Download - Seminar Gadar Buat Besok
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat dan rahmat-Nya lah penulis dapat menyelesaikan sebuah Makalah yang
berjudul ”RESUME KEPERAWATAN PADA TRAUMA KEPALA DISERTAI
FRAKTUR SERVICAL DAN FRAKTUR TIBIA DISTAL” dengan baik dan tepat
pada waktunya.
Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Mona Megasari
S.Kep.,Ners selaku dosen mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat dan kepada semua
pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian Resume ini, baik berupa
materi-materi, pemikiran dan lain sebagainya. Sehingga makalah ini dapat
terselesaikan dengan baik. Dan penulis mengharapkan Resume ini dapat bermanfaat
nantinya bagi para pembaca.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Resume ini masih memiliki kekurangan
dan sangat jauh dari kata sempurna, seperti kata peribahasa yaitu tak ada gading yang
tak retak. Oleh karena itu, penulis mengaharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Cimahi,Agustus 2011
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Traumatic Brain Injury merupakan salah satu penyebab kematian,
kesakitan dan kecacatan serta bertanggung jawab pada proporsi yang signifikan
terhadap kematian akibat trauma di Amerika Serikat. Insidensi tahunan dari
trauma kepala yaitu sekitar 600 hingga 900 orang per 100.000 populasi. Terdapat
200 hingga 500 orang dirawat di unit gawat darurat, 150 hingga 250 orang
dirawat di rumah sakit dengan Traumatic Brain Injury, dan 20 hingga 30 orang
meninggal ( 50% di rumah sakit dan 50% di luar rumah sakit) per tahunnya
(Bruns and Hauser, 2003). Data menunjukkan bahwa, rata-rata sekitar 1.400.000
orang mengalami Traumatic Brain Injury setiap tahun di Amerika Serikat,
dimana 50.000 orang meninggal dan 235.000 orang dirawat di rumah sakit.
Penyebab utama dari Traumatic Brain Injury antara lain akibat jatuh (28%),
kecelakaan lalu lintas berupa tabrakan kendaraan bermotor (20%), bertubrukan
dengan benda yang bergerak maupun diam (19%), dan penyebab lainnya (CDC,
2007). Puncak insidensi dari Traumatic Brain Injury yaitu antara umur 15 - 24
tahun dan orang yang berumur > 64 tahun. Laki-laki memiliki kemungkinan
mengalami Traumatic Brain Injury dua kali lipat lebih besar daripada wanita.
Pada populasi warga sipil, alkohol terlibat pada lebih dari setengah kasus
Traumatic Brain Injury. Menurut penelitian, kecelakaan kendaraan bermotor
terutama kecelakaan sepeda motor, terhitung sebagai salah satu penyebab
traumatic brain injury terbanyak pada warga sipil (Nicholl and LaFrance, 2009).
Di Indonesia sendiri, cedera merupakan salah satu penyebab kematian
utama setelah stroke, tuberkulosis, dan hipertensi ( Depkes RI, 2009 ). Proporsi
bagian tubuh yang terkena cedera akibat jatuh dan kecelakaan lalu lintas salah
satunya adalah kepala yaitu 6.036 (13,1%) dari 45.987 orang yang mengalami
cedera jatuh dan 4.089 (19,6%) dari 20.289 orang yang mengalami kecelakaan
lalu lintas (Riskesdas, 2007 dalam Riyadina, 2009).
Terdapat banyak cara untuk mengklasifikasikan keparahan dari
Traumatic Brain Injury. Glasgow Coma Scale adalah salah satu cara menentukan
keparahan dan paling sering digunakan secara klinis. Glasgow Coma Scale
didasari pada respon pasien terhadap pembukaan mata, fungsi verbal dan
berbagai fungsi atau respon motorik terhadap berbagai stimulus (Bruns and
Hauser, 2003). Glasgow Coma Scale diciptakan oleh Jennet dan Teasdale pada
tahun 1974. Sejak saat itu GCS merupakan tolak ukur klinis yang digunakan
untuk menilai beratnya cedera kepala. GCS seharusnya telah diperiksa pada
penderita-penderita pada awal cedera terutama sebelum mendapat obat-obat
paralitik dan sebelum intubasi. (Sastrodiningrat, 2007).
Glasgow Coma Scale merupakan suatu sistem skoring yang telah
distandarisasi untuk menilai status neurologis pasien dengan trauma kapitis. Nilai
GCS yang akurat dipergunakan untuk pengobatan langsung dan untuk prediksi
outcome pasien. Nilai GCS yang akurat hanya bisa didapat setelah resusitasi
tetapi sebelum diberikan sedasi ataupun intubasi (Tintinalli et al, 2004). GCS
juga merupakan faktor prediksi yang kuat dalam menentukan prognosa, dimana
suatu skor GCS yang rendah pada awal cedera berhubungan dengan prognosa
yang buruk (Sastrodiningrat, 2007).
Nilai tertinggi dari pemeriksaan Glasgow Coma Scale adalah 15 dan
terendah adalah 3. Berdasarkan nilai Glasgow Coma Scale, cedera kepala dapat
dibagi atas : Cedera kepala ringan yang dinyatakan dengan GCS 14-15, cedera
kepala sedang yang dinyatakan dengan GCS 9-13, dan cedera kepala berat yang
dinyatakan dengan GCS ≤ 8 ( Japardi, 2004 ).
Kelemahan dalam penentuan skor GCS terdapat pada waktu penilaian
awal yang tidak tepat, komponen GCS yang jarang diperhatikan sehingga
menyebabkan hilangnya informasi, dan urutan penilaian GCS yang tidak
konsisten. Kelemahan tersebut dapat mengurangi reliabilitas GCS baik secara
klinis maupun dalam konteks ilmiah. (Zuercher et al, 2009).
Penentuan Glasgow Coma Ccale secara cepat dan tepat sangat membantu
dalam menentukan keparahan dari Traumatic Brain Injury dan menentukan
tindakan lebih lanjut terhadap pasien. Dikarenakan pentingnya Glasgow Coma
Scale maka diperlukan pengetahuan tentang gambaran Glasgow Coma Scale
pada trauma kapitis. Selain itu, belum terdapat adanya data yang lengkap
mengenai kejadian trauma kapitis sehingga insidensinya dapat dinilai.
1.2 Tujuan
1.2.1 Untuk mengetahui pengertian dari trauma kepala?
1.2.2 Untuk mengetahui apa saja klasifikasi dari trauma kepala?
1.2.3 Untuk mengetahui etiologi dari trauma kepala?
1.2.4 Untuk mengetahui patofisiologi dari trauma kepala?
1.2.5 Untuk mengetahui manifestasi klinis dari trauma kepala?
1.2.6 Untuk mengetahui komplikasi apa yg dapat terjadi akibat trauma kepala?
1.2.7 Untuk mengetahui pemeriksaan punujang apa yang dilakukan pada pasien
trauma kepala?
1.2.8 Untuk mengetahui penatalaksanaan apa yang dilakukan pada pasien
trauma kepala??
1.3 Rumusan Masalah
1.3.1 Apa pengertian dari trauma kepala?
1.3.2 Apa saja klasifikasi dari trauma kepala?
1.3.3 Apa saja etiologi dari trauma kepala?
1.3.4 Bagaimana patofisiologi dari trauma kepala?
1.3.5 Apa saja manifestasi klinis dari trauma kepala?
1.3.6 Komplikasi apa yg dapat terjadi akibat trauma kepala?
1.3.7 Pemeriksaan punujang apa yang dilakukan pada pasien trauma kepala?
1.3.8 Penatalaksanaan apa yang dilakukan pada pasien trauma kepala??
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
2.1.1 Pengertian Trauma Kepala
Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit
kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara
langsung maupun tidak langsung pada kepala. (Suriadi & Rita Yuliani,
2001).
Jenis Trauma Kepala :
1. Robekan kulit kepala.
Robekan kulit kepala merupakan kondisi agak ringan dari trauma kepala.
Oleh karena kulit kepala banyak mengandung pembuluh darah dengan
kurang memiliki kemampuan konstriksi, sehingga banyak trauma kepala
dengan perdarahan hebat. Komplikasi utama robekan kepala ini adalah
infeksi.
2. Fraktur tulang tengkorak.
Fraktur tulang tengkoran sering terjadi pada trauma kepala. Beberapa cara
untuk menggambarkan fraktur tulang tengkorak
a. Garis patahan atau tekanan.
b. Sederhana, remuk atau compound.
c. Terbuka atau tertutup.
2.1.2 Pengertian Fraktur
Fraktur adalah terputusnya hubungan atau kontinuitas tulang karena
stress pada tulang yang berlebihan (Luckmann and Sorensens, 1993 : 1915)
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu
sendiri, dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah
fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. (Price and Wilson, 1995
: 1183)
Fraktur menurut Rasjad (1998 : 338) adalah hilangnya konstinuitas
tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total
maupun yang parsial.
a. Fraktur Servical
Cedera tulang belakang adalah cedera mengenai cervicalis,
vertebralis dan lumbalis akibat trauma ; jatuh dari ketinggian, kecelakakan
lalu lintas, kecelakakan olah raga dsb ( Sjamsuhidayat, 1997).
b. Fraktur Tibia
Fraktur Tibia Fibula adalah terputusnya tulang tibia dan fibula.
2.2 Klasifikasi
2.2.1 Klasifikasi trauma kepala berdasarkan Nilai Skala Glasgow (SKG):
a. Minor
SKG 13 – 15
Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari
30 menit.
Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral,
hematoma.
b. Sedang
SKG 9 – 12
Kehilangan kesadaran dan amnesia lebih dari 30 menit tetapi
kurang dari 24 jam.
Dapat mengalami fraktur tengkorak.
c. Berat
SKG 3 – 8
Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma
intrakranial.
2.2.2 Klasifikasi Fraktur
1) Fraktur komplet : Fraktur / patah pada seluruh garis tengah tulang
dan biasanya mengalami pergeseran dari posisi normal.
2) Fraktur tidak komplet : Fraktur / patah yang hanya terjadi pada
sebagian dari garis tengah tulang.
3) Fraktur tertutup : Fraktur yang tidak menyebabkan robeknya kulit,
jadi fragmen frakturnya tidak menembus jaringan kulit.
4) Fraktur terbuka : Fraktur yang disertai kerusakan kulit pada tempat
fraktur (Fragmen frakturnya menembus kulit), dimana bakteri dari
luar bisa menimbulkan infeksi pada tempat fraktur (terkontaminasi
oleh benda asing)
Grade I : Luka bersih, panjang <>
Grade II : Luka lebih besar / luas tanpa kerusakan jaringan
lunak yang ekstensif
Grade III : Sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan
jaringan lunak yang ekstensif, merupakan yang paling berat.
Jenis khusus fraktur
a) Greenstick : Fraktur dimana salah satu sisi tulang patah, sedang sisi
lainnya membengkok.
b) Tranversal : Fraktur sepanjang garis tengah tulang.
c) Oblik : Fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang.
d) Spiral : Fraktur memuntir seputar batang tulang
e) Kominutif : Fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen
f) Depresi : Fraktur dengan fragmen patahan terdorong kedalam
(sering terjadi pada tulang tengkorak dan tulang wajah)
g) Kompresi : Fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi
pada tulang belakang)
h) Patologik : Fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit
(kista tulang, penyakit pegel, tumor)
i) Avulsi : Tertariknya fragmen tulang oleh ligament atau tendon pada
perlekatannya
j) Epifiseal : Fraktur melalui epifisis
k) Impaksi : Fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen
tulang lainnya. (Smeltzer and Bare, 2002 : 2357 – 2358)
2.3 Etiologi
2.3.1 Etiologi Head Injury
Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan
mobil.
Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan.
Cedera akibat kekerasan.
2.3.2 Etiologi Fraktur
Trauma
1) Trauma langsung : Benturan pada tulang mengakibatkan ditempat
tersebut.
2) Trauma tidak langsung : Titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur
berjauhan.
Fraktur Patologis
Fraktur disebabkan karena proses penyakit seperti osteoporosis, kanker
tulang dan lain-lain.
Degenerasi
Terjadi kemunduran patologis dari jaringan itu sendiri : usia lanjut
Spontan
Terjadi tarikan otot yang sangat kuat seperti olah raga.
2.4 Patofisiologis
2.4.1 Patofisiologi Trauma Kepala
2.4.2
2.4.3 Patofisiologi Fraktur Servikal
2.4 Manifestasi Klinis
a. Head Injury
Hilangnya
kesadaran kurang
dari 30 menit atau
lebih
Kebungungan
Iritabel
Pucat
Mual dan muntah
Pusing kepala
Terdapat hematoma
Kecemasan
Sukar untuk
dibangunkan
Bila fraktur,
mungkin adanya
ciran serebrospinal
yang keluar dari
hidung
(rhinorrohea) dan
telinga (otorrhea)
bila fraktur tulang
temporal.
b. Fraktur Servikal dan Tibia
Nyeri lokal
Pembengkakan
Eritema
Peningkatan suhu
Pergerakan
abnormal
2.5 Pemeriksaan Penunjang
2.5.1 Head Injury
Laboratorium: darah lengkap (hemoglobin, leukosit, CT, BT)
Rotgen Foto
CT Scan
MRI
2.5.2 Fraktur
a) Pemeriksaan rontgen : menentukan lokasi / luasnya fraktur trauma
b) Scan tulang, tomogram, scan CT / MRI : memperlihatkan fraktur,
juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan
lunak.
c) Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
d) Hitung daerah lengkap : HT mungkin meningkat (hemokonsentrasi)
atau menurun (pendarahan sel darah putih adalah respon stress
normal setelah trauma).
e) Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klien
ginjal. (Doenges, 2000 : 762)
2.6 Penatalaksanaan
2.6.1 Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma
kepala adalah sebagai berikut:
1. Observasi 24 jam
2. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.
3. Berikan terapi intravena bila ada indikasi.
4. Anak diistirahatkan atau tirah baring.
5. Profilaksis diberikan bila ada indikasi.
6. Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi.
7. Pemberian obat-obat analgetik.
8. Pembedahan bila ada indikasi.
2.6.2 Fraktur Servikal
Ada empat konsep dasar dalam menangani fraktur, yaitu :
a. Rekognisi
Rekognisi dilakukan dalam hal diagnosis dan penilaian fraktur.
Prinsipnya adalah mengetahui riwayat kecelakaan, derajat
keparahannya, jenis kekuatan yang berperan dan deskripsi tentang
peristiwa yang terjadi oleh penderita sendiri.
b. Reduksi
Reduksi adalah usaha / tindakan manipulasi fragmen-fragmen
seperti letak asalnya. Tindakan ini dapat dilaksanakan secara efektif
di dalam ruang gawat darurat atau ruang bidai gips. Untuk
mengurangi nyeri selama tindakan, penderita dapat diberi narkotika
IV, sedative atau blok saraf lokal.
c. Retensi
Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus dimobilisasi atau
dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai
terjadi penyatuan. Immobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi
eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi gips, bidai,
traksi dan teknik fiksator eksterna.
d. Rehabilitasi
Merupakan proses mengembalikan ke fungsi dan struktur semula
dengan cara melakukan ROM aktif dan pasif seoptimal mungkin
sesuai dengan kemampuan klien. Latihan isometric dan setting otot.
Diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan
peredaran darah.
BAB III
LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN
INSTALASI GAWAT DARURAT PADA TN. A DENGAN HEAD INJURY,
FRAKTUR SERVICAL DAN FRAKTUR TIBIA DISTAL DI RUANG IGD
RUMAH SAKIT UMUM CIBABAT
I. IDENTITAS / BIODATA
Nama : Tn. A
Umur : 54 th
Tanggal Masuk RS : 11 – 05 – 2011
No. Medrec : 660151
Diagnosa Medis : Head Injury, Fraktur servical dan fraktur tibia distal
Alamat : Ciwidey
II. ANAMNESA
Tekanan darah : 90/70 mmHg
Nadi : 62x/menit
Suhu : 350C
Respirasi : 13x/menit
Keluhan Utama
Luka robek dibagian kepala belakang kurang lebih 7cm, perdarahan melalui
hidung, telinga dan mulut, terdapat fraktur di leher dan dikaki.
Jam Data Masalah JamTindakan
Keperawatan
19.30 PRYMARY
SURVEY
A. Airway
Jalan nafas tidak
bebas,
pangkal
lidah jatuh,
perdarahan
dihidung
dan mulut,
suara nafas
stridor
Bersihan jalan nafas
Terjadi benturan hebat
didaerah kepala
Perdarahan hebat
Darah mengalir ke
hidung dan mulut
Akumulasi darah di
jalan nafas
Bersihan jalan nafas
tidak efektif
19.30 membersihkan
jalan nafas
memberikan
posisi nyaman
semifowler
melakukan
penghisapan
darah (suction)
pemasangan
mayo
pemasangan
ETT
19.55 B. Breathing
Pola nafas
dispneu,
bunyi nafas
stridor,
irama nafas
Gangguan pola nafas
tidak efektif
Cedera kapala
Kerusakan sel otak
19.55 Mengobservasi
frekuensi nafas,
irama
kedalaman
suara nafas
Memperhatikan
tidak teratur
Rangsangan simpatis
Tahanan vaskuler
sistemik dan TD
Tek. Pembuluh darah
pulmonal
Tekanan hidrostatik
Kebocoran cairan
kapiler
Oedema paru
Difusi O2 terhambat
Gangguan pola nafas
tidak efektif
pengembangan
dinding dada
Pemasangan
ETT
Pemberian O2
15 lt/mnt via
ambubag
20.10 C. Sirkulation Gangguan perfusi 20.10 Mengukur TTV
Akral dingin
klien pucat,
sianosis,
pengisian
kapiler >
2dtk, nadi
teraba, TD
90/70
mmHg,
terdapat
perdarahan
didaerah
hidung,
mulut dan
telinga,
kulit kering,
turgor
kurang baik
jaringan perifer
Cedera kepala
Kerusakan sel otak
Rangsangan simpatis
Tahanan vaskuler
sistemik dan TD
Tekanan pembuluh
darah pulmonal
Tekanan hidrostatik
Kebocoran cairan kapiler
Oedema
Cardiac output
Mengkaji
kekuatan nadi
perifer
Mengkaji tanda
– tanda
dehidrasi
Memberikan
cairan melalui
intravena
Memonitoring
intake – output
cairan setiap
jam : pasang
kateter
Pemasangan
CVP dan
memonitoring
CVP serta
perubahan
elektrolit tubuh
Melakukan
infus dengan
jarum yang
besar 2 line
Gangguan perfusi
jaringan perifer
20.35 SECONDARY
SURVEY
D. Disability
Tingkat
kesadaran
koma, nilai
GCS 3
dengan E =
1 tidak ada
respon M =
1 tidak ada
respon V =
1 tidak ada
respon,
respon
cahaya (-),
ukuran
pupil
anisokor,
kekuatan
otot
1 1
1 1
Gangguan perfusi
jaringan serebral
Traumatik
Mengalami cedera
kepala
Luka robek dibagian
kepala belakang
Epidural, subdural dan
hematoma
Terjadi TIK
Autoregulasi darah
otak terganggu
20.35 Mengukur TTV
Mengobservasi
tingkaat
kesadaran
Pemberian O2
15 lt/menit via
ambubag
Pemberian infus
2 line
Pemberian
adrenalin
Aliran darah ke otak
Hipoksia dan CO2
Asam laktat
Oedema otak
Gangguan perfusi
jaringan cerebral
20.45 E. Exposure
Adanya trauma
pada daerah
kepala, luka
robek
dikepala
bagian
belakang
kurang
lebih 7 cm,
patah tulang
di bagian
leher dan
kaki
dibagian
tulang
kering
Gangguan rasa nyaman
nyeri b/d inkotinuitas
jaringan
Luka robek terjadi pada
bagian kepala belakang
Perdarahan hebat
Terjadi inflamasi
Merangsang
pengeluaran zat – zat
histamin, bradikinin
dan seronin
Merangsang
pengeluaran impuls
nyeri di cortex serebri
Nyeri dipersepsikan
20.45 Mengkaji
karakteristik
nyeri (skala
Nyeri 9)
Membatasi
aktivitas yang
meningkatkan
aktivitas nyeri
Pemberian
analgetik
Pemberian O2
15 lt/mnt via
ambubag
Pemberian infus
2 line
Melakukan
hecting dibagian
kepala belakang
untuk
menghentikan
perdarahan
21.00 F. Fahrenhait - 21.00 Memonitor
Suhu badan
klien dingin
TTV
Melindungi
klien dari
lingkungan
dingin
Evaluasi
21.10 PRIMARY SURVEY
A. Airway
S : -
O : klien terpasang mayo dan ETT
A : masalah belum teratasi
P : intervensi dihentikan karena klien meninggal
B. Breathing
S : -
O : terpasang ETT dan pemberian O2 15 lt/mnt via ambubag
A : masalah teratasi
P : intervensi dihentikan karena pasien meninggal
C. Circulations
S : -
O : terpasang CVP dan infus dengan jarum besar 2 line
A : masalah belum tertasi
P : intervensi dihentikan klien meninggal
SECONDARY SURVEY
D. Disability
S : -
O : nilai GCS klien 3
A : masalah belum teratasi
P : intervensi dihentikan karena pasien meninggal
E. Exposure
S : -
O : luka terbuka dikepala sudah tertutup setelah dihecting
A : masalah belum teratasi
P : intervensi dihentikan karena pasien meniggal
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada bab pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Tengkorak sebagai pelindung jaringan otak mempunyai daya elastisistas
untuk membatasi trauma kepala bila terbentur benda tumpul
2. Pada pasien Nyonya N setelah dilakukan tindakan kepreawatan selam 2x24
jam pasien mengatakan tidak cidera kepala lagi, semua masalah pasien dapat
teratasi.
Trauma kepala terdiri dari trauma kulit kepala, tulang kranial dan otak. Klasifikasi
cedera kepala meliputi trauma kepala tertutup dan trauma kepala terbuka yang
diakibatkan oleh mekanisme cedera yaitu cedera percepatan (aselerasi) dan cedera
perlambatan (deselerasi).
Cedera kepala primer pada trauma kepala menyebabkan edema serebral, laserasi atau
hemorragi. Sedangkan cedera kepala sekunder pada trauma kepala menyebabkan
berkurangnya kemampuan autoregulasi pang pada akhirnya menyebabkan terjadinya
hiperemia (peningkatan volume darah dan PTIK). Selain itu juga dapat menyebabkan
terjadinya cedera fokal serta cedera otak menyebar yang berkaitan dengan kerusakan
otak menyeluruh. Komplikasi dari trauma kepala adalah hemorragi, infeksi, odema
dan herniasi. Penatalaksanaan pada pasien dengan trauma kepala adalah dilakukan
observasi dalam 24 jam, tirah baring, jika pasien muntah harus dipuasakan terlebih
dahulu dan kolaborasi untuk pemberian program terapi serta tindakan pembedahan.
DAFTAR PUSTKA
1. Pahrid Tuti SKP, 1994, Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan gangguan
Sistem Pernafasan, Jakarta, Kedokteran EGC.
2. Carpenito Lynda Juall RN. MSn. CRNP, 1999, Buku Saku Diagnosa Keperawatan,
Ed. 8, Jakarta, EGC.
3. Bandini, Nancy Swift, Manula Of Neurologikal Nursing, Littlc Brown and
Company, Boston,1983.
4. Suriadi & Rita Yuliani. Asuhan Keperawatan Pada Anak , Edisi I. Jakarta: CV
Sagung Seto; 2001.
5. Hudak & Gallo. Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik , Volume II. Jakarta:
EGC; 1996.
6. Cecily LB & Linda AS. Buku Saku Keperawatan Pediatrik . Edisi 3. Jakarta: EGC;
2000.
7. Suzanne CS & Brenda GB. Buku Ajar Medikal Bedah . Edisi 8. Volume 3. Jakarta:
EGC; 1999.