Sebagian dari Bab 3
Pengantar Studi Keluarga
(Puspitawati, 2018)
BAB 3 INTERAKSI DALAM KELUARGA
DAN STRATEGI KOPING
3.1 Pengertian Hubungan dan Interaksi
Suatu hubungan melibatkan seri interaksi antara dua individu.
Masing- masing interaksi tersebut relatif terbatas dalam lamanya,
tetapi dipengaruhi oleh interaksi pada waktu lampau sehingga
memengaruhi interaksi di masa yang akan datang. Namun, suatu
hubungan dapat berlangsung tanpa adanya interaksi dan aspek-
aspek subjektif, khususnya memori waktu interaksi dulu dan
ekspektasi hubungan di masa depan yang menyangkut aspek
kognitif dan afektif.3.1
Pertalian hubungan keluarga
Pertalian hubungan keluarga menyangkut pengaruh timbal
balik antara anggota keluarga dengan mengedepankan hubungan
saling ketergantungan dengan dalil sebagai berikut. 3.2
1. Hubungan-hubungan merupakan kesatuan karena individual
mempunyai karakteristik yang bervariasi, kemudian saling
bertalian membentuk kesatuan dan dianggap sebagai
hubungan totalitas.
2. Hubungan menunjukkan pertalian dan kontinuitas.
Hubungan, seperti halnya individual merupakan manifestasi
pertalian lintas konteks dan stabil lintas transformasi.
3. Individual-individual secara mendarah daging menunjukkan
hubungan. Pertalian dalam sistem internal diri seorang
individu akan memungkinkan untuk memprediksi
perilakunya.
4. Peran hubungan diteruskan ke depan. Berbagai ahli teori
mengatakan bahwa model diri masa lalu memengaruhi
perilaku yang terjadi saat ini. Dengan demikian, model diri
seseorang dan hubungan yang dibentuk dari pengalaman
hubungan dengan orang lain memengaruhi dalam
penyeleksian pengalaman lingkungan sosial yang sedang
terjadi.
5. Harapan adalah pembawa hubungan.
Terdapat tiga dasar peran dalam keluarga: manliness, womanliness, dan
childishness. 3.2
1. Laki-laki bekerja di luar rumah, perannya diharapkan dapat
menunjukkan suatu keterampilan dan dibayar berdasarkan
spesialisasi kerja. Di rumah, laki-laki diharapkan berperilaku
sebagaimana seorang laki-laki yang baik, yaitu sebagai suami
yang baik (a good man). Seorang ayah diharapkan mendapat
penghargaan penuh karena keterampilannya yang baik.
2. Begitu pula perempuan diharapkan sebagai seorang
perempuan yang baik (a good woman).
3. Anak diharapkan berperilaku sebagai seorang anak yang baik
(a good boy atau a good girl).
Berikut ini disajikan ciri keluarga dan hubungan dalam keluarga
sebagai berikut. 3.3
1. Setiap anggota keluarga harus punya tempat tinggal.
2. Setiap anggota keluarga berhubungan dengan anggota
keluarga lainnya.
3. Setiap anggota keluarga memengaruhi dan dipengaruhi oleh anggota
keluarga lain.
4. Setiap anggota keluarga mempunyai potensi memengaruhi.
5. Keluarga berkembang sepanjang waktu.
6. Setiap anggota keluarga mempunyai paling tidak tiga peran
dalam kehidupan keluarga, yaitu orang tua, anak, dan
saudara.
Terdapat tiga dasar hubungan dalam keluarga: hubungan
suami dan istri (husband-wife relationships), hubungan orang tua
dan anak (parent-child relationships), dan hubungan antarsaudara
kandung (sibling relationships). Masing-masing interaksi tersebut
dijelaskan sebagai berikut.
Interaksi suami dan istri
The Family Psychodrama adalah suatu istilah dari interaksi
antar- anggota keluarga. Dari sisi psikologi, individu memainkan
perannya melalui permainan emosi cinta, takut, benci, perasaan
superior atau inferior, reaksi dari rasa aman, rasa tidak aman, rasa
cukup, atau kekurangan. Interaksi suami dan istri merupakan faktor
yang penting dalam plot the family psychodrama. Suami dan istri
saling berinteraksi dalam peran psikologi antara satu dengan
lainnya. Wujud dari perilaku interaksi antara suami istri
ditunjukkan oleh perilaku salah satu yang mendominasi, salah
satunya tunduk atau keduanya saling berkoordinasi. Rasa cinta
antara keduanya saling menguntungkan (mutual) atau mungkin
salah satu lebih mencintai dari yang lainnya. Untuk itu suami dan
istri saling memberikan suplemen dan saling membutuhkan
personalitas antara satu dengan lainnya atau secara emosi
independent.2.6
Levy dan Munroe (Burgess dan Locke 1960)2.6
menyatakan
bahwa studi psychiatric tentang kebutuhan personalitas dalam
perkawinan menyimpulkan adanya dua tipe yang saling
bertentangan. Tipe kehidupan perkawinan akan berkembang pada
kebahagiaan perkawinan atau ketidakbahagiaan perkawinan yang
ditentukan oleh kepuasan kedua kebutuhan dasar.
1. Kebutuhan cinta, perlindungan, dan perasaan menawan.
2. Kebutuhan independen, kecukupan diri, dan prestise.
Setiap suami istri memulai hubungan dengan perkawinan.
Berkaitan dengan interaksi sosial, maka suami istri juga
berhubungan dengan saudara dan teman yang masing-masing
mempunyai harapan tentang peran apa yang harus dilakukan oleh
anggota keluarga. Oleh karena itu, permainan drama dari
kehidupan keluarga adalah memainkan peran tersebut.
Konsepsi pasangan pengantin laki-laki adalah sebagai suami
dan perempuan adalah sebagai istri. Setelah beberapa tahun
berikutnya, berkembang konsepsi perkembangan peran yang
harmonis dan menyatu antara suami dan istri, baik perjanjian yang
dibentuk atas dasar kontrol oleh suami atau oleh istri atau
konsensus antara suami dan istri.
Menurut tradisi, suami harus menjadi kepala keluarga dan
mempunyai kata akhir dalam keputusan keluarga (have the final
words in decision). Pada tipe keluarga seperti ini, istri mengambil
tempat sebagai penurut dan tidak mendominasi, suami cenderung
untuk mendominasi keluarga dan sebagai sumber konflik dalam
kaitannya dengan hubungan saudara dan teman.
Tradisi dominasi maskulin mempunyai tempat yang lebih kuat di
budaya patriarki dan tradisional dibandingkan dengan budaya
modern.2.6
Seorang suami pada saat ini memahami peran seorang istri
dalam artian seperti peran perempuan zaman dulu yang dijalankan
oleh ibunya. Sementara seorang istri berpikir bahwa dirinya adalah
seorang perempuan modern. Oleh karena itu, terjadilah perbedaan
harapan dalam berperan antara suami dan istri pada keluarga tipe
tersebut. Suami menginginkan istrinya untuk menjadi ibu rumah
tangga, tetapi istrinya cenderung untuk berusaha menjadi
perempuan karier. Suami mengupayakan untuk sepenuhnya
mencari nafkah bagi keluarganya dan perempuan juga merasa
bangga akan upaya suaminya sebagai pencari nafkah utama seperti
ayahnya dulu.
Interaksi suami dan istri kadang-kadang bertahan dalam mem-
pertahankan kelangsungan perkawinan karena harapan perkawinan
yang sangat kuat. Adapun suami dan istri yang bercerai, salah satu
sebabnya karena istri tidak dapat menoleransi perbuatan suaminya
dalam perzinahan, kecanduan alkohol, serta kekasaran yang
berakhir pada penolakan untuk tetap bersatu dalam perkawinan.
Lebih lanjut hubungan suami dan istri (husband-wife relationships)
dijelaskan sebagai berikut. 3.2
Perkawinan mempunyai berbagai bentuk, tetapi bentuk apa
pun akan mempunyai kewajiban yang pantas dan disebut sebagai
pekerjaan perkawinan (marriage work) yang membutuhkan banyak
upaya. Terdapat enam macam tanggung jawab perkawinan.
1. Kebenaran dan ketergantungan (truthfulness and
dependability) yang diharapkan dari pasangan untuk berkata
yang sebenarnya dan saling bergantung satu dengan lainnya.
2. Berbagi pekerjaan (sharing the work) yang diharapkan dari
pasangan suami istri dengan kondisi istri melakukan
pekerjaan tertentu dan suami melakukan pekerjaan lainnya.
3. Saling mendukung ego dan simpati (mutual ego support and
sympathy) yang berkaitan dengan pengertian pasangan untuk
mendengarkan dengan simpati terhadap masalah pasangan
lainnya dan saling berupaya untuk mendorong ego satu
dengan lainnya. Diketahui bahwa persahabatan
(companionship) berhubungan positif dengan kepuasan
perkawinan.
4. Berbicara dan mendengarkan (talking and listening) untuk
menghasilkan keakraban yang sebenarnya dan hubungan yang
sejati dengan kesamaan dalam mengekspresikan
pandangannya melalui komunikasi yang baik.
5. Kepuasan seks dan kehangatan fisik (sex satisfaction and
physical warmth) diupayakan agar terpenuhi kebutuhan seks.
Semakin lamanya pernikahan, maka ada kecenderungan
hubungan seksual menjadi semakin berkurang, rutin, dan
monoton.
6. Kesukarelaan (volunteering) menunjukkan kemauan
pasangan untuk melakukan sesuatu terhadap pasangannya di
luar tugas rutinitasnya.
Interaksi orang tua dan anak
Kadang-kadang seorang suami atau istri menolak untuk
mempunyai anak karena tidak mengharapkan berbagi afeksi dari
pasangannya kepada orang lain (meskipun pada anaknya). Reaksi
ini mungkin adalah cara untuk bertahan hidup dari masa anak-anak
sebagai tanda perasaan kehilangan atau perampasan afeksi dari
salah satu orang tua atau kedua orang tuanya pada saat punya
saudara kandung. Sebagai konsekuensinya, suami atau istri
berusaha untuk memelihara monopoli cinta dari pasangannya.
Perilaku seperti ini juga sebagai ekspresi perasaan tidak aman
dalam respons afeksi dan ketakutan adanya pesaing yang akan
mengganti posisinya. Namun demikian, studi Berkeley tentang
perilaku anak dan keluarga menggambarkan pentingnya kelahiran
anak dalam signifikansi hubungan interpersonal antara suami dan
istri dalam kaitan dampaknya terhadap perkembangan anak.2.6
Memasuki tahapan suami dan istri yang mempunyai anak,
maka akan segera mentransformasi hubungan suami istri tersebut.
Ahli psikiatri mendefinisikan dan menganalisis adanya gangguan
hubungan suami dan istri yang disebabkan oleh kehadiran anak.
Keteraturan penyesuaian yang biasa dilakukan oleh suami dan istri
cenderung terganggu. Kebutuhan dan permintaan anak menjadi
lebih prioritas daripada keinginan dan minat suami dan istri. Waktu
dan energi yang sebelumnya dialokasikan untuk mendampingi
pasangan dan keperluan sosial lain menjadi dialihkan ke
pemenuhan kebutuhan fisik dan psiko-sosial anak.2.6
Orang tua dan anak berhubungan satu dengan yang lain dalam
berbagai dimensi seperti cinta, kewenangan, ketergantungan, dan
dalam berbagai macam interaksi yang menyangkut perawatan,
kontrol, intruksi, dan pendampingan. Proses hubungan antara orang
tua dan anak ini menunjukkan apakah mood yang negatif (semacam
emosi negatif seperti takut, marah, sedih, cemas, dan stres) atau
emosi positif (seperti kebahagiaan, kelembutan, kesenangan, dan
afeksi).3.4
1. Hubungan dyadic yang baik menunjukkan saling
ketergantungan antara orang tua dan anak (misalnya
hubungan ibu dengan anaknya).
2. Hubungan triadic juga menunjukkan hubungan antara ibu dan
dua orang anaknya secara bersama-sama dalam keadaan baik.
Ahli psikiatri mengasumsikan bahwa kelahiran seorang anak
secara alamiah menimbulkan banyak sekali kecemburuan antara
kedua orang tua (naturally stirs up a good deal of jealousy between
parents). Dalam review sejarah konflik keluarga, para ahli
menemukan bahwa masalah sering terjadi pada saat mulai
melahirkan anak pertama atau kadang-kadang mulai hamil anak
pertama. Kecemburuan karena rasa cinta dan dedikasi hidup istri
terhadap suami beralih segera diberikan pada anak. Meskipun hal
ini benar pada beberapa kasus karena afeksi dan rasa saling cinta
yang mendalam antara suami istri akan dibagi dengan anggota
keluarga baru.2.6
Kehadiran anak yang kedua dan anak-anak lainnya
mengindikasikan adanya tahapan keluarga dalam memodifikasi
peran dan perilaku. Preferensi mungkin akan muncul dari suami
atau istri pada anak tertentu. Berbagai kombinasi preferensi
terbentuk, baik sementara atau permanen. Orang tua mulai
bertentang dengan anak atau anak dengan orang tua. Pada situasi
tertentu, ayah dan anak laki-laki akan beroposisi dengan ibu dan
anak perempuan, atau ayah dan anak perempuan akan bersatu
melawan ibu dan anak laki-laki.2.6
Dalam suatu studi preferensi anak terhadap ayah atau ibu,
Nimkoff menyimpulkan bahwa membesarkan anak akan terasa
mudah apabila orang tua mempunyai latar belakang budaya yang
Herien Puspitawati | 83
Studi Keluarga
hampir mirip, mempunyai perkawinan yang bahagia, tidak
menunjukkan adanya preferensi terhadap anak tertentu, dan pola
masyarakat adalah homogen. Di bawah kondisi seperti ini, anak
berkembang penuh integrasi personalitas dengan sedikit konflik
melalui peran yang dilakukan oleh orang tuanya.2.6
Perbedaan keyakinan agama dan nilai-nilai hidup antara suami
dan istri sering menimbulkan kebingungan dan gangguan pada
anak-anak karena harapan kedua orang tua tidak jelas dan tidak
seragam. Sering kali salah satu orang tua, biasanya ibu akan
mengambil alih mengajari anak berdasarkan latar belakang
budayanya. Pada saat-saat tertentu, anak-anak akan
mengombinasikan latar belakang ayah dan ibunya. Konflik anak
menjadi sangat meningkat, apabila terjadi perpisahan dan
perceraian orang tuanya akibat harapan yang berbeda akan
berdampak pada perkembangan psikologi dan budaya anak.2.6
Berkaitan dengan hubungan orang tua dan anak, maka
tanggung jawab dan tugas orang tua sebagai ayah dan ibu adalah
sebagai berikut. 3.2
1. Pemeliharaan merupakan tugas dasar orang tua terhadap
anak- anaknya untuk memenuhi kebutuhan seperti makanan,
pakaian, dan tempat tinggal.
2. Membimbing anak-anak untuk melatih moral dan kebiasaan
hidup secara mendasar.
3. Mendisiplinkan anak adalah tugas berat orang tua dengan
menerapkan pujian dan hukuman agar dapat memenuhi
perilaku standar minimum yang ditetapkan oleh norma
masyarakat.
4. Membantu anak untuk dapat berfungsi lebih dari sekedar
mempertahankan hidup dasar.
5. Mencintai dan menghargai anak yang merupakan ide modern.
6. Melepaskan anak untuk pergi, tidak hanya pergi
meninggalkan rumah, tetapi juga siap pindah ke luar rumah
apabila sudah siap.
84 | Herien Puspitawati
.
Interaksi antarsaudara kandung (siblings) 2.6
Persaingan sibling muncul dengan hadirnya anak kedua. Anak
pertama tiba-tiba menemukan dirinya bukan lagi pusat atensi dan
monopoli afeksi orang tuanya. Kosekuensinya, anak akan bereaksi
cemburu pada saudara kandung yang baru lahir. Persaingan sibling
pada masa bayi akan menimbulkan modifikasi dalam bentuk
ketidaksadaran persaingan di masa anak-anak hingga masa dewasa.
Tabel 3.2 Perbedaan karakteristik sistem terbuka dan tertutup3.3
Keteranga
n
Sistem Tertutup Sistem Terbuka
Asumsi
Manusia pada dasarnya setara dan harus dikontrol untuk menjadi baik.
Hubungan harus diatur oleh paksaan atau oleh rasa takut hukuman.
Hanya ada cara yang benar dan orang tersebut mempunyai kekuatan yang paling kuat.
Selalu ada seseorang yang tahu apa yang terbaik untuk diri Anda.
Manusia mempunyai akal sehat untuk memilih secara rasional.
Hubungan dilakukan berdasarkan kepentingan bersama.
Manusia dapat belajar dari yang lainnya.
Kekayaan diri adalah sekunder di atas kekuatan dan perbuatan.
Kegiatan adalah tergantung dan tunduk pada atasan.
Melawan perubahan.
Kekayaan diri adalah primer, sedangkan kekuatan dan perbuatan adalah sekunder.
Aksi menunjukkan suatu keyakinan.
Perubahan dipandang normal yang diinginkan serta diterima.
Semua komunikasi, sistem, dan peraturan saling berkaitan satu dengan lainnya.
Self Esteem Rendah Tinggi
Komunikasi Tidak langsung, tidak jelas, tidak spesifik, aneh, tumbuh - menghalangi.
Langsung, jelas, spesifik, harmoni, tumbuh- memproduksi.
Gaya Menentramkan, menyalahkan, bingung, dan menghitung/menjumlahkan
Tingkatan
Tabel 3.2 Perbedaan karakteristik sistem terbuka dan tertutup3.3
(lanjutan)
Keterangan Sistem Tertutup Sistem Terbuka
Peraturan
Ketinggalan zaman, samar, kurang manusiawi, peraturan tidak berubah, orang mengubah kebutuhannya untuk mencocokkan dengan peraturan yang disepakati.
Jelas, up to date, peraturan yang manusiawi, peraturan dapat diubah apabila dibutuhkan, bebas berkomentar apa saja
Hasil Accidental, chaos, merusak, dan tidak pantas.
Berkaitan dengan realitas, layak, konstruktif. Kekayaan diri berkembang dengan pasti dan lebih percaya diri
(Sumber: Satir 1988: Hal. 132—135).
Terdapat 10 tahapan periode krisis keluarga yang merupakan
periode penyesuaian dan integrasi baru dalam keluarga untuk
menuju keseimbangan keluarga pada tahapan perkembangan
selanjutnya sebagai berikut.3.3
1. Krisis 1: Konsepsi, kehamilan, dan kelahiran anak.
2. Krisis 2: Anak mulai pandai bicara dan membutuhkan penyesuaian.
3. Krisis 3: Anak mulai berhubungan dengan lingkungan di luar
keluarga seperti sekolah yang melakukan penyesuaian dengan
cara membawa dunia sekolah ke rumah dan guru merupakan
kepanjangan dari pengasuhan (teachers are generally
parental extensions).
4. Krisis 4: Krisis yang terbesar pada saat anak remaja.
5. Krisis 5: Krisis pada saat anak dewasa dan mulai
meninggalkan rumah untuk menjadi mandiri yang
mengakibatkan perasaan kehilangan.
6. Krisis 6: Krisis pada saat anak dewasa menikah dan
melakukan penyesuaian dengan menerima orang asing ke
dalam keluarga.
7. Krisis 7: Krisis pada saat perempuan menopause.
8. Krisis 8: Krisis climacteric, yaitu saat laki-laki mengalami
penurunan aktivitas seksual.
9. Krisis 9: Krisis menjadi nenek/kakek.
10. Krisis 10: Krisis pada saat pasangan meninggal.
Sebagian dari Bab 4
Pengantar Studi Keluarga
(Puspitawati, 2018)
BAB 4 INTERGENERATIONAL
RELATIONSHIPS WITHIN FAMILY 4.1
4.1 Background According to developmental perspectives, it is assumed
that the relationship practices in the nuclear family are derived
from prior experiences of individuals of their families of origin
(Belsky and Pensky 1986). It has been suggested by recent
research that intergenerational behaviour concerns the link
between parents behaviour and offspring behaviour in the next
generation (Caspi and Elder 1986; Elder et al. 1986; Whitbeck,
Hoyt, and Huck 1994).
4.2 Intergenerational Relationship
within Families as a System Many researchers describe the family system, yielding almost
the same meaning. For example a family systems approach
describes the family as a set of interrelated roles and contents
of interdependent individuals whose behaviour mutually affects
each other. Thus, changes in the individual affect the changes
other family members. The family system is also viewed as a
system with the whole greater than the sum of its parts (Melson
1980; Deacon and Firebough 1988; Sigelman and Shaffer 1991).
Families are cultural units in which norms, symbols, and
meanings are created. Families bring together members of
different cohorts in their own unique combinations. They create
their own clusters of life patterns, crises, and resources (Hagestad
1981). Many studies have shown the strength of families as
functioning social support units, with frequent and regular
intergenerational contact and assistance (see Rossi and Rossi 1990).
Meanwhile, Bengtson (1993) later discussed multigenerational
“vertical” family structures that involve possibilities to enhance
social solidarity across generations and the potential for negative
effects on family solidarity because of longevity. The verticalized
generational structure implies the increased probability that family
members will involved in longer periods of caring for elders, due to
increased longevity and chronic health disorders associated with
aging. The relationships within families, especially that of the
parents and their children are considered to be an open system
based on four important criteria:
1. That the parent-child relationship is subject to outside influence,
2. That the elements of the parent-child relationship system
are interdependent,
3. That parent-child relationship system seeks to maintain
homeostatic or balance through feedback and regulation,
and
4. That the parent-child system required adaptability which
is characterized by equifinality (Fisher and Hawes 1971).
4.3 Intergenerational Relationship as
Reciprocal Interactions
The relationship between parents and children involves
reciprocal interaction behaviours of parents and children
(Sigelman and Shaffer 1991; Dixson 1995) and involves the
concept of exchange theory (Nye 1979).
Social exchange theory focuses on the rewards obtained
and costs paid by individuals through social interaction based
on the assumption that individuals try to maximize their
rewards and minimize their costs. However, the exchange
between parents and children is not balanced. By virtue of their
lineage position in the family, parents invest more in their
children than their children invest to the parents. Sometimes
parents and children may perceive the emotional distance between
them differently because of this asymmetry in investment.
Moreover, because of this inequity imbalance, parents respond to
restore equity by perceiving their relationship with their child as
closer than their child perceives the relationship (Giarrusso,
Stallings, and Bengtson 1995).
Similar findings were also reported by Mutran and Reitzes
(1984) that elderly parents with more resources receive less help,
while older parents and parents in poor health give less aid to their
children. Moreover intergenerational interactions are also related to
marital status. When the marital relationship is intact, exchange
with adult children are more likely taken for granted. The loss of a
spouse generates a major realignment in the parent-child
relationship.
The exchanges between elderly parents and their children
often times include exchange financial help. For example, Rossi
& Rossi (1990) stated that both G1 mother and G1 father’s
income are strongly and significantly related to the level of help
given to children. It means that the higher the parent’s income,
the more extensive the help given to adult children. Children’s
income is also strongly and significantly related to the level of
help received from parents, but in the opposite direction the
higher the child’s income, the less extensive is the help provided
by parents.
Another study by Logan and Spitze (1996) highlighted in their
book “Family Ties” deals with intergenerational relationships
within families, discussing on exchanges of social support
between generations. Intergenerational relations within the
family involve sharing of resources, sharing of social support in
care giving, and sharing of dependency and co-residence. The
reciprocal relationships involve exchange of goods and services
between parents and their adults’ children, for example the
reciprocity of helping relationships between parents and adults
children in a variety of areas such as advice, household services
(babysitting, transportation, car/house repair, and other work
around the house). The relative balance of help from parents to
children and from children to parents changes slowly over the life
course, help from parents peaks when children are in their late
twenties and early thirties and falls off after they reach age thirty-
five.
Another study by Rossi & Rossi (1990) suggested that every
parent-child relationship is likely to evolve over time in
accordance with the resources and needs of both parent and
child. Parents help their children throughout childhood and
they internalize these helping patterns. Parents do not stop
suddenly when children reach age twenty or twenty one. On the
other hand, by the time parents are near the end of life, they
are often in need of assistance from children. Thus, a transition
often occurs sometime during the life course, although it is not
clear mentioned at what point it occurs or what factors lead to
change.
Furthermore, Rossi & Rossi (1990) found that patterns of
help between parents and their adults children reveal that
mother-daughter relationships experience the highest level of
exchanges compared to other dyads. This indicates that there
is more social interaction or intimacy and help exchanges
between women in the family.
4.4 Intergenerational Transmission It has been suggested by some research that family relationship
histories influence the relationships between adult children and
their parents. For example, adults with early parental rejection
showed less communication with parents and less monitoring of
their parents well being (Whitbeck, Hoyt, and Huck 1993;
Whitbeck, Hoyt, and Huck 1994; Rossi and Rossi 1990). It is very
important for adult children to play they key role in inter-linking
the generations, through maintaining contact with descendants
(Farkas and Hogan 1995).
Recent research pointed out that to some degree, family
dysfunction such as: child maltreatment, spouse abuse, and
divorce, could be transmitted across generations through family
relationships. This family dysfunction is routinely associated
with pain and suffering. For example, a history of maltreatment in
childhood places the person at increased risk of mistreating his/her
own offspring. Spouse abuse emerges as intergenerationally
repetitive (Belsky and Pensky 1988).
Similarly, Elder and his associated analyzed
intergenerational transmission across four generations. They
found that growing up in a home in which parents marital
conflict was frequent, led to the development of unstable
personalities in children adults (Elder, Caspi, and Downey
1986).
In other study, Caspi and Elder hypothesized the
intragenerational behaviour related to the dynamic relationships
within a generation; and intergenerational behaviour concerns the
link between parents behaviour and offspring behaviour in the next
generation harmful influence moves from problem behaviour to
problem relationships. Within the G2 generation, explosive adults
tend to create marital stress and discord. Across generations
behaviour linked unstable grandmothers (G1) to similar style
behaviour in their middle aged daughters (G2), which increased
difficult behaviour of their daughters (G3) by increasing marital
tension and arbitrary parenting.
Studi Keluarga
The pattern repeated in the generation during their active parenting,
which influenced their daughter (G4) on lack of self control during
adolescent (Caspi and Elder 1988).
It was found that adults women are concerned about conflicts
regarding parents. There was an increased percentage of parents-
related conflicts between parents and adult daughter when there
was an increased demand from sickness and more dependency on
the daughter (Thomae 1979).
Another study by Rossi and Rossi (1990) pointed out that there
is greater intimacy between parents and adult children if earlier
relationships between parents and children were affectionate,
accessible and closed. It has been found that sons who are high in
expressivity are significantly closer to their mothers than sons who
are low in expressivity. Adult daughters who had highly
affectionate parents when they were children report strong
closeness to their mothers and fathers. Thus, across-generational
transmissions of a more global quality of family life are found. For
example, those who grew up in happy, cooperative, interesting
families tend to create families of their own with similar
characteristics.
Social contact between parents and
adult children
Distance represents the major factor affecting the frequency of
interaction between elderly parents and their adult children. Many
kind of contacts are made between elderly parents and their
adult children by visiting, phoning or mailing. For example, Rossi
and Rossi (1990) suggested that from a third to almost half of the
G2 adult children see their parents at least once a week. One in
five adult daughters has daily phone contact with their mother.
Furthermore, it is suggested that distance has a negative impact on
the reciprocity of help. The further apart between parents and
children residency, the less extensive the exchange or the
reciprocity of help between them. In this case, distance reduced
help from adult children to parents more than it does the reverse
flow of help from parents to children.
132 | Herien Puspitawati
Intergenerational Relationships Within Family
A conceptual model is proposed in this paper concerning the
reciprocal relationship or exchanges interactions among elderly
parents (G1), their adults children (G2), and their grand children
(G3). From the modification of a model proposed by Logan and
Spitze (1996) in their Family Ties book. In this paper, the concept
of reciprocal or the exchange between generations involve
exchanges of time spent, regular financial support, sharing housing
or residency, social support, and caring.
It has been pointed out that family ties study examines the
interdependency in intergenerational relationship. It was found that
the bonds between generations were strong and were founder on
mutual caring or reciprocity. The values of mutual caring were the
key roles to understanding the ties between parents and their adult
children throughout the life course (Logan and Spritze 1996).
The conceptual model also proposed the association between
relationship quality and conflict between G1 and G2, G2 and G3,
and G1 and G3. The first hypothesis of the study is that when the
relationship between G1 and G2 is positive, then the relationship
between G1-G3 and G2-G3 are positive too.
Based on a macro-level point of view, parental behaviour
patterns are passed down from one generation to another. For
example, the relationship quality between the infant and the mother
will provide the basis for interpersonal relationships in later time
(Vermulst and De Brock 1991).
The next proposition focuses on the intergenerational
transmission of negative relationships between G1 and G2, which
in turn, influences the conflicts between G2 and G3, then finally
affects the conflicts between G1 and G3. The second hypothesis is
that if the degree of conflict between G1 and G2 is higher, then the
degree of conflict between G1-G3 and G2-G3 tend to increased.
Few studies have explored conflicts between older parents and
adult children. In other words, research on later life relationships
has not often addressed questions about conflicts (Bengston,
Rosenthal, and Burton 1996; Sprey 1969).
Herien Puspitawati | 133
Studi Keluarga
One of the reasons is that respondents may fail to mention the
presence of conflict between parents and adult children because of
social norms, especially about old parents. That is why,
classification is clearly needed in a variety of situations where
differences appear concerning family role conflicts, child-rearing
practices, life style differences, ideology, work-habits, or household
labor issues (Bengston, Rosenthal, and Burton 1996).
Research has suggested that conflict is treated as a major cause
of family disorganization, threatening familial functioning and
stability (Sprey, 1969). In various ways, conflict may occur
between parents and adult children. For example, conflict occurs
when the parent needs and demands for assistance compete with
the needs of their adult children (Logan and Spritze 1996).
Thus, conflict occurs either intergenerational or between
spouses (Sprey, 1969). In addition, as study by Simon and his
colleagues (1995) found that there was evidence of
intergenerational transmission of domestic violence. Harsh
treatment as a child by the parents, was associated with antisocial
orientation, which in turn, predicted chronic aggression toward
one’s children when the children become adult. In this present
study, the conflict between parents (G1), adult child (G2), and
grand children (G3) is about the general conflict, tension or
disagreement.
Another hypothesis concerns the association between
relationship quality and the subjective quality of life among old
generation (G1) that is stated that there is a positive relationship
between relationship quality and subjective quality of life of G1.
Finally, the fourth hypothesis relates the association between
conflict and the subjective quality of life that is stated that there is a
negative relationship between conflict G1-G2 and subjective
quality of life of G1.
Intergenerational Relationships Within Family
SOCIO- ECONOMIC
THE NEGATIVE
RELATIONSHIPS
WITHIN FAMILIES
CONFLICT BETWEEN
G1-G2
G2-G3
G1-G3
FOOD INTAKE
FREQUENCIES
Figure 4.1 The conceptual model
SQOL SUBJECTIV
E QUALITY
OF LIFE
THE POSITIVE
RELATIONSHIPS WITHIN
FAMILIES
RELATIONSHIP QUALITY
BETWEEN
G1-G2
G2-G3
G1-G3