SKRIPSI
MUHAMMADIYAH DISASTER MANAGEMENT CENTER (MDMC)
DALAM PENANGGULANGAN BENCANA BANJIR
DI KOTA MAKASSAR TAHUN 2019
Disusun dan Diusulkan Oleh :
FITRIANI M.
Nomor Stambuk : 105641118416
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020
MUHAMMADIYAH DISASTER MANAGEMENT CENTER (MDMC)
DALAM PENANGGULANGAN BENCANA BANJIR
DI KOTA MAKASSAR TAHUN 2019
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Ilmu Pemerintahan
Disusun dan Diajukan Oleh
FITRIANI M.
Nomor Stambuk : 105641118416
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama Mahasiswa : Fitriani M.
Nomor Stambuk : 10564 11184 16
Program Studi : Ilmu Pemerintahan
Menyatakan bahwa benar karya ilmiah ini adalah penelitian saya sendiri
tanpa bantuan dari pihak lain atau telah ditulis / dipublikasikan orang lain atau
melakukan plagiat. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di
kemudian hari pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi
akademik sesuai aturan yang berlaku, sekalipun itu pencabutan gelar akademik.
Makassar, 13 Mei 2020
Yang Menyatakan,
Fitriani M
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang senantiasa
memberi berbagai karunia dan nikmat yang tiada terhitung kepada seluruh
makhluknya terutama manusia. Demikian pula salam dan shalawat kepada Nabi
kita Muhammad SAW yang merupakan panutan dan contoh kita di akhir zaman.
Dengan keyakinan ini sehinga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul
“Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) Dalam
Penanggulangan Benncana Banjir Di Kota Makassar Tahun 2019”. Skripsi
ini merupakan tugas akhir yang saya ajukan untuk memenuhi syarat memperoleh
gelar sarjana Ilmu Pemerintahan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Muhammadiayah Makassar.
Tidak lupa penulis menghanturkan terima kasih yang sedalam-dalamnya
dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :
1. Ayahanda Mansur dan Ibunda Jumarni selaku orang tua atas segala
pengorbanan dan doa restu yang telah diberikan demi keberhasilan penulis
dalam mengejar dan mendidik sejak kecil hingga sekarang ini. Semoga
yang telah mereka berikan kepada saya menjadi kebaikan dan cahaya
penerang kehidupan di dunia dan di akhirat.
2. Ayahanda Handam, S.IP., M.SI selaku pembimbing 1 dan Ayahanda Muh.
Amin Umar, S.Ag., M.pd.i selaku pembimbing II yang senantiasa
memberikan masukan dan arahan serta bimbingan dalam penyempurnaan
skripsi ini
3. Ibunda Dr. Hj. Ihyani Malik, S.Sos, M.Si Dekan Fakultas Ilmu Sosial Ilmu
Politik Universitas Muhammadiyah Makassar
4. Ibunda Dr. Nuryanti Mustari, S.IP.,M.Si, ketua jurusan Ilmu Pemerintahan
Universitas Muhammadiyah Makassar
5. Prof. Dr. H. Ambo Asse,M.ag, Rektor Universitas Muhammadiyah
Makassar
6. Seluruh Dosen-dosen, Staf Jurusan Ilmu Pemerintahan Universitas
Muhammadiyah Makassar yang telah memberikan saya banyak sekali
ilmu, pengalaman, pembelajaran yang akan menjadi bekal saya di
kemudian harinya
7. Kakanda Hardianto Hawing, S.T., M.A selaku Dosen Ilmu Pemerintahan
yang telah membagi ilmunya selama ini dan selalu setia sebagai tempat
diskusi saya dari awal mulai perencanaan sampai selesainya karya ilmiah
ini
8. Kakak-kakak dan adik-adik di Himpunan Mahasisiwa Jurusan Ilmu
Pemerintahan (HIMJIP) yang telah menjadi tempat berbagi, tempat beajar
dan tempatku berproses selama menjadi Mahasiswa di Universitas
Muhammadiyah Makassar
9. Teman-teman IP Angkatan 016 yang selama ini selalu menemani,
membantu, memberikan semangat serta dukungannya selama kuliah di
Universitas Muhammadiyah Makassar
Seluruh kalangan yang telah membantu saya dalam penyelesaian skripsi ini,
kususnya MDMC tempat dimana saya meneliti semoga segala bantuan dan
bimbingannya mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah Swt sebagai amal
ibadah, Aamiin. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini banyak
kekurangannya, oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun dari
berbagai pihak penulis sangat mengharapkan demi perbaikan-perbaikan
kedepannya.
Wassalamualaikum Wr. Wb
Makassar, 13 Mei 2020
Penulis,
Fitriani M
Abstrak
FITRIANI M (2020). Muhammadiyah disaster management center (mdmc)
dalam penanggulangan bencana di Kota Makassar tahun 2019
(Di bimbing oleh Hamdan dan Muh. Amin Umar)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengelolaan
Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) dalam penanggulangan
bencana banjir di Kota Makassar tahun 2019 dan juga untuk mengetahui faktor-
faktor apa saja yang menghambat Muhammadiyah Disaster Management Center
(MDMC) dalam penanggulangan bencana banjir di kota Makassar Tahun 2019.
Jenis penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif dan jenis
penelitiannya deskriptif. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi dan
wawancara. Proses analisis data dilakukan dalam beberapa tahapan yaitu
pemeriksaan semua data terkait, hasil wawancara mendalam, reduksi data,
penyajian data kemudian penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan
Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) dalam penanggulangan
bencana banjir di Kota Makassar tahun 2019 dari empat indikator yaitu Mitigasi,
dimana mitigasi dalam hal ini merupakan upaya yang dilakukan dalam proses
penanggulangan bencana. Dari sisi mitigasi, MDMC belum terealisasi dengan
baik karena menjadi tanggung jawab pemerintah. Kesiapsiagaan, dari segi
kesiapsiagaan MDMC selalu siap menangani bencana banjir di Kota Makassar.
Hal ini terlihat dari tingkat keseriusan MDMC dalam menangani bencana banjir di
Kota Makassar. Tanggap darurat, MDMC selalu tanggap terhadap bencana yang
akan terjadi, mempersiapkan apa saja yang dibutuhkan selama pelaksanaan dan
sebagainya. Rehabilitasi, dalam hal ini MDMC memberikan bantuan berupa
kesehatan, pendidikan, membantu masyarakat dalam hal ini ibu dan anak untuk
meringankan rasa nyamannya pascabencana. Dalam penanggulangan bencana,
semuanya tidak berjalan mulus sesuai dengan yang dipikirkan. Ada beberapa
kendala yang dihadapi oleh MDMC antara lain kurangnya sumber daya (sumber
daya manusia, peralatan yang digunakan, dan sumber daya keuangan), kendala
berikutnya adalah kurangnya kesadaran masyarakat.
Kata kunci: Manajemen Bencana, Bencana Alam, Banjir
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN ............................... Error! Bookmark not defined.
PENERIMAAN TIM..............................................................................................iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH............................ iv
ABSTRAK...............................................................................................................v
KATA PENGANTAR ........................................................................................... vi
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ..ix
DAFTAR TABEL...................................................................................................xi
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................... 8
C. Tujuan Penelitian ..................................................................................... .......9
D. Manfaat Penellitian ......................................................................................... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Muhammadiyah Disaster Management Center ................. 10
B. Tinjauan Umum Manajemen ........................................................................ 11
C. Tinjauan Umum Bencana Alam ................................................................... 26
D. Kerangka Pikir .............................................................................................. 32
E. Fokus penelitian ......................................................................................... 33
F. Deskripsi Fokus Penelitian ......................................................................... 34
BAB III METODE PENELITIAN
A. Waktu Dan Lokasi Penelitian ....................................................................... 35
B. Jenis Dan Tipe Penelitian ............................................................................. 35
C. Sumber Data ................................................................................................. 35
D. Informasi Penelitian ...................................................................................... 35
E. Prosedur Pengumpulan Data ......................................................................... 36
F. Teknik Analisis Data ..................................................................................... 37
G. Keabsahan Data ............................................................................................ 37
BAB VI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Obyek penelitian .......................................................................... 38
B. Muhammadiyah Disaster Managemen Center (MDMC) Dalam
Penanggulangan Bencana banjir di Kota Makassar Tahun 2019 ................ 43
C. Faktor-faktor penghambat muhammadiyah disaster management center
dalam melaksanakan tugasnya ..................................................................... 53
D. PEMBAHASAN ........................................................................................ 56
BAB V KESIMPULSN
A. Kesimpulan ................................................................................................ 63
B. Saran ........................................................................................................... 64
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 65
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Jumlah Informan....................................................................................36
Tabel 4.2 Peran pemerintah dan MDMC dalam penanggulangan bencana dalam
tahap mitigasi................................................................................................57
Tabel 4.3 Peran pemerintah dan MDMC dalam penanggulangan bencana dalam
tahap kontinjensi...........................................................................................59
Tabel 4.4 Peran pemerintah dan MDMC dalam penanggulangan bencana dalam
tahap operasi (tanggap darurat)....................................................................62
Tabel 4.5 Peran pemerintah dan MDMC dalam penanggulangan bencana dalam
tahap rehabilitasi...........................................................................................63
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Konsep Kerangka Pikir......................................................................33
Gambar 4.1 Struktur Organisasi.............................................................................40
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bencana di Indonesia tidak lagi hanya menjadi sebuah dongeng belaka
melainkan benar-benar sudah terjadi bahkan hampir tiap detik bencana terjadi
di berbagai daerah. Dalam Undang-Undang No 24 tahun 2007 Pasal 1 tentang
penanggulangan bencana, telah dikemukakan bahwa “Bencana adalah
peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat, sehingga mengakibatkan timbulnya
korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan
dampak psikologis”. Terdapat tiga jenis bencana dalam pasal 1 Undang-
Undang Nomor 24 tahun 2007 yaitu, bencana alam, bencana non alam, dan
bencana sosial. Bencana alam merupakan kejadian atau peristiwa yang
berasal dari alam, seperti gempa bumi, tsunami, banjir, dan tanah longsor.
Bencana non alam merupakan kejadian atau peristiwa yang meliputi
kegagalan teknologi, semisal wabah penyakit. Bencana sosial merupakan
kejadian atau peristiwa yang dibuat atau berasal dari masyarakat itu sendiri,
seperti teror atau konflik antar kelompok.
Bencana terjadi tidak hanya sekali tetapi berulang kali, maka
penanganan bencana menjadi sangat penting untuk menjadi perhatian dan
tugas kita bersama. Pengurangan risiko bencana dan dampak akibat bencana
yang terjadi bisa diminimalisir dengan manajemen yang baik.
Menurut Wignyo Adiyoso (2018) Manajemen bencana atau disaster
management (DM) sering juga disebut pengelolaan risiko atau disaster risk
management (DRM) atau juga manajemen risiko (risk management). Dalam
manajemen risiko bencana dikenal juga dasar pendekatan dan proses-proses
manajemen seperti ketidak pastian, penilaian terhadap kemungkinan terjadinya
bencana, besaran bahaya, dampak yang disesbabkan, evaluasi dan bagaimana
bahaya tersebut dikelola sejak sebelum, pada saat, dan setelah bencana.
Dalam Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007 Pasal 1 ayat 25 tentang
“Lembaga usaha adalah setiap badan hukum yang dapat berbentuk badan usaha
milik negara, badan usaha milik daerah, koperasi, atau swasta yang didirikan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang menjalankan jenis
usaha tetap dan terus menerus yang bekerja dan berkedudukan dalam wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
Berdasarkan Undang-Undang di atas tidak hanya pemerintah yang
bertanggung jawab mengenai bencana yang terjadi, oleh karena itu dibutuhkan
kerja sama semua pihak guna memperlancar proses persiapan dalam menghadapi
setiap bencana yang terjadi.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) merupakan lembaga
pemerintah yang bertugas menangani tentang kebencanaan, lembaga ini sebagai
bentuk kepedulian pemerintah terhadap masyarakat. Pemerintah merupakan
penanggung jawab inti dalam pelaksanaan penanggulangan bencana.
Iffatus Sholehah (2017) Selain pemerintah, tentu masih banyak lagi pihak
yang memiliki tanggung jawab dalam hal ini. Baik organisasi kemanusian yang
sifatnya internasional maupun nasional. Organisasi kemanusiaan internasional
seperti IOF (Indonesia Off-Road Federation), PBB (Persatuan Bangsa-Bangsa)
dan lain sebagainya. Sedangkan organisasi yang sifatnya nasional seperti
TAGANA (Taruna Siaga Bencana), SAR ( Search And Rescue), PMI (Palang
Merah Indonesia). Salah satu organisasi kemanusiaan nasional di bawah naungan
lembaga swasta yang sampai saat ini masih eksis serta memiliki andil dalam
penanggulangan bencana yaitu MDMC (Muhamadiyah Disaster Management
Center).
Sehingga Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC)
mengambil bagian sebagai lembaga penanggulangan bencana untuk membantu
masyarakat mulai dari pra bencana, tanggap darurat dan pasca bencana. Di dalam
penanganan bencana terdapat beberapa aspek yaitu aspek mitigasi bencana
(pencegahan), kegawatdaruratan saat terjadinya bencana, dan aspek rehabilitasi.
Penanganan kegawatdaruratan targetnya adalah penyelamatan sehingga resiko
tereliminir. Sedangkan rehabilitasi merupakan upaya mengembalikan pada
kondisi normal kembali. MDMC berperan untuk meningkatkan dan
mengoptimalkan sistem penanggulangan bencana, mengembangkan kesadaran
bencana, dan memperkuat jaringan dan partisipasi masyarakat dalam
penanggulangan bencana.
Di Sulawesi Selatan sering terjadi bencana alam. Bencana alam yang
sering terjadi setiap tahunnya adalah bencana banjir namun banjir sulawesi selatan
terparah dalam satu dekade terakhir yang terjadi adalah pada tahun 2019. .
Bencana alam ini terjadi pada musim hujan, akibat dari bencana ini berdampak
pada kehidupan sosial masyarakat di sekitarnya, seperti halnya akses
perekonomian terhambat, pendidikan terganggu, kesehatan menurun, dan akibat
bencana alam tersebut terkadang melahirkan korban jiwa bahkan sampai
mengakibatkan kematian. Salah satu daerah yang merupakan langganan setiap
tahunnya terjadi bencana ini adalah Kota Makassar yang juga merupakan ibu kota
dari provinsi tersebut.
Kota Makassar adalah salah satu wilayah di Sulawesi Selatan dengan
potensi indeks rawan bencana banjir. Menurut Khambali (2017) dalam bukunya
yang berjudul “Manajemen Penanggulangan Bencana” banjir adalah bencana
akibat curah hujan yang tinggi dan tidak diimbangi dengan saluran pembuangan
air yang memadai sehingga merendam wilayah-wilayah yang tidak dikehendaki.
Banjir bisa juga terjadi karena jebolnya sistem aliran air yang ada sehingga daerah
yang rendah terkena dampak kiriman banjir.
Salah satu organisasi masyarakat yang merespon bencana alam salah
satunya bencana banjir adalah Organisasi Muhammadiyah yaitu lembaga tersebut
dinamakan Muhammadiyah Disaster Management Center atau yang disingkat
MDMC. Kehadiran lembaga ini merupakan respon terhadap kepedulian organisasi
Muhammadiyah kepada masyarakat atas peristiwa-peristiwa yang mengganggu
kehidupan masyarakat akibat dampak yang terjadi diakibatkan oleh faktor Alam.
Lembaga Muhammadiyah Disaster Management Center ini berdiri sejak
tahun 2007. Lembaga ini merupakan lembaga yang bertugas untuk
mengkoordinasikan mobilisasi sumberdaya dalam tanggap darurat bencana,
mitigasi dan kesiapsiagaan bencana dan rehabilitasi pasca bencana. Untuk itu,
dalam pelaksanaannya komunikasi dan koordinasi dengan seluruh jajaran
pimpinan, Majelis, Lembaga, Amal Usaha, Organisasi Otonomi dan Kader
Muhammadiyah. Selain dalam fungsi utamanya, MDMC juga bertugas
memberikan sosialisasi dan penyuluhan kepada masyarakat menghadapi bencana
di lingkungan umum. Selain itu juga menjadi pelopor penguatan peran agama
dalam upaya pengurangan resiko becana dan bantuan kemanusiaan di dunia
internasional, dan cabang MDMC di kota Makassar berada di “Jalan Gunung
Lompobattang No. 201 Makassar Sulawesi Selatan”
Keberhasilan yang di miliki oleh MDMC Kota Makassar dalam penanganan
bajir di kota Makassar adalah pada tahun 2019, MDMC ikut berkontribusi dalam
penanganan bencana banjir di Kab. Gowa, dengan membentuk tim tanggap
bencana penanganan bencana banjir dan longsor, pembentukan pos kordinasi
(poskor) Muhammadiyah dan pembentukan Pos Pelayanan (Posyan). Pada Tahun
2020, MDMC kota Makassar ikut membantu dalam mengevakuasi jenazah hingga
distribusikan sembako ke 1.049 KK pada saat bencana banjir terjadi di Masamba,
Luwu Timur Sulawesi Selatan.
Hal yang melatar belakangi sehingga MDMC perlu di ikut sertakan setiap
terjadi bencana karena MDMC merupakan salah satu lembaga Muhammadiyah
yang bertugas untuk mengkoordinasi mobalisasi sumberdaya dan tanggap darurat
bencana. Selain itu, MDMC juga merupakan salah satu lembaga penanggulangan
bencana yang cepat dalam merespon terhadap kebencanaan. MDMC mempunyai
peranan dalam penanggulangan bencana yakni sebagai mitra pemerintah,
manajemen pendidikan anak di lokasi bencana alam, dan sebagai media untuk
penyedia manajemen pendidikan, kesehatan, di lokasi bencana alam, memberikan
pendidikan karakter sehingga membentuk pola pikir dan menghilangkan rasa
trawma anak-anak dan masyarakat pasca terjadinya bencana.
MDMC menjadi mitra yang sangat dindalkan pemerintah dalam
penanggulangan bencana di Indonesia. Sepanjang dua periode MDMC sudah
melakukan lebih dari 100 respon bencana dengaan jutaan penerimaan manfaat.
Contohnya bencana non alam yang baru-baru ini terjadi seperti Covid-19,
Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC) dengan merespon
pandemic Covid-19 dengn coordinator pertama dr. Corona Rintawan, salah satu
pimpinan MDMC yang kemudia ditarik membantu Gugus Tugas Nasional Covid-
19. Dibentuknya MCCC satu pekan lebih awal dari dibentuknya gugus tugas
nasional Covid-19 oleh pemerintah Republik Indonesia.
Selain itu bukti kecepat tanggapan MDMC yaitu pada saat terjadi banjir di
masamba yang terjadi pada tahun 2020 ini, MDMC bergerak cepat dalam
menyalurkan bantuan-bantuan berupa makanan, obat-obatan dll.
LPB membentuk Komunitas Relawan Muhammadiyah (KRM) yang
diharapkan menjadi institusi yang mewadahi relawan Muhammadiyah dari unsur
pimpinan dan ortom Muhammadiyah. Klaster yang saat ini dimiliki dan menjadi
andalan Muhammadiyah dalam penanggulangan bencana adalah, Medis, Search
and Rescue (SAR), Psikososial, dan Dapur Umum. LPB menjadi satu-satunya
organisasi yang tecatat di WHO memiliki emergency medical team. Tim medis
Muhammadiyah pernah dikirimkan untuk membantu penyintas bencana topan
Haynan di Filiphina (2013) dan pengungsi kekerasan rasial di Rakhine State
Myanmar dan Coxz Bazar Bangladesh (2017).
Disetiap tahunnya saat musim hujan terjadi, banjir semakin meningkat di
wilayah-wilayah tertentu di daerah Makassar, salah satu relawan Muhammadiyah
Disaster Management Center Kota Makassar mengatakan bahwa dalam satu
dekade ini banjir terparah yang pernah terjadi adalah pada tahun 2019 dan disaat
yang bersamaan kehadiran MDMC sebagai respon terhadap penanganan terhadap
bencana alam sehingga peneliti tertarik untuk meneliti dengan mengankat judul
“Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) dalam penanggulangan
bencana banjir di Kota Makassar tahun 2019”.
Putra Angino Widyaswara Siwaryo (2020) pernah menulis sebuah jurnal
yang temanya tentang “Peran Muhammadiyah Disaster Management Center
Dalam Mitgasi Bencana” dalam jurnal tersebut peneliti lebih berfokus kepada
Peran lembaga Muhammadiyah Disaster Management Center Dalam Mitgasi
Bencana yang ada di Kabupaten Kebumen dalam hal ini mitigasi merupakan
serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana baik melalui pembangunan
fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman
bencana. Ifaf Sholehah (2017) juga pernah menulis tesis yang temanya tentang
“Upaya Rehabilitasi Pasca Becana Oleh MDMC (Muhammadiyah Disaster
Managemen Bencana Banjir) Studi Kasus Banjir Garut Jawa Barat” dalam jurnal
tersebut peneliti lebih berfokus kepada upaya rehabilitasi pasca bencana yang
dilakukan oleh lembaga MDMC dalam hal ini rehabilitasi adalah sebuah kegiatan
ataupun proses untuk membantu para penderita yang mempunyai penyakit serius
atau cacat yang memerlukan pengorbanan medis untuk mencapai kemampuan
fisik psikologis, dan sosial yang maksimal
Kedua peneliti tersebut sama-sama membahas tentang disaster, jadi
perbedaanya bahwa peneliti pertama lokus penelitinya yaitu tentang pengaruh
lembaga MDMC dalam mengurangi risiko bencana melalui pembangunan fisik
maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan meghadapi ancaman bencana.
Sedangkan peneliti kedua lokus penelitinya yaitu tentang usaha yang dilakukan
lembaga MDMC dalam mengatasi atau membantu para penderita yang
mempunyai penyakit serius akibat bencana yang terjadi.
Skripsi yang penulis tulis saat ini lebih berfokus kepada pengelolaan atau
manajemen yang dilakukan oleh Lembaga Muhammadiyah Disaster Management
Center dalam penanggulangan bencana banjir yang terjadi di Kota makassar
Tahun 2019.
B. Rumusan Masalah
Bedasarkan pada uraian latar belakang di atas, maka penulis merumuskan
permasalahan pokok dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimana Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) dalam
penanggulangan bencana banjir di Kota Makassar Tahun 2019
2. Faktor apa yang menghambat Muhammadiyah Disaster Management Center
(MDMC) dalam penanggulangan bencana banjir di Kota Makassar Tahun 2019
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan:
1. Untuk mengetahui Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC)
dalam penanggulangan bencana banjir di Kota Makassar Tahun 2019
2. Untuk mengetahui faktor apa yang menghambat Muhammadiyah Disaster
Management Center (MDMC) dalam penanggulangan bencana banjir di
Kota Makassar Tahun 2019
D. Manfaat penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini kiranya dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman
serta wawasan penulis begitu pula bagi peneliti selanjutnya mengenai
Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) Dalam
Penanggulangan Bencana Banjir Di Kota Makassar Tahun 2019
2. Manfaat Praktis
Sebagai bahan informasi dan kajian bagi Lembaga Muhammadiyah Disaster
Management Center (MDMC)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC)
Fajar Surahman (2020) MDMC (Muhammadiyah Disaster Management
Center) adalah Lembaga Penanggulangan Bencana (LPB) Muhammadiyah
sebagai unsur pembantu pimpinan Muhammadiyah dalam proses
penanggulangan bencana serta revitalisasi pasca bencana sebagai bentuk
Dakwah Amar Ma’rif Nahi Mungkar. Pendiri Penanggulangan Bencana
(LPB) pada tahun perserikatan Muhammadiyah yang selanjutnya disebut
MDMC (Muhammadiyah Disaster Management Center) awalnya dibentuk
pada tahun 2007 sebagai Badan Penanggulangan Bencana pada Muktamar
yang dilaksanakan di Yokyakarta pada tahun 2010 kemudian disahkan
menjadi Lembaga Penanggulangan Bencana. Tugas utama MDMC
(Muhammadiyah Disaster Management Center) adalah mengkoordinasikan
sumberdaya Muhammadiyah dalam proses penanggulangan bencana dalam
Tanggap Darurat Bencana, Mitigasi dan Kesiapsiagaan Bencana dan
Rehabilitasi Pasca Bencana
Dalam pelaksanaannya diperlukan komunikasi dan koordinasi
dengan seluruh jajaran Pimpinan, Majelis, Lembaga, Amal Usaha, Organisasi
Otonom dan Kader Muhammadiyah. Selain itu juga bekerja sama dengan
lembaga Search And Rescue (SAR) di Indonesia.
Lembaga ini mengembangkan misi pengurangan risiko bencana basis
kesiapsiagaan di tingkat komunitas, sekolah dan rumah sakit sebagai basis
gerakan Muhammadiyah sejak 100 tahun yang lalu.
Kegiatan kebencanaan ini bergerak di seluruh wilayah Negara Republik
Indonesia, sesuai wilayah badan hukum Persyarikatan Muhammadiyah yang
dalam operasionalnya mengembangkan MDMC di tingkat Pimpinan Wilayah
Muhammadiyah (Propinsi) dan MDMC di tingkat Pimpinan Daerah
Muhammadiyah (Kabupaten).
Salah satu contoh di Kota Makassar MDMC menjadi gerakan
penanggulangan bencana, baik disaster maupun man made disaster, dan juga
baik pada tahap mitigasi maupun dalam tahap tanggap darurat, rehabilitasi
rekontruksi, dan recovery. Saat ini MDMC dan Lembaga Zakat Infaq serta
Shadaqah Muhammadiyah (LAZISMU) bekerjasama di Muhammadiyah
yang menjadi pelanjut dan pewaris doktrin Penolong Kesengsaraan Oemoem
(PKO) yang di ajarkan oleh KH Ahmad Dahlan. Surah Al-Ma’un yang
memerintahkan untuk menolong anak yatim menjadi dasar gerakan dari PKO
Muhammadiyah untuk membantu masyarakat pribumi yang terabaikan oleh
pemerintah Kolonial Belanda saat itu.
B. Tinjauan Umum Manajemen
Definisi Manajemen menurut Massie yang dikutip oleh Azhar Arsyad
(2002;1) menyatakan “Manajemen adalah suatu proses dimana kelompok
secara kerjasama mengerahkan tindakan atau kerjanya untuk mencapai tujuan
bersama. Proses tersebut mencakup teknik-teknik yang digunakan oleh para
manajer untuk mengkoordinasikan kegiatan atau aktifitas orang lain menuju
tercapainya tujuan bersama”.
1. Pengertian menejemen bencana
Menurut Wignyo Adiyoso (2018) Manajemen bencana atau disaster
management (DM) sering juga disebut pengelolaan risiko atau disaster
risk management (DRM) atau juga manajemen risiko (risk management).
Dalam manajemen risiko bencana dikenal juga dasar pendekatan dan
proses-proses manajemen seperti ketidak pastian, penilaian terhadap
kemungkinan terjadinya bencana, besaran bahaya, dampak yang
disesbabkan, evaluasi dan bagaimana bahaya tersebut dikelola sejak
sebelum, pada saat, dan setelah bencana.
a. Konsep Manajemen Risiko
Manajemen risiko bukanlah ilmu baru karena di dalam dunia
ekonomi dan keuangan terutama perbankan telah digunakan sejak lama.
Manajemen risiko ada karena adanya kondisi ketidakpastian.
Minsalnya, dalam ekonomi keuangan dikenal risiko karyawan, risiko
legal, risiko pasar, risiko kredit dan risiko likuiditas (Hanafi, 2016).
Lebih lanjut Hanafi (2016) menjelaskan manajemen resiko prinspnya
dilakukan melalui proses (i) identifikasi risiko, (ii) evaluasi dan
pengukuran, (iii) pengelolaan risiko. Identifikasi risiko, penilaian risiko,
pengukuran kemungkinan (probabilitas) risiko, tingkat keparahan, dan
dampak risiko. Sedangkan pengelolaan risiko meliputi upaya-upaya
perencanaan dan pengorganisasian untuk mencegah, menerima, atau
menahan (retention), menghindar, dan mentransfer sebuah risiko.
Sama seperti konsep manajemen risiko, dalam manajemen risiko
bencana dikenal juga dasar pendekatan dan proses-proses manajemen
seperti ketidakpastian, penilaian terhadap kemungkinan terjadinya
bencana, besaran bahaya, dampak yang disebabkan, evaluasi dan
bagaimana bahaya tersebut dikelola sejak sebelum, pada saat, dan
setelah bencana. Dalam diskursus kebencanaan kita sering mendengar
perbedaan diksi antara pengelolaan risiko bencana atau disaster risk
management (DRM) dan pengelolaan bencana atau disaster
management (DM)
Dalam perkembangan dan penerapan di masing-masing negara,
manajemen bencana dikembangkan dengan konsep manajemen secara
umum yang pada intinya perencanaan (planning), pelaksanaan
(organizing and acting), monitoring, dan evaluasi (controlling). Pada
tahap planning, kegiatan sebenarnya sama dengan risk management.
b. Perkembagan Manajemen Bencana
Model perkembangan pengelolaan bencana terus berkembang
seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan pengalaman dalam
mengatasi permasalahan bencana yang terjadi.
1. Masa sebelum moderen
Bersama dengan awal munculnya bencana dimuka bumi
yang dialami manusia, pengelolaan bencana juga telah dimulai pada
saat ini. Bukti sejarah atau cerita dari kitab suci, upaya untuk
mengurangi atau menghindari bencana telah dilakukan oleh
manusia. Salah satu cara menghindari bencana banjir adalah
membuat perahu raksasa sebagaimana ditunjukkan dalam kitab suci
agama Islam, Kristen dan Yahudi, ketika Nabi Nuh dan umatnya
akan diturunkan hujan badai yang mengakibatkan banjir besar
Coppola, 2009). Begitu juga dengan bangsa Asipu di Irak (Coppla,
2009). Mereka telah menggunakan proses-proses pengelolaan
bencana yang menggunakan pendekatan yang saat ini dikenal
dengan decision analysis. Proses ini pada awalnya melakukan
analisis bahaya, kemudian menyusun alternatif pencegahan/
pengurangan yang kemudian dikemukakan hasil yang diharapkan.
Banyak juga dipercaya dari peninggalan manusia, baik
prasejarah maupun masa sejarah telah melaksanakan pengelolaan
bencana seperti bangsa Mesir yang membuat 200 water wheels untuk
mengontrol sungai supaya tidak banjir dan bangsa pompeii di Italia
yang menyiapkan evakuasi sebelum letusan gunung Vesuvius pada
tahun AD 79.
2. Masa modern
Pengelolaan bencana pada masa modern telah dilakukan
hampir di seluruh dunia, meskipun masih didominasi dengan
pendekatan respon atau pada saat bencana. Merupakan Coppola
(2009), pendekatan untuk pengelolaan bencana yang komperhensif
dari mitigasi, kesiapsiagaan, respon, dan rekontruksi baru dimulai
sejak pertengahan abad ke-20. Bahkan negara Jepang yang dikenal
sebagai pendekar pengelolaan bencana mulai memberlakukan
manajemen bencana yang diatur dalam peraturan perundng-
undangan yang dimulai tahun 1945 setelah diterpa Taipun Ida atau
Makurazaki Typhoon (Cabinet Office Japan, 2015). Sedangkan
Copslls mencatat beberapa negara yang telah mengadopsi disaster
Management antara lain Inggris dengan Civil Defense Act tahun
1948, Canda dengan Civil Defense Organization tahun 1948,
Amerika Serikat dengan adanya Federal Emergency Management
Agency di bawah Federal Civil Defense Act 1950 Prancis dengan
Nations’s 1950 Ordinance dan the 1965 Decree Relating to Civil
Defense.
Sedagkan secara teori beberapa pendekatan atau paradikma
yang digunakan dalam manajemen bencana seperti disampaikan oleh
Shamim (2016), manajemen bencana dapat terdiri dari beberapa teori
atau paradigma utama, yaitu (i) pandangan Marxis tentang
interprestasi bencana (Marxist Interpretation on disaster), (ii) teori
ekonomi (economic theory), (iii) Perspektif Weberian tentang
manajemen respons (Weberian perspectives of emergency
management), (iv) teori manajemen (management theory), dan (v)
integritasi (integration).
Sedangkan Sdufibyakto dkk (2017) dan Oxfam (2012)
mengelompokkan lima model manajemen bencana sebagai berikut.
a) Disaster Management Continuum Model
Model ini merupakan model yang paling populer karena
terdiri dari tahap-tahap manajemen bencana yang meliputi
emergency, relief, rehabilitation, recontruction, mitigation,
preparedness, dan early warning.
b) Pre- During-Post Disaster Model
Model manajemen bencana ini membagi tahap kegiatan di
sekitar bencana. Terdapat kegiatan-kegiatan yang perlu
dilakukan sebelum bencana, selama bencana terjadi, dan
setelah bencana. Model ini seringkali digabungkan dengan
disaster management continuum model.
c) Contract Expand Model
Model ini berasumsi seluruh tahap-tahap yang ada pada
manajemen bencana (emergency, relief, rehabilitation,
mitigation, preparedness, dan early warning) semestinya
tetap dilaksanakan pada daerah yang rawan bencana.
Perbedaan pada kondisi bencana dan tidak bencana adalah
saat bencana tahap tertentu lebih dikembangkan
(emergency dan relief), sementara tahap lain seperti
rehabilitation, recontrucction, dan mitigation kurang
ditenkankan.
d) The Crinch and Release Model
Manajemen bencana ini menekankan upaya mengurangi
kerentanan untuk mengatasi bencana. Bila masyarakat tidak
rentan maka bencana juga memiliki kemungkinan yang
kecil terjadi, meski hazard tetap terjadi.
e) Disaster Risk Reduction Framework
Model ini menekankan upaya manajemen bencana pada
identifikasi risiko bencana baik dalam bentuk kerentanan
maupun harzard dan mengembangkan kapasitas untuk
mengurangi risiko tersebut.
Pendekatan lain dalam pengelolaan bencana telah
berkembang. Model-model pengelolaan bencana dikembangkan ke
dalam sebuah siklus pengelolaan bencana. Pengelolaan bencana
yang banyak digunakan pada masa ini adalah lingkungan
pengelolaan bencana (disaster management cycle). Disaster
management cycle merupakan model pendekatan untuk pengelolaan
bencana yang dikembangkan oleh Sthephen Bieri (2003) yang
menyederhanakan pemahaman tentang pengelolaan bencana. Model
ini seringkali digunakan karena mencakup keseluruhan pengelolaan
bencana yang dibutuhkan berdasarkan tahapan atau kejadian
bencana.
c. Siklus Manajemen Bencana
Disaster manajemen cycle terdiri dari dua kegiatan besar, yaitu
sebelum terjadinya bencana (pre event) dan setelah terjadinya bencana
(post event). Kegiatan setelah terjadinya bencana dapat berupa disaster
response/ emergency response (tanggap bencana) ataupun disaster
recovery. Kegiatan yang dilakukan sebelum terjadinya bencana dapat
berupa disaster preparedness (kesiapsiagaan menghadapi bencana) dan
disaster mitigation (mengurangi dampak bencana). Istilah lain
menyebutkan siklus pengelolaan bencana sebagai disaster reduction,
sebagai perpaduan dari disaster mitigation dan disaster preparedness
(Bieri, 2003).
1. Pencegahan dan Mitigasi
Pencegahan dan mitigasi bencana merupakan tahapan
pengelolaan bencana yang perlu dilakukan setiap waktu untuk
mengurangi resiko bencana yang mugkin terjadi. Di dalam siklus
bencana terdapat dua kegitan pengelolaan bencana sebelum terjadi
bencana (prabencana), yaitu pencegahan dan mitigasi serta
kesiapsiagaan. Pencegahan dan mitigasi merupakan strategi
pengelolaan bencana yang dilakukan saat tidak ada potensi terjadi
bencana. Namun, pencegahan dan mitigasi perlu dilakukan di
seluruh wilayah untuk mengurangi risiko.
Pencegahan dapat diartikan sebagai kegiatan yang
bertujuan “mengobati” bahaya tertentu sedemikian rupa sehingga
akan berdampak pada masyarakat dengan tingkat yang lebih rendah
daripada seharusnya. Kegiatan mitigasi lebih dititik beratkan pada
upaya penyusunan berbagai kebijakan dan strategi yang bertujuan
mengurangi risiko bencana. Sedangkan kegiatan yang dapat
dilakukan antara lain pembuatan tanggul, sabo dam, check dam,
break water, rehabilitasi, dan normalisasi saluran air.
2. Kesiapsiagaan
Kesiapsiagaan adalah salah satu strategi penanggulangan
bencana yang dilakukan pada tahapan prabencana saat ada potensi
bencana. Kegiatan kesiapsiagaan melibatkan orang-orang atau
masyarakat yang mungkin akan terkena dampak bencana atau
mungkin dapat membantu pelaksanaanya upaya untuk meningkatkan
kesempatan bertahan hidup dan meminimalisir kerugian finansial
dan dampak negatif lainnya.
Upaya-upaya dalam penyelenggaraan kesiapsiagaan antara lain
(i) warning system, (ii) penilaian kerentanan bencana, (iii)
pengembangan kapasitas, (iv) penimbunan barang dalam
menanggapi bencana yang akan terjadi (United Nations 2008).
Sedangkan berdasarkan pusat Kajian Pembangunan Kesehatan
Sekjen Depkes (2009), upaya kesiapsiagaan bencana meliputi
rencana kontinjensi, penyiapan sarana dan prasarana kesehatan,
penyiapan dan operasional, pembentukan tim reaksi cepat (brigade
siaga bencana), pengembangan sistem peringatan dini, penyebaran
informasi masalah kesehatan akibat bencana, upaya penyelamatan,
cara menolong, dan rencana bantuan, cara bertahan sebelum bantuan
datang.
3. Tanggap Darurat
Tanggap darurat (response) adalah tindakan yang segera
diambil sebelum dan sesudah dampak bencana yang diarahkan
untuk menyelamatkan nyawa dan melindungi harta benda yang
berurusan dengan gangguan langsung, kerusakan, dan efek
lainnnya yang disebabkan oleh bencana. Strategi tanggap darurat
yang dilakukan pada saat sedang atau masih terjadi sebagai berikut.
a. Peringatan dini, yaitu kegiatan yang memberikan tanda atau
isyarat terjadinya bencana pada kesempatan pertama dan paling
awal. Peringatan dini diperlukan bagi penduduk yang bertempat
tinggal di daerah rawan bencana agar mereka mempunyai
kesempatan untuk menyelamatkan diri dari awal.
b. Penyelamatan dan pencapaian, yaitu kegiatan yang meliputi
pemberian bantuan kepada penduduk yang mengalami bencana.
Kegiatan ini meliputi mencari, menyeleksi, dan memilah
penduduk yang meninggal, luka berat, luka ringan, serta
menyelamatkan penduduk yang masih hidup.
c. Pengungsian, yaitu kegiatan memindahkan penduduk yang
sehat, luka ringan, dan luka berat ke tempat pengungsian
(evakuasi) yang lebih aman dan terlindung dari risiko dan
ancaman bencana.
4. Rehabilitasi dan Rekontruksi
Tatahap pascabencana merupakan strategi untuk
mengembalikan kondisi seperti sebelum terjadinya bencana. Oleh
karena itu, strategi pascabencana disebut juga tahapan perbaikan
(Recovery) yang merupakan proses membantu masyarakat untuk
kembali ke fungsi kehidupan seperti sebelumnya. Beberapa
tindakan yang perlu dilakukan setelah terjadinya bencana untuk
memperbaiki kondisi seperti sebelum terjadinya bencana sebagai
berikut.
a. Penyatuan dan Pelayanan, yaitu kegiatan pemberian
pertolongan kepada para pengungsi berupa tempat tinggal
sementara, makanan, pakaian, dan fasilitas kesehatan.
b. Konsolidasi, yaitu kegiatan untuk mengevaluasi seluruh
kegiatan yang telah dilaksanakan oleh petugas dan masyarakat
dalam tanggap darurat antara lain melakukan pencarian dan
penyelamatan ulang, penghitungan ulang korban yang
meninggal, hilang, luka berat, luka ringan, dan korban yang
mengungsi.
c. Rehabilitasi, merupakan kegiatan perbaikan dan pemulihan
semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat
yang memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran
utama untuk normalisasi semua aspek pemerintahan dan
kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana agar
berjalan dengan wajar.
d. Rekonstruksi, yaitu kegiatan untuk membangun kembali
kerusakan yang diakibatkan oleh bencana secara lebih baik
dari pada keadaan sebelumnya dengan telah mengantisipasi
berbagai kemungkinan terjadinya bencana pada masa yang
akan datang atau dapat didefinisikan sebagai pembangunan
kembali semua prasarana dan prasarana, kelembagaan pada
wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan
maupun masyarakat dengan sasaran utama berupa tumbuh dan
berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya,
tegaknya hukum dan ketertiban, serta bangkitnya peran
masyarakat.
d. Tahapan Pengelolaan Bencana
Pengelolaan bencana adalah sebuah proses yang terus menerus
dilakukan oleh pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat untuk
merencanakan dan mengurangi pengaruh bencana, mengambil tindakan
segera setelah bencana terjadi, dan mengambil langkah-langkah untuk
pemulihan (Susanto,2006:10 ).
Fase utama dan fungsi pengelolaan bencana secara umum
termasuk didalamnya pengelolaan bencana yang menliputi beberapa hal
berikut.
1) Perencanaan (Planning) tahapan ini meliputi (i) identifikasi
masalah bencana, sasaran, tujuan pengelolaan bencana, secara
khusus, (ii) pengumpulan data primer dan data sekunder, (iii)
penetuan metode yang dilakukan dalam pengelolaan, (v)
investigasi, analisis, dan kajian, serta (vi) penentuan solusi dengan
berbagai alternatif untuk setiap tingkatan pengelolaan bencana.
Sedangkan implementasi dari perencanaan merupakan aplikasi atau
aksi dari strategi.
2) Pengorganisasian (Organizing) Pengorganisasian merupakan
pengaturan dalam pembagian tugas dan fungsi pihak-pihak yang
berkewajiban untuk melaksanakan pengelolaan bencana.
3) Kepemimpinan (Leadership) proses kepemimpinan, bimbingan,
pembinaan, pengarahan, reward and punishment, dan motivasi
dalam pengelolaan bencana mempunyai peran vital karena akan
mempengaruhi semua aspek tingkatan yang melaksanakan
pengelolaan. Faktor lain yang membedakan pengelolaan bencana
dengan pengelolaan yang lain, yaitu siklus atau tahapan-tahapan
bencana yang dinilai berdasarkan kondisinya.
4) Pengoordinasian (Coordination) Koordinasi adalah upaya
menghubungkan tindakan antar setiap sumber daya manusia yang
terlibat dalam pengelolaan. Koordinasi dapat bersifat horizontal
maupun vertikal. Koordinasi horizontal dilakukan antar bagain
yang mempunyai kedudukan yang setara, sedangkan koordinasi
vertikal dilakukan antar bagain yang satu dengan bagian di atas
atau di bawahnya sesuai dengan struktur yang ada.
5) Pengendalian (Controlling) pengendalian merupakan upaya
kontrol, pengawasan, dan evaluasi terhadadp sumber daya manusia
(SDM), organisasi serta hasil kegiatan yang telah dilakukan dalam
pengelolaan bencana. Manfaat dari pengelolaan, yaitu dapat
meningkatkan evektifitas dan efesiensi yang dilihat dari sisi waktu,
ruang, dan biaya. Selain itu, pengendalian dapat meningkatakan
kualitas dan kuantitas dari pengelolaan serta dapat mengetahui
hambatan dan menekan kerugian sekecil mungkin juga
menyesuaikan dengan perubahan situasi dan kondisi normal ke
kondisi kritis atau darurat.
6) Pengawasan (Supervising) pengawasan dilakukan untuk
memastikan (SDM) bekerja dengan benar dan sesuai prosedur yang
telah ditetapkan. Pengawasan juga berfungsi memastikan suatu
proses dapat berjalan dengan semestinya dan keluaran yang
dihasilkan sesuai dengan tujuan, target, dan sasaran.
7) Penganggaran (Budgeting) di dalam pengelolaan benacana,
peganggaran merupakan suatu hal penting. Pengelolaan bencana
membutuhkan penganggaran yang tepat untuk setiap tahap dan
menjadi salah satu faktor utama suksesnya suatu proses
pelaksanaan baik dalam kondisi normal maupun kondisi darurat
bencana yang meliputi penganggaran, perencanaan, kontruksi,
operasi, dan pemeliharaan infrastruktur kebencanaan yang telah
ada.
8) Keuangan (Financing) awal dari perencanaan finansial adalah
proses penganggaran ketika tugas pokok dan fungsi dari tiap-tiap
kegiatan institusi atau organisasi telah teridentifikasi, langkah
selanjutnya adalah menentukan program kerja, perhitungan biaya
dan manfaat, serta analisis risiko dan kesuksesan dari hasil kegiatan
tersebut.
e. Perencanaan Untuk Pengelolaan Bencana
Pengelolaan bencana merupakan suatu tindakan yang harus
dirancang secara terpadu karena melibatkan berbagai sektor. Fungsi
dari perencanaan ini adalah memudahkan implementasi pengeolaan
bencana dan beberapa hal berikut.
1) Mengarahkan pelaksanaan kegiatan pengelolaan agar lebih efektif
dan efesien.
2) Pencapaian kegiatan dapat dievaluasi dengan mudah sehingga
dapat segera diketahui penyimpangan yang terjadi dalam kegiatan.
3) Dapat teridentifikasi hambatan-hambatan yang terjadi dalam
pengelolaan sehingga dapat segera mencari alernatif untuk
mengatasi hambatan tersebut.
Jenis perencanaan untuk pengelolaan bencana berdasarkan
tahapan di dalam siklus pengelolaan.
a) Rencana mitigasi bencana (mitigation plan) pada tahap prabencana
dalam situasi tidak terjadi bencana dilakukan penyususnan rencana
penanggulangan bencana (disaster management plan).
b) Rencana kontinjensi (contigency plan) pada tahap prabencana dalam
situasi terdapat potensi bencana dilakukan penyusunan rencana
kesiapsiagaan untuk menghadapi keadaan darurat yang didasarkan
atas skenario menghadapi bencana tertentu (single hasard) maka
disusun satu rencana yang disebut rencana kontijensi (contigenty
plan)
c) Rencana opersi (operational plan) pada saat tanggap darurat
dilakukan rencana operasi (operational plan) yang merupakan
operasionalisasi atau aktifasi dari rencana kedaruratan atau rencana
kontijensi yang telah disusun sebelumnya.
d) Rencana pemulihan (recovery Plan) pada tahap ini dilakukan
penyususnan rencana pemulihan (recovery plan) yang meliputi
rencana rehabilitasi dan rekonstruksi yang dilakukan pasca bencana.
C. Tinjauan Umum Bencana Alam
Undang-Undang No 24 tahun 2007 Pasal 1 tentang penanggulangan
bencana, telah dikemukakan bahwa “Bencana adalah peristiwa atau rangkaian
peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat, sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis”.
Khambali (2017) mengemukakan bahwa bencana alam merupakan
konsekuensi dari kombinasi aktivitas alami, baik peristiwa fisik, seperti letusan
gunung, gempa bumi, tanah longsor, dan kesiapsiagaan dan keadaan darurat
menyebabkan kerugian dalam bidang keuangan dan struktural, bahkan sampai
kematian.
Bencana alam dapat juga diartikan sebagai bencana yang di akibatkan
oleh gejala atau faktor alam. Gejalah alam merupakan gejalah yang sangat
alamiah dan biasa terjadi pada bumi, tetapi hanya ketika gejala alam tersebut
melanda manusia (kehilangan nyawa) dan segala produk budi dayanya
(kepemilikan, harta, dan benda), kita baru dapat menyebutnya sebagai bencana.
Kerugian yang dihasilkan tergantung pada kemampuan untuk mencegah
atau menghindari bencana dan daya tahan manusia. Pemahaman ini
berhubungan dengan pernyataan “bencana muncul bila ancaman bahaya
bertemu dengan ketidak berdayaan”. Dengan demikian, aktivitas alam yang
berbahaya tidak akan menjadi bencana alam didaerah tanpa ketidakberdayaan
manusia, misalnya gempa bumi di wilayah yang tak berpenghuni.
Konsekuensinya, pemakaian istilah “alam” juga tentang karena peristiwa
tersebut bukan hanya bahaya atau malapetaka keterlibatan manusia. Besarnya
potensi kerugian juga tergantung pada bentuk bahayanya sendiri, mulai dari
kebakaran, yang mengancam individual, sampai peristiwa tabrakan meteor
besar yang berpotensi mengakhiri peradaban umat manusia.
Namun demikian, pada daerah yang memiliki tingkat bahaya tinggi
(hazard) serta memiliki kerentanan/kerawanan (vulnerability) yang juga tinggi
tidak akan memberi dampak yang hebat/luas jika manusia yang berada disana
memiliki ketahanan terhadap bencana (disaster resilience). Konsep ketahanan
bencana merupakan evaluasi kemampuan sistem dan infrastruktur-infrastruktur
untuk mendeteksi, mencegah, dan menangani tantangan-tantangan serius yang
hadir. Dengan demikian, meskipun daerah tersebut rawan bencana dengan
jumlah penduduk yang besar jika di imbangi dengan ketahanan terhadap
bencana yang cukup, efektif bencana dapat diminimalisasi.
Menurut Asian Disaster Reduction center (2003), bencana alam suatu
gangguan serius terhadap masyarakat yang menimbulkan kerugian secara
meluas dan di rasakan baik oleh masyarakat, berbagai material, dan lingkungan
(alam) dimana dampak yang ditimbulkan melebihi kemampuan manusia guna
mengatasinya dengan sumber daya yang ada. Lebih lanjut, menurut Praker
(1992), bencana ialah sebuah kejadian yang tidak biasa terjadi disebabkan oleh
kesalahan teknologi yang memicu respons dari masyarakat, komunitas,
individu, maupun lingkungan untuk memberikan antusiasme yang bersifat luas.
Peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam
dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda,
dan dampak psikologis. (Definisi bencana menurut UU RI No. 24 tahun 2007)
Pengertian bencana dalam Kepmen Nomor 17/Kep/Menko/Kesra/x/95
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam,
manusia, dan/atau keduanya yang mengakibatkan korban dan penderitaan
manusia, kerugian harta benda, kerusakan lingkunagan, kerusakan sarana
prasarana dan fasilitas umum, serta menimbulkan gangguan terhadap tata
kehidupan dan penghidupan manusia.
Menurut Coburn, A. W. Dkk. (1994) di dalam UNDP mengemukakan
bahwa bencana adalah satu kejadian atau serangkaian kejadian yang
memberikan akibat meningkatkan jumlah korban dan/atau kerusakan, kerugian
harta benda, infrastruktur, pelayanan-pelayanan penting, atau sarana kehidupan
pada satu skala yang berada di luar kapasitas normal.
Sedangkan Heru Sri Haryanto (2001) mengemukakan bahwa bencana
adalah terjadinya kerusakan pada pola-pola kehidupan normal, bersifat
merugikan manusia, struktur sosial serta munculnya kebutuhan masyarakat.
Menurut Depertemen Kesehatan Republik Indonesia (2001), definisi bencana
adalah peristiwa atau kejadia pada suatu daerah yang mengakibatkan kerusakan
ekologi, kerugian kehidupa manusia, serta memburuknya kesehatan dan
pelayanan kesehatan yang bermakna sehingga memerlukan bantuan luar biasa
dari pihak luar.
Menurut World Health Organization atau WHO (2002), definisi
bencana (disaster) adalah setiap kejadian yang menyebabkan kerusakan,
gangguan ekologis, hilangnya nyawa manusia, atau memburuknya derajat
kesehatan atau pelayanan kesehatan pada skala tertentu yang memerlukan
respons dari luar masyarakat atau wilayah yang terkena.
1. Jenis Ancaman Bencana
a) Klasifikasi bencana alam
Klasifikasi bencana alam berdasarkan penyebabnya di bedakan menjadi
tiga jenis, yaitu:
1) Bencana alam geologis
Bencana alam ini disebabkan oleh gaya-gaya yang berasal dari
dalam bumi (gaya endogen). Termasuk dalam bencana alam
geologis adalah gempa bumi, letusan gunung berapi dan tsunami
2) Bencana alam klimatologis
Bencana alam klimatologis merupakan bencana alam yang
disebabkan oleh faktor angin dan hujan. Contoh bencana alam
klimatologis adalah banjir, badai bandang, angin puting beliung,
kekeringan, dan kebakaran alam hutan (bukan oleh manusia).
Gerakan tanah (longsor) termasuk juga bencana alam, walaupun
pemicu utamanya adalah faktor klimatologis (hujan), tetapi gejala
awalnya di mulai dari kondisi geologis (jenis dan karakteristik tanah
serta bantuan dan jenisnya).
3) Bencana alam ekstra-terestrial
Bencana alam terestrial adalah bencana alam yang terjadi di luar
angkasa, contohnya hantaman/ impact meteor. Bila hantaman benda-
benda langit mengenai permukaan bumi maka akan menimbulkan
bencana alam yang dahsyatnya bagi penduduk bumi.
2. bencana alam banjir
a. Banjir
Banjir adalah bencana akibat curah hujan yang tinggi dan tidak di
imbangi dengan saluran pembuangan air yang memadai sehingga
merendam wilayah-wilayah yang tidak dikehendaki. Banjir bisa juga
terjadi karena jebolnya sistem aliran air yang ada sehingga daerah
yang rendah terkena dampak kiriman banjir.
Berdasarkan sumber air yang menjadi penampung di bumi, jenis
banjir dibedakan menjadi tiga, yaitu banjir sungai, banjir danau, dan
banjir laut pasang.
Jenis-jenis banjir berdasarkan sumber asal penyebab adalah:
a. Banjir sungai: terjadi karena air sungai meluap
b. Banjir danau: terjadi karena air danau meluap atau bendungan jebol
c. Banjir laut pasang: terjadi antara lain akibat adanya badai dan gempa
bumi.
Secara umum, penyebab terjadinya banjir adalah:
a. Penebangan hutan secara liar tanpa disertai reboisasi.
b. Pendangkalan sungai
c. Pembuangan sampah yang sembarangan, baik ke aliran sungai
maupun gorong-gorong
d. Pembuatan saluran air yang tidak memenuhi syarat
e. Pembutan tanggul yang kurang baik
f. Air laut, sungai, atau danau yang meluap dan menggenangi
daratan.
Banjir dapat menimbulkan kerusakan lingkungan hidup berupa:
1) Rusaknya areal permukaan penduduk
2) Sulitnya mendapatkan air bersih
3) Rusaknya sarana dan prasarana penduduk
4) Rusaknya areal pertanian
5) Timbulnya penyakit-penyakit
6) Menghambat transportasi darat
D. Kerangka Pikir
Jika curah hujan meningkat di Kota Makassar maka bencana banjir sering
kali terjadi, akibatnya dapat merusak sarana dan prasarana, sekaligus dapat
merugikan warga yang terkena bajir, sehingga Muammadiyah Disaster
Managemen center (MDMC) hadir untuk mengurangi atau sedikit mengatasi
banjir yang terjadi, dalam upaya mengurangi bencana banjir di Kota Makassar
hal yang dilakukan yaitu, mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat dan
rehabilitasi, hal inilah yang dilakukan MDMC untuk mencapai keberhasilan
dalam mengatasi bencana banjir. Dalam upaya menanggulangi bencana banjir
tentu ada yang menjadi tantangan atau hambatan dan yang menjadi salah satu
hambatan yang dialami MDMC yaitu kurangnya sarana dan prasarana yang
dimiliki sehingga inilah yang menjadi catatan penting dalam perbaikan
kedepannya untuk mencapai suatu keberhasilan dalam menolong atau
membantu pihak korban yang terkena bencana banjir.
BAGAN KERANGKA PIKIR
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir
E. Fokus penelitian
Untuk mempermudah penulis dalam menganalisa hasil penelitian,
maka peneliti lebih berfokus kepada pengelolaan atau manajemen yang
dilakukan oleh Lembaga Muhammadiyah Disaster Managemen Center dalam
penanggulangan bencana banjir yang terjadi di Kota Makassar Tahun 2019
Muhammadiyah Disaster Managemen Center
(MDMC) Dalam Penanggulangan Bencana
Banjir di Kota Makassar Tahun 2019
Upaya Pencegahan
Bencana
Manajemen Bencana
1. Mitigasi
2. Kontinjensi
3. Operasi
4. Pemulihan
Wignyo Adiyoso
(2018)
Keberhasilan
Hambatan
F. Deskripsi Fokus Penelitian
1. Mitigasi pada tahap prabencana dalam situasi tidak terjadi bencana dilakukan
penyususnan rencana penanggulangan bencana (disaster management plan).
2. Kontinjensi pada tahap prabencana dalam situasi terdapat potensi bencana
dilakukan penyusunan rencana kesiapsiagaan untuk menghadapi keadaan
darurat yang didasarkan atas skenario menghadapi bencana tertentu (single
hasard) maka disusun satu rencana yang disebut rencana kontijensi
(contigenty plan). Rencana kontinjensi dapat didefinisikan sebagai bagian
dari rencana respon bencana yang terdiri dari seluruh kegiatan untuk
mengantisipasi krisis termasuk menentukan tugas dan tanggung jawab,
mengembangkan kebijakan, prosedur, mengidentifikasi, dan
mengembangkan alat-alat umum untuk respon bencana.
3. Opersi pada saat tanggap darurat dilakukan rencana operasi (operational
plan) yang merupakan operasionalisasi atau aktifasi dari rencana
kedaruratan atau rencana kontijensi yang telah disusun sebelumnya. Namun,
pada dasarnya konsep dan muatan antara rencana kontinjensi dan operasi
adalah sama. Hal yang membedakan antara dua perencanaan tersebut, yaitu
waktu penyusunan. Rencana kontinjensis disusun menjelang dan sebelum
terjadi bencana sehingga rencana disusun berdasarkan asumsi dan skenario.
4 .Pemulihan pada tahap ini dilakukan penyususnan rencana pemulihan
(recovery plan) yang meliputi rencana rehabilitasi dan rekonstruksi yang
dilakukan pascabencana. Sedangkan jika bencana belum terjadi, untuk
mengantisipasi kejadian bencana pada masa mendatang dilakukan
penyusunan petunjujk/pedoman mekanisme penanggulangan pascabencana.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu Dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini di laksanakan 2 bulan dan mengambil lokasi penelitian di
Kantor Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Makassar. Yang di mana
lokasi ini menjadi objek penelitian kami mengingat peningkatan kapasitas
penanggulangan bencana di Kota Makassar belum maksimal.
B. Jenis Dan Tipe Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif yakni suatu bentuk
penelitian yang bertujuan untuk memberikan gambaran umum berbagai
macam data yang dikumpulkan dari lapangan secara objektif berkaitan
dengan objek penelitian tentang Muhammadiyah Disaster Manajemen
Manajemen Center (MDMC).
C. Sumber Data
1. Data Primer, yaitu data hasil penelitian yang diperoleh melalui wawancara
dan pengamatan langsung terhadap objek yang di teliti.
2. Data Sekunder, yakni data yang diperoleh dari sumber lain, dari dokumen
dan bahan bacaan lainnya yang berhubungan dengan obyek penelitian.
D. Informasi Penelitian
Penelitian mengenai Muhammadiyah Disaster Manajement Center (MDMC)
ini memerlukan informan yang mempunyai pemahaman yang berkaitan
langsung dengan masalah penelitian guna memperoleh data dan informasi yang
lebih akurat.
Adapun Informasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
No Nama Inisial Jabatan Keterangan
1 Yuli Rahmat YR Wakil Ketua
2 Sri Rosmari SR Sekertaris
3 Nur Syamsir NS Bendahara
4 Basis Ahmat BA Masyarakat
5 Tati Abdillah TA Masyarakat
Tabel 3.1 Jumlah informasi
E. Prosedur Pengumpulan Data
1. Observasi adalah pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti untuk
melakukan pengamatan lansung di kantor Pimpinan Daerah
Muhammadiyah Kota Makassar.
2. Wawancara adalah pengumpulan data yang dilakukan peneliti dengan cara
melakukan wawancara pada salah satu relawan lembaga Muhammadiyah
Disaster Management Center (MDMC) Kota Makassar.
3. Dokumentasi adalah pengumpulan data yang dilakukan peneliti dengan
cara mengambil gambar di tempat penelitian.
F. Teknik Analisis Data
Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan bersamaan dengan
proses pengumpulan data smapai diperoleh suatu kesimpulan, sehingga analisis
data tersebut dapat mencapai tujuan tertentu yang diinginkan.
Proses analisis data dilakukan bertahap sebagai berikut:
1. Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia.
2. Hasil wawancara mendalam, pengamatan (observasi) dan catatan lapangan.
3. Mereduksi data dengan cara membuat rangkuman (inti dan proses
pernyataan dan informasi)
4. Penyajian Data, Penyajian data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
mengordinasikan informasi secara sistematis, menggabungkan dan
merangkai keterkaitan antar data, menggambarkan proses dan fenomena
yang ada dari objek penelitian.
5. Penarikan Simpulan, Simpulan dapat berupa kegiatan yang berupa
pengembangan ketelitian dalam suatu data. Penarikan simpulan dalam
penelitian ini dihubungkan dengan pihak yang relefan.
G. Keabsahan Data
1. Triagulasi sumber dilakukan dengan cara mengecek pada sumber lain
keabsahan data yang telah diperoleh sebelumnya.
2. Triagulasi metode bermakna data yang diperoleh dari satu sumber dengan
menggunakan metode/teknik, diuji ketidak akuratan atau keakuratan data
yang didapat.
3. Triagulasi waktu yaitu berkenaan dengan waktu pengambilan data.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Obyek penelitian
1. Sejarah dan Profil Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC)
Lembaga Penanggulangan Bencana Muhammadiyah atau yang
dikenal dengan Muhammadiyah MDMC Indonesia berdiri pada tahun 2007
dengan nama pusat penanggulangan bencana, yang kemudian dikukuhkan
menjadi lembaga yang bertugas mengkoordinasikan sumberdaya
Muhammadiyah dalam kegiatan penanggulangan bencana oleh Pimpinan
Pusat Muhammadiyah Pasca Muktamar tahun 2010. MDMC mengembang
misi pengurangan resiko bencana dengan empat aspek yatitu mitigasi,
kesiapsiagaan, tanggap darurat, dan rehabilitasi, serta mengembangkan
basis kesiapsiagaan di tingkat komunitas, sekolah, dan rumah sakit sebagai
basis gerakan Muhammadiyah.
MDMC bergerak dalam kegiatan kebencanaan di seluruh wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia, sesuai wilayah badan hukum
persyarikatan Muhammadiyah yang dalam operasionalnya mengembangkan
MDMC di tingkat Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (Propinsi) dan
MDMC di tingkat Daerah Muhammadiyah (Kabupaten).MDMC dalam
kegiatan penanggulangan bencana sesuai dengan definsi kegiatan
penanggulanagn bencana baik pada kegiatan Mitigasi dan lembaga
kesiapsiagaan, Tanggap Darurat dan juga Rehabilitasi.
Lembaga penanggulangan bencana Muhammadiyah juga tersebar di
beberapa daerah yang ada di Indonesia salah satunya berada di Jl. Gn.
Lompobattang No.201, Kec. Ujung Pandang, kota Makassar Sulawesi
Selatan.
a) Struktur organisasi
Adapun struktur organisasi dari Lembaga Penanggulangan
Bencana / Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) kota
Makassar adalah sebagai berikut:
STRUKTUR ORGANISASI MUHAMMADIYAH DISASTER
MANAGEMENT CENTER (MDMC) KOTA MAKASSAR
PERIODE 2015-2020
Gambar 4.1 Struktur Organisasi
Sumber MDMC Kota Makassar
PENANGGUNG JAWAB /
PENASEHAT
PDM KOTA MAKASSAR
KETUA
H. MUH. ARIF UDIN
WAKIL KETUA
YULI RAHMAT
SEKERTARIS
SRI ROSMERI
BENDAHARA
NUR SYAMSIR
BDG. ORGANISASI JARINGAN
KETUA : ABD. SAMAD
ANGGOTA: ANDI MUHLIS UMAR
BDG. DIKLAT
KETUA : FIRDAUS
ANGGOTA : JUNA
ZAENAL
BDG. TANGGAP DAN REHABILITASI
KETUA : BAHARUDDIN YUSUF
ANGGOTA :RUPPA
BDG. MITIGASI
KETUA :AGUS SALIM
ANGGOTA :MURSIDA ASHABUL
b) Tugas dan fungsi di setiap bidang
1. Bidang organisasi dan jaringan tugas dan fungsinya yaitu:
a. Menyampaikan informasi kegiatan penanggulangan bencana
kepada masyarakat
b. Melakukan sosialisasi melalui media masa tentang
penanggulangan bencana
2. Bidang pendidikan dan pelatihan tugas dan fungsinya yaitu:
a. Pemberdayaan masyarakat
3. Bidang tanggap darurat dan rehabilitasi tugas dan fungsinya:
a. Melakukan pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi,
kerusakan, kerugian, dan sumberdaya
b. Menentukan keadaan status keadaan darurat bencana
c. Menyelamatkan dan mengevakuasi masyarakat yang terkena
bencana
d. Melaksanakan pemenuhan kebutuhan dasar
e. Melaksanakan perbaikan dan pemulihan sarana dan prasarana di
lokasi pasca bencana
f. Melakukan pembangunan kembali fasilitas publik pasca
bencana
4. Bidang pencegahan dan mitigasi tugas dan fungsinya:
a. Perumusan kebijakan umum di bidang penanggulangan bencana
pada pra bencana
b. pengkoordinasian dan pelaksanaan kebijakan umum di bidang
penanggulangan bencana pada pra bencana serta pemberdayaan
masyarakat
c. pelaksanaan hubungan kerja di bidang penanggulangan bencana
d. Pemantauan, evaluasi dan analisis pelaporan tentang
pelaksanaan kebijakan umum.
5. Bidang sarana dan prasrana tugas dan fungsinya yaitu:
a. Menyusun dan merencanakan kebutuhan peralatan dan logistik,
perlengkapan tanggap darurat penanggulangan bencana serta
menjadikan fasilitas dan memvaligasi jasa, peralatan, bahan-
bahan perlengkapan tanggap darurat penanggulangan bencana
b. Menghimpun bahan, data dan informasi untuk perumusan
perencanaan kebutuhan peralatan dan logistik yang dibutuhkan
pada penanggulangan bencana
c. Melakukan investasi, penyimpanan, pemeliharaan peralatan dan
logistik bencna
d. Melakukan koordinasi dalam rangka pemenuhan kebutuhan baik
dari peralatan dan logistik bencana dengan lembaga terkait.
c) Visi dan Misi Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC)
kota Makassar
1. Visi
Berkembangnya fungsi dan sistem penanggulangan bencana yang
unggul dan berbasis penolong kesengsaraan Oemoem (PKO)
sehingga mampu meningkatkan kualitas dan kemajuan hidup
masyarakat yang sadar dan tangguh terhadap bencana serta mampu
memulihkan korban bencana secara cepat dan bermartabat”.
2. Misi
a. Meningkatkan dan mengoptimalkan sistem penanggulangan
bencana di Muhammadiyah.
b. Mengembangkan kesadaran bencana di lingkungan
Muhammadiyah.
c. Memperkuat jaringan dan partisipasi masyarakat dalam
penanggulangan bencana.
B. Muhammadiyah Disaster Managemen Center (MDMC) Dalam
Penanggulangan Bencana banjir di Kota Makassar Tahun 2019
Kota Makassar adalah salah satu wilayah di sulawesi selatan dengan
potensi indeks rawan banjir. Di setiap tahunya saat musim hujan terjadi,
banjir semakin meningkat di wilayah-wilayah tertentu di daerah makassar.
Salah satu organisasi masyarakat yang merespon bencana alam salah satunya
bencana banjir adalah organisasi Muhammadiyah yaitu lembaga yang di
namakan Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC). Kehadiran
lembaga ini merupakan respon terhadap kepedulian organisasi
Muhammadiyah kepada masyarakat atas peristiwa-peristiwa yang
mengganggu kehidupan masyarakat akibat dampak yang terjadi yang di
akibatkan oleh faktor alam untuk meninjau dan mengetahui lebih lanjut peran
Muhammadiyah disaster Managemen Center dalam penanggulangan bencna
banjir di kota Makassar telah melakukan tahap-tahap di antaranya adalah
(1) Mitigasi, (2) Kontinjensi (3) Operasi (4) Pemulihan. Hasil penkajian
terhadap ke empat hal tersebut sebagai berikut:
1. Mitigasi
Mitigasi merupakan sesuatu upaya yang dilakukan untuk
mengurangi dan menghapus kerugian dan korban yang mungkin terjadi
akibat bencana. Hal ini sangat di perlukan dalam lembaga atau organisasi
dalam manejemen penanggualngan bencana, adapun tujuan dari mitigasi
itu sendiri yaitu untuk mengurangi kerugian-kerugian pada saat terjadinya
bahaya pada masa yang akan datang dengan mengurangi risiko kematian
dan cedera terhadap penduduk serta pengurangan infrastruktur dan sektor
publik.
Mitigasi bencana merupakan suatu serangkaian uapaya untuk
mengurangi resiko bencana, baik melalui pembangunan fisik, maupun
penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.
Mitigasi bencana adalah upaya untuk mencegah atau mengurangi dampak
yang ditimbulkan akibat suatu bencana, sehingga jelas bahwa mitigasi
bersifat pencegahan sebelum kejadian.
Berdasarkan hasil dari wawancara bersama SR terkait dengan
mitigasi Muhammadiyah Disaster Management Center dalam
penanggulangan bencana banjir di kota Makassar adalah sebagai berikut:
“Dalam hal aspek mitigsi atau tahap pencegahan bencana, kami
dari MDMC tidak terlalu berperan secara lansung, karena yang
mempunyai tugas dan wewenang dalam hal ini yaitu pemerintah
dalam hal ini BPBD. Pemerintah membuat suatu bangunan tahan
bencana, seperti membuat tanggul untuk menahan air agar tidak
naik keatas rumah-rumah warga pada saat bencana banjir terjadi.
Selain itu, pemerintah juga memberikan pembelajaran dan
pelatihan tentang bagaimana cara agar dapat mengurangi tingkat
resiko terjadinya bencana, contohnya memberikan pengarahan
kepada masyarakat terkait cara menjaga lingkungan. Kami dari
MDMC hanya membantu pemerintah dalam persoses
penanggulangan pada bencana yang terjadi, yaitu dengan
mengefakuasi korban bencana” (Wawancara dengan SR, tgl 20 juli
2020)
Sama halnya dengan hasil wawancara yang dikatakan oleh YS
mengatakan bahwa:
“Dalam rana mitigasi, kami tidak terlalu berperan penting dalam
hal itu karena itu merupakan tugas dan tanggung jawab dari
Pemerintah, namun kami selalu ada jika pemerintah memerlukan
kami untuk membantunya dalam tahap mitigasi. Kami juga dari
pihak MDMC membantu dalam peroses pengefakuasian
masyarakat yang terdampak bencana” (Wawancara dengan, YS, 25
juli 2020)
Wawancara yang dilakukan kepada masyarakat terkait dengan
Mitigasi bencana atau tahap pencegahan bencana adalah sebagai berikut :
“Pemerintah membangun sebuah tanggul untuk mencegah air naik
ke jalan dan memasuki rumah-rumah saat bencana banjir terjadi,
selain itu pemerintah juga membangun sebuah drainase untuk
menyalurkan air ke waduk agar tidak terjadi penyumbatan”
(Wawancara dengan, BA, tgl 01 Agustus 2020)
Hasil wawancara di atas dapat di simpulkan bahwa dalam aspek
mitigasi MDMC dapat dikatakan tidak berperan kuat namun dalam artian
dia tetap membantu dalam tahap mitigasi dalam penanganan bencana,
karena yang berperan penting dalam penanganan bencana dalam aspek
mitigasi adalah Pemerintah. MDMC hanya membantu dalam persoses
pengefakuasian pada saat bencana banjir terjadi.
Tujuan utama dari mitigasi adalah mengurangi kerugian-kerugian
pada saat terjadinya bahaya pada masa yang akan datang dengan
mengurangi risiko kematian dan cedera terhadap penduduk serta
pengurangan kerusakan infrastruktur dan sektor publik. Salah satu tujuan
dari mitigasi bencana adalah pengurangan kemungkinan risiko bencana.
Sesuai dengan wawancara yang di lakukan dengan SR adalah sebagai
berikut:
“Pengurangan kemungkinan risiko hanya di lakukan apabila
keberadaan bahaya akan berakibat langsung kepada manusia.
Tindakan seperti ini untuk mengurangi besaran bahaya yang akan
muncul. Dalam pengurangan resiko bencana, itu menjadi tugas
pemerintah, yakni membuat tanggul dibeberapa daerah rawan
banjir, untuk mengurangi kemungkinan naiknya air di jalan dan di
rumah-rumah masyarakat. (Wawancara dengan SR, tgl 25 Juni
2020)
Hal yang sama juga di utarakan oleh NS dalam wawancaranya sebagai
berikut :
“Dalam pengurangan kemungkinan terjadinya bencana, itu sudah
menjadi tanggung jawab dari pemerintah setempat. Pengurangan
kemungkinan terjadinya bencana bertujuan untuk mengurangi
besaran bahaya yang mungkin akan terjadi. Cara yang dilakukan
adalah dengan membangun tanggul di daerah rawan bencana,
sehingga jika bencana banjir terjadi akan mengahalangi naiknya air
di permukaan jalan dan juga agar air tidak masuk kedalam rumah-
rumah warga”. (Wawancara dengan NS, tgl 23 juni 2020)
Berdasarkan wawancara diatas, dapat di simpulkan bahwa untuk
mengurangi kemungkinan resiko bencana, itu menjadi tugas dari
pemerintah. Salah satu cara yang di lakukan pemerintah untuk
mengurangi resiko terjadinya bencana adalah dengan membuat tanggul
didaerah rawan banjir, yang bertujuan untuk menghalangi air untuk tidak
naik di permukaan jalan, dan juga agar tidak masuk kedalam rumah-
rumah warga.
2. Kontinjensi (Kesiapsiagaan)
Kontinjensi merupakan tahap pra bencana dalam situasi terdapat
potensi bencana dilakukan penyusunan rencana kesiapsiagaan untuk
meghadapi keadaan darurat yang didasarkan atas skenario menghadapi
bencana tertentu (single hasard) maka disusun satu rencana yang disebut
rencana kontinjensi (Contigenty plan). kesiapsiagaan adalah serangkaian
kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui
pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna.
Membangun kesiapsiagaan adalah unsur penting, namun tidak mudah
dilakukan karena menyangkut sikap mental dan budaya serta disiplin
masyarakat. Kesiapsiagaan adalah tahapan yang paling strategis karena
sangat menentukan ketahanan anggota masyarakat dalam menghadapi
datangnya suatu bencana. Hasil wawancara dengan NS, menyatakan
bahwa:
“Dalam peroses penanganan bencana, kesiapsiagaan merupakan
suatu hal yang penting dan harus di lakukan. MDMC selalu siap
siaga dalam proses penanggulangan dan pengefakuasian korban
bencana banjir. Dalam rana kesiapsiagaan, MDMC lebih kepada
bagaimana kesiapan dalam pertolongan masyarakat yang tertimpah
bencana, mempersiapkan fasilitas dan kebutuhan yang diperlukan
dalam penanganan bencana, dalam hal ini mempersiapkan perahu
karet untuk menolong korban bencana.”(Wawancara dengan, NS,
tgl 23 juli 2020)
Hal juga di ungkapkan oleh YS, dalam wawancaranya terkait
dengan kesiapsiagaan dalam penanganan bencana banjir
“Kesiapsiagan dalam penanganan bencana banjir sudah menjadi
tugas dan tanggung jawab dari MDMC, meskipun dalam peroses
penanganan dalam konsep kesiapsiagaan MDMC tidak berperan
aktif seperti yang dilakukan oleh Pemerintah. Dalam konsep
kesiapsiagaan, MDMC hanya memberikan bantuan berupa tenaga,
mempersiapkan apa-apa yang dibutuhkan dalam mengefakuasi
korban bencana. Selain itu, MDMC juga memberikan pendidikan
dan pembelajaran kepada masyarakat terkait bagaimana cara untuk
mencegah agar tidak terjadi banjir, apa-apa saja yang harus
dipersiapakan jika banjir terjadi”. (wawancara dengan YS,
tgl 24 juli 2020)
Berdasarkan hasil wawancara diatas, dapat disimpulkan bahwa
dalam konsep kesiapsiagaan MDMC hanya terlibat dalam peroses
penanganan bencana saat bencana terjadi. MDMC memberikan bantuan
berupa tenaga, pikiran, juga mempersiapkan apa-apa saja yang menjadi
kebutuhan dalam peroses pengefakuasian masyarakat pada saat bencana
banjir terjadi, yang berperan penting atau yang memiliki tanggung jawab
besar terhadap kesiapsiagaan atau penanganan bencana jangka pendek itu
kembali kepada Pemerintah. MDMC hanya membantu dalam peroses
pengefakuasian korban bencana.
Perencanaan kontinjensi dapat membantu dalam mengarahkan
tindakan dan sumber daya yang efektif bagi kedaruratan, komitmen
pelaku untuk bereaksi terhadap kedaruratan dengan cara yang
terkoordinasi, dan kemampuan menentukan rencana yang konkret dan
berkelanjutan untuk situasi yang dianggap darurat. Perencanaan
kontinjensi harus di buat bersamaan oleh semua pemangku kepentingan
dan berbagai sektor yang terlibat dalam penanggulangan bencana.
Berdasarkan wawancara dengan YS terkait dengan perencanaan
kontinjesi dalam penanganan bencana, adalah sebagai berikut :
“Dalam penangulangan bencana, kami bekerja sama dengan
berbagai pihak atau berbagi macam organisasi diantaranya adalah
lazizmu, Aisiyah, Pmi, Basarnas, Yeu dl”. (Wawancara dengan YS,
tgl 25 juni 2020)
Hal serupa juga di ungkapkan oleh SR dalam wawancaranya
sebagai berikut
“Terkait dengan penangulangan bencana, perencanaan kontinjensi
atau kesiapsiagaan sangat penting, untuk mempersiapakan apa-apa
saja yang menjadi hal mendasar yang harus di persiapkan sebelum
terjadinya bencana, saat terjadinya bencana, dan pada saat bencana
telah selesai. Terkait dengan hal tersebut, pihak MDMC
bekerjasama dengan berbagai pihak yang juga tergolong kedalam
suatu organisasi tanggap bencana. Dalam hal persiapan, kami dari
pihak MDMC dan juga organisasi lainnya, selalu mengalisi resiko-
resiko dan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. Hal yang
dilakukan adalah dengan menggali informasi yang cukup mengenai
bahaya yang akan terjadi, dan kerentanan yang mungkin akan
terjadi pada saat terjadinya bencana”. (Wawancara dengan SR 25
juni 2020)
Berdasarkan wawancara diatas, dapat disumpulkan bahwa dalam
perencanaan kontinjensi, MDMC bekerjasama dengan berbagai pihak
yang juga merupakan tanggap darurat bencana. Kerjasama tersebut bukan
hanya terkait tentang pengefakuasian korban pada saat bencana telah
selesai, tetapi juga bekerjasama untuk mencegah terjadinya bencana,
menggali informasi-informai mengenai dampak yang kemungkinan akan
terjadi saat bencana berlansung dan sebagainya.
3. Operasi (Tanggap Darurat)
Opersi pada saat tanggap darurat dilakukan rencana operasi
(operational plan) yang merupakan operasionalisasi atau aktifasi dari
rencana kedaruratan atau rencana kontijensi yang telah disusun
sebelumnya. Namun, pada dasarnya konsep dan muatan antara rencana
kontinjensi dan operasi adalah sama. Hal yang membedakan antara dua
perencanaan tersebut, yaitu waktu penyusunan. Rencana kontinjensi
disusun menjelang dan sebelum terjadi bencana sehingga rencana disusun
berdasarkan asumsi dan skenario.
Tanggap darurat bencana merupakan serangkaian kegiatan yang
dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani
dampak buruk yang di timbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan
dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar,
perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan serta pemulihan
sarana dan prasarana. Sesuai dengan wawancara yang dilakukan oleh NS,
adalah sebagai berikut
“MDMC dalam konsep tanggap darurat, sebelum terjadinya
bencana banjir memberikan peringatan kepada masyarakat agar
berhati-hati dan melakukan pengungsian ketempat yang lebih
tinggi agar tidak terkena banjir. Saat bencana terjadi, MDMC
mempersiapkan apa-apa saja yang menjadi kebutuhan saat
mengefakuasi masyarakat yang terdampak bencana. Saat bencana
telah selesai, MDMC melakukan pencarian dan menyelamatkan
korban, memberikan pertolongan pertama kepada korban bencana,
melakukan efakuasi terhadap korban bencana” (Wawancara dengan
NS, tgl 23 juli 2020)
Hal yang sama juga di ungkapkan oleh YS dalam wawancaranya
terkait dengan kebijakan Muhammadiyah Disaster management Center
dalam penanggulangan banjir di kota Makassar adalah sebagai berikut:
“Dalam penanggulangan bencana banjir di kota Makassar, MDMC
sebelum bencana banjir terjadi atau ketika ada tanda-tanda akan
terjadi banjir, memberikan peringatan kepada masyarakat untuk
berhati-hati atau melakukan pengungsian ketempat yang lebih
tinggi agar tidak terkena bencana banjir. Saat bencana banjir dan
setelah bencana banjir terjadi, MDMC bersama dengan para
lembaga penanggulangan bencana mengefakuasi korban yang
terdampak bencana, memberikan pertolongan pertama kepada
masyarakat yang terdampak bencana”. (Wawancara dengan YS, tgl
25 juli 2020)
Terkait dengan tanggap darurat yang dilakukan oleh MDMC
kepada masyarakat, maka dilakukan wawancara kepada masyarakat
terkait dengan bagaimana MDMC atau lembaga penangulangan bencana
pada saat pengefakuasian bencana. Wawancara yang dilakukan oleh TA
sebagai berikut
“Sebelum bencana terjadi, saat hujan deras turun tidak henti-
hentinya, kami diberikan peringatan untuk berhati-hati. Selain itu,
kami juga diberikan pertolongan saat bencana telah selesai.
Pertolongan yang dilakukan berupa pemberian makanan, pakaian,
obat-obatan, dan juga tempat pengunsian”. (Wawancara dengan
TA, tg 01 agustus 2020.)
Berdasrkan wawancara di atas dapat di simpulkan bahwa MDMC
dalan penanganan bencana banjir bisa dikatakan berjalan sangat baik
karena sebelum bencana banjir terjadi, telah memberikan peringatan
kepada masyarakat untuk berhati-hati. Selain itu juga telah melaksanakan
tugasnya sebagai lembaga yang berperan penting dalam penanganan
bencana dikota Makassar.
4. Rehabilitasi
Setelah penanganan kejadian bencana, tahap pengelolaan bencana
selanjutnya adalah rehabilitasi. Rehabilitasi mengacu kearah pemulihan
sarana dan prasanan masyarakat yang rusak sehingga dapat di fungsikan
kembali.
Pemulihan pada tahap ini dilakukan penyususnan rencana pemulihan
(recovery plan) yang meliputi rencana rehabilitasi dan rekonstruksi yang
dilakukan pascabencana. Sedangkan jika bencana belum terjadi, untuk
mengantisipasi kejadian bencana pada masa mendatang dilakukan
penyusunan petunjuk/pedoman mekanisme penanggulangan
pascabencana.
Sesuai dengan wawancara yang dilakukan oleh SR terkait dengan
peroses pemulihan atau rehabilitasi pasca terjadinya bencana adalah :
“Dalam peroses pemulihan atau rehabilitasi, ini menjadi tugas dan
tanggung jawab dari pemerintah daerah dan pemerintah pusat.
Kami dari pihak MDMC hanya memberikan konstribusi
kemanusian kepada korban bencana, pemberiaan bantuan berupa
pelayanan kesehatan, pelayanan pendidikan, karena mengingat
Fungsi amal dakwa Muhammadiyah adalah kesehatan dan juga
pendidikan. Selain itu, kami juga dari pihak MDMC juga
memberikan bantuan berupa perbaikan sarana dan prasarana,
pembangunan kembali saranan dan prasarana, bantuan sosial
berupa memberikan bantuan ekonomi masyarakat paska bencana,
selain itu kami juga membantu anak-anak, ibu-ibu, untuk
menghilangkan trowmanya paska terjadinya bencana”.
(Wawancara dengan SR, tgl 20 Juli 2020)
Wawancara juga dilakukan oleh NS terkait dengan rehabilitasi
pasca terjadinya bencana. Dalam wawancaranya dikatakan bahwa
“Kami dari lembaga MDMC, dalam peroses rehabilitasi pasca
terjadinya bencana memberikan bantuan kemanusian kepada
korban bencana. Bantuan kemanusian yang diberikan berupa
bantuan perbaikan sarana dan prasana, memberikan bantuan sosial,
ekonomi, pelayanan kesehatan, pendidikan dan sebagainya. Karena
yang memiliki tanggung jawab besar dan peranan penting dalam
peroses rehabilitasi pasca terjadinya bencana adalah pemerintah
daerah dan juga pemerintah pusat. Kami dari pihak MDMC hanya
memberikan bantuan kemanusian saja, karena kami hanya
organiasai atau lembaga penanggulangan bencana. (Wawancara
dengan NS tgl 23 juli 2020)
Wawancara yang di lakukan kepada masyarakat terkait dengan
rehabilitasi pasca terjadinya bencana adalah
“Saat bencana telah selesai, kami diberikan bantuan berupa
perbaikan tempat tinggal, memberikan bantuan berupa pemeriksaan
kesahatan, juga memberikan bantuan ekonomi guna menunjang
kelangsungan hidup paska bencana karena harta benda kita habis di
terpa banjir”. (Wawancarza dengan BA tgl 01 agustus 2020.)
Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa MDMC
dalam peroses rehabilitasi paska terjadinya bencana, berkontribusi dalam
pemberian bantuan kemanusian kepada masyarakat yang terdampak
bencana. Karena yang memiliki tanggung jawab besar untuk
memperbaiki kerusakan-kerusakan dan kerugian-kerugian yang
dihasilkan paska terjadinya bencana adalah pemerintah daerah dan
pemerintah pusat.
C. Faktor-faktor penghambat muhammadiyah disaster management center
dalam melaksanakan tugasnya
Dalam pelaksanaan penanggulangan bencana, banyak faktor-faktor
menjadi penghambat sehingga peroses pelaksanaan penanggulangan bencana
itu tidak berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan. Dalam pelaksanaannya,
MDMC juga mengalami banyak hambatan sehingga dalam peroses
pelaksanaan pengendalian bencana tidak berjalan sesuai dengan mestinya.
Faktor-faktor yang penghambat dalam pelaksanaannya adalah :
1. Terbatasnya sumber daya
Sumber daya yang di maksud adalah sumber daya manusia, sarana dan
prasarana dan juga sumber daya uang (pendanaan). Sarana dan prasarana
yang ada sangat terbatas, selain itu keseluruhan pendanaan yang digunakan
hanya berasal dari sumbangan dan juga uang pribadi. Hal tersebut
diungkapkan oleh NS dalam wawancaranya terkait dengan terbatasnya
sumber daya dalam penanggulangan bencana.
“Hambatan yang kami hadapi sehingga dalam pelaksanaan
penanggulangan bencana tidak berjalan secara efisien dikarenakan
kurangnya sumber daya manusia, peralatan yang kami punya juga
terbatas, dan juga kami terhalang dana. Karena dana yang kami
gunakan selama ini berasal dari lazizmu, sumbangan lazizmu
berasal dari masyarakat Muhammadiyah, serta dari uang khas
lazizmu itu sendiri”. (Wawancara dengan NS tgl 23 juli 2020)
Senada dengan di ungkapan oleh SR dalam wawancaranya
mengatakan bahwa
“Berbicara terkait dengan pelaksanaan pengendalian bencana, pasti
banyak hambatan dan rintangan yang kami hadapi. Hambatan dan
rintangan tersebut berasal dari diri kami sendiri dan juga hal-hal
yang lainnya. Hal yang paling mendasar yang menjadi hambatan
sehingga dalam pelaksanaannya MDMC bisa dikatakan tidak
berjalan secara efisien dikarenakan kurangnya sumber daya
manusianya, peralatan yang diperlukan juga masi kurang, dan juga
kami terhalang dipendanaan. Karena jika berbicara terkait
pengendalian bencana maka kita memerlukan tenaga yang banyak,
peralatan yang banyak untuk mengefakuasi korban bencana, terkait
dari itu semua pastinya dibutuhkan dana yang banyak”.
(Wawancara dengan SR tgl 20 juli 2020)
Dari hasil wawancara diatas, dapat disimpulkan bahwa dalam
pelaksanaan pengendalian bencana yang dilakukan oleh MDMC, faktor
penghambat sehingga tidak berjalan secara maksimal dikarenakan
kurangnya sumber daya manusia, peralatan yang dibutuhkan untuk
mengevakuasi korban yang terdampak bencana juga masi sangat minim,
selain itu kurangnya dana. Bukan suatu hal yang tabu lagi dalam suatu
organisasi apalagi jika ketiga hambatan yang disebutkan tersebut menjadi
faktor utama tidak berjalan secara maksimal suatu kegiatan yang dilakukan
apalagi ini menyangkut tentang pengendalian bencana yang pada hakikatnya
memerlukan suatu perhatian yang lebih.
2. Rendahnya kesadaran dari masyarakat
Meskipun sebagaian masyarakat sadar akan pentingnya encegahan
sebelum terjadinya bencana, tetapi masi banyak masyarakat yang kurang
menyadari pentingnya pencegahan bencana sebelum terjadi. Sesuai dengan
wawancara yang dilakukan oleh bapak YS mengatakan bahwa
“Masi banyak masyarakat yang kurang paham dan tidak menyadari
tentang arti pentingnya menjaga lingkungan, pencagahan sebelum
terjadinya bencana, kurangnya kesadaran masyarakat akan hal itu
yang menjadi hambatan bagi kami. Karna jika kesadaran
masyarakat yang tidak ada, tidak mengerti tentang arti pentingnya
menjaga lingkungan, tidak membuang sampah disungai, waduk,
dan sebagainya maka bisa saja banjir yang disebabkan oleh air
yang tersumbat, sungai yang meluap yang berasal dari tumpukan
sampah dari limbah masyarakat tidak terjadi. (Wawancara dengan
YS,tgl 24 juli 2020)
Hal senada juga diungkapkan oleh SR dalam wawancaranya
sebagai berikut
“kesadaran masyarakat yang perluh dibangung untuk mencegah
terjadinya banjir. Karna meskupun pemerintah bersusah payah
membangun tanggul yang tinggi untuk mencegah meluapnya air
naik kejalan agar tidak masuk kedalam rumah-rumah warga saat
terjadi banjir, tetapi amsyarakat masi sangat senang mengundang
terjadinya banjir dengan carah membuang sampah di sungai,
limbah yang berasal dari rumah tanggnya di salurkan ke sungai-
sungai, waduk, dan juga selokan-selokan sehingga pada saat hujan
turung air salurang air akan tertutup oleh smapah-sampah sehingga
mengakibatkan air akan meluap dan terjadi banjir”. (Wawancara
dengan SR tgl 20 juli 2020)
Dari hasil wawancara diatas dapat di simpulkan bahwa yang
menjadi penghambat dalam pelaksanaan penangulangan bajir yaitu
kurangnya kesadaran masyarakat. Masyarakat masi banyak yang kurang
mengerti tentang arti pentingnya menjaga lingkungan, tidak membuang
sampah sembarang tempat, menjaga kebersihan lingkungan. Karena jika
kesadaran amsyarakat sangat sulit untuk dibangun maka secara otomatis
banjir yang berasal dari kesalahan manusia itu sendiri sangat sulit untuk
di cegah.
D. PEMBAHASAN
1. Mitigasi
Mitigasi bencana merupakan upaya yang di lakukan secara
berkelanjutan untuk mengurangi resiko bahaya melalui pengurangan
kemungkinan dan/ atau komponen konsekuensi dari resiko bencana.
Dalam hal Mitigasi, dapat dikatakatan pada tahap ini MDMC tidak
berjalan dengan baik, hal tersebut karena pada tahap mitigasi bencana yang
mempunyai peranan penting dalam hal ini adalah pemerintah.
Hal tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini terkait dengan
peran pemerintah dan MDMC dalam penanggulangan bencana dalam tahap
mitigasi :
Tabel 4.2
Peran Pemerintah dan MDMC dalam penangulangan bencana dalam tahap
mitigasi.
Dari tabel di atas dapat di jelaskan bahwa dalam penanganan banjir,
dalam hal Mitigasi Pemerintah lebih berfokus kepada bagaimana untuk
menghindari terjadinya banjir, apa-apa saja yang harus di lakukan pada saat
banjir terjadi tidak terlalu berdampak buruk kepada masyarakat, serta apa
yang harus di lakukan agar tidak terjadi banjir. Sedangkan MDMC lebih
kepada bagaimana menumbuhkan kesadaran masyarakat. MDMC lebih
berfokus kepada manusianya, karena bagi MDMC hal yang paling penting
yang harus di lakukan untuk menanggulangi terjadinya banjir adalah dengan
NO PEMERINTAH MDMC
1 Pembuatan Tanggul Menumbuhkan kesadaran
masyarakat untuk menjaga
lingkungan
2 Program penghijauan daerah hulu
sungai
Pendekatan kepada masyarakat
3 Memasang sistem pemantauan dan
peringatan dini didaerah rawan
banjir
Pendidikan dan penguatan kapasitas
masyarakat
menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk selalu menjaga dan melindungi
alam sekitar.
2. Kontinjensi (Kesiapsiagaan)
Pada kontinjensi atau kesiapsiagaan, MDMC sebagai lembaga atau
organisasi tanggap bencana selalu siap siaga dalam menangani terjadinya
bencana. Kesiapsiagaan MDMC dapat di lihat dari bagaimana dia pada saat
terjadi bencana. Pada saat bencana terjadi, hal yang dilakukan oleh MDMC
adalah mengevakuasi korban bencana, membantu masyarakat untuk
mendapatkan tempat pengunsiang yang layak. Meskipun dalam tahap ini
MDMC dapat dikatakan tidak berjalan sesuai dengan apa yang tertera pada
tujuan dari kontinjensi tersebut, itu karena MDMC hanya membantu dalam
peroses pengevakuasian korban bencana. MDMC tidak terlibat terlalu jauh
ke dalam bagaimana peroses pencegahan terjadinya bencana.
Hal tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini terkait dengan peran
pemerintah dan MDMC dalam penanggulangan bencana dalam tahap
kontinjensi (kesiapsiagaan):
Tabel 4.3
Peran Pemerintah dan MDMC dalam penangulangan bencana dalam tahap
kontinjensi (kesiapsiagaan).
NO PEMERINTAH MDMC
1 Memberikan perlindungan kepada
masyarakat dari ancaman bencana
Memberikan peringatan langsumg
kepada masyarakat
2 Mengingatkan seluruh aparatur
pemerintah daerah dan
mengkoordinasikan dengan TNI,
Polri, Institusi vertikal di daerah
dan relawan siaga
Memberikan sosialisasi tentang hal
apa yang akan dilakukan dalam
bersiapsaiga ketika aka terjadi
bencana
3 Membentuk posko kesiapsiagaan
pemerintah daerah dan melakukan
pemantaun dini dari BMKG,
BNPB dan Pusat Vulkanologi dan
Mitigasi Bencana Geologi untuk
mengetahui perkembangan situasi
terkini
Melakukan perlombaan tentang
cerdas tanggap bencana
Dari tabel di atas pada tahap kontinjensi (kesiapsiagaan), peran
pemerintah lebih kepada bagaimana pemerintah memberikan perlindungan
kepada masyarakat dengan cara melakukan koordinasi langsung kepada
aparat Tni, memberikan peringatan dini terkait dengan ancaman bencana
berdasarkan informasi dari BMKG dan BNPB dan Pusat Vulkanologi dan
Mitigasi Bencana Geologi untuk mengetahui perkembangan situasi terkini.
Sedangkan MDMC lebih kepada memberikan peringatan langsung kepada
masyarakat mengenai dampak dari bencana, bagai mana cara agar dapat
menghindari terjadinya bencana dan apa yang harus dilakukan pada saat
terjadinya bencana.
3. Tanggap Darurat
Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk
yang ditimbulkan meliputi kegiatan kegiatan penyalamatan dan evakuasi
korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan pengurusan
pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana.
Kegiatan yang di lakukan MDMC dalam hal penanggulangan bencana
pada saat bencana banjir yang terjadi di Masamba tahun 2020, yakni
MDMC ikut serta dalam evakuasi jenaza hingga distribusi sembako ke
1.049 kk. Pada tahun 2020 MDMC ikut serta dalam peroses pengevakuasian
masyarakat yang terdampak bencana di Bantaeng, MDMC ikut serta dalam
membantu korban untuk mendapatkan tempat yang layak untuk mengungsi,
membantu dalam mengevakuasi korban bencana, serta memberikan
pertolongan kepada anak-anak serta ibu-ibu korban bencana. Pada tahun
2019, MDMC ikut berkontribusi dalam penanganan bencana banjir di Kab.
Gowa, dengan membentuk tim tanggap bencana penanganan bencana banjir
dan longsor, pembentukan poskor (pos kordinasi) Muhammadiyah dan
pembentukan Pos Pelayanan (Posyan).
Dari penjelasan diatas dapat di katakan bahwa MDMC dalam hal
tanggap darurat bisa dikatakan berjalan dengan sangat baik, hal tersebut
dapat dibuktikan dengan bagaimana ketanggapan MDMC pada saat bencana
telah selesai. Pada tahap ini, MDMC bersama dengan para relawan tanggap
bencana lainnya berusaha untuk mengevakuasi korban bencana,
mempersiapkan pengungsian untuk para korban bencana, mengefakuasi
harta benda yang masi bisa diselamatkan. Untuk peroses perbaikan sarana
dan prasarana pasca terjadinya bencana itu kembali lagi menjadi tugas dari
pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Hal tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini terkait dengan peran
pemerintah dan MDMC dalam penanggulangan bencana dalam tahap
operasi (tanggap darurat) :
Tabel 4.4
Peran Pemerintah dan MDMC dalam penangulangan bencana dalam tahap operasi
(tanggap darurat).
Dari tabel di atas pada tahap operasi (tanggap darurat), pemerintah lebih
menekankan kepada apa yang harus di persiapkan saat bencana terjadi dan
setelah terjadi. Dalam hal ini pemerintah berfokus kepada anggaran untuk
membantu masyarakat serta untuk perbaikan fasilitas yang rusak akibat
bencana, selain itu pemerintah juga melakukan tindakan evaluasi jika terjadi
hal darurat. Sedangkan MDMC lebih kepada membantu masyarakat yang
terdampak bencana, dalam hal ini lokasi kerusakan, sumberdaya dan kerugian
yan di akibatkan dari bencana.
NO PEMERINTAH MDMC
1 Mengalokasikan anggaran belanja
tidak terduga (BTT) yang cukup
dan siap di gunakan setiap saat
dalam keadaan darurat bencana
Melakukan pengkajian secara cepat
dan tepat terhadap lokasi, kerusakan,
kerugian dan sumberdaya
2 Penyelamatan dan evaluasi apabila
terjadi kondisi darurat serta
mengaktifkan rencana kontinjensi
yang disusun jika terjadi tanggap
darurat
Menyelamatkan dan mengevakuasi
masyarakat yang terkena bencana
4. Rehabilitasi
Setelah penanganan kejadian bencana, tahap pengelolaan bencana
selanjutnya adalah rehabilitasi.Rehabilitasi mengacu kearah pemulihan
sarana dan prasanan masyarakat yang rusak sehingga dapat di fungsikan
kembali.
Pada tahapan ini, MDMC hanya berperan dalam memberikan bantuan
kemanusian kepada masyarakat atau korban bencana. MDMC memberikan
bantuan berupa pemberian obat-obatan, makanan, tempat pengungsian yang
layak. Pendidikan, dan kesehatan, juga membantu masyarakat, ibu-ibu dan
juga anak-anak untuk menghilangkan rasa trowmanya paska terjadinya
bencana.
Hal tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini terkait dengan peran
pemerintah dan MDMC dalam penanggulangan bencana :
Tabel 4.5
Peran Pemerintah dan MDMC dalam penangulangan bencana dalam tahap
rehabilitasi
NO PEMERINTAH MDMC
1 Perbaikan lingkungan daerah Pemulihan trauma yang terjadi pada
orang tua dan anak-anak
2 Perbaikan sarana dan prasarana
umum
Memberikan bantuan pelayanan
kesehatan
3 Pemulihan ekonomi, sosial dan
budaya
Memberikan pendidikan
Dari tabel di atas pada tahap operasi (tanggap darurat), pemerintah
lebih berperan dalam bagaimana memperbaiki kembali sarana dan
prasarana yang rusak akibat bencana, pemulihan ekonomi, sosial, dan
budaya. Sedangkan MDMC lebih kepada masyarakatnya yakni membantu
menghilangkan rasa trauma anak-anak dan ibu-ibu, memberikan bantuan
berupa pendidikan dan kesehatan
Dalam pelaksanaan penanggulangan bencana oleh MDMC, banyak
hambatan
yang dilalui, ada beberapa faktor-faktor penghambat dalam
pelaksanaan tersebut diantaranya adalah :
1. Kurangnya sumber daya
Sumber daya dalam hal ini berupa sumber daya manusia, sarana dan
prasarana dan sumber daya uang (dana). Kurangnya jumlah orang yang
terlibat dalam penangan bencana menjadi hambatan tersendiri bagi
MDMC dalam pelaksanaan penanganan bencana. Selain itu sraanan dan
prasarana yang digunakan juga masih sangat terbatas sehingga dalam
peroses pengevakuasian korban bencana sangat kesulitan. Dana yang
digunakan juga masih sangat minim karna hanya berasal dari lazizmu
dan juga sumbangan dari Muhammadiyah itu sendiri serta uang pribadi
dari MDMC serta lazizmu itu sendiri.
2. Kurangnya kesadaran masyarakat
Kurangnya kesadaran masyarakat juga menajdi tantangan
tersendiri bagi MDMC itu sendiri. Karena akan sangat sulit untuk
mencegah terjadinya bencana banjir jika kesadaran masyarakat terkait
dengan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan, tidak membuang
sampah di sungai, itu belum mampu masyarakat perhatikan. Hal utama
yang menjadi faktor terjadinya banjir karena luapan air yang naik karena
terlalu banyak sampah sehingga air tidak mampu lagi mendorong sampah
yang bertumpuk sehingga tergenang dan pada saat hujan deras datang air
itu akan naik dan terjadilah banjir.
BAB V
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis dengan judul
Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) dalam
penanggulangan bencana banjir di kota makassar tahun 2019 ada beberapa
hal yang menjadi kesimpulan yaitu :
Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) dalam
penanggulangan bencana banjir di kota makassar tahun 2019 dari ke empat
indikator yaitu (1) mitigasi yakni bagaimana MDMC berperan dalam
penanganan bencana, meskipun pada indikator ini MDMC tidak terlalu
terlibat lansung karena itu menjadi tugas dan wewenang dari pemerintah. (2)
Kesiapsiagaan, dalam indikator ini MDMC siapsiaga dalam penanganan
bencana banjir, baik pada sebelum terjadinya banjir dan saat terjadi dan pada
saat setelah terjadinya banjir. (3) Tanggap Darurat, pada tahapan ini, MDMC
berperan aktif dalam penanganan bencana, sebelum terjadinya bencana dan
telah ada tanda-tanda akan terjadi bencana MDMC telah memberikan
imbauan lansung kepada masyarakat. Dan pada saat bencana terjadi MDMC
turung lansung dalam peroses pengevakuasian korban bencana. (4)
Rehabilitasi, pada tahapan ini MDMC memberikan bantuan kemanusian
kepada korban bencana, baik berupa bantuan kesehatan, pendidikan, tempat
pengunsian, dan lain-lain. Meskipun dalam tahapan ini, MDMC tidak mampu
memberikan bantuan sesuai dengan penjelasan dari Indikator Rehabilitasi
karena itu memang bukan rana dari MDMC tetapi menjadi tugas dari
pemerintah pusat dan pemerintah daerah yakni memperbaiki kembali gedung-
gedung atau bagunan-bangunan pelanyanan masyarakat yang tertimpah
banjir. Selian itu, ada bebarapa faktor yang menjadi penghambat sehingga
MDMC dalam melaksanakan tugasnya, yakni (1) Sumber daya, sumberdaya
yang dimaksudkan adalah sumber daya manusia, perlatan, dan juga sumber
daya keuangan (dana). (2) kurangnya kesadaran masyarakat.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan, maka berikut ini
dikemukakan saran atau masukan :
1. bagi pemerintah setempat lebih memperhatikan kembali apa-apa saja yang
perluh dibenahi, apa-apa saja yang harus di lakukan agar mencegah
terjadinya banjir dikota Makassar.
2. Bagi MDMC, sebaiknya lebih berperang aktif lagi dalam penanganan
banjir dikota Makassar
3. Bagi masyarakat seharusnya lebih menjaga lingkungan agar bebas terdindar
dari bencana banjir.
DAFTAR PUSTAKA
Adi, S. (2014). KARAKTERISASI BENCANA BANJIR BANDANG DI
INDONESIA. Jurnal Sains Dan Teknologi Indonesia, 15(1).
https://doi.org/10.29122/jsti.v15i1.938
Adiyoso, W (2018). Manajemen Bencana Pengantar & Isu-Isu Strategis.
Jakarta:Bumi Aksara. Di akses pada 13 Mei 2020
Ahdi, Didi (2015). Prencanaan Penanggulangan Bencana Melalui Pendekatan
Managemen Resiko. Malang. Vol.5 No.1. Di akses pada 06 Februari
2020
Arifiani Sujanto Bifrenda (2017). efektivitas peran relawan penanggulangan
bencana pada tanggap darurat banjir jakarta timur dalam rangka
penyelamatan korban manusia (studi di kelurahan kampung melayu
tahun 2014), jurnal Prodi Manajemen Bencana, Voll 3 No. 2. Diakses
pada 24 Agustus 2020
Baidhawy, Z. (2015). The role of faith-based organization in coping with disaster
management and mitigation Muhammadiyah’s experience. Journal of
Indonesian Islam. https://doi.org/10.15642/JIIS.2015.9.2.167-194
Badan Penanggulangan Bencana Daerah, 2014, Rencana Kontinjensi Bencana
Banjir Kota Makassar. Makassar. Diakses pada 27 Januari 2020
BNPB (2010). Buku Panduan Pengenalan Karakteristik Bencana Dan Upaya
Mitigasi-nya di Indonesia. Diakses pada 27 Januari 2020
Couch, S. R. (2008). Handbook of Disaster Research. Contemporary Sociology: A
Journal of Reviews, 37(2), 146–147.
https://doi.org/10.1177/009430610803700227
Djafar, Irfan Muhammad. (2013). Pengaruh Penyuluhan Tentang Kesiapsiagaan
Bencana Banjir Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Kepala Keluarga Di
Desa Romang Tagaya Kelurahan Tamagapa Kecamatan Manggala Kota
Makassar. Makassar. Diakses pada 06 Februari 2020
Fordyce, E. (2012). Disaster Mitigation and Preparedness : Comparison of
Nonprofit,Public,andPrivateOrganizations,42(2).https://doi.org/10.1177/
0899764012452. Diakses pada 06 Febuari 2020
Ginanjar, W. R., & Mubarrok, A. Z. (2020). Civil Society and Global
Governance: The Indirect Participation of Extinction Rebellion in Global
Governance on Climate Change. Journal of Contemporary Governance
and Public Policy, 1(1), 41–52.
https://doi.org/https://doi.org/10.46507/jcgpp.v1i1.8
Haslinda B. Anriani, Ansar Arifin, Harifuddin Halim, Rasyidah Zainuddin, &
Abdul Malik Iskandar. (2019). Bencana Banjir dan Kebijakan
Pembangunan Perumahan Di Kota Makassar. Talenta Conference Series:
Local Wisdom, Social, and Arts (LWSA), 2(1), 1–7.
https://doi.org/10.32734/lwsa.v2i1.599
Hilman, Y. A. (2018). Disaster Management Concept of Muhammadiyah Disaster
Management Centre in Ponorogo, Indonesia. Otoritas : Jurnal Ilmu
Pemerintahan, 8(1), 65. https://doi.org/10.26618/ojip.v8i1.807
Hidayatr, Deny (2008). Kesiapsiagaan Masyarakat Paradigma Baru Pengelolaan
Bencana Alam Di Indonesia.. Vol.3 No.1. Diakses pada 06 Februari 2020
Heryati, Sri (2020). Peran Pemerintah Daerah Dalam Penanggulangan Bencana,
jurnal Pemerintahan dan Keamanan Publik (JP dan KP) Voll 02 No. 02.
Diakses pada 20 Agustus 2020
Herizal Fakhri, Dkk (2017). Analisis Kapasitas Dan Tingkat Ketahanan Daerah
Dalam Upaya Pengurangan Risiko Bencana Di Kecamatan Jaya Baru
Kota Banda Aceh, Jurnal Ilmu Kebencanaan (JIKA), Voll 4, No. 3.
Diakses pada 20 Agustus 2020
Kusumasari, B. (2019). Natural Hazards Governance in Indonesia. Oxford
Research Encyclopedia of Natural Hazard Science. Oxford University
Press. https://doi.org/10.1093/acrefore/9780199389407.013.234
Kusumastuti, R. D., Viverita, Husodo, Z. A., Suardi, L., & Danarsari, D. N.
(2014). Developing a resilience index towards natural disasters in
Indonesia. International Journal of Disaster Risk Reduction, 10, 327–
340. https://doi.org/10.1016/j.ijdrr.2014.10.007
Khambali. (2017). Managemen Penanggulangan Bencana. Yongyakarta. CV.
Andi offset. Diakses pada 27 Januari 2020
Moleong, L. J. (2010). Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Muh. Iqbal Latief, Sultan Djibe, & Arsyad Genda. (2019). Manajemen Risiko
Berbasis Kelompok Sadar Bencana di Sulawesi Selatan. Talenta
Conference Series: Local Wisdom, Social, and Arts (LWSA), 2(1), 1–6.
https://doi.org/10.32734/lwsa.v2i1.611
Nashir Haedar. (2018). Kuliah Kemuhammadiyahan 2. Yokyakarta. Surya
Muhammadiyah
Nurmawan Siti Sinaga. (2005) Peran Petugas Kesehatan Dalam Managemen
Bencana Alam. Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” .Vol.1 No.1 06 Februari
2020
Rokib, M. (2012). The Importance of Faith-Based Organization in Shaping
Natural Disaster : Case Study of Muhammadiyah. SALAM Jurnal Study
Masyarakat Islam, 15(2).
Rachmat, Reza Adhe (2014). Faktor-Faktor Kerentanan yang Berpengaruh
Terhadap Bencana Banjir di Kecamatan Manggala Kota Makassar.
Jurnal Teknik Pomits. Vol.3 No.2. 06 Februari 2020
Srikandini, A. G., Hilhorst, D., & Voorst, R. Van. (2018). Disaster Risk
Governance in Indonesia and Myanmar: The Practice of Co-Governance.
Politics and Governance. Cogitatio.
https://doi.org/10.17645/pag.v6i3.1598
Syarif Ahmad, Asrul Laode. (2014). Pentingnya Komunikasi dan Informasi Pada
Implementasi Kebijakan Penyelenggaraan Penanggulangan Pencana di
Kota Makassar. Jurnal Komunikasi Kareba. Vol. 3 No.3. Diakses pada
06 Februari 2020
Sholehah, Iffatus. (2017). Upaya Rehabilitasi Pasca Bencan Oleh MDMC
(Muhammadiyah Disster Managemen Center) Studi Kasus Banjir Garut
Jawa Barat. Yogyakarta. Diakses pada 27 Februari 2020
Siwaryo, Putra Angino Widyaswara (2020). Peran Muhammadiyah Disaster
Management Center Dalam Mitigasi Bencana. Kebumen. Vol. 10 No.1.
06 Februari 2020
Sinaya, SN. (2015) Peran Petugas Kesehatan Dalam Manajemen Penanganan
Bencana Alam. Jurnal Ilmiah. Medan Vol. 1 No.1 Diakses pada 15 Mei
2020
Universitas Gadjah Mada. (2017). Program Studi Magister Manajemen Bencana,
Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada://pasca.ugm.ac.id/.
Diakses pada 06 Februari 2020
Vidiarina, H. (2010). Perencanaan Kontinjensi: Tinjauan Tentang Beberapa
Pedoman Perencanaan dan Rencana Kontijensi, Jakarta: GTZ-
Internasional Service. Diakses pada 06 Februari 2020
L
A
M
P
I
R
A
N
RIWAYAT HIDUP
Fitriani M, lahir di meeto pada tanggal 24 Agustus 1996.
Anak pertama dari empat bersaudara pasangan Mansur dan
Jumarni. Penulis mulai masuk ke jenjang pendidikan SD
pada tahun 2003 dan tamat pada tahun 2008 di SD Negeri 1
Meeto Kecamatan Kodeoha Kabupaten Kolaka Utara, dan
pada tahun yang sama masuk ke SMP Negeri 2 Kodeoha dan tamat pada tahun
2011. Pada tahun yang sama penulis masuk ke SMA Negeri 1 Kodeoha dan pada
tahun 2013 pindah ke SMA Negeri 1 Pakue dan tamat pada tahun 2014.
Kemudian penulis masuk ke Universitas Muhammadiyah Makassar pada tahun
2016 Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik pada tahun
2020 penulis berhasil menyelesaikan pendidikan dengan judul skripsi
“Muhammadiyah Disaster management Center (MDMC) dalam Penanggulangan
Bencana banjir di Kota Makassar Tahun 2019” dan mendapat gelar S.IP