Download - Semen Tara
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Pengertian Minilink Backhaul
Minilink backhaul adalah suatu teknologi microwave yang dikembangkan
dan digunakan untuk pengiriman data dari suatu titik ke titik yang lain. Teknologi
minilink dapat diimplementasikan pada jaringan yang besar dan mendukung
layanan full ip based dengan kapasitas yang besar hingga mencapai 1Gbps. Pada
tugas akhir ini produk minilink yang digunakan adalah Minilink TN.
Gambar 2.1 Minilink TN
Keuntungan lain dengan penggunaan teknologi Minilink adalah efisiensi
biaya. Seiring bertambahnya kapasitas yang dibutuhkan oleh jaringan, maka
kapasitas yang digunakan untuk hubungan backhaul juga akan bertambah besar,
dengan teknologi minilink ini kapasitas dapat ditingkatkan sesuai dengan
kebutuhkan hingga 1Gbps. Teknologi SDH dan ATM juga memungkinkan untuk
diterapkan pada teknologi backhaul minilink ini.
2.2 Definisi Backhaul
Backhaul adalah suatu jalur atau link yang menghubungkan dari suatu
Base Station (BS) ke suatu Core Network (CN) untuk mengambil trafik dari BS
tersebut dan dihubungkan ke CN.
Ada beberapa jenis cara yang dapat digunakan sebagai link backhaul
seperti microwave, E1, dll. Akan tetapi yang akan kita bahas pada tugas akhir ini
adalah backhaul dengan menggunakan Minilink TN. Adapun keuntungan yang
didapatkan bila menggunakan Minilink TN adalah:
1. High Throughput (up to 1Gbps).
2. Memiliki QoS yang tinggi.
3. Mendukung teknik diversitas untuk pengirim dan penerima.
4. Mendukung komunikasi backhaul pada teknologi 2G, 3G, 4G (LTE).
Backhaul yang digunakan dalam suatu perancangan memiliki beberapa
topologi jaringan, seperti ring, star, dan mesh. Pada perancangan jaringan
backhaul untuk mendukung jaringan LTE ini menggunakan topologi jaringan
ring. Alasannya karena topologi jaringan ring memiliki efisiensi link apabila ada
suatu link yang rusak dan topologi jaringan yang paling umum digunakan untuk
jaringan backhaul adalah ring.
Gambar 2.3 Topologi Jaringan Backhaul
2.3 Propagasi LOS dan NLOS
Dalam kondisi LOS, sinyal berjalan secara langsung dan tanpa penghalang
dari pengirim ke penerima. Tapi dalam kondisi NLOS, sinyal tiba di penerima
melalui pantulan, scaterring dan difraksi.
Sinyal yang tiba di penerima bisa terdiri dari beberapa komponen yaitu
direct path, multiple reflected path, scattered energy dan diffracted propagation
path. Sinyal-sinyal ini memiliki delay, atenuasi, polarisasi dan stabilitas yang
berbeda terutama dibandingkan dengan sinyal direct path.
Pada Tugas Akhir ini, perencanaan jaringan Minilink TN sebagai backhaul
menggunakan propagasi LOS dalam mentransmisikan pancaran sinyal.
Gambar 2.4 Propagasi LOS
2.3.1 Perhitungan Propagasi LOS
Hubungan komunikasi untuk jaringan Minilink TN pada tugas akhir ini
menggunakan LOS (Line of Sight). Berikut adalah parameter yang diperhitungkan
untuk memenuhi kebutuhan perencanaan jaringan backhaul:
2.3.1.1 Free Space Loss (FSL)
Parameter ini digunakan untuk mendapatkan nilai rugi-rugi lintasan pada
suatu jaringan komunikasi. Berikut adalah rumus yang digunakan untuk mencari
nilai dari FSL:
Lp = 92,44 + 20 Log FGHz + 20 Log Dkm
Dimana :
Frekuensi : Frekuensi yang digunakan (GHz)
D : Jarak antara pengirim dan penerima (km)
Lp : Total pathloss
2.3.1.2 Tinggi antena
Untuk mendapatkan tinggi antena, kita membutuhkan beberapa parameter
tambahan. Seperti tinggi permukaan, fresnel zone dan faktor kelengkungan bumi.
1. Tinggi permukaan
Permukaan laut merupakan acuan suatu tinggi antena yang ingin
diterapkan. Tinggi permukaan ini dapat dilihat dari kontur kota
Bandung menggunakan software Atoll. Tinggi antena dapat diperoleh
dari suatu nilai parameter kelengkungan bumi, tinggi bukit (obstacle)
antara pengirim dan penerima, dan jari-jari fresnel yang akan
digunakan. Berikut adalah persamaan yang dapat menggambarkan
nilai dari tinggi antena:
Htot = H + Hc + R (2.1)
Dimana : H = Faktor kelengkungan bumi
Hc = Tinggi Obstacle antara pengirim dan penerima
R = Jari-jari fresnel yang digunakan
T = Total tinggi di atas permukaan laut
Nilai dari H atau faktor dari kelengkungan bumi didapat dari
persamaan (2.3)
(2.2)
Dimana : d1 = Jarak dari pengirim ke obstacle
d2 = Jarak dari penerima ke obstacle
Nilai dari R untuk menentukan total tinggi diatas permukaan laut
didapat dari persamaan (2.3)
2. Fresnel zone
Fresnel zone adalah daerah pada suatu lintasan pada suatu
transmisis gelombang yang digambarkan berbentuk elips dan
menunjukan inerferensi gelombang RF jika terdapat blocking.
Gambar 2.5 Fresnel Zone
Nilai nilai jari-jari fresnel zone dapat diperoleh dari persamaan (2.3) :
(2.3)
Dimana : d1 = Jarak dari pengirim ke obstacle
d2 = Jarak dari penerima ke obstacle
F = Frekuensi yang digunakan
(2.4)
Dimana : h1 = Tinggi daratan di pengirim
h2 = Tinggi daratan di penerima
d1 = Jarak dari pengirim ke obstacle
d2 = Jarak dari penerima ke obstacle
hx = Tinggi antenna di pengirim dan penerima
Dengan menggunakan persamaan aljabar matematika dari persamaan (2.4)
dapat diperoleh nilai tinggi antena (hx) yang diperlukan untuk merancang suatu
jaringan backhaul.
2.3.1.3 Transmitted Power dan Received Power
Transmitted power digunakan untuk mendapatkan nilai daya pancar yang
dikirim oleh suatu pengirim di jaringan backhaul Minilink. Dalam proses
perancangan jaringan backhaul Minilink kali ini, digunakan transmitted power
sebesar 30 dBm sesuai dengan spesifikasi perangkat yang digunakan yaitu
StarMax 4100 Base Station.
Received power digunakan untuk mendapatkan nilai daya yang dapat
diterima oleh pemancar di jaringan backhaul Minilink. Untuk mendapatkan nilai
received power, butuh beberapa parameter tambahan yang diperlukan seperti, gain
antena, loss kabel, fading margin dan free space loss. Nilai dari received power
didapatkan dari persamaan dibawah ini:
(2.5)
Dimana : Ptx = Daya yang dikirimkan di antena pengirim
FM = Daya tambahan yang disediakan untuk mengatasi
Loss akibat fading.
Gtx = Penguatan di antena pengirim
Grx = Penguatan di antena penerima
Lka = Loss akibat kabel dari radio base station ke antena
pengirim
Lkb = Loss akibat kabel dari radio base station ke antena
penerima
Lp = Loss propagasi (FSL)
2.4 Perencanaan Jaringan LTE
Perencanaan jaringan LTE dilakukan dengan dua pendekatan yaitu
berdasarkan kapasitas dan berdasarkan daerah cakupan yang nantinya digunakan
sebagai parameter dalam menentukan jumlah site yang dibutuhkan agar dapat
mengcover seluruh wilayah Bandung. Berikut persamaan yang digunakan dalam
menentukan jumlah site.
Kebutuhan jumlah site Omni-directional :
(2.6)
Kebutuhan jumlah site Sektoral 120o
(2.7)
Luas sel :
(2.8)
Radius sel sectoral 120o :
(2.9)
2.4.1 Perencanaan Jaringan Berdasarkan Kapasitas
Dalam perencanaan jaringan berdasarkan kapasitas, estimasi jumlah site
yang dibutuhkan pada suatu wilayah layanan diperoleh dengan terlebih dahulu
menghitung network throughput dan cell capacity dari wilayah layanan. Network
throughput merupakan total throughput demand yang dibutuhkan untuk dapat
melayani seluruh user pada wilayah layanan. Cell capacity merupakan kapasitas
sistem dari sebuah cell.
Network throughput diperoleh dari data statistik jumlah penduduk dan
service model pada tabel dan persamaan-pesamaan berikut.
Tabel 2.3 Data statistik jumlah penduduk dan penetrasi
Tahun 2013
Populasi penduduk 2685820
Penetrasi seluler 87,6%
Penetrasi LTE 21,5%
Market share operator X 62%
Persamaan faktor pertumbuhan penduduk :
(2.10)
Dengan :
Pn = jumlah penduduk tahun ke-n
GF = faktor pertumbuhan penduduk
Po = jumlah penduduk tahum ke-0 (2013)
Persamaan total target user :
(2.11)
Dengan : Pn = jumlah penduduk tahun ke-n
A = jumlah penduduk usia produktif/penetrasi pengguna seluler
B = market share operator X
C = penetrasi user LTE operator X
Tabel 2.4 Service Model
Traffic
Parameters
Uplink Downlink
Bearer
Rate
Session
Time
Session
Duty
Ratio
BLERBearer
Rate
Session
Time
Session
Duty
Ratio
BLER
VoIP 26.9 80 0.4 1% 26.9 80 0.4 1%
Signaling 15.63 7 0.2 1% 15.63 7 0.2 1%
Browsing 62.53 1800 0.05 1% 250.11 1800 0.05 1%
FTP 140.69 600 1 1% 750.34 600 1 1%
Persamaan throughput per service :
(2.12)
Persamaan single user throughput :
(2.13)
Dengan nilai peak to average ratio :
Tabel 2.5 Peak to Average in Environment
Morphology Dense Urban Urban
Peak To Average
Ratio40% 20%
Persamaan network throughput :
(2.14)
Cell capacity diperoleh dari spesifikasi sistem LTE dan dengan menggunakan
persamaan berikut:
(2.15)
Dengan :
CRC = 24
168 = jumlah resource element (RE) dalam 1 msfaktor pertumbuhan penduduk
Po = jumlah penduduk tahum ke-0 (2013)
2.6.2 Perencanaan Jaringan Berdasarkan Daerah Cakupan
Estimasi kebutuhan site pada suatu wilayah layanan dengan metode daerah
cakupan dilakukan dengan memperhatikan kemampuan suatu perangkat jaringan
dalam menjangkau wilayah layanan tersebut. Kondisi propagasi gelombang dari
pemancar menuju penerima tidak terlepas dari pengaruh berbagai redaman yang
muncul akibat kondisi lintasan yang dilalui gelombang.
Redaman lintasan atau pathloss tersebut dipengaruhi oleh beberapa hal, di
antaranya adalah frekuensi kerja sistem, jarak antara pemancar dan penerima, dan
kondisi terrain yang dilalui oleh gelombang. Redaman lintasan inilah yang
nantinya akan memberikan informasi mengenai jarak jangkau dari perangkat
jaringan yang direncanakan.
Untuk mengetahui redaman lintasan tersebut, perencana perlu melakukan
perhitungan link budget dari sistem jaringan yang direncanakan dengan
mempertimbangkan sensitivitas suatu penerima dalam menerima gelombang yang
dipancarkan. Sensitifitas penerima ditentukan berdasarkan tipe modulasi terburuk
yang akan dijamin disisi user equipment (UE). Hasil dari perhitungan ini
kemudian disebut sebagai Maximum Allowed PathLoss (MAPL).
Perhitungan MAPL diperlukan untuk menentukan nilai redaman
maksimum dari propagasi gelombang yang masih diizinkan agar eNobeB dan UE
masih dapat berkomunikasi dengan baik pada daerah cakupannya. Tabel (2.5)
berikut menunjukkan spesifikasi perangkat jaringan LTE.
Tabel 2.6 Parameter link budget LTE
Components Parameter Unit Downlink Components Parameter Unit Uplink
eNode B Transmit Power dBm 43 UE TX Power/RB dBm 23
eNodeB Gain dBi 18 UE Antenna Gain dB 0
Feeder Loss dB 2 Feeder Loss UE TX dB 0
Thermal Noise dBm -174 Thermal Noise dBm -174
UE Noise Figure dB 7 eNB Noise Figure dB 2.2
SINR dB -5 SINR dB -7
System Bandwidth dB 69.5424 System Bandwidth dB 69.5424
TMA Insertion Loss dB 0.5 eNodeB Gain dBi 18
UE Antenna Gain dB 0 Feeder Loss dB 2
Body Loss dB 3 Body Loss dB 3
Penetration Loss dB 12 Penetration Loss dB 12
Fading Margin dB 5 Fading Margin dB 4
Interference Margin dB 10 Interference Margin dB 3
Dari tadbel (2.6) dapat kita peroleh nilai Effective Isotropic Radiated Power
(EIRP) dan receiver sensitivity.
Persamaan EIRP :
(2.16)
Dimana :
= UE TX power UL / eNodeB transmiter BS DL
eNodeB gain
feeder loss UE TX UL / Feeder loss DL
Persamaan receiver sensitivity :
(2.17)
(2.18)
Dari persamaan (2.15),(2.16) dan (2.17) dan tabel (2.6) dapat diperoleh nilai
MAPL dengan persamaan di bawah ini :
(2.19)
2.7 Stanford University Interim (SUI)
Pada perencanaan ini menggunakan model propagasi SUI. Model ini
merupakan propagasi yang dikembangkan untuk frekuensi di bawah 11 GHz.
Model ini didefinisikan untuk pita frekuensi 2.5 – 2.7 GHz.
Berdasarkan terrain, model SUI membagi 3 jenis, yaitu :
1. Tipe A : path loss terbesar yaitu perbukitan dengan densitas pepohonan
sedang sampai tinggi.
2. Tipe B : path loss pertengahan antara tipe A dan C.
3. Tipe C : path loss terkecil yaitu terrain rata dengan pepohonan jarang.
Tabel 2.7 Terrain tipe SUI
Model ParameterTerrain type
A
Terrain type
B
Terrain type
C
A 4.6 4 3.6
B 0.0075 0.0065 0.005
C 12.6 17.1 20
Perhitungan jarak jangkau maksimum dari suatu perangkat jaringan
dengan menggunakan SUI model ini dapat dilakukan dengan menggunakan
persamaan berikut :
(2.20)
Dimana :
f = Frekuensi
a(Hb) = Faktor koreksi tinggi antena eNodeB
a(Hr) = Faktor koreksi tinggi antena UE
d = Jarak antara eNodeB dan UE
Hb = Tinggi antena eNodeB
Hr = Tinggi antena UE
Untuk memperoleh besar faktor koreksi a(Hb) dan a(Hr) pada persamaan
(2.20) dan persamaan (2.21). Dapat diperoleh dengan persamaan berikut,dengan
subtitusi nilai parameter terrain pada tabel (2.7)
(2.21)
(2.22)
Setelah memperoleh jarak jangkau maksimum (d) dari eNodeB ke UE atau
sebaliknya dengan persamaan dapat pula diperoleh luas sel dengan persamaan:
(2.23)
Estimasi jumlah sel berdasarkan daerah cakupan dapat diperoleh dengan
persamaan:
(2.24)
BAB III
PERANCANGAN JARINGAN
3.1 Tahapan Perancangan Jaringan
Dalam melakukan perencanaan jaringan telekomunikasi, tentu diperlukan
adanya tahapan yang jelas dan sistematis agar perencanaan jaringan tersebut dapat
berjalan dengan baik. Secara garis besar, perencanaan jaringan meliputi tahapan-
tahapan sebagai berikut, yaitu penentuan dan analisis kondisi daerah layanan,
analisis LTE dimensioning berdasarkan kapasitas sistem dan daerah cakupan
wilayah, kebutuhan perancangan jaringan LTE, analisis perancangan jaringan
backhaul Minilink, penentuan jaringan backhaul Minilink dan visualisasi hasil
perancangan.
LTE dimensioning dibagi manjadi 2 bagian, yaitu berdasarkan kapasitas
dan daerah cakupan wilayah. Dimensioning berdasarkan kapasitas melalui tahapan
klasifikasi service model dan estimasi jumlah user, perhitungan single user dan
network throughput dan penentuan jumlah site. Dimensioning berdasarkan daerah
cakupan wilayah melalui tahapan klasifikasi daerah layanan, perhitungan link
budget, dan penentuan jumlah site.
Gambar berikut menunjukkan diagram alir dari tahapan perencanaan
tersebut.
Gambar 3.1 Diagram Perancangan Jaringan
3.2 Analisis Kondisi Wilayah
Perencanaan ini dilakukan di Wilayah Kota Bandung. Kota Bandung
terletak antara 107° Bujur Timur dan 6° 55´ Lintang Selatan. Dengan jumlah
populasi penduduk sekitar 2.685.820 jiwa. Kota ini secara geografis terletak di
tengah – tengah provinsi Jawa Barat sebagai ibu kota provinsi. Kota Bandung
terletak pada ketinggian ±768m diatas permukaan laut rata-rata (mean sea level),
dengan di daerah utara pada umumnya lebih tinggi daripada di bagian selatan.
Ketinggian di sebelah utara adalah ±1050 di atas permukaan laut, sedangkan di
bagian selatan adalah ±675 di atas permukaan laut.
Perancangan jaringan LTE dan jaringan backhaul Minilink di Kota
Bandung akan dilaksanakan pada daerah perkotaan yang dikategorikan sebagai
wilayah urban. Sesuai hasil pengamatan wilayah perancangan, disimpulkan
bahwa kota Bandung tergolong dalam kategori urban dimana kepadatan
penduduk yang cukup tinggi.
Gambar 3.2 Peta Kota Bandung
3.3 Perancangan Jaringan LTE
Perhitungan jumlah site yang dibutuhkan dapat didekati dengan
menggunakan dua metode, yaitu berdasarkan kapasitas dan berdasarkan daerah
cakupan. Metode berdasarkan kapasitas menjelaskan jumlah site yang diperlukan
dalam memenuhi kebutuhan trafik berdasarkan kapasitas sistem yang akan
dirancang. Sedangkan metode berdasarkan daerah cakupan menjelaskan jumlah
site yang diperlukan berdasarkan kemampuan coverage sistem.
3.3.1 Perancangan Jaringan Berdasarkan Kapasitas
Dalam perencanaan jaringan ini estimasi jumlah user diambil dari jumlah
penduduk kota Bandung tahun 2013 sebanyak 2.685.820 jiwa. Berdasarkan
kenaikan jumlah penduduk setiap tahun, dapat diperoleh growth of factor sebesar
1,5%. Growth of Factor adalah suatu nilai persentase kenaikan jumlah suatu
penduduk. Dengan menggunakan persamaan (2.10) diperoleh jumlah penduduk
bandung pada tahun 2018 sebesar 3.261.432 jiwa.
Setelah melakukan perhitungan forecast jumlah penduduk tahun 2018, dilakukan
perhitungan jumlah user LTE operator X tahun 2018 dengan memperhitungkan
nilai penetrasi seluler, penetrasi LTE dan market share operator X pada tabel 2.3
yang disubtitusi pada persamaan (2.11)
3.3.1.1 Klasifikasi Service Model
Service model yang digunakan dalam proses perancangan jaringan ini
adalah layanan VoIP, signaling, FTP dan browsing dengan spesifikasi sesuai
dengan tabel 2.4. Dari layanan yang digunakan tersebut, perlu dilakukan
perhitungan throughput per layanan dengan menggunakan persamaan (2.12)
sehingga diproleh nilai throughput uplink dan downlink untuk tiap layanan sesuai
pada tabel 3.1
Tabel 3.1 Throughput per Layanan
Traffic
Parameters
UL DL
Throughput Throughput
VoIP 869.5 869.5
Signaling 22.1 22.1
Browsing 5684.5 22737.3
FTP 85266.7 454751.5
Total 91842.8 22737.30
Setelah mendapatkan nilai throughput per layanan, dilakukan perhitungan single
user throughput dengan menggunakan persamaan (2.13). Dalam perhitungan
single user throughput membutuh beberapa parameter seperti BHSA dan
penetration ratio seperti pada tabel (3.2).
Tabel 3.2 Traffic Model untuk Various Environment
User Behavior
Dense Urban Urban
Penetration
RatioBHSA
Penetration
RatioBHSA
VoIP 100% 1.4 100% 1.3
Signaling 40% 5 30% 4
Browsing 100% 0.6 100% 0.4
FTP 20% 0.3 20% 0.2
Sehingga diperoleh nilai single user throughput sebagai berikut:
Dengan melakukan perhitungan yang sama seperti diatas, akan didapatkan nilai
total single user throughput seperti pada tabel 3.3
Tabel 3.3 Total single user throughput
Traffic ParametersUrban
UL DL
VoIP 0.377 0.377
Signaling 0.009 0.009
Browsing 0.758 3.032
FTP 1.137 6.063
Total single user throughput 2.280 9.481
3.3.1.2 Network Throughput
Network throughput merupakan kebutuhan throughput yang dibangkitkan
pada suatu daerah layanan. Perhitungan Network throughput dihitung dengan
menggunakan persamaan (2.14)
Dengan melakukan perhitungan yang sama untuk arah uplink, akan didapatkan
network throughput seperti pada tabel 3.4
Tabel 3.4 Network Throughput
ItemUrban
UL (Kbit) DL (Kbit)
Total Target User 99582
Network Throughput 227091 944095
3.3.1.3 Menentukan jumlah site
Sebelum menentukan jumlah site telebih dahulu dilakukan perhitungan
cell capacity dengan persamaan (2.13), (2.14), kemudian hasil perhitungan cell
capacity dan network troughput disubtitusi ke persamaan (2.7) untuk memperoleh
jumlah site dengan pendekatan sektoral sehingga diperoleh hasil sperti pada tabel
3.5 :
Tabel 3.5 Total site calculation
ItemUrban
UL (Kbit) DL (Kbit)
Total Target User 99582
Network Throughput 227091 944095
Cell Capacity 21599976 6479976
Number of Site 3.50 48.56
3.3.2 Perancangan Jaringan Berdasarkan Daerah Cakupan
Etimasi kebutuhan site pada suatu wilayah layanan dengan metode daerah
cakupan dilakukan dengan memperhatikan kemampuan suatu perangkat jaringan
dalam menjangkau wilayah layanan yang direncanakan. Kondisi propagasi
gelombang dari pemancar menuju penerima tidak terlepas dari pengaruh berbagai
redaman yang muncul akibat kondisi lintasan yang dilalui gelombang. Redaman
lintasan atau path loss tersebut dipengaruhi oleh beberapa hal, di antaranya adalah
frekuensi kerja sistem, jarak antara pemancar dan penerima, dan kondisi terrain
yang dilalui oleh gelombang. Redaman lintasan inilah yang nantinya akan
memberikan informasi mengenai jarak jangkau dari perangkat jaringan yang
direncanakan.
Untuk mengetahui redaman lintasan tersebut, perencana perlu melakukan
perhitungan link budget dari sistem jaringan yang direncanakan dengan
mempertimbangkan sensitivitas suatu penerima dalam menerima gelombang yang
dipancarkan. Hasil dari perhitungan ini kemudian disebut sebagai system gain.
Sensitivitas penerima ini ditentukan berdasarkan tipe modulasi terburuk yang
akan dijamin di sisi UE.
3.3.2.1 Perhitungan MAPL
Perhitungan MAPL diperlukan untuk menentukan nilai redaman
maksimum dari propagasi gelombang yang masih diizinkan agar eNode B dan UE
masih dapat berkomunikasi dengan baik pada daerah cakupannya.
Tabel 2.6 menunjukkan nilai yang digunakan pada setiap parameter yang
memberikan pengaruh terhadap kondisi propagasi dari gelombang yang
dipancarkan oleh eNode B. Dengan menggunakan nilai dari paramater-parameter
tersebut, maka MAPL dari perangkat jaringan yang direncanakan dapat diketahui.
Sehingga, jarak jangkau perangkat pun dapat diketahui. Berdasarkan data-
data pada Tabel 2.6 tersebut, maka proses perhitungan MAPL dari perangkat
jaringan dapat dilakukan dengan terlebih dahulu menghitung nilai EIRP dengan
persamaan (2.16) dan receiver sensitivity dengan persamaan (2.17) dan (2.18),
kemudian disubstitusikan ke perhitungan MAPL dengan persamaan (2.19).
Perhitungan pada sisi Uplink (UL) yaitu perhitungan dengan arah propagasi UE-
eNode B :
1. Perhitungan Effective Isotropic Radiated Power (EIRP) UL
` EIRP = 23 + 18– 0 = 41 dBm
2. Perhitungan Receiver sensitivity
Receiver sensitivity = (-174) + 2.2 + (-7) + 69.5424 = - 109.26 dBm
3. Perhitungan Maximum Allowed PathLoss (MAPL) UL
MAPL = 41 dBm – (-109.26) dBm – 3 – 0 – 12 – 4 – 3 = 128.26 dB
Perhitungan pada sisi downlink (DL), yaitu perhitungan dengan arah propagasi
eNode B-UE:
1. Perhitungan Effective Isotropic Radiated Power (EIRP) DL
2. Perhitungan Receiver sensitivity
Receiver sensitivity = (-174) + 5 + (-5) + 69.5424= - 104.46 dBm
3. Perhitungan Maximum Allowed PathLoss (MAPL) DL
MAPL = 59 dBm – (-104.46) dBm – 3 – 0,5 – 12 – 5 – 10 = 132.96
dB
3.3.2.2 Perhitungan Jarak Jangkau
Sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya bahwa jarak maksimum yang
mampu dijangkau oleh perangkat jaringan ditentukan berbagai hal. Beberapa
parameter yang memberikan pengaruh telah dihitung pada subbab sebelumnya.
Parameter lain yang memberikan pengaruh terhadap jarak jangkau tersebut adalah
frekuensi kerja yang digunakan dan kondisi kontur dari wilayah layanan yang
direpresentasikan oleh suatu model propagasi. Dalam tugas akhir ini model
propagasi yang digunakan yaitu SUI model dengan tipe terrain B, dengan
pertimbangan wilayah perencanaan yang memiliki kontur rata dan memiliki
sedikit pepohonan dan bangunan yang tinggi.
Perhitungan jarak jangkau maksimum dari suatu perangkat jaringan
dengan menggunakan SUI model ini dapat dilakukan dengan menggunakan
persamaan (2.20) dengan terlebih dahulu memperhitungkan faktor koreksi tinggi
antena BS dan SS.
Menghitung faktor koreksi tinggi antena BS dengan persamaan (2.21) dengan
parameter a, b, dan c pada tabel 2.7 :
Menghitung faktor koreksi tinggi antena SS dengan persamaan (2.22) :
Dari hasil perhitungan diatas dapat diperoleh radius (d) dengan persamaan (2.20) :
151.5 = (-7.366) + 91.482 + [41.675 * (1 + log d)] + 1.3493151.5 = 85.4653 + [41.675 * (1+log d)]66.0347 = 41.675 * (1 + log d)
1 + log d = 1.584Log d = 1.584 – 1= 0.584d = 100.584 d = 3.84 km3.4 Perancangan Jaringan Backhaul Minilink
Dalam proses perancangan jaringan backhaul Minilink, dibutuhkan
penyesuaian dengan kapasitas jaringan LTE di kota bandung. Berdasarkan
perhitungan pada tabel 3.5 didapatkan bahwa kebutuhan throughput untuk
jaringan LTE di kota bandung adalah sebesar 944095 Kbit =944.095 Mbit.
3.4.1 Spesifikasi Perangkat Minilink
Pada perangkat Minilink yang digunakan yaitu Minilink backhaul TN
dengan kapasitas sebesar 1Gbps. Berdasarkan analisa perancangan jaringan pada
LTE, didapatkan bahwa kebutuhan network throughput adalah sebesar 944.095
Mbit. Sehingga jumlah hop yang dibutuhkan dalam proses perancangan backhaul
Minilink adalah sebanyak 10 hop backhaul.
3.4.2 Tinggi Antena
Perhitungan tinggi antena pada jaringan backhaul Minilink dapat didapat
dari persamaan (2.4). Salah satu contoh perhitungan site yang disimulasikan
adalah hop 14-26. Langkah - langkah perhitungannya adalah sebagai berikut :
3.4.2.1 Perhitungan Tinggi Antena Site 14-26
Berdasarkan persamaan (2.1), dapat menentukan tinggi satu antena yang
akan dirancang. Pada tinggi antenna backhaul dari site 14 ke site 26, perlu
dilakukan perhitungan beberapa parameter, seperti faktor kelengkungan bumi,
jari-jari Fresnel Zone yang akan digunakan dll. Berikut adalah langkah
perhitungan agar dapat menghasilkan tinggi antenna site 14 ke site 26 :
1. Faktor Kelengkungan bumi
Menggunakan persamaan (2.2) didapatkan faktor kelengkungan bumi
untuk site 14-26 adalah sebagai berikut:
m
2. Jari-jari Fresnel Zone
Menggunakan persamaan (2.3) didapatkan faktor kelengkungan bumi :
3. Perhitungan Tinggi Antena
Dalam menentukan tinggi antena, pertama ditetapkan jarak dari
transmitter ke obstacle dan receiver ke obstacle. Berikut adalah contoh gambar
penempatan site :
Gambar 3.3 Contoh Simulasi Penempatan Site
Dari gambar tersebut, dapat diperoleh parameter-parameter penting dalam
penentuan tinggi antena yaitu :
d1 = Jarak dari pengirim ke obstacle, d1 =2.2 Km
d2 = Jarak dari penerima ke obstacle, d2 = 2 Km
Ho = Tinggi obstacle yang paling tinggi, Ho = 22 m
h1 = Tinggi daratan di pengirim, h1 = 15 m
h2 = Tinggi daratan di penerima, h2 = 17 m
Selanjutnya perhitungan total ketinggian diatas permukaan laut menggunakan
persamaan (2.1) :
Dan melaui persamaan (2.4) diperoleh tinggi antena yang akan dipasang.
Sehingga hasil akhir yang didapatkan berupa tinggi antena yang akan diinstalasi
(hx) adalah 36m pada site 14 dan 26.
Adapun perhitungan keseluruhan mengenai tinggi antena tiap site akan
dibahas lebih lanjut pada Bab 4 (Analisis dan Simulasi).
3.4.3 Received Signal Level (RSL)
Setelah didapatkan tinggi antena pada satu site, maka dapat diketahui daya
pada penerima sehingga dapat dijaga agar tetap berada diatas batas ambang daya
terima (received sensitivity) yaitu -101 dBm.
Beberapa parameter yang diketahui pada perhitungan RSL yaitu :
1. Daya kirim (Power Transmitter) = 30 dBm
2. Gain Antena pengirim dan penerima identik = 10 dB
3. Fading Margin = 28.91 dBm
4. Sensitivitas penerima = -101 dB
5. Loss feeder pada masing-masing site pengirim dan penerima, tergantung
ketinggian antena. Yang dipakai adalah 0.2 dB/m
6. Free Space Loss, yaitu loss pada propagasi yang dipengaruhi oleh jarak
antar site (R) dan frekuensi operasi Minilink yaitu 3.5 GHz.
Langkah menghitung daya di penerima yaitu :
1. Perhitungan Loss feeder pada site pengirim dan penerima, karena
antenanya identik maka didapatkan :
2. Perhitungan Free Space Loss, yaitu :
3. Selanjutnya melakukan perhitungan daya terima menggunakan
persamaaan dibawah ini :
Didapatkan kesimpulan bahwa daya terima sebesar
(RX Sensitivity) sehingga link budget dapat diterapkan pada perencanaan ini.