Transcript
Page 1: SINKRONISASI DAN HARMONISASI PERATURAN MENTERI …

SINKRONISASI DAN HARMONISASI PERATURAN MENTERI

PERHUBUNGAN NOMOR 18 TAHUN 2020 TENTANG PENGENDALIAN

TRANSPORTASI DALAM RANGKA PENCEGAHAN PENYEBARAN

CORONA VIRUS DISEASE 2019 (COVID-19)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

TASHA FAHIRA

NIM: 11160480000097

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1441 H / 2021 M

Page 2: SINKRONISASI DAN HARMONISASI PERATURAN MENTERI …

i

SINKRONISASI DAN HARMONISASI PERATURAN MENTERI

PERHUBUNGAN NOMOR 18 TAHUN 2020 TENTANG PENGENDALIAN

TRANSPORTASI DALAM RANGKA PENCEGAHAN PENYEBARAN

CORONA VIRUS DISEASE 2019 (COVID-19)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

TASHA FAHIRA

NIM: 11160480000097

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1441 H / 2021 M

Page 3: SINKRONISASI DAN HARMONISASI PERATURAN MENTERI …

ii

SINKRONISASI DAN HARMONISASI PERATURAN MENTERI

PERHUBUNGAN NOMOR 18 TAHUN 2020 TENTANG PENGENDALIAN

TRANSPORTASI DALAM RANGKA PENCEGAHAN PENYEBARAN

CORONA VIRUS DISEASE 2019 (COVID-19)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

TASHA FAHIRA

NIM: 11160480000097

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1441 H / 2021 M

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. H. A. Salman Maggalatung, S.H., M.H.

NIP. 195403031976111001

Irfan Khairul Umam, S.H.I., L.L.M.

NIDN. 2123098401

Page 4: SINKRONISASI DAN HARMONISASI PERATURAN MENTERI …

iii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

Skripsi yang berjudul “SINKRONISASI DAN HARMONISASI PERATURAN

MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR 18 TAHUN 2020 TENTANG

PENGENDALIAN TRANSPORTASI DALAM RANGKA PENCEGAHAN

PENYEBARAN CORONA VIRUS DISEASE 2019 (COVID-19)” telah diujikan

dalam sidang munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Program Studi Ilmu

Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 25

Januari 2021. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Program Strata Satu (S-1) pada Program Studi Ilmu Hukum.

Jakarta, 2021

Mengesahkan

Dekan,

Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.H., M.A.

NIP. 19760807 200312 1 001

PANITIA UJIAN

1. Ketua : Dr. M. Ali Hanafiah Selian, S.H., M.H. ( )

NIP. 19670203 201411 1 101

2. Sekretaris : Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum. ( )

NIP. 19650908 199503 1 001

3. Pembimbing I : Prof. Dr. H. A. Salman Maggalatung, S. H., M.H. ( )

NIP. 19711120 200604 2 005

4. Pembimbing II : Irfan Khairul Umam, S.H.I., L.L.M. ( )

NIDN. 2123098401

5. Penguji I : Dr. Yayan Sopyan, S.H., M.H., M. Ag. ( )

NIP. 19681014 199603 1 002

6. Penguji II : Indra Rahmatullah, S.H. I., M.H. ( )

NIDN. 2021088601

Page 5: SINKRONISASI DAN HARMONISASI PERATURAN MENTERI …
Page 6: SINKRONISASI DAN HARMONISASI PERATURAN MENTERI …

v

ABSTRAK

TASHA FAHIRA, NIM 11160480000097, “SINKRONISASI DAN

HARMONISASI PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR 18

TAHUN 2020 TENTANG PENGENDALIAN TRANSPORTASI DALAM

RANGKA PENCEGAHAN PENYEBARAN CORONA VIRUS DISEASE

2019 (COVID-19)”. Konsentrasi Kelembagaan Negara, Program Studi Ilmu

Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta, 1441 H/2021 M.

Permasalahan utama dalam skripsi ini adalah mengenai faktor penyebab

terjadinya tumpang tindih peraturan perundang-undangan antara Peraturan Menteri

Perhubungan Nomor 18 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Dalam

Rangka Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dengan

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan

Berskala Besar Dalam Rangka Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-

19).

Metode penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif. Yuridis

normatif pada penelitian ini memiliki dua sumber hukum, yakni sumber hukum

primer dan sekunder. Sumber hukum primer merujuk pada Peraturan Menteri

Perhubungan Nomor 18 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Dalam

Rangka Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Adapun

sumber hukum sekunder merujuk pada buku karya Ni’matul Huda dan Nazriyah

berjudul Teori dan Pengujian Peraturan Perundang-Undangan.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Kementerian selaku lembaga

yang melahirkan Peraturan Menteri harus melakukan sinkronisasi terhadap

peraturan peraturan perundang-undangan baik secara vertical maupun horizontal

dan pembuatannya mengacu pada peraturan perundang-undangan diatasnya.

Kata Kunci : Harmonisai, Sinkronisasi, Peraturan Perundang-undangan

Pembimbing : 1. Prof. Dr. H. A. Salman Maggalatung S.H., M.H.

2. Irfan Khairul Umam, S.H.I., L.L.M.

Daftar Pustaka : 1962 sampai 2015

Page 7: SINKRONISASI DAN HARMONISASI PERATURAN MENTERI …

vi

KATA PENGANTAR

�سم الله الرحمن الرحيم

Segala puji bagi Allah Swt yang telah memberikan nikmat dan karunia yang

tidak terhinggga. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Baginda Nabi

Muhammad Saw, beserta seluruh keluarga, sahabat, dan para pengikut beliau

sampai akhir zaman nanti. Dengan mengucap Alhamdulillâhi rabbil ‘âlamîn,

akhirnya peneliti dapat menyelesaikan penelitian skripsi dengan judul

“SINKRONISASI DAN HARMONISASI PERATURAN MENTERI

PERHUBUNGAN NOMOR 18 TAHUN 2020 TENTANG PENGENDALIAN

TRANSPORTASI DALAM RANGKA PENCEGAHAN PENYEBARAN

CORONA VIRUS DISEASE 2019 (COVID-19)”

Skripsi ini tidak dapat peneliti selesaikan dengan baik tanpa selain Allah

Swt dan bantuan serta dukungan berbagai pihak selama penyusunan skripsi ini

berlangsung.

Peneliti ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada

para pihak yang telah memberikan peranan secara langsung maupun tidak langsung

atas pencapaian yang telah dicapai oleh peneliti, yaitu antara lain kepada yang

terhormat:

1. Dr. Ahmad Tholabi, S.H., M.H., M.A., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Muhammad Ali Hanafiah Selian, S.H., M.H., Ketua Program Studi Ilmu

Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan Drs. Abu

Tamrin, S.H., M.Hum., Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan arahan untuk

menyelesaikan skripsi ini.

3. Prof. Dr. H. A. Maggalatung S.H, M.H. dan Irfan Khairul Umam, S.H.I., L. L.

M. Pembimbing Skripsi. M. Prof. Dr. Abdullah Sulaiman, S.H., M.H.

Penasehat Akademik yang telah memberikan arahan, bimbingan, dan

Page 8: SINKRONISASI DAN HARMONISASI PERATURAN MENTERI …

vii

kesabaran dalam membimbing peneliti sehingga dapat menyelesaikan skripsi

ini.

4. Kepala Perpustakaan Pusat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta dan Kepala Urusan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum yang

telah memberikan fasilitas dan mengizinkan peneliti untuk mencari dan

meminjam buku-buku referensi dan sumber-sumber data lainnya yang

diperlukan.

5. Kepada kedua orang tua peneliti, Bapak Udin Sahidan, Ibu Lulu Esvandiar dan

juga kepada adik peneliti Aji Muhamad Abilluddin Sahidan yang selalu

memberikan dukungan, baik materil maupun imateriil berupa motivasi, do’a,

bahkan kepercayaan untuk dapat duduk di bangku kuliah hingga

menyelesaikan gelar sarjana ini.

6. Pihak-pihak lainnya yang telah memberi kontribusi dalam penyelesaian skripsi

ini.

Demikian ucapan terima kasih ini, semoga Allah memberikan balasan yang

setara kepada para pihak yang telah berbaik hati terlibat dalam penyusunan skripsi

ini dan semoga pula skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Jakarta, 26 Januari 2021

Tasha Fahira

NIM. 11160480000097

Page 9: SINKRONISASI DAN HARMONISASI PERATURAN MENTERI …

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……………….……………………………..…....……….. i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING …………...………………….… ii

LEMBAR PERSETUJUAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ……..……………. iii

LEMBAR PERNYATAAN ………………………….......………………….… iv

ABSTRAK ……………………………………………………………………… v

KATA PENGANTAR ……………………....………….……………………… vi

DAFTAR ISI ……………………….….…………………………….…....….. viii

BAB I PENDAHULUAN ……………..………………...……………... 1

A. Latar Belakang Masalah ………………….…………………. 1

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah…………. 4

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...……………………...…..... 5

D. Metode Penelitian ………………..…………......................... 6

E. Rancangan Sistematika Pembahasan ………...…………….... 9

BAB II PERSPEKTIF TEORITIK ILMU PERUNDANG-

UNDANGAN…………………………………………………... 11

A. Kerangka Konseptual ……..………………………...……… 11

1. Sinkronisasi …...…………………....…………………. 11

2. Harmonisai ……………………………………………. 11

3. Peraturan Perundang-Undangan …………………..…... 13

4. Peraturan Menteri ………..……….…………...………. 17

B. Kerangka Teori ………………….…………...……………... 17

1. Teori Negara Hukum ………...………………………... 17

Page 10: SINKRONISASI DAN HARMONISASI PERATURAN MENTERI …

ix

2. Asas-asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

……………………………………………………….... 21

C. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu ..……..……...……..… 23

BAB III REGULASI TRANSPORTASI BERBASIS ONLINE DI MASA

PANDEMI COVID-19 ….…………………………………….. 25

A. Hierarki Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia ……. 25

B. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 18 Tahun 2020 tentang

Pengendalian Transportasi Dalam Rangka Pencegahan

Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) ……... 34

C. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang

Pedoman Pembatasan Berskala Besar Dalam Rangka

Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) ……... 36

BAB IV PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR 18

TAHUN 2020 …………………...……………………………… 40

A. Materi Muatan Peraturan Menteri dalam Peraturan Perundang-

Undangan…………………………………………………… 40

B. Faktor Penyebab Terjadinya Perbedan Peraturan Mengenai

Pembatasan Transportasi Berbasis Online di Masa Pandemi

COVID-19 …………….…………………………………… 46

C. Sinkronisasi dan Harmonisasi Peraturan Menteri Dalam Negeri

Nomor 18 Tahun 2020 dengan Peraturan Menteri Kesehatan

Nomor 9 Tahun 2020 ……………………….......................... 49

BAB V PENUTUP ……………...…………...……………….………… 54

A. Kesimpulan ………………………………...…….…………. 54

B. Rekomendasi ………………..………………………...……. 54

Page 11: SINKRONISASI DAN HARMONISASI PERATURAN MENTERI …

x

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………..……….………….. 55

Page 12: SINKRONISASI DAN HARMONISASI PERATURAN MENTERI …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hakikat negara hukum didasarkan pada konsep teori Kedaulatan

Negara (soeverignty) yang pada prinsipnya menyatakan kekuasaan tertinggi

di dalam suatu negara adalah hukum. Seluruh alat perlengkapan negara apa

pun namanya, termasuk warga negara harus tunduk dan patuh serta

menjunjung tinggi hukum tanpa kecuali. Dalam pengaplikasiannya terhadap

norma yang berlaku di Indonesia telah tergas dibunyikan dalam konstitusi

bahwa negara Indonesia adalah negara hukum.

Di dalam ilmu perundang-undangan dikenal adanya teori hierarki.

Teori Hierarki merupakan teori yang menyatakan bahwa sistem hukum

disusun secara berjenjang dan bertingkat-tingkat seperti anak tangga.

Hubungan antara norma yang yang mengatur perbuatan norma lain dan

norma lain tersebut disebut sebagai hubungan super dan subordinasi dalam

konteks spasial.1 Norma yang menentukan perbuatan norma lain adalah

superior, sedangkan norma yang melakukan perbuatan disebut norma

inferior. Oleh sebab itu, perbuatan yang dilakukan oleh norma yang lebih

tinggi (superior) menjadi alasan validitas keseluruhan tata hukum yang

membentuk satu kesatuan.2

Mengacu pada teori jenjang hukum yang dikemukakan oleh Hans

Nawiasky, maka ada dua bentuk peraturan di bawah Undang-Undang yang

tentu saja merupakan peraturan hasil penyerahan kewenangan mengatur

dari undang-undang. Dua peraturan tersebut adalah Peraturan Pelaksana

(verodnung) dan Peraturan Otonom (autonome Satzung). Peraturan ini

berfungsi menyelenggarakan ketentuan-ketentuan dalam undang-undang.

1 Jimly Asshiddiqie dan M. Ali Safa’at, Theory Hans Kelsen Tentang Hukum, Cetakan 1,

(Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006), h. 110.

2 Maria Farida Indrati, Ilmu PerundangUndangan: Dasar dan Cara Pembentukannya,

(Yogjakarta: Kanisius, 1998), h. 25.

Page 13: SINKRONISASI DAN HARMONISASI PERATURAN MENTERI …

2

Peraturan pelaksana (verodnung) bersumber dari kewenangan delegasi

yaitu kewenangan membentuk peraturan perundang-undangan yang

dilimpahkan oleh undang-undang kepada peraturan perundang-undangan

yang lebih rendah.3 Kewenangan ini tidak diberikan, melainkan

‘diwakilkan’ dan bersifat sementara dalam arti kewenanagan ini dapat

diselenggarakan sepanjang pelimpahan tersebut masih ada. Sedangkan

peraturan otonom bersumber dari kewenangan atribusi yaitu kewenangan

membentuk peraturan perundang-undangan yang diberikan oleh undang-

undang kepada suatu lembaga negara atau pemerintah.4 Kewenangan ini

melekat terus-menerus dan dapat dilaksanakan atas prakarsa sendiri setiap

waktu diperlukan, sesuia dengan batas-batas yang diberikan.

Selain itu, teori atribusi dan delegasi kewenangan menurut Bagir

Manan dibedakan sebagai berikut:

1. Atribusi terdapat apabila UUD atau UU (dalam arti formal) memberikan

kepada suatu badan dengan kekuasaan sendiri dan tanggung jawab

sendiri (mandiri) wewenang membuat/membentuk peraturan

perundang-undangan.

2. Delegasi terdapat apabila suatu badan yang mempunyai wewenang

atributif (wewenang secara mandiri membuat peraturan perundang-

undangan) menyerahkan kepada badan lainnya wewenang

untukmembentuk peraturan perundang-undangan atas tanggung jawab

sendiri.5

Di Indonesia, rantai norma hukum ini diaktualisasikan ke dalam

hierarki peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam Pasal 7

3 Maria Farida Indari, Ilmu Perundang-Undangan: Jenis, Fungsi dan Materi Muatan,

(Yogyakarta, Kanisius, 2007), h. 56.

4 Maria Farida Indari, Ilmu Perundang-Undangan: Jenis, Fungsi dan Materi Muatan,

(Yogyakarta, Kanisius, 2007), h. 55.

5 Bagir Manan, Wewenang Provinsi Kabupaten dan Kota Dalam Rangka Otonomi Daerah,

,Makalah Pada Seminar Nasional FH Unpad (Selajutnya disebut Bagir Manan V), 2000, h. 209-

210.

Page 14: SINKRONISASI DAN HARMONISASI PERATURAN MENTERI …

3

ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-Undangan menyebutkan mengenai jenis dan hierarki

peraturan perundang-undangan di Indonesia, yaitu:

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Ketetapan Majelis Permusyawaran Rakyat;

3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;

4. Peraturan Pemerintah;

5. Peraturan Presiden;

6. Peraturan Daerah Provinsi;

7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Meskipun tidak termasuk ke dalam hierarki peraturan perundang-

undangan, pasal 8 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan kemudian menyebutkan

beberapa peraturan yang kehadirannya adalah sah dan mengikat, yaitu;

“Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud

Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis

Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan

Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi,

Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia,

Menteri, badan, lembaga atau komisi yang setingkat yang dibentuk

dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas Undang-Undang,

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota,

Kepala Desa atau yang setingkat.”

Merujuk pada penjabaran diatas, hadirnya Peraturan Menteri

Perhubungan Nomor 18 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi

Dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019

(COVID-19) dinilai tumpang tindih dengan Peraturan Menteri Kesehatan

Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar

Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019

(COVID-19) yang lahir lebih dahulu pada 3 April 2020.

Pasal 11 ayat (1) Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 18 Tahun

2020 tentang Pengendalian Transportasi Dalam Rangka Pencegahan

Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) yang menjadi dasar

Page 15: SINKRONISASI DAN HARMONISASI PERATURAN MENTERI …

4

diperbolehkannya ojek online untuk mengangkut penumpang di masa

pandemi ini. Sementara itu, Pasal 13 ayat (1) Peraturan Menteri Kesehatan

Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar

Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019

(COVID-19) justru menentang pengoperasian ojek online yang

diperuntukkan pengangkutan penumpang.

Hal ini membuat ketidaksinkronan antar lembaga negara yang

setingkat yang kemudian menyebabkan pertentangan dan kebingungan pada

masyarakat peraturan manakah yang seharusnya diterapkan.

Berdasarkan hal inilah, peneliti ingin mengkaji dan membahas

permasalahan tersebut dengan judul “SINKRONISASI DAN

HARMONISASI PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN

NOMOR 18 TAHUN 2020 TENTANG PENGENDALIAN

TRANSPORTASI DALAM RANGKA PENCEGAHAN

PENYEBARAN CORONA VIRUS DISEASE 2019 (COVID-19)”.

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Rumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang sudah peneliti paparkan diatas,

maka identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Tidak adanya kepastian hukum mengenai peraturan perundang-

undangan yang tumpang tindih

b. Dualisme peraturan perundang-undangan yang tingkatannya sejajar

c. Peraturan menteri yang tumpang tindih dengan Peraturan Menteri

lainnya

d. Peraturan menteri yang memuat norma baru

e. Ketidaksinkronan istilah, konsep, sistem serta pelaksanaan di dalam

peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai

2. Pembatasan Masalah

Agar permasalahan yang ingin peneliti paparkan dan kaji tidak

terlalu melebar, maka pembahasan skripsi ini dibatasi mengenai

Page 16: SINKRONISASI DAN HARMONISASI PERATURAN MENTERI …

5

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 18 Tahun 2020 tentang

Pengendalian Transportasi Dalam Rangka Pencegahan Penyebaran

Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).

3. Perumusan Masalah

Berdasarkan dari seluruh apa yang telah peneliti identifikasi, maka

pada penulisan skripsi ini perumusan masalah yang diangkat oleh

peneliti yaitu terkait Kedudukan Peraturan Menteri dalam

Ketatanegaraan di Indonesia. Berdasarkan perumusan masalah tersebut

maka peneliti buat perumusan masalah dalam bentuk pertanyaan

sebagai berikut :

a. Apa faktor penyebab terjadinya perbedaan pengaturan transportasi

berbasis online di masa pandemi COVID-19?

b. Bagaimanakah upaya untuk menyinkronkan dan

mengharmonisasikan perbedaan pengaturan transportasi berbasis

online di masa pandemi COVID-19?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui dan menjelaskan faktor penyebab terjadinya

perbedaan pengaturan transportasi berbasis online di masa pandemi

COVID-19.

b. Untuk mengetahui sinkronisasi dan harmonisasi regulasi perbedaan

pengaturan transportasi berbasis online di masa pandemi COVID-

19.

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis

Menambah referensi dan/atau sebagai bahan penelitian

lanjutan bagi mahasiswa atau peneliti yang akan melakukan

penelitian yang sama.

b. Manfaat Praktis

Page 17: SINKRONISASI DAN HARMONISASI PERATURAN MENTERI …

6

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan

pemikiran bagi para pengambil kebijakan dalam proses pembuatan

peraturan perundang-undangan, termasuk proses pembuatan

peraturan menteri.

D. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah

library research (studi kepustakaan) dengan metode penelitan yuridis

normatif. Penelitian hukum normatif didefinisikan sebagai penelitian

yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan

perundang-undangan dan putusan pengadilan. Disebut juga sebagai

penelitian hukum doktrinal, yaitu penelitian terhadap hukum yang

dikonsepkan dan dikembangkan atas dasar doktrin yang dianut

pengkonsep atau dalam pengembangannya.6

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

Undang-Undang (statute approach) dan konseptual (conceptual

approach) yang merujuk pada doktrin-doktrin hukum yang ada.

3. Sumber Data

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat

autoritatif, artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer

terdiri atas perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah

dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan

hakim.7Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:

1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

6 Fahmi Muhammad Ahmadi dan Jaenal Aripin, Metode Penelitian Hukum, (Ciputat:

Lembaga Penelitian, 2010) h. 23.

7 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenadamedia,2005), h.

178.

Page 18: SINKRONISASI DAN HARMONISASI PERATURAN MENTERI …

7

2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-udangan.

3) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan

Kesehatan

4) Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan

Sosial Berskala Besar dalam rangka Percepatan Penanganan Corona

Virus Disease 2019 (COVID-19)

5) Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan

Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019

(COVID-19)

6) Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 18 Tahun 2020 tentang

Pengendalian Transportasi Dalam Rangka Pencegahan Penyebaran

Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).

7) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang

Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka

Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder merupakan semua publikasi tentang

hukum yang bukan termasuk dokumen resmi, seperti buku-buku

teks, kamus-kamus hukum, jurnal hukum, dan komentar-komentar

atas putusan pengadilan. Bahan hukum sekunder yang digunakan

dalam penelitian ini, antara lain adalah buku-buku yang berkenaan

dengan ilmu perundang-undangan, skripsi dan jurnal serta materi-

materi hukum yang berkaitan dengan dengan penelitian ini.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier merupakan bahan atau rujukan yang

berupa petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum

primer dan sekunder seperti Kamus Besar Bahasa Indonesia

(KBBI), ensiklopedia, indeks, koran dan sumber informasi lain yang

dapat mendukung penelitian ini.

4. Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Page 19: SINKRONISASI DAN HARMONISASI PERATURAN MENTERI …

8

Teknik pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini yaitu

studi keputakaan. Studi kepustakaan dilakukan dengan mencari

referensi untuk mendukung materi penelitian ini melalui berbagai

literatur seperti buku, bahan ajar perkuliahan, artikel, jurnal, skripsi,

tesis dan peraturan perundang-undangan di berbagai perpustakaan

umum dan universitas.

5. Teknik Pengolahan Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini berupa hasil studi literer

(kepustakaan) berupa data sekunder, yang berasal dari bahan hukum

primer

dan sekunder. Oleh karena itu penelitian ini dapat dikatagorikan sebagai

penelitian hukum normatif, pengolahan data pada hakikatnya

merupakan

kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum.

Sistematisasi berarti membuat klasifikasi terhadap bahan-bahan hukum

tersebut untuk memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi.8

6. Metode Analisis Data

Data ang diperoleh dan telah dikumpulkan, selanjutnya diolah

dengan menggunakan analisis kualitatif, yaitu metode analisis yang

bersifat mendeskripsikan data yang diperoleh dalam bentuk uraian

kalimat yang logis, lalu diberi penafsiran dan kesimpulan oleh peneliti.

Tujuan dairi penggunaan metode ini adalah untuk menjelaskan lebih

rinci mengenai isu hukum yang diteliti. Metode analisis ini juga lebih

menekankan pada kualitas ini penelitian yang ditelaah secara mendalam

dan menyeluruh.

7. Teknik Penarikan Kesimpulan

Teknik penarikan kesimpulan pada penelitian ini digunakan dengan

melakukan pola pikir deduktif. Pola pikir deduktif adalah pola pikir

8 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Pres, 1986), h. 251-252.

Page 20: SINKRONISASI DAN HARMONISASI PERATURAN MENTERI …

9

yang menarik kesimpulan khusus dari pernyataan-pernyataan yang

bersifat umum mengenai topik penelitian.9

E. Rancangan Sistematika Pembahasan

Skripsi ini disusun sesuai dengan buku Pedoman Penulisan Skripsi

Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Hidayatullah Jakarta Tahun 2017,

yang terbagi dalam lima bab. Pada setiap bab terdiri dari sub bab yang

digunakan untuk memperjelas ruang lingkup dan inti permasalahan yang

diteliti. Adapun urutan dan tata letak masing-masing bab serta inti

permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi mengenai Latar Belakang, Pembatasan

Masalah dan Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat

Penelitian, Metode Penelitian, dan Rancangan

Sistematika Penelitian

BAB II PERSPEKTIF TEORITIK ILMU

PERUNDANG-UNDANGAN

Bab ini menyajikan kajian pustaka yang didahului

dengan konsep dasar dan kerangka teori dan

kerangka konseptual tentang tinjauan umum tentang

teori peraturan perundang-undangan. Pada bab ini

juga dibahas review studi terdahulu yang relevan,

yang fokus pembahasannya mendeskripsikan

persamaan dan perbedaan dari studi yang peneliti

akan lakukan.

BAB III REGULASI TRANSPORTASI BERBASIS

ONLINE DI MASA PANDEMI COVID-19

9 Jonaedi Efendi dan Johnny Ibrahim, Metode Penelitian Hukum: Normatif dan Empiris,

(Jakarta: Prenadamedia Group, 2018), h. 28.

Page 21: SINKRONISASI DAN HARMONISASI PERATURAN MENTERI …

10

Bab ini akan menyajikan kajian terkait dengan

regulasi pembatasan operasional transportasi

berbasis online di masa pandemi COVID-19 di

Indonesia.

BAB IV PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN

NOMOR 18 TAHUN 2020

Bab ini merupakan analisis permasalahan yang akan

membahas dan menjawab permasalahan pada

penelitian ini diantaranya faktor apa yang

menyebabkan terjadinya dualisme peraturan terkait

pembatasan operasional transportasi berbasis online

di masa pandemic COVID-19 serta sinkronisasi dan

harmonisasi peraturan terkait.

BAB V PENUTUP

Bab ini merupakan bab penutup yang terdiri dari

kesimpulan dan rekomendasi.

Page 22: SINKRONISASI DAN HARMONISASI PERATURAN MENTERI …

11

BAB II

PERSPEKTIF TEORITIK ILMU PERUNDANG-UNDANGAN

A. Kerangka Konseptual

1. Sinkronisasi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia1, kata sinkron berarti

terjadi atau berlaku pada waktu yang sama: serentak, sejalan, sejajar,

sesuai, dan selaras. Sehubungan dengan judul kajian ini, kata

sinkronisasi berarti perihal menyinkronkan, penyerentakan.

Sinkronisasi yang dimaksud adalah dengan melihat kesesuaian atau

keselarasan peraturan perundang-undangan secara vertikal berdasarkan

sistematisasi hukum positif yaitu antara peraturan perundang-undangan

yang lebih tinggi dengan peraturan perundang-undangan yang lebih

rendah. Sinkronisasi peraturan perundang-undangan sering

menimbulkan pertentangan mengenai peraturan perundang-undangan

yang mana yang lebih tepat untuk digunakan untuk kasus tertentu. Oleh

karena itu, para penegak hukum perlu memperhatikan asas-asas

berlakunya peraturan perundang-undangan2

2. Harmonisasi

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia,3 kata harmonis

diartikan sebagai sesuatu yang berkaitan dengan harmoni, atau seia

sekata, sedangkan kata harmonisasi diartikan sebagai pengharmonisan,

atau upaya mencari keselarasan. Dalam kajian ini kata harmonisasi juga

digunakan sebagai upaya untuk mencari kesesuaian/keselarasan antara

peraturan perundangundangan agar tidak terjadi duplikasi pengaturan.

a. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 Tentang Program

Pembangunan Nasional, menegaskan bahwa salah satu program

pembangunan adalah program pembentukan peraturan perundang-

1 https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/sinkron, diakses pada 26 Januari 2021. 2 Endang Sumiarni, Metodelogi Penelitian Hukum dan Statistik, (Yogyakarta: UAYJ Press,

2013), h. 11. 3 https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/harmonisasi, diakses pada 26 Januari 2021.

Page 23: SINKRONISASI DAN HARMONISASI PERATURAN MENTERI …

12

undangan yang sasarannya adalah menciptakan harmonisasi

peraturan perundang-undangan yang sesuai dengan aspirasi

masyarakat dan kebutuhan pembangunan.

b. Pasal 47 ayat (3) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011Tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan menegaskan bahwa

pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi RUU

yang berasal dari Presiden dikoordinasikan oleh menteri yang

menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum.

c. Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 Tentang Peraturan

Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang termuat dalam

pasal 51 berikut.

Pasal 51

1) Pemrakarsa menyampaikan permohonan

pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi

Rancangan Undang-Undang yang telah mendapatkan paraf

persetujuan anggota panitia sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 50 kepada Menteri.

2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus

disertai dengan dokumen:

a. Naskah Akademik;

b. Penjelasan mengenai urgensi dan pokok-pokok pikiran;

c. Keputusan mengenai pembentukan panitia

antarkementerian dan/atau antarnonkementerian;

d. RUU yang telah mendapatkan paraf persetujuan seluruh

anggota panitia antarkementerian dan/atau

antarnonkementerian; dan

e. Izin prakarsa dalam hal RUU tidak masuk dalam daftar

Prolegnas.

3) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat

(2), Menteri melakukan pengharmonisasian, pembulatan,

dan pemantapan konsepsi RUU sebagaimana dimaksud pada

ayat (1).

4) Pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi

RUU, dimaksudkan untuk:

a. menyelaraskan RUU dengan:

1) Pancasila, UUD-1945, dan Undang-Undang lain; dan

2) teknik penyusunan peraturan perundangundangan.

Page 24: SINKRONISASI DAN HARMONISASI PERATURAN MENTERI …

13

b. menghasilkan kesepakatan terhadap substansi yang diatur

dalam RUU.

3. Peraturan Perundang-Undangan

Pengertian dari peraturan perundang-undangan ditentukan dalam

Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yaitu peraturan tertulis

yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk

atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang

melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-

undangan. Dalam kajian ini yang dikaji adalah pentingnya harmonisasi

peraturan perundang-undangan.

Menurut Maria Farida Indrati Soeprapto,4 pengertian peraturan

perundang-undangan adalah sebagai berikut:

a. Setiap keputusan tertulis yang dikeluarkan pejabat atau lingkungan

jabatan yang berwenang yang berisi aturan tingkah laku yang

bersifat atau mengikat umum.

b. Merupakan aturan-aturan tingkah laku yang berisi

ketentuanketentuan mengenai hak, kewajiban, fungsi, dan status

atau suatu tatanan.

c. Merupakan peraturan yang mempunyai ciri-ciri umum-abstrak atau

abstrak-umum, artinya tidak mengatur atau tidak ditujukan pada

obyek, peristiwa atau gejala konkret tertentu.

d. Dengan mengambil pemahaman dalam kepustakaan Belanda,

peraturan perundang-undangan lazim disebut dengan wet in

materiёle zin atau sering juga disebut dengan algemeen verbindende

voorschrift.

Jadi, menurut Bagir Manan unsur-unsur peraturan

perundangundangan adalah suatu peraturan yang bersifat umum-

4 Maria Farida Indari, Ilmu Perundang-Undangan: Jenis, Fungsi dan Materi Muatan, (Yogyakarta:

Kanisius, 2007), h. 10-11.

Page 25: SINKRONISASI DAN HARMONISASI PERATURAN MENTERI …

14

abstrak, tertulis mengikat umum, dibentuk oleh lembaga atau pejabat

yang berwenang dan bersifat mengatur.

Menurut Rachmat Trijono,5 nomenklatur “perundang-undangan”

dapat didahului dengan kata lain, misalnya peraturan, sehingga menjadi

“peraturan perundang-undangan”. Nomenklatur peraturan adalah

aturan-aturan yang dibuat oleh yang berkuasa untuk mengatur sesuatu,

yang dibuat oleh pemerintah, yang salah satu bentuknya adalah undang-

undang. Nomenklatur “aturan” dalam bahasa Arab disebut sebagai

“kaidah” dan dalam bahasa Latin disebut dengan “norma”.

Nomenklatur “peraturan perundangundangan” mempunyai arti yang

lebih fokus yakni aturan (kaidah, norma) yang dibuat oleh yang

berkuasa melalui prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-

undangan untuk mengatur sesuatu. Peraturan perundang-undangan

bersifat umum, abstrak dan terus-menerus. Hal ini berbeda dengan

keputusan yang bersifat konkrit, individual, dan final Rachmat Trijono.

Unsurunsur peraturan perundang-undangan menurut Rahmat Trijono

terdiri atas:

1) Peraturan tertulis

2) Dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat negara

3) Melalui prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-

undangan.

4) Mengikat secara umum.

Ilmu pengetahuan perundang-undangan secara umum merupakan

terjemahan dari gesetzgebungswissenschaft adalah suatu cabang ilmu

baru yang pada awalnya berkembang di Eropa Barat. Istilah lain yang

sering dipergunakan adalah wetgevingswetenschap atau dalam Bahasa

Inggris berarti science of legislation.

Tokoh-tokoh utama yang mencetuskan ilmu ini di Eropa Barat

antara lain, yaitu Peter Noll (1973) dengan istilah gesetzgebunglehre,

5 Rachmat Trijono, Dasar-Dasar Ilmu Pengetahuan Perundang-Undangan, (Jakarta:

Papas Sinar Sinanti, 2013), h. 11.

Page 26: SINKRONISASI DAN HARMONISASI PERATURAN MENTERI …

15

Burkhardt Krems (1979) dan Werner Maihofer (1981) dengan istilah

gesetzgebungswissenschaft. Di Belanda antara lain S. O. van Poelje

(1980) dengan istilah wetgevingskunde, dan W. G. van der Velden

(1988) dengan istilah wetgevingstheorie, sedangkan di Indonesia

dicetuskan oleh Hamid S. Attamimi (1975) dengan istilah Ilmu

Pengetahuan Perundang-Undangan.6

Menurut Burkhardt Krems, ilmu pengetahuan perundang-undangan

adalah ilmu pengetahuan tentang pembentukan peraturan negara yang

berupakan ilmu yang bersifat interdisipliner. Selain itu, ilmu ini

berhubungan dengan ilmu politik dan ilmu sosiologi. Secara garis besar,

ilmu ini dapat dibagi menjadi dua yaitu:

a) Teori perundang-undangan, yaitu berorientasi pada mencari

kejelasan dan kejernihan makna atau pengertian-pengertian dan

bersifat kognitif

b) Ilmu perundang-undangan, yaitu berorientasi pada perbuatan

dalam hal pembentukan peraturan perundang-undangan dan

bersifat normatif

Burkhardt Krems kemudian membagi lagi bagian kedua tersebut

kedalam tiga sub bagian, yaitu:

1) Proses perundang-undangan

2) Metode perundang-undangan

3) Teknik perundang-udangan

Secara harfiah perundang-undangan berasal dari istilah “undang-

undang”, dengan awalan “per” dan akhiran “an”.

Menurut Maria Farida, perundang-undangan dalam bahasa

Inggris adalah legislation atau dalam bahasa Belanda wetgeving

6 Maria Farida Indrat Soeprapto, Ilmu Perundang-undangan,Yogyakarta: Kanisius, 2007,

h. 1-6.

Page 27: SINKRONISASI DAN HARMONISASI PERATURAN MENTERI …

16

atau gesetzgebung dalam bahasa Jerman yang mempunyai

pengertian sebagai berikut:

1) Perundang-undangan sebagai proses pembentukan peraturan

negara, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah

2) Perundang-undangan sebagai segala peraturan negara yang

merupakan hasil pembentukan peraturan, baik di tingkat pusat

maupun di tingkat daerah

Selanjutnya Maria Farida menegaskan bahwa ilmu perundang-

undangan adalah ilmu yang berkembang di negara-negara yang

menganut sistem hukum civil law, terutama jerman sebagai negara

yang bertama kali mengembangkan ilmu ini.

Menurut Bagir Manan, banyak kalangan yang menganggap

hukum, peraturan perundang-undangan dan undang-undang adalah

hal yang sama. Padahal hal tersebut tidaklah sama. Undang-undang

adalah bagian dari peraturan perundang-undangan sedangkan

peraturan perundang-undangan terdiri dari undang-undang dan

berbagai peraturan perundang-undangan lain dan hukum bukan

hanya sekedar undang-undang, melainkan termasuk juga beberapa

kaidah hukum seperti hukum adat, kebiasaan dan yurisprudensi.

4. Peraturan Menteri

Peraturan Menteri merupakan bagian tak terpisahkan dari peraturan

perundang-undangan karena legalitasnya telah terjamin dalam Pasal 8

ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-undangan yang dalam proses pembentukan dan

pengesahannya terlebih dahulu melalui proses atribusi ataupun delegasi

dari peraturan perundang-undangan diatasnya.

Peraturan Menteri merupakan peraturan pusat yang dibuat oleh

pemerintah pusat yang besifat pelaksanaan terhadap peraturan yang

Page 28: SINKRONISASI DAN HARMONISASI PERATURAN MENTERI …

17

lebih tinggi dan sekaligus merupakan pelaksanaan kewenangan pusat

yang memiliki kedudukan lebih tinggi daripada peraturan daerah. Oleh

sebab itu, setiap penetapan peraturan daerah harus mengacu berdasarkan

peraturan menteri.7

Pembentukan peraturan menteri sendiri dilatarbelakangi pada

kebijakan pemerintah yang perlu dituangkan dalam bentuk peraturan

yang bersifat pelaksanaan terhadap peraturan yang lebih tinggi, oleh

sebab itu Menteri atau pejabat setingkat menteri dapat diberikan

kewenangan untuk membuat peraturan yang besifat pelaksanaan

tersebut.8

B. Kerangka Teori

1. Teori Negara Hukum

Profesor Utrecht membedakan ntara Negara Hukum Formil atau

Negara Hukum Klasik, dan Negara Hukum Materil atau Negara Hukum

Modern.9 Negara Hukum Formil menyangkut pengertian hukum yang

bersifat formil dan sempit, yaitu dalam arti peraturan perundang-

undangan tertulis. Sedangkan yang kedua, yaitu Negara Hukum

Materiel yang lebih mutakhir mencakup pula pengertian keadilan di

dalamnya. Karena itu, Wolfgang Friedman dalam bukunya ‘Law in a

Changing Society’ membedakan antara ‘rule of law’ dalam arti formil

yaitu dalam arti ‘organized public power’, dan ‘rule of law’ dalam arti

materiel yaitu ‘the rule of just law’. Pembedaan ini dimaksudkan untuk

menegaskan bahwa dalam konsepsi negara hukum itu, keadilan tidak

serta-merta akan terwujud secara substantif, terutama karena pengertian

7 Maria Farida dkk., Laporan Kompedium Peraturan Perundang-undangan, (Jakarta:

Departemen Hukum Dan Hak Asasi Manusia RI Badan Pembinaan Hukum Nasional Pusat

Penelitian Dan Pengembangan Sistem Hukum Nasional, 2008), h. 47.

8 Zaka Firma Aditya dan M. Reza Winata, Rekonstruksi Hierarki Peraturan Perundang-

Undangan di Indonesia, Jurnal Negara Hukum: Vol. 9, No. 1, Juni 2018, h. 95.

9 Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, (Jakarta: Ichtiar, 1962), h. 9.

Page 29: SINKRONISASI DAN HARMONISASI PERATURAN MENTERI …

18

orang mengenai hukum itu sendiri dapat dipengaruhi oleh aliran

pengertian hukum formil dan dapat pula dipengaruhi oleh aliran pikiran

hukum materil.

Dalam pengertian Negara Hukum Klasik terdapat dua tipe pokok

negara hukum, yaitu a. Type Eropa Kontinental, yang berdasarkan pada

kedaulatan hukum (rechtsouvereiniteit), yang berintikan Rechtstaat

(negara hukum) b. Type Anglo Saxon, yang berintikan The Rule of Law;

Rechtstaat adalah sebuah konsep dalam pemikiran hukum Eropa

Kontinental yang awalnya dipinjam dari hukum Jerman, yang dapat

diterjemahkan sebagai "legal state", "state of law", "state of justice", or

"state of rights" dimana pelaksanaan kekuasaan pemerintahan yang

dibatasi oleh hukum.10

Frederich Stahl mengungkapkan setidaknya terdapat 4 unsur dari

rechstaat, yaitu:11

a. Jaminan terhadap Hak Asasi Manusia;

b. Adanya pembagian kekuasaan;

c. Pemerintah berdasarkan Peraturan Perundang-undangan;

d. Adanya Peradilan Administrasi Negara yang berdiri sendiri

(independent).

Istilah The Rule of Law ditemukan dalam buku AV. Dicey yang

berjudul Introduction To The Study Of The Constitution (1952)12. Di

dalam buku yang banyak dipakai dalam kajian tentang negara hukum

ini, Dicey menjelaskan keunikan cara berhukum orang-orang Inggris

10 Hayek, Friedrich, The Constitution of Liberty, (University of Chicago Press: Chicago,

USA, 1960), h. 199.

11 Adi Sulistiyono, Negara Hukum: Kekuasaan, Konsep, dan Paradigma Moral,

(Surakarta, Lembaga Pengembengan Pendidikan (LPP) dan UPT Penerbitan dan percetakan UNS

(UNS PRESS) Universitas Sebelas Maret, 2007), h. 32.

12 Dicey, A.V., INTRODUCTION TO THE STUDY OF THE LAW OF THE

CONSTITUTION, Mc Millan and Co, Limited St. Martin’s Street, London,Part II. Chapters IV-XII,

1952. http://www.constitution.org/cmt/avd/law_con.htm, diakses pada 20 Juni 2020, pukul 19.00.

Page 30: SINKRONISASI DAN HARMONISASI PERATURAN MENTERI …

19

yang menganut sistem common law. Dicey menarik garis merah dari

cara berhukum tersebut sebagai sebuah konsep The Rule of Law dimana

masyarakat dan pemerintah taat dan patuh kepada hukum sehingga

ketertiban dapat dinikmati bersama-sama yang tidak ditemukan di

beberapa negara Eropa lainnya.

A.V. Dicey menguraikan adanya 3 unsur penting dalam setiap

negara hukum yang disebutnya dengan istilah “The Rule of Law”,

yaitu:13

1) Supremacy of Law yaitu dominasi dari aturan-atauran hukum untuk

menentang dan meniadakan kesewenang-wenangan, dan

kewenangan bebas yang begitu luas dari pemerintah;

2) Equality Before the Law yaitu persamaan di hadapan hukum atau

penundukan yang sama dari semua golongan kepada ordinary law of

the land yang dilaksanakan oleh ordinary court ini berarti tidak ada

orang yang berada diatas hukum, baik pejabat maupun warga negara

biasa, berkewajiban untuk mentaati hukum yang sama;

3) Due Prosess of Law atau terjaminnya hak-hak manusia oleh

konstitusi yang merupakan hasil dari “the ordinary law of land”,

bahwa hukum konstitusi bukanlah sumber, akan tetapi merupakan

konsekwensi dari hak-hak individu yang dirumuskan dan ditegaskan

oleh peradilan, singkatnya prinsip-prinsip hukum privat melalui

tindakan peradilan dan parlemen sedemikian diperluas sehingga

membatasi posisi crown dan pejabat.

Dalam perkembangan mengenai negara hukum, adanya upaya untuk

menghilangkan batasan pengertian negara hukum antara Rechtstaat dan

The Rule of Law, seperti halnya berangkat dari embrio pemikiran para

13 Philiphus M Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia, sebuah studi

tentang Prinsip-Prinsipnya, Penanganannya oleh Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan Umum

dan Pembentukan Peradilan Administrasi, Perabadan, 2007, h. 75

Page 31: SINKRONISASI DAN HARMONISASI PERATURAN MENTERI …

20

penggagas negara hukum, seperti John Lock dan Montesquieu. Brian

Tamanaha mencoba melakukan terobosan dengan memformulasikan

sebuah alternatif baru dalam konsep negara hukum, dimana Brian

Tamanaha menawarkan pemisahan konsep The Rule of Law kedalam dua

kategori dasar, formal dan substantif, yang kedua-duanya masing-masing

memiliki tiga cabang atau format yang berbeda-beda.14

Didalam konsep negara hukum The Rule of Law terdapat konsep

Rule by Law atau biasa disebut konsep tindakan negara harus berdasarkan

hukum yang memiliki arti bahwa hukum menjadi suatu acuan bagi

praktek atau tindakan yang dilakukan oleh negara atau pemerintah,

dimana menurut Brian Z Tamanaha Rule by Law terdapat pada versi

formal dari The Rule of Law15, dan konsep Rule by Law sangat popular

digunakan oleh negara-negara modern. Didalam konsep Rule by Law

merupakan sebuah gagasan bahwa hukum adalah sarana negara

melakukan urusan, segala tindakan yang dilakukan oleh pemerintah,

harus sesuai dengan aturan hukum. Sehingga apapun yang dikatakan oleh

hukum adalah suatu perintah yang harus dilaksanakan oleh pemerintah,

dan pemerintah lebih memilih konsep Rule by Law sebagai cara karena

dianggap paling nyaman untuk memerintah.

Rule by Law merupakan antithesis sebagai pelaksanaan kekuasaan

kesewenang-wenangan oleh negara atau pemerintah. Rule by Law bagian

dari bentuk konsep formal di dalam sistem teori negara hukum Rule of

Law.

Jika hukum dipahami secara kaku dan sempit dalam arti peraturan

perundang-undangan semata, niscaya pengertian negara hukum yang

14 Brian Z Tamanahan, 2004, On The Rule Of Law, History, Politics, Theory, Cambridge

University Press, United.Kingdom, h.91

15 Brian Z Tamanahan, 2004, On The Rule Of Law, History, Politics, Theory, Cambridge

University Press, United.Kingdom, h.92

Page 32: SINKRONISASI DAN HARMONISASI PERATURAN MENTERI …

21

dikembangkan juga bersifat sempit dan terbatas serta belum tentu

menjamin keadilan substantif. Oleh karena itu, di samping istilah ‘the

rule of law’ oleh Friedman juga dikembangikan istilah ‘the rule of just

law’ untuk memastikan bahwa dalam pengertian kita tentang ‘the rule

of law’ tercakup pengertian keadilan yang lebih esensiel daripada

sekedar memfungsikan peraturan perundang-undangan dalam arti

sempit. Kalaupun istilah yang digunakan tetap ‘the rule of law’,

pengertian yang bersifat luas itulah yang diharapkan dicakup dalam

istilah ‘the rule of law’ yang digunakan untuk menyebut konsepsi

tentang negara hukum di zaman sekarang.

2. Asas-asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

A.Hamid.S.Attamimi membagi asas pembentukan perundang-

undangan atas dua macam yaitu asas formal dan asas materiil: (1) Asas

formal terdiri dari : asas tujuan yang jelas, asas perlunya pengaturan,

asas organ atau lembaga yang tepat, asas materi muatan yang tepat, asas

dapat dilaksanakan, asas dapat dikenali ; dan (2) Asas materiil yaitu asas

sesuai dengan cita hukum dan fundamental negara, asas sesuai dengan

hukum dasar negara, asas sesuai dengan prinsip-prinsip negara hukum,

asas sesuai denagan prinsip-prinsip pemerintahan yang berdasarkan

konstitusi.16

Menurut Jimly Asshiddiqie, pengertian peraturan perundang-

undangan adalah keseluruhan susunan hierarkis peraturan perundang-

undangan yang berbentuk undang-undang ke bawah, yaitu semua

produk hukum yang melibatkan peran lembaga perwakilan rakyat

bersama-sama dengan pemerintah apapun yang melibatkan peran

pemerintah karena kedudukan politiknya dalam melaksanakan produk

16 Yuliandri, Asas-asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang Baik;

Gagasan Pembentukan Undang-Undang Berkelanjutan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009),

h. 115.

Page 33: SINKRONISASI DAN HARMONISASI PERATURAN MENTERI …

22

legislatif yang ditetapkan oleh lembaga perwakilan rakyat bersama-

sama dengan pemerintah menurut tingkatannya masing-masing.17

Berlakunya suatu undang-undang dalam arti materiil dikenal

beberapa asas, antara lain:

Pertama, undang-undang tidak berlaku surut. Asas ini terdapat

dalam Pasal 3 Algemene Bepalingen van Wetgeving (disingkat A.B.)

yang terjemahannya berbunyi, “undang-undang hanya mengikat untuk

masa mendatang dan tidak mempunyai kekuatan yang beraku surut.”

Kedua, undang-undang yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi

mempunyai kedudukan yang lebih tinggi pula.

Ketiga, undang-undang yang bersifat khusus menyampingkan

undang-undang yang bersifat umum (lex spesialis derogate lex

generalis).

Keempat, undang-undang yang berlaku belakangan membatalkan

undang-undang yang berlaku terdahulu (lex posterior derogate lex

priori).

Kelima, undang-undang sebagai sarana untuk mencapai

kesejahteraan bagi masyarakat maupun individu, melalui pembaharuan

atau pelestarian (welvaarstaat).18

C. Tinjuan (Review) Kajian Terdahulu

Dalam penelitian skripsi ini peneliti merujuk kepada skripsi, buku,

maupun jurnal terdahulu, dengan menyamakan dan membedakan apa yang

menjadi fokus masalah dalam rujukan dengan fokus masalah yang peneliti

munculkan, diantaranya :

17 Yuliandri, Asas-asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang Baik;

Gagasan Pembentukan Undang-Undang Berkelanjutan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009),

h. 119.

18 Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, Perundang-undangan dan Yurisprudensi,

(Bandung: Citra Aditya Bakti, 1993), h. 7-11.

Page 34: SINKRONISASI DAN HARMONISASI PERATURAN MENTERI …

23

1. Skripsi yang ditulis oleh Nindya Chairunnisa Zahra berjudul

“Kewenangan Pembentukan Peraturan Menteri Sebagai Jenis

Peraturan Perundang-Undangan” (Universitas Indonesia, 2014).

Skripsi ini membahas kewenangan dalam pembentukan Peraturan

Menteri ditinjau dari teori peraturan perundang-undangan dan dari Pasal

8 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 serta bagaimana

keberlakuan Peraturan Menteri yang pembentukannya tidak didasarkan

pada kewenangan tersebut. Persamaan antara penelitian tersebut dengan

penelitian ini adalah sama-sama membahas mengenai kedudukan dan

materi muatan Peraturan Menteri. Perbedaannya adalah penelitian

tersebut tidak mengamini bahwasannya Peraturan Menteri dapat

dibentuk berdasarkan kewenangan delegasi dan atribusi. Menurut

penelitian tersebut, Peraturan Menteri hanya dapat dibentuk melalui

kewenangan delegasi.

2. Buku yang ditulis oleh Ni’matul Huda dan Nazriyah berjudul “Teori

dan Pengujian Peraturan Perundang-Undangan” (Nusa Media,

2015). Persamaan antara buku tersebut dengan penelitian ini adalah

sama-sama membahas mengenai materi muatan Peraturan Menteri. Hal

yang membedakannya adalah buku tersebut membahas secara luas

terkait dengan materi muatan peraturan perundang-undangan sedangkan

penelitian ini hanya berfokus kepada Peraturan Menteri saja.

3. Jurnal yang ditulis oleh Cholida Hanum berjudul “Analisis Yuridis

terhadap Asas-Asas Pembentukan dan Asas-Asas Materi Muatan

Peraturan Daerah: Kajian Perda Syariah di Indonesia” (In Right

Jurnal Agama dan Hak Azazi Manusia,Vol. 7, No. 1, November 2017).

Jurnal ini membahas mengenai latar belakang hadirnya Perda Syari’ah

dan isi materi muatan Perda Syari’ah jika dilihat dari perspektif asas-

asas pembentukan peraturan perundang-undangan dan asas-asas materi

muatan peraturan daerah. Persamaannya adalah jurnal ini membahas

mengenai materi muatan peraturan perundang-undangan yang tidak

sesuai dengan asas-asas hukum perundang-undangan dan peraturan

Page 35: SINKRONISASI DAN HARMONISASI PERATURAN MENTERI …

24

perundang-undangan diatasnya. Perbedaannya adalah obyek yang

diteliti yaitu pada jurnal ini terfokus kepada Peraturan Daerah

sedangkan penelitian ini terfokus kepada Peraturan Menteri.

Page 36: SINKRONISASI DAN HARMONISASI PERATURAN MENTERI …

25

BAB III

REGULASI TRANSPORTASI BERBASIS ONLINE DI MASA

PANDEMI COVID-19

A. Hierarki Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia

Teori Hierarki merupakan teori yang diperkenalkan oleh Hans Kelsen

yang menyatakan bahwa sistem hukum merupakan sistem anak tangga

dengan kaidah berjenjang. Hubungan antara norma yang mengatur

perbuatan norma lain dan norma lain tersebut dapat disebut sebagai

hubungan super dan sub-ordinasi dalam konteks spasial.1 Menurut Hans

Kelsen, norma itu berjenjang berlapis-lapis dalam suatu susunan hierarki.

Pengertiannya, norma hukum yang dibawah berlaku dan bersumber, dan

berdasar dari norm yang lebih tinggi, dan norma lebih tinggi juga bersumber

dan berdasar dari norma yang lebih tinggi lagi begitu seterusnya sampai

berhenti pada suatu norma tertinggi yang disebut sebagai Norma Dasar

(grundnorm) dan masih menurut Hans Kelsen termasuk dalam sistem norma

yang dinamis. Oleh sebab itu, hukum selalu dibentuk dan dihapus oleh

lembaga otoritasnya yang berwenang membentuknya, berdasarkan norma

yang lebih tinggi, sehingga norma yang lebih rendah (inferior) dapat

dibentuk berdasarkan norma yang lebih tinggi (superior), pada akhirnya

hukum menjadi berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis membentuk suatu

hierarki.2

Hans Kelsen membagi jenjang norma tersebut ke dalam beberapa

jenjang penormaan secara berlapis atau bertahap, yaitu mulai dari

grundnorm atau basic norm (sebagai jenjang norma tertinggi) yang tidak

dapat ditetapkan oleh suatu kekuasaan, tetapi keberadaannya diasumsikan

dan diandaikan ada oleh akal budi manusia. Jenjang berikutnya adalah norm

1 Jimly Asshiddiqie dan Ali Safa’at, Theory Hans Kelsen Tentang Hukum, (Jakarta:

Sekretariat Jendreral & Kepaniteraan Makamah Konstitusi RI, 2006), h. 110.

2 Aziz Syamsuddi, Proses Dan teknik Penyusunan Undang-undang, (Jakarta: Sinar

Grafika, 2011), h. 14-15.

Page 37: SINKRONISASI DAN HARMONISASI PERATURAN MENTERI …

26

sebagai jenjang norma yang ada dibawahnya dan norm ini juga berjenjang.

Dalam pandangan Hans Kelsen, grundnorm merupakan norma tertinggi

yang tidak ditetapkan oleh suatu kekuasaan (yang tentu saja memerlukan

norma yang lebih tinggi sebagai landasan kewenangannya), tetapi

keberadaannya diasumsikan atau diandaikan ada oleh akal budi manusia.3

Norma dasar sebagai norma tertinggi itu dibentuk langsung oleh masyarakat

dan menjadi sumber bagi norma-norma yang lebih rendah. Oleh karena itu,

norma dasar itu disebut presupposed atau ditetapkan terlebih dahulu.4

Dalam stufentheorie-nya, Hans Kelsen mengemukakan bahwa di

puncak “stufenbau” terdapat kaidah dasar dari suatu tatanan hukum nasional

yang merupakan suatu kaidaj fundamental (grundnorm/ursprungnorm),

grundnorm merupakan asas-asas hukum yang bersifat abstrak, umum dan

hipotesis. Grundnorm pada umumnya bersifat metajurisdisch, bukan

produk buatan badan pembuat undang-undang (‘de wetgeving), bukan

bagian dari peraturan perundang-undangan (‘algemene venbindende

voorshrifften’), namun merupakan sumber dari semua sumber (the source

of the sources’) dari tatanan peraturan perundang-undangan yang ada

dibawahnya. Grundnorm berada dipuncak stufenbau, namun stands outside

on the hilltop dan hanya ada satu grundnorm, serta tidak boleh bercokol dua

atau lebih grundnorm dipuncak bangunan piramida, grundnorm menjadikan

aturan-aturan hukum berlaku mengikat sebagai kaidah-kaidah hukum

positif. Bagi Kelsen, grundnorm merupakan dasar segala kekuasaan dan

legalitas hukum positif.5

Secara teoritik, tata urutan peraturan perundang-undangan dapat

dikaitkan dengan ajaran Hans Kelsen mengenai Sutfenbau des Recht atau

3 Jazim Hamidi, Revolusi Hukum Indonesia, (Yogyakarta: Kerjasama Konstitusi Press,

Jakarta & Citra Media, 2006), h. 16.

4 Taufiqurrahman Syahuri, Tafsir Konstitusi Berbagai Aspek Hukum, (Jakarta: Prenada

Media, 2011), h. 52.

5 Ni’matul Huda, UUD 1945 & Gagasan Amandemen Ulang, (Jakarta: Rajawali Press,

2008), h. 54-55.

Page 38: SINKRONISASI DAN HARMONISASI PERATURAN MENTERI …

27

The Hierarchy of Law yang berintikan bahwa kaidah hukum merupakan

suatu susunan berjenjang dan setiap kaidah hukum yang lebih rendah

bersumber dari kaidah yang lebih tinggi. Untuk lebih memahami teori

Stufenbau des Recht, harus dihubungkan dengan ajaran Kelsen yang lain

yaitu Reine Rechtslehre atau the pure theory of law (teori murni tentang

hukum) dan bahwa hukum itu tidak lain “command of the sovereign”

kehendak yang berkuasa.6

Hans Kelsen mengatakan bahwa hukum termasuk dalam sistem norma

yang dinamik (nomodynamics) karena hukum itu selalu dibentuk dan

dihapus oleh lembaga-lembaga atau otoritas-otoritas yang berwenang

membentuknya, sehingga dalam hal ini tidak kita lihat dari segi isi norma

tersebut, tetapi dari segi berlakunya atau pembentukannya.7

Hukum itu adalah sah (valid) apabila dibuat oleh lembaga atau otoritas

yang berwenang membentuknya dan berdasarkan norma yang lebih tinggi

sehingga dalam hal ini norma yang lebih rendah (inferior) dapat dibentuk

oleh norma yang lebih tinggi (superior), dan hukum itu berjenjang-jenjang

dan membentuk hierarki, dimana suatu norma yang lebih rendah berlaku,

bersumber, dan berdasar kepada norma yang lebih tinggi, norma yang lebih

tinggi berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi,

demikian seterusnya bersifat hipotesis dan fiktif, yaitu norma dasar

(grundnorm).

Tata urutan atau hierarki perundang-undangan dalam suatu tatanan

hukum itu oleh Hans Kelsen disebut hierarchi of norm (strufenbau des

recht).8 Setiap tata kaidah hukum merupakan suatu susunan daripada

6 Bagir Manan, Teori dan Politik Konstitusi, (Yogyakarta: FH UII Pres, 2004), h. 203.

7 Hans Kelsen, dikutip kembali oleh A. Hamid S. Attamimi, Peranan Keputusan Presiden

RI Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara (Suatu Studi Analisis Mengenai Keputusan

Presiden yang Berfungsi Pengaturan dalam Kurun Waktu Pelita I – Pelita IV), Disertasi Doktor,

Pascasarjana Universitas Indonesia, Jakarta, 1990, h. 112-113.

8 A. Hamid S. Attamimi, Peranan Keputusan Presiden RI Dalam Penyelenggaraan

Pemerintahan Negara (Suatu Studi Analisis Mengenai Keputusan Presiden yang Berfungsi

Page 39: SINKRONISASI DAN HARMONISASI PERATURAN MENTERI …

28

kaidah-kaidah. Dalam stufentheorie-nya Hans Kelsen mengemukakan

bahwa dipuncak “stufenbau” terdapat kaidah dasar dari suatu tata hukum

nasional yang merupakan suatu kaidah fundamental. Kaidah dasar tersebut

disebut “grundnorm” atau “ursprungnorm”. Grundnorm merupakan asas-

asas hukum yang bersifat abstrak, bersifat umum atau hipotesis.

Menurut Kelsen, grundnorm pada umumnya adalah meta juridisch,

bukan produk (buatan) badan pembuat undang-undang (‘de wetgeving),

bukan bagian dari peraturan perundang-undangan (‘algemene venbindende

voorschrifften’), namun merupakan sumber dari semua sumber (‘the source

of the source’) dari tatanan peraturan perundang-undangan yang berada

dibawahnya. Grundnorm berada di puncak stufenbau namun stands outside,

on the hilltop. Lagipula, hanya ada satu grundnorm. Tidak boleh bercokol

dua grundnorm dipuncak bangunan piramida. Grundnorm menjadikan

aturan-aturan hukum berlaku mengikat sebagai kaidah-kaidah hukum

positif. Oleh sebab grundnorm itulah maka aturan-aturan hukum

berkekuatan sebagai kaidah-kaidah hukum positif yang mengikat rakyat

banya. Bagi Kelsen, grundnorm adalah dasar segala kekuasaan dan legalitas

hukum positif.9

Teori hierarki atau jenjang tata hukum dari Kelsen ini diilhami oleh

seorang muridnya yang bernama Adolf Merkl (1836-1896) yang terlebih

dahulu telah menulis teori yang oleh Jeliae disebut “stairwell structure of

legal order”. Teori Merkl ini adalah tentang tahapan hukum (die Lehre von

Stufenbau der Rechtsordnung) yaitu bahwa hukum adalah suatu tata urutan

hierarkis, suatu sistem norma yang mengkondisikan dan dikondisikan dan

tindakan hukum. Norma yang mengkondisikan berisi kondisi untuk

pembuatan norma lain atau tindakan. Pembuatan hierakis ini

termanifestasikan dalam bentuk regresi dari sistem tata hukum yang lebih

Pengaturan dalam Kurun Waktu Pelita I – Pelita IV), Disertasi Doktor, Pascasarjana Universitas

Indonesia, Jakarta, 1990, h. 114-115.

9 M.Laica Marzuki, “Mula Keberadaan Negara Republik Indonesia”, Jurnal Ilmu Hukum

Amanna Gappa Vol. 14 Nomor 1, Maret 2006, hal. 6-7.

Page 40: SINKRONISASI DAN HARMONISASI PERATURAN MENTERI …

29

tinggi ke sistem tata hukum yang lebih rendah. Proses ini selalu merupakan

proses kritisasi dan individualisasi.10

Lebih lanjut Merkl mengemukakan bahwa suatu norma hukum itu

selalu mempunyai dua wajah (das Doppelte Rechtsantlizt). Suatu norma

hukum itu ke atas ia bersumber dan berdasar pada norma yang diatasnya

Jadi, esensi dari teori Stufenbau des Rechts atau teori jenjang norma

hukum Kelsen ini ingin melihat hukum sebagai suatu sistem yang terdiri

dari susunan norma yang berbentuk pyramidal. Norma yang lebih rendah

memperoleh kekuatan dari norma yang lebih tinggi. Semakin tinggi suatu

norma, akan semakin abstrak sifatnya dan sebaliknya, semakin rendah

kedudukan suatu norma akan semakin konkrit norma tersebut. Norma yang

paling tinggi atau menduduki puncak piramida, bahkan bersifat “meta

juristic” atau di luar sistem hukum, norma semacam ini disebut oleh Kelsen

dengan nama Grundnorm atau ursprungnorm.11

Teori Hans Kelsen kemudian dikembangkan oleh Hans Nawiasky.

Nawiasky dalam teorinya mengenai “Die Lehre vom dem Stufenaufbau der

Rechtsordnung” atau “Die Stufenordnung der Rechtnormen”

mengemukakan, sesuai dengan teori Hans Kelsen suatu norma hukum dari

negara mana pun selalu berlapis-lapis dan berjenjang-jenjang, dimana

norma yang dibawah berlaku, berdasar dan bersumber pada norma yang

lebih tinggi. Norma yang lebih tinggi, berlaku, berdasar dan bersumber pada

norma yang lebih tinggi lagi sampai pada suatu norma tertinggi disebut

Norma Dasar. Hans Nawiasky mengelompokkan norma-norma hukum

dalam suatu negara itu menjadi empat kelompok besar yang terdiri atas: (1)

Staatsfundamentalnorm (Norma Fundamental Negara); (2)

Staatsgrundgesetz (Aturan Dasar); (3) Formell Gesetz (Undang-undang

10 Jimly Asshiddiqie dan M. Ali Safa’at Adam dalam, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum,

(Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006), hal. 109.

11 Marida Farida Soeprapto, Ilmu Perundang-undangan Dasar-Dasar dan

Perkembangannya, (Yogyakarta: Kanisius, 1998), h. 25.

Page 41: SINKRONISASI DAN HARMONISASI PERATURAN MENTERI …

30

Formal); (4) Verordnung & Autonome Satzung (Aturan Pelaksana dan

Aturan Otonom).12

Lebih lanjut Nawiasky mengemukakan, isi staatsfundamentalnorm

ialah norma yang merupakan dasar bagi pembentukan konstitusi atau

undang-undang dasar suatu negara (staatsverfassung), termasuk norma

pengubahannya. Hakikat hukum suatu staatsfundamentalnorm ialah syarat

bagi berlakunya suatu konstitusi atau undang-undang dasar. Ia ada terlebih

dahulu sebelum adanya konstitusi atau undang-undang dasar.

Selain itu “norma dasar” sebagaimana yang disebutkan bersifat pre-

supposed dan tidak dapat ditelusuri lebih lanjut dasar berlakunya, sehingga

tidak perlu menerimanya sebagai sesuatu yang tidak dapat diperdebatkan

lagi sebagai suatu hipotesis, sesuatu yang fiktif, suatu aksioma. Ini

diperlukan untuk tidak menggoyahkan lapis-lapis bangunan tata hukum

yang pada akhirnya menggantungkan atau mendasar diri kepadanya. Di

dalam suatu negara norma dasar ini disebut juga staatsfundamentalnorm.13

Berdasarkan uraian tersebut, terlihat adanya persamaan dan perbedaan

antara teori jenjang norma (stufentheorie) dari Hans Kelsen dan teori

jenjang norma hukum (Die Theorie von Stufennordnung der Rechtsnormen)

dari Hans Nawiasky. Persamaannya adalah bahwa keduanya menyebutkan

bahwa norma itu berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis. Perbedaannya

adalah Hans Kelsen tidak mengelompokkan norma-norma itu, sedangkan

Hans Nawiasky membagi norma-norma itu ke dalam empat kelompok

berlainan. Perbedaan lainnya adalah bahwa teori Hans Kelsen masih

membahas jenjang norma itu secara umum (general) dalam arti berlaku

12 A. Hamid S. Attamimi, Peranan Keputusan Presiden RI Dalam Penyelenggaraan

Pemerintahan Negara (Suatu Studi Analisis Mengenai Keputusan Presiden yang Berfungsi

Pengaturan dalam Kurun Waktu Pelita I – Pelita IV), Disertasi Doktor, Pascasarjana Universitas

Indonesia, Jakarta, 1990.

13 A. Hamid S. Attamimi, UUD 1945-TAP MPR-UNDANG-UNDANG”, dalam Padmo

Wahjono (Penghimpun), Masalah Ketatanegaraan Indonesia Dewasa Ini, (Jakarta: Ghalia Indonesia,

1984), h. 125-126.

Page 42: SINKRONISASI DAN HARMONISASI PERATURAN MENTERI …

31

untuk semua jenjang norma (termasuk norma hukum negara), sedangkan

Hans Nawiasky membahas teori jenjang norma itu secara lebih khusus,

yaitu dihubungkan dengan suatu negara. Selain perbedaan-perbedaan

tersebut, didalam teorinya Hans Nawiasky menyebutkan Norma Dasar

Negara itu adalah bukan Staatsgrundnorm melainkan dengan istilah

Staatsfundamentalnorm. Hans Nawiasky berpendapat bahwa apabila

dipakai istilah Staatsgrundnorm, pengertian Grundnorm itu kecenderungan

untuk tidak berubah atau bersifat tetap, sedangkan di dalam suatu negara

Norma Dasar Negara itu dapat berubah sewaktu-waktu karena adanya suatu

pemberontakan, kudeta dan sebagainya.14

Perbedaan yang lain ialah kata “norm” dalam grundnorm yang

dimaksud Kelsen adalah norma dalam arti yang masih umum (norma

hukum, norma sopan santun, norma kesusilaan, norma sosial dan norma

agama). Sedangkan kata “norm” dalam staatsfundamentalnorm yang

dimaksud Hans Nawiasky adalah norma yang bersifat khusus, yaitu norma

hukum dalam pengertian hukum positif atau hierarki peraturan perundang-

undangan.15

Sebagaimana norma dasar suatu negara (staatsfundamentalnorm)

memberikan landasan bagi aturan dasar yang merupakan tatanan suatu

negara dalam bentuk Undang-Undang Dasar atau konstitusi (tertulis), maka

aturan dasar tersebut pada gilirannya merupakan landasan bagi hukum

perundang-undangan (gesetzesrecht) yang berlaku dalam negara. Biasanya

aturan-aturan dasar tersebut apabila dituangkan dalam suatu dokumen

negara disebut vervasssung, dan apabila dalam beberapa dokumen atau

14 Maria Farida, Ilmu Perundang-undangan Dasar-Dasar dan Perkembangannya,

(Yogyakarta: Kanisius, 1998), h. 29-30.

15 Jazim Hamidi, Revolusi Hukum Indonesia, (Yogyakarta: Kerjasama Konstitusi Press,

Jakarta & Citra Media, 2006), h. 60.

Page 43: SINKRONISASI DAN HARMONISASI PERATURAN MENTERI …

32

tersebar-sebar disebut grundgessetze.16 Isi penting bagi aturan dasar selain

garis-garis besar atau pokok-pokok kebijaksanaan negara juga terutama

aturan-aturan untuk memperlakukan dan memberikan kekuatan mengikat

kepada norma-norma hukum peraturan perundang-undangan yang mengikat

umum.

Apabila pada peraturan dasar masih kita jumpai aturan-aturan umum

yang bersifat garis-garis besar, maka pada undang-undang (formell gesetz)

kita dapati norma-norma yang lebih mengikat. Biasanya pada bentuk

perundang-undangan yang tertinggi. Pelaksanaan (volstreckunswang)

maupun berupa hukum (srafe). Memang baru ada sistem undang-undang

inilah kita memperoleh suatu tata norma hukum yang verbindlich secara

nyata.

Menurut Hans Kelsen, sebuah konstitusi merupakan norma dasar (basic

norm) apabila “the validity of this first constitution is the lap presup

position, the final postulate, upon which the validity of all the norms of our

legal order depends.”17 Demikian juga menurut Hans Nawiasky yang

mengikuti jejak Kelsen mengatakan bahwa, staatsfundamentalnorm adalah

Geltungsbedingung order Geltungsvorausssetzung der Verfassung.18

Sebuah konstitusi dalam arti material ternyata mengandung aturan-aturan

yang mengatur pembentukan norma hukum yang bersifat umum, khususnya

undang-undang. Demikian juga konstitusi pertama-tama berisi syarat-syarat

bagi terbentuknya hukum perundang-undangan (gesetzesrecht),

16 A. Hamid S. Attamimi, UUD 1945-TAP MPR-UNDANG-UNDANG”, dalam Padmo

Wahjono (Penghimpun), Masalah Ketatanegaraan Indonesia Dewasa Ini, (Jakarta: Ghalia

Indonesia, 1984), h. 126.

17 A. Hamid S. Attamimi, Peranan Keputusan Presiden RI Dalam Penyelenggaraan

Pemerintahan Negara (Suatu Studi Analisis Mengenai Keputusan Presiden yang Berfungsi

Pengaturan dalam Kurun Waktu Pelita I – Pelita IV), Disertasi Doktor, Pascasarjana Universitas

Indonesia, Jakarta, 1990, h. 115

18 A. Hamid S. Attamimi, UUD 1945-TAP MPR-UNDANG-UNDANG”, dalam Padmo

Wahjono (Penghimpun), Masalah Ketatanegaraan Indonesia Dewasa Ini, (Jakarta: Ghalia

Indonesia, 1984), h. 127.

Page 44: SINKRONISASI DAN HARMONISASI PERATURAN MENTERI …

33

sebagaimana staatsfundamentalnorm bagi hukum konstitusi

(verfassungsrecht).19

Pada 12 Agustus 2011, Pemerintah telah mengundangkan UU No. 12

Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

menggantikan UU No. 10 Tahun 2004. Dengan berlakunya UU yang baru

ini otomatis UU No. 10 Tahun 2004 dinyatakan dicabut dan tidak berlaku

lagi. Undang-undang ini merupakan penyempurnaan terhadap kelemahan-

kelemahan dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 yang antara lain:

1. Materi dari Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 banyak yang

menimbulkan kerancuan atau multitafsir sehingga tidak memberikan

suatu kepastian hukum

2. Teknik penulisan rumusan banyak yang tidak konsisten

3. Terdapat materi baru yang perlu diatur sesuai dengan perkembangan

atau kebutuhan hukum dalam Pembentukan Peraturan Perundang-

undangan

4. Penguraian materi sesuai dengan yang diatur dalam tiap bab sesuai

dengan sistematika

Sebagai penyempurnaan terhadap Undang-Undang sebelumnya,

terdapat materi muatan baru yang ditambahkan dalam Undang-Undang ini,

yaitu antara lain:

a) Penambahan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai salah

satu jenis Peraturan Perundang-undangan dan hierarkinya ditempatkan

setelah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

b) Perluasan cakupan perencanaan Peraturan Perundang-undangan yang

tidak hanya untuk Prolegnas dan Prolegda melainkan juga perencanaan

Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden dan Peraturan Perundang-

undangan lainnya

19 A. Hamid S. Attamimi, UUD 1945-TAP MPR-UNDANG-UNDANG”, dalam Padmo

Wahjono (Penghimpun), Masalah Ketatanegaraan Indonesia Dewasa Ini, (Jakarta: Ghalia

Indonesia, 1984), h. 127-128.

Page 45: SINKRONISASI DAN HARMONISASI PERATURAN MENTERI …

34

c) Pengaturan mekanisme pembahasan Rancangan Undang-Undang

tentang Pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

d) Pengaturan Naskah Akademik sebagai suatu persyaratan dalam

penyusunan Rancangan Undang-Undang atau Rancangan Peraturan

Daerah Provinsi dan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

e) Pengaturan mengenai keikutsertaan Perancang Peraturan Perundang-

undangan, peneliti, dan tenaga ahli dalam tahapan Pembentukan

Peraturan Perundang-undangan

f) Penambahan teknik penyusunan Naskah Akademik dalam Lampiran I

Undang-Undang ini.

Hierarki Peraturan Perundang-undangan didalam Pasal 7 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukkan Peraturan

Perundang-Undangan, yaitu:

1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

2) Ketetapan MPR

3) Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

4) Peraturan Pemerintah

5) Peraturan Presiden

6) Peraturan Daerah Provinsi

7) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota

B. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 18 Tahun 2020 tentang

Pengendalian Transportasi Dalam Rangka Pencegahan Penyebaran

Corona Virus Disease 2019 (COVID-19)

Pengangkutan merupakan suatu bentuk kegiatan yang sangat penting

dalam kehidupan masyarakat. Kegiatan pengangkutan didasari oleh

berbagai faktor, baik faktor geografis, faktor pemenuhan kebutuhan untuk

menunjang pembangunan berbagai sektor berupa penyebaran, pemerataan

dan pendistribusian hasil pembangunan ke seluruh pelosok tanah air, serta

Page 46: SINKRONISASI DAN HARMONISASI PERATURAN MENTERI …

35

faktor perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.20 Tujuan dari proses

pengangkutan itu sendiri adalah pemindahan orang atau barang dari suatu

tempat ke tempat lain dengan menggunakan alat angkut untuk memenuhi

kebutuhan perseorangan atau pribadi, yaitu agar tiba di tempat tujuan

dengan selamat dan meningkatkan nilai guna atau nilai tukar dari barang

atau orang yang diangkut.21

Alat transportasi berbasis aplikasi yang sedang berkembang pada saat ini

berupa angkutan taksi online dan ojek online. Pemesanan angkutan berbasis

aplikasi online dapat dilakukan oleh calon penumpang dengan memesan

angkutan yang diinginkan melalui sebuah apikasi yang dapat diunduh pada

handphone yang milik customer. Aplikasi yang digunakan untuk memesan

alat transportasi online telah terintegrasi dengan perusahaan aplikasi online.

Saat melakukan proses pemesan alat transportasi online, calon

penumpang harus mengisi lokasi penjemputan, tempat tujuan serta moda

transportasi yang diinginkan. Setelah informasi diterima, maka perusahaan

aplikasi online tersebut akan menghubungkan informasi yang telah diinput

pada aplikasi kepada para driver yang tergabung dalam perusahaan

transportasi online tersebut. Aplikasi tersebut termuat informasi seperti

identitas pengemudi, nomor polisi kendaraan pengemudi, nomor telepon

ojek online yang dapat dihubungi, jumlah tarif perjalanan yang harus

dibayar. Selain itu, customer dapat mengetahui perkembangan posisi ojek

online yang akan menuju titik penjemputan secara langsung melalui fitur

pelacak posisi.22

Terkait dengan hal tersebut, Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 18

Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Dalam Rangka Pencegahan

Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) lahir ditengah-tengah

20 Kadir Muhammad Abdul, Hukum Pengangkutan Darat, Laut, dan Udara, (Jakarta,

Citra Aditya Bakti, 1991), h. 30. 21 Adriyani Wuri dan Samzari Boentoro, Buku Ajar Hukum Pengangkutan, (Surabaya,

Universitas Airlangga, 2007), h. 1. 22 Nuraini Fillaili, “Tanggung Jawab Perusahaan Transportasi Online terhadap

Penumpang Akibat Adanya Praktik Peralihan Akun”, Jurist-Diction, Vol. 2, No. 4, Juli, 2019,

hlm. 1377.

Page 47: SINKRONISASI DAN HARMONISASI PERATURAN MENTERI …

36

pandemic COVID-19 yang didalam aturannya termuat pengaturan

mengenai transportasi online di masa pandemic COVID-19, yaitu:

Pasal 11 ayat (1) huruf d Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 18

Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Dalam Rangka Pencegahan

Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) berbunyi,

“dalam hal tertentu untuk tujuan melayani kepentingan masyarakat dan

untuk kepentingan pribadi, sepeda motor dapat mengangkut

penumpang dengan ketentuan harus memenuhi protokol kesehatan

sebagai berikut:

1. aktivitas lain yang diperbolehkan selama Pembatasan Sosial

Berskala Besar

2. melakukan disinfeksi kendaraan dan perlengkapan sebelum dan

setelah selesai digunakan

3. menggunakan masker dan sarung tangan

4. tidak berkendara jika sedang mengalami suhu badan diatas

normal atau sakit.”

C. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman

Pembatasan Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan

Corona Virus Disease 2019 (COVID-19)

Corona Virus Diseases 2019 atau disebut dengan nama lain Covid-19

menjadi permasalahan yang banyak menyoroti perhatian masyarakat di

berbagai belahan dunia. Sejak pertama sekali diketahui dari pasien yang

terinfeksi Covid-19 di Wuhan, Provinsi Hubei, Cina pada 8 Desember 2019,

kini virus ini telah menyebar ke 216 negara (WHO, 13 Juni 2020).

Pemerintah kemudian mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan

Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Berskala Besar Dalam

Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19)

sebagai upaya untuk menekan jumlah pasien terjangkit virus COVID-19.

Pembatasan kegiatan masyarakat adalah upaya yang dilakukan oleh

Pemerintah untuk membatasi kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat

dalam berinteraksi dengan warga masyarakat lainnya untuk mencegah

kemungkinan penyebaran wabah COVID-19 yang menggunakan ruang

publik, moda transportasi publik, dan bangunan publik.

Page 48: SINKRONISASI DAN HARMONISASI PERATURAN MENTERI …

37

Pembatasan kegiatan masyarakat ditujukan untuk membatasi kegiatan

tertentu dan pergerakan orang dalam menekan penyebaran COVID-19 tanpa

mengabaikan dampak psikologis masyarakat, meningkatkan antisipasi

perkembangan ekskalasi penyebaran COVID-19, memperkuat upaya

penanganan Kesehatan dan mengurangi pencirian negatif (stigma) di

masyarakat akibat COVID-19, dan mengurangi dampak ekonomi, sosial

dan keamanan dari penyebaran COVID-19. Pada pelaksanaan pembatasan

kegiatan masyarakat setiap orang wajib melaksanakan protokol COVID-19.

Indonesia menyikapi situasi pandemi Covid 19 untuk menekan

meluasnya

penyebaran virus ini.23 Penyebaran Covid 19 berpotensi menimbulkan

kegawatdaruratan kesehatan, sehingga untuk mencegah meluasnya dampak

virus ini diperlukan seperangkat regulasi.24 Keputusan Presiden Republik

Indonesia, Ir. Joko Widodo, pada 31 maret 2020, menetapkan status darurat

kesehatan masyarakat terkait wabah Covid 19 dan memilih Pembatasan

Sosial Berskala Besar (PSBB) sebagai respon untuk mengatasi dampak

wabah Covid 19 tersebut, sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang

Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Kebijakan ini

merupakan langkah sigap pemerintah dalam menanggulangi pandemi covid

19.25 Keputusan Presiden mengenai penetapan darurat Kesehatan

Masyrakat tersebut dituangkan ke dalam Keputusan Presiden Nomor 11

Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat

COVID-19 dan selanjutnya pada 1 April 2020, pemerintah menerbitkan

Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial

Berskala Besar dalam rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease

2019 (COVID-19) (selanjutnya dalam tulisan ini akan disebut PP PSBB).

23 Engkus, "Covid-19: Kebijakan mitigasi penyebaran dan dampak sosial ekonomi di

Indonesia." LP2M, Mei 2020, h. 9. 24 Dalinama Telaumbanua, "Urgensi Pembentukan Aturan Terkait Pencegahan Covid-19

Di Indonesia", QALAMUNA: Jurnal Pendidikan, Sosial, dan Agama, Nomor 1, Pebruari 2020, h.

59. 25 Imas Novita Juaningsih, "Penerapan Sanksi Pidana bagi Penimbun Masker di

Indonesia Selama Masa Pandemi Covid-19." ‘ADALAH, Nomor 1, 2020, h. 76.

Page 49: SINKRONISASI DAN HARMONISASI PERATURAN MENTERI …

38

Menteri Kesehatan menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9

Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam

rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19)

dengan adanya Keputusan Presiden tersebut maka dapat dinyatakan bahwa

untuk percepatan penanggulangan wabah COVID-19, Presiden telah

menetapkan darurat kesehatan masyarakat COVID-19 dan memilih PSBB

sebagai penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan, halmana PSBB adalah

sebagai respon kedaruratan kesehatan masyarakat yang telah ditetapkan.

Dengan demikian, mengingat bahwa di dalam Undang-Undang Nomor 6

Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dimaksud, guna

penyelenggaran kekarantinaan masyarakat in casu PSBB, Pemerintah dapat

bekerjasama dengan Pemerintah Daerah (Pemda) maka sejak penetapan

tersebut Pemda dapat mengajukan penyelenggaraan PSBB di daerahnya

masing-masing kepada Pemerintah c.q Menteri Kesehatan sebagaimana

diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan

Kesehatan jo. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang

Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam rangka Percepatan Penanganan

Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) jo. Peraturan Menteri Kesehatan

Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar

Dalam rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019

(COVID-19).

Selanjutnya, dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang

Kekarantinaan Kesehatan mengatur mengenai sanksi pidana atas

pelanggaran penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan diatur pada Pasal 93

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan

yang menyatakan:

“Setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan

Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan/atau

menghalang-halangi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan

sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana

dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda

paling banyak Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah).”

Page 50: SINKRONISASI DAN HARMONISASI PERATURAN MENTERI …

39

Dalam Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang

Kekarantinaan Kesehatan juga dinyatakan: “Setiap orang wajib mematuhi

penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan”.

Terkait dengan hal tersebut, Pasal 13 ayat (1) Peraturan Menteri

Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Berskala

Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019

(COVID-19) yang didalam aturannya termuat pengaturan mengenai

transportasi online di masa pandemic COVID-19, yaitu:

“Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar meliputi:

a. peliburan sekolah dan tempat kerja;

b. pembatasan kegiatan keagamaan;

c. pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum;

d. pembatasan kegiatan sosial dan budaya;

e. pembatasan moda transportasi; dan

f. pembatasan kegiatan lainnya khusus terkait aspek pertahanan dan

keamanan.”

Page 51: SINKRONISASI DAN HARMONISASI PERATURAN MENTERI …

40

BAB IV

PERATURAN MENTERI YANG MEMUAT NORMA BARU YANG

BERTENTANGAN DENGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

A. Materi Muatan Peraturan Menteri dalam Peraturan Perundang-

Undangan

Dalam sistem demokraasi dan negara hukum modern, suah umum

diketahui bahwa kekuasaan negra dibagi dan dipisahkan antara cabang-

cabang kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif. Pada pokoknya,

kekuasaan membuat peraturan dalam kehidupan bernegara dikonstruksikan

berasal dari rakyat yang berdaulat yang dilembagakan dalam organisasi

negara I lembaga legislative sebagai lembaga perwakilan rakyat. Sedangkan

cabang kekuasaan pemerintahan negara sebagai organ pelaksanaa atau

eksekutif hanya menjalankan peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh

cabang legislatif. Sementara itu, cabang kekuasaan kehakiman adau

yudikatif menjadi pihak yang memiliki kewenangan untuk menegakkan

peraturan-peraturan itu melalui proses peradilan yang independent dan

imparsial.1

Oleh karenanya, satu-satunya pintu sumber legitimasi organ negara

untuk membuat dan menetapkan suatu norma hukum yang kemudian

berbentuk peraturan (regelling) adalah organ yang bekerja di cabang

kekuasaan legislatif. Norma-norma hukum yang bersifat dasar biasanya

dituangkan dalam Undang-Undang Dasar sebagai “de hoogste wet” atau

hukum yang tertinggi, sedangkan hukum yang tertinggi di bawah Undang-

Undang Dasar adalah Undang-Undang (gesezt, wet, law) sebagai bentuk

peraturan yang ditetapkan oleh legislator (legislator act). Namun,

dikarenakan materi yang diatur dalam undang-undang itu hanya terbatas

kepada soal-soal yang umum, maka diperlukan bentuk peraturan yang lebih

1 Jimly Asshidiqie, Perihal Undang-Undang, (Jakarta: Konstitusi Pers, 2006), h. 213.

Page 52: SINKRONISASI DAN HARMONISASI PERATURAN MENTERI …

41

rendah kedudukannya (subordinate legislation) sebagai peraturan pelaksana

undang-undang yang bersangkutan.

Sudah menjadi kenyataan umum di semua negara bahwa kewenangan

untuk mengatur lebih lanjut hal-hal yang bersifat teknis itu kepada lembaga

eksekutif untuk menetapkan peraturan yang lebih rendah sebagai peraturan

pelaksana (subordinate legislation). Namun, karena sumber kewenangan

mengatur pada pokoknya berada di tangan [ara wakil rakyat sebagai

legislatior, sekiranya diperlukan peraturan yang lebih rendah untuk

mengatur pelaksanaan suatu materi undang-undang, maka pemberian

kewenangan untuk lebih lanjut itu kepada lembaga eksekutif atau lembaga

pelaksana, haruslah dinyatakan dengan tegas dalam undang-undang yang

akan dilaksanakan. Hal inilah yang biasa dinamakan “legislative delegation

of rule-making power”. Dengan penegasan itu berarti kewenangan untuk

mengatur lebih lanjut itu secara tegas didelegasikan oleh legislator utama

(primary legislator) kepada legislator sekunder (secondary legislator).

Proses pendelegasian kewenangan regulasi atau legislasi inilah yang disebut

pendelegasian kewenangan legislatif (legislative delegation of rule-making

power).2

Istilah materi muatan undang-undang pertama kali diperkenalkan oleh

A. Hamid Attamimi sebagai terjemahan dari het onderwerp dalam

ungkapan Thorbecke het eigennarding onderwerp ke dalam Bahasa

Indonesia dengan istilah materi muatan. Attamimi mengatakan:3

“… dalam tulisan tersebut penulis memperkenalkan untuk pertama kali

istilah materi muatan. Kata materi muatan pertama kali diperkenalkan oleh

penulis sebagai pengganti kata Belanda het onderwerp dalam ungkapan

Thorbecke het eigenaarding der werp. Penulis menerjemahkannya dengan

2 Jimly Asshidiqie, Perihal Undang-Undang, (Jakarta: Konstitusi Pers, 2006), h. 214. 3 A. Hamid S. Attamimi, Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia dalam

Penyelenggaraan Pemerintahan Negara; Suatu Studi Analisis Mengenai Keputusan Presiden yang

Berfungsi Pengaturan dalam Kurun Waktu Pelita I – Pelita IV, Disertasi untuk memperoleh gelar

Doktor dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Pascasarjana Universitas Indonesia, Jakarta, 1990, hal.

193-194. Lihat juga I Gde Pantja Astawa dan Suprin Na’a, DIinamika Hukum dan Ilmu Perundang-

undangan di Indonesia, Cetakan ke-1, PT. Alumni, Bandung, 2008, hal. 89-90.

Page 53: SINKRONISASI DAN HARMONISASI PERATURAN MENTERI …

42

materi muatan yang khas dari undang-undang, yakni materi pengaturan

yang khas yang hanya dan semata-mata dimuat dalam undang-undang

sehingga menjadi materi muatan undang-undang.”

Bagir Manan mengartikan materi muatan adalah muatan yang sesuai

dengan bentuk peraturan perundang-undangan tertentu.4 Lebih lanjut Bagir

Manan menyatakan hingga saat ini belum pernah ada satu ketentuan atau

ajaran yang memastikan materi muatan suatu peraturan perundang-

undangan. Ajaran mengenai materi muatan lebih bersifat asas-asas umum

daripada materi kaidahnya.

Setiap jenis peraturan perundang-undangan memuat materi tertentu,

yang satu berbeda dengan yang lain. Hal ini mengandung arti bahwa secara

substansial pembedaan jenis suatu peraturan perundang-undangan tidak

semata-mata didasarkan pada bentuk, syarat dan cara pembentukan serta

badan pembentukannya, tetapi juga didasarkan isi yang terkandung

didalamnya. Pada hakikatnya jenis peraturan perundang-undangan

mencerminkan sebagai suatu wadah. Pembedaan suatu wadah disebabkan

oleh pembedaan muatan yang diwadahi.

Pejabat atau kementerian ataupun pimpinan suatu departemen

pemerintahan dapat mengeluarkan peraturan yang ditetapkan oleh Menteri.

Akan tetapi, tidak semua Menteri diberi kewenangan mengatur.

Kewenangan itu harus dibatasi hanya digunakan oleh Menteri yang

memimpin departemen (dengan portofolio). Alasannya adalah karena hanya

Menteri yang memimpin departemen sajalah yang mempunyai aparatur

yang cukup untuk menjamin bahwa peraturan yang dibuat itu dapat

dijalankan dengan sebaik-baiknya. Sedangkan Menteri Koordinator

ataupun Menteri Negara dan Menteri Muda yang tidak memimpin

departemen pemerintahan tertentu, tidak perlu diberi kewenangan untuk

menetapkan suatu peraturan tertentu. Kebutuhan untuk pengaturan yang

4 Bagir Manan dan Kuntana Magnar, Beberapa Masalah Hukum Tata Negara Indonesia,

Edisi Revisi, Alumni, Bandung, 1997, hal. 145.

Page 54: SINKRONISASI DAN HARMONISASI PERATURAN MENTERI …

43

dimaksud cukup dituangkan dalam bentuk Peraturan Menteri yang tekait

dengan bidang yang bersangkutan.5

Peraturan Menteri (permen) adalah suatu peraturan yang dikeluarkan

oleh seorang Menteri yang berisi ketentuan-ketentuan tentang bidang

tugasnya. Dan Surat Keputusan Menteri adalah Keputudan Menteri yang

bersifat khusus mengenai masalah tertentu sesuai dengan bidang tugasnya.6

Dalam praktek, ada Menteri yang hanya mempergunakan bentuk

Keputusan Menteri (Kepmen). Ada pula Menteri yang mempergunakan

bentuk Peraturan Menteri-sesuai dengan namanya-berisi ketentuan yang

bersifat mengatur. Sedangkan Kepmen dapat berupa peraturan (regeling)

atau ketetapan (beschiking). Materi muatan Permen dan Kepmen (yang

bersifat mengatur) mencakup hal-hal baik yang bersumber pada atribusi

atau delegasi.

Pembatasan-pembatasan materi muatan Permen atau Kepmen (yang

bersifat mengatur) adalah:7

1. Lingkungan pengaturan terbatas pada lapangan administrasi negara

baik dalam fungsi instrumental maupun fungsi perjanjian

(perlindungan).

2. Lingkungan pengaturan terbatas pada bidang yang menjadi tugas,

wewenang, dan tanggungjawab Menteri yang bersangkutan.

3. Tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang

lebih tinggi tingkatannya dan asas-asas umum penyeleggaraan

pemerintahan yang layak (algame beginselen van behoorlijk bestuur).

Menurut penjelasan Pasal 8 Ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011, yang

dimaksud Peraturan Menteri adalah peraturan yang ditetapkan oleh Menteri

5 Bagir Manan dan Kuntana Magnar, Beberapa Masalah Hukum Tata Negara Indonesia,

Edisi Revisi, Alumni, Bandung, hal. 154. 6 Philips M. Handjon, et. al., Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Cetakan Ketiga,

Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 1994, hal. 59. Dikutip kembali oleh Abdul Latief dalam

Hukum dan Peraturan Kebijaksanaan (Beleidsregel) Pada Pemerintahan Daerah, UII Press,

Yogyakarta, 2005, hal. 140. 7 Bagir Manan dan Kuntana Magnar, Beberapa Masalah Hukum Tata Negara Indonesia,

Edisi Revisi, Alumni, Bandung, hal. 154.

Page 55: SINKRONISASI DAN HARMONISASI PERATURAN MENTERI …

44

berdasarkan matei muatan dalam rangka penyelenggaraan urusan tertentu

dalam pemerintahan.

Sesuai dengan tugas dan fungsi seorang Menteri menurut Pasal 17

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, maka

fungsi dari Peraturan Menteri adalah sebagai berikut:

a. Menyelenggarakan pengaturan secara umum dalam rangka

penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan di bidangnya.

Penyelenggaraan fungsi ini adalah berdasarkan Pasa 17 Ayat (1)

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

(Perubahan) dan kebiasaan yang ada.

b. Menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam Peraturan

Presiden. Oleh karena fungsi Peratuan Menteri disini sifatnya

dlekegasian dari Peraturan Presiden, maka Peraturan Menteri disini

sifatnya adalah pengaturan lebih lanjut dari kebijakan yang oleh

Presiden dituangkan dalam Peraturan Presiden.

c. Menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam Peraturan

Pemerintah yang tegas-tegas menyebutnya.8

Dalam hal materi yang bersifat tumpang tindih dengan materi Peraturan

Menteri lainnya atau Peraturan Pejabat setingkat Menteri lainnya, apakah

dapat dibenarkan dikeluarkannya peraturan bersama seperti yang selama in

dikenal dengan sebutan Surat Keputusan Bersama? Menurut Jimly

Asshiddiqie, kebiasaan seperti ini harus dihentikan karena dapat

mengacaukan sistematika peraturan perundang-undangan kita. Dalam hal

demikian itu maka yang sebaiknya dibuat adalah Peraturan Presiden yang

diharapkan dapat mengatur materi yang lebih luas. Sedangka bentuk-bentuk

putusan dengan nomenklatur Keputusan Menteri ataupun Keputusan

pejabat setingkat Menteri lainnya masih tetap dapat dipertahankan, yaitu

8 Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundang-undangan Dasar-Dasar dan

Perkembangannya, (Yogyakarta: Kanisius, 1998), h.225-227.

Page 56: SINKRONISASI DAN HARMONISASI PERATURAN MENTERI …

45

dibatasi hanya membuat materi-materi yang bersifat administrative dan

hanya bersifat penetapan administrative biasa (beschkikking).9

B. Faktor Penyebab Terjadinya Perbedaan Peraturan Mengenai

Pembatasan Transportasi Berbasis Online di Masa Pandemi COVID-

19

Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 menyebutkan, “Negara Indonesia adalah negara hukum”.

Sebagai negara yang bberdasar pada hukum segala sendi-sendi kehidupan

berbangsa dan bernegara haruslah didasarkan pada hukum. Meski negara

Indonesia adalah negara hukum, akan tetapi dalam tata cara

menginterpretasikan hukum itu sendiri bukanlah hanya sekadar hukum

tertulis, utamanya harus didukung oleh pribadi-pribadi yang berbudi pekerti

luhur untuk dapat melaksanakan hukum agar hukum dapat berjalan sesuai

dengan fungsinya.

Pemerintah diperhadapkan permasalahan pandemik virus corona atau

COVID-19. Hal ini merupakan tantangan besar pemerintah Indonesia untuk

tetap menciptakan negara welfare state. COVID-19 merupakan tantangan

yang sangat besar berkaitan dengan permasalah ekonomi dan pendemi ini.

Virus Corona atau severe acute respiratory syndrome coronavirus 2

(SARS-CoV2) adalah virus yang menyerang sistem pernapasan. Penyakit

karena infeksi virus ini disebut COVID-19. Virus Corona dapat

menyebabkan gangguan pada sistem pernapasan, pneumonia akut, sampai

kematian. severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2)

yang lebih dikenal dengan nama virus Corona adalah jenis baru dari

coronavirus yang menular ke manusia. Virus ini dapat menyerang siapa

saja, baik bayi, anak-anak, orang dewasa, lansia, ibu hamil, maupun ibu

menyusui. Penyebaran corona virus atau COVID-19 menyebabkan

9 Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia (Jakarta: Konstitusi

Press, 2005), h. 355.

Page 57: SINKRONISASI DAN HARMONISASI PERATURAN MENTERI …

46

lumpuhnya perekonomian dan ada beberapa daerah yang melakukan local

lockdown atau karantina wilayah sebagai bagian pemutusan mata rantai

penyebaran COVID-19 ini.10

Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) adalah pembatasan kegiatan

tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi Corona Virus

Disease 2019 (COVID-19) sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan

penyebaran COVID-19. Pembatasan sosial ini dilakukan terhadap

pergerakan orang dan barang untuk satu provinsi atau kabupaten/kota

tertentu. Namun dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2020 tentang

Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka percepatan Penanganan

Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) disebutkan bahwa PSBB

dilakanakan dengan pertimbangan epidemiologis, besarnya ancaman,

efektivitas, dukungan sumber daya teknis operasional, pertimbangan

politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan.

Pedoman teknis PSBB diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan

Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar

dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019

(COVID-19). Kriteria PSBB adalah jumlah kasus dan atau jumlah kematian

akibat penyakit meningkat dan menyebar secara signifikan dan cepat ke

beberapa wilayah dan terdapat kaitan epidemiologis dengan kejadian serupa

di wilayah lain. Pengusulannya disertai dengan data peningkatan jumlah

kasus menurut waktu, penyebaran kasus menurut waktu dan kejadian

transmisi lokal. Kasus adalah pasien dalam pengawasan dan kasus

konfirmasi positif berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium dengan RT-

PCR.

Kesiapan pemerintah daerah melaksanakan PSBB dilihat pula dari

aspek ketersediaan lebutuhan hidup dasar rakyat, sarana dan prasarana

Kesehatan, anggaran dan oeprasionalisasi jaring pengaman sosial dan aspek

10 Alodokter, Severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS – CoV – 2),

https://www.alodokter.com/virus-corona, diakses pada 26 Januari 2021.

Page 58: SINKRONISASI DAN HARMONISASI PERATURAN MENTERI …

47

keamanan. Selain itu pemerintan daerah harus secara konsisten mendorong

dan mensosialisasikan pola hidup bersih dan sehat kepada masyarakat.

Lahirnya Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 18 Tahun 2020

tentang Pengendalian Transportasi Dalam Rangka Pencegahan Penyebaran

Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) merupakan salah satu bentuk siap

tanggap pemerintah guna mewujudkan tercapainya penekanan angka

penyebaran COVID-19 di Indonesia. Demikian pula dengan kehadiran

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman

Pembatasan Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona

Virus Disease 2019 (COVID-19) yang lebih dahulu lahir.

Kebijakan ini dilaksanakan untuk memutus penyebaran virus corona

COVID-19. Pertimbangannya jelas, pertama, pengemudi ojek dapat

menjadi orang yang rawan tertular oleh COVID-19 dari penumpang yang

positif terinveksi COVID-19. Kedua, pengemudi ojek online dapat menjadi

pembawa virus atau carrier, baik dari penumpang yang diangkut bawa

maupun barang yang pengemudi antarkan. Ketiga, pengemudi yang sudah

tertular COVID-19 juga dapat menularkan kepada penumpang maupun

keluarga di rumah.

Namun demikian, hadirnya ojek online dalam ruang lingkup

masyarakat memiliki pengaruh yang sangat besar bagi kebutuhan

transportasi sehari-hari terutama di kota-kota besar. Ketergantungan

masyarakat terhadap transportasi ini sangat luar biasa dikarenakan praktis

dan dapat menjamin karena adanya hubungan antara ojek online dengan

perusahaan trasportasi online sehingga masyarat lebih mudah melakukan

complain apabila merasa dirugikan melalui aplikasi tersebut dan sanksi

yang sangat tegas. Banyak ojek online yang mengantungkan hidup pada

aplikasi ini untuk dapat menafkahi anak dan keluargannya sehingga harus

dipertimbangakan mengenai kesejahteraan seperti halnya dituangkan dalam

amanah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan

tanggung jawab negara Welfare State terhadap kesejahteraan warganya

apabila PSBB dilakukan.

Page 59: SINKRONISASI DAN HARMONISASI PERATURAN MENTERI …

48

Kebijakan ini memiliki pertentangan yang dimana didalam Peraturan

Menteri Perhubungan Nomor 18 Tahun 2020 tentang Pengendalian

Transportasi Dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease

2019 (COVID-19) ini memperbolehkan ojek online untuk memangkut

penumpang. Sementara itu, dalam Peraturan menteri Kesehatan Nomor 9

Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Berskala Besar Dalam Rangka

Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) justru

sebaliknya.

Hal ini menyebabkan terjadinya perbedaan pengaturan mengenai

pembatasan transportasi berbasis online di masa pandemi COVID-19 dapat

dikaji berdasarkan teori sistem hukum bahwa tahapan-tahapan

pembentukan peraturan perundang-undangan tidak dilaksanakan. Tahapan

pembentukan peraturan perundang-undangan dalam sebuah sistem hukum

mengharuskan adanya sinkronisasi dan harmonisasi antara Pancasila,

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan

peraturan perundang-undangan lainnya karena sistem hukum merupakan

satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan saling berhuungan. Sebuah

sistem hukum daapt berjalan jika keseluruhan peraturan perundang-

undangan sejalan dan tidak berbenturan satu sama lain.

Pertentangan antar peraturan perundang-undangan menjadi salah satu

masalah hukum yang tak kunjung selesai di Indonesia. Banyak produk

hukum yang dilahirkan oleh legislator maupun eksekutor tidak sinkron baik

secara vertikal maupun horizontal. Kualitas yang tidak maksimal terhadap

sinkronisasi dan harmonisasi rancangan peraturan perundang-undangan

menjadi perhatian utama banyak pemerhati hukum. Kementerian Hukum

dan Hak Asasi Manusia sebagai penanggungjawab dianggap tidak

melakukan sinkronisasi dan harmonisasi dengan baik rancangan peraturan

perundang-undangan yang sudah ada sehingga dapat terjadinya dualisme

peraturan yang membingungkan masyarakat.

Page 60: SINKRONISASI DAN HARMONISASI PERATURAN MENTERI …

49

C. Sinkronisasi dan Harmonisasi Peraturan Menteri Dalam Negeri

Nomor 18 Tahun 2020 dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9

Tahun 2020

Infeksi virus Corona yang kemudian disebut COVID-19 (Corona Virus

Disease 2019) yang pertama kali ditemukan di kota Wuhan, China pada

akhir 2019 merupakan virus menular yang tingkat penyebaran virusnya

sangat cepat dan telah menyebar ke hampir semua negara termasuk

Indonesia. Pasalnya, virus ini telah menyebar ke lebih dari 110 negara sejak

Desember 2019. Hal ini yang membaut beberapa negara kemudian dengan

cepat membuat dan menerapkan kebijakan guna memperlambat penyebatan

virus COVID-19.

Pandemi COVID-19 ini tentunya telah mempengaruhi hampir seluruh

aspek kehidupan manusia, seperti sektor pendidikan, perekonomian,

transportasi, politik dan budaya Semenjak diumumkannya Indonesia

tertular virus COVID-19 pada Maret 2020, pemerintah mulai melakukan

berbagai cara guna menekan penyebaran virus COVID-19 salah satunya

dengan menerbitkan peraturan. Adanya himbauan social distancing dan

physical distancing yang ditetapkan oleh pemerintah bagi seluruh

masyarakt Indonesia guna mencegah penularan COVID-19. Selain itu,

banyak perubahan yang terjadi di masa pandemi ini yang kemudian dikenal

dengan sebutan new normal.

Perubahan yang terjadi secara signifikan adalah dengan

diberlakukannya protokol kesehatan yang telah diatur dalam Keputusan

Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/328/2020 tentang Panduan

Pencegahan dan Pengendalian COVID-19 di Tempat Kerja Perkantoran

dan Industri dalam Menukung dalam Mendukung Keberlangsungan Usaha

pada Situasi Pandemi. Hal umum yang wajib masyarakat lakukan di masa

pandemic ini yaitu dengan menjaga jarak, selalu memakai masker,

membawa handsanitizer dan selalu mencuci tangan.

Di dunia pendidikan dan perekonomian, pandemic ini memiliki efek

yang sangat besar dikarenakan kegiatan belajar mengajar yang biasanya

Page 61: SINKRONISASI DAN HARMONISASI PERATURAN MENTERI …

50

dilakukan dengan tatap muka secara langsung kemudian berubah menjadi

belajar dirumah melalui daring (online). Begitupun dengan sektor

perekonomian yang menerapkan ketentuan bekerja dari rumah atau work

from home (WFH). Meski demikian, tidak semua sektor perekonomian

menerapkan sistem WFH, salah satu jenis pekerjaan yang mungkin

menjalankan ketentuan WFH adalah driver ojek online.

Kementerian Kesehatan yang memiliki peran besar dalam penanganan

pandemi COVID-19 ini kemudian mengeluarkan Peraturan Menteri

Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial

Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus

Disease 2019 (COVID-19). Dalam jangka waktu yang tidak lama,

Kementerian Perhubungan kemudian mengeluarkan Peraturan Menteri

Perhubungan Nomor 18 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi

Dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019

(COVID-19) yang kemudian menjadi isu hangat di Indonesia.

Hal ini dikarenakan Kementerian Perhubungan mengeluarkan

peraturan yang bertentangan dengan Kementerian Kesehatan dalam hal

mengatur regulasi ojek online dalam masa PSBB COVID-19.

Apabila dicermati lebih dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor

18 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Dalam Rangka

Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) memiliki

dualisme aturan yang termuat didalamnya. Pasal 11 huruf c berbunyi,

“sepeda motor berbasis aplikasi dibatasi penggunaannya hanya untuk

pengangkutan barang.” Pasal ini telah membatasi penggunaan

pengangkutan ojek online hanya untuk barang saja yang berarti ojek online

tidak diperbolehkan untuk membawa penumpang.

Namun dalam Pasal 11 ayat (1) huruf d Peraturan Menteri Perhubungan

Nomor 18 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Dalam Rangka

Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19)

berbunyi,

Page 62: SINKRONISASI DAN HARMONISASI PERATURAN MENTERI …

51

“dalam hal tertentu untuk tujuan melayani kepentingan masyarakat dan

untuk kepentingan pribadi, sepeda motor dapat mengangkut

penumpang dengan ketentuan harus memenuhi protokol kesehatan

sebagai berikut:

5. aktivitas lain yang diperbolehkan selama Pembatasan Sosial

Berskala Besar

6. melakukan disinfeksi kendaraan dan perlengkapan sebelum dan

setelah selesai digunakan

7. menggunakan masker dan sarung tangan

8. tidak berkendara jika sedang mengalami suhu badan diatas

normal atau sakit.”

Permenhub ini memperbolehkan ojek online untuk mengangkut

penumpang, namun dengan ketentuan telah memenuhi protokol kesehatan.

Tentu hal ini tidak berjalan efektif dalam pelaksanaannya dikarenakan tidak

adanya pengawasan secara intensif yang dimana protokol kesehatan itu

sendiri meliputi disinfeksi kendaraan serta cek suhu badan.

Pasal ini kemudian dinilai bertentangan dengan Pasal 13 ayat (1)

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman

Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan

Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Pasal tersebut berbunyi,

“Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar meliputi:

g. peliburan sekolah dan tempat kerja;

h. pembatasan kegiatan keagamaan;

i. pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum;

j. pembatasan kegiatan sosial dan budaya;

k. pembatasan moda transportasi; dan

l. pembatasan kegiatan lainnya khusus terkait aspek pertahanan dan

keamanan.”

Perdebatan ini dikarenakan Dalam lampiran Peraturan Menteri

Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial

Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus

Disease 2019 (COVID-19) bagian pelaksanaan pembatasan sosial berskala

besar nomor 6 juga dijelaskan bahwa semua layanan transportasi udara, laut,

kereta api, jalan raya (kendaraan umum/pribadi) tetap berjalan dengan

pembatasan jumlah penumpang.

Page 63: SINKRONISASI DAN HARMONISASI PERATURAN MENTERI …

52

Pada lampirannya dinyatakan khusus bahwa: “Angkutan roda dua

berbasis aplikasi sebagai bagian dari layanan ekspedisi barang dibatasi

hanya untuk mengangkut barang dan tidak untuk penumpang.” Senada

dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang

Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan

Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), Gubernur DKI

Jakarta telah mengeluarkan Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 33

Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam

Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease (COVID-19)

menyebutkan, “angkutan roda dua berbasis aplikasi (ojek online) dibatasi

penggunaannya hanya untuk pengangkutan barang.”

Dalam hierarki perundang-undangan, peraturan menteri memiliki

tingkatan yang sama11 dalam artian tidak ada lembaga kementerian yang

diistimewakan dari yang lainnya. Maka kedua peraturan Menteri ini tidak

bertentangan dengan aturan diatasnya, melainkan saling tumpang tindih satu

sama lain. Pemahaman wilayah kewenangan dalam satu dimensi yang sama

menimbulkan ketidakharmonisan dalam dua regulasi ini. Kementerian

Kesehatan yang memiliki kewenangan penuh untuk membantu presiden

sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

dalam rangka penanganan COVID-19 dan Kementerian Perhubungan yang

merasa memiliki kewenangan dalam mengatur transportasi yang digunakan

oleh masyarakat di masa pandemi.

Berbagai regulasi yang muncul pada saat ini nampaknya

membingungkan masyarakat dalam melaksanakan aturan yang berlaku,

bukannya terimplementasi dengan baik namun menimbulkan problematika

11 Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang-Undangan 1: Jenis, Fungsi dan Materi Muatan.

(Yogyakarta: Kanisius, 2007), h. 63

Page 64: SINKRONISASI DAN HARMONISASI PERATURAN MENTERI …

53

baru. Padahal hukum pada fungsinya harus bisa dijadikan sebagai sarana

untuk memecahkan problematika dalam penyelenggaraan negara.12

Oleh karenanya, Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 18 Tahun

2020 tentang Pengendalian Transportasi Dalam Rangka Pencegahan

Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dengan Peraturan

Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan

Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus

Disease 2019 (COVID-19) memiliki conflict of norm (pertentangan antar

norma) antar peraturan tingkat horizontal.

Dengan demikian guna memberikan kepastian hukum pada

masyarakat, Pasal 11 ayat (1) huruf d Peraturan Menteri Perhubungan

Nomor 18 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Dalam Rangka

Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) harus

dilakukan uji materil (judicial review) ke Mahkamah Agung.

12 Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-konsep Hukum dalam Pembangunan. (Bandung:

Kumpulan Karya Tulis, 2002), h. 48.

Page 65: SINKRONISASI DAN HARMONISASI PERATURAN MENTERI …

54

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan pada bab-bab terdahulu, maka peneliti

memberikan kesimpulan sebagai berikut:

1. Faktor yang menyebabkan terjadinya dualisme peraturan mengenai

pembatasan transportasi berbasis online adalah tidak dilaksanakannya

penyinkronan dan pengharmonisasian peraturan setingkat oleh

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia sebagai lembaga yang

bertanggungjawab.

2. Upaya yang dapat dilaksanakan untuk menanggapi dualisme peraturan

mengenai pembatasan transportasi berbasis online adalah dengan

melaksanakan uji materil (judicial review) ke Mahkamah Agung.

B. Rekomendasi

1. Diharapkan bagi setiap Kementerian yang akan mengeluarkan peraturan

Menteri harus berpedoman pada peraturan perundang-undang yang

berlaku untuk kembali melakukan pengecekkan terhadap materi muatan

yang akan diatur apakah telah sesuai dengan ketentuan Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukkan Peraturan Perundang-

Undangan.

2. Diharapkan bagi setiap Kementerian untuk melakukan sinkronisasi

peraturan perundang-undangan yang telah dilakukan oleh Kementerian

Hukum dan Hak Asasi Manusia sehingga dapat meminimalisir

ketentuan-ketentuan yang dapat bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan lainnya.

Page 66: SINKRONISASI DAN HARMONISASI PERATURAN MENTERI …

55

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Abdul, Kadir Muhammad. 1991. Hukum Pengangkutan Darat, Laut, dan Udara, Jakarta,

Citra Aditya Bakti.

Ahmadi, Fahmi Muhammad dan Jaenal Aripin. 2010. Metode Penelitian Hukum.

Ciputat: Lembaga Penelitian.

Adriyani, Wuri dan Samzari Boentoro. 2007. Buku Ajar Hukum Pengangkutan. Surabaya,

Universitas Airlangga.

Asshiddiqie, Jimly. 2005. Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia. Jakarta:

Konstitusi Press.

Asshiddiqie, Jimly dan M. Ali Safa’at. 2006. Theory Hans Kelsen Tentang Hukum,

Cetakan 1. Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah

Konstitusi RI.

Attamimi, A. Hamid S. 1984. “UUD 1945-TAP MPR-UNDANG-UNDANG”,

dalam Padmo Wahjono (Penghimpun), Masalah Ketatanegaraan Indonesia

Dewasa Ini. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Efendi, Jonaedi dan Johnny Ibrahim. 2018. Metode Penelitian Hukum: Normatif

dan Empiris. Jakarta: Prenadamedia Group.

Hayek, Friedrich. 1960. The Constitution of Liberty. University of Chicago Press:

Chicago. USA.

Hamidi, Jazim. 2006. Revolusi Hukum Indonesia. Yogyakarta: Kerjasama

Konstitusi Press, Jakarta & Citra Media.

Huda , Ni’matul. 2008. UUD 1945 & Gagasan Amandemen Ulang. Jakarta:

Rajawali Press.

Indrati, Maria Farida. 1998. Ilmu PerundangUndangan: Dasar dan Cara

Pembentukannya. Yogjakarta: Kanisius.

Indari, Maria Farida. 2007. Ilmu Perundang-Undangan: Jenis, Fungsi dan Materi

Muatan. Yogyakarta: Kanisius.

Page 67: SINKRONISASI DAN HARMONISASI PERATURAN MENTERI …

56

Indari, Maria Farida dkk. 2008. Laporan Kompedium Peraturan Perundang-

undangan. Jakarta: Departemen Hukum Dan Hak Asasi Manusia RI Badan

Pembinaan Hukum Nasional Pusat Penelitian Dan Pengembangan Sistem

Hukum Nasional.

Indari, Maria Farida. 2007. Ilmu Perundang-undangan. Yogyakarta:

Kanisius.

Hadjon, Philiphus M. 2007. Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia, sebuah

studi tentang Prinsip-Prinsipnya, Penanganannya oleh Pengadilan dalam

Lingkungan Peradilan Umum dan Pembentukan Peradilan Administrasi,

Perabadan. Surabaya: Bina Ilmu.

Manan , Bagir. 2004. Teori dan Politik Konstitusi. Yogyakarta: FH UII Pres.

Manan, Bagir dan Kuntana Magnar. 1997. Beberapa Masalah Hukum Tata Negara

Indonesia, Edisi Revisi, Alumni. Bandung.

Marzuki, Peter Mahmud. 2005. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana

Prenadamedia.

Purbacaraka, Purnadi dan Soerjono Soekanto. 2003. Perundang-undangan dan

Yurisprudensi. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Soekanto, Soerjono. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Pres.

Sulistiyono, Adi. 2007. Negara Hukum: Kekuasaan, Konsep, dan Paradigma

Moral. Surakarta, Lembaga Pengembengan Pendidikan (LPP) dan UPT

Penerbitan dan percetakan UNS (UNS PRESS) Universitas Sebelas Maret.

Sumiarni, Endang. 2013 Metodelogi Penelitian Hukum dan Statistik. Yogyakarta:

UAYJ Press.

Syahuri, Taufiqurrahman. 2011. Tafsir Konstitusi Berbagai Aspek Hukum. Jakarta:

Prenada Media.

Syamsuddi, Aziz. 2011. Proses Dan teknik Penyusunan Undang-undang. Jakarta:

Sinar Grafika.

Tamanahan, Brian Z. 2004. On The Rule Of Law, History, Politics, Theory.

United.Kingdom: Cambridge University Press.

Trijono, Rachmat. 2013. Dasar-Dasar Ilmu Pengetahuan Perundang-Undangan.

Jakarta: Papas Sinar Sinanti.

Utrecht. 1962. Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia. Jakarta: Ichtiar.

Page 68: SINKRONISASI DAN HARMONISASI PERATURAN MENTERI …

57

Yuliandri. 2009. Asas-asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang

Baik; Gagasan Pembentukan Undang-Undang Berkelanjutan. Jakarta: PT.

Raja Grafindo Persada.

JURNAL

Aditya, Zaka Firma dan M. Reza Winata. “Rekonstruksi Hierarki Peraturan

Perundang-Undangan di Indonesia”. Dalam Jurnal Negara Hukum, Vol. 9,

No. 1, Juni 2018.

Fillaili, Nuraini. “Tanggung Jawab Perusahaan Transportasi Online terhadap Penumpang

Akibat Adanya Praktik Peralihan Akun”, Jurist-Diction, Vol. 2, No. 4, Juli, 2019.

Marzuki, M.Laica. “Mula Keberadaan Negara Republik Indonesia”. Dalam Jurnal

Ilmu Hukum Amanna Gappa, Vol. 14 Nomor 1, Maret 2006.

MAKALAH HASIL SEMINAR

Manan, Bagir. “Wewenang Provinsi Kabupaten dan Kota Dalam Rangka Otonomi

Daerah” dalam Seminar Nasional FH Unpad (Selajutnya disebut Bagir

Manan V) Tahun 2000.

SKRIPSI DAN DISERTASI

Skripsi yang ditulis oleh Nindya Chairunnisa Zahra berjudul “Kewenangan

Pembentukan Peraturan Menteri Sebagai Jenis Peraturan Perundang-Undangan”

A. Hamid S. Attamimi, Peranan Keputusan Presiden RI Dalam Penyelenggaraan

Pemerintahan Negara (Suatu Studi Analisis Mengenai Keputusan Presiden yang

Berfungsi Pengaturan dalam Kurun Waktu Pelita I – Pelita IV), Disertasi Doktor,

Pascasarjana Universitas Indonesia, Jakarta, 1990,

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukkan Peraturan

Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan

Page 69: SINKRONISASI DAN HARMONISASI PERATURAN MENTERI …

58

Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala

Besar dalam rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019

(COVID-19)

Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan

Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (COVID-19)

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 18 Tahun 2020 tentang Pengendalian

Transportasi Dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease

2019 (COVID-19)

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan

Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus

Disease 2019 (COVID-19)

WEBSITE

Dicey, A.V., INTRODUCTION TO THE STUDY OF THE LAW OF THE

CONSTITUTION, Mc Millan and Co, Limited St. Martin’s Street, London,Part II.

Chapters IV-XII, 1952. http://www.constitution.org/cmt/avd/law_con.htm, diakses

pada 20 Juni 2020, pukul 19.00.

Alodokter, Severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS – CoV

– 2), https://www.alodokter.com/virus-corona, diakses pada 26 Januari 2021.

https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/sinkron, diakses pada 26 Januari 2021.

https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/harmonisasi, diakses pada 26 Januari

2021.


Top Related