas ternyata berwarna merah maka diperiksa bukan asam lemak bebas tetapi alkali
bebas dengan dititrasi menggunakan HCl 0,1 N dalam alkohol, sampai warna merah
hilang. Hasilnya dihitung dengan rumus (SNI, 2016):
% alkali bebas = V × N × 0,04
g contoh ×100% ........... (3.3)
Keterangan:
V = volume titrasi HCl (ml)
N = normalitas HCl (N)
3.3.2.5 Pengukuran Stabilitas Busa
Universitas Sumatera Utara
21
Sabun sebanyak 1 gram dimasukkan ke tabung reaksi yang berisi 10 ml
aquadest, kemudian dikocok dengan vortex selama 1 menit. Busa yang terbentuk
diukur tingginya menggunakan penggaris (tinggi busa awal). Tinggi busa diukur
kembali setelah 1 jam (tinggi busa akhir), kemudian stabilitas busa dihitung dengan
rumus (Janna, 2009):
Stabilitas Busa = 100% - (% busa yang hilang)
Busa yang hilang = tinggi busa awal−tinggi busa akhir
tinggi busa awal ×100% ......... (3.4)
3.3.2.6 Pengukuran/Pemeriksaan Derajat Keasaman (pH)
Prosedur awal dalam pengukuran derajat keasaman (pH) yaitu menghaluskan
sampel berupa sabun padat sebanyak satu gram. Kemudian dilarutkan dalam 10 ml
aquadest ber-pH netral (±7). Setelah larut, pH larutan diukur menggunakan pH meter
yang telah dikalibrasi, diamkan beberapa saat hingga didapat pH yang tetap (Qisty,
2009).
3.3.2.7 Analisa Kekerasan Sabun
Pengukuran tingkat kekerasan terhadap sabun yang dihasilkan dilakukan
dengan menggunakan alat yang disebut penetrometer. Kekerasan suatu bahan diukur
dengan menjatuhkan sebuah jarum ke dalam benda tersebut. Hasil pengukuran
kekerasan bahan didapat dengan membaca skala penetrometer yang dinyatakan
dalam sepersepuluh milimeter. Semakin dalam penetrasi jarum, maka hasil
pengukuran semakin besar, berarti sampel tersebut semakin lunak. Kekerasan sabun
dipengaruhi oleh asam lemak jenuh yang digunakan pada pembuatan sabun. Asam
lemak jenuh merupakan asam lemak yang tidak memiliki ikatan rangkap, tetapi
memiliki titik cair yang lebih tinggi dibandingkan dengan asam lemak yang memiliki
ikatan rangkap. Asam lemak jenuh biasanya berbentuk padat pada suhu ruang,
sehingga akan menghasilkan sabun yang lebih keras (Gusviputri, dkk., 2013).
Universitas Sumatera Utara
22
3.3.3 Prosedur Analisa PCR
3.3.3.1 Persiapan Sampel
Sampel diambil dengan metode Swab menggunakan steryl cottonbut, dengan
menggunakan kontrol positif hasil swab daging babi dan hasil swab telapak tangan
peneliti yang telah dikontakkan dengan daging babi. Kontrol negatif berasal dari
telapak tangan peneliti yang tidak dikontakkan dengan daging babi. Pengambilan
sampel selanjutnya berdasarkan kebutuhan data yang akan diteliti. Sampel meliputi
telapak tangan yang telah dikontakkan dengan daging babi dan dicuci dengan air
mengalir (3 kali pencucian), telapak tangan yang telah dikontakkan dengan daging
babi dan dicuci dengan sabun X (1 kali pencucian), dan meliputi telapak tangan yang
telah dikontakkan dengan daging babi dan dicuci dengan sabun samak kaolin (3 kali
pencucian).
3.3.3.2 Isolasi DNA
Sampel ditambahkan 250 µl lysys buffer kemudian diinkubasi selama 30
menit pada suhu 70ºC. Hasil inkubasi di centrifuge dengan kecepatan 13.000 rpm
selama 2 menit. Ditambahkan 7 µl resin yang telah divortex selama 10 detik dengan
kecepatan tinggi. Vortex kembali campuran sampel selama 3 detik. Dilakukan
inkubasi pada suhu ruangan selama 5 menit, kemudian pindahkan larutan tanpa
mengganggu resin. Tambahkan 100 µl lysys buffer kemudian letakkan tube di
magnetic stand dan vortex sampel selama 3 detik. Letakkan kembali pada magnetic
stand, lalu pindahkan larutan tanpa mengganggu resin.
DNA yang telah terikat pada resin kemudian ditambahkan 100 µl wash buffer
dan vortex selama 3 detik. Letakkan kembali tube di magnetic stand, kemudian
kemudian buang wash buffer secara perlahan. Ulangi penambahan wash buffer
sebanyak 3 kali. Kering anginkan sampel didalam tube pada suhu ruang selama 5
menit. Ditambahkan 30 µl ellution buffer dan vortex selama 3 detik. Inkubasi pada
suhu 65ºC selama 5 menit. Vortex selama 3 detik, kemudian letakkan pada magnetic
stand dan pindahkan DNA ke tube baru.
Universitas Sumatera Utara
23
3.3.3.3 Uji Kemurnian DNA
Hasil isolasi kemudian dicek keberadaan DNA dengan elektroforesis gel
agarose 1%. Tahap ini dimulai dengan penambahan loading dye pada sampel,
larutan DNA yang bermuatan negatif dimasukkan kedalam sumur-sumur yang
terdapat dalam gel agarose dan diletakkan dikutub negatif, kemudian dialiri arus
listrik sebesar 100 volt selama 60 dengan menggunakan larutan buffer yang
bermuatan negatif maka DNA akan bergerak kekutub positif. Lihat pita DNA hasil
elektroforesis menggunakan UV transiluminator.
3.3.3.4 Amplifikasi PCR
Reaksi PCR dibuat dalam total volume 25 µl yang mengandung nuclease free
water 7,5 μl, master mix 2x 12,5 μl, primer SSOC-11 F dan R (untuk analisa
pencucian dengan air), primer P14 F dan R (untuk analisa pencucian dengan sabun
kaolin, bentonit dan sabun X) masing-masing 2 μl dan 1 μl DNA hasil ekstraksi.
Amplifikasi dengan menggunakan primer spesifik P14 dilakukan dengan program
sebagai berikut: predenaturasi 94°C selama 5 menit, denaturasi 94°C selama 30
detik, annealing 61°C selama 30 detik, extension 72°C selama 1 menit, dengan siklus
PCR diulang sebanyak 35. Post extension 72°C selama 7 menit, kemudian suhu
diturunkan sampai mencapai 4°C selama 10 menit. Hasil PCR disimpan pada suhu
20°C sampai digunakan untuk analisis selanjutnya.
3.3.3.5 Elektoforesis Hasil Ampilfikasi
Visualisasi hasil PCR di elektroforesis pada 100 V gel agarose 2% selama 60
menit dalam 1x buffer TAE. Marker 100 bp (Vivantis) digunakan sebagai DNA
ladder. Hasil amplifikasi kemudian dianalisa secara visual dengan UV
transiluminator. Sampel dinyatakan positif tercemar babi apabila hasil visualisasi
sampel tersebut terbentuk pita DNA tunggal dengan ukuran 481 bp (Primer P14) dan
294 bp (Primer SSCOI-11) yang sesuai dengan kontrol positif.
Universitas Sumatera Utara
24
3.4 FLOWCHART PENELITIAN
3.4.1 Pembuatan Sabun
Gambar 3.1 Flowchart Pembuatan Sabun
Mulai
Dipanaskan minyak kelapa (50oC, 60 oC, 70 oC, dan 80 oC)
Ditambahkan larutan NaOH suhu dijaga pada
variasi suhu reaksi
Tuang sabun ke dalam cetakan dan diamkan
selama 24 jam pada suhu ruang
Diberikan proses curing selama ± 2 minggu
Ditambahkan kaolin kemudian diaduk hingga
homogen (250 rpm)
Selesai
Universitas Sumatera Utara
25
3.4.2 Analisa Bilangan Penyabunan
Gambar 3.2 Flowchart Analisa Bilangan Penyabunan
Mulai
Ditimbang 2 gram minyak dan ditambahkan 25 ml KOH
alkoholis 0,5 N
Dimasukkan campuran kedalam refluks dan dipanaskan selama 1 jam
Dimasukkan campuran kedalam erlenmeyer
Ditambahkan 0,5-1 ml indicator phenolfthalein
Dititrasi dengan HCl 0,5 N hingga warna
berubah menjadi tidak berwarna
Diulangi prosedur untuk penetapan duplo dan blanko
Dihitung bilangan penyabunan
Selesai
Universitas Sumatera Utara
26
3.4.3 Analisa Kadar Air Sabun
Gambar 3.3 Flowchart Analisa Kadar Air Sabun
Selesai
Dihitung kadar air sabun
Dioven dan ditimbang setiap 5 menit hingga
diperoleh berat konstan
Dioven pada suhu 105oC selama 2 jam kemudian
ditimbang
Ditimbang 4 gram sabun pada cawan porselen
yang telah ditimbang berat kosongnya
Mulai
Universitas Sumatera Utara
27
3.4.5 Analisa Kadar Alkali Bebas
Gambar 3.4 Flowchart Pemeriksaan Kadar Alkali Bebas
Selesai
Dihitung kadar alkali bebas
Dimasukkan 5 gram sabun kemudian direfluks selama
30 menit hingga homogen
Dititrasi dengan HCl 0,1 N hingga warna
berubah menjadi tidak berwarna
Dinetralkan dengan KOH 0,1 N dalam alkohol
Ditambahkan 0,5 ml indikator phenolfthalein
Mulai
Dididihkan alkohol sebanyak 100 ml pada
Erlenmeyer 250 ml
Universitas Sumatera Utara
28
3.4.6 Pengukuran Stabilitas Busa
Mulai
Gambar 3.6 Flowchart Pengukuran Stabilitas Busa
Selesai
Dihitung stabilitas busa
Diukur tinggi busa yang tersisa (tinggi busa
akhir)
Diukur tinggi busa yang terbentuk kemudian
diamkan selama 1 jam (tinggi busa awal)
Dikocok selama 1 menit
Dilarutkan 1 gram sabun dengan 10 ml aquadest
dalam tabung reaksi
Universitas Sumatera Utara
29
3.4.7 Pengukuran/Pemeriksaan Derajat Keasaman (pH)
3.4.8 Pengukuran Kekerasan Sabun
Didiamkan beberapa saat hingga didapat nilai pH
yang konstan/tetap
Selesai
Mulai
Dihaluskan sampel sebanyak 1 gram, kemudian
dilarutkan dalam aquadest
Diukur pH larutan menggunakan pH-meter yang
telah dikalibrasi
Gambar 3.7 Flowchart Pengukuran/Pemeriksaan Derajat Keasaman (pH)
Dicatat besarnya nilai angka yang tertera pada alat
penetrometer
Selesai
Mulai
Disediakan sabun dengan permukaan datar dan
diletakkan ditempat yang keras
Diletakkan ujung penetrometer diatas permukaan sabun, lalu
tekan hingga kedalam 0,1 cm
Gambar 3.8 Flowchart Pengukuran Kekerasan Sabun
Universitas Sumatera Utara
30
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 ANALISA MUTU SABUN
4.1.1 Analisis Kadar Alkali Bebas Pada Sediaan Sabun Samak dengan
Penambahan Kaolin
Alkali bebas adalah alkali dalam sabun yang tidak terikat sebagai senyawa
sabun (Maripa, dkk, 2014). Jumlah alkali bebas pada sabun yang memenuhi standar
SNI 3532-2016 yaitu ˂0,1%. Kelebihan alkali bebas yang tidak sesuai standar dapat
menyebabkan iritasi kulit (Dyartanti, dkk, 2014). Penelitian yang dilakukan oleh
Widyasanti, dkk., (2016) menyatakan bahwa penambahan zat yang mengandung
alkali akan meningkatkan kadar alkali bebas pada sabun.
Dalam penelitian ini dengan penambahan konsistensi Kaolin tidak
meningkatkan kadar alkali bebas (kadar alkali bebas 0%) dimana tidak terjadi
perubahan warna larutan sabun menjadi merah muda setelah penambahan indikator
phenolphtalein (Gambar 4.1). Hal ini dikarenakan konsentrasi NaOH bereaksi
seluruhnya dengan minyak dan tidak memiliki sisa alkali pada akhir waktu reaksi.
(a) (b)
Gambar 4.1 Larutan Sabun berpengisi Kaolin 10% (a) Sebelum Titrasi, (b Setelah
Titrasi
Penelitian ini menggunakan NaOH dengan konsentrasi 35% untuk
mensafonifikasi asam lemak menjadi sabun. Langingi dkk 2012 menyebutkan dalam
penelitiannya yang berjudul Pembuatan Sabun Mandi Padat dari VCO yang
Universitas Sumatera Utara
31
Mengandung Karotenoid Wortel bahwa konsentrasi NaOH yang mendekati kualitas
sesuai SNI No. 3532-2016 adalah 30% dan 35% dan tidak terdapat alkali bebas pada
konsentrasi NaOH tersebut.
Penelitian Langingi dkk (2012) mendukung hasil penelitian yang diperoleh
saat ini, dimana tidak terdapat alkali bebas pada sabun samak dengan menggunakan
35% NaOH.
4.1.2 Pengaruh Penambahan Kaolin terhadap Kadar Air Sabun Padat
Menurut standar SNI 3532-2016 tentang sabun padat, jumlah kadar air
maksimal pada sabun sebesar 15%. Kadar air yang melebihi standar SNI 3532-2016
akan menyebabkan sabun mudah berbau tengik dan lunak (Maripa, dkk., 2014).
Banyaknya air yang ditambahkan pada proses pembuatan sabun akan mempengaruhi
kelarutan sabun dalam air pada saat digunakan, semakin banyak air yang terkandung
dalam sabun maka dimensi sabun akan berubah pada proses penyimpanan (Maulana,
2014).
Gambar 4.2 Pengaruh Penambahan Kaolin terhadap Kadar Air Sabun Padat
Pada Gambar 4.2 secara umum menunjukkan bahwa dengan meningkatnya
konsistensi kaolin menyebabkan peningkatan kadar air pada sedian sabun.
Peningkatan kadar air juga cenderung meningkat dengan naiknya konsistensi kaolin.
0
1
2
3
4
5
6
7
50 60 70 80
Kad
ar
Air
(%
)
Suhu (ºC)
Kaolin 10%
Kaolin 12,5%
Kaolin 15%
Kaolin 17,5%
Kaolin 20%
Universitas Sumatera Utara
32
Kadar air terendah yang diperoleh dari penelitian ini sebesar 1,75% pada sabun
dengan konsistensi kaolin 10% (60ºC) dan kadar air tertinggi sebesar 6,12% yang
terdapat pada konsistensi kaolin 20% (80ºC). Terjadi fluktuasi kandungan air pada
suhu reaksi 50 ºC, dimana terjadi penurunan nilai kadar air pada sabun dengan
pengisi kaolin 15%.
Kaolin adalah salah satu jenis tanah liat yang mengandung SiO2 sekitar
46,54% dan kadar air terikat 13,96% (Sunardi, dkk., 2011). Kemampuan kaolin
dalam mengikat air menyebabkan kenaikan konsistensi pengisi kaolin meningkatkan
kadar air pada sediaan sabun. Air dapat teradsorpsi pada permukaan luar, dalam
ruang antarlapisan (dalam partikel pada skala mikroskopis <2 nm), dan pada skala
mesopori (antarpartikel) dan makropor (antara agregat tanah liat). Adsorbsi air pada
lapisan – lapisan mineral kaolin meliputi beberapa tahap, yaitu pengisian ruang antar
molekul dengan proses hidrasi adsorpsi air yang memasuki lapisan satu, dua, dan
kadang-kadang tiga lapisan antara lembaran aluminium silikat (Hatch et al, 2012)
Berdasarkan hasil uji, kadar air semakin meningkat seiring dengan
meningkatnya konsistensi kaolin dan suhu reaksi yang diterapkan pada pembuatan
sabun. Dlapa et al (2004) menyebutkan dari hasil penelitiannya bahwa gugus
hidroksil kaolin memiliki kerapatan yang tinggi, sehingga kaolin memiliki
kemampuan mengikat air dengan baik dibandingkan dengan tanah liat yang lain.
Dengan konsistensi kaolin yang sama dan perbedaan suhu reaksi kadar air sabun
semakin besar, ini dikarenakan kenaikan suhu akan mempercepat reaksi penyabunan,
yang artinya semakin cepat reaksi terjadi maka semakin banyak air yang
terperangkap didalam sabun.
Hasil pengujian kadar air pada sabun didapatkan kadar air tetinggi sebesar
2,36%. Maka sabun dengan penambahan kaolin pada variasi suhu dan konsentrasi
yang diperoleh telah memenuhi standar SNI 3532-2016 dengan syarat maksimal
kadar air adalah 15%.
4.1.3 Pengaruh Penambahan Kaolin terhadap Kadar Asam Lemak Bebas
Sabun Samak
Asam lemak bebas merupakan asam lemak pada sabun yang tidak terikat
sebagai senyawa natrium ataupun senyawa trigliserida (lemak netral). Tingginya
Universitas Sumatera Utara
33
asam lemak bebas pada sabun akan mengurangi daya bersih sabun, karena asam
lemak bebas merupakan komponen yang tidak diinginkan dalam proses pembersihan
atau disebut komponen pengganggu (Ratih dan Kesuma, 2016). Sabun yang baik
menurut SNI 3532-2016 adalah sabun dengan kadar asam lemak bebas ˂ 2,5%.
Asam lemak bebas juga menyebabkan bau sabun, apabila asam lemak bebas
melebihi standar menyebabkan sabun berbau tengik (Maripa., dkk, 2014). Adanya
asam lemak bebas dapat diperiksa apabila tidak terdapat warna merah pada pengujian
alkali bebas (SNI 3532-2016).
Gambar 4.3 Pengaruh Penambahan Kaolin terhadap Kadar Asam
Lemak Bebas Sabun
Hasil analisa lemak bebas sabun pada Gambar 4.3 menunjukkan bahwa kadar
asam lemak bebas pada sabun berada pada angka 0,15 – 0,6 %. Kadar asam lemak
bebas menurun seiring dengan penambahan konsistensi kaolin dan meningkatnya
suhu reaksi. Asam lemak bebas berasal dari asam lemak yang tidak terikat dengan
natrium ataupun trigliserida. Kadar asam lemak bebas tidak boleh terlalu tinggi
karena akan memicu ketengikan dan mengurangi umur simpan sabun (Khopkar,
1990). Dalam suatu formulasi, asam lemak berperan sebagai pengatur konsistensi.
Spitz (1996) menyatakan bahwa asam lemak memiliki kemampuan terbatas untuk
larut dalam air. Hal ini akan membuat sabun menjadi lebih tahan lama setelah
digunakan.
Berdasarkan penelitian Sukeksi dkk (2017) menunjukkan hal yang sama,
dimana kadar asam lemak sabun semakin menurun seiring dengan naiknya suhu
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
50 60 70 80
Asa
m L
emak
Beb
as
(%)
Suhu (ºC)
Kaolin 10%
Kaolin 12,5%
Kaolin 15%
Kaolin 17,5%
Kaolin 20%
Universitas Sumatera Utara
34
reaksi. Menurut Suryani (2009) kaolin mengandung SiO2, struktur silika oksida yang
tetrahedral dan membentuk rongga sehingga biasa digunakan sebagai adsorben untuk
menurunkan asam lemak bebas. Dalam penelitiaan Manuale et al., 2011 silika
mampu mengadsorbsi asam lemak bebas sebesar 140 g FFA/ 100 g sampel pada
pemurnian biodiesel berbasis adsorbsi. Penelitian terdahulu mendukung hasil yang
didapatkan pada penelitian ini, yaitu kadar asam lemak bebas menurun seiring
dengan penambahan konsistensi kaolin dan meningkatnya suhu reaksi.
Menurut SNI 3532-2016, persyaratan asam lemak bebas maksimal 2,5%,
sabun samak dengan penambahan kaolin 10%, 12,5%, 15%, 17,5% dan 20% pada
seluruh suhu reaksi memenuhi standart SNI 3532-2016. Asam lemak bebas dari
trigliserida berfungsi sebagai agen antimikroba selektif pada permukaan kulit. Basa
rantai panjang bebas berfungsi sebagai agen antimikroba yang bekerja lebih luas
pada permukaan kulit. Dalam beberapa kondisi, ini mungkin dapat digunakan untuk
mendukung eksogen untuk mencegah infeksi (Wertz, 2018).
4.1.4 Pengaruh Penambahan Kaolin terhadap Derajat Keasaman (pH) Sabun
Samak
Gambar 4.4 Pengaruh Penambahan terhadap Derajat Keasaman (pH)
Sabun Samak
8.4
8.5
8.6
8.7
8.8
8.9
9
9.1
9.2
9.3
50 60 70 80
pH
Suhu (ºC)
Kaolin 10%
Kaolin 12,5%
Kaolin 15%
Kaolin 17,5%
Kaolin 20%
Universitas Sumatera Utara
35
Berdasarkan hasil analisis, diperoleh nilai pH sabun cenderung meningkat
seiring dengan bertambahnya konsistensi kaolin dan meningkatnya suhu reaksi.
Derajat keasaman terendah pada sabun dengan konsistensi kaolin 10% pada suhu
reaksi 50ºC, dan pH tertinggi terdapat pada sabun dengan konsistensi kaolin 20%
pada suhu reaksi 80ºC.
Peningkatan pH sabun seiring dengan peningkatan konsentrasi Kaolin
disebabkan oleh pH Kaolin sebesar 4 – 7,5. Kehadiran Kaolin mempengaruhi
kenaikan pH akhir dari sabun. Sabun dengan pH yang cenderung basa dapat
membuka permukaan kulit sehingga dapat memaksimalkan proses pengangkatan
kotoran dari kulit (Fitriany, 2017).
Sabun yang biasa digunakan pada umumnya memiliki pH berkisar antara 7 dan
9 (Tarun et al, 2014). Nilai pH sabun yang diperoleh pada penelitian ini berkisar
antara 8,7 – 9,2. Permukaan kulit memiliki pH asam, pH kulit (4 – 4,5) menjaga agar
bakteri yang menempel di kulit, sedangkan pH basa (8-9) mendorong penghilangan
bakteri dari kulit. Jumlah bakteri yang terlepas dari kulit pada kondisi basa, tetapi
juga fakta bahwa pencucian berulang hampir tidak menunjukkan penurunan jumlah
bakteri yang dihilangkan (H. Lambers et al, 2006).
4.1.5 Pengaruh Penambahan Kaolin terhadap Stabilitas Busa Sabun
Busa adalah gas yang terjebak oleh lapisan tipis cairan yang mengandung
sejumlah molekul sabun yang teradsorpsi pada lapisan tipis tersebut, dalam
gelembung, gugus hidrofobil surfaktan akan mengarah ke gas, sedang bagian
hidrofilknya akan mengarah ke larutan lalu gelembung akan keluar dari badan cairan.
Tegangan permukaan juga dapat mempengaruhi stabilitas busa. Penurunan tegangan
permukaan menyebabkan udara dari luar dengan mudah masuk ke dalam air. Udara
yang masuk tertangkap sabun dan membentuk busa (Qisty, 2009).
Universitas Sumatera Utara
36
Gambar 4.5 Pengaruh Penambahan Kaolin terhadap Stabilitas Busa Sabun
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah Kaolin yang ditambahkan pada
sabun tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan pada nilai persentasi
kestabilan busa.
Persentase busa untuk produk sabun tidak ditetapkan dalam SNI 3532-2016,
karena tinggi rendah busa tidak berkaitan dengan kemampuan suatu produk sabun
dalam proses membersihkan, akan tetapi terkait dengan persepsi dan estetika
konsumen. Tinggi rendah busa suatu produk sabun dapat dipengaruhi oleh senyawa
tidak jenuh seperti dalam campuran minyak dan jenis zat tambahan yang digunakan
dalam pembuatan sabun, serta tingkat kesadahan air (Fitryani, 2017). Sabun X
sebagai pembanding memiliki stabilitas busa sebesar 92,4%, sabun X menggunakan
sodium laurat sulfat sebagai agen pembusa sintesis yang membantu mempertahankan
stabilitas busa sabun. Sabun samak yang dihasilkan memiliki nialai stabilitas
tertinggi sebesar 90,76% pada variasi pengisi kaolin 20%, 50ºC.
Sabun yang dibuat dari minyak kelapa dapat menghasilkan busa dengan baik
pada air yang mengandung garam atau berkesadahan tinggi. Karena bilangan Iodnya
yang sangat rendah (8 - 10) dan bilangan penyabunan yang tinggi (250-260), minyak
kelapa dapat menghasilkan sabun dengan daya pembentukan busa yang sangat baik
(Fachmi, 2008). Paten Sederhana Sabun Pumpkin Batangan Bersifat Natural dengan
Pengisi Labu Kuning oleh Lilis Sukeksi (2017) digunakan minyak kelapa sebagai
30
40
50
60
70
80
90
100
50 60 70 80
Sta
bil
ita
s B
usa
(%
)
Suhu (ºC)
Kaolin 10%
Kaolin 12,5%
Kaolin 15%
Kaolin 17,5%
Kaolin 20%
Universitas Sumatera Utara
37
komponen minyak utama pembuatan sabun. Sabun yang dihasilkan memiliki busa
yang berlimpah tanpa menambahkan agen pembusa sintesis lainnya.
Mishra (2013) membuktikan pada penelitiannya, sabun dengan perbandingan
campuran minyak 3:1 (minyak kelapa: minyak jarak) menghasilkan daya pembersih
yang paling baik, dikarenakan kemampuan minyak kelapa dalam menghasilkan busa
lebih banyak pada sabun. Penelitian terdahulu oleh Oktari, dkk (2017)
menunjukkan hasil bahwa perlakuan jenis minyak berpengaruh nyata dan perlakuan
konsentrasi alginat (pengisi/pengental) dan interaksi antar perlakuan berpengaruh
tidak nyata terhadap stabilitas busa sabun cair cuci tangan. Hal serupa terjadi pada
penelitian ini penambahan konsistensi kaolin tidak mempengaruhi stabilitas busa
sabun samak yang dihasilkan.
4.1.6 Pengaruh Penambahan Kaolin terhadap Nilai Kekerasan Sabun
Uji kekerasan sabun padat dengan menggunakan alat penetrometer
menunjukkan bahwa semakin kecil nilai penetrasi jarum ke dalam sabun berarti
sabun yang dihasilkan semakin keras dan sebaliknya semakin besar nilai penetrasi
jarum ke dalam sabun berarti semakin lunak sabun yang dihasilkan (Agustini dan
Austina, 2017).
Gambar 4.6 Pengaruh Penambahan Kaolin terhadap Kekerasan Sabun
Hasil uji kekerasan pada Gambar 4.6 menunjukkan peningkatan nilai
penetrasi sabun. Nilai penetrasi berbanding terbalik dengan kekerasan. Semakin
besar nilai penetrasi maka semakin lunak. Dari penelitian yang telah dilakukan
1.0
1.1
1.2
1.3
1.4
1.5
1.6
1.7
1.8
1.9
2.0
50 60 70 80
Pen
etra
si (
N/c
m 2
)
Suhu (ºC)
Kaolin 10%
Kaolin 12,5%
Kaolin 15%
Kaolin 17,5%
Kaolin 20%
Universitas Sumatera Utara
38
peningkatan nilai penetrasi sebanding dengan peningkatan jumlah pengisi kaolin dan
peningkatan suhu reaksi. Peningkatan nilai penetrasi ini menunjukkan sabun semakin
lunak pada penambahan konsistensi kaolin dan peningkatan suhu reaksi. Hal ini
terjadi dikarenakan semakin banyak konsistensi kaolin yang ditambahkan maka
semakin banyak kadar air sabun. Air yang terdapat di dalam sabun telah terperangkat
dan diikat oleh kaolin sehingga air tidak menguap dan sabun yang dihasilkan
menjadi lebih lunak (Budianto, 2010).
Penelitian terdahulu yang berjudul Pemanfaatan SiO2 dalam pembuatan
komposit oleh (Khan et al 2016) menunjukkan hasil bahwa peningkatan penambahan
SiO2 mampu meningkatkan kekerasan pada komposit. Tetapi hasil berbeda didapat
pada penambahan pengisi pada sabun, dalam penelitian (Agustini dan Agustina,
2017) penambahan ekstrak kasar karotenoid pada sabun padat mempengaruhi
kekerasan sabun. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak kasar karotenoid yang
ditambahkan maka nilai kekerasan sabun atau nilai penetrasi jarum kedalam sabun
semakin tinggi yang berarti sabun akan semakin lunak.
Hasil penelitian ini menunjukkan semakin besar penambahan kaolin maka
semakin lunak sabun yang dihasilkan. Penambahan kaolin dapat meningkatkan kadar
air yang ditampilkan oleh Gambar 4.2. Semakin banyak kandungan air pada suatu
bahan menjadikan bahan tersebut semakin lunak dan berkurang kekerasnnya
(Biswas, 2017).
4.2 POTENSI SABUN SAMAK MENGHILANGKAN NAJIS
MUGHALAZAH (DNA BABI)
Gambar 4.7 menunjukkan hasil pembacaan elektoforesis PCR pada sampel
DNA babi. Pengambilan sampel DNA babi dilakukan dengan metode Swab
menggunakan Sterryl Cotton Bud lalu dilakukan metode lanjutan dan diuji
menggunakan PCR dengan primer SSCOI11 dan P14. Metode ini digunakan untuk
melihat pita DNA babi yang tersisa pada tangan manusia setelah dicuci
menggunakan air mengalir, sabun X dan sabun samak.
Universitas Sumatera Utara
39
Gambar 4.7 Penghilangan DNA dengan Air
Keterangan Gambar 4.7:
M : Marka
K1 : Kontrol Negatif (tidak ada DNA babi)
K2 : Kontrol Positif (Terdapat DNA babi)
K3 : Kontrol Positif (DNA babi di tangan manusia)
A1 : pencucian dengan air pertama
A2 : pencucian dengan air ke-2
A3 : pencucian dengan air ke-3
Pada Gambar 4.7 terdapat pencucian dilakukan dengan air bersih. Sisa DNA
tidak dapat dihilangkan hanya menggunakan bilasan air mengalir, ini ditunjukkan
dengan masih adanya pita DNA yang dideteksi mengunakan primer SSCOI-11
dengan hasil positif DNA babi pada 294 bp pada Gambar 4.7 (A1, A2, A3). Primer
ini dapat digunakan untuk mendeteksi kation didalam daging babi pada olahan
daging dan campuran (Anita Spychaj, 2016). Penggunaan primer SSCOI-11 dalam
identifikasi DNA babi sebelumnya dilakukan oleh (Anita Spychaj, 2016) dan
menghasilkan ukuran pita DNA babi sebesar 294 bp. Penelitian terdahulu
mendukung hasil bacaan pita DNA sampel pada penelitian ini dengan menggunakan
primer yang sama.
Proses pembersihan oleh air merupakan proses pelarutan zat yang dianggap
sebagai pengotor/polutan. Zat-zat yang tergolong elektrolit dan zat-zat lain yang
polar dapat dihilangkan melalui proses pelarutan oleh air (Suhendra, 2017). Air tidak
M K1 K2 K3 A1 A2 A3
Universitas Sumatera Utara
40
dapat membersihkan DNA dikarenakan air tidak mampu mengisolasi DNA dari
media.
Penghilangan DNA babi juga dilakukan dengan sabun X dan memberikan hasil
elektroforesis PCR pada Gambar 4.8. Penghilangan DNA babi dengan sabun X
diharapkan dapat menjadi pembanding antara hasil pencucian sabun samak
berpengisi kaolin dengan sabun X yang ada dijual secara umum.
Gambar 4.8 Penghilangan DNA dengan Sabun X
Keterangan Gambar 4.8:
M : Marka
K1 : Kontrol Negatif (tidak ada DNA babi)
K2 : Kontrol Positif (DNA babi di tangan manusia)
X : pencucian dengan sabun X
Identifikasi DNA babi pada pencucian sabun X menggunakan ampilifikasi
PCR dengan primer P14. Primer P14 merupakan salah satu dari 13 primer yang
menunjukkan lokus PRE-1 pada genom babi, dan menjadi salah satu standar analisis
makanan mengandung daging babi di Laboratorium Genetika LIPI (Fibriana, dkk.,
2012). Ukuran pita DNA yang terbaca pada kontrol positif (K2) menunjukkan angka
sebesar 481 bp. Pada penelitian (Fibriana, dkk., 2012) didapat pembacaan ukuran
pita DNA babi sebesar 481 bp. Penelitian sebelumya mendukung data yang
dihasilkan.
M K1 K2 X
Universitas Sumatera Utara
41
Pencucian menggunakan sabun konvensional (tanpa tanah) tidak mampu
menghilangkan DNA Babi dikarenakan sabun hanya mengurangi tegangan
permukaan dan menghilangkan lemak dan kotoran (Maripa, dkk., 2014) tetapi tidak
mampu menghilangkan DNA Babi. Sabun sebagai surfaktan (molekul aktif); rantai
hidrokarbon panjang membentuk ekor hidrofobik non-polar dan ionik gugus
karboksilat membentuk kepala hidrofilik polar. Jadi, molekul surfaktan adalah
amphiphiles yang larut dalam air; dalam lingkungan berair, ekor hidrofobik non-
polar berinteraksi secara aktif dengan ujung hidrofobik minyak, lemak, dan kotoran
(Chaudhary et al, 2020).
Gambar 4.9 Penghilangan DNA Babi dengan Sabun Samak
Keterangan Gambar 4.9:
M : Marka
K1 : Kontrol Negatif (tidak ada DNA babi)
K2 : Kontrol Positif (DNA babi di tangan manusia)
Sa1 : pencucian dengan sabun (15%,50ºC) pertama
Sa2 : pencucian dengan sabun (15%,50ºC) ke-2
Sa3 : pencucian dengan sabun (15%,50ºC) ke-3
Sb1 : pencucian dengan sabun (17,5%,60ºC) pertama
Sb2 : pencucian dengan sabun (17,5%,60ºC) ke-2
Sb3 : pencucian dengan sabun (17,5%,60ºC) ke-3
M K1 K2 Sa1 Sa2 Sa3 Sb1 Sb2 Sb3
Universitas Sumatera Utara
42
Sabun Samak dengan variasi konsistensi kaolin 15% (50ºC) dan 17,5% (60ºC)
mampu menghilangkan DNA babi yang dioleskan pada tangan peneliti dengan sekali
pencucian. Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya pita DNA yang terdeteksi pada
PCR menggunakan primer P14 yang menunjukkan pita spesifik dengan ukuran 481
bp. Pada penelitian Fibriana dkk, 2012 menunjukkan hasil elektroforesis produk PCR
pita spesifik dengan ukuran sesuai yaitu 481 bp dan mendukung hasil dari penelitian
ini. Primer P14 merupakan salah satu dari 13 primer yang menunjukkan lokus PRE-1
pada genom babi, dan menjadi salah satu standar analisis makanan mengandung
daging babi di Laboratorium Genetika LIPI (Fibriana, dkk., 2012).
Dapat dilihat pada Gambar 4.8 DNA Babi hilang setelah dibersihkan
menggunakan sabun samak. Setelah dilakukan perlakuan pencucian sabun samak
pada sampel tangan yang telah dioleskan DNA, pembacaan elektoforesis hasil
amplifikasi PCR tidak menujukkan adanya pita DNA. Sabun samak dengan pengisi
kaolin mengandung 46.54% SiO2, 39.50% Al2O3 (Sunardi, dkk., 2011). Penghilangan
DNA pada proses pencucian diakibatkan oleh adanya komponen tanah liat memiliki
partikel yang mampu menukar kation (Nirschl, dkk., 1987). Tanah yang dicampur air
akan menghasilkan suspensi tanah yang makin memperkuat sifat adsorben karena
permukaannya jauh makin luas (Suhendra, 2017).
Rantai hidrokarbon panjang pada sabun membentuk ekor hidrofobik non-polar
dan ionik gugus karboksilat membentuk kepala hidrofilik polar. Jadi, molekul
surfaktan adalah amphiphiles yang larut dalam air; dalam lingkungan berair, ekor
hidrofobik non-polar berinteraksi secara aktif dengan ujung hidrofobik minyak,
lemak, dan kotoran (Chaudhary et al, 2020). Kaolin sebagai pengisi sabun samak
mengandungan silika dan membantu mengadsorbsi DNA. Prinsip dari pengikatan
silika dengan DNA adalah berdasarkan dari tingginya ikatan negatif di struktur DNA
terhadap muatan positif pada ikatan silika. Natrium yang berikatan dengan silika
pada sabun berperan sebagai jembatan kation yang menarik oksigen bermuatan
negatif pada gugus posfat di asam nukleotida DNA. Pemurnian molekul DNA dapat
terjadi pada kadar ion yang rendah (pH≥7) kemudian dengan menggunakan buffer
atau air suling (Tan dan Beow, 2009).
Universitas Sumatera Utara
43
Kemampuan sabun samak menghilangkan DNA dengan cara mengikis partikel
lemak yang terdapat pada massa pembawa DNA, lalu DNA diikat oleh silika yang
dikandung oleh Kaolin untuk kemudian hilang terbawa oleh air setelah dibilas.
4.3 KOMPOSISI KANDUNGAN KAOLIN (Si DAN Al) PADA SEDIAAN
SABUN SAMAK DENGAN ANALISA SEM-EDS
Gambar 4.9 Kandungan Sabun Samak 17,5% (60ºC)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10keV
0
10
20
30
40
50
60 cps/eV
C O Na Si Al
Spectrum: KAOLIN 17,5 60
El AN Series unn. C norm. C Atom. C Error (1 Sigma) K fact. Z corr. A corr. F corr.
[wt.%] [wt.%] [at.%] [wt.%]
-------------------------------------------------------------------------------------
C 6 K-series 32.48 61.89 71.30 4.27 0.457 1.353 1.000 1.000
O 8 K-series 11.93 22.73 19.66 1.94 0.105 2.171 1.000 1.000
Na 11 K-series 6.94 13.21 7.95 0.45 0.036 3.661 1.000 1.001
Si 14 K-series 0.67 1.28 0.63 0.07 0.003 3.900 1.000 1.004
Al 13 K-series 0.47 0.90 0.46 0.06 0.002 4.467 1.000 1.003
-------------------------------------------------------------------------------------
Total: 52.49 100.00 100.00
Universitas Sumatera Utara
44
Gambar 4.10 Kandungan Sabun Samak 15% (50ºC)
Pada Gambar 4.9 merupakan sabun samak dengan konsistensi kaolin 17,5%
dan Gambar 4.10 merupakan sabun samak dengan konsistensi kaolin 15%. Dari hasil
EDS dapat dilihat bahwa kandungan Si pada cumpilan sampek sabun 17,5% lebih
banyak dibandingkan dengan sabun 15%. Ini dikarenakan konsistensi kaolin yang
berbeda diantaranya, semakin banyak konsistensi kaolin makan semakin banyak
unsur Si yang terdapat pada sabun. Begitu juga dengan unsur Al, semakin banyak
konsistensi kaolin pada sabun maka semakin banyak kandungan Al didalamnya.
2 4 6 8 10 12 14keV
0
1
2
3
4
5
6
7
8
cps/eV
C O
Na Si Al
Spectrum: KAOLIN 50 C 15
El AN Series unn. C norm. C Atom. C Error (1 Sigma) K fact. Z corr. A corr. F corr.
[wt.%] [wt.%] [at.%] [wt.%]
-------------------------------------------------------------------------------------
C 6 K-series 35.59 66.89 75.53 4.75 0.509 1.313 1.000 1.000
O 8 K-series 10.38 19.50 16.53 1.89 0.086 2.258 1.000 1.000
Na 11 K-series 6.73 12.64 7.46 0.46 0.031 4.015 1.000 1.001
Si 14 K-series 0.27 0.51 0.25 0.04 0.001 5.722 1.000 1.004
Al 13 K-series 0.24 0.46 0.23 0.04 0.001 5.084 1.000 1.003
-------------------------------------------------------------------------------------
Total: 53.21 100.00 100.00
Universitas Sumatera Utara
45
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:
1. Meningkatnya jumlah pengisi kaolin pada sabun padat menjadikan sabun
padat yang dihasilkan memiliki kadar air dan pH yang semakin besar, kadar
asam lemak bebasnya semakin menurun, kekerasan sabun lebih rendah, serta
kehadiran kaolin tidak mempengaruhi stabilitas busa pada sabun.
2. Semakin meningkatnya suhu pada proses penyabunan menyebabkan semakin
meningkatnya nilai pH dan kadar air, semakin menurunnya kadar asam
lemak bebas dan kekerasan sabun serta tidak memberikan pengaruh terhadap
stabilitas busa yang dihasilkan.
3. Sabun padat terbaik adalah sabun berpengisi kaolin 15% (50ºC) yang
memiliki karakteristik kekerasan sabun mendekati sabun konvensional dan
17,5% pada suhu reaksi 60ºC dengan karakteristik kadar air dan tampilan
organoleptik yang baik.
4. Sedian sabun padat berpengisi kaolin yang dihasilkan pada setiap variasi
memenuhi standar SNI.
5. Sabun samak berpengisi kaolin 15% (50ºC), 17,5% (60 ºC) memiliki potensi
untuk menghilangkan najis mughallazah (DNA babi).
5.2 SARAN
Setelah penelitian ini dilakukan, saran yang dapat penulis berikan adalah
sebagai berikut:
1. Sebaiknya dilakukan uji kesukaan kepada masyarakat agar didapat data yang
lebih akurat terhadap pengaplikasiannya.
2. Dianjurkan untuk melakukan penelitian lanjutan terhadap manfaat – manfaat
lain yang terdapat pada sabun selain menjadi sabun samak.
3. Sebaiknya dilakukan penelitian tambahan mengenai variabel kecepatan
pengadukan untuk mengetahui keseragaman sebaran partikel kaolin didalam
sabun.
Universitas Sumatera Utara
46
DAFTAR PUSTAKA
Adam, Panji. 2017. Kedudukan Sertifikasi Halal Dalam Sistem Hukum Nasional
Sebagai Upaya Perlindungan Konsumen Dalam Hukum Islam. Amwaluna,
Vol. 1 No. 1 Hal 150-165 EISSN: 2540-8402.
Agustini, N.W.S. and Winarni, A.H., 2017. Karakteristik dan Aktivitas Antioksidan
Sabun Padat Transparan yang Diperkaya dengan Ekstrak Kasar Karotenoid
Chlorella pyrenoidosa. Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan
Perikanan, 12(1), pp.1-12.
Aja, A.A. and Randy, G.J. 2013.Physical Properties of Kaolin Used In Soap
Production in Nigeria. The International Journal of Engineering and Science
(IJES), 2(10), pp.10-15.
Anita Spychaj, M. S. (2016). Identifi cation of Bovine, Pig and Duck Meat Species
in Mixtures and in Meat Products on the Basis of the mtDNA Cytochrome
Oxidase Subunit I (COI) Gene Sequence. Institute of Animal Reproduction
and Food Research of the Polish Academy of Sciences , 31-36.
Astuti, Dwi Herry dan Sanny. Pemanfaatan Minyak Biji Mimba dari Biji Mimba
Sebagai Bahan Pembuatan Sabun dengan Proses Semi Boiled. Seminar
Nasional Teknik Kimia Soebardjo Brotoharrdjono IX.
Budianto, V., 2010. Optimasi formula sabun transparan dengan humectant gliserin
dan surfaktan cocoamidopropyl betaine: aplikasi desain faktorial.
Biswas, P. T. 2017. Effect of Moisture Absorption on the Mechanical Properties of
Ceramic Filled Jute/Epoxy Hybrid Composite. Materials Science and
Engineering 178 , 1-11.
Carretero, M. Isabel. Clay minerals and their beneficial effects upon human health. A
review. Applied Clay Science Vol. 21: 155–167.
Chairunnisyah, Sheilla. 2017. Peran Majelis Ulama Indonesia Dalam Menerbitkan
Sertifikat Halal Pada Produk Makanan Dan Kosmetika. Jurnal EduTech
Vol. 3 No.2, ISSN: 2442-6024.
Chaudhary, N.K., Chaudhary, N., Dahal, M., Guragain, B., Rai, S., Chaudhary, R.,
Sachin, K.M., Lamichhane-Khadka, R. and Bhattarai, A., 2020. Fighting the
SARS CoV-2 (COVID-19) pandemic with soap.
Christian, P.D., Richards, A.R. and Williams, T., 2006. Differential adsorption of
occluded and nonoccluded insect-pathogenic viruses to soil-forming
minerals. Appl. Environ. Microbiol., 72(7), pp.4648-4652.
Dede Sukandar, Sandra Hermanto, dan Eva Silvia. Sifat Fisiko Kimia Dan Aktivitas
Antioksidan Minyak Kelapa Murni Rvcoi Hasil Fermentasi Rhizopus
Orizae. JKTI, VOL. 11, No.2.
Universitas Sumatera Utara
47
Dlapa,P., S.H. Doerr., Ľ. Lichner., M. Šír., M. Tesař. (2004) Effect of kaolinite and
Ca-montmorillonite on the alleviation of soil water repellency. Plant Soil
Environ. Vol. 50 No. 8, 358–363
Dyartanti, E.R., Cristie, N.A. and Fawzi, I., 2014. Pengaruh Penambahan Minyak
Sawit Pada Karakteristik Sabun Transparan. EKUILIBRIUM. Journal of
Chemical Engineering, 13(2), pp.41-44.
Febriyanti, Rizky. 2015.Laporan Tugas Akhir Pengaruh Konsentrasi Asam Stearat
sebagai Basis terhadap Sifat Fisik Sabun Transparan Minyak Jeruk Purut
(Oleum citrus hystrixd. C.) dengan Metode Destilasi.Politeknik Harapan
Bersama.
Fibriana, F., Widianti, T. and Retnoningsih, A., 2012. Deteksi Daging Babi Pada
Produk Bakso di Pusat Kota Salatiga Menggunakan Teknik Polymerase
Chain Reaction. Biosaintifika: Journal of Biology & Biology Education,
4(2).
Gonggo, Siang Tandi., Fina Edyanti dan Suherman. 2013. Physicochemical
Characterization Of Clay Minerals As A Raw Material Of Ceramic Industry
In Desa Lembah Bomban Kec. Bolano Lambunu Kab. Parigi Moutong. J.
Akad. Kim. 2(2): 105-113, ISSN 2302-6030.
Gusviputri, Arwinda., Njoo Meliana P. S., Aylianawati, dan Nani Indraswati. 2013.
Pembuatan Sabun Dengan Lidah Buaya (Aloe Vera) Sebagai Antiseptik
Alami. Widya Teknik Vol. 12, No. 1 [11-21].
Hasan, KN. Sofyan. 2014. Kepastian Hukum dan Lebelisasi Produk Halal. Jurnal
Dinamika Hukum Vol. 14 No 2.
Hasibuan, E., 2015. Peranan Teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) Terhadap
Perkembangan Ilmu Pengetahuan.
Hatch, C.D., Wiese, J.S., Crane, C.C., Harris, K.J., Kloss, H.G. and Baltrusaitis, J.,
2012. Water adsorption on clay minerals as a function of relative humidity:
application of BET and Freundlich adsorption models. Langmuir, 28(3),
pp.1790-1803.
Joshi, Mohini dan Deshpande. 2011. Polimerase Chain Reaction Methods,
Principels, and Application. International Journal of Biomedical Research.
Vol. 2 no.1, pp: 81-97.
Kassim, Norrahimah, Puziah Hashim, Dzulkifly Mat Hashim, and Hamdan Jol.
2014."New approach of samak clay usage for halal industry
requirement." Procedia-Social and Behavioral Sciences vol.121, no. 2014,
pp: 186-192.
Khopkar, S.M., 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik (Terjemahan). Universitas
Indonesia, pp.201-218.
Universitas Sumatera Utara
48
Lambers, H., Piessens, S., Bloem, A., Pronk, H. and Finkel, P., 2006. Natural skin
surface pH is on average below 5, which is beneficial for its resident
flora. International journal of cosmetic science, 28(5), pp.359-370.
Langingi, reymon., lidya I Momuat dan Mauren G Kumaunang. 2012. Pembuatan
Sabun Padat Dari VCO Yang Mengandung Kartenoid Wortel. Jurnal MIPA
Unsrat Vol. 1: (20 – 23).
Luftinor. 2018. Penggunaan Kaolin Sebagai Bahan Pengisi Kompon Lateks Untuk
Pelapis Kain. Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 29 No. 1: 46 - 56 .
Mabrouk, Suzanne T. 2005. Making Usable, Quality Opaque or Transparent Soap.
Journal of Chemical Education. Vol. 82 No. 10 [1534 – 1537].
Manuale, D.L., Mazzieri, V.A., Torres, G., Vera, C.R., Yori, J.C. (2011) Non-
catalytic biodiesel process with adsorption-based refining. Fuel. Vol. 90
No. 3, 1188-1196
Maripa, Baiq Risni, dkk. 2014. Pengaruh Konsentrasi NaOH terhadap Kualitas
Sabun Padat dari Minyak Kelapa (Cocos Nucifera) yang Ditambahkan
Sari Bunga Mawar (Rosa L.).Mataram: IKIP.
Mishra, Debesh. 2013. Preparation of Soap Using Different Types of Oils and
Exploring its Properties. India: National Institute of Technology.
Nirschl, et al. 1987.US Paten Document. 3862058.
Nugraha, Irwan dan Umi Kulsum. 2017. Sintesis dan Karakterisasi Material
Komposit Kaolin-ZVI (Zero Valent Iron) serta Uji Aplikasinya sebagai
Adsorben Kation Cr (VI). Jurnal Kimia VALENSI, Vol 3, No. 1 [59-70] .
Oktari, Sang Ayu Sri Eka., Luh Putu Wrasiati dan Ni Made Wartini. 2017. Pengaruh
Jenis Minyak Dan Konsentrasi Larutan Alginat Terhadap Karakteristik
Sabun Cair Cuci Tangan. Jurnal Rekayasa Dan Manajemen Agroindustri.
Vol.2 No. 5 (47-57).
Qisty, Rachmiati. 2009. Sifat Kimia Sabun Transparan dengan Penambahan Madu
pada Konsentrasi yang Berbeda. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Ratih, H.K., 2016. Pembuatan Sabun Padat Dari Minyak Sawit, Kelapa Dan Zaitun
Serta Pengaruh Penambahan Ekstrak Kunyit (Curcuma Longa L) Sebagai
Antioksidan (Doctoral dissertation, Politeknik Negeri Sriwijaya).
Sari, Tuti Indah., Julianti Perdana Kasih, dan Tri Jayanti Nanda Sari. 2010.
Pembuatan Sabun Padat Dan Sabun Cair Dari Minyak Jarak. Jurnal Teknik
Kimia, Vol. 17. No. 1.
Sidek, Tuan T. M. dan Ridzwan Ahmad. 2018. Aplikasi Najis Mughallazah Dalam
Penetapan Halal Semasa Di Malaysia Menurut Perspektif Maqasid Al-
Shariah. Jurnal AL-ANWAR, Persatuan Bekas Mahasiswa Islam Timur
(PBMITT). Vol. 5. No. 1: 1-21
Universitas Sumatera Utara
49
SNI. 1998. SNI 01-3555-1998: Cara Uji Minyak dan Lemak. Balai Standarisasi
Nasional. Jakarta.
SNI. 2016. SNI 06-3532-2016: Sabun Mandi. Balai Standarisasi Nasional. Jakarta.
Soocheta, Vaidya. 2017. Upcycling Waste Cooking Oil into Soap . University Of
Mauritius Research Journal. Vol. 23A .
Spitz, L. (ed). 1996. Soaps and Detergents. A Theoretical and Practical Review.
AOCS Press.
Suhendar, Dede. 2017. Fikih (Fiqh) Air Dan Tanah Dalam Taharah (Thaharah)
Menurut Perspektif Ilmu Kimia. Jurnal UIN SGD. Volume X No. 1.170-
193.
Sukawaty, Yullia., Husul Warnida, dan Ananda Verranda Artha. 2016. Formulation
Of Bar Soap With Bawang Tiwai (Eleutherine Bulbosa (Mill.) Urb.) Bulbs
Ethanol Extract. Media Farmasi Vol. 13 No. 1: 14-22.
Sukeksi, Lilis., Andy Junianto Sidabutar, dan Chandra Sitorus. 2017. Soap Making
By Using Kapuk Fruit Peel (Ceiba Petandra) As A Source Of Alkali. Jurnal
Teknik Kimia USU, Vol. 6, No. 3 [8 – 13]
Sunardi., Utami Irawati dan Totok Wianto. Karakterisasi Kaolin Lokal Kalimantan
Selatan Hasil Kalsinasi. Jurnal Fisika FLUX, Vol. 8. No.1: (59 – 65).
Suryani, A.I., 2009. Penurunan Asam Lemak Bebas Dan Transesterfikasi Minyak
Jelantah Menggunakan Kopelarut Metil Tersier Butil Eter (Mtbe).
Taha, A.A., Ahmed, A.M., Abdel Rahman, H.H., Abouzeid, F.M. and Abdel
Maksoud, M.O., 2017. Removal of nickel ions by adsorption on nano-
bentonite: Equilibrium, kinetics, and thermodynamics. Journal of Dispersion
Science and Technology, 38(5), pp.757-767.
Tan, Siun Chee, dan Yiap Beow Chin. 2009."DNA, RNA, and Protein Extraction:
The Past and The Present." Journal of Biomedicine and Biotechnology.
Tarun, J., Susan, J., Suria, J., Susan, V.J. and Criton, S., 2014. Evaluation of pH of
bathing soaps and shampoos for skin and hair care. Indian journal of
dermatology, 59(5), p.442.
Utami, D.N., 2018. Kajian Jenis Mineralogi Lempung dan Implikasinya Dengan
Gerakan Tanah. Jurnal Alami: Jurnal Teknologi Reduksi Risiko Bencana,
2(2), pp.89-97.
Wertz, P.W., 2018. Lipids and the Permeability and Antimicrobial Barriers of the
Skin. Journal of lipids.
Widyasanti, Asri., Shayana Junita, Sarifah Nurjanah. 2017. Effect Of Virgin Coconut
Oils And Castor Oils To The Physicochemical And Organoleptic
Characteristics Of Liquid Soap. Jurnal Teknologi Dan Industri Pertanian
Indonesia – Vol.09 , No.1.
Universitas Sumatera Utara
50
Yusuf, R., Ahmed, W., , Hasan, I., Goonetilleke, A. and Gardner, T., 2010.
Quantitative PCR assay of sewage-associated Bacteroides markers to
assess sewage pollution in an urban lake in Dhaka, Bangladesh. Canadian
journal of microbiology, 56(10), pp.838-845.
Universitas Sumatera Utara
51
LAMPIRAN A
DATA PENELITIAN
LA.1 PENGUJIAN SABUN SAMAK
Tabel LA.1 Hasil Pengujian pada Sabun Samak
Run
Kadar
Air
(%)
ALB
(%) pH
Stabilitas
Busa
(%)
Kekerasan
(N/cm 2)
K1T1 3,5799 0,5836 8,7 79,54 1,4
K1T2 1,6915 0,5369 8,8 74,44 1,4
K1T3 3,2967 0,5135 8,9 80,64 1,4
K1T4 4,6511 0,3501 9 84,21 1,48
K2T1 3,9603 0,5500 8,7 79,34 1,49
K2T2 2,8 0,5200 8,8 78,65 1,55
K2T3 3,5603 0,5135 8,9 84,78 1,7
K2T4 5,3244 0,3268 9 84,53 1,75
K3T1 3,2197 0,5135 8,8 88,76 1,5
K3T2 3,3898 0,5000 8,9 79,75 1,6
K3T3 3,9164 0,4669 9 84,69 1,72
K3T4 6,0215 0,3035 9,1 87 1,76
K4T1 3,6329 0,3968 8,8 80,43 1,54
K4T2 3,9448 0,4669 8,8 79,77 1,65
K4T3 3,8136 0,4202 9 84,78 1,73
K4T4 6,1000 0,3000 9,1 87 1,76
K5T1 4,1485 0,3501 8,8 90,76 1,59
K5T2 4,3912 0,1634 8,9 80,89 1,65
K5T3 3,7895 0,3968 9 77,777 1,95
K5T4 6,1120 0,2700 9,2 87 1,8
Keterangan:
K1 = Kaolin 10%
K2 = Kaolin 12,5%
K3 = Kaolin 15%
K4 = Kaolin 17,5%
K5 = Kaolin 20%
T1 = Suhu 50ºC
T2 = Suhu 60ºC
T3 = Suhu 70ºC
T4 = Suhu 80ºC
Universitas Sumatera Utara
52
LAMPIRAN B
CONTOH PERHITUNGAN
LB.1 PERHITUNGAN KADAR AIR
Diambil contoh pada run K1T1
Berat sabun (M1) = 4,19 gram
Berat sabun oven (M2) = 4,04 gram
Kadar Air = M1- M2
M1 x 100%
Kadar Air = 4,19- 4,04
4,04 x 100%
= 3,479 %
LB.2 PERHITUNGAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS
Diambil contoh pada run K1T1
Analisis kadar asam lemak bebas berdasarkan SNI 06-3531-1994.
Kadar ALB = V x N x Bst
W x 100%
V = KOH 0,1 N yang dipergunakan (ml)
N = Normalitas KOH yang digunakan (0,1 N)
W = Berat contoh (mg)
Bst = Berat setara asam laurat (205)
Dari hasil pengujian diperoleh V KOH yang dipergunakan sebesar 2,5 ml
Kadar ALB = V x N x 205
W x 100%
= 2,5 x 0,1 x 205
5000 x 100%
= 0,492%
LB.3 PERHITUNGAN BILANGAN PENYABUNAN
V0 = Volume titrasi blanko (ml)
V1 = Volume titrasi sampel (ml)
T = Normalitas HCl (0,5 N)
M = Berat sampel (gram)
Dari hasil pengujian diperoleh
Universitas Sumatera Utara
53
V0 = 20,7 ml
V1 = 2,2 ml
Bilangan Penyabunan = 56,1 x 0,5 x (V0-V1)
m
= 56,1 𝑥 0,5 𝑥 (20,7−2,2)
2
= 259,462
LB.4 PERHITUNGAN STABILITAS BUSA
Diambil contoh pada run K1T1
Tinggi busa awal = 8,8 cm
Tinggi busa akhir = 7 cm
Busa yang hilang = 8,8-7
8,8 x 100%
= 20,4%
Stabilitas busa = 100% - busa yang hilang
= 100% - 20,4%
= 79%
Stabilitas busa Sabun X
Tinggi busa awal = 6,5 cm
Tinggi busa akhir = 6 cm
Busa yang hilang = 6,5-6
6,5 x 100%
= 7,6%
Stabilitas busa = 100% - busa yang hilang
= 100% - 7,6%
= 92,4%
Universitas Sumatera Utara
54
LAMPIRAN C
DOKUMENTASI PENELITIAN
LC.1 HASIL PEMBUATAN SABUN SAMAK
Gambar LC.1 Foto Hasil Pembuatan Sabun Samak
LC.2 HASIL PENGUJIAN KADAR AIR
Gambar LC.2 Foto Hasil Pengujian Kadar Air
Universitas Sumatera Utara
55
LC.3 HASIL PENGUJIAN KADAR ALKALI BEBAS
Gambar LC.3 Foto Hasil Pengujian Kadar Alkali Bebas
LC.4 HASIL PENGUKURAN STABILITAS BUSA
(a) (b)
Gambar LC.4 Foto Hasil Pengukuran Stabilitas Busa Sabun Samak
(a) Tinggi busa awal, (b)Tinggi busa akhir
Universitas Sumatera Utara
56
(a) (b)
Gambar LC.5 Foto Hasil Pengukuran Stabilitas Busa Sabun X
(a) Tinggi busa awal, (b)Tinggi busa akhir
LC.5 HASIL PENGUKURAN DERAJAT KEASAMAN
Gambar LC.5 Foto Hasil Pengukuran Derajat Keasaman
Universitas Sumatera Utara
57
LC.6 HASIL PENGUJIAN BILANGAN PENYABUNAN
Gambar LC.6 Foto Hasil Pengujian Bilangan Penyabunan
LC.7 HASIL PENGUJIAN KEKERASAN SABUN
Gambar LC.7 Foto Hasil Pengujian Kekerasan Sabun Samak
Universitas Sumatera Utara
58
Gambar LC.8 Foto Hasil Pengujian Kekerasan Sabun X
Sebagai Pembanding
Universitas Sumatera Utara
59
LAMPIRAN D
HASIL UJI LABORATORIUM
LD.1 HASIL UJI SEM – EDX
LD.1.1 Hasil Uji pada Sabun Samak 17,5% (60ºC)
Gambar LD. 1 Hasil Uji SEM Sabun Samak 17,5% (60ºC)
dengan Perbesaran 1500 X
Gambar LD. 2 Hasil Uji SEM Sabun Samak 17,5% (60ºC)
dengan Perbesaran 1000 X
Universitas Sumatera Utara
60
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10keV
0
10
20
30
40
50
60 cps/eV
C O Na Si Al
Spectrum: KAOLIN 17,5 60
El AN Series unn. C norm. C Atom. C Error (1 Sigma) K fact. Z corr. A corr. F corr.
[wt.%] [wt.%] [at.%] [wt.%]
-------------------------------------------------------------------------------------
C 6 K-series 32.48 61.89 71.30 4.27 0.457 1.353 1.000 1.000
O 8 K-series 11.93 22.73 19.66 1.94 0.105 2.171 1.000 1.000
Na 11 K-series 6.94 13.21 7.95 0.45 0.036 3.661 1.000 1.001
Si 14 K-series 0.67 1.28 0.63 0.07 0.003 3.900 1.000 1.004
Al 13 K-series 0.47 0.90 0.46 0.06 0.002 4.467 1.000 1.003
-------------------------------------------------------------------------------------
Total: 52.49 100.00 100.00
LABORATORIUM FISIKA UNIMED Energy Dispersive Analysis (EDS)
Gambar LD. 3 Hasil Uji EDX Sabun Samak 17,5% (60ºC)
Universitas Sumatera Utara
61
LD.1.2 Hasil Uji pada Sabun Samak 15% (50ºC)
Gambar LD. 4 Hasil Uji SEM Sabun Samak 15% (60ºC)
dengan Perbesaran 1000 X
Gambar LD. 5 Hasil Uji SEM Sabun Samak 15% (60ºC)
dengan Perbesaran 1500 X
Universitas Sumatera Utara
62
2 4 6 8 10 12 14keV
0
1
2
3
4
5
6
7
8
cps/eV
C O
Na Si Al
LABORATORIUM FISIKA UNIMED Energy Dispersive Analysis (EDS)
Spectrum: KAOLIN 50 C 15
El AN Series unn. C norm. C Atom. C Error (1 Sigma) K fact. Z corr. A corr. F corr.
[wt.%] [wt.%] [at.%] [wt.%]
-------------------------------------------------------------------------------------
C 6 K-series 35.59 66.89 75.53 4.75 0.509 1.313 1.000 1.000
O 8 K-series 10.38 19.50 16.53 1.89 0.086 2.258 1.000 1.000
Na 11 K-series 6.73 12.64 7.46 0.46 0.031 4.015 1.000 1.001
Si 14 K-series 0.27 0.51 0.25 0.04 0.001 5.722 1.000 1.004
Al 13 K-series 0.24 0.46 0.23 0.04 0.001 5.084 1.000 1.003
-------------------------------------------------------------------------------------
Total: 53.21 100.00 100.00
Gambar LD. 6 Hasil Uji EDX Sabun Samak 15% (60ºC)
Universitas Sumatera Utara
63
LD.2 HASIL PENGUJIAN DNA PADA PCR
Gambar LD.7 Penghilangan DNA dengan Air dan Sabun X
Keterangan Gambar LD.7:
M : Marka
K1 : Kontrol Negatif (tidak ada DNA babi)
K2 : Kontrol Positif (Terdapat DNA babi)
K3 : Kontrol Positif (DNA babi di tangan manusia)
A1 : pencucian dengan air pertama
A2 : pencucian dengan air ke-2
A3 : pencucian dengan air ke-3
M K1 K2 K3 A1 A2 A3
Universitas Sumatera Utara
64
Gambar LD. 8 Penghilangan DNA Babi dengan Sabun Samak
Keterangan Gambar LD.8:
M : Marka
K1 : Kontrol Negatif (tidak ada DNA babi)
K2 : Kontrol Positif (DNA babi di tangan manusia)
Sa1 : pencucian dengan sabun (15%,50ºC) pertama
Sa2 : pencucian dengan sabun (15%,50ºC) ke-2
Sa3 : pencucian dengan sabun (15%,50ºC) ke-3
Sb1 : pencucian dengan sabun (17,5%,60ºC) sabun (15%,50ºC)
Sb2 : pencucian dengan sabun (17,5%,60ºC) ke-2
Sb3 : pencucian dengan sabun (17,5%,60ºC) ke-3
M K1 K2 Sa1 Sa2 Sa3 Sb1 Sb2 Sb3
Universitas Sumatera Utara
65
LD.3 ANALISA KANDUNGAN ASAM LEMAK PADA MINYAK KELAPA
Universitas Sumatera Utara