![Page 1: Sistem Pakar Diagnosa Penyakit Mata Dengan Forward Chaining](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081722/56d6bfb11a28ab30169742f0/html5/thumbnails/1.jpg)
SISTEM PAKAR DIAGNOSIS PENYAKIT MATA DENGAN METODE INFERENSI
FORWARD CHAINING
Rida Putra Perwira1
Febri Krisnanto2
[email protected] [email protected]
1241177004308 1241177004268
Fakultas Ilmu Komputer
Universitas Singperbangsa Karawang
2015
Abstrak
Mata merupakan suatu panca indra yang sangat penting dalam kehidupan manusia untuk
melihat. Jika mata mengalami gangguan atau penyakit mata, maka akan berakibat sangat fatal
bagi kehidupan manusia. Jadi sudah mestinya mata merupakan anggota tubuh yang perlu
dijaga dalam kesehatan sehari-hari.
Sistem pakar merupakan suatu bagian metode ilmu-ilmu artificial intelligence untuk dibuat
suatu program aplikasi diagnosa penyakit mata pada manusia yang terkomputerisasi serta
berusaha menggantikan dan menirukan proses penalaran dari seorang ahlinya atau pakar
dalam memecahkan masalah spesifikasi yang dapat dikatakan duplikat dari seorang pakar
karena pengetahuan ilmu tersebut tersimpan di dalam suatu sistem database.
Sistem Pakar Untuk Diagnosa Penyakit Mata Pada Manusia menggunakan metode forward
chaining bertujuan menelusuri gejala yang ditampilkan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan
agar dapat mendiagnosa jenis penyakit dengan perangkat lunak berbasis dekstop management
system. Perangkat lunak sistem pakar dapat mengenali jenis penyakit mata setelah melakukan
konsultasi dengan menjawab beberapa pertanyaan-pertanyaan yang ditampilkan oleh aplikasi
sistem pakar serta dapat menyimpulkan beberapa jenis penyakit mata yang di derita oleh
pasien. Data penyakit yang dikenali menyesuaikan rules (aturan) yang dibuat untuk dapat
mencocokkan gejala-gejala penyakit mata dan memberi nilai persentase agar mengetahui
nilai pendekatan jenis penyakit pasien.
Kata Kunci : Sistem Pakar, Forward Chaining, Diagnosa, Penyakit, Mata, Manusia.
I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penyakit mata merupakan penyakit dengan jumlah penderita yang terus meningkat setiap
tahunnya di Indonesia. Prevalensi angka kebutaan di Indonesia berkisar 1,2% dari jumlah
![Page 2: Sistem Pakar Diagnosa Penyakit Mata Dengan Forward Chaining](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081722/56d6bfb11a28ab30169742f0/html5/thumbnails/2.jpg)
penduduk. Penyebab utama dari kasus kebutaan ini adalah katarak, kelainan kornea,
glaukoma, kelainan refraksi, kelainan retina dan kelainan nutrisi.
Seiring dengan menurunnya kualitas dan gaya hidup seperti pola makan, olahraga, istirahat,
bekerja, tingkat stres dan usia, jumlah individu dengan keluhan penyakit mata semakin
bertambah.
Perbandingan jumlah penduduk dan tenaga medis yang jauh dari standar ideal menyebabkan
masyarakat kurang memahami penyakit yang diderita.Hal ini diperparah dengan anggapan di
tengah masyarakat bahwapenyakit akan sembuh dengan sendirinya tanpa melalui proses
pengobatan dan perubahan gayahidup. Terbatasnya jumlah tenaga medis, dapat dibantu
dengan keberadaan sebuah aplikasi sistem pakar, tanpa bermaksud untuk menggantikan
pakar. Aplikasi sistem pakar telah menjadi hal yang lazim diterapkan khususnya di bidang
kedokteran.
Untuk penelitian ini, jenis penyakit yang didiagnosis oleh sistem pakar adalah jenis penyakit
mata. Organ mata dipilih karena mata merupakan panca indera yang sangat penting untuk
penglihatan. Dengan mata yang dapat melihat secara normal, manusia dapat menikmati
keindahan alam dan berinteraksi dengan lingkungan sekitar dengan baik. Dengan mata,
manusia dapat belajar lebih banyak tentang pengetahuan di dunia daripada melalui panca
indera yang lain (Naser dan Zaiter, 2008). Hampir setiap kegiatan, manusia menggunakan
mata, misalnya membaca, bekerja, menonton televisi, menulis, berkendara, dan lain-lain
sehingga banyak orang yang setuju bahwa mata merupakan panca indera yang paling penting.
Jika mata mengalami gangguan atau penyakit mata, maka akan berakibat sangat fatal bagi
kehidupan manusia. Proses pembelajaran dan interaksi manusia akan terganggu. Jadi, sudah
mestinya mata merupakan anggota tubuh yang perlu dijaga dalam kesehatan sehari-hari dan
sudah semestinya manusia tahu sejak dini apabila terkena gejala penyakit mata tertentu
sehingga tidak semakin parah dan membahayakan mata apalagi hingga terjadi kebutaan. Pada
kenyataannya, banyak kasus penyakit mata dapat menimbulkan kebutaan karena terlambat
ditangani (Naser dan Zaiter, 2008).
Permasalahan
Berdasarkan uraian diatas, maka perumusan masalah pada penilitian dapat adalah bagaimana
suatu sistem pakar dapat mendiagnosa jenis penyakit mata manusia menggunakan metode
forward chaining.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Membuat suatu perangkat lunak untuk dapat diagnosa penyakit mata pada manusia
menggunakan rekayasa sistem pakar (expert system). Agar setiap penderita penyakit mata
dapat dengan mudah dan cepat mengetahui jenis penyakit mata tanpa harus ke dokter terlebih
dahulu. Sistem nantinya untuk menggantikan ahlinya untuk mengenai jenis penyakit dan
mencari solusi dalam pengobatannya. Pembuatan perangkat lunak diagnosa penyakit mata
pada manusia menggunakan sistem pakar ini memberikan manfaat untuk :
![Page 3: Sistem Pakar Diagnosa Penyakit Mata Dengan Forward Chaining](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081722/56d6bfb11a28ab30169742f0/html5/thumbnails/3.jpg)
a. Untuk menghasilkan suatu prototype sistem pakar untuk diagnosa penyakit mata dan
penerapannya dalam ilmu kedokteran mata.
b. Membantu dokter mengambil keputusan dalam mendiagnosa penyakit mata, sehingga
dapat digunakan oleh pengguna yang minimal mempunyai dasar tentang anatomi
mata, seperti perawat dan dokter spesialis mata.
II. PENELITIAN SEBELUMNYA
Penelitian pertama yang menjadi sumber rujukan yaitu expert system for early diagnosis of
eye diases infecting the malaysian population. Data yang digunakan pada penelitian ini
adalah 5 penyakit mata. Penelitian ini menggunakan metode forward chaining untuk
menghasilkan aplikasi yang dapat memberikan diagnosis awal dari penyakit mata.
Penelitian selanjutnya adalah Neural Network and Desicion Tree for eye diases diagnosis.
Data penelitian yang digunakan adalah 13 penyakit mata dan 22 gejala, 50 data pasien
digunakan untuk pengujian. Data diambil dari Linsolar Eye Clinic dan Odadik eye clinic,
kota Port Harcourt di Nigeria. Metode yang digunakan adalah backpropagation. Hasil
menunjukkan prosentase kesesuaian diagnosis adalah 92%.
Penelitian selanjutnya adalah expert system for self diagnosing of eye diases using Naïve
Bayes. Penelitian ini menggunakan konsep Case Base Reasoning(CBR). Model
CBRdigunakan untuk menyelesaikan masalah dan melakukan generate hasil yang didasarkan
pada history diagnosis penyakit mata. Beberapa proses dalam CBR diantaranya retrieve,
reuse, revise danretain.Data pada penelitian ini menggunakan 12 penyakit mata. Prosentase
kesesuaian antara diagnosis sistem pakar dan pakar sebenarnya (human expert) sebesar 82%
III. LANDASAN TEORI
Sistem Pakar
Menurut Naser dan Zaiter (2008), sistem pakar adalah suatu sistem yang
memanfaatkanpengetahuan manusia yang ditangkap di sebuah komputer untuk memecahkan
masalah yang biasanya membutuhkan keahlian manusia. Durkin dalam Daniel dan Virginia
(2010) juga menyebutkan hal yang senada bahwa sistem pakar adalah sistem yang berusaha
mengadopsi pengetahuan manusia ke komputer yang dirancang untuk memodelkan
kemampuan menyelesaikan masalah seperti layaknya seorang pakar. Sistem pakar mencari
dan memanfaatkan informasi yang relevan dari pengguna dan dari basis pengetahuan yang
tersedia untuk membuat rekomendasi. Sistem pakar juga dapat didefinisikan sebagai sistem
berbasis komputer yang menggunakan pengetahuan, fakta, dan teknik penalaran dalam
memecahkan masalah yang biasanya hanya dapat dipecahkan oleh seorang pakar dalam
bidang tersebut. Sistem pakar memberikan nilai tambah pada teknologi untuk membantu
dalam menangani era informasi yang semakin canggih (Daniel dan Virginia, 2010). Sistem
pakar yang baik dirancang agar dapat menyelesaikan suatu permasalahan tertentu dengan
meniru kerja dari para ahli (Prabowo dkk, 2008).
![Page 4: Sistem Pakar Diagnosa Penyakit Mata Dengan Forward Chaining](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081722/56d6bfb11a28ab30169742f0/html5/thumbnails/4.jpg)
Sulistyohati dan Hidayat (2008) mengatakan bahwa konsep dasar suatu sistem pakar
mengandung beberapa unsur, diantaranya adalah keahlian, ahli, pengalihan keahlian,
inferensi, aturan, dan kemampuan menjelaskan. Keahlian adalah salah satu penguasaan
pengetahuan di bidang tertentu dan mempunyai keinginan untuk belajar memperbaharui
pengetahuan dalam bidangnya. Pengalihan keahlian adalah mengalihkan keahlian dari
seorang pakar dan kemudian dialihkan lagi ke orang yang bukan ahli atau orang awam yang
membutuhkan. Pengalihan keahlian ini adalah tujuan utama dari sistem pakar. Inferensi
merupakan suatu rangkaian proses untuk menghasilkan informasi dari fakta yang diketahui
atau diasumsikan. Kemampuan menjelaskan merupakan salah satu fitur yang harus dimiliki
oleh sistem pakar setelah tersedia program di dalam komputer.
Tujuan pengembangan sistem pakar sebenarnya tidak untuk menggantikan peran para pakar,
namun untuk mengimplementasikan pengetahuan para pakar ke dalam bentuk perangkat
lunak, sehingga dapat digunakan oleh banyak orang dan tanpa biaya yang besar (Sulistyohati
dan Hidayat, 2008). Selain itu, bagi para ahli, sistem pakar ini justru akan membantu
aktifitasnya sebagai asisten yang sangat berpengalaman (Handayani dan Sutikno, 2008).
Untuk membangun sistem yang difungsikan untuk menirukan seorang pakar maka harus bisa
melakukan hal-hal yang dapat dikerjakan oleh para pakar. Menurut Setiawan (2009), untuk
membangun sistem yang seperti itu, dibutuhkan komponenkomponen sebagai berikut :
a. Basis pengetahuan (Knowledge base). Berisi pengetahuan-pengetahuan yang
dibutuhkan untuk memahami, memformulasikan dan memecahkan persoalan. Bentuk
basis pengetahuan yang umum digunakan ada 2, yaitu: penalaran berbasis aturan dan
penalaran berbasis kasus.
b. Motor inferensi (inference engine). Ada 2 cara yang dapat dikerjakan dalam
melakukan inferensi, yaitu :
- Forward chaining merupakan grup dari multiple inferensi yang melakukan
pencarian dari suatu masalah kepada solusinya. Forward chaining adalah data-
driven karena inferensi dimulai dengan informasi yang tersedia dan baru konklusi
diperoleh. Pencocokan fakta atau pernyataan dimulai dari bagian sebelah kiri (IF
dulu). Dengan kata lain, penalaran dimulai dari fakta terlebih dahulu untuk
menguji kebenaran hipotesis. Gambar 1 berikut menunjukkan diagram Forward
chaining.
![Page 5: Sistem Pakar Diagnosa Penyakit Mata Dengan Forward Chaining](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081722/56d6bfb11a28ab30169742f0/html5/thumbnails/5.jpg)
- Backward chaining menggunakan pendekatan goal-driven, dimulai dari ekspektasi
apa yang diinginkan terjadi (hipotesis), kemudian mencari bukti yang mendukung
(atau kontradiktif) dari ekspektasi tersebut. Pencocokan fakta atau pernyataan
dimulai dari bagian sebelah kanan (THEN dulu). Dengan kata lain, penalaran
dimulai dari hipotesis terlebih dahulu, dan untuk menguji kebenaran hipotesis
tersebut harus dicari fakta-fakta yang ada dalam basis pengetahuan. Gambar 2
berikut menunjukkan diagram Backward chaining.
- c. Blackboard. Merupakan area kerja memori yang disimpan sebagai database untuk
deskripsi persoalan terbaru yang ditetapkan oleh data input dan digunakan juga untuk
perekaman hipotesis dan keputusan sementara.
d. Subsistem akuisisi pengetahuan. Akuisisi pengetahuan adalah akumulasi, transfer, dan
transformasi keahlian pemecahan masalah dari pakar atau sumber pengetahuan
terdokumentasi ke program komputer untuk membangun atau memperluas basis
pengetahuan.
e. Antarmuka pengguna (User Interface). Digunakan untuk media komunikasi antara
user dan program.
f. Subsistem penjelasan. Digunakan untuk melacak respon dan memberikan penjelasan
tentang kelakuan sistem pakar secara interaktif melalui pertanyaan.
g. Sistem penyaring pengetahuan. Untuk lebih jelasnya, komponen sistem pakar dapat
dilihat pada Gambar 3.
![Page 6: Sistem Pakar Diagnosa Penyakit Mata Dengan Forward Chaining](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081722/56d6bfb11a28ab30169742f0/html5/thumbnails/6.jpg)
h. Sementara itu, Naser dan Zaiter (2008) menyebutkan bahwa sistem pakar itu terdiri
dari 6 komponen, yaitu :
- Rule-based systems
- Knowledge-based systems
- Intelligent agent (IA)
- Database methodology
- Inference engine
- System-user interaction (User Interface)
Komponen sistem pakar seperti ini dapat dilihat pada Gambar 4.
Dari komponen-komponen sistem pakar di atas, secara garis besar ada 3 komponen
utama, yaitu: basis pengetahuan, mesin inferensi, dan antarmuka pengguna (Daniel
dan Virginia, 2010). Terkait dari salah satu komponen sistem pakar yaitu akuisisi
pengetahuan, Milton, N.R dalam bukunya menegaskan terdapat tiga aspek dalam
akuisisi pengetahuan (Daniel dan Virginia, 2010), yaitu :
- Knowledge capture, Knowledge capture adalah teknik yang digunakan ketika
bertemu pakar. Teknik ini terdiri dari interview techniques, modelling techniques,
dan specialised techniques.
- Knowledge analysis, Analisis pengetahuan ini merupakan proses
mengidentifikasi elemen yang dibutuhkan dalam membangun basis pengetahuan.
Terdapat 4 elemen penting dalam membangun basis pengetahuan, yaitu konsep,
atribut, value/nilai dan relasi.
- Knowledge modelling, Knowledge modelling yaitu menciptakan cara yang
berbeda dalam mengubah dan menampilkan basis pengetahuan. Terdiri dari
bagian-bagian seperti pohon (trees), matriks, map, timeline, frame dan knowledge
page. Terkait dengan komponen rule base, kaidah produksi yang biasa dikenal
rule base (basis aturan) ini menjadi acuan yang sangat sering digunakan oleh
sistem inferensi. Kaidah produksi ini merupakan salah satu model untuk
merepresentasikan pengetahuan (knowledge base). Kaidah produksi merupakan
kumpulan kaidah-kaidah yang saling berhubungan satu sama lain (Fattah dan
![Page 7: Sistem Pakar Diagnosa Penyakit Mata Dengan Forward Chaining](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081722/56d6bfb11a28ab30169742f0/html5/thumbnails/7.jpg)
Wibowo, 2010). Kaidah produksi dituliskan dalam bentuk pernyataan IF-THEN
(Jika-Maka). Pernyataan ini menghubungkan bagian premis (IF) dan bagian
kesimpulan (THEN) yang dituliskan dalam bentuk IF [premis] THEN [konklusi]
Jadi, kaidah ini dapat dikatakan sebagai suatu implikasi yang terdiri dari dua
bagian, yaitu premis dan bagian konklusi. Apabila bagian premis dipenuhi maka
bagian konklusi akan bernilai benar. Bagian premis dalam aturan produksi dapat
memiliki lebih dari satu proposisi. Proposisiproposisi tersebut dihubungkan
dengan menggunakan operator logika AND atau OR.
Proses Diagnosis Penyakit
Proses diagnosis merupakan perpaduan dari aktifitas intelektual dan manipulatif. Menurut
Handayani dan Sutikno (2008), diagnosis sendiri didefinisikan sebagai suatu proses penting
pemberian nama dan pengklasifikasian penyakitpenyakit pasien, yang menunjukkan
kemungkinan nasib pasien dan yang mengarahkan pada pengobatan tertentu. Diagnosis
sebagaimana halnya dengan penelitian-penelitian ilmiah, didasarkan atas metode hipotesis.
Dengan metode hipotesis ini menjadikan penyakit-penyakit begitu mudah dikenali hanya
dengan suatu kesimpulan diagnostik. Diagnosis dimulai sejak permulaan wawancara medis
dan berlangsung selama melakukan pemeriksaan fisik. Dari diagnosis tersebut akan diperoleh
pertanyaan-pertanyaan yang terarah, perincian pemeriksaan fisik yang dilakukan untuk
menentukan pilihan tes-tes serta pemeriksaan khusus yang akan dikerjakan. Data yang
berhasil dihimpun akan dipertimbangkan dan diklasifikasikan berdasarkan keluhan-keluhan
dari pasien serta hubungannya terhadap penyakit tertentu. Berdasarkan gejalagejala serta
tanda-tanda yang dialami oleh penderita, maka pemusatan diagnosis akan lebih terpusat pada
bagian-bagian tubuh tertentu. Dengan demikian penyebab dari gejala-gejala dan tanda-tanda
tersebut dapat diketahui dengan mudah dan akhirnya diperoleh kesimpulan awal mengenai
penyakit tertentu.
IV. METODELOGI PENELITIAN
Metodologi Penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut :
a. Identifikasi
Identifikasi merupakan tahapan pendefinisian sistem, tujuan, perumusan masalah,
sumber daya, data yang digunakan serta biaya untuk dapat membangun sistem.
b. Pengumpulan Data
Data yang digunakan untuk percobaan, didapatkan dari pakar dan pasien penyakit
mata. Data didapatkan melalui proses knowledge acquisition diantaranya wawancara
dengan pakar dan mendapatkan rekam medik pasien.
c. Pemilihan Metode
Metode yang digunakan adalah metode inferensi.
d. Rancang Bangun Sistem
Sistem dibangun denganuser friendly. Seorang pengguna akan dengan mudah
mengoperasikan aplikasi yang dibuat, sehingga pengguna relatif cepat dapat
mengetahui hasil diagnosis penyakit mata.
![Page 8: Sistem Pakar Diagnosa Penyakit Mata Dengan Forward Chaining](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081722/56d6bfb11a28ab30169742f0/html5/thumbnails/8.jpg)
e. Ujicoba Sistem
Pada tahapan ini, sistem yang sudah dibangun akan diujicobakan dengan
menginputkan gejala-gejala yang dialami pasien. Selanjutnya, sistem pakar akan
menampilkan penyakit mata yang diderita pasien. Analisis hasil didapatkan dari
perbandingan antara hasil ujicoba sistem pakar dengan hasil diagnosa pakar (human
expert).
Alur Kerja Sistem
Untuk kasus diagnosis penyakit mata ini, desain proses dijelaskan menggunakan decision tree
yang berhubungan dengan tabel dan sering digunakan dalam analisis sistem (sistem non AI).
Sebuah decision tree dapat dianggap sebagai suatu semantic network hirarki yang diikat oleh
serangkaian aturan (rule). Tree ini mirip dengan pohon keputusan yang digunakan pada teori
keputusan. Tree dibentuk oleh simpul (node) yang mempresentasikan tujuan (goal) dan
hubungan (link) yang dapat mempresentasikan keputusan (decision). Akar (root) dari pohon
berada di sebelah kiri dan daun (leaves) berada di sebalah kanan. Keuntungan utama dari
decision tree yaitu tree dapat menyederhanakan proses akuisi pengetahuan.
Tree yang digunakan pada masalah diagnosis penyakit mata merupakan suatu forward
chaining tree. Pada forward chaining tree penelusuran informasi dilakukan secara forward (ke
depan) seperti yang umumnya digunakan pada masalah masalah diagnosis lainnya. Dari
pernyakit mata yang diketahui, kemudian mencoba melakukan penelusuran ke depan untuk
mencari fakta-fakta yang cocok berupa gejala-gejala penyebab penyakit mata yang
bersangkutan. Pada tree tersebut dapat dilihat bagaimana suatu gejala penyakit atau
kesimpulan gejala penyakit merujuk kepada suatu jenis penyakit tertentu, dan bagaimana
beberapa gejala yang sama dapat merujuk kepada beberapa penyakit yang berbeda. Pada
penelusuran dengan metode forward chaining dapat dilihat bahwa penelusuran ke depan
untuk mengenali penyebab dan jenis penyakit yang dialami oleh pasien. Untuk lebih jelasnya,
dapat dilihat pada Gambar 5.
![Page 9: Sistem Pakar Diagnosa Penyakit Mata Dengan Forward Chaining](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081722/56d6bfb11a28ab30169742f0/html5/thumbnails/9.jpg)
![Page 10: Sistem Pakar Diagnosa Penyakit Mata Dengan Forward Chaining](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081722/56d6bfb11a28ab30169742f0/html5/thumbnails/10.jpg)
Desain Diagram Konteks
Beberapa jurnal melakukan perancangan sistem pakar untuk mendiagnosis penyakit mata ini
menggunakan diagram konteks. Diagram ini menjelaskan tentang hubungan input/output
antara sistem dengan dunia luarnya. Suatu diagram konteks selalu mengandung satu proses
saja yang mewakili proses seluruh sistem. Perancangan sistem dimulai dari hal yang paling
global hingga menjadi model yang paling detail. Aliran data bersumber dari pengetahuan
yang didapatkan dari pakar, dimasukkan ke dalam sistem, kemudian diproses.
Dalam hal ini, pakar bertugas memasukkan data-data baru mengenai gejala dan jenis
penyakit. Pasien memasukan gejala yang dirasakan untuk keperluan diagnosis, kemudian
pasien mendapatkan hasil diagnosis penyakit. Secara umum, diagram konteks sistem pakar
untuk diagnosis penyakit mata pada manusia dapat dilihat pada Gambar 6.
V. HASIL DAN IMPLEMENTASI
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
Tujuan utama penelitian ini adalah mengembangkan sistem pakar yang dapat mengimbangi
keterbatasan dokter ahli dalam pemeriksaaan dan diagnosis penyakit mata.Program
pembuatan sistem pakar ini juga dapat digunakan oleh user yang bukan ahlinya untuk
mendiagnosa penyakit mata. Sistem pakar ini tidak dapat 100% dijadikan sebagai final
decision dalam menentukan penyakit yang dialami pasien. Penalaran yang diperoleh dari
pengalaman yang dimiliki oleh user tetap menjadi faktor utama dalam sistem diagnosa
penyakit mata. Namun, hasil program ini akan berusaha mengarahkan user untuk fokus
terhadap penyakit yang dialami pasien berdasarkan gejala yang ditimbulkan.
Penyusunan database dari program harus terperinci agar memudahkan dalam penyusunan
program. Hasil output dari program perlu dianalisis lebih lanjut sehingga hasilnya benar-
benar akurat sesuai dengan target dari plan.