perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
0
SISTEM PEMBENTUKAN VERBA
BAHASA BATAK ANGKOLA DARI DASAR VERBA
TESIS Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan
Untuk Mencapai Derajat Magister
Program Studi Linguistik Minat Utama Linguistik Deskriptif
Oleh: Husniah Ramadhani Pulungan
S110908006
PROGRAM STUDI LINGUISTIK PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
ABSTRAK Husniah Ramadhani Pulungan. S110908006. Sistem Pembentukan Verba Bahasa Batak Angkola dari Dasar Verba. Pembimbing I: Prof. Dr. H.D. Edi Subroto. Pembimbing II: Dr. Djatmika, M.A. Tesis: Program Studi Linguistik, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. Maret, 2011.
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan afiks-afiks derivasional dan afiks-afiks infleksional pembentuk verba Bahasa Batak Angkola (BBA) dari dasar verba beserta aspek semantik dan keproduktifannya. Penyediaan data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik rekam, teknik pustaka, dan teknik kerjasama dengan informan, lalu teknik simak, teknik sadap, teknik simak bebas libat cakap, dan teknik catat adalah sebagai teknik lanjutannya. Sumber data dalam penelitian ini adalah kaset, interview dengan informan, dan beberapa buku yang ditulis dalam BBA. Adapun data yang dianalisis berupa verba dalam BBA baik monomorfemik maupun polimorfemik yang tuturan/ kalimatnya mengalami afiks derivasi dan afiks infleksi. Metode yang digunakan dalam analisis data adalah metode agih atau distribusional dengan teknik urai unsur terkecil (ultimate constituent analysis), teknik urai/ pilih unsur langsung (immediate constituent analysis), teknik oposisi dua-dua, dan teknik perluasan atau ekspansi. Penelitian ini juga menggunakan metode padan dengan teknik dasar pilah unsur tertentu. Hasil analisis data, menunjukkan bahwa dari 100 verba dasar transitif dan 25 dasar verba intransitif yang berada dalam ruang lingkup Paradigma I adalah sebagai berikut. Bentuk-bentuk afiks derivasional adalah kategori D–i dan kategori D–kon. Aspek semantiknya adalah makna afiks derivasional –i (frekuentatif, dan lokatif), dan makna afiks derivasional –kon (benefaktif, melakukan dengan perbuatan alat, melakukan dengan sungguh-sungguh (intensif), kausatif, dan direktif), sedangkan produktifitasnya terbatas karena sifatnya yang unpredictable. Bentuk-bentuk afiks infleksional adalah kolom A (kategori maN-D, di-D, hu-D, di-D-ho, di-D-ia, tar-D), kolom B (kategori maN-D-i, di-D-i, hu-D-i, di-D-iho, di-D-iia, tar-D-i), dan kolom C (kategori maN-D-kon, di-D-kon, hu-D-kon, di-D-konho, di-D-konia, tar-D-kon). Aspek semantiknya adalah bentuk baris 1 berfokus pada agen, sedangkan baris 2-6 berfokus pada pasien, kemudian produktifitasnya luas karena sifatnya yang predictable. Namun, terdapat beberapa verba tertentu yang tidak dapat dilekati afiks derivasi dan infleksi karena alasan semantis, dan beberapa verba, hukumnya harus dihapal karena sudah menjadi konvensi di masyarakat. Sistem pembentukan verba Bahasa Batak Angkola adalah salah satu objek kajian di bidang Linguistik Deskriptif. Karenanya, penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi untuk penelitian sejenis berikutnya. Semoga, penelitian ini dapat menjadi salah satu pedoman dalam upaya pelestarian bahasa Nusantara sebagai kekayaan bangsa. (Kata Kunci: derivasi, infleksi, afiks, semantik, transitif, intransitif, verba).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bahasa Batak Angkola (selanjutnya BBA) adalah salah satu bahasa
Nusantara yang sudah mulai mengalami pergeseran dalam pemakaiannya. Hal itu
disebabkan oleh adanya budaya merantau dan datangnya para perantau dari
daerah lain yang mau tidak mau secara langsung ataupun tidak langsung
membawa perubahan budaya dan bahasa bagi masyarakat itu sendiri baik di kota
maupun di desa. Di samping itu, walaupun para orang tua masih menggunakan
BBA dalam kehidupan sehari-hari, ternyata akibat era globalisasi kecenderungan
para orang tua untuk lebih mengajarkan bahasa Indonesia atau bahasa asing
kepada para generasi penerusnya lebih besar daripada mengajarkan BBA, dengan
tujuan agar para generasi penerus ini dapat mengikuti perkembangan zaman yang
sudah semakin canggih.
Di satu sisi, sikap para orang tua ini berdampak positif karena dilandasi
rasa ingin maju, tetapi di sisi lain sangat disayangkan sekali karena tanpa disadari
sikap para orang tua yang demikian dapat membuat penggunaan BBA semakin
lama semakin berkurang dan akhirnya bahasa daerah ini bisa punah. Hal ini tidak
boleh terjadi, karena BBA merupakan warisan sejarah yang sudah turun-temurun
berperan sebagai alat komunikasi yang signifikan antarmasyarakat Batak
Angkola. Alangkah baiknya apabila masyarakat Batak Angkola mau menyadari
dan mau bersama-sama menjaga dan melestarikan bahasa daerah ini. Setidaknya,
1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
walaupun tidak digunakan dalam kehidupan sehari-hari karena faktor situasional,
masyarakat dapat menggunakannya dalam keluarga atau ketika bertemu sanak
saudara karena itu merupakan sebuah ciri dan kebanggaan bagi bangsa Indonesia
khususnya bagi masyarakat Batak Angkola tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, penulis ingin ikut berperan serta dalam
pelestarian BBA dengan membuat penelitian mengenai sistem verba BBA yang
bertujuan agar masyarakat Batak Angkola baik para orang tua maupun generasi
muda dapat mempelajari BBA. Selanjutnya, penelitian ini juga diharapkan
bermanfaat bagi masyarakat guru bahasa, masyarakat linguistik, dan masyarakat
umum yang ingin mengetahui dan menambah wawasan tentang BBA. Senada
dengan pernyataan di atas, Harahap (2007:ii) menyatakan bahwa Undang-Undang
No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberi peluang dalam rangka
melestarikan budaya daerah sebagai bagian dari budaya nasional.
Ginting (1997:2) menekankan dalam UUD 1945 bab XV ayat 1 dan 2
dipaparkan bahwa bahasa-bahasa daerah masih dipakai sebagai alat perhubungan
dan alat komunikasi yang hidup, dihargai dan dipelihara oleh negara. Hal ini
dikarenakan bahasa daerah itu adalah bahagian dari kebudayaan nasional yang
tetap hidup dan berkembang. Dengan demikian, bahasa daerah itu adalah
pendukung kebudayaan serta menjadi lambang identitas daerah yang turut
menunjang pembinaan bahasa nasional. Berlandaskan pernyataan-pernyataan di
atas diharapkan pelaksanaan sosialisasi dari pelestarian BBA ini akan lebih mudah
dan terbuka.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
BBA merupakan bagian dari jenis bahasa suku Batak yang terdapat di
Sumatera Utara. Menurut Hutahuruk (1987:6) suku Batak itu mempunyai tujuh
sub suku: Toba, Dairi, Angkola, Mandailing, Campuran, Karo dan Simalungun.
Adapun pembagian tempat tinggalnya adalah sebagai berikut:
1) Daerah Kabupaten Tapanuli Utara
a. Orang Batak Toba berada di pulau Samosir (Pangururan); sekitar
Danau Toba (Balige); tanah datar Humbang (Siborong-borong); dan
lembah Silindung (Tarutung).
b. Orang Batak Dairi di tanah Pakpak dengan kota Sidikalang.
2) Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan
a. Orang Batak Angkola berada di sekitar Padangsidimpuan, Sipirok dan
Gunung Tua;
b. Orang Mandailing berada di sekitar Panyabungan, Natal dan Muara
Sipongi.
3) Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah (Pesisir)
Di daerah ini yang tinggal adalah pertemuan orang Batak Toba (mayoritas)
dengan orang Batak Angkola dan orang pendatang dari luar suku Batak;
terdapat di daerah pantai dari Sibolga sampai Barus.
4) Daerah Kabupaten Karo, Sumatera Timur adalah tempat tinggal orang Batak
Karo (Kabanjahe).
5) Derah Kabupaten Simalungun, Sumatera Timur adalah tempat tinggal orang
Batak Simalungun (Pematangsiantar).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
Tarigan dalam Hasibuan (1972:6) membagi bahasa-bahasa Batak
sebagai berikut:
1. Angkola
2. Karo
3. Mandailing
4. Pakpak
5. Simalungun
6. Toba
Tinggibarani (2008:1) menyatakan bahwa bahasa Angkola adalah salah
satu bahasa di daerah Tapanuli bahagian Selatan, yang dipergunakan sehari-hari
oleh masyarakat Marancar, Angkola, Sipirok, Padangbolak/Padanglawas,
Barumun-Sosa, dan dapat dimengerti oleh penduduk daerah kabupaten
Mandailing Natal, dengan dialek atau logat yang berbeda.
Hasibuan (1972:14) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan
masyarakat Angkola ialah orang-orang yang masih terikat dengan kebudayaan
Angkola dalam hidupnya sehari-hari dan memakai bahasa Angkola sebagai
bahasa ibunya. Kemudian, Siregar dan Nasution (dalam Hasibuan (1972:14-15))
menjelaskan bahwa daerah yang memakai bahasa Angkola meliputi kecamatan
Padangsidimpuan, kecamatan Sipirok, kecamatan Batangtoru, kecamatan Batang
Angkola, kecamatan Sosopan, kecamatan Padangbolak dan kecamatan Barumun
Tengah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
Gambar 1. Peta Kabupaten Tapanuli Selatan
Gambar peta Kabupaten Tapanuli Selatan di atas menunjukkan batas
wilayah antara daerah Angkola dan daerah Batak lainnya. Daerah Angkola berada
di antara daerah Mandailing dan daerah Toba sehingga BBA mendapat pengaruh
dari bahasa Batak Angkola dan bahasa Batak Toba, baik dalam penulisan,
pengucapan, dan perbendaharaan kata. Walaupun demikian, BBA adalah tetap
bahasa yang berdiri sendiri.
Situs profil daerah kabupaten Tapanuli Selatan menyatakan bahwa
penduduk kabupaten Tapanuli Selatan atau penduduk Angkola berjumlah 629,212
jiwa. Berdasarkan jumlah penduduk ini dapat dilihat bahwa sebenarnya masih
terdapat potensi yang besar dalam mengembangkan dan melestarikan BBA ini.
Penelitian tentang BBA memang sudah mengalami perkembangan,
mulai dari masalah tata bahasa sampai pada budayanya. Namun sangat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
disayangkan penelitian tentang sistem pembentukan verba masih kurang
mendapat perhatian.
Chafe (1973:10) yang menyatakan bahwa struktur semantik dibentuk
dari verba sebagai pusatnya, yang kemudian disertai nomina yang berhubungan
dengannya. Dalam hal ini, verba memiliki peranan yang penting dalam struktur
semantik karena verba merupakan inti informasi dari suatu tuturan dalam
berkomunikasi. Pernyataan ini senada dengan Alwi, dkk., (2003) yang
menjelaskan bahwa verba merupakan unsur yang sangat penting dalam kalimat
karena dalam kebanyakan hal verba berpengaruh besar terhadap unsur-unsur lain
yang harus atau boleh ada dalam kalimat tersebut.
Berdasarkan pernyataan di atas peneliti tertarik untuk meneliti sistem
pembentukan verba BBA dari dasar verba. Penelitian ini hanya fokus pada
masalah morfologi mengenai afiks-afiks derivasional dan infleksional pembentuk
verba dari dasar verba BBA yang nantinya akan menghasilkan sistem
pembentukan verba BBA kelas I dan kelas II dalam paradigma I.
B. Perumusan Masalah
Sebagaimana telah diuraikan dalam latar belakang masalah, penelitian
ini merupakan kajian atas sistem pembentukan verba BBA dari morfem dasar.
Masalah yang dikaji dalam penelitian ini diwujudkan dalam serangkaian bentuk
pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah afiks-afiks derivasional pembentuk verba BBA dari dasar
verba?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
2. Bagaimanakah aspek semantik dari keproduktifan afiks-afiks derivasional?
3. Bagaimanakah afiks-afiks infleksional pembentuk verba BBA dari dasar verba?
4. Bagaimanakah aspek semantik dari keproduktifan afiks-afiks derivasional?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk memperoleh
deskripsi tentang sistem pembentukan verba BBA dari morfem dasar yang secara
rinci dijabarkan sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan afiks-afiks derivasional pembentuk verba BBA dari dasar
verba.
2. Mendeskripsikan aspek semantik dari keproduktifan afiks-afiks derivasional.
3. Mendeskripsikan afiks-afiks infleksional pembentuk verba BBA dari dasar
verba.
4. Mendeskripsikan aspek semantik dari keproduktifan afiks-afiks derivasional.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan akan menjadi bahan informasi dan rujukan
tentang sistem afiks derivasi dan afiks infleksi dari dasar verba BBA bagi
penelitian-penelitian selanjutnya dalam usaha melestarikan bahasa daerah yaitu
BBA.
Berdasarkan uraian di atas, maka manfaat penelitian ini dapat
dirumuskan menjadi dua bagian pokok, yakni:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
1) Manfaat teoretis
1. Sebagai hasil dokumentasi dan deskripsi BBA yang dapat digunakan
sebagai sumber informasi untuk penelitian-penelitian berikutnya.
2. Sebagai bahan perbandingan terhadap bahasa-bahasa daerah yang ada di
Nusantara sebagai pelestarian bahasa daerah.
3. Sebagai sumber informasi untuk penyusunan tata BBA khususnya yang
berkaitan dengan verba.
4. Penelitian ini dapat memperkaya kajian di bidang linguistik pada
umumnya dan di bidang morfologi BBA pada khususnya.
2) Manfaat praktis
1. Menambahkan dan menumbuhkembangkan kecintaan masyarakat
Angkola terhadap BBA.
2. Sebagai bahan pengajaran bahasa daerah terutama tentang sistem sistem
afiks derivasi dan afiks infleksi dari dasar verba BBA.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
BAB II
LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN
A. Landasan Teori
Penulis menguraikan beberapa landasan teori dan kajian pustaka untuk
memberi gambaran tentang uraian penelitian ini dan juga beberapa penelitian
yang telah dilakukan oleh para peneliti sebelumnya.
1. Penjenisan Kata Bahasa Indonesia Secara Umum
Secara umum kata dalam Bahasa Indonesia terdiri atas beberapa jenis.
Alwi, dkk., (2003) memaparkan bahwa kata dapat dibagi menjadi sepuluh jenis
yaitu verba, ajektiva, adverbia, nomina, pronomina, numeralia, kata tugas,
interjeksi, artikula, dan partikel penegas. Kesepuluh jenis kata ini memiliki
peran yang berbeda penerapannya di dalam kalimat yang dapat dilihat sebagai
berikut:
a. Verba merupakan unsur yang sangat penting dalam kalimat karena verba
berpengaruh besar terhadap unsur-unsur lain yang harus atau boleh ada
dalam kalimat tersebut. Contoh: lari, belajar, dan seterusnya.
b. Ajektiva adalah kata yang memberikan keterangan yang lebih khusus
tentang sesuatu yang dinyatakan oleh nomina dalam kalimat. Contoh: baik,
rajin, pintar, putih dan seterusnya.
c. Adverbia adalah kata yang menjelaskan verba, ajektiva, atau adverbia lain.
Contoh: sangat, selalu, hampir, hanya, dan seterusnya.
9
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
d. Nomina adalah kata yang mengacu pada manusia, binatang, benda, dan
konsep atau pengertian. Contoh: guru, kucing, meja, kebangsaan, dan
seterusnya.
e. Pronomina adalah kata yang dipakai untuk mengacu kepada nomina lain.
Contoh: saya, kamu, dia, mereka, dan seterusnya.
f. Numeralia adalah kata yang dipakai untuk menghitung banyaknya maujud
(orang, binatang, atau barang) dan konsep. Contoh: lima hari, setengah
abad, orang ketiga, beberapa masalah, dan seterusnya.
g. Kata tugas hanya mempunyai arti gramatikal dan tidak memiliki arti
leksikal. Arti suatu kata tugas ditentukan bukan oleh kata itu secara lepas,
melainkan oleh kaitannya dengan kata lain dalam frasa atau kalimat.
Contoh: dan, ke, karena, dari, dan seterusnya.
h. Interjeksi adalah kata tugas yang mengungkapkan rasa hati pembicara.
Contoh: ayo, mari, aduh, nah, dan seterusnya.
i. Artikula adalah kata tugas yang membatasi makna nomina, seperti: yang
bersifat gelar, yang mengacu ke makna kelompok, dan yang menominalkan.
Contoh: sang, hang, si, dan seterusnya.
j. Partikel penegas meliputi kata yang tidak tertakluk pada perubahan bentuk
dan hanya berfungsi menampilkan unsur yang mengiringinya. Contoh: -kah,
-lah, -tah, dan pun.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
Selanjutnya, Kridalaksana, dkk., (1985) membagi kategorisasi kata
sebagai berikut:
a. Nomina adalah kategori gramatikal yang tidak dapat bergabung dengan
tidak.
b. Pronomina adalah kategori yang berfungsi untuk menggantikan nomina.
c. Ajektiva adalah kategori kata yang ditandai oleh (1) kemungkinannya
didampingi partikel seperti lebih, sangat, dan agak, atau (2) ciri-ciri
morfologis, seperti -if (dalam sensitif), dan –i (dalam alami). Secara
semantis, ajektiva mengungkapkan makna keadaan suatu benda.
d. Numeralia adalah kategori gramatikal yang tidak bergabung dengan tidak
tapi dapat bergabung dengan nomina, seperti dalam dua guru. Istilah
numeralia dipakai menyatakan konsep sintaksis yang mewakili bilangan
yang terdapat dalam alam di luar bahasa.
e. Verba adalah kategori gramatikal yang dalam konstruksi mempunyai
kemungkinan diawali dengan kata tidak, tidak mungkin diawali dengan kata
di, ke, dari, dan tidak mungkin diawali dengan prefiks ter- ‘paling’. Secara
semantis, verba mengungkapkan makna perbuatan, proses, atau keadaan.
f. Adverbia adalah kategori yang mendampingi kategori verba, ajektiva,
numeralia, adverbia, dan proposisi.
g. Preposisi adalah partikel yang berfungsi menghubungkan kata atau frase
sehingga berbentuk frase eksosentris.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
h. Interogativa adalah kategori dalam kalimat interogatif yang berfungsi
menggantikan sesuatu yang ingin diketahui oleh pembicara atau
mengukuhkan apa yang telah diketahui oleh pembicara.
i. Demonstrativa adalah kategori yang berfungsi untuk menunjukkan
anteseden.
j. Konjungsi adalah kategori yang berfungsi meluaskan satuan yang lain dalam
konstruksi hipotaktis. Konjungsi menghubungkan bagian-bagian ujaran yang
setataran ataupun yang tidak setataran.
k. Interjeksi bertugas mengungkapkan perasaan pembicara dan secara sintaktis
tidak berhubungan dengan kata-kata lain dalam sebuah kalimat.
l. Kategori fatis bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan
pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara. Kategori fatis ini tidak
dapat diucapkan dalam monolog. Kategori fatis ini biasanya terdapat dalam
konteks dialog atau wawacara bersambutan, yaitu kalimat-kalimat yang
diucapkan oleh pembicara dan kawan bicara.
m. Pertindihan kelas kategori, contoh:
(1) Sapi saya mati kemarin. (mati sebagai verba intransitif).
(2) Mati itu bukan akhir segalanya. (mati sebagai nomina).
(3) Ini harga mati. (mati sebagai ajektiva).
Pendapat para ahli di atas menunjukkan bahwa penjenisan kata
secara umum dalam bahasa Indonesia masih belum seragam. Hal ini terjadi
karena penjenisan itu tergantung pada sudut pandang bagaimana membagi
jenis kata tersebut secara umum. Dengan demikian, pembagian jenis kata ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
dapat dimanfaatkan sesuai fungsinya pada saat dibutuhkan. Dalam penelitian
ini, Peneliti hanya akan fokus pada jenis kata verba saja.
2. Verba dalam Bahasa Indonesia dan Ciri-cirinya
Verba merupakan jenis kata yang menjadi inti dari sebuah kalimat
pada umumnya. Verba sudah dapat mewakili aksi apa yang akan dilakukan
oleh subjek kepada objek ataupun sebaliknya. Beberapa penjelasan verba
menurut para ahli dapat dilihat sebagai berikut.
2.1 Ciri-ciri Verba dalam Bahasa Indonesia
Kridalaksana, dkk., (2008:254) menyatakan bahwa verba (verb)
adalah kelas kata yang biasanya berfungsi sebagai predikat; dalam
beberapa bahasa lain verba mempunyai ciri morfologis seperti ciri kala,
aspek, persona, atau jumlah. Sebagian besar verba mewakili unsur
semantis perbuatan, keadaan, atau proses; kelas ini dalam Bahasa
Indonesia ditandai dengan kemungkinan untuk diawali dengan kata tidak
dan tidak mungkin diawali dengan kata sangat, lebih, dan sebagainya;
misalnya datang, naik, bekerja, dan sebagainya.
Alwi, dkk., (2003:87) menyatakan bahwa ciri-ciri verba dapat
diketahui dengan mengamati (1) perilaku semantis, (2) perilaku sintaktis,
dan (3) bentuk morfologisnya. Namun secara umum verba dapat
diidentifikasi dan dibedakan dari kelas kata yang lain, terutama dari
ajektiva, karena ciri-ciri berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
a. Verba memiliki fungsi utama sebagai predikat atau sebagai inti predikat
dalam kalimat walaupun dapat juga mempunyai fungsi lain.
Contoh:
(4) Pencuri itu lari.
(5) Mereka sedang belajar di kamar.
(6) Bom itu seharusnya tidak meledak.
(7) Orang asing itu tidak akan suka masakan Indonesia.
Bagian yang dicetak miring pada kalimat-kalimat di atas adalah predikat,
yaitu bagian yang menjadi pengikat bagian lain dari kalimat itu. Dalam
sedang belajar, tidak meledak, dan tidak akan suka verba belajar, meledak
dan suka berfungsi sebagai inti predikat.
b. Verba mengandung makna inheren perbuatan (aksi), proses, atau keadaan
yang bukan sifat atau kualitas.
Contoh:
(1) Makna inheren perbuatan, seperti: mendekat, mencuri, membelikan,
memukuli, mandi, memberhentikan, menakut-nakuti, dan naik haji.
(2) Makna inheren proses, seperti: mati, jatuh, mengering, mengecil,
meninggal, kebanjiran, terbakar, dan terdampar.
(3) Makna inheren keadaan, seperti: terdingin (paling dingin) dan tersulit
(paling sulit).
c. Verba, khususnya yang bermakna keadaan, tidak dapat dilekati prefiks ter-
yang berarti ‘paling’. Verba seperti mati atau suka misalnya, tidak dapat
diubah menjadi *termati atau *tersuka.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
d. Pada umumnya verba tidak dapat bergabung dengan kata-kata yang
menyatakan makna kesangatan. Tidak ada bentuk seperti *agak belajar,
*sangat pergi, dan *bekerja sekali meskipun ada bentuk seperti sangat
berbahaya, agak mengecewakan, dan mengharapkan sekali.
Selanjutnya, Kridalaksana, dkk., (1985:51) menjelaskan bahwa verba
adalah kategori gramatikal yang dalam konstruksi mempunyai
kemungkinan diawali dengan kata tidak, tidak mungkin diawali dengan
kata di, ke, dari, dan tidak mungkin diawali dengan prefiks ter- ‘paling’.
Secara semantis, verba mengungkapkan makna perbuatan,
proses, atau keadaan. Jika dilihat dari bentuknya, verba dapat dibedakan
atas verba dasar bebas dan verba turunan. Jika dilihat dari banyaknya
argumen, verba dapat dibedakan menjadi verba intransitif dan verba
transitif. Jika dilihat dari hubungan verba dengan argumen, verba dapat
dibedakan menjadi verba aktif dan verba pasif. Jika dilihat dari interaksi
antara argumen, verba dapat dibedakan atas verba resiprokal dan verba
nonresiprokal. Jika dilihat dari sudut referensi dan argumennya, verba
dapat dibedakan atas verba reflektif dan verba nonreflektif. Jika dilihat
dari sudut hubungan identifikasi antara kedua argumennya, dapat
dibedakan verba kopulatif dan verba ekuatif.
Beberapa penjelasan di atas, memperlihatkan penjabaran
tentang verba itu sendiri. Namun dalam hal ini, peneliti hanya akan
meneliti hal-hal yang berkenaan dengan bentuk verbanya yaitu verba
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
dasar dan verba turunan (segi morfologis), dan dari banyaknya argumen
seperti verba intransitif dan verba transitif (segi sintaksis).
2.2 Bentuk Verba Bahasa Indonesia
Menurut Kridalaksana, dkk., (1985:52) bentuk verba terdiri atas
dua, yaitu:
(1) Verba Dasar Bebas
Verba dasar bebas adalah morfem dasar bebas. Contoh:
duduk pergi makan pulang
mandi tidur minum
(2) Verba Turunan
Verba turunan adalah verba yang telah mengalami afiksasi,
reduplikasi, atau gabungan proses. Sebagai bentuk turunan, dapat
kita jumpai verba berafiks dan verba bereduplikasi:
a. Verba berafiks
Contoh: ajari dituliskan
bernyanyi jahitkan
bertaburan kematian
bersentuhan menjalani
melahirkan kehilangan
mempercayai termuat
menari terpikir
menguliti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
b. Verba bereduplikasi
Contoh: bangun-bangun pulang-pulang
ingat-ingat senyum-senyum
makan-makan
Lebih lanjut, Alwi, dkk., (2003) menjabarkan bentuk verba seperti
berikut.
1. Asal: berdiri sendiri tanpa afiks : ada, datang, mandi, tidur, tinggal, tiba, suka, turun, pergi
a. Dasar bebas, : mendarat, melebar, mengering, afiks wajib membesar, berlayar, bertelur, bersepeda, bersuami
2. Turunan b. Dasar bebas, : (mem)baca, (mem)beli, afiks manasuka (meng)ambil, (men)dengar, (be)kerja, (ber)karya, (ber)jalan
c. Dasar terikat, : bertemu, bersua, membelalak, afiks wajib menganga, mengungsi, berjuang
b. Berulang : berjalan-jalan, memukul-mukul, makan-makan
c. Majemuk : naik haji, campur tangan, cuci muka, mempertanggung-jawabkan
Bagan 1. Bentuk Verba
Berdasarkan bagan di atas dapat dilihat bahwa verba dalam Bahasa
Indonesia pada dasarnya mempunyai dua macam bentuk verba, yakni
(1) verba asal: verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks
sintaksis, dan (2) verba turunan: verba yang harus atau dapat memakai
afiks, bergantung pada tingkat keformalan bahasa dan/atau pada posisi
sintaksisnya. Verba turunan dibagi lagi menjadi tiga subkelompok, yakni
(a) verba yang dasarnya adalah dasar bebas (misalnya, darat), tetapi
memerlukan afiks supaya dapat berfungsi sebagai verba (mendarat),
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
(b) verba yang dasarnya adalah dasar bebas (misalnya,baca) yang dapat
pula memiliki afiks (membaca), dan (c) verba yang dasarnya adalah dasar
terikat (misalnya, temu) yang memerlukan afiks (bertemu). Di samping
ketiga subkelompok verba turunan itu, ada juga verba turunan yang
berbentuk kata berulang (misalnya, makan-makan, berjalan-jalan) dan
kata majemuk (misalnya, naik haji, bertanggung jawab).
Merujuk pada pendapat para ahli di atas dapat dinyatakan bahwa
pembagian bentuk verba sudah semakin kompleks dan rinci. Namun,
dalam hal ini peneliti hanya akan meneliti mengenai (1) verba asal dan
(2) verba turunan ((b) dasar bebas, afiks manasuka dan (c) dasar terikat,
afiks wajib).
2.3 Sintaksis Verba Bahasa Indonesia
Kridalaksana, dkk., (1985) menyatakan bahwa verba dalam Bahasa
Indonesia dibedakan atas verba intransitif dan verba transitif. Adapun
penjelasannya adalah sebagai berikut.
2.3.1 Verba Intransitif
Kridalaksana (1985:52-53) menyatakan bahwa verba intransitif
adalah verba yang menghindarkan objek. Proposisi yang memakai verba
ini hanya mempunyai satu argumen. Dalam verba intransitif terdapat
sekelompok verba yang berpadu dengan argumen; misalnya, alih bahasa,
campur tangan, cuci mata, bersepeda, dan bersepatu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
2.3.2 Verba Transitif
Kridalaksana (1985:54) menyatakan bahwa verba transitif adalah
verba yang memerlukan objek. Objek adalah konstituen kalimat yang
kehadirannya dituntut oleh predikat yang berupa verba transitif pada
kalimat aktif (Alwi, dkk., 2003:328). Lebih lanjut beliau menjelaskan
bahwa objek biasanya berupa nomina atau frasa nominal yang berada
langsung di belakang perdikat, dapat menjadi subjek akibat pemasifan
kalimat dan dapat diganti dengan pronomina –nya. Objek terdiri dari
objek langsung dan objek tak langsung. Dikenal juga dengan istilah
Objek dan Pelengkap atau Komplemen. Alwi, dkk., (2003:329)
menyatakan bahwa pelengkap berwujud frasa nominal, frasa verbal, frasa
adjectival, frasa preposisional, atau klausa yang berada langsung
di belakang predikat jika tak ada objek dan di belakang objek kalau unsur
ini hadir. Pelengkap juga tidak dapat menjadi subjek akibat pemasifan
kalimat, serta tidak dapat diganti dengan -nya kecuali dalam kombinasi
preposisi selain di, ke, dari, dan akan. Konfigurasi makna yang
menjelaskan isi komunikasi dari pembicara; terjadi dari predikator yang
berkaitan dengan satu argumen atau lebih disebut Proposisi
(Kridalaksana, 2008:201). Proposisi yang menggunakan verba ini
mempunyai dua atau tiga argumen. Argumen adalah nomina atau frase
nominal yang bersama-sama predicator membentuk proposisi; misalnya:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
proposisi
predikator argumen1 argumenn
Banyaknya objek tergantung pada banyaknya argumen. Berdasarkan
banyaknya argumen, terdapat verba transitif sebagai berikut.
(1) Verba Monotransitif
Verba monotransitif adalah verba yang mempunyai dua argumen.
Contoh:
Proposisi
(8) Saya menulis surat argumen 1 predikator argumen 2 subjek verba monotransitif objek
‘Menulis’ adalah verba monotransitif yang memiliki dua argumen yaitu
‘saya’ dan ‘surat’. ‘Saya’ adalah argumen1 dan ‘surat’ adalah argumen
2. Di samping argumen, kalimat di atas juga memiliki subjek dan
predikat bila ditinjau dari sintaksis. ‘Saya’ berperan sebagai subjek,
sedangkan ‘surat’ berperan sebagai objek. Dari verba ‘menulis’ yang
memunculkan ‘saya’ dan ‘surat’, menunjukkan suatu proposisi yang
menjelaskan makna dari kalimat tersebut.
(2) Verba Ditransitif
Verba ditransitif adalah verba yang mempunyai tiga argumen.
Contoh: Proposisi (9) Ibu memberi adik kue argumen 1 predikator argumen 2 argumen 3 subjek verba ditransitif objek pelengkap/komplemen
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
Verba
‘Memberi’ adalah verba ditransitif yang memiliki tiga argumen yaitu
‘ibu’ sebagai argumen 1, ‘adik’ sebagai argumen 2, ‘kue’ sebagai
argumen 3. Verba ‘memberi’ membutuhkan objek ‘adik’, dan
pelengkap/komplemen ‘kue’. Verba ‘memberi’ memunculkan proposisi
yang menjelaskan makna dari kalimat tersebut di atas.
Kemudian, Alwi, dkk., (2003:97) menyimpulkan perilaku
sintaksis verba seperti yang terlihat pada berikut.
Ekatransitif Transitif Dwitransitif Semitransitif Berpelengkap wajib Taktransitif Tak berpelengkap Berpelengkap manasuka
Bagan 2. Klasifikasi Verba
Berdasarkan bagan di atas dapat dijelaskan bahwa perilaku
sintaksis verba adalah sebagai berikut.
Verba transitif adalah verba yang memerlukan nomina sebagai
objek dalam kalimat aktif, dan objek ini dapat berfungsi sebagai subjek
dalam kalimat pasif. Contohnya:
(10) Ibu sedang membersihkan kamar itu.
(11) Rakyat pasti mencintai pemimpin yang jujur.
Verba yang dicetak miring dalam contoh (10) dan (11) adalah
verba transitif. Masing-masing verba diikuti oleh nomina atau frasa
nominal, yaitu kamar itu, pemimpin yang jujur. Nomina atau frasa
nominal itu berfungsi sebagai objek yang dapat juga dijadikan
subjek pada kalimat pasif seperti berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
(12) Kamar itu sedang dibersihkan oleh ibu.
(13) Pemimpin yang jujur itu pasti dicintai oleh rakyat.
Verba transitif dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
(a) Verba ekatransitif adalah verba transitif yang diikuti oleh satu objek.
Contoh:
(14) Saya sedang mencari pekerjaan.
Mencari pada kalimat (14) adalah verba ekatransitif karena kedua
verba ini hanya memerlukan sebuah objek (pekerjaan). Objek
dalam kalimat yang mengandung verba ekatransitif dapat diubah
fungsinya sebagai subjek dalam kalimat pasif.
(b) Verba Dwitransitif adalah verba yang dalam kalimat aktif dapat diikuti
oleh dua nomina, satu sebagai objek dan satunya lagi sebagai
pelengkap. Contoh:
(15) Saya sedang mencarikan adik saya pekerjaan.
Verba mencarikan pada kalimat (15) adalah verba dwitransitif
karena kalimat tersebut memiliki objek (adik saya) dan pelengkap
(pekerjaan). Objek dapat saja tidak dinyatakan secara eksplisit,
tetapi yang tersirat di dalam kalimat itu tetap menunjukkan adanya
objek tadi. Jadi, kalimat Saya sedang mencarikan pekerjaan
mengandung arti bahwa pekerjaan itu bukan untuk saya, tetapi
untuk orang lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
Contoh lain:
(16) Ibu memberi saya uang
Kalimat di atas, bila dipasifkan akan menjadi “Saya diberi uang
oleh ibu”. Kata ‘Saya’ yang bisa dipasifkan adalah objek,
sedangkan kata ‘oleh ibu’ adalah komplemen/pelengkap.
(c) Verba Semitransitif adalah verba yang objeknya boleh ada dan boleh
juga tidak. Contoh:
(17) Ayah sedang membaca koran.
(18) Ayah sedang membaca.
Kalimat (17) dan (18) menunjukkan bahwa verba membaca adalah
verba semitransitif karena verba itu memiliki objek (koran) seperti
pada contoh (17), tetapi juga boleh berdiri sendiri tanpa objek
seperti pada (18). Jadi, objek untuk verba semitransitif bersifat
manasuka.
Verba taktransitif adalah verba yang tidak memiliki nomina di
belakangnya yang dapat berfungsi sebagai subjek dalam kalimat pasif.
(19) Maaf, Pak, Ayah sedang mandi.
(20) Kami harus bekerja keras untuk membangun negara.
(21) Petani di pegunungan bertanam jagung.
Verba mandi dan bekerja pada (19) dan (20) adalah verba taktransitif
karena tidak dapat diikuti nomina. Verba bertanam pada (21) memang
diikuti oleh nomina jagung, tetapi nomina itu bukanlah objek dan
karenanya tidak dapat menjadi subjek dalam kalimat pasif. Karena itu,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
bertanam disebut verba taktransitif, sedangkan jagung merupakan
pelengkap.
Verba taktransitif juga dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
(a) Verba taktransitif berpelengkap wajib
Contoh:
(22) Rumah orang kaya itu berjumlah dua puluh buah.
Verba berjumlah (22) adalah verba berpelengkap, termasuk
verba semitransitif dan pelengkap verba itu harus ada dalam
kalimat. Jika pelengkap itu tidak hadir, kalimat yang
bersangkutan tidak sempurna dan tidak berterima.
(b) Verba taktransitif tak berpelengkap
Contoh:
(23) Gadis itu tersipu-sipu.
Verba tersipu-sipu adalah verba yang tidak dapat diberi
pelengkap. Hal ini dikarenakan bahwa di antara verba seperti
itu ada yang diikuti oleh kata atau frasa tertentu yang
kelihatannya seperti pelengkap, tetapi sebenarnya adalah
keterangan.
(c) Verba taktransitif berpelengkap manasuka
Contoh:
(24) Kantongnya berisi uang.
Verba berisi (24) merupakan verba yang berpelengkap. Berisi
adalah verba semitransitif. Uang adalah pelengkap dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
kalimat ini, tapi dalam konteks pemakaian yang lain, verba itu
dapat juga tidak diikuti oleh pelengkapnya. Namun kalimat ini
tidak bisa dipasifkan.
3. Penjenisan Kata Bahasa Batak Angkola Secara Umum
Edi Subroto (1991:34) menyatakan bahwa jenis kata adalah suatu
sistem yang mencakup seperangkat kategori morfologis tertentu dan yang
memperlihatkan perilaku sintaksis tertentu. Jadi dasar paradigma morfologis
dipergunakan bersama dengan dasar sintaksis untuk menentukan jenis kata.
Dalam hal suatu jenis kata tidak mempunyai ciri paradigma morfologis atau
hanya mempunyai ciri paradigma morfologis sedikit, penentuan jenis kata
ditentukan secara sintaksis.
Tinggi Barani (2008) menjelaskan bahwa jenis kata dalam Bahasa
Angkola terdiri dari:
1. Kata ganti diri atau pengganti nama orang lain yang disebut juga dengan
personal pronoun. Contoh: au ‘saya’, ho ‘engkau’, dan seterusnya.
2. Kata kerja atau pekerjaan yang dilakukan yang disebut juga dengan verb.
Contoh: kehe ‘pergi’, mardalan ‘berjalan’, dan seterusnya.
3. Kata petunjuk benda atau demonstrative pronoun yaitu untuk
menunjukkan suatu benda. Untuk menunjuk benda, harus lebih dahulu
diperhatikan jarak benda itu baik dekat, jauh, atau agak jauh. Mengenai
jumlah banyak atau sedikit tidak mempengarui bentuk kata dalam kalimat.
Contoh: indu ‘itu’, indi ‘ini’, dan seterusnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
4. Kata Tanya maksudnya tiap-tiap bertanya harus dimulai dengan kata
tanya. Contoh: didia ‘dimana’, sian dia ‘dari mana’, dan seterusnya.
5. Kata perangkai (preposition) adalah kata yang menghubungkan antara
kata benda yang pertama dengan kata benda yang kedua. Contoh:
(25) Seekor kucing di atas tilam.
Dua benda kucing dan tilam dihubungkan kata di atas, yang disebut
kata perangkai.
6. Keterangan waktu (adjunct of time) adalah kata-kata yang memberi
keterangan agar kalimat itu lebih jelas. Contoh:
sadarion = hari ini
ancogot = besok
dompak = sedang, dan seterusnya.
7. Keterangan tempat (adjunct of place) adalah kata-kata yang menerangkan
tempat. Contoh:
(26) Halahi tinggal dison. ‘Mereka tinggal di sini’
dison = di sini
disandun = di sana, dan seterusnya.
8. Kata bilangan (numeral), contoh:
sada = satu
dua = dua, dan seterusnya.
9. Petunjuk benda (demonstrative pronoun), contoh:
on = ini
indu = itu, dan seterusnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
10. Kata kepunyaan (possessive pronoun) dalam bahasa Angkola berasal dari
kata ke-punya-an, yakni dari kata dasar punya ‘puna’. Contoh:
Au puna = saya punya
Ho puna = engkau punya, dan seterusnya.
11. Kata sifat (adjective) adalah kata yang menjelaskan keadaan. Contoh:
poso = muda
hancit = sakit, dan seterusnya.
12. Kata imbuhan (augmentation) adalah kata yang ditambahkan atau
diimbuhkan pada kata dasar sehingga mengubah pengertian dari kata
dasar. Kata imbuhan ada yang ditempatkan pada awal kata dasar, disebut
panjoloi, akhir kata dasar disebut panyidungi, dan diselipkan pada kata
dasar disebut panyoloti. Contoh:
Kata dasar awalan akhiran sisipan
lojong marlojong lojongkon -
lari berlari larikan -
dan seterusnya.
Selanjutnya, Harahap (2007:401) menyatakan bahwa jenis kata
dalam bahasa Angkola Mandailing disebut “Golongan ni Hata” atau
“Ragam ni Hata” yang terdiri dari:
1. Hata bonda (kata benda) adalah kata yang mengandung pengertian
benda, baik berwujud maupun tidak berwujud, misalnya:
bagas (tekanan suara pada ba…./ pada suku kata pertama) = rumah
tobat (tekanan suara pada to…./ pada suku kata pertama) = tambak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
arsak (tekanan suara pada ar…./ pada suku kata pertama) = kesedihan
2. Hata harejo (kata kerja) adalah kata yang mengandung pengertian
berbuat, misalnya:
oban = bawa
inum = minum
porsan = pikul, dan sebagainya.
3. Hata sifat (kata sifat) adalah kata yang mengandung pengertian
keadaan dari sesuatu, baik kata benda maupun kata ganti, misalnya:
bontar = putih
loja = lelah
pistar = pandai
4. Hata panggonti (kata ganti) adalah kata-kata yang mengandung
pengertian “menggantikan” atau mewakili sesuatu atau benda,
misalnya:
au = saya, aku
ho = engkau
ia = ia, dia, dan seterusnya.
5. Hata patorangkon (kata keterangan) yaitu kata-kata yang menerangkan
sesuatu kata kerja atau kata sifat dalam kalimat, misalnya:
ondope = barusan
natuari = kemarin
dompak = ketika, dan sebagainya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
6. Hata pandjoloi (kata depan) adalah kata yang mendepani kata benda
atau tempat, misalnya:
di = di
tu = ke
sian = dari
7. Hata patuduhon (kata tunjuk) adalah kata yang menunjuk sesuatu,
misalnya:
on = ini
indon = yang ini, dan seterusnya.
8. Hata sapa-sapa (kata tanya) adalah kata yang digunakan untuk
bertanya, misalnya:
aha = apa
ise = siapa
andigan = kapan
9. Hata pandohoti (kata sandang) adalah kata yang mendampingi nama,
misalnya:
si = si, seperti: si Amat
ompu = kakek, nenek, seperti: ompu raja = (si) kakek raja, dan
seterusnya.
10. Hata panyambung (kata penghubung) adalah kata yang berfungsi
menghubungkan kata dengan kata atau kalimat dengan kalimat,
misalnya:
Au dohot ia = saya dan dia, dan seterusnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
11. Hata piopio (kata seru) adalah kata seru yang mengandung seruan,
misalnya:
O! = Oh! Hai, seperti: o anggi! = hai adik(ku)
Ile baya = aduhai, amboi, seperti: ile baya, nada be da be = aduhai,
apa boleh buat, dan seterusnya.
12. Hata etongan (kata bilangan) yaitu kata-kata yang menunjukkan
bilangan, misalnya:
sada = satu
dua = dua
tolu = tiga, dan seterusnya.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, secara umum dapat dilihat
bahwa jenis kata verba terdiri dari verba monomorfemis dan verba
polimorfemis. Verba monorfemis terdiri dari transitif dan intransitif seperti
verba kehe ‘pergi’, tolap ‘tiba’, gadis ‘jual’, dst. Verba polimorfemis dapat
dibentuk dari afiksasi, perulangan, dan majemuk. Namun dalam penelitian
ini yang akan dianalisis hanya verba polimorfemis yang dibentuk dari
afiksasi saja.
3.1 Ciri-ciri Verba Bahasa Batak Angkola
Verba dalam BBA memiliki ciri-ciri umum yang hampir sama dengan
ciri-ciri verba dalam Bahasa Indonesia. Verba (kata kerja) merupakan salah
satu kategori yang memiliki peranan penting dalam bahasa. Verba bisa
berkembang. Sebuah verba dasar dapat menghasilkan verba-verba turunan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
melalui penambahan afiks atau dengan kata lain disebut dengan proses
morfemis. Ini adalah salah satu keistimewaan verba, karena setiap verba yang
mengalami penambahan afiks akan mengalami perubahan nosi. Verba
memiliki makna yang mengacu pada aksi seperti perintah.
Selanjutnya, verba dapat dikenali berdasarkan ciri-ciri yang
dimilikinya. Alwi, dkk. (2003:87-88) menyatakan bahwa ciri-ciri verba dapat
diketahui dengan mengamati perilaku semantik, perilaku sintaksis, dan bentuk
morfologisnya. Namun, secara umum verba dapat diidentifikasi dan dibedakan
dari kelas kata yang lain, terutama dari ajektiva, karena ciri-ciri sebagai
berikut.
a) Verba memiliki fungsi utama sebagi predikat atau sebagai inti predikat
dalam kalimat walaupun dapat juga mempunyai fungsi lain. Contoh:
(27) Pencuri itu lari. ‘Marlojong panangko i’
Marlojong [marl¿j¿N] ‘berlari’, panangko [panaNko] ‘pencuri’, i [i]
‘itu’
(28) Mereka sedang belajar di kamar. ‘Dompak marsiajar halahi di bilik’
Dompak [d¿mpa/] ‘sedang’, marsiajar [marsiajar] ‘belajar’, halahi
[halahi] ‘mereka’, di [di] ‘di’, bilik [bIlI/] ‘kamar’
(29) Bom itu seharusnya tidak meledak. ‘Samustina bom i inda mapultak’
Samustina [samùstIna] ‘semestinya’, bom [b¿m] ‘bom’, i [i] ‘itu’,
inda [inda] ‘tidak’, mapultak [mapùlta/] ‘meledak’.
(30) Orang asing itu tidak akan suka masakan Indonesia. ‘Nangkan giot
halak asing i masakan ni Indonesia’
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
Nangkan [naNkan] ‘tidak akan’, giot [gIot] ‘mau/suka’, halak
[hala/] ‘orang’, asing [asIN] ‘asing’, i [i] ‘itu’, masakan
[masakan] ‘masakan’, ni [ni] ‘dari’, Indonesia [ind¿nesia]
‘Indonesia’.
Bagian yang dicetak miring pada kalimat-kalimat di atas adalah
predikat, yaitu bagian yang menjadi pengikat bagian lain dari kalimat
itu. Selanjutnya, dalam sedang belajar ‘dompak marsiajar’ (dompak
‘sedang’ – marsiajar ‘belajar’à marsi- ‘ber-’ + ajar ‘ajar’), tidak
meledak ‘inda mapultak’ (inda ‘tidak’ – mapultak ‘meledak’ à ma-
‘me-’ + pultak ‘ledak’), dan tidak akan suka ‘nangkan giot’ (nangkan
‘tidak akan’ – giot ‘suka’), verba belajar ‘marsiajar’ , meledak
‘mapultak’ dan suka ‘giot’ berfungsi sebagai inti predikat.
b) Verba mengandung makna inheren perbuatan (aksi), proses, atau keadaan
yang bukan sifat atau kualitas. Contohnya maridi ‘mandi’, madabu ‘jatuh’,
mapultak ‘meledak’.
c) Verba, khususnya yang bermakna keadaan, tidak dapat diberi prefiks ter-
yang berarti ‘paling’. Verba seperti mati ‘mate’ atau suka ‘giot’, misalnya,
tidak dapat diubah menjadi *termati ‘tarmate’ atau *tersuka ‘targiot’.
d) Pada umumnya verba tidak dapat bergabung dengan kata-kata yang
menyatakan makna kesangatan. Tidak ada bentuk seperti *agak belajar
‘tarmarsiajar’, *sangat pergi ‘sangat kehe’, dan *bekerja sekali
‘markarejo situtu’ meskipun ada bentuk seperti sangat berbahaya ‘sangat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
marbahaya’, agak mengecewakan ‘tar mangacewaon’, dan
mengharapkan sekali ‘amana harop’.
e) Verba BBA biasanya terletak di awal subjek dalam kalimat. Misalnya:
(31) marsiajar halalai di sikola [marsiajar halalai di sik¿la] ‘Mereka
belajar di sekolah’. Marsiajar adalah verba, halalai adalah mereka, di
sikola adalah keterangan. Namun, dalam penerjemahannya menjadi
‘Belajar mereka di sekolah’, dan untuk penerjemahan yang lebih baik
untuk dimengerti adalah ‘Mereka belajar di sekolah’. Tetapi, verba BBA
juga sering terletak setelah subjek. Seperti (32) Ia marlojong [ia
marl¿j¿N] ‘Dia berlari’. Ia adalah subjek, dan marlojong adalah verba.
Dengan demikian, letak SV atau VS sama-sama digunakan dalam
kehidupan sehari-hari oleh masyarakat Angkola. Penggunaannya tidak
bisa dipastikan kapan tepatnya harus SV atau VS karena tuturan itu keluar
secara alami saja.
Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas, penelitian ini
mengkhususkan pada verba dasar agar lebih mudah dalam
pengklasifikasian dan pengidentifikasian verba yang transitif dan
intransitif. Sehingga perumusan sistem pembentukan verba BBA dari
morfem dasar ini akan lebih terarah pelaksanaannya.
4. Morfem, Morf, dan Alomorf
Morfem merupakan unit terkecil yang memiliki arti, morf
merupakan perian yang bentuknya cukup konkret, dan alomorf adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
realisasi dari morfem. Hal ini sesuai dengan pernyataan-pernyataan para
ahli sebagai berikut.
Langacker (1972:56) menyatakan bahwa morfem adalah unit
terkecil yang memiliki nilai semantik yang konstan. Selanjutnya, Bauer
(2003:12,17) menguraikan bahwa unit-unit yang muncul pada bentuk kata
disebut morf. Seperangkat jenis morf mewujudkan morfem yang sama.
Morf yang berwujud sebuah morfem yang khas dan secara fonetik atau
secara leksikal atau secara gramatikal disebut alomorf dari morfem.
Verhaar (2008:106) menyatakan bahwa morfem itu suatu satuan
yang abstrak: dapat berupa segmental (utuh atau terbagi) dapat berupa
“nol”, dapat juga berupa nada tertentu. Berbeda dengan morfem itu,
alomorf-alomorfnya adalah jauh lebih konkret, meskipun tetap tidak mutlak
perlu berupa segmental. Akan tetapi demi perian yang mudah kita
membutuhkan bentuk yang kelihatannya cukup konkret yang disebut
“morf”.
Lebih lanjut dipaparkan oleh Katamba (1994:24,26) bahwa morfem
adalah pembeda terkecil dari bentuk kata yang berkolerasi dengan pembeda
terkecil di dalam makna kata atau kalimat atau di dalam struktur
gramatikal. Analisis dari kata menjadi morfem dimulai dengan pemisahan
morf. Sebuah morf adalah wujud pembentukan kembali beberapa morfem
di dalam bahasa. Hal ini menunjukkan bunyi pembeda yang searah (fonem)
atau rangkaian dari bunyi-bunyi (fonem-fonem).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
Perbedaan kategori morfem dapat dilihat pada bagan berikut ini:
leksikal (kata leksik)
bebas
fungsional
morfem (kata tugas)
derivasional
afiks
infleksional
Bagan 3. Klasifikasi Morfem
Jika mempertimbangkan bunyi sebagai realisasi aktual dari fonetik,
dapat ditemukan bahwa morf adalah bentuk aktual dari realisasi morfem.
Dengan demikian, bentuk cat adalah morf tunggal yang direalisasikan dari
morfem leksikal. Bentuk cats terdiri dari dua morf, relialisasi dari sebuah
morfem leksikal dan sebuah morfem infleksional (‘jamak’). Sebagai
catatan bahwa terdapat alofon dari sebuah fonem khusus, kemudian dapat
menghubungkan alomorf dari sebuah morfem khusus. Apabila dilihat
dalam BBA maka salah satu contoh bentuknya yaitu pada nomina daganak
‘anak-anak’. Daganak berasal dari morfem bebas danak yang berarti
seorang anak, terjadi proses infeksi pada morfem tersebut yaitu dengan
penambahan morfem terikat –ga- diantara morfem danak.
Sebuah situs internet yang bernama ling.udel.edu. memaparkan
bahwa morfem adalah unit terkecil dari arti linguistik; sebuah kata tunggal
dapat terdiri atas beberapa morfem, contoh: unsystematically (kata
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
unsystematically dapat dianalisis menjadi lima bagian morfem yaitu
un+system+atic+al+ly); sebuah unit gramatikal yang perpaduan bunyi
dan artinya berubah-ubah sehingga tidak dapat dianalisis lebih lanjut;
setiap kata dari setiap bahasa tersusun dari satu morfem atau lebih. Berikut
adalah uraian pembagian suku kata morfem.
Satu morfem boy (satu suku kata)
desire, lady, water (dua suku kata)
crocodile (tiga suku kata)
salamander (empat suku kata), atau lebih suku kata
Dua Morfem boy+ish
desire + able
Tiga Morfem boy + ish + ness
desire + able + ity
Empat Morfem gentle + man + li + ness
un + desire + able + ity
Lebih dari empat morfem un + gentle + man + li + ness
anti + dis + establish + ment + ari + an + ism
Selanjutnya dijelaskan bahwa morfem terdiri atas morfem bebas
dan morfem terikat. Morfem bebas yaitu morfem yang dapat digunakan
sebagai sebuah kata dan dapat berdiri sendiri (tanpa membutuhkan elemen
yang mengikutinya, seperti: afiks), contoh: girl, system, desire, hope, act,
phone, happy. Morfem terikat adalah morfem yang tidak dapat berdiri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
sendiri secara bebas (atau terpisah) dari kata. Morfem terikat adalah afiks
(prefiks, sufiks, infiks, and sirkumfiks).
Kemudian, dijelaskan pula bahwa morfem terbagi atas root dan
stem atau dengan kata lain disebut dengan akar dan dasar. Uraian
mengenai root dan stem ini dapat dilihat dengan jelas dalam tabel berikut.
TABEL 1
PERBEDAAN ANTARA ROOT DAN STEM
Root Stem
Leksikal non-afiks mengandung morfem-morfem yang tidak dapat dianalisis lagi menjadi bagian-bagian yang terkecil. Contoh: act, beauty, system, dan lain-lain.
· Morfem akar bebas: run, bottle, phone, dan lain-lain.
· Morfem akar terikat: uncount, dan lain-lain.
· Ketika sebuah morfem akar dikombinasikan dengan morfem afiks, itulah bentuk dari sebuah stem.
· Afiks-afiks yang lain dapat ditambahkan pada sebuah stem untuk membentuk sebuah stem yang lebih kompleks.
Root believe (verb)
Stem believe + able (verb + sufiks)
Kata un + believe + able (prefiks + verb + sufiks)
Root system (noun)
Stem system + atic (noun + sufiks)
Stem un + system + atic (prefiks+ noun + sufiks)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
Stem un + system + atic + al (prefiks + noun + sufiks + sufiks)
Kata un + system + atic + al + ly (prefiks + noun + sufiks + sufiks
+sufiks)
Sementara itu, Alwi, dkk. (2003:28-29) menyatakan bahwa dalam
bahasa ada bentuk (seperti kata) yang dapat “dipotong-potong” menjadi
bagian yang lebih kecil, yang kemudian dapat dipotong lagi menjadi
bagian yang lebih kecil lagi sampai ke bentuk yang, jika dipotong lagi,
tidak mempunyai makna.
Kata memperbesar, misalnya, dapat kita potong sebagai berikut:
mem-perbesar
per-besar
Jika besar dipotong lagi, maka be- dan –sar masing-masing tidak
mempunyai makna. Bentuk seperti mem-, per-, dan besar disebut morfem.
Morfem yang dapat berdiri sendiri, seperti besar, dinamakan morfem
bebas, sedangkan yang melekat pada bentuk lain, seperti mem- dan per-,
dinamakan morfem terikat.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa anggota satu morfem yang
wujudnya berbeda, tetapi yang mempunyai fungsi dan makna yang sama
dinamakan alomorf. Morfem biasanya diapit oleh tanda kurung kurawal
{…}. Morfem, morf dan alomorf dalam BBA adalah sebagai berikut:
a) Morfem, misalnya, morfem terikat yaitu : {maN-} ‘meN-’, {tar-} ‘ter-’,
dan morfem bebas yaitu : {pio} ‘panggil’, {maridi} ‘mandi’.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
b) Morf, misalnya {ma-} ‘me-’, {man-} ‘men-’, {mam-} ‘mem-’, {mang-}
‘meng-’, {many-} ‘meny-’.
c) Alomorf, misalnya semua {ma-} ‘me-’, {man-} ‘men-’, {mam-}
‘mem-’, {mang-} ‘meng-’, {many-} ‘meny-’ merupakan alomorf dari
{maN-} ‘meN-’.
Untuk sementara, penjelasan mengenai morfem BBA ini masih terus
menjadi perbincangan dan bahan penelitian.
5. Morfem Dasar
Kridalaksana (2008:44) menyatakan bahwa morfem dasar (base
morpheme) adalah mofem yang dapat diperluas dengan dibubuhi afiks; misal:
juang dalam berjuang.
Morfem yang dileburi morfem yang lain disebut morfem dasar
(Verhaar, 2008:98). Selanjutnya dijelaskan bahwa yang dileburkan itu berupa
imbuhan atau klitika atau bentuk dasar yang lain (dalam pemajemukan) atau
morfem yang sama (dalam reduplikasi). Morfem dasar terdiri atas tiga macam,
yaitu (1) pangkal, (2) akar, dan (3) pradasar.
Morfem pangkal adalah morfem dasar yang bebas, contohnya: do dalam
undo, dan hak dalam berhak. Morfem akar adalah morfem dasar yang
berbentuk terikat, agar menjadi bentuk bebas harus mengalami pengimbuhan,
misalnya: infinitif verbal Latin amare ‘mencintai’ memiliki akar –am, dan akar
am- itu selamanya membutuhkan imbuhan (misalnya imbuhan “infinitif aktif”
–are dalam kata amare) untuk menjadi bentuk bebas artinya, am- plus klitika
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
tidak akan menghasilkan bentuk bebas, dan pemajemukan dengan am- juga
tidak memungkinkan. Pradasar adalah bentuk yang membutuhkan
pengimbuhan dan pengklitikan atau pemajemukan untuk menjadi bentuk bebas.
Misalnya, morfem ajar berupa pradasar. Morfem ini dapat menjadi bebas
melalui pengimbuhan (misalnya dalam mengajar, belajar, dan lain
sebagainya), dapat juga melalui pengklitikaan, (misalnya dalam kami ajar, saya
ajar, dan sebagainya), dan dapat juga dengan pemajemukan (misalnya dalam
kurang ajar).
Kemudian, morfem dasar tidak selalu berupa monomorfemis. Sebagai
misal kata berpengalaman, terdiri atas pangkal (polimorfemis) pengalaman
diimbuhi ber-, tetapi pangkal itu sendiri adalah polimorfemis dan dapat dibagi
lagi atas pangkal (monomorfemis) alam ditambahi imbuhan (terbagi) pen- -an.
Atau dengan contoh yang lain, seperti bentuk pradasar berikut, yaitu: ajar.
Adapun kemungkinan-kemungkinan pengimbuhan yang dapat muncul adalah
sebagai berikut: belajar, pelajar, mengajar, pengajar, mengajari,
mengajarkan, mempelajari, diajar, diajari, diajarkan, kuajar, kuajari,
kuajarkan, kauajar, dan lain sebagainya.
6. Morfem afiks
Morfem aditif (additive morpheme) merupakan konsep yang mencakup
dasar, prefiks, sufiks, infiks, suprafiks, konfiks, simulfiks, dan pengulangan
(Kridalaksana, 2008:157).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Selanjutnya, Kridalaksana (1985:19) menjelaskan bahwa dalam bahasa
Indonesia dikenal jenis-jenis afiks yang secara tradisional diklasifikasikan atas
tujuh macam sebagai berikut.
a. Prefiks adalah afiks yang diletakkan di muka bentuk dasar. Contoh: meN-,
di-, ber-, ke-, ter-, se-, peN-, dan pe-/per.
b. Infiks adalah afiks yang diletakkan di dalam bentuk dasar. Contoh: -el-,
-er-, dan –em-.
c. Sufiks adalah afiks yang diletakkan di belakang bentuk dasar. Contoh: -kan,
-i, -nya, -wati, -wan, -isme, dan –isasi.
d. Simulfiks adalah afiks yang dimanifestasikan dengan ciri-ciri segmental
yang dileburkan pada bentuk dasar. Dalam bahasa Indonesia simulfiks
dimanifestasikan dengan nasalisasi dari fonem pertama suatu bentuk dasar
dan fungsinya ialah memverbalkan nomina, ajektiva, atau kelas kata lain.
Contoh berikut terdapat dalam bahasa Indonesia tidak baku: kopi-ngopi,
soto-nyoto, sate-nyate, kebut-ngebut.
e. Kombinasi afiks adalah kombinasi dari dua afiks atau lebih yang
dihubungkan dengan sebuah bentuk dasar. Afiks ini bukan jenis afiks yang
khusus dan hanya merupakan gabungan beberapa afiks yang mempunyai
bentuk dan makna gramatikal tersendiri, digabungkan secara simultan pada
bentuk dasar. Contoh:
(1) memperkatakan sebuah bentuk dasar dengan kombinasi tiga
afiks: dua prefiks dan satu sufiks;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
(2) mempercayakan sebuah bentuk dasar dengan kombinasi dua
afiks: satu prefiks dan satu sufiks.
Dalam bahasa Indonesia kombinasi afiks yang dikenal ialah
me-…-kan, me-…-i, memper-…-kan, memper-…-i, ber-…-kan, ter-…-kan,
pe-…-an, dan se-…-nya.
Selanjutnya, kombinasi afiks dikenal juga dengan nama afiks
gabung yaitu beberapa afiks yang terdapat dalam satu kata jadi misalnya:
berkewarganegaraan nomina dasar: warga dan negara
ke-warga-negara-an konfiks: ke-an
kewarga-negaraan prefiks: ber-
ber- disini: ber- & ke-an adalah afiks gabung.
f. Konfiks adalah afiks yang terdiri dari dua unsur, satu di muka bentuk dasar
dan satu di belakang bentuk dasar, dan berfungsi sebagai satu morfem
terbagi. Konfiks harus dibedakan dengan kombinasi afiks. Konfiks adalah
satu morfem dengan satu makna gramatikal. Greenberg (1966)
menggunakan istilah ambifiks untuk morfem ini. Istilah lain untuk gejala
ini adalah sirkumfiks. Istilah dan konsep konfiks sudah lama dikenal dalam
linguistik dan pernah dikenalkan oleh Knobloch (1961:57) dan Akhmanova
(1966:423).
Dalam bahasa Indonesia ada empat konfiks, yaitu ke-…-an,
peN-…-an, per-…-an, dan ber-…-an, yang terlihat dalam contoh berikut.
(1) Keadaan dasarnya adalah ada. Kita tidak mengenal bentuk *adaan,
atau *keada. Jadi, ke-…-an di sini merupakan sebuh konfiks.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
(2) Pengiriman kita jumpai konfiks peN-…-an. Juga kita temukan bentuk
pengirim dan kiriman. Jadi, peN-…-an dalam pengiriman mempunyai
makna gramatikal tersendiri.
(3) Persahabatan, per-…-an adalah sebuah konfiks. Sahabat adalah bentuk
dasarnya, sedangkan bentuk *persahabat dan *sahabatan tidak
ditemukan. Jadi, bentuk per-…-an mempuyai makna gramatikal
tersendiri.
(4) Bertolongan, ber-…-an merupakan konfiks, tetapi ber-…-an dalam
berpajangan bukan konfiks karena proses pembentukannya berbeda.
Proses ber-…-an dalam berpajangan ialah ber+pajangan, sedangkan
dalam bertolongan prosesnya ialah ber-…-an + tolong. Ber-
mengandung makna ‘mempunyai’, sedangkan ber-…-an mengandung
makna ‘resiprokal’.
g. Superfiks atau suprafiks adalah afiks yang dimanifestasikan dengan ciri-ciri
suprasegmental atau afiks yang berhubungan dengan morfem
suprasegmental. Afiks ini tidak ada dalam bahasa Indonesia.
Proses afiksasi bukanlah hanya sekedar perubahan bentuk saja.
Sebenarnya, ada pula perubahan makna gramatikal karena afiks adalah bentuk
yang sedikit banyak mengubah makna gramatikal bentuk dasar.
Proses yang lengkap: ajar- belajar- pelajar pelajaran
mengajar pengajar
pengajaran
tinju bertinju petinju meninju peninju
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Proses dengan rumpang: juang berjuang pejuang menjuang pejuang
suruh menyuruh penyuruh bersuruh pesuruh
Bentuk bersuruh ini tidak ada dalam bahasa Indonesia, tetapi ada
antara lain dalam dialek Melayu Riau Daratan. Dalam bahasa Indonesia kini
masih terdapat bentuk-bentuk ber- yang berfungsi seperti itu, tetapi terbatas
jumlahnya, yaitu batu bersurat, beras bertumbuk, dan dalam peribahasa
“Gayung bersambut, kata berjawab”.
Dari kejadian kata itu tampak bahwa tidak semua matriks terisi.
Adanya rumpang dalam pola itu, di samping kesahihan sistem yang disokong
oleh proses morfofonemis yang dialami oleh bentuk itu masing-masing, harus
diterima sebagai kenyataan dalam bahasa Indonesia. Di samping itu, adanya
rumpang itu dapat dianggap sebagai potensi pembentukan kata yang dapat
dikembangkan lebih jauh.
Sementara itu, adapun beberapa pembagian afiks dalam BBA, yaitu :
1) Prefiks, yang diimbuhkan di sebelah kiri dasar dalam proses yang disebut
prefiksasi. Contohnya: kata dasar potuk [p¿tuk] ‘pukul’ menjadi mamotuk
[mam¿tuk] ‘memukul’, mengalami prefiksasi yang berupa prefiks nasal
{maN-}. Fonem /p/ pada kata dasar luluh karena adanya proses nasalisasi.
2) Sufiks, yang diimbuhkan di sebelah kanan dasar dalam proses yang
disebut sufiksasi. Contohnya: kata dasar ela [ela] ‘ambil’ menjadi elai
[elaI] ‘ambili’, mengalami sufiksasi yaitu sufiks {-i}.
3) Infiks, yang diimbuhkan dengan penyisipan di dalam dasar itu, dalam
proses yang namanya infiksasi. Contohnya: kata dasar baen [baen] ‘bikin’
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
menjadi binaen [binaen] ‘dibikin/dibuat’, mengalami infiksasi yaitu infiks
{-in-}.
4) Konfiks/simulfiks/ambifiks/sirkumfiks, yang diimbuhkan untuk sebagian
di sebelah kiri dasar dan untuk sebagian di sebelah kanannya, dalam
proses yang dinamai konfiksasi/simulfiksasi/ambifiksasi/sirkumfiksasi.
Namun dalam penelitian ini istilah yang digunakan adalah konfiks dan
konfiksasi saja. Contohnya: kata dasar suan [suw¿n] ‘tanam’ menjadi
manyuani [maøuw¿ni] ‘menanami’, mengalami konfiksasi yaitu konfiks
{maN-i}.
7. Morfologi Infleksional dan Morfologi Derivasional
Morfologi secara tradisional dibagi menjadi dua cabang infleksi dan
derivasi. Kedua hal ini biasanya dipandang secara terpisah; infeksi adalah
bagian dari sintaksis, sementara derivasi adalah bagian dari leksem. (Bauer,
2003:92).
Verhaar (2008:121) menjelaskan bahwa fleksi, atau morfologi
infleksional, adalah proses morfemis yang diterapkan pada kata sebagai unsur
leksikal yang sama, sedangkan derivasi, atau morfologi derivasional adalah
proses morfemis yang mengubah kata sebagai unsur leksikal tertentu menjadi
unsur leksikal yang lain.
Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas, morfologi infleksional dan
morfologi derivasional adalah proses morfemis yang berperan besar dalam
mengubah kata dan unsur leksikalnya. Proses infleksi dan derivasi pada setiap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
bahasa memiliki keunikan tersendiri yang dapat menunjukkan tunggal atau
jamak, kala waktu, gender, bahkan perubahan kelas kata.
Yule (1996:76-77) memaparkan bahwa morfem derivasional digunakan
untuk membuat kata-kata baru dalam bahasa dan sering digunakan untuk
membuat kata-kata yang berbeda kategori gramatikalnya dari stem. Dengan
demikian, penambahan morfem derivasional –ness mengubah adjektif good
‘baik’ menjadi goodness ‘kebaikan’. Morfem infleksional tidak digunakan
untuk menghasilkan kata-kata baru dalam bahasa Inggris, tapi lebih mengacu
pada aspek fungsi gramatikal dari sebuah kata. Morfem infleksional digunakan
untuk menunjukkan apakah sebuah kata itu jamak atau tunggal, apakah past
tense atau bukan, dan apakah perbandingan (komparatif) atau bentuk posesif.
Bahasa Inggris hanya memiliki delapan morfem infleksional yang dapat dilihat
sebagai berikut:
Let me tell you about Jim’s two sisters.
One likes to have fun and is always laughing.
The other liked to study and has always taken things seriously.
One is the loudest person in the house and the other is quieter than a mouse.
Berdasarkan contoh-contoh di atas, dapat dilihat bahwa terdapat dua
infleksi, -‘s (posesif) dan –s, (jamak) yang menyatu pada nomina. Ada empat
yang menyatu dengan verba -s (orang ketiga tunggal dalam kala present), -ing
(present participle), -ed (past tense) dan –en (past participle). Ada dua
infleksi, -est (superlatif) dan –er (komparatif) yang menyatu dengan adjektif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
Catatan bahwa di dalam Bahasa Inggris, semua morfem infleksional ditandai
dengan adanya sufiks.
Nomina + -‘s, -s
Verba + -s, -ing, -ed, -en
Adjectif + -est, -er
Senada dengan Yule, Huot (2001:25) menyatakan bahwa sufiks
derivasional merupakan pembentukan kata-kata baru. Sebagian besar
diantaranya mengandung bunyi vokal (baik di awal dari sufiks maupun setelah
konsonannya), dan hal itu turut membantu pada pemanjangan suku kata dari
penghasilan akar kata-kata yang muncul.
Hal ini membawa pada sebuah interpretasi yang sangat umum ((aksi
dari), (yang menghasilkan atau berhubungan pada), dan sebagainya), yang
mengkombinasikan pada hal-hal yang dilekatinya. Dengan demikian, hal ini
dapat dilihat pada contoh berikut:
-age di dalam akhiran kata kerja : batt+age, verniss+age
-ure di dalam : pel+ure, racl+ure
-aire di dalam : scol+aire, aliment+aire
-ique di dalam : desert+ique, tyrann+ique
Sufiks fleksional mengacu pada susunan gramatikal (jenis kelamin,
jumlah, orang, waktu, dan modal), seperti: -s, mengacu pada jamak pada
nomina dan adjektif dan -e, penanda femina, dalam adjektif, dan semua
akhiran sendiri dalam konjugasi verba. Sufiks ini, sampai saat ini masih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
terdapat di akhir kata, kemudian dinamakan derivasional, dan menggantikan
dalam susunan yang dibangun.
Berdasarkan pernyataan di atas dapat dinyatakan bahwa perbedaan
infleksi dan derivasi itu perlu dipahami dengan lebih cermat. Nida (1962:99)
menguraikan perbedaan karakteristik dari derivasi dan infleksi sebagai
berikut.
TABEL 2
Perbedaan antara Infleksi dan Derivasi
Derivational Formations Inflectional Formation 1. Belong to substantially the
same general external distribution classes as the simplest member of the class in question.
1. Do not belong to substantially the same general external distribution classes as the simplest member of the class in question.
2. Tend to be “inner” formations. 2. Tend to be “outer” formations. 3. Tend to be statistically more
numerous. 3. Tend to be statistically less
numerous 4. Have derivational morphemes
with more restricted distribution
4. Have inflectional morphemes with more extensive distribution.
5. May exhibit changes in major distribution class membership.
5. Exhibit no changes in major distribution class membership.
Berdasarkan uraian tabel di atas, akan terlihat senada dengan tulisan Edi
Subroto (1987) menjelaskan bahwa proses infleksi menghasilkan pembentukan
infleksional dan proses derivasi menghasilkan pembentukan derivasional.
Perihal perbedaan antara keduanya, Nida menguraikan sebagai berikut (masih
dalam Edi Subroto 1987) sebagai berikut:
(1) Pembentukan derivasional termasuk jenis kata yang sama dengan kata
tunggal (dari suatu sistem jenis kata tertentu) (misalnya, singer (nomina)
dari (to) sing (verba)) termasuk jenis kata yang sama dengan boy (nomina)),
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
sedangkan pembentukan infleksional tidak (misalnya, verba kompleks atau
polimorfemis walked tidak termasuk jenis kata yang sama dengan verba
tunggal yang mana pun).
(2) Secara statistik, afiks derivasional lebih beragam (misalnya, dalam bahasa
Inggris terdapat afiks-afiks pembentuk nomina: -er, -ment, -ion, -ation,
-ness (singer, arrangement, correction, nasionalization, stableness);
sedangkan afiks infleksional dalam bahasa Inggris kurang beragam atau
tertentu: -s, -ed1, -ed2, -ing (walks, walked1, walked2, walking).
(3) Afiks-afiks derivasional dapat mengubah jenis kata, sedangkan afiks-afiks
infleksional tidak.
(4) Afiks-afiks derivasional mempunyai distribusi yang lebih terbatas
(misalnya, -er tidak dapat diramalkan selalu terdapat pada morfem dasar),
sedangkan afiks infleksional mempunyai distribusi yang lebih luas.
(5) Pembentukan derivasional dapat menjadi dasar bagi pembentukan
berikutnya (singer à singers), sedangkan pembentukan infleksional tidak.
Selanjutnya masih dalam tulisan Edi Subroto (1987), beliau
memaparkan beberapa pendapat para ahli yang menguraikan masalah derivasi
dan infleksi di antaranya:
Verhaar menyatakan bahwa derivasi ialah semua perubahan afiksasi
yang melampaui identitas kata, sedangkan semua perubahan yang
mempertahankan identitas kata disebut infleksi (1988:65). Prinsip yang diikuti
ialah setiap berpindah jenis kata (pembentukan yang menghasilkan jenis kata
berbeda) selalu berarti pula berpindah identitas leksikalnya (menulis termasuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
verba, penulis termasuk nomina), tetapi tidak sebaliknya setiap berpindah
identitas leksikal berarti pula berpindah jenis kata. Misalnya, berangkat (verba)
dan memberangkatkan (verba). Keduanya termasuk verba, tetapi identitas
leksikalnya berbeda sehingga termasuk derivasional. Kata berangkat termasuk
tak transitif, sedangkan memberangkatkan termasuk transitif. Identitas leksikal
kedua verba itu berbeda karena referen atau situasi yang ditunjuknya berbeda.
Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa –kan pada memberangkatkan
adalah afiks yang mentransitifkan. Perihal afiks me(N)- pada
memberangkatkan, yang dapat diramalkan dapat digantikan di-, ku-, kau-
semata-mata penanda gramtikal, yaitu menyatakan bahwa kalimatnya berfokus
pelaku.
Melengkapi uraian tentang seperangkat kriteria operasional untuk
membedakan derivasi dari infleksi, Bauer menyatakan bahwa derivasi adalah
proses morfemis yang menghasilkan leksem baru, sedangkan infleksi ialah
proses morfemis yang menghasilkan bentuk-bentuk kata yang berbeda dari
sebuah leksem yang sama (2003:91). Sementara itu, menurut Marchand
morfem-morfem infleksional menghasilkan bentuk-bentuk yang berbeda dari
sebuah kata yang sama, tidak membentuk sebuah unit leksikal yang baru.
Dengan demikian, morfem infleksional tidak relevan bagi pembentukan kata
(1969:4). Dengan rumusan lain, infleksi adalah bentuk-bentuk kata yang
berbeda dari paradigm yang berbeda (Matthews, 1974:38). Yang dimaksud
dengan leksem dalam rumusan itu ialah satuan leksikal abstrak, yang terkecil
baik tunggal maupun kompleks dari bentuk-bentuk kata dalam sebuah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
paradigma (Matthews, 1974:38). Leksem itu biasanya dilambangkan dengan
huruf besar. Misalnya, bentuk-bentuk verba dalam bahasa Inggris:
(I) work,
(He) works,
(I) worked,
(He has) worked,
(He is) working,
adalah bentuk-bentuk kata yang berbeda dari leksem WORK. Dari leksem itu
dapat dibentuk leksem baru WORKER yang termasuk nomina. Pembentukan
dari work à worker ‘buruh, pekerja, karyawan’ termasuk derivasional. Kata
benda derivatif worker dapat dibentuk menjadi kategori jamak workers.
Bentuk-bentuk kata worker (tunggal) dan workers adalah bentuk-bentuk kata
yang berbeda dari leksem WORKER. Terdapatnya bentuk-bentuk kata yang
berbeda itu (work, works, worked, working, worker, workers) adalah untuk
memenuhi kaidah-kaidah gramatikal yang bersifat dapat diramalkan. Misalnya,
kalau terdapat verba talk, maka terdapatnya bentuk-bentuk kata: talks, talked,
talking, bersifat dapat diramalkan, kalau terdapat speaker terdapatnya bentuk
speakers bersifat dapat diramalkan. Ciri keteramalan itu merupakan penanda
pembentukan infleksional yang penting (bandingkan pula Aronoff, 1981:2).
Kemudian, kemungkinan penerapan konsep infleksi dan derivasi untuk
memerikan morfologi bahasa Indonesia dijelaskan dalam tulisan Edi Subroto
(1987) sebagai berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Menurut beliau, setiap proses morfemis yang menghasilkan jenis kata
yang berbeda (pembentukan derivasional). Dalam pada itu, setiap proses
morfologis yang termasuk pembentukan drerivasional tidak selalu ditandai
dengan berpindahnya jenis kata. Misalnya, kata lurah dan kelurahan. Kedua
kata itu termasuk nomina, tetapi identitas leksikalnya berbeda. Kata lurah
mengacu kepada seseorang (insan) yang menjabat jabatan tertentu, sedangkan
kelurahan tidak mengacu kepada seseorang, melainkan pada ‘seluk-beluk atau
perihal urusan kedinasan’. Jadi, bersifat bukan insan. Oleh karena itu, referen
kedua kata itu pasti berbeda atau sesuatu (yang bersifat di luar bahasa) yang
ditunjuk kedua kata itu berbeda. Dengan demikian, pembentukan kata
kelurahan itu termasuk derivasional.
Masih dalam tulisan Edi Subroto (1987), sebuah afiks termasuk
infleksional kalau di dalam suatu paradigma diramalkan dapat digantikan afiks
infleksional yang lain. Dengan demikian, juga terdapat keteraturan makna
gramatikal di dalam paradigma infleksional. Ciri-ciri yang demikian tidak
terdapat pada paradigma derivasional. Dengan titik tolak itu akan dicoba untuk
memerikan paradigma infleksional dan derivasional dalam bahasa Indonesia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
Misalnya, paradigma dari dasar PETIK.
B A C
-PETIKI -PETIK -PETIKKAN
memetiki 1.memetik memetikkan
dipetiki 2.dipetik dipetikkan
kupetiki 3.kupetik kupetikkan I
kaupetiki 4.kaupetik kaupetikkan
diapetiki 5.diapetik diapetikkan
6.terpetik
pemetik pemetikan petikan II
Bagan 4. Paradigma petik
Paradigma I adalah paradigma verba yang dibentuk dari dasar “petik”,
sedangkan paradigma II termasuk paradigma nomina deverbal.
Paradigma verba terbagi atas tiga kolom: kolom –PETIK (A), kolom
–PETIKI (B), kolom –PETIKKAN (C). Masing-masing kolom merupakan
paradigma infleksional dan masing-masing mempunyai bentuk kata baris 1-6
(kecuali kolom B dan C karena alasan semantis). Terlihat pada masing-masing
kolom bahwa bentuk kata dengan prefiks me(N)- (sebagai bentuk pertama)
(baris 1) diramalkan dapat digatikan dengan prefiks di- (baris 2), ku- (baris 3),
kau- (baris 4), dia (baris 5), atau ter- (baris 6, khusus kolom A). Oleh karena
itu, masing-masing kolom merupakan paradigma infleksional. Kolom B dari
leksem PETIKI, kolom C dari leksem PETIKKAN. Kemunculan
masing-masing bentuk (me(N)-, di-, ku-, dan seterusnya) dari setiap kolom
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
dapat diramalkan berdasarkan kaidah gramatikal tertentu. Bentuk baris 1
terdapat apabila kalimat berfokus pada pasien. Perbedaan antara baris 2-6
(kolom A) terdapat bila berfokus pada pasien. Perbedaan antara baris 2-6 satu
sama lain ialah bahwa baris 6 menyatakan ‘keaksidentalan’, hal tak disengaja,
tak dikehendaki’, sedangkan baris 2-5 menyatakan ‘kesengajaan’. Baris 2
berbeda dari 3-5 karena di dalam baris 3-5 ‘pelaku tampak di dalam bentuk’,
sedangkan baris 2 ‘pelaku tidak tampak di dalam bentuk’; baris 3 pelaku adalah
persona ketiga. Karena bentuk baris 6 menyatakan ‘keaksidentalan,
ketaksengajaan, hal tak dikehendaki’, maka bentuk ini tidak terdapat dalam
kolom B, yang terutama menyatakan ‘keberkali-kalian’ dan kolom C, yang
terutama menyatakan ‘kebenefaktifan’ (berarti pula menyatakan
‘kesengajaan’). Adalah tidak wajar, apabila sesuatu yang ‘tak disengaja, tak
dikehendaki’ terjadi atau dilakukan berkali-kali.
Bagaimanakah perbedaan antara leksem PETIK (A), PETIKI (B),
PETIKKAN (C)? Perbedaannya ialah di dalam PETIKI terdapat ciri makna
‘perbuatan yang berulang-ulang’ (dalam oposisinya dengan PETIK), sedangkan
di dalam PETIKKAN terdapat ciri makna ‘kebenefaktifan’ (petikkan saya
mangga itu) (di dalam oposisinya dengan PETIK). Atas dasar itu, kata memetik,
memetiki, memetikkan secara leksikal adalah tiga kata yang berbeda
(derivasional) sekalipun sama-sama termasuk verba. Terdapatnya ciri makna
atau nilai kategorial ‘berkali-kali’ pada memetiki karena hadirnya sufiks –i dan
terdapatnya nilai ‘benefaktif’ karena hadirnya –kan pada memetikkan. Di
samping perbedaan dalam hal ciri makna, juga kemunculan –i pada PETIKI
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
dan –kan pada PETIKKAN dengan ciri makna secara demikian bersifat tak
dapat diramalkan. Ciri ‘tak teramalkan’ merupakan salah satu penanda
pembentukan derivasional.
Kata-kata pemetik, pemetikan, dan petikan (II) termasuk nomina
derivasional deverba atau nomina yang diturunkan atau diderivasikan dari
verba. Berdasarkan pertimbangan semantik, ketiga kata itu diderivasikan dari
verba memetik (pemetik ialah ‘orang yang memetik’, pemetikan ialah ‘hal
memetik’, petikan ialah ‘hasil memetik’). Berdasarkan perbedaan referennya,
ketiga kata itu berbeda secara leksikal sekalipun sama-sama termasuk nomina.
Referen pemetik ialah ‘orang yang …’, pemetikan ialah hal atau abstraksi dari
…’, petikan ialah ‘hasil ….’. Beberapa morfem dasar lain yang paradigmanya
serupa dengan petik –di antaranya—ialah: ambil, pungut, jual,tarik.
Setelah melihat uraian yang telah dipaparkan oleh para ahli di atas,
maka secara sederhana dapat dilihat proses derivasional dan infleksional BBA
dapat sebagai berikut:
1) Infleksi, potuk ‘pukul’ (verba) – mamotuk ‘memukul’ (verba) – dipotuk
‘dipukul’ (verba), dan seterusnya, tidak mengubah kelas kata.
2) Derivasi, potuk ‘pukul’ (verba) – potuki ‘pukuli (berkali-kali)’ (verba) –
potukkon ‘pukulkan’ (verba), tidak mengubah kelas katanya. Namun ada
juga yang kelas katanya berubah yaitu potuk ‘pukul’ (verba) – pamotuk
‘pemukul’ (nomina).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
Selanjutnya, proses penganalisisan dalam penelitian ini menggunakan
cara analisis Edi Subroto di atas, dan hanya meneliti tentang pembentukan
verba BBA dari morfem dasar saja.
B. Penelitian yang Relevan
Para ahli yang peduli tentang pelestarian bahasa daerah sudah mulai
melakukan penelitian mengenai BBA dari tahun ke tahun. Penelitian yang
dilakukan membahas berbagai aspek yang terkait di dalam BBA itu sendiri.
Hal-hal yang menarik untuk diteliti mulai dari budaya sampai bahasa.
Perkembangan penelitian yang dialami cukup memberi sumbangsih yang
berarti dalam upaya pelestarian bahasa daerah sebagai salah satu aset negara
yang sangat perlu untuk dijaga dan dipertahankan. Beberapa penelitian yang
pernah dilakukan sehubungan dengan BBA dapat dilihat sebagai berikut.
Sohuturon (1960) dalam bukunya “Biado panjuratkon hata hita”
(bagaimana penulisan kata kita) menjelaskan mengenai rumus dan aturan-
aturan dalam menulis bahasa Batak baik Angkola maupun Mandailing. Rumus
dan aturan-aturan yang diterangkan secara rinci berupa bagaimana membentuk
kata baru dari kata dasar menjadi kata yang berimbuhan, berulang, dan
majemuk. Namun dalam buku ini, tidak terdapat adanya terjemahan ke dalam
bahasa Indonesia sehingga bagi pemula akan sulit untuk memahaminya. Di
samping itu, contoh kalimat yang dijelaskan sangat sedikit sehingga masih
kurang efisien dalam pengaplikasiannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
Harahap (2007) dengan karyanya “Kamus modern bahasa Angkola
Mandailing” telah menyinggung tata bahasanya secara sekilas. Beliau
membicarakan mengenai jenis kata dan penjelasannya masing-masing. Dalam
bukunya juga ditambahkan bagaimana penambahan imbuhan untuk setiap jenis
kata. Namun demikian, buku itu akan lebih bagus apabila contoh kata dan
kalimat disajikan secara sistematis dan efisien.
Tinggibarani (2008) menyusun buku berjudul “Bahasa Angkola” untuk
siswa, mahasiswa, dan masyarakat. Isi buku ini dikemas dengan cara yang
sederhana dan mudah dipahami yang dilengkapi dengan cerita pendek dan
pertanyaan-pertanyaan singkat. Namun, untuk menghindari kebingungan
pembaca, penulis hendaknya mencantumkan juga kunci jawaban dari
pertanyaan-pertanyaan yang diberikan. Selain itu, penjelasan mengenai
imbuhan sangat minim sekali sehingga para pemula akan merasa kebingungan
mencari bentuk imbuhan dan bagaimana cara pembentukannya.
Mascahaya, dkk., (1999) telah melakukan penelitian tentang “Morfologi
Bahasa Angkola”. Penelitian ini merupakan distribusi yang sangat berarti bagi
pengembangan dan pelestarian BBA selanjutnya.
Berdasarkan pada beberapa karya di atas, dapat dilihat bahwa penelitian
BBA mengenai morfologi (khususya tentang afiks derivasi dan afiks infleksi
dari morfem dasar) belum begitu mendapat perhatian. Dengan demikian,
penulis ingin meneliti salah satu bidang kajian morfologi ini secara sistematis.
Selain itu, penelitian ini juga mengacu pada beberapa penelitian bahasa
daerah yang lain, seperti pada penelitian Edi Subroto (1991:51-137) yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
membahas perubahan morfofonemik, morfologi verbal (sistem verba kelas I
dan sistem verba kelas II), morfologi nomina, morfologi ajektiva dan morfologi
numeralia bahasa Jawa.
Kemudian, Ashriany (2008) melakukan penelitian yang membahas
tentang sistem verba bahasa Sasak dialek Bayan dari morfem dasar dan
nomina. Penelitian ini membahas mengenai pola-pola pembentukan verba dari
morfem dasar kelas I, pola-pola pembentukan verba dari morfem dasar kelas II,
pola-pola pembentukan verba dari dasar nomina dan proses morfofonemik
pada pembentukan pola verba bahasa Sasak. Lebih lanjut, Kasman (2003)
menjelaskan mengenai morfologi dan morfofonemik kata kerja bahasa
Sumbawa dialek Tongo, dan Admojo (2006) membahas verba bahasa Dayak
Ngaju di Palangkaraya.
Sistem morfologi verba bahasa Wakatobi Selatan dialek Tomia diteliti
oleh Ansor, dkk. (2006), mereka menjelaskan mengenai pembentukan verba
yang menggunakan beberapa cara yakni afiksasi, perulangan (reduplikasi), dan
pemajemukan. Penelitian ini juga membahas sudut fungsi (inflektif & derivatif)
dan maknanya. Namun, penelitian ini tidak dijelaskan bagaimana proses
morfofonemiknya sehingga kurang diketahui bagaimana fonem dan peluluhan
yang dialami oleh verba tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif.
Pernyataan ini berdasarkan pada Edi Subroto (1992:5) yang menyatakan bahwa
secara umum, metode kualitatif adalah metode pengkajian atau metode penelitian
terhadap suatu masalah yang tidak didesain atau dirancang menggunakan
prosedur-prosedur statistik. Namun dalam penelitian ini, peneliti akan mencatat
dengan teliti dan cermat data yang berwujud kata-kata dan kalimat-kalimat.
Tujuan utama penelitian bahasa adalah menemukan pola-pola
pembentukan, kaidah-kaidah yang bersifat mengatur di dalam bahasa itu,
menemukan sistem (sistem fonotaksis, sistem fonologi, sistem morfologi, sistem
penjenisan kata, sistem fraseologi, sistem pembentukan kalimat, sistem
pengaturan informasi di dalam wacana, sistem semantik), menemukan
satuan-satuan lingual beserta identitasnya.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka penelitian ini akan lebih bertujuan
untuk meneliti sistem morfologi BBA saja.
B. Objek dan Data Penelitian
Edi Subroto (1992:34) menjelaskan secara umum bahwa data adalah
semua informasi atau bahan yang disediakan oleh alam (dalam arti luas), yang
harus dicari/dikumpulkan dan dipilih oleh peneliti.
59
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
Kemudian Sudaryanto (1990:9) menyatakan bahwa data adalah bahan
penelitian, atau lebih tepatnya bahan jadi penelitian. Objek penelitian tidak sama
dengan data penelitian, tetapi objek penelitian dan konteks penelitian merupakan
satu kesatuan yang berhubungan antara yang satu dengan yang lain. Dengan kata
lain dapat dinyatakan bahwa data penelitian adalah objek penelitian ditambah
dengan konteks penelitian. Dalam penelitian ini, data adalah verba dalam BBA
baik monomorfemik maupun polimorfemik yang tuturan/ kalimatnya mengalami
afiks derivasi dan afiks infleksi. Misalnya seperti pada contoh data berikut.
(36) Inang mangompa anggi. (N/Hal.67) Ibu menggendong adik ‘Ibu menggendong adik’
Mangompa ‘menggendong’ adalah objek penelitian, sedangkan Inang
‘Ibu’ dan anggi ‘adik’ adalah konteks penelitiannya. Mang- merupakan morfem
terikat dan ompa adalah morfem bebas. Mangompa adalah verba polimorfemik
yang mengalami afiks infleksi mang- karena verba dasarnya adalah ompa
‘gendong’. Dengan demikian, yang menjadi fokus perhatian pada contoh data ini
adalah verba yang telah mengalami afiks infleksi yaitu mangompa.
Contoh lain:
(27) Tangihon ajar poda, ulang marsidalian pala nisuru. (G/Hal.43) Dengarkan nasehat jangan berdalih kalau disuruh ‘Dengarkanlah nasehat, jangan berdalih kalau disuruh.’
Tangihon ‘dengarkan’ adalah objek penelitian, sedangkan ajar poda,
ulang marsidalian pala nisuru ‘jangan berdalih kalau disuruh’ adalah konteks
penelitiannya. -hon merupakan morfem terikat dan tangi adalah morfem bebas.
Tangihon adalah verba monomorfemik yang mengalami afiks derivasi -hon
karena verba dasarnya adalah tangi ‘dengar’. Dengan demikian, yang menjadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
fokus perhatian pada contoh data ini adalah verba yang telah mengalami afiks
derivasi yaitu tangihon.
C. Sumber Data
Sumber data merupakan sumber inspirasi bagi penelitian yang menentukan
baik tidaknya data yang akan disediakan. Sumber data bisa berupa data yang
sudah tersedia dan bisa juga belum tersedia atau dengan kata lain harus
dimunculkan sendiri oleh peneliti dengan keahlian peneliti tersebut. Hal ini senada
dengan penjelasan Sudaryanto (1990:33) yang memaparkan bahwa data lingual
tidak muncul dari suatu ketiadaan. Data mempunyai sumber; ada asalnya, dari
sumber itu peneliti dapat memperoleh data yang dimaksud dan yang diinginkan
itu.
Berdasarkan pernyataan di atas, sumber data penelitian ini adalah data
primer dan data sekunder. Data primer berupa parole yang direkam dalam kaset
Pabuat Boru Marbagas Vol. 1 (1989), yang merupakan rekaman kesenian
Tapanuli Selatan (masyarakat Batak Angkola), dan interview dengan Bapak
Mahmud Fauzi Hasibuan. Kaset yang dipilih adalah kaset yang masih digunakan
sampai sekarang oleh masyarakat Angkola dalam kegiatan adat istiadat
sehari-hari. Walaupun kaset ini muncul di tahun 1989, namun keeksistensiannya
masih bisa diperhitungkan hingga saat ini. Karena itu, kaset ini layak dipilih untuk
mewakili penyediaan data primer dari segi rekaman. Sementara itu, interview
yang diadakan dengan salah seorang informan bernama Bapak Fauzi Mahmud
Hasibuan, bertujuan untuk mewakili tuturan langsung masyarakat Angkola dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
kehidupan sehari-hari. Informan ini dipilih karena beliau adalah orang yang
mengerti dengan baik seluk-beluk bahasa Angkola, selain itu beliau juga pernah
menjadi guru bahasa daerah Angkola. Dengan demikian, interview yang direkam
adalah berupa uraian beliau tentang sejarah, bahasa Angkola, dsb.
Data sekunder yaitu sumber tulisan yang terdiri dari beberapa buku
berbahasa Batak Angkola yang masih dipakai oleh masyarakat Batak Angkola
sampai sekarang, seperti: Andung-Tarsingot di Tano Hatubuan (1956), Baen
Dongan Angkup Matobang (1965), Djop ni Roha Pardomuan (1969), Tulus 1
(1969), Udutna 1 (1976), Burangir na Hombang (1977), Horja Godang Mangupa
di na Haroan Boru (1980), Napuran 1 (1981), Napuran 1 (1982), Napuran 2 (-),
Poda-poda ni Adat (1991), Pelajaran Bahasa Daerah Tapanuli Selatan (1994),
Burangir Barita (2007), Bahasa Angkola (2008), dan Tutur Poda (2009).
Tujuan dari penyediaan data dari rentang tahun yang berbeda yakni mulai
dari 1956 hingga 2009 adalah untuk mengetahui bagaimana kekonsistenan data
afiks infleksi dan afiks derivasi yang akan ditemui. Di samping itu, pemilihan
jenis kajian pustaka yang berbeda, mulai dari buku bacaan anak SD, SMA, dan
buku tentang adat istiadat ini, akan semakin menunjukkan bagaimana bentuk dari
afiks infleksi dan derivasi yang digunakan, berbeda atau sama saja.
Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa sumber data yang digunakan
ada dua yaitu:
1) Sumber tertulis (data sekunder)
2) Sumber rekaman (data primer)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
D. Teknik Penyediaan Data
Penelitian akan terlaksana dengan adanya data, untuk itu perlu dilakukan
penyediaan data yang sesuai dengan rumusan masalah penelitian. Penyediaan data
yang baik membutuhkan teknik yang relevan dalam pelaksanaannya. Teknik
penyediaan data disebut juga dengan tahap penyediaan data.
Tahap penyediaan data merupakan upaya sang peneliti menyediakan data
secukupnya. Data di sini dimengerti sebagai fenomenon lingual khusus yang
mengandung dan berkaitan langsung dengan masalah yang dimaksud. Data yang
demikian itu, substansinya dipandang berkualifikasi valid atau sahih dan reliable
atau terandal. Upaya penyediaan data itu dilakukan semata-mata untuk dan demi
kepentingan analisis (Sudaryanto, 1993:5).
Teknik atau tahap penyediaan data yang sesuai dengan penelitian sistem
verba BBA dari morfem dasar ini menggunakan tiga teknik, yaitu teknik rekam,
teknik pustaka dan teknik kerjasama dengan informan. Teknik rekam digunakan
untuk meneliti fonem-fonem beserta sejumlah kata (kelompok kata) yang telah
dipersiapkan (Edi Subroto, 1992:37). Teknik rekam menggunakan kaset rekaman
Pabuat Boru Marbagas Vol. 1 yang berisi kesenian Tapanuli Selatan (masyarakat
Batak Angkola), dan rekaman interview dengan seorang Informan,
Bapak H. Mahmud Fauzi Hasibuan, yang menguasai BBA. Kemudian ditanskripsi
secara fonetis dan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Teknik pustaka yaitu
data tulisan yang bersumber dari beberapa buku BBA.
Edi Subroto (1992:42) mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan
teknik pustaka adalah mempergunakan sumber-sumber tertulis untuk memperoleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
data. Sumber-sumber tertulis yang digunakan dipilih yang mencerminkan
pemakaian bahasa sinkronis. Dengan demikian, sumber tertulis dan sumber
rekaman ini akan menghasilkan data yang saling mendukung pemakaian dari
BBA tersebut.
Selanjutnya, teknik kerjasama dengan informan yaitu pembicaraan asli
yang berkemampuan memberi informasi kebahasaan kepada peneliti, khususnya
mengenai segi-segi tertentu suatu bahasa (Edi Subroto, 1992:37). Dalam hal ini
informan membantu memberikan informasi data bahasa yang dimunculkan dari
memori informan berdasarkan permintaan dan keinginan peneliti dengan beberapa
pertanyaan yang akan diperlukan untuk kepentingan penelitian.
Setelah sumber data tersedia dengan mempergunakan teknik rekam,
teknik pustaka dan teknik kerjasama dengan informan tadi, selanjutnya peneliti ini
menggunakan metode simak beserta teknik-tekniknya. Menurut Sudaryanto
(1993:133-136), metode simak atau penyimakan dilakukan dengan menyimak,
yaitu menyimak penggunaan bahasa. Metode ini kemudian dilanjutkan dengan
teknik dasar yang disebut dengan teknik sadap, yaitu kegiatan menyadap. Dalam
penelitian ini yang disadap adalah data tulis yang berhubungan dengan objek
penelitian. Selanjutnya, dilakukan teknik lanjutan yaitu teknik simak bebas libat
cakap. Dalam teknik ini alat yang digunakan adalah diri peneliti sendiri, namun
peneliti tidak dilibatkan langsung untuk ikut menentukan pembentukan dan
pemunculan calon data kecuali hanya sebagai pemerhati saja – pemerhati terhadap
calon data yang terbentuk dan muncul dari peristiwa kebahasaan yang berada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
di luar dirinya. Teknik lanjutan berikutnya adalah teknik catat yaitu pencatatan
pada kartu data yang segera dilanjutkan dengan klasifikasi/pengelompokan data.
Sumber data tertulis yang digunakan dalam penelitian ini adalah
buku-buku berbahasa daerah yaitu BBA yang diambil dari berbagai jenis buku
mulai dari buku pelajaran bahasa daerah, seperti Tulus 1 (SD Kelas 5), Udutna 1
(SD Kelas 3), Napuran 1 & Napuran 2 (Sekolah Menengah Kelas 1 dan 2),
Pelajaran Bahasa Daerah Tapanuli Selatan (SD Kelas 1 caturwulan 1, 2 & 3),
Bahasa Angkola (siswa, mahasiswa, dan umum), sampai dengan buku tentang
adat dan budaya, seperti: Andung tarsingot di tano hatubuan, Baen Dongan
Angkup Matobang, Djop ni roha pardomuan, Burangir na hombang, Horja
godang mangupa di na haroan boru, Poda-poda ni adat, Burangir Barita, dan
Tutur Poda. Sumber-sumber tertulis yang dipilih diambil berdasarkan tahun 1956
sampai tahun 2009 agar peneliti dapat mengambil data yang akurat karena diambil
dari tahun yang berbeda. Adapun, judul buku yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
A. Andung-Tarsingot di Tano Hatubuan (Datuk Satia Radja Siregar, 1956)
B. Tutur Poda (Sutan Tinggibarani, 2009)
C. Burangir na Hombang (Tinggibarani Perkasa Alam, 1977)
D. Baen Dongan Angkup Matobang (B.B. Pulungan, 1965)
E. Djop ni Roha Pardomuan (Baginda Marakub M., 1969)
F. Burangir Barita (G. Baumi Siregar, 2007)
G. Udutna 1 (D. Muhd. Siregar, dkk., 1976)
H. Poda-poda ni Adat (Baginda Raja Harahap, 1991)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
I. Napuran 1 (Dinggol Siregar dan Loekman H. Siregar, 1981)
J. Napuran 2 (Dinggol Siregar dan Loekman H. Siregar, )
K. Napuran 1 (Dinggol Siregar dan Loekman H. Siregar, 1982)
L. Horja Godang Mangupa di na Haroan Boru (G. Baumi Siregar, 1980)
M. Tulus 1 (D.M. Siregar, dkk., 1969)
N. Pelajaran Bahasa DaerahTapanuli Selatan (Z. Pangaduan Lubis, 1994)
O. Bahasa Angkola (Sutan Tinggibarani, 2008)
Penomoran dari teknik penyediaan data ini dilakukan tidak berdasarkan
urutan tahun, tetapi secara acak karena peneliti ingin menyediakan data dengan
cara yang tidak monoton. Di samping tebal dan tipisnya data sekunder ini, dengan
cara acak, akan membantu mengurangi rasa jenuh yang dialami oleh peneliti.
Sumber rekamannya terdiri atas dua jenis, yang pertama berupa rekaman
interview mengenai sejarah dan perkembangan bahasa Batak Angkola dahulu dan
saat sekarang, sementara yang kedua berupa rekaman tentaang proses upacara
adat seperti ceramah, lagu, dan sebagainya. Adapun kedua sumber rekaman
tersebut adalah:
P. Interview dengan bapak Mahmud Fauzi Hasibuan
Q. Pabuat Boru Marbagas (Kesenian Tapanuli Selatan)
Untuk mengatasi kekurangan data maka Kamus Modern Bahasa Angkola
Mandailing (R) digunakan sebagai rujukan berikutnya. Selain itu, seorang
informan dari daerah Angkola, Bapak H. Batara Murni Pulungan, juga
menyediakan diri kapan saja untuk pengecekan data yang ditemukan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
Berdasarkan sumber tertulis dan sumber rekaman yang disediakan di atas,
data diharapkan dapat dijaring dan ditemukan sampai lengkap sehingga dapat
memenuhi kepentingan dari penelitian ini.
Selanjutnya, jenis afiks yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah
afiks yang berdasarkan pendapat dari Sohuturon (1960), namun peneliti telah
memilah afiks yang hanya bisa diikuti oleh verba saja. Adapun, jenis afiks
tersebut adalah sebagai berikut:
a. Prefiks
1) {ma-} {man- ~ mam- ~ mang- ~ manga- ~ many- ~ mangka-}
2) {pa-} {pan- ~ pam- ~ pang- ~ panga- ~ pany-}
3) {par-}
4) {parpa-}
5) {mar-}
6) {marpar-} / {mampar-}
7) {marpa-}
8) {di-} ~ {ni-}
9) {dipa-} ~ {nipa-} {nipan- ~ nipam- ~ nipang-}
10) {dipar-} ~ {nipar-}
11) {diparpa-} ~ {niparpa-}
12) {tar-}
13) {tarpa-} {tarpan- ~ tarpam- ~ tarpang-}
14) {halim-}
15) {marsi-}
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
16) {marsipa-} ~ {marsiha-}
b. ‘Infiks’
Infiks BBA yaitu:
1) {–in-}
2) {–um-}
c. ‘Sufiks’
Sufiks BBA yaitu:
1) {–an}
2) {–on}
3) {–i}
4) {–hon} ~ {-kon}
Dengan demikian, teknik penyediaan data yang akan dilaksanakan dalam
penelitian ini adalah:
1) Teknik rekam
2) Teknik pustaka
3) Teknik kerjasama dengan informan
Kemudian ketiga teknik ini akan dilanjutkan dengan:
a) Teknik simak
b) Teknik sadap
c) Teknik simak bebas libat cakap
d) Teknik catat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
E. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses inti dari sebuah penelitian, karena pada teknik
inilah kemampuan dan ketelitian dalam menganalisis terasah dan teruji. Baik
tidaknya hasil analisis data suatu penelitian ditentukan oleh baik tidaknya dan
sesuai tidaknya, dalam menggunakan teknik analisis data penelitian tersebut.
Pernyataan di atas merujuk pada Sudaryanto (1993:6) yang menyatakan
bahwa sesuai dengan istilah “analisis”, tahap ini merupakan upaya sang peneliti
menangani langsung masalah yang terkandung pada data.
Kemudian, Edi Subroto (1992:55) menjelaskan bahwa menganalisis
berarti mengurai atau memilah-bedakan unsur-unsur yang membentuk suatu
satuan lingual, atau mengurai suatu satuan lingual ke dalam
komponen-komponennya.
Selanjutnya, mengacu pada pernyataan di atas maka penelitian ini
menggunakan analisis metode agih (Sudaryanto, 1993:31) atau distribusional
(Edi Subroto, 1992:63). Metode ini menganalisis sistem bahasa atau keseluruhan
kaidah yang bersifat mengatur di dalam bahasa berdasarkan perilaku atau ciri khas
kebahasaan satuan-satuan lingual tertentu (Edi Subroto, 1992:64).
Metode agih atau distribusional dalam penelitian ini menggunakan teknik
dari Edi Subroto (1992, 65-76), sebagai berikut:
1) Teknik urai unsur terkecil (Ultimate constituent analysis), maksudnya adalah
mengurai suatu satuan lingual tertentu atas unsur-unsur terkecilnya. Misalnya,
unsur terkecil sebuah kalimat adalah kata atau morfem, dalam BBA seperti:
mangoban ‘membawa’, mambuat ‘mengambil’, maka dapat ditemukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
bentuk-bentuk terkecil yang berulang sama secara bentuk arti ialah: mang-,
mam-, oban, buat, sehingga masing-masing merupakan morfem.
2) Teknik urai/ pilih unsur langsung (immediate constituent analysis) adalah
teknik memilah atau mengurai suatu konstruksi tertentu (morfologis atau
sintaksis) atas unsur-unsur langsungnya. Hal ini dapat terlihat pada BBA,
seperti pada konstruksi maniop ‘memegang’, unsur langsungnya adalah
{man-} ‘men-’ dan tiop ‘pegang’.
3) Teknik oposisi dua-dua yaitu oposisi antara dua kategori morfologis, yang
sebuah mengandung nilai kategori tertentu yang dinyatakan dengan prosede
morfologis (kaidah pembentukan kata secara sinkronis); sedangkan lainnya
tidak. Penerapan teknik ini dalam BBA misalnya:
mamotuk ‘memukul’ >< mamotuki ‘memukuli’
manggadis ‘menjual’ >< manggadisi ‘menjuali’
Berdasarkan kedua contoh di atas jelas terlihat bahwa terdapat kontras
kategorial yang menunjukkan nilai berkali-kali atau pluralitas perbuatan dalam
mamotuki dan manggadisi yang ditandai dengan penambahan sufiks {–i} pada
kata-kata atau morfem-morfem tersebut.
4) Teknik perluasan atau ekspansi adalah teknik memperluas satuan lingual
tertentu (yang dikaji atau yang dibahas) dengan “unsur” atau satuan lingual
tertentu baik perluasan ke kiri atau ke kanan. Misalnya dapat dilihat dalam
BBA sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
Akar kata gadis ‘jual’ diperluas ke kiri dengan unsur {mang-} ‘meng-’
menjadi manggadis ‘menjual’, diperluas ke kanan dengan unsur {–kon} ‘-kan’
menjadi manggadiskon ‘menjualkan’.
Dari contoh di atas, perluasan ke kanan dan ke kiri, unsur {mang-} dan
{–kon} berfungsi mentransitifkan verba. Unsur {mang-} memberi nosi aktif
transitif sementara unsur {–kon} memberi nosi benefaktif.
5) Teknik parafrasis digunakan untuk mengetahui aspek ciri arti dari suatu satuan
lingual dalam suatu konstruksi. Wujud penerapan teknik ini adalah pernyataan
dalam bentuk tuturan yang berbeda terhadap isi tuturan yang sama. Misalnya:
mamodomi ‘meniduri’ (afiks –i menandakan ‘lokatif’) dan mamodomkon
‘menidurkan’ (afiks –kon menandakan ‘kausatif’.
Metode padan juga digunakan dalam penelitian ini. Menurut Edi Subroto
(1992:55) metode padan sering disebut pula metode identitas yaitu metode yang
mengkaji atau menentukan identitas satuan lingual tertentu dengan memakai alat
penentu yang berada di luar bahasa, terlepas dari bahasa, dan tidak menjadi bagian
dari bahasa yang bersangkutan. Metode padan dalam penelitian ini menggunakan
alat penentu referent atau segala sesuatu yang ditunjuk bahasa (benda, barang,
objek; tindakan, peristiwa, perbuatan, kejadian; sifat, kualitas, keadaan derajat;
jumlah dan sebangsanya) benar-benar berada di luar bahasa, terlepas dan tidak
menjadi bagian dari bahasa.
Selanjutnya, Sudaryanto (1993:21) menyatakan bahwa metode padan
adalah metode yang menggunakan teknik dasar teknik pilah unsur tertentu.
Metode padan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode padan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
referensial dengan alatnya referen. Hal ini berarti bahwa daya pilah sebagai
pembeda referen untuk membagi satuan lingual kata menjadi berbagai jenis dan
untuk mengetahui perbedaan referen itu dengan menggunakan daya pilah yang
bersifat mental yang dimiliki oleh setiap peneliti. Misalnya untuk menerangkan
makna afiksasi sebagai pembentuk verba dari morfem dasar dengan melihat watak
semantis morfem akar yang menjadi bentuk dasar afiks yang bersangkutan.
Teknik ini dapat mengesahkan makna afiks {mang-} yang dilekati morfem dasar.
Afiks {mang-} ini mengandung makna “melakukan suatu perbuatan aktif seperti
yang dikatakan pada morfem dasar”, misalnya pada kata mangambur [maNambùr]
‘melompat’, atau mangambat [maNambat] ‘menghambat’.
Dengan demikian, prefiks {mang-} yang dilekati morfem dasar pada
bentuk tersebut memiliki makna yaitu yang pertama afiks {mang-} yang dilekati
morfem dasar ambur [ambùr] ‘lompat’ sehingga menjadi mangambur [maNambùr]
‘melompat’ atau melakukan suatu perbuatan aktif dalam hal ini lompat, dan yang
kedua afiks {mang-} yang melekat pada morfem dasar ambat [ambat] ‘hambat’
sehingga menjadi mangambat [maNambat] ‘menghambat’ atau ‘melakukan suatu
perbuatan aktif seperti yang dikatakan pada verba yang melekat pada morfem
dasar dalam hal ini adalah perbuatan hambat’.
Dengan demikian, dapat dinyatakan secara sederhana bahwa dalam
penelitian ini teknik analisis data yang digunakan adalah sebagai berikut:
1) Metode agih atau distribusional, yang terdiri atas:
a) Teknik urai unsur terkecil (ultimate constituent analysis)
b) Teknik urai/ pilih unsur langsung (immediate constituent analysis)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
c) Teknik oposisi dua-dua
d) Teknik perluasan atau ekspansi
e) Teknik parafrasis
2) Metode padan, dengan teknik dasar pilah unsur tertentu.
F. Teknik Penyajian Analisis Data
Hasil Analisis data dilaporkan dalam penyajian analisis data yang
menggunakan teknik informal dan formal ataupun sebaliknya. Metode penyajian
informal adalah perumusan dengan kata-kata biasa-walaupun dengan terminologi
yang teknis sifatnya. Metode penyajian formal adalah perumusan dengan tanda
dan lambang-lambang (Sudaryanto, 1993:145).
Sesuai dengan pernyataan di atas, penyajian analisis data ini nantinya akan
menghasilkan suatu kaidah atau rumusan mengenai sistem verba BBA dari
morfem dasar berupa rangkaian kalimat yang sistematis, dan selanjutnya
diterjemahkan dalam bentuk tanda dan lambang seperti tanda bintang (*), tanda
kurung biasa (()), tanda kurung kurawal ({}), tanda kurung siku ([ ]), dan tanda
garis miring (//), agar kaidah atau rumusan yang dihasilkan lebih sederhana dan
mudah untuk dipahami hasilnya. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa teknik
penyajian analisis data akan dinyatakan secara formal dan informal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
BAB IV
ANALISIS DATA DAN TEMUANNYA
Pembahasan hasil penelitian dalam BAB IV ini disajikan ke dalam empat
bagian utama sesuai dengan rumusan masalah yang telah disebutkan dalam latar
belakang masalah. Keempat bagian ini menguraikan hasil penelitian yang telah
ditemukan oleh peneliti dengan upaya yang sungguh-sungguh demi mencapai
keakuratan dari hasil yang akan dicapai. Bagian pertama membahas afiks-afiks
derivasional pembentuk verba BBA dari dasar verba. Di dalam bagian kedua
dibahas mengenai aspek semantik dari keproduktifan afiks-afiks derivasional.
Sementara itu, di dalam bagian ketiga dibahas mengenai afiks-afiks infleksional
pembentuk verba BBA dari dasar verba. Aspek semantik dari keproduktifan
afiks-afiks infleksional dibahas di dalam bagian keempat. Keempat bagian ini
menggunakan data dari lampiran yang disediakan dari kajian pustaka berupa
buku-buku, dari informan berupa interview, dan dari kaset budaya berBBA, yang
dipilih menjadi 100 verba transitif dan 25 verba intransitif. Namun, dalam
penelitian ini, peneliti hanya membahas bentuk dasar verba atau morfem dasar
kategori verba yang terdapat dalam paradigma I saja, dengan tujuan agar lebih
fokus dan rinci. Sementara itu, untuk bentuk kategori lain yang mungkin muncul
dalam konteks paradigma yang sama maupun yang berbeda, disarankan untuk
menjadi bahan penelitian selanjutnya bagi para peneliti yang tertarik untuk
mengkaji lebih lanjut tentang sistem verba BBA ini.
74
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
A. Afiks-afiks derivasional pembentuk verba BBA dari dasar verba
Perumusan masalah yang pertama ini menjelaskan jenis afiks
derivasional yang dapat membentuk verba BBA dari dasar verba yakni morfem
dasar. Bentuk afiks-afiks derivasional yang telah ditemukan berdasarkan data
yang telah tersedia adalah afiks –i dan afiks –kon. Hal ini ditunjukkan oleh
fenomena yang muncul pada saat peramalan yang dicobakan untuk setiap data
verba, baik verba transitif (100 kata) maupun verba intransitif (25 kata). Afiks
derivasional ialah afiks yang dalam proses pembentukan katanya melampaui
identitas kata. Contoh lampiran yang tersedia menunjukkan bahwa afiks –i dan
afiks –kon adalah pembentuk kata-kata baru dalam kategori yang berbeda.
Walaupun kemunculan dari kedua afiks ini tidak dapat diramalkan
(unpredictable), dari leksem baru yang telah dibubuhi afiks –i dan afiks –kon
tadi dapat dibentuk kata-kata infleksional yang dapat diramalkan (predictable)
kemunculannya. Afiks derivasional pembentuk verba dari morfem dasar ini
(afiks –i dan afiks -kon) memang tidak dapat diramalkan (unpredictable)
kemunculannya pada setiap morfem dasar. Namun dapat dipastikan bahwa
untuk verba berjenis transitif, kemunculannya dapat terjadi secara berulang dan
teratur. Hal ini dapat dilihat pada data lampiran data no.1 sampai data no.100.
Sementara itu, untuk verba intransitif kemunculan afiks ini tidak dapat
diramalkan (unpredictable), seperti yang ditunjukkan oleh data no.1 sampai
data no.25. Berikut adalah penjelasan berdasarkan pembagian jenis verbanya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
1) Verba Transitif
TABEL 3
Afiks Derivasional Verba Transitif
No. Verba Dasar
Glos
DERIVASIONAL Paradigma I
KETERANGAN
B C
Kat
egor
i D–i
Kat
egor
i D–k
on
1. jomur jemur P P Afiks derivasional pembentuk verba dari morfem dasar transitif mengalami kemunculan kategori D –i dan kategori D–kon, secara teratur dan dapat diramalkan (predictable). Kolom B dan C menunjukkan bahwa semua morfem dasar transitif dapat dilekati oleh kedua kategori ini.
2. kobet ikat P P 3. kubak kupas P P 4. ambit gendong
(depan) P P
5. gotap potong P P 6. pudun ikat P P 7. pake pakai P P 8. sambut sambut P P 9. potuk pukul P P 10. siram siram P P 11. ramban lempar P P 12. ompa gendong
(depan atau belakang)
P P
13. sargut gigit P P 14. tampul tebas P P 15. jomput pungut P P 16. gora tegur
(menegur dengan suara)
P P
17. tinggang timpa P P 18. surdu suguh P P 19. dege pijak P P 20. tangkup tangkap P P 21. ambat hambat P P 22. balut bungkus P P 23. putik petik P P 24. pasang pasang P P 25. basu cuci P P 26. sipak sepak P P 27. ayak usir P P 28. ambur lompat P P 29. tungkir intip P P 30. togu tuntun P P 31. jata raih P P 32. tutun bakar P P 33. tiop pegang P P 34. tudu tunjuk P P 35. bunu bunuh P P 36. gadis jual P P
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
37. apil hapal P P 38. kojar kejar P P 39. doit sengat P P 40. apit jepit P P 41. lilit lilit P P 42. bola belah P P 43. ombus hembus P P 44. susun susun P P 45. puntar pecah P P 46. suan tanam P P 47. tembak tembak P P 48. jagit terima P P 49. baen bikin P P 50. surat tulis P P 51. alo lawan P P 52. dok bilang P P 53. buat bikin P P 54. jago jaga P P 55. tangko curi P P 56. garar bayar P P 57. abing angkat
(benda) P P
58. simpan simpan P P 59. tanda kenal P P 60. lehen beri P P 61. buka buka P P 62. cukur cukur P P 63. tiru tiru P P 64. tahan tahan P P 65. oban bawa P P 66. ingot ingat P P 67. inte tunggu P P 68. ajar ajar P P 69. basa baca P P 70. etong hitung P P 71. kirim kirim P P 72. tonton tonton P P 73. jalaki cari P P 74. kubur kubur P P 75. urus urus P P 76. tatap pandang P P 77. atur atur P P 78. pili pilih P P 79. koyok sembelih P P 80. alus jawab P P 81. topot tuju P P 82. tarik tarik P P 83. pareso periksa P P 84. simpan simpan P P 85. angkat angkat P P 86. gantung gantung P P 87. ligi lihat P P 88. tutup tutup P P 89. bagi bagi P P 90. taru antar P P 91. tarimo terima P P 92. bege dengar P P 93. kaluk peluk P P 94. jama pegang P P
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
95. tabusi beli P P 96. alap jemput P P 97. pio panggil P P 98. rurus rontok P P 99. duda tumbuk P P 100. injam pinjam P P
Tabel 3 di atas, jelas menunjukkan bahwa seratus data yang berasal dari
verba transitif memperlihatkan penggunaan afiks derivasional –i dan –kon,
yang diwujudkan dalam kategori D-i dan kategori D-kon, sehingga terbukti
bahwa verba itu menjadi kata baru walaupun tidak mengubah kelas katanya.
Penjelasan selanjutnya mengenai semantik akan dibahas pada bagian yang
menjawab rumusan masalah yang kedua.
2) Verba Intransitif
Kemunculan afiks derivasional pada verba intransitif tidak dapat
diprediksi (unpredictable) karena untuk beberapa verba, kemunculan afiks
derivasional ini tidak berterima secara semantis maupun secara konvensi dalam
masyarakat. Adapun, datanya dapat dilihat sebagai berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
TABEL 4
Afiks Derivasional Verba Intransitif
No. Morfem dasar
Glos
DERIVASIONAL Paradigma
I
KETERANGAN
B C
Kat
egor
i D–i
Kat
egor
i D–k
on
1. siap siap - P Afiks derivasional pembentuk verba dari morfem dasar intransitif mengalami kemunculan kategori D–i dan kategori D–kon. Kategori D–i hanya dialami oleh morfem dasar hobar, lintas, dalan, ngot, ro, juguk, tengget, kehe, mulak, rumbak, maridi, mijur, modom, masuk, dan dabu. Morfem dasar intransitif lainnya tidak mengalami karena alasan semantis. Morfem dasar intransitif yang mengalami kategori D-i memiliki ideosinkretis (keanehan-keanehan bentuk) yang dapat diihat sebagai berikut. Khusus untuk morfem dasar ro, bentuknya berubah menjadi reduplikasi roroi karena verba ini hanya terdiri dari satu suku kata saja. Sementara itu, morfem dasar ngot, kehe, mulak, maridi, mijur, dan modom mengalami kategori D–i tapi bentuknya berubah menjadi pa-D-i yaitu pangoti, pakehei, pamulaki, paridii, paijuri,dan podomi. Kategori D-kon dialami oleh semua morfem dasar intransitif kecuali morfem dasar tolap karena alasan semantis. Morfem dasar ngot, ro, kehe, mulak, maridi, mijur, dan modom, mengalami kategori D-kon. Tapi bentuk morfem dasar ro berubah menjadi pa-D yaitu paro. Uniknya, pada kategori D-i terjadi bentuk reduplikasi, sedangkan pada kategori D-kon bentuknya berubah dan tidak mengalami reduplikasi sama sekali. Bentuk morfem dasar yang mengalami kategori pa-D-kon yaitu pangotkon, pakeheon, pamulakkon, paridion, paijurkon, dan podomkon. Berdasarkan penjelasan ini terbukti bahwa kategori D-i dan kategori D-kon untuk morfem dasar intransitif adalah unpredictable (tidak dapat diramalkan kemunculannya secara teratur dan berulang), sehingga bentuknya harus dihapal karena sudah menjadi konvensi di masyarakat.
2. munduk tunduk - P 3. hobar bicara P P 4. tubu tumbuh - P 5. payak letak - P 6. harejo kerja - P 7. tangi dengar - P 8. lintas lewat P P 9. dalan jalan P P
10. ngot bangun P P 11. ro datang P P 12. juguk duduk P P 13. tengget naik P P 14. mago hilang - P 15. kehe pergi P P 16. mulak pulang P P 17. gulung baring - P 18. rumbak roboh P P 19. habang terbang - P 20. maridi mandi P P 21. mijur turun P P 22. modom tidur P P 23. masuk masuk P P 24. tolap tiba - - 25. dabu jatuh P P
Tabel 4 di atas memperlihatkan dengan jelas bentuk afiks derivasional
dari morfem dasar intransitif. Morfem dasar intransitif memang tidak memiliki
bentuk afiks derivasional yang teratur karena morfem dasar ini hukumnya
harus dihapal. Selain itu, beberapa verba memiliki bentuk dan ketentuan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
tersendiri dalam pembentukannya yang otomatis akan mempengaruhi aspek
semantiknya juga.
B. Aspek semantik dan keproduktifan afiks-afiks derivasional
Afiks-afiks derivasional memiliki keproduktifan yang terbatas karena
alasan semantis. Namun bila dilihat dari aspek semantik, afiks-afiks
derivasional pembentuk verba BBA dari morfem dasar ini memiliki beberapa
makna. Dari segi verba transitif (dialami oleh semua data dari no.1 sampai
no.100), makna dari afiks derivasional –i ada dua, yaitu (1) frekuentatif, dan
(2) lokatif. Sementara itu, makna dari afiks derivasional –kon adalah
(1) benefaktif (melakukan untuk orang lain), (2) melakukan dengan perbuatan
alat, (3) melakukan dengan sungguh-sungguh (intensif), (4) kausatif, dan (5)
direktif. Untuk verba intransitif, afiks derivasionalnya juga sama dengan verba
transitif, yaitu afiks –i, dan afiks –kon.
Adapun rincian penjelasannya dapat diambil dari beberapa contoh data
sebagai berikut. Tapi sebelumnya disajikan terlebih dahulu keterangan dari
simbol-simbol pada bagan berikut.
Keterangan:
Paradigma: Daftar lengkap perubahan afiksasi yang mungkin dengan morfem
asal yang sama (Verhaar, 1988: 65).
Paradigma I: Seperangkat unsur-unsur bahasa yang sebagian bersifat konstan
(afiks infleksi), dan yang sebagian berubah-ubah (afiks derivasi).
Afiks derivasi dialami ke sebelah kiri dan kanan dari morfem
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
dasar. Proses derivasional dari data ini terdiri atas tiga kolom yaitu
A, B, dan C. Afiks infleksi dialami kolom A, B, dan C dari baris 1
sampai baris 5.
Kategori morfologis: sejumlah kata yang ditandai oleh ciri bentuk yang sama
berhubungan dengan ciri arti yang sama pula, atau
ditandai oleh kesepadanan antara perbedaan identik
dalam valensi dengan ciri identik dari arti (Uhlenbeck
dalam Edi Subroto, 1991:76).
Contoh: seperti mang-D, di-D, dan seterusnya.
Kolom A: Kolom dari morfem dasar. Bila ke kiri dan ke kanan mengalami
afiks derivasi, sedangkan bila ke bawah mengalami afiks infleksi.
Kolom B: Kolom dari verba yang mengalami afiks derivasi –i. Bila ke bawah
mengalami afiks infleksi.
Kolom C: Kolom dari verba yang mengalami afiks derivasi –kon. Bila ke
bawah mengalami afiks infleksi.
Baris 1: Deretan verba derivasional yang dilekati afiks mang-, mang- -i, dan
mang- -kon.
Baris 2: Deretan verba derivasional yang dilekati afiks di-, di- -i, dan
di- -kon.
Baris 3: Deretan verba derivasional yang dilekati afiks hu-, hu- -i, dan
hu- -kon.
Baris 4: Deretan verba derivasional yang dilekati afiks di- -ho, di- -iho, dan
di- -konho.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
Baris 5: Deretan verba derivasional yang dilekati afiks di- -ia, di- -iia, dan
di- -konia.
Contoh data morfem dasar transitif BBA:
14. tampul [tampùl] ‘tebas’
DERIVASIONAL (I)
B A C -TAMPULI -TAMPUL -TAMPULKON [tampùli] [tampùl] [tampùlk¿n] ‘tebasi’ ‘tebas’ ‘tebaskan’ manampuli 1.manampul manampulkon [manampùli] [manampùl] [manampùlk¿n] ‘menebasi’ ‘menebas’ ‘menebaskan’
I N ditampuli 2.ditampul ditampulkon F [ditampùli] [ditampùl] [ditampùlk¿n] L ‘ditebasi’ ‘ditebas’ ‘ditebaskan’ E K hutampuli 3.hutampul hutampulkon S [hutampùlk¿n] [hutampùl] [hutampùlk¿n] I ‘kutebasi’ ‘kutebas’ ‘kutebaskan’ O N ditampuliho 4.ditampulho ditampulkonho A [ditampùlIho] [ditampùlho] [ditampùlk¿nho] L ‘diatebasi oleh kamu’ ‘ditebas oleh kamu’ ‘diatebaskan oleh kamu’ ‘kautebasi’ ‘kautebas’ ‘kautebaskan’
ditampuliia 5.ditampulia ditampulkonia [ditampùliia] [ditampùlia] [ditampùlk¿nia] ‘ditebasi oleh dia’ ‘ditebas oleh dia’ ‘ditebaskan oleh dia’ ‘diatebasi’ ‘diatebas’ ‘diatebaskan’
Bagan 5. Contoh data 14 (Derivasional)
Bagian data (14) di atas yang dibahas adalah yang bercetak tebal saja.
Perbedaan antara leksem TAMPUL (A), TAMPULI (B), TAMPULKON (C)
yaitu adalah sebagai berikut. TAMPULI memiliki makna ‘perbuatan yang
berulang-ulang’ (dalam oposisinya dengan TAMPUL), contoh:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
Tampuli ma jolo duhut-duhut i. tebasi lah dulu rumput-rumput itu
[tampùli ma j¿lo dùhùt-dùhùti]
‘Tebasilah dulu rumput-rumput itu.’
Sementara itu, TAMPULKON mempunyai makna ‘melakukan perbuatan
dengan alat’, contoh:
Tampulkon ma jolo batang ni pisang i tebaskan lah dulu pohon dari pisang itu
[tampùlk¿n ma j¿lo bataN ni pIsaNI]
‘Tebaskanlah dulu pohon pisang itu.’
Atas dasar tersebut, kata TAMPUL, TAMPULI, TAMPULKON, secara
leksikal adalah tiga kata yang berbeda (derivasional) sekalipun sama-sama
termasuk verba. Ciri makna atau nilai kategorial ‘berkali-kali’ pada tampuli
disebabkan oleh hadirnya sufiks –i. Adapun, ciri makna atau nilai kategorial
‘melakukan dengan alat’ pada tampulkon disebabkan oleh hadirnya sufiks
–kon. Di samping hal perbedaan ciri makna, kemunculan sufiks –i pada
TAMPULI dan sufiks –kon pada TAMPULKON yang ‘tak dapat diramalkan’
merupakan salah satu penanda pembentukan derivasional.
18. surdu [sùrdu] ‘suguh (menawarkan sesuatu kepada orang lain)’
DERIVASIONAL
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
(I) B A C -SURDUI -SURDU -SURDUON [sùrdùi] [sùrdu] [sùrdu¿n] ‘suguhi’ ‘suguh’ ‘suguhkan’ manyurdui 1.manyurdu manyurduon [ma=ùrdùi] [ma=ùrdu] [ma=ùrdu¿n] ‘menyuguhi’ ‘menyuguh’ ‘menyuguhkan’
I N disurdui 2.disurdu disurduon F [disùrdui] [disùrdu] [disùrdu¿n] L ‘disuguhi’ ‘disuguh’ ‘disuguhkan’ E K husurdui 3.husurdu husurduon S [husùrdui] [husùrdu] [husùrdu¿n] I ‘kusuguhi’ ‘kusuguh’ ‘kusuguhkan’ O N disurduiho 4.disurduho disurduonho A [disùrduIho] [disùrdùho] [disùrdu¿nho] L ‘disuguhi oleh kamu’ ‘disuguh oleh dia’ ‘disuguhkan oleh dia’
‘kausuguhi’ ‘kausuguh’ ‘kausuguhkan’ disurduiia 5.disurduia disurduonia [disùrduiia] [disùrduia] [disùrdu¿nia] ‘disuguhi oleh dia’ ‘disuguh oleh dia’ ‘disuguhkan oleh dia’ ‘diasuguhi’ ‘diasuguh’ ‘diasuguhkan’
Bagan 6. Contoh data 18 (Derivasional)
Bagian data 18 di atas yang dibahas adalah yang bercetak tebal saja.
Perbedaan antara leksem SURDU (A), SURDUI (B), SURDUON (C) adalah
sebagai berikut. SURDUI memiliki makna ‘perbuatan yang lokatif’ (dalam
oposisinya dengan SURDU), dapat dilihat dalam kalimat:
Surdui ma jolo tes on tu koum ta an. suguhi lah dulu air minum ini untuk tamu kita itu
[sùrdui ma j¿lo tEson tu k¿um ta an]
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
‘Suguhilah dulu minum ini untuk tamu kita itu’.
Suguhi mengandung makna menyuguhi sesuatu dan yang disuguhkan itu
diletakkan pada tempat tertentu dan biasanya diletakkan di depan orang yang
ingin disuguhi sesuatu tersebut.
Sementara itu, SURDUON mempunyai makna ‘melakukan untuk orang
lain (benefaktif)’, contoh:
Surduon ma burangir i tu hatobangon i. suguhkan lah sirih itu ke para tetua itu
[sùrdu¿n ma bùraNIri tu hat¿baN¿ni]
‘Suguhkanlah sirih itu pada para tetua itu’) (di dalam oposisinya dengan
surdu).
Suguhkan mengandung makna menyuruh orang lain untuk menyuguh
sesuatu terhadap orang lain. Atas dasar tersebut, kata SURDU, SURDUI,
SURDUON, secara leksikal adalah tiga kata yang berbeda (derivasional)
sekalipun sama-sama termasuk verba. Ciri makna atau nilai kategorial ‘lokatif’
pada surdui disebabkan oleh hadirnya sufiks –i. Adapun, ciri makna atau nilai
kategorial ‘melakukan untuk orang lain (benefaktif)’ pada surduon disebabkan
oleh hadirnya sufiks –kon. Di samping hal perbedaan ciri makna, kemunculan
sufiks –i pada SURDUI dan sufiks –kon pada SURDUON yang ‘tak dapat
diramalkan’ merupakan salah satu penanda pembentukan derivasional.
47. tembak [temba/] ‘tembak’
DERIVASIONAL (I)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
B A C -TEMBAKI -TEMBAK -TEMBAKKON [tembaki] [temba/] [temba/k¿n] ‘tembaki’ ‘tembak’ ‘tembakkan’ manembaki 1.manembak manembakkon [manembaki] [manemba/] [manemba/k¿n] ‘menembaki’ ‘menembak’ ‘menembakkan’
I N ditembaki 2.ditembak ditembakkon F [ditembaki] [ditemba/] [ditemba/k¿n] L ‘ditembaki’ ‘ditembak’ ‘ditembakkan’ E K hutembaki 3.hutembak hutembakkon S [hutembaki] [hutemba/] [hutemba/k¿n] I ‘kutembaki’ ‘kutembak’ ‘kutembakkan’ O N ditembakiho 4.ditembakho ditembakkonho A [ditembakIho] [ditemba/ho] [ditemba/k¿no] L ‘ditembaki oleh kamu’ ‘ditembak oleh kamu’ ‘ditembakkan oleh kamu’
‘kautembaki’ ‘kautembak’ ‘kautembakkan’ ditembakiia 5.ditembakia ditembakkonia [ditembakiia] [ditembakia] [ditemba/k¿nia] ‘ditembaki oleh dia’ ‘ditembak oleh dia’ ‘ditembakkan oleh dia’ ‘diatembaki’ ‘diatembak’ ‘diatembakkan’
Bagan 7. Contoh data 47 (Derivasional)
Bagian data 47 di atas yang dibahas adalah yang bercetak tebal saja.
Perbedaan antara leksem TEMBAK (A), TEMBAKI (B), TEMBAKKON (C)
adalah sebagai berikut. TEMBAKI memiliki makna ‘perbuatan yang dilakukan
berulang-ulang/frekuentatif’’ (dalam oposisinya dengan TEMBAK), dapat
dilihat dalam kalimat:
Tembaki ma jolo unggas na ma mangan eme i. tembaki lah dulu burung yang sudah makan padi itu
[tembaki ma j¿lo uNgas na ma maNan eme i]
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
‘Tembakilah dulu burung yang sudah memakan padi itu.’
Tembaki mengandung makna menembaki sesuatu pada tempat tertentu dan
biasanya terletak di depan orang yang ingin menembak tersebut.
Sementara itu, TEMBAKKON mempunyai makna ‘direktif’, contoh:
Tembakkon ma misang i sannari. tembakkan lah musang itu sekarang
[temba/k¿n ma mIsaNI sannari]
‘Tembakkanlah musang itu sekarang.’ (di dalam oposisinya dengan
tembak).
Tembakkan mengandung makna melakukan menembak secara langsung
(direktif). Atas dasar tersebut, kata TEMBAK, TEMBAKI, TEMBAKKON,
secara leksikal adalah tiga kata yang berbeda (derivasional) sekalipun
sama-sama termasuk verba. Ciri makna atau nilai kategorial ‘frekuentatif’ pada
tembaki disebabkan oleh hadirnya sufiks –i. Adapun, ciri makna atau nilai
kategorial ‘direktif’ pada tembakkon disebabkan oleh hadirnya sufiks –kon. Di
samping hal perbedaan ciri makna, kemunculan sufiks –i pada TEMBAKII dan
sufiks –kon pada TEMBAKKON yang ‘tak dapat diramalkan’ merupakan salah
satu penanda pembentukan derivasional.
Contoh data morfem dasar intransitif BBA:
7. tangi [taNI] ‘dengar’
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
DERIVASIONAL (I)
B A C - TANGI -TANGION [taNI] [taNI¿n] ‘dengar’ ‘dengarkan’ 1. manangion
[manaNI¿n] ‘mendengarkan’
I N 2. ditangion F [ditaNI¿n] L ‘didengarkan’ E K 3. hutangion S [hutaNI¿n] I ‘kudengarkan’ O N 4. ditangionho A [ditaNI¿nho] L ‘didengarkan oleh kamu’ ‘kaudengarkan’
5. ditangionia [ditaNI¿nia] ‘didengarkan oleh dia’ ‘diadengarkan’
Bagan 8. Contoh data 7 (Derivasional)
Bagian data (7) di atas yang dibahas adalah yang bercetak tebal saja.
Data ini memperlihatkan bahwa bentuk derivasional itu tidak bisa diramalkan
atau diprediksi kemunculannya (unpredictable). Hal ini disebabkan oleh
TANGI (A) dan TANGION (C) muncul, sedangkan (B) tidak muncul karena
alasan semantik yang tidak berterima. TANGION memiliki makna ‘melakukan
dengan sungguh-sungguh (intensif)’ seperti pada kalimat:
Ucok, tangion so hudokkon ucok dengarkan biar kukatakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
[uc¿/ taNI¿n so hùd¿/k¿n]
‘Ucok, dengarkan biar kukatakan.’
Kalimat ini menunjukkan bahwa seseorang telah menyuruh Ucok untuk
melakukan tindakan mendengar.
10. ngot [N¿t] ‘bangun’
DERIVASIONAL (I)
B A C -NGOTI NGOT -NGOTKON [N¿ti] [N¿t] [N¿tk¿n] ‘banguni’ ‘bangun’ ‘bangunkan’
pangoti 1. pangotkon [paN¿ti] [paN¿tk¿n]
‘membanguni’ ‘membangunkan’ dingoti 2. dingotkon [diN¿ti] [diN¿tk¿n] ‘dibanguni’ ‘dibangunkan’ hungoti 3. hungotkon [huN¿ti] [huN¿tk¿n] ‘kubanguni’ ‘kubangunkan’ dingotiho 4. dingotkonho [diN¿tIho] [diN¿tk¿nho] ‘dibanguni oleh kamu’ ‘dibangunkan oleh kamu’
‘kaubanguni’ ‘kaubangunkan’ dingotiia 5. dingotkonia [diN¿tiia] [diN¿tk¿nia] ‘dibanguni oleh dia’ ‘dibangunkan oleh dia’ ‘diabanguni’ ‘diabangunkan’
Bagan 9. Contoh data 10 (Derivasional)
Bagian data (10) di atas yang dibahas adalah yang bercetak tebal saja.
Verba NGOT (A) adalah morfem dasar. NGOTI (B), dan NGOTKON (C)
adalah leksem yang selalu muncul dan dapat diprediksi (predictable). NGOTI
INFLEKSIONAL
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
memiliki ciri semantik ‘melakukan secara berulang’, seperti terlihat pada
kalimat:
Ucok, ngoti ma jolo anggi mi so maridi ia amang. ucok banguni lah dulu adik mu itu biar mandi dia nak
[uc¿/ N¿ti ma j¿lo aNgi mi so marIdi ia amaN]
‘Ucok, bangunilah dulu adikmu itu biar mandi nak.’
NGOTI di sini menunjukkan bahwa Ucok disuruh ibu untuk
membangunkan adiknya berkali-kali agar bangun dan segera mandi.
Sementara itu, NGOTKON mempunyai makna ‘benefaktif’, seperti pada
kalimat:
Ngotkon bo si butet so mardahan jolo ia bangunkan dulu si butet biar masak dulu dia
[N¿tk¿n bo si bùtEt so mardahan j¿lo ia]
‘Bangunkanlah dulu si butet biar memasak dulu’
NGOTKON dalam kalimat ini berarti seseorang menyuruh si pelaku
untuk membangunkan si butet agar dia bangun dan segera memasak.
11. ro [r¿] ‘datang’
DERIVASIONAL (I)
B A C roroi ro paro
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
[maNar¿r¿i] [ro] [par¿] ‘datangi’ ‘datang’ ‘datangkan’ mangaroroi 1. paroon
[maNar¿r¿i] [par¿on] ‘mendatangi’ ‘mendatangkan’
I N diroroi 2. diparoon F [dir¿r¿i] [dipar¿on] L ‘didatangi’ ‘didatangkan’ E K huroroi 3. huparoon S [hur¿r¿i] [hupar¿on] I ‘kudatangi’ ‘kudatangkan’ O N diroroiho 4. diparoonho A [dir¿r¿iho] [dipar¿onho] L ‘didatangi oleh kamu’ ‘didatangkan oleh kamu’
‘kaudatangi’ ‘kaudatangkan’ diroroiia 5. diparoonia [dir¿r¿iia] [dipar¿onia] ‘didatangi oleh dia’ ‘didatangkan oleh dia’ ‘diadatangi’ ‘diadatangkan’
Bagan 10. Contoh data 11 (Derivasional)
Bagian data (11) di atas yang dibahas adalah yang bercetak tebal saja.
Verba RO (A) adalah morfem dasar. Verba ROROI (B), dan PARO (C) adalah
leksem yang selalu muncul dan dapat diprediksi (predictable). ROROI
memiliki ciri semantik ‘lokatif’, seperti terlihat pada kalimat:
Roroi ma jolo naron ompung di bagas da. datangi lah dulu nanti kakek di rumah ya
[r¿r¿i ma j¿lo nar¿n ompùN di bagas da]
‘Nanti, datangilah dulu kakek di rumah ya.’
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
ROROI di sini menunjukkan bahwa seseorang disuruh untuk
mendatangi kakeknya yang berada di rumah.
Sementara itu, PARO mempunyai makna ‘kausatif’, seperti pada
kalimat:
Paro ma jolo aya tukang becak i. datangkan lah dulu nak tukang becak itu
[par¿ ma j¿lo aya tùkaN bEca/ i]
‘Datangkanlah dulu nak tukang becak itu.’
PARO dalam kalimat ini berarti seseorang yang lebih tua menyuruh si
pelaku (dalam hal ini) untuk mendatangkan seorang tukang becak.
15. kehe [kehe] ‘pergi’
DERIVASIONAL (I)
I B A C N pakehei KEHE pakeheon F [pakehei] [kehe] [pakehe¿n] L ‘membuat ‘pergi’ ‘membuat E jadi pergi’ pergi’ K 1. S I 2. O N 3. A L 4. 5.
Bagan 15. Contoh data 15 (Derivasional)
Bagian data (15) di atas yang dibahas adalah yang bercetak tebal saja.
Verba KEHE (A) adalah morfem dasar. Verba PAKEHEI (B), dan PAKEHEON
(C) adalah leksem yang memiliki ideosinkretis (keanehan-keanehan bentuk)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
yang tidak dapat dimunculkan turunannya (unpredictable). PAKEHEI memiliki
ciri semantik ‘membuat jadi pergi (kausatif)’, seperti terlihat pada kalimat:
Ucok, pakehei ma dongan-dongan mi da ucok membuat jadi pergi lah teman-teman mu itu ya
[uc¿/ pakehei ma d¿Nan d¿Nan mi da]
‘Ucok, teman-temanmu itu disuruh pergi dulu ya.’
PAKEHEI di sini menunjukkan bahwa Ucok disuruh oleh seseorang
untuk membuat teman-temannya pergi.
Sementara itu, PAKEHEON mempunyai makna ‘membuat pergi
(kausatif)’, seperti pada kalimat:
Pakeheon ma sannari ia na manabusi pocal i. membuat pergi lah sekarang dia yang membeli pecal itu
[pakeheon ma sannari ia na manabùsi p¿cali]
‘Sekarang, buatlah dia pergi membeli pecal itu.’
PAKEHEON dalam kalimat ini berarti seseorang menyuruh seseorang
lagi untuk membuat dia (dalam hal ini orang yang ketiga) untuk pergi membeli
pecal.
21. mijur [mijùr] ‘turun’
DERIVASIONAL (I)
B A C PAIJURI MIJUR PAIJURKON
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
[paijùri] [mIjùr] [paijùrk¿n] ‘turuni’ ‘turun’ ‘turunkan’ mampaijuri 1. mampaijurkon
[mampaIjùri] [mampaIjùrk¿n] ‘menuruni’ ‘menurunkan’
I N dipaijuri 2. dipaijurkon F [dIpaijùri] [dipaijùrk¿n] L ‘dituruni’ ‘diturunkan’ E K hupaijuri 3. hupaijurkon S [hùpaijùri] [hupaijùrk¿n] I ‘kuturuni’ ‘kuturunkan’ O N dipaijuriho 4. dipaijurkonho A [dIpaijùrIho] [dipaijùrk¿nho] L ‘dituruni oleh kamu’ ‘diturunkan oleh kamu’ ‘kauturuni’ ‘kauturunkan’
dipaijuriia 5. dipaijurkonia [dIpaijùriia] [dipaijùrk¿nia] ‘dituruni oleh dia’ ‘diturunkan oleh dia’ ‘diaturuni’ ‘diaturunkan’
Bagan 11. Contoh data 21 (Derivasional)
Bagian data (21) di atas yang dibahas adalah yang bercetak tebal saja.
Verba MIJUR (A) adalah morfem dasar. Verba PAIJURI (B), dan
PAIJURKON (C) adalah leksem yang memiliki ideosinkretis
(keanehan-keanehan bentuk) yang dapat dimunculkan turunannya
(predictable). PAIJURI memiliki ciri semantik ‘berkali-kali’, seperti terlihat
pada kalimat:
Uda, paijuri ma jolo goni-goni i. paman, turuni lah dulu karung-karung itu
[uda paijùri ma j¿lo g¿ni g¿ni i]
‘Paman, turunilah karung-karung itu.’
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
PAIJURI di sini menunjukkan bahwa Uda disuruh oleh seseorang untuk
menurunkan karung-karung itu berkali-kali.
Sementara itu, PAIJURKON mempunyai makna ‘kausatif’, seperti pada
kalimat:
Tolong ma paijurkon jolo barang-barang na di ginjang i. tolong lah turunkan dulu barang-barang yang di atas itu
[t¿l¿N ma paijùrk¿n j¿lo baraN baraN na di gInjaNi]
‘Tolonglah dulu turunkan barang-barang yang di atas itu.’
PAIJURKON dalam kalimat ini berarti seseorang menyuruh seseorang
lagi untuk menurunkan barang-barang yang ada di atas.
24. tolap [t¿lap] ‘tiba’
DERIVASIONAL (I)
I B A C N - TOLAP - F [t¿lap] L ‘tiba’ E K 1. S I 2. O N 3. A L 4. 5.
Bagan 12. Contoh data 24 (Derivasional)
Bagian data (24) di atas yang dibahas adalah yang bercetak tebal saja.
Verba TOLAP (A) tidak mengalami afiks derivasional sama sekali dalam
kolom-kolom selanjutnya, baik kolom (B) maupun kolom (C). Hal ini
menunjukkan bahwa kemunculannya tidak dapat diprediksi (unpredictable)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
karena yang tidak muncul itu bentuk dan makna semantiknya yang tidak
berterima.
C. Afiks-afiks infleksional pembentuk verba BBA dari dasar verba
Adapun bentuk afiks-afiks infleksional yang ditemukan dari dasar verba
dapat ditinjau dari segi verba transitif dan verba intransitif. Data yang
digunakan sama dengan data untuk menganalisis afiks derivasional yaitu verba
transitif (1-100) dan verba intransitif (1-25). Berikut adalah penjelasannya.
1) Verba Transitif
Tabel 5
Afiks Infleksional Verba Transitif
Paradigma I Kolom A
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
No. Morfem dasar
Glos
INFLEKSIONAL Paradigma I
KETERANGAN
A
Kat
egor
i m
ang-
D
Kat
egor
i di-
D
Kat
egor
i hu-
D
Kat
egor
i di-
D-h
o
Kat
egor
i di-
D-i
a
1. jomur jemur P P P P P Kolom A menunjukkan bahwa afiks infleksional yang diturunkan dari afiks derivasional dapat diprediksi kemunculannya secara jelas. Turunan yang muncul adalah afiks-afiks infleksi seperti kategori mang-D, kategori di-D, kategori hu-D, kategori di-D-ho, kategori di-D-ia. Kelima kategori ini kemunculannya dapat diprediksi (predictable) pada kolom (A), (B), dan (C) untuk verba transitif. Mengingat verba transitif memiliki jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan verba intransitif, maka afiks-afiks infleksional ini juga bersifat produktif.
2. kobet ikat P P P P P 3. kubak kupas P P P P P 4. ambit gendong
(depan) P P P P P
5. gotap potong P P P P P 6. pudun ikat P P P P P 7. pake pakai P P P P P 8. sambut sambut P P P P P 9. potuk pukul P P P P P 10. siram siram P P P P P 11. ramban lempar P P P P P 12. ompa gendong
(depan atau belakang)
P P P P P
13. sargut gigit P P P P P 14. tampul tebas P P P P P 15. jomput pungut P P P P P 16. gora tegur P P P P P 17. tinggang timpa P P P P P 18. surdu suguh P P P P P 19. dege pijak P P P P P 20. tangkup tangkap P P P P P 21. ambat hambat P P P P P 22. balut bungkus P P P P P 23. putik petik P P P P P 24. pasang pasang P P P P P 25. basu cuci P P P P P 26. sipak sepak P P P P P 27. ayak usir P P P P P 28. ambur lompat P P P P P 29. tungkir intip P P P P P 30. togu tuntun P P P P P 31. jata raih P P P P P 32. tutung bakar P P P P P 33. tiop pegang P P P P P 34. tudu tunjuk P P P P P 35. bunu bunuh P P P P P 36. gadis jual P P P P P 37. apil hapal P P P P P 38. kojar kejar P P P P P 39. doit sengat P P P P P 40. apit jepit P P P P P 41. lilit lilit P P P P P
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
42. bola belah P P P P P 43. ombus hembus P P P P P 44. susun susun P P P P P 45. puntar pecah P P P P P 46. suan tanam P P P P P 47. tembak tembak P P P P P 48. jagit terima P P P P P 49. baen bikin P P P P P 50. surat tulis P P P P P 51. alo lawan P P P P P 52. dok bilang P P P P P 53. buat bikin P P P P P 54. jago jaga P P P P P 55. tangko curi P P P P P 56. garar bayar P P P P P 57. abing angkat
(benda) P P P P P
58. simpan simpan P P P P P 59. tanda kenal P P P P P 60. lehen beri P P P P P 61. buka buka P P P P P 62. cukur cukur P P P P P 63. tiru tiru P P P P P 64. tahan tahan P P P P P 65. oban bawa P P P P P 66. ingot ingat P P P P P 67. inte tunggu P P P P P 68. ajar ajar P P P P P 69. basa baca P P P P P 70. etong hitung P P P P P 71. kirim kirim P P P P P 72. tonton tonton P P P P P 73. jalaki cari P P P P P 74. kubur kubur P P P P P 75. urus urus P P P P P 76. tatap pandang P P P P P 77. atur atur P P P P P 78. pili pilih P P P P P 79. koyok sembelih P P P P P 80. alus jawab P P P P P 81. topot tuju P P P P P 82. tarik tarik P P P P P 83. pareso periksa P P P P P 84. simpan simpan P P P P P 85. angkat angkat P P P P P 86. gantung gantung P P P P P 87. ligi lihat P P P P P 88. tutup tutup P P P P P 89. bagi bagi P P P P P 90. taru antar P P P P P 91. tarimo terima P P P P P 92. bege dengar P P P P P 93. kaluk peluk P P P P P 94. jama pegang P P P P P 95. tabusi beli P P P P P 96. alap jemput P P P P P 97. pio panggil P P P P P 98. rurus rontok P P P P P 99. duda tumbuk P P P P P
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
100. injam pinjam P P P P P
Tabel 5 di atas memperlihatkan bentuk-bentuk afiks infleksional dari
paradigma I kolom A. Seratus verba transitif yang telah dicobakan satu persatu
memunculkan kategori-kategori infleksi yaitu kategori mang-D, kategori di-D,
kategori hu-D, kategori di-D-ho, kategori di-D-ia. Kategori mang-D, kategori
di-D, dan kategori hu-D adalah kategori yang mendapat prefiks mang-, di-, dan
hu-. Prefiks mang-, dan hu- adalah penanda aktif sedangkan di- adalah penanda
pasif. Kategori di-D-ho, dan kategori di-D-ia adalah kategori yang mendapat
konfiks (discontinuous morfem) di- -ho, dan di- -ia. Khusus untuk kedua kategori
ini memiliki bentuk penanda pasif yang dalam BBA berubah fungsi menjadi
penanda aktif.
Tabel 6
Afiks Infleksional Verba Transitif
Paradigma I Kolom B
No. Morfem dasar
Glos INFLEKSIONAL Paradigma I KETERANGAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
B
Kat
egor
i D-i
Kat
egor
i m
ang-
D-i
Kat
egor
i di-
D-i
Kat
egor
i hu-
D-i
Kat
egor
i di-
D-i
ho
Kat
egor
i di-
D-i
ia
1. jomur jemur P P P P P P Kolom B merupakan turunan dari leksem yang dilekati oleh afiks –i, mulai dari kategori mang-D-i, kategori di-D-i, kategori hu-D-i, kategori di-D-iho, kategori di-D-iia. Dengan demikian, keenam kategori ini adalah produktif.
2. kobet ikat P P P P P P 3. kubak kupas P P P P P P 4. ambit gendong
depan P P P P P P
5. gotap potong P P P P P P 6. pudun ikat P P P P P P 7. pake pakai P P P P P P 8. sambut sambut P P P P P P 9. potuk pukul P P P P P P 10. siram siram P P P P P P 11. ramban lempar P P P P P P 12. ompa gendong
(depan atau belakang)
P P P P P P
13. sargut gigit P P P P P P 14. tampul tebas P P P P P P 15. jomput pungut P P P P P P 16. gora tegur P P P P P P 17. tinggang timpa P P P P P P 18. surdu suguh P P P P P P 19. dege pijak P P P P P P 20. tangkup tangkap P P P P P P 21. ambat hambat P P P P P P 22. balut bungkus P P P P P P 23. putik petik P P P P P P 24. pasang pasang P P P P P P 25. basu cuci P P P P P P 26. sipak sepak P P P P P P 27. ayak usir P P P P P P 28. ambur lompat P P P P P P 29. tungkir intip P P P P P P 30. togu tuntun P P P P P P 31. jata raih P P P P P P 32. tutung bakar P P P P P P 33. tiop pegang P P P P P P 34. tudu tunjuk P P P P P P 35. bunu bunuh P P P P P P 36. gadis jual P P P P P P 37. apil hapal P P P P P P 38. kojar kejar P P P P P P 39. doit sengat P P P P P P 40. apit jepit P P P P P P 41. lilit lilit P P P P P P 42. bola belah P P P P P P 43. ombus hembus P P P P P P 44. susun susun P P P P P P 45. puntar pecah P P P P P P
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
46. suan tanam P P P P P P 47. tembak tembak P P P P P P 48. jagit terima P P P P P P 49. baen bikin P P P P P P 50. surat tulis P P P P P P 51. alo lawan P P P P P P 52. dok bilang P P P P P P 53. buat bikin P P P P P P 54. jago jaga P P P P P P 55. tangko curi P P P P P P 56. garar bayar P P P P P P 57. abing gendong P P P P P P 58. simpan simpan P P P P P P 59. tanda kenal P P P P P P 60. lehen beri P P P P P P 61. buka buka P P P P P P 62. cukur cukur P P P P P P 63. tiru tiru P P P P P P 64. tahan tahan P P P P P P 65. oban bawa P P P P P P 66. ingot ingat P P P P P P 67. inte tunggu P P P P P P 68. ajar ajar P P P P P P 69. basa baca P P P P P P 70. etong hitung P P P P P P 71. kirim kirim P P P P P P 72. tonton tonton P P P P P P 73. jalaki cari P P P P P P 74. kubur kubur P P P P P P 75. urus urus P P P P P P 76. tatap pandang P P P P P P 77. atur atur P P P P P P 78. pili pilih P P P P P P 79. koyok sembelih P P P P P P 80. alus jawab P P P P P P 81. topot tuju P P P P P P 82. tarik tarik P P P P P P 83. pareso periksa P P P P P P 84. simpan simpan P P P P P P 85. angkat angkat P P P P P P 86. gantung gantung P P P P P P 87. ligi lihat P P P P P P 88. tutup tutup P P P P P P 89. bagi bagi P P P P P P 90. toru antar P P P P P P 91. tarimo terima P P P P P P 92. bege dengar P P P P P P 93. kaluk peluk P P P P P P 94. jama pegang P P P P P P 95. tabusi beli P P P P P P 96. alap jemput P P P P P P 97. pio panggil P P P P P P 98. rurus rontok P P P P P P 99. duda tumbuk P P P P P P 100. injam pinjam P P P P P P
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
Tabel 6 di atas memperlihatkan bentuk-bentuk afiks infleksional yang
dialami oleh morfem dasar transitif dalam kolom B. Adapun afiks-afiks
infleksional tersebut diwujudkan dalam kategori mang-D-i, kategori di-D-i,
kategori hu-D-i, kategori di-D-iho, kategori di-D-iia. Kelima kategori ini
mendapat konfiks (discontinuous morfem) yakni mang- -i, di- -i, hu- -i, di- -iho,
dan di- -iia. Konfiks mang- -i, dan hu- -i adalah penanda aktif sedangkan di- -i
adalah penanda pasif. Konfiks di- -iho, dan di- -iia adalah penanda pasif namun
dalam BBA berubah fungsi menjadi penanda aktif. Kelima kategori ini adalah
produktif karena dapat dialami oleh semua morfem dasar transitif.
Tabel 7
Afiks Infleksional Verba Transitif
Paradigma I Kolom C
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
No. Morfem dasar
Glos
INFLEKSIONAL Paradigma I
KETERANGAN
C
Kat
egor
i m
ang-
D-k
on
Kat
egro
ri d
i-D
-kon
Kat
egor
i hu-
D-k
on
Kat
egor
i di-
D-k
onho
Kat
egor
i di-
D-k
onia
1. jomur jemur P P P P P Kolom C menunjukkan bahwa leksem yang dilekati oleh afiks –kon dapat memunculkan afiks infleksional seperti kategori mang-D-kon, kategori di-D-kon, kategori hu-D-kon, kategori di-D-konho, kategori di-D-konia. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa keenam kategori di atas adalah produktif.
2. kobet ikat P P P P P 3. kubak kupas P P P P P 4. ambit gendong depan P P P P P 5. gotap potong P P P P P 6. pudun ikat P P P P P 7. pake pakai P P P P P 8. sambut sambut P P P P P 9. potuk pukul P P P P P 10. siram siram P P P P P 11. ramban lempar P P P P P 12. ompa gendong
(depan atau belakang)
P P P P P
13. sargut gigit P P P P P 14. tampul tebas P P P P P 15. jomput pungut P P P P P 16. gora tegur P P P P P 17. tinggang timpa P P P P P 18. surdu suguh P P P P P 19. dege pijak P P P P P 20. tangkup tangkap P P P P P 21. ambat hambat P P P P P 22. balut bungkus P P P P P 23. putik petik P P P P P 24. pasang pasang P P P P P 25. basu cuci P P P P P 26. sipak sepak P P P P P 27. ayak usir P P P P P 28. ambur lompat P P P P P 29. tungkir intip P P P P P 30. togu tuntun P P P P P 31. jata raih P P P P P 32. tutung bakar P P P P P 33. tiop pegang P P P P P 34. tudu tunjuk P P P P P 35. bunu bunuh P P P P P 36. gadis jual P P P P P 37. apil hapal P P P P P 38. kojar kejar P P P P P 39. doit sengat P P P P P 40. apit jepit P P P P P 41. lilit lilit P P P P P 42. bola belah P P P P P 43. ombus hembus P P P P P
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
104
44. susun susun P P P P P 45. puntar pecah P P P P P 46. suan tanam P P P P P 47. tembak tembak P P P P P 48. jagit terima P P P P P 49. baen bikin P P P P P 50. surat tulis P P P P P 51. alo lawan P P P P P 52. dok bilang P P P P P 53. buat bikin P P P P P 54. jago jaga P P P P P 55. tangko curi P P P P P 56. garar bayar P P P P P 57. abing gendong P P P P P 58. simpan simpan P P P P P 59. tanda kenal P P P P P 60. lehen beri P P P P P 61. buka buka P P P P P 62. cukur cukur P P P P P 63. tiru tiru P P P P P 64. tahan tahan P P P P P 65. oban bawa P P P P P 66. ingot ingat P P P P P 67. inte tunggu P P P P P 68. ajar ajar P P P P P 69. basa baca P P P P P 70. etong hitung P P P P P 71. kirim kirim P P P P P 72. tonton tonton P P P P P 73. jalaki cari P P P P P 74. kubur kubur P P P P P 75. urus urus P P P P P 76. tatap pandang P P P P P 77. atur atur P P P P P 78. pili pilih P P P P P 79. koyok sembelih P P P P P 80. alus jawab P P P P P 81. topot tuju P P P P P 82. tarik tarik P P P P P 83. pareso periksa P P P P P 84. simpan simpan P P P P P 85. angkat angkat P P P P P 86. gantung gantung P P P P P 87. ligi lihat P P P P P 88. tutup tutup P P P P P 89. bagi bagi P P P P P 90. toru antar P P P P P 91. tarimo terima P P P P P 92. bege dengar P P P P P 93. kaluk peluk P P P P P 94. jama pegang P P P P P 95. tabusi beli P P P P P 96. alap jemput P P P P P 97. pio panggil P P P P P 98. rurus rontok P P P P P 99. duda tumbuk P P P P P 100. injam pinjam P P P P P
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
105
Tabel 7 memperlihatkan bahwa bentuk afiks-afiks infleksional dari verba
transitif kolom C adalah kategori mang-D-kon, kategori di-D-kon, kategori
hu-D-kon, kategori di-D-konho, kategori di-D-konia. Kategori mang-D-kon,
kategori di-D-kon, dan kategori hu-D-kon mendapat konfiks (discontinuous
morfem) mang- -kon, dan hu- -kon sebagai penanda aktif, serta konfiks di- -kon
sebagai penanda pasif. Kategori di-D-konho, dan kategori di-D-konia mendapat
konfiks di- -konho dan di- -konia sebagai penanda pasif, namun dalam BBA
berubah fungsi menjadi penanda aktif.
2) Verba Intransitif
Tabel 8
Afiks Infleksional Verba Intransitif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
106
Paradigma I Kolom A
No. Morfem dasar
Glos
INFLEKSIONAL Paradigma I
KETERANGAN A
Kat
egor
i man
g-D
Kat
egor
i di-
D
Kat
egor
i hu-
D
Kat
egor
i di-
D-h
o
Kat
egor
i di-
D-i
a
1. siap siap - - - - - Kolom A menunjukkan bahwa verba intransitif tidak seproduktif verba transitif terlihat dari kemunculan afiks infleksi dalam tabel. Ketidakmunculan bentuk afiks infleksi ini karena adanya kendala dari segi bentuk dan segi semantik yang tidak berterima.
2. munduk tunduk - - - - - 3. hobar bicara - - - - - 4. tubu tumbuh - - - - - 5. payak letak - - - - - 6. harejo kerja - - - - - 7. tangi dengar - - - - - 8. lintas lewat - - - - - 9. dalan jalan - - - - -
10. ngot bangun - - - - - 11. ro datang - - - - - 12. juguk duduk - - - - - 13. tengget naik - - - - - 14. mago hilang - - - - - 15. kehe pergi - - - - - 16. mulak pulang - - - - - 17. gulung baring - - - - - 18. rumbak roboh - - - - - 19. habang terbang - - - - - 20. maridi mandi - - - - - 21. mijur turun - - - - - 22. modom tidur - - - - - 23. masuk masuk - - - - - 24. tolap tiba - - - - - 25. dabu jatuh - - - - -
Tabel 8 kolom A menunjukkan bahwa bentuk-bentuk afiks infleksi
morfem dasar intransitif tidak dapat menjadi dasar pembentukan verba lainnya.
Hal ini tidak berlaku karena ada kendala bentuk dan semantis yang tidak
berterima dalam konvensi masyarakat.
Tabel 9
Afiks Infleksional Verba Intransitif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
107
Paradigma I Kolom B
No. Morfem dasar
Glos
INFLEKSIONAL Paradigma I
KETERANGAN
B
Kat
egor
i D-i
Kat
egor
i man
g-D
-i
Kat
egor
i di-
D-i
Kat
egor
i hu-
D-i
Kat
egor
i di-
D-i
ho
Kat
egor
i di-
D-i
ia
1. siap siap - - - - - - Kolom B berbeda dengan kolom A. Kolom B ini terlihat agak produktif walaupun tidak semua verba intransitif mengalami afiks infleksi ini. Verba yang tidak dapat memunculkan afiks infleksional pada kolom ini memiliki kendala baik dari segi bentuk maupun dari segi semantik. Adapun morfem dasar yang mengalami afiks infleksional adalah verba hobar, lintas, dalan, ngot, ro, juguk, tengget, rumbak, maridi, mijur, modom, masuk, dan dabu. Sementara itu, kategori-kategori yang lain tidak dapat dilekatkan pada afiks infleksi karena bentuk-bentuk verba ini hukumnya harus dihapal.
2. munduk tunduk - - - - - - 3. hobar bicara P P P P P P 4. tubu tumbuh - - - - - - 5. payak letak - - - - - - 6. harejo kerja - - - - - - 7. tangi dengar - - - - - - 8. lintas lewat P P P P P P 9. dalan jalan P P P P P P
10. ngot bangun P P P P P P 11. ro datang P P P P P P 12. juguk duduk P P P P P P 13. tengget naik P P P P P P 14. mago hilang - - - - - - 15. kehe pergi P - - - - - 16. mulak pulang P - - - - - 17. gulung baring - - - - - - 18. rumbak roboh P P P P P P 19. habang terbang - - - - - - 20. maridi mandi P P P P P P 21. mijur turun P P P P P P 22. modom tidur P P P P P P 23. masuk masuk P P P P P P 24. tolap tiba - - - - - - 25. dabu jatuh P P P P P P
Tabel 9 kolom B di atas menunjukkan bahwa tidak semua verba intransitif
dapat mengalami afiks infleksional karena alasan semantis. Bentuk-bentuknya
harus dihapal agar dapat mengaplikasikan penggunaannya. Adapun afiks-afiks
infleksional dari kolom C dapat diwujudkan ke dalam kategori D-i, kategori
mang-D-i, kategori di-D-i, kategori hu-D-i, kategori di-D-iho,kategori di-D-iia.
Kategori mang-D-i, kategori di-D-i, dan kategori hu-D-i mendapat konfiks
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
108
mang- -i, dan hu- -i sebagai penanda aktif, serta konfiks di- -i sebagai penanda
pasif. Kategori di-D-iho, dan kategori di-D-iia mendapat konfiks di- -iho dan
di- -iia sebagai penanda pasif, namun dalam BBA berubah fungsi menjadi
penanda aktif.
Tabel 10
Afiks Infleksional Verba Intransitif
Paradigma I Kolom C
No. Morfem dasar
Glos INFLEKSIONAL
Paradigma I KETERANGAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
109
C
Kat
egor
i D-k
on
Kat
egor
i man
g-D
-kon
Kat
egor
i di-
D-k
on
Kat
egor
i hu-
D-k
on
Kat
egor
i di-
D-k
onho
Kat
egor
i di-
D-k
onia
1. siap siap P P P P P P Kolom C jauh lebih produktif dibandingkan dengan Kolom B. Hal ini terjadi karena afiks ini tidak memiliki kendala dari segi bentuk maupun ciri semantik yang terdapat pada verba intransitif tersebut. Namun, terdapat tiga verba yang tidak dapat mengalami afiks infleksi ini yaitu verba kehe, mulak, dan tolap, karena alasan semantis.
2. munduk tunduk P P P P P P 3. hobar bicara P P P P P P 4. tubu tumbuh P P P P P P 5. payak letak P P P P P P 6. harejo kerja P P P P P P 7. tangi dengar P P P P P P 8. lintas lewat P P P P P P 9. dalan jalan P P P P P P
10. ngot bangun P P P P P P 11. ro datang P P P P P P 12. juguk duduk P P P P P P 13. tengget naik P P P P P P 14. mago hilang P P P P P P 15. kehe pergi P - - - - - 16. mulak pulang P - - - - - 17. gulung rebah P P P P P P 18. rumbak roboh P P P P P P 19. habang terbang P P P P P P 20. maridi mandi P P P P P P 21. mijur turun P P P P P P 22. modom tidur P P P P P P 23. masuk masuk P P P P P P 24. tolap tiba - - - - - - 25. dabu jatuh P P P P P P
Tabel 10 kolom C di atas menunjukkan bahwa morfem dasar intransitif
dapat mengalami afiks infleksi dengan kategori D-kon, kategori mang-D-kon,
kategori di-D-kon, kategori hu-D-kon, kategori di-D-konho, dan kategori
di-D-konia. Kategori mang-D-kon, kategori di-D-kon, dan kategori hu-D-kon
mendapat konfiks mang- -kon, dan hu- -kon sebagai penanda aktif, serta konfiks
di- -kon untuk penanda pasif. Kategori di-D-konho, dan kategori di-D-konia
mendapat konfiks di- -konho, dan di- -konia sebagai penanda pasif, namun dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
110
BBA berubah fungsi menjadi penanda aktif. Untuk verba kehe, mulak, dan tolap
mendapat pengecualian karena alasan semantis.
D. Aspek semantik dan keproduktifan afiks-afiks infleksional
Afiks-afiks infleksional dikenal lebih produktif dibandingkan dengan
afiks-afiks derivasional karena lebih dapat diprediksi kemunculannya
(predictable). Aspek semantik dari afiks-afiks infleksional memiliki penjelasan
sebagai berikut.
Contoh data morfem dasar transitif BBA:
11. ramban [ramban] ‘lempar’
DERIVASIONAL (I)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
111
B A C -RAMBANI RAMBAN -RAMBANKON [rambani] [ramban] [rambank¿n] ‘lempari’ ‘lempar’ ‘lemparkan’ mangarambani 1.mangaramban mangarambankon [maNarambani] [maNaramban] [maNarambank¿n] ‘melempari’ ‘melempar’ ‘melemparkan’
I N dirambani 2.diramban dirambankon F [dirambani] [diramban] [dirambank¿n] L ‘dilempari’ ‘dilempar’ ‘dilemparkan’ E K hurambani 3.huramban hurambankon S [hurambani] [huramban] [hurambank¿n] I ‘kulempari’ ‘kulempar’ ‘kulemparkan’ O N dirambaniho 4.dirambanho dirambankonho A [dirambaniho] [dirambanho] [dirambank¿nho] L ‘dilempari oleh kamu’ ‘dilempar oleh kamu’ ‘dilemparkan oleh kamu’ ‘kaulempari’ ‘kaulempar’ ‘kaulemparkan’
dirambaniia 5.dirambania dirambankonia [dirambaniia] [dirambania] [dirambank¿nia] ‘dilempari oleh dia’ ‘dilempar oleh dia’ ‘dilemparkan oleh dia’ ‘dialempari’ ‘dialempar’ ‘dialemparkan’
Bagan 13. Contoh data 11 (Infleksional)
Bagian data (11) di atas yang dibahas adalah yang bercetak tebal saja.
Paradigma ini adalah paradigma verba yang dibentuk dari morfem dasar
RAMBAN [ramban] ‘lempar’. Paradigma verba terbagi atas tiga kolom: kolom
RAMBAN (A), kolom RAMBANI (B), kolom RAMBANKON (C).
Masing-masing kolom merupakan paradigma infleksional dan masing-masing
mempunyai bentuk kata baris 1-5. Pada masing-masing kolom dapat terlihat
bahwa bentuk kata dengan prefiks mang- sebagai bentuk pertama pada baris 1
diramalkan dapat digantikan dengan prefiks di- pada baris 2, hu- pada baris 3,
di- -ho pada baris 4, di- -ia pada baris 5 (khusus kolom A). Untuk baris 4 dan 5
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
112
posisi afiks infleksi terdapat setelah verba karena alasan semantis, dan morfem
dasar untuk kedua baris ini dilekati oleh prefiks di- pada awalnya (merupakan
bentuk yang unik dan dapat diramalkan kemunculannya). Oleh karena itu,
masing-masing kolom merupakan paradigma infleksional. Kolom A
merupakan bentuk-bentuk kata dari leksem ‘RAMBAN’, kolom B dari leksem
‘RAMBANI’, kolom C dari leksem ‘RAMBANKON’.
Kemunculan masing-masing bentuk mang-, di-, hu-, di- -ho, di- -ia dari
setiap kolom dapat diramalkan berdasarkan kaidah gramatikal tertentu. Bentuk
baris 1 terdapat apabila berfokus pada agen, sedangkan baris 2-5 (kolom A)
terdapat bila berfokus pada pasien. Baris 2-5 menyatakan kesengajaan’. Baris
2 berbeda dari 3-5 karena di dalam baris 3-5 ‘pelaku tampak di dalam bentuk’,
sedangkan baris 2 ‘pelaku tidak tampak dalam bentuk’, baris 3 pelaku adalah
persona pertama tunggal lekat kiri (pembicara), baris 4 pelaku adalah persona
kedua tunggal lekat kanan, baris 5 pelaku adalah persona ketiga tunggal lekat
kanan.
Hal yang sama terjadi pada kolom B dan C hanya saja setiap kolom B
mengandung ciri semantik keberkalian, mulai dari mang- -i, di- -i, hu- -i,
di- -iho, di- -iia. Kolom C mengandung ciri semantik kausatif, mulai dari
mang- -kon, di- -kon, hu- -kon, di- -konho, di- -konia.
Selanjutnya, verba infleksi yang diturunkan dari leksem pada kolom A,
kolom (B), dan kolom (C) tadi dicobakan dalam kalimat berikut.
Kolom A:
Baris 1: Danak i do na mangaramban tarup i dohot batu. anak itu lah yang melempar atap itu dengan batu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
113
[danaki do na maNaramban tarùpi d¿h¿t batu]
‘Anak itulah yang melempar atap itu dengan batu’
Baris 2: Tarup i do na diramban danak i dohot batu. atap itu lah yang dilempar anak itu dengan batu
[tarùpi do na dIramban danaki d¿h¿t batu]
‘Atap itulah yang dilempar anak itu dengan batu.’
Baris 3: Huramban tarup i dohot batu. Kulempar atap itu dengan batu
[hùramban tarùpi d¿h¿t batu]
‘Kulempar atap itu dengan batu’
Baris 4: Andigan do dirambanho tarup i dohot batu? Kapan kah kaulempar atap itu dengan batu
[andIgan do dIrambanho tarùpi d¿h¿t batu]
‘Kapankah kaulempar atap itu dengan batu?’
Baris 5: Asi do dirambania tarup i dohot batu? mengapa kah dilemparnya atap itu dengan batu
[asi do dIrambania tarùpi d¿h¿t batu]
‘Mengapa dilemparnya atap itu dengan batu?’
Kolom B:
Baris 1: Danak i do na mangarambani tarup i dohot batu. anak itu lah yang melempari atap itu dengan batu
[danaki do na maNarambani tarùpi d¿h¿t batu]
‘Anak itulah yang melempari atap itu dengan batu.’
Baris 2: Tarup i do na dirambani danak i dohot batu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
114
atap itu lah yang dilempari anak itu dengan batu
[tarùpi do na dIrambani danaki d¿h¿t batu]
‘Atap itulah yang dilempari anak itu dengan batu.’
Baris 3: Hurambani tarup i dohot batu. kulempari atap itu dengan batu
[hùrambani tarùpi d¿h¿t batu]
‘Kulempari atap itu dengan batu.’
Baris 4: Andigan do dirambaniho tarup i dohot batu? kapan kah kaulempari atap itu dengan batu
[andIgan do dIrambanIho tarùpi d¿h¿t batu]
‘Kapankah kaulempari atap itu dengan batu?’
Baris 5: Asi do dirambaniia tarup i dohot batu? mengapa kah dialempari atap itu dengan batu
[asi do dIrambanIia tarùpi d¿h¿t batu]
‘Mengapa dialempari atap itu dengan batu?’
Kolom C:
Baris 1: Danak i do na mangarambankon batu i tu tarup. anak itu lah yang melemparkan batu itu ke atap
[danaki do na maNarambank¿n batu i tu tarùp]
‘Anak itulah yang melemparkan batu itu ke atap.’
Baris 2: Batu i do na dirambankon danak i tu tarup. batu itu lah yang dilemparkan anak itu ke atap
[batu i do na dIrambank¿n danaki tu tarùp]
‘Batu itulah yang dilemparkan anak itu ke atap.’
Baris 3: Hurambankon batu i tu tarup i. kulemparkan batu itu ke atap itu
[hùrambank¿n batu i tu tarùpi]
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
115
‘Kulemparkan batu itu ke atap itu.’
Baris 4: Andigan do dirambankonho batu i tu tarup i? kapan kah kaulemparkan batu itu ke atap itu
[andIgan do dIrambank¿nho batu i tu tarùp]
‘Kapankah kaulemparkan batu itu ke atap?’
Baris 5: Asi do dirambankonia batu i tu tarup i? mengapa kah dialemparkan batu itu ke atap itu
[asi do dIrambank¿nia batu i tu tarùpi]
‘Mengapa dialemparkan batu itu ke atap?’
18. surdu [sùrdu] ‘suguh (menawarkan sesuatu kepada orang lain)’
DERIVASIONAL (I)
B A C -SURDUI SURDU -SURDUON [sùrdùi] [sùrdu] [sùrdu¿n] ‘suguhi’ ‘suguh’ ‘suguhkan’ manyurdui 1.manyurdu manyurduon [ma=ùrdùi] [ma=ùrdu] [ma=ùrdu¿n] ‘menyuguhi’ ‘menyuguh’ ‘menyuguhkan’
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
116
I N disurdui 2.disurdu disurduon F [disùrdui] [disùrdu] [disùrdu¿n] L ‘disuguhi’ ‘disuguh’ ‘disuguhkan’ E K husurdui 3.husurdu husurduon S [husùrdui] [husùrdu] [husùrdu¿n] I ‘kusuguhi’ ‘kusuguh’ ‘kusuguhkan’ O N disurduiho 4.disurduho disurduonho A [disùrduIho] [disùrdùho] [disùrdu¿nho] L ‘disuguhi oleh kamu’ ‘disuguh oleh dia’ ‘disuguhkan oleh dia’
‘kausuguhi’ ‘kausuguh’ ‘kausuguhkan’ disurduiia 5.disurduia disurduonia [disùrduiia] [disùrduia] [disùrdu¿nia] ‘disuguhi oleh dia’ ‘disuguh oleh dia’ ‘disuguhkan oleh dia’ ‘diasuguhi’ ‘diasuguh’ ‘diasuguhkan’
Bagan 14. Contoh data 18 (Infleksional)
Bagian data (18) ini yang dibahas adalah yang bercetak tebal saja.
Paradigma ini adalah paradigma verba yang dibentuk dari morfem dasar surdu
[sùrdu] ‘suguh’. Paradigma verba terbagi atas tiga kolom: kolom SURDU (A),
kolom SURDUI (B), kolom SURDUON (C). Masing-masing kolom merupakan
paradigma infleksional dan masing-masing mempunyai bentuk kata baris 1-5.
Pada masing-masing kolom dapat terlihat bahwa bentuk kata dengan prefiks
mang- sebagai bentuk pertama pada baris 1 diramalkan dapat digantikan
dengan prefiks di- pada baris 2, hu- pada baris 3, di- -ho pada baris 4, di- -ia
pada baris 5 (khusus kolom A). Untuk baris 4 dan 5 posisi afiks infleksi
terdapat setelah verba karena alasan semantis, dan morfem dasar untuk kedua
baris ini dilekati oleh prefiks di- pada awalnya (merupakan bentuk yang unik
dan dapat diramalkan kemunculannya). Oleh karena itu, masing-masing kolom
merupakan paradigma infleksional. Kolom A merupakan bentuk-bentuk kata
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
117
dari leksem ‘SURDU’, kolom B dari leksem ‘SURDUI’, kolom C dari leksem
‘SURDUON’.
Kemunculan masing-masing bentuk mang-, di-, hu-, -ho, -ia dari setiap
kolom dapat diramalkan berdasarkan kaidah gramatikal tertentu. Bentuk baris 1
terdapat apabila berfokus pada agen, sedangkan baris 2-5 (kolom A) terdapat
bila berfokus pada pasien. Baris 2-5 menyatakan kesengajaan’. Baris 2
berbeda dari 3-5 karena di dalam baris 3-5 ‘pelaku tampak di dalam bentuk’,
sedangkan baris 2 ‘pelaku tidak tampak dalam bentuk’, baris 3 pelaku adalah
persona pertama tunggal lekat kiri (pembicara), baris 4 pelaku adalah persona
kedua tunggal lekat kanan, baris 5 pelaku adalah persona ketiga tunggal lekat
kanan.
Hal yang sama terjadi pada kolom B dan C hanya saja setiap kolom B
mengandung ciri semantik keberkalian, mulai dari mang- -i, di- -i, hu- -i,
di- -iho, -iia. Kolom C mengandung ciri semantik ‘melakukan untuk orang lain
(benefaktif)’, mulai dari mang- -kon, di- -kon, hu- -kon, di- -konho, di- -konia.
Selanjutnya, verba infleksi yang diturunkan dari leksem pada kolom A,
kolom (B), dan kolom (C) tadi dicobakan dalam kalimat berikut.
Kolom A:
Baris 1: Parumaennia ma na manyurdu burangir i tu jolo ni hatobangon i. menantu perempuannya lah yang menyuguh sirih itu ke depan para tetua itu
[parùmaen nia ma na ma=ùrdu bùraNIri tu j¿lo ni hat¿baN¿ni]
‘Menantu perempuannyalah yang menyuguh sirih itu ke depan para
tetua itu.’
Baris 2: Burangir i ma na disurdu parumaennia i tu jolo ni hatobangon i. sirih itu lah yang disuguh menantu perempuannya itu ke depan para tetua itu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
118
[bùraNIri ma na dIsùrdu parùmaen nia i tu j¿lo ni hat¿baN¿ni]
‘Sirih itulah yang disuguh menantu perempuannya itu ke depan
para tetua itu.’
Baris 3: Husurdu burangir i tu jolo ni hatobangon i. kusuguh sirih itu ke depan para tetua itu
[hùsùrdu bùraNIri tu j¿lo ni hat¿baN¿ni]
‘Kusuguh sirih itu ke depan para tetua itu.’
Baris 4: Andigan do disurduho burangir i tu jolo ni hatobangon i? kapan kah kausuguh sirih itu ke depan para tetua itu
[andIgan do dIsùrdùho bùraNIri tu j¿lo ni hat¿baN¿ni]
‘Kapankah kausuguh sirih itu ke depan para tetua itu?’
Baris 5: Asi do disurduia burangir i tu jolo ni hatobangon i? mengapa kah diasuguh sirih itu ke depan para tetua itu
[asi do dIsùrdùia bùraNIri tu j¿lo ni hat¿baN¿ni]
‘Mengapa diasuguh sirih itu ke depan para tetua itu?’
Kolom B:
Baris 1: Parumaen nia i ma na manyurdui burangir i tu jolo ni hatobangon i. menantu perempuannya itu lah yang menyuguhi sirih itu ke depan para tetua itu
[parùmaen nia ma na ma=ùrdui bùraNIri tu j¿lo ni hat¿baN¿ni]
‘Menantu perempuannya itulah yang menyuguhi sirih itu ke depan
para tetua itu.’
Baris 2: Burangir i ma na disurdui parumaen nia i tu jolo ni hatobangon i. sirih itu lah yang disuguhi menantu perempuannya itu ke depan para tetua itu
[bùraNIri ma na dIsùrdui parùmaennia i tu j¿lo ni hat¿baN¿ni]
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
119
‘Sirih itulah yang disuguhi menantu perempuannya itu ke depan
para tetua itu.’
Baris 3: Husurdui burangir i tu jolo ni hatobangon i. kusuguhi sirih itu ke depan para tetua itu
[hùsùrdùi bùraNIri tu j¿lo ni hat¿baN¿ni]
‘Kusuguhi sirih itu ke depan para tetua itu.’
Baris 4: Andigan do disurduiho burangir i tu jolo ni hatobangon i? kapan kah kausuguhi sirih itu ke depan para tetua itu
[andIgan do dIsùrdùiho bùraNIri tu j¿lo ni hat¿baN¿ni]
‘Kapankah kausuguhi sirih itu ke depan para tetua itu?’
Baris 5: Asi do disurduiia burangir i tu jolo ni hatobangon i? mengapa kah diasuguhi sirih itu ke depan para tetua itu
[asi do dIsùrdùiia bùraNIri tu j¿lo ni hat¿baN¿ni]
‘Mengapa diasuguhi sirih itu ke depan para tetua itu?’
Kolom C:
Baris 1: Parumaennia i ma na manyurduon burangir i tu jolo ni hatobangon i. menantu perempuannya itu lah yang menyuguhkan sirih itu ke depan para tetua itu
[parùmaen nia i ma na ma=ùrdù¿n bùraNIri tu j¿lo ni
hat¿baN¿ni]
‘Menantu perempuannya itu lah yang menyuguhkan sirih itu ke
depan para tetua itu.’
Baris 2: Burangir i ma na disurduon parumaen nia i tu jolo ni hatobangon i. sirih itu lah yang disuguhkan menantu perempuannya itu ke depan para tetua itu
[bùraNIri ma na dIsùrdùon parùmaen nia i tu j¿lo ni hat¿baN¿ni]
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
120
‘Sirih itulah yang disuguhkan menantu perempuannya itu ke depan
para tetua itu.’
Baris 3: Husurduon burangir i tu jolo ni hatobangon i. kusuguhi sirih itu ke depan para tetua itu
[hùsùrdù¿n bùraNIri tu j¿lo ni hat¿baN¿ni]
‘Kusuguhi sirih itu ke depan para tetua itu.’
Baris 4: Andigan do disurduonho burangir i tu jolo ni hatobangon i? kapan kah kausuguhkan sirih itu ke depan para tetua itu
[andIgan do dIsùrdù¿nho bùraNIri tu j¿lo ni hat¿baN¿ni]
‘Kapankah kausuguhkan sirih itu ke depan para tetua itu?’
Baris 5: Asi do disurduonia burangir i tu jolo ni hatobangon i? mengapa kah diasuguhkan sirih itu ke depan para tetua itu
[asi do dIsùrdù¿nia bùraNIri tu j¿lo ni hat¿baN¿ni]
‘Mengapa diasuguhkan sirih itu ke depan para tetua itu.’
Contoh data morfem dasar intransitif BBA:
7. tangi [taNI] ‘dengar’
DERIVASIONAL (I)
B A C - TANGI -TANGION [taNI] [taNI¿n] ‘dengar’ ‘dengarkan’ 1. manangion
[manaNI¿n] ‘mendengarkan’
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
121
I N 2. ditangion F [ditaNI¿n] L ‘didengarkan’ E K 3. hutangion S [hutaNI¿n] I ‘kudengarkan’ O N 4. ditangionho A [ditaNI¿nho] L ‘didengarkan oleh kamu’ ‘kaudengarkan’
5. ditangionia [ditaNI¿nia] ‘didengarkan oleh dia’ ‘diadengarkan’
Bagan 15. Contoh data 7 (Infleksional)
Bagian data (7) ini yang dibahas adalah yang bercetak tebal saja.
Paradigma ini adalah paradigma verba yang dibentuk dari morfem dasar harejo
[harEjo] ‘kerja’. Paradigma verba terbagi atas tiga kolom: kolom TANGI (A),
kolom (-) (B), kolom TANGION (C). Masing-masing kolom merupakan
paradigma infleksional dan masing-masing mempunyai bentuk kata baris 1-5
(kecuali kolom A dan B karena alasan semantis). Pada kolom C dapat terlihat
bahwa bentuk kata dengan prefiks mang- sebagai bentuk pertama pada baris 1
diramalkan dapat digantikan dengan prefiks di- pada baris 2, hu- pada baris 3,
di- -ho pada baris 4, di- -ia pada baris 5. Untuk baris 4 dan 5 posisi afiks
infleksi terdapat setelah verba karena alasan semantis, dan morfem dasar untuk
kedua baris ini dilekati oleh prefiks di- pada awalnya (merupakan bentuk yang
unik dan dapat diramalkan kemunculannya). Oleh karena itu, masing-masing
kolom merupakan paradigma infleksional. Kolom A dan B tidak menghasilkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
122
bentuk-bentuk kata dari leksemnya. Hanya kolom C yang dapat menghasilkan
bentuk-bentuk baru dari leksem ‘TANGION’ dengan ciri semantik ‘melakukan
dengan sungguh-sungguh (intensif)’.
Selanjutnya, verba infleksi yang diturunkan dari leksem pada kolom (C)
tadi dicobakan dalam kalimat berikut.
Kolom C:
Baris 1: Si Ucok ma na manangion aha na nidok ni umaknia. si ucok lah yang mendengarkan apa yang dikatakan oleh ibunya
[si uc¿/ ma na manaNI¿n aha na nId¿/ ni uma/nia]
‘Si ucoklah yang mendengarkan apa kata ibunya.’
Baris 2: Aha na nidok ni umaknia i ma na ditangion ni si Ucok i. apa yang dikatakan oleh ibunya itu lah yang didengarkan oleh si ucok itu
[aha na nId¿/ ni uma/nia i ma na dItaNI¿n ni si uc¿/i]
‘Apa yang dikatakan ibunya itulah yang didengarkan si Ucok.’
Baris 3: Hutangion do aha na nidok ni umak i. kudengarkan lah apa yang dikatakan oleh ibu itu
[hùtaNI¿n do aha na nId¿/ ni uma/i]
‘Kudengarkanlah apa yang dikatakan oleh Ibu.’
Baris 4: Andigan do ditangionho na nidok ni umak i? kapan kah kaudengarkan yang dikatakan oleh ibu itu
[andIgan do dItaNI¿nho na nId¿/ ni uma/i]
‘Kapankah kaudengarkan apa yang dikatakan oleh ibu.’
Baris 5: Asi do ditangionia aha na nidok ni umak i? mengapa kah diadengar apa yang dibilang oleh ibu itu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
123
[asi do dItaNI¿nho na nId¿/ ni uma/i]
‘Mengapa diadengarkan apa yang dikatakan oleh ibu itu.’
10. ngot [N¿t] ‘bangun’
DERIVASIONAL (I)
B A C -NGOTI NGOT -NGOTKON [N¿ti] [N¿t] [N¿tk¿n] ‘banguni’ ‘bangun’ ‘bangunkan’ pangoti 1. pangotkon [paN¿ti] [paN¿tk¿n]
‘membanguni’ ‘membangunkan’ dingoti 2. dingotkon [diN¿ti] [diN¿tk¿n]
INFLEKSION
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
124
‘dibanguni’ ‘dibangunkan’ hungoti 3. hungotkon [huN¿ti] [huN¿tk¿n] ‘kubanguni’ ‘kubangunkan’ dingotiho 4. dingotkonho [diN¿tIho] [diN¿tk¿nho] ‘dibanguni oleh kamu’ ‘dibangunkan oleh kamu’
‘kaubanguni’ ‘kaubangunkan’ dingotiia 5. dingotkonia [diN¿tiia] [diN¿tk¿nia] ‘dibanguni oleh dia’ ‘dibanguni oleh dia’ ‘diabanguni’ ‘diabangunkan’ Bagan 16. Contoh data 10 (Infleksional)
Bagian data (10) ini yang dibahas adalah yang bercetak tebal saja.
Paradigma ini adalah paradigma verba yang dibentuk dari morfem dasar lintas
[lIntas] ‘lewat’. Paradigma verba terbagi atas tiga kolom: kolom (A) NGOT,
kolom (B) NGOTI, dan kolom (C) NGOTKON. Masing-masing kolom
merupakan paradigma infleksional dan masing-masing mempunyai bentuk kata
baris 1-5. (kecuali kolom A karena alasan semantis). Pada masing-masing
kolom dapat terlihat bahwa bentuk kata dengan prefiks mang- sebagai bentuk
pertama pada baris 1 diramalkan dapat digantikan dengan prefiks di- pada baris
2, hu- pada baris 3, di- -ho pada baris 4, di- -ia pada baris 5. Untuk baris 4 dan
5 posisi afiks infleksi terdapat setelah verba karena alasan semantis, dan
morfem dasar untuk kedua baris ini dilekati oleh prefiks di- pada awalnya
(merupakan bentuk yang unik dan dapat diramalkan kemunculannya). Oleh
karena itu, masing-masing kolom merupakan paradigma infleksional. Kolom B
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
125
merupakan bentuk-bentuk kata dari leksem NGOTI’, kolom C dari leksem
‘NGOTKON’.
Kemunculan masing-masing bentuk mang-, di-, hu-, di- -ho, di- -ia dari
setiap kolom dapat diramalkan berdasarkan kaidah gramatikal tertentu. Bentuk
baris 1 terdapat apabila berfokus pada agen, sedangkan baris 2-5 (seharusnya
terdapat pada kolom A tapi tidak muncul karena alasan semantis) terdapat bila
berfokus pada pasien. Baris 2 berbeda dari 3-5 karena di dalam baris 3-5
‘pelaku tampak di dalam bentuk’, sedangkan baris 2 ‘pelaku tidak tampak
dalam bentuk’, baris 3 pelaku adalah persona pertama tunggal lekat kiri
(pembicara), baris 4 pelaku adalah persona kedua tunggal lekat kanan, baris 5
pelaku adalah persona ketiga tunggal lekat kanan. Kolom C yang menyatakan
‘kebenefaktifan’ (berarti pula menyatakan kesengajaan).
Selanjutnya, verba infleksi yang diturunkan dari leksem pada kolom (B), dan
kolom (C) tadi dicobakan dalam kalimat berikut.
Kolom B:
Baris 1: Ayak do na pangoti si Butet so sumbayang subuh. Ayah nya yang membanguni si butet biar sholat subuh
[aya/ do na paN¿ti si bùtEt so sùmbayaN sùbùh]
‘Ayahlah yang membanguni (membangunkan berulang-ulang) si
Butet biar sholat subuh.’
Baris 2: Si Butet do na dingoti ayak so sumbayang subuh. si butet nya yang dibanguni ayah biar sholat subuh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
126
[si bùtEt do na dIN¿ti aya/ so sùmbayaN sùbùh]
‘Si Butet dibanguni Ayah biar sholat subuh.’
Baris 3: Hungoti si Butet so sumbayang subuh. kubanguni si butet biar sholat subuh
[hùN¿ti si bùtEt so sùmbayaN sùbùh]
‘Kubanguni si Butet biar sholat Subuh.’
Baris 4: Andigan do dingotiho si Butet so sumbayang subuh? kapan kah kaubanguni si Butet biar sholat subuh
[andIgan do dIN¿tIho si bùtEt so sùmbayaN sùbùh]
‘Kapankah kaubanguni si Butet biar sholat Subuh.’
Baris 5: Asi do dingotiia si Butet? kapan kah diabanguni si Butet
[asi do dIN¿tIia si bùtEt]
‘Kapankah diabanguni si Butet?’
Kolom C:
Baris 1: Ayak do na pangotkon si Butet so sumbayang subuh. Ayah lah yang membangunkan si Butet biar sholat subuh
[aya/ do na paN¿tk¿n si bùtEt so sùmbayaN sùbùh]
‘Ayahlah yang membangunkan si Butet biar sholat subuh.’
Baris 2: Si Butet dingotkon ayak so sumbayang subuh. si butet dibangunkan ayah biar sholat subuh
[si bùtEt dIN¿tk¿n aya/ so sùmbayaN sùbùh]
‘Si butet dibangunkan ayah biar sholat subuh.’
Baris 3: Hungotkon si Butet so sumbayang subuh. kubangunkan si butet biar sholat subuh
[hùN¿tk¿n si bùtEt so sùmbayaN sùbùh]
‘Kubangunkan si Butet biar sholat subuh.’
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
127
Baris 4: Andigan do dingotkonho si Butet so sumbayang subuh? kapan kah kaubangunkan si butet biar sholat subuh
[andIgan do dIN¿tk¿nho si bùtEt so sùmbayaN sùbùh]
‘Kapankah kaubangunkan si Butet biar sholat subuh?’
Baris 5: Asi do dingotkonia si Butet? mengapa kah diabangunkan si Butet
[asi do dIN¿tk¿nia si bùtEt]
‘Mengapakah diabangunkan si butet?’
11. ro [r¿] ‘datang’
DERIVASIONAL (I)
B A C roroi ro paro [maNar¿r¿i] [ro] [par¿]
‘datangi’ ‘datang’ ‘datangkan’ mangaroroi 1. paroon
[maNar¿r¿i] [par¿on] ‘mendatangi’ ‘mendatangkan’
I
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
128
N diroroi 2. diparoon F [dir¿r¿i] [dipar¿on] L ‘didatangi’ ‘didatangkan’ E K huroroi 3. huparoon S [hur¿r¿i] [hupar¿on] I ‘kudatangi’ ‘kudatangkan’ O N diroroiho 4. diparoonho A [dir¿r¿iho] [dipar¿onho] L ‘didatangi oleh kamu’ ‘didatangkan oleh kamu’ ‘kaudatangi’ ‘kaudatangkan’
diroroiia 5. diparoonia [dir¿r¿iia] [dipar¿onia] ‘didatangi oleh dia’ didatangkan oleh dia’ ‘diadatangi’ ‘diadatangkan’ Bagan 17. Contoh data 11 (Infleksional)
Bagian data (11) ini yang dibahas adalah yang bercetak tebal saja.
Paradigma ini adalah paradigma verba yang dibentuk dari morfem dasar RO
[r¿] ‘datang’. Paradigma verba terbagi atas tiga kolom: kolom (A) RO sebagai
morfem dasar, kolom (B) ROROI dan kolom (C) PARO merupakan leksem
yang dapat diturunkan menjadi verba infleksi. Masing-masing kolom
merupakan paradigma infleksional dan masing-masing mempunyai bentuk kata
baris 1-5. (kecuali kolom A karena alasan semantis). Pada masing-masing
kolom dapat terlihat bahwa bentuk kata dengan prefiks mang- sebagai bentuk
pertama pada baris 1 diramalkan dapat digantikan dengan prefiks di- pada baris
2, hu- pada baris 3, di- -ho pada baris 4, di- -ia pada baris 5. Untuk baris 4 dan
5 posisi afiks infleksi terdapat setelah verba karena alasan semantis, dan
morfem dasar untuk kedua baris ini dilekati oleh prefiks di- pada awalnya
(merupakan bentuk yang unik dan dapat diramalkan kemunculannya). Oleh
karena itu, masing-masing kolom merupakan paradigma infleksional. Kolom B
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
129
merupakan bentuk-bentuk kata dari leksem ROROI’,dan kolom C dari leksem
‘PARO’.
Kemunculan masing-masing bentuk mang-, di-, hu-, di- -ho, di- -ia dari
setiap kolom dapat diramalkan berdasarkan kaidah gramatikal tertentu. Bentuk
baris 1 terdapat apabila berfokus pada agen, sedangkan baris 2-5 (seharusnya
terdapat pada kolom A tapi tidak muncul karena alasan semantis) terdapat bila
berfokus pada pasien. Baris 2-5 menyatakan kesengajaan’. Baris 2 berbeda dari
3-5 karena di dalam baris 3-5 ‘pelaku tampak di dalam bentuk’, sedangkan
baris 2 ‘pelaku tidak tampak dalam bentuk’, baris 3 pelaku adalah persona
pertama tunggal lekat kiri (pembicara), baris 4 pelaku adalah persona kedua
tunggal lekat kanan, baris 5 pelaku adalah persona ketiga tunggal lekat kanan.
Kolom C yang menyatakan ‘kausatif’.
Selanjutnya, verba infleksi yang diturunkan dari leksem pada kolom (B),
dan kolom (C) tadi dicobakan dalam kalimat berikut.
Kolom B:
Baris 1: Ulang lupa hamu mangaroroi ompung di bagas da. jangan lupa kalian mendatangi kakek di rumah ya
[ulaN lùpa hamu maNar¿r¿i ompùN di bagas da]
‘Jangan lupa kalian mendatangi kakek di rumah ya.’
Baris 2: Ompung ma na diharoroi halahi di bagas i. kakek lah yang didatangi mereka di rumah itu
[ompùN ma na dIhar¿r¿i halahi di bagas i]
‘Kakeklah yang didatangi mereka di rumah itu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
130
Baris 3: Huroroi ma ompung di bagas. kudatangi lah kakek di rumah
[hùr¿r¿i ma ompùN di bagas]
‘Kudatangilah kakek di rumah itu.’
Baris 4: Andigan do diharoroiho ompung di bagas? kapan kah kaudatangi kakek di rumah
[andIgan do dIhar¿r¿Iho ompùN di bagas]
‘Kapankah kaudatangi kakek di rumah?’
Baris 5: Asi do diharoroiia ompung di bagas? mengapa kah diadatangi kakek di rumah
[asi do dIhar¿r¿Iia ompùN di bagas]
‘Mengapakah diadatangi kakej di rumah.’
Kolom C:
Baris 1: Ulang lupa hamu paroon ompung tu bagas da. jangan lupa kalian mendatangkan kakek ke rumah ya
[ulaN lùpa hamu par¿¿n ompùN tu bagas da]
‘Kalian jangan lupa mendatangkan kakek ke rumah ya.’
Baris 2: Ompung ma na diparoon halahi tu bagas i. kakek lah yang didatangkan mereka ke rumah itu
[ompùN ma na dIpar¿on halahi tu bagasi]
‘Kakeklah yang kalian datangkan ke rumah itu.’
Baris 3: Huparoon ma ompung tu bagas i. kudatangkan lah kakek ke rumah itu
[hùpar¿on ma ompùN tu bagasi]
‘Kudatangkanlah kakek ke rumah itu.’
Baris 4: Andigan do diparoonho ompung tu bagas? kapan kah kaudatangkan kakek ke rumah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
131
[andIgan do dIpar¿onho ompùN kakek ke rùmah]
‘Kapankah kaudatangkan kakek ke rumah?’
Baris 5: Asi do diparoonia ompung tu bagas i? mengapa kah diadatangkan kakek ke rumah itu
[asi do dIpar¿onia ompùN tu bagasi]
‘Mengapa diadatangkan kakek ke rumah itu?’
15.kehe [kehe] ‘pergi’
DERIVASIONAL (I)
I B A C N pakehei KEHE pakeheon F [pakehei] [kehe] [pakehe¿n] L ‘membuat ‘pergi’ ‘membuat E jadi pergi’ pergi’ K 1. S I 2. O N 3. A L 4.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
132
5.
Bagan 18. Contoh data 15 (Infleksional)
Bagian data (15) ini yang dibahas adalah yang bercetak tebal saja.
Paradigma ini adalah paradigma verba yang dibentuk dari morfem dasar KEHE
[kehe] ‘pergi’. Paradigma verba terbagi atas tiga kolom: kolom (A) KEHE
sebagai morfem dasar, sedangkan kolom (B) PEKEHEI dan kolom (C)
PAKEHEON merupakan leksem yang tidak dapat diturunkan menjadi verba
infleksi karena alasan semantis. Bentuk verba derivasi pada kolom B dan
kolom C memiliki ideosinkretis (keanehan-keanehan bentuk) yaitu dengan
wujud morfem dasar yang berubah dari KEHE menjadi PAKEHEI dengan ciri
semantik ‘membuat jadi pergi (kausatif)’, dan PAKEHEON dengan ciri
semantik ‘membuat pergi (kausatif)’.
Selanjutnya, verba infleksi yang diturunkan dari leksem pada
kolom (B), dan kolom (C) tadi dicobakan dalam kalimat berikut.
Kolom B:
Ucok, pakehei ma dongan-donganmi da. ucok, membuat jadi pergi lah teman-temanmu itu ya
[uc¿/ pakEhei ma d¿Nan d¿Nan mi da]
‘Ucok, buatlah dulu teman-temanmu jadi pergi ya.’
Kolom C:
Ucok, pakeheon ma dongan-donganmi sannari da. ucok, membuat pergi lah teman-temanmu itu sekarang ya
[uc¿/ pakEhe¿n ma d¿Nan d¿Nan mi sannari da]
‘Ucok, suruhlah dulu pergi teman-temanmu itu sekarang ya.’
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
133
21. mijur [mijùr] ‘turun’
DERIVASIONAL (I)
B A C PAIJURI MIJUR PAIJURKON [paijùri] [mIjùr] [paijùrk¿n] ‘turuni’ ‘turun’ ‘turunkan’ mampaijuri 1. mampaijurkon
[mampaIjùri] [mampaIjùrk¿n]
‘menuruni’ ‘menurunkan’ I
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
134
N dipaijuri 2. dipaijurkon F [dIpaijùri] [dipaijùrk¿n] L ‘dituruni’ ‘diturunkan’ E K hupaijuri 3. hupaijurkon S [hùpaijùri] [hupaijùrk¿n] I ‘kuturuni’ ‘kutur unkan’ O N dipaijuriho 4. dipaijurkonho A [dIpaijùrIho] [dipaijùrk¿nho] L ‘dituruni oleh kamu’ ‘diturunkan oleh kamu’ ‘kauturuni’ ‘kauturunkan’
dipaijuriia 5. dipaijurkonia [dIpaijùriia] [dipaijùrk¿nia] ‘dituruni oleh dia’ ‘diturunkan oleh dia’ ‘diaturuni’ ‘diaturunkan’
Bagan 19. Contoh data 21 (Infleksional)
Bagian data (21) ini yang dibahas adalah yang bercetak tebal saja.
Paradigma ini adalah paradigma verba yang dibentuk dari morfem dasar mijur
[mIjùr] ‘turun’. Paradigma verba terbagi atas tiga kolom: kolom (A) MIJUR
sebagai morfem dasar, sedangkan kolom (B) PAIJURI dan kolom (C)
PAIJURKON merupakan leksem yang dapat diturunkan menjadi verba infleksi.
Masing-masing kolom merupakan paradigma infleksional dan masing-masing
mempunyai bentuk kata baris 1-5. (kecuali kolom A karena alasan semantis).
Pada masing-masing kolom dapat terlihat bahwa bentuk kata dengan prefiks
mang- sebagai bentuk pertama pada baris 1 diramalkan dapat digantikan
dengan prefiks di- pada baris 2, hu- pada baris 3, di- -ho pada baris 4, di- -ia
pada baris 5. Untuk baris 4 dan 5 posisi afiks infleksi terdapat setelah verba
karena alasan semantis, dan morfem dasar untuk kedua baris ini dilekati oleh
prefiks di- pada awalnya (merupakan bentuk yang unik dan dapat diramalkan
kemunculannya). Oleh karena itu, masing-masing kolom merupakan paradigma
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
135
infleksional. Kolom B merupakan bentuk-bentuk kata dari leksem
PAIJURI’,dan kolom C dari leksem ‘PAIJURKON’.
Kemunculan masing-masing bentuk mang-, di-, hu-, di- -ho, di- -ia dari
setiap kolom dapat diramalkan berdasarkan kaidah gramatikal tertentu. Bentuk
baris 1 terdapat apabila berfokus pada agen, sedangkan baris 2-5 (seharusnya
terdapat pada kolom A tapi tidak muncul karena alasan semantis) terdapat bila
berfokus pada pasien. Baris 2-5 menyatakan kesengajaan’. Baris 2 berbeda dari
3-5 karena di dalam baris 3-5 ‘pelaku tampak di dalam bentuk’, sedangkan
baris 2 ‘pelaku tidak tampak dalam bentuk’, baris 3 pelaku adalah persona
pertama tunggal lekat kiri (pembicara), baris 4 pelaku adalah persona kedua
tunggal lekat kanan, baris 5 pelaku adalah persona ketiga tunggal lekat kanan.
Kolom C yang menyatakan ‘kausatif’ (berarti pula menyatakan kesengajaan).
Selanjutnya, verba infleksi yang diturunkan dari leksem pada
kolom (B), dan kolom (C) tadi dicobakan dalam kalimat berikut.
Kolom B:
Baris 1: Uda do na mampaijuri goni-goni i. paman lah yang menuruni karung-karung itu
[uda do na mampaIjùri g¿ni g¿ni i]
‘Pamanlah yang menuruni (meurunkan berkali-kali)
karung-karung itu.’
Baris 2: Goni-goni i do na dipaijuri ni uda i. karung-karung itu lah yang dituruni oleh paman itu
[g¿ni g¿ni i do na dIpaijùri ni uda i]
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
136
‘Karung-karung itulah yang dituruni (diturunkan berkali-
kali) paman itu.’
Baris 3: Hupaijuri do goni-goni i. Kuturuni lah karung-karung itu
[hùpaijùri ma g¿ni g¿ni i]
‘Kuturunilah (berkali-kali) karung-karung itu.’
Baris 4: Andigan do dipaijuriho goni-goni i? kapankah kau turunkan karung-karung itu
[andIgan do dIpaijùrIho g¿ni g¿ni i]
‘Kapankah kau turunkan (berkali-kali) karung-karung itu?’
Baris 5: Asi do dipaijuriia goni-goni i? Mengapa kah diaturunkan karung-karung itu
[asi do dIpaijùrIia g¿ni g¿ni i]
‘Mengapa diturunkannya (berkali-kali) karung-karung itu?’
Kolom C:
Baris 1: Uda do na mampaijurkon goni-goni i? paman kah yang menurunkan karung-karung itu
[uda do na mampaIjùrk¿n g¿ni g¿ni i]
‘Pamankah yang menurunkan karung-karung itu?’
Baris 2: Goni-goni i do na dipaijurkon ni uda i. karung-karung itu kah yang diturunkan oleh paman itu
[g¿ni g¿ni i do na dIpaijùrk¿n ni uda i]
‘Karung-karung itukah yang diturunkan oleh paman itu?’
Baris 3: Hupaijurkon ma goni-goni i. kuturunkan lah karung-karung itu
[hùpaijùrk¿n ma g¿ni g¿ni i]
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
137
‘Kuturunkanlah karung-karung itu.’
Baris 4: Andigan do dipaijurkonho goni-goni i? kapan kah kauturunkan karung-karung itu
[andIgan do dIpaijùrk¿nho g¿ni g¿ni i]
‘Kapankah kauturunkan karung-karung itu?’
Baris 5: Asi do dipaijurkonia goni-goni i? mengapa kah diaturunkan karung-karung itu
[asi do dIpaijùrk¿nia g¿ni g¿ni i]
‘Mengapakah diaturunkan karung-karung itu?’
24. tolap [t¿lap] ‘tiba’
DERIVASIONAL (I)
I B A C N - TOLAP - F [t¿lap] L ‘tiba’ E K 1. S I 2. O N 3. A L 4. 5.
Bagan 20. Contoh data 24 (Infleksional)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
138
Bagian data (24) ini yang dibahas adalah yang bercetak tebal saja.
Paradigma ini adalah paradigma verba yang dibentuk dari morfem dasar
TOLAP [t¿lap] ‘tiba’. Paradigma verba ini mengalami ideosinkretis (keanehan
bentuk) tepatnya tidak dapat memunculkan verba infleksi karena alasan
semantis.
Berdasarkan keempat rumusan masalah yang telah dibahas dalam BAB
IV ini dapat ditarik benang merah bahwa verba transitif dapat membentuk
verba kelas I dan verba intransitif dapat membentuk verba kelas II. Pernyataan
ini dilandasi oleh hasil pembahasan yang menunjukkan bahwa verba kelas I
memang didominasi oleh verba transitif karena verba transitif ini memiliki
kategori-kategori inti yaitu kategori morfologis yang yang dapat diramalkan
(predictable) kemunculannya kecuali karena kendala-kendala tertentu, dan
verba kelas I ini termasuk produktif.
Sementara itu, verba kelas II menunjukkan bahwa pembentukannya
didominasi oleh verba intransitif yang memiliki kategori-kategori morfologis
yang tidak dapat diramalkan (unpredictable) kemunculannya karena kendala
tertentu, dan verba kelas II ini tidak produktif. Verba yang mengalami proses
morfologis dalam verba kelas II ini cenderung kurang memiliki pembentukan
yang teratur dan berulang sehingga dalam pemahaman bentuknya harus
menggunakan hapalan karena sudah tertentu bentuknya dan menjadi suatu
konvensi di masyarakat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
139
Adapun proses morfologis verba kelas I ini dapat dirumuskan ke dalam
sebuah sistem yang terbagi kedalam beberapa paradigma yang mencakup afiks
infleksi dan derivasi, sebagai berikut.
TABEL 11
PARADIGMA INTI VERBA KELAS I
PARADIGMA I
I N F L E K S I O N A L
Baris
DERIVASIONAL
A B C
Kategori
0. D D-i D-kon
1. mang-D mang-D-i mang-D-kon
2. di-D di-D-i di-D-kon
3. hu-D hu-D-i hu-D-kon
4. di-D-ho di-D-iho di-D-konho
5. di-D-ia di-D-iia di-D-konia
Keterangan:
1. Masing-masing formula mewakili kategori secara bentuk.
2. D adalah morfem dasar.
3.Tanda – berarti tidak terdapat.
3. Derivasional terdiri dari kolom A, B, dan C.
4. Infleksional terdiri dari baris 1 sampai dengan baris 5.
5. Elemen di muka D adalah prefiks, di belakang D adalah sufiks, di muka dan di
belakang D adalah konfiks.
Adapun verba kelas II proses morfogisnya dapat dilihat sebagai berikut:
TABEL 12
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
140
PARADIGMA VERBA KELAS II
PARADIGMA I I N F L E K S I O N A L
Baris DERIVASIONAL
A B C Kategori
0. D D-i D-kon
1. - mang-D-i mang-D-kon
2. - di-D-i di-D-kon
3. - hu-D-i hu-D-kon
4. - di-D-iho di-D-konho
5. - di-D-iia di-D-konia
Keterangan:
1. Masing-masing formula mewakili kategori secara bentuk.
2. D adalah morfem dasar.
3.Tanda – berarti tidak terdapat.
3. Derivasional terdiri dari kolom A, B, dan C.
4. Infleksional terdiri dari baris 1 sampai dengan baris 5.
5. Elemen di muka D adalah prefiks, di belakang D adalah sufiks, di muka dan di
belakang D adalah konfiks.
Paradigma verba kelas II memiliki ideosinkretis (keanehan-keanehan
bentuk) untuk verba-verba tertentu, seperti verba ro, ketika mengalami kategori
D-i maka bentuknya berubah menjadi reduplikasi pa-D{R}-i. Hal ini terjadi
karena verba ini hanya terdiri dari satu suku kata saja sehingga pada saat
mengalami proses pembentukan verba derivasional berubah menjadi demikian.
Sedangkan ketika mengalami kategori D-kon, bentuknya berubah menjadi pa-D
saja. Selanjutnya, morfem dasar ngot, kehe, mulak, maridi, mijur, dan modom juga
mengalami kategori D–i dan kategori D-kon, tapi bentuknya berubah menjadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
141
kategori pa-D-i dan kategori pa-D-kon (kecuali untuk morfem dasar tolap) karena
alasan semantis. Proses pembentukan verba seperti ini terjadi karena sudah
menjadi konvensi di masyarakat. Pembentukannya dapat dilihat pada tabel 13
berikut.
TABEL 13
IDEOSINKRETIS PARADIGMA VERBA KELAS II (a)
PARADIGMA I I N F L E K S I O N A L
Baris DERIVASIONAL
A B C Kategori
0. D pa-D-i pa-D-kon
1. - mang-D-i mang-D-kon
2. - di-D-i di-D-kon
3. - hu-D-i hu-D-kon
4. - di-D-iho di-D-konho
5. - di-D-iia di-D-konia
Keterangan:
Tabel 13 di atas berlaku pada morfem dasar ngot, kehe, mulak, maridi, mijur, dan
modom. Tapi perlu diketahui bahwa morfem dasar kehe dan mulak tidak dapat
diturunkan secara infleksional karena kendala bentuk dan semantis.
Selanjutnya, khusus untuk morfem dasar ro, proses pembentukannya
adalah seperti tabel 14 berikut.
TABEL 14
IDEOSINKRETIS PARADIGMA VERBA KELAS II (b)
PARADIGMA I I N F L
Baris DERIVASIONAL
A B C Kategori
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
142
E K S I O N A L
0. D pa-D{R}-i pa-D
1. - mang-D{R}-i pa-D-on
2. - di-D{R}-i di-D-on
3. - hu-D{R}-i hu-D-on
4. - di-D{R}-iho di-D-onho
5. - di-D{R}-iia di-D-onia
Keterangan:
Tabel 14 di atas berlaku khusus untuk morfem dasar ro saja karena morfem ini
memiliki keunikan tersendiri dalam proses pembentukannya. Pembentukan
morfem yang mengalami kategori D-i dan D-kon berbeda. Kategori D-i
mengalami reduplikasi sedangkan kategori D-kon tidak. Ideosinkretis ini juga
sudah menjadi konvensi di masyarakat.
Berdasarkan tabel 11, 12, 13, dan 14 di atas, dapat dinyatakan bahwa
pembentukan verba derivasional dan infleksional dari afiks derivasi dan afiks
infleksi adalah berlaku dalam BBA. Sistem pembentukan verba BBA dari morfem
dasar ini dapat dirumuskan dalam dua bentuk, yaitu: paradigma verba kelas I, dan
paradigma kelas II. Paradigma verba kelas I terdiri atas morfem dasar transitif
yang kemunculannya (predictable), sedangkan paradigma verba kelas II tidak
dapat diprediksi kemunculannya (unpredictable) karena alasan semantis. Verba
kelas I cenderung teratur dan berulang bentuknya, sedangkan verba kelas II
cenderung memiliki ideosinkretis (keanehan-keanehan bentuk) dalam
pembentukannya sehingga hukumnya harus dihapal karena sudah menjadi
konvensi di masyarakat. Pembentukan derivasional dapat menjadi dasar
pembentukan infleksional, sedangkan pembentukan infleksional tidak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
143
Produktifitas dari verba infleksional lebih tinggi daripada produktifitas verba
derivasional yang terbatas.
Dari kedua tabel yang telah dirumuskan dari atas dapat dijadikan sebagai
panduan dalam membentuk verba-morfem dasar BBA lainnya dengan baik dan
sistematis. Rumusan ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan dan
pelestarian BBA.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
144
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan analisis data dalam BAB IV, maka temuan dari sistem
pembentukan verba BBA dari morfem dasar, paradigma inti verba kelas I
dan kelas II, dapat disimpulkan sebagai berikut.
1. Bentuk afiks-afiks derivasional yang telah ditemukan berdasarkan data
yang tersedia baik dari verba transitif maupun verba intransitif adalah
kategori D–i, dan kategori D–kon. Namun, terdapat ideosinkretis
(keanehan-keanehan bentuk) pada beberapa verba intransitif yaitu
dengan berubahnya kategori D-i menjadi kategori pa-D-i, kategori
D-kon menjadi kategori pa-D-kon. Bahkan terdapat juga kategori D{R}-i
dan kategori pa-D karena verba dasarnya terdiri atas satu suku kata saja.
Hal ini terjadi karena alasan semantis dan sudah menjadi konvensi di
masyarakat.
2. Aspek semantik afiks-afiks derivasional pembentuk verba BBA dari
morfem dasar ini baik verba transitif maupun verba intransitif, memiliki
beberapa makna yaitu makna dari afiks derivasional –i ada dua, yaitu:
(1) frekuentatif, dan (2) lokatif. Sementara itu, makna dari afiks
derivasional –kon adalah (1) benefaktif (melakukan untuk orang lain),
(2) melakukan dengan perbuatan alat, (3) melakukan dengan sungguh-
144
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
145
sungguh (intensif), (4) kausatif, dan (5) direktif. Selanjutnya,
keproduktifan afiks-afiks derivasional adalah terbatas karena kendala
semantis dan karena kemunculannya tidak dapat diprediksi
(unpredictable).
3. Bentuk afiks-afiks infleksional yang telah ditemukan berdasarkan data
yang telah tersedia terdiri dari kolom A, B, dan C yang masing-masing
terdiri atas 6 baris. Untuk verba transitif, bentuk afiks-afiks
infleksionalnya adalah kolom A (kategori mang-D, di-D, hu-D, di-D-ho,
dan di-D-ia), kolom B (kategori mang-D-i, di-D-i, hu-D-i, di-D-iho, dan
di-D-iia), dan kolom C (kategori mang-D-kon, di-D-kon, hu-D-kon, di-
D-konho, dan di-D-konia). Untuk verba intransitif, kolom A lebih
cenderung kosong (-) dibandingkan dengan kolom B, dan kolom C.
Namun, terdapat juga verba yang kolom A, B, dan C nya itu kosong
sama sekali. Hal ini terjadi karena alasan semantis dan sudah menjadi
konvensi di masyarakat.
4. Aspek semantik dari afiks-afiks infleksional dapat dilihat sebagai
berikut. Bentuk baris 1 terdapat apabila berfokus pada agen, sedangkan
baris 2-5 (kolom A) terdapat bila berfokus pada pasien. Baris 2-5
menyatakan kesengajaan’. Baris 2 berbeda dari 3-5 karena di dalam baris
3-5 ‘pelaku tampak di dalam bentuk’, sedangkan baris 2 ‘pelaku tidak
tampak dalam bentuk’, baris 3 pelaku adalah persona pertama tunggal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
146
lekat kiri, baris 4 pelaku adalah persona kedua tunggal lekat kanan, baris
5 pelaku adalah persona ketiga tunggal lekat kanan. Demikian pula
halnya yang dialami kolom B dan kolom C. Ciri semantiknya hampir
sama dengan ciri semantik dari afiks-afiks derivasional. Selanjutnya,
keproduktifan afiks-afiks infleksional adalah luas sekali karena afiks ini
kemunculannya dapat diramalkan (predictable).
B. Saran
Penelitian tentang Sistem Pembentukan Verba BBA dari Morfem
dasar ini memiliki peranan yang penting dalam pelestarian bahasa
Nusantara. Hendaknya penelitian bahasa Nusantara seperti ini semakin
digiatkan demi perkembangan dan kemajuan ilmu lingustik khususnya ilmu
linguistik deskriptif karena dalam penelitian bahasa Nusantara ditemukan
keunikan dan fenomena yang menarik yang secara tidak langsung dapat
menggambarkan karakter dari masyarakat pengguna bahasa tersebut. Terkait
dengan penelitian di bidang morfologi seperti ini, terdapat beberapa saran
untuk pembaca dan penelitian selanjutnya sebagai berikut.
1. Penelitian sistem verba BBA seperti ini masih memerlukan tindak lanjut
yang lebih spesifik lagi, seperti penelitian tentang sistem pembentukan
verba dari dasar verba dengan paradigma yang berbeda, atau dari verba
dasar nomina, ajektiva, dan seterusnya melalui proses morfologi
derivasional dan morfologi infleksional demi menghasilkan penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
147
yang lebih bermanfaat sehingga dapat melengkapi penelitian
sebelumnya.
2. Peneliti yang mengkaji dan mendalami masalah sistem verba BBA
diharapkan mampu menggali lebih dalam karakter dan sistem bahasa
yang masih berpotensi besar untuk dikembangkan ini sehingga penelitian
bahasa Nusantara mampu bertahan guna pelestarian kekayaan bangsa
yang masih berpeluang untuk dilindungi.