Transcript

Klasifikasi UrtikariaTerdapat beberapa penggolongan urtikaria Berdasarkan lamanya serangan berlangsung (1-5)- Urtikaria akut, bila serangan berlangsung kurang dari 6 minggu, atau berlangsung selama 4 minggu tetapi timbul setiap hari.- Urtikaria kronik, bila serangan lebih dari 6 minggu. Berdasarkan morfologi klinis (1)- Urtikaria papular bila berbentuk papul.- Urtikaria gutata bila besarnya sebesar tetesan air.- Urtikaria girata bila ukuran besar. Berdasarkan luas dan dalamnya jaringan terkena (1,8)- Urtikaria lokal- Urtikaria generalisata- Angioedema Berdasarkan penyebab dan mekanisme terjadi urtikaria (1,2,4,6,8)- Urtikaria imunologika. Bergantung pada IgE (reaksi alergik tipe I)b. Ikut sertanya komplemenc. Reaksi alergi tipe IV- Urtikaria nonimunologika. langsung memacu sel mas, sehingga terjadi pelepasan mediator. (misalnya obat golongan opiat dan bahan kontras)b. Bahan yang menyebabkan perubahan metabolisme asam arakidonat (misalnya aspirin, obat anti inflamasi non-steroid)c. Trauma fisik, misalnya dermografisme, rangsangan dingin, panas atau sinar, dan bahan kolinergik.- Urtikaria IdiopatikUrtikaria yang tidak jelas penyebab dan mekanismenya.

Patogenesis UrtikariaSel mast merupakan sel efektor primer pada patogenesis timbulnya gejala-gejala urtikaria. Di kulit, sel mast terdapat di dermis. Selain itu sel mast juga terdapat di pembuluh darah, pembuluh limfe, saraf-saraf, dan organ tubuh.(6) Granul-granul dalam sel mast mengandung histamin, heparin, slow reacting substance of anaphylaxis (SRSA), dan Eosinophile Chemotactic Factor (ECF). Ada 2 macam sel mast yaitu terbanyak sel mast jaringan dan sel mast mukosa. Yang pertama ditemukan sekitar pembuluh darah dan mengandung sejumlah histamin dan heparin. Pelepasan mediator tersebut dihambat kromoglikat yang mencegah influks kalsium ke dalam sel. Sel mast yang kedua ditemukan di saluran cerna dan nafas. Proliferasi sel mast oleh dipicu IL-3 dan IL-4 dan bertambah pada infeksi parasit.(9)Sel mast akan melepaskan mediator-mediator radang seperti histamin, leukotrin (SRSA), kinin, serotonin, PEG, PAF, dan lain-lain. Pelepasan mediator-mediator radang ini karena rangsangan dari beberapa faktor, antara lain faktor imunologik (reaksi alergi tipe I, II, III, IV, dan genetik yaitu defisiensi C1 esterase inhibitor) dan faktor nonimunologik (bahan kimia pelepas mediator, faktor fisik, efek kolinergik, alkohol, emosi, demam) (1,10). Mediator-mediator yang dilepaskan akan memberikan pengaruh-pengaruh yang berbeda.(12)Salah satu mediator yang dilepaskan oleh sel mast yang sangat penting dalam proses timbulnya gejala-gejala pada urtikaria adalah histamin. Ada beberapa mekanisme pelepasan histamin. Faktor-faktor yang telah disebutkan sebelumnya menyebabkan degranulasi sel mast dan melepaskan histamin ke jaringan dan sirkulasi. Histamin menyebabkan kontraksi sel endotel sehingga terjadi kebocoran, dimana cairan berpindah dari intravaskuler ke ekstravaskuler, sehingga timbullah edema.(5)Bila telah masuk ke dalam kulit, histamin menyebabkan triple response of Lewis, yaitu eritema lokal (vasodilatasi), suatu flare dengan karakteristik eritema di luar batas dari eritema lokal, hingga terbentuk suatu wheal akibat kebocoran cairan vena-vena postkapiler. Pembuluh darah terdiri dari 2 reseptor histamin. Reseptor yang selama ini diteliti adalah H1 dan H2.(5)Reseptor H1 ketika dirangsang oleh histamin, akan menyebabkan refleks dari akson, vasodilatasi dan pruritus. Perangsangan reseptor H1, melalui saraf sensorik, menyebabkan kontrakasi otot polos pada traktus respiratorius dan gastrointestinal, pruritus, dan bersin. Ketika reseptor H2 dirangsang, terjadi vasodilatasi. Disamping itu reseptor H2 juga terdapat di permukaan membrane dari sel mast dan ketika dirangsang, akan menyebabkan produksi dari histamine. Aktivasi reseptor H2 sendiri akan menyebabkan peningkatan produksi asam lambung. Aktivasi H1 dan H2 bersamaan akan mengakibatkan hipotensi, takikardi, kemerahan, dan sakit kepala.(5,10)Gambaran KlinisUrtikaria merupakan suatu kondisi kulit dengan manifestasi klinik berupa eritema dan edema setempat yang cepat timbul dan menghilang perlahan-lahan, berbatas tegas pada kulit atau membran mukosa, kadang-kadang bagian tengah tampak lebih pucat. Bentuknya dapat papular seperti pada urtikaria akibat sengatan serangga, besarnya dapat lentikular, numular, sampai plakat. Keluhan subyektif biasanya terasa gatal, rasa terbakar, atau tertusuk. (1,3,6)Berikut adalah tabel gambaran klinis Urtikaria/Angioedema berdasarkan stimulus dan tipe respon:

Apabila mengenai jaringan yang lebih dalam sampai dermis dan jaringan submukosa atau subkutan, juga beberapa alat dalam misalnya saluran cerna dan napas, disebut angioedema. Pada keadaan ini jaringan yang sering terkena adalah muka, disertai sesak nafas, serak dan rinitis. (1,3,6)Dermografisme, berupa edema dan eritema yang linear di kulit yang terkena goresan benda tumpul, timbul dalam waktu kurang lebih 30 menit. Pada urtikari akibat tekanan, urtika timbul pada tempat yang tertekan, misalnya di sekitar pinggang. Urtikaria kolinergik dapat timbul pada peningkatan suhu tubuh, emosi, makanan yang merangsang dan pekerjaan berat. Biasanya terasa sangat gatal, ukuran lesi bervariasi dari beberapa mm sampai numular dan konfluen membentuk plakat. Serangan berat sering disertai gangguan sistemik seperti nyeri perut, diare, muntah-muntah, dan nyeri kepala. (1,6,8)Pemeriksaan PenunjangA. Pemeriksaan LaboratoriumPemeriksaan darah, urin, feses rutin.Pemeriksaan darah, urin, feses rutin untuk menilai ada tidaknya infeksi yang tersembunyi atau kelainan pada alat dalam.(1) Pemeriksaan darah rutin bisa bermanfaat untuk mengetahui kemungkinan adanya penyakit penyerta, misalnya urtikaria vaskulitis atau adanya infeksi penyerta. Pemeriksaan-pemeriksaan seperti komplemen, autoantibodi, elektrofloresis serum, faal ginjal, faal hati, faal hati dan urinalisis akan membantu konfirmasi urtikaria vaskulitis. Pemeriksaan C1 inhibitor dan C4 komplemen sangat penting pada kasus angioedema berulang tanpa urtikaria.(12) Cryoglubulin dan cold hemolysin perlu diperiksa pada urtikaria dingin.(1)Tes AlergiAdanya kecurigaan terhadap alergi dapat dilakukan konfirmasi dengan melakukan tes kulit invivo (skin prick test), pemeriksaan IgE spesifik (radio-allergosorbent test-RASTs) atau invitro yang mempunyai makna yang sama.(6,7,12) Pada prinsipnya tes kulit dan RAST, hanya bisa memberikan informasi adanya reaksi hipersensitivitas tipe I. Untuk urtikaria akut, tes-tes alergi mungkin sangat bermanfaat, khususnya bila urtikaria muncul sebagai bagian dari reaksi anafilaksis. Untuk mengetahui adanya faktor vasoaktif seperti histamine-releasing autoantibodies, tes injeksi intradermal menggunakan serum pasien sendiri (autologous serum skin test-ASST) dapat dipakai sebagai tes penyaring yang cukup sederhana. (7, 12)Tes ProvokasiTes provokasi akan sangat membantu diagnosa urtikaria fisik, bila tes-tes alergi memberi hasil yang meragukan atau negatif. Namun demikian, tes provokasi ini dipertimbangkan secara hati-hati untuk menjamin keamanannya. Adanya alergen kontak terhadap karet sarung tangan atau buah-buahan, dapat dilakukan tes pada lengan bawah, pada kasus urtikaria kontak. Tes provokasi oral mungkin diperlukan untuk mengetahui kemungkinan urtikaria akibat obat atau makanan tertentu. (1,7)Tes eleminasi makanan dengan cara menghentikan semua makanan yang dicurigai untuk beberapa waktu, lalu mencobanya kembali satu demi satu. Pada urtikaria fisik akibat sinar dapat dilakukan tes foto tempel.(12)Suntikan mecholyl intradermal dapat digunakan pada diagnosa urtikaria kolinergik.(12)Tes fisik lainnya bisa dengan es atau air hangat apabila dicurigai adanya alergi pada suhu tertentu.(12)BAB IITINJAUAN PUSTAKA1. A. Reaksi HipersensitivitasHipersensitivitas yaitu reaksi imun yang patologik, terjadi akibat respon imun yang berlebihan sehingga menimbulkan kerusakan jaringan tubuh. Reaksi hipersensitivitas menurut Coombs dan Gell dibagi menjadi 4 tipe reaksi berdasarkan kecepatan dan mekanisme imun yang terjadi, yaitu tipe I, II, III, dan IV. Kemudian Janeway dan Travers merivisi tipe IV Gell dan Coombs menjadi tipe IVa dan IVb.Reaksi tipe I yang disebut juga reaksi cepat atau reaksi anafilaksis atau reaksi alergi timbul segera setelah tubuh terpajan dengan alergen. Pada reaksi tipe I, alergen yang masuk ke dalam tubuh menimbulkan respon imun berupa produksi IgE dan penyakit alergi seperti rinitis alergi, asma, dan dermatitis atopi.Reaksi tipe II atau reaksi sitotoksik atau sitotoksik terjadi karena dibentuk antibodi jenis IgG atau IgM terhadap antigen yang merupakan bagian dari sel pejamu. Reaksi tipe III disebut juga reaksi kompleks imun, terjadi bila kompleks antigen-antibodi ditemukan dalam sirkulasi/pembuluh darah atau jaringan dan mengaktifkan komplemen. Reaksi hipersensitivitas tipe IV dibagi dalam DTH (Delayed Type Hypersensitivity) yang terjadi melalui sel CD4+ dan T cell Mediated Cytolysis yang terjadi melalui sel CD8+ (Baratawidjaja, 2006).Jenis HipersensitivitasMekanisme Imun PatologikMekanisme Kerusakan Jaringan dan Penyakit

Tipe IHipersensitivitas cepatIgESel mast dan mediatornya (amin vasoaktif, mediator lipid, dan sitokin)

Tipe IIReaksi melalui antibodyIgM, IgG terhadap permukaan sel atau matriks antigen ekstraselulerOpsonisasi & fagositosis selPengerahan leukosit (neutrofil, makrofag) atas pengaruh komplemen dan FcRKelainan fungsi seluler (misal dalam sinyal reseptor hormone)

Tipe IIIKompleks imunKompleks imun (antigen dalam sirkulasi dan IgM atau IgG)Pengerahan dan aktivasi leukosit atas pengaruh komplemen dan Fc-R

Tipe IV (melalui sel T)Tipe IVaTipe IVb1. CD4+ : DTH2. CD8+ : CTL1. Aktivasi makrofag, inflamasi atas pengaruh sitokin2. Membunuh sel sasaran direk, inflamasi atas pengaruh sitokin

(Baratawidjaja, 2006).1. B. Mekanisme Alergi Hipersensitivitas Tipe IHipersensitivitas tipe I terjadi dalam reaksi jaringan terjadi dalam beberapa menit setelah antigen bergabung dengan antibodi yang sesuai. Ini dapat terjadi sebagai anafilaksis sistemik (misalnya setelah pemberian protein heterolog) atau sebagai reaksi lokal (misalnya alergi atopik seperti demam hay) (Brooks et.al, 2005). Urutan kejadian reaksi tipe I adalah sebagai berikut:1. Fase Sensitisasi, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IgE sampai diikatnya oleh reseptor spesifik (Fc-R) pada permukaan sel mast dan basofil.2. Fase Aktivasi, yaitu waktu yang diperlukan antara pajanan ulang dengan antigen yang spesifik dan sel mast melepas isinya yang berisikan granul yang menimbulkan reaksi.3. Fase Efektor, yaitu waktu terjadi respons yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek mediator-mediator yang dilepas sel mast dengan aktivitas farmakologik (Baratawidjaja, 2006).Mekanisme alergi, misalnya terhadap makanan, dapat dijelaskan sebagai berikut. Secara imunologis, antigen protein utuh masuk ke sirkulasi dan disebarkan ke seluruh tubuh. Untuk mencegah respon imun terhadap semua makanan yang dicerna, diperlukan respon yang ditekan secara selektif yang disebut toleransi atau hiposensitisasi. Kegagalan untuk melakukann toleransi oral ini memicu produksi antibodi IgE berlebihan yang spesifik terhadap epitop yang terdapat pada alergen. Antibodi tersebut berikatan kuat dengan reseptor IgE pada basofil dan sel mast, juga berikatan dengan kekuatan lebih rendah pada makrofag, monosit, limfosit, eosinofil, dan trombosit.Ketika protein melewati sawar mukosa, terikat dan bereaksi silang dengan antibodi tersebut, akan memicu IgE yang telah berikatan dengan sel mast. Selanjutnya sel mast melepaskan berbagai mediator (histamine, prostaglandin, dan leukotrien) yang menyebabkan vasodilatasi, sekresi mukus, kontraksi otot polos, dan influks sel inflamasi lain sebagai bagian dari hipersensitivitas cepat. Sel mast yang teraktivasi juga mengeluarkan berbagai sitokin lain yang dapat menginduksi reaksi tipe lambat (Rengganis dan Yunihastuti, 2007).Gejala yang timbul pada hipersensitivitas tipe I disebabkan adanya substansi aktif (mediator) yang dihasilkan oleh sel mediator, yaitu sel basofil dan mastosit.1. Mediator jenis pertamaMeliputi histamin dan faktor kemotaktik.- histamin menyebabkan bentol dan warna kemerahan pada kulit, perangsangan saraf sensorik, peningkatan permeabilitas kapiler, dan kontraksi otot polos.- Faktor kemotaktik. Dibedakan menjadi ECF-A (eosinophil chemotactic factor of anophylaxis) untuk sel-sel eosinofil dan NCF-A (neutrophil chemotactic factor of anophylaxis) untuk sel-sel neutrofil.1. Mediator jenis keduaDihasilkan melalui pelepasan asam arakidonik dari molekul-molekul fosfolipid membrannya. Asam arakidonik ialah substrat 2 macam enzim, yaitu sikloksigenase dan lipoksigenase.- Aktivasi enzim sikloksigenase akan menghasilkan bahan-bahan prostaglandin dan tromboxan yang sebagian dapat menyebabkan reaksi radang dan mengubah tonus pembuluh darah.- Aktivasi lipoksigenase diantaranya akan menghasilkan kelompok lekotrien. Lekotrien C, D, E sebelum dikenal ciri-cirinya dinamakan SRS-A (Slow reactive substance of anaphylaxis) karena lambatnya pengaruh terhadap kontraksi otot polos dibandingkan dengan histamin.1. Mediator jenis ketigaDilepaskan melalui degranulasi seperti jenis pertama, yang mencakup (1) heparin, (2) kemotripsin/tripsin (3) IF-A (Kresno, 2001; Wahab, et.al, 2002) 1. C. Nutrisi dan AlergiMakanan merupakan salah satu penyebab reaksi alergi yang berbahaya. Seperti alergen lain, alergi terhadap makanan dapat bermanifestasi pada salah satu atau berbagai organ target: kulit (urtikaria, angiodema, dermatitis atopik), saluran nafas (rinitis, asma), saluran cerna (nyeri abdomen, muntah, diare), dan sistem kardiovaskular (syok anafilaktik) (Rengganis dan Yunihastuti, 2007). Urtikaria akibat alergi makanan biasanya timbul setelah 30-90 menit setelah makan dan biasa disertai gejala lain seperti diare, mual, kejang perut, hidung buntu, bronkospasme, hingga gangguan vaskular. Semua gejala ini diperantarai oleh IgE (Baskoro et.al, 2007).Hampir setiap jenis makanan memiliki potensi untuk menimbulkan reaksi alergi. Alergen dalam makanan terutama berupa protein yang terdapat di dalamnya. Namun, tidak semua protein dalam makanan mampu menginduksi produksi IgE. Penyebab tersering alergi pada orang dewasa adalah kacang-kacangan, ikan, dan kerang. Sedangkan penyebab alergi tersering pada anak adalah susu, telur, kacang-kacangan, ikan, dan gandum. Sebagian besar alergi hilang setelah pasien menghindari makanan tersebut, dan melakukan eliminasi makanan, kecuali terhadap kacang-kacangan, ikan, dan kerang cenderung menetap atau menghilang setelah jangka waktu yang sangat lama.Ikan dapat menimbulkan sejumlah reaksi. Alergen utama dalam codfish adalah Gad c1 telah diisolasi dari fraksi miogen. Udang mengandung beberapa alergen. Antigen II dianggap sebagai alergen utama. Otot udang mengandung glikoprotein otot yang mengandung Pen a1 (tropomiosin).Gambaran klinis reaksi alergi terhadap makanan terjadi melalui IgE dan menunjukkan manifestasi terbatas: gastrointestinal, kulit dan saluran nafas. Tanda dan gejalanya disebabkan oleh pelepasan histamine, leukotrien, prostaglandin, dan sitokin. Alergen yang dimakan dapat menimbulkan efek luas, berupa respon urtikaria di seluruh tubuh, karena distribusi random IgE pada sel mast yang tersebar di seluruh tubuh (Rengganis dan Yunihastuti, 2007). .1. D. Penegakan Diagnosis Penyakit AlergiBila seorang pasien datang dengan kecurigaan menderita penyakit alergi, langkah pertama yang harus dilakukan adalah memastikan terlebih dahulu apakah pasien benar-benar menderita penyakit alergi. Selanjutnya baru dilakukan pemeriksaan untuk mencari alergen penyebab, selain juga faktor-faktor non alergik yang mempengaruhi timbulnya gejala.Prosedur penegakan diagnosis pada penyakit alergi meliputi beberapa tahapan berikut.1) Riwayat Penyakit. Didapat melalui anamnesis, sebagai dugaan awal adanya keterkaitan penyakit dengan alergi.2) Pemeriksaan Fisik. Pemeriksaan fisik yang lengkap harus dibuat, dengan perhatian ditujukan terhadap penyakit alergi bermanifestasi kulit, konjungtiva, nasofaring, dan paru. Pemeriksaan difokuskan pada manifestasi yang timbul.3) Pemeriksaan Laboratorium. Dapat memperkuat dugaan adanya penyakit alergi, namun tidak untuk menetapkan diagnosis. Pemeriksaan laboaratorium dapat berupa hitung jumlah leukosit dan hitung jenis sel, serta penghitungan serum IgE total dan IgE spesifik.4) Tes Kulit. Tes kulit berupa skin prick test (tes tusuk) dan patch test (tes tempel) hanya dilakukan terhadap alergen atau alergen lain yang dicurigai menjadi penyebab keluhan pasien.5) Tes Provokasi. Adalah tes alergi dengan cara memberikan alergen secara langsung kepada pasien sehingga timbul gejala. Tes ini hanya dilakukan jika terdapat kesulitan diagnosis dan ketidakcocokan antara gambaran klinis dengan tes lainnya. Tes provokasi dapat berupa tes provokasi nasal dan tes provokasi bronkial (Tanjung dan Yunihastuti, 2007).1. E. Penatalaksanaan Penyakit AlergiPada pasien perlu dijelaskan tentang jenis urtikaria, penyebabnya (bila diketahui), cara-cara sederhana untuk mengurangi gejala, pengobatan yang dilakukan dan harapan di masa mendatang. Prioritas utama pengobatan urtikaria adalah eliminasi dari bahan penyebab, bahan pencetus atau antigen.Penatalaksanaan medikamentosa terdiri atas pengobatan lini pertama, kedua, dan ketiga. Pengobatan lini pertama adalah penggunaan antihistamin berupa AH1 klasik yang bekerja dengan menghambat kerja histamin. Pengobatan lini kedua adalah dengan penggunaan kortikosteroid, sementara pengobatan lini ketiga adalah penggunaan imunosupresan (Baskoro et.al, 2007).BAB IIIPEMBAHASANMekanisme reaksi alergi adalah berdasar pada reaksi hipersensitivitas tipe I, yaitu timbulnya respon IgE yang berlebihan terhadap bahan yang dianggap sebagai alergen, sehingga terjadi pelepasan berbagai mediator penyebab reaksi alergi, walaupun pada orang normal reaksi ini tidak terjadi. Apabila reaksi alergi ini berlangsung sangat berlebihan, dapat timbul syok anafilaktik.Histamin yang dilepaskan menimbulkan berbagai efek. Vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler yang terjadi menyebabkan pindahnya plasma dan sel-sel leukosit ke jaringan, sehingga menimbulkan bintul-bintul berwarna merah di permukaan kulit. Sementara rasa gatal timbul akibat penekanan ujung-ujung serabut saraf bebas oleh histamin. Kemudian kerusakan jaringan yang terjadi akibat proses inflamasi menyebabkan sekresi protease, sehingga menimbulkan rasa nyeri akibat perubahan fungsi. Efek lain histamin, yaitu kontraksi otot polos dan perangsangan sekresi asam lambung, menyebabkan timbulnya kolik abdomen dan diare.ASI berisi substansi alamiah yang membantu maturitas usus bayi sehingga melindungi terhadap reaksi alergi, meningkatkan pertumbuhan postnatal dari epitel intestinal dan maturasi fungsi mukosa, serta menjaga keseimbangan Th1 dan Th2 yang menyebabkan penurunan risiko terjadinya alergi.Anak-anak, terutama bayi, lebih rentan mengalami alergi, karena maturitas barier imunitasnya belum sempurna, sehingga belum dapat melindungi tubuh dengan maksimal. Selain itu, sekresi enzim untuk mencerna zat gizi, terutama protein, belum dapat bekerja maksimal, sehingga terjadi alergi pada makanan tertentu, terutama makanan berprotein. Ada alergi yang dapat membaik, karena maturitas enzim dan barier yang berjalan seiring dengan bertambahnya umur. Hal ini juga dapat terjadi akibat faktor polimorfisme genetik antibodi yang aktif pada waktu tertentu, sehingga menentukan kepekaan terhadap alergen tertentu.Secara umum, hasil pemeriksaan laboratorium normal. Terjadi eosinofilia relatif, karena disertai dengan penurunan basofil akibat banyaknya terjadi degranulasi. Eosinofil sendiri menghasilkan histaminase dan aril sulfatase. Histaminase yang dihasilkan ini berperan dalam mekanisme pembatasan atau regulasi histamin, sehingga pada pasien dengan kasus alergi yang berat, jumlah eosinofil akan sangat meningkat melebihi normal.Ibunya Siti yang mengalami pilek, hidung gatal, bersin-bersin, dan juga menderita asma, dengan gejala sesak nafas dan mengi, menunjukkan bahwa ibunya Siti juga memiliki riwayat alergi. Mekanisme alergi pada ibunya Siti juga tetap diperantarai histamin, namun, alergi pada ibunya Siti bermanifestasi pada saluran pernafasan. Contohnya, bronkokonstriksi yang menyebabkan sesak nafas dan mengi (ekspirasi berbunyi) adalah akibat dari kerja histamin yang menyebabkan kontraksi otot polos bronkus. Sedangkan pilek, hidung gatal, dan bersin, adalah upaya mukosa dan sekretnya untuk menyingkirkan alergen yang masuk ke saluran pernafasan. Asma, dalam hal ini adalah alergi bronkus yang dikhawatirkan menurun, memang mempunyai kemungkinan diturunkan. Dengan mempunyai hanya satu orang tua yang memiliki riwayat alergi saja, anak telah memiliki risiko alergi sebesar 20-40%.Syok anafilaktik yang terjadi ketika ibunya Siti disuntik merupakan salah satu reaksi alergi hebat akibat pelepasan histamin yang diantaranya ditandai dengan penurunan kesadaran dan penurunan tekanan darah. Apabila dijumpai syok anafilaktik, hendaknya pada pasien segera diberikan antagonis fisiologis histamin, yaitu berupa injeksi adrenalin.Apabila dijumpai pasien dengan kecurigaan penyakit alergi, maka pertama kali dilakukan anamnesis, kemudian pemeriksaan fisik dan laboratorium, kemudian tes kulit yang sederhana. Apabila belum ditemukan penyebab yang pasti, barulah dilakukan tes provokasi.Dalam kasus, kemungkinan besar pasien alergi terhadap makanan tertentu seperti udang dan kepiting, karena gejala-gejala alergi yang ada timbul setelah pasien makan makanan tersebut. Penatalaksanaan yang paling baik untuk alergi adalah menghindari alergennya. Namun apabila diperlukan, dapat digunakan antihistamin, obat-obat kortikosteroid, serta imunosupresan yang seluruhnya digunakan untuk menekan respon sistem imun yang berlebihan yang terjadi pada reaksi alergi.BAB IVPENUTUPA. KESIMPULAN1. Reaksi hipersensitivitas tipe I adalah dasar dari reaksi alergi dengan perantara IgE.2. Pasien dalam kasus mengalami alergi terhadap makanan.3. Alergi dapat membaik, dan dapat juga menetap seumur hidup.4. Sifat alergi mempunyai kemungkinan diturunkan.5. Diagnosis penyakit alergi ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, tes kulit, dan apabila perlu tes provokasi.6. Cara terbaik menangani alergi adalah dengan menghindari alergen. Apabila perlu dapat digunakan antihistamin, kortikosteroid, dan imunosupresan.B. SARAN1. Sebaiknya Siti segera menjalani skin prick test agar diagnosis penyakit dapat segera dipastikan, dan dibandingkan dengan diagnosis banding bintul kulit lainnya, yaitu herpes, pemfigoid bulosa, atau penyakit gula kronik. 2. Sebaiknya Siti menghindari makanan-makanan penyebab alergi, seperti udang dan kepiting, dan menggunakan makanan lain sebagai sumber protein pengganti. DAFTAR PUSTAKABaratawidjaja, Karnen G. 2006. Imunologi Dasar Edisi Ke Tujuh. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.Baskoro, Ari. Soegiarto, Gatot. Effendi, Chairul. Konthen, P.G. 2007. Urtikaria dan Angiodema dalam Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.Brooks, Geo F. Butel, Janet S. Morse, Stephen A. 2005. Mikrobiologi Kedokteran Edisi 21. Jakarta: Salemba Medika.Kresno, Siti Boedina. 2001. Imunologi : Diagnosis dan Prosedur Laboratorium. Jakarta: FKUIRengganis, Iris. Yunihastuti, Evy. 2007. Alergi Makanan dalam Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.Tanjung, Azhar. Yunihastuti, Evy. 2007. Prosedur Diagnostik Penyakit Alergi dalam Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.Wahab, A Samik. Julia, Madarina. 2002. Sistem Imun, Imunisasi, & Penyakit Imun. Jakarta: Widya Medika.ReaksiHipersensitivitasFiled under: Farmakologi Tinggalkan Komentar 23 Mei 2012Reaksi imun spesifik dan nonspesifik pada umumnya menguntungkan bagi tubuh. respon tersebut berfungsi protektif terhadap infeksi atau pertumbuhan kanker, tetapi dapat pula menimbulkan hal yang tidak menguntungkan bagi tubuh berupa penyakit yang di sebut sebagai reaksi hipersensitivitas. Hipersensitivitas adalah peningkatan reaktivitas dan sensitivitas terhadap antigen yang pernah di pajankan atau dikenal sebelumnya. Berdasarkan waktu timbul, rekasi hipersensitivitas dibagi menjadi :1. Reaksi tipe cepat Terjadi dalam Hitungan detik, menghilang dalam 2 jam Ikatan silang antara allergen dan IgE pada permukaan sel mast> pelepasan mediator vasoaktif2. Reaksi tipe Intermediet terjadi setelah beberapa jam, menghilang dalam 24 jam Melibatkan Pembentukan Kompleks Imun IgG dan kerusakan jaringan melalui aktivasi komplemen atau sel NK/ADCC3. Reaksi tipe lambat Terjadi sampai sekitar 48 jam setelah terjadi pajanan dengan antigen akibat aktivasi sel ThBerdasarkan Mekanisme reaksi Imunologi yang terjadi, secara umum reaksi hipersensitivitas di bagi menjadi 4 golongan, yaitu hipersensitivitas tipe I,II,III, dan IV.NoJenis HiperSensitivitasMek. imun patologikMekanisme kerusakan jar. dan penyakit

1Tipe I (HS cepat)IgESel mast dan mediatornya (amin vasoaktif,mediator lipid,sitokinin)

2Tipe II(rx mell Ab)Ig M,Ig G thd permukaan sel /matrix Ag ekstraselularOpsonosasi dan fagosito-sis selPengerahan leukosit(neutrofil,makrofag) atas pe-ngaruh kom-plemen dan Fc-RKelainan fungsi selular\

3Tipe III(komplex imun)Komplex imun (Ag dlm sirkulasidan Ig M/IgG)Pengerahan dan aktivasi leukosit atas pengaruh komplemen dan Fc-R

4Tipe IV(mell. Sel T)1. CD 4 : DTH2. CD 8 : CTL1. Aktivasi makrofag, inflamasi atas pengaruh sitokin.2. Membu-nuh sel sa-saran di-rek, infla-masi atas pengaruh sitokin

A. Reaksi Hipersensitivitas Tipe I Disebut juga sebagai reaksi cepat atau reaksi anafilaksis atau reaksi alergi> timbul segera sesudah tubuh terpajan dengan alergen Urutan Kejadian reaksi tipe I1. Fase Sensitasi> waktu yang di butuhkan untuk pembentukan IgE sampai di ikat silang oleh reseptor spesifik (Fce-R) pada permukaan sel mast/basofil2. Fase aktivasi> waktu antara pajanan ulang dengan antigen spesifik dan sel mast/basofil melepaskan granul yang menimbulkan reaksiFase efektor> waktu terjadi respon kompleks sebagai efek mediator yang di lepas sel mast/basofil.Manifestasi reaksi tipe I1. Reaksi lokal : rinitis alergi, asma dan dermatitis atopi2. Reaksi Sistemik : anafilaksis3. Reaksi Pseudoalergi atau anafilaktoidMekanisme Reaksi Hipersensitivitas tipe IAntigen mengaktifkan Th2> Sel Th2 merangsang sel B berkembang menjadi sel plasma yang memproduksi IgE. Molekul IgE> di ikat oleh FceR1 pada sel mast dan basofil. Pajanan kedua dengan alergen menimbulkan ikatan silang antara antigen an IgE yang di ikat sel mast> melepaskan mediator farmakologis aktif> kontraksi otot polos, meningkatkan permeabiitas vaskular dan vasodilatasi, kerusakan jaringan dan anafilaksisB. Reaksi Hipersensitivitas Tipe II Disebut juga reaksi Sitotoksik atau Sitolitik Dibentuk Antibodi IgG dan IgM terhadap antigen IgG dan IgM mengaktifkan sel yang memiliki reseptor Fc-R dan sel NK> menimbulkan kerusakan melalui ADCC Mekanisme Sitolisis dengan bantuan antibodi dikenal sebagai ADCC bermanfaat untuk membantu sel sitotoksik menghancurkan sel sasaran yang berukuran terlalu besar untuk di fagositosis Mekanisme sitolisis dengan bantuan antibodi bermanfaat untuk menghancurkan sel patologis, misalnya sel tumor, terutama apabila antibofi yang terbentuk justru melindungi permukaan sel sasaran dari serangan sel T sitotoksik secara langsung tetapi apabila immunoglobulin melepas sel tubuh> reaksi ADCC> sitolisis dalam hal ini merugikan Kepekaan berbagai jenis sel sasaran terhadap aksi pengrusakan oleh sel efektor maupun oleh aktivasi komplemen berbeda-beda, tergantung jumlah antigen pada permukaan sel sasaran dan saya tahan sel sasaran terhadap pengrusakan.Contoh Reaksi Hipersensitifitas tipe II adalah kerusakan pada eritrosit1. Reaksi Tranfusi2. HDN3. Anemia HemolitikC. Reaksi Hipersensitivitas tipe III Disebut juga sebagai kompleks imun Kompleks Imun terbentuk setiap antibodi bertemu dengan antigena. Dalam keadaan normal> di singkirkan secara efektif oleh jaringan retukuloendoteliab. Reaksi Hipersensitivitas Keadaa Imunopatologika. Kombinasi infeksi kronis ringan dengan respon antibodi lemah> pembentukan kompleks imun kronis yang dapat mengendap di berbagai jaringan.b. Komplikasi penyakit autoimun dengan pembentukan autoantibodi terus menerus yang berikatan dengan jaringan (self)c. Kompleks imun terbentuk pada permukaan tubuh> contohnya; dalam paru-paru akibat terhirupnya antigen secara berulang kali Kompleks Imun menyulut berbagai jenis proses Inflamasi.a. Kompleks imun bereaksi dengan sistem komplemen>c3a dan c5a> pelepasan vasoaktive amin (termasuk histamin dan faktor kemotaktik dari mastosit dan basofil. C5a adalah faktor kemotaktik bagi basofil, eosinofil dan neutrofil.b. Makrofag> Sitokin (TNF- dan IL-a)> Inflamasic. Kompleks Imun berinteraksi dengan basofil dan trombosit melalui reseptor Fc>vasoaktive amin Terjadi retraksi sel endotel > meningkatnya permeabilitas vaskuler> pengendapan kompleks imun pada dinding pembuluh darah> membentuk C3a dan C5a Sel PMN ( Polimorphy Nuclear) di tarik ke tempat tersebut dan seharusnya dapat menekan kompleks simun tersebut> sulit dilakukan karena kompleks imun melekat pada dinding pembuluh darah> pelepasan enzim lisosom oleh PMN dengan cara eksositosis untuk menghancurkan deposit kompleks imun> tetapi karena fagosit menempel pada kompleks imun yang melekat erat pada jaringan pembuluh darah> lisosom merusak jaringan, Manifestasi Reaksi tipe IIIa. Reaksi lokal atau fenomena arthus.b. Reaksi sistemik- serum sickness.D. Reaksi Hipersensitivitas Tipe IV Hipersensitivitas granulomatosis Fase pada respon tipe IV1. Fase Sensitasi1-2 minggu setelah kontak primer dengan antigen. Th diaktifkan oleh APC melalui MHC II. Berbagai APC ( sel langerhans dan makrofag) menangkap antigen yang membawanya ke kelenjar limfoid regional untuk dipresentasikan sel T. Sel T yang di aktifkan umumnya sel CD4+ terutama Th, tetapi pada beberapa hal sel CD8+ dapat pula di aktifkan . Pajanan dengan antigen menginduksi sel efektor.2. Fase EfektorSel Th1 melepas berbagai sitokin yang mengerahkan dan mengaktifkan makrofag dan sel inflamasi non spesifik lain. Makrofag merupakan efektor utama respon DTH. Sitokin yang di lepas sel Th1 menginduksi monosit menempel ke endotel vaskular dan bermigrasi dari sirkulasi darah ke jaringan sekitar. Manifestasi klinis reaksi tipe IV1. dermatitis kontak2. hipersensitivitas tuberkulin3. reaksi jones Mote4. T Cell Mediated Cytolisis

Mekanisme reaksi hipersensitivitas menurut Gell danCoombsReaksi imunMekanisme KlinisWaktu reaksi

Tipe I (diperantarai IgE)Kompleks IgE-obat berikatan dengan sel mast melepaskan histamin dan mediator lainUrtikaria, angioedema, bronkospasme, muntah, diare, anafilaksisMenit sampai jam setelah paparan

Tipe II (sitotoksik)Antibodi IgM atau IgG spesifik terhadap sel hapten-obatAnemia hemolitik, neutropenia, trombositopeniaVariasi

Tipe III (kompleks imun)Deposit jaringan dari kompleks antibodi-obat dengan aktivasi komplemenSerum sickness, demam, ruam, artralgia, limfadenopati, vaskulitis, urtikaria1-3 minggu setelah paparan

Tipe IV (lambat, diperantarai oleh selular)Presentasi molekul obat oleh MHC kepada sel T dengan pelepasan sitokinDermatitis kontak alergi2-7 hari setelah paparan

(Dikutip dari Riedl MA dan Casillas AM, 2003)Ikatan obat dengan protein jaringan dapat mengubah struktur dan sifat jaringan sebagai antigen diri menjadi antigen yang tidak dikenal oleh sistem imun tubuh, sehingga dapat terjadi reaksi autoimun. Contoh obatnya antara lain klorpromazin, isoniazid, penisilamin, fenitoin dan sulfasalazin. Bila sel sasaran ini adalah endotel pembuluh darah, maka dapat terjadi vaskulitis akibat aktivasi komplemen oleh kompleks imun pada permukaan sel endotel (misalnya pada serum sickness). Aktivasi komplemen ini mengakibatkan akumulasi sel polimorfonuklear dan pelepasan lisozim sehingga terjadi reaksi inflamasi dan kerusakan dinding pembuluh darah. Obat yang dapat menimbulkan reaksi seperti ini antara lain penisilin, sulfonamid, eritromisin, salisilat, isoniazid, dan lain-lain.Reaksi tipe I merupakan hipersensitivitas cepat yang diperantarai oleh IgE dan menyebabkan reaksi seperti anafilaksis. Gejala yang ditimbulkan dapat berupa urtikaria, edema laring, wheezing dan kolaps kardiorespiratorius. Penyebab umum adalah molekul biologis dan beberapa obat, seperti penisilin dan insulin.Reaksi tipe II merupakan reaksi sitotoksik yang diinduksi oleh kompleks komplemen dengan antibodi sitotoksik IgM atau IgG. Reaksi ini terjadi sebagai respon terhadap obat yang mengubah membran permukaan sel. Contoh reaksi ini adalah anemia hemolitik yang disebabkan oleh metildopa dan penisilin, ataupun trombositopenia yang disebabkan oleh kuinidin. Obat lain yang bekerja melalui mekanisme ini antara lain sefalosporin, sulfonamida dan rifampisin.Pada reaksi tipe III terdapat periode laten beberapa hari sebelum gejala timbul, yaitu periode yang dibutuhkan untuk membentuk kompleks imun yang dapat mengaktivasi komplemen. Reaksi terkadang baru timbul setelah obat dihentikan. Reaksi tersebut dapat pula berupa reaksi setempat yang dikenal sebagai reaksi Arthus. Terdapat pembengkakan dan kemerahan setempat pada tempat antigen berada, misalnya pada vaksinasi. Reaksi setempat ini terjadi oleh karena penderita telah mempunyai kadar antibodi yang tinggi sehingga terjadi presipitasi pada tempat masuk antigen yang terjadi dalam waktu 2 sampai 5 jam setelah pemberian. Manifestasi utama berupa demam, ruam, urtikaria, limfadenopati dan artralgia. Contoh obat tersebut antara lain penisilin, salisilat, sulfonamida, klorpromazin, tiourasil, globulin antilimfositik dan fenitoin.Pada reaksi hipersensitivitas tipe lambat, limfosit bereaksi langsung dengan antigen, misalnya pada dermatitis kontak. Obat topikal yang secara antigenik biasanya berbentuk hapten, bila berikatan dengan protein jaringan kulit yang bersifat sebagai karier dapat merangsang sel limfosit T yang akan tersensitisasi dan berproliferasi. Pada pajanan berikutnya, sel T yang sudah tersensitisasi akan teraktivasi dan mengeluarkan sitokin yang menarik sel radang ke tempat antigen berada sehingga terjadi reaksi inflamasi. Contoh obat yang sering menimbulkan reaksi tipe IV antara lain benzil alkohol, derivat merkuri, neomisin, nikel, antibiotik topikal, krim steroid, antihistamin topikal, anestesi lokal, serta beberapa zat aditif yang sering terdapat pada obat topikal seperti parabens atau lanolin.Reaksi non imun yang tidak dapat diprediksi diklasifikasikan dalam pseudoalergi, idiosinkrasi atau intoleransi. Reaksi pseudoalergi merupakan hasil aktivasi sel mast secara langsung, tidak melibatkan IgE spesifik dan degranulasi oleh agen seperti opiat, koloid ekspander, polipeptida, antiinflamasi non-steroid dan media radiokontras. Reaksi yang bersifat non imunologi ini dapat terjadi saat pertama kali paparan. Reaksi idiosinkrasi hanya terjadi pada sebagian kecil populasi, seperti hemolisis yang diinduksi obat pada orang dengan defisiensi glucose-6-phosphate dehydrogenase (G6PD). Intoleransi obat merupakan ambang batas yang lebih rendah terhadap aksi farmakologi obat, seperti terjadinya tinitus setelah pemberian aspirin.Provided byDR WIDODO JUDARWANTO SpAchildrens ALLERGY CLINICJL TAMAN BENDUNGAN ASAHAN 5 JAKARTA PUSAT, JAKARTA INDONESIA 10210PHONE : (021) 70081995 5703646email : [email protected]\htpp://www.childrenallergyclinic.wordpress.com/SKEP URTIKARIA ASKEP URTIKARIA KONSEP PENYAKIT 1. PengertianUrtikaria merupakan istilah kilnis untuk suatu kelompok kelainan yang di tandai dengan adanya pembentukan bilur-bilur pembengkakan kulit yang dapat hilang tanpa meninggalkan bekas yang terlihat. ( robin graham, brown. 2205 )Urtikaria yaitu keadaan yang di tandai dengan timbulnya urtika atau edema setempat yang menyebabkan penimbulan di atas permukaan kulit yang di sertai rasa sangat gatal ( ramali, ahmad. 2000 )Urtikaria adalah reaksi vascular di kulit akibat bermacam-macam sebab, biasanya di tandai dengan edema setempat yang cepat timbul dan menghilang perlahan-lahan, berwarna pucat dan kemerahan, meninggi di permukaan kulit, sekitarnya di kelilingi halo (kemerahan). Keluhan subjektif biasanya gatal, rasa tersengat atau tertusuk.Dikenal dua macam bentuk klinik urtikaria, yaitu bentuk akut ( 6 minggu). Urtikaria yang mengenai lapisan kulit yang lebih dalam daripada dermis, dapat di submukosa, atau di subkutis, juga dapat mengenai saluran nafas, saluran cerna, dan organ kardiovaskuler dinamakan angiodema.Sinonim : Hives, nettle rash, biduran, kaligata.

2. Klasifikasi Terdapat bermacam - macam paham penggolongan urtikaria, berdasarkan lamanya serangan berlangsung di bedakan urtikaria akut dan kronik. Disebut akut bila serangan berlangsung kurang dari 6 minggu, atau berlangsung selama 4 minggu tetapi timbul setiap hari, bila melebihi waktu tersebut di golongkan sebagai urtikaria kronik. Urtikaria akut sering terjadi pada anak muda, umumnya laki-laki lebih sering daripada perempuan. Urtikaria kronik lebih sering pada wanita usia pertengahan. Penyebab urtikaria akut lebih mudah di ketahui, sedangkan pada urtikaria kronik sulit di temukan. Ada kecenderungan urtikaria lebih sering di derita oleh penderita atopik.Berdasarkan morfologi klinis, urtikaria di bedakan menurut bentuknya, yaitu urtikaria papular bila berbentuk papul, gutata bila besarnya sebesar tetesan air dan girata bila ukuranya besar-besar. Terdat pula yang anular dan arsinar. Menurut luasnya dan dalamnya jaringan yang terkena, di bedakan urtikaria lokal, generalisata dan angioedema. Ada pula yang mengolongkan berdasarkan penyebab urtikaria dan mekanisme terjadinya, maka di kenal urtikaria imunologik, non imunologik,dan idiopatik sebagai berikut: Urtikaria atas dasar reraksi imunologika) Bergantung pada IgE (reaksi alergi tipe I) Pada Atofi Antigen spesifik (polen, obat, venom)b) Ikut sertanya komplemen Pada reaksi sitotoksik (reaksi alergi tipe II) Pada reaksi kompleks imun (reaksi alergi tipe III) Defisiensi tipe I esterase inhibitor (genetik)c) Reaksi alergi tipe IV (urtikaria kontak) Urtikaria atas dasar reaksi non imunologika. Langsung memacu sel mas sehingga terjadi pelepasan radiator (misalnya obat golongan opiat dan bahan kontras).b. Bahan yang menyebabkan perubahan metabolisme asam arakidonat (aspirin, obat anti-inflamasi non-steroid golongan azodyes)c. Trauma fisik, misalnya dermo grafisme, rangsangan dingin, panas atau sinar dan bahan kolinergik. Urtikaria yang tidak jelas penyebab dan mekanismenya, digolongkan idiopatik

3. Bentuk Bentuk Klinis Urtikariaa. URTIKARIA AKUTUrtikaria akut hanya berlansung selama beberapa jam atau beberapa hari. yang sering terjadi penyebabnya adalah:- Adanya kontak dengan tumbuhan ( misalnya jelatang ), bulu binatang/ makanan.- Akibat pencernaan makanan, terutama kacang-kacangan, kerangan-kerangan dan strouberi. - Akibat memakan obat misalnya aspirin dan penisilin. b. URTIKARIA KRONISBiasanya berlangsung beberapa minggu, beberapa bulan, atau beberapa tahun. pada bentuk urtikaria ini jarang didapatkan adanya faktor penyebab tunggal.c. URTIKARIA PIGMENTOSAYaitu suatu erupsi pada kulit berupa hiperpigmentasi yang berlangsung sementara, kadang-kadang disertai pembengkakan dan rasa gatal.d. URTIKARIA SISTEMIK ( PRURIGO SISTEMIK )Adalah suatu bentuk prurigo yang sering kali terjadi pada bayi kelainan khas berupa urtikaria popular yaitu urtikaria yang berbentuk popular-popular yang berwarna kemerahan.Berdasarkan penyebabnya, urtikaria dapat dibedakan menjadi: Heat rash yaitu urtikaria yang disebabkan panas Urtikaria idiopatik yaitu urtikaria yang belum jelas penyebabnya atau sulit dideteksi Cold urtikaria adalah urtikaria yang disebabkan oleh rangsangan dingin. Yang timbul setelah beberapa menit atau beberapa jam setelah terpapar hawa dingin/ air dingin. Dapat ringan/setempat, sampai berat (disertai hipotensi, hilangnya kesadaran dan sesak nafas) Dermografik urtikaria (urtikaria fisik) bila timbul akibat tekanan berbentuk linier sesuai dengan bagian tekanan/garukan/goresan. Tes dermografisme positif (digarus,digores akan keluar urtikaria). Urtikaria alergika, bila karena alergi makanan Aquagenic urtikaria yaitu urtikaria yang disebabkan oleh rangsangan air Solar urtikaria yaitu urtikaria yang disebabkan sengatan sinar matahari Vaskulitik urtikaria Cholirgening urtikaria yaitu urtikaria yang disebabkan panas, latihan berat dan stress, bentuknya kecil-kecil tersebar dan sangat gatal Urtikaria kronis, bila tiap hari terkena urtikaria selama 6 minggu berturut-turut

4. EtiologiPada penyelidikan ternyata hampir 80% tidak diketahui penyebabnya. Di duga penyebab urtikaria bermacam-macam, diantaranya :a. ObatBermacam macam obat dapat menimbulkan urtika, baik secara imunologi maupun nonimunologik. Hampir semua obat sistemik menimbulkan urtikaria secara imunologi tipe I atau II. Contohnya ialah obat obat golongan penisilin, sulfonamid, analgesik, pencahar, hormon, dan uretik. Adapun obat secara nonimunologi langsung merangsang sel mas untuk melepaskan histamin, misalnya kodein, opium, dan zat kontras. Aspirin menimbulkan urtikaria karena menghambat sintesis prostaglandin dari asam arakidonat.

b. MakananPeranan makanan ternyata lebih penting pada urtikaria yang akut, umumnya akibat reaksi imunologik. Makanan berupa protein atau berupa bahan lainnya yang dicampurkan ke dalamnya seperti zat warna, penyedap rasa, atau bahan pengawet, sering menimbulkan urtikaria alergika. Contoh makanan yang sering menimbulkan urtikaria adalah telur, ikan, kacang, udang, coklat, tomat, arbey, baby, keju, bawang, dan semangka ; bahan yang dicampurkan seperti asam nitrat, asam benzoat, ragi, salisilat, dan panisilin. CHAM-PION 1969 melaporkan 2% urtikaria kronik disebabkan sensitisasi terhadap makanan. c. Gigitan/sengatan seranggaGigitan atau sengatan serangga dapat menimbulkan urtikaria setempat, agaknya hal ini menyebab diperantai oleh IgE (Tipe I) dan tipe seluler (tipe IV). Tetapi venom dan toksin bakteri, biasanya dapat pula mengaktifkan komplemen. Nyamuk, kepinding dan serangga lainnya menimbulkan urtika bentuk papular di sekitar gigitan, biasanya sembh dengan sendirinya setelah beberapa hari, minggu, atau bulan.d. Bahan fotosensitizerBahan semacam ini, gleseofulvin, fenotiazin, sulfonamin, bahan kosmetik, dan sabun germisin sering menimbulkan urtikaria.e. InhalanInhalan berupa serbuk sari bunga (polen), spora jamur, debu, bulu binatang, dan aerosol, umumnya lebih mudah menimbulkan urtikaria alergi (Tipe I). Reaksi ini sering di jumpai pada penderita atofi dan disertai gangguan nafas.f. KontaktanKontaktan yang sering menimbulkan urtikaria ialah kutu binatang, serbuk tekstil, air liur binatang, tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, bahan kimia, misalnya insect refelent (penangkis serangga) dan bahan kosmetik. Keadaan ini disebabkan bahan tersebut menembus kulit dan menimbulkan urtikaria.TUFT (1975) melaporka urtikaria akibat sefalosporin pada seorang apoteker, hal yang jarang terjadi ; karena kontak dengan antibiotik umumnya menimbulkan dermatitis kontak. Urtikaria akibat kontak dengan klorida kobal, indikator warna pada tes provokasi keringat, telah dilaporkan oleh SMITH (1975).g. Trauma fisikTrauma fisik dapat diakibatkan oleh faktor dingin, yakni berenang atau memegang benda dingin ; faktor panas, misalnya sinar matahari, sinar UV , radiasi, dan panas pembakaran ; faktor tekanan, yaitu goresan, pakain ketat, ikat pinggang, air yang menetes atau semprotan air, vibrasi, dan tekanan berulang-ulang contohnya pijatan, keringat, pekerjaan, demam, dan emosi menyebabkan urtikaria fisik, baik secara imunologik maupun non imunologik. Klinis biasanya terjadi ditempat yang mudah terkena trauma. Dapat timbul urtikaria setelah goresan dengan benda tumpul beberapa menit sampai beberapa jam kemudian. Fenomena ini disebut dermografisme atau fenomena darier.h. Infeksi dan infestasiBermacam-macam infeksi dapat menimbulkan urtikaria, misalnya infeksi bakteri, virus, jamur, maupun investasi parasit. Infeksi oleh bakteri, contohnya pada infeksi tonsil, infeksi gigi dan sinusitis. Masih merupakan pertanyaan, apakah urtikaria timbul karena toksik bakteri atau oleh sensitisasi. Infeksi visrus hepatitis, mononukleosis, dan infeksi virus Coxsackie pernah dilaporkan sebagai faktor penyebab. Karena itu pada urtikaria yang idiopatik perlu dipikirkan kemungkinan infeksi virus subklinis. Investasi cacing pita, cacing tambang, cacing gelang, juga Schistosoma atau Echinococcus dapat menyebabkan urtikaria.i. PsikisTekanan jiwa dapat memacu sel mas atau langsung menyebabkan peningkatan permeabilitas dan vasodilatasi kapiler. Ternyata hampir 11,5% penderita urtikari menunjukkan gangguan psikis. Penyelidikan memperlihatkan bahwa hipnosis dapat menghambat eritema dan urtikaria. Pada percobaan induksi psikis, ternyata suhu kulit dan ambang rangsang eritema meningkat.j. GenetikFaktor genetik ternyata berperan pentik pada urtikaria dan angioedema, menunjukkan penurunan autosoma dominan.Diantaranya ialah angioneurotik edema herediter, familial cold urtikaria, familial lokalized heat urtikaria, vibratory angioedema, heredo-familial symdrom of urtikaria deafness and amyloidosis, dan erythropoietic protoporphyria.k. Penyakit sistemikBeberapa penyakit kolagen dan keganasan dapat menimbulkan urtikaria, reaksi lebih sering disebabkan reaksi kompleks antigen-antibody. Penyakit vesiko-bulosa, misalnya pemfigus dan dermatitis herpetiformis duhring sering menimbulkan urtikaria. Sejumlah 7-9% penderita lupus eritematosus sitemik dapat mengalami urtikaria. Beberapa penyakit sistemik yang sering disertai urtikaria antara lain limfoma, hifertiroid, hepatitis, urtikaria pigmentosa, artritis pada demam rematik, dan artritis reumatoid zuvenilis.

5. PatofisiologiFaktor-faktor pencetus :Fx. Imunologik/non imunologik

Kulit

Melakukan Pertahanan

Induksi Respon Antiodi IgE

Sel Mast Basofil

Pelepasan mediator(H, SRSA, Serotonin,Kinin)

Anafilaksis Sistemik

Urtikaria6. Manifestasi Klinik Gatal Rasa terbakar/tertusuk Tampak eritema & oedema setempat berbatas tegas, kadang bagian tengah tampak lebih pucat Bentuk popular Dermografisme : oedema & eritema yg linear di kulit bila terkena tekanan/goresan benda tumpul, timbul 30 menit

7. KomplikasiLesi-lesi urtikaria bisa sembuh tanpa komplikasi. Namun pasien dengan gatal yang hebat bisa menyebabkan purpura dan excoriasi yang bisa menjadi infeksi sekunder. Penggunaan antihistamin bisa menyebabkan somnolens dan bibir kering. Pasien dengan keadaan penyakit yang berat bisa mempengaruhi kualitas hidup. Dapat pula terjadi angioedema

8. Pemeriksaan Diagnostik Darah, urine & faeces rutin Pemeriksaan gigi, THT, usapan vagina Pemeriksaan kadar IgE, eosinofil & komplemen Tes kulit Tes eliminasi makanan Histopatologik Tes Provokasi Injeksi mecholyl IC Tes dengan es Tes dengan air hangat 9. Penatalaksanaan MedisEdukasi pasien untuk menghindari pencetus (yang bisa diketahui). Obat opiat dan salisilat dapat mengaktivasi sel mast tanpa melalui IgE. Pada urtikaria generalisata mula-mula diberikan injeksi larutan adrenalin 1/1000 dengan dosis 0,01 ml/kg intramuskular (maksimum 0,3 ml) dilanjutkan dengan antihistamin penghambat H1 seperti CTM 0,25 mg/kg/hari dibagi 3 dosis sehari 3 kali yang dikombinasi dengan HCL efedrin 1 mg/tahun/kali sehari 3 kali. (Lihat penanggulangan anafilaksis). Bila belum memadai ditambahkan kortikosteroid misalnya prednison (sesuai petunjuk dokter). Pada urtikaria yang sering kambuh terutama pada anak sekolah, untuk menghindari efek samping obat mengantuk, dapat diberikan antihistamin penghambat H1 generasi baru misalnya setirizin 0,25 mg/kg/hari sekali sehari.

10. Pengobatan Hilangkan faktor pencetus Anti histamin Anti enzym (antiplasmin) Desensitasi Eliminasi diet

11. Pencegahano Hindari alergen yang diketahui. Termasuk beberapa makanan dan penyedap makanan, obat-obatan dan beberapa situasi seperti panas, dingin atau stress emosional o Membuat catatan. Mencatat kapan dan dimana urtikaria terjadi dan apa yang kita makan. Hal ini akan membantu anda dan dokter untuk mencari penyebab urtikaria. o Hindari pengobatan yang dapat mencetuskan urtiakria seperti antibiotik golongan penisilin, aspirin dan lainnya.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN Untuk menetapkan bahan alergen penyebab urtikaria kontak alergik diperlukan anamnesis yang teliti, riwayat penyakit yang lengkap, pemeriksaan fisik dan uji tempel.Anamnesis ditujukan selain untuk menegakkan diagnosis juga untuk mencari kausanya. Karena hal ini penting dalam menentukan terapi dan tindak lanjutnya, yaitu mencegah kekambuhan. Diperlukan kesabaran, ketelitian, pengertian dan kerjasama yang baik dengan pasien. Pada anamnesis perlu juga ditanyakan riwayat atopi, perjalanan penyakit, pekerjaan, hobi, riwayat kontaktan dan pengobatan yang pernah diberikan oleh dokter maupun dilakukan sendiri, obyek personal meliputi pertanyaan tentang pakaian baru, sepatu lama, kosmetika, kaca mata, dan jam tangan serta kondisi lain yaitu riwayat medis umum dan mungkin faktor psikologik.Pemeriksaan fisik didapatkan, biasanya klien mengeluh gatal, rasa terbakar, atau tertusuk. Klien tampak eritema dan edema setempat berbatas tegas, kadang-kadang bagian tengah tampak lebih pucat. Bentuknya dapat papular seperti pada urtikaria akibat sengatan serangga, besarnya dapat lentikular, numular, sampai plakat. Kriteria diagnosis urtikaria alergik adalah : Adanya riwayat kontak dengan suatu bahan satu kali tetapi lama, beberapa kali atau satu kali tetapi sebelumnya pernah atau sering kontak dengan bahan serupa. Terdapat tanda-tanda urtikaria terutama pada tempat kontak. Terdapat tanda-tanda urtikaria disekitar tempat kontak dan lain tempat yang serupa dengan tempat kontak tetapi lebih ringan serta timbulnya lebih lambat, yang tumbuhnya setelah pada tempat kontak. Rasa gatal Uji tempel dengan bahan yang dicurigai hasilnya positif.1. Identitas Pasien.2. Keluhan Utama.Biasanya pasien mengeluh gatal, rambut rontok.3. Riwayat Kesehatan.a. Riwayat Penyakit Sekarang :Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan seperti yang ada pada keluhan utama dan tindakan apa saja yang dilakukan pasien untuk menanggulanginya.b. Riwayat Penyakit Dahulu :Apakah pasien dulu pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit kulit lainnya.c. Riwayat Penyakit Keluarga :Apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit kulit lainnya.d. Riwayat Psikososial :Apakah pasien merasakan kecemasan yang berlebihan. Apakah sedang mengalami stress yang berkepanjangan.e. Riwayat Pemakaian Obat :Apakah pasien pernah menggunakan obat-obatan yang dipakai pada kulit, atau pernahkah pasien tidak tahan (alergi) terhadap sesuatu obat.f. Pemeriksaan fisik KU : lemah TTV : suhu naik atau turun. Kepala Bila kulit kepala sudah terkena dapat terjadi alopesia. MulutDapat juga mengenai membrane mukosa terutama yang disebabkan oleh obat. Abdomen Adanya limfadenopati dan hepatomegali. Ekstremitas Perubahan kuku dan kuku dapat lepas. KulitKulit periorbital mengalami inflamasi dan edema sehingga terjadi ekstropion pada keadaan kronis dapat terjadi gangguan pigmentasi. Adanya eritema , pengelupasan kulit , sisik halus dan skuama.

B. DIAGNOSA KEPERAWATANDiagnosa keperawatan yang umumnya muncul pada klien penderita kelainan kulit sepertiUrtikaria adalah sebagai berikut :1. Potensial terjadinya infeksi berhubungan dengan adanya luka akibat gangguan integritas 2. Resiko kerusakan kulit berhubungan dengan terpapar alergen3. Perubahan rasa nyaman berhubungan dengan pruritus4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus5. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak bagus.6. Kurang pengetahuan tentang program terapi berhubungan dengan inadekuat informasi

C. INTERVENSI KEPERAWATANNo.Diagnosa KeperawatanPerencanaan

Tujuan/Kriteria HasilIntervensiRasional

1Potensial terjadinya infeksi b.d. adanya luka akibat gangguan integritas Tujuan : Tidak terjadi infeksiKriteria hasil :Hasil pengukuran tanda vital dalam batas normal.- RR :12-24 x/menit- N : 70-82 x/menit- T : 36-37 OC- TD : 120/85 mmHgTidak ditemukan tanda-tanda infeksi (kalor,dolor, rubor, tumor, infusiolesa)Hasil pemeriksaan laboratorium dalam batas normal Leuksosit darah : 4.400 11.300/mm31. Lakukan tekni aseptic dan antiseptic dalam melakukan tindakan pada pasien 2. Ukur tanda vital tiap 4-6 jam

3. Observasi adanya tanda-tanda infeksi 4. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet TKTP 5. Libatkan peran serta keluarga dalam memberikan bantuan pada klien.6. Jaga lingkungan klien agar tetap bersih.1. Dengan teknik septik dan aseptik dapat mengirangi dan mencegah kontaminasi kuman.2. Suhu yang meningkat adalah imdikasi terjadinya proses infeksi.3. Deteksi dini terhadap tanda-tanda infeksi4. Untuk menghindari alergen dari makanan.5. Memandirikan keluarga

6. Menghindari alergen yang dapat meningkatkan urtikaria.

2Resiko kerusakan kulit b.d. terpapar alergenTujuan :Tidak terjadi kerusakan pada kulit klienKriteria hasil :Klien akan mempertahankan integritas kulit, ditandai dengan menghindari alergen

1. Ajari klien menghindari atau menurunkan paparan terhadap alergen yang telah diketahui. 2. Baca label makanan kaleng agar terhindar dari bahan makan yang mengandung alergen3. Hindari binatang peliharaan.

4. Gunakan penyejuk ruangan (AC) di rumah atau di tempat kerja, bila memungkinkan. 1. Menghindari alergen akan menurunkan respon alergi.

2. Menghindari dari bahan makanan yang mengandung alergen.3. Binatang sebaiknya hindari memelihara binatang atau batasi keberadaan binatang di sekitar area rumah.4. AC membantu menurunkan paparan terhadap beberapa alergen yang ada di lingkungan.

3Perubahan rasa nyaman b.d. pruritusTujuan :Rasa nyaman klien terpenuhiKriteria hasil :Klien menunjukkan berkurangnya pruritus, ditandai dengan berkurangnya lecet akibat garukan, klien tidur nyenyak tanpa terganggu rasa gatal, klien mengungkapkan adanya peningkatan rasa nyaman1. Jelaskan gejala gatal berhubungan dengan penyebabnya (misal keringnya kulit) dan prinsip terapinya (misal hidrasi) dan siklus gatal-garuk-gatal-garuk.2. Cuci semua pakaian sebelum digunakan untuk menghilangkan formaldehid dan bahan kimia lain serta hindari menggunakan pelembut pakaian buatan pabrik. 3. Gunakan deterjen ringan dan bilas pakaian untuk memastikan sudah tidak ada sabun yang tertinggal.4. Jaga kebersihan kulit pasien

5. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat pengurang rasa gatal1. Dengan mengetahui proses fisiologis dan psikologis dan prinsip gatal serta penangannya akan meningkatkan rasa kooperatif.

2. Pruritus sering disebabkan oleh dampak iritan atau allergen dari bahan kimia atau komponen pelembut pakaian.

3. Bahan yang tertinggal (deterjen) pada pencucian pakaian dapat menyebabkan iritasi.4. Mengurangi penyebab gatal karena terpapar alergen.5. Mengurangi rasa gatal.

4Gangguan pola tidur b.d. pruritusTujuan :Klien bisa beristirahat tanpa adanya pruritus.Kriteria Hasil :1.Mencapai tidur yang nyenyak.2.Melaporkan gatal mereda.3.Mempertahankan kondisi lingkungan yang tepat.4.Menghindari konsumsi kafein.5.Mengenali tindakan untuk meningkatkan tidur.6.Mengenali pola istirahat/tidur yang memuaskan.1. Mengerjakan hal ritual menjelang tidur.

2. Menjaga agar kulit selalu lembab.

3. Menghindari minuman yang mengandung kafein menjelang tidur.4. Melaksanakan gerak badan secara teratur.5. Nasihati klien untuk menjaga kamar tidur agar tetap memiliki ventilasi dan kelembaban yang baik.1. Udara yang kering membuat kulit terasa gatal, lingkungan yang nyaman meningkatkan relaksasi.2. Tindakan ini mencegah kehilangan air, kulit yang kering dan gatal biasanya tidak dapat disembuhkan tetapi bisa dikendalikan.3. Kafein memiliki efek puncak 2-4 jam setelah dikonsumsi.4. Memberikan efek menguntungkan bila dilaksanakan di sore hari.5. Memudahkan peralihan dari keadaan terjaga ke keadaan tertidur.

5Gangguan citra tubuh b.d. penampakan kulit yang tidak bagusTujuan :Pengembangan peningkatan penerimaan diri pada klien tercapaiKriteria Hasil :1.Mengembangkan peningkatan kemauan untuk menerima keadaan diri.2.Mengikuti dan turut berpartisipasi dalam tindakan perawatan diri.3.Melaporkan perasaan dalam pengendalian situasi.4.Menguatkan kembali dukungan positif dari diri sendiri.5.Mengutarakan perhatian terhadap diri sendiri yang lebih sehat.6.Tampak tidak meprihatinkan kondisi.7.Menggunakan teknik penyembunyian kekurangan dan menekankan teknik untuk meningkatkan penampilan1. Kaji adanya gangguan citra diri (menghindari kontak mata,ucapan merendahkan diri sendiri).

2. Identifikasi stadium psikososial terhadap perkembangan.

3. Berikan kesempatan pengungkapan perasaan.

4. Nilai rasa keprihatinan dan ketakutan klien, bantu klien yang cemas mengembangkan kemampuan untuk menilai diri dan mengenali masalahnya.

5. Dukung upaya klien untuk memperbaiki citra diri , spt merias, merapikan.6. Mendorong sosialisasi dengan orang lain.1. Gangguan citra diri akan menyertai setiap penyakit/keadaan yang tampak nyata bagi klien, kesan orang terhadap dirinya berpengaruh terhadap konsep diri.2. Terdapat hubungan antara stadium perkembangan, citra diri dan reaksi serta pemahaman klien terhadap kondisi kulitnya.3. Klien membutuhkan pengalaman didengarkan dan dipahami.4. Memberikan kesempatan pada petugas untuk menetralkan kecemasan yang tidak perlu terjadi dan memulihkan realitas situasi, ketakutan merusak adaptasi klien .5. Membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi.

6. Membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi.

6Kurang pengetahuan tentang program terapi b.d. inadekuat informasiTujuan :Terapi dapat dipahami dan dijalankanKriteria Hasil :1.Memiliki pemahaman terhadap perawatan kulit.2.Mengikuti terapi dan dapat menjelaskan alasan terapi.3.Melaksanakan mandi, pembersihan dan balutan basah sesuai program.4.Menggunakan obat topikal dengan tepat.5.Memahami pentingnya nutrisi untuk kesehatan kulit.1. Kaji apakah klien memahami dan mengerti tentang penyakitnya.2. Jaga agar klien mendapatkan informasi yang benar, memperbaiki kesalahan konsepsi/informasi.

3. Peragakan penerapan terapi seperti, mandi dan penggunaan obat-obatan lainnya.4. Nasihati klien agar selalu menjaga hygiene pribadi juga lingkungan..

1. Memberikan data dasar untuk mengembangkan rencana penyuluhan2. Klien harus memiliki perasaan bahwa sesuatu dapat mereka perbuat, kebanyakan klien merasakan manfaat.3. Memungkinkan klien memperoleh cara yang tepat untuk melakukan terapi.4. Dengan terjaganya hygiene, dermatitis alergi sukar untuk kambuh kembali


Top Related