Download - skenario blok 27

Transcript
Page 1: skenario blok 27

SKENARIO E BLOK 27

Tuan A, 40 tahun, datang ke RS dengan keluhan nyeri dada. Pada anamnesis, tidak

didapatkan sesak nafas, lekas lelah, maupun dada berdebar-debar. Kebiasaan merokok

dua bungkus sehari. Kebiasaan olahraga jarang, kadang-kadang seminggu sekali. Riwayat

penyakit pasien menderita diabetes mellitus. Dia takut terkena penyakit jantung karena

ayahnya pernah mengeluh nyeri dada, dirawat inap, dan dinyatakan menderita sakit

jantung koroner.

Pemeriksaan Fisik Umum:

Didapatkan data: kesadaran kompos mentis, tekanan darah 120/80 mmHg, denyut nadi

80x/menit, irama regular, isi yang cukup, RR 18x/menit, JVP tidak meningkat.

Pada Pemeriksaan Fisik Khusus Thorax:

Inspeksi menujukkan apeks tidak ada heaving, Nampak di linea medioclavicularis sinistra

SIC IV. Pada palpasi didapatkan apeks di SIC IV linea medioclavicularis sinistra, tidak

ada thrill. Pada perkusi didapatkan pinggang jantung normal, apeks di SIC IV linea

medioclavicularis sinistra. Pada auskultasi bunyi jantung I intensitas normal, bunyi

jantung II intensitas normal, normal splitting. Tidak ada murmur. Tidak ada gallop. Tidak

ada rochi.

Pemeriksaan Penunjang:

Pemeriksaan laboratorium normal. Pemeriksaan tambahan ECG normal. Pada foto thorax

CTR = 0,49, vaskularisasi perifer normal, aorta tidak menonjol, pinggang jantung normal.

Apeks tidak bergeser ke lateral atau lateral bawah. Pemeriksaan exercise stress test -

(treadmill test) normal. Pemeriksaan echocardiography menunjukkan jantung dalam batas

normal.

Page 2: skenario blok 27

KLARIFIKASI ISTILAH

1. Nyeri dada: chest pain, adalah rasa nyeri atau tidak nyaman pada daerah sekitar

region thorax

2. Sesak Nafas : gangguan fungsi pernafasan yang diakibatkan mengecil atau

tersumbatnya saluran pernafasan atau lemahnya organ pernafasan

3. Dada berdebar-debar : palpitasi, perasaan berdebar-debar atau denyut jantung

yang tidak teratur yang sifatnya subjektif

4. Diabetes Melitus : gangguan metabolism yang ditandai dengan kenaikan kadar

glukosa dalam darah atau hiperglikemia, yang menimbulkan berbagai komplikasi

kronik yang disebabkan oleh kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-

duanya

5. Sakit Jantung Koroner : penyakit jantung yang menyangkut gangguan dari

pembuluh darah koroner

6. Heaving : pulsasi apeks yang melebar, teraba seperti menggelombang

7. Thrill : sensasi getaran yang dirasakan pemeriksa pada palpasi tubuh dibagian

dinding thorax didaerah precordial yang terjadi karena adanya aliran turbulensi,

ditemukan pada penyempitan katup, dilatasi segmen arteri

8. Ronki : suara yang dihasilkan saat udara melewati jalan nafas yang penuh cairan

atau mucus, terdengar saat inspirasi maupun ekspirasi

9. Gallop : kelainan irama jantung

10. Murmur : bunyi auskultasi, terutama bunyi periodic berdurasi singkat dan berasal

dari jantung atau pembuluh darah

11. Splitting : adanya dua komponen pada kompleks bunyi jantung pertama dan kedua

12. CTR : Cardio Thorax Ratio, suatu cara pengukuran besarnya jantung dengan

mengukur perbandingan antara ukuran jantung dengan lebarnya rongga dada

pada foto thorax proyeksi PA

13. Echocardiography : salah satu teknik pemeriksaan diagnostik yang menggunakan

gelombang suara dengan frekuensi tinggi untuk memvisualisasikan gambaran

struktur jantung dan pembuluh darah serta fungsi jantung pada monitor

Page 3: skenario blok 27

IDENTIFIKASI MASALAH

1. Tuan A, 40 tahun, datang ke RS dengan keluhan nyeri dada. Pada anamnesis, tidak

didapatkan sesak nafas, lekas lelah, maupun dada berdebar-debar.

2. Kebiasaan merokok dua bungkus sehari. Kebiasaan olahraga jarang, kadang-

kadang seminggu sekali. Riwayat penyakit pasien menderita diabetes mellitus. Dia

takut terkena penyakit jantung karena ayahnya pernah mengeluh nyeri dada,

dirawat inap, dan dinyatakan menderita sakit jantung koroner.

3. Pemeriksaan Fisik Umum:

Didapatkan data: kesadaran kompos mentis, tekanan darah 120/80 mmHg, denyut

nadi 80x/menit, irama regular, isi yang cukup, RR 18x/menit, JVP tidak meningkat.

4. Pemeriksaan Fisik Khusus Thorax:

Inspeksi menujukkan apeks tidak ada heaving, Nampak di linea medioclavicularis

sinistra SIC IV. Pada palpasi didapatkan apeks di SIC IV linea medioclavicularis

sinistra, tidak ada thrill. Pada perkusi didapatkan pinggang jantung normal, apeks

di SIC IV linea medioclavicularis sinistra. Pada auskultasi bunyi jantung I

intensitas normal, bunyi jantung II intensitas normal, normal splitting. Tidak ada

murmur. Tidak ada gallop. Tidak ada rochi.

5. Pemeriksaan Penunjang:

Pemeriksaan laboratorium normal. Pemeriksaan tambahan ECG normal. Pada foto

thorax CTR = 0,49, vaskularisasi perifer normal, aorta tidak menonjol, pinggang

jantung normal. Apeks tidak bergeser ke lateral atau lateral bawah. Pemeriksaan

exercise stress test (treadmill test) normal. Pemeriksaan echocardiography

menunjukkan jantung dalam batas normal.

Page 4: skenario blok 27

ANALISIS MASALAH

1. Tuan A, 40 tahun, datang ke RS dengan keluhan nyeri dada. Pada anamnesis, tidak

didapatkan sesak nafas, lekas lelah, maupun dada berdebar-debar.

a. Apa hubungan usia dan jenis kelamin terhadap keluhan ?

Jawab :

Jenis kelamin (laki-laki) menjadi faktor risiko yang meningkat karena pada

perempuan, lebih kebal, karena terdapat efek perlindungan dari esterogen. Kemudian

faktor risiko juga meningkat berdasarkan usia (pada usia 40-60 tahun, risiko

meningkat 5 kali lipat). Hal ini dapat dikarenakan adanya dua proses utama, yaitu

degenerasi dan akumulasi. Faktor ayah pasien yang merupakan pasien PJK menjadi

predisposisi PJK yang berasal dari faktor genetic.

b. Apa makna tidak didapatkan sesak nafas, lekas lelah maupun dada berdebar-

debar pada kasus ?

Jawab :

c. Apa etiologi dan patofisiologi dari keluhan nyeri dada pada kasus ?

Jawab :

Merokok menyebabkan akumulasi toksi di pembuluh darah yang menimbulkan

aterosklerosis yang pada akhirnya memicu timbulnya hipertensi. Akibat adanya plak

aterosklerosis ini, lumen pembuluh darah menyempit dan memudahkan terjadinya oklusi

(penyumbatan) pembuluh darah terutama di arteri koronaria. Oklusi ini mengakibatkan aliran

darah koroner tidak adekuat. Sebagai akibatnya, terjadilah iskemia miokard. Terjadi penurunan

perfusi jantung yang berakibat pada penurunan intake oksigen dan akumulasi hasil metabolisme

senyawa kimia. Akumulasi metabolit ini timbul karena suplai oksigen yang tidak adekuat, maka

sel-sel miokard mengompensasikan dengan berespirasi anaerob. Sebagai produk sampingannya

yaitu asam laktat. Asam laktat membuat pH sel menurun. Perubahan metabolisme sel-sel

miokard inilah yang menstimulasi reseptor nyeri melalui symphatetic afferent di area korteks

sensoris primer (area 3,2,1 Broadman) yang menimbulkan nyeri di dada.

Page 5: skenario blok 27

2. Kebiasaan merokok dua bungkus sehari. Kebiasaan olahraga jarang, kadang-

kadang seminggu sekali. Riwayat penyakit pasien menderita diabetes melitus. Dia

takut terkena penyakit jantung karena ayahnya pernah mengeluh nyeri dada,

dirawat inap, dan dinyatakan menderita sakit jantung koroner.

a. Bagaimana hubungan kebiasaan dengan keluhan yang dialami Tuan A ?

Jawab :

    Merokok dapat merangsang proses aterosklerosis karena efek langsung terhadap dinding arteri. Karbon monoksid (CO) dapat menyebabkan hipoksia jaringan arteri, nikotin menyebabkan mobilisasi katekolamin yang dapat menambahkan reaksi trombosit dan menyebabkan kerusakan pada dinding arteri, sedang glikoprotein tembakau dapat menimbulkan reaksi hipersensitif dinding arteri.

Sejumlah penelitian epidemiologi mendukung hipotesis bahwa aktifitas fisik yang

giat menurunkan resiko PJK. Aktifitas fisik (exercise) dapat meningkatan kadar HDL

kolestrol, memperbaikai kolesterol koroner sehingga resiko PJK dapat dikurangi,

memperbaiki fungsi paru dan pemberian oksigen ke miocard, menurunkan berat badan,

menurunkan kolesterol, trigliserida, dan KGD pada pendrita DM, menurunkan tekanan

darah.

Hasil penelitian di harvard selama 10 tahun (1962 - 1972 ) terhadap 16.936 alumni

universitas Harvard USA, menyimpulkan orang dengan exercise fisik yang adekuat

kemungkingan menderita PJK lebih kecil dibandingkan dengan yang kurang melakukan

aktifitas.

Latihan olahraga merupakan suatu aktivitas aerobik, yang bermanfaat untuk

meningkatkan dan mempertahankan kesehatan dan daya tahan jantung, paru, peredaran

darah, otot-otot, dan sendi-sendi. Suatu latihan olahraga yang dilakukan secara teratur

akan memberikan pengaruh yang besar terhadap tubuh kita. Latihan fisik dengan

pembebanan tertentu akan mengubah faal tubuh yang selanjutnya akan mengubah tingkat

kesegaran jasmani. Perubahan secara cepat disebut respon, bila perubahannya lambat

akibat olahraga atau latihan teratur disebut adaptasi. Aktivitas aerobik teratur

Page 6: skenario blok 27

menurunkan risiko PJK, meskipun hanya 11% laki-laki dan 4% perempuan. ( Gray,

2003 ).

Sehingga pada kasus dengan adanya riwayat keluarga yang menderita PJK dimana

ini dapat dijadikan factor resiko dan ditambah dengan kebiasaan yang jarang olahraga

yang dapat medukung factor resiko terjadinya PJK.

   

b. Bagaimana hubungan keluhan dengan riwayat penyakit pasien yaitu diabetes

melitus?

Jawab :

Penyebab kematian dan kesakitan utama pada pasien DM (baik DM tipe I maupun DM

tipe II) adalah penyakit jantung koroner, yang merupakan salah satu penyulit makrovaskuler

pada diabetus melitus. Penyulit makrovaskuler ini bermanifestasi sebagai aterosklerosis dini

yang dapat mengenai organ-organ vital (jantung dan otak). Pada pasien DM resiko payah jantung

kongestif meningkat sampai 4 kali. Peningkatan resiko ini tidak hanya disebabkan karena

penyakit jantung iskemik. Dalam beberapa tahun terakhir ini diketahui bahwa pasien DM dapat

pula mempengaruhi otot jantung secara independen. Selain melalui keterlibatan aterosklerosis

dini arteri koroner yang dapat menyebabkan penyakit jantung iskemik juga dapat terjadi

perubahan-perubahan berupa fibrosis interstisial, pembentukan kolagen dan hipertrofi sel-sel otot

jantung. Pada tingkat seluler terjadi gangguan pengeluaran kalsium dari sitoplasma, perubahan

struktur troponin T dan peningkatan aktifitas piruvat kinase. Perubahan-perubahan ini akan

menyebabkan gangguan kontraksi dan relaksasi otot jantung serta peningkatan tekanan end-

diastolic sehingga dapat menimbulkan kardiomiopati restriktif.

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa: 1. Angka kejadian aterosklerosis lebih tinggi

pada pasien DM dibanding populasi non DM; 2. Pasien DM mempunyai risiko tinggi untuk

mengalami trombosis, penurunan fibrinolisis dan peningkatan respon inflamasi; 3. Pada pasien

DM terjadi glikosilasi protein yang akan mempengaruhi integritas dinding pembuluh darah.

Page 7: skenario blok 27

Lesi aterosklerosis pada pasien DM dapat terjadi karena: hiperglikemia, resistensi insulin

dan hiperinsulinemia, hiperamilinemi, inflamasi, trombosis, dislipidemia, hipertensi maupun

hiperhomosisteinemia.

Manifestasi klinis penyakit jantung pada pasien DM yaitu terjadinya iskemi atau infark

miokard kadang-kadang tidak disertai dengan nyeri dada yang khas (angina pektoris). Keadaan

ini dikenal dengan silent myocardial ischaemia atau silent myocardial infarction (SMI).

Terjadinya SMI pada pasien DM diduga akibat gangguan sensitivitas sentral terhadap rangsang

nyeri, penurunan konsentrasi endorpin, neuropati perifer yang menyebabkan denervasi sensorik.

c. Bagaimana hubungan keluhan dengan riwayat penyakit keluarga ?

Jawab :

Faktor ayah pasien yang merupakan pasien PJK menjadi predisposisi PJK yang

berasal dari faktor genetik. Nyeri dada yang dialami oleh Tn. A mungkin adalah

kecemasan akan dirinya apabila dia mengidap PJK karena faktor keturunan maupun

aktivitasnya sehari-hari. Stres atau cemas dapat memicu sistem saraf autonom untuk

meningkatkan kontraksi pembuluh darah koroner sehingga bisa terjadi iskemia

miokard yang dapat menimbulkan nyeri dada.

3. Pemeriksaan Fisik Umum:

Didapatkan data: kesadaran kompos mentis, tekanan darah 120/80 mmHg, denyut

nadi 80x/menit, irama regular, isi yang cukup, RR 18x/menit, JVP tidak meningkat.

a. Bagaimana interpretasi dan patofisiologi dari pemeriksaan fisik umum ?

Jawab :

Kesadaran kompos mentis : normal

Tekanan darah 120/80 mmHg : normal

Denyut nadi 80x/menit, Irama regular, isi yang cukup : normal

RR 18x/menit : normal

JVP tidak meningkat : normal

Page 8: skenario blok 27

4. Pemeriksaan Fisik Khusus Thorax:

Inspeksi menujukkan apeks tidak ada heaving, Nampak di linea medioclavicularis

sinistra SIC IV. Pada palpasi didapatkan apeks di SIC IV linea medioclavicularis

sinistra, tidak ada thrill. Pada perkusi didapatkan pinggang jantung normal, apeks

di SIC IV linea medioclavicularis sinistra. Pada auskultasi bunyi jantung I

intensitas normal, bunyi jantung II intensitas normal, normal splitting. Tidak ada

murmur. Tidak ada gallop. Tidak ada rochi.

a. Bagaimana interpretasi dan patofisiologi dari pemeriksaan fisik khusus thorax ?

Jawab :

Inspeksi menujukkan apeks tidak ada heaving. Nampak di linea

medioclavicularis sinistra SIC IV : normal

Pada palpasi didapatkan apeks di SIC IV linea medioclavicularis sinistra,

tidak ada thrill : normal

Pada perkusi didapatkan pinggang jantung normal, apeks di SIC IV linea

medioclavicularis sinistra : normal

Pada auskultasi bunyi jantung I intensitas normal, bunyi jantung II intensitas

normal, normal splitting. Tidak ada murmur. Tidak ada gallop. Tidak ada

rochi : normal

5. Pemeriksaan Penunjang:

Pemeriksaan laboratorium normal. Pemeriksaan tambahan ECG normal. Pada foto

thorax CTR = 0,49, vaskularisasi perifer normal, aorta tidak menonjol, pinggang

jantung normal. Apeks tidak bergeser ke lateral atau lateral bawah. Pemeriksaan

exercise stress test (treadmill test) normal. Pemeriksaan echocardiography

menunjukkan jantung dalam batas normal.

a. Bagaimana interpretasi dan patofisiologi dari pemeriksaan penunjang ?

Jawab :

ECG Normal : normal

Page 9: skenario blok 27

CTR 0,49 :

Perhitungan CTR (Cardio Thoracis Ratio)

CTR= {(A+B)/(C1+C2)}x 100%

o A= Titik terjauh jantung kanan.

o B= Titik terjauh jantung kiri.

o C= Garis yang melalui kedua sudut costofrenicus yang melewati

cardiofrenicus.

Normal: 48-50 %

CTR>50% = Cardiomegali

Pada kasus didapatkan 0,49 = 49% yang berarti normal

Vaskularisasi perifer Normal : normal

Aorta tidak menonjol : normal

Pinggang jantung normal : normal

Apeks tidak bergeser ke lateral atau lateral bawah : normal

Pemeriksaan exercise stress (treadmill test) normal : normal

Pemeriksaan ekokardiografi menunjukkan jantung dalam batas normal:

normal

b. Bagaimana cara pemeriksaan exercise stress test ?

Jawab :

1. Persiapan untuk pasien

Malamnya tidur cukup Sebaiknya dua jam sebelum dilakukan tindakan tidak boleh makan Pada pagi harinya sebaiknya jangan olahraga dulu. Untuk diagnostic sebaiknya obat-obatan kardiovaskuler (beta blocker) dihentikan sesuai

dengan perintah dokter. Harus bawa surat consult dari dokter.

2. Persiapan  Alat

Satu set alat treadmill Kertas printer teradmill Emergencytroly lengkap dan defibilator Plester Elektrode

Page 10: skenario blok 27

Oksigen Tensimeter dan stetoscpoe jelly Alkohol 70 % dan kassa  non steril Tissue/Handuk kecil Celana, baju dan sepatu  yang layak dipakai untuk treadmill.

3. Cara kerja

1. Pasien di anamnesa dan menjelaskan tentang tata cara,maksud, manfaat dan resiko dari treadmill.

2. Menentukan  target HR submaximal dan maximal (target HR max : 220 dikurang umur dan submaximal adalah 85 % dari target HR max)

3. Pasien menandatangani formulir informed consent.4. Pasien dipersilahkan ganti pakaian, celana dan sepatu treadmill yang telah disediakan.5. Pasien berbaring denagn tenang di tempat tidur6. Bersihkan tubuh pasien pada lokasi pemasangan electrode dengan menggunakan kassa

alkohol.7. Tempelkan electrode sesuai dengan tempat yang sudah ditentukan.8. Sambungkan dengan kabel treadmill9. Fiksasi electrode dengan sempurna10. Masukkan data pasien ke alat treadmill11. Ukur tekanan darah12. Rekam EKG 12 leads13. Jalankan alat treadmill dengan kecepatan sesuai dengan prosedur.14. Setiap tiga menit speed dan elevation akan bertambah sesuai dengan prosedur yang sudah

ditentukan.15. Pantau terus perubahan EKG dan keluhan pasien selama tets.16. Rekam EKG 12 leads dan BP setiap tiga menit.17. Hentikan test sesuai dengan prosedur

4. Recovery 

1. Rekam EKG 12 leads dan ukur tekanan darah setelah test dihentikan.2. Persilahkan pasien untuk duduk/berbaring.3. Pantau terus gambaran EKG selama pemulihan.4. Rekam EKG 12 leads dan ukur tekanan darah setiap tiga menit.5. Pemulihan biasanya selama enam menit/sembilan menit (hingga gambaran EKG ,HR,

dan tekanan darah kembali seperti semula)6. Menberitahukan pada pasien bahwa test sudah selesai.7. Lepaskan elektrode dan manset BP.8. Bersihkan jelly yang menempel di dada pasien .9. Merapihkan kembali alat–alat pada tempatnya.10. Sebaiknya selama 15 menit pasca treadmill test pasien masih berada dalam pengawasan

petugas.

Page 11: skenario blok 27

c. Bagaimana cara menilai CTR pada foto thorax ?

Jawab :

Perhitungan Cardiothoracic Ratio (CTR)

Setelah foto thorax PA sudah jadi, maka untuk membuat perhitungan CTR nya kita

harus membuat garis-garis yang akan membantu kita dalam perhitungan CTR ini.

1. Buat garis lurus dari pertengahan thorax (mediastinum) mulai dari atas sampai ke

bawah thorax.

2. Tentukan titik terluar dari kontur jantung sebelah kanan dan namakan sebagai titik

A.

3. Tentukan titik terluar dari kontur jantung sebelah kiri dan namakan sebagai titik B.

4. Buat garis lurus yang menghubungkan antara titik A dan B

5. Tentukan titik terluar bayangan paru kanan dan namakan sebagai titik C.

6. Buat garis lurus yang menghubungkan antara titik C dengan garis mediastinum.

7. Perpotongan antara titik C dengan garis mediastinum namakan sebagai titik D

Jika foto thorax digambar dengan menggunakan aturan di atas maka akan di dapatkan

foto thorax yang sudah di beri garis seperti di bawah ini :

Page 12: skenario blok 27

Setelah dibuat garis-garis seperti di atas pada foto thorax, selanjutnya kita hitung

dengan menggunakan rumus perbandingan sebagai berikut :

Ketentuan : Jika nilai perbandingan di atas nilainya 50% (lebih dari/sama dengan

50% maka dapat dikatakan telah terjadi pembesaran jantung (Cardiomegally)

Contoh :

Pada sebuah foto thorax, setelah dibuat garis-garis untuk menghitung Cardiothoracic

Ratio, di dapat nilai-nilai sebagai berikut :

Panjang garis A ke B = 10 cm

Panjang garis C ke D = 15 cm

Dari nilai-nilai di atas, apakah jantun pada pasien tersebut dapat dikategorikan

Page 13: skenario blok 27

sebagai Cardiomegally atau tidak?

Jawab :

Sesuai dengan rumus perbandingan yang telah dijelaskan, maka kita masukan nilai-

nilai tersebut di atas.

karena nilai ratio nya melebihi 50%, maka jantung pasien tersebut dapat

dikategorikan Cardiomegally (terjadi pembesaran jantung).

d. Apa pemeriksaan penunjang lain yang diperlukan pada kasus ?

Jawab :

-          EKG;

adanya depresi segmen ST yang baru menunjukkan kemungkinan adanya iskemi akut. Gelombang T

negatif juga salah satu tanda iskemi atau NSTEMI. Perubahan gelombang ST dan T yang

nonspesifik seperti depresi sgemen ST kurang dari 0,5mm dan gelombang T negatif kurang dari

2 mm tidak spesifik untuk iskemi, dan dapat disebabkan karena hal lain. Pada unstable angina

4% EKGnya normal.

-          Exercise Test.

Pasien yang telah stabil dengan terapi medikamentosa dan menunjukkan tanda resiko tinggi perlu

pemeriksaan exercise test dengan alat treadmill. Bila hasilnya negatif, maka prognosis baik. Bila

hasilnya positif, lebih-lebih bila didapatkan depresi segmen ST yang dalam, dianjurkan untuk

dilakukan pemeriksaan angiografi koroner untuk menilai keadaan pembuluh koronernya apakah

perlu tindakan revaskularisasi, karena resiko terjadinya komplikasi kardiovaskular dalam waktu

mendatang cukup besar.

-          Ekokardiografi.

Tidak memberikan data untuk diagnosis unstable angina secara langsung. Tapi bila tampak adanya

gangguan faal ventrikel kiri, mitral insufisiensi dan abnormalitas gerakan dinding regional

jantung menandakan prognosis kurang baik.

-          Pemeriksaan Laboratorium.

Page 14: skenario blok 27

Dianggap ada mionekrosis bila troponin T atau I positif sampai dalam 24 jam. Troponin tetap positif

sampai 2 minggu. Resiko kematian bertambah dengan tingkat kenaikan troponin. Kenaikan CRP

dalam SKA berhubungan dengan mortalitas jangka panjang.

HIPOTESIS

Tuan A, 40 tahun dengan keluhan nyeri dada diduga mengalami unstable angina.

TEMPLATE (unstable angina)

1. How to diagnose

2. DD

3. WD

4. Epidemiologi

5. Etiologi

6. Patofisiologi

7. Tatalaksana

Opsi-opsi (pilihan-pilihan) perawatan termasuk:

istirahat,

obat-obat (nitroglycerin, beta blockers, calcium channel blockers),

percutaneous transluminal coronary angioplasty (PTCA), atau

coronary artery bypass graft surgery (CABG).

Obat-Obat

a. Nitroglycerin

Istirahat, tablet-tablet nitroglycerin (ditempatkan dibawah lidah), dan

spray-spray nitroglycerin semuanya menghilangkan angina dengan mengurangi

permintaan otot jantung untuk oksigen. Nitroglycerin juga menghilangkan spasme

dari arteri-arteri koroner dan dapat mendistribusikan lagi aliran darah arteri

koroner ke area-area yang paling memerlukan itu. Nitroglycerin yang bekerja

singkat dapat diulangi pada interval-interval lima menit. Jika 3 dosis-dosis dari

Page 15: skenario blok 27

nitroglycerin gagal untuk menghilangkan angina, perhatian medis lebih jauh

direkomendasikan. Nitroglycerin yang bekerja singkat juga dapat digunakan

sebelum pengerahan tenaga untuk mencegah angina.

Preparasi-preparasi nitroglycerin yang bekerja lama, seperti tablet-

tablet Isordil, Nitro-Dur transdermal systems (berbentuk tempelan), dan obat

salep Nitrol adalah bermanfaat dalam mencegah dan mengurangi frekwensi dan

intensitas dari episode-episode pada pasien-pasien dengan angina kronis.

Penggunaan preparasi-preparasi nitroglycerin mungkin menyebabkan sakit-sakit

kepala dan kepeningan yang disebabkan oleh penurunan tekanan darah yang

berlebihan.

b. Beta Blockers

Beta blockers menghilangkan angina dengan menghalangi efek dari

adrenaline pada jantung. Menghalangi adrenaline mengurangi denyut jantung,

menurunkan tekanan darah, dan mengurangi kekuatan memompa dari otot

jantung, semua darinya mengurangi permintaan otot jantung untuk oksigen. Beta

blockers termasuk:

acebutolol (Sectral)

atenolol (Tenormin)

bisoprolol (Zebeta)

metoprolol (Lopressor, Lopressor LA, Toprol XL)

nadolol (Corgard)

propranolol (Inderal)

timolol (Blocadren)

Efek-efek sampingan termasuk:

perburukan asma,

penurunan denyut jantung dan tekanan darah yang berlebihan,

depresi,

kelelahan,

impoten,

tingkat-tingkat kolesterol yang naik, dan

Page 16: skenario blok 27

sesak napas yang disebabkan oleh fungsi otot jantung yang berkurang (gagal

jantung kongestif).

c. Calcium Channel Blockers

Calcium channel blockers membebaskan angina dengan menurunkan

tekanan darah, dan mengurangi kekuatan memompa dari otot jantung, dengan

demikian mengurangi permintaan oksigen otot. Calcium channel blockers juga

menghilangkan spasme (kejang) arteri koroner. Calcium channel blockers

termasuk:

amlodipine (Norvasc)

bepridil (Vascor)

diltiazem (Cardizem)

felodipine (Plendil)

isradipine (Dynacirc)

nicardipine, (Cardene)

nifedipine (Adalat, Procardia)

nimodipine (Nimotop)

nisoldipine (Sular)

verapamil (Calan)

Efek-efek sampingan termasuk:

pembengkakan dari kaki-kaki,

penurunan denyut jantung dan tekanan darah yang berlebihan, dan

fungsi otot jantung yang terdepresi.

d. Angioplasty dan Coronary Artery Bypass Surgery

Ketika pasien-pasien terus menerus mempunyai angina meskipun dengan

kombinasi-kombinasi obat-obat nitroglycerin yang ditolerir secara maksimum,

beta blockers dan calcium channel blockers, kateterisasi jantung dengan coronary

arteriography diindikasikan. Tergantung pada lokasi dan keparahan dari penyakit

pada arteri-arteri koroner, pasien-pasien dapat dirujuk untuk balloon

angioplasty(percutaneous transluminal coronary angioplasty atau PTCA)

atau coronary artery bypass graft surgery (CABG) untuk meningkatkan aliran

darah arteri koroner.

Page 17: skenario blok 27

8. Edukasi dan Pencegahan

9. Komplikasi

10. Prognosis

11. SKDI

LEARNING ISSUE

1. Anatomi Jantung

2. Angina Pectoris

Page 18: skenario blok 27

DAFTAR PUSTAKA

Kusmana, Dede. Hanafi, Moechtar. 1996. Patofisiologi Penyakit Jantung Koroner dalam

Rilantono, Lily Ismudiati. Baraas, Faisal. Karo, Santoso Karo. Roebiono, Poppy

Surwianti. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: FKUI.

Biermann, E. L. 2007. Aterosklerosis dan Bentuk Arteriosklerosis Lainnya.

Dalam: Isselbacher, K. J., E. Braunwald, J. D. Wilson, J. B. Martin, A.

S. Fauci, D. L. Kasper. 2007. Harrison, Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit

Dalam . Edisi 13. Volume 3. Terjemahan Asdie, A. H., et. al. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC. pp: 1244-54.

Sudoyo, Aru W. dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta: Pusat

Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Froelicher F V and Myers N Jonathan, (2007), Manual of exercise

testing, third edition, Mosby


Top Related