Download - Sirosis Hati.docx
SIROSIS HATI
A. DEFINISI
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium
akhir dari proses fibrosis hepatik yang berlangusng progresif yang ditandai
dengan distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif.
Perubahan ini menyebabkan berkurangnya massa dan tentu saja fungsi
hepatoseluler serta gangguan aliran darah hati. Fibrosis yang terjadi diinduksi oleh
aktivasi sel stellata yang meningkatkan sintesis kolagen dan komponen matriks
ekstraseluler pada hati.2
Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata yang
berarti belum adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hati dekompensata yang
ditandai gejala-gejala dan tanda klinis yang jelas.1
B. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
Sebagian besar sirosis dapat diklasifikasikan secara etiologis menjadi 2 :
1). Sirosis Alkoholik
Penggunaan alcohol yang berlebihan dapat menyebabkan beberapa jenis
penyakit hati kronik, yaitu perlemakan hati alkoholik, hepatitis alkoholik, dan
sirosis alkoholik. Ethanol (alkohol) diserap oleh usus halus dan dimetabolisme
di hati oleh beberapa enzim - enzim metabolisme, yaitu Cytosolic alcohol
dehidrogenase, microsomal ethanol oxidizing system (MEOS), dan
peroxisomal catalase menjadi acetaldehyde.
Acetaldehyde merupakan molekul sangat reaktif (ROS) yang merusak
membran hepatosit dan mengganggu berbagai proses metabolism di hati,
antara lain mengganggu perbaikan sel, sintesis protein, meningkatkan
akumulasi trigliserida intraseluler dengan meningkatkan uptake asam lemak
dan mengurangi oksidasi asam lemak serta sekresi lipoprotein. Kerusakan ini
akan merangsang aktivasi sel Kuppfer yang menghasilkan sitokin fibrogenik
dan merangsang aktivasi sel stellata. Sel stellata menyebabkan produksi dan
deposisi kolagen yang berlebihan serta matriks ekstraselluler pada hepatosit
1
yang menghasilkan deposit jaringan ikat pada zona periportal dan pericentral.
Disertai dengan kerusakan hepatosit yang terus menerus, lama kelamaan
massa hati berkurang dan hati akan mengecil.
2). Sirosis post hepatitis (pasca nekrosis)
Proses yang sama seperti pada sirosis alkoholik terjadi pada sirosis post
hepatitis, kali ini aktivitas sel stellata diinduksi oleh proses reaksi imun
terhadap virus hepatitis B dan C ataupun obat – obatan, reaksi autoimun dan
zat yang bersifat merusak dan toksik, sehingga mengakibatkan terbentuknya
jembatan fibrosis dan perkembangan noduler pada hati.
3). Sirosis biliaris
Sirosis terjadi akibat nekrosis dan inflamasi duktus bilier intrahepatik yang
dapat disebabkan oleh proses metabolik, kongenital, atau kompresi duktus
bilier intrahepatik dan ekstrahepatik, sehingga merangsang infiltrasi limfosit
dan memulai penghancuran duktus. Lama kelamaan, jumlah duktus berkurang
dan terbentuk fibrosis periportal.
4). Sirosis kardiak
Diawali dengan gagal jantung kanan yang lama, terjadi peningkatan
tekanan vena cava inferior dan hepatica yang ditransmisikan menuju sinusoid
hati, sehingga sinusoid hati melebar dan dipenuhi oleh darah. Akibatnya, hati
membesar dan membengkak. Bendungan dalam waktu yang lama juga
menyebabkan iskemik akibat kurangnya sirkulasi, sehingga terjadi nekrosis
dan pembentukan fibrosis pericentral.
Di Negara barat, sirosis yang tersering adalah akibat alkoholik sedangkan
di Indonesia, terutama akibat infeksi virus Hepatitis B maupun C , dimana
hepatitis B menyebabkan sirosis sebesar 40 – 50% dan hepatitis C sebesar 30 –
40%. 1
2
C. MANIFESTASI KLINIS
Stadium awal sirosis sering kali dijumpai tanpa gejala (asimptomatis)
sehingga kadang ditemukan pada waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan
rtin atau karena kelainan penyakit lain. Gejala awal sirosis (kompensata) meliputi
perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut
kembung, mual, berat badan menurun, Bila sudah lanjut (sirosis dekompensata),
gejala-gejala lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan
hipertensi porta, meliputi gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis,
gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih seperti teh pekat, muntah darah
dan/atau melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi,
bingung, agitasi, sampai koma. Mungkin disertai hilangnya rambut badan dan
demam tidak begitu tinggi. 1
Manifestasi klinis dari sirosis hati yang lanjut terjadi akibat dua tipe
gangguan fisiologis, yaitu hipertensi portal dan kegagalan hepatoseluler.
1. Hipertensi Porta
Hipertensi Porta didefinisikan sebagai peningkatan gradien tekanan vena
hepatik > 5 mmHg. Hipertensi porta terjadi akibat dua proses
hemodinamik yang terjadi secara bersama – sama di dalam tubuh, yaitu :
(1) peningkatan resistensi intrahepatik terhadap aliran darah menuju hati
akibat sirosis dan nodul regenerative hati, dan (2) peningkatan aliran darah
splanknikus sebagai akibat dari vasodilatasi pembuluh darah splanknikus
yang disebabkan oleh peningkatan produksi NO. Adanya hipertensi porta
akan menyebabkan 2 :
a) Bendungan pada kapiler splanknikus. Bendungan ini akan
mengakibatkan aliran balik dan peningkatan tekanan hidrostatik
sehingga cairan intravaskuler berpindah menuju cavum
peritoneum. Kehilangan cairan yang terjadi akan menyebabkan
aktivasi RAAS yang berujung pada retensi natrium. Karena retensi
natrium menyebabkan akumulasi cairan extraseluler sehingga
memperbanyak cairan untuk terbentuknya asites dan edema
perifer. Proses ini mengakibatkan sensasi vascular filling tidak
3
tercapai, dan proses RAAS kembali berulang. Hipoalbuminemia
dan penurunan tekanan onkotik plasma juga berkontribusi pada
perpindahan cairan intravascular ke cavum peritoneum sebagai
akibat dari gangguan hati dalam mensintesis protein plasma
b) Terbentuk pirau (shunt) aliran darah dari pembuluh darah porta
ke sistemik (portosistemik) sebagai kompensasi untuk menurunkan
tekanan vena porta. Namun pirau ini dapat menyebabkan
masuknya ammonia dan toksin serta beberapa substansi dari usus
halus ke dalam sirkulasi sistemik tanpa melalui metabolisme hati
untuk diubah menjadi urea dan dibuang di ginjal sehingga dapat
menyebabkan terjadinya ensefalopati hepatik (jika ammonia
sampai ke otak) dan fetor hepatikum (peningkatan methionin
plasma yang tidak dimetabolisme). Pada bendungan yang berat
terjadi pelebaran pembuluh darah pada anyaman pirau
portosistemik pada berbagai tempat dalam tubuh, pada v.
periumbilicalis menyebabkan caput medusae, pada Vv.
Oesophageae menyebabkan varises esophagus, pada v.
hemorrhoidalis menyebabkan hemorrhoid.
c) Splenomegali. Ini terjadi akibat bendungan pada limpa yang
disebabkan aliran balik darah ke dalam limpa. Akibatnya terjadi
hipersplenisme, atau terjadi hiperaktivitas limpa dalam memecah
sel – sel darah, sehingga dapat terjadi trombositopenia (paling
sering), leukopenia, dan anemia.
2. Kegagalan Hepatoseluler
Perubahan struktur histologis hati akan diiringi oleh penurunan fungsi hati,
antara lain 5 :
a) Gangguan fungsi sintesis dan penyimpanan. Terjadi
hipoalbuminemia yang berujung juga pada asites akibat gangguan
sintesis albumin. Terjadi koagulopati yang dapat menyebabkan
perdarahan akibat gangguan sintesis faktor koagulasi yang
membutuhkan vit. K. Nafsu makan berkurang, lemas dan
4
penurunan berat badan akibat terganggunya mobilisasi dan
penyimpanan karbohidrat dan pembentukan protein di jaringan.
Terjadi gangguan absorpsi lemak akibat terhambatnya
pembentukan garam empedu, sebagai akibatnya absorpsi vit.K
yang larut lemakpun akan terganggu dan inilah yang juga
menyebabkan defisiensi vit.K selain juga hati memang salah satu
tempat penyimpanan vit.K
b) Gangguan metabolisme dan ekskresi. Gangguan metabolisme
hormone steroid pada sirosis hati, yaitu peningkatan ratio
testosteron dan estrogen ditemukan pada kebanyakan pasien yang
mengakibatkan ginekomastia dan atrofi testis pada pria
(feminisasi) serta atrofi mamma dan amenore pada wanita
(maskulinisasi). Eritema Palmaris dan spider nevi juga dikatakan
merupakan akibat dari gangguan endokrin, namun mekanisme
jelasnya belum diketahui. Gangguan metabolism dan ekskresi
bilirubin juga akan menyebabkan hiperbilirubinemia yang
berujung pada ikterus.
D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Adanya sirosis dicurigai bila ada kelainan pemeriksaan laboratorium pada
waktu seseorang memeriksakan kesehatan rutin, atau waktu skrining untuk
evaluasi keluhan spesifik. Tes fungsi hati meliputi amino transferase, alkali
fosfatase, gamma glutamil transpeptidase, bilirubin, albumin dan waktu
protrombin.
Serum glumatil oksaloasetat transaminase (SGOT) dan serum glutamil piruvat
transaminase (SGPT) meningkat tapi tidak terlalu tinggi. SGOT lebih meningkat
daripada SGPT, namun bila enzim transaminase normal tidak mengeyampingkan
adanya sirosis.
Alkali fosfatase, meningkat kurang dari 2 sampai 3 kali batas normal atas.
Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis primer
dan sirosis billier primer
5
Gamma-glutamil transpeptidase (GGT), konsentrasinya seperti halnya alkali
fosfatase pada penyakit hati. Konsentrasinya tinggi pada penyakit hati alkohol
kronik, karena alkohol selain menginduksi GGT mikrosomal hepatic, juga bisa
menyebabkan bocornya GGT dari hepatosit.
Bilirubin, konsentrasinya bisa normal pada sirosis hati kompensata, tapi bisa
meningkat pada sirosis yang lanjut. Albumin, sintesisnya terjadi di jaringan hati,
konsentrasinya menurun sesuai dengan perburukan sirosis.
Globulin, konsentrasinya meningkat pada sirosis. Akibat sekunder dari
pintasan, antigen bakteri dari sistem porta ke jaringan limfoid, selanjutnya
menginduksi produksi immunoglobulin.
Prothrombin time mencerminkan derajat/ tingkatan disfungsi sintesis hati,
sehingga pada sirosis memanjang.
Natrium serum menurun terutama pada sirosis dengan asites, dikaitkan dengan
ketidakmampuan eksresi air bebas.
Kelainan hematologi anemia, penyebabnya bisa bermacam-macam, anemia
normokrom, normositer, hipokrom mikrositer atau hipokrom makrositer. Anemia
dengan trombositopenia, leukopenia, dan neutropenia akibat splenomegali
kongestif berkaitan dengan hipertensi porta sehingga terjadi hipersplenisme
Pemeriksaan radiologis untuk mendeteksi nodul hati atau tanda hipertensi
porta, Ultrasonografi (USG) sudah secara rutin dilakukan karena pemeriksaannya
non invasive dan mudah digunakan, namun sensitivitasnya kurang. Pemeriksaan
hati yang bisa dinilai dengan USG meliputi sudut hati, permukaan hati, ukuran,
homogenitas, dan adanya massa. Pada sirosis lanjut, hati mengecil dan nodular,
permukaan irregular, dan ada peningkatan ekogenitas parenkim hati. Selain itu
USG juga bisa untuk melihat asites, splenomegali, thrombosis vena porta dan
pelebaran vena porta, serta skrining adanya karsinoma hati pada pasien sirosis.1
6
E. PENATALAKSANAAN
1. Sirosis Kompensata
Diet seimbang 35 – 40 kkal/kgBB ideal dengan protein 1,2 – 1,5
gr/kgBB/hari, dan terapi pasien ditujukan untuk menghilangkan etiologi,di
antaranya penghentian alkohol atau obat - obatan yang bersifat hepatotoksik
dan nefrotoksik, seperti OAINS, isoniazid, eritromisin, asam valproat,
aminoglikosida.
Pada hepatitis autoimun bisa diberikan steroid atau imunosupresif.
Pada hepatitis B, interferon alfa dan lamivudin (analog nukleosida) merupakan
terapi utama. Lamivudin sebagai terapi lini pertama diberikan 100 mg secara
oral setiap hari selama satu tahun. Namun pemberian lamivudin setelah 9 – 12
bulan menimbulkan mutasi sehingga terjadi resistensi obat, Interferon alfa
diberikan secara suntikan subkutan 3 MIU, tiga kali seminggu selama 4 – 6
bulan, namun ternyata juga banyak yang kambuh.
Pada hepatitis C kronik, kombinasi interferon dengan ribavirin
merupakan terapi standar. Interferon diberikan secara suntikan subkutan
dengan dosis 5 MIU tiga kali seminggu dan dikombinasi ribavirin 800 – 1000
mg/hari selama 6 bulan.1,4
2. Sirosis Dekompensata
Asites : Pasien asites dengan volume yang sedikit biasanya dilakukan tirah
baring dan diet rendah garam saja, dengankonsumsi garam sebanyak 6-8
gr/hari. Bila asites dengan volume moderat terbentuk, sudah diperlukan terapi
diuretic. Diawali dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg
sekali sehari. Respons diuretik bisa dimonitor dengan penurunan berat badan
0,5 kg/hari, tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/hari dengan adanya edema
kaki. Bilamana pemberian spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasi
dengan furosemid dengan dosis 40 - 80 mg/hari, khususnya bila disertai
dengan edema perifer. Jika dengan pembatasan intake garam dan pemberian
diuretik, masih belum ada mobilisasi cairan asites, maka dosis spironolakton
dapat ditingkatkan sampai 400 – 600 mg/hari dan furosemid ditingkatkan
7
sampai 120 – 160 mg/hari. Jika masih tidak berhasil, maka asites seperti ini
disebut sebagai asites refrakter, dan dipertimbangkan untuk melakukan terapi
alternatif , yaitu parasentesis berulang dan TIPS (transjugular intrahepatic
portosystemic shunt) dilakukan bila asites sangat besar. Pengeluaran asites
bisa hingga 4-6 liter dan dilindungi dengan pemberian albumin 6 gr/liter dari
cairan asites yang dikeluarkan.2
Ensefalopati hepatik : Pemberian disakarida sintetik non absorben seperti
laktulosa membantu untuk mengeluarkan ammonia dari usus yang dapat
menyebabkan ensefalopati. Pemberian oral diawali dengan 30 cc sirup 3 – 4
kali/hari. Dosis dititrasi sampai target BAB 2 – 3x/hari. Bila tidak dapat
diberikan secara oral karena kondisi pasien, dinerikan per rectal sebanyak 300
cc dalam 700 cc NaCL 0,9% selama 30 – 60 menit, dapat diulangi setiap 4 – 6
jam dalam larutan 400 cc Sterilisasi usus dengan antibiotic oral non absorben
untuk mengurangi bakteri usus penghasil ammonia, seperti rifaximin 550 mg
2x/hari, Metronidazole 250 mg 3x/hari, Neomisin sulfat 0,5 – 1 gr sudah
mulai ditinggalkan karena efek samping (diare, superinfeksi, nefrotoksik).3
Koagulopati : Dikoreksi dengan pemberian vit. K intravena atau
intramuscular. 3
Varises esophagus : sebelum berdarah dan sesudah berdarah bisa diberikan
obat penyekat beta (propanolol). Waktu perdarahan akut, bisa diberikan
preparat somatostatin atau okreotid, diteruskan dengan tindakan skleroterapi
atau ligasi endoskopi.1
8
F. PROGNOSIS
Sangat bergantung pada kondisi klinis pasien yang dapat diprediksi
dengan skor Child Turcotte-Pugh (CTP). Klasifikasi ini terdiri dari Child A,
B, dan C. Klasifikasi Child-Pugh berkaitan dengan kelangsungan hidup.
Angka kelangsungan hidup selama 1 tahun untuk pasien dengan Child A, B,
dan C berturut – turut adalah 100, 80, dan 45%. Umumnya, mortalitas hanya
terjadi setelah pasien mengalami fase dekompensasi. Untuk sirosis
kompensata saja, angka mortalitas selama 10 tahun. Rata – rata survival 5
tahun adalah 50 % pada sirosis dekompensata, dan pada stadium end stage,
transplantasi dapat meningkatkan survival 5 tahun dari 20% menjadi 70%.
Pada 75 – 85% kasus KHS dikaitkan dengan sirosis.4,5
9
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. B
Umur : 60 tahun
Jenis Kelamin : Laki – Laki
Alamat : Lamba Lompoa Kab. Jeneponto
Status : Menikah
Agama : Islam
No. Reg : 30 48 60
Tanggal MRS : 8 Agustus 2015
II. ANAMNESIS
Tipe Anamnesis : Autoanamnesis dan Alloanamnesis
a. Keluhan utama : Perut terasa tidak enak
b. Riwayat penyakit sekarang :
Seorang pasien laki - laki berumur 60 tahun masuk rumah sakit dengan
keluhan perut terasa tidak enak, membesar, lemas (+), mual (-),muntah (-),
nyeri seluruh perut, batuk berlendir (+), sesak (-), nyeri dada (-), BAK
berwarna seperti teh (+), BAB dalam batas normal, Riwayat konsumsi
alkohol dan merokok disangkal. Riwayat pernah menderita atau berobat
hepatitis disangkal.
c. Riwayat penyakit dahulu :
Tidak ada riwayat
10
d. Riwayat penyakit keluarga :
Tidak ada riwayat
e. Riwayat pengobatan :
Tidak ada riwayat
III. PEMERIKSAAN FISIK
a. Status Present
1. Keadaan umum
- Sakit Sedang
- GCS 15
- Gizi Cukup
- Berat Badan : Tidak diukur
- Tinggi badan : Tidak diukur
- IMT : Tidak diukur
2. Tanda Vital
- Tekanan Darah : 140/110 mmHg
- Nadi : 85 x/menit
- Pernapasan : 20 x/menit
- Suhu : 36ºC
b. Status General
1. Kepala
- Bentuk kepala : Normocephali
- Rambut : Hitam, Tebal, Tidak rontok
- Simetris : Kiri - Kanan
11
- Deformitas : -
2. Mata
- Eksoptalmus/enoptalmus : -
- Konjungtiva : Anemis (-/-)
- Sklera : Subikterik (+/+)
- Pupil : Bulat Isokor kiri-kanan
3. Telinga
- Pendengaran : Dalam batas normal
- Nyeri tekan : (-/-)
4. Hidung
- Bentuk : Simetris
- Perdarahan : -
5. Mulut
- Bibir : Kering, tidak sianosis (-)
- Lidah kotor : -
- Caries gigi : -
6. Leher
- Inspeksi : Simetris
- Palpasi : Pembesaran KGB (-), Pembesaran tiroid (-)
- DVS : – 1
7. Kulit
- Hiperpigmentasi : -
- Ikterik : -
12
- Petekhie : -
- Sianosis : -
- Pucat : -
8. Thorax
- Inspeksi : Dada simetris kiri – kanan, Iktus cordis tidak tampak
- Palpasi : Vocal fremitus sama kiri - kanan
- Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
- Auskultasi : Bunyi pernapasan vesikuler, Ronkhi basal paru (+/+),
Wheezing (-/-)
9. Cor
- Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak
- Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
- Perkusi : Batas kanan : ICS IV linea parasternalis kanan, Batas
kiri : ICS V linea midclavicularis kiri, Batas atas : ICS II linea
parasternalis kanan
- Auskultasi : Bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), Gallop (-)
10. Abdomen
- Inspeksi : Cembung, simetris, mengikuti gerak napas, tidak
ada tanda radang, benjolan (-), caput medusae (-)
- Palpasi : Hepar teraba 1 jari dibawah arcus costae, nyeri
tekan seluruh abdomen
- Perkusi : Asites (+), tes undulasi (+), shifting dullness (+)
- Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
13
11. Punggung
- Tampak dalam batas normal
- Tidak terlihat kelainan bentuk tulang belakang
12. Genitalia
- Tidak dievaluasi
13. Ekstremitas atas dan bawah
- Pitting edema kedua extremitas inferior (+)
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Darah Rutin
08-08-2015 (Laboratorium Klinik RS Pelamonia)
b. Kimia Klinik
14
Hasil Nilai Normal
WBC
RBC
HGB
MCV
MCH
MCHC
TROMBOSIT
LED
10.700/mm3
4,91 x 106/mm3
15,3 g/dL
93
31,2
33,6
175.000/mm3
25 mm/jam
4.000 – 10.000/mm3
4,5 – 5,5 x 106/mm3
14,0 – 17,4 g/dL
84 - 96
28 - 34
32 - 36
140.000 – 400.000/mm3
- 08-08-2015 (Laboratorium Klinik RS Pelamonia)
PemeriksaanHasi
lNilai Normal
Glukosa
Sewaktu
65 < 140 mg/dl
SGOT 1104 L : <37 P : <31 U/L
SGPT 146 L : <42 P : <32 U/L
Ureum 55 10 – 50 mg/dl
Kreatinin 1,00 L : 0,7 – 1,3 P : 0,6 – 1,1
U/L
Protein Total 6,2 6,6 – 8,7 gr/dl
Albumin 3,2 3,5 – 5 gr/dl
Globulin 3 1,5 – 3 gr/dl
Bilirubin Total 2,39 0 – 1,1 mg/dl
Bilirubin Direct 1,69 0 – 0,25 mg/dl
Bilirubin
Indirect
0,70 0 – 0,75 mg/dl
15
-17-08-2015 (Laboratorium Klinik RS Pelamonia)
c. USG Abdomen
- Hepar : Echo parenkim kasar, samar, ada massa lobus
kanan, batas tidak tegas
- GB : Normal, batu (-)
- Pankreas : Sulit dinilai
- Lien : Tidak membesar
- Ginjal : Normal, batu (-)
- Asites (+)
Kesan : Sirosis Hepatis dengan suspek HCC
Asites
16
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Albumin 2,7 3,5 – 5,0 gr/dl
Natrium 118,7 136 – 145 mmol/L
Kalium 4,44 3,5 – 5,1 mmol/L
Klorida 86,5 98 – 106 mmol/L
V. RESUME
Nama : Tn. B
Umur : 60 tahun
Keluhan utama : Perut terasa tidak enak
Anamnesis terpimpin :
Seorang pasien laki - laki berumur 60 tahun masuk rumah sakit dengan
keluhan perut terasa tidak enak, membesar, lemas (+), mual (-), muntah (-),
nyeri seluruh perut, batuk berlendir (+), sesak (-), nyeri dada (-), BAK
berwarna seperti teh (+), BAB dalam batas normal, Riwayat konsumsi
alkohol dan merokok disangkal. Riwayat pernah menderita hepatitis
disangkal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum lemah, tampak sakit
sedang, GCS 14. Pada pemeriksaan tanda vital, Tekanan darah : 140/110
mmHg, Nadi : 85x/menit, Pernapasan : 20x/menit, dan Suhu : 36,0C. Sklera
subikterus. Pemeriksaan fisis thorax normal. Pada pemeriksaan abdomen,
tampak perut cembung, hepar teraba 1 jari dibawah arcus costae dan nyeri
tekan seluruh abdomen. Pada perkusi didapatkan shifting dullness (+) dan tes
undulasi (+) dan auskultasi dalam batas normal, dan didapatkan pitting edema
pada kedua extreimtas inferior.
Pada tanggal 8 Agustus 2015, dilakukan pemeriksaan Laboratorium
dengan hasil yang bermakna, yaitu : SGOT 1104, SGPT 146, Protein Total
6,2, Albumin 3,2, Bilirubin Total 2,39, Bilirubin Direct 1,69. Pada
17
pemeriksaan USG abdomen memberikan kesan Sirosis hepatis dengan suspek
HCC dan asites.
Pasien mengeluh perut terasa tidak enak dan membesar, pada
pemeriksaan fisis didapatkan shifting dullness (+) dan tes undulasi (+) yang
khas menunjukkan terdapat asites. Ini diperkuat oleh pemeriksaan USG
abdomen yang menyebutkan terdapatnya asites. Pada pemeriksaan extremitas
didapatkan pitting edema pada kedua extremitas inferior .Penyebab terbanyak
dari terbentuknya asites dan edema ini adalah sirosis hepatis, gagal jantung
kongestif, malnutrisi, sindroma nefrotik, chronic kidney disease.
Diagnosis gagal jantung kongestif dapat disingkirkan berdasarkan tidak
adanya keluhan gejala-gejala dan tanda gagal jantung kongestif, seperti sesak
nafas dan lelah terutama setelah beraktivitas, terbangun tengah malam
dengan sesak nafas, harus tidur dengan bantal yang menyangga kepala lebih
dari dua buah (posisi ½ duduk).
Diagnosa malnutrisi dapat disingkirkan melihat tidak adanya muscle
wasting pada pasien dan riwayat intake makanan pasien cukup baik.
Diagnosa chronic kidney disease dapat disingkirkan melihat tidak adanya
gejala dan tanda yang positif pada pemeriksaan fisis dan diagnostic lainnya,
dimana ureum dan kreatinin dalam batas normal, begitu juga pada USG dan
tidak ada anemis yang merupakan ciri khas dari CKD. Selain itu, faktor
resiko seperti Riwayat DM tidak ada.
Sedangkan diagnosis sirosis hepatis ditegakkan dengan adanya
peningkatan enzim SGOT dan SGPT yang menunjukkan terdapatnya
18
nekrosis hati. Peningkatan bilirubin dan penurunan albumin dalam darah
menunjukkan adanya kegagalan fungsi sintesis albumin dan metabolisme
bilirubin pada hati. Ini juga diperkuat dengan ronkhi basal pada kedua paru
disebabkan oleh perpindahan cairan intravaskuler ke interstitial paru akibat
hipoalbuminemia yang terjadi dan hepatomegali akibat pembengkakan hati.
Selain itu, pemeriksaan USG abdomen meyakinkan kiata dengan didapatkan
kesan sirosis hepatis dengan suspek HCC dan asites.
FOLLOW UP
Tanggal Hasil Pemeriksaan, analisis dan tindak
lanjut
Instruksi Dokter
08/08/2015
TD : 140/110 mmHg
N : 85x/menit
P : 20x/menit
S : 36°C
S/ : Perut terasa tidak enak, Nyeri
seluruh perut, lemas, mual (-), muntah
(-), BAK seperti teh
O/ : Subikterus, Asites (+), Hepar
teraba 1 jari b.a.c, Peristaltik normal,
Pitting edema dorsum pedis
A/ : suspek Hepatoma
P/ : Rawat Interna
Asering 20 tpm
Ranitidin 1A/12 jam/iv
Mersibion 1A/hari/drips
Periksa DR, Ur, Kr, SGOT/SGPT,
Albumin, Prot.Total, GDS, HBsAg
09/08/2015
TD :120/110 mmHg
N : 80x/menit
P : 20x/menit
S/ : Batuk berlendir (+),sesak (-), nyeri
dada bila batuk, nyeri perut(+), BAK
seperti teh
A/ : Observasi Hepatitis, Essential HT
P/ : Terapi lanjut
19
S : 36oC
10/08/2015
TD :110/80 mmHg
N : 72x/menit
P : 20x/menit
S : 36°C
S/ : Abdominal discomfort (+), sesak
(-), mual (+), muntah (-)
O/ : SGOT/SGPT 1104/146, Albumin
3,2, EKG : Inferior OMI
A/ : Observasi susp. Cirrhosis hepatis,
OMI inferior, Essential HT,
Inflammatory Liver Disease,
Hypoalbuminemia
P/ : Infus Futrolit 16 tpm
Spironolacton 100 mg 2x1/2
(1/2-1/2-0)
Cefixime 100 mg 2x1
Ulsidex 500 mg 3x1
Lansoprazole 30 mg 1x1
Dexanta 3x1
Sotatic tab 3x1
Hezandra tab 3x1
Xepazim tab 3x1
Immunogard 2x1
Lakukan USG abdomen
11/08/2015
TD :110/80 mmHg
N : 64x/menit
P : 20x/menit
S : 36oC
S/ : Batuk berlendir, sesak sejak
semalam, nyeri perut(+), Asites
menurun, BAK seperti the
O/ : Asites (+), USG : HCC + Cirrhosis
A/ : Cirrhosis hepatis, HCC, Essential
HT, Inflammatory Liver Disease,
Hypoalbuminemia, OMI
P/ : Terapi lanjut
12/08/2015
TD :110/80 mmHg
S/ : Batuk berlendir (+), berwarna
putih, sesak (+) saat batuk, tidak ada
nafsu makan, nyeri perut sebelah kanan
P/ : Aff infuse
Spironolacton 100 mg 3x1/2
tab
20
N : 64x/menit
P : 20x/menit
S : 36°C
O/ : Ronkhi (+/+) Terapi lain lanjut
13/08/2015
TD :100/80 mmHg
N : 88x/menit
P : 20x/menit
S : 35,7°C
S/ : Batuk berlendir berwarna putih,
asites (+)
P/ : Terapi lanjut
14/08/2015
TD :100/70 mmHg
N : 80x/menit
P : 20x/menit
S : 34,8°C
S/ : Semalam kurang tidur, Batuk
berkurang, pitting edema kedua tungkai
P/ : Terapi lanjut
15/08/2015
TD : 110/70 mmHg
N : 80x/menit
P : 20x/menit
S : 34,5°C
S/ : Asites (+), pitting udem kedua
tungkai menurun, batuk berlendir (+)
susah keluar, nyeri perut (+)
P/ : Spironolacton 100 mg tab 3x1
PCT 500 mg 2x1
Cefixime 100 mg 2x1
Hezandra tab 3x1
Immunogard tab 2x1
Xepazim tab 3x1
Sotatic tab 3x1
Lansoprazole 30 mg tab 1x1
16/08/2015 S/ : Batuk berlendir (+), perut tidak P/ : Terapi lanjut
21
TD : 110/80 mmHg
N : 68x/menit
P : 20x/i
S : 36,2oC
nyaman
O/ : Rh (+/+), Asites (+), shifting
dullness dan tes undulasi (+), pitting
edema kedua extremitas inferior
17/08/2015
TD : 120/70 mmHg
N : 100x/menit
P : 16x/menit
S : 35,7oC
S/ : Lemas (+), nyeri perut kanan atas
berkurang, nyeri ulu hati berkurang,
inkontinensia urin tadi malam. Nafsu
makan baik, batuk berkurang. Susah
tidur dan susah minum obat.
O/ : Asites (+), Pitting edema kedua
extremitas inferior
P/ : Terapi lanjut
Cek elektrolit dan albumin
18/08/2015
TD : 100/80 mmHg
N : 92x/menit
P : 22x/menit
S : 35,8oC
S/ : Pasien sulit di anamnesis, selalu
ingin tidur, lemas (+), kadang batuk,
nyeri perut kanan atas (+), berkeringat
banyak
O/ : Lab : Hipoalbuminemia,
Hiponatremia, Hipokloremia
A/ : Disorder of Electrolyte
P/ : Nacl 3% 3 botol, 20 tpm
Neurosanbe 1A/hari
Spironolacton 100 mg 3x1
Domperidon 10 mg 3x1
Cefixime 2x1
Hezandra 3x1
Lansoprazole 30 mg 1x1
19/08/2015
TD : 100/80 mmHg
N : 88x/menit
S/ : Belum BAB 3 hari, banyak lender
di tenggorokan, terdengar seperti
berkumur, lemas (+)
O/ : Rh(+/+), asites (+), pitting edema
P/ : Terapi lanjut
Pasang cateter
22
P : 20x/menit
S : 36oC
kedua extremitas inferior
20/08/2015
TD : 120/80 mmHg
N : 80x/menit
P : 20x/menit
S : 37oC
S : Kesadaran menurun (+), lidah kaku,
sulit menelan dan makan, gargling (+),
banyak lender di tenggorokan,
hematemesis(+)
O/ : Rh (+/+), asites(+), pitting edema
kedua extremitas inferior
A/ : Pre koma hepatis, Cirrhosis
hepatis, Gastrointestinal hemorrhagic,
acute hemorrhagic gastritis
P/ : Infus Aminoleban / comafusin
1 btl / hari
Ceftriaxon 1 gr/12 jam/iv
Metronidazole btl /12 jam/iv
Vit K 1A / 8 jam / iv
Adona 1A / 8 jam / iv
Kalnex 1A / 8 jam / iv
Ranitidin 1A / 8 jam / iv
21/08/2015
TD : 130/80 mmHg
N : 80x/menit
P : 20x/menit
S : 36,5oC
S/ : Kesadaran menurun, berbicara
sendiri, sulit menelan dan makan,
banyak dahak
O/ : Pitting edema (+/+) kedua
extremitas inferior, Rh (+/+)
P/ : Pindah ke ICU dari Aster
Infus Aminoleban / Comafusin
1 btl/hari
Infus Futrolit 24 tpm
Ceftriaxon 1 gr / 12 jam / iv
Metronidazole / 12 jam/ iv
Vit K 1A / 8 jam / iv
Kalnex 1A / 8 jam / iv
Adona 50 mg / 8 jam / iv
Ranitidine 1 A / 8 jam / iv
Stop pemberian oral dulu
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo, Aru W dkk, 2009, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi V,
Jakarta : InternaPublishing
2. Kasper, Dennis L dkk, 2015, Harrison’s Principles of Internal Medicine, 19th
Edition, : McGraw-Hill Education
3. Papadakis, Maxine A dkk, 2015, CURRENT Medical Diagnosis & Treatment
2015 : McGraw-Hill Education
4. Tanto, Chris dkk, 2014, Kapita Selekta Kedokteran Jilid II Edisi IV, Jakarta :
Media Aesculapius
5. Murray, Longmore, 2014, Oxford Handbook of Clinical Medicine 9th Edition:
Oxford University Press
24