Transcript
Page 1: Seminar Gadar Buat Besok

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena

berkat dan rahmat-Nya lah penulis dapat menyelesaikan sebuah Makalah yang

berjudul ”RESUME KEPERAWATAN PADA TRAUMA KEPALA DISERTAI

FRAKTUR SERVICAL DAN FRAKTUR TIBIA DISTAL” dengan baik dan tepat

pada waktunya.

Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Mona Megasari

S.Kep.,Ners selaku dosen mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat dan kepada semua

pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian Resume ini, baik berupa

materi-materi, pemikiran dan lain sebagainya. Sehingga makalah ini dapat

terselesaikan dengan baik. Dan penulis mengharapkan Resume ini dapat bermanfaat

nantinya bagi para pembaca.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Resume ini masih memiliki kekurangan

dan sangat jauh dari kata sempurna, seperti kata peribahasa yaitu tak ada gading yang

tak retak. Oleh karena itu, penulis mengaharapkan saran dan kritik yang bersifat

membangun dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Cimahi,Agustus 2011

Penulis

BAB I

Page 2: Seminar Gadar Buat Besok

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Traumatic Brain Injury merupakan salah satu penyebab kematian,

kesakitan dan kecacatan serta bertanggung jawab pada proporsi yang signifikan

terhadap kematian akibat trauma di Amerika Serikat. Insidensi tahunan dari

trauma kepala yaitu sekitar 600 hingga 900 orang per 100.000 populasi. Terdapat

200 hingga 500 orang dirawat di unit gawat darurat, 150 hingga 250 orang

dirawat di rumah sakit dengan Traumatic Brain Injury, dan 20 hingga 30 orang

meninggal ( 50% di rumah sakit dan 50% di luar rumah sakit) per tahunnya

(Bruns and Hauser, 2003). Data menunjukkan bahwa, rata-rata sekitar 1.400.000

orang mengalami Traumatic Brain Injury setiap tahun di Amerika Serikat,

dimana 50.000 orang meninggal dan 235.000 orang dirawat di rumah sakit.

Penyebab utama dari Traumatic Brain Injury antara lain akibat jatuh (28%),

kecelakaan lalu lintas berupa tabrakan kendaraan bermotor (20%), bertubrukan

dengan benda yang bergerak maupun diam (19%), dan penyebab lainnya (CDC,

2007). Puncak insidensi dari Traumatic Brain Injury yaitu antara umur 15 - 24

tahun dan orang yang berumur > 64 tahun. Laki-laki memiliki kemungkinan

mengalami Traumatic Brain Injury dua kali lipat lebih besar daripada wanita.

Pada populasi warga sipil, alkohol terlibat pada lebih dari setengah kasus

Traumatic Brain Injury. Menurut penelitian, kecelakaan kendaraan bermotor

terutama kecelakaan sepeda motor, terhitung sebagai salah satu penyebab

traumatic brain injury terbanyak pada warga sipil (Nicholl and LaFrance, 2009).

Di Indonesia sendiri, cedera merupakan salah satu penyebab kematian

utama setelah stroke, tuberkulosis, dan hipertensi ( Depkes RI, 2009 ). Proporsi

bagian tubuh yang terkena cedera akibat jatuh dan kecelakaan lalu lintas salah

satunya adalah kepala yaitu 6.036 (13,1%) dari 45.987 orang yang mengalami

Page 3: Seminar Gadar Buat Besok

cedera jatuh dan 4.089 (19,6%) dari 20.289 orang yang mengalami kecelakaan

lalu lintas (Riskesdas, 2007 dalam Riyadina, 2009).

Terdapat banyak cara untuk mengklasifikasikan keparahan dari

Traumatic Brain Injury. Glasgow Coma Scale adalah salah satu cara menentukan

keparahan dan paling sering digunakan secara klinis. Glasgow Coma Scale

didasari pada respon pasien terhadap pembukaan mata, fungsi verbal dan

berbagai fungsi atau respon motorik terhadap berbagai stimulus (Bruns and

Hauser, 2003). Glasgow Coma Scale diciptakan oleh Jennet dan Teasdale pada

tahun 1974. Sejak saat itu GCS merupakan tolak ukur klinis yang digunakan

untuk menilai beratnya cedera kepala. GCS seharusnya telah diperiksa pada

penderita-penderita pada awal cedera terutama sebelum mendapat obat-obat

paralitik dan sebelum intubasi. (Sastrodiningrat, 2007).

Glasgow Coma Scale merupakan suatu sistem skoring yang telah

distandarisasi untuk menilai status neurologis pasien dengan trauma kapitis. Nilai

GCS yang akurat dipergunakan untuk pengobatan langsung dan untuk prediksi

outcome pasien. Nilai GCS yang akurat hanya bisa didapat setelah resusitasi

tetapi sebelum diberikan sedasi ataupun intubasi (Tintinalli et al, 2004). GCS

juga merupakan faktor prediksi yang kuat dalam menentukan prognosa, dimana

suatu skor GCS yang rendah pada awal cedera berhubungan dengan prognosa

yang buruk (Sastrodiningrat, 2007).

Nilai tertinggi dari pemeriksaan Glasgow Coma Scale adalah 15 dan

terendah adalah 3. Berdasarkan nilai Glasgow Coma Scale, cedera kepala dapat

dibagi atas : Cedera kepala ringan yang dinyatakan dengan GCS 14-15, cedera

kepala sedang yang dinyatakan dengan GCS 9-13, dan cedera kepala berat yang

dinyatakan dengan GCS ≤ 8 ( Japardi, 2004 ).

Kelemahan dalam penentuan skor GCS terdapat pada waktu penilaian

awal yang tidak tepat, komponen GCS yang jarang diperhatikan sehingga

menyebabkan hilangnya informasi, dan urutan penilaian GCS yang tidak

Page 4: Seminar Gadar Buat Besok

konsisten. Kelemahan tersebut dapat mengurangi reliabilitas GCS baik secara

klinis maupun dalam konteks ilmiah. (Zuercher et al, 2009).

Penentuan Glasgow Coma Ccale secara cepat dan tepat sangat membantu

dalam menentukan keparahan dari Traumatic Brain Injury dan menentukan

tindakan lebih lanjut terhadap pasien. Dikarenakan pentingnya Glasgow Coma

Scale maka diperlukan pengetahuan tentang gambaran Glasgow Coma Scale

pada trauma kapitis. Selain itu, belum terdapat adanya data yang lengkap

mengenai kejadian trauma kapitis sehingga insidensinya dapat dinilai.

1.2 Tujuan

1.2.1 Untuk mengetahui pengertian dari trauma kepala?

1.2.2 Untuk mengetahui apa saja klasifikasi dari trauma kepala?

1.2.3 Untuk mengetahui etiologi dari trauma kepala?

1.2.4 Untuk mengetahui patofisiologi dari trauma kepala?

1.2.5 Untuk mengetahui manifestasi klinis dari trauma kepala?

1.2.6 Untuk mengetahui komplikasi apa yg dapat terjadi akibat trauma kepala?

1.2.7 Untuk mengetahui pemeriksaan punujang apa yang dilakukan pada pasien

trauma kepala?

1.2.8 Untuk mengetahui penatalaksanaan apa yang dilakukan pada pasien

trauma kepala??

1.3 Rumusan Masalah

1.3.1 Apa pengertian dari trauma kepala?

1.3.2 Apa saja klasifikasi dari trauma kepala?

1.3.3 Apa saja etiologi dari trauma kepala?

1.3.4 Bagaimana patofisiologi dari trauma kepala?

1.3.5 Apa saja manifestasi klinis dari trauma kepala?

1.3.6 Komplikasi apa yg dapat terjadi akibat trauma kepala?

Page 5: Seminar Gadar Buat Besok

1.3.7 Pemeriksaan punujang apa yang dilakukan pada pasien trauma kepala?

1.3.8 Penatalaksanaan apa yang dilakukan pada pasien trauma kepala??

Page 6: Seminar Gadar Buat Besok

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian

2.1.1 Pengertian Trauma Kepala

Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit

kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara

langsung maupun tidak langsung pada kepala. (Suriadi & Rita Yuliani,

2001).

Jenis Trauma Kepala :

1. Robekan kulit kepala.

Robekan kulit kepala merupakan kondisi agak ringan dari trauma kepala.

Oleh karena kulit kepala banyak mengandung pembuluh darah dengan

kurang memiliki kemampuan konstriksi, sehingga banyak trauma kepala

dengan perdarahan hebat. Komplikasi utama robekan kepala ini adalah

infeksi.

2. Fraktur tulang tengkorak.

Fraktur tulang tengkoran sering terjadi pada trauma kepala. Beberapa cara

untuk menggambarkan fraktur tulang tengkorak

    a. Garis patahan atau tekanan.

    b. Sederhana, remuk atau compound.

     c. Terbuka atau tertutup.

2.1.2 Pengertian Fraktur

Fraktur adalah terputusnya hubungan atau kontinuitas tulang karena

stress pada tulang yang berlebihan (Luckmann and Sorensens, 1993 : 1915)

Page 7: Seminar Gadar Buat Besok

Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau

tenaga fisik kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu

sendiri, dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah

fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. (Price and Wilson, 1995

: 1183)

Fraktur menurut Rasjad (1998 : 338) adalah hilangnya konstinuitas

tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total

maupun yang parsial.

a. Fraktur Servical

Cedera tulang belakang adalah cedera mengenai cervicalis,

vertebralis dan lumbalis akibat trauma ; jatuh dari ketinggian, kecelakakan

lalu lintas, kecelakakan olah raga dsb ( Sjamsuhidayat, 1997).

b. Fraktur Tibia

Fraktur Tibia Fibula adalah terputusnya tulang tibia dan fibula.

2.2 Klasifikasi

2.2.1 Klasifikasi trauma kepala berdasarkan Nilai Skala Glasgow (SKG):

a. Minor

SKG 13 – 15

Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari

30 menit.

Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral,

hematoma.

b. Sedang

SKG 9 – 12

Kehilangan kesadaran dan amnesia lebih dari 30 menit tetapi

kurang dari 24 jam.

Page 8: Seminar Gadar Buat Besok

Dapat mengalami fraktur tengkorak.

c. Berat

SKG 3 – 8

Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.

Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma

intrakranial. 

2.2.2 Klasifikasi Fraktur

1) Fraktur komplet : Fraktur / patah pada seluruh garis tengah tulang

dan biasanya mengalami pergeseran dari posisi normal.

2) Fraktur tidak komplet : Fraktur / patah yang hanya terjadi pada

sebagian dari garis tengah tulang.

3) Fraktur tertutup : Fraktur yang tidak menyebabkan robeknya kulit,

jadi fragmen frakturnya tidak menembus jaringan kulit.

4) Fraktur terbuka : Fraktur yang disertai kerusakan kulit pada tempat

fraktur (Fragmen frakturnya menembus kulit), dimana bakteri dari

luar bisa menimbulkan infeksi pada tempat fraktur (terkontaminasi

oleh benda asing)

Grade I : Luka bersih, panjang <>

Grade II : Luka lebih besar / luas tanpa kerusakan jaringan

lunak yang ekstensif

Grade III : Sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan

jaringan lunak yang ekstensif, merupakan yang paling berat.

Jenis khusus fraktur

a) Greenstick : Fraktur dimana salah satu sisi tulang patah, sedang sisi

lainnya membengkok.

b) Tranversal : Fraktur sepanjang garis tengah tulang.

c) Oblik : Fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang.

Page 9: Seminar Gadar Buat Besok

d) Spiral : Fraktur memuntir seputar batang tulang

e) Kominutif : Fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen

f) Depresi : Fraktur dengan fragmen patahan terdorong kedalam

(sering terjadi pada tulang tengkorak dan tulang wajah)

g) Kompresi : Fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi

pada tulang belakang)

h) Patologik : Fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit

(kista tulang, penyakit pegel, tumor)

i) Avulsi : Tertariknya fragmen tulang oleh ligament atau tendon pada

perlekatannya

j) Epifiseal : Fraktur melalui epifisis

k) Impaksi : Fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen

tulang lainnya. (Smeltzer and Bare, 2002 : 2357 – 2358)

2.3 Etiologi

2.3.1 Etiologi Head Injury

Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan

mobil.

Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan.

Cedera akibat kekerasan.

2.3.2 Etiologi Fraktur

Trauma

1) Trauma langsung : Benturan pada tulang mengakibatkan ditempat

tersebut.

2) Trauma tidak langsung : Titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur

berjauhan.

Fraktur Patologis

Page 10: Seminar Gadar Buat Besok

Fraktur disebabkan karena proses penyakit seperti osteoporosis, kanker

tulang dan lain-lain.

Degenerasi

Terjadi kemunduran patologis dari jaringan itu sendiri : usia lanjut

Spontan

Terjadi tarikan otot yang sangat kuat seperti olah raga.

 

2.4 Patofisiologis

2.4.1 Patofisiologi Trauma Kepala

2.4.2

Page 11: Seminar Gadar Buat Besok

2.4.3 Patofisiologi Fraktur Servikal

Page 12: Seminar Gadar Buat Besok

2.4 Manifestasi Klinis

a. Head Injury

Hilangnya

kesadaran kurang

dari 30 menit atau

lebih

Kebungungan

Iritabel

Pucat

Mual dan muntah

Pusing kepala

Terdapat hematoma

Kecemasan

Sukar untuk

dibangunkan

Bila fraktur,

mungkin adanya

ciran serebrospinal

yang keluar dari

hidung

(rhinorrohea) dan

telinga (otorrhea)

bila fraktur tulang

temporal.

b. Fraktur Servikal dan Tibia

Nyeri lokal

Pembengkakan

Eritema

Peningkatan suhu

Pergerakan

abnormal

2.5 Pemeriksaan Penunjang

2.5.1 Head Injury

Laboratorium: darah lengkap (hemoglobin, leukosit, CT, BT)

Rotgen Foto

CT Scan

MRI

2.5.2 Fraktur

Page 13: Seminar Gadar Buat Besok

a) Pemeriksaan rontgen : menentukan lokasi / luasnya fraktur trauma

b) Scan tulang, tomogram, scan CT / MRI : memperlihatkan fraktur,

juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan

lunak.

c) Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.

d) Hitung daerah lengkap : HT mungkin meningkat (hemokonsentrasi)

atau menurun (pendarahan sel darah putih adalah respon stress

normal setelah trauma).

e) Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klien

ginjal. (Doenges, 2000 : 762)

2.6 Penatalaksanaan

2.6.1 Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma

kepala adalah sebagai berikut:

1. Observasi 24 jam

2. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.

3. Berikan terapi intravena bila ada indikasi.

4. Anak diistirahatkan atau tirah baring.

5. Profilaksis diberikan bila ada indikasi.

6. Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi.

7. Pemberian obat-obat analgetik.

8. Pembedahan bila ada indikasi.

2.6.2 Fraktur Servikal

Ada empat konsep dasar dalam menangani fraktur, yaitu :

a. Rekognisi

Rekognisi dilakukan dalam hal diagnosis dan penilaian fraktur.

Prinsipnya adalah mengetahui riwayat kecelakaan, derajat

Page 14: Seminar Gadar Buat Besok

keparahannya, jenis kekuatan yang berperan dan deskripsi tentang

peristiwa yang terjadi oleh penderita sendiri.

b. Reduksi

Reduksi adalah usaha / tindakan manipulasi fragmen-fragmen

seperti letak asalnya. Tindakan ini dapat dilaksanakan secara efektif

di dalam ruang gawat darurat atau ruang bidai gips. Untuk

mengurangi nyeri selama tindakan, penderita dapat diberi narkotika

IV, sedative atau blok saraf lokal.

c. Retensi

Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus dimobilisasi atau

dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai

terjadi penyatuan. Immobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi

eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi gips, bidai,

traksi dan teknik fiksator eksterna.

d. Rehabilitasi

Merupakan proses mengembalikan ke fungsi dan struktur semula

dengan cara melakukan ROM aktif dan pasif seoptimal mungkin

sesuai dengan kemampuan klien. Latihan isometric dan setting otot.

Diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan

peredaran darah.

Page 15: Seminar Gadar Buat Besok

BAB III

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN

INSTALASI GAWAT DARURAT PADA TN. A DENGAN HEAD INJURY,

FRAKTUR SERVICAL DAN FRAKTUR TIBIA DISTAL DI RUANG IGD

RUMAH SAKIT UMUM CIBABAT

I. IDENTITAS / BIODATA

Nama : Tn. A

Umur : 54 th

Tanggal Masuk RS : 11 – 05 – 2011

No. Medrec : 660151

Diagnosa Medis : Head Injury, Fraktur servical dan fraktur tibia distal

Alamat : Ciwidey

II. ANAMNESA

Tekanan darah : 90/70 mmHg

Nadi : 62x/menit

Suhu : 350C

Respirasi : 13x/menit

Keluhan Utama

Luka robek dibagian kepala belakang kurang lebih 7cm, perdarahan melalui

hidung, telinga dan mulut, terdapat fraktur di leher dan dikaki.

Page 16: Seminar Gadar Buat Besok

Jam Data Masalah JamTindakan

Keperawatan

19.30 PRYMARY

SURVEY

A. Airway

Jalan nafas tidak

bebas,

pangkal

lidah jatuh,

perdarahan

dihidung

dan mulut,

suara nafas

stridor

Bersihan jalan nafas

Terjadi benturan hebat

didaerah kepala

Perdarahan hebat

Darah mengalir ke

hidung dan mulut

Akumulasi darah di

jalan nafas

Bersihan jalan nafas

tidak efektif

19.30 membersihkan

jalan nafas

memberikan

posisi nyaman

semifowler

melakukan

penghisapan

darah (suction)

pemasangan

mayo

pemasangan

ETT

19.55 B. Breathing

Pola nafas

dispneu,

bunyi nafas

stridor,

irama nafas

Gangguan pola nafas

tidak efektif

Cedera kapala

Kerusakan sel otak

19.55 Mengobservasi

frekuensi nafas,

irama

kedalaman

suara nafas

Memperhatikan

Page 17: Seminar Gadar Buat Besok

tidak teratur

Rangsangan simpatis

Tahanan vaskuler

sistemik dan TD

Tek. Pembuluh darah

pulmonal

Tekanan hidrostatik

Kebocoran cairan

kapiler

Oedema paru

Difusi O2 terhambat

Gangguan pola nafas

tidak efektif

pengembangan

dinding dada

Pemasangan

ETT

Pemberian O2

15 lt/mnt via

ambubag

20.10 C. Sirkulation Gangguan perfusi 20.10 Mengukur TTV

Page 18: Seminar Gadar Buat Besok

Akral dingin

klien pucat,

sianosis,

pengisian

kapiler >

2dtk, nadi

teraba, TD

90/70

mmHg,

terdapat

perdarahan

didaerah

hidung,

mulut dan

telinga,

kulit kering,

turgor

kurang baik

jaringan perifer

Cedera kepala

Kerusakan sel otak

Rangsangan simpatis

Tahanan vaskuler

sistemik dan TD

Tekanan pembuluh

darah pulmonal

Tekanan hidrostatik

Kebocoran cairan kapiler

Oedema

Cardiac output

Mengkaji

kekuatan nadi

perifer

Mengkaji tanda

– tanda

dehidrasi

Memberikan

cairan melalui

intravena

Memonitoring

intake – output

cairan setiap

jam : pasang

kateter

Pemasangan

CVP dan

memonitoring

CVP serta

perubahan

elektrolit tubuh

Melakukan

infus dengan

jarum yang

besar 2 line

Page 19: Seminar Gadar Buat Besok

Gangguan perfusi

jaringan perifer

20.35 SECONDARY

SURVEY

D. Disability

Tingkat

kesadaran

koma, nilai

GCS 3

dengan E =

1 tidak ada

respon M =

1 tidak ada

respon V =

1 tidak ada

respon,

respon

cahaya (-),

ukuran

pupil

anisokor,

kekuatan

otot

1 1

1 1

Gangguan perfusi

jaringan serebral

Traumatik

Mengalami cedera

kepala

Luka robek dibagian

kepala belakang

Epidural, subdural dan

hematoma

Terjadi TIK

Autoregulasi darah

otak terganggu

20.35 Mengukur TTV

Mengobservasi

tingkaat

kesadaran

Pemberian O2

15 lt/menit via

ambubag

Pemberian infus

2 line

Pemberian

adrenalin

Page 20: Seminar Gadar Buat Besok

Aliran darah ke otak

Hipoksia dan CO2

Asam laktat

Oedema otak

Gangguan perfusi

jaringan cerebral

Page 21: Seminar Gadar Buat Besok

20.45 E. Exposure

Adanya trauma

pada daerah

kepala, luka

robek

dikepala

bagian

belakang

kurang

lebih 7 cm,

patah tulang

di bagian

leher dan

kaki

dibagian

tulang

kering

Gangguan rasa nyaman

nyeri b/d inkotinuitas

jaringan

Luka robek terjadi pada

bagian kepala belakang

Perdarahan hebat

Terjadi inflamasi

Merangsang

pengeluaran zat – zat

histamin, bradikinin

dan seronin

Merangsang

pengeluaran impuls

nyeri di cortex serebri

Nyeri dipersepsikan

20.45 Mengkaji

karakteristik

nyeri (skala

Nyeri 9)

Membatasi

aktivitas yang

meningkatkan

aktivitas nyeri

Pemberian

analgetik

Pemberian O2

15 lt/mnt via

ambubag

Pemberian infus

2 line

Melakukan

hecting dibagian

kepala belakang

untuk

menghentikan

perdarahan

21.00 F. Fahrenhait - 21.00 Memonitor

Page 22: Seminar Gadar Buat Besok

Suhu badan

klien dingin

TTV

Melindungi

klien dari

lingkungan

dingin

Evaluasi

21.10 PRIMARY SURVEY

A. Airway

S : -

O : klien terpasang mayo dan ETT

A : masalah belum teratasi

P : intervensi dihentikan karena klien meninggal

B. Breathing

S : -

O : terpasang ETT dan pemberian O2 15 lt/mnt via ambubag

A : masalah teratasi

P : intervensi dihentikan karena pasien meninggal

C. Circulations

S : -

O : terpasang CVP dan infus dengan jarum besar 2 line

A : masalah belum tertasi

P : intervensi dihentikan klien meninggal

SECONDARY SURVEY

D. Disability

S : -

O : nilai GCS klien 3

A : masalah belum teratasi

Page 23: Seminar Gadar Buat Besok

P : intervensi dihentikan karena pasien meninggal

E. Exposure

S : -

O : luka terbuka dikepala sudah tertutup setelah dihecting

A : masalah belum teratasi

P : intervensi dihentikan karena pasien meniggal

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

 Berdasarkan uraian pada bab pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Tengkorak sebagai pelindung jaringan otak mempunyai daya elastisistas

untuk membatasi trauma kepala bila terbentur benda tumpul

2. Pada pasien Nyonya N setelah dilakukan tindakan kepreawatan selam 2x24

jam pasien mengatakan tidak cidera kepala lagi, semua masalah pasien dapat

teratasi.

Page 24: Seminar Gadar Buat Besok

Trauma kepala terdiri dari trauma kulit kepala, tulang kranial dan otak. Klasifikasi

cedera kepala meliputi trauma kepala tertutup dan trauma kepala terbuka yang

diakibatkan oleh mekanisme cedera yaitu cedera percepatan (aselerasi) dan cedera

perlambatan (deselerasi).

Cedera kepala primer pada trauma kepala menyebabkan edema serebral, laserasi atau

hemorragi. Sedangkan cedera kepala sekunder pada trauma kepala menyebabkan

berkurangnya kemampuan autoregulasi pang pada akhirnya menyebabkan terjadinya

hiperemia (peningkatan volume darah dan PTIK). Selain itu juga dapat menyebabkan

terjadinya cedera fokal serta cedera otak menyebar yang berkaitan dengan kerusakan

otak menyeluruh. Komplikasi dari trauma kepala adalah hemorragi, infeksi, odema

dan herniasi. Penatalaksanaan pada pasien dengan trauma kepala adalah dilakukan

observasi dalam 24 jam, tirah baring, jika pasien muntah harus dipuasakan terlebih

dahulu dan kolaborasi untuk pemberian program terapi serta tindakan pembedahan.

DAFTAR PUSTKA

1. Pahrid Tuti SKP, 1994, Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan gangguan

Sistem Pernafasan, Jakarta, Kedokteran EGC.

2. Carpenito Lynda Juall RN. MSn. CRNP, 1999, Buku Saku Diagnosa Keperawatan,

Ed. 8, Jakarta, EGC.

3. Bandini, Nancy Swift, Manula Of Neurologikal Nursing, Littlc Brown and

Company, Boston,1983.

4. Suriadi & Rita Yuliani. Asuhan Keperawatan Pada Anak , Edisi I. Jakarta: CV

Sagung Seto; 2001.

5. Hudak & Gallo. Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik , Volume II. Jakarta:

EGC; 1996.

6. Cecily LB & Linda AS. Buku Saku Keperawatan Pediatrik . Edisi 3. Jakarta: EGC;

2000.

Page 25: Seminar Gadar Buat Besok

7. Suzanne CS & Brenda GB. Buku Ajar Medikal Bedah . Edisi 8. Volume 3. Jakarta:

EGC; 1999.


Top Related