Download - Skenario IV
SKENARIO IV
Trauma Jaringan Lunak Rongga Mulut
Seorang laki-laki umur 45 tahun datang ke dokter gigi dengan keluhan
sariawan pada pipi bagian dalam sebelah kiri sejak 10 hari yang lalu. Sariawan
tersebut sering timbul pada tempat yang sama tanpa tahu penyebabnya. Kondisi
umum : tidak didapat adanya kelainan. Penderita mempunyai kebiasaan buruk
bruxism. Pemeriksaan kelenjar limfe submandibular teraba, kenyal, kulit di sekitar
normal dan dapat digerakkan. Pada intraoral didapatkan ulser bentuk tidak
beraturan, berbatas jelas, tidak teratur, tepi kemerahan sedikit odema, tengah putih
pada mukosa bukal region molar ke-3, tepat diakhir linea alba mukosa bukal kiri.
Linea alba juga terlihat jelas dan tebal. Gigi molar ke-3 mengalami mesio versi
dan karies besar, sedangkan gigi molar ke-2 di region yang sama terlihat abrasi.
STEP I
Klarifikasi Istilah
1. Bruxism :kebiasaan menggesekkan atau menggeritkan gigi-gigi
rahang atas dan rahang bawah, dapat terjadi secara sadar
maupun tidak sadar.
2. Odema :cairan berlebih yang berkumpul di sel atau jaringan
interseluler, bisa menyebar dan menimbulkan
pembengkakan, merupakan respon terhadap inflamasi atau
trauma.
3. Linea alba :alur horizontal mukosa bukal pada garis oklusal,
disebabkan oleh iritasi, gesekan atau trauma lain, berupa
garis putih dari sudut mulut memanjang hingga daerah
posterior.
4. Mesio versi :mal posisi dari gigi yang cenderung ke arah mesial.
5. Ulser : luka terbuka dari jaringan lunak atau kulit, terkelupasnya
jaringan nekrotik radang, kehilangan seluruh epitel,
bentuknya dapat jelas maupun diffuse baik single maupun
multiple.
6. Abrasi :hilangnya struktur gigi atau terkikisnya jaringan keras gigi
akibat aus mekanik karena kebiasaan clenching, grinding,
dan bracing.
7. Sariawan :mukosa rongga mulut radang, ulser berwarna putih
kekuningan, terjadi pada daerah tidak berkeratin,
permukaan cekung, dan menimbulkan rasa sakit.
8. Kelenjar limfe :kelenjar getah bening, berjalan seiring pembuluh darah,
dibawa oleh simpai/kapsul keluaar melalui hilus, dilapisi
endotel.
STEP II
Menetapkan Permasalahan
1. Apa etiologi trauma jaringan lunak rongga mulut?
2. Apa saja trauma jaringan lunak rongga mulut?
3. Lesi apa saja yang muncul akibat trauma jaringan lunak rongga mulut?
4. Apa hubungannya bruxism dengan sariawan?
5. Bagaimana tahap perkembangan sariawan?
6. Apa penyebab sariawan timbul pada tempat yang sama?
7. Apa yang menyebabkan pembengkakan kelenjar limfe?
8. Bagaimana mekanisme terbentuknya linea alba?
STEP III
Analisis Masalah
1. Etiologi Trauma Jaringan Lunak Rongga Mulut
a. Trauma fisik / mekanik
Iritasi akibat struktur gigi
Denture atau bracket
Bad habbit cheek chewing
Trauma local tergigit atau dicabut
Menyikat gigi terlalu keras
Iritasi akibat alat-alat kedokteran gigi, seperti cotton roll dan saliva
ejector
b. Trauma Termal
- Kebiasaan merokok
- Perubahan suhu makanan
c. Trauma Kimiawi
Kebiasaan merokok
Konsumsi obat immunosuppresan, menyebabkan hipersensitif
Obat-obatan kemoterapi
d. Trauma elektrik
e. Radiasi
2. Trauma Jaringan Lunak Rongga Mulut
a) Trauma fisik / mekanik
Terjadi ketika mukosa rongga mulut kontak langsung dengan benda
tajam atau tumpul, dapat berupa gesekan, robekan, kecelakaan, memar,
ataupun malposisi gigi. Jenis trauma fisik antara lain :
a. Laserasi luka mukosa yang robek (terbuka), sub epitel terlihat
b. Kontusi luka memar
c. Abrasi superficial
d. Puncture Wound luka tusuk
Macam-macam ulser akibat trauma fisik antara lain :
1) Linea alba
2) Murcisatio bucarrum
3) Traumatic keratosis
4) Tooth brushing injury sering terjadi pada region gigi kaninus dan
premolar
5) Traumatic hematoma ulser tidak beraturan dan eritema
6) Cotton roll stomatitis erosi tertutup pseudomembran
7) Denture stomatitis
8) Submucosal hemorrhage
Trauma utama rupture pembuluh darah
Trauma sekunder
- Echymosis : area perdarahan besar
- Petechiae : area perdarahan kecil
- Hemorrhage : area perdarahan lebih dari 2 mm
- Hematoma
9) Traumatic atropic glossitis
Terjadi akibat unfitting restoration, denture rusak, dan peningkatan
kalkulus. Dijumpai pada daerah anterior atau lateral lidah. Gambaran
klinis tampak ertitema lidah, tidak ada papilla filiformis, ada papilla
fungiformis. Gambaran HPA tampak penipisan papilla dan infiltrasi
sel radang kronis.
10) Traumatic ulcerations
Terjadi pada daerah mukosa bukal, lidah, dan bibir. Gambaran
klinis tampak membrane fibrin berwarna kuning (akut) dengan tepi
eritema, ulser tunggal berwarna kuning. Biasanya diakibatkan gigi M3
yang karies.
b) Trauma termal
Terjadi akibat makanan atau minuman bersuhu tinggi yang
menyebabkan epitel menjadi rentan sehingga mengakibatkan luka bakar.
Mukosa eritema dan ada sisa epitel yag menyebabkan lesi dan ulserasi.
c) Trauma elektrik
Terjadi akibat dari alat elektrik, mukosa yang terkena trauma berwarna
kekuningan, dapat terjadi perdarahan maupun tidak. Mukosa mengalami
nekrosis dan perdarahan setelah empat hari.
d) Trauma kimiawi
Terjadi akibat obat-obat kausatik yang bersifat basa kuat. Contoh :
Aspirin : dihisap pada lipatan mukosa
Silver nitrat : gejala sedikit, “membakar” jaringan untuk
mengmbalikan jaringan
Alcohol : dalam mouthwash menyebabkan hipersensitif
Hydrogen peroksida : kandungan lebih dari 3% dapat menyebabkan
nekrotik
Sodium hipoklorit : digunakan dalam pemutih gigi dan irigasi
saluran akar
Anastetik nekrosis
e) Trauma Radiasi
Terjadi akibat paparan sinar radiasi pada daerah kepala dan leher yang
menghambat regenerasi sel sehingga menyebabkan stomatitis dan
deskuamasi.
3. Macam Lesi yang Muncul Akibat Trauma
a. Lesi Primer pertama kali terjadi, masih ada epitel, contohnya adalah
macula, papula, nodula, vesikula, bula, pustule, keratosis, tumor, dan plak.
i. Makula : epitel berubah warna akibat vaskularisasi (merah
kebiruan) dan melanin (biru kecokelatan), berbentuk titik
atau bercak.
ii. Nodula : tumor jinak, iritasi kronis (fibroma)
iii. Keratosis : penebalan abnormal stratum korneum
iv. Papula : lesi solid menonjol < 1 cm
v. Plak : lesi solid menonjol > 1 cm
vi. Vesikula : tonjolan berisi cairan bening < 1 cm
vii. Bula : tonjolan berisi cairan bening > 1 cm
viii. Pustula : tonjolan berisi pus
b. Lesi Sekunder kelanjutan lesi primer, epitel tidak ada ( defect/loss
epitel), contohnya adalah erosi, ulser, fissure, sikatrikas, deskuamasi,
crusta, sinus pseudomembran, dan eschars.
i. Eschars : kulit atau mukosa tidak ada, berupa luka bakar
ii. Lesi putih: epitel telah terdeskuamasi dan terdapat sel radang
Mudah dibersihkan non-keratosis (pseudomembran)
Sulit dibersihkan keratosis
4. Hubungan Bruxism dengan Sariawan
Ketika bruxism biasanya tidak sengaja menggigit mukosa. Selain itu,
sariawan akibat bruxism juga diperparah dengan adanya abrasi gigi sehingga
gigi memiliki cekungan tajam, adanya bracket, dan pada penderita maloklusi.
5. Tahap Perkembangan Sariawan
I. Premonitory
Terjadi selama 24 jam pertama setelah trauma, terdapat PMN dan
tampak odema.
II. Preulseratif
Terjadi 72 jam setelah premonitory, tebentuk macula lalu papula
denga tepi eritema dan dasar putih kekuningan.
III. Ulcerasi
Terjadi selama 2 minggu, papula yang telah terbentuk dilapisi
fibromembran (lesi sekunder).
IV. Penyembuhan
Dapat terjadi selama 35 hari, menimbulkan jaringan parut bila
berupa ulser mayor namun tidak pada ulser minor.
6. Faktor yang Mengakibatkan Sariawan Timbul di Tempat yang Sama
Faktor Mayor :
1. Trauma di tempat yang sama berulang terus
2. Hereditas
3. Defisiensi nutrisi
4. Alergi
Faktor Minor (memperparah lesi) :
1. Psikologis
2. Saliva yang tercemar bakteri dari karies.
STEP IV
Mapping
Gambaran Klinis HPA
Trauma Jaringan Lunak Rongga Mulut
Etiologi
Klasifikasi
Fisik Termal Elektrik Kimia Radiasi
Lesi
Adaptasi
Keradangan
STEP V
Learning Objectives
1. Etiologi Trauma Jaringan Lunak Rongga Mulut
2. Klasifikasi Trauma Jaringan Lunak Rongga Mulut
STEP VII
Etiologi Trauma Jaringan Lunak Rongga Mulut
1. Fisik
Mukosa rongga mulut yang berkontak langsung dengan benda-benda
yang bersifat destruktif seperti benda tajam, permukaan gigi yang
ujungnya tajam, atau tidak sengaja tergigit merupakan beberapa contoh
yang dapat menyebabkan trauma pada mukosa. Contoh dari etiologi fisik
yang lain adalah sebagai berikut:
a. Natal teeth pada bayi
b. Gigi fraktur yang berujung tajam
c. Perawatan medis atau prosedur diagnosis yang kurang tepat
d. Bad habit (bruxism, cheek chewing, lip biting, dll)
2. Termal/suhu
Suhu yang tinggi atau panas dapat menyebabkan lapisan epitel pada
mukosa rongga mulut terkelupas atau terluka. Bahkan luka yang
disebabkan karena suhu yang tinggi cenderung reaktif dan cepat
menyebabkan respon sakit dari seseorang karena banyaknya ujung saraf
bebas yang sensitif terhadap suhu pada lapisan epitel mukosa. Lesi
maupun ulcer yang timbul karena suhu ini cenderung lebih lama proses
healing dan repairnya karena kerusakan jaringannya dapat lebih besar dari
trauma fisik dan menyebabkan keradangan.
3. Kimiawi dan Radiasi
Bahan-bahan kimia yang banyak terkandung dalam obat-obatan yang
sering digunakan dalam bidang perawatan dan pencegahan di kedokteran
gigi ternyata juga merupakan faktor yang dapat menimbulkan trauma pada
mukosa. Contohnya adalah:
a. Aspirin, obat yang digunakan untuk perawatan pulpitis, dan abses
periapikal dengan meletakkannya di lipatan mukobukal dapat
menyebabkan ulcer pada daerah tersebut.
b. Perawatan kavitas gigi dengan phenol dan bahan etsa.
c. Sodium Hipoklorida
Sodium hipoklorida adalah suatu bahan yang digunakan untuk
pemutihan gigi dan sering digunakan untuk irigasi saluran akar dan
dapat menyebabkan ulkus yang cukup parah akibat kontak dengan
jaringan lunak di dalam rongga mulut.
d. Hidrogen Peroksida
Hidrogen peroksida sering digunakan sebagai bahan irigasi intraoral
untuk pencegahan penyakit periodontal. Pada konsentrasi lebih dari
sama dengan 3%, hidrogen peroksida dapat menyebabkan jaringan
nekrosis.
e. Anesthetic Necrosis
Predileksi terjadinya lesi pada palatum durum yang jaringan
mukosanya berikatan cekat dengan tulang di bawahnya. Biasanya lesi
ini timbul sebagai lesi ulser yang bertepi reguler yang timbul beberapa
hari setelah injeksi. Ulser terjadi akibat nekrosis iskemia yang
kemungkinan disebabkan karena trauma langsung dari larutan anestesi,
vasokonstriksi epinefrin, atau keduanya. Penyembuhan ulser
memerlukan waktu beberapa minggu dan terkadang dapat terjadi
kronis.
f. SLS (Sodium Laurly Sulfat)
SLS (Sodium Laurly Sulfat) adalah asintetik detergen pada pasta gigi
yang sangat mudah melukai daerah mukosa. SLS akan mendenaturasi
lapisan mukosa mucin yaitu komposisi utama dari mukus yang
memegang peranan sebagai proteksi non-imun pada mukosa.
Denaturasi dari mukosa menyebabkan mukosa oral lebih ter ekspose
dari agen iritan eksogen dan alergen. Selain itu SLS juga
meningkatkan permeabilitas dari mukosa terhadap alergen iritan.
4. Elektrik
Electrical burn khususnya disebabkan oleh panas tinggi, bersifat
ekstensif, melibatkan bibir, dan terlihat pada anak-anak dan balita. Lesi
awalnya hangus dan kering. Setelah beberapa hari, akan mengelupas, dan
ada perdarahan berlebih jika struktur vital terkespos.
5. Faktor Predisposisi Etiologi
Faktor mikroba ini mungkin menjelaskan mengapa hanya mukosa
mulut yang terkena RAS. Beberapa study telah dilakukan untuk
mengetahui kemungkinan keterlibatan spesies Streptococcus dalam
etiologi RAS terutama S. sanguis. Beberapa penelitian telah menemukan
bahwa ada beberapa crossactivity antara Streptococcus 65-kDa heat shock
protein (hsp) dan 60-kDa hsp mitokondria manusia. Jadi RAS terjadi
akibat respon dari T-cell-mediated kepada antigen dari S. sangius yang
melakukan cross-react dengan mitokondria manusia dan menyebabkan
kerusakan mukosa oral.
Klasifikasi Trauma Jaringan Lunak Rongga Mulut
1. Lesi Adaptif
Lesi adaptif adalah lesi yang terbentuk karena adanya trauma
terus-menerus yang terjadi pada daerah yang sama, sebagai mekanisme
pertahanan dari jaringan epithelium pada mukosa rongga mulut
terutama yang tidak berkeratin. Pertahanan dari jaringan epithelium
dapat berupa terjadinya hyperkeratosis, baik hyperorthokeratosis atau
hyperparakeratosis, yang sama-sama berfungsi untuk mencegah
terjadinya trauma yang semakin dalam dan dapat mencapai daerah
jaringan ikat yang berisi pembuluh darah. Lesi adaptif ini cenderung
disebabkan karena adanya trauma mekanik atau fisik, seperti kebiasaan
bruxism, cheek chewing, dan lip biting. Contoh lesi adaptif adalah
linea alba dan mucicartio buccarum.
a. Linea Alba
Linea alba merupakan lesi berwarna putih atau putih keabuan
yang biasanya muncul di mukosa bukal sepanjang occlusal plane,
bisa dari sudut mulut sampai gigi posterior, yang tidak terasa sakit
namun pasien cenderung merasakan daerah mukosa bukalnya
menjadi lebih tebal. Munculnya lesi ini dapat disebabkan adanya
iritasi, tekanan, trauma pada daerah tidak berkeratin yang sama
secara terus menerus. Daerah tidak berkeratin dapat mengalami
keratinisasi sebagai suatu respon perlindungan dan pertahanan dari
epithelium, sehingga lesi ini juga dapat disebut frictional
(traumatic) keratosis. Lesi jenis ini biasanya memiliki karakteristik
seperti munculnya keratinisasi pada daerah yang biasanya tidak
berkeratin.
Mukosa bukal, labial, palatum molle merupakan mukosa tidak
berkeratin, sedangkan palatum durum dan gingiva adalah mukosa
berkeratin karena melekat pada tulang. Di bawah ini dapat terlihat
bahwa susunan stratum-stratum epitel gingival (gambar atas)
dengan epitel mukosa bukal (gambar bawah) terlihat berbeda dari
susunannya. Pada gingival, terlihat lapisan
superficial yang disebut sebagai keratin yang
berfungsi sebagai pelindung lapisan epitel.
Sedangkan pada mukosa bukal, tidak terlihat
adanya lapisan keratin di sana.
Namun, sebagai respon pertahanan tubuh,
pada daerah stratum korneum dapat terjadi
hyperorthokeratosis yaitu suatu proses di mana
sel-sel tanpa inti yang berisi filament keratin
pada stratum ini dapat naik ke permukaan dan
membentuk lapisan keratin yang tidak normal
ada di sana.
b. Mursicatio Buccarum
Lesi morsicatio buccarum biasanya ditemukan bilateral pada
mukosa bukal disertai lesi pada bibir dan lidah, atau bisa juga
Linea alba
ditemukan hanya pada bibir atau libal, dah. Lesi yang terbentuk
tebal, seperti area parut berwarna putih (tidak rata) yang biasa
disertai dengan eritema, erosi, aatau ulserasi fokal traumatik.
Mukosa yang mengalami perubahan biasanya terletak di tengah
anterior mukosa bukal di sepanjang bidang oklusi. Lesi yang besar
bisa terbentuk melebar ke arah atas atau bawah bidang oklusi pada
pasien yang memiliki kebiasaan menekan pipi ke arah antara gigi
dengan menggunakan jari.
Secara klinis, penampilan morsicatio buccarum cukup untuk
menegakkan diagnosis, sehingga biopsi jarang dilakukan. Hasil
biopsi pada kasus ini menunjukkan hiperkeratosis yang luas serta
dapat ditemukan juga sel bervakuola pada lapisan mukosa.
c. Tobacco Keratosis
Keratosis pada orang yang biasa mengunyah dan menghisap
tembakau mudah timbul pada mukosa bukal, tetapi insidennya
tidak setinggi pada orang yang merokok dengan cara biasa. Daerah
keratosis biasanya luas.
d. Betel Nut Chewer Keratosis
Pinborg dkk telah melakukan penelitian epidemologi diantara
para pengunyah pinang. Mereka menemukan bahwa di Papua
Nugini, penduduknya terbiasa mengunyah pinang masak.
Mekanismenya yaitu batang sirih basah dicampur dengan kapur
Mursicatio Buccarum
yang telah dilumatkan dan dimasukkan ke dalam mulut dan
digerakkan ke mukosa bukal serta dijilat sampai bersih. Di India,
pinang dikunyah setelah diasapi ataupun mentah bersama dengan
daun sirih dan kapur. Itu merupakan suatu campuran yang dikenal
sebagai pan. Tembakau dapat pula dicampurkan bersama pan.
Sebagai akibat dari kebiasaan ini timbul keratosis yang luas
pada mukosa bukal. Pada mukosa yang terkena campuran daun
sirih dan kapur, akan terbentuk keratosis terutama pada commisura
mulut. Pria dan wanita memiliki prevalensi yang hampir sama
dalam timbulnya keratosis ini
2. Lesi Keradangan
Lesi ini merupakan lesi yang muncul akibat adanya kontak
secara langsung antara mukosa mulut dengan berbagai faktor seperti
faktor thermal, faktor kimiawi, faktor elektrik dan faktor radiasi.
Adanya lesi ini merupakan suatu respon tubuh terhadap sesuatu yang
kemungkinan dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang cukup
besar dalam waktu yang singkat, seperti penggunaan aspirin dalam
perawatan pulpitis dan abses periapikal yang diletakkan pada lipatan
mukobukal yang dapat menyebabkan luka bakar pada daerah tersebut.
a. Trauma Termal
Luka bakar rongga mulut sebagian besar disebabkan oleh
makanan atau minuman yang panas. Penggunaan microwave
meningkatkan angka kejadian luka bakar panas karena dapat
membuat makanan yang dingin dingin di bagian luarnya tetapi
sangat panas di bagian dalamnya.
Pada awalnya, luka bakar muncul sebagai area yang tidak
nyeri, hangus, dan kekuningan yang disertai dengan sedikit atau
bahkan tidak berdarah. Dalam beberapa jam akan muncul edema
yang dapat bertahan hingga 12 hari. Pada hari keempat, area
tersebut akan mengalami nekrosis dan mulai mengelupas, dan bisa
mengeluarkan darah. Luka yang melibatkan makanan yang panas
biasanya timbul pada palatum atau mukosa lidah bagian posterior
berupa area eritema dan ulserasi yang dapat menyisakan epithelium
yang nekrosis pada daerah perifer.
b. Traumatic Hematoma
Traumatic hematoma pada mukosa oral terjadi karena adanya
tekanan mekanis yang menyebabkan perdarahan pada jaringan
rongga mulut. Penampakan klinis berupa lesi irreguler berwarna
kemerahan. Lokasi yang paling sering terjadi lesi ini adalah lidah
dan bibir, penyebab utamanya adalah tergigitnya mukosa oral dan
penggunaan yang tidak benar dari instrumen kedokteran gigi.
Tidak ada perawatan yang perlu dilakukan, lesi akan sembuh
dalam waktu 4-6 hari.
c. Cotton Roll Stomatitis
Cutton Roll biasa diaplikasikan pada praktek kedokteran gigi
untuk menjaga permukaan gigi tetap kering. Kekeringan yang
berlebihan pada permukaan mukosa akan tampak setelah gulungan
kapas dilepas. Penampakan klinis lesi adalah erosi yang tertutupi
pseudomembran putih, yang akan sembuh dalam 4-6 hari dan tidak
memerlukan perawatan yang berarti.
Luka Bakar
d. Denture Stomatitis
Denture Stomatitis sering terjadi pada pasien yang
menggunakan gigi tiruan dalam waktu lama. Lesi ini biasanya
ditemukan pada palatum. Penampakan klinis berupa mukosa yang
tertutup plat gigi tiruan edema berwarna merah dengan titik-titik
putih yang merupakan akumulasi Candida albicans / sisa makanan.
Pada beberapa pasien tidak ada gejala,namun beberapa mengeluh
sensasi rasa terbakar dan nyeri. Perawatan yang dilakukan adalah
memperbaiki gigi tiruan dan menjaga kebersihan mulut dengan
baik.
e. Trauma Kimiawi
Banyak zat kimia dan obat-obatan yang kontak dengan jaringan
oral pada akhirnya menimbulkan kerusakan pada jaringan oral.
Contoh zat-zat yang dapat mengakibatkan luka pada mukosa oral
diantaranya aspirin, sodium perborat, hydrogen peroksida, bensin,
terpentin, dan alcohol.
Paparan yang singkat dengan zat-zat tersebut dapat
mengakibatkan perubahan mukosa menjadi putih dan keriput.
Apabila paparan dilanjutkan, maka akan terjadi nekrosis dan epitel
yang terpapar akan terpisah dari jaringan yang berada di bawahnya
serta menjadi mudah terkelupas. Bila epitel yang nekrotik tersebut
dihilangkan, maka akan terlihat jaringan ikat yang eritem dan
berdarah. Area superficial yang nekrosis akan sembuh tanpa luka
parut dalam waktu 10 hingga 14 hari setelah agen penyebabnya
dihilangkan.
Luka akibat aspirin
Selain akibat aspirin seorang perokok juga dapat mengalami
lesi keradangan akibat bahan kimiawi, dan biasa disebut Smoker’s
Melanosis. Individu yang merokok mungkin akan timbul area
hiperpigmentasi melanin pada mukosanya tergantung pada jumlah
batang rokok yang dikonsumsi sehari-hari. Smoker’s melanosis
paling sering ditemukan di area gingiva anterior pada maksila
maupun mandibula. Pigmentasi yang dilakukan adalah biopsi
terutama pada area palatum. Smoker;s melanosis akan menghilang
sedikit demi sedikit selama 3 tahun setelah berhenti merokok.
f. Traumatic Ulseration
Trauma ini bisa terjadi pada semua umur dan jenis kelamin
dan diklasifikasikan dibagi menjadi dua jenis yaitu ulser reaktif
akut dan ulser reaktif kronis. Bentukan ulseratifnya biasanya
akibat trauma, bisa kimia dan mekanik. Ulser terbentuk hanya
pada lapisan non keratin mukosa, biasanya di mukosa bukal,
lidah, dan bibir bawah. Jika disebabkan karena trauma bisa
sembuh dalam 7-10 hari. Trauma mekanik bisa seperti tergigit,
fraktur, akibat protesa atau yang lain, sedangkan kimia bisa dari
aspirin dan krim pereda sakit gigi.
Lesi biasanya tunggal dan tidak teratur. Berbentuk oval dan
cekung. Pada lesi diawali eritematus di perifer yang kemudian akan
berwarna lebih muda karena adanya keratinisasi dan bagian
tengahya biasanya berwarna kuning kelabu. Jika lesi akibat kimia
berbatas tidak jelas dengan mengandung kulit yang terkoagulasi
dan terkelupas. Ulser minor umumnya < 1cm yang bertahan selama
1-2 minggu dan Ulser mayor >1 cm yang bisa terjadi dalam
minggu dan bulan.
Secara singkat, gambaran klinis beserta HPAnya dapat dituliskan sebagai berikut:
Jenis Lesi Gambaran Klinis HPA
Ulser Reaktif Akut 1. Membran mukosa mulut
berwarna kemerahan, terasa
sakit dan terjadi
pembengkakan.
2. Ulser ditutupi eksudat
fibrin berwarna kekuningan
hingga putih dan dikelilingi
halo erimatus (erimatus
jernih/bening)
Penipisan jaringan
epitel dan diganti
dengan jaringan fibril
yang mengandung
banyak neutrofil
Kapiler
meningkat dan terjadi
granulasi pada
jaringan
Regenerasi
dimulai dari margin
ulser dengan
proliferasi sel, dasar
jaringan granulasi dan
fibrin
Ulser Reaktif
Kronis
Tidak terasa sakit
Ulser ditutupi membran
berwarna kekuningan dan
dikelilingi peninggalan margin
atau hyperkeratosis
1. Epitel permukaan
menipis
2. Terdapat fibril
3. Makrofag
eusinofil lebih besar
daripada ulser kronis
4. Infiltrasi sel
radang lebih banyak
daripada ulser akut
5. Regenerasi epitel
tidak terjadi sehingga
trauma berlangsung
terus-menerus
Selain traumatic ulcer akut dan kronis, ada juga lesi dengan nama
benign chronic ulcers atau biasa dikenal dengan traumatic granuloma
(traumatic ulcerative granuloma dengan stromal eosinophilia). Pada
umumnya dikaitkan dengan injuri mukosa yang dalam. Ulser seperti
kawah dengan diameter 1-2 mm. Memerlukan waktu penyembuhan
selama beberapa minggu. Ulser ini biasanya ditemukan di lidah.
Chronic ulcer yang ditemukan pada lidah dikenal dengan nama
necrotizing sialometaplasia, dikaitkan dengan iskemik nekrosis dari
kelenjar saliva minor dan penyembuhan terjadi secara spontan dalam
beberapa minggu.
Terapi yang digunakan bisa dengan menghilangkan trauma atau
dengan menggunakan obat kumur antiseptik Khlorhexidin. Terapi
paliatif (antibiotik) dan terapi suportif dengan mamakan makanan
lunak.
g. Nikotinic Stomatitis
Gambaran klinisnya berbentuk simetris bentukannya dan
painless. Mengenai palatum baik keras dan lunak, mukosa putih.
Etiologinya reaktif keratinisasi akibat panas yang biasanya dari
asap rokok perokok (ada diperokok berat) dan pada orang yang
terbiasa minum minuman yang terlalu panas. Terjadi hiperkeratosis
atau parakeratosis, epitel yang tidak berbahaya hiperplasia dengan
atau tanpa reaksi atypia epitel dan variabel inflamasi kronis.
Gambaran Klinis dan HPAnya:
h. Smokeless Tobacco Lession
Gambaran klinisnya bertanda sedikit dengan keseragaman
kelabu putih dan edematus yang disertai kerutan. Ada bukit atau
gundukan paralel dan fissure di area dimana tempat tobacco.
Biasanya bisa mewarnai gigi, resesi gingiva, akar exposure. Lesi
reversible jika dihentikan kebiasaan penderita. Pada lesi yang
berkembang selanjutnya, muncul keratin plaque yang bisa untuk
biopsi. Lesi ini tidak reversible.
Etiologinya karena kontak denga agen yang terkandung dalam
tobacco. Lesi awalnya parakeratosis awal keratin di superficial,
epitel hiperplasia dan adanya variabel radang kronis. Pada lesi
lanjut menunjukkan hiperkeratosis atau orthokeratosis dengan atau
tanpa displasia.
i. Lesi dan UIcer karena Pengaruh Radiasi
Salah satu contoh trauma akibat radiasi adalah mukositis.
Mukositis didefinisikan sebagai suatu proses reaktif yang
menyerupai peradangan pada membrane mukosa orofaring dan
terjadi setelah terapi penyinaran pada penderita kanker daerah
kepalan dan leher. Mukositis akibat penyinaran merupakan efek
samping namun sifatnya sementara.
Sebagian ahli menggambarkan tanda pertama mukositis adalah
suatu gambaran mukosa yang keputih-putihan yang merupakan ciri
adanya hiperkeratinisasi tingkat tinggi. Ini diikuti atau bersama-
samaan dengan eritema. Pada mukositis yang lebih parah, yang
akan tampak setelah 3 minggui terapi radiasi adalah timbulnya
pseudomembran dan ulserasi.
Prinsip utama dari potogenesa ini adalah menurunnya
kemampuan sel basal epitel untuk regenerasi. Terdapat beberapa
tahap pada proses patogenesa dari terapi radiasi, yaitu:
1. Tahap inisiasi, yaitu tahap dimana terjadinya kerusakan DNA
sel basal epotel, jaringan lunak dan pembuluh darah. Selain itu
juga terjadi aktivasi dari reactive oxygen spesies. Hal ini
menyebabkan suatu kerusakan sel yang menginisiasi dari sel
radang untuk menyebabkan kerusakan pada jaringan. Hal ini
menyebabkan prouksi sitokin sel radang yang mengaktivasi
jalur signaling untuk memasuki jaringan.
2. Setelah proses diatas makan akan terjadi ulserasi yang ditandai
dengan adanya sel radang yang berhubungan dengan ulserasi
mukosa, pada tahap ini kondisi oral hygine dan infeksi
sekunder juga terlibat.
3. Ketika semua tahap ini terlewati, maka akan ada proses
healing atau penyembuhan yang ditandai dengan adanya
proliferasi sel epitel disertai deferensiasi sel dan jaringan
untuk mengembalikan intregitas jaringan epitel.
j. Leukoplakia
Leukoplakia dapat dibagi menjadi 3 stadium, yaitu :
Homogenous Leukoplakia
Merupakan bercak putih yang kadang-kadang berwarna
kebiruan,permukaannya licin, rata dan berbatas jelas. Pada
tahap ini tidak dijumpai adanya indurasi.
Erosif Leukoplakia
Erosif Leukoplakia berwarna putih dan mengkilat seperti
perak dan pada umumnya sudah disertai dengan indurasi. Pada
palpasi,permukaan lesi mulai terasa kasar dan dijumpai juga
permukaan yang erosif.
Verucuos Leukoplakia
Permukaan lesi tampak sudah menonjol,berwarna putih, tetapi
tidak mengkilat. Timbulnya indurasi menyebabkan permukaan
menjadi kasar dan berlekuk-lekuk. Saat ini, lesi telah dianggap
berubah menjadi ganas. Karena biasanya dalam waktu yang
relatif singkat akan berubah menjadi tumor ganas seperti
squamus sel karsinoma, terutama bila lesi ini terdapat di lidah
dan dasar mulut.
k. Hairy Tongue
Hairy tongue adalah kondisi papila filiformis tumbuh
berlebihan pada permukaan lidah, yang disebabkan oleh faktor
predisposisi, seperti;
Antibiotik spektrum luas
Kortikosteroid sistemik
Obat kumur yang mengandung hidrogen peroksida, sodium
perborate, carbamite peroxide
Perokok
Terapi radiasi head and neck
Perubahan flora mikrobial
Gambaran klinis dari penyakit ini adalah hyperplasia papila
filiformis, dan ada hambatan desquamasi normal sehingga menjadi
tebal dan permukaan lidah mudah ditempeli bakteri, jamur, debris sel
dan benda asing. Perpanjangan papila menyebabkan rasa gatal dan
mual. Warna dapat putih, coklat atau hitam tgt diet, oral hygiene dan
komposisi bakteri. Dengan spesimen biopsy, akan terlihat adanya
papila filiformis yang memanjang dan adanya kontaminasi dgn
mikroorganisme. Lamina propria terlihat mengalami inflamasi.
Klasifikasi Trauma Jaringan Lunak Rongga Mulut
Trauma jaringan lunak rongga mulut merupakan kerusakan anatomi atau
diskontinuitas jaringan lunak rongga mulut oleh karena ruda paksa dari luar.
Klasifikasi Menurut Andreasen
1. Laserasi
Merupakan suatu luka pada jaringan lunak yang disebabkan oleh benda
tajam seperti pisau atau pecahan luka. Luka terbuka tersebut berupa
robeknya jaringan epitel dan subepitel.
2. Kontusi
Merupakan luka memar yang biasanya disebabkan oleh pukulan benda
tumpul dan menyebabkan terjadinya perdarahan pada daerah submukosa
tanpa disertai sobeknya daerah mukosa.
3. Abrasi
Merupakan luka pada daerah superfisial yang disebabkan karena gesekan
atau goresan suatu benda sehingga terdapat permukaan yang berdarah
atau lecet.
Berdasarkan Besarnya Kerusakan Jaringan
1. Luka dengan kerusakan jaringan yang minimal
2. Luka bersih dengan kerusakan jaringan cukup luas tanpa nekrosis
3. Luka kotor dengan kerusakan jaringan yang luas disertai nekrosis jaringan
Berdasarkan Kemungkinan Infeksi
1. Luka yang bersih
2. Luka yang berpotensi menjadi infeksi
3. Luka yang terinfeksi
Trauma Jaringan Lunak Wajah
1. Berdasarkan jenis luka dan penyebabnya:
a. Eksoriasi: lecet, kerusakan kulit melewati epidermis hingga tampak
darah.
b. Luka sayat, luka robek dan luka bacok
c. Luka bakar
Luka bakar dikelompokkan berdasarkan tingkat ketebalan kulit yang
mengalami kelukaan :
Ketebalan sebagian atau luka bakar derajat pertama melibatkan
hanya lapisan luar epidermis disertai eritema, nyeri tekan, dan
sakit.
Luka bakar sebagian dengan kedalaman yang lebih besar atau
derajat dua, menyebabkan kerusakan yang mencapai dermis dan
ditandai dengan terjadinya vesikel, lepuh dan bullae.
Luka bakar ketebalan penuh/derajat tiga menunjukkan hancurnya
epidermis dan dermis.
d. Luka tembak
2. Berdasarkan ada atau tidaknya kehilangan jaringan.
DAFTAR PUSTAKA
Bricker SL. Oral Diagnosa, Oral Medicine and Treatment Planning 2nd ed.
Philadelpia.
Elizabeth, J. Corwin. 2008. Handbook of Pathofisiology Ed.3rd .Wolters Kluwer
Health : Lippincott Williams & Wilkins.
Gayford, JJ. 1990. Penyakit Mulut. Jakarta : EGC.
Lawlor, William. 1992. Buku Pintar Patologi untuk Kedokteran Gigi. Jakarta :
EGC.
Neville B. W, Bamm, DD. Allen, C. M. Bouquat J E. 2009. Oral and
Maxillofacial Pathology 3rd ed. Elsevier: India.
Peterson. 2004. Principles of Oral and Maxillofacial Surgery 2nd Ed. Ontario BC
Decker Inc.
Spijkervet, Frederik. 1996. Mukositis Akibat Radiasi. Jakarta : Widya Medika.
Sudiono, Janti.2003.Ilmu Patologi.Jakarta:EGC.
Taringan, Revina N. 2010.Low-Level Laser Theraphy fir Treatment of Oral
Mucositis. Journal of Dentistry Indonesia Vol.17.
Wiley, John.2012.Jurnal of Oral Pathology and Medicine.