SKRIPSI
HUBUNGAN SANITASI DASAR DENGAN TINGKAT
KEPADATAN LALAT DI RUMAH MAKAN
PASAR BESAR KOTA MADIUN
Oleh:
ANNISA ANDRIANA
NIM : 201503007
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
TAHUN 2019
ii
SKRIPSI
HUBUNGAN SANITASI DASAR DENGAN TINGKAT
KEPADATAN LALAT DI RUMAH MAKAN
PASAR BESAR KOTA MADIUN
Diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan dalam mencapai gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.KM)
Oleh:
ANNISA ANDRIANA
NIM : 201503007
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
TAHUN 2019
iii
iv
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Puji syukur Alhamdulillah atas nikmat dan shalawat pada Nabi Muhammad
SAW. Teriring do’a dan dzikir penuh khauf dan roja’ kepada Allah SWT sebagai
penuntut ilmu atas seruan-Nya dan atas segala ridho-Nya yang telah member
kekuatan dalam setiap langkah saya. Skripsi ini saya persembahkan untuk:
1. Kedua orangtua saya (Bapak Sugiyono dan Ibu Agustina Hariani), kakek dan
nenek yang selalu membimbing dan memberikan do’a serta semangat baru
untuk saya, selalu memberikan dukungan dalam mengerjakan skripsi.
2. Dosen pembimbing skripsi Ibu Hanifah Ardiani, S.KM., M.KM dan Bapak
Beny Suyanto, S.Pd., M.Si yang telah senantiasa memberikan saya bimbingan
dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Jifren’s (Mimin, Nini, Nuvri, Endang, Diaz) serta teman-teman sebimbingan
yang sudah membantu saya dalam menyusun skripsi ini dengan penuh suka
cita.
4. Bapak dan Ibu Dosen STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun yang senantiasa
memberikan ilmu yang bermanfaat dan membimbing saya dalam
menyelesaikan skripsi.
5. Seluruh teman-teman S1 Kesehatan Masyarakat angkatan 2015 yang saling
memberikan motivasi.
vi
vii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Annisa Andriana
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat Tanggal Lahir : Madiun, 27 September 1997
Agama : Islam
Alamat : Desa Teguhan RT/RW 18/04 Kecamatan Jiwan
Kabupaten Madiun Jawa Timur
Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan : 1. Lulusan TK Dharma Wanita Tahun 2003
2. Lulusan SD Negeri 2 Pangongangan Tahun 2009
3. Lulusan SMP Negeri 4 Madiun Tahun 2012
4. Lulusan SMA Negeri 6 Madiun Tahun 2015
5. STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun Tahun 2015-
2019
viii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
segala limpahan Rahmat, Ridho’ dan Hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan skripsi dengan baik dan lancar.
Dalam penyusunan skripsi ini banyak pihak yang memberi dukungan
sebagai penyempurnaan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
menyampaikan ucapakan terima kasih yang sebesarnya kepada :
1. Bapak Zaenal Abidin, S.KM., M.Kes (Epid) selaku Ketua STIKES Bhakti
Husada Mulia Madiun.
2. Ibu Avicena Sakufa Marsanti, S.KM., M.Kes selaku Ketua Prodi S1
Kesehatan Masyarakat STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun yang telah
memberikan sarana dan prasarana untuk peneliti.
3. Ibu Hanifah Ardiani, S.KM.,M.KM selaku Pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan dan motivasi dalam penyusunan skripsi.
4. Bapak Beny Suyanto, S.Pd., M.Si selaku Pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan dan motivasi dalam penyusunan skripsi.
5. Bapak H. Edy Bachrun, S.KM., M.Kes selaku Ketua Dewan Penguji skripsi.
6. Seluruh staf Dinas Perdagangan dan Pasar Besar Kota Madiun yang telah
menerima dan membantu saya dalam melakukan penelitan.
7. Teman-teman yang telah memberikan mendukung dan membantu dalam
menyelesaikan skripsi ini.
Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna dan
memberikan manfaat bagi pembaca serta perkembangan dunia pendidikan
kesehatan di masa yang akan datang.
Madiun, 10 Agustus 2019
Penulis
Annisa Andriana
ix
PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT
SEKOLAH TINGGI KESEHATAN BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2019
ABSTRAK
Annisa Andriana
HUBUNGAN SANITASI DASAR DENGAN TINGKAT KEPADATAN
LALAT DI RUMAH MAKAN PASAR BESAR KOTA MADIUN
121 halaman + 17 tabel + 8 gambar + 11 lampiran
Latar belakang: Sanitasi rumah makan merupakan tindakan untuk menciptakan
lingkungan rumah makan yang bersih, sehat dan memenuhi syarat kesehatan.
Rumah makan dapat menjadi tempat menyebarnya penyakit melalui makanan dan
minuman. Oleh sebab itu rumah makan memerlukan sanitasi dasar untuk
mencegah datangnya vektor. Berdasarkan hasil survey pendahuluan, terdapat 5
rumah makan yang memiliki tingkat kepadatan lalat kategori tinggi.
Tujuan penelitian: Dilakukan untuk mengetahui hubungan sanitasi dasar dengan
kepadatan lalat di rumah makan Pasar Besar Kota Madiun.
Metode penelitian: Jenis penelitian ini adalah survey analitik dengan desain
cross sectional teknik sampling yang digunakan adalah total sampling. Jumlah
sampel 35 rumah makan dan dianalisis menggunakan chi-square.
Hasil penelitian: Menunjukkan bahwa ada hubungan antara tempat pencucian
peralatan dengan tingkat kepadatan lalat,nilai p-value sebesar 0,004. Ada
hubungan antara tempat penyimpanan bahan makanan dengan tingkat kepadatan
lalat, nilai p-value sebesar0,012. Ada hubungan antara sarana pencegahan lalat
dengan tingkat kepadatan lalat, nilai p-value sebesar 0,034. Tidak ada hubungan
antara kondisi tempat sampah dengan tingkat kepadatan lalat, nilai p-value sebesar
0,143. Tidak ada hubungan antara waktu pembuangan sampah dengan tingkat
kepadatan lalat, nilai p-value sebesar 0,237.
Kesimpulan: Sanitasi rumah makan di Pasar Besar Kota Madiun masih ada yang
belum memenuhi syarat serta tingkat kepadatan lalat di rumah makan Pasar Besar
Kota Madiun sebagian besar termasuk dalam kategori tinggi.
Kata kunci : Sanitasi Rumah Makan, Tingkat Kepadatan Lalat
Daftar bacaan : 1987 - 2018
x
PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM
HIGH SCHOOL OF HEALTH SCIENCE BHAKTI HUSADA MULIA
MADIUN 2019
ABSTRACT
Annisa Andriana
THE RELATIONSHIP OF BASIC SANITATION WITH FLIES DENSITY
LEVEL AT THE RESTAURANT IN PASAR BESAR, MADIUN CITY
121 pages + 17 tables + 8 images + 11 attachments
Background: Restaurant sanitation is an action to create a clean, healthy
restaurant environment that meets health requirements. Restaurant can be a place
for the spread of disease through food and drink. Therefore restaurants need
basic sanitasion to prevent the arrival of vectors. Based on premiliminary survey
results, there are 5 restaurans that have a high category of flies density.
Research objective: To identify the relationship of basic sanitation with flies
density level at the restaurant in Pasar Besar, Madiun city.
Research methodology: This type of research was analytic survey with cross
sectional design. The sampling technique used total sampling. The number of
samples of 35 restaurants and analyzed using chi-square test.
Result: Showed that there was a relationship between the washing place of
equipment with the level of flies density, the number of p value was 0,004. There
was a relationship between the storage of food ingredients with the level of flies
density, the number of p value was 0,012. There was a relationship between the
means of preventing flies and the level of flies density, the number of p value was
0.034. There was no relationship between the condition of the trash with the level
of flies density, the number of p value was 0.143. There was no relationship
between the time of waste disposal with the level of flies density, the number of p
value was 0.237.
Conclusion: Sanitation of restaurants in Pasar Besar Madiun there were still not
yet qualified and the density level of flies in the restaurant in Pasar Besar Madiun
was mostly included in the high category.
Keywords : Restaurant Sanitation, The Level of Flies Density
Literature : 1987 - 2018
xi
DAFTAR ISI
Sampul Depan .................................................................................................... i
Sampul Dalam .................................................................................................... ii
Lembar Persetujuan ............................................................................................ iii
Lembar Pengesahan ........................................................................................... iv
Halaman Persembahan ........................................................................................ v
Halaman Pernyataan ........................................................................................... vi
Daftar Riwayat Hidup ........................................................................................ vii
Kata Pengantar ................................................................................................... viii
Abstrak ................................................................................................................ ix
Abstract ............................................................................................................... x
Daftar Isi ............................................................................................................. xi
Daftar Tabel ....................................................................................................... xiii
Daftar Gambar .................................................................................................... xiv
Daftar Lampiran ................................................................................................. xv
Daftar Singkatan ................................................................................................. xvi
Daftar Istilah........................................................................................................ xvii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................... 6
1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................... 6
1.3.1 Tujuan Umum .................................................................. 6
1.3.2 Tujuan Khusus ................................................................. 6
1.4 Manfaat Penelitian ....................................................................... 7
1.4.1 Manfaat Teoritis .............................................................. 7
1.4.2 Manfaat Praktis ................................................................ 7
1.5 Keaslian Penelitian ...................................................................... 8
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Rumah Makan ........................................................... 10
2.2 Sanitasi Makanan ......................................................................... 11
2.3 Tujuan Sanitasi Makanan ............................................................ 11
2.4 Prinsip Sanitasi Makanan ............................................................ 12
2.5 Persyaratan Hygiene dan Sanitasi Rumah Makan ....................... 15
2.6 Pengertian Lalat ........................................................................... 20
2.7 Siklus Hidup Lalat ....................................................................... 21
2.8 Pola Hidup Lalat .......................................................................... 22
2.9 Gangguan Lalat Pada Manusia .................................................... 24
2.10 Pengukuran Kepadatan Lalat ....................................................... 24
2.11 Tindakan Pemberantasan Lalat .................................................... 26
2.12 Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan untuk Vektor
Lalat ............................................................................................. 27
2.13 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kepadatan Lalat ..... 28
2.14 Kerangka Teori ............................................................................ 33
xii
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Konseptual .................................................................. 35
3.2 Hipotesis Penelitian ..................................................................... 36
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian ......................................................................... 37
4.2 Populasi dan Sampel .................................................................... 38
4.2.1 Populasi ........................................................................... 38
4.2.2 Sampel ............................................................................. 38
4.2.3 Teknik Sampling .............................................................. 39
4.3 Kerangka Kerja Penelitian .......................................................... 39
4.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel ............... 41
4.4.1 Variabel Penelitian .......................................................... 41
4.4.2 Definisi Operasional ........................................................ 41
4.5 Instrumen Penelitian .................................................................... 46
4.5.1 Observasi (Pengamatan) .................................................. 46
4.5.2 Pengukuran Kepadatan .................................................... 46
4.6 Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................... 48
4.7 Prosedur Pengumpulan Data ...................................................... 48
4.7.1 Pengumpulan Data ........................................................... 48
4.7.2 Pengolahan Data .............................................................. 49
4.8 Analisis Data .............................................................................. 50
4.8.1 Analisis Univariat ............................................................ 50
4.8.2 Analisis Bivariat .............................................................. 50
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Gambaran Umum ........................................................................ 53
5.2 Hasil Penelitian ............................................................................ 56
5.2.1 Analisis Univariat ............................................................ 58
5.2.2 Analisis Bivariat .............................................................. 61
5.3 Pembahasan ................................................................................. 65
5.3.1 Kepadatan Lalat ............................................................... 65
5.3.2 Hubungan Tempat Pencucian Pelaratan dengan
Tingkat Kepadatan Lalat di Rumah Makan ..................... 67
5.3.3 Hubungan Tempat Penyimpanan Bahan Makanan
dengan Tingkat Kepadatan Lalat di Rumah Makan ........ 68
5.3.4 Hubungan Sarana Pencegahan Lalat dengan Tingkat
Kepadatan Lalat di Rumah Makan .................................. 70
5.3.5 Hubungan Kondisi Tempat Sampah dengan Tingkat
Kepadatan Lalat di Rumah Makan .................................. 71
5.3.6 Hubungan Waktu Pembuangan Sampah dengan
Tingkat Kepadatan Lalat di Rumah Makan ..................... 72
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan .................................................................................. 74
6.2 Saran ............................................................................................ 75
Daftar Pustaka ..................................................................................................... 76
Lampiran ............................................................................................................. 79
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian .............................................................. 8
Tabel 2.1 Dosis Pemakaian Racun Serangga ....................................... 27
Tabel 4.1 Definisi Operasional Variabel ............................................. 42
Tabel 4.2 Waktu Peneltian ................................................................... 49
Tabel 4.3 Coding ................................................................................. 51
Tabel 5.1 Penghitungan lalat ................................................................ 56
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi tempat Pencucian Peralatan di
Rumah Makan ...................................................................... 58
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Tempat Penyimpanan Bahan
Makanan ............................................................................... 58
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Sarana Pencegahan Lalat .................... 59
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Kondisi Tempat Sampah .................... 59
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Waktu Pembuangan Sampah .............. 60
Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Tingkat Kepadatan Lalat .................... 60
Tabel 5.8 Hubungan Tempat Pencucian Peralatan dengan Tingkat
Kepadatan Lalat ................................................................... 61
Tabel 5.9 Hubungan Tempat Penyimpanan Bahan Makanan
dengan Tingkat Kepadatan Lalat ......................................... 62
Tabel 5.10 Hubungan Sarana Pencegahan Lalat dengan Tingkat
Kepadatan Lalat ................................................................... 63
Tabel 5.11 Hubungan Kondisi Tempat Sampah dengan Tingkat
Kepadatan Lalat ................................................................... 64
Tabel 5.12 Hubungan Waktu Pembuangan Sampah dengan Tingkat
Kepadatan Lalat ................................................................... 65
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Teori .................................................................. 34
Gambar 3.1 Kerangka Konsep .............................................................. 35
Gambar 4.1 Rancangan Penelitian ........................................................ 37
Gambar 4.2 Kerangka Kerja Penelitian ................................................. 40
Gambar 4.3 Fly Grill ............................................................................ 47
Gambar 5.1 Penempatan Pedagang Pasar di Lantai 1 ........................... 53
Gambar 5.2 Penempatan Pedagang Pasar di Lantai 2 ........................... 54
Gambar 5.3 Denah Pasar Besar Kota Madiun ....................................... 55
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Izin Pengambilan Data Awal ......................................... 79
Lampiran 2 Surat Ijin Penelitian .................................................................. 80
Lampiran 3 Surat Ijin Dari Dinas Perdagangan .......................................... 81
Lampiran 4 Kartu Keterangan Tugas Akhir ................................................ 82
Lampiran 5 Surat Permohonan Responden .................................................. 83
Lampiran 6 Surat Pernyataan Persetujuan ................................................... 84
Lampiran 7 Lembar Observasi ..................................................................... 85
Lampiran 8 Output SPSS Hasil Penelitian ................................................... 90
Lampiran 9 Dokumentasi ............................................................................. 100
Lampiran 10 Surat Keterangan Selesai Penelitian ......................................... 102
Lampiran 11 Persetujuan perbaikan Skripsi .................................................. 103
xvi
DAFTAR SINGKATAN
SPAL : Saluran Pembuangan Air Limbah
PERMENKES : Peraturan Menteri Kesehatan
RI : Republik Indonesia
DEPKES : Departemen Kesehatan
DDT : Dichloro diphenyl trichloroethan
SK : Surat Keputusan
DIRJEN : Direktur Jendral
PPM : Pemberantasan Penyakit Menular
PLP : Penyehatan Lingkungan Pemukiman
xvii
DAFTAR ISTILAH
Arthropoda : Filum
Bartenololsis : Penyakit Akibat Cakaran Kucing
Calliphora vomituria : Lalat Biru
Calliphoridae : Famili Lalat
Check list : Daftar Periksa
Chlordane : Jenis Racun
Chrysomia megacephala : Lalat Hijau
Cleaning : Pengecekan
Coding : Pemberian Kode
Cross sectional : Potong Lintang
Dependent : Terikat
Diptera : Serangga
Editing : Pengeditan
Entry : Memasukkan
Fannia canicularis : Lalat Rumah Kecil
Fly grill : Alat Pengukur Kepadatan Lalat
Genus : Jenis/golongan
Hexapoda : Berkaki enam
Hygiene : Upaya Meningkatkan Kebersihan
Independent : Bebas
Informed Consent : Lembar Persetujuan
Insekta : Kelas insek
Leishmaniasis : Penyakit Akibat Protozoa
Lindone : Jenis Racun
Method : Jenis Racun
Muscidae : Lalat
Musca domestica linneaus : Lalat Rumah
Ordo : Klasifikasi Dalam Biologi
Paratyphoid fever : Demam Tifoid
Residual : Selisih Nilai Duga
Sarcophagidae : Larva
Sindbane : Jenis Racun
Tabulating : Pengelompokkan
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Lalat adalah serangga yang termasuk Insekta Ordo Diptera yang ditandai
sepasang sayap. Lalat berkembang biak dengan metamorfosis sempurna dari
telur, larva, pupa dan dewasa (Sarudji, 2006). Lalat lebih banyak bergerak
menggunakan sayapnya (terbang). Oleh karena itu daerah jelajahnya cukup
luas. Berbagai jenis famili lalat yang penting dipermukiman antara lain adalah
Muscidae (berbagai jenis lalat rumah, lalat kandang, lalat tanduk),
Calliphoridae (berbagai jenis lalat hijau) dan Sarcophagidae (berbagai jenis
lalat daging). Penyakit yang dapat ditimbulkan oleh lalat diantaranya disentri,
diare, thypoid, cholera, dan kasus kecacingan pada manusia dan hewan.
Penyakit tersebut disebabkan karena sanitasi lingkungan yang buruk. Patogen
penyakit yang biasanya dibawa oleh lalat berasal dari berbagai sumber seperti
kotoran manusia, sisa-sisa kotoran, tempat pembuangan sampah, dan sumber-
sumber kotoran lainnya (Sucipto, 2011).
Keberadaan lalat di suatu tempat juga merupakan indikasi kebersihan
yang kurang baik. Salah satunya tempat pembuangan sampah ataupun
genangan air SPAL dapat menjadi media transmisi penularan penyakit.
Penularan penyakit oleh lalat terjadi secara mekanis, dimana bulu-bulu
badannya, kaki-kaki serta bagian tubuh yang lain dari lalat merupakan tempat
menempelnya mikroorganisme penyakit yang dapat berasal dari sampah,
kotoran manusia dan binatang. Bila lalat tersebut hinggap ke makanan
2
manusia, maka kotoran tersebut akan mencemari makanan yang dimakan oleh
manusia sehingga akhirnya akan timbul gejala sakit pada manusia yang itu
sakit pada bagian perut serta lemas (Wijayanti, 2009).
Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan untuk vektor dan binatang
pembawa penyakit terdiri dari jenis, kepadatan dan habitat
perkembangbiakan. Jenis dalam hal ini adalah nama/genus/spesies vektor dan
binatang pembawa penyakit. Kepadatan lalat dalam hal ini adalah angka yang
menunjukkan jumlah vektor dan binatang pembawa penyakit dalam satuan
tertentu sesuai dengan jenisnya, baik periode pradewasa maupun periode
dewasa. Habitat perkembangbiakan adalah tempat berkembangbiaknya
periode pradewasa dan binatang pembawa penyakit. Vektor lalat memiliki
nilai baku mutu< 2 untuk mewujudkan lingkungan yang sehat (Permenkes,
2017).
Cara menghitung kepadatan lalat adalah jumlah lalat yang hinggap dalam
waktu 30 detik dihitung, pada setiap lokasi sedikitnya sepuluh kali
perhitungan (10 x 30 detik) dan lima perhitungan yang tertinggi diambil rata-
ratanya (Permenkes RI, 2017). Klasifikasi kepadatan lalat yaitu ≤5 tidak
menjadi masalah (tidak tinggi), >5 populasi padat dan perlu perencanaan
terhadap tempat-tempat berbiaknya lalat dan bila mungkin direncanakan
upaya pengendalian (tinggi) (Depkes RI, 1992).
Lalat senang hidup di tempat yang kotor, misal pada kotoran manusia,
kotoran hewan maupun sampah. Untuk berkembangbiak lalat membutuhkan
udara panas yang lembab serta tersedianya bahan makanan yang cukup,
3
misalnya di dapur, warung makan, restoran dan tempat makan lainnya.
Rumah makan sendiri merupakan tempat usaha komersial yang ruang lingkup
kegiatannya menyediakan makanan dan minuman untuk umum di tempat
usahanya. Dalam suatu rumah makan harus dilengkapi fasilitas sanitasi atau
sarana fisik bangunan dan perlengkapan. Fungsinya digunakan untuk
memelihara kualitas lingkungan atau pengendalian faktor-faktor lingkungan
fisik yang dapat merugikan kesehatan manusia antara lain sarana air bersih,
jamban, peturasan, saluran air limbah, tempat cuci tangan dan bak sampah
(Kepmenkes RI, 2003).
Faktor penting dalam rumah makan yang harus dijaga kebersihannya
yaitu higiene dan sanitasi rumah makan tersebut. Higiene yaitu segala usaha
untuk melindungi, memelihara dan mempertinggi derajat kesehatan badan
dan jiwa, baik untuk umum, maupun untuk perseorangan. Sanitasi merupakan
salah satu komponen dari kesehatan lingkungan, yaitu perilaku yang
disengaja untuk membudayakan hidup bersih untuk mencegah manusia
bersentuhan langsung dengan kotoran, dengan harapan dapat menjaga dan
meningkatkan kesehatan manusia (Mundiatun dan Daryanto, 2015).
Beberapa rumah makan yang berada di pasar masih belum mengetahui
benar seperti apa persyaratan higiene sanitasi yang erat hubungannya dengan
kesehatan. Pada umumnya pengusaha rumah makan dalam
menyelenggarakan usahanya hanya mementingkan segi komersial saja. Lalu
masih ada yang kurang memperhatikan persyaratan peraturan tentang
kesehatan dan sanitasi tempat umum (Mukono, 2004).
4
Penelitian Annisa Muthmainna Kasiono (2016) menunjukkan bahwa
terdapat hubungan antara pengelolaan sampah dengan tingkat kepadatan lalat
dan terdapat hubungan antara saluran pembuangan air limbah (SPAL) dengan
tingkat kepadatan lalat. Kepadatan Lalat tersebut berhubungan erat dengan
sanitasi lingkungan yang buruk. Sanitasi lingkungan merupakan usaha
kesehatan masyarakat untuk menjaga dan mengawasi faktor lingkungan yang
dapat mempengaruhi kesehatan.
Penelitian Yulia Shinta Nur Kumala (2016) menunjukkan bahwa terdapat
hubungan antara tempat pencucian peralatan dengan tingkat kepadatan lalat,
terdapat hubungan antara sarana pencegahan lalat dengan tingkat kepadatan
lalat dan terdapat hubungan antara kondisi tempat sampah dengan tingkat
kepadatan lalat. Kesimpulan pada penelitian ini yaitu kondisi sanitasi yang
buruk dan tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah di wilayah
Puskesmas Kedungmundu.
Pasar Besar Kota Madiun memiliki rumah makan yang tersebar di
beberapa blok dan lantai. Beberapa rumah makan ada yang berdekatan
dengan pedagang sayuran, ada yang berada di blok pakaian dan ada juga yang
berada di tengah tengah blok penjual bahan makanan mentah. Lokasi rumah
makan yang tersebar belum terkelompokkan menjadi 1 blok. Hal tersebut
menjadi salah satu penyebab kepadatan lalat di sekitar rumah makan.
Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan di rumah makan Pasar
Besar Kota Madiun, masih dijumpai beberapa rumah makan yang belum
memenuhi syarat sanitasi dasar sepertipencucian peralatan yang digunakan
5
untuk mencuci peralatan maupun mencuci tangan karatan dan berantakan.
Selain itu masih ada yang tidak menyediakan sarana pencegahan lalat, seperti
kertas lalat. Kondisi rumah makan yang berada satu blok dengan beberapa
penjual sayur, menimbulkan aktivitas lalat berterbangan disekitar rumah
makan. Serta dijumpai beberapa rumah makan yang menunjukkan keberadaan
lalat yang hinggap di meja makan.
Hasil pengukuran lalat di 5 rumah makan Pasar Besar Kota Madiun
yaitu, di rumah makan 1 dengan kepadatan jumlah lalat rata rata 6 (tinggi), di
rumah makan 2 dengan kepadatan jumlah lalat rata rata 7 (tinggi), di rumah
makan 3 dengan kepadatan jumlah lalat rata rata 7 (tinggi), di rumah makan 4
dengan kepadatan jumlah lalat rata rata 6 (tinggi), serta di rumah makan 5
dengan kepadatan jumlah lalat rata rata 7 (tinggi). Dari hasil survey
pendahuluan tersebut dinyatakan tidak memenuhi Standar Baku Mutu Depkes
RI yakni ≤5 ekor lalat yang berarti tidak tinggi, namun pada rumah makan
melebihi 5 ekor (>5). Solusi alternatif dari permasalahan tersebut adalah
dengan meningkatkan penyediaan sarana peralatan seperti tempat pencucian
peralatan, tempat penyimpanan makanan, penyediaan sarana pencegahan
lalat, tempat sampah dan pembuangan sampah. Selain itu juga perlu
meningkatkan sanitasi rumah makan agar tidak adanya populasi lalat di
warung makan maupun di lingkungan sekitar.
Penelitian tentang kepadatan lalat sudah pernah dilakukan, tetapi ada
variabel yang belum pernah diteliti yaitu waktu pembuangan sampah. Oleh
karena itu peneliti dalam melakukan penelitian ini berminat untuk mengambil
6
judul “Hubungan Sanitasi Dasar Dengan Tingkat Kepadatan Lalat Di Rumah
Makan Pasar Besar Kota Madiun”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang
di dapat adalah:“Apakah ada hubungan antara sanitasi dasar dengan tingkat
kepadatan lalat di rumah makan Pasar Besar Kota Madiun?”
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Menganalisis Hubungan Sanitasi Dasar Dengan Tingkat
Kepadatan Lalat Di Rumah Makan Pasar Besar Kota Madiun.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengukur tingkat kepadatan lalat di rumah makan Pasar Besar
Kota Madiun.
2. Menganalisis hubungan antara tempat pencucian peralatan dengan
kepadatan lalat di rumah makan Pasar Besar Kota Madiun.
3. Menganalisis hubungan antara tempat penyimpanan bahan
makanan dengan kepadatan lalat di rumah makan Pasar Besar
Kota Madiun.
4. Menganalisis hubungan antara sarana pencegahan lalat dengan
kepadatan lalat di rumah makan Pasar Besar Kota Madiun.
5. Menganalisis hubungan antara kondisi tempat sampah dengan
kepadatan lalat di rumah makan Pasar Besar Kota Madiun.
7
6. Menganalisis hubungan antara waktu pembuangan sampah
dengan kepadatan lalat di rumah makan Pasar Besar Kota
Madiun.
1.4 Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat-manfaat
sebagai berikut:
1.4.1 Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan
tentang Hubungan Sanitasi Dasar Rumah Makan Dengan Tingkat
Kepadatan Lalat Di Rumah Makan Pasar Besar Kota Madiun. Serta
sebagai bahan kajian di bidang penelitian yang sejenisnya dan sebagai
pengembangan penelitian lanjut.
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai sarana informasi
bagi pemilik rumah makan tentang pentingnya menjaga sanitasi
dasar pada rumah makan sebagai upaya pencegahan kepadatan
lalat pada sekitar rumah makan.
2. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sarana
informasi bagi mahasiswa untuk media pembelajaran dan dapat
digunakan sebagai literatur.
3. Diharapkan penulis dapat lebih memperdalam dan
mengembangkan ilmu pengetahuan disesuaikan dengan disiplin
ilmu yang didapat dari bangku kuliah dengan keadaan di lapangan
8
serta mendapatkan pengalaman langsung untuk mengaplikasi
mengembangkan diri dari ilmu pengetahuan yang dimiliki dalam
obyek kerja.
1.5 Keaslian Penelitian
Penelitian ini masih ajarang dilakukan, maka dari itu peneliti tertarik
untuk meneliti Hubungan Antara Sanitasi Dasar Dengan Tingkat Kepadatan
Lalat Di Rumah Makan Pasar Besar Kota Madiun.
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian
No. Penelitian
(Tahun) Judul Desain Variabel Hasil
1. Annisa
Muthainna
Kasiono
(2016)
Hubungan
Antara Sanitasi
Dasar Dengan
Tingkat
Kepadatan Lalat
di Rumah
Makan Pasar
Tuminting Kota
Manado
Cross
Sectional
- Variabel bebas:
jamban,
pengelolaan
sampah, SPAL.
- Variabel terikat:
kepadatan lalat.
Jamban: (p =
0,631), jamban
(p = 0,000),
SPAL (p =
0,000)
2.
Yulia
Shinta Nur
Kumala
(2016)
Kondisi Sanitasi
dan Kepadatan
Lalat Kantin
Sekolah Dasar
Wilayah Kerja
Puskesmas
Kedungmundu
Cross
Sectional
- Variabel bebas:
tempat pencucian
peralatan, tempat
penyimpanan
bahan makanan,
sarana
pencegahan lalat,
tempat penyajian
makanan, kondisi
tempat sampah.
- Variabel terikat:
kepadatan lalat.
Terdapat
hubungan
antara sanitasi
dasar dengan
tingkat
kepadatan lalat
di kantin
Sekolah Dasar
Wilayah Kerja
Puskesmas
Kedungmundu
9
Lanjutan Tabel 1.1 Keaslian penelitian
No Penelitian
(Tahun) Judul Desain Variabel Hasil
3. Ediana,
Mhd Rizki
(2018)
Hubungan
Perilaku Dan
Tingkat
Kepadatan Lalat
Dengan
Kejadian Diare
Di Pasar
Sarilamak
Cross
Sectional
- Variabel bebas :
tingkat kepadatan
lalat, perilaku
mengurangi
kejadian diare
dan pengolahan
serta
penyimpanan
makanan
- Variabel terikat :
kejadian diare
Kepadatan
lalat (p =
0,001),
perilaku (p =
0,034),
pengolahan
dan
penyimpanan
makanan (p =
0,029).
4. Nartika
Emelia, Odi
R, Harvani
Boky (2015
Hubungan
Sanitasi Dasar
Dengan Tingkat
Kepadatan Lalat
di Rumah
Makan Pasar
Pinasungkulan
Karombasan
Kota Manado
Cross
Sectional
- Variabel bebas:
tempat sampah
dan saluran
pembuangan air
limbah
- Variabel terikat:
kepadatan lalat
Terdapat
hubungan
antara sanitasi
dasar rumah
makan dengan
tingkat
kepadatan lalat
di tempat
sampah (p<α),
dan tidak
terdapat
hubungan
antara sanitasi
dasar rumah
makan dengan
tingkat
kepadatan lalat
di saluran
pembuangan
air limbah (p>
α).
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah:
1. Variabel yang berbeda dengan penelitian sebelumnya adalah variabel
bebas yaitu waktu pembuangan sampah.
2. Tempat dalam penelitian yaitu Rumah Makan Pasar Besar Kota Madiun.
3. Tahun penelitian dilakukan pada 2019.
10
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Rumah Makan
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1098/Menkes/Sk/VII/2003 tentang Persyaratan Kesehatan Rumah Makan
dijelaskan bahwa rumah makan adalah salah satu usaha jasa pangan yang
bertempat di sebagian atau seluruh bangunan yang permanen dilengkapi
dengan peralatan dan perlengkapan untuk proses pembuatan, penyimpanan,
penyajian, serta penjualan makanan dan minuman bagi umum ditempat
usahanya (Kepmenkes, 2003).
Rumah makan dan restoran di Indonesia sebagian besar masih belum
mengerti betul perihal hygiene sanitasi yang erat hubungannya dengan
kesehatan. Pada umumnya pemilik rumah makan atau restoran dalam
menyelenggarakan usahanya hanya mementingkan segi komersial saja dan
kurang memperhatikan persyaratan peraturan tentang kesehatan atau sanitasi
tempat umum. Dalam pengawasan permasalahan hygiene sanitasi,
diperlukan peraturan atau kebijakan tentang pendirian dan pengelolaan
tempat umum termasuk rumah makan atau restoran sesuai dengan
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1098/Menkes/Sk/VII/2003 Tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Rumah
Makan dan Restoran.
11
2.2 Sanitasi Makanan
Sanitasi makanan merupakan upaya-upaya yang ditujukan untuk
kebersihan dan keamanan makanan agar tidak menimbulkan bahaya
keracunan dan penyakit pada manusia (Waqid dan Nurul, 2009). Makanan
memberikan energi dan bahan-bahan yang diperlukan untuk membangun
dan mengganti jaringan, untuk bekerja dan memelihara pertahanan tubuh
terhadap penyakit (Hartono, 2005). Makanan bukan hanya bermanfaat bagi
manusia tetapi makanan juga baik untuk pertumbuhan mikroba yang
patogen. Perlu menjaga sanitasi makanan untuk mendapatkan keuntungan
maksimal dari nutrisi makanan (Slamet, 2014).
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2004,
sanitasi makanan adalah salah satu usaha pencegahan yang menitikberatkan
kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dan
minuman dari segala bahaya yang dapat mengganggu atau merusak
kesehatan, mulai dari sebelum makanan diproduksi, selama dalam proses
makanan diproduksi, selama dalam proses pengolahan, penyimpanan,
pengangkutan hingga saat dimana makanan dan minuman siap untuk
dikonsumsi kepada masyarakat atau konsumen (Depkes. 2004).
2.3 Tujuan Sanitasi Makanan
Tujuan dari sanitasi makanan adalah menjamin keamanan dan
kebersihan makanan, mencegah penularan wabah penyakit, mencegah
beredarnya produk makanan yang merugikan masyarakat serta mengurangi
tingkat kerusakan atau pembusukan pada makanan (Chandra, 2007). Upaya
12
yang dilakukan untuk melindungi makanan terhadap kontaminasi selama
proses pengolahan, penyajian dan penyimpanan dengan harapan keamanan
dan kebersihan produk makanan yang diproduksi terjamin (Chandra, 2007).
2.4 Prinsip Sanitasi Makanan
1. Pemilihan Bahan Makanan Berkualitas
Kualitas bahan makanan yang baik dapat dilihat melalui ciri-ciri
fisik mutu dalam hal ini bentuk, warna, kesegaran, bau dan lainnya.
Perlindungan terhadap bahan baku dari bahaya- bahaya bahan kimia dan
atau pertumbuhan mikroorganisme patogen dan pembentukkan toksin
selama transportasi dan penyimpanan bahan baku yang mutlak
diperhatikan. Bahan-bahan yang dimakan dalam keadaan mentah harus
diangkut dan disimpan terpisah dari bahan baku lain dan bahan-bahan
yang bukan bahan pangan. Mencegah pertumbuhan mikrcorganisme
patogen pembentuk toksin dengan mengatur lama waktu simpan, suhu
dan aktivitas air dari bahan baku (Purwawidjaja, 1995).
2. Penyimpanan Bahan Makanan
Tidak semua makanan langsung dikonsumsi, tetapi sebagian
mungkin disimpan baik dalam skala kecil maupun skala besar seperti di
gudang. Tempat penyimpanan atau gudang harus memenuhi persyaratan
sanitasi berikut: pertama, tempat penyimpanan dibangun sedemikian
rupa sehingga binatang seperti hewan pengerat dan serangga tidak
bersarang. Kedua adalah jika menggunakan rak, harus disediakan ruang
untuk kolong agar mudah membersihkannya. Ketiga, suhu udara dalam
13
gudang tidak lembab untuk mencegah tumbuh jamur. Memiliki sirkulasi
dan pencahayaan yang memadai serta dinding bagian bawah harus dicat
putih agar mempermudah melihat jejak tikus (Waqid dan Nurul, 2009).
3. Pengolahan Makanan
Pengolahan makanan adalah proses pengubahan bentuk dari bahan
mentah menjadi makanan siap santap. Proses pengolahan makanan harus
memenuhi persyaratan sanitasi terutama berkaitan dengan kebersihan
dapur, peralatan masak, dan penjamah makanan. Peralatan masak adalah
semua perelngkapan yang diperlukan dalam proses pengolahan
makanan, seperti pisau, sendok, kuali, wajan dan lainnya (Winarno,
2004).
4. Penyimpanan Makanan
Makanan yang telah diolah disimpan ditempat yang memenuhi
persyaratan sanitasi, dalam almari atau pendingin. Tujuannya adalah
untuk mengurangi dan mencegah terjadinya kontak langsung dengan
udara bebas yang akan mempermudah terjadinya kontaminasi. Hal hal
yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut yaitu makanan yang
disimpan harus diberi tutup, tersedia tempat khusus untuk menyimpan
makanan, makanan tidak boleh disimpan dekat dengan saluran air dan
apabila disimpan diruangan terbuka hendaknya tidak lebih dari 6 jam
dan ditutup agar terhindar dari serangga dan binatang lain (Waqid dan
Nurul, 2009).
14
5. Pengangkutan Makananan
Cara pengangkutan makanan harus memenuhi persyaratan sanitasi,
misalnya sarana pengangkutan memiliki pendingin dan penutup.
Pengangkutan makanan yang akan sangat berperan dalam mencegah
terjadinya pencemaran makanan.
a. Pengangkutan Bahan Makanan
Cara mengangkut makanan harus memenuhi persyaratan
sanitasi. Apakah sarana pengangkutan memiliki alat pendingi dan
penutup. Pengangkutan tersebut dilakukan dari sumber ke pasar
maupun dari sumber ke tempat penyimpanan agar bahan makanan
tidak tercemar oleh kontaminan dan serta tidak rusak. Misalnya
mengangkut daging dan ikan dengan menggunakan alat pendingin
(Waqid dan Nurul, 2009).
b. Pengangkutan Siap Santap
Yaitu setiap masakan memiliki wadah masing-masing. Wadah
yang digunakan harus penuh, kuat dan sesuai dengan bahan dan
anti bocor dan karat. Pengangkutam untuk waktu yang lama harus
diatur agar tetap panas 60° dan tetap dingin 4° C.Wadah selama
masa perjalanan tidak boleh dibuka tetap dalam keadaan tertutup
sampai ditempat penyajian. Kendaraan khusus disediakan, tidak
digunakan untuk keperluan lain.
15
c. Penyajian Makanan
Penyajian makanan harus memenuhi persyaratan santasi yaitu
bebas dari kontaminasi, bersih dan tertutup serta memenuhi selera
pembeli. Penyajian makanan yang menarik dan bersih akan
memberikan nilai tambah bagi pembeli. Penggunaan pembungkus
seperti plastik, kertas dan box harus dalam keadaan bersih dan
tidak perlu dari bahan-bahan yang dapat menimbulkan racun.
Makanan harus disajikan pada tempat yang bersih, peralatan bersih,
sirkulasi udara dapat berlangsung, penyaji menggunakan pakaian
yang bersih rapi dan sopan, menggunakan penutup kepala, clemek
serta tidak boleh kontak langsung dengan makanan (Waqid dan
Nurul, 2009).
2.5 Persyaratan Hgiene dan Sanitasi Rumah Makan
Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1098/Menkes/SK/VII/2003 tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Rumah
Makan Dan Restoran Menteri Kesehatan Republik Indonesia disebutkan
dalam Bab IV pasal 91 bahwa rumah makan dan restoran dalam
menjalankan usahanya harus memenuhi persyaratan hygiene sanitasi.
Faktor-faktor persyarata hygiene sanitasi rumah makan meliputi:
1. Lokasi dan bangunan
Rumah makan tidak berada pada arah angin dan pada jarak kurang
dari 100 meter dari sumber pencemaran debu, asap, bau dan cemaran
lain. Bangunan harus terpisah dengan tempat tinggal termasuk tempat
16
tidur, kokoh/kuat/permanen, rapat serangga dan tikus. Pembagian ruang
terdiri dari dapur dan ruang makan, ada toilet, ada gudang bahan
makanan, ada ruang karyawan, ada ruang administrasi dan ada gudang
peralatan. Lantai harus bersih, kedap air, tidak licin, rata, kering, konus
(tidak membentuk sudut mati). Dinding harus kedap air, rata, dan
bersih. Ventilasi tersedia dan berfungsi baik, menghilangkan bau tak
enak, cukup menjamin rasa nyaman. Pencahayaan / Penerangan tersebar
merata disetiap ruangan, intensitas cahaya 10 fc, dan tidak
menyilaukan. Atap tidak menjadi sarang tikus dan serangga, tidak
bocor, cukup landai. Langit-langit tinggi minimal 2,4 meter, rata dan
bersih, tidak terdapat lubang-lubang.Pintu rapat dari serangga dan tikus,
menutup dengan baik dan membuka ke arah luar, terbuat dari bahan
yang kuat dan mudah dibersihkan.
2. Fasilitas Sanitasi
Air bersih jumlah mencukupi, tidak berbau, tidak berasa dan tidak
berwarna, angka kuman tidak melebihi nilai ambang batas, kadar bahan
kimia tidak melebihi nilai ambang batas. Pembuangan air limbah
mengalir dengan lancar, terdapat grease trap, saluran kedap air dan
saluran tertutup. Toilet bersih, letaknya tidak berhubungan langsung
dengan dapur atau ruang makan, tersedia air bersih yang cukup tersedia
sabun dan lap pengering, toilet untuk pria terpisah dengan wanita.
Tempat sampah berisi sampah diangkut tiap 24 jam, disetiap ruang
penghasil sampah tersedia tempat sampah, dibuat dari bahan kedap air
17
dan mempunyai tutup, kapasitas tempat sampah terangkat oleh seorang
petugas sampah. Tempat cuci tangan tersedia air cuci tangan yang
mencukupi, tersedia sabun dan alat pengering/lap, jumlah cukup untuk
pengunjung dan karyawan.
Tempat mencuci peralatan tersedia air dingin dan panas yang
cukup, terbuat dari bahan yang kuat, aman dan halus, terdiri dari tiga
bilik/bak pencuci. Tempat pencuci bahan makanan tersedia air pencuci
yang cukup, terbuat dari bahan yang kuat, aman dan halus, air pencuci
yang dipakai mengandung larutan cuci hama. Locker karyawan tersedia
locker karyawan dari bahan yang kuat, mudah dibersihkan, dan
mempunyai tutup rapat, jumlahnya cukup, letak locker dalam ruang
tersendiri, locker untuk karyawan pria dan wanita terpisah. Peralatan
pencegah masuknya serangga dan tikus, setiap lubang ventilasi
dipasang kawat kassa serangga, dipasang terali tikus, persilangan pipa
dan dinding ditutup rapat, tempat tandon air mempunyai tutup dan
bebas jentik nyamuk.
3. Dapur, Ruang makan, dan Gudang Makanan
Dapur bersih, ada fasilitas penyimpanan makanan, tersedia
penyimpanan makanan panas, ukuran dapur cukup memadai, ada cukup
dan cerobong asap, terpasang tulisan pesan-pesan hygiene bagi
penjamah/karyawan. Ruang makan, perlengkapan ruang makan selalu
bersih,ukuran ruang makan minimal 0,85 m2 perkursi tamu, pintu
masuk buka tutup otomatis, tersedia fasilitas cuci tangan yang
18
memenuhi estetika, tempat peragaan makanan jadi tertutup. Gudang
makanan tidak terdapat bahan lain selain bahan makanan, tersedia rak-
rak penempatan bahan makanan sesuai dengan ketentuan, kapasitas
gudang cukup memadai, rapat serangga dan tikus.
4. Bahan makanan dan Makanan Jadi
Bahan makanan kondisi fisiknya baik, angka kuman dan bahan
kimia makanan memenuhi persyaratan yang ditentukan, bahan makanan
berasal dari sumber resmi, bahan makanan kemasan terdaftar pada
DepkesRI. Makanan jadi, kondisi fisik makanan jadi baik, angka kuman
dan bahan kimia makanan memenuhi persyaratan yang ditentukan,
makanan jadi kemasan tidak ada tanda-tanda kerusakan dan terdaftar
pada Depkes RI.
5. Pengolahan Makanan
Proses pengolahan, tenaga pengolah memakai pakaian kerja dengan
benara dan cara kerja yang bersih, pengambialan makanan jadi
menggunakan alat yang khusus, mengguanakan peralatan dengan benar.
6. Tempat Penyimpanan Bahan Makanan dan Makanan Jadi
Penyimpanan bahan makanan, suhu dan kelembaban penyimpanan
sesuai dengan persyaratan jenis makanan, ketebalan penyimpanan
sesuai dengan persyaratan jenis makanan, penempatan terpisah dengan
makanan jadi, tempat bersih dan terpelihara, disimpan dalam aturan
sejenis dan disusun dalam rak-rak.Penyimpanan makanan jadi, suhu
19
dan waktu penyimpanan dengan persyaratan jenis makanan jadi, cara
penyimpanan tertutup.
7. Penyajian Makanan
Cara Penyajian, suhu penyajian makanan hangat tidak kurang dari
60°C, pewadahan dan penjamah makanan jadi menggunakan alat yang
bersih, cara membawa dan penyajian makanan dengan tertutup,
penyajian makanan harus pada tempat yang bersih.
8. Ketentuan Peralatan
Cara pencucian, pengeringan dan penyimpanan memenuhi
persyaratan agar selalu dalam keadaan bersih sebelum digunakan,
peralatan dalam keadaan baik dan utuh, peralatan makan dan minum
tidak boleh mengandung angka kuman yang melebihi nilai ambang
batas yang ditentukan, permukaan alat yang kontak langsung dengan
makanan tidak ada sudut mati dan halus, peralatan yang kontak
langsung dengan makanan tidak mengandung zat beracun.
9. Tenaga kerja
Pengetahuan/sertifikat hygiene sanitasi makanan, pemilik/
pengusaha pernah mengikuti kursus/temu karya, supervisor pernah
mengikuti kursus, semua penjamah makanan pernah mengikuti kursus,
salah seorang penjamah pernah mengikuti kursus. Pakaian kerja bersih,
tersedia pakaian kerja seragam 2 stel atau lebih, penggunaan khusus
waktu kerja saja, lengkap dan rapi.Pemeriksaan kesehatan, karyawan/
penjamah 6 bulan sekali check up kesehatan, pernah divaksinasi
20
chotypha/ thypoid, bila sakit tidak bekerja dan berobat ke dokter,
memiliki buku kesehatan karyawan. Personal hygiene, setiap karyawan/
penjamah makanan berperilaku bersih dan berpakaian rapi, setiap mau
kerja cuci tangan, menutup mulut dengan sapu tangan bila batuk-batuk
atau bersin, menggunakan alat yang sesuai dan bersih bila mengambil
makanan.
2.6 Pengertian Lalat
Lalat termasuk dalam filum Arthropoda, kelas Hexapoda dan ordo
Diptera. Serangga dalam ordo Diptera memiliki dua sayap dan pada bagian
belakang terdapat sepasang halter yang digunakan sebagai alat
keseimbangan. Lalat mempunyai sepasang antena dan mata majemuk,
dengan mata lalat jantan lebih besar dan sangat berdekatan satu sama lain.
Tubuh lalat terbagi dalam 3 bagian, yaitu kepala dengan sepasang antena,
toraks dan abdomen. Lalat mempunyai metamorfosis yang sempurna, yaitu
telur, larva, pupa, dan dewasa (Mosokuli, 2001).
Ordo Diptera mempunyai genus dan spesies yang sangat besar, yaitu
berdasarkan katalog Diptera Australiana/ Ocenia ada 3.880 spesies lalat
yang ditemukan berdasarkan sebaran zoogeografisnya. Lalat bersifat
sinantropik karena sebagian besar makanan lalat berasal dari makanan
manusia dan penyebarannya secara kosmopolit atau tersebar secara
keseluruhan di berbagai tempat (Wahyudi et al. 2015). Dengan begitu
banyaknya spesies lalat, tidak semuanya berbahaya dan memerlukan
pengawasan yang khusus. Beberapa spesies lalat yang sering mempunyai
21
kontak dengan manusia adalah famili Calliphoridae yang terutama jenis
lalat hijau ini atau Chrysomia megacephala dan famili Muscidae dengan
jenis Muscadomestica linneaus atau lalat rumah, Calliphora vomituria atau
lalat biru, dan Fannisa canicularis atau lalat rumah kecil (Suraini, 2013).
2.7 Siklus Hidup Lalat
Lalat mempunyai siklus hidup yang sempurna, yaitu dengan stadium
telur, larva, pupa dan dewasa dengan rata-rata waktu perkembangbiakan
antara 7-22 hari tergantung dari faktor lingkungan.
1. Telur
Telur lalat mempunyai warna putih dan diletakkan pada tempat
lembab yang mengandung bahan organik membusuk yang tidak terkena
sinar matahari langsung. Lalat betina mampu menghasilkan telur sekitar
2000 butir dalam sepanjang hidupnya dan menetas setelah 8-30 jam,
tergantung dari faktor lingkungannya (Hastutiek & Fitri 2007).
2. Larva
Larva berkembang biak pada suhu 30-35°C dengan tempat yang
berpindah-pindah, contohnya pada sampah organik. Stadium larva
mempunyai 3 tingkatan, yaitu larva instar 1, larva instar 2 dan larva
instar 3. Tingkat 1 berukuran 2 mm berwarna putih dan membutuhkan
waktu 1-4 hari untuk menjadi larva instar 2. Setelah menjadi larva
instar 2, berukuran 2 kali dari larva instar 1 dan setelah satu sampai
beberapa hari menjadi larva instar 3. Pada tingkat yang terakhir ini
berukuran 12mm/lebih dengan waktu 3-9 hari untuk menjadi pupa.
22
3. Pupa
Pada stadium ini berkembang biak pada suhu lebih kurang 35°C
dengan waktu 3-9 hari.
4. Lalat dewasa
Lalat dewasa mempunyai umur 2-4 minggu (Husain, 2014).
2.8 Bionomik Lalat
Lalat mempunyai pola hidup yang dapat mempengaruhi kepadatan lalat
di suatu tempat (Suyono dan Budiman, 2012):
1. Tempat Perindukan
Sarang lalat umumnya adalah kotoran manusia dan hewan serta
dari bahan organik lainnya yang segar maupun membusuk (daging,
ikan, tumbuhan). Masa bertelurnya 4-20 hari, sexual manurity 2-3 hari.
Perkawinan terjadi pada hari ke 2 sampai ke 12 sesudah keluar dari
kepompong. Setiap bertelur mencapai 100-150 butir, setiap betinanya
dapat bertelur sampai 4-5 seumur hidupnya.
2. Jarak Terbang
Lalat tidak suka terbang terus menerus tetapi sering hinggap. Jarak
terbang lalat sangat bervariasi tergantung dari kecepatan angin,
temperatur, kelembaban dan lain-lain. Jarak terbang antara 0,5-20 km.
3. Kebiasaan Makan
Makanan utama adalah benda-benda cair tertama yang
mengandung gula dan berbau amis. Benda yang keras dicarkan dengan
liurnya. Setiap makan seringkali memuntahkan makanannya. Oleh
23
sebab itu, kemungkinan terjadi penularan penyakit dapat melalui
aktivitas memuntahkan makanan.
4. Tempat Istirahat
Lalat suka hinggap di tempat yang kotor antara lain di lantai dan
tanah atau di tempat yang mengandung makanan yang disukainya. Lalat
sering hinggap di tempat yang memanjang vertikal misalnya tali yang
menggantung, jarang mau hinggap di dinding. Sering hinggap di tempat
yang sejuk dan terhindar dari sinar matahari langsung. Di luar rumah
sering hinggap di semak-semak, di tempat menjemur pakaian, apabila
hujan masuk ke dalam rumah.
5. Lama Hidup
Tanpa air lalat tidak bida hidup dan hanya bisa bertahan tidak lebih
dari 46 jam. Lama hidup lalat tergantung pada faktor lingkungan. Pada
musim panas mampu berumur 2-4 minggu, sedangkan pada musim
dingin berumur 70 hari (Husain, 2014).
6. Temperatur
Kehidupan lalat tergantung pada kondisi lingkungan sekitar. Lalat
beraktivitas secara penuh pada suhu 20-25°C dan pada suhu 35-40°C /
15-20°C aktivitas lalat mulai berkurang. Sedangkan lalat mulai hilang
dan tidak terdeteksi pada suhu di bawah 10°C dan diatas 40°C (Sayono
et al. 2005).
24
7. Sinar
Lalat bersifat menyukai cahaya (fototropik) dan tempat yang
hangat, maka dari itu lalat lebih banyak beraktivitas pada siang hari dan
beristirahat pada malam hari (Onyenwe, 2016).
2.9 Gangguan Lalat Pada Manusia
Apabila keberadaan lalat tidak dikendalikan maka akan menyebabkan
gangguan antara lain (Jannah, 2006):
1. Mengganggu ketenangan.
2. Manggigit.
3. Myasis menimbulkan penyakit pada manusia dengan jalan meletakkan
telur pada luka yang terbuka, kemudian larvanya hidup pada daging
manusia.
4. Menularkan penyakit secara biologis (penyakit tidur, leishmaniasis,
bartenololsis).
5. Penularan penyakit secara mekanis (ryphoid fever, paratyphoid fever,
disentri basiler, disentri amoeba, dan lain-lain).
2.10 Pengukuran Kepadatan Lalat
Pengukuran kepadatan lalat dapat dilakukan menggunakan dua cara
yakni:
1. Fly Trap
Fly trap adalah suatu alat yang dipergunakan untuk menangkap
lalat dalm jumlah yang cukup besar atau padat. Tempat yang menarik
25
lalat untuk berkembangbiak dan mencari makan adalah perangkap yang
gelap, bila lalat mencoba makan dan terbang akan tertangkap dalam
perangkap yang diletakkan di mulut fly trap yang terbuka itu. Sebuah
model perangkap akan terdiri dari kawat kasa sebagai penutup dan
beralaskan kayu untuk meletakkan umpan, tutup kayu dengan celah
kecil dan sangkar di atas penutup. Celah berdiameter 2cm antara
penutup yang berbentuk kerucut dengan puncak terbuka. Hal tersebut
untuk memberikan kelonggaran kepada lalat untuk bergerak menuju
penutup. Perangkap harus ditempatkan di udara terbuka di bawah sinar
cerah matahari, jauh dari keteduhan pepohonan. Indek populasi lalat
terbagi menjadi:
a. ≤5 ekor : tidak tinggi, tidak menjadi masalah.
b. >5 ekor : tinggi populasi padat dan perlu perencanaan terhadap
tempat-tempat berkembangbiaknya lalat dan bila mungkin
direncanakan upaya pengendalian (Depkes RI, 1992).
2. Fly Grill
Fly Grill adalah suatu alat untuk mengukur tingkat kepadatan lalat,
terbuat dari fly grill dan alat penghitung (counter) (Siswanto, 2003).
Fly grill dapat dibuat dari bilah-bilah kayu yang lebarnya 2 cm dan
tebalnya 1 cm dengan panjang masing-masing 80 cm, sebanyak 16-26
buah. Bilah-bilah yang sudah disiapkan lalu dibentuk berjajar dengan
jarak 1-2 cm pada kerangkanya menggunakan paku skrup sehingga
dapat dibongkar pasang setelah selesai dipakai (Depkes RI, 1992).
26
Fly grill diletakkan pada titik yang akan diukur dan jumlah lalat
yang hinggap di hitung selama 30 detik, tiap titik diadakan 10 kali
perhitungan, kemudian diambil 5 angka perhitungan tertinggi dan
dibuat rata-rata. Angka rata-rata merupakan petunjuk indeks populasi
lalat dalam satu lokasi tertentu. Kategori hasil pengukuran pada setiap
lokasi atau blockgrill yaitu:
a. ≤5 ekor : tidak tinggi, tidak menjadi masalah.
b. >5 ekor : tinggi populasi padat dan perlu perencanaan terhadap
tempat-tempat berkembangbiaknya lalat dan bila mungkin
direncanakan upaya pengendalian (Depkes RI, 1992).
2.11 Tindakan Pemberantasan Lalat
Dengan mengelompokkan lalat atas dua bentuk yakni muda (dari telur
hingga kepompong) dan bentuk dewasa, maka macam pengawasan lalat
dapat dibedakan atas tiga macam yakni:
1. Usaha perbaikan lingkungan, terutama melalui pembuangan sampah
yang memenuhi syarat kesehatan, usaha ini bertujuan untuk mencegah
terjadinya sarang-sarang lalat (Nurul dan Wahid, 2009).
2. Usaha pengendalian secara biologis. Usaha ini dilakukan dengan jalan
sterilisasi terhadap lalat jantan, dengan tujuan agar lalat tersebut bila
mengadakan perkawinan akan mengahsilkan telur steril (cara ini bisa
dilakukan di laboraturium) (Nurul dan Wahid, 2009).
27
3. Usaha pengendalian dengan menggunakan racun serangga. Racun
serangga yang digunakan dalam pengendalian lalat ada dua golongan
(Nurul dan Wahid, 2009).
Tabel 2.1 Dosis Pemakaian Racun Serangga
Tipe Pemakaian Jenis Racun Keterangan
1. Residual - DDT emulsi/suspense
50%
- Lindone 0,5%
- Chlordane 2,5%
- Method 5%
Disemprotkan pada tempat
istirahat lalat pada malam
hari
2. Sapse terman - DDT 5%
- Chlordane 2%
- Sindbane 2%
Disemprotkan pada
timbunan sampah atau
sekitar tempat pengelolaan
makanan
2.12 Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan untuk Vektor Lalat
Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan untuk vektor dan binatang
pembawa penyakit terdiri dari jenis, kepadatan lalat dan habita
perkembangbiakan. Jenis dalam hal ini adalah nama/genus/spesies vektor
dan binatang pembawa penyakit. Kepadatan dalam hal ini adalah angka
yang menunjukkan jumlah vektor dan binatang pembawa penyakit dalam
satuan tertentu sesuai dengan jenisnya, baik periode pradewasam maupun
periode dewasa. Habitat perkembangbiakan adalah tempat berkembangnya
periode pradewasa vektor dan binatang pembawa penyakit. Untuk vektor
lalat nilai baku mutunya adalah < 2 untuk mewujudkan lingkungan yang
sehat (Permenkes RI, 20017).
28
2.13 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kepadatan Lalat
1. Tempat Pencucian Peralatan
Pencucian adalah cara yang digunakan untuk menghilangkan
sebagian besar mikroorganisme pada peralatan yang kotor atau sudah
digunakan. Proses pencucian dilakukan pada 3 bak yaitu bak pertama
untuk mengguyur, bak kedua untuk menyabun dan bak ketiga untuk
membilas. Bak pencucian terbuat dari bahan yang kuat, aman, tidak
berkarat dan mudah dibersihkan (Kepmenkes, 2003).
2. Penyimpanan Bahan Makanan
Menurut Sarni (2017) penyimpanan bahan makanan adalah suatu
cara menyimpan, menata, memelihara bahan makanan baik yang kering
maupun yang basah serta mencatat pelaporannya. Bahan makanan yang
diterima harus segera dibawa keruang penyimpanan, untuk disimpan di
ruang pendingin atau gudang. Adanya bahan makanan dan tempat
penyimpanan bahan makanan makan akan dapat menjamin bahwa
bahan makanan tersebut menjadi lebih tahan lama sesuai dengan daya
tahan masing masing bahan tersebut. Agar bahan makanan lainnya
tidak berpengaruh maka penempatan bahan makanan yang akan diolah
harus di simpan pada tempat dimana seharusnya disimpan. Jika bahan
makanan tidak disimpan dengan sesuai akan menyebabkan perubahan
rasa/warna serta penampilan dari makanan tersebut. Penelitian ini
sejalan dengan hasil penelitian Yulia (2016), bahwa sebagian besar
29
tempat penyimpanan bahan makanan warung makan tidak memenuhi
syarat kesehatan.
3. Sarana Pencegahan Lalat
Berdasarkan Kepmenkes (2003) menyatakan bahwa setiap lubang
pada bangunan harus dipasang alat yang dapat mencegah masuknya
serangga. Pada rumah makan disediakan alat pencegahan lalat seperti
kertas perekat, plastik yang diisi oleh air cabai. Air cabai pada plastik
ini menimbulkan aroma pedas sehingga lalat menghindari air cabai
pada plastik tersebut. Menurut penelitian Yulia (2016) menyatakan
bahwa ada hubungan antara sarana pencegahan lalat dengan tingkat
kepdatan lalat pada warung makan.
4. Kondisi Tempat Sampah
Tempat sampah adalah tempat untuk menampung sampah secara
sementara, yang biasanya terbuat dari logam atau plastik. Di dalam
ruangan tempat sampah umumnya disimpan di dapur untuk membuang
sisa keperluan dapur seperti kulit buah atau sayuran. Kondisi tempat
sampah yang buruk akan mengundang datangnya lalat. Sampah basah
dan kering perlu dipisah. Tempat sampah yang tidak memakai kantong
plastik dan tidak mempunyai tutup berpotensi menimbulkan aroma bau
sampah menyebar. Penelitian Ezra Nur (2017) menyataan bahwa sarana
pembuangan sampah tidak mempengaruhi tingkat kepadatan lalat di
dalam rumah di pemukiman sekitar TPA Cipayung.
30
5. Waktu Pembuangan Sampah
Berdasarkan SK Dirjen PPM dan PLP Depkes RI 1988, bahwa
persyaratan kesehatan pengolahan sampah menyatakan bahwa setiap
sampah yang dihasilkan harus ditampung pada tempat sampah.
Sampah-sampah yang cepat busuk dan berbau sebelum ditampung
ditempat sampah agar dimasukkan dalam kantong air dan diikat.
Sampah yang sudah penuh pada bak sampah sebaiknya segera dibuang
untuk menghindari vektor. Menurut Kepmenkes (2003) sampah sudah
harus dibuang dalam waktu 24 jam dari rumah makan dan restoran. Hal
tersebut bertujuan agar sampah makanan yang tersisa tidak membusuk
dan menimbulkan kontaminasi. Jika sampah tidak dibuang dengan
benar akan menjadi masalah kesehatan lingkungan. Sampah memiliki
kuman penyebab penyakit yang dapat menyebar ke orang, yang
ditularkan oleh lalat (Rejeki, 2015).
6. Tempat Penyajian Makanan
Setiap jenis makanan pada penyajiaannya ditempatkan dalam
wadah terpisah dan tertutup rapat. Hal tersebut bertujuan agar makanan
tidak terkontaminasi silang, bila satu makanan tercemar yang lain dapat
diselamatkan. Tempat penyajian makanan hendaknya memenuhi
persyaratan seperti tempat yang bersih, makanan yang disajikan di meja
ditutup dengan kain putih atau tudungsaji (Kepmenkes RI, 2003). Salah
satu syarat dalam penyajian makanan yaitu tiap jenis makanan disajikan
dalam wadah yang berbeda (Kepmenkes, 2014). Penelitian Yulia
31
(2016) menyatakan bahwa tempat penyajian makanan pada kategori
buruk kantin sekolah (40%).
7. Pengolahan Makanan
Perilaku dalam pengolahan makanan perlu diperhatikan.
Pengolahan makanan yang baik dapat meningkatkan tingkat kebersihan
dan kesterilan makanan yang dikonsumsi. Saat mengolah makanan
dapat menggunakan sarung tangan plastik, penjepit makanan, sendok
garpu serta sejenisnya untuk menghindari kontak langsung dengan
makanan (Kepmenkes RI, 2003). Penelitian Cici (2018) menyatakan
bahwa perilaku ibu yang buruk hanya beberapa saja yang didapatkan
diantaranya tidak memakai perlengkapan memasak sebanyak 50 orang,
tidak membersihkan tempat pengolahan sebanyak 23 orang, dan
menyimpan makanan lebih dari dua hari sebanyak 34 orang.
Kesimpulannya cara pengolahan dan penyimpanan makanan
mempengaruhi kejadian diare dengan p = 0,029<0,05.
8. SPAL (Saluran Pembuangan Air Limbah)
Air limbah atau air buangan adalah sisa air yang dibuang berasal
dari rumah tangga, industri maupun tempat tempat umum lainnya dan
pada umumnya mengandung bahan-bahan atau zat-zat yang dapat
membahayakann bagi kesehatan manusia serta mengganggu
lingkungan. Pada setiap rumah, industri maupun tempat-tempat lainnya
hendaknya memiliki saluran pembuangan air limbah agar tidak
menyebabkan pencemaran, tidak mengakibatkan kontaminasi serta
32
tidak tercemar bau yang mengganggu (Notoatmodjo, 2011). Penelitian
Nartika (2016) menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara
sanitasi dasar dengan tingkat kepadatan lalat pada saluran pembuangan
air limbah yang ada di Rumah Makan Pasar Pinasungkulan (p =
0,215>0,05).
9. Pengelolaan Sampah
Menurut Notoatmodjo (2011), sampah merupakan sesuatu bahan
atau benda padat yang sudah tidak dipakai lagi oleh manusia atau benda
padat yang sudah tidak digunakan lagi dalam suatu kegiatan manusia
dan dibuang. Sampah erat kaitannya dengan kesehatan masyarakat
karena dari sampah terebut akan hidup berbagai mikroorganisme
penyebab penyakit dan juga binatang serangga sebagai penyebar
penyakit. Pengelolaan sampah yang baik, bukan untuk kepentingan
kesehatan saja, tetapi juga untuk keindahan lingkungan. Yang dimaksud
dengan pengelolaan sampah disini adalah meliputi pengumpulan,
pengangkutan, sampai dengan pemusnahan atau pengolahan sampah.
Penelitian Annisa (2016) menyatakan bahwa pengelolaan sampah
dengan tingkat kepadatan lalat (p = 0,000<0,05) yang berarti bahwa
pengelolaan sampah mempengaruhi tingkat kepadatan lalat di rumah
makan Pasar Tuminting.
33
10. Ketahanan Tempat Sampah
Tempat sampah dibuat dari bahan kedap air serta tidak mudah
berkarat. Ketahanan tempat sampah diperhatikan melalui bahan
pembuatan tempat sampah. Tempat sampah yang terbuat dari bahan
kedap air dan tertutup maupun terbuat dari bukan bahan kedap air dan
terbuka misalnya keranjang dari anyaman bambu. Penelitian Dedy
(2015) menyatakan bahwa aspek penilaian sanitasi dapat dilihat pada
aspek ketahanan tempat sampah dan ketersediaan tempat sampah yang
perbedaannya tidak signifikan.
11. Lingkungan Fisik
Kepadatan lalat akan semakin tinggi bila tempat tesebut kotor
karena tersedia makanan dan tempat berkembangbiak bagi lalat. Lalat
senang hidup di tempat yang kotor dan lembab seperti los jualan/kios,
pertokoan serta TPS sampah. Kita juga perlu mengukur kelembaban
dan serta kecepatan angin pada tempat melakukan pengukuran
kepadatan lalat (Depkes RI, 2010).
2.14 Kerangka Teori
Kerangka teori penelitian merupakan kumpulan teori yang mendasari
topik penelitian, yang disusun berdasar pada teori yang sudah ada dalam
tinjauan teori, yang mengikuti faedah input, proses dan output (Saryono,
2008).
34
Gambar 2.1 Kerangka Teori
Kepadatan Lalat
di Rumah Makan
Sarana
Pencegahan Lalat Air Cabai
Kertas Perekat
Kuat, Aman, Halus
(bahan)
Kebersihan
Pemisahan Makanan
Tempat
Penyimpanan
Bahan Makanan Penyedian rak-rak
Air mengalir
Bak/Watafel Tempat Pencucian
Peralatan
Waktu
Pembuangan
Sampah
<24 Jam
Sanitasi Dasar
Rumah Makan
Lingkungan Fisik Suhu
Cahaya
Kelembapan
Kondisi Tempat
Sampah
Kantong Plastik
Sampah (basah/kering)
Kedap Air Dan
Tidak Berkarat
Penutup
35
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Konseptual
Kerangka konsep adalah suatu uraian dan visualisasi konsep-konsep
serta variabel-variabel yang akan diteliti (Notoatmodjo, 2012). Kerangka
konsep dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
Gambar 3.1 Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen
Tempat Pencucian
Peralatan
Tempat Penyimpanan
Bahan Makanan
Sarana Pencegahan
Lalat
Kondisi Tempat
Sampah
Waktu Pembuangan
Sampah
Kepadatan Lalat di
Rumah Makan Pasar
Besar Kota Madiun
36
3.2 Hipotesis Penelitian
Menurut Notoatmodjo (2012) hipotesis adalah jawaban sementara dari
suatu penelitian. Hipotesis adalah pernyataan dugaan tentang hubungan
antara dua variabel atau lebih. Berdasarkan permasalahan, kajian pustaka,
dan kerangka konseptual maka dalam penelitian ini dapat dirumuskan
hipotesis alternatif sebagai berikut:
1. Ha : Ada hubungan antara tempat pencucian peralatan dengan
kepadatan lalat di rumah makan Pasar Besar Kota Madiun.
2. Ha : Ada hubungan antara tempat penyimpanan bahan makanan
dengan kepadatan lalat di rumah makan Pasar Besar Kota
Madiun.
3. Ha : Ada hubungan antara sarana pencegahan lalat dengan kepadatan
lalat di rumah makan Pasar Besar Kota Madiun.
4. Ha : Ada hubungan antara kondisi tempat sampah dengan kepadatan
lalat di rumah makan Pasar Besar Kota Madiun.
5. Ha : Ada hubungan antara waktu pembuangan sampah dengan
kepadatan lalat di rumah makan Pasar Besar Kota Madiun.
37
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian survei analitik. Menurut
Notoatmodjo (2012) survei analitik adalah survei atau penelitian yang
mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi.
Desain penelitian yang akan digunakan adalah cross sectional. Desain
penelitian cross sectional (potong lintang) adalah mencakup semua jenis
penelitian yang pengukuran variabel-variabelnya dilakukan hanya satu kali
atau pada saat itu. Pada penelitian peneliti ingin mengetahui hubungan
antara sanitasi dasar rumah makan dengan kepadatan lalat di Rumah Makan
Pasar Besar Kota Madiun.
Populasi
(Sampel)
Faktor Risiko + Faktor Risiko -
Efek + Efek - Efek + Efek -
Gambar 4.1 Rancangan Penelitian
Sumber : Notoatmodjo 2018
38
4.2 Populasi Sampel
4.2.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan jumlah yang terdiri atas obyek atau
subyek yang mempunyai karakteristik dan kualitas tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk diteliti dan kemudian ditarik
kesimpulannya (Sujarweni, 2014). Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh Rumah Makan di Pasar Besar Kota Madiun yang
berjumlah 35.
4.2.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari sejumlah karakteristik yang dimiliki
oleh populasi yang digunakan untuk penelitian (Sujarweni, 2014).
Dengan demikian yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah
seluruh rumah makan di Pasar Besar Kota Madiun yang berjumlah
35.
1. Kriteria Inklusi
Karakteristik umum subjek penelitian dari suatu populasi
target yang terjangkau yang akan diteliti (Nursalam, 2003: 96).
Adapun kriteria inklusi dalam penelitian ini antara lain :
a. Rumah makan yang berada di Pasar Besar Kota Madiun
b. Rumah makan yang memiliki tempat pencucian peralatan,
tempat penyimpanan bahan makanan, sarana pencegahan
lalat serta tempat memiliki tempat sampah.
c. Pemilik rumah makan yang bersedia untuk diteliti.
39
2. Kriteria Eksklusi
Menghilangkan/mengeluarkan subjek yang memenuhi
kriteria inklusi dari penelitian karena sebab-sebab tertentu
(Nursalam, 2003: 97).Adapun kriteria eksklusi dalam penelitian
ini antara lain :
a. Pemilik rumah makan yang tidak bersedia untuk diteliti.
b. Rumah makan yang memiliki tempat pencucian peralatan,
tempat penyimpanan bahan makanan, sarana pencegahan
lalat serta tempat memiliki tempat sampah.
4.2.3 Teknik Sampling
Sampling adalah suatu cara yang ditempuh dengan
pengambilan sampel yang benar-benar sesuai dengan keseluruhan
obyek penelitian. Dengan demikian teknik sampling dalam penelitian
ini adalah non probabiliy sampling dengan jenis total sampling yaitu
seluruh populasi diambil untuk dijadikan sebagai sampel (Nursalam,
2008). Alasan mengambil total sampling adalah jumlah populasi
yang kurang dari 100, maka seluruh populasi dijadikan sampel
penelitian (Sugiyono, 2011).
4.3 Kerangka Kerja Penelitian
Kerangka kerja merupakan penahapan dalam suatu penelitian pada
kerangka kerja disajikan alur penelitian terutama variabel yang akan
digunakan dalam penelitian (Nursalam, 2010). Berikut disampaikan
40
kerangka kerja dari penelitian ini, mulai dari awal hingga penarikan
kesimpulan.
Gambar 4.2 Kerangka Kerja Penelitian
Pengumpulan Data
Pengumpulan data menggunakan kuesioner dan observasi
Hasil dan Kesimpulan
Pengolahan Data
Editing, coding, entry, cleaning, tabulating, dan analisis data dengan
Uji Chi-square
Jenis dan Desain Penelitian
Jenis penelitian survei analitik dengan desain cross sectional
Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh rumah makan di Pasar
Besar Kota Madiun yang berjumlah 35 (total sampling)
Populasi
Seluruh rumah yang berjumlah 35 rumah makan di Pasar Besar Kota
Madiun
41
4.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel
4.4.1 Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah sesuatu hal yang berbentuk apa saja
yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh
informasi tentang hal tersebut dan kemudian ditarik kesimpulannya
(Sugiyono dalam Sujarweni, 2014). Variabel yang digunakan dalam
penelitian ini ada dua yaitu variabel bebas dan variabel terikat.
1. Variabel Bebas (Independent Variable)
Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi
atau dianggap menentukan variabel terikat. Variabel ini dapat
merupakan faktor resiko, predictor, dan kausa/penyebab
(Saryono, 2011). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah
tempat pencucian peralatan, tempat penyimpanan bahan
makanan, sarana pencegahan lalat, kondisi tempat sampah serta
waktu pembuangan sampah.
2. Variabel Terikat (Dependent Variable)
Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau
akibat, karena adanya variabel bebas (C). Dalam penelitian ini
adalah variabel terikat adalah kepadatan lalat di lRumah Makan
Pasar Besar Kota Madiun.
4.4.2 Definisi Operasional
Definisi operasional adalah uraian tentang batasan variabel yang
dimaksud, atau tentang apa yang diukur oleh variabel yang
bersangkutan (Notoatmodjo, 2012).
42
Tabel 4.1 Definisi Operasional Variabel Hubungan Sanitasi Dasar dengan Ringkat Kepadatan Lalat di Rumah Makan di Pasar Besar
Kota Madiun
Variabel Definisi
Operasional Parameter
Alat
Ukur
Skala
Data Skor Kategori
Variabel Bebas
Tempat
Pencucian
Peralatan
Tempat mencuci
segala macam alat
yang digunakan
untuk mengolah dan
menyajikan
makanan.
(Kepmenkes RI Nomor
1098, Tahun 2003)
1. Tempat pencucian
peralatan dikatakan baik
jika tersedianya air yang
cukup memadai, terbuat
dari bahan yang kuat,
aman dan halus, terdiri
dari tiga bilik/bak
pencucian/wastafel.
2. Tempat pencucian
dikatakan buruk jika
tidak tersedia air yang
memadai, tidak terbuat
dari bahan yang kuat,
aman dan halus, serta
tidak memiliki tiga
bilik/bak
pencucian/wastafel
Lembar
Observasi
Nominal 0= buruk
1= baik
0= tidak
memenuhi
syarat
1= memenuhi
syarat
Tempat
Penyimpanan
Bahan Makanan
Tersedianya tempat
penyimpanan bahan
makanan guna
1. Tempat penyimpanan
bahan makanan
dikatakan baik jika
Lembar
Observasi
Nominal 0= buruk
1= baik
0= tidak
memenuhi
syarat
43
Lanjutan tabel 4.1 Definisi Operasional Variabel Hubungan Sanitasi Dasar dengan Ringkat Kepadatan Lalat di Rumah Makan di
Pasar Besar Kota Madiun
Variabel Definisi
Operasional Parameter
Alat
Ukur
Skala
Data Skor
menghindari
kerusakan bahan
makanan.
penempatannya terpisah
dengan makanan jadi,
tempatnya bersih dan
terpelihara, serta
disimpan dalam aturan
sejenis dan disusun
dalam rak-rak.
2. Tempat penyimpanan
bahan makanan
dikatakan buruk jika
penempatannya tidak
terpisah dengan
makanan jadi, tempat
tidak bersih dan
terpelihara, serta tidak
disimpan dalam rak-rak.
1= memenuhi
syarat
Sarana
Pencegahan Lalat
Sarana pencegahan
lalat adalah sarana
yang dapat
mencegah masuknya
lalat dapat
menggunakan alat
seperti kertas perekat
Tersedianya alat
pencegahan
lalat/serangga.
Lembar
Observasi
Nominal 0= tidak tersedia
1= tersedia
0= tidak
tersedia sarana
pencegahan
lalat
1= tersedia
sarana
pencegahan
44
Lanjutan tabel 4.1 Definisi Operasional Variabel Hubungan Sanitasi Dasar dengan Ringkat Kepadatan Lalat di Rumah Makan
di Pasar Besar Kota Madiun
Variabel Definisi
Operasional Parameter
Alat
Ukur
Skala
Data Skor
ataupun air dan cabai
yang dimasukkan ke
dalam plastik.
Lalat
Kondisi Tempat
Sampah
Kondisi tempat
sampah adalah
keadaan tempat
sampah yang tidak
memungkinkan
mengundang
datangnya lalat.
1. Kondisi tempat sampah
dikatakan baik jika
terbuat dari bahan
kedap air, tidak mudah
berkarat, mempunyai
tutup serta memakai
kantong plastik khusus
untuk sisa-sisa bahan
makanan dan makanan
jadi yang cepat
membusuk.
2. Kondisi tempat sampah
dikatakan buruk jika
tidak terbuat dari bahan
kedap air, mudah
berkarat, tidak
mempunyai tutup dan
tidak memakai kantong
plastik.
Lembar
Observasi
Nominal 0= buruk
1= baik
0= tidak
memenuhi
syarat
1= memenuhi
syarat
45
Lanjutan tabel 4.1 Definisi Operasional Variabel Hubungan Sanitasi Dasar dengan Ringkat Kepadatan Lalat di Rumah Makan
di Pasar Besar Kota Madiun
Variabel Terikat
Waktu
Pembuangan
Sampah
Waktu pembuangan
sampah adalah
waktu dimana
sampah dibuang agar
tidak menimbulkan
bau busuk pada
bahan makanan dan
makanan jadi yang
tersisa.
Sampah sudah harus
dibuang dalam waktu 24
jam dari rumah makan.
Lembar
Observasi
Nominal 0= ≥24 jam
1= <24 jam
0= jika
dibuang ≥24
jam
1= jika
dibuang <24
jam
Kepadatan Lalat Kepadatan lalat
merupakan
parameter
keberhasilan dalam
sanitasi dasar dan
kepadatan lalat yang
tinggi pada rumah
makan menandakan
bahwa sanitasi
dasarnya buruk.
Kepadatan lalat
diukur menggunakan
alat fly grill yang
terbuat dari kayu.
1. <5 : tidak tinggi, tidak
menjadi masalah.
2. ≥5 : tinggi, populai padat
dan perlu perencanaan
terhadap tempat-tempat
berbiaknya lalat dan bila
mungkin direncanakan
upaya pengendalian.
Lembar
Observasi
(Fly Grill)
Nominal 0= tinggi
1= tidak tinggi
0= jumlah
lalat >5
1= jumlah
lalat ≤5
46
4.5 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh
peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan
hasilnya lebih baik (cermat, lengkap dan sistematis) sehingga lebih mudah
diolah (Saryono, 2011).Adapun instrumen dalam penelitian ini adalah
kuesioner.
4.5.1 Observasi (Pengamatan)
Pengamatan merupakan hasil perbuatan jiwa secara aktif dan
penuh perhatian untuk menyadari adanya gangguan (Saryono, 2011).
Alat yang digunakan dalam melakukan observasi sanitasi rumah
makan yaitu:
1. Check list : daftar pengecek, berisi subjek dan identitas dari
sasaran pengamatan
4.5.2 Pengukuran Kepadatan
Jumlah lalat yang hinggap dalam waktu 30 detik dihitung, pada
setiap lokasi sedikitnya 10 kali perhitungan (10 x 30 detik) dan lima
perhitungan tertinggi dibuat rata-rata. Angka rata-rata merupakan
petunjuk indeks populasi lalat dalam satu lokasi tertentu. Alat yang
digunakan untuk mengukur kepadatan lalat adalah fly grill.
47
Gambar 4.3 Fly Grill
Sumber : Departemen Kesehatan RI, 1992
Kategori hasil pengukuran pada setiap lokasi atau block grill yaitu
(Depkes, 1992):
1) ≤5 ekor : tidak tinggi, tidak menjadi masalah.
2) >5 ekor : tinggi populasi padat dan perlu perencanaan terhadap
tempat-tempat berkembangbiaknya lalat dan bila
mungkin direncanakan upaya pengendalian.
Fly grill dibuat dari kayu berukuran panjang 80 cm dengan lebar
2 cm dan tebal 1 cm disusun sebanyak 16-26 buah. Masing masing
kayu berjarak 2 cm. Penempatan fly grill untuk mengukur kepadatan
lalat dilakukan di dua titik yaitu yang pertama di tempat memasak
dan yang kedua di dekat tempat sampah rumah makan. Pengukuran
dilakukan pada jam 07.00-09.00 WIB.
48
4.6 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dimulai pada bulan Februari 2019 dari perencanaan
(penyusunan proposal) sampai dengan penyusunan laporan akhir bulan
Agustus 2019 di Rumah Makan Pasar Besar Kota Madiun, untuk
mengetahui jalannya pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada tabel berikut
ini :
Tabel 4.2 Jadwal Kegiatan Penelitian
No. Kegiatan Waktu
1 Pengajuan judul skripsi 7 Februari 2019
2 Penyusunan danbimbingan
proposal skripsi
21 Februari 2019 – 23 April
2019
3 Ujian seminar proposal 11 Mei 2019
4 Revisi Ujian Seminar Proposal
Skripsi
19 Mei 2019
5 Pengambilan dan Pengolahan
data Penelitian
1 Juli 2019
6 Penyusunan dan Bimbingan
Skripsi
22 Juli 2019 – 3 Agustus
2019
7 Sidang Skripsi 10 Agustus 2019
8 Revisi Skripsi 13 Agustus 2019
4.7 Prosedur Pengumpulan Data
4.7.1 Pengumpulan Data
1. Data Primer
Data primer adalah data asli yang dikumpulkan oleh peneliti
untuk menjawab masalah penelitiannya secara khusus. Data
primer diperoleh langsung dari hasil survei pendahuluan dan
observasi oleh peneliti secara langsung di Rumah Makan Pasar
Besar Kota Madiun.
49
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak lain.
Data sekunder dari penelitian ini diperoleh dari Kantor Pasar
Besar Kota Madiun.
4.7.2 Pengolahan Data
Kegiatan dalam proses pengolahan data meliputi editing, coding,
entry, cleaning dan tabulating (Notoatmodjo, 2012).
1. Editing, yaitu memeriksa kelengkapan, kejelasan makna
jawaban, konsistensi maupun kesalahan antar jawaban pada
kuesiomer.
2. Coding, yaitu memberikan kode-kode untuk memudahkan
proses pengolahan data.
Tabel 4.3 Coding
No. Variabel Coding Data
1. Tempat Pencucian Peralatan 0= buruk
1= baik
2. Tempat Penyimpanan Bahan
Makanan
0= buruk
1= baik
3. Sarana Pencegahan Lalat 0= tidak tersedia
1= tersedia
4. Kondisi Tempat Sampah 0= buruk
1= baik
5. Waktu Pembuangan Sampah 0= ≥24 jam
1= <24 jam
6. Kepadatan lalat 0= >5 tinggi
1= ≤5 tidak tinggi
3. Entry, memasukkan data untuk diolah menggunakan komputer.
4. Cleaning, mengecek kembali data yang sudah dimasukkan
untuk melihat kemungkinan-kemungkinan adanya kesalaham-
50
kesalaham kode, kelengkapan dan sebagainya kemudian
dilakukan pembetulan atau koreksi.
5. Tabulating, yang mengelompokkan data sesuai variabel yang
akan diteliti guna memudahkan analisis data.
4.8 Analisis Data
4.8.1 Analisis Univariat
Analisis univariat berfungsi untuk meringkas kumpulan data
hasil pengukuran sedemikian rupa sehingga kumpulan data tersebut
berubah menjadi informasi yang berguna dan pengolahan datanya
hanya satu variable saja, sehingga dinamakan univariat (Sujarweni,
2014). Analisis pada penelitian ini menggambarkan masing-masing
variabel, baik variabel bebas berupa tempat pencucian peralatan,
tempat penyimpanan bahan makanan, sarana pencegahan lalat,
kondisi tempat sampah dan waktu pembuangan sampah, serta
variabel terikat berupa kepadatan lalat.
4.8.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan yang
signifikan antar masing-masing variabel bebas dengan variabel
terikat menggunakan uji statistik Chi-square dan menggunakan
software pengolahan data dengan derajatkepercayaan α< 0,05.
Hubungan dikatakan bermakna apabila nilai p < 0,05.
51
Syarat Uji Chi Square adalah sebagai berikut:
1. Bila dalam tabel 2x2 dijumpai nilai E (harapan) <5, lebih dari
(20%), maka uji yang digunakan adalah fisher exact untuk
semua variabel yang ditetapkan signifikansi derajat penolakan
5% (P-value 0,05)
2. Bila tabel 2x2 tidak dijumpai nilai E (harapan) <5 lebih dari
(20%) maka uji yang dipakai sebaiknya continuity correction.
3. Bila tabel lebih dari 2x2 maka uji yang digunakan adalah person
chi-square. Bila p-value<0,05 artinya H0 ditolak, Ha diterima
yang berarti ada hubungan antara variabel dependen dengan
variabel independen. Bila p-value ≥0,05 artinya H0 diterima, Ha
ditolak yang berarti tidak ada hubungan antara variabel
independen dengan variabel dependen.
Penentuan pemeriksaan hipotesis penelitian berdasarkan tingkat
signifikansi (p-value) yang diperoleh dari uji chi-square, yaitu:
1. Jika nilai sig p > 0,05 maka hipotesis penelitian (H0) diterima
dan (Ha) ditolak berarti tidak ada hubungan.
2. Jika nilai sig p ≤ 0,05 maka hipotesis penelitian (Ha) diterima
dan (H0) ditolak berarti ada hubungan.
3. 95% Ci tidak melewati angka 1 artinya berhubungan, 95% CI
melewati angka 1 artinya tidak berhubungan.
52
Syarat rasio prevalens, sebagai berikut:
1. RP (Rasio prevalens) < 1, artinya ada hubungan namun variabel
tersebut tidak menjadi faktor resiko.
2. RP (Rasio prevalens) > 1, artinya ada hubungan dan variabel
tersebut menjadi faktor resiko.
3. RP (Rasio prevalens) = 1, artinya variabel bebas tersebut tidak
menjadi faktor resiko.
53
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Gambaran Umum
Penelitian ini dilakukan pada rumah makan yang berada di Pasar Besar
Kota Madiun. Pasar Besar Kota Madiun merupakan pasar tradisional terbesar
di Kota Madiun, terletak di Jl. Panglima Sudirman dengan luas area 16.710
m2. Terdiri dari 856 kios dan 809 bedag yang ditempati oleh 1600 pedagang
yang berjualan beranekaragam jenis barang dagangan.
Pembagian jenis dagangan di Pasar Besar telah tertata sedemikian rupa
sehingga masyarakat dapat berbelanja dengan mudah. Rumah makan di pasar
besar terletak di lantai satu dan lantai dua.
Kelapa, Buah, Polowijo
Ayam
Hidup
Makanan
Minuman
Sayur, Empon – empon,
Jamu
Ayam
Daging Ikan
Makanan
Minuman
Mrancang
Makanan
Minuman
Pertokoan
Gambar 5.1 Penempatan Pedagang Pasar di Lantai 1
Sumber: Buku Profil Dinas Pasar Kota Madiun, 2016
Keterangan: Gambar tampak dari depan
54
Buah Gerabah/Plastik Penjahit,
Kemasan,
Konveksi,
Kain
Makanan
Minuma
n
Makanan
Minuman,
Jajanan
Mushola
Konveksi, Kain
Sepatu
Sandal
Kantor
Pasar
Tangga Void Tangga Tangga Void Tangga
Makanan
Minuman
Konveksi, Kain
Sepatu
Sandal
Makanan
Minuman
Pertokoan
Gambar 5.2 Penempatan Pedagang Pasar di Lantai 2
Sumber: Buku Profil Dinas Pasar Kota Madiun, 2016
Keterangan: Gambar tampak dari depan
Gambar 5.1 dan gambar 5.2 merupakan penempatan pedagang pasar
berdasarkan jenis dagangannya. Berdasarkan penelitian kios/los makanan dan
minuman juga terdapat di tengah tengah area pasar, tidak hanya seperti
tampak di gambar.
55
Gambar 5.3 Denah Pasar Besar Kota Madiun
Gambar 5.3 merupakan denah lokasi pasar besar Kota Madiun. Pasar
besar terletak di jalan Panglima Sudirman. Penelitian di rumah makan pasar
besar dilakukan mulai tanggal 1 Juli 2019 sampai dengan 9 Juli 2019 pada
pukul 07.00-09.00 WIB, karena banyak rumah makan yang memasak pada
jam tersebut.
56
5.2 Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil penghitungan lalat di 35 rumah makan dengan
menggunakan fly grill didapatkan hasil sebagai berikut:
Tabel 5.1 Penghitungan lalat
Kode
RM
Rata-
rata
Kode
RM
Rata-
rata
1 6,4 21 4,6
2 6 22 5,2
3 4,8 23 4,2
4 3,8 24 5
5 4,8 25 4,8
6 4,4 26 5,2
7 5 27 5,4
8 5,8 28 4,6
9 4,8 29 5,2
10 6 30 5
11 4,2 31 4,2
12 5,2 32 5
13 5 33 4
14 5,6 34 4,2
15 4,4 35 5,4
16 5
17 5,2
18 4,8
19 5,4
20 5,8
Dari tabel diatas, terdapat 20 rumah makan yang tingkat kepadatan
lalatnya termasuk dalam kategori tinggi dan 15 rumah makan memiliki
tingkat kepadatan lalat tidak tinggi.
57
1. Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi dari
variabel atau besarnya proporsi masing-masing variabel yang diteliti.
a. Tempat Pencucian Peralatan di Rumah Makan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diperoleh distribusi
frekuensi tempat pencucian peralatan sebagai berikut:
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi tempat Pencucian Peralatan di
Rumah Makan
No. Tempat Pencucian
Peralatan Frekuensi Persentase (%)
1. Buruk 18 51,4
2. Baik 17 48.6
Total 35 100,0
Sumber: Data Primer Hasil Penelitian bulan Juni 2019
Berdasarkan tabel 5.2 diatas, dapat diketahui bahwa sebagian
besar rumah makan memiliki tempat pencucian peralatan yang buruk
yaitu sebanyak 18 rumah makan.
b. Tempat Penyimpanan Bahan Makanan di Rumah Makan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diperoleh distribusi
frekuensi tempat penyimpanan bahan makanan sebagai berikut:
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Tempat Penyimpanan Bahan
Makanan
No. Tempat Penyimpanan
Bahan Makanan Frekuensi Presentase (%)
1. Buruk 19 54,3
2. Baik 16 45,7
Total 35 100,0
Sumber: Data Primer Hasil Penelitian bulan Juni 2019
58
Berdasarkan tabel 5.3 diatas, dapat diketahui bahwa sebagian
besar rumah makan memiliki tempat penyimpanan bahan makanan
yang buruk yaitu sebanyak 19 rumah makan.
c. Sarana Pencegahan Lalat di Rumah Makan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diperoleh distribusi
frekuensi sarana pencegahan lalat sebagai berikut:
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Sarana Pencegahan Lalat
No. Sarana Pencegahan Lalat Frekuensi Presentase (%)
1. Tidak tersedia 20 57,1
2. Tersedia 15 42,9
Total 35 100,0
Sumber: Data Primer Hasil Penelitian bulan Juni 2019
Berdasarkan tabel 5.4 diatas, dapat diketahui bahwa sebagian
besar rumah makan tidak memiliki sarana pencegahan lalat yaitu
sebanyak 20 rumah makan.
d. Kondisi Tempat Sampah di Rumah Makan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diperoleh distribusi
frekuensi kondisi tempat sampah sebagai berikut:
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Kondisi Tempat Sampah
No. Kondisi Tempat Sampah Frekuensi Presentase (%)
1. Buruk 13 37,1
2. Baik 22 62,9
Total 35 100,0
Sumber: Data Primer Hasil Penelitian bulan Juni 2019
Berdasarkan tabel 5.5 diatas, dapat diketahui bahwa sebagian
besar rumah makan memiliki kondisi tempat sampah yang buruk
yaitu sebanyak 13 rumah makan.
59
e. Waktu Pembuangan Sampah di Rumah Makan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diperoleh distribusi
frekuensi waktu pembuangan sampah sebagai berikut:
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Waktu Pembuangan Sampah
No. Waktu Pembuangan
Sampah
Frekuensi Presentase (%)
1. ≥ 24 jam 12 34,3
2. < 24 jam 23 65,7
Total 35 100,0
Sumber: Data Primer Hasil Penelitian bulan Juni 2019
Berdasarkan tabel 5.6 diatas, dapat diketahui bahwa sebagian
besar rumah makan memiliki waktu pembuangan sampah yang
buruk yaitu sebanyak 12 rumah makan.
f. Tingkat Kepadatan Lalat di Rumah Makan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diperoleh distribusi
frekuensi tingkat kepadatan lalat sebagai berikut:
Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Tingkat Kepadatan Lalat
No. Tingkat Kepadatan Lalat Frekuensi Presentase (%)
1. > 5, tinggi 20 57,1
2. ≤ 5, tidak tinggi 15 42,9
Total 35 100,0
Sumber: Data Primer Hasil Penelitian bulan Juni 2019
Berdasarkan tabel 5.7 diatas, dapat diketahui bahwa sebagian
besar rumah makan memiliki tingkat kepadatan lalat yang buruk
yaitu sebanyak 20 rumah makan.
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat merupakan lanjutan dari analisis univariat. Hasil
penelitian dimaksudkan untuk mengetahui hubungan antara variabel
60
bebas dan variabel terikat serta besarnya nilai ratio prevalens, dengan uji
statistik yang disesuaikan dengan skala data yang ada. Uji statistik
menggunakan uji Chi-Square dan penentuan ratio prevalens (RP) dengan
taraf kepercayaan (CI) 95% dan tingkat kemaknaan 0,05. Berikut adalah
hasil analisis bivariat dibawah ini:
a. Hubungan Tempat Pencucian Peralatan dengan Tingkat Kepadatan
Lalat di Rumah Makan
Hasil penelitian mengenai hubungan tempat pencucian peralatan
dengan tingkat kepadatan lalat di Rumah Makan sebagai berikut:
Tabel 5.8 Hubungan Tempat Pencucian Peralatan dengan Tingkat
Kepadatan Lalat
Tempat
Pencucian
Peralatan
Tingkat Kepadatan
Lalat
Total % P-Value RP (95% CI) Tinggi
Tidak
Tinggi
N % N %
Buruk 15 83,3 3 16,7 18 100,0 0,004 12,0
(2,374 -60,648) Baik 5 29,4 12 70,6 17 100,0
Sumber: Data Primer Hasil Penelitian Bulan Juni 2019
Berdasarkan tabel 5.8 dapat diketahui bahwa tingkat kepadatan
lalat yang tinggi pada tempat pencucian peralatan yang buruk
sebanyak 15 Rumah Makan (83,3%). Tingkat kepadatan lalat yang
tinggi pada tempat pencucian yang baik sebanyak 5 Rumah Makan
(29,4%). Jadi proporsi kepadatan lalat yang tinggi lebih besar pada
tempat pencucian peralatan yang buruk daripada tempat pencucian
peralatan yang baik.
61
Berdasarkan hasil analisis dengan uji Chi-Square pada tabel
diatas, dikatakan bahwa terdapat hubungan antara tempat pencucian
peralatan dengan tingkat kepadatan lalat dengan nilai p = 0,004 <
0,05. Hasil perhitungan resiko didapatkan RP = 12,0 (95% CI 2,374
– 60,648) yang berarti bahwa tempat pencucian peralatan yang buruk
mempunyai resiko 12,0 kali mengakibatkan kepadatan lalat yang
tinggi dari pada tempat pencucian peralatan yang baik.
b. Hubungan Tempat Penyimpanan Bahan Makanan dengan Tingkat
Kepadatan Lalat di Rumah Makan
Hasil penelitian mengenai hubungan tempat penyimpanan bahan
makanan dengan tingkat kepadatan lalat di Rumah Makan sebagai
berikut:
Tabel 5.9 Hubungan Tempat Penyimpanan Bahan Makanan dengan
Tingkat Kepadatan Lalat
Tempat
Penyimpanan
Bahan
Makanan
Tingkat Kepadatan
Lalat
Total % P-Value RP (95% CI) Tinggi
Tidak
Tinggi
N % N %
Buruk 15 78,9 4 21,1 19 100,0 0,012 8,250
(1,790 – 38,014) Baik 5 31,2 11 68,8 16 100,0
Sumber: Data Primer Hasil Penelitian Bulan Juni 2019
Berdasarkan tabel 5.9 dapat diketahui bahwa tingkat kepadatan
lalat yang tinggi pada tempat penyimpanan bahan makanan yang
buruk sebanyak 15 Rumah Makan (78,9%). Tingkat kepadatan yang
tinggi pada tempat penyimpanan bahan makanan yang baik sebanyak
5 Rumah Makan (31,2%). Jadi proporsi kepadatan lalat yang tinggi
62
lebih besar pada tempat penyimpanan bahan makanan yang buruk
daripada tempat pencucian peralatan yang baik.
Berdasarkan hasil analisis dengan uji Chi-Square pada tabel
diatas, dikatakan bahwa terdapat hubungan antara tempat
penyimpanan bahan makanan dengan tingkat kepadatan lalat dengan
nilai p = 0,012 < 0,05. Hasil perhitungan resiko didapatkan RP =
8,250 (95% CI 1,790 – 38,014) yang berarti bahwa tempat
penyimpanan bahan makanan yang buruk mempunyai resiko 8,250
kali mengakibatkan kepadatan lalat yang tinggi dari pada tempat
penyimpanan bahan makanan yang baik.
c. Hubungan Sarana Pencegahan Lalat dengan Tingkat Kepadatan
Lalat di Rumah Makan
Hasil penelitian mengenai hubungan sarana pencegahan lalat
dengan tingkat kepadatan lalat di Rumah Makan sebagai berikut:
Tabel 5.10 Hubungan Sarana Pencegahan Lalat dengan Tingkat
Kepadatan Lalat
Sarana
Pencegahan
Lalat
Tingkat Kepadatan Lalat
Total
%
P-Value
RP (95% CI) Tinggi Tidak Tinggi
N % N %
Tidak
Tersedia 15 75,0 5 25,0 20 100,0
0,034 12,000
(2,374 – 60,648) Tersedia 5 33,3 10 66,7 15 100,0
Sumber: Data Primer Hasil Penelitian Bulan Juni 2019
Berdasarkan tabel 5.10 dapat diketahui bahwa tingkat kepadatan
lalat yang tinggi pada ketidaktersediaan sarana pencegahan lalat
sebanyak 15 Rumah Makan (75,0%). Tingkat kepadatan yang tinggi
pada ketersediaan sarana pencegahan lalat sebanyak 5 Rumah
63
Makan (33,3%). Jadi proporsi kepadatan lalat yang tinggi lebih besar
pada ketidaktersediaan sarana pencegahan lalat daripada
ketersediaan sarana pencegahan lalat.
Berdasarkan hasil analisis dengan uji Chi-Square pada tabel
diatas, dikatakan bahwa terdapat hubungan antara sarana pencegahan
lalat dengan tingkat kepadatan lalat dengan nilai p = 0,034 < 0,05.
Hasil perhitungan resiko didapatkan RP = 12,000 (95% CI 2,374 –
60,648) yang berarti bahwa ketidaktersediaan sarana pencegahan
lalat mempunyai resiko 12 kali mengakibatkan kepadatan lalat yang
tinggi dari pada ketersediaan sarana pencegahan lalat.
d. Hubungan Kondisi Tempat Sampah dengan Tingkat Kepadatan Lalat
di Rumah Makan
Hasil penelitian mengenai hubungan kondisi tempat sampah
dengan tingkat kepadatan lalat di Rumah Makan sebagai berikut:
Tabel 5.11 Hubungan Kondisi Tempat Sampah dengan Tingkat
Kepadatan Lalat
Kondisi
Tempat
Sampah
Tingkat Kepadatan
Lalat
Total % P-Value RP (95% CI) Tinggi
Tidak
Tinggi
N % N %
Buruk 10 76,9 3 23,1 13 100,0 0,143
4,000
(0,858 – 18,642) Baik 10 45,5 12 54,5 22 100,0
Sumber: Data Primer Hasil Penelitian Bulan Juni 2019
Berdasarkan tabel 5.11 dapat diketahui bahwa tingkat kepadatan
lalat yang tinggi pada kondisi tempat sampah yang buruk sebanyak
10 Rumah Makan (76,9%). Tingkat kepadatan lalat yang tinggi pada
64
kondisi tempat sampah yang baik sebanyak 10 Rumah Makan
(45,4%). Jadi proporsi kepadatan lalat yang tinggi lebih besar pada
kondisi tempat sampah yang buruk daripada kondisi tempat sampah
yang baik.
Berdasarkan hasil analisis dengan uji Chi-Square pada tabel
diatas, dikatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara kondisi
tempat sampah dengan tingkat kepadatan lalat dengan nilai p = 0,143
> 0,05. Hasil perhitungan resiko didapatkan RP = 4,000 (95% CI
0,858 – 18,642).
e. Hubungan Waktu Pembuangan Sampah dengan Tingkat Kepadatan
Lalat di Rumah Makan
Hasil penelitian mengenai hubungan waktu pembuangan
sampah dengan tingkat kepadatan lalat di Rumah Makan sebagai
berikut:
Tabel 5.12 Hubungan Waktu Pembuangan Sampah dengan Tingkat
Kepadatan Lalat
Waktu
Pembuangan
Sampah
Tingkat Kepadatan
Lalat
Total % P-Value RP (95% CI) Tinggi
Tidak
Tinggi
N % N %
≥ 24 jam 9 75,0 3 25,0 13 100,0 0,237
3,273
(0,700 – 15,291) < 24 jam 11 47,8 12 52,2 22 100,0
Sumber: Data Primer Hasil Penelitian Bulan Juni 2019
Berdasarkan tabel 5.12 dapat diketahui bahwa tingkat kepadatan
lalat yang tinggi pada waktu pembuangan sampah ≥ 24 jam
sebanyak 9 Rumah Makan (75,0%). Tingkat kepadatan lalat yang
65
tinggi pada waktu pembuangan sampah < 24 jam sebanyak 11
Rumah Makan (47,8%). Jadi proporsi kepadatan lalat yang tinggi
lebih besar pada waktu pembuangan sampah ≥ 24 jam daripada
waktu pembuangan sampah < 24 jam.
Berdasarkan hasil analisis dengan uji Chi-Square pada tabel
diatas, dikatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara waktu
pembuangan sampah dengan tingkat kepadatan lalat dengan nilai p =
0,237 > 0,05. Hasil perhitungan resiko didapatkan RP = 3,273 (95%
CI 0,700 – 15,291).
5.3 Pembahasan
5.3.1 Kepadatan Lalat
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar
Rumah Makan di Pasar Besar Kota Madiun memiliki kepadatan lalat
tinggi sebanyak 20 rumah makan (57,1%) dan kepadatan lalat kategori
rendah/tidak tinggi sebanyak 15 rumah makan (42,9%). Terdapat
beberapa rumah makan yang kurang memperhatikan sanitasi dasar
rumah makan sehingga dapat menimbulkan datangnya lalat.
Jarak terbang lalat yang jauh menyebabkan lalat dapat terbang
masuk ke pemukiman. Jarak terbang lalat bervariasi, tergantung dari
kecepatan angin, temperatur, kelembapan dan lain-lain (Suyono dan
Budiman, 2012). Lalat menyukai makanan yang berbau manis dan
amis. Tempat peristirahatan lalat yaitu pada tempat kotor seperti tanah
66
atau tempat yang mengandung makanan yang disukainya. Sering
hinggap pada tempat yang sejuk dan lembab.
Hasil dari observasi untuk rumah makan yang memiliki tingkat
kepadatan lalat yang tinggi penyebabnya adalah buruknya sanitasi
rumah makan tersebut. Pada bak pencucian terdapat air kotor bekas
pencucian peralatan makan dan memasak yang tidak langsung
dibuang, sehingga lalat menghinggapi air tesebut. Hal tersebut juga
dapat menimbulkan bau tak sedap. Lalat senang hinggap di tempat
yang kotor antara lantai maupun meja meja yang mengandung
makanan yang disukainya, meja yang terkena makanan setelah dilap
biasanya masih meninggalkan bekas makanannya. Kurangnya
pencahayaan pada rumah makan yang terletak tidak langsung terkena
sinar matahari menyebabkan rumah makan sedikit lembab. Lalat lebih
senang terbang pada siang hari dan beristirahat di malam hari.
Tempat pencucian yang diletakkan di depan dapat membuat
pembeli tidak nyaman karena hal tersebut termasuk dalam estetika
yang buruk. Rumah makan yang memiliki tingkat kepadatan lalat
tidak tinggi dapat disebabkan karena meskipun sanitasi buruk namun
tidak menimbulkan bau maka lalat tidak menghinggapi rumah makan
tersebut. Lalat senang hinggap dan berkembang pada sampah. Tempat
sampah yang berisi sisa makanan matang maupun mentah jika ditutup
dengan benar tidak akan dihinggapi lalat.
67
5.3.2 Hubungan Tempat Pencucian Pelaratan dengan Tingkat
Kepadatan Lalat di Rumah Makan
Berdasarkan uji Chi-Square dengan P-Value 0,004 < 0,05 yang
artinya ada hubungan antara tempat pencucian peralatan dengan
tingkat kepadatan lalat di Rumah Makan Pasar Besar. Dengan nilai RP
= 12,000 (95% CI = 2,374 – 60,648).
Tempat pencucian yang baik memiliki 3 bak pencucian, bak
pertama digunakan untuk mengguyur, bak kedua untuk menyabun dan
bak ketiga untuk membilas. Adanya air yang memadai ataupun air
mengalir. Membilas di air keran/air mengalir lebih bagus karena air
yang mengandung bakteri/mikroorganisme akan tebuang mengalir
langsung ke saluran pembuangan air dan tidak mengendap di bak
pencucian. Bak pencucian terbuat dari bahan yang kuat, aman serta
halus (Kepmenkes, 2003).
Hal tersebut sejalan dengan penelitain Yulia Shinta (2016), yang
berjudul Kondisi Sanitasi dan Kepadatan Lalat Kantin Sekolah Dasar
Wilayah Kerja Puskesmas Kedungmundu. Kantin sekolah yang
termasuk buruk adalah tempat pencucian peralatan karena terdapat
ceceran makanan, tidak terdiri dari 3 bak pencucian dan bak tidak
terbuat dari bahan yang kuat. Ceceran makanan berasal dari sisa
makanan yang menempel pada peralatan masak dan wadah makanan.
Sehingga sisa makanan akan dibuang disekitar tempat pencucian
peralatan. Hal tersebut dapat mengandung datangnya lalat karena
68
menurut Depkes (1992) tempat yang disukai lalat adalah tempat
basah, benda organik serta sampah basah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepadatan lalat yang rendah
dipengaruhi oleh tempat pencucian yang buruk sebanyak 3 rumah
makan (16,7%). Hal tersebut dikarenakan air di bak pencucian yang
kotor sudah diganti dengan air yang bersih. Tempat pencucian
peralatan yang baik dengan tingkat kepadatan lalat tinggi sebanyak 5
rumah makan (29,4%). Hal ini dikarenakan tempat pencucian
peralatan terletak pada sisi rumah makan yang terkena cahaya,
dimana lalat senang terbang pada tempat yang terdapat cahaya. Selain
itu terdapat pula tempat pencucian peralatan yang bersebelahan
dengan tempat sampah, sehingga menimbulkan lalat terbang disekitar
tempat pencucian peralatan.
5.3.3 Hubungan Tempat Penyimpanan Bahan Makanan dengan
Tingkat Kepadatan Lalat di Rumah Makan
Berdasarkan uji Chi-Square dengan P-Value 0,012 < 0,05 yang
artinya terdapat hubungan antara tempat penyimpanan bahan makanan
dengan tingkat kepadatan lalat di Rumah Makan Pasar Besar. Dengan
nilai RP = 8,250 (95% CI = 1,790 – 38,014).
Menurut Sami (2017) penyimpanan bahan makanan adalah suatu
cara menyimpan, menata, memelihara bahan makanan baik yang
kering maupun yang basah. Agar bahan makanan yang akan dimasak
tidak terpengaruh oleh makanan lain, maka penempatan bahan
makanan akan diolah harus disimpan pada tempat dimana seharusnya
69
disimpan. Jika bahan makanan tidak disimpan dengan sesuai akan
menyebabkan perubahan rasa/warna serta penampilan dari makanan
tersebut.
Sejalan dengan penelitian Valentian(2015) dalam jurnal Yulia
Shinta (2016) menyatakan bahwa sebagian besar tempat penyimpanan
bahan makanan warung makan tidak memenuhi syarat kesehatan.
Bahan makanan yang dibeli tetap diletakkan di keranjang belanja atau
hanya diletakkan di atas meja tanpa menyimpannya. Menurut
Kepmenkes (2003) tempat penyimpanan bahan makanan harus
terlindungi dari debu, bahan berbahaya dan serangga.
Berdasarkan hasil penelitian dilapangan untuk tempat
penyimpanan bahan makanan yang baik dan memiliki tingkat
kepadatan lalat yang tinggi sebanyak 5 Rumah Makan (31,2%). Hal
ini dapat terjadi karena tidak langsung meletakkan bahan makanan
pada tempatnya/masih berada di keranjang belanja yang diletakkan
dibawah meja/diatas meja. Tempat penyimpanan bahan makanan
buruk dengan tingkat kepadatan lalat rendah sebanyak 4 rumah makan
(21,1%). Hal ini dapat terjadi karena bahan makanan yang terdapat
pada tempat penyimpanan tidak menimbulkan bau yang dapat
mengundang lalat. Meskipun bahan makanan tidak tersimpan pada
rak-rak, bahan makanan sudah dipisah sesuai dengan jenisnya.
70
5.3.4 Hubungan Sarana Pencegahan Lalat dengan Tingkat Kepadatan
Lalat di Rumah Makan
Berdasarkan uji Chi-Square dengan P-Value 0,034 < 0,05 yang
artinya terdapat hubungan antara sarana pencegahan lalat dengan
tingkat kepadatan lalat di Rumah Makan Pasar Besar. Dengan nilai RP
= 6,000 (95% CI = 1,372 – 26,237).
Kepmenkes (2003) menyatakan setiap lubang pada bangunan
harus dipasang alat (kawat kassa berukuran 32 mata per inchi) yang
dapat mencegah masuknya serangga. Sedangkan menurut Depkes RI
(2001) menjelaskan bahwa penggunaan kawat kassa dan kipas angin
elektrik pada tempat makan akan mencegah masuknya lalat.
Sejalan dengan penelitian Yulia Shinta (2016), menyatakan
bahwa sarana pencegahan lalat pada kategori buruk sebanyak 18
kantin (90%). Kantin tersebut termasuk dalam kategori buruk karena
tidak dilakukan pemasangan kawat kassa pada ventilasi. Pemasangan
kawat kassa tidak dilakukan karena bangunan kantin bersifat terbuka
sehingga tidak memungkinkan pemasangan kassa.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa
ketidaktersediaan sarana pencegahan lalat dan memliki kepadatan lalat
yang rendah sebanyak 5 Rumah Makan (25,0%). Hal ini dapat terjadi
karena tidak adanya sarana pencegahan lalat namun keadaan di rumah
makan sudah bersih. Meja makan yang dibersihkan dengan kain basah
sehingga tidak menimbulkan bekas makanan. Seperti meja, lantai juga
disapu bahkan di pel agar tidak meninggalkan bekas makanan. Untuk
71
ketersediaan sarana pencegahan lalat dan memiliki kepadatan lalat
yang tinggi sebanyak 5 Rumah Makan (33,3%). Hal ini dapat terjadi
karena masih berserakannya dapur memasak. Masih ada beberapa
rumah makan yang lantainya berbekas pijakan/bekas makanan yang
tidak dibersihkan. Hal tersebut menyebabkan lalat hinggap disana.
5.3.5 Hubungan Kondisi Tempat Sampah dengan Tingkat Kepadatan
Lalat di Rumah Makan
Berdasarkan uji Chi-Square dengan P-Value 0,143 > 0,05 yang
artinya tidak terdapat hubungan antara kondisi tempat sampah dengan
tingkat kepadatan lalat di Rumah Makan Pasar Besar. Dengan nilai RP
= 4,000 (95% CI = 0,858 – 18,642).
Tempat sampah adalah tempat untuk menampung sampah secara
sementara, biasanya terbuat dari plastik atau logam, kedap air dan
mempunyai tutup. Sampah basah dan sampah kering dipisah. Tempat
sampah yang tidak memakai kantong plastik dan tidak mempunyai
tutup berpotensi menimbulkan aroma bau sampah menyebar. Di setiap
ruang penghasil sampah tersedia tempat sampah. Kondisi tempat
sampah yang buruk akan mengundang datangnya lalat (Kepmenkes,
2003). Penelitian ini sejalan dengan penelitian Ezra Nur (2017),
menyatakan bahwa sarana pembuangan sampah tidak mempengaruhi
tingkat kepadatan lalat di dalam rumah di pemukiman sekitar TPA
Cipayung.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa
kondisi tempat sampah yang buruk dan memiliki tingkat kepadatan
72
lalat yang rendah sebanyak 3 Rumah Makan (23,1%). Hal ini dapat
terjadi karena sampah yang sudah terkumpul banyak di kantong
plastik sudah terbungkus, sehingga tidak menimbulkan bau yang dapat
mengundang datangnya lalat. Untuk kondisi tempat sampah yang baik
dan memiliki kepadatan lalat yang tinggi sebanyak 10 Rumah Makan
(45,5%). Hal ini dapat terjadi karena sampah yang sudah terkumpul
tidak langsung dibuang ke penampungan sampah atau dibiarkan
terbuka sehingga menimbulkan bau dan mengundang datangnya lalat.
5.3.6 Hubungan Waktu Pembuangan Sampah dengan Tingkat
Kepadatan Lalat di Rumah Makan
Berdasarkan uji Chi-Square dengan P-Value 0,237 > 0,05 yang
artinya tidak terdapat hubungan antara kondisi tempat sampah dengan
tingkat kepadatan lalat di Rumah Makan Pasar Besar. Dengan nilai RP
= 3,273 (95% CI = 0,700 – 15,291).
Berdasarkan SK Dirjen PPM dan PLP Depkes RI 1988, bahwa
persyaratan kesehatan pengelohan sampah menyatakan setiap sampah
yang dihasilkan harus ditampung pada tempat sampah. Sampah yang
cepat membusuk dan berbau agar dimasukkan ke kantong plastik
terlebih dahulu sebelum masuk ke tempat sampah. Sampah yang
sudah penuh pada bak sampah segera dibuang untuk menghindari
vektor. Menurut Kepmenkes (2003) sampah sudah harus dibuang
dalam waktu 24 jam dari rumah makan dan restoran agar sampah
makanan yang tersisa tidak membusuk dan mengkontaminasi
makanan lain.
73
Sejalan dengan penelitian Dedy Haryanto (2015) menyatakan
bahwa tidak terdapat hubungan antara waktu pembuangan sampah
dengan tingkat kepadatan lalat. Seluruh responden sebanyak 15
pemilik kantin (100%) membuang sampah selama 24 jam.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu pembuangan
sampah ≥ 24 jam dan memiliki tingkat kepadatan lalat rendah
sebanyak 3 Rumah Makan (25,0%). Hal ini dapat terjadi karena
sampah sudah terbungkus di dalam kantong plastik namun belum di
buang ke penampungan tempat sampah. Sehingga bau sampah sisa
sampah makanan tidak mengundang datangnya lalat meskipun
sampah belum dibuang dalam waktu ≥ 24 jam. Waktu pembuangan
sampah < 24 jam dan memiliki kepadatan lalat tinggi sebanyak 11
Rumah Makan (47,8%). Hal ini dapat terjadi karena sampah tidak
dibungkus plastik dan dibiarkan tergeletak di bak sampah, sehingga
menimbulkan lalat berdatangan.
74
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang hubungan sanitasi
dasar dengan tingkat kepadatan lalat di rumah makan Pasar Besar Kota
Madiun, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Tingkat kepadatan lalat di rumah makan Pasar Besar Kota Madiun
sebagian besar masih dalam kategori tinggi (57,1%) sebanyak 20 rumah
makan.
2. Ada hubungan antara tempat pencucian peralatan dengan tingkat
kepadatan lalat rumah makan Pasar Besar Kota Madiun.
3. Ada hubungan antara tempat penyimpanan bahan makanan dengan
tingkat kepadatan lalat rumah makan Pasar Besar Kota Madiun.
4. Ada hubungan antara sarana pencegahan lalat dengan dengan tingkat
kepadatan lalat rumah makan Pasar Besar Kota Madiun.
5. Tidak ada hubungan antara kondisi tempat sampah dengan tingkat
kepadatan lalat rumah makan Pasar Besar Kota Madiun.
6. Tidak ada hubungan antara waktu pembuangan sampah dengan tingkat
kepadatan lalat rumah makan Pasar Besar Kota Madiun.
75
6.2 Saran
6.2.1 Bagi Pemilik Rumah Makan
1. Diharapkan pemilik rumah makan lebih memperhatikan sanitasi
rumah makan, agar tidak menimbulkan vektor. Jika rumah makan
bersih, pembeli akan lebih nyaman saat makan ditempat.
2. Lebih memperhatikan bak pencucian peralatan serta langsung
mengganti air bilasan pada bak pencucian dan menyimpan bahan
makanan pada tempatnya sesuai dengan jenisnya.
3. Menyediakan sarana pencegahan lalat seperti kertas perekat
ataupun plastik yang diisi air dengan cabai.
4. Diharapkan untuk tempat sampah diberi kantong kresek agar bau
tidak tercium dimana mana serta dibuang saat tempat sampah
sudah penuh.
6.2.2 Bagi Peneliti Lain
Diharapkan peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian
dengan variabel yang berbeda seperti SPAL dan penyediaan air
bersih, serta dapat meneliti jenis lalat lain, sehingga dapat diketahui
pengaruh lain pada sanitasi dan tingkat kepadatan lalat.
76
DAFTAR PUSTAKA
Annisa Muthainna Kasino. 2016. Hubungan Antara Sanitasi Dasar Dengan
Tingkat Kepadatan Lalat di Rumah Makan Pasar Tuminting Kota Manado.
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi.
Diakses pada tanggal 28 Januari 2019: http://medkesfkm.unsrat.ac.id/wp-
content/uploads/2016/10/JURNAL-Annisa-M.-Kasiono.pdf
Anwar. H, dkk 1987, Sanitasi Makanan dan Minuman, Pusdiknakes, Jakarta.
Apriza, Cici. 2018. Hubungan Perilaku dan Tingakat Kepadatan Lalat Dengan
Kejadian Diare di Pasar Sarilamak. Jurnal Human Care Stikes Fort de
Kock, Sumatera Barat.
Chandra, B.2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta:EGC.
Depkes RI, 1992. Petunjuk Teknis tentang Pemberantasan Lalat. Jakarta: Ditjen
PPM & PLP.
Depkes RI. 2001. Pedoman Teknis Pengendalian Lalat. Dirjen PPM &PL.
Jakarta: Depkes RI.
Dinas Pasar. 2016. Profil Pasar Tradisional Kota Madiun. Madiun: Pemerintah
Kota Madiun.
Ezra Nur Afrilia. 2017. Hubungan Kondisi Rumah dan Kepadatan Lalat di
Sekitar Tempat Penampungan Akhir Sampah. Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia.
Diakses pada tanggal 28 Januari 2019:
http://www.journal.uad.ac.id/index.php/KesMas/article/download/5810/pdf_
97
Haryanto, Dedy Budiman. 2015. Gambaran Sanitasi Dasar Kantin dan Tingkat
Kepadatan Lalat pada Kantin Di Beberapa Sekolah Menengah Atas (SMA)
Di Kota Manado. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam
Ratulangi.
Diakses pada tanggal 2 Mei 2019 : http://medkesfkm.unsrat.ac.id/wp-
content/uploads/2016/02/Dedy-Haryanto-Budiman.pdf
Hastutiek, P. 2007. Potensi musca domestica Sebagai Vektor Beberapa Penyakit.
Jurnal Kedokteran Universitas Brawijaya Malang. Vol. XXIII, No. 3.
Husain, S.E. 2014. Pengaruh Variasi Warna Fly Grill terhadap Kepadatan Lalat
Di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Kota Gorontalo. Fakulat Kesehatan
Masyarakat Universitas Negeri Gorontalo, Gorontalo.
77
Iqbal, wahid. 2009. Ilmu Kesehatan Masyarakat Teori dan aplikasi. Jakarta:
Salemba Medika.
Irwan. 2017. Epidemiologi Penyakit Menular. Yogyakarta: CV Absolute Media.
Jannah, Dewi Nur. 2006. Perbedaan Kepadatan Lalat Pada Berbagai warna Fly
Grill di TPS Pasar Bendul Merisi, Surabaya. Skripsi Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Airlangga, Surabaya.
Diakses pada tanggal 2 Mei 2019: http://repository.unair.ac.id/23451/
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia 1098 tentang Persyaratan
Hygiene Santiasi Rumah Makan dan Restoran. 2003. Jakarta: Menteri
Kesehatan.
Mosokuli, Y.S. 2001. Lalat Tungau dan Caplak Sebagai Vektor. Laboraturium
Bioaktivitas dan Biologi Molekuler FMIPA UNIMA.
Mukono, H. J. 2004. Hygiene Sanitasi Hotel dan Restoran. Surabaya: Airlangga
University Press.
Mundiatun, Daryanto. 2015. Pengelolaan Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta:
Gava Media.
Nartika Emelia Mangoli. 2016. Hubungan Sanitasi Dasar Dengan Tingkat
Kepadatan Lalat Di Rumah Makan Pasar Pinasungkulan Karombasan Kota
Manado. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi.
Diakses pada tanggal 2 Mei 2019:
https://ejournalhealth.com/index.php/ikmas/article/download/90/88
Notoatmodjo, Soekidjo. 2011. Kesehatan Masyarakat Ilmu & Seni. Jakarta: PT
Rineka Cipta.
, Soekidjo. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT
Rineka Cipta.
Nursalam. 2010. Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Nurul dan Mubarak, Wahid Iqbal. 2009. Ilmu Kesehatan Masyarakat Teori dan
Aplikasi. Jakarta: Salemba Medika.
Onyenwe, E., Okore, O.O., Ubiaru, P.C and Abel, C. 2016. Housefly-Bone
Helminth Parasites Of Mouauand Its Public Health Implication for The
University Communty. Animal Research International.
Penyakit Serta Pengendaliannya. Jakarta: Menkes RI.
78
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 50 Tahun 2017 tentang Standar Baku Mutu
Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan Untuk Vektor dan
Binatang Pembawa Penyakit Serta Pengedaliannya. Jakarta: MenKes RI.
Purwawidjaja. 1995. Enam Prinsip Dasar Penyediaan Makanan di Hotel,
Restoran dan Jasaboga.
Sarni. 2017. Sistem Penyimpanan Bahan Makanan Di Tom’s Cafe Tembilahan
Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik. Universitas Riau.
Sarudji, D. 2006. Kesehatan Lingkungan. Surabaya: Media Ilmu.
Saryono. 2011. Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Mitra Cendikia
Sucipto, C. D. 2011. Vektor Penyakit Tropis. Yogyakarta.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Afabeta.
Sujarweni, V. Wiratna. 2014 . Metode Penelitian Keperawatan. Yogyakarta: Gava
Medika.
Suraini, 2013. Jenis-jenis Lalat (Diptera) dan Bakteri Enterobacteriaceae yang
Terdapat di Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA).
Suyono & Budiman . 2010. Ilmu Kesehatan Masyarakat dalam Konteks
Kesehatan Lingkungan. Jakarta: EGC.
Wahyudi, P., Soviana, S. & Hadi, U. 2015. Keragaman Jenis dan Prevalensi Lalat
Pasar Tradisional di Kota Bogor. Jurnal Veteriner.
Wijayanti. 2009. Hubungan Kepadatan Lalat dengan Kejadian Diare pada Balita
yang Bermukim di Sekitar TPA Bantar Gebang. Program Sarjana Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok.
Winarno. 2004. HACCP dan Penerapan Dalam Industri Pangan. Cetakan ke-2.
Bogor : M-Brio Press.
Yulia Shinta Nur Kumala. 2016. Kondisi Sanitasi Dan Kepadatan Lalat Kantin
Sekolah Dasar Wilayah Kerja Puskesmas Kedungmundu. Fakultas Ilmu
Keolahragaan Universitas Negeri Semarang.
Diakses pada tanggal 28 Januari :
http://lib.unnes.ac.id/28152/1/6411412178.pdf
79
Lampiran 1
SURAT IJIN PENGAMBILAN DATA AWAL
80
Lampiran 2
SURAT IJIN PENELITIAN
81
Lampiran 3
SURAT IJIN DARI DINAS PERDAGANGAN
82
Lampiran 4
KARTU KETERANGAN TUGAS AKHIR
83
Lampiran 5
SURAT PERMOHONAN RESPONDEN
Assalamualaikum Wr.Wb.
Saya Annisa Andriana, mahasiswi jurusan Kesehatan Masyarakat peminatan
Kesehatan Lingkungan bermaksud akan melakukan penelitian tentang “Hubungan
Sanitasi Dasar Dengan Tingkat Kepadatan Lalat Di Rumah Makan Pasar Besar
Kota Madiun”. Penelitian ini merupakan tugas akhir untuk memenuhi syarat
mendapatkan gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di STIKES Bhakti Husada
Mulia Madiun. Lembar observasi ini berisikan tentang sanitasi dasar pada rumah
makan dan kepadatan lalat pada rumah makan. Responden diharapkan bekerja
sama dengan sebaik-baiknya. Kemudian lembar observasi ini akan disimpan oleh
peneliti. Akhir kata, saya mengucapkan terimakasih untuk kesediaan dan
kerjasama Anda menjadi responden pada penelitian ini.
Wassalamuálaikum Wr. Wb
Madiun, Juni 2019
Peneliti,
Annisa Andriana
NIM. 201503007
84
Lampiran 6
SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN
(INFORMED CONSENT)
Yang menandatangani di bawah ini, saya :
No. Responden :
Nama :
Alamat :
Setelah mendapat penjelasan tentang maksud dan tujuan serta hak dan
kewajiban sebagai responden. Dengan ini menyatakan dengan sungguh- sungguh
bahwa saya bersedia menjadi responden dalam penelitian yang berjudul
“Hubungan Sanitasi Dasar Dengan Tingkat Kepadatan Lalat Di Rumah Makan
Pasar Besar Kota Madiun”.
Pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan penuh kesadaran tanpa ada
paksaan dari pihak lain. Saya percaya apa yang saya buat dijamin kerahasiaannya.
Magetan, Juni 2019
Responden
( )
85
Lampiran 7
LEMBAR OBSERVASI
1. Nama Rumah Makan :
2. Nomor Kios :
3. Tanggal penelitian :
A. Sanitasi Dasar Rumah Makan
NO PARAMETER YANG DIAMATI YA TIDAK
Tempat Pencucian Peralatan
1. Tersedia tempat pencucian peralatan
(Bak/Wastafel)
2. Jika tempat pencucian adalaha bak, maka
memiliki 3 bak pencucian
3. Tersedia air yang memadai
4. Tempat pencucian terbuat dari bahan
yang kuat, aman dan halus
Jumlah
Tempat Penyimpanan Bahan Makanan
1. Penyediaan tempat terpisah untuk
penyimpanan bahan makanan dengan
makanan jadi
2. Tempat penyimpanan bersih dan
terpelihara
3. Bahan makanan disimpan di rak-rak
Jumlah
Sarana Pencegahan Lalat
1. Penyediaan alat pencegahan serangga
2. Menggunakan kertas perekat/air cabai
dalam plastik untuk alat pencegahan
lalat
Jumlah
Kondisi Tempat Sampah
1. Tersedia tempat sampah
2. Tempat sampah terbuat dari bahan kedap
air, tidak mudah berkarat dan
mempunyai tutup
86
NO PARAMETER YANG DIAMATI YA TIDAK
3. Terdapat tempat sampah kering dan
basah
4. Tersedia kantong plastik untuk sampah
Jumlah
Waktu Pembuangan Sampah
14. Sampah dibuang dalam waktu 24 jam
dari rumah makan
Jumlah
87
B. Jumlah Kepadatan Lalat
Cara menghitung kepadatan lalat adalah dengan menghitung jumlah lalat yang hinggap dalam waktu 30 detik, sedikitnya 10
kali perhitungan pada setiap lokasi (10x30 detik) dan 5 perhitungan tertinggi diambil rata-ratanya (Permenkes RI, 2017).
No
Waktu
Lokasi
Jumlah Lalat Yang Hinggap Pada Fly Grill Jumlah lalat
(5 tertinggi)
pada 10
pengukuran
Rata-rata KET Tanggal Jam
30”
ke-
1
30”
ke-
2
30”
ke-
3
30”
ke-
4
30”
ke-
5
30”
ke-
6
30”
ke-
7
30”
ke-
8
30”
ke-
9
30”
ke-
10
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Dst.
88
Hasil Penghitungan Lalat
Kode
RM
Jumlah Lalat Yang Dihitung Jumlah 5
pengukuran
tertinggi
Rata-
rata 30 dtk 30 dtk 30 dtk 30 dtk 30 dtk 30 dtk 30 dtk 30 dtk 30 dtk 30 dtk
ke-1 ke-2 ke-3 ke-4 ke-5 ke-6 ke-7 ke-8 ke-9 ke-10
1 4 5 3 6 5 7 4 5 6 8 32 6,4
2 5 3 4 7 8 2 3 5 3 5 30 6
3 2 3 5 2 2 4 3 6 5 4 24 4,8
4 1 3 2 3 5 3 2 1 5 3 19 3,8
5 2 4 3 1 5 3 6 4 5 4 24 4,8
6 3 5 3 2 4 5 2 3 4 4 22 4,4
7 5 4 5 3 6 3 1 4 3 5 25 5
8 6 4 3 5 6 2 7 4 5 3 29 5,8
9 4 5 2 4 6 5 2 3 4 3 24 4,8
10 7 5 3 4 5 5 4 3 6 7 30 6
11 2 3 4 1 5 3 4 5 2 3 21 4,2
12 5 3 4 7 5 3 3 4 5 4 26 5,2
13 2 3 5 2 6 5 3 5 4 4 25 5
14 4 3 7 3 1 5 3 7 3 5 28 5,6
15 2 4 3 1 4 5 4 3 5 3 22 4,4
16 3 5 3 4 3 4 5 3 5 6 25 5
17 5 4 5 3 6 3 4 5 5 3 26 5,2
18 6 4 3 5 4 5 4 3 4 3 24 4,8
19 4 5 2 4 3 4 5 2 6 7 27 5,4
20 7 5 3 6 3 6 5 3 3 5 29 5,8
89
Kode
RM
Jumlah Lalat Yang Dihitung Jumlah 5
pengukuran
tertinggi
Rata-
rata 30 dtk 30 dtk 30 dtk 30 dtk 30 dtk 30 dtk 30 dtk 30 dtk 30 dtk 30 dtk
ke-1 ke-2 ke-3 ke-4 ke-5 ke-6 ke-7 ke-8 ke-9 ke-10
21 3 5 3 1 5 5 2 3 5 3 23 4,6
22 5 4 3 6 4 5 4 5 1 5 26 5,2
23 2 4 5 3 3 2 5 3 4 3 21 4,2
24 4 5 3 5 6 3 3 4 5 2 25 5
25 3 5 2 4 2 5 1 7 5 1 24 4,8
26 4 5 3 6 5 5 3 4 5 5 26 5,2
27 5 3 3 6 5 5 4 5 3 6 27 5,4
28 2 3 1 7 5 3 5 2 3 3 23 4,6
29 4 3 5 2 6 3 4 6 3 5 26 5,2
30 2 4 6 5 1 5 4 1 4 5 25 5
31 3 5 3 1 4 4 5 3 2 1 21 4,2
32 5 4 3 2 3 6 5 5 4 4 25 5
33 1 1 3 4 5 4 3 4 3 1 20 4
34 2 3 3 3 5 4 5 4 3 1 21 4,2
35 4 5 3 6 5 6 5 3 5 3 27 5,4
90
Lampiran 8
OUTPUT SPSS HASIL PENELITIAN
Hasil Analisis Univariat
1. Tempat Pencucian Peralatan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Buruk 18 51.4 51.4 51.4
Baik 17 48.6 48.6 100.0
Total 35 100.0 100.0
2. Tempat Penyimpanan Bahan Makanan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Buruk 19 54.3 54.3 54.3
Baik 16 45.7 45.7 100.0
Total 35 100.0 100.0
3. Sarana Pencegahan Lalat
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Tidak tersedia 20 57.1 57.1 57.1
Tersedia 15 42.9 42.9 100.0
Total 35 100.0 100.0
91
4. Kondisi Tempat Sampah
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Buruk 13 37.1 37.1 37.1
Baik 22 62.9 62.9 100.0
Total 35 100.0 100.0
5. Waktu Pembuangan Sampah
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Lebih dari sama
dengan 24 jam 12 34.3 34.3 34.3
Kurang dari 24
jam 23 65.7 65.7 100.0
Total 35 100.0 100.0
6. Kepadatan Lalat
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Lebih dari 5, tinggi 20 57.1 57.1 57.1
Kurang dari sama
dengan 5, tidak tinggi 15 42.9 42.9 100.0
Total 35 100.0 100.0
92
Hasil Analisis Bivariat
1. Tempat Pencucian Peralatan dengan Tingkat Kepadatan Lalat
Kepadatan_Lalat
Total
Lebih
dari 5,
tinggi
Kurang dari
sama
dengan 5,
tidak tinggi
Tempat_Pencucian_Peralatan Buruk Count 15 3 18
Expected Count 10.3 7.7 18.0
% within
Tempat_Pencucian_Peralatan 83.3% 16.7% 100.0%
Baik Count 5 12 17
Expected Count 9.7 7.3 17.0
% within
Tempat_Pencucian_Peralatan 29.4% 70.6% 100.0%
Total Count 20 15 35
Expected Count 20.0 15.0 35.0
% within
Tempat_Pencucian_Peralatan 57.1% 42.9% 100.0%
93
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
Pearson Chi-Square 10.380a 1 .001
Continuity Correctionb 8.295 1 .004
Likelihood Ratio 10.986 1 .001
Fisher's Exact Test .002 .002
Linear-by-Linear Association 10.083 1 .001
N of Valid Casesb 35
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7,29.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence
Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Tempat_Pencucian_Peralatan
(Buruk / Baik) 12.000 2.374 60.648
For cohort Kepadatan_Lalat = Lebih dari 5,
tinggi 2.833 1.319 6.088
For cohort Kepadatan_Lalat = Kurang dari
sama dengan 5, tidak tinggi .236 .080 .694
N of Valid Cases 35
94
2. Tempat Penyimpanan Bahan Makanan dengan Tingkat Kepadatan Lalat
Kepadatan_Lalat
Total
Lebih
dari 5,
tinggi
Kurang
dari
sama
dengan
5, tidak
tinggi
Tempat_
Penyimpanan_
Bahan_Makanan
Buruk Count 15 4 19
Expected Count 10.9 8.1 19.0
% within
Tempat_Penyimpanan_Bahan_Makanan 78.9% 21.1% 100.0%
Baik Count 5 11 16
Expected Count 9.1 6.9 16.0
% within
Tempat_Penyimpanan_Bahan_Makanan 31.2% 68.8% 100.0%
Total Count 20 15 35
Expected Count 20.0 15.0 35.0
% within
Tempat_Penyimpanan_Bahan_Makanan 57.1% 42.9% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
Pearson Chi-Square 8.069a 1 .005
Continuity Correctionb 6.239 1 .012
Likelihood Ratio 8.372 1 .004
Fisher's Exact Test .007 .006
Linear-by-Linear
Association 7.838 1 .005
N of Valid Casesb 35
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,86.
b. Computed only for a 2x2 table
95
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for
Tempat_Penyimpanan_Bahan_Makanan
(Buruk / Baik)
8.250 1.790 38.014
For cohort Kepadatan_Lalat = Lebih dari 5,
tinggi 2.526 1.178 5.418
For cohort Kepadatan_Lalat = Kurang dari
sama dengan 5, tidak tinggi .306 .121 .777
N of Valid Cases 35
3. Sarana Pencegahan Lalat dengan Tingkat Kepadatan Lalat
Kepadatan_Lalat
Total
Lebih dari
5, tinggi
Kurang dari
sama dengan 5,
tidak tinggi
Sarana_Pencegahan
_Lalat
Tidak
tersedia
Count 15 5 20
Expected Count 11.4 8.6 20.0
% within
Sarana_Pencegahan_Lalat 75.0% 25.0% 100.0%
Tersedia Count 5 10 15
Expected Count 8.6 6.4 15.0
% within
Sarana_Pencegahan_Lalat 33.3% 66.7% 100.0%
Total Count 20 15 35
Expected Count 20.0 15.0 35.0
% within
Sarana_Pencegahan_Lalat 57.1% 42.9% 100.0%
96
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
Pearson Chi-Square 6.076a 1 .014
Continuity Correctionb 4.494 1 .034
Likelihood Ratio 6.215 1 .013
Fisher's Exact Test .019 .017
Linear-by-Linear Association 5.903 1 .015
N of Valid Casesb 35
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,43.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence
Interval
Lower Upper
Odds Ratio for
Sarana_Pencegahan_Lalat
(Tidak tersedia / Tersedia)
6.000 1.372 26.237
For cohort Kepadatan_Lalat
= Lebih dari 5, tinggi 2.250 1.053 4.807
For cohort Kepadatan_Lalat
= Kurang dari sama dengan
5, tidak tinggi
.375 .162 .868
N of Valid Cases 35
97
4. Hubungan Kondisi Tempat Sampah dengan Tingkat Kepadatan Lalat di
Rumah Makan
Kepadatan_Lalat
Total
Lebih dari 5,
tinggi
Kurang dari
sama dengan 5,
tidak tinggi
Kondisi_
Tempat_
Sampah
Buruk Count 10 3 13
Expected Count 7.4 5.6 13.0
% within
Kondisi_Tempat_Sampah 76.9% 23.1% 100.0%
Baik Count 10 12 22
Expected Count 12.6 9.4 22.0
% within
Kondisi_Tempat_Sampah 45.5% 54.5% 100.0%
Total Count 20 15 35
Expected Count 20.0 15.0 35.0
% within
Kondisi_Tempat_Sampah 57.1% 42.9% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
Pearson Chi-Square 3.304a 1 .069
Continuity Correctionb 2.144 1 .143
Likelihood Ratio 3.442 1 .064
Fisher's Exact Test .089 .070
Linear-by-Linear Association 3.210 1 .073
N of Valid Casesb 35
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,57.
b. Computed only for a 2x2 table
98
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for
Kondisi_Tempat_Sampah
(Buruk / Baik)
4.000 .858 18.642
For cohort Kepadatan_Lalat
= Lebih dari 5, tinggi 1.692 .980 2.922
For cohort Kepadatan_Lalat
= Kurang dari sama dengan
5, tidak tinggi
.423 .146 1.225
N of Valid Cases 35
5. Waktu Pembuangan Sampah dengan Tingkat Kepadatan Lalat
Kepadatan_Lalat
Total
Lebih dari
5, tinggi
Kurang dari
sama dengan 5,
tidak tinggi
Waktu_
Pembuangan
_Sampah
Lebih dari
sama dengan
24 jam
Count 9 3 12
Expected Count 6.9 5.1 12.0
% within
Waktu_Pembuangan_Sampah 75.0% 25.0% 100.0%
Kurang dari
24 jam
Count 11 12 23
Expected Count 13.1 9.9 23.0
% within
Waktu_Pembuangan_Sampah 47.8% 52.2% 100.0%
Total Count 20 15 35
Expected Count 20.0 15.0 35.0
% within
Waktu_Pembuangan_Sampah 57.1% 42.9% 100.0%
99
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
Pearson Chi-Square 2.378a 1 .123
Continuity Correctionb 1.398 1 .237
Likelihood Ratio 2.466 1 .116
Fisher's Exact Test .163 .118
Linear-by-Linear Association 2.310 1 .129
N of Valid Casesb 35
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,14.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for
Waktu_Pembuangan_Samp
ah (Lebih dari sama dengan
24 jam / Kurang dari 24 jam)
3.273 .700 15.291
For cohort Kepadatan_Lalat
= Lebih dari 5, tinggi 1.568 .916 2.684
For cohort Kepadatan_Lalat
= Kurang dari sama dengan
5, tidak tinggi
.479 .167 1.376
N of Valid Cases 35
100
Lampiran 9
DOKUMENTASI
Ijin Melakukan Penelitian Ijin Melakukan Penelitian
Menghitung Kepadatan Lalat Observasi
101
Observasi
Menghitung Kepadatan Lalat
102
Lampiran 10
SURAT KETERANGAN SELESAI PENELITIAN
103
Lampiran 11
LEMBAR PERSETUJUAN PERBAIKAN SKRIPSI