Download - RPJPD Kabupaten Bogor 2005-2025
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR
TAHUN 2008 NOMOR 27
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 27 TAHUN 2008
TENTANG
RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH
KABUPATEN BOGOR TAHUN 2005 - 2025
I - 1
LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR : 27 TAHUN 2008 TANGGAL : 4 DESEMBER 2008
RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH KABUPATEN BOGOR TAHUN 2005-2025
BAB I PENDAHULUAN
I.1. LATAR BELAKANG
1. Kabupaten Bogor terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 14
Tahun 1950 tentang Pemerintahan Daerah Kabupaten dalam Lingkungan
Propinsi Jawa Barat. Sejak saat itu, pembangunan daerah Kabupaten
Bogor mulai dilaksanakan oleh segenap pemangku kepentingan, baik
pemerintah, masyarakat maupun dunia usaha. Setelah dua puluh tahun
pertama sejak pembentukannya, atau tepatnya dengan terbitnya
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan
di Daerah, maka kabupaten/kotamadya di seluruh Indonesia, termasuk
Kabupaten Bogor mulai diberikan hak dan kewenangan sesuai dengan
prinsip otonomi yang nyata dan bertanggungjawab. Namun demikian,
selama dua puluh tahun pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan
daerah di bawah undang-undang tersebut hingga tahun 1990, mulai
muncul tuntutan dari daerah-daerah, agar diberikan kewenangan yang
luas, nyata dan bertanggungjawab, karena selama itu, pelaksanaan
otonomi daerah lebih merupakan kewajiban dari pada hak daerah untuk
mengurus dan mengatur rumah tangganya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
2. Untuk merespon tuntutan tersebut, pemerintah pusat menerbitkan
Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1992 tentang Penyelenggaraan
Otonomi Daerah dengan Titik Berat pada Daerah Tingkat II. Uji coba
pelaksanaan otonomi dengan titik berat otonomi daerah pada Daerah
Tingkat II tersebut, dilaksanakan dengan menyerahkan sebagian besar
urusan pemerintahan oleh Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah
Daerah Tingkat I, kepada Pemerintah Daerah Tingkat II secara bertahap
dan berkelanjutan. Oleh karena itu, di beberapa Daerah Tingkat II
dilakukan uji-coba percontohan penyelenggaraan otonomi daerah,
I - 2
dengan mengutamakan penyerahan sebagian besar urusan pemerintahan
untuk diatur dan diselenggarakan sebagai urusan rumah tangganya. Hasil
penelitian dan penilaian oleh para ahli terhadap hasil uji-coba dimaksud
mengungkapkan bahwa daerah tingkat II sebagian besar mampu
mengurus dan mengatur rumah tangganya sesuai dengan kewenangan
yang telah diserahkan.
3. Seiring dengan bergulirnya era reformasi pada tahun 1998, yang
merupakan dampak dari krisis ekonomi nasional yang berkembang
menjadi krisis multidimensi, tuntutan untuk menyelenggarakan
pemerintahan di daerah secara otonom semakin mengemuka. Satu tahun
kemudian, pemerintah menerbitkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun
1999 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
yang telah disempurnakan lagi dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun
2005, di dalamnya daerah diberikan hak dan kewenangan sesuai dengan
prinsip otonomi yang luas, nyata dan bertanggungjawab serta berhak
mengatur seluruh kewenangannya, baik berupa urusan wajib maupun
urusan pilihan sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
4. Sejalan dengan terbitnya undang-undang di atas, pemerintah telah
menetapkan pula Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional, yang menyatakan bahwa dalam
rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah disusun perencanaan
pembangunan daerah sebagai satu kesatuan dalam sistem perencanaan
pembangunan nasional. Perencanaan pembangunan daerah dimaksud
disusun oleh pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya dan
penyusunannya dilaksanakan secara berjangka, meliputi : (1) Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Daerah disingkat dengan RPJP Daerah
untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun yang memuat visi, misi dan
arah pembangunan daerah yang mengacu pada RPJP Nasional dan/atau
RPJP Provinsi; (2) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
disingkat dengan RPJM Daerah untuk jangka waktu 5 (lima) tahun, yang
merupakan penjabaran dari visi, misi dan program kepala daerah, yang
penyusunannya berpedoman kepada RPJP Daerah dengan
memperhatikan RPJM Nasional dan/atau RPJM Provinsi; (3) Rencana
Kerja Pembangunan Daerah disingkat menjadi RKPD, yang merupakan
penjabaran dari RPJM Daerah untuk jangka waktu 1 (satu) tahun, yang
I - 3
memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan
daerah, rencana kerja dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan
langsung oleh pemerintah daerah maupun ditempuh dengan mendorong
partisipasi masyarakat, dengan mengacu kepada Rencana Kerja
Pemerintah (RKP) dan/atau Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD)
Provinsi.
5. Untuk itu, RPJP Daerah Kabupaten Bogor Tahun 2005 – 2025 disusun
secara sistematis, terarah, terpadu, menyeluruh dan fleksibel
berlandaskan prinsip kebersamaan, berkeadilan, dan berkelanjutan
dengan menjaga keseimbangan kemajuan, kesatuan nasional dan
berorientasi ke masa depan.
I.2. PENGERTIAN
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) adalah dokumen
perencanaan pembangunan daerah untuk periode 20 (dua puluh) tahun,
yang memuat visi, misi, dan arah pembangunan daerah yang mengacu pada
RPJP Nasional dan RPJP Provinsi Jawa Barat.
I.3. MAKSUD DAN TUJUAN
Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah, disusun dengan
maksud memberikan arah sekaligus menjadi acuan bagi pemerintah dan
masyarakat Kabupaten Bogor dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan
daerah sesuai dengan visi, misi, dan arah pembangunan yang disepakati
bersama.
Sedangkan tujuan penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang
(RPJP) Daerah adalah :
1. Memberikan arah/pedoman yang jelas bagi pembangunan di Kabupaten
Bogor selama 20 (dua puluh) tahun;
2. Menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi dan sinergi baik antar SKPD,
antar pemerintahan, antar ruang, antar waktu, dan antar fungsi
pemerintahan;
3. Mendorong terciptanya keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan,
penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan;
4. Mewujudkan rencana pembangunan daerah yang sinergis dan terpadu
antara perencanaan pembangunan Nasional, Provinsi Jawa Barat, dan
Kabupaten/Kota yang berbatasan dengan wilayah Kabupaten Bogor.
I - 4
I.4. LANDASAN HUKUM
Landasan hukum penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP)
Daerah adalah sebagai berikut :
1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pemerintahan Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Jawa Barat;
2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme;
3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;
5. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan;
6. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;
7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004;
8. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah;
9. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Tahun 2005-2025;
10. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;
11. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah;
12. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan;
13. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional;
14. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota;
15. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah;
16. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah;
17. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;
18. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur;
19. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 9 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2005 – 20025;
I - 5
20. Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 7 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan yang Menjadi Kewenangan Pemerintahan Daerah;
21. Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 19 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor Tahun 2005 – 2025.
I.5. SISTEMATIKA
Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah Tahun
2005–2025 disusun dalam sistematika sebagai berikut :
Bab I Pendahuluan, memuat uraian tentang latar belakang, pengertian,
maksud dan tujuan, landasan hukum, sistematika, kerangka pikir
serta proses penyusunan RPJP Daerah Kabupaten Bogor Tahun
2005 - 2025;
Bab II Gambaran Umum Kondisi Daerah, memuat penjelasan umum
mengenai kondisi eksisting sampai dengan titik awal penyusunan
RPJP Daerah dalam setiap sektor pembangunan;
Bab III Analisis Isu-isu Strategis, memuat tentang isu-isu daerah yang
pada dasarnya adalah masalah/persoalan/agenda yang perlu dan
harus dikerjakan oleh Pemerintah Daerah selama 20 (dua puluh)
tahun ke depan;
Bab IV Visi dan Misi Pembangunan Daerah Tahun 2005 - 2025, memuat
visi pembangunan Kabupaten Bogor dan misi pembangunan yang
akan dilaksanakan untuk mewujudkan visi tersebut;
Bab V Arah, Tahapan dan Prioritas Pembangunan Jangka Panjang Daerah
Tahun 2005 - 2025, memuat upaya-upaya pencapaian visi dan misi
Kabupaten Bogor;
Bab VI Kaidah Pelaksanaan.
I.6. KERANGKA PIKIR RPJP DAERAH
Kabupaten Bogor sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan dari Provinsi
Jawa Barat dan Negara Kesatuan Republik Indonesia akan menghadapi hal
yang sama di masa-masa yang akan datang, dengan melihat fakta dan
kecenderungan yang ada, berbagai langkah harus ditempuh untuk tetap
menjamin terlaksananya pembangunan pada masa yang akan datang dengan
pencapaian tingkat kesejahteraan yang lebih baik, dan memiliki sinergi yang
kuat dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jawa
Barat yang pada gilirannya akan mendukung pada pencapaian Arah dan
Kebijakan Pembangunan Nasional yang dituangkan dalam Rencana
I - 6
Pembangunan Jangka Panjang Nasional serta untuk menjamin terlaksananya
pembangunan Kabupaten Bogor yang berkelanjutan.
Alur pikir penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah
dapat ditunjukkan melalui gambar diagram di bawah ini :
Gambar 1.1. : Alur Pikir Penyusunan RPJP Daerah Kabupaten Bogor
Tahun 2005 - 2025
Dari Gambar 1.1. di atas dapat ditunjukkan bahwa :
1. RPJP Daerah disusun berangkat dari kondisi umum daerah saat ini, yang
meliputi kondisi : sosial budaya dan kehidupan beragama, ekonomi,
IPTEK, sarana dan prasarana, politik, ketentraman dan ketertiban
masyarakat, hukum, aparatur, tata ruang dan pengembangan wilayah,
sumber daya alam dan lingkungan hidup;
2. Berdasarkan kondisi umum saat ini, diprediksi kondisi yang diharapkan
pada tahun 2025, sekaligus menjadi tantangan untuk direalisasikan;
3. Modal Dasar adalah seluruh sumber kekuatan daerah, baik yang efektif
maupun potensial, yang dimiliki dan didayagunakan dalam pembangunan
daerah, meliputi sumber daya alam, jumlah penduduk, keanekaragaman
budaya dan kemudahan akses dari ibu kota negara Jakarta, kesemuanya
memenuhi prasyarat untuk mengoptimalkan pembangunan di Kabupaten
Bogor;
4. Untuk mewujudkan kondisi yang diharapkan tersebut ditetapkanlah visi
dan misi rencana pembangunan jangka panjang daerah. Visi adalah
rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan pada akhir periode
perencanaan, sedangkan misi adalah rumusan umum mengenai upaya-
upaya yang akan dilaksanakan untuk mewujudkan visi;
KONDISI SAAT INI ISU-ISU STRATEGIS
VISI 2005-2025
MISI 2005-2025
MODAL DASAR
DATA & INFORMASI SERTA RENCANA TATA RUANG
ARAH PEMBANGUNAN TAHAPAN DAN
PRIORITAS
I - 7
5. Dengan mempertimbangkan kondisi saat ini, isu-isu strategis, modal
dasar, visi dan misi, maka dirumuskan Arah Pembangunan Daerah, yaitu
strategi untuk mencapai tujuan pembangunan jangka panjang daerah,
meliputi : (i) Arahan Umum Pembangunan Jangka Panjang, utamanya
memuat kaidah dan strategi pelayanan umum pemerintahan dan
pelayanan sosial dasar yang menjadi tanggung jawab dan kewajiban
Pemerintahan Daerah, dan (ii) fungsi dan peran sub-wilayah
pembangunan di daerah yang mengacu pada data dan informasi serta
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW);
6. Arahan pembangunan di atas, kemudian dituangkan ke dalam rencana
pembangunan jangka panjang dan RTRW sehingga tercipta sinkronisasi
dan sinergi antara kebijakan pembangunan dan kebijakan penataan
ruang. Kebijakan pembangunan tersebut dilaksanakan secara bertahap
sesuai dengan prioritas pembangunan.
I.7. PROSES PENYUSUNAN
Proses penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)
dilaksanakan dengan tahapan sebagai berikut :
1. Penyiapan Rancangan RPJP Daerah, dilakukan untuk mendapat
gambaran awal dari visi, misi dan arah pembangunan daerah;
2. Konsultasi publik dan/atau penjaringan aspirasi masyarakat atas
Rancangan RPJP Daerah melalui media cetak (surat kabar) dan media
elektronik (radio, website Kabupaten Bogor), untuk mendapatkan saran,
tanggapan dan rekomendasi dari para pemangku kepentingan
(stakeholder);
3. Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Jangka Panjang
Daerah, merupakan forum konsultasi dengan para pemangku
kepentingan pembangunan untuk membahas rancangan visi, misi dan
arah pembangunan daerah serta untuk mendapatkan komitmen dari
seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) terhadap penyempurnaan
Rancangan RPJP Daerah;
4. Penyusunan Rancangan Akhir RPJP Daerah, dengan bahan masukan
utama dari hasil kesepakatan dan komitmen hasil Musrenbang Jangka
Panjang Daerah;
5. Rancangan Peraturan Daerah tentang RPJP Daerah beserta lampirannya
disampaikan kepada DPRD sebagai inisiatif Pemerintah Daerah untuk
diproses lebih lanjut menjadi Peraturan Daerah tentang RPJP Daerah;
I - 8
6. Penetapan Peraturan Daerah tentang RPJPD, di bawah koordinasi Kepala
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang bertanggung jawab
terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi hukum.
Diagram proses penyusunan RPJP Daerah disajikan sebagaimana gambar
berikut ini :
Gambar 1.2. : Diagram Proses Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)
RANCANGAN VISI DAN MISI
SOSIAL BUDAYA DAN KEHIDUPAN BERAGAMA
EKONOMI IPTEK SARANA DAN
PRASARANA POLITIK KETENTRAMAN
DAN KETERTIBAN MASYARAKAT
HUKUM APARATUR TATARUANG DAN
PENGEMBANGAN WILAYAH
SUMBER DAYA ALAM DAN LH
SARAN,
TANGGAPAN,
REKOMENDASI
STAKEHOLDERS
RUMUSAN HASIL
KESEPAKATAN DAN KOMITMEN
RANCANGAN RPJPD
MERUMUSKAN
GAMBARAN AWAL
VISI
MISI
ARAH PEMBANGUNAN
RANCANGAN ARAH PEMBANGUNAN
RENCANA TATA RUANG
KONSULTASI
PUBLIK, DAN
JARING ASMARA
MUSRENBANG
JANGKA
PANJANG
DAERAH
RANCANGAN
AKHIR
RPJPD
VISI
MISI ARAH PEMBANGUNAN :
- ARAHAN UMUM - ARAHAN
MENURUT RTRW
PENETAPAN
PERDA
TENTANG
RPJPD
PERATURAN
DAERAH
TENTANG RPJPD
KONDISI UMUM DAERAH & PREDIKSI TANTANGAN
II - 1
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH
Pembangunan daerah yang telah dilaksanakan di berbagai bidang kehidupan
masyarakat, yang meliputi bidang sosial budaya dan kehidupan beragama,
ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), sarana dan prasarana, politik,
ketentraman dan ketertiban masyarakat, hukum, aparatur, tata ruang dan
pengembangan wilayah, serta sumber daya alam (SDA) dan lingkungan hidup,
yang selama ini telah dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Bogor telah
mencapai kemajuan. Meskipun demikian, masih banyak masalah/persoalan/
agenda yang perlu diselesaikan untuk 20 (dua puluh) tahun ke depan dengan
memperhatikan modal dasar yang dimiliki.
II.1. KONDISI FISIK WILAYAH
1. Secara geografis Kabupaten Bogor terletak antara 6º18”0” – 6º47”10”
Lintang Selatan dan 106º 23”45” - 107º 13”30’ Bujur Timur, yang
berdekatan dengan Ibukota Negara sebagai pusat pemerintahan, jasa
dan perdagangan dengan aktifitas pembangunan yang cukup tinggi,
memiliki luas ± 298.838,304 Ha, dengan batasan wilayah sebagai
berikut :
- Sebelah Utara : Kabupaten Tangerang (Provinsi Banten),
Kabupaten/Kota Bekasi dan Kota Depok;
- Sebelah Barat : Kabupaten Lebak (Provinsi Banten);
- Sebelah Timur : Kabupaten Karawang, Kabupaten Cianjur
dan Kabupaten Purwakarta;
- Sebelah Selatan : Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cianjur;
- BagianTengah : Kota Bogor.
2. Secara administratif, Kabupaten Bogor terdiri dari 411 desa dan 17
kelurahan (428 desa/kelurahan), 3.639 RW dan 14.403 RT yang
tercakup dalam 40 kecamatan. Jumlah kecamatan sebanyak 40
tersebut merupakan jumlah kumulatif setelah adanya hasil pemekaran
5 (lima) Kecamatan di tahun 2005, yaitu Kecamatan Leuwisadeng
(pemekaran dari Kecamatan Leuwiliang), Kecamatan Tanjungsari
(pemekaran dari Kecamatan Cariu), Kecamatan Cigombong (pemekaran
dari Kecamatan Cijeruk), Kecamatan Tajurhalang (pemekaran dari
II - 2
Kecamatan Bojonggede) dan Kecamatan Tenjolaya (pemekaran dari
Kecamatan Ciampea). Selain itu, pada akhir tahun 2006 telah dibentuk
pula sebuah desa baru, yaitu Desa Wirajaya, sebagai hasil pemekaran
dari Desa Curug Kecamatan Jasinga.
3. Kabupaten Bogor merupakan wilayah daratan dengan tipe morfologi
wilayah yang bervariasi, dari dataran yang relatif rendah di bagian
Utara hingga dataran tinggi di bagian Selatan, sehingga membentuk
bentangan lereng yang menghadap ke utara, dengan klasifikasi
keadaan morfologi wilayah serta prosentasenya sebagai berikut :
a. Dataran rendah (15 - 100 m dpl) sekitar 29,28 %, merupakan
kategori ekologi hilir;
b. Dataran bergelombang (100 - 500 m dpl) sekitar 42,62 %,
merupakan kategori ekologi tengah;
c. Pegunungan (500 – 1.000 m dpl) sekitar 19,53 %, merupakan
kategori ekologi hulu;
d. Pegunungan tinggi (1.000 – 2.000 m dpl) sekitar 8,43 %, merupakan
kategori ekologi hulu;
e. Puncak-puncak gunung (2.000 – 2.500 m dpl) sekitar 0,22 %,
merupakan kategori ekologi hulu;
4. Iklim wilayah Kabupaten Bogor termasuk iklim tropis sangat basah di
bagian selatan dan iklim tropis basah di bagian utara, dengan rata-rata
curah hujan tahunan 2.500 – 5.000 mm/tahun, kecuali di wilayah
bagian utara dan sebagian kecil wilayah timur curah hujan kurang dari
2.500 mm/tahun. Suhu rata-rata di wilayah Kabupaten Bogor adalah
20° - 30°C, dengan rata-rata tahunan sebesar 25°C. Kelembaban udara
70 %. Kecepatan angin cukup rendah, dengan rata – rata 1,2 m/detik
dengan evaporasi di daerah terbuka rata – rata sebesar 146,2 mm/
bulan.
5. Secara umum wilayah Bogor terbentuk oleh batuan vulkanik yang
bersifat piroklastik, yang berasal dari endapan (batuan sedimen) dua
gunung berapi, yaitu Gunung Pangrango (berupa batuan breksi tufaan/
kpbb) dan Gunung Salak (berupa aluvium/kal dan kipas aluvium/kpal).
Endapan permukaan umumnya berupa aluvial yang tersusun oleh
tanah, pasir, dan kerikil hasil dari pelapukan endapan. Bahan induk
geologi tersebut menghasilkan tanah – tanah yang relatif subur.
II - 3
6. Wilayah Kabupaten Bogor memiliki jenis tanah yang cukup subur untuk
kegiatan pertanian, perkebunan, dan kehutanan. Jenis tanah di
Kabupaten Bogor terdiri dari 22 jenis, dengan prosentase terbesar
adalah Asosiasi Latosol Merah, Latosol Coklat Kemerahan dan Laterit
Air Tanah sebesar 20,20 % (60.439,627 Ha). Sedangkan jenis tanah
lainnya adalah sebagai berikut : Andosol Coklat Kekuningan (1 %);
Asosiasi Aluvial Coklat Kelabu dan Aluvial Coklat Kekelabuan (4,71 %);
Asosiasi Andosol Coklat dan Regosol Coklat (3,22 %); Asosiasi Latosol
Coklat dan Latosol Kekuningan (3,83 %); Asosiasi Latosol Coklat dan
Regosol Kelabu (5,89 %); Asosiasi Latosol Coklat Kemerahan dan Latosol
Coklat (8,78 %); Asosiasi Podsolik Kuning dan Hidromorf Kelabu (0,34%);
Asosiasi Podsolik Kuning dan Regosol (0,30 %); Kompleks Grumusol,
Regosol dan Mediteran (5,81 %); Kompleks Latosol Merah Kekuningan,
Latosol Coklat Kemerahan dan Litosol (6,71 %); Kompleks Latosol Merah
Kekuningan, Latosol Coklat, Podsolik Merah Kekuningan (5,61 %);
Kompleks Podsolik Merah Kekuningan, Podsolik Kuning dan Regosol
(2,84 %); Kompleks Regosol Kelabu dan Litosol (1,69 %); Kompleks
Resina, Litosol Batu Kapur dan Brown Forest Soil (0,89 %); Latosol
Coklat (7,62 %); Latosol Coklat Kekuningan (1,91 %); Latosol Coklat
Kemerahan (0,001 %); Latosol Coklat Tua Kemerahan (6,32 %); Podsolik
Kuning (1,57 %); Podsolik Merah (2,07 %) dan Podsolik Merah
Kekuningan (7,54 %).
7. Di wilayah Kabupaten Bogor terdapat 6 (enam) Daerah Aliran Sungai
(DAS) yang posisinya membentang dan mengalir dari daerah
pegunungan di bagian Selatan ke arah Utara, yaitu : DAS Cidurian, DAS
Cimanceuri, DAS Cisadane, DAS Ciliwung, DAS Kali Bekasi dan DAS
Citarum Hilir. Sungai-sungai pada masing-masing DAS tersebut
mempunyai fungsi dan peranan yang sangat strategis yaitu sebagai
sumber air untuk irigasi, rumah tangga dan industri serta berfungsi
sebagai drainase utama wilayah. Di samping itu, di Kabupaten Bogor
terdapat danau atau situ-situ sebanyak 93 buah dengan luas 496,28 Ha
dan terdapat juga sejumlah mata air. Situ-situ dimaksud berfungsi
sebagai reservoar atau tempat peresapan air dan beberapa diantaranya
dimanfaatkan sebagai obyek wisata atau tempat rekreasi, budidaya
perikanan dan irigasi untuk pertanian.
II - 4
Dengan kondisi ekologi dan morfologi tersebut di atas, sebagian besar
wilayah Kabupaten Bogor berfungsi lindung (non budidaya dan
budidaya terbatas), sehingga wilayah yang dapat digunakan untuk
kegiatan budidaya terbatas yakni hanya wilayah dataran rendah bagian
utara.
Selain itu, kondisi morfologi Kabupaten Bogor sebagian besar berupa
dataran tinggi, perbukitan dan pegunungan dengan batuan
penyusunnya didominasi oleh hasil letusan gunung, yang terdiri dari
andesit, tufa, dan basalt. Gabungan batu tersebut termasuk dalam
sifat jenis batuan relatif lulus air dimana kemampuannya meresapkan
air hujan tergolong besar. Jenis pelapukan batuan ini relatif rawan
terhadap gerakan tanah bila mendapatkan siraman curah hujan yang
tinggi. Selanjutnya, jenis tanah penutup didominasi oleh material
vulkanik lepas agak peka dan sangat peka terhadap erosi, antara lain :
Latosol, Aluvial, Regosol, Podsolik dan Andosol. Dengan demikian,
beberapa wilayah rawan terhadap tanah longsor.
II.2. SOSIAL BUDAYA DAN KEHIDUPAN BERAGAMA
1. Jumlah penduduk Kabupaten Bogor pada tahun 2006 menurut hasil
Sensus Daerah (SUSDA) sebanyak 4.215.585 jiwa dan pada tahun 2007
telah mencapai 4.237.962 jiwa (penyempurnaan hasil SUSDA melalui
coklit, 2007) atau 10,32 % dari jumlah penduduk Propinsi Jawa Barat
(40.737.594 jiwa). Berarti dalam lingkup Propinsi Jawa Barat, jumlah
penduduk tersebut menempati urutan kedua setelah Kabupaten
Bandung (4.399.128 jiwa). Laju pertumbuhan penduduk (LPP)
Kabupaten Bogor tahun 2006-2007 adalah 0,53 %, lebih rendah
dibandingkan dengan LPP tahun 2005-2006 yang mencapai 2,79 %.
Sementara LPP selama periode 2000-2007, rata-rata mencapai 4 %
atau masih berada di atas 2 % per tahun. Kondisi ini disebabkan oleh
tingginya laju pertumbuhan alami dan migrasi masuk ke Kabupaten
Bogor.
2. Upaya Pemerintah Kabupaten Bogor untuk mengendalikan
perkembangan jumlah penduduk tersebut, diantaranya dengan
peningkatan pelayanan Keluarga Berencana (KB). Untuk program KB,
selama tahun 2006 pelayanan Keluarga Berencana telah menjangkau
II - 5
peserta KB Aktif sebanyak 525.657 PUS atau 72,92 % dari jumlah
Pasangan Usia Subur (PUS) di Kabupaten Bogor yang mencapai
720.882 PUS. Dari proporsi 72,92 % tersebut, sebanyak 20,35 %
(106.958 PUS) merupakan Keluarga Miskin, yang telah difasilitasi
untuk mendapatkan alat kontrasepsi secara gratis.
3. Jumlah penduduk sebanyak 4.237.962 jiwa di atas, terdiri dari
penduduk Laki-laki sebanyak 2.178.831 jiwa dan penduduk
Perempuan sebanyak 2.059.131 jiwa atau rasio jenis kelamin (sex
ratio) 105, artinya penduduk Laki-laki lebih banyak daripada
penduduk Perempuan. Sementara itu, komposisi umur penduduk
Kabupaten Bogor pada tahun 2007, yaitu usia 0-14 tahun sebanyak
1.209.386 jiwa, usia 15-64 tahun sebanyak 2.871.380 jiwa, dan usia
65 tahun ke atas sebanyak 157.196 jiwa. Dari komposisi umur
tersebut, maka angka beban ketergantungan (dependency ratio)
mencapai 47,59 yang berarti di antara 100 orang penduduk usia
produktif menanggung sebanyak 48 orang penduduk usia non
produktif.
4. Tingkat kepadatan penduduk Kabupaten Bogor rata-rata 1.417 jiwa/
km², sementara tingkat kepadatan terendah adalah 306 jiwa/km²,
terdapat di kecamatan Tanjungsari dan tingkat kepadatan tinggi yaitu
7.854 jiwa/km², terdapat di kecamatan Ciomas. Data ini
menunjukkan bahwa pada wilayah perkotaan tingkat kepadatannya
lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah pedesaan, terutama yang
berbatasan langsung dengan Kota Depok dan Kota Bogor.
5. Jumlah penduduk berdasarkan agama yang dianut serta diakui oleh
negara, yaitu yang beragama Islam sebanyak 4.142.969 orang
(97,76%), Kristen Katholik sebanyak 25.357 orang (0,60 %), Kristen
Protestan sebanyak 45.957 orang (1,08 %), Hindu sebanyak 2.181
orang (0,05 %), Budha sebanyak 14.125 orang (0,33 %), Kong Hu Chu
sebanyak 6.643 orang (0,16 %) dan agama lainnya sebanyak 730 orang
(0,02%).
6. Kualitas kehidupan beragama di Kabupaten Bogor menunjukkan
adanya kesadaran masyarakat untuk melaksanakan ajaran agama
masing-masing dalam kehidupan bermasyarakat. Kondisi tersebut
menciptakan hubungan yang harmonis dan kondusif baik antara
II - 6
sesama pemeluk agama maupun antar umat beragama. Intensitas
komunikasi antara sesama alim ulama, tokoh agama dan pemerintah
baik intern maupun antar umat beragama, berjalan dengan harmonis
melalui dialog-dialog, baik yang diselenggarakan oleh masyarakat
maupun difasilitasi oleh pemerintah. Namun demikian, pada tahun
terakhir ini mulai muncul aliran tertentu yang mengaku pembawa
ajaran agama baru, tetapi sesungguhnya adalah aliran sesat yang
bertentangan dengan keyakinan agama yang dianut oleh masyarakat
Kabupaten Bogor dan Indonesia.
7. Kualitas SDM menjadi semakin baik, yang antara lain ditandai dengan
meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM Kabupaten
Bogor yang telah dicapai pada tahun 2007 yaitu 70,18 poin. Hal ini
menunjukan adanya peningkatan sebesar 0,73 poin dari tahun 2006
yang mencapai 69,45 poin. Secara rinci nilai tersebut merupakan
kontribusi dari komponen pembentuknya, terdiri dari Angka Harapan
Hidup (67,58 tahun), Angka Melek Huruf (95,78 %), Rata-rata Lama
Sekolah (7,11 tahun) dan Kemampuan Daya Beli Masyarakat
(purchasing power parity) sebesar Rp.559.300,-/kapita/bulan.
8. Indeks Pendidikan (IP) Kabupaten Bogor pada tahun 2007 sebesar
79,65 mengalami peningkatan sebesar 1,46 poin dibandingkan tahun
2006 yang mencapai angka 78,19 dan masih lebih rendah dari realisasi
Indeks Pendidikan Jawa Barat tahun 2006 yang mencapai angka
sebesar 80,61. Indeks Pendidikan dihitung berdasarkan Angka Melek
Huruf (AMH) dan Rata-rata Lama Sekolah (RLS).
AMH di Kabupaten Bogor telah mencapai 95,78 % pada tahun 2007,
atau terdapat kenaikan sebesar 1,50 % dibandingkan dengan AMH
tahun 2006 (94,28 %). Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat
4,22 % penduduk Kabupaten Bogor yang berumur 15 tahun ke atas
yang belum bebas dari tiga buta, yakni buta huruf, buta bahasa
Indonesia dan buta pengetahuan dasar.
Sementara RLS tahun 2007 sebesar 7,11 tahun, yang berarti penduduk
Kabupaten Bogor secara rata-rata telah tamat SD, tetapi belum tamat
SMP atau belum mencapai rata-rata wajib belajar pendidikan dasar
sembilan tahun. Masih rendahnya RLS Kabupaten Bogor sangat
dipengaruhi oleh angka partisipasi sekolah, baik Angka Partisipasi
Kasar (APK) maupun Angka Partisipasi Murni (APM) terutama pada
II - 7
jenjang pendidikan dasar dan menengah. Pada tahun 2007 APK SD/MI
sebesar 123,02 %, SMP/MTs sebesar 84,33 %, SMA/SMK/MA sebesar
37,66 %. Untuk APM SD/MI telah mencapai 98,91 %, sedangkan APM
SMP/MTs baru mencapai 72,72 % dan APM SMA/SMK/ MA sebesar
30,18%.
9. Indeks Kesehatan (IK) sebagai salah satu komponen dalam
perhitungan IPM, pada tahun 2007 mencapai 70,97 mengalami
peningkatan sebesar 0,64 poin dibandingkan tahun 2006 yang
mencapai 70,33. Dengan demikian secara umum kondisi kesehatan
masyarakat dan pembangunan bidang kesehatan di Kabupaten Bogor
terus mengalami peningkatan, ditandai dengan meningkatnya Angka
Harapan Hidup (AHH) dari 67,20 tahun pada tahun 2006 menjadi
67,58 tahun pada tahun 2007. Angka Kematian Bayi (per 1000
kelahiran) menurun dari 42,42 pada tahun 2005 menjadi 41,82 pada
tahun 2006, Angka Kematian Ibu (AKI) menjadi 307 per 100 ribu
kelahiran serta menurunnya angka gizi kurang pada balita dari 11,70%
(50.499 balita) tahun 2006 menjadi 11,67 % (48.951 balita) tahun 2007
dan balita gizi buruk dari 5.934 balita menjadi 5.040 balita.
Meskipun mengalami peningkatan, tetapi kondisi derajat kesehatan
masyarakat belum memenuhi harapan. Oleh karena itu, dilakukan
upaya-upaya pembangunan bidang kesehatan melalui peningkatan
akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan pengembangan
peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan. Upaya peningkatan
akses terhadap pelayanan kesehatan dasar dilakukan melalui : (1)
pembangunan sarana kesehatan khususnya di tingkat desa,
peningkatan status puskesmas menjadi puskesmas dengan tempat
perawatan (DTP); (2) penambahan puskesmas keliling dan ambulans;
(3) pengembangan puskesmas mampu PONED (Pelayanan Obstetri,
Neonatal, Emergensi Dasar) dan klinik gizi. Sedangkan peningkatan
akses terhadap pelayanan kesehatan rujukan dilakukan melalui : (1)
peningkatan kualitas pelayanan di RS Pemda (RS Ciawi dan RS
Cibinong) yaitu dengan peningkatan akreditasi pelayanan; (2)
memfasilitasi penyediaan sarana pelayanan kesehatan rujukan oleh RS
Swasta, dimana jumlah RS Swasta mengalami peningkatan dari 5
menjadi 8 RS; (3) meningkatkan kerjasama pelayanan kesehatan
rujukan dengan RS Swasta khususnya untuk pelayanan bagi GAKIN.
II - 8
Sedangkan upaya kesehatan berbasis masyarakat antara lain melalui :
program desa siaga, poskesdes, poskestren, serta bentuk UKBM
(Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat) lainnya. Selain itu,
pemerintah juga mengembangkan asuransi/jaminan sosial bagi
masyarakat miskin dalam bentuk program Askeskin/Jamkesmas,
sedangkan untuk pembiayaan/jaminan kesehatan yang berbasis
masyarakat dikembangkan melalui Tabungan Ibu Bersalin (Tabulin),
Dana Sosial Bersalin (Dasolin) maupun bentuk dana sehat lainnya.
10. Indeks Daya beli masyarakat Kabupaten Bogor pada tahun 2007
sebesar 59,92 poin dengan tingkat kemampuan daya beli sebesar
Rp.559.300,- atau mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun
2006 yang mencapai 59,82 poin dengan tingkat kemampuan daya beli
sebesar Rp. 558.870,-
11. Pemberdayaan terhadap perempuan dan anak memiliki peran
strategis dalam upaya meningkatkan harkat, derajat dan martabat
masyarakat secara keseluruhan. Walaupun terjadi peningkatan,
namun dari sisi kuantitas dan kualitas peran perempuan di segala
bidang masih belum optimal. Dalam kurun waktu sampai dengan
tahun 2006 telah dilakukan beberapa usaha perlindungan terutama
berkaitan dengan perlindungan atas hak-hak dasar kesetaraan antara
kaum perempuan dan laki-laki, yang pada akhirnya mendorong
kesadaran individual dan kolektif masyarakat untuk mencegah dan
menghentikan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga serta
trafficking dan eksploitasi kaum perempuan. Namun demikian, di
Kabupaten Bogor upaya pengarusutamaan gender ini belum
sepenuhnya dapat diaktualisasikan. Hal ini terlihat dari implementasi
dan hasil kegiatan yang belum optimal dan pemahaman gender yang
belum merata baik di pemerintahan, legislatif, swasta, LSM,
perguruan tinggi maupun masyarakat. Pemberdayaan dan
perlindungan anak bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah
saja melainkan juga menjadi tanggung jawab instansi sosial, lembaga-
lembaga swadaya masyarakat dan seluruh elemen masyarakat
terutama orang tua. Anak sebagai generasi penerus memiliki hak
asuh, kasih sayang, pendidikan, dan perlindungan serta kelangsungan
hidupnya.
II - 9
12. Permasalahan yang berkenaan dengan kondisi pemberdayaan
perempuan dan penanggulangan masalah sosial, yaitu : (1) masih
kurangnya pemahaman di semua kalangan akan konsep dan
kesetaraan gender; (2) masih adanya tindak kekerasan terhadap
perempuan, perdagangan dan eksploitasi perempuan; (3) belum
optimalnya fasilitasi dan bantuan untuk pemenuhan kebutuhan dasar
bagi perempuan lansia, perempuan penyandang cacat dan Wanita
Rawan Sosial Ekonomi (WRSE) lainnya; (4) masih tingginya jumlah
fakir miskin yaitu 234.836 KK, WRSE 8.318 orang, penyandang cacat
3.702 orang, anak jalanan 207 orang, anak terlantar 4.814 orang dan
lansia terlantar 3.757 orang; (5) masih tingginya jumlah gelandangan,
pengemis, mantan narapidana, maupun WTS; (6) Belum optimalnya
pembinaan dan fasilitasi oleh pekerja sosial masyarakat, saat ini
berjumlah 1.312 orang, orsos/yayasan 244 buah, panti asuhan anak 35
buah, panti wredha 2 buah dan panti rehabilitasi 3 buah.
13. Masalah kepemudaan berkaitan dengan masih rendahnya kualitas,
integritas dan karakter sebagai generasi penerus bangsa. Oleh karena
itu, pemuda sebagai tulang punggung serta penerus cita-cita bangsa,
harus disiapkan dan dikembangkan kualitas kehidupannya, mulai dari
tingkat pendidikan, kesejahteraan hidup dan tingkat kesehatannya.
Berdasarkan data penyempurnaan hasil SUSDA melalui coklit tahun
2007, jumlah penduduk usia 15 – 34 tahun di Kabupaten Bogor adalah
1.668.048 jiwa atau 39,36 % dari jumlah penduduk. Minimnya
ketersediaan fasilitas dan pusat-pusat aktifitas kepemudaan sehingga
dinamika organisasi kepemudaan kurang berkembang. Kondisi ini
berdampak terhadap peran pemuda dalam mengisi pembangunan
belum optimal.
14. Di bidang olah raga, atlet-atlet Kabupaten Bogor cukup
membanggakan karena telah berprestasi baik di tingkat daerah
(provinsi), nasional maupun internasional. Meskipun demikian,
Kabupaten Bogor belum memiliki sarana olah raga terpadu yang
memadai.
15. Pembangunan kebudayaan di Kabupaten Bogor ditujukan untuk
melestarikan dan mengembangkan kebudayaan daerah serta
mempertahankan jati diri dan nilai-nilai budaya daerah di tengah-
II - 10
tengah semakin derasnya arus informasi dan pengaruh negatif budaya
global. Pengembangan seni dan budaya di Kabupaten Bogor
diselenggarakan secara terintegrasi dengan pembangunan
kepariwisataan. Pada tahun 2007 telah dilakukan berbagai macam
kegiatan untuk melestarikan dan mengaktualisasikan adat budaya
daerah sebagai upaya mengelola kekayaan dan keragaman budaya
serta mempromosikan, menjalin kemitraan dan mengembangkan
destinasi pariwisata di Kabupaten Bogor.
II.3. EKONOMI
1. PDRB Kabupaten Bogor berdasarkan harga berlaku pada tahun 2007
mencapai Rp. 51,83 triliun, lebih besar dari pada tahun 2006 yaitu
sebesar Rp. 44,79 triliun. Demikian juga dengan nilai PDRB
berdasarkan harga konstan, yaitu semula sebesar Rp. 26,55 triliun
pada tahun 2006, kemudian naik menjadi Rp. 28,15 triliun pada tahun
2007. Sedangkan pendapatan per kapita menurut PDRB harga berlaku,
pada tahun 2007 sebesar Rp. 12.230.072,-/kapita/tahun, sedangkan
menurut PDRB harga konstan, sebesar Rp. 6.642.355,-/kapita/tahun.
2. Selama lima tahun terakhir, Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE)
Kabupaten Bogor menunjukkan peningkatan pada setiap tahun, yaitu
semula LPE adalah 4,81 % pada tahun 2003, kemudian secara
berurutan meningkat menjadi 5,56 % pada tahun 2004, dan 5,85 %
pada tahun 2005 serta 5,95 % pada tahun 2006, dan terakhir mencapai
6,04 % pada tahun 2007. Kondisi ini mengungkapkan bahwa telah
terjadi perkembangan ekonomi yang menggembirakan selama lima
tahun terakhir di wilayah Kabupaten Bogor, dengan kontribusi
terbesarnya berasal dari sektor sekunder. Kondisi struktur ekonomi
Kabupaten Bogor dalam kurun waktu 2003 - 2007, bila dilihat
berdasarkan nilai PDRB harga berlaku, maka kelompok sektor
sekunder (industri manufaktur, listrik, gas dan air serta bangunan)
memberikan kontribusi terbesar, yaitu rata-rata sebesar 70,01 %,
kemudian sektor tersier (perdagangan, hotel dan restoran,
pengangkutan dan komunikasi, keuangan, persewaaan dan jasa
perusahaan, jasa-jasa lainnya) dengan rata-rata sebesar 23,40 % dan
kontribusi terkecil adalah dari sektor primer (pertanian dan
pertambangan), yaitu rata-rata hanya 6,04 % dari total PDRB
II - 11
Kabupaten Bogor dan kontribusi dari sektor primer ini menunjukan
kecenderungan yang semakin menurun dari tahun ke tahun.
3. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor pasca krisis tahun 1997
menunjukkan kecenderungan meningkat, yang dikontribusikan oleh
tiga sektor utama yaitu sektor primer, sekunder dan tersier. Namun
demikian, pertumbuhan ekonomi tersebut belum dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat yang ditandai dengan masih tingginya
jumlah pengangguran dan penduduk miskin.
4. Jumlah penduduk dalam usia kerja (10-64 tahun) pada tahun 2007
berjumlah 3.334.930 orang, terdiri dari penduduk usia kerja 10-14
tahun sebanyak 463.550 orang dan penduduk usia kerja 15-64 tahun
sebanyak 2.871.380 orang. Dari penduduk usia kerja 10-14 tahun,
terdapat 6.489 orang atau 1,4 %, yang telah bekerja atau disebut
sebagai pekerja anak. Sementara itu, pada penduduk usia kerja 15-64
tahun yang telah bekerja sebanyak 1.214.942 orang atau 42,31 %,
yang tidak/belum bekerja, seperti mahasiswa/pelajar, ibu rumah
tangga dan lainnya sebanyak 346.055 orang (12,05 %) dan yang sedang
mencari kerja/pengangguran terbuka berjumlah 459.167 orang
(15,99%). Sedang sisanya (29,65 %) merupakan pengangguran
terselubung.
5. Jumlah penduduk yang bekerja berdasarkan mata pencaharian/
profesi, terdiri dari PNS sebanyak 52.923 orang (4,36 %), TNI/Polri
sebanyak 11.328 orang (0,93 %), karyawan/pegawai swasta sebanyak
327.350 orang (26,95 %), wiraswasta/pengusaha sebanyak 361.463
orang (29,75 %), petani sebanyak 71.010 orang (5,85 %), peternak
sebanyak 1.211 orang (0,10 %), jasa sebanyak 56.354 orang (4,64 %),
buruh sebanyak 325.718 orang (26,81 %) dan profesi lainnya sebanyak
7.489 orang (0,62 %). Sementara itu, jumlah penduduk yang berumur
15 tahun ke atas menurut jenjang pendidikan yang telah ditamatkan,
yaitu tamat SD/sederajat sebanyak 1.810.208 orang (47,28 %),
SLTP/sederajat sebanyak 1.319.564 orang (34,47 %), SLTA/sederajat
sebanyak 549.871 orang (14,36 %), Diploma I/II sebanyak 30.618
orang (0,80 %), Diploma III/Sarjana Muda sebanyak 31.018 orang
(0,81%), Diploma IV/Sarjana (S-1) sebanyak 62.241 orang (1,63 %),
II - 12
Pasca Sarjana/Magister (S-2) sebanyak 23.388 orang (0,61 %) dan
Pasca Sarjana/Doktor (S-3) sebanyak 1.432 orang (0,04 %).
6. Pada tahun 2006, jumlah pengangguran terbuka di Kabupaten Bogor
masih relatif tinggi, yaitu mencapai 193.244 orang atau proporsinya
sebesar 11,73 % dari total angkatan kerja sebanyak 1.646.811 orang
(Suseda Jabar 2006). Jika dirinci berdasarkan jenis kelamin, maka
tingkat pengangguran terbuka untuk laki-laki sebanyak 113.364 orang
(6,88 %) dan perempuan sebanyak 79.880 orang (4,85 %). Bila
dibandingkan dengan tahun 2005 (204.858 orang), angka tersebut
sedikit mengalami penurunan. Sedangkan pada tahun 2007 mengalami
kenaikan menjadi 459.167 orang atau 15,99 %. Tingginya jumlah
pengangguran ini disebabkan oleh rendahnya peluang dan kesempatan
kerja yang bisa dimasuki oleh tenaga kerja yang ada di wilayah
Kabupaten Bogor.
7. Tingkat pengangguran terbuka di atas, bilamana dilihat berdasarkan
latar belakang pendidikannya, maka komposisinya terdiri dari tamat
SD/sederajat sebanyak 282.137 orang (9,82 %), tamat SLTP/sederajat
sebanyak 12.209 orang (0.43 %), SLTA/sederajat sebanyak 14.431
orang (0,5 %), Diploma I/II sebanyak 26.130 orang (0,91 %), Diploma
III/Sarjana Muda sebanyak 10.698 orang (0,37 %), Diploma IV/Sarjana
(S-1) sebanyak 450 orang (0,02 %). Alasan-alasan yang dikemukakan
berkenaan pengangguran terbuka tersebut diantaranya adalah :
sedang mencari kerja/melamar, sementara belum/tidak bekerja,
merasa tidak akan memperoleh pekerjaan, merasa sudah cukup dan
tidak ingin mencari kerja, dan alasan lainnya.
8. Jumlah penduduk miskin di Kabupaten Bogor pada tahun 2006
tercatat sebanyak 1.157.391 jiwa, atau 27,46 % dari jumlah total
penduduk Kabupaten Bogor pada tahun 2006 yang berjumlah
4.215.585 jiwa. Pada tahun 2007 jumlah penduduk miskin turun
menjadi 1.017.879 jiwa, atau mencapai proporsi sebesar 24,02 % dari
jumlah penduduk pada tahun 2007 sebanyak 4.237.962 jiwa. Data ini
diperoleh berdasarkan 14 indikator yang lazim digunakan oleh BPS
untuk menentukan keluarga miskin yang akan menerima Bantuan
Langsung Tunai/Subsidi Langsung Tunai (BLT/SLT) serta datanya telah
dilakukan “cross check” dengan keluarga miskin yang telah
II - 13
memanfaatkan Askeskin maupun penerima Raskin di Kabupaten
Bogor. Kondisi ini sejalan dengan situasi yang berlangsung di tingkat
nasional, dimana jumlah penduduk miskin mengalami penurunan pada
tahun 2007 ini, dibandingkan dengan tahun 2006 dan tahun
sebelumnya. Jumlah penduduk miskin yang mencapai sekitar 24,02 %
dari total penduduk tersebut di atas, berpotensi menimbulkan
masalah PMKS, kesehatan, gangguan keamanan, prostitusi dan gizi
buruk, sehingga membutuhkan penanganan secara terpadu dan
berkesinambungan.
9. Selama periode 2003 - 2007, Pendapatan Daerah Kabupaten Bogor
mengalami perkembangan yang cukup menggembirakan, baik dilihat
dari sisi target maupun realisasi. Dari sisi target, kenaikan
pendapatan daerah secara rata-rata mencapai 15,59 %, tetapi dari sisi
realisasi rata-rata kenaikannya mencapai 17,85 %. Pada tahun 2007,
Pendapatan Daerah telah mencapai sebesar Rp.1.624.534.357.430,-.
Komponen Pendapatan Daerah yang memberikan kontribusi terbesar
terhadap realisasi Pendapatan Daerah tersebut, yaitu berasal dari
Dana Perimbangan sebesar 73,57 %, kemudian dikontribusikan oleh
Pendapatan Asli Daerah sebesar 17,22 % dan Lain-Lain Pendapatan
Asli Daerah yang Sah sebesar 9,21 %. Kondisi ini mengungkapkan
bahwa penerimaan Pendapatan Daerah untuk Kabupaten Bogor sangat
dipengaruhi oleh penerimaan dari pemerintah pusat, sementara dari
PAD belum mencapai rasio kecukupan penerimaan sebesar 20 % dari
total pendapatan daerah.
10. Belanja Daerah Pemerintah Kabupaten Bogor periode 2003 - 2007
setiap tahunnya terus mengalami peningkatan, baik dilihat dari sisi
rencana maupun realisasinya. Dari sisi rencana, kenaikan belanja
daerah rata-rata mencapai 17,06 %, sedangkan dari sisi realisasi
kenaikan rata-ratanya sebesar 16,80 %. Realisasi belanja daerah pada
tahun 2007 mencapai Rp.1.481.781.846.228,- yang terdiri dari belanja
tidak langsung sebesar Rp. 753.676.571.799,- (50,86 %) dan belanja
langsung mencapai Rp. 728.105.274.429,- (49,14 %).
11. Pertanian di Kabupaten Bogor terdiri dari pertanian pangan, sayuran
dan hortikultura dan perkebunan. Tanaman pangan padi menyebar
hampir di semua kecamatan, dengan variasi luasan yang berbeda.
II - 14
Umumnya padi sawah menyebar di wilayah tengah dan utara, dimana
sudah tersedia irigasi, seperti di Rumpin, Cigudeg, Sukajaya,
Pamijahan, Cibungbulang, Ciampea, Caringin, Jonggol, Sukamakmur
dan Cariu dan lainnya (nilai LQ lebih dari 1). Tanaman padi gogo
menyebar hanya di beberapa kecamatan dalam luasan terbatas.
Produktivitas tanaman padi sawah adalah berkisar 4 - 5 ton per Ha,
sedangkan produktivitas padi gogo 2 – 3 ton per Ha. Produktivitas ini
sebenarnya masih dapat ditingkatkan dengan memperbaiki kondisi
lingkungan, seperti menekan bahaya banjir, dan lain-lain dan
perbaikan manajemen usaha tani seperti pemberian pupuk tepat dosis
dan waktu, penyediaan modal, sarana dan prasarana seperti
pembangunan pasar, gilingan padi, dan seterusnya.
Kendala penting tanaman padi sawah lainnya adalah luasan padi
sawah rata-rata adalah 2.500 m²/keluarga. Dengan luasan
kepemilikan yang rendah ini maka penciptaan usaha selain bertani
sawah harus dilakukan terutama dari perikanan atau peternakan.
Daerah pertanian hortikultur seperti sayuran dan buah juga menyebar
pada hampir semua wilayah, tetapi konsentrasi komoditas tertentu
hanya menyebar pada wilayah tertentu. Tanaman jagung menyebar
di kecamatan Dramaga, Cisarua, Megamendung, Cileungsi,
Klapanunggal, Rancabungur, Cibinong, Ciseeng, Gunung Sindur dan
Rumpin. Sedangkan tanaman kedelai menyebar hanya di Tamansari,
Kemang, Rancabungur dan Megamendung. Situasi yang sama juga
terjadi pada sayuran dan buah. Daerah sayuran mendominasi
terbatas pada beberapa kecamatan seperti Cisarua, Dramaga,
Leuwisadeng, Cigombong, sedangkan buah berasal dari Tanjungsari,
Mekarsari, Jasinga, Tajurhalang, dan lain-lain. Kendala utama dalam
komoditas lahan kering (semusim dan tahunan) adalah masih
rendahnya produktivitas yang terkait dengan manajemen usaha tani,
dan pemasaran. Khususnya untuk tanaman buah, sebenarnya ada
varietas lokal yang sudah dikenal tetapi produksi masih rendah.
Upaya pengembangan komoditas bersifat lokal perlu dilakukan.
Tanaman perkebunan relatif terbatas di Kabupaten Bogor, tetapi ada
daerah utama perkebunan penyebaran untuk teh di Ciawi, karet di
Tanjungsari, dan kelapa sawit di Kecamatan Leuwiliang,
II - 15
Leuwisadeng, Pamijahan, dan Rumpin. Tanaman perkebunan ini
secara keseluruhan terdapat pada lahan yang berkategori kelas 3
dengan kendala utama pada kelerengan, sehingga degradasi lahan
melalui proses erosi dan penurunan kesuburan menjadi kendala
utama. Dari sisi luasan kawasan yang dapat dikembangkan untuk
tanaman perkebunan relatif terbatas (total sekitar 27.000 hektar),
sehingga bentuk usaha skala besar tidak dianjurkan, tetapi ke bentuk
usaha perkebunan skala kecil dan bekerjasama dengan usaha yang
sudah besar.
12. Kabupaten Bogor memiliki potensi yang cukup besar di bidang
peternakan. Perkembangan populasi ruminansia dan unggas pada
umumnya meningkat setiap tahun, terutama berkembang di Bogor
Barat dan Bogor Timur, yang didukung oleh sumber daya alamnya
sebagai daerah pertanian yang sangat sesuai untuk berkembangnya
kegiatan usaha peternakan, terutama dipandang dari segi
ketersediaan pakan, dimana kegiatan usaha tersebut merupakan
kegiatan yang saling bersinergi.
Perkembangan usaha peternakan di Kabupaten Bogor sangat ditunjang
oleh lokasi yang strategis sebagai daerah yang berbatasan dengan ibu
kota negara. Berkembangnya industri hulu dan hilir di bidang
peternakan serta keberadaan Perguruan Tinggi dan Lembaga
Penelitian di Kabupaten Bogor sebagai sumber informasi dan teknologi
berpengaruh besar pada perilaku usaha peternak. Hal tersebut di atas
dapat merupakan suatu pendorong bagi calon investor untuk
membuka usaha peternakan di Kabupaten Bogor.
Kenyataan di atas didukung oleh data meningkatnya produksi
peternakan berupa daging, telur dan susu. Pada kurun waktu 5 tahun
(2000 - 2005) rata-rata peningkatan per tahun untuk daging sebesar
9,25 %, telur sebesar 1,01 % dan susu sebesar 5,90 %.
Dibalik potensi yang mendukung usaha peternakan di Kabupaten
Bogor, terdapat ancaman yang harus diwaspadai yaitu adanya
penyakit hewan menular seperti penyakit anthrax dan AI (Avian
Influenza) yang dapat mempengaruhi upaya peningkatan produksi.
Disamping itu kewaspadaan terhadap upaya-upaya pemalsuan produk
peternakan dan penggunaan Bahan Tambahan Makanan Berbahaya
II - 16
pada produk peternakan perlu ditingkatkan. Kendala lain dalam
pengembangan kawasan peternakan adalah semakin terdesak oleh
pengembangan pemukiman dan sarana perkotaan.
Untuk mengatasi permasalahan di atas diperlukan komitmen yang
kuat antara pemangku kebijakan dan pemangku usaha agar
menggunakan pola usaha dan memanfaatkan lahan seoptimal
mungkin yang didukung oleh teknologi yang ramah lingkungan.
13. Usaha perikanan di Kabupaten Bogor cukup potensial untuk
dikembangkan, baik budidaya ikan hias, pembenihan maupun
pembesaran ikan konsumsi. Untuk ikan konsumsi antara lain : mas,
lele, nila, gurame dan patin, yang dapat dikembangkan hampir di
setiap kecamatan di Kabupaten Bogor. Saat ini perkembangan usaha
perikanan terutama di Bogor Barat dan sebagian wilayah Bogor
Tengah.
Produksi perikanan pada kurun waktu 5 tahun (2000 - 2005) rata-rata
peningkatannya per tahun untuk ikan hias sebesar 7 %, ikan konsumsi
sebesar 4 %, dan benih ikan sebesar 3 %. Produksi ikan konsumsi yang
diperoleh dari cabang usaha Kolam Air Tenang mencapai 61,74 %,
Kolam Air Deras sebesar 27,89 %, Perikanan Sawah sebesar 6,84 %,
Jaring Apung sebesar 1,44 %, Karamba sebesar 0,62 % dan Perikanan
Tangkap di Perairan Umum sebesar 1,34 %.
Gambaran umum potensi perikanan di atas dapat menjadi pendorong
bagi calon investor untuk membuka usaha perikanan, baik komoditas
ikan hias, usaha pembenihan maupun pembesaran ikan konsumsi.
Untuk usaha budidaya pembesaran ikan konsumsi peluang besar
terutama masih terdapat pada cabang usaha perikanan Kolam Air
Tenang (KAT) dan cabang usaha Karamba Jaring Apung (KJA) di
perairan umum (setu).
Dalam pengembangan usaha perikanan hambatan yang akan dihadapi
ke depan adalah semakin berkurangnya daerah-daerah sumber air
yang secara otomatis akan mengurangi debit air yang sudah ada.
Ditambah dengan permasalahan semakin terdesaknya lahan-lahan
oleh pengembangan pemukiman dan sarana perkotaan.
Untuk mengatasi permasalahan di atas, diperlukan komitmen yang
kuat antara pemangku kebijakan dan pemangku usaha agar
II - 17
menggunakan pola usaha dan memanfaatkan lahan seoptimal
mungkin yang didukung oleh teknologi yang ramah lingkungan.
14. Kabupaten Bogor mempunyai daerah kawasan hutan yang terdiri dari
hutan lindung dan hutan produksi. Daerah hutan lindung umumnya
terdapat di daerah dataran tinggi dan berfungsi sebagai daerah
tangkapan air, sedangkan hutan produksi relatif terbatas dan
menyebar terutama di daerah Cigudeg dan Klapanunggal.
Luas kawasan hutan Kabupaten Bogor seluas 84.047,02 Ha atau
sebesar 28,12 % dari luas seluruh wilayah Kabupaten Bogor.
Berdasarkan fungsinya, dari 84.047,02 Ha kawasan hutan tersebut
sebesar 8,67 % atau 25.912,29 Ha merupakan Hutan Produksi dan
sisanya sebesar 19,45 % atau 58.134,73 Ha merupakan Hutan Lindung.
Dari sisi luasan kawasan lindung, maka target lokasi 45 % sebagai
kawasan lindung di provinsi Jabar, kawasan lindung di Kabupaten
Bogor tidak cukup. Dalam hal ini upaya meningkatkan kawasan yang
bersifat lindung akan berasal dari kawasan non hutan, yang berarti
perlu ada usaha mengembangkan kawasan hutan kerakyatan.
Daerah kawasan hutan tersebut saat ini cenderung berkurang tutupan
hutannya. Dari data citra landsat tahun 1999, diketahui kawasan yang
bervegetasi hutan adalah seluas 110.720,03 Ha atau 37,05 %,
sedangkan sisanya sebesar 62,95 % atau 188.118,27 Ha merupakan
kawasan hutan yang tidak berhutan (non hutan yang merupakan
sawah, pemukiman, tegalan, tanah terbuka), semak dan belukar.
Jika dilihat kondisi citra landsat pada tahun 2002 (Marisan, 2006),
maka daerah kawasan lindung yang berhutan tinggal 60 %, sedangkan
daerah berhutan di kawasan hutan produksi tinggal 20 %.
15. Kabupaten Bogor mempunyai sumberdaya galian baik non-logam
maupun logam. Untuk bahan non-logam terutama untuk galian C,
berupa bahan piroklastik dan lava atau batuan terobosan dari gunung
berapi, yang menghasilkan bahan seperti pasir gunung, tanah urug,
zeolit, dan seterusnya. Sedangkan bahan galian logam yang utama
adalah emas. Bahan galian non logam ini menyebar terutama di
bagian Barat dan Timur kabupaten, dan sangat sedikit di bagian
tengah. Sedangkan bahan galian logam seperti emas dan besi
menyebar di daerah Bogor Barat di sekitar Nanggung dan Leuwiliang.
II - 18
Bahan-bahan tersebut saat ini sebagian sudah dieksploitasi dan
sebagian belum. Di lokasi bahan yang sudah dieksploitasi dihasilkan
kegiatan ekonomi masyarakat setempat. Tetapi pengelolaan dampak
negatif yang ditimbulkan belum dikelola sehingga menghasilkan
kerusakan lingkungan dan pencemaran. Galian C yang paling banyak
di kabupaten Bogor, pada lokasi tertentu sudah mengganggu air
tanah dan menimbulkan bahaya tanah longsor, dan mungkin ekonomi
masyarakat pasca tambang juga sudah terganggu. Sehingga
perencanaan perbaikan lingkungan dan penyediaan alternatif
aktivitas ekonomi harus dilakukan. Sedangkan yang belum
dieksploitasi selain karena belum ekonomis, mungkin juga karena
belum diketahui kapasitas terukurnya. Untuk bahan tambang yang
belum tereksploitasi ini maka upaya menekan kerusakan lingkungan
harus dilakukan.
16. Sektor industri merupakan komponen utama pembangunan daerah
yang mampu memberikan kontribusi ekonomi yang cukup besar,
tingkat penyerapan tenaga kerja yang banyak, dan terjadinya
transformasi kultural daerah menuju ke arah modernisasi kehidupan
masyarakat. Kinerja sektor industri pada tahun 2007, dengan nilai
investasi sebesar Rp. 2.158.725.511.039,- menyerap sebanyak 80.280
orang tenaga kerja, dengan kontribusi sebesar 64,48 % terhadap PDRB
tahun 2007 (merupakan sektor dengan kontribusi tertinggi). Kendala
utama dalam pembangunan industri adalah dukungan infrastruktur
yang masih belum memadai terutama jalan, dan terminal (dry port),
rendahnya kemampuan dalam pengembangan teknologi, rendahnya
kemampuan dan keterampilan sumber daya industri serta
pencemaran limbah industri.
17. Pengembangan perdagangan di Kabupaten Bogor difokuskan pada
pengembangan sistem distribusi barang dan peningkatan akses pasar,
baik pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri. Pengembangan
sistem distribusi diarahkan untuk memperlancar arus barang,
memperkecil disparitas antar daerah, mengurangi fluktuasi harga dan
menjamin ketersediaan barang kebutuhan yang cukup dan terjangkau
oleh masyarakat. Adapun peningkatan akses pasar, baik dalam
negeri maupun luar negeri dilakukan melalui promosi/pameran
produk.
II - 19
18. Potensi pariwisata di Kabupaten Bogor cukup menjanjikan, namun
belum dikelola secara optimal, proporsional dan profesional, serta
belum ditempatkan sebagai kegiatan industri pariwisata. Potensi
pariwisata yang saat ini dimiliki oleh Kabupaten Bogor antara lain :
wisata alam, wisata budaya dan wisata belanja. Kawasan Puncak (di
sepanjang koridor jalan) pada waktu-waktu tertentu menjadi daya
tarik wisata. Hal ini terlihat dari kunjungan wisatawan domestik
(sebagian besar berasal dari penduduk Kota Jakarta) yang jumlahnya
cukup signifikan, terutama pada waktu akhir pekan atau libur
nasional. Upaya yang sudah dilakukan oleh Pemerintah Daerah dan
para pelaku pariwisata belum memberikan dampak signifikan
terhadap kemajuan industri pariwisata Kabupaten Bogor. Jumlah
kunjungan wisatawan tahun 2007 sebanyak 2.120.019 orang, dengan
prosentasi sebesar 98,86 % adalah wisatawan nusantara dan 1,13 %
merupakan wisatawan asing.
19. Dari hasil pengawasan dan pengendalian yang telah dilakukan,
diketahui bahwa realisasi kegiatan penanaman modal yang telah
mendapatkan persetujuan sampai dengan tahun 2007 adalah
sebanyak 388 perusahaan PMA dengan nilai investasi mencapai US$
9.064.562.826.358,- sedangkan untuk PMDN berjumlah 187
perusahaan dengan nilai investasi sebesar Rp. 5.555.733.117.530,-.
Sementara apabila didasarkan pada jenis usahanya, terdapat 33
usaha primer PMA dengan nilai investasi sebesar
Rp.1.045.148.937.200,-; 300 usaha sekunder pada PMA dengan nilai
investasi sebesar Rp. 6.819.616.078.958,- dan US$ 1.179,568.157,
sedangkan untuk jenis usaha tersier PMA sebanyak 55 perusahaan
dengan nilai investasi sebesar Rp.23.881.600.000,- dan US$
1.811.400. Sedangkan untuk PMDN, terdapat 8 usaha primer dengan
nilai investasi sebesar Rp.67.942.057.991,-; 162 usaha sekunder
dengan nilai investasi sebesar Rp. 1.390.660.605.025,- dan 17 usaha
tersier dengan nilai investasi sebesar Rp. 256.303.341.936,-
20. Jumlah usaha kecil menengah (UKM) yang dibina oleh Kantor Koperasi
dan UKM Kabupaten Bogor mengalami peningkatan sebesar 276 %
selama tahun 2003 – 2007, yaitu dari 997 usaha pada tahun 2003
menjadi 3.751 pada tahun 2007.
II - 20
Sementara kualitas kelembagaan UKM yang ada di Kabupaten Bogor
tersebut ditunjukkan dengan hasil klasifikasi yang telah dilakukan,
terhadap UKM yang ada di Kabupaten Bogor. Sampai dengan tahun
2007, berdasarkan kriteria permodalan dan omzet, dari 203 UKM yang
dievaluasi, 37 UKM terklasifikasi sebagai UKM Unggul, 104 sebagai
UKM Mandiri, dan 62 sebagai UKM Tangguh. Berdasarkan hasil
klasifikasi tersebut, ditentukan langkah pembinaan yang perlu
difasilitasi oleh Kantor Koperasi dan UKM Kabupaten Bogor kepada
UKM-UKM tersebut. Bagi UKM Mandiri, yang permodalannya di bawah
Rp.100 juta dan omzetnya di bawah Rp. 500 juta, fasilitasi dilakukan
pada aspek permodalan dan teknik produksinya, sementara bagi UKM
Tangguh, yang permodalannya di atas Rp. 200 juta dan omzetnya di
atas Rp. 1 miliar, fasilitasi hanya dilakukan pada aspek pemasaran
dan pengembangan kemitraan dengan UKM-UKM lainnya.
Perkembangan koperasi selama kurun waktu 2003 – 2007 telah terjadi
peningkatan jumlah koperasi sebanyak 165 %, yaitu dari sebanyak 932
koperasi pada tahun 2003 menjadi 1.535 pada tahun 2007. Dari
jumlah tersebut, yang termasuk ke dalam koperasi aktif adalah
sebanyak 1.183 unit pada tahun 2003, dan meningkat menjadi 1.115
unit pada tahun 2007. Sementara yang terdaftar sebagai anggota
koperasi pada tahun 2003 adalah sebanyak 179.459 orang, dan
meningkat 13 % pada tahun 2007, menjadi sebanyak 202.840 orang.
Seiring dengan peningkatan jumlahnya, telah terjadi peningkatan
kualitas kelembagaan koperasi, yang ditunjukkan oleh pemenuhan
klasifikasi dan kelas koperasi. Klasifikasi koperasi tersebut ditujukan
untuk mengetahui kondisi keanggotaan (kualitas dan kuantitas),
keuangan (permodalan dan sirkulasinya) serta penyelenggaraan RAT
(Rapat Anggaran Tahunan) yang wajib untuk dilaksanakan setiap
tahun sekali.
Pada tahun 2003, jumlah koperasi yang sudah diklasifikasi adalah
sebanyak 101 unit koperasi dengan hasil : Kelas A = 0, Kelas B = 39
unit, Kelas C = 48 unit, dan Kelas D = 4 unit. Kemudian sampai akhir
tahun 2007, total koperasi yang telah diklasifikasi adalah sebanyak
992 unit koperasi dengan hasil : Kelas A = 27 unit, Kelas B = 597 unit,
Kelas C = 287 unit, dan Kelas D = 81 unit.
II - 21
Sebagai upaya pembinaan dan dalam rangka mengetahui
perkembangannya (aktif – tidak aktifnya), telah dilakukan advokasi
kepada koperasi-koperasi yang ada di Kabupaten Bogor. Dengan
demikian, koperasi yang bermasalah dapat difasilitasi untuk
diselesaikan permasalahannya, misalnya melalui pembubaran,
amalgamasi, atau pembenahan. Untuk itu, dalam kurun waktu 2003 –
2007, jumlah koperasi yang telah diadvokasi adalah sebanyak 735
unit koperasi. Dari hasil advokasi tersebut telah dilakukan
pembubaran terhadap 171 unit koperasi dan pembenahan pada 564
unit koperasi.
II.4. ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI
Perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi terjadi sejalan dengan
perubahan peradaban dan budaya manusia, yang berdampak positif dan
negatif bagi kehidupan manusia, termasuk bagi pelaksanaan pembangunan
daerah. Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan,
telah banyak diaplikasikan hasil-hasil pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi, disertai dengan adanya berbagai penelitian dan
pengembangan untuk mengatasi berbagai permasalahan strategis daerah
secara terarah dan berkelanjutan.
Walaupun demikian, kemampuan dalam penguasaan dan pemanfaatan
iptek dinilai masih belum memadai untuk meningkatkan daya saing. Hal itu
antara lain ditunjukan dengan masih rendahnya sumbangan iptek di sektor
produksi, belum efektifnya mekanisme intermediasi, lemahnya sinergi
kebijakan, belum berkembangnya budaya iptek di masyarakat, dan
terbatasnya sumber daya iptek.
II.5. SARANA DAN PRASARANA
1. Sarana dan prasarana wilayah yang meliputi infrastruktur
transportasi, sumber daya air dan irigasi, telekomunikasi, listrik dan
energi serta sarana dan prasarana dasar permukiman merupakan
aspek yang utama dalam pembangunan suatu daerah serta memiliki
peran yang penting bagi peningkatan perekonomian dan kehidupan
sosial masyarakat.
II - 22
2. Prasarana transportasi merupakan tulang punggung pengembangan
wilayah sehingga sangat penting untuk menunjang kelancaran
aktivitas sosial dan ekonomi. Pada saat ini prasarana transportasi
belum maksimal dalam memfasilitasi tingginya pergerakan
masyarakat yang ditunjukkan oleh masih terdapat jalan dalam kondisi
rusak, dimensi jalan masih kecil, geometrik belum memenuhi standar
teknis, dan panjang jalan masih terbatas.
Panjang ideal jalan dalam melayani pergerakan masyarakat
berdasarkan jumlah penduduk, luas wilayah dan PDRB Kabupaten
Bogor adalah sepanjang 3.680,60 km. Sedangkan panjang jalan yang
ada adalah 1.758,041 km atau 47,77 % dari kebutuhan ideal, yang
terdiri dari Jalan Nasional sepanjang 121,497 km, Jalan Provinsi
sepanjang 129,989 km dan Jalan Kabupaten yang bernomor ruas
sepanjang 1.506,570 km. Selain itu, terdapat pula jalan-jalan yang
tidak bernomor ruas dan jalan-jalan desa dengan jumlah yang terus
bertambah pada setiap tahun, akibat pembukaan jalan baru atau
peningkatan jalan yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakat
ataupun pengusaha.
Panjang jalan di Kabupaten Bogor sampai dengan bulan Desember
2007 dalam kondisi mantap (kondisi baik dan sedang) adalah
sepanjang 1.032,60 km atau 68,54 %, sedangkan sisanya sepanjang
473,97 km atau sebesar 31,46 % dalam kondisi rusak.
Belum maksimalnya infrastruktur transportasi dalam memfasilitasi
pergerakan masyarakat disebabkan rendahnya jumlah jalan mantap
dan pembangunan jalan-jalan baru, serta belum maksimalnya
struktur konstruksi jalan. Kondisi tersebut diperburuk dengan
tingginya frekuensi bencana alam dan beban lalu lintas yang sering
melampaui kapasitas.
3. Jumlah jembatan di Kabupaten Bogor pada tahun 2007 adalah
sebanyak 682 buah, yang terdiri dari jembatan negara sebanyak 25
buah, jembatan provinsi sebanyak 98 buah, dan jembatan kabupaten
pada jalan yang bernomor ruas sebanyak 559 buah dengan total
panjang 5.784,4 m. Dari 559 jembatan pada jalan Kabupaten yang
bernomor ruas, terdapat 443 buah (79,24 %) berada dalam kondisi
baik, 83 buah (14,85 %) dalam kondisi sedang dan 33 buah (5,90 %)
dalam kondisi rusak.
II - 23
4. Jaringan irigasi sangat berperan dalam mendukung produksi
pertanian, karena dengan keberlanjutan aliran air irigasi ke lahan-
lahan pertanian akan menentukan tingkat produksi yang dicapai. Dari
879 jaringan irigasi, terdapat 549 jaringan (62,46 %) dengan kondisi
baik dan sedang, serta 330 jaringan (37,54 %) dalam kondisi rusak.
Sedangkan kondisi setu sebagai sumber air sebanyak 81 setu (87,10 %)
dalam kondisi baik dan sedang, dan 12 setu (12,90 %) dalam kondisi
rusak dari 93 setu yang ada. Di luar 93 setu tersebut, terdapat dua
setu yang telah berubah fungsi yaitu Setu Cipambuan berubah
menjadi jalan tol Jagorawi dan Setu Ciangsana berubah menjadi
SMPN Ciangsana.
5. Pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana permukiman seperti,
perumahan dan cakupan layanan air bersih sangat penting bagi
masyarakat. Jumlah rumah di Kabupaten Bogor pada tahun 2006
sebanyak 635.662 unit, dengan jumlah rumah terbanyak terdapat di
Kecamatan Ciampea sebanyak 32.243 unit (rumah permanen 13.834
unit dan rumah tidak permanen 18.409 unit), dan jumlah rumah
paling sedikit terdapat di Kecamatan Rancabungur sebanyak 8.324
unit. Permukiman kumuh tersebar di 187 lokasi pada lahan seluas
240 Ha dengan jumlah bangunan sebanyak 7.797 unit dan dihuni oleh
11.220 keluarga (KK). Jumlah rumah yang berdiri di daerah limitasi
sebanyak 11.622 rumah dan dihuni oleh 5.442 KK, yaitu terletak di
bantaran sungai sebanyak 8.128 rumah dihuni oleh 2.701 KK, serta
terletak di bawah jaringan listrik tegangan tinggi sebanyak 3.494
rumah dihuni oleh 2.741 KK.
Dari jumlah bangunan rumah tinggal yang layak huni sebanyak
486.051 bangunan yang ada di Kabupaten Bogor, sampai saat ini yang
memiliki IMB baru mencapai 52 % sedangkan bangunan lainnya
sebanyak 1.807 bangunan antara lain bangunan industri, bangunan
perdagangan dan bangunan peribadatan serta perkantoran yang
memiliki IMB sebanyak 74,2 %.
6. Ketersediaan air bersih merupakan salah satu prasyarat bagi
terwujudnya permukiman yang sehat. Oleh karena itu akses
masyarakat terhadap air bersih merupakan hal yang mutlak dipenuhi.
Untuk cakupan pelayanan air bersih baru mencapai 56,86 % dari total
II - 24
penduduk Kabupaten Bogor. Cakupan tersebut merupakan gabungan
dengan pelayanan air bersih yang dilakukan oleh PDAM di 80 desa/
kelurahan di 19 kecamatan, yang memiliki kapasitas produksi sebesar
2.098,5 liter/detik. Sementara pelayanan air bersih di luar PDAM,
yaitu melalui penyediaan sarana prasarana air bersih pedesaan oleh
pemerintah, cakupan pelayanannya hanya mengalami peningkatan
1 % - 2 % per tahun.
7. Sedangkan untuk jaringan listrik, maka rasio elektrivikasinya baru
mencapai 50,96 %, berarti masih sekitar 49,14 % kepala keluarga di
Kabupaten Bogor yang belum menikmati listrik, terutama pada
kantong-kantong permukiman/kampung yang sulit dijangkau oleh
jaringan listrik yang telah ada di setiap desa. Hal ini disebabkan
tingginya kebutuhan energi/listrik akibat pertambahan penduduk,
tetapi pada sisi lain tidak diimbangi dengan peningkatan pengadaan
listrik sebagaimana yang diharapkan.
8. Kebutuhan sarana dan prasarana pengolahan sampah sangat besar
sejalan dengan banyaknya jumlah penduduk dan diiringi aktivitas
yang tinggi, sehingga menyebabkan volume sampah rata-rata setiap
hari mencapai 3.065 m3. Kondisi ini menuntut penyediaan sarana dan
prasarana pengelolaan sampah yang memadai, karena baru terlayani/
terangkut sebanyak 736 m3/hari atau 24,17 % dari timbunan sampah
di wilayah perkotaan atau hanya 22 kecamatan dari 40 kecamatan di
Kabupaten Bogor.
9. Kebutuhan sarana dan prasarana pengolahan limbah cair sangat besar
sejalan dengan banyaknya industri pengolahan, dan kegiatan usaha
lainnya yang menghasilkan limbah cair. Rata-rata volume limbah cair
per tahun selama kurun waktu tahun 2003 sampai dengan 2007, yang
dihasilkan dari industri pengolahan dan kegiatan usaha lainnya
sebanyak 314.178,92 m3/bulan.
10. Penerangan jalan dan sarana jaringan utilitas di Kabupaten Bogor
telah dibangun cukup memadai. Namun masih belum mencapai
standar yang diinginkan dan belum dibentuk ke dalam suatu jaringan
utilitas terpadu. Pengelolaan prasarana Penerangan Jalan Umum
(PJU) tetap diprioritaskan pembangunannya pada daerah-daerah
tertentu, dengan pertimbangan lokasi daerah-daerah rawan sosial
II - 25
yang sampai dengan saat ini mencapai 33,16 % atau 9.567 titik lampu
dari rencana jumlah titik lampu 28.848 titik (berdasarkan setiap 50 m
dari panjang jalan provinsi). Kegiatan ini akan secara terarah
dilaksanakan pembangunannya termasuk pemeliharaannya.
11. Telekomunikasi di Kabupaten Bogor mengalami perkembangan yang
pesat sebagai imbas dari perkembangan teknologi dan informasi.
Pemanfaatan ruang udara untuk telekomunikasi yang menunjang
kegiatan ekonomi serta peningkatan akses masyarakat masih
memerlukan perhatian dari Pemerintah Daerah.
II.6. POLITIK
1. Perkembangan politik di Kabupaten Bogor sudah cukup kondusif,
khususnya dilihat dari harmonisasi hubungan legislatif dan eksekutif
serta masyarakat. Komposisi anggota DPRD yang didominasi oleh partai
tertentu diharapkan tidak mengurangi penyerapan aspirasi masyarakat
untuk menghasilkan keputusan yang bisa dinikmati secara bersama
tanpa melihat golongan dan partai;
2. Kemajuan demokrasi terlihat pula dengan telah berkembang
kesadaran-kesadaran terhadap hak-hak sah masyarakat dalam
kehidupan politik, yang dalam jangka panjang diharapkan mampu
menstimulasi masyarakat lebih jauh untuk makin aktif berpartisipasi
dalam mengambil inisiatif bagi pengelolaan urusan-urusan publik.
Perkembangan ini tidak terlepas dari berkembangnya peran partai
politik dan masyarakat sipil. Disamping itu, kebebasan pers dan media
telah jauh berkembang, antara lain ditandai dengan adanya peran aktif
pers dan media dalam menyuarakan aspirasi masyarakat dan
melakukan pengawasan terhadap penyelenggaran pemerintahan;
3. Kesadaran masyarakat dalam berpolitik telah diwujudkan dalam
kegiatan pemilihan umum (pemilu) tahun 2004 yang diikuti oleh 2,7
juta orang pemilih atau mencapai lebih dari 70 % (KPU, 2006). Tingkat
partisipasi masyarakat dalam pemilihan umum lebih dari 70 % tersebut
menunjukkan bahwa keterlibatan masyarakat dalam momen politik
sangat tinggi. Melalui pemilu tahun 2004, masyarakat Kabupaten Bogor
telah memilih 45 orang wakil-wakilnya sebagai anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dengan rincian : 13 orang dari
II - 26
Golkar, 7 orang dari PKS, 8 orang dari PDIP, 3 orang dari PAN, 5 orang
dari Partai Demokrat, 8 orang dari PPP, 1 orang dari PKPB.
II.7. KETENTRAMAN DAN KETERTIBAN MASYARAKAT
1. Ketertiban masyarakat diperlukan untuk menciptakan stabilitas daerah
dalam mewujudkan kehidupan masyarakat yang aman dan tentram.
Kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat di wilayah Kabupaten
Bogor secara umum relatif cukup baik, relatif tenang, tidak ada
pertentangan suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA). Kondisi ini
tercipta karena adanya peran serta aktif aparat pemerintah dan
masyarakat di bidang keamanan dan ketertiban;
2. Namun demikian masih terjadi peristiwa kriminalitas. Pada tahun 2007
di Kabupaten Bogor telah terjadi : 162 kejadian kecelakaan lalulintas,
3.165 kejadian kriminalitas dan 248 kasus lainnya (ketertiban umum)
(data Kepolisian Resor Bogor).
II.8. HUKUM
1. Pembangunan hukum di daerah selama ini lebih difokuskan pada
penyusunan produk hukum daerah dalam upaya penguatan otonomi
daerah dan penyelenggaraan pemerintah daerah sejalan dengan
berkembangnya dinamika penyelenggaraan tata kepemerintahan yang
baik. Selama lima tahun terakhir (2002 - 2007) telah dihasilkan
berbagai produk legislasi daerah (khususnya Perda) sebanyak 136 buah
Perda yang berupa Perda baru maupun revisi atas Perda lama yang
sudah tidak sesuai dengan kondisi dinamika penyelenggaraan
pemerintahan;
2. Berbagai permasalahan selama ini yang terkait dengan aspek hukum
adalah masih lemahnya kinerja penegakan hukum daerah terhadap
berbagai pelanggaran yang terjadi, masih perlu ditingkatkannya
kualitas dan kuantitas produk hukum daerah, serta belum
berkembangnya budaya/kesadaran hukum masyarakat;
3. Belum berkembangnya budaya/kesadaran hukum masyarakat
Kabupaten Bogor, ditunjukkan oleh masih adanya warga masyarakat
yang tidak mematuhi peraturan dan perundang-undangan yang berlaku,
seperti pelanggaran atas pemanfaatan tanah, rendahnya disiplin
II - 27
berlalulintas, penyalahgunaan ruangan publik untuk kepentingan
individu, dan pembuangan sampah secara liar.
II.9. APARATUR
Secara umum, penyelenggaraan pemerintah yang baik (good governance)
sampai saat ini belum dapat diwujudkan dengan memuaskan. Hal ini
terlihat dari belum optimalnya pelayanan publik kepada masyarakat
Kabupaten Bogor, rendahnya kinerja sumber daya aparatur, belum
memadainya sistem kelembagaan (organisasi perangkat daerah) dan
kelembagaan (manajemen) pemerintah yang didukung dengan data yang
akurat dan up to date sehingga pelayanan publik tidak memuaskan. Selain
itu, rendahnya kesejahteraan PNS dan masih terjadinya penyalahgunaan
dan penyimpangan prosedur pelayanan, serta masih adanya budaya
permissive (toleransi terhadap penyimpangan) sehingga ”good
governance” dan ”clean government” semakin sulit diwujudkan.
II.10. TATA RUANG DAN PENGEMBANGAN WILAYAH
1. Pemanfaatan ruang di Kabupaten Bogor sepenuhnya mengacu pada
RTRW Kabupaten Bogor sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten
Bogor Nomor 19 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Bogor Tahun 2005 - 2025. Sebagai upaya pengendalian
terhadap perizinan pemanfaatan ruang, telah dibuat Kriteria Lokasi
dan Standar Teknis Pemanfaatan Ruang yang menetapkan secara rinci
aturan-aturan teknis berdasarkan jenis kegiatan dan peruntukan ruang
di lokasi yang akan dimanfaatkan.
2. Pola pemanfaatan ruang di Kabupaten Bogor mencakup pemanfaatan
kawasan lindung dan budidaya. Sebagian besar wilayah di sebelah
Selatan sepanjang perbatasan Kabupaten Bogor menjadi kawasan
lindung karena memiliki hutan yang cukup lebat, topografi, elevasi dan
curah hujan yang tinggi. Sedangkan kawasan budidaya tersebar di
beberapa kecamatan di Kabupaten Bogor.
3. Secara umum, tata ruang Kabupaten Bogor terbentuk dengan struktur
ruang wilayah yang menggambarkan rencana sistem pusat pelayanan
permukiman perdesaan dan perkotaan serta sistem perwilayahan
pengembangan, merupakan bentuk/gambaran sistem pelayanan
II - 28
berhirarki, yang bertujuan untuk menciptakan pemerataan pelayanan
serta mendorong pertumbuhan kawasan perdesaan dan perkotaan di
wilayah Kabupaten Bogor.
a. Sistem perdesaan yang meliputi pola penggunaan lahan budidaya
yang terdiri atas penggunaan hutan, perkebunan, kebun campuran,
semak/belukar, tanah kosong, pemukiman, sawah irigasi, sawah
tadah hujan dengan luasan untuk kegiatan kebun campuran
85.202,5 Ha (28,48 %), pemukiman 47.831,2 Ha (15,99 %), semak
belukar 44.956,1 Ha (15,03 %), hutan vegetasi lebat dan
perkebunan/tanaman tahunan 57.827,3 Ha (19,33 %), sawah
irigasi/tadah hujan 23,794 Ha (7,95 %), tanah kosong 36.351,9 Ha
(12,15 %).
Masalah yang dihadapi adalah meningkatnya konversi lahan dari
pertanian ke non pertanian yaitu peningkatan luas permukiman
sebesar 4.197 Ha dan menjadi tanah kosong seluas 16.703 Ha,
kebun campuran seluas 28.973 Ha, sebagian besar menggunakan
lahan semak/belukar seluas 1.015 Ha, sawah irigasi seluas 1.028
Ha, kebun campuran seluas 552,6 Ha, sawah tadah hujan seluas 676
Ha, perkebunan 712 Ha, hutan/vegetasi lebat 126 Ha dan badan air
seluas 242 Ha.
Areal lahan yang mengalami penurunan yaitu pada lahan sawah
irigasi seluas 12.367 Ha, sawah tadah hujan seluas 3.401 Ha,
perkebunan seluas 2.071 Ha, hutan seluas 2.312 Ha dan badan-
badan air seluas 707 Ha.
b. Sistem perkotaan, tingginya konversi lahan dari pertanian untuk
permukiman perkotaan dalam kurun waktu 5 tahun mencapai ±
7.503 Ha. Penggunaan lahan dari kebun campuran seluas 1.863 Ha
(17,6%), sawah tadah hujan seluas 1.793 Ha (17 %), perkebunan
seluas 1.658 Ha (16 %) dan sawah irigasi seluas 1.345 Ha (13 %),
hutan/vegetasi lebat seluas 720 Ha (6,8 %) dan badan air seluas 124
Ha (1,2 %).
c. Kondisi pelayanan transportasi darat antara lain:
1) Belum terealisasikannya rencana pembangunan terminal pada
masing – masing wilayah pengembangan yang telah ditetapkan
dalam RTRW, dan saat ini baru 1 (satu) terminal Cileungsi yang
II - 29
sudah operasional, sedangkan rencana yang lainnya masih
terkendala dengan masalah pembebasan lahan;
2) Pengembangan jaringan jalan pada ruas-ruas yang berfungsi
regional belum banyak perubahan yang berarti, khususnya pada
ruas jalan yang menghubungkan wilayah barat dengan
Kabupaten Tangerang, juga di wilayah timur pada ruas jalan
Babakan Madang – Tanjungsari.
d. Pola penggunaan lahan di Kabupaten Bogor dikelompokkan menjadi
hutan/vegetasi lebat, perkebunan, kebun campuran, semak/
belukar, tanah kosong, kawasan terbangun/pemukiman, sawah
irigasi, sawah tadah hujan. Penggunaan tanah yang dominan adalah
penggunaan tanah kebun campuran yaitu mencapai luasan 85.202,5
Ha (28,48 %), kawasan terbangun/pemukiman seluas 47.831,2 Ha
(15,99%), semak belukar seluas 44.956,1 Ha (15,03 %), hutan
vegetasi lebat/perkebunan seluas 57.827,3 Ha (19,33 %), sawah
irigasi/tadah hujan seluas 23.794 Ha (7,95 %), dan tanah
kosongseluas 36.351,9 Ha (12,15 %).
Komposisi pemanfaatan lahan di Kabupaten Bogor pada tahun 2006,
yaitu untuk kawasan hutan lindung seluas 42.175 Ha (13,30 %),
kawasan lahan basah seluas 56.888 Ha (17,94 %), kawasan lahan
kering seluas 47.756 Ha (15,06 %), kawasan tanaman tahunan
seluas 24.797 Ha (7,82 %), kawasan hutan produksi seluas 51.529 Ha
(16,25 %), kawasan pariwisata seluas 1.681 Ha (0,53 %), kawasan
permukiman perdesaan seluas 20.326 Ha (6,41 %), kawasan
permukiman perkotaan seluas 52.036 Ha (16,41 %), kawasan
pengembangan perkotaan seluas 14.527 Ha (4,60 %), dan kawasan
peruntukan industri seluas 5.327 Ha (1,68 %).
4. Masalah aktual yang terjadi di bidang penataan ruang antara lain
adalah : (1) masih terbatasnya rencana tata ruang skala detail dan
teknis di Kabupaten Bogor; (2) belum tersedianya data base perizinan
pemanfaatan ruang yang akurat dan lengkap, sehingga berpengaruh
pada kemungkinan terjadinya tumpang tindih dalam pemberian
perizinan pemanfaatan ruang/izin lokasi. Hal ini akan berdampak pada
peluang investasi akibat tidak adanya jaminan pemanfaatan ruang.
II - 30
II.11. SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP
1. Luas kawasan hutan Kabupaten Bogor adalah 84.047,02 Ha atau 28,12%
dari luas seluruh wilayah Kabupaten Bogor. Berdasarkan fungsinya,
seluas 25.912,29 Ha atau 8,67 % merupakan Hutan Produksi dan sisanya
seluas 58.134,73 Ha atau 19,45 % merupakan Hutan Lindung.
2. Berdasarkan penutupan vegetasinya, kawasan hutan yang berhutan
(bervegetasi hutan) adalah seluas 110.720,03 Ha (37,05 %), sedangkan
sisanya sebesar 62,95 % atau seluas 188.118,27 Ha merupakan kawasan
hutan yang tidak berhutan (non hutan yang merupakan sawah,
pemukiman, tegalan, tanah terbuka), semak dan belukar.
3. Potensi sumberdaya air suatu daerah merupakan kemampuan
sumberdaya air wilayah tersebut baik sumberdaya air hujan, air
permukaan maupun air tanah, guna memenuhi kebutuhan terhadap air
baku yang dimanfaatkan untuk kepentingan domestik, industri maupun
pertanian.
4. Sumberdaya air permukaan di Kabupaten Bogor terdiri dari air sungai,
mata air dan air genangan/setu/danau, baik alam maupun buatan.
Sungai-sungai yang ada, pada umumnya mempunyai hulu di bagian
selatan, yaitu pada bagian tubuh pegunungan di sekitar Gunung Salak,
Gunung Gede - Pangranggo dan Gunung Halimun, dengan karakteristik
alirannya mengalir sepanjang tahun. Pada waktu musim hujan
mempunyai debit yang besar dan mengakibatkan banjir setempat,
sedangkan pada waktu musim kemarau, di beberapa alur sungai
menunjukkan kecenderungan kondisi surut minimum.
Kondisi fisik sungai-sungai di DAS dan Sub DAS di bagian selatan
umumnya memiliki beda tinggi antara dasar sungai dengan lahan di
sekitar berkisar antara 3,0 – 5,0 m, sehingga aliran sungai berpotensi
untuk meluap di sekitarnya, baik akibat banjir maupun arus balik
akibat pembendungan. Sedangkan untuk bagian utara-barat
(Cimanceuri dan Cidurian Hilir) beda tinggi antara dasar sungai dan
lahan bantaran di sekitarnya umumnya > 5 m, sehingga umumnya
menyulitkan untuk pengambilan langsung, maupun pembendungan.
Berdasarkan hasil studi “Preliminary Stydy on Ciliwung Cisadane Flood
Control Project, 2001” di Kabupaten Bogor terdapat lokasi yang
berpotensi untuk pembuatan waduk, yaitu Waduk Sodong dan Waduk
II - 31
Parung Badak. Waduk ini berfungsi sebagai pengendali banjir maupun
irigasi. Rencana waduk Sodong berlokasi di Sungai Cikaniki Kecamatan
Leuwiliang, anak sungai Cisadane dengan potensi genangan 3,069 km²
dan volume 24,027 juta m³. Sedangkan Waduk Parung Badak berada di
bagian Hulu Sungai Cisadane di Kecamatan Rancabungur, dengan
potensi genangan 2,75 km² dan volume 40,069 juta m³.
Berdasarkan hasil pemantauan kualitas air sungai tahun 2007 diketahui
bahwa :
- Sungai Ciliwung, kadar rata-rata parameter BOD melampaui kelas
mutu I dan II tetapi memenuhi untuk kelas mutu III dan IV;
- Sungai Cileungsi, kadar rata-rata dari parameter BOD melampaui
kelas mutu I – IV;
- Sungai Cisadane, kadar rata-rata dari parameter BOD melampaui
kelas mutu I dan II tetapi memenuhi kelas mutu II dan IV;
- Sungai Kalibaru, kadar rata-rata parameter BOD melampaui kelas
mutu I, II dan III tetapi memenuhi untuk kelas mutu IV;
- Sungai Cikeas, kadar rata-rata parameter BOD melampaui kelas
mutu I, II dan III tetapi memenuhi untuk kelas mutu IV;
- Sungai Cikaniki, kadar rata-rata parameter BOD melampaui kelas
mutu I dan II tetapi memenuhi untuk kelas mutu III;
- Sungai Cibeet, kadar rata-rata parameter BOD melampaui kelas
mutu I, II dan III tetapi memenuhi untuk kelas mutu IV;
- Sungai Cipamingkis, kadar rata-rata parameter BOD memenuhi
untuk kelas mutu IV.
5. Di Kabupaten Bogor terdapat sejumlah mata air dan berdasarkan data
dari Dinas Bina Marga dan Pengairan tahun 2006 terdapat danau atau
setu sebanyak 95 buah dengan luas 496,28 Ha, 2 buah setu diantaranya
telah berubah fungsi, yaitu : (1) Situ Cipambuan Udik berubah fungsi
menjadi jalan tol Jagorawi; dan (2) Situ Ciangsana berubah fungsi
menjadi SLTPN Ciangsana.
Situ-situ dimaksud berfungsi sebagai reservoar atau tempat peresapan
air dan beberapa diantaranya dimanfaatkan sebagai obyek wisata atau
tempat rekreasi dan budidaya perikanan.
Dari segi topografi wilayah masih ada beberapa lokasi yang
memungkinkan untuk dikembangkan situ-situ buatan yang dapat
II - 32
dimanfaatkan sebagai tampungan air baku, resapan air, maupun
pengendali banjir (Retarding Basin).
6. Air tanah merupakan sumber alam yang potensinya (kuantitas dan
kualitasnya) tergantung pada kondisi lingkungan tempat proses
pengimbuhan (groundwater recharge), pengaliran (groundwater flow),
dan pelepasan air bawah tanah (groundwater discharge) yang
berlangsung pada suatu wadah yang disebut cekungan air bawah tanah,
terdiri dari air tanah dangkal dan air tanah dalam.
Volume air tanah yang digunakan untuk berbagai kegiatan usaha di
Kabupaten Bogor sebanyak 338.727,2 m3/hari (data SoER Kabupaten
Bogor, 2007)
Secara umum kualitas air permukaan di Kabupaten Bogor masih cukup
baik, dalam artian belum ada pencemaran oleh industri yang
mengkhawatirkan.
7. Peningkatan pengawasan dan penegakan hukum telah dilakukan
terhadap pencemar dan perusak lingkungan, peningkatan kesadaran
semua lapisan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup dan
penyebarluasan informasi dan isu lingkungan hidup yang diharapkan
akan meningkatkan kepedulian banyak pihak terhadap kondisi
lingkungan hidup Kabupaten Bogor. Upaya tersebut dilakukan melalui
pelatihan/pemantapan kader lingkungan hidup tingkat kecamatan dan
desa, pembinaan dan pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada
berbagai jenis kegiatan dan usaha masyarakat serta swasta/dunia
usaha terhadap penerapan ketentuan AMDAL dan UKL/UPL,
penanganan kasus pencemaran lingkungan hidup, serta pemberlakuan
izin pembuangan air limbah bagi setiap kegiatan yang berpotensi
mengeluarkan limbah cair. Sejak tahun 2003 sampai tahun 2007 telah
berhasil dilatih 650 orang kader lingkungan hidup yang terdiri dari
berbagai unsur masyarakat, dengan rincian sebagai berikut :
Tahun 2003 : 150 orang kader lingkungan hidup.
Tahun 2005 : 150 orang kader lingkungan hidup.
Tahun 2006 : 160 orang kader lingkungan hidup.
Tahun 2007 : 190 orang kader lingkunga hidup.
Sedangkan pada tahun 2004 telah dilakukan pendidikan lingkungan
hidup terhadap 75 orang guru sekolah dasar.
III - 1
BAB III ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS
III.1 POLA PENENTUAN ISU-ISU STRATEGIS
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata
Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana
Pembangunan Daerah dalam Pasal 40 menyatakan bahwa dalam
penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)
antara lain mencakup analisis isu-isu strategis. Dalam upaya menganalisis
isu-isu strategis tersebut maka digunakan metoda SWOT.
Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis
untuk merumuskan strategi, berdasarkan logika yang dapat
memaksimalkan kekuatan (Sthrengths) dan peluang (Opportunities), dan
secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan
ancaman (Threats). Jadi, analisis SWOT membandingkan antara faktor
eksternal Peluang dan Ancaman dengan faktor internal Kekuatan dan
Kelemahan.
Matriks SWOT menampilkan delapan kotak, yaitu dua kotak sebelah
kiri menampilkan faktor eksternal (peluang dan ancaman), dua kotak
paling atas menampilkan faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan
empat kotak lainnya merupakan isu-isu strategis yang timbul sebagai hasil
pertemuan antara faktor eksternal dan internal.
Berdasarkan hasil analisis SWOT, terdapat empat bentuk interaksi
yang merupakan alternatif strategi sebagai berikut :
S-O : penggunaan kekuatan untuk memanfaatkan peluang yang ada.
Strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah
mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif (growth oriented
strategy).
S-T : penggunaan kekuatan untuk menghindari atau mengatasi
ancaman. Strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah
dengan cara strategi diversifikasi tindakan.
W-O: mengatasi kelemahan dengan memanfaatkan peluang, atau
memanfaatkan peluang dengan meminimalkan kelemahan. Fokus
strategi pada situasi ini adalah stabilisasi atau rasionalisasi.
III - 2
W-T: meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman. Strategi
yang perlu dilakukan dalam kondisi ini adalah defensif atau
survival.
Isu-isu strategis daerah pada dasarnya adalah masalah/persoalan
atau agenda yang perlu/harus atau dapat dilakukan atau dikerjakan oleh
pemerintah daerah selang waktu 20 tahun. Strategis tidaknya suatu isu
tentu harus dinilai dari kerangka urgensitas dan relevansi penanganannya
sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan Pemerintah Kabupaten Bogor.
III.2. ANALISIS SWOT / ANALISIS ALI DAN ALE
Analisis lingkungan strategis dengan pendekatan SWOT dilakukan
dalam upaya untuk mengidentifikasi semua faktor yang mendukung dan
menghambat terhadap pencapaian tujuan, baik yang berkenaan dengan
Analisis Lingkungan Internal (ALI) maupun Analisis Lingkungan Eksternal
(ALE). Rincian ALI dan ALE Kabupaten Bogor adalah sebagai berikut :
A. KEKUATAN (STRENGTHS)
1. Secara geografis, Kabupaten Bogor berdekatan dengan Ibukota
Negara sebagai pusat pemerintahan, jasa dan perdagangan dengan
aktifitas pembangunan yang cukup tinggi.
2. Struktur tata ruang eksisting telah terbentuk secara hirarkis
berdasarkan wilayah pengembangan. Wilayah Pengembangan (WP)
mencakup WP Barat, Tengah, dan Timur.
3. Penggunaan lahan di Kabupaten Bogor didominasi oleh kebun
campuran. Kondisi ini menunjukkan bahwa Kabupaten Bogor
memiliki potensi yang besar dalam bidang agraria yaitu hasil
perkebunan.
4. Di samping potensi perkebunan, Kabupaten Bogor juga memiliki
potensi di pertanian lahan basah (khususnya tanaman padi sawah)
yang tersebar terutama di wilayah dataran. Begitu juga potensi di
bidang peternakan (ternak besar, ternak kecil, dan ternak unggas)
dan di bidang perikanan terutama usaha perikanan Kolam Air
Tenang (KAT) dan Karamba Jaring Apung (KJA).
5. Penyebaran fasilitas pendidikan dan kesehatan di Kabupaten Bogor
relatif merata di seluruh kecamatan. Artinya bahwa Kabupaten
III - 3
Bogor memiliki potensi pengembangan kualitas pendidikan dan
kesehatan karena telah memiliki kuantitas infrastruktur yang
memadai.
6. Pada tahun 2007, jalan yang ada di Kabupaten Bogor terdiri atas
Jalan Nasional sepanjang 121,497 km (5 ruas), jalan provinsi
129,989 km (5 ruas), jalan Kabupaten yang bernomor ruas
1,506,570 Km (383 ruas), jalan kabupaten yang belum bernomor
ruas 47,285 Km (28 ruas). Kondisi jalan yang mantap (baik dan
sedang) yang mencapai 68,54 % dari total panjang jalan menjadi
potensi utama dalam mendukung aktifitas perekonomian di
Kabupaten Bogor.
7. Kondisi bahwa Kabupaten Bogor merupakan daerah agraris
didukung oleh jaringan irigasi yang memadai serta sumber daya air
lainnya seperti Daerah Aliran Sungai (DAS) di beberapa sungai yang
melewati Kabupaten Bogor dan keberadaan beberapa Danau/Situ.
8. Pariwisata di Kabupaten Bogor sangat beragam dan menyebar.
Mulai dari obyek wisata alam, wisata budaya, maupun kegiatan
wisata lainnya. Yang paling terkenal tentunya kawasan wisata
Puncak.
9. Kawasan hutan lindung di Kabupaten Bogor masih sangat baik
(kondisi vegetasi termasuk kawasan hutan lebat). Luas hutan
lindung yang mencapai 19,45 % dari luas Kabupaten Bogor menjadi
area penyangga untuk menjaga potensi sumber air bersih.
10. Terdapat potensi pertambangan khususnya sumber daya bahan
galian non logam, yaitu Batu Belah dan Batu Gamping.
11. Industri merupakan penyumbang terbesar PDRB di Kabupaten
Bogor. Potensi industri ini didominasi oleh industri skala kecil,
dalam hal ini home industry. Selain itu terdapat juga beberapa
industri menengah yang tersebar berdasarkan pola kluster yang
terbentuk di koridor jalan utama di Kabupaten Bogor. Terdapat
juga beberapa kawasan industri di wilayah Botabek yang cukup
berkembang.
B. KELEMAHAN (WEAKNESSES)
1. Kabupaten Bogor merupakan wilayah daratan dengan tipe
morfologi wilayah yang bervariasi, dari dataran yang relatif
III - 4
rendah di bagian utara hingga dataran tinggi di bagian selatan.
Dengan kondisi ekologi dan morfologi yang ada tersebut, wilayah
Kabupaten Bogor sebagian besar berfungsi lindung (non budidaya
dan budidaya terbatas), sehingga wilayah yang dapat terbangun
terbatas untuk kegiatan budidaya hanya wilayah dataran rendah
bagian utara.
2. Terjadi peningkatan luasan lahan permukiman dapat berdampak
pada kualitas lahan di Kabupaten Bogor. Seperti diketahui bahwa
Kabupaten Bogor merupakan Kawasan Resapan Air. Pengalihan
guna lahan untuk permukiman secara tidak terkendali dapat
mengakibatkan penurunan kualitas sumber daya air.
3. Masih rendahnya rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf
dan masih terdapatnya tenaga guru yang terkategori tidak layak
mengajar.
4. Rendahnya usia harapan hidup sebagai akibat dari masih tingginya
Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB),
tingginya angka gizi buruk, rendahnya pertolongan persalinan
oleh tenaga kesehatan, dan rendahnya angka aksesibilitas
pelayanan kesehatan dan masih rendahnya cakupan sarana air
bersih (SAB).
5. Tidak optimalnya pengelolaan jaringan irigasi dan sumber daya
air lainnya seperti danau/waduk.
6. Masih rendahnya cakupan pelayanan prasarana dasar masyarakat,
dimana tingkat kerusakan prasarana yang ada semakin tinggi,
terbatasnya akses infrastruktur dalam menunjang pengembangan
kawasan perdesaan sebagai kawasan pengembangan ekonomi
(rural development), termasuk kurangnya akses transportasi
sebagai sarana penghubung antar sentra kegiatan, seperti
terminal, perparkiran, halte, dan pangkalan angkutan umum
serta kurangnya jumlah trayek dibandingkan dengan konsentrasi
kegiatan ekonomi atau permukiman.
7. Pengembangan infrastruktur wilayah masih terkendala kepada
pembebasan lahan.
8. Pengembangan jaringan jalan pada ruas-ruas yang berfungsi
regional belum banyak perubahan yang berarti.
III - 5
9. Keterbatasan sumber air baku di wilayah Kabupaten Bogor untuk
pengembangan dan kuantitas air tanah pada musim kemarau
cenderung berkurang.
10. Kekurangan lahan untuk TPA di daerah perkotaan yang kurang
dapat diakomodasi oleh daerah di sekitarnya. Hal ini disebabkan
belum adanya mekanisme penyelenggaraan penanganan
persampahan secara bersama antara kabupaten dan kota.
11. Belum adanya prediksi yang rinci mengenai komposisi sampah,
sehingga potensi bahan inorganik untuk pendaurulangan skala
besar belum dapat dilaksanakan, sehingga dapat menurunkan
volume sampah yang terkumpul.
12. Pemanfaatan lahan untuk tanaman padi sawah memiliki sedikit
hambatan karena adanya kerikil/batuan pada permukaan tanah
(stoniness).
13. Pemanfaatan lahan untuk persawahan di dataran banjir dan
dataran aluvial seperti yang ada di Kecamatan Tenjo, Parung
Panjang, Jasinga, Cigudeg, Leuwiliang, Jonggol dan Ciseeng
memiliki hambatan adanya ancaman banjir akibat meluapnya air
sungai.
14. Rendahnya produktivitas dan kualitas hasil pertanian, disebabkan
belum meratanya penerapan teknologi, kualitas SDM serta
kurangnya minat generasi muda untuk terjun dalam usaha tani,
dukungan sarana dan prasarana pertanian yang belum memadai,
disamping kekurangan modal, dan tingginya biaya operasional
usaha pertanian.
15. Pengembangan wisata alam Puncak akan dihadapkan kepada isu
terganggunya fungsi wilayah sebagai daerah konservasi.
16. Belum terbentuknya pola kawasan industri yang baik di
Kabupaten Bogor. Hal ini mengakibatkan tidak terakomodasinya
kegiatan industri di Kabupaten Bogor.
17. Masyarakat tidak tahu tentang arahan kebijakan tata guna tanah,
air dan udara termasuk dalam batasan melakukan kegiatan.
III - 6
C. PELUANG (OPPORTUNITIES)
1. Kabupaten Bogor, sebagai salah satu hinterland di bagian Selatan
Kota Jakarta merupakan kawasan yang banyak menarik minat
investor untuk menanamkan modalnya berusaha di bidang-bidang
perumahan, industri, peternakan, pertanian, dan lain-lain.
2. Dalam arahan rencana pengembangan kawasan andalan di Jawa
Barat, Kabupaten Bogor diklasifikasikan sebagai Kawasan Andalan
Bogor Depok Bekasi (Bodebek) dengan kegiatan utama industri,
pariwisata, jasa, dan sumberdaya manusia; dan Kawasan Andalan
Bogor Puncak Cianjur (Bopunjur) dengan kegiatan utama
agribisnis dan pariwisata.
3. Arahan pemanfaatan ruang sebagai kawasan hutan lindung
(Gunung Halimun-Salak, Gunung Gede-Pangrango dan sekitarnya)
pada bagian Timur dan Barat wilayah Kabupaten Bogor dan
sekitarnya.
4. Pengembangan infrastruktur transportasi darat diarahkan melalui
peningkatan jalur Bogor - Sukabumi – Cianjur.
5. Fungsi Wilayah Jabodetabekjur sebagai satu kawasan
Metropolitan yang merupakan satu kesatuan ekosistem dengan
Kabupaten/Kota lain di Wilayah Jabodetabekjur, memerlukan
perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian
pemanfaatan ruang yang terpadu.
6. Perlu adanya usaha peningkatan keterampilan usaha tani yang
bukan saja mampu menghasilkan komoditas berkualitas dan
bernilai tinggi, tetapi juga mampu menghasilkan produk olahan
lanjutan yang memiliki nilai tambah.
7. Perlu juga dikembangkan pasar lokal yang telah ada yang selama
ini menjadi outlet hasil pertanian, menjadi pusat pengumpul
hasil pertanian dan sarana transaksi antara produsen dengan
pedagang yang terdekat dengan sentra produksi hasil pertanian
tersebut.
8. Pengembangan pariwisata di masa mendatang memiliki prospek
berkembang, khususnya pada Kawasan Wisata GSE seiring
semakin meningkatnya kunjungan dan memilki akses yang cukup
baik apabila pelaksanaan pembangunan Bogor Outer Ring Road
III - 7
yang akan menghubungkan antara Kota Bogor dengan akses
menuju Kawasan Wisata GSE.
9. Melihat banyaknya usaha pertambangan saat ini, kaitannya
dengan upaya peningkatan devisa bagi daerah, maka pengelolaan
bahan tambang menjadi bahan setengah jadi melalui
pembangunan pabrik pengolahan diharapkan dapat memberikan
nilai tambah baik secara sosial dan ekonomi.
10. Adanya rencana pengembangan infrastruktur khususnya yang
menghubungkan Tol Jagorawi dengan Parung (alternatif menuju
Serang Banten), serta rencana pengembangan jalan yang
menghubungkan Sentul dengan Sukamakmur-Tanjungsari sebagai
alternatif Puncak menuju Bandung, serta rencana pembangunan
Sport Center (pengganti Senayan) memungkinkan Kabupaten
Bogor untuk dapat lebih berkembang lagi.
11. Adanya wacana pemekaran sebagian wilayah Kabupaten Bogor
menjadi Bogor Barat merupakan peluang dalam hal
pengembangan wilayah. Diharapkan dengan terbentuknya Bogor
Barat menjadi kabupaten, akan meningkatkan perekonomian di
wilayah Bogor Barat sehingga berdampak kepada peningkatan
mobilitas, aksesibilitas, serta distribusi orang dan barang.
D. ANCAMAN (THREATS)
1. Pengalihan guna lahan secara berlebihan dan tidak sesuai dengan
peruntukannya dapat mengakibatkan terjadinya degradasi lahan.
Hal ini dapat mengakibatkan peningkatan potensi bencana yang
timbul seperti erosi, banjir, polusi, dan lain-lain.
2. Wacana pemekaran sebagian wilayah Kabupaten Bogor menjadi
Bogor Barat berpengaruh terhadap keberadaan sumber daya
alam. Hal ini tentunya akan berpengaruh terhadap berkurangnya
potensi pendapatan daerah Kabupaten Bogor.
3. Peningkatan pembangunan aksesibilitas jalan secara berlebihan
akan mempengaruhi aktifitas pertanian di Kabupaten Bogor.
Semakin banyak jaringan jalan yang ada, maka kegiatan
pertanian akan semakin terdesak akibat berkurangnya lahan
pertanian.
III - 8
4. Pemanfaatan air bersih secara berlebihan dapat mengakibatkan
menurunnya kuantitas dan kualitas sumber air khususnya air
tanah.
5. Kecenderungan menurunnya luasan kawasan lindung akibat
pembangunan infrastruktur di Kabupaten Bogor.
6. Pemanfaatan potensi pertambangan yang tidak terkendali dapat
mengakibatkan kerusakan lingkungan akibat lahan galian yang
ditinggalkan.
7. Pembangunan kawasan-kawasan industri dapat meningkatkan
polusi baik polusi udara, air, maupun suara. Hal ini dapat
mengurangi kualitas kesehatan masyarakat di sekitar kawasan
industri.
8. Untuk peningkatan pelayanan birokrasi, perlu menerapkan sistem
pengembangan karir PNS (pola dan jenjang karir) terutama
dengan mengintegrasikan komponen Diklat (baik Diklat
kepemimpinan, fungsional maupun teknis) sebagai salah satu
persyaratan dalam melakukan promosi, rotasi dan mutasi
aparatur.
Faktor-faktor internal yang dimiliki dan faktor-faktor eksternal yang
dihadapi oleh Pemerintah Kabupaten Bogor yang kemudian
diformulasikan ke dalam Matriks SWOT, diperoleh 4 (empat) kelompok
strategi yang secara lengkap tercantum dalam Lampiran.
III.3. ISU-ISU STRATEGIS
A. SOSIAL BUDAYA DAN KEHIDUPAN BERAGAMA
1. Jumlah penduduk Kabupaten Bogor diperkirakan akan meningkat
mencapai sekitar 5.642.969 jiwa pada tahun 2025 (BPS Jawa
Barat). Diperlukan pengendalian kuantitas dan laju pertumbuhan
penduduk untuk menciptakan penduduk tumbuh seimbang dalam
rangka mendukung terjadinya bonus demografi, yang dapat
dimanfaatkan secara optimal untuk meningkatkan kualitas SDM
yang mandiri untuk mencapai kesejahteraan. Untuk mewujudkan
hal ini, Kabupaten Bogor harus bekerja sama dengan wilayah-
wilayah lain dalam lingkup Kawasan Jabodetabek, mengingat
III - 9
mobilitas orang antar wilayah Kabupaten/Kota di kawasan ini
cukup intensif.
2. Kualitas penduduk, dari sisi Rata-rata Lama Sekolah (RLS) masih
7,11 tahun sehingga membuat sebagian besar penduduk, lebih
dari 80 %, hanya berpendidikan paling tinggi SLTP/sederajat. Di
dalam jumlah itu, jumlah penduduk yang hanya tamat SD lebih
dari separuhnya.
3. Menurunkan AKI dan AKB secara signifikan, baik melalui
pendekatan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) dan Upaya
Kesehatan Masyarakat (UKM) yang dilaksanakan oleh pemerintah
dan swasta, maupun melalui pendekatan pemberdayaan
masyarakat dengan menumbuhkan kemandirian masyarakat
dalam menanggulangi masalah-masalah kesehatan.
4. Kualitas hidup dan peran perempuan dan anak di berbagai bidang
pembangunan masih rendah, yang ditandai oleh rendahnya angka
indeks pembangunan gender (IPG) dan tingginya tindak
kekerasan, eksploitasi, dan diskriminasi terhadap perempuan dan
anak, serta kurang memadainya kesejahteraan, partisipasi dan
perlindungan anak.
B. EKONOMI
1. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor selama 5 tahun terakhir
yang terus mengalami peningkatan, dengan kontribusi terbesar
berasal dari sektor sekunder, menunjukkan bahwa perekonomian
Kabupaten Bogor banyak dipengaruhi oleh spill over effect dari
pertumbuhan aktivitas ekonomi di Jakarta. Hal ini karena sektor
sekunder dan tersier yang berkembang sifatnya lebih
terkait/berorientasi ke Jakarta dari pada terkait/berorientasi
untuk pembangunan kapasitas sumber daya lokal. Dapat dilihat
bagaimana perkembangan sektor industri, properti dan
perdagangan semuanya berkembang karena adanya proses urban
sprawl yang terjadi hingga meluas ke wilayah-wilayah penyangga
Jakarta. Banyak penduduk yang bertempat tinggal di Bogor
bekerja di Jakarta, dan banyak industri di Bogor yang berkantor
pusat di Jakarta. Karena itu wajar apabila pertumbuhan ekonomi
di Kabupaten Bogor tidak memberikan multiplier effect yang
III - 10
signifikan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat Kabupaten
Bogor;
2. Pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat juga diiringi dengan
tingginya jumlah pengangguran dan penduduk miskin. Ini berarti
masih banyak aktivitas ekonomi yang tidak memberikan
multiplier effect bagi perluasan kesempatan kerja dan
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Apabila aktivitas
ekonomi seperti ini terus didorong maka akan memicu terjadinya
kesenjangan sosial yang makin meningkat;
3. Jumlah penganggur adalah lebih dari seperempat penduduk usia
kerja. Tingkat pengangguran cenderung bertambah dikarenakan
ada kecenderungan penurunan investasi dan relokasi industri
yang berdampak pada pengurangan tenaga kerja. Selain itu, di
sektor pertanian dan kawasan perdesaan juga terjadi konversi
lahan pertanian ke guna lahan lain yang menyebabkan pelepasan
petani dari tanah dan kegiatan dasarnya;
4. Pengembangan perdagangan di Kabupaten Bogor difokuskan
kepada sistem distribusi barang dan peningkatan akses pasar,
baik pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri, tetapi belum
ada orientasi untuk mengembangkan sektor perdagangan yang
mampu memberikan insentif bagi tumbuhnya komoditas-
komoditas unggulan lokal. Sehingga perkembangan sektor
perdagangan tidak cukup hanya difokuskan pada distribusi barang
dan perluasan akses pasar melalui pameran atau promosi saja,
tetapi institusi pasar lokal harus dibangun agar sektor
perdagangan dapat mendorong pengembangan komoditas
unggulan lokal dan peningkatan kesejahteraan masyarakat;
5. Meskipun pertumbuhan koperasi dan usaha kecil cukup signifikan,
tetapi dalam pengembangannya masih mengahadapi sejumlah
masalah, antara lain :
Masih terbatasnya kemampuan, keterampilan, wawasan SDM
koperasi sehingga mengakibatkan masih lemahnya kinerja
organisasi, manajemen dan usaha.
Lemahnya struktur permodalan, pemupukan modal sendiri
dan terbatasnya akses permodalan pada sumber modal dari
luar.
III - 11
Masih terbatasnya akses pemasaran terutama dalam
menghadapi persaingan usaha.
6. Kinerja sektor pertanian masih lemah karena hubungan yang
belum sinergis antar berbagai sub sistem pertanian, dan kinerja
masing-masing subsistem terutama budidaya (on farm) masih
lemah. Aktivitas budidaya dihadapkan pada permasalahan luasan
lahan petani yang makin sempit, teknologinya masih tradisional,
mutu produk masih rendah, harga tidak mendukung dan struktur
pasar juga cenderung merugikan petani. Apabila Kabupaten
Bogor ingin mengoptimalkan keunggulan agroekosistem yang
dimilikinya, maka prasyarat utama yang harus dilakukan adalah
reforma agraria dan kebijakan penataan ruang yang mampu
memberikan insentif bagi tumbuhnya sektor pertanian;
7. Potensi pariwisata Kabupaten Bogor berupa alam, adat istiadat,
seni dan budaya perlu dikembangkan sebagai modal dasar
pembangunan kepariwisataan, dengan teap menjaga kelestarian
lingkungan dan nilai-nilai setempat.
Ekowisata dan desa wisata lebih ditekankan/menjadi prioritas
sebagai bentuk pembangunan pariwisata berkelanjutan dan
berbasis masyarakat.
Disamping itu harus didukung sumber daya manusia, fasilitas
pariwisata yang memadai, dan yang tidak kalah pentingnya
adalah sarana wisata belanja untuk menampung produk khas
Bogor termasuk industri kecil/kerajinan;
8. Jumlah warga yang miskin lebih dari seperempat jumlah
penduduk. Angka ini ada kecenderungan terus meningkat terkait
dengan kebijakan nasional berupa kenaikan harga bahan bakar
minyak dan gas untuk kebutuhan konsumsi yang memicu
meningkatnya biaya hidup secara keseluruhan.
C. ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI
Hasil-hasil riset yang telah dilakukan oleh berbagai lembaga
penelitian dan lembaga pendidikan tinggi yang tersebar di Kabupaten
Bogor belum dapat didesiminasikan dan dimanfaatkan secara nyata
dalam proses pelaksanaan pembangunan, karena IPTEK ini sangat
III - 12
diperlukan dalam pemberdayaan UKM, pertanian, peternakan dan
perdagangan.
D. SARANA DAN PRASARANA
1. Perubahan fungsi lahan untuk kebutuhan prasarana kota
mengakibatkan luasan ruang terbuka hijau semakin kecil. Oleh
karena itu, dibutuhkan pengawasan pemerintah daerah untuk
menjaga dan memelihara kualitas dan kuantitas lahan ruang
terbuka hijau serta memulihkan ruang terbuka hijau yang
menurun fungsinya;
2. Pengelolaan persampahan di Kabupaten Bogor perlu
ditingkatkan. Hal ini berkaitan dengan masih banyaknya
permasalahan TPA-TPA di Kabupaten Bogor, baik dari sisi kondisi,
sistem pengoperasian, pemilihan lokasi TPA yang baru, maupun
alokasi anggaran pemerintah daerah;
3. Prasarana dan sarana lingkungan perumahan di Kabupaten Bogor,
khususnya di kawasan pedesaan memerlukan perhatian
pemerintah dan mengingat keterbatasan kemampuan masyarakat
desa;
4. Penanggulangan bahaya kebakaran di Kabupaten Bogor perlu
ditingkatkan dengan mencakup upaya penyuluhan untuk
meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang
pencegahan bahaya kebakaran;
5. Penataan reklame di kawasan perkotaan dan jaringan jalan perlu
ditingkatkan dengan meningkatkan kesadaran pihak-pihak yang
berkepentingan termasuk masyarakat;
6. Penerbitan IMB masih dirasakan berbelit, birokratis, lama dan
mahal sehingga menyebabkan masyarakat enggan untuk
mengurus IMB terutama untuk rumah tinggal di perdesaan dan di
luar kawasan perumahan;
7. Penyesuaian ruang milik jalan pada jalan bernomor ruas dengan
mengikuti peraturan perundangan yang berlaku dan juga
penambahan penomoran ruas jalan dalam rangka kemudahan
inventarisasi dan penanganan permasalahan;
III - 13
8. Penataan sistem jaringan jalan yang nyaman dan memadai
menuju obyek wisata di Kabupaten Bogor;
9. Pengelolaan dan sistem informasi penanganan situ yang belum
optimal terkait dengan status kewenangannya sedangkan
fungsinya secara lokal sangat penting. Upaya kerjasama dengan
pihak yang berwenang yang dalam hal ini adalah Provinsi Jawa
Barat perlu diupayakan dan terus ditingkatkan;
10. Permasalahan irigasi di Kabupaten Bogor memerlukan upaya
penataan data inventarisasi irigasi yang terintegrasi dengan
melibatkan dan memberdayakan P3A Mitra Cai;
11. Seiring dengan meningkatnya kegiatan pembangunan daerah,
pertambahan kendaraan bermotor, dan pergerakan penduduk,
maka jumlah titik kemacetan juga bertambah. Penambahan
sarana dan prasarana pengamanan lalu-lintas beserta aparatnya
perlu memperoleh perhatian;
12. Perlu menjaga fungsi terminal-terminal supaya tidak turun
kualitasnya atau beralih fungsi ke penggunaan lain;
13. Sehubungan dengan pemekaran Bogor Barat, maka perlu
penyesuaian jaringan angkutan umum beserta jumlah armadanya
disesuaikan dengan permintaannya;
14. Peningkatan dan pembangunan kapasitas maupun sarana di
bidang pos dan telekomunikasi di Kabupaten Bogor beserta
dengan sumberdaya manusianya;
15. Perlu penataan perparkiran yang sesuai dengan kondisi
masyarakat setempat sehingga retribusi yang diharapkan
terkumpul bisa terus meningkat.
E. POLITIK
Menjaga proses konsolidasi demokrasi ke arah terwujudnya
pengawasan dan penyeimbangan kekuasaan politik terutama
kejelasan di lingkup penyelenggaraan pemerintahan Kabupaten Bogor
yang lebih mendorong kemandirian di daerah.
Pada lingkup pemerintahan daerah, konsolidasi demokrasi perlu
didukung dengan kebijakan daerah yang reformis dan birokrasi yang
III - 14
memenuhi syarat profesionalisme, efektivitas, dan mandiri serta baik
dan bersih.
F. KETENTRAMAN DAN KETERTIBAN MASYARAKAT
Kedepan upaya meningkatkan ketertiban dan ketentraman
masyarakat masih dihadapkan pada berbagai persoalan seperti
banyaknya berbagai masalah sosial yang dapat menjadi faktor
pencetus kriminal bagi timbulnya gangguan trantibmas, seperti
menekan pengangguran, keadilan dan ketersediaan pelayanan publik,
pengembangan motivasi hidup disiplin, serta transparansi
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan.
G. HUKUM
1. Berbagai permasalahan selama ini yang terkait dengan aspek
hukum adalah masih lemahnya kinerja penegakkan hukum daerah
terhadap berbagai pelanggaran yang terjadi, dan masih perlu
ditingkatkannya kualitas dan kuantitas produk hukum daerah,
serta belum berkembangnya budaya/kesadaran hukum
masyarakat;
2. Perangkat hukum masih belum mampu melandasi semua aktifitas
masyarakat dan pemerintah, karena masih ditemukannya kasus-
kasus pelanggaran hukum baik berupa KKN (Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme) maupun tindak kekerasan yang lain, yang
menunjukkan penegakkan hukum masih belum mampu membuat
masyarakat sadar hukum.
H. APARATUR
1. Penempatan aparatur pemerintah sebagai salah satu pilar dalam
penyelenggaraan pemerintahan memiliki peran yang sangat
strategis dalam mewujudkan pelayanan prima aparatur
pemerintah kepada masyarakat. Penempatan posisi dan jabatan
aparatur belum mengedepankan pola pengembangan karir yang
berbasis pada profesionalitas dan kompetensi aparatur atau
belum menggunakan pola “merit system”;
III - 15
2. Dalam rangka mewujudkan tata kelola kepemerintahan yang baik
(good governance), dengan meningkatkan kompetensi aparatur
pemerintah Kabupaten berdasarkan standarisasi nasional dan
peningkatan kualitas kinerja organisasi publik berdasarkan
standar pelayanan minimal disertai dengan kesiapan mental dan
peningkatan kinerja aparatur pemerintah Kabupaten Bogor, agar
mampu memberikan pelayanan publik yang dapat mememenuhi
aspek transparansi dan akuntabilitas yang lebih sederhana,
murah dan cepat dengan pemanfaatan e-government,
e-procurement dan pelayanan satu pintu;
3. Perlunya peningkatan dan diversifikasi jaringan sistem informasi
manajemen (bidang kepegawaian, kearsipan, keuangan, dsb)
yang berbasis teknologi komunikasi dan informasi sebagai
perwujudan electronic government (e-gov) bagi optimalisasi
kinerja dan layanan organisasi publik dalam pembangunan.
I. TATA RUANG DAN PENGEMBANGAN WILAYAH
1. Penyusunan dokumen rencana yang belum tersistematis, hal ini
berkaitan dengan tingkat kedetailan produk peta. Di beberapa
wilayah kecamatan masih ada yang belum memiliki dokumen
rencana, sementara di wilayah kecamatan lain banyak yang
memiliki dokumen rencana bahkan sampai tingkat detail
(perencanaan tapak);
2. Perlunya ketersediaan rencana tata ruang secara merata bagi
semua wilayah administrasi pemerintahan dengan kelengkapan
tema yang diarahkan oleh peraturan perundangan berlaku;
3. Perlu kajian yang komprehensif dalam menentukan struktur
ruang yang baru setelah Kabupaten Bogor Barat terbentuk
nantinya, sehingga dapat meningkatkan pola pemanfaatan ruang;
4. Kawasan pertanian perlu terus dipertahankan, khususnya di
kawasan yang sangat produktif. Hal ini terkait dengan kondisi
bahwa konversi lahan dari pertanian ke perumahan/
komersial/industri cenderung meningkat. Sawah produktif sangat
berkontribusi terhadap perekonomian di Kabupaten Bogor;
III - 16
5. Pengendalian Pemanfaatan Ruang perlu terus ditingkatkan
mengingat secara regional Kabupaten Bogor berperan dalam
masalah banjir di Jakarta;
6. Penataan kawasan perbatasan, dengan penentuan titik ordinat
dan pemasangan patok, baik perbatasan Kabupaten Bogor dengan
Kabupaten/Kota di sekitarnya, perbatasan antar kecamatan di
Kabupaten Bogor, maupun perbatasan dengan Propinsi Jawa
Barat dan Propinsi Banten yang berada di Kabupaten Bogor;
7. Penertiban kepemilikan tanah oleh Pemerintah Daerah untuk
cadangan tanah pemakaman;
8. Penyelesaian permasalahan, konflik/sengketa pertanahan tanah
terhadap ex HGU di beberapa perusahaan, baik dengan
masyarakat maupun dengan pihak yang menguasai tanah
dimaksud;
9. Penyelesaian permasalahan konflik pertanahan di beberapa desa
yang telah digarap oleh masyarakat.
J. SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP
1. Penilaian AMDAL menjadi isu yang strategis terkait dengan
seberapa besar komitmen pemerintah dan masyarakat terhadap
pembangunan wilayah berbasiskan ramah lingkungan.
Kenyataannya, kondisi sungai-sungai umumnya sudah tercemar
limbah dari berbagai kegiatan produktif warga dan swasta;
2. Terwujudnya ketersediaan sumber daya alam bagi sumber energi
dan sebagai bagian penyeimbang iklim global;
3. Meningkatnya pengembangan potensi wilayah baik pada daerah
sekitar hutan, persawahan, dan daerah-daerah sekitar kawasan
industri dengan mengembangkan produk unggulan yang spesifik
dan kompetitif serta mempunyai dampak langsung terhadap
percepatan pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan
kerja dengan mempertimbangkan kelestarian alam.
III - 17
III.4 MODAL DASAR
Modal dasar pembangunan daerah adalah seluruh sumber kekuatan
daerah, baik yang efektif maupun potensial, yang dimiliki dan
didayagunakan dalam pembangunan daerah.
1. Kabupaten Bogor mempunyai bentang alam pegunungan vulkanik yang
memiliki keindahan panorama alam didukung kesejukan dengan suhu
rata-rata 250C dengan rata-rata curah hujan tahunan 2,500 - 5,000
mm/tahun mempunyai jenis tanah yang subur, kelimpahan sumber air
dan keanekaragaman hayati, menjadi sumber potensial bagi
kemakmuran masyarakat dan menjadi daya tarik wisatawan.
2. Sebagai salah satu hinterland di bagian selatan kota Jakarta, dengan
akses yang mudah dicapai dan masih luasnya ketersediaan lahan,
menjadikan Kabupaten Bogor sebagai wilayah yang banyak menarik
minat investor untuk menanamkan modalnya berusaha di bidang
perumahan, industri agro, resort dan lain-lain.
3. Jumlah penduduk Kabupaten Bogor yang relatif besar dan
homogenitas kesukuan merupakan sumber daya potensial dan
produktif bagi pembangunan daerah.
4. Keramahtamahan yang merupakan karakteristik kebudayaan
masyarakat setempat memudahkan asimilasi sosial, merupakan modal
sosial yang mempercepat masuknya investasi dari luar.
5. Infrastruktur yang relatif memadai terutama di sekitar wilayah
perbatasan dengan Jakarta mengakibatkan kabupaten Bogor menjadi
salah satu wilayah di hinterland Jakarta yang sesuai untuk
pengembangan permukiman, perdagangan dan industri.
6. Kabupaten Bogor memiliki produk-produk pertanian unggulan seperti
komoditas teh di kawasan Puncak, buah-buahan; komoditas unggulan
peternakan di wilayah Bogor Barat dan Timur serta perikanan di
wilayah Bogor Barat dan Tengah.
7. Kabupaten Bogor memiliki produk-produk UKM unggulan seperti
kerajinan tas, sepatu dan sebagainya.
8. Kabupaten Bogor memiliki kawasan industri yang cukup berkembang
terutama di daerah Cibinong, Cileungsi dan sekitarnya.
9. Kabupaten Bogor memiliki individu-individu SDM yang unggul
mengingat banyaknya institusi penelitian maupun pendidikan tinggi
yang ada di wilayahnya.
IV - 1
BAB IV VISI DAN MISI PEMBANGUNAN DAERAH
TAHUN 2005–2025
III.1. Visi Pembangunan Daerah
Berdasarkan kondisi Kabupaten Bogor sampai saat ini, isu-isu
strategis dan dengan memperhitungkan modal dasar yang dimiliki, maka
Visi Pembangunan Kabupaten Bogor tahun 2005–2025 adalah :
“KABUPATEN BOGOR MAJU DAN SEJAHTERA BERLANDASKAN
IMAN DAN TAKWA”
Pernyataan Visi Kabupaten Bogor di atas, memiliki makna :
- Maju, berarti masyarakat telah mencapai atau berada pada tingkat
kemajuan yang lebih tinggi atau masyarakat telah menuju ke arah yang
lebih baik maupun berkembang ke arah yang lebih baik. Maju juga
berarti bahwa Kabupaten Bogor sebagai wilayah terus melakukan
pengembangan diri untuk terus menyesuaikan diri terhadap perubahan
yang terjadi di dalam maupun di luar. Tingkat kemajuan dapat diukur
berdasarkan kualitas SDM, tingkat kemakmuran, terkendalinya
perubahan lingkungan alam dan binaan melalui kesadaran
pembangunan yang berkelanjutan, serta kemantapan sistem dan
kelembagaan politik dan hukum.
- Sejahtera, berarti masyarakat telah berada dalam kondisi aman dan
sentosa (terlepas dari segala gangguan dan kesulitan), makmur (telah
terpenuhinya seluruh kebutuhan dasarnya sesuai dengan standar hidup
yang layak bagi kemanusiaan) dan tentram (gemah ripah, repeh,
rapih). Tingkat sejahtera masyarakat Kabupaten Bogor diukur
berdasarkan pencapaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
- Iman dan Takwa sebagai landasan dalam melaksanakan aktivitas guna
pencapaian visi dan misi yang ditetapkan melalui pengamalan ajaran
agama. Pengamalan ajaran agama secara konsisten dalam kehidupan
bermasyarakat akan mewujudkan situasi yang kondusif untuk
melaksanakan pembangunan daerah.
IV - 2
III.2. Misi Pembangunan Daerah
Dalam mewujudkan visi pembangunan daerah tersebut ditempuh
melalui 4 (empat) misi pembangunan jangka panjang Kabupaten Bogor
sebagai berikut :
Misi Pertama : Mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas
adalah membangun sumber daya manusia yang sehat,
cerdas, produktif, kompetitif dan berakhlak mulia,
serta menghargai dan menerapkan nilai-nilai luhur
budaya.
Misi Kedua : Mewujudkan perekonomian rakyat yang maju adalah
mengembangkan dan memperkuat perekonomian
regional berorientasi pada keunggulan komparatif,
kompetitif dan kooperatif dengan berbasis pada
potensi lokal sehingga tercipta pertumbuhan ekonomi
yang stabil dan berkesinambungan dengan mekanisme
pasar yang berlandaskan persaingan sehat.
Perkembangan ekonomi regional didukung oleh
penyediaan infrastruktur yang memadai, tenaga kerja
yang berkualitas dan regulasi yang mendukung
penciptaan iklim investasi yang kondusif.
Misi Ketiga : Mewujudkan Kabupaten Bogor yang TEGAR BERIMAN
(Tertib, Segar, Bersih, Indah, Mandiri, Aman dan
Nyaman) dan berkelanjutan adalah membentuk suatu
kondisi dinamis masyarakat sebagai salah satu
prasyarat terselenggaranya proses pembangunan
daerah dalam rangka mewujudkan masyarakat
Kabupaten Bogor yang maju dan sejahtera yang
ditandai dengan terjaminnya ketertiban dan
keamanan serta pengelolaan sumber daya alam dan
lingkungan hidup yang berkelanjutan, menjaga fungsi
dan daya dukung lingkungan, serta keseimbangan
pemanfaatan ruang yang serasi antara penggunaan
untuk permukiman, kegiatan sosial ekonomi, dan
upaya konservasi di kawasan perkotaan dan kawasan
perdesaan.
IV - 3
Misi Keempat : Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik
adalah membangun akuntabilitas kepemerintahan
yang bertanggung jawab, peningkatan efisiensi
birokrasi, kemitraan yang serasi antara legislatif
dengan eksekutif, penciptaan stabilitas politik dan
konsistensi dalam penegakan hukum serta peningkatan
pelibatan dan partisipasi masyarakat dan swasta
dalam pelaksanaan pembangunan daerah sehingga
pelayanan umum terus dapat ditingkatkan.
V - 1
BAB V ARAH, TAHAPAN DAN PRIORITAS
PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH TAHUN 2005–2025
V.1 SASARAN PEMBANGUNAN MENURUT MISI
Untuk memberikan arah yang jelas bagi pelaksanaan pembangunan jangka
panjang daerah selama 20 (dua puluh) tahun yang akan datang, maka
ditentukan sasaran pokok pembangunan pada setiap Misi sebagai berikut :
A. Terwujudnya sumber daya manusia yang berkualitas, ditandai oleh
hal-hal berikut :
1. Terwujudnya masyarakat yang berakhlak mulia dan bermoral
berdasarkan falsafah negara Pancasila, yaitu beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa yang ditunjukkan dengan kesolehan
individu dan kesolehan sosial dalam perilaku sehari-hari;
2. Meningkatnya tingkat pendidikan dan derajat kesehatan
masyarakat, yang ditunjukkan dengan meningkatnya Rata-rata
Lama Sekolah (RLS), Angka Melek Huruf (AMH), tingkat partisipasi
pendidikan, Angka Harapan Hidup (AHH), status gizi anak serta
menurunnya Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB)
dan angka kesakitan;
3. Terwujudnya sumberdaya manusia yang berdaya saing yang
ditunjukkan dengan penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan
keterampilan;
4. Terkendalinya pertumbuhan penduduk beserta persebarannya dan
tercapainya keseimbangan antara jumlah penduduk terhadap daya
dukung dan daya tampung lingkungannya;
5. Meningkatnya kompetensi, penempatan, perlindungan dan
pengawasan tenaga kerja;
6. Meningkatnya kualitas hidup lansia, kesejahteraan para penyandang
masalah sosial serta perlindungan terhadap perempuan dan anak;
7. Meningkatnya ketahanan budaya, jatidiri masyarakat dan
terimplementasinya nilai luhur budaya dan kearifan lokal dalam
kehidupan masyarakat.
V - 2
B. Terwujudnya perekonomian rakyat yang maju, ditandai oleh hal-hal
berikut :
1. Terbangunnya struktur perekonomian yang kokoh berlandaskan
keunggulan kompetitif di sektor industri dan perdagangan serta
didukung oleh pertanian yang tangguh dan pariwisata yang
berbasis masyarakat;
2. Meningkatnya daya tahan dan daya saing dunia usaha di
Kabupaten Bogor, terutama Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah (KUMKM) serta tumbuhnya wirausaha baru;
3. Meningkatnya pelayanan jaringan infrastruktur transportasi yang
andal dan terintegrasi serta terwujudnya kemudahan dan efisiensi
bagi pergerakan orang, barang dan jasa;
4. Meningkatnya pelayanan jaringan irigasi untuk pemenuhan
kebutuhan air bagi pertanian;
5. Terwujudnya pengendalian pemanfaatan sumber daya air secara
berkelanjutan untuk kemajuan perekonomian daerah;
6. Meningkatnya pelayanan sarana dan prasarana dasar permukiman
sesuai dengan lingkungan yang sehat dan layak huni, baik di
perkotaan maupun di perdesaan;
7. Terpenuhinya kebutuhan energi listrik bagi seluruh masyarakat;
8. Meningkatnya jangkauan pelayanan jaringan komunikasi dan
teknologi informasi (telematika) yang efisien dan modern ke
seluruh wilayah;
9. Meningkatnya pemanfaatan sumber-sumber energi alternatif dan
terbarukan, seperti energi hidro, surya, angin, panas bumi dan bio
–energi lainnya untuk pembangunan daerah;
10. Terjaminnya ketersediaan kebutuhan pangan masyarakat;
11. Meningkatnya investasi di daerah, perluasan lapangan kerja, nilai
tambah produk unggulan Kabupaten Bogor disertai dengan
meningkatnya kemampuan daya beli masyarakat dan pendapatan
per kapita masyarakat, sehingga menurunnya jumlah
pengangguran terbuka dan penduduk miskin di Kabupaten Bogor.
V - 3
C. Terwujudnya Kabupaten Bogor yang TEGAR BERIMAN (Tertib, Segar,
Bersih, Indah, Mandiri, Aman dan Nyaman) dan Berkelanjutan
ditandai oleh hal-hal berikut :
1. Meningkatnya penegakan hukum demi terwujudnya stabilitas
keamanan, ketentraman dan ketertiban masyarakat serta
tercapainya situasi dan kondisi yang kondusif bagi keberlanjutan
pembangunan di Kabupaten Bogor;
2. Meningkatnya kesadaran dan perilaku masyarakat dalam mentaati
dan mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku;
3. Tercapainya penataan ruang yang memperhatikan keseimbangan
antara fungsi lindung dan fungsi budidaya;
4. Terwujudnya keselarasan, keserasian, keseimbangan dan keindahan
dalam pengaturan tata ruang dan tata hijau kawasan;
5. Meningkatnya kualitas lingkungan dan perilaku hidup bersih dan
sehat;
6. Meningkatnya kemampuan untuk mendayagunakan segenap potensi
daerah dan potensi masyarakat untuk mencapai kemandirian
daerah;
7. Terciptanya suasana aman dan nyaman dalam lingkungan
permukiman, wilayah dan daerah;
8. Meningkatnya kesadaran dan perilaku masyarakat dalam
pengelolaan sumber daya alam serta pelestarian fungsi lingkungan
hidup yang berkelanjutan;
9. Terpeliharanya keanekaragaman hayati dan kekhasan sumber daya
alam setempat untuk mewujudkan nilai tambah sosial, ekonomi,
budaya dan menjadi modal dasar pembangunan daerah.
D. Terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik, ditandai oleh hal-
hal berikut :
1. Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam penetapan kebijakan
dan pelaksanaan pembangunan daerah yang didukung oleh kondisi
politik yang demokratis;
2. Meningkatnya profesionalisme aparatur, efisiensi birokrasi dan
akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan daerah yang bermuara
V - 4
kepada peningkatan pelayanan publik, sehingga terwujud
pemerintahan yang baik, bersih, berwibawa dan bertanggungjawab;
3. Meningkatnya penegakan hukum dan perlindungan hak asasi
manusia yang menjamin terwujudnya ketentraman dan ketertiban
masyarakat;
4. Meningkatnya kapasitas pemerintahan desa untuk memperkuat
penyelenggaraan pemerintahan daerah;
5. Meningkatnya transparansi dan akses masyarakat terhadap
penyelenggaraan pemerintahan daerah serta pelayanan publik,
dengan penerapan teknologi informasi dan komunikasi yang efisien
dan modern.
Untuk mencapai sasaran-sasaran pokok tersebut, arah pembangunan
jangka panjang daerah selama kurun waktu 20 (dua puluh) tahun yang
akan datang adalah sebagai berikut :
V.2 ARAH PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG TAHUN 2005–2025
V.2.1 ARAHAN UMUM PEMBANGUNAN DAERAH DI KABUPATEN BOGOR
A. MEWUJUDKAN SUMBER DAYA MANUSIA YANG BERKUALITAS
Pembangunan sumber daya manusia (SDM) memiliki peran yang sangat
penting dalam mewujudkan masyarakat Kabupaten Bogor yang maju dan
sejahtera, sehingga mampu berdaya saing dalam era globalisasi.
Disamping itu, terciptanya kondisi masyarakat yang berakhlak mulia,
bermoral dan beretika sangat penting bagi terciptanya suasana
kehidupan masyarakat yang penuh toleransi, tenggang rasa dan
harmonis. Oleh karena itu, pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) di
Kabupaten Bogor diarahkan pada :
Arah pembangunan keagamaan adalah :
1. Peningkatan pemahaman ajaran agama melalui pendidikan agama
dan dakwah serta syiar-syiar keagamaan;
2. Penciptaan kerukunan hidup beragama, baik kerukunan intern umat
beragama maupun antar umat bergama;
V - 5
3. Peningkatan pelayanan keagamaan serta partisipasi umat beragama
dalam pembangunan daerah;
4. Peningkatan pengamalan ajaran agama secara utuh, sehingga
terwujud kesolehan individu dan kesolehan sosial.
Arah pembangunan pendidikan adalah :
1. Peningkatan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana pendidikan;
2. Peningkatan akses pelayanan pendidikan yang berkualitas, terutama
kelompok masyarakat miskin dan perdesaan;
3. Peningkatan mutu pendidikan yang didasarkan pada Standar
Pelayanan Minimal (SPM) dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP);
4. Peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga pendidik dan
kependidikan, baik teknis maupun non teknis, agar lebih mampu
mengembangkan kompetensinya;
5. Peningkatan peranserta masyarakat, orang tua dan swasta dalam
pembangunan pendidikan;
6. Optimalisasi peran Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah guna
peningkatan mutu lembaga pendidikan;
7. Peningkatan manajemen pendidikan yang berbasis sekolah melalui
otonomi dalam menyelenggarakan pendidikan.
8. Peningkatan minat baca dan budaya baca masyarakat dalam rangka
penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) serta
peningkatan iman dan takwa (Imtak) disertai dengan ketersediaan
sarana perpustakaan yang merata di setiap wilayah.
Arah pembangunan kesehatan adalah :
1. Peningkatan kualitas upaya kesehatan, baik upaya kesehatan
perorangan (UKP) maupun upaya kesehatan masyarakat (UKM);
2. Pemenuhan sarana dan perbekalan kesehatan sesuai dengan standar
yang berlaku;
3. Pemenuhan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia
kesehatan/tenaga kesehatan;
V - 6
4. Peningkatan pemberdayaan masyarakat dan swasta dalam bidang
kesehatan;
5. Pengembangan pembiayaan kesehatan melalui sistem jaminan
pemeliharaan kesehatan;
6. Peningkatan manajemen pelayanan kesehatan termasuk regulasi
dalam bidang kesehatan.
Arah pembangunan kependudukan adalah :
1. Pengendalian pertumbuhan penduduk alamiah, migrasi penduduk
beserta persebarannya;
2. Peningkatan kualitas dan tertib administrasi kependudukan sebagai
kebutuhan dasar;
3. Peningkatan cakupan dan kualitas pelayanan keluarga berencana,
ketahanan keluarga dan keluarga sejahtera serta pendewasaan usia
perkawinan.
Arah pembangunan ketenagakerjaan adalah :
1. Peningkatan keterampilan pencari kerja;
2. Perluasan lapangan kerja, baik di sektor formal maupun sektor
informal;
3. Peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja;
4. Peningkatan hubungan industrial yang harmonis;
5. Peningkatan kerja sama dengan lembaga-lembaga jasa
ketenagakerjaan, perguruan tinggi serta dunia usaha dalam rangka
penciptaan kesempatan kerja;
6. Peningkatan fasilitasi untuk perbaikan taraf hidup pekerja di sektor
formal.
Arah pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak adalah :
1. Peningkatan kualitas hidup, taraf kesejahteraan perempuan dan
anak serta pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak;
2. Peningkatan peran perempuan, kesetaraan dan keadilan gender di
berbagai bidang pembangunan.
Arah pemberdayaan masyarakat desa adalah :
1. Pemberdayaan kelembagaan masyarakat desa dan potensi ekonomi
desa serta penciptaan suasana dan iklim yang kondusif bagi
perkembangan potensi desa;
V - 7
2. Peningkatan partisipasi dan pengembangan kemampuan swadaya
masyarakat dalam pembangunan desa;
3. Peningkatan fasilitasi untuk mendorong pelembagaan (institution)
sistem pembangunan desa secara partisipatif;
4. Peningkatan fasilitasi untuk pemenuhan cakupan pelayanan sarana
dan prasarana desa.
Arah pembangunan sosial adalah :
1. Peningkatan akses masyarakat terhadap pelayanan sosial dasar yang
memadai dan merata di setiap wilayah;
2. Peningkatan kualitas hidup lansia, korban bencana dan para
penyandang masalah kesejahteraan sosial lainnya;
3. Peningkatan dan penggalian potensi sumber kehidupan penyandang
masalah kesejahteraan sosial untuk perbaikan taraf hidupnya;
4. Peningkatan pelayanan sosial dan fasilitasi untuk perbaikan
kesejahteraan masyarakat, termasuk melalui transmigrasi;
5. Peningkatan kualitas dan peran pemuda serta kelembagaan pemuda
dalam pembangunan daerah;
6. Peningkatan budaya olahraga dan prestasi olahraga di kalangan
masyarakat.
Arah pembangunan kebudayaan adalah :
1. Pemantapan ketahanan budaya masyarakat Kabupaten Bogor;
2. Pelestarian dan pengembangan nilai-nilai budaya daerah, kearifan
lokal serta nilai-nilai sejarah dan kejuangan bangsa;
3. Penumbuhan budaya inovatif dan kreatif yang positif disertai dengan
pengembangan nilai-nilai budaya masyarakat yang dilandasi oleh
falsafah “Prayoga, Tohaga, Sayaga” (mengutamakan persatuan,
kekokohan dan kekuatan pendirian serta perjuangan) maupun nilai-
nilai budaya agung lainnya yang hidup dalam masyarakat;
4. Pelestarian dan pengembangan nilai-nilai sejarah, tradisi dan
kepurbakalaan untuk pengembangan ilmu pengetahuan maupun
obyek wisata budaya;
5. Peningkatan kualitas kesenian daerah, komunitas beserta lingkung
seni-budaya dan perkuatan keanekaragaman seni budaya dengan
V - 8
tetap memperhatikan nilai-nilai budaya yang hidup dalam
masyarakat.
Arah pembangunan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) adalah :
1. Penguasaan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
terapan yang mampu mendorong percepatan pembangunan ekonomi,
kualitas SDM, sarana dan prasarana dan layanan Pemerintah
Kabupaten Bogor yang berbasis teknologi informasi;
2. Pendayagunaan dan pengembangan hasil-hasil penelitian terapan,
baik yang bersumber dari hasil-hasil kerjasama penelitian dan
pengembangan antara Pemerintah Kabupaten Bogor dengan
perguruan tinggi, lembaga penelitian maupun lembaga-lembaga
ilmiah lainnya dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi
daerah.
B. MEWUJUDKAN PEREKONOMIAN RAKYAT YANG MAJU
Perekonomian Kabupaten Bogor sangat dipengaruhi oleh keberadaan
sektor riil yang menjadi lapangan usaha masyarakat Kabupaten Bogor,
baik di sektor primer, sekunder maupun sektor tersier. Untuk sektor
primer, seperti pertanian dalam arti luas, selama ini sudah ada dan
tumbuh di masyarakat serta menyerap tenaga kerja yang banyak dan
masih memiliki potensi yang besar dan cukup variatif karena didukung
pula oleh agro ekosistem yang cocok untuk pengembangan komoditas
pertanian, sehingga komoditas pertanian memiliki daya saing, baik di
tingkat lokal dan regional. Demikian juga dengan sektor sekunder,
seperti industri manufaktur dan kegiatan perdagangan dan jasa telah
memberikan kontribusi yang sangat dominan terhadap pergerakan
ekonomi Kabupaten Bogor. Selama ini, sektor-sektor lapangan usaha riil
dimaksud memiliki daya saing yang tinggi, sehingga membuka peluang
kerja dan kesempatan usaha bagi kemajuan dan kesejahteraan
masyarakat Kabupaten Bogor. Untuk memperkuat daya saing tersebut,
pembangunan ekonomi Kabupaten Bogor diarahkan pada :
V - 9
Arah pembangunan pekerjaan umum adalah :
1. Pembangunan sarana dan prasarana transportasi, sumber daya air
dan irigasi, energi dan telekomunikasi untuk mendukung aktivitas
perekonomian, sosial, dan budaya;
2. Pengembangan infrastruktur wilayah dengan meningkatkan
peranserta masyarakat dan investasi swasta demi peningkatan
kuantitas dan kualitas ketersediaan infrastruktur di wilayah
Kabupaten Bogor;
3. Pembangunan prasarana sumber daya air diarahkan untuk
mewujudkan fungsi air sebagai sumber daya sosial (social goods) dan
sumber daya ekonomi (economic goods) yang seimbang melalui
pengelolaan yang berkelanjutan, sehingga dapat menjamin
kebutuhan pokok hidup dan dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat;
4. Pembangunan infrastruktur transportasi yang efektif dan efisien,
handal dan terintegrasi untuk kemudahan pergerakan orang, barang
dan jasa;
5. Pengembangan infrastruktur sumberdaya air, konservasi sumberdaya
air, pendayagunaan sumberdaya air, pengendalian banjir dan daya
rusak air serta pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan
sumberdaya air;
6. Peningkatan penyediaan air baku melalui pengembangan dan
pengelolaan sumberdaya air sekaligus sebagai pengendali banjir dan
daya rusak air maupun keterpaduan pengelolaan daerah aliran
sungai, optimalisasi penggunaan air permukaan dan peningkatan
peranserta masyarakat dalam pemanfaatan air sesuai dengan prinsip
pembangunan yang berwawasan lingkungan;
7. Peningkatan layanan jaringan irigasi melalui optimalisasi dalam
penyediaan air irigasi bagi pertanian.
Arah pembangunan perhubungan adalah :
1. Peningkatan pelayanan perhubungan untuk mempercepat dan
memperlancar pergerakan orang, barang dan jasa;
V - 10
2. Optimalisasi manajemen transportasi, pengaturan moda transportasi
angkutan umum dan angkutan massal untuk keselamatan pengguna
sarana transportasi;
3. Peningkatan ketersediaan sarana dan prasarana perhubungan,
berupa terminal, fasilitas lalu-lintas dan sarana perhubungan
lainnya.
Arah pembangunan perumahan adalah :
1. Pengembangan sarana dan prasarana dasar permukiman, mancakup
air bersih, pengelolaan dan pengolahan air limbah dengan sistem
“on-site” maupun sistem komunal, terutama di perkotaan;
2. Pembangunan prasarana pengelolaan sampah, tempat pemrosesan
akhir sampah terpadu disertai dengan penerapan pola 3-R (Recycle =
daur ulang; Reduce = pengurangan; dan Reuse = pemakaian ulang)
dari timbulan sampah;
3. Pembangunan dan pengembangan sarana pemakaman umum dan
pemakaman bukan umum untuk memenuhi skala pelayanan
kabupaten dan regional;
4. Peningkatan sarana dan prasarana serta kemahiran aparat untuk
antisipasi dan kesiapsiagaan dalam rangka pencegahan dan
penanganan kebakaran di wilayah Kabupaten Bogor;
5. Peningkatan pengawasan atas pengelolaan limbah bahan berbahaya
dan beracun (limbah B-3) sesuai dengan pembangunan yang
berwawasan lingkungan;
6. Peningkatan cakupan pelayanan perumahan yang layak huni dan
memenuhi persyaratan teknis bangunan serta penataan kawasan
kumuh perkotaan maupun pemugaran perumahan dan lingkungan
desa terpadu.
Arah pembangunan penanaman modal adalah :
1. Pengembangan kerjasama ekonomi yang sinergis dan saling
memperkuat antara Kabupaten Bogor dengan daerah sekitarnya,
sehingga tercapai akselerasi pertumbuhan ekonomi secara
berkelanjutan;
V - 11
2. Perwujudan iklim investasi yang menarik bagi investor melalui
kemudahan-kemudahan dalam bentuk penyediaan sarana, prasarana,
pemberian bantuan teknis, keringanan biaya dan percepatan
pemberian ijin usaha;
3. Peningkatan promosi dan kerjasama investasi untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi daerah.
Arah pembangunan koperasi dan UKM adalah :
1. Peningkatan daya saing Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
(KUMKM) yang berbasis IPTEK, sehingga menjadi bagian integral dari
keseluruhan kegiatan ekonomi dan memperkuat basis ekonomi lokal
dan daerah;
2. Peningkatan kompetensi dan penguatan kewirausahaan,
pengembangan kemitraan di antara pelaku ekonomi lainnya, untuk
memperkuat perekonomian daerah;
3. Perkuatan kelembagaan dan usaha, kapasitas sumber daya manusia
KUMKM, pembiayaan dan pengembangan peluang pasar bagi produk
KUMKM;
4. Peningkatan daya saing industri kecil dan menengah serta
pemantapan sistem dan jaringan distribusi barang untuk pasar dalam
negeri maupun pasar luar negeri.
Arah pembangunan pertanian adalah :
1. Peningkatan produksi, produktivitas dan nilai tambah hasil
pertanian;
2. Pelaksanaan revitalisasi pertanian dalam arti luas melalui penguatan
sistem agribisnis dan penerapan hasil inovasi serta teknologi terkini
dalam lingkup pertanian;
3. Peningkatan ketersediaan, akses dan distribusi serta keamanan
pangan;
4. Peningkatan pencegahan dan penanggulangan penyakit tanaman,
ternak dan ikan;
5. Menumbuhkembangkan industri agro yang tersebar di pedesaan
untuk meningkatkan nilai tambah produk pertanian dan menyerap
tenaga kerja.
V - 12
Arah pembangunan energi dan sumber daya mineral adalah :
1. Pemenuhan kebutuhan listrik dan cakupan pelayanan listrik
pedesaan ke seluruh wilayah;
2. Fasilitasi untuk pemenuhan pasokan energi dan listrik yang
bersumber dari potensi energi alternatif dan terbarukan, seperti
potensi hidro, surya, angin, panas bumi dan bio-energi lainnya;
3. Peningkatan pengelolaan utilitas umum berupa penerangan jalan
umum yang merata dan efisien di setiap wilayah;
4. Pengelolaan pertambangan bahan galian non-strategis dan non-vital
atau bahan galian C secara seimbang tanpa mengabaikan nilai
konservasinya;
5. Pengembangan kawasan pertambangan dengan mempertimbangkan
potensi bahan galian, kondisi geologi dan geohidrologi;
6. Pengelolaan kawasan bekas penambangan harus direhabilitasi/
direklamasi sesuai dengan zona peruntukan yang telah ditetapkan;
7. Pengembangan dan pembinaan usaha pertambangan skala kecil
dengan tetap memperhatikan pembangunan yang berwawasan
lingkungan;
8. Peningkatan pengendalian dan pengawasan pemanfaatan air bawah
tanah sesuai dengan pembangunan yang berwawasan lingkungan.
Arah pembangunan pariwisata adalah :
1. Peningkatan pelayanan pariwisata dengan menjaga dan memelihara
kualitas sumber daya alam dan lingkungan untuk meningkatkan
aktivitas ekowisata yang mampu memberikan nilai tambah ekonomi
bagi kesejahteraan masyarakat;
2. Peningkatan kualitas pelayanan pariwisata yang didukung dengan
sarana dan prasarana yang memadai serta memiliki kearifan dan
kekhasan lokal;
3. Peningkatan daya tarik wisata, destinasi dan pemasaran pariwisata
melalui pengembangan produk wisata yang unik, tradisional dan
kekhasan lokal serta mencerminkan jati diri masyarakat Kabupaten
Bogor.
V - 13
Arah pembangunan industri dan perdagangan adalah :
1. Penguatan struktur perekonomian dengan mendudukkan sektor
industri sebagai motor penggerak yang didukung oleh kegiatan
pertanian dalam arti luas serta pariwisata yang berbasis masyarakat;
2. Pengembangan industri yang bersifat padat karya dan berbasis
sumber daya lokal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat,
mengurangi kemiskinan, menurunkan pengangguran, dan mendorong
pertumbuhan ekonomi wilayah Kabupaten Bogor;
3. Pengembangan perdagangan yang mampu mendorong distribusi
barang dan jasa, dan pengembangan produk-produk unggulan lokal
yang mampu meningkatkan kesejahteraan pelaku usaha serta
masyarakat.
C. MEWUJUDKAN KABUPATEN BOGOR YANG TEGAR BERIMAN (TERTIB, SEGAR, BERSIH, INDAH, MANDIRI, AMAN DAN NYAMAN) DAN BERKELANJUTAN
Pembangunan daerah yang berkelanjutan harus senantiasa didukung
oleh suasana tertib dan aman di masyarakat, sehingga pelaksanaan
pembangunan dapat terselenggara sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan. Selain itu, sumber daya alam yang lestari dan lingkungan
hidup yang asri akan meningkatkan kualitas hidup manusia serta
menjamin tersedianya sumber daya yang berkelanjutan bagi
pembangunan. Untuk mewujudkan Kabupaten Bogor yang maju dan
sejahtera, sumber daya alam dan lingkungan hidup harus dikelola secara
seimbang untuk menjamin keberlanjutan pembangunan. Penerapan
prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan di seluruh sektor dan
wilayah menjadi prasyarat utama dalam pelaksanaan berbagai kegiatan
pembangunan. Oleh karena itu, pembangunan Kabupaten Bogor yang
Tegar Beriman dan Berkelanjutan diarahkan pada :
Arah pembangunan lingkungan hidup adalah :
1. Pendayagunaan sumber daya alam yang terbarukan dan pengelolaan
sumber daya alam yang tidak terbarukan secara seimbang;
2. Peningkatan kapasitas pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan
hidup yang efisien, efektif dan berwawasan lingkungan;
V - 14
3. Peningkatan kesadaran masyarakat untuk peduli terhadap lingkungan
hidup dan berperilaku ramah lingkungan;
4. Peningkatan keterpaduan pengelolaan daerah aliran sungai,
rehabilitasi lahan kritis serta reklamasi lahan bekas dan pasca
penambangan;
5. Peningkatan penataan daerah rawan bencana dan daerah resiko
tinggi bencana, pemulihan ekosistem kawasan lindung serta
perlindungan atau pemulihan daerah resapan air;
6. Peningkatan kemitraan dengan masyarakat untuk lebih memacu
pelaksanaan pemulihan kualitas lingkungan;
7. Pemanfaatan kawasan lindung harus tetap dalam kaidah konservasi
yang telah ditentukan dan pemanfaatan potensinya hanya dari sisi
jasa lingkungan;
8. Peningkatan pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan
sesuai dengan kaidah pembangunan yang berwawasan lingkungan,
serta peran serta masyarakat dalam pencegahan maupun kontrol
atas pencemaran dan kerusakan lingkungan.
Arah pembangunan penataan ruang adalah :
1. Perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian penataan ruang
berpedoman pada Rencana Tata Ruang Wilayah dan Rencana Rinci
Tata Ruang, mencakup Rencana Detail Tata Ruang dan Rencana
Teknis Tata Ruang yang telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah;
2. Perwujudan struktur ruang wilayah Kabupaten Bogor meliputi sistem
pusat permukiman perdesaan, sistem pusat permukiman perkotaan
dan sistem prasarana wilayah yang telah direncanakan dalam RTRW
Kabupaten Bogor;
3. Perwujudan pola ruang Kabupaten Bogor yang ditandai dengan
peningkatan fungsi dan luasan kawasan lindung sebesar 45 % dan
kawasan budidaya sebesar 55 %;
4. Peningkatan pelaksanaan koordinasi penataan ruang dengan
Kabupaten/Kota yang berbatasan, serta dengan Kabupaten Kota dan
Provinsi yang termasuk dalam kawasan strategis Jabodetabekpunjur
melalui kelembagaan BKPRD atau TKPRD.
V - 15
Arah pembangunan kesatuan bangsa dan politik dalam negeri adalah :
1. Peningkatan kesadaran masyarakat untuk mentaati dan mematuhi
peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga terwujud
suasana dan kondisi yang aman, tentram dan tertib di masyarakat;
2. Perwujudan suasana dan kondisi aman, tentram dan tertib demi
kelancaran pelaksanaan pembangunan daerah;
3. Peningkatan kualitas pelayanan dan penguatan peranserta
masyarakat dalam mewujudkan ketentraman dan ketertiban
masyarakat;
4. Pemberdayaan potensi keamanan dan perlindungan masyarakat
dalam rangka menghadapi bencana maupun berbagai Ancaman,
Gangguan, Hambatan dan Tantangan (AGHT).
D. MEWUJUDKAN TATA KELOLA PEMERINTAHAN YANG BAIK
Untuk mewujudkan tata kelola kepemerintahan yang baik tersebut,
perlu perubahan perilaku politik seluruh kekuatan politik masyarakat
dalam menciptakan demokrasi berbasis etika dan nilai-nilai budaya
daerah, sehingga mampu mewujudkan keadaan yang aman, tertib, dan
tenteram dalam melaksanakan pembangunan. Hal tersebut didukung
oleh supremasi hukum dan penegakan hukum yang konsisten, produk
hukum yang mendukung peningkatan kualitas penyelenggaraan
pemerintahan daerah, dan diperkuat oleh perubahan perilaku aparatur
pemerintah yang dilandasi peningkatan etos kerja, profesionalisme, taat
pada peraturan, sistem dan prosedur, serta sistem karier yang lebih
terarah dan mampu menjamin kesejahteraan pegawai sesuai dengan
kinerjanya. Kapasitas dan kapabilitas aparatur pemerintah disertai
dengan kemahiran beradaptasi dan menggunakan perangkat teknologi
berbasis informasi, terutama dalam proses pengambilan keputusan yang
berdampak terhadap kualitas pelayanan kepada masyarakat, yang
ditunjang oleh struktur organisasi tata kerja yang lebih efisien dan
efektif sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Oleh karena itu, pembangunan tata kelola pemerintahan yang baik,
diarahkan pada :
V - 16
Arah pembangunan perencanaan pembangunan daerah adalah :
1. Peningkatan dayaguna dan hasilguna perencanaan pembangunan
daerah, baik perencanaan ruang, bidang/sektor pembangunan,
urusan pemerintahan maupun perencanaan pembangunan secara
berjangka menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku
demi kemajuan Kabupaten Bogor;
2. Peningkatan ketersediaan data yang akurat, valid dan terpercaya
untuk kebutuhan perencanaan pembangunan daerah;
3. Peningkatan penelitian dan pengembangan serta kerjasama
penelitian dan pemanfaatan hasil-hasilnya untuk mendukung kinerja
perencanaan pembangunan serta membangunan daya saing ekonomi
daerah;
4. Pemantapan evaluasi kinerja pembangunan daerah, baik tahunan
maupun lima tahunan untuk meningkatkan akuntabilitas atas
penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Arah pembangunan otonomi daerah, pemerintahan umum,
administrasi keuangan daerah, perangkat daerah, kepegawaian dan
persandian adalah :
1. Pelaksanaan reformasi birokrasi untuk meningkatkan kinerja
penyelenggaraan pemerintahan daerah demi terwujudnya tata kelola
pemerintahan yang baik di daerah;
2. Penguatan manajemen dan tata kelola pemerintahan daerah disertai
dengan pembenahan norma, standar, prosedur dan kriteria untuk
peningkatan pelayanan publik di setiap SKPD dan segenap jenjang
pemerintahan;
3. Penataan organisasi perangkat daerah beserta ketatalaksanaannya
secara efisien, efektif dan memenuhi kebutuhan penyelenggaraan
pemerintahan daerah;
4. Peningkatan kompetensi dan profesionalisme aparatur, peningkatan
manajemen kepegawaian beserta peningkatan kesejahteraan
aparatur;
5. Peningkatan kemampuan keuangan daerah untuk memenuhi
kebutuhan pembangunan daerah melalui optimalisasi penerimaan
pendapatan daerah disertai dengan pengelolaan keuangan daerah
V - 17
yang tertib, ekonomis, efisien, efektif, transparan,
bertanggungjawab serta taat pada peraturan perundang-undangan
yang berlaku dengan memperhatikan asas keadilan dan kepatutan;
6. Pemantapan hubungan antara Pemerintah Daerah dan DPRD sesuai
dengan prinsip kemitraan sebagaimana peraturan perundang-
undangan yang berlaku;
7. Perwujudan produk hukum daerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku serta memenuhi tuntutan
penyelenggaraan pemerintahan daerah;
8. Peningkatan intensitas, efektivitas, sinergitas, pembinaan
pengawasan kinerja aparatur melalui pengawasan melekat/sistem
pengendalian intern pemerintah, optimalisasi satuan pengawas
internal, pengawasan fungsional, pengawasan legislatif dan
pengawasan masyarakat;
9. Penuntasan penanggulangan penyalahgunaan kewenangan aparatur
sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
10. Peningkatan kinerja pelayanan pemerintahan umum, wilayah dan
kecamatan serta penyelesaian permasalahan pertanahan dan aspek-
aspek pemerintahan umum lainnya;
11. Penataan wilayah Kabupaten Bogor dalam rangka pemerataan
pembangunan, mendekatkan pelayanan kepada masyarakat dan
efektivitas rentang kendali pemerintahan;
12. Penguatan kapasitas dan fasilitasi untuk peningkatan pelayanan
pemerintahan desa dalam rangka penguatan penyelenggaraan
pemerintahan daerah;
13. Pengembangan kerja sama dengan daerah yang berbatasan, daerah
lain di seluruh Indonesia maupun daerah lain di luar wilayah
Indonesia;
Arah pembangunan komunikasi dan informasi adalah :
1. Peningkatan akses masyarakat terhadap pelayanan publik dengan
dukungan sistem administrasi/manajemen pemerintahan yang
berbasis teknologi informasi dan komunikasi yang modern;
V - 18
2. Peningkatan hubungan yang kondusif antara pemerintah daerah
dengan pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders) dalam
rangka penyebarluasan informasi pembangunan daerah, baik dengan
media komunikasi tradisional maupun dengan menggunakan media
komunikasi massa lainnya.
Arah pembangunan Kearsipan dan Perpustakaan, adalah :
1. Peningkatan tertib pengelolaan arsip sebagai bukti
pertanggungjawaban penyelenggaraan pemerintahan daerah;
2. Peningkatan dan pengembangan pengelolaan arsip dengan
memanfaatkan teknologi informasi yang maju dan modern;
3. Peningkatan minat baca dan budaya baca masyarakat serta
pemenuhan sarana perpustakaan daerah hingga ke setiap
kecamatan.
Arah pembangunan kesatuan bangsa dan politik dalam negeri adalah :
1. Perwujudan demokrasi yang diarahkan untuk memperkuat otonomi
daerah yang menjamin partisipasi masyarakat dalam proses
pengambilan keputusan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat
serta penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM);
2. Penegakkan hukum yang konsisten disertai dengan peningkatan
pemahaman dan kesadaran hukum masyarakat yang tinggi dan
penyelesaian perkara maupun tuntutan hukum sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
3. Peningkatan wawasan kebangsaan untuk perwujudan suasana dan
kondisi aman, tentram dan tertib demi kelancaran pelaksanaan
pembangunan daerah;
4. Peningkatan kapasitas manajemen, sarana dan prasarana untuk
perlindungan masyarakat disertai dengan pemberdayaan potensi
keamanan dan perlindungan masyarakat secara swadaya dalam
rangka menghadapi bencana maupun berbagai Ancaman, Gangguan,
Hambatan dan Tantangan (AGHT).
V - 19
V.2.2 ARAHAN PEMBANGUNAN DAERAH MENURUT RTRW KABUPATEN BOGOR
Untuk mewujudkan keterpaduan dan sinergitas antara Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) dengan RPJPD, maka arahan pembangunan
yang telah ditetapkan dalam RTRW menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dengan substansi dari RPJPD. Oleh karena itu, dalam sub-
bab ini akan dijelaskan secara garis besar dari substansi RTRW
sebagaimana yang telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah tentang
RTRW Kabupaten Bogor tahun 2005-2025. Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) Kabupaten Bogor disusun berasaskan keterpaduan, keserasian,
keselarasan dan keseimbangan, keberlanjutan, keberdayagunaan dan
keberhasilgunaan, keterbukaan, kebersamaan dan kemitraan,
perlindungan kepentingan umum, kepastian hukum dan keadilan serta
berasaskan akuntabilitas.
Kebijakan penataan ruang wilayah meliputi kebijakan
pengembangan struktur ruang dan pola ruang. Dalam kebijakan
pengembangan struktur ruang, ruang lingkupnya meliputi :
1. Kebijakan pengembangan struktur ruang, meliputi : (1) Peningkatan
akses pelayanan perkotaan dan pusat pertumbuhan ekonomi wilayah
yang merata dan berhirarki; (2) Peningkatan kualitas dan jangkauan
pelayanan jaringan prasarana transportasi, telekomunikasi, energi,
dan sumber daya air yang terpadu dan merata di seluruh wilayah
nasional.
2. Kebijakan pengembangan pola ruang, meliputi : (1) Kebijakan
pengembangan kawasan lindung; (2) Kebijakan pengembangan
kawasan budi daya; (3) Kebijakan pengembangan kawasan strategis.
Sementara itu, dalam kebijakan pengembangan pola ruang,
ruang lingkupnya meliputi :
1. Kebijakan pengembangan kawasan lindung, meliputi : (1)
Pemeliharaan dan perwujudan kelestarian fungsi lingkungan hidup;
(2) Pencegahan dampak negatif kegiatan manusia yang dapat
menimbulkan kerusakan lingkungan hidup.
2. Kebijakan pengembangan kawasan budi daya, meliputi : (1)
Perwujudan dan peningkatan keterpaduan dan keterkaitan antar
kegiatan budi daya; (2) Pengendalian perkembangan kegiatan budi
V - 20
daya agar tidak melampaui daya dukung dan daya tampung
lingkungan.
3. Kebijakan pengembangan kawasan strategis, meliputi : (1)
Pengembangan kawasan strategis puncak sebagai kawasan strategis
lingkungan hidup yang berperan sebagai kawasan andalan pariwisata
melalui pembatasan pemanfaatan ruang yang lebih selektif dan
efisien; (2) Pengembangan kawasan strategis industri sebagai
kawasan strategis sosial ekonomi melalui penataan dan pemanfaatan
ruang serta pembangunan jaringan infrastruktur yang mendorong
perkembangan kawasan; (3) Pengembangan kawasan strategis
pertambangan sebagai kawasan strategis lingkungan hidup yang
berperan sebagai kawasan andalan sumber daya alam melalui
konservasi bahan galian; (4) Pengembangan kawasan strategis lintas
administrasi kabupaten sebagai kawasan strategis sosial ekonomi
melalui sinkronisasi sistem jaringan.
Sesuai dengan kebijakan struktur ruang dan pola ruang wilayah di
atas, maka rencana struktur ruang dan pola ruang wilayah, meliputi :
1. Rencana Struktur Ruang Wilayah, meliputi :
a. Sistem pusat permukiman perdesaan dilakukan dengan
membentuk pusat pelayanan desa secara hirarkis dan
dikembangkan berdasarkan pelayanan perdesaan melalui
pembangunan Desa Pusat Pertumbuhan (DPP), mencakup :
1) Desa Tenjo, Desa Batok dan Desa Tapos Kecamatan Tenjo
2) Desa Sukamulih Kecamatan Sukajaya
3) Desa Banyuasih, Desa Cintamanik dan Desa Bangunjaya
Kecamatan Cigudeg
4) Desa Cikuda Kecamatan Parungpanjang
5) Desa Cijujung Kecamatan Cibungbulang
6) Desa Pabangbon, Desa Situ Udik, Desa Cibeber Dua dan Desa
Karacak Kecamatan Leuwiliang
7) Desa Padurenan Desa Gunung Sindur Kecamatan Gunung
Sindur
8) Desa Ciasmara, Desa Ciasihan dan Desa Cibunian Kecamatan
Pamijahan
V - 21
9) Desa Ciampea Udik, Desa Ciampea Kecamatan Ciampea
10) Desa Sukadamai Kecamatan Dramaga
11) Desa Ciomas Rahayu Kecamatan Ciomas
12) Desa Sirnagalih Kecamatan Taman Sari
13) Desa Cidokom, Desa Tamansari, Desa Sukasari, Desa Rumpin,
Desa Gobang Kecamatan Rumpin
14) Desa Cibitung Tengah Desa Gunung Malang Kecamatan
Tenjolaya
15) Desa Leuwibatu Kecamatan Leuwisadeng
16) Desa Sukaraksa, Desa Cisarua Kecamatan Nanggung
17) Desa Parigimekar dan Desa Ciseeng Kecamatan Ciseeng
18) Desa Warujaya Kecamatan Parung
19) Desa Pondok Udik Kecamatan Kemang
20) Desa Pasir Gaok Kecamatan Rancabungur
21) Desa Susukan Kecamatan Bojonggede
22) Desa Hambalang dan Desa Puspanegara Kecamatan Citeureup
23) Desa Tengah dan Desa Cirimekar Kecamatan Cibinong
24) Desa Setu, Desa Koleang Kecamatan Jasinga
25) Desa Tajurhalang Kecamatan Tajurhalang
26) Desa Cisalada Kecamatan Cigombong
27) Desa Cipelang Kecamatan Cijeruk
28) Desa Ciderum dan Desa Lemah Duhur Kecamatan Caringin
29) Desa Cibeduk Kecamatan Ciawi
30) Desa Cipayung Girang, Desa Sukamaju dan Desa Citeko
Kecamatan Megamendung
31) Desa Cisarua Kecamatan Cisarua
32) Desa Cijayanti, Desa Babakan Madang Kecamatan Babakan
Madang
33) Desa Gunung Geulis, Desa Cijujung dan Desa Karadenan
Kecamatan Sukaraja
34) Desa Sirnajaya, Desa Sukadamai, dan Desa Sukamulya
Kecamatan Sukamakmur
35) Desa Sirnagalih, Desa Singasari, Desa Jonggol dan Desa
Sukajaya Kecamatan Jonggol
V - 22
36) Desa Limusnunggal, Desa Mekarsari, Desa Gandoang
Kecamatan Cileungsi
37) Desa Wanaherang Kecamatan Gunung Putri
38) Desa Cariu, Desa Cikutamahi Kecamatan Cariu
39) Desa Buana Jaya, Desa Sirnasari, Desa Selawangi, Desa
Tanjungrasa, Desa Sirnarasa, dan Desa Pasirtanjung
Kecamatan Tanjungsari
40) Desa Cikahuripan dan Desa Nambo Kecamatan Klapanunggal.
b. Sistem pusat permukiman perkotaan, meliputi : (1) Orde I, yaitu
Cibinong yang memiliki aksesibilitas tinggi terhadap PKN lainnya
(PKN JABODETABEKJUR); (2) Orde II, yaitu Cileungsi dan
Leuwiliang yang memiliki aksesibilitas tinggi terhadap Cibinong;
(3) Orde III, yaitu Jasinga, Parung Panjang, Parung, Ciawi,
Cigombong, dan Cariu.
c. Sistem prasarana wilayah, meliputi : (1) sistem prasarana
transportasi meliputi sistem transportasi jalan, sistem
transportasi perkereta-apian dan sistem transportasi udara; (2)
sistem prasarana telekomunikasi; (3) sistem prasarana
sumberdaya energi; (4) sistem prasarana sumberdaya air; (5)
sistem prasarana gas; dan (6) sistem prasarana lingkungan.
2. Rencana Pola Ruang Wilayah menggambarkan rencana sebaran
Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya.
Untuk rencana pola ruang kawasan lindung, meliputi kawasan
yang berfungsi lindung di dalam kawasan hutan dan kawasan yang
berfungsi lindung di luar kawasan hutan. Pola ruang ini ditujukan
untuk mempertahankan kawasan-kawasan resapan air atau kawasan
yang berfungsi hidro-orologis untuk menjamin ketersediaan sumber
daya air dan mengendalikan pemanfaatan ruang di luar kawasan
hutan sehingga tetap berfungsi lindung. Sedangkan untuk kawasan
yang berfungsi lindung di dalam kawasan hutan, terdiri dari hutan
konservasi (HK) dan hutan lindung (HL), dimana hutan konservasi
(HK) mencakup taman nasional dan taman wisata alam, sedangkan
kawasan yang berfungsi lindung di luar kawasan hutan (HL), terdiri
V - 23
dari kawasan lindung lainnya di luar kawasan hutan yang menunjang
fungsi lindung.
a. Ruang lingkup dari rencana pola ruang kawasan lindung, terdiri
dari :
1) Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan
bawahannya, meliputi kawasan hutan yang berfungsi lindung
(HL) dan kawasan resapan air.
2) Kawasan perlindungan setempat, meliputi kawasan sempadan
sungai, kawasan sekitar waduk/situ, kawasan sekitar mata
air, kawasan sempadan sungai di kawasan permukiman dan
kawasan terbuka hijau.
3) Kawasan suaka alam, meliputi cagar alam Arca Domas di
Kecamatan Megamendung, cagar alam Dungus Iwul di
Kecamatan Parung dan cagar alam Yanlapa di Kecamatan
Rumpin.
4) Kawasan pelestarian alam, meliputi Taman Nasional dan
Taman Wisata Alam. Untuk kawasan Taman Nasional terdiri
atas : (1) Taman Nasional Gunung Halimun dan Gunung Salak,
terletak pada sebagian wilayah Kecamatan Leuwiliang,
Kecamatan Nanggung, Kecamatan Sukajaya, Kecamatan
Cigombong, Kecamatan Cijeruk, Kecamatan Tamansari,
Kecamatan Tenjolaya, dan Kecamatan Pamijahan; (2) Taman
Nasional Gunung Gede dan Gunung Pangrango, terletak pada
sebagaian wilayah Kecamatan Cisarua, Kecamatan
Megamendung, Kecamatan Ciawi, Kecamatan Caringin, dan
Kecamatan Cigombong. Sedangkan kawasan Taman Wisata
Alam, terdiri atas : (1) Taman Wisata Alam Gunung Pancar di
Kecamatan Babakan Madang; dan (2) Taman Wisata Alam
Telaga Warna di Kecamatan Cisarua.
5) Kawasan perlindungan plasma nutfah, meliputi : (1) Taman
Safari Indonesia di Kecamatan Cisarua; (2) Taman Buah
Mekarsari di Cileungsi; dan (3) Gunung Salak Endah di
Kecamatan Ciampea, Ciomas dan Cibungbulang.
V - 24
6) Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan, meliputi : (1)
lingkungan non bangunan, terdiri dari Goa Gudawang di
Kecamatan Cigudeg; Situs Purbakala Cibalay di Kecamatan
Tenjolaya; Situs Purbakala Megalit di Kecamatan Ciampea;
Situs Purbakala Ciaruten di Kecamatan Cibungbulang; dan
Situs Purbakala Garisul di Kecamatan Jasinga; (2) lingkungan
bangunan non gedung, terdiri dari Arca Wisnu di Kecamatan
Sukamakmur dan Makam Jerman di Kecamatan
Megamendung; (3) lingkungan bangunan gedung dan
halamannya, terdiri dari bangunan Kampung Adat Urug di
Kecamatan Sukajaya; bangunan Museum Pasir Angin di
Kecamatan Cibungbulang; dan Monumen Jambu di Kecamatan
Nanggung.
7) Kawasan rawan konservasi geologi adalah kawasan karst kelas
I yang berfungsi sebagai perlindungan hidrologi dan ekologi,
meliputi : (1) Gunung Kapur (Air Panas) di Kecamatan
Ciseeng; (2) Gunung Cibodas di Kecamatan Ciampea; dan (3)
Gunung Rengganis (Gua Gudawang) di Kecamatan Cigudeg.
8) Kawasan rawan bencana alam, meliputi kawasan rawan
letusan gunung api serta kawasan rawan gempa, gerakan
tanah, dan longsor. Untuk kawasan rawan letusan gunung
api, terdiri dari : (1) Gunung Salak di Kecamatan Cigombong,
Kecamatan Cijeruk, Kecamatan Tamansari, Kecamatan
Tenjolaya, dan Kecamatan Pamijahan; (2) Gunung Gede
Pangrango di Kecamatan Cisarua, Kecamatan Megamendung,
dan Kecamatan Caringin; dan (3) Gunung Halimun di
Kecamatan Leuwiliang, Kecamatan Nanggung, dan Kecamatan
Sukajaya. Sedangkan untuk kawasan gerakan tanah tinggi,
meliputi wilayah Kecamatan Nanggung, Jasinga, Cigudeg,
Sukajaya, Pamijahan, Leuwiliang, Megamendung, Citeureup,
Babakan Madang, Klapanunggal, Jonggol, Sukamakmur, dan
Kecamatan Tanjungsari.
V - 25
b. Ruang lingkup dari rencana pola ruang kawasan budidaya,
meliputi Kawasan Budidaya di dalam kawasan hutan dan kawasan
budidaya di luar kawasan, terdiri dari :
1) Kawasan Budidaya di dalam kawasan hutan meliputi : (1)
Kawasan hutan produksi terbatas (HPT), terletak di sebagian
wilayah Kecamatan Jasinga, Cigudeg, Sukajaya, Nanggung,
Citeureup, Babakan Madang, Klapanunggal, Jonggol,
Sukamakmur dan Kecamatan Tanjungsari; (2) Kawasan hutan
produksi tetap (HP), terletak di sebagian wilayah Kecamatan
Tenjo, Parung Panjang, Rumpin, Cigudeg, Sukajaya, Jasinga,
Nanggung, Leuwisadeng, Leuwiliang, Cibungbulang,
Ciampea, Klapanunggal, Babakan Madang, Megamendung,
Cisarua, Cariu, Tanjungsari dan kecamatan Sukamakmur.
2) Kawasan pertanian, meliputi : (1) pertanian lahan basah
(LB); (2) pertanian lahan kering (LK); (3) tanaman tahunan
(TT); (4) perkebunan (PB); (5) peternakan dan (6)
perikanan.
3) Kawasan pertanian lahan basah (LB) merupakan sawah
beririgasi teknis yang direncanakan sebagai lahan sawah
produktif, terletak di sebagian wilayah Kecamatan Tenjo,
Jasinga, Parung Panjang, Sukajaya, Cigudeg, Nanggung,
Rumpin, Leuwiliang, Leuwisadeng, Cibungbulang,
Pamijahan, Tenjolaya, Ciampea, Rancabungur, Kemang,
Parung, Ciseeng, Gunung Sindur, Dramaga, Ciomas,
Tamansari, Caringin, Cijeruk, Cigombong, Ciawi,
Klapanunggal, Cileungsi, Jonggol, Sukamakmur, Cariu dan
Kecamatan Tanjungsari.
4) Kawasan pertanian lahan kering (LK), dapat berupa sawah
tadah hujan dan lahan yang tidak berpengairan irigasi,
terletak di sebagian wilayah Kecamatan Tenjo, Jasinga,
Sukajaya, Cigudeg, Parung Panjang, Rumpin, Leuwiliang,
Leuwisadeng, Pamijahan, Rancabungur, Sukaraja, Caringin,
Cijeruk, Cisarua, Ciawi, Megamendung, Babakan Madang,
V - 26
Klapanunggal, Citeureup, Jonggol, Cariu, Sukamakmur dan
Kecamatan Tanjungsari.
5) Kawasan tanaman tahunan (TT), terletak di sebagian
wilayah Kecamatan Tenjo, Jasinga, Sukajaya, Nanggung,
Cigudeg, Parung Panjang, Rumpin, Tenjolaya, Cibungbulang,
Leuwiliang, Pamijahan, Tamansari, Gunung Sindur, Cisarua,
Megamendung, Ciawi, Babakan Madang, Klapanunggal,
Jonggol, Sukamakmur, Cariu dan Kecamatan Tanjungsari.
6) Kawasan perkebunan (PB), terletak di sebagian wilayah
Kecamatan Jasinga, Nanggung, Sukajaya, Cigudeg, Rumpin,
Rancabungur, Kemang, Citeureup, Caringin, Ciawi, Cisarua,
Megamendung, Sukamakmur, Cariu, dan Kecamatan
Tanjungsari.
7) Kawasan peternakan meliputi : (1) peternakan kecil, antara
lain domba dan kambing, terletak di sebagian wilayah
kecamatan Leuwiliang, Nanggung, Cigudeg, Ciampea, Cariu,
Cijeruk, Jasinga, Sukaraja dan Kecamatan Babakan Madang;
(2) peternakan besar, antara lain sapi potong dan sapi
perah, terletak di sebagian wilayah Kecamatan Leuwiliang,
Sukajaya, Pamijahan, Cibungbulang, Tajurhalang, Cisarua,
Ciawi, Tanjungsari, Cariu, Jonggol, Cileungsi dan Kecamatan
Cijeruk; (3) peternakan unggas, terletak di sebagian wilayah
Kecamatan Tenjo, Rumpin, Parung Panjang, Leuwiliang,
Pamijahan, Cibungbulang, Ciampea, Gunung Sindur, Parung,
Caringin dan Kecamatan Ciawi; (4) tempat pemotongan dan
rumah kesehatan hewan, dapat dikembangkan pada sentra
produksi ternak.
8) Kawasan perikanan dikembangkan pada wilayah/kawasan
yang secara teknis, sosial, dan ekonomi memiliki potensi
untuk kegiatan perikanan, kolam air tenang, air deras,
pembenihan, kolam ikan hias/aquarium, dan budidaya ikan
di perairan umum, meliputi : (1) pengembangan kegiatan
perikanan, terletak di sebagian wilayah Kecamatan
Leuwiliang, Pamijahan, Cibungbulang, Ciampea, Dramaga,
V - 27
Ciomas, Kemang, Parung, Ciseeng, Cibinong, Sukaraja,
Ciawi, Caringin, Cijeruk, Cigombong, Cileungsi, Jonggol,
Cariu dan Kecamatan Tanjungsari; (2) pasar pengumpul dan
pelelangan ikan air tawar dapat dibangun pada sentra
produksi ikan di Kecamatan Cibinong, Kecamatan Sukaraja,
dan Kecamatan Ciseeng.
9) Pemanfaatan kawasan pertambangan, meliputi : (1)
pertambangan bahan galian golongan strategis yang terletak
di wilayah kecamatan Jasinga, Cariu dan kecamatan
Jonggol; (2) golongan bahan galian vital terletak di wilayah
kecamatan Jasinga, Cigudeg, Rumpin, Nanggung, Sukajaya,
Sukamakmur, Cariu dan Kecamatan Tanjungsari; (3)
golongan bahan galian di luar bahan galian strategis dan
bahan galian vital (golongan C), terletak di wilayah
Kecamatan Tenjo, Parung Panjang, Jasinga, Sukajaya,
Cigudeg, Nanggung, Rumpin, Leuwiliang, Leuwisadeng,
Citeureup, Klapanunggal, Sukamakmur, Jonggol, Cariu dan
Kecamatan Tanjungsari; (4) Dalam hal terdapat potensi
tambang di luar lokasi tambang, maka pemanfaatan potensi
tambang harus memenuhi kelayakan secara teknis,
ekonomis dan lingkungan, serta dapat menunjang kegiatan
pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
10) Pemanfaatan kawasan industri sebagaimana, meliputi : (1)
Kawasan Industri Estate (KIE), terletak di sebagian wilayah
Kecamatan Klapanunggal, Cileungsi, Cibinong, Babakan
Madang dan Kecamatan Citeureup; (2) Zona Industri (ZI)
terletak di sebagian wilayah kecamatan Cibinong, Jonggol,
Klapanunggal, Cileungsi, Gunung Putri, Citeureup, Gunung
Sindur, Leuwiliang, Jasinga dan Kecamatan Parung Panjang;
(3) Sentra Industri Kecil, terletak di sebagian wilayah
Kecamatan Leuwiliang, Ciampea, Cibungbulang, Nanggung,
Parung Panjang, Ciomas, Cibinong, Gunung Sindur, Ciawi,
Cisarua, Cijeruk, Parung dan Kecamatan Pamijahan.
V - 28
11) Kawasan pariwisata meliputi kawasan wisata alam, kawasan
wisata budaya dan kawasan wisata minat khusus.
Pemanfaatan kawasan pariwisata alam, meliputi : (1) Taman
Safari Indonesia, Wisata Agro Gunung Mas, Telaga Warna,
Panorama Alam Riung Gunung, dan Curug Cilember di
Kecamatan Cisarua; (2) Wanawisata Bodogol dan Taman
Rekreasi Lido di Kecamatan Caringin; (3) Curug Nangka di
Kecamatan Tamansari; (4) Kawah Ratu, Curug Cigamea,
Curug Seribu, Curug Ngumpet, Air Panas Gunung Salak
Endah, Air Panas Ciasmara, Air Panas Gunungsari, Bumi
Perkemahan Gunung Bunder, Bumi Perkemahan Pancasila,
Telaga Ciputri, dan Panorama Alam Ciasihan di Kecamatan
Pamijahan; (5) Air Panas Jugalajaya, Air Panas Kembang
Kuning, Situ Cikadondong, Situ Jantungen, Situ Wedana, dan
Curug Bandung di Kecamatan Jasinga; (6) Bumi Perkemahan
Sukamantri di Kecamatan Tamansari; (7) Arum Jeram
Cianten di Kecamatan Leuwiliang; (8) Situ Rancabungur di
Kecamatan Rancabungur; (9) Situ Tonjong dan Situ
Kemuning di Kecamatan Bojong Gede; (10) Gua Gudawang di
Kecamatan Cigudeg; (11) Situ Cikaret dan Situ Ciriung di
Kecamatan Cibinong; (12) Air Panas Bojong Koneng, Wahana
Wisata Gunung Pancar dan Kawah Hitam di Kecamatan
Babakan Madang; (13) Air Panas di Kecamatan Ciseeng; (14)
Situ Gunung Putri dan Taman Reakreasi Gunung Putri Indah
di Kecamatan Gunung Putri; (15) Taman Buah Mekarsari di
Kecamatan Cileungsi; dan (16) Penangkaran Rusa Giri Jaya
di Kecamatan Tanjungsari. Sementara itu, kawasan wisata
budaya, meliputi : (1) Desa Wisata, Tapak Kaki Gajah, dan
Situs Megalit di Kecamatan Ciampea; (2) Prasasti Muara di
Kecamatan Rumpin; (3) Tapak Kaki Purnawarman dan
Prasasti Batu Tulis Ciaruteun di Kecamatan Cibungbulang;
(4) Kampung Adat di Kecamatan Cigudeg; (5) Prasasti Batu
Tulis Pasir Awi, Taman Budaya, Arca Wisnu, dan Arca Domas
di Kecamatan Sukamakmur; dan (6) Taman Budaya di
Kecamatan Cisarua. Sedangkan kawasan pariwisata minat
V - 29
khusus, meliputi : (1) Taman Safari Indonesia dan Wisata
Agro Gunung Mas di Kecamatan Cisarua; (2) Goa Gudawang
di Kecamatan Cigudeg; dan (3) Taman Buah Mekarsari di
Kecamatan Cileungsi.
12) Kawasan permukiman meliputi permukiman perdesaan dan
permukiman perkotaan. Untuk kawasan permukiman
perdesaan terdiri dari permukiman pedesaan diluar kawasan
yang berfungsi lindung (PD 1) dan permukiman pedesaan
yang berada di dalam kawasan lindung di luar kawasan
hutan (PD 2), sedangkan kawasan permukiman perkotaan,
terdiri dari permukiman perkotaan kepadatan tinggi (Pp 1),
permukiman perkotaan kepadatan sedang (Pp 2) dan
permukiman perkotaan kepadatan rendah (Pp 3).
Kawasan permukiman pedesaan diluar kawasan yang
berfungsi lindung (PD 1) adalah kawasan untuk permukiman/
hunian kepadatan rendah yang mendukung kegiatan jasa
perdagangan dan industri berbasis bahan baku lokal dan
berorientasi tenaga kerja. Penyebarannya terletak di
sebagian wilayah kecamatan Sukaraja, Citeureup, Babakan
Madang, Cileungsi, Klapanunggal, Jonggol, Sukamakmur,
Cariu, Tanjungsari, Jasinga, Cigudeg, Rumpin, Nanggung,
Pamijahan, Tenjo, Parung Panjang, Leuwisadeng,
Leuwiliang, Ciampea, Dramaga, Cibungbulang, Parung,
Kemang, Ciseeng, Gunung Sindur, Rancabungur, Cisarua,
Megamendung, Ciawi, Caringin, Cigombong, Tamansari,
Ciomas, Sukajaya dan Kecamatan Tenjolaya.
Kawasan permukiman pedesaan yang berada di dalam
kawasan lindung di luar kawasan hutan (PD 2) diarahkan
untuk hunian kepadatan rendah (jarang) bangunan yang
tidak memiliki beban berat terhadap tanah dan memiliki
keterkaitan dengan aktivitas masyarakat desa maupun
terhadap potensi lingkungannya (pertanian, peternakan,
kehutanan, pariwisata/agrowisata). Penyebarannya terletak
di sebagian wilayah Kecamatan Sukaraja, Citeureup,
V - 30
Babakan Madang, Klapanunggal, Jonggol, Sukamakmur,
Cariu, Tanjungsari, Jasinga, Cigudeg, Rumpin, Nanggung,
Pamijahan, Leuwiliang, Leuwisadeng, Cisarua,
Megamendung, Ciawi, Caringin, Cijeruk, Cigombong,
Tamansari dan Kecamatan Sukajaya.
Kawasan permukiman perkotaan kepadatan tinggi (Pp 1)
diarahkan untuk permukiman/hunian padat, dan
pengembangan bangunan vertikal (rusun), kegiatan
perdagangan dan jasa skala regional, serta industri non-
polutan yang berorientasi pasar. Penyebarannya terletak di
sebagian wilayah Kecamatan Cibinong, Bojonggede,
Tajurhalang, Parung, Kemang, Ciseeng, Gunung Sindur,
Rumpin, Jasinga, Leuwiliang, Sukaraja, Citeureup,
Gunungputri, Cileungsi dan Kecamatan Klapanunggal;
Kawasan permukiman perkotaan kepadatan sedang (Pp 2)
diarahkan untuk permukiman/hunian sedang, industri
berbasis tenaga kerja non polutan, jasa dan perdagangan.
Penyebarannya terletak di sebagian wilayah Kecamatan
Sukaraja, Babakan Madang, Citeureup, Klapanunggal,
Cileungsi, Sukamakmur, Jonggol, Tanjungsari, Jasinga,
Cigudeg, Rumpin, Nanggung, Tenjo, Parung Panjang,
Leuwisadeng, Leuwiliang, Ciampea, Dramaga, Cibungbulang,
Cisarua, Megamendung, Ciawi, Caringin, Cijeruk,
Cigombong, Tamansari, Ciomas, Sukamakmur dan
Kecamatan Tanjungsari.
Kawasan permukiman perkotaan kepadatan rendah (Pp 3)
adalah kawasan permukiman perkotaan yang berada dalam
kawasan lindung di luar kawasan hutan. Pemanfaatan
ruangnya diarahkan untuk hunian rendah sampai sangat
rendah/jarang merupakan bangunan tunggal, yang
berorientasi terhadap lingkungannya (pertanian, peternakan
dan perikanan, kehutanan, agrowisata dan pariwisata)
melalui rekayasa teknologi dan serta bangunan yang tidak
memiliki beban berat terhadap tanah. Penyebarannya
V - 31
terletak di sebagian wilayah kecamatan Sukaraja,
Citeureup, Babakan Madang, Jonggol, Sukamakmur, Cariu,
Tanjungsari, Cigudeg, Rumpin, Nanggung, Leuwisadeng,
Leuwiliang, Cisarua, Megamendung, Ciawi, Caringin dan
Kecamatan Cijeruk.
3. Arahan Pengelolaan Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya
a. Arahan Pengelolaan Kawasan Lindung
Arahan pengelolaan kawasan lindung meliputi upaya
perlindungan, pengawetan, konservasi dan pelestarian fungsi
sumber daya alam dan lingkungannya guna mendukung kehidupan
secara serasi yang berkelanjutan dan tidak dapat dialihfungsikan
menjadi kawasan budidaya. Rencana pengelolaan kawasan
lindung, meliputi :
1) Arahan pengelolaan kawasan lindung di dalam kawasan
hutan, terdiri dari Hutan Konservasi dan Hutan Lindung.
Sedangkan arahan pengelolaan kawasan lindung di luar
kawasan hutan, terdiri dari : (1) Kawasan perlindungan
setempat; (2) suaka alam; (3) kawasan rawan bencana alam;
dan (4) kawasan lindung lainnya.
2) Arahan pengelolaan kawasan lindung di dalam kawasan
hutan, antara lain : (1) pengawasan dan pemantauan untuk
pelestarian kawasan konservasi dan hutan lindung; (2)
penambahan luasan kawasan lindung, yang merupakan hasil
alih fungsi hutan produksi menjadi hutan lindung; (3)
percepatan rehabilitasi lahan milik masyarakat yang
termasuk di dalam kriteria kawasan lindung dengan
melakukan penanaman pohon lindung yang dapat digunakan
sebagai perlindungan kawasan bawahannya yang dapat
diambil hasil hutan non-kayu; (4) membuka jalur wisata
jelajah/pendakian untuk menanamkan rasa mencintai alam,
serta pemanfaatan kawasan lindung untuk sarana
pendidikan penelitian dan pengembangan kecintaan
terhadap alam; (5) percepatan rehabilitasi hutan/reboisasi
hutan lindung dengan tanaman yang sesuai dengan fungsi
V - 32
lindung; (6) pelestarian ekosistem yang merupakan ciri khas
kawasan melalui tindakan pencegahan perusakan dan upaya
pengembalian pada rona awal sesuai ekosistem yang pernah
ada; (7) peningkatan kualitas lingkungan sekitar taman
nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam melalui
upaya pencegahan kegiatan yang mempunyai potensi
menimbulkan pencemaran.
3) Arahan pengelolaan kawasan perlindungan setempat, antara
lain : (1) perlindungan kawasan melalui tindakan
pencegahan, pemanfaatan kawasan pada kawasan lindung
setempat; (2) pengembangan kegiatan yang bersifat alami
dan mempunyai kemampuan memberikan perlindungan
kawasan seperti wisata air; (3) perlindungan kualitas air
melalui pencegahan penggunaan area di sekitar kawasan
lindung; (4) penindakan secara tegas perilaku vandalisme
terhadap fungsi lindung.
4) Arahan pengelolaan kawasan suaka alam, antara lain : (1)
perlindungan dan pelestarian keanekaragaman jenis
tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya; (2)
perlindungan keanekaragaman biota, tipe ekosistem, gejala
dan keunikan alam bagi kepentingan plasma nutfah, ilmu
pengetahuan dan pembangunan; (3) mempertahankan fungsi
ekologis kawasan alami pemeliharaan biota maupun fisiknya
melalui upaya pencegahan pemanfaatan kawasan pada
kawasan suaka alam dan upaya konservasi; (4) perlindungan
dan pelestarian habitat alami hutan bakau (mangrove) yang
berfungsi memberikan perlindungan kepada perikehidupan
pantai dan lautan; (5) pengembangan dan perlindungan
kegiatan budidaya di kawasan sekitar pantai dan lautan; (6)
perlindungan kekayaan budaya berupa peninggalan-
peninggalan sejarah, bangunan arkeologi, monumen
nasional, dan keragaman bentuk geologi; (7) pengembangan
kegiatan konservasi dan rehabilitasi yang berguna untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan dari ancaman kepunahan
yang disebabkan oleh kegiatan alam maupun manusia.
V - 33
5) Arahan pengelolaan kawasan rawan bencana alam, antara
lain : (1) pencegahan pemanfaatan kawasan sekitar jalur
aliran larva gunung berapi untuk kegiatan permukiman; (2)
perlindungan kawasan yang berpontensi mengalami gempa
bumi melalui upaya mitigasi; (3) pelarangan kegiatan
pemanfaatan tanah yang mempunyai potensi longsor; (4)
menindak tegas perilaku vandalisme terhadap obyek wisata.
6) Arahan pengelolaan kawasan lindung lainnya bertujuan
untuk membatasi kegiatan di luar fungsi kawasan serta
mencegah timbulnya kerusakan fungsi lingkungan hidup yang
mencakup sumber daya alam, sumber daya buatan, nilai
sejarah, serta budaya bangsa, antara lain : (1)
meningkatkan fungsi lindung terhadap tanah, air, iklim,
tumbuhan dan satwa, serta nilai sejarah budaya bangsa; (2)
penetapan areal pemindahan satwa yang merupakan tempat
kehidupan baru bagi satwa tersebut.
b. Arahan Pengelolaan Kawasan Budidaya
Arahan pengelolaan Kawasan Budidaya meliputi segala usaha
untuk meningkatkan pendayagunaan lahan yang dilakukan di luar
kawasan lindung, yang kondisi fisik dan sumber daya alamnya
dianggap potensial untuk dimanfaatkan, tanpa mengganggu
keseimbangan dan kelestarian ekosistemnya. Arahan pengelolaan
dimaksud, meliputi :
1) Arahan pengelolaan kawasan Budidaya, mencakup : (1)
kawasan Budidaya di dalam kawasan lindung di luar kawasan
hutan, terdiri dari hutan produksi terbatas dan hutan
produksi tetap; (2) kawasan Budidaya di dalam kawasan
lindung di luar kawasan hutan, terdiri dari : pertanian lahan
basah, pertanian lahan kering, tanaman tahunan/
perkebunan, peternakan, perikanan, pertambangan,
industri, pariwisata dan permukiman; (3) kawasan Budidaya
di luar kawasan lindung, terdiri dari permukiman perkotaan,
permukiman perdesaan, pertanian, perdagangan, jasa dan
industri.
V - 34
2) Arahan pengelolaan kawasan Budidaya di dalam kawasan
lindung, di luar kawasan hutan dilakukan pada kawasan
hutan produksi terbatas dan hutan produksi tetap, antara
lain : (1) pengelolaan Budidaya hutan dan hasil hutan yang
ditujukan untuk kesinambungan produksi dengan
memperhatikan kualitas lingkungan melalui pencegahan
kerusakan tanah, penurunan kesuburan tanah, dan menjaga
ketersediaan air; (2) pengembangan kegiatan Budidaya
hutan yang dapat mendorong terwujudnya kegiatan industri
pengolahan hasil hutan, dengan pengembangan jenis
tanaman hutan industri melalui pola kemitraan/hutan
kemasyarakatan; (3) pemanfaatan kegiatan hutan produksi
untuk kegiatan di luar Budidaya hutan dan hasil hutan yang
penggunaannya untuk kepentingan umum dan bersifat
strategis, dilakukan dengan memperhatikan asas konservasi
air dan tanah; (4) percepatan reboisasi dan percepatan
pembangunan hutan rakyat pada hutan produksi yang
mempunyai tingkat kerapatan tegakan rendah; (5)
mengarahkan di setiap wilayah kabupaten mewujudkan
hutan kota.
3) Arahan pengelolaan kawasan Budidaya di dalam kawasan
lindung, di luar kawasan hutan, meliputi berikut ini :
Arahan pengelolaan kawasan pertanian lahan basah, sebagai
berikut : (1) pengembangan sawah beririgasi teknis,
dilakukan dengan memprioritaskan perubahan dari sawah
tadah hujan menjadi sawah irigasi sejalan dengan perluasan
jaringan irigasi dan pengembangan waduk/embung; (2)
perubahan kawasan pertanian tetap memperhatikan luas
kawasan yang dipertahankan, konversi lahan dapat
dilakukan selama tersedia lahan pengganti; (3) pemanfaatan
kawasan pertanian diarahkan untuk meningkatkan produksi
dan produktifitas tanaman pangan melalui pengembangan
kawasan konsolidasi lahan pertanian.
V - 35
Arahan pengelolaan kawasan pertanian lahan kering, sebagai
berikut : (1) pengembangan dan peningkatan kawasan
Budidaya lahan kering, dilakukan melalui intensifikasi,
ekstensifikasi, dan/atau diversifikasi dengan komoditas
tanaman bernilai ekonomi tinggi; (2) pengembangan
agribisnis yang dapat mendorong terwujudnya kegiatan
agroindustri untuk memperkuat Budidaya pertanian sebagai
basis perekonomian masyarakat dan mewujudkan kawasan
agropolitan; (3) konversi lahan ke kegiatan non pertanian,
dengan tujuan untuk menunjang peningkatan perekonomian
masyarakat, dan diprioritaskan pada lahan yang kurang
produktif secara teknis, ekonomis, dan fisik; (4) penggunaan
untuk kepentingan umum maupun kegiatan lain yang dinilai
dapat memberikan manfaat terhadap perekonomian
masyarakat.
Arahan pengelolaan kawasan tanaman tahunan/perkebunan,
sebagai berikut : (1) pengembangan kawasan perkebunan
hanya di kawasan yang dinyatakan memenuhi syarat, serta
berada di luar area rawan banjir dan longsor; (2) dalam
penetapan komoditi tanaman tahunan, selain
mempertimbangkan kesesuaian lahan, konservasi tanah dan
air juga perlu mempertimbangkan aspek sosial ekonomi dan
keindahan/estetika; (3) peningkatan pemanfaatan kawasan
perkebunan dilakukan melalui peningkatan peran serta
masyarakat yang tergabung dalam kawasan permukiman
dalam perkebunan masing-masing.
Arahan pengelolaan kawasan peternakan, sebagai berikut :
(1) meningkatkan kegiatan peternakan secara alami dengan
mengembangkan padang penggembalaan; (2) kawasan
peternakan diarahkan mempunyai keterkaitan dengan pusat
distribusi pakan ternak; (3) mempertahankan ternak plasma
nutfah sebagai potensi daerah; (4) pengembangan kawasan
peternakan yang memiliki komoditas ternak unggulan
komparatif dan kompetitif; (5) budidaya ternak yang
V - 36
berpotensi dapat menularkan penyakit dari hewan ke
manusia atau sebaliknya dijauhkan dari permukiman
penduduk; (6) pembangunan industri pengolahan hasil
ternak dikembangkan untuk meningkatkan nilai ekonomi
ternak.
Arahan pengelolaan kawasan perikanan, sebagai berikut :
(1) menjaga kelestarian sumber daya air terhadap
pencemaran limbah industri maupun limbah lainnya; (2)
pengendalian melalui sarana kualitas air dan
mempertahankan habitat alami ikan; (3) peningkatan
produksi dengan memperhatikan ketersediaan sarana dan
prasarana perikanan.
Arahan pengelolaan kawasan pertambangan, meliputi
pengelolaan pertambangan bahan galian strategis dan bahan
galian vital dapat dikembangkan pada semua peruntukan
ruang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selain itu, pengelolaan pertambangan golongan bahan galian
di luar bahan galian strategis dan bahan galian vital dapat
dikembangkan pada lokasi peruntukan ruang Budidaya
pedesaan, sebagai berikut : (1) lahan basah, sepanjang tidak
terletak pada lokasi sawah beririgasi teknis; (2) lahan
kering; (3) hutan produksi sepanjang tidak mengurangi nilai
konservasi; dan (4) perkebunan/tanaman tahunan sepanjang
tidak mengurangi nilai konservasi.
Arahan pengelolaan kawasan tambang untuk kegiatan yang
memerlukan sistem pengangkutan dengan menggunakan
conveyor, harus terpisah dari aktifitas penduduk yang
dibatasi dengan jalur hijau (buffer zone) pada sepanjang
lintasannya dan merupakan bagian dari kawasan industri.
Selain itu, pengelolaan kegiatan pertambangan dilakukan
dengan mempertimbangkan keterkaitan proses
penambangan sampai proses pengolahan, dengan
mempertimbangkan efisiensi biaya produksi, biaya
keseimbangan lingkungan, biaya aktifitas sosial, potensi
V - 37
bahan galian, kondisi geologi dan geohidrologi dalam
kaitannya dengan kelestarian lingkungan. Sementara itu,
pengelolaan kawasan bekas penambangan harus
direhabilitasi/reklamasi sesuai dengan zona peruntukan
yang ditetapkan dengan melakukan penimbunan tanah subur
dan/atau bahan-bahan lainnya sehingga menjadi lahan yang
dapat digunakan kembali sebagai kawasan hijau ataupun
kegiatan budidaya lainnya. Oleh karenanya, setiap kegiatan
usaha pertambangan harus menyimpan dan mengamankan
tanah atas (top soil) untuk keperluan rehabilitasi/reklamasi
lahan bekas penambangan.
4) Arahan pengelolaan kawasan industri, sebagai berikut : (1)
pengembangan kawasan industri dilakukan dengan
mempertimbangkan aspek ekologis; (2) pengembangan
kawasan industri harus didukung oleh adanya jalur hijau
sebagai penyangga antar fungsi kawasan; (3) pengembangan
zona industri pada daerah aliran sungai harus didasari
dengan perhitungan kemampuan daya dukung sungai; (4)
pengembangan kegiatan industri yang didukung oleh sarana
dan prasarana industri, antara lain penyediaan hunian
sebagai pendukung kegiatan; (5) pengelolaan kegiatan
industri dilakukan dengan mempertimbangkan keterkaitan
proses produksi mulai dari industri dasar/hulu dan industri
hilir serta industri antara, yang dibentuk berdasarkan
pertimbangan efisiensi biaya produksi, biaya keseimbangan
lingkungan, dan biaya aktifitas sosial; (6) penggunaan
metoda atau teknologi ramah lingkungan dan harus
dilengkapi dengan upaya pengelolaan terhadap kemungkinan
adanya bencana industri.
5) Arahan pengelolaan kawasan pariwisata, sebagai berikut :
(1) tetap melestarikan alam sekitar untuk menjaga
keindahan obyek wisata; (2) tidak melakukan pengrusakan
terhadap obyek wisata alam; (3) menjaga dan melestarikan
peninggalan bersejarah; (4) meningkatkan pencarian/
penelusuran terhadap benda bersejarah untuk menambah
V - 38
koleksi budaya; (5) peningkatan dan pengendalian
pembangunan sarana dan prasarana transportasi ke obyek-
obyek wisata alam, budaya, dan minat khusus pada obyek
yang tidak memiliki akses yang cukup; (6) merencanakan
kawasan wisata sebagai bagian dari urban/regional desain
untuk keserasian lingkungan; (7) meningkatkan daya tarik
wisata melalui penetapan jalur wisata, kalender wisata,
informasi, dan promosi wisata; (8) menjaga keserasian
lingkungan alam dan buatan sehingga kualitas visual
kawasan wisata tidak terganggu; (9) meningkatkan peran
serta masyarakat dalam menjaga kelestarian obyek wisata,
dan daya jual/saing; (10) mengembangkan kegiatan
pariwisata yang dilengkapi dengan fasilitas penunjang dan
pendukung pariwisata.
6) Arahan pengelolaan kawasan permukiman meliputi : (1)
pengembangan kawasan budidaya yang secara teknis dapat
digunakan untuk permukiman harus aman dari bencana alam
serta mempunyai akses untuk kesempatan berusaha dan
dapat memberikan manfaat bagi peningkatan ketersediaan
permukiman, mendayagunakan fasilitas dan utilitas di
sekitarnya dan meningkatkan sarana dan prasarana
perkembangan kegiatan sektor ekonomi yang ada; (2)
pengembangan permukiman perdesaan dilakukan dengan
menyediakan fasilitas dan infrastruktur secara berhirarki
sesuai dengan fungsinya sebagai pusat pelayanan antar
desa, pusat pelayanan setiap desa, dan pusat pelayanan
pada setiap dusun atau kelompok permukiman; (3) menjaga
kelestarian permukiman perdesan khususnya kawasan
pertanian; (4) pengembangan permukiman perkotaan
dilakukan dengan tetap memperhatikan fungsi kawasan
sebagai kawasan yang harus dijaga dan tidak mengganggu
ekosistem air dan pedesaan; (5) membentuk cluster-cluster
permukiman untuk menghindari penumpukan dan penyatuan
antar kawasan permukiman, dan di antara cluster
permukiman disediakan ruang terbuka hijau;
V - 39
(6) pengembangan permukiman perkotaan kecil dilakukan
melalui pembentukan pusat pelayanan skala lokal
kecamatan; (7) pengembangan permukiman kawasan khusus
perkotaan kecil dilakukan melalui pembentukan pusat
pelayanan skala kecamatan; (8) pengembangan pemukiman
kawasan khusus, antara lain penyediaan tempat
peristirahatan pada kawasan pariwisata, sebagai akibat
perkembangan infrastruktur, kegiatan ekonomi kawasan,
dilakukan dengan tetap memegang kaidah lingkungan hidup
dan selaras dengan rencana tata ruang.
4. Arahan Pengelolaan Kawasan Perdesaan dan Kawasan Perkotaan
a. Arahan Pengelolaan Kawasan Perdesaan
1) Arahan pengelolaan kawasan perdesaan ditujukan untuk :
(1) mendukung kegiatan sosial, ekonomi, dan budaya
masyarakat; (2) pengembangan lingkungan permukiman
pedesaan sehingga dapat membentuk suatu kesatuan
lingkungan/kawasan pedesaan yang utuh sesuai dengan
fungsi dan peranan perdesaan; (3) meningkatkan fungsi
kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan
jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi
masyarakat desa; (4) pengembangan kawasan agropolitan
sebagai alternatif pembangunan perdesaan melalui
keterkaitan kawasan perkotaan-perdesaan untuk
meningkatkan peran perkembangan kawasan perdesaan; (5)
intensitas pemanfaatan lahan diarahkan untuk menjamin
kelangsungan Budidaya pertanian dan pelestarian
lingkungan, dengan pemberian koefisien tutupan rendah
antara 10 – 20 %.
2) Arahan pengelolaan kawasan perkotaan ditujukan untuk :
(1) mendukung fungsi kawasan perkotaan antara lain sebagai
pusat kegiatan ekonomi wilayah, pusat pengolahan dan
distribusi hasil pertanian, perdagangan, jasa, pemerintahan,
pendidikan, kesehatan, serta transportasi, dan
pergudangan; (2) mendukung fungsi perkotaan sedang dan
V - 40
kecil sebagai pemasok kebutuhan dan lokasi pengolahan
agroindustri dan berbagai kegiatan agrobisnis; (3)
mendukung fungsi kota sebagai pusat pelayanan serta pusat
prasarana dan sarana sosial ekonomi yang dapat mendorong
wilayah pedesaan dalam peningkatan produktifitasnya; (4)
menjaga pembangunan perkotaan yang berkelanjutan
melalui upaya menjaga keseimbangan wilayah terbangun
dan tidak terbangun, mengembangkan hutan kota dan
menjaga eksistensi wilayah yang bersifat perdesaan di
sekitar kawasan perkotaan.
3) Arahan pengelolaan kawasan strategis, yaitu kawasan yang
dipandang strategis berdasarkan kepentingan sosial ekonomi
dan lingkungan di wilayah Kabupaten Bogor meliputi : (1)
kawasan strategis Puncak; (2) kawasan strategis Industri; (3)
kawasan strategis Pertambangan; dan (4) kawasan strategis
Perbatasan Kabupaten Bogor dan Kota Bogor, dengan arahan
pengelolaan berikut ini :
Arahan pengelolaan kawasan strategis Puncak adalah untuk
terselenggaranya keseimbangan ekologi sebagai kawasan
resapan air dan pengendali banjir meliputi seluruh wilayah
Kecamatan Cisarua, Megamendung dan sebagian wilayah
Kecamatan Ciawi.
Arahan pengelolaan kawasan strategis Industri adalah untuk
terselenggaranya fungsi kawasan sebagai pusat kegiatan
industri yang didukung oleh sistem jaringan dan terintegrasi
dengan pusat – pusat hunian serta terhadap Pusat Kegiatan
Nasional lainnya, meliputi seluruh wilayah Kecamatan
Gunung Putri, Citeureup, Klapanunggal, Cileungsi dan
Kecamatan Jonggol.
Arahan pengelolaan kawasan strategis pertambangan adalah
untuk terselenggaranya kegiatan pertambangan dan pasca
tambang yang meliputi wilayah Kecamatan Cigudeg, Rumpin
dan Kecamatan Nanggung.
V - 41
Arahan pengelolaan kawasan strategis perbatasan adalah
untuk mengintegrasikan pemanfaatan ruang wilayah
berbatasan sebagai daerah penyangga dengan
pengembangan jasa sekunder, sistem jaringan dan sistem
transportasi yang komplementer antara Kota Bogor dengan
wilayah perbatasan, meliputi sebagian wilayah Kecamatan
Cibinong, Ciomas, Dramaga, Kemang, Bojonggede, Sukaraja
dan Kecamatan Ciawi.
b. Arahan Pengelolaan Sistem Permukiman Perdesaan dan
Permukiman Perkotaan
Arahan pengembangan pusat permukiman perdesaan
merupakan upaya penataan struktur ruang pedesaan sebagai
sistem pusat permukiman di pedesaan yang berpotensi menjadi
pusat pertumbuhan di perdesaan. Pengelolaan struktur ruang
pedesaan merupakan upaya untuk mempercepat pertumbuhan di
kawasan perdesaan, dilakukan melalui pengembangan Desa Pusat
Pertumbuhan (DPP). Setiap pusat pelayanan di permukiman
perdesaan dikembangkan melalui penyediaan berbagai fasilitas
sosial-ekonomi yang mampu mendorong perkembangan kawasan
perdesaan.
Sementara itu, arahan pengembangan sistem pusat
permukiman perkotaan meliputi arahan terhadap fungsi pusat
kegiatan dan arahan terhadap penataan struktur ruang pusat-
pusat permukiman perkotaan. Arahan dimaksud meliputi pusat
kegiatan wilayah dan pusat kegiatan lokal di wilayah perkotaan.
5. Arahan Pengembangan Sistem Prasarana Wilayah
a. Arahan Pengembangan Sistem Transportasi Jalan
Pengembangan sistem transportasi jalan, terdiri dari sistem
jaringan jalan, fungsi jalan dan status jalan. Pengelompokan
jalan berdasarkan sistem jaringan jalan dibagi menjadi sistem
jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder.
Sementara itu, pengelompokan jalan berdasarkan fungsi jalan,
yaitu jaringan jalan primer dan jaringan jalan sekunder dibagi
kedalam jalan arteri, jalan kolektor primer, jalan lokal, dan
V - 42
jalan lingkungan, sedangkan pengelompokan jalan berdasarkan
status jalan dibagi menjadi : jalan nasional, jalan provinsi, jalan
kabupaten, jalan kota dan jalan desa.
Arahan pengelolaan prasarana transportasi jalan meliputi
pengembangan jalan nasional seperti jalan tol, jalan nasional
bukan jalan tol, jalan provinsi, jalan lintas/tembus kabupaten,
jalan lingkar dan terminal dilakukan melalui pengembangan jalan
baru dan pengembangan jalan yang ada. Selain itu, pengelolaan
dan pengembangan sarana prasarana transportasi, terdiri dari
pengelolaan jaringan jalan yang ada dan rencana pengembangan
jalan baru sebagai berikut.
1) Arahan pengelolaan jalan yang ada dilakukan melalui
program peningkatan, rehabilitasi dan pemeliharaan rutin
untuk ruas-ruas jalan Nasional, jalan Provinsi, jalan
Kabupaten, dan jalan Kota, terdiri dari :
Jaringan jalan Nasional, meliputi :
(1) Jaringan jalan arteri primer, yaitu : (a)Jalan Cilodong/
Batas Depok – Bogor; dan (b) Jalan Ciawi – Benda.
(2) Jaringan jalan arteri sekunder, yaitu Jalan Raya
Semplak – Kemang.
(3) Jaringan jalan kolektor primer I, meliputi : (a)Jalan
Raya Ciawi; (b) Jalan Ciawi – Cisarua; (c)Jalan Raya
Cisarua (Cisarua); (d) Jalan Cisarua – Puncak; (e)Jalan
Bogor – Leuwiliang; (f)Jalan Raya Leuwiliang
(Leuwiliang); (g)Jalan Leuwiliang – Jasinga; (h)Jalan
Raya Jasinga (Jasinga); (i)Jalan Jasinga – Cigelung;
(j)Jalan Batas Depok/Kabupaten Bogor – Kota Bogor.
(4) Jalan tol Jakarta – Bogor – Ciawi (Tol Jagorawi).
Jaringan jalan provinsi (kolektor primer II), meliputi :
(1) Jalan Narogong – Cibinong (Citeureup);
(2) Jalan Mayor Oking (Citeureup);
(3) Jalan Mayor Oking (Cibinong);
(4) Jalan Cileungsi–Cibeet;
(5) Jalan Cibubur–Cileungsi;
V - 43
(6) Jalan Batas Tangerang/Bogor–Parung;
(7) Jalan Moch. Toha (Parung Panjang);
(8) Jalan Parungpanjang – Bunar;
(9) Jalan Pondok Rajeg – KSR. Didi Kusmayadi – Tegar
Beriman;
(10) Jalan Cibarusah – Cibucil.
Arahan pengelolaan jaringan jalan kabupaten (lokal
sekunder, lokal I, lokal II dan lokal III) dan jalan desa
(lingkungan), dilakukan terhadap seluruh jalan kabupaten
dan desa di wilayah Kabupaten Bogor, yang jaringan
jalannya terlampir pada Dokumen Rencana Tata Ruang
Wilayah.
2) Arahan pengembangan jalan baru dilakukan untuk
menghubungkan antar wilayah dan antar pusat-pusat
permukiman, industri, pertanian, perdagangan, jasa dan
simpul-simpul transportasi serta pengembangan jalan
penghubung antara jalan tol dan bukan jalan tol, terdiri
dari:
Rencana pengembangan jaringan jalan baru Nasional,
meliputi :
(1) Jalan tol Bojong Gede – Antasari – Depok;
(2) Jalan tol Cimanggis – Cibitung (Jakarta Outer Ring
Road/JORR II);
(3) Jalan tol Ciawi – Sukabumi;
(4) Jalan tol Jasinga –Tenjo dan Bintaro-Rumpin-Cigudeg;
(5) Jalan tol Kemang – Parung – Pasar Jum’at (Depok);
(6) Jalan tol Gunung Putri (Cibubur) – Cileungsi – Batas
Kabupaten Bekasi (JORR III);
(7) Bukaan jalan tol dan jalan tol lingkar luar Bogor (Bogor
Outer Ring Road); dan
(8) Bukaan jalan tol kawasan Sport Center dan Wisata
Gunung Geulis;
V - 44
Rencana pengembangan jaringan jalan baru berfungsi
kolektor primer II, yang merupakan jalan tembus antar
wilayah kabupaten/kota perbatasan, meliputi ruas :
(1) Tegar Beriman (Cibinong) – Bojong Gede – Kemang -
Rumpin;
(2) Cibinong–Karadenan–Kedung Halang (Batas Kota Bogor);
(3) Cicangkal – Legok (Gunung Sindur);
(4) Pintu Tol Sentul – Jalan Raya Bogor;
(5) Parungpanjang – Jagabita;
(6) Lapan – Mekarsari;
(7) Jasinga–Koleang–LebakPinang (Batas Kabupaten Lebak);
(8) Jampang – Ciseeng – Prumpung;
(9) Sentul – Kandang Roda;
(10) Gunung Putri – Wanaherang – Cileungsi; dan
(11) Cariu – Jagatamu (Batas Kabupaten Kerawang).
Rencana pengembangan jaringan jalan baru berfungsi
kolektor primer III, yang merupakan jalan lingkar kabupaten
dan jalan tembus antar wilayah kabupaten/kota perbatasan,
meliputi ruas jalan :
(1) Citeureup – Sukamakmur – Batas Kabupaten Cianjur;
(2) Cigombong – Caringin – Ciawi – Megamendung – Cisarua;
(3) Cigombong – Cijeruk – Tamansari – Tenjolaya –
Pamijahan – Leuwiliang – Leuwisadeng – Nanggung;
(4) Nanggung – Cigudeg – Rumpin – Ciseeng – Parung –
Tajurhalang – Bojong Gede – Cibinong (Tegar Beriman) –
Citeureup;
(5) Jasinga – Tenjo – Singa Bangsa (Batas Kabupaten
Tangerang);
(6) Gunung Putri – Bojong Kulur – Batas Kota Bekasi;
(7) Cariu – Babakan Raden – Batas Kabupaten Bekasi;
(8) Cemplang – Galuga;
(9) Cijayanti – Citaringgul – Babakan Madang;
(10) Gunung Putri – Klapanunggal – Batas Kabupaten Bekasi;
(11) Leuwiliang – Batas Kabupaten Sukabumi;
(12) Leuwisadeng – Nanggung – Batas Kabupaten Sukabumi.
V - 45
Rencana pengembangan jaringan jalan baru berfungsi lokal
primer I, meliputi ruas jalan :
(1) Kranggan – Gunung Putri;
(2) Sentul – Kandang Roda – Pakansari - Tegar Beriman;
(3) Kebon Pedes – Ratujaya;
(4) Ragajaya – Susukan – Kampung Pulo;
(5) Kemang – Kedung Waringin;
(6) Tonjong – Ragajaya;
(7) Cipayung Jaya – Arco;
(8) Tajur Halang – Kali Suren;
(9) Cijayanti – Babakanmadang – Citaringgul – Sukamantri;
(10) Warung Nangka – Bitungsari;
(11) Seuseupan – Banjarwaru – Tapos;
(12) Bendungan – Sukabirus;
(13) Cipayung – Megamendung;
(14) Cibanon – Gadog – Cikopo Selatan – Cisarua – Jogjogan;
(15) Pasir Kaliki – Kampung Jawa;
(16) Cilember – Batulayang – Ciburial – Tugu – Cisarua –
Cibeureum – Taman Safari;
(17) Pasar Cisarua – Kopo;
(18) Sukagalih – Cibeureum;
(19) Cilebut Barat – Susukan;
(20) Laladon – Dramaga (Lingkar Dramaga);
(21) Cemplang – Leuwimekar (Lingkar Leuwiliang);
(22) Sirnagalih – Waninggalih;
(23) Gunungputri–Klapanunggal–Cikahuripan– Linggar Mukti;
(24) Sentul – Bakanmadang – Sukamakmur – Tanjungsari;
(25) Gunung Sari – Gunung Picung; dan
(26) Karacak – Pamijahan.
3) Rencana pengembangan terminal, terdiri dari :
Terminal angkutan penumpang, meliputi :
(1) terminal tipe B Cibinong;
(2) terminal tipe B Leuwiliang;
(3) terminal tipe B Cileungsi;
(4) terminal tipe B Parung;
V - 46
(5) terminal tipe B Dramaga;
(6) terminal tipe B Ciawi;
(7) terminal tipe B Cigudeg;
(8) terminal tipe C Parung Panjang;
(9) terminal tipe C Jasinga;
(10) terminal tipe C Rumpin;
(11) terminal tipe C/Terpadu Bojonggede;
(12) terminal tipe C Laladon;
(13) terminal tipe C Jonggol; dan
(14) terminal tipe C Cariu.
Terminal untuk tujuan wisata, meliputi :
(1) terminal wisata di Kecamatan Pamijahan;
(2) terminal wisata di Kecamatan Tamansari; dan
(3) terminal wisata di Kecamatan Ciawi.
Terminal barang/peti kemas, meliputi :
(1) terminal barang/peti kemas Kecamatan Cileungsi;
(2) terminal barang/peti kemas Kecamatan Citeureup/
Kecamatan Babakan Madang.
b. Arahan Pengembangan Sistem Transportasi Perkeretaapian
Rencana pengembangan sistem transportasi perkeretaapian
meliputi pengelolaan jalur perkeretaapian, pengembangan
prasarana transportasi kereta api untuk keperluan
penyelenggaraan perkeretaapian komuter, dry port, terminal
barang, serta konservasi rel mati, meliputi :
1) Rencana pengembangan jalur kereta api perkotaan meliputi
pengembangan jalur kereta api ganda dan penataan jalur
kereta api yang beroperasi saat ini, meliputi :
(1) jalur Cibinong – Citayam;
(2) jalur ganda Parungpanjang – Tenjo;
(3) jalur perkotaan Cigombong – Citayam; dan
(4) pembangunan stasiun penumpang kereta api di
Kecamatan Cibinong, peningkatan stasiun penumpang di
Kecamatan Tenjo dan Kecamatan Parung Panjang.
V - 47
2) Rencana pengembangan jalur kereta api antarkota pada ruas
tertentu, disesuaikan dengan rencana pengembangan
jaringan kereta api (rail way master plan) nasional,
meliputi:
(1) Jalur Nambo – Cileungsi – Bekasi;
(2) Jalur Cileungsi – Cianjur; dan
(3) Jalur Citayam – Parung Panjang - Tangerang.
3) Rencana pengembangan transportasi perkeretaapian harus
menjamin keselamatan perkeretapian dan keberlanjutan
pengoperasian fasilitas keselamatan perkeretaapian,
penataan ruang di sekitar dan di kawasan stasiun dan
sepanjang jaringan jalur kereta api harus memperhatikan
rencana pengembangan perkeretaapian dan ketentuan
keselamatan perkeretaapian pada Ruang Lingkungan Kerja
Stasiun dan jaringan jalur kereta api, yang meliputi Ruang
Milik Jalan Kereta Api, Ruang Manfaat Jalan Kereta Api dan
Ruang Pengawasan Sarana Jalan Kereta Api, termasuk
bagian bawahnya serta ruang bebas di atasnya.
c. Arahan Pengembangan Sistem Transportasi Udara
Sistem transportasi udara, terdiri dari lapangan udara dan
ruang udara di sekitar bandar udara yang dipergunakan untuk
operasi penerbangan. Lapangan udara yang terdapat di wilayah
Kabupaten Bogor, adalah : (1) lapangan udara untuk pertahanan
keamanan (Hankam), Atang Senjaya di Kecamatan Kemang; (2)
lapangan udara untuk penelitian, Lembaga Penerbangan dan
Antariksa Nasional (LAPAN) di Kecamatan Rumpin; dan (3)
lapangan udara untuk pendidikan/pelatihan, Sekolah Polisi
Negara (SPN) Lido di Kecamatan Cigombong.
Arahan penataan dan pengembangan ruang udara di sekitar
bandar udara yang dipergunakan untuk operasi penerbangan
sebagaimana dimaksud di atas, dilakukan untuk menjamin
keselamatan operasi penerbangan dan keberlanjutan
pengoperasian lapangan udara, dimana penataan ruang di sekitar
dan di kawasan lapangan udara harus memperhatikan kegiatan
V - 48
kebandaraan sesuai dengan rencana induk bandar udara dan
ketentuan kawasan keselamatan operasi penerbangan (KKOP).
d. Arahan Pengembangan Sistem Prasarana Telekomunikasi
Prasarana telekomunikasi merupakan perangkat komunikasi
dan transformasi informasi yang dikembangkan, meliputi sistem
kabel, sistem seluler dan sistem satelit. Rencana pengembangan
prasarana telekomunikasi dilakukan hingga mencapai pelosok
wilayah yang belum terjangkau serta mendorong kualitas
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Untuk
meningkatkan pelayanan di wilayah terpencil, pemerintah
daerah memberikan dukungan dalam pengembangan kemudahan
jaringan telematika. Pengembangan sistem jaringan
telekomunikasi harus memperhatikan kapasitas yang telah
terpasang dan kebutuhan jangka panjang.
Arahan pengembangan sistem jaringan telekomunikasi
dilakukan berdasarkan kriteria teknis sebagai berikut : (1)
meminimalkan dampak negatif terhadap kesehatan dan
keselamatan masyarakat serta keselamatan penerbangan; (2)
mendukung perwujudan struktur ruang kawasan; dan (3) kriteria
teknis lainnya sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-
undangan. Pengembangan sistem jaringan telekomunikasi dapat
juga dilakukan melalui kerjasama antar daerah serta peran
masyarakat dan dunia usaha.
e. Arahan Pengembangan Sistem Prasarana Sumberdaya Energi
Sumberdaya energi merupakan sebagian dari sumberdaya
alam yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi dan atau
energi baik secara langsung maupun dengan proses konservasi
atau transportasi. Pengembangan sumberdaya energi
dimaksudkan untuk menunjang penyediaan jaringan energi listrik
dan pemenuhan energi lainnya.
Pengembangan sarana untuk pengembangan listrik jaringan
Saluran Udara atau Kabel Tegangan Tinggi (SUTT) 150 KV dan
Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) 500 KV diperlukan
untuk menyalurkan energi listrik yang dibangkitkan oleh
V - 49
pembangkit baru, yaitu SUTET 500 KV di wilayah Kecamatan
Ciawi, Cijeruk dan Kecamatan Caringin.
Pengembangan energi baru dan terbarukan oleh Pemerintah
Kabupaten Bogor, meliputi energi mikrohidro di kecamatan
Leuwiliang dan energi panas bumi di kecamatan Pamijahan.
Arahan pengembangan sistem jaringan tenaga listrik harus
memperhatikan kapasitas yang telah terpasang dan kebutuhan
jangka panjang. Pengembangan sistem jaringan tenaga listrik
tersebut dilakukan berdasarkan kriteria teknis sebagai berikut :
(1) meminimalkan dampak negatif terhadap kesehatan dan
keselamatan masyarakat; (2) mendukung perwujudan struktur
ruang kawasan; (3) kriteria teknis lainnya sebagaimana diatur
dalam peraturan perundang-undangan. Pengembangan sistem
jaringan tenaga listrik dapat dilakukan melalui kerjasama antar
daerah, peran masyarakat dan dunia usaha.
f. Arahan Pengembangan Sistem Prasarana Sumberdaya Air
1) Arahan pengelolaan sumberdaya air, meliputi :
(1) Pembangunan sistem prasarana sumber daya air, terdiri
dari : (1) saluran dan bangunan irigasi untuk keperluan
air pertanian; dan (2) jaringan pipanisasi untuk
keperluan air bersih rumah tangga dan industri.
(2) Seluruh sumber air baku dari dam, embung, waduk,
telaga, bendungan serta sungai - sungai klasifikasi I – IV
yang airnya dapat dimanfaatkan secara langsung dan
dikembangkan untuk berbagai kepentingan.
(3) Zona pemanfaatan Daerah Aliran Sungai dilakukan
dengan membagi tipologi Daerah Aliran Sungai
berdasarkan tipologinya.
(4) Penetapan zona pengelolaan sumber daya air sesuai
dengan keberadaan wilayah sungai tersebut pada zona
kawasan lindung tidak diijinkan pemanfaatan sumber
daya air untuk fungsi budidaya.
(5) Rencana pengembangan prasarana sumberdaya air untuk
air bersih dilakukan dengan memanfaatkan sumber mata
air dan mengoptimalkan pemanfaatan sumber air
V - 50
permukaan dan sumber air tanah pada wilayah Cekungan
Air Tanah (CAT) meliputi cekungan Bogor dan cekungan
Tangerang.
(6) Rencana pengembangan prasarana sumber air
permukaan untuk air bersih dikembangkan di lokasi : (1)
Waduk Cijurei di Kecamatan Sukamakmur; (2) Waduk
Cidurian di Kecamatan Nanggung; dan (3) Embung di
Kecamatan Cisarua, Kecamatan Cariu, Kecamatan
Jonggol dan Kecamatan Megamendung.
2) Arahan pengembangan Prasarana Pengairan, meliputi :
(1) Prasarana pengairan direncanakan sesuai dengan
kebutuhan peningkatan sawah irigasi teknis dan non
teknis serta pemeliharaan untuk irigasi air permukaan
maupun air tanah.
(2) Rencana pengembangan pengairan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan Daerah
Aliran Sungai.
(3) Pengembangan waduk, dam, dan embung terkait
dilakukan dengan mempertimbangkan : (1) daya dukung
sumber daya air; (2) kekhasan dan aspirasi daerah serta
masyarakat setempat; (3) kemampuan pembiayaan; dan
(4) kelestarian keanekaragaman hayati dalam sumber
air.
(4) Area lahan beririgasi teknis harus dipertahankan agar
tidak berubah fungsi menjadi peruntukan yang lain, dan
apabila areal tersebut terpaksa harus berubah fungsi,
maka disediakan lahan areal baru yang menggantikannya
dengan luasan minimal sama ditambah dengan biaya
investasi yang telah ditanamkan di lokasi tersebut.
g. Arahan Pengembangan Sistem Prasarana Migas
Rencana pengembangan prasarana migas adalah jaringan/
distribusi minyak dan gas bumi melalui pipa di darat, kereta api
dan angkutan jalan raya. Rencana pengembangan sumber migas,
meliputi wilayah Kecamatan Jonggol dan Kecamatan Cariu,
V - 51
sedangkan rencana pengembangan prasarana migas dilakukan
pada seluruh wilayah kabupaten.
h. Arahan Pengembangan Sistem Prasarana Lingkungan
Prasarana lingkungan meliputi, sarana Tempat Pengelolaan
Sampah (TPS), sarana Tempat Pemakaman Umum dan Bukan
Umum (TPU/TPBU), sarana Pendidikan dan Balai Latihan Kerja,
Sarana Olahraga, sarana Kesehatan, sarana Kebudayaan dan
Peribadatan; dan sarana Perdagangan, dengan arahan
pengembangan berikut ini.
1) Arahan pengembangan sarana tempat pengolahan sampah,
meliputi : (1) tempat pengolahan sampah (TPS) terpadu baik
lokal maupun regional menjadi bagian industri; (2) tempat
pengelolaan limbah industri B3 dan non B3. Rencana
pengembangannya dialokasikan pada : (1) Wilayah Barat di
Desa Galuga Kecamatan Cibungbulang, Desa Growong dan
Desa Dago Kecamatan Parung Panjang, serta Desa Cigudeg
Kecamatan Cigudeg; (2) Wilayah Tengah di Desa Candali dan
Desa Pasir Gaok Kecamatan Rancabungur; (3) Wilayah Timur
di Desa Nambo Kecamatan Klapanunggal dan Desa Sukasirna
Kecamatan Jonggol; (4) Khusus untuk limbah industri yang
mengandung Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), tempat
pengelolaan sampah dialokasikan di Desa Nambo Kecamatan
Klapanunggal.
2) Arahan pengembangan tempat pemakaman umum (TPU) dan
tempat pemakaman bukan umum (TPBU), dilakukan melalui :
(1) pengembangan area TPU regional untuk memenuhi
kebutuhan tanah kuburan yang diarahkan pada pemanfaatan
lahan cadangan tanah pemakaman dan terintegrasi dengan
tanah pemakaman masyarakat yang tersebar di setiap
kecamatan; dan (2) pengembangan area TPBU yang diarahkan
pada kawasan yang dinyatakan memungkinkan secara teknis
dan fisik lingkungan, serta tidak berdampak sosial pada
lingkungan sekitarnya.
V - 52
3) Arahan pengembangan sarana pendidikan dan balai latihan
kerja, meliputi :
(1) pembangunan sarana pendidikan, mulai tingkat dasar
sampai dengan tingkat menengah pada pusat permukiman
disesuaikan dengan kebutuhan standar pelayanan
minimal;
(2) pengembangan sarana pendidikan setingkat sekolah
menengah umum tersebar di setiap wilayah kecamatan;
(3) pengembangan sarana penddikan setingkat sekolah
menengah kejuruan di setiap kecamatan disesuai dengan
tingkat kebutuhan dan potensi wilayahnya;
(4) pengembangan pelayanan pendidikan setingkat perguruan
tinggi pada Kota Orde I atau Orde II; dan
(5) pembangunan balai latihan kerja dialokasi pada
wilayah/daerah yang memiliki angkatan kerja sesuai
dengan potensi wilayahnya.
4) Arahan pengembangan sarana olahraga, dilakukan melalui :
(1) pengembangan dan penyediaan fasilitas olahraga yang
mampu mendukung kegiatan olah raga skala regional,
nasional, maupun internasional; dan
(2) menumbuhkembangkan kegiatan olah raga di masyarakat
dengan membangun/memanfaatkan fasilitas lingkungan
dan/atau penyediaan sarana dan prasarana olah raga di
tiap kecamatan.
5) Arahan pengembangan sarana kesehatan, dilakukan melalui :
(1) peningkatan pelayanan kesehatan melalui pembangunan
sarana kesehatan dan peningkatan pelayanan rumah sakit,
serta membangun rumah sakit pada kawasan perkotaan
dan industri;
(2) peningkatan dan optimalisasi peranan Pusat Kesehatan
Masyarakat (PUSKESMAS) dalam memberikan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat di setiap wilayah
kecamatan dan atau pada daerah yang berdasarkan
V - 53
kepadatan penduduknya membutuhkan pelayanan
kesehatan; dan
(3) pengembangan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) pada
Kota Orde I dan Orde II, serta pada beberapa Kota Orde III
yang strategis.
6) Arahan pengembangan sarana kebudayaan dan peribadatan,
dilakukan untuk :
(1) memenuhi kebutuhan keagamaan masyarakat dengan
memperhatikan keharmonisan kehidupan keagamaan dan
kondisi sosial budaya masyarakat setempat;
(2) pengembangan parasarana peribadatan yang disesuaikan
dengan kebutuhan/pelayanan masyarakat setempat; dan
(3) pengembangan prasarana ibadah sebagaimana dimaksud
dalam nomor (2).
7) Arahan pengembangan tempat ibadah umat muslim dengan
pembangunan masjid agung di setiap wilayah kecamatan dan
pembangunan tempat ibadah umat lainnya disesuaikan
dengan kebutuhan berdasarkan keadaan masyarakat
setempat dan memenuhi ketentuan dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
8) Arahan pengembangan sarana perdagangan, dilakukan
melalui:
(1) pengembangan perdagangan skala wilayah yang meliputi:
pusat belanja eceran, pasar, pasar induk dan grosir,
diarahkan pada kota Orde I dan Orde II (sesuai dengan
peraturan yang berlaku);
(2) pengembangan pasar regional jabodetabek di Kecamatan
Ciawi;
(3) pengembangan perdagangan skala kecamatan meliputi
pasar, pertokoan dan perdagangan eceran (mini market)
yang diarahkan di setiap pusat kota kecamatan.
V - 54
i. Arahan Pengelolaan Tata Guna Tanah, Tata Guna Air, Tata Guna
Udara, dan Tata Guna Sumber Daya alam Lainnya
Rencana pengelolaan tata guna tanah, tata guna air, tata
guna udara, dan tata guna sumberdaya alam lainnya, terdiri dari:
(1) tata guna tanah meliputi kebijakan penatagunaan tanah dan
penyelenggaraan penatagunaan tanah; (2) tata guna air meliputi
kebijakan penatagunaan dan penyelenggaraan air permukaan dan
air tanah; (3) tata guna udara meliputi kebijakan penatagunaan
dan penyelenggaraan ketinggian bangunan, lintasan pesawat,
saluran udara tegangan tinggi, dan saluran udara tegangan
ekstra tinggi; (4) tata guna sumber daya alam lainnya diarahkan
pada pemanfaatan sumber daya alam dengan tetap
memperhatikan fungsi kelestarian kemampuan lingkungan hidup
untuk mendukung kehidupan secara berkelanjutan, dengan
arahan pengembangan berikut ini.
1) Arahan pengelolaan tata guna tanah, dilakukan melalui upaya
perlindungan tanah dan perlindungan/ pengawetan
keseimbangannya terhadap kelestarian lingkungan hidup,
meliputi :
(1) pengaturan peruntukan dan penggunaan tanah yang
memperhatikan daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup.
(2) penggunaan tanah yang mengacu pada fungsi (zona)
yang telah ditetapkan untuk kawasan lindung dengan
pemanfaatan sebagai kawasan konservasi.
(3) lahan yang berperan strategis bagi kelestarian
lingkungan seperti pengembangan tanaman lindung pada
kawasan konservasi.
(4) Lahan yang dipandang strategis bagi perkembangan
sosial ekonomi seperti pengembangan bangunan tinggi.
(5) penggunaan tanah yang tidak sesuai rencana tata ruang
tidak dapat diperluas atau dikembangkan
penggunaannya.
(6) pola penyesuaian penggunaan/pemanfaatan tanah
dilakukan melalui penataan kembali (konsolidasi tanah),
V - 55
upaya kemitraan dan penyerahan/pelepasan hak atas
tanah pada negara atau pihak lain dengan penggantian
sesuai peraturan perundang-undangan.
(7) menunjang keseimbangan pembangunan dengan
penyediaan tanah disetiap tingkatan pemerintahan
Pemeliharaan provinsi maupun kabupaten/kota yang
selaras dengan rencana tata ruang.
(8) rencana pengelolaan bangunan bawah tanah, melalui :
(1) pengembangan utilitas perkotaan (manhole); (2)
pengembangan fasilitas parkir bawah tanah (basement);
(3) penembangan sistem transportasi dan jaringan
lainnya bawah tanah.
2) Pengelolaan tata guna air, dilakukan melalui upaya
kelestarian sumberdaya air terdiri dari :
(1) penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang
pertanian Pemeliharaan air permukaan dan/atau air
tanah.
(2) pengembangan daerah rawa untuk pertanian dan/atau
untuk Budidaya perikanan.
(3) pengendalian dan pengaturan banjir serta usaha untuk
pemeliharaanan sungai, situ, waduk, serta pengaturan
prasarana dan sarana sanitasi.
(4) pengaturan dan penyediaan air minum, air perkotaan,
air industri, dan pencegahan terhadap pencemaran atau
pengotoran air.
(5) pemeliharaan ketersediaan kuantitas dan kualitas air
yang berkelanjutan melalui pemeliharaan kelangsungan
fungsi resapan air dan daerah tangkapan air, pengisian
air pada sumber air, pengendalian pengolahan tanah di
daerah hulu, pengaturan daerah sempadan sumber air,
rehabilitasi hutan dan lahan dan/atau pelestarian hutan
lindung, kawasan suaka alam, dan pelestarian alam.
(6) pemanfaatan sumber air untuk kepentingan komersial
dilakukan melalui pengkajian terlebih dahulu guna
V - 56
terjaminnya ketersediaan air baku pertanian maupun
rumah tangga.
3) Pengelolaan tata guna udara ditujukan untuk menjaga
kelestarian kualitas udara, estetika, dan keselamatan,
meliputi :
(1) pengaturan jalur SUTT dan SUTET, dengan
mempertahankan garis sempadannya sebagai jalur hijau
dan terbebas dari aktifitas hunian penduduk.
(2) pemanfaatan ruang udara untuk transmisi listrik, melalui
pengembangan jaringan listrik tenaga tinggi dan
distribusi listrik.
(3) pengaturan jaringan komunikasi selular dikembangkan
pada penggunaan bangunan Base Transceiver Station
(BTS) bersama.
(4) pemanfaatan ruang udara untuk transportasi, dilakukan
melalui pengembangan frekuensi radio, gelombang
microwave, dan seluler.
(5) pengaturan jalur penerbangan khusus, dengan
membatasi bangunan yang memiliki ketinggian pada
jalur terbang (runway) sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang penerbangan.
(6) pemanfaatan ruang udara untuk transportasi, melalui
pengembangan dan pengamanan jalur keselamatan
operasi penerbangan sekitar lapangan udara.
(7) pengembangan ruang udara untuk atmosfir kehidupan,
melalui pengembangan hutan kota dan program
penghijauan hutan kota dengan besarnya emisi gas hasil
bakar atau perubahan iklim.
(8) pemanfaatan ruang udara untuk ruang pandang, melalui
pengembangan bentang alam (skyline) atau unsur buatan
yang dijadikan orientasi kawasan.
(9) pengembangan ruang udara untuk bangunan atas tanah,
melalui pemanfaatan bangunan tinggi (Rumah Susun/
V - 57
Apartemen, Hotel dan bangunan tinggi lainnya), jalan
layang, simpang susun, kereta layang, dan jembatan
penyeberangan.
j. Arahan Pemanfaatan Jasa lingkungan
Arahan pemanfaatan jasa lingkungan merupakan acuan
dalam pengenaan kompensasi bagi pengguna jasa lingkungan.
Jasa lingkungan dimaksud berupa jasa lingkungan air, udara
bersih dan penyerapan karbon, serta wisata alam, meliputi :
1) Kawasan lindung dan kawasan budidaya yang dikelola secara
berkelanjutan dapat memberikan jasa lingkungan yang
penting bagi kelangsungan kehidupan masyarakat dan
lingkunganhidupnya.
2) Kawasan yang menghasilkan jasa lingkungan harus dilindungi
dari kegiatan yang dapat merusak fungsinya sebagai penyedia
jasa lingkungan.
3) Upaya perlindungan kawasan penyedia jasa lingkungan harus
diapresiasi oleh pengguna jasa lingkungan yang selama ini
menggunakannya.
4) Pengguna jasa lingkungan memberikan sejumlah kompensasi
sebagai bentuk apresiasi dan tanggung jawab bersama untuk
melindungi dan melestarikan kawasan penyedia jasa
lingkungan. Bentuk kompensasi dimaksud, berupa dana
kompensasi konservasi dan/atau bentuk lainnya yang diatur
menurut kesepakatan bersama antara pengelola kawasan
penyedia jasa lingkungan dengan pengguna jasa lingkungan.
Dana kompensasi harus lebih besar atau sama dengan
kebutuhan total biaya konservasi kawasan penyedia jasa
lingkungan selama kurun waktu tertentu.
5) Pemilik lahan perorangan yang lahannya berfungsi sebagai
penyedia jasa lingkungan dapat menerima dana kompensasi
konservasi dari pengguna jasa lingkungannya berdasarkan
kesepakatan diantara keduanya.
6) Dana kompensasi konservasi hanya dapat digunakan untuk
mebiayai upaya konservasi kawasan yang menyediakan jasa
lingkungan.
V - 58
7) Pemerintah Kabupaten Bogor dapat mengadakan perjanjian
kerja sama pemanfaatan jasa lingkungan yang ada di dalam
wilayahnya dengan pengguna jasa lingkungan di wilayah
Kabupaten Bogor dan/atau wilayah lain disekitarnya sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
V.2.3 ARAHAN PEMBANGUNAN DAERAH DALAM HAL TERJADI PEMISAHAN
WILAYAH BOGOR BARAT
Arahan pembangunan daerah dalam hal terjadi pemisahan
wilayah Bogor Barat, adalah :
A. Arahan pembangunan daerah menurut misi pembangunan dan
menurut RTRW Kabupaten Bogor yang tertera dalam RPJPD ini
dinyatakan tetap berlaku sepanjang berkenaan dengan 26 wilayah
kecamatan yang masih termasuk dalam Kabupaten Bogor atau
dengan kata lain, tidak termasuk 14 kecamatan yang tercakup dalam
wilayah Bogor Barat.
B. Kabupaten Bogor sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku akan memfasilitasi pemisahan wilayah Bogor Barat hingga
terbentuknya pemerintahan daerah yang baru dalam tahapan dan
waktu yang telah direncanakan, termasuk pasca pembentukan,
seperti penyerahan Pembiayaan, Personil, Perlengkapan dan
Dokumentasi (P3D), termasuk alokasi dana untuk kabupaten baru
sebagaimana peraturan perundang-undangan yang berlaku.
C. Dalam hal dibutuhkan penyesuaian atau revisi atas naskah RPJPD
dan/atau RTRW Kabupaten Bogor berkenaan dengan pemisahan
wilayah Bogor Barat, maka hal tersebut dapat dilakukan sepanjang
memenuhi ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
V.3. TAHAPAN DAN SKALA PRIORITAS
Upaya perwujudan visi dan misi pembangunan jangka panjang
Kabupaten Bogor dilaksanakan secara bertahap dalam kerangka
pembangunan jangka menengah daerah dengan periodisasi pembangunan
yang dibagi kedalam tahapan lima tahunan atau tahun perencanaannya
V - 59
disesuaikan dengan masa jabatan Bupati Bogor terpilih, yaitu RPJMD
kesatu (tahun 2005-2008), RPJMD kedua (tahun 2008-2013), RPJMD ketiga
(tahun 2013-2018), RPJMD keempat (tahun 2018-2023) dan RPJMD
kelima(tahun 2023-2025) dengan uraian sebagai berikut :
V.3.1 RPJM Daerah Pertama (2005 – 2008)
Tahapan pembangunan pada tahap pertama Kabupaten Bogor
dilaksanakan melalui Renstra Pemerintah Kabupaten Bogor Tahun 2003-
2008 yang ditetapkan melalui Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2004.
Dengan berlandaskan pada pencapaian hasil-hasil pembangunan periode
sebelumnya, pembangunan daerah pada tahap ini untuk mendukung
pencapaian visi : “Tercapainya Pelayanan Prima demi Terwujudnya
Masyarakat Kabupaten Bogor yang Maju, Mandiri, Sejahtera
Berlandaskan Iman dan Takwa”.
Upaya pencapaian visi tersebut diiplementasikan ke dalam 6 misi
pembangunan sebagai berikut :
1. Melakukan Reformasi Pelayanan Publik Menuju Tata Pemerintahan
yang Baik (good governance);
2. Meningkatkan Profesionalisme Aparatur dalam Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah;
3. Meningkatkan Kualitas Pelayanan Pendidikan dan Kesehatan;
4. Menumbuhkembangkan Potensi Industri, Pertanian dan Pariwisata
secara Optimal dan Lestari;
5. Meningkatkan Kualitas dan Menata Sarana, Prasarana dan
Infrastruktur Wilayah;
6. Memajukan Kehidupan Keagamaan dan Kondisi Sosial
Kemasyarakatan.
Renstra Kabupaten Bogor dapat dikatakan sebagai dokumen RPJM
Daerah pertama dengan sasaran pokok, yaitu meningkatnya
kesejahteraan masyarakat Kabupaten Bogor dengan indikator kinerja
utama adalah : (1) meningkatnya capaian Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) beserta komponen pembentuknya, terdiri atas Angka Harapan
Hidup (AHH), Rata-rata Lama Sekolah (RLS), Angka Melek Huruf (AMH),
Kemampuan Daya Beli Masyarakat (Purchasing Power Parity); (2)
menurunnya jumlah penduduk miskin; (3) berkurangnya jumlah
V - 60
pengangguran terbuka; (4) terkendalinya jumlah dan laju pertumbuhan
penduduk; (5) bertambahnya nilai PDRB dan bergesernya struktur
ekonomi ke arah sektor sekunder dan tersier; (6) meningkatnya laju
pertumbuhan ekonomi; dan (7) meningkatnya pendapatan per kapita.
Prioritas utama pada tahapan ini adalah peletakkan fondasi untuk
mewujudkan masyarakat yang maju dan sejahtera melalui peningkatan
pelayanan pendidikan dan kesehatan; peningkatan kemampuan daya
beli masyarakat; peningkatan penyelenggaraan pemerintahan yang baik
dan peningkatan pelayanan dasar, terutama infrastruktur wilayah dan
mitigasi bencana; serta penyelenggaraan tata kelola pemerintahan yang
baik.
V.3.2 RPJM Daerah Kedua (2008 – 2013)
Berlandaskan pelaksanaan, pencapaian, dan sebagai keberlanjutan
RPJM Daerah pertama, maka RPJM Daerah kedua ditujukan untuk
merealisasikan visi pembangunan daerah hingga tahun 2025 menurut
dokumen RPJPD, yaitu “Kabupaten Bogor Maju dan Sejahtera
Berlandaskan Iman dan Takwa”. Pada tahapan ini Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) diproyeksikan sebesar 74,03 pada tahun 2013.
Prioritas pembangunan pada tahap ini dapat diuraikan sebagai
berikut :
Urusan Pendidikan. Pembangunan pendidikan diprioritaskan untuk
peningkatan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) dan Angka Melek Huruf (AMH)
melalui Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 (sembilan) Tahun.
Upaya yang dilakukan untuk mendukung target tersebut melalui
pembagian peran (Role Sharing) pendanaan antara Pusat, Provinsi dan
Kabupaten dalam rangka rehabilitasi dan penambahan ruang kelas baru
SD/MI dan SMP/MTs, serta bantuan beasiswa bagi siswa yang berasal dari
keluarga tidak mampu.
Selain itu, rintisan munculnya sekolah-sekolah unggulan di
Kabupaten Bogor menjadi prioritas pada priode ini. Demikian pula
pemberantasan buta aksara, melalui pengembangan pendidikan
keaksaraan dan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) terutama
untuk daerah terpencil yang sulit mengakses pendidikan formal.
V - 61
Urusan Kesehatan. Pembangunan kesehatan pada periode ini
diprioritaskan untuk meningkatkan Angka Harapan Hidup (AHH),
penurunan Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi, melalui
peningkatan persalinan oleh tenaga kesehatan, peningkatan balita gizi
baik dan yang diimunisasi lengkap, peningkatan cakupan sanitasi dasar,
peningkatan pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan dasar dan
rujukan, peningkatan angka kesembuhan penderita penyakit tertentu,
penyusunan rancangan sistem jaminan pemeliharaan kesehatan, dan
peningkatan manajemen kesehatan yang akuntabel.
Urusan Lingkungan Hidup. Pembangunan lingkungan hidup
diprioritaskan pada optimalisasi pengelolaan lingkungan hidup melalui
kelayakan AMDAL, UKL/UPL dan RKL/RPL yang bersersifikat dalam
kegiatan usaha, tersedianya akses informasi terhadap lingkungan hidup,
peningkatan jumlah kelompok masyarakat dan organisasi masyarakat
yang peduli lingkungan hidup, tersedianya peraturan daerah tentang
pengaturan pencemaran dan kerusakan lingkungan, serta bertambahnya
revegetasi lahan kritis.
Urusan Pekerjaan Umum. Pada periode ini pembangunan
diprioritaskan pada peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan
infrastruktur wilayah, antara lain : pembangunan jaringan infrastruktur
transportasi yang mantap dan handal serta terintegrasi, disertai dengan
bukaan akses jalan baru ke wilayah Barat, ke wilayah Timur yang
berbatasan dengan Cianjur, ke wilayah Selatan yang berbatasan dengan
Sukabumi serta ke arah Utara yang berbatasan dengan Depok maupun
Tangerang; terbukanya akses jalan ke sentra-sentra produksi, baik
pertanian, obyek wisata, pertambangan dan daerah terisolir, serta
peningkatan rasio aksesibilitas jalan terhadap luas daerah.
Selain sarana transportasi, dilakukan upaya perintisan
pembangunan waduk dan embung untuk pemenuhan kecukupan air bagi
aktivitas ekonomi masyarakat, dan peningkatan rasio pelayanan jaringan
irigasi terhadap luas areal irigasi, serta penambahan ruang terbuka hijau
dan taman-taman kota di setiap wilayah kecamatan.
Urusan Penataan Ruang. Penyelenggaraan penataan ruang
diprioritaskan pada peningkatan kualitas perencanaan tata ruang
wilayah, kota dan kawasan serta konsistensi pemanfaatan ruang dengan
V - 62
mengintegrasikannya ke dalam dokumen perencanaan pembangunan
secara berjangka dan penegakan peraturan atau ketentuan teknis
pemanfaatannya dalam rangka pengendalian pemanfaatan ruang;
pelaksanaan rencana pengembangan kawasan budidaya dan kawasan
non-budidaya atau wilayah konservasi melalui kesepakatan kerjasama
sesuai dengan rencana tata ruang yang berlaku; pencapaian rencana
pemanfaatan ruang yang serasi dengan ekosistemnya serta mampu
mewadahi perkembangan wilayah dan aktifitas perekonomian
masyarakat; pengendalian pemanfaatan ruang sesuai dengan kaidah
pengelolaan ruang dan lingkungan hidup yang berkelanjutan; serta
tersedianya rencana tata ruang secara detail di setiap kecamatan dan
kawasan cepat tumbuh.
Urusan Perencanaan Pembangunan. Pada tahap ini diprioritaskan
pada terwujudnya perencanaan pembangunan daerah secara berjangka
meliputi jangka panjang, menengah dan tahunan serta rencana
pembangunan daerah menurut urusan pemerintahan bagi kemajuan
daerah; serta peningkatan peran serta masyarakat dan lembaga-lembaga
masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan daerah dan
pengawasan pembangunan daerah yang mendukung penyelenggaraan
pemerintahan daerah.
Selain itu, peningkatan ketersediaan data yang akurat untuk
kebutuhan perencanaan pembangunan daerah.
Perencanaan pembangunan juga diarahkan untuk peningkatan nilai
tambah PDRB, Laju Pertumbuhan Ekonomi dan Pendapatan per Kapita,
serta mulai bergesernya struktur ekonomi ke sektor tersier.
Urusan Perumahan. Pembangunan diprioritaskan pada peningkatan
cakupan layanan air bersih di perdesaan dan perkotaan, peningkatan
cakupan layanan persampahan, terutama di wilayah perkotaan,
peningkatan ketersediaan sarana tempat layanan pemakaman umum di
setiap wilayah kecamatan, serta peningkatan rasio dan cakupan rumah
layak huni.
Urusan Kepemudaan dan Olah Raga. Pembangunan kepemudaan
diupayakan melalui peningkatan kualitas pemuda sebagai individu dan
dalam organisasi kepemudaan. Sedangkan pembangunan bidang olah
V - 63
raga diarahkan pada terpenuhinya sarana olah raga sehingga dapat
meningkatkan prestasi olah raga.
Urusan Penanaman Modal, diprioritaskan pada upaya-upaya yang
mendorong tumbuhnya investasi di wilayah Kabupaten Bogor.
Urusan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah. Pembangunan
Koperasi dan Usaha Kecil Menengah dilakukan melalui optimalisasi
sumber daya produktif dengan peningkatan pemberdayaan Koperasi dan
Usaha Kecil Menengah yang sejalan dengan perkembangan dunia usaha;
serta bangkitnya sentra-sentra industri, koperasi dan UKM/IKM sesuai
dengan keunggulan masing-masing wilayah.
Urusan Kependudukan dan Catatan Sipil. Pembangunan
kependudukan dan catatan sipil pada tahap ini diprioritaskan pada
pengendalian jumlah dan laju pertumbuhan penduduk, melalui
peningkatan cakupan dan kualitas pelayanan Keluarga Berencana. Selain
itu, diarahkan pada peningkatan kualitas dan tertib administrasi
kependudukan.
Urusan Ketenagakerjaan. Pembangunan urusan ketenagakerjaan
pada aspek peningkatan kompetensi dan daya saing yang diarahkan
untuk pemenuhan kebutuhan sarana, prasarana dan kurikulum pelatihan
tenaga kerja. Selain itu, hubungan industrial diarahkan untuk
menciptakan produktifitas, kualitas, dan peningkatan kesejahteraan
pekerja.
Untuk transmigrasi diarahkan pada peningkatan persebaran penduduk
sesuai dengan potensinya serta penyelengaraan program transmigrasi.
Urusan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Pembangunan urusan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
diarahkan untuk peningkatan indeks pembangunan gender,
pemberdayaan perempuan dan kesetaraan gender serta rasio perempuan
pada pemerintahan daerah dan DPRD serta jabatan strategis lainnya.
Urusan Perhubungan. Pembangunan Perhubungan diprioritaskan
pada upaya penambahan jangkauan wilayah pelayanan moda
transportasi.
Urusan Komunikasi dan Informatika, diprioritaskan pada
peningkatan aksesibilitas masyarakat terhadap teknologi informasi
melalui peningkatan jangkauan layanan telekomunikasi di setiap
V - 64
kecamatan serta peningkatan rasio pemanfaatan sarana komunikasi
maupun telematika. Selain itu, dilakukan upaya penguasaan dan
pemanfaatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) yang dilandasi
oleh nilai-nilai Iman dan Takwa (IMTAQ).
Urusan Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri, diprioritaskan
pada terciptanya persatuan dan kesatuan bangsa di Kabupaten Bogor,
dengan upaya membangun kondisi politik lokal yang demokratis melalui
penguatan kelembagaan politik yang ada. Sementara itu, upaya lainnya
adalah peningkatan ketentraman dan ketertiban masyarakat serta
kondisi keamanan wilayah yang kondusif demi kelancaran pelaksanaan
pembangunan daerah, tersedianya teknologi dan alat deteksi dini
terhadap bencana gempa, banjir dan tanah longsor, bertambahnya
jumlah aparat, anggota masyarakat dan kelompok masyarakat yang
terampil dalam menangani bahaya bencana alam, pencegahan bencana
alam maupun mitigasi bencana serta meningkatnya perlindungan
masyarakat dan penanggulangan/penanganan korban bencana alam
maupun korban bencana sosial.
Urusan Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, Administrasi
Keuangan Daerah, Perangkat Daerah, Kepegawaian dan Persandian.
Pembangunan diprioritaskan pada : peningkatan kapasitas Pemerintah
Kabupaten Bogor dan DPRD Kabupaten Bogor dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah; peningkatan kualitas pelayanan dasar, perizinan
dan pelayanan publik yang lebih baik (better), lebih cepat (faster)
dengan biaya wajar menurut peraturan yang berlaku (cheaper) dalam
lingkup kewenangan Kabupaten Bogor serta memenuhi kepuasan
pelanggan; peningkatan kapasitas keuangan daerah untuk memenuhi
kebutuhan dana pembangunan disertai dengan pengelolaan keuangan
yang efisien, efektif, transparan, akuntabel dan taat pada peraturan
yang berlaku; peningkatan tertib pengelolaan aset dan barang daerah
serta pendayagunaannya untuk kemajuan daerah; keterbukaan informasi
dan komunikasi mengenai penyelenggaraan pemerintahan daerah, baik
melalui media cetak, elektronik dan media teknologi terkini lainnya
sesuai dengan perkembangan IPTEK; terbangunnya hukum dan tata
peraturan daerah sebagai landasan penyelenggaraan otonomi daerah
dan penegakkan hukum di daerah; tercapainya peningkatan kapasitas
V - 65
pelayanan kecamatan dan kelurahan sesuai dengan kewenangan yang
telah dilimpahkan; terlaksananya fasilitasi untuk peningkatan kepasitas
pelayanan pemerintahan desa dan pemberdayaan masyarakat desa,
kelembagaan desa maupun usaha-usaha ekonomi pedesaan; tercapainya
tata kelola pemerintahan umum dan bina wilayah serta fasilitasi
penyelesaian masalah pertanahan antara masyarakat dan pihak-pihak
yang bersengketa sesuai ketentuan yang berlaku; peningkatan
pengendalian pelaksanaan pembangunan daerah dari berbagai sumber
dana pembangunan; terlaksananya fasilitasi untuk mendorong kemajuan
ekonomi dan sektor-sektor unggulan Kabupaten Bogor; terwujudnya
organisasi perangkat daerah yang ramping struktur tetapi kaya fungsi
dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
peningkatan profesionalisme aparatur, baik dalam kompetensi teknis
dan substantif menurut tupoksinya maupun untuk pelayanan kepada
masyarakat disertai dengan perbaikan kesejahteraan aparatur;
mendorong peningkatan kinerja aparatur; mendorong peningkatan
akuntabilitas kinerja instansi pemerintah; pengembangan SIMWASDA
(Sistem Informasi Manajemen Pengawasan Daerah); terwujudnya
pembentukan daerah otonom baru di wilayah Barat Kabupaten Bogor;
terlaksananya reformasi birokrasi di daerah secara menyeluruh sesuai
dengan tata kelola pemerintahan yang baik, bersih, berwibawa dan
bertanggungjawab.
Khusus bidang pendapatan daerah diarahkan pada peningkatan
kapasitas pendapatan daerah, melalui : (1) penggalian sumber-sumber
Pendapatan Daerah, terutama sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah
yang bersumber dari Pajak Daerah dan Retribusi Daerah; (2) penataan
dan revitalisasi perangkat peraturan daerah di bidang pendapatan
daerah dan investasi, khususnya Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
serta komponen pendapatan daerah lainnya yang mendorong
peningkatan penerimaan; (3) optimalisasi sistem dan prosedur
keorganisasian dan kelembagaan pendapatan daerah termasuk di
dalamnya menyangkut kelengkapan perangkat pelaksanaan pemeriksaan
(auditor atau pemeriksaan serta juru sita di bidang pajak pendapatan
daerah); (4) peningkatan kapasitas aparat pemungut pendapatan
daerah; (5) peningkatan penerapan teknologi informasi yang mendorong
V - 66
efektifitas dan efisiensi pengelolaan pendapatan daerah; dan (6)
peningkatan kesadaran masyarakat di bidang pendapatan daerah.
Urusan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa. Pembangunan
Pemberdayaan Masyarakat dan Desa diarahkan pada terwujudnya
pemberdayaan kelembagaan masyarakat desa dan potensi ekonomi
desa, antara lain melaui peningkatan aksesibilitas masyarakat terhadap
teknologi tepat guna, dan teknologi terkini lainnya, serta adanya
penghargaan terhadap prestasi masyarakat atas pencapaiannya di
bidang ilmu pengetahuan dan penelitian.
Urusan Sosial, diprioritaskan pada terpenuhinya pelayanan sosial
dasar bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial, fasilitasi untuk
meningkatkan pelayanan sosial kemasyarakatan. Selain itu, termasuk
juga bantuan dan syiar-syiar keagamaan serta aspek sosial lainnya,
terciptanya kerukunan hidup antar dan inter umat beragama serta sikap
kesalehan sosial umat beragama, serta terpenuhinya sarana dan
prasarana ibadah yang merata di setiap wilayah sesuai dengan
kebutuhan umat beragama.
Urusan Kebudayaan, diprioritaskan pada terpenuhinya jumlah
sarana, kelembagaan kebudayaan dan lingkung seni, budaya lokal,
kekhasan Kabupaten Bogor; tercapainya pelestarian benda-benda
kepurbakalaan, situs-situs dan benda-benda kepurbakalaan; peningkatan
keunggulan daya tarik wisata melalui pengembangan produk wisata yang
unik dan tradisional; adanya penghargaan terhadap prestasi masyarakat
atas pencapaiannya di bidang kesenian dan olah raga.
Urusan Kearsipan dan Perpustakaan, diprioritaskan pada
tercapainya tata pengelolaan kearsipan daerah yang lebih maju di setiap
SKPD hingga kecamatan, dan desa/kelurahan sesuai dengan
perkembangan IPTEK; terbangunnya sarana dan prasarana layanan
perpustakaan daerah untuk meningkatkan minat dan budaya baca pada
masyarakat dan pelajar di Kabupaten Bogor; peningkatan kualitas dan
kuantitas perpustakaan desa/kelurahan di Kabupaten Bogor.
Urusan Ketahanan Pangan, Pertanian dan Kehutanan,
diprioritaskan pada mantapnya ketahanan pangan yang berarti
terpenuhinya pasokan pangan terutama beras dan terjaminnya akses
pangan sesuai kebutuhan; mantapnya produksi dan produktivitas dengan
V - 67
didukung oleh terpenuhinya benih berkualitas, infrastruktur pertanian
yang memadai, penerapan inovasi serta sistem pembiayaan yang tepat
guna; munculnya sentra-sentra produk unggulan baru produk-produk
pertanian, perikanan, peternakan maupun perkebunan baru;
berkembangnya hutan rakyat, aneka usaha kehutanan dan mantapnya
pengelolaan hutan bersama masyarakat; serta terwujudnya revegetasi
pada lahan kritis.
Urusan Energi dan Sumber Daya Mineral, diprioritaskan pada
peningkatan rasio pemanfaatan potensi sumber daya mineral dan
energi dengan mengembangkan data dan potensi, inventarisasi geologi,
pendistribusian BBM serta penetapan lingkungan geologi. Menyusun
perencanaan di sektor energi dan sumber daya mineral dan ketersediaan
akses informasi terhadap data dan potensi, tersedianya peraturan
daerah tentang migas dan ketenagalistrikan serta upaya konservasi
sumber daya alam.
Melakukan pemantauan, pembinaan, pengawasan dan pengendalian
terhadap pengusahaan energi dan sumber daya mineral, pendistribusian
BBM serta dimulainya pengembangan energi aternatif, yang pada
akhirnya dapat menentukan besaran target Pendapatan Asli Daerah
(PAD) dari sektor ESDM dalam kurun waktu tertentu dan penambangan
berwawasan lingkungan serta berkelanjutan dapat tercapai.
Selain itu, diarahkan pada peningkatan cakupan layanan
penerangan jalan umum pada ruas jalan kabupaten di setiap wilayah
kecamatan.
Urusan Pariwisata, diprioritaskan pada peningkatan dan
pengembangan sistem/upaya koordinasi dan kerjasama dengan pihak-
pihak yang secara langsung maupun tidak langsung terkait kegiatan
pariwisata. Upaya lainnya adalah menigkatkan kualitas sumber daya
manusia dan menggalakan sadar wisata kepada masyarakat.
Urusan Industri dan Perdagangan. Mengembangkan usaha industri
dan perdagangan berdaya saing industri yang berkelanjutan berbasis
sumberdaya lokal melalui klaster dan diarahkan untuk memberikan
kontribusi yang signifikan terhadap peningkatan pendapatan
masyarakat, penciptaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi di
daerah, melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia yang lebih
V - 68
profesional dan penggalian potensi sumber daya alam lokal sebagai
bahan baku industri.
Pembangunan di sektor perdagangan diarahkan pada distribusi arus
barang dan jasa kebutuhan bahan pokok masyarakat, baik untuk
konsumsi maupun industri serta perlindungan konsumen dan peningkatan
akses pasar hasil industri dalam dan luar negeri.
Prioritas utama pada tahapan ini adalah penguatan dan
pemantapan pembangunan daerah untuk mewujudkan masyarakat
yang maju dan sejahtera melalui peningkatan kualitas dan pemerataan
pelayanan pendidikan dan kesehatan; peningkatan kemampuan daya
beli masyarakat; pemenuhan pelayanan dasar, terutama infrastruktur
wilayah untuk percepatan pembangunan di setiap wilayah; pengendalian
pemanfaatan ruang dan pengelolaan lingkungan hidup secara
berkelanjutan serta mitigasi bencana di kabupaten Bogor; reformasi
birokrasi sesuai dengan tata kelola pemerintahan yang baik, bersih,
berwibawa dan bertanggungjawab.
V.3.3 RPJM Daerah Ketiga (2013 – 2018)
Berlandaskan pelaksanaan, pencapaian, dan sebagai keberlanjutan
RPJM Daerah kedua, maka RPJM Daerah ketiga ditujukan untuk
merealisasikan visi dan misi pembangunan daerah melalui
pengembangan dan percepatan pembangunan daerah secara
menyeluruh di berbagai bidang/urusan pemerintahan sesuai dengan
kewenangan Kabupaten Bogor dengan menekankan pada pencapaian
daya saing kompetitif perekonomian daerah berlandaskan keunggulan
sumber daya alam dan sumber daya manusia berkualitas serta
kemampuan ilmu dan teknologi yang berlandaskan pada nilai-nilai
agama, moral dan kearifan lokal, pembangunan daerah secara
berkelanjutan dengan pemantapan tata kelola pemerintahan yang baik,
bersih, berwibawa dan bertanggungjawab. Pada tahapan ini Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) diproyeksikan sebesar 77,34 pada tahun
2018.
Pada RPJM Daerah ketiga ini, tahapan dan prioritasnya semakin
dikembangkan dan dipercepat pencapaiannya, sehingga prioritas
pembangunan pada tahap ini dapat diuraikan sebagai berikut :
V - 69
Urusan Pendidikan. Pembangunan pendidikan diprioritaskan untuk
peningkatan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) dan Angka Melek Huruf (AMH)
melalui Perintisan Wajib Belajar 12 (dua belas) Tahun. Upaya yang
dilakukan untuk mendukung antara lain yaitu pengembangan pendidikan
satu atap (sembilan tahun), peningkatan sarana dan prasarana
pendidikan menengah dan bantuan beasiswa bagi siswa dari keluarga
tidak mampu.
Urusan Kesehatan. Pembangunan kesehatan diprioritaskan untuk
meningkatkan Angka Harapan Hidup (AHH), penurunan Angka Kematian
Ibu dan Angka Kematian Bayi, melalui peningkatan persalinan oleh
tenaga kesehatan, peningkatan balita gizi baik dan yang diimunisasi
lengkap, peningkatan cakupan sanitasi dasar, peningkatan pemanfaatan
sarana pelayanan kesehatan dasar dan rujukan, peningkatan angka
kesembuhan penderita penyakit tertentu, penyusunan rancangan sistem
jaminan pemeliharaan kesehatan, dan peningkatan manajemen
kesehatan yang akuntabel, serta penuntasan jumlah penduduk miskin
yang menjadi program jaminan pemeliharaan kesehatan.
Urusan Lingkungan Hidup, diprioritaskan pada pemantapan
pengelolaan lingkungan hidup melalui kelayakan AMDAL, UKL/UPL dan
RKL/RPL yang bersertifikat dalam kegiatan usaha dan mulai
terpenuhinya baku mutu lingkungan yang berlaku; serta cakupan
revegetasi lahan kritis telah menjangkau separoh dari luas lahan kritis
yang ada.
Urusan Pekerjaan Umum. Pembangunan diprioritaskan pada
percepatan pembangunan infrastruktur wilayah, yang diindikasikan oleh
berkembangnya jaringan infrastruktur transportasi, ketersediaan
jaringan irigasi, penambahan ruang terbuka hijau dan taman-taman kota
di setiap wilayah kecamatan.
Urusan Penataan Ruang. Pembangunan Penataan Ruang
diprioritaskan melalui upaya yang mendukung semakin terpenuhinya
rencana tata ruang secara detail untuk kota dan kawasan serta daerah
yang tumbuh dengan pesat; dan semakin terkendalinya pemanfaatan
ruang sesuai dengan kaidah pengelolaan ruang dan lingkungan hidup
yang berkelanjutan.
V - 70
Urusan Perencanaan Pembangunan, diprioritaskan pada semakin
mantapnya peran serta masyarakat dan lembaga-lembaga masyarakat
dalam proses perencanaan pembangunan daerah dan pengawasan
pembangunan daerah yang mendukung penyelenggaraan pemerintahan
daerah, serta ketersediaan data akurat yang semakin mantap untuk
kebutuhan perencanaan pembangunan daerah.
Selain itu, perencanaan pembangunan diarahkan pada upaya yang
mendukung semakin tingginya nilai tambah PDRB dan mulai bergesernya
struktur ekonomi ke dalam sektor tersier dengan laju pertumbuhan
ekonomi yang berada di atas angka inflasi regional Jawa Barat; semakin
tingginya pendapatan per kapita dan upah minimum kabupaten serta
upah minimum regional Jawa Barat dan mulai memenuhi kebutuhan
hidup minimum.
Urusan Perumahan. Pembangunan urusan perumahan diarahkan
pada semakin mantapnya cakupan layanan air bersih di perdesaan dan
perkotaan, cakupan layanan persampahan, ketersediaan sarana tempat
layanan pemakaman umum di setiap wilayah kecamatan, serta rasio dan
cakupan rumah layak huni.
Urusan Kepemudaan dan Olah Raga. Pembangunan kepemudaan
diupayakan melalui peningkatan kualitas pemuda sebagai individu dan
dalam organisasi kepemudaan. Sedangkan pembangunan bidang olah
raga diarahkan pada terpenuhinya sarana olah raga sehingga dapat
meningkatkan prestasi olah raga.
Urusan Penanaman Modal. Pembangunan urusan Penanaman Modal
diprioritaskan pada jumlah dan laju investasi di wilayah Kabupaten
Bogor proporsional dengan wilayah BODEBEK lainnya; dan munculnya
sentra-sentra unggulan baru di setiap wilayah Kabupaten Bogor.
Urusan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah. Pembangunan
Koperasi dan Usaha Kecil Menengah dilakukan melalui optimalisasi
sumber daya produktif dengan peningkatan pemberdayaan Koperasi dan
Usaha Kecil Menengah yang sejalan dengan perkembangan dunia usaha;
serta bangkitnya sentra-sentra industri, koperasi dan UKM/IKM sesuai
dengan keunggulan masing-masing wilayah.
Urusan Kependudukan dan Catatan Sipil. Pembangunan
Kependudukan dan Catatan Sipil diprioritaskan pada upaya semakin
V - 71
mantapnya sistem administrasi kependudukan, serta pengendalian
jumlah dan laju pertumbuhan penduduk di bawah laju Provinsi Jawa
Barat, melalui peningkatan kuantitas dan kualitas akseptor KB.
Urusan Ketenagakerjaan. Pembangunan urusan ketenagakerjaan
pada aspek peningkatan kompetensi dan daya saing yang diarahkan
untuk peningkatan sarana, prasarana dan kurikulum pelatihan tenaga
kerja. Selain itu, peningkatan hubungan industrial melalui pemantapan
unsur tripartit untuk menciptakan produktifitas, kualitas, dan
peningkatan kesejahteraan pekerja.
Untuk transmigrasi diarahkan pada semakin mantapnya penyelenggaraan
program transmigrasi.
Urusan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Pembangunan bidang Bidang Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak diarahkan untuk peningkatan upaya pemberdayaan
perempuan berbasis kemandirian ekonomi, pendidikan dan kesehatan,
peningkatan upaya perlindungan terhadap perempuan dan anak melalui
pencegahan kekerasan dalam rumah tangga, pengembangan partisipasi
lembaga sosial masyarakat dalam penanganan permasalahan perempuan
dan anak dan peningkatan peran serta dan kesetaraan jender dalam
pembangunan.
Urusan Perhubungan. Pembangunan Perhubungan diprioritaskan
pada upaya penambahan jangkauan wilayah pelayanan moda
transportasi.
Urusan Komunikasi dan Informatika. Pembangunan Komunikasi
dan Informatika diprioritaskan pada peningkatan aksesibilitas
masyarakat terhadap teknologi informasi melalui upaya perintisan
jangkauan layanan telekomunikasi di setiap desa/kelurahan.
Urusan Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri, diprioritaskan
pada semakin mantapnya persatuan dan kesatuan bangsa di Kabupaten
Bogor berdasarkan agama; semakin mantapnya keamanan, ketertiban
dan ketentraman demi kelancaran pembangunan daerah; semakin
mantapnya kondisi politik lokal yang demokratis melalui penguatan
kelembagaan politik yang ada; semakin mantapnya teknologi dan alat
deteksi dini terhadap bencana gempa, banjir dan tanah longsor; serta
semakin mantapnya kemampuan aparat, anggota masyarakat dan
V - 72
kelompok masyarakat terampil dalam menangani bahaya bencana alam,
pencegahan bencana alam maupun mitigasi bencana serta meningkatnya
perlindungan masyarakat dan penanggulangan/penanganan korban
bencana alam maupun korban bencana sosial.
Urusan Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, Administrasi
Keuangan Daerah, Perangkat Daerah, Kepegawaian dan Persandian,
diprioritaskana pada pemantapan kapasitas Pemerintah Kabupaten
Bogor dan DPRD Kabupaten Bogor dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerah; semakin mantapnya kualitas pelayanan dasar, perizinan dan
pelayanan publik yang lebih baik (better), lebih cepat (faster) dengan
biaya wajar menurut peraturan yang berlaku (cheaper) dalam lingkup
kewenangan Kabupaten Bogor serta memenuhi kepuasan pelanggan;
pemantapan reformasi birokrasi mulai berkembang ke arah pelayanan
publik dengan dukungan teknologi e-government dan teknologi informasi
yang terkini, serta pemantapan kapasitas inspektorat Kabupaten Bogor;
Untuk bidang pendapatan daerah diprioritaskan pada optimalisasi
kinerja pemungutan sumber-sumber pendapatan daerah, penegakan
peraturan bidang pendapatan daerah, intensifikasi dan ekstensifikasi
obyek-obyek pendapatan daerah, revitalisasi Administrasi Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah dan Pendapatan Lain-lain melalui optimalisasi
penerapan fungsi-fungsi teknologi informasi yang mendorong efektifitas
dan efisiensi sistem pemungutan pendapatan daerah, optimalisasi
koordinasi, konsultasi dan pembinaan pengelolaan pendapatan daerah,
peningkkatan kompetensi aparatur pemungut pendapatan; peningkatan
sarana dan prasarana pelayanan.
Urusan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa. Pembangunan
Pemberdayaan Masyarakat dan Desa diarahkan pada peningkatan
pemberdayaan kelembagaan masyarakat desa dan potensi ekonomi
desa.
Urusan Sosial, diprioritaskan pada berkurangnya secara signifikan
jumlah pengangguran terbuka dan jumlah penduduk miskin di bawah
rata-rata Provinsi Jawa Barat.
Urusan Kebudayaan. Dalam Pembangunan bidang kebudayaan
diprioritaskan pada pelestarian nilai-nilai tradisional dan kearifan lokal
masyarakat Kabupaten Bogor. Upaya yang dilakukan antara lain
V - 73
menanamkan nilai-nilai tradisional dan kearifan lokal masyarakat
terutama pada kalangan generasi muda dalam peran sertanya untuk
pembangunan.
Urusan Kearsipan dan Perpustakaan. Pembangunan Kearsipan
diprioritaskan pada tercapainya tata pengelolaan kearsipan daerah yang
lebih maju hingga pemerintahan desa sesuai perkembangan teknologi
informasi dan komunkasi; penuntasan pembangunan sarana dan
prasarana layanan perpustakaan daerah untuk meningkatkan minat dan
budaya baca pada masyarakat dan pelajar Kabupaten Bogor; dan
pengembangan perpustakaan tingkat SKPD, kecamatan hinga kelurahan
dan desa.
Urusan Ketahanan Pangan, Pertanian dan Kehutanan
diprioritaskan untuk mempertahankan mantapnya ketahanan pangan;
terwujudnya sistem pertanian industrial yang berdaya saing dengan
dicirikan oleh peningkatan usaha pertanian, peternakan, perikanan,
perkebunan serta kehutanan yang bernilai tambah tinggi dan
terintegrasi dalam satu sistem yang dibangun dengan kemitraan yang
sinergis dan adil dengan bertumpu pada sumberdaya lokal serta ilmu
pengetahuan dan teknologi berwawasan lingkungan. Sistem pertanian
industrial adalah sistem pertanian ideal agar usaha pertanian dapat
bertahan hidup, tumbuh dan berkembang secara berkelanjutan dalam
lingkungan persaingan global yang makin ketat.
Urusan Energi dan Sumber Daya Mineral. Pada tahap ini
diprioritaskan pada meningkatkan pasokan, cakupan dan kualitas
pelayanan infrastruktur energi dan ketenagalistrikan, meningkatkan
konservasi sumber daya mineral, meningkatkan pemantauan,
pembinaan, pengawasan pengusahaan dan nilai tambah sumber daya
mineral.
Urusan Pariwisata, diprioritaskan pada peningkatan kualitas
produk wisata yang didukung dengan sarana dan prasarana yang
memamdai serta mendorong tumbuhnya peluang usaha dan kesempatan
kerja untuk masyarakat sekitar.
Urusan Industri dan Perdagangan. Optimalisasi potensi sumber
daya industri dan perdagangan sebagai motor penggerak perekonomian
daerah di masa yang akan datang dan sebagai perwujudan kekuatan
V - 74
ekonomi kerakyatan yang mampu bersaing di pasar lokal maupun global
melalui peningkatan kemampuan kelembagaan, permodalan,
produktifitas dan pemasaran sehingga mampu meningkatkan pendapatan
masyarakat.
Memperkuat kelembagaan usaha industri dan perdagangan dalam
mengakses permodalan, memperbaiki lingkungan usaha dan
penyederhanaan proses perizinan serta memperluas dan meningkatkan
kualitas institusi pendukung yang menjalankan fungsi intermediasi
sebagai penyedia jasa pengembangan usaha, teknologi, manajemen,
pemasaran dan informasi.
Prioritas utama pada tahapan ini adalah pengembangan dan
percepatan pembangunan daerah untuk mewujudkan masyarakat
yang maju dan sejahtera melalui peningkatan kualitas dan relevansi
pendidikan dan peningkatan pelayanan kesehatan yang bermutu;
peningkatan kemampuan daya beli masyarakat; pemenuhan pelayanan
dasar yang bermutu, terutama infrastruktur wilayah untuk percepatan
pembangunan di setiap wilayah dan mengatasi ketimpangan
pembangunan antar wilayah; pengendalian pemanfaatan ruang dan
pengelolaan lingkungan hidup secara berkelanjutan disertai dengan
indikator pengelolaan lingkungan yang memenuhi baku mutu lingkungan
yang berlaku serta peningkatan penangulangan mitigasi bencana;
keberlanjutan pelaksanaan reformasi birokrasi sesuai dengan prinsip
tata kelola pemerintahan yang baik, bersih, berwibawa dan
bertanggungjawab.
V.3.4 RPJM Daerah Keempat (2018 – 2023)
Berlandaskan pelaksanaan, pencapaian, dan sebagai keberlanjutan
RPJM Daerah ketiga, maka RPJM Daerah keempat ditujukan untuk
optimalisasi pembangunan daerah di seluruh bidang/urusan
pemerintahan dengan menekankan pada terbangunnya struktur
perekonomian yang kokoh berlandaskan keunggulan kompetitif yang
didukung oleh SDM berkualitas dan berdaya saing, dengan tetap
mempertimbangkan pembangunan daerah yang berkelanjutan dan
reformasi birokrasi yang telah sesuai dengan prinsip-prinsip tata kelola
V - 75
pemerintahan yang baik, bersih, berwibawa dan bertanggungjawab
sebagaimana peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pada RPJM Daerah keempat ini, tahapan dan prioritasnya semakin
dioptimalkan pencapaiannya. Pada tahap ini, batas bawah status
pembangunan manusia terkategorikan tinggi (IPM=80) diproyeksikan
terwujud pada tahun 2022, dan di akhir tahapan akan terwujud IPM
sebesar 80,81.
Prioritas pembangunan pada tahap ini dapat diuraikan sebagai
berikut :
Urusan Pendidikan. Pembangunan pendidikan diprioritaskan untuk
peningkatan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) dan Angka Melek Huruf (AMH)
melalui Pemantapan Wajib Belajar 12 (dua belas) Tahun, serta
munculnya sekolah-sekolah unggulan di Kabupaten Bogor.
Urusan Kesehatan. Pembangunan kesehatan diprioritaskan untuk
meningkatkan Angka Harapan Hidup (AHH), penurunan Angka Kematian
Ibu dan Angka Kematian Bayi, melalui peningkatan persalinan oleh
tenaga kesehatan, peningkatan balita gizi baik dan yang diimunisasi
lengkap, peningkatan cakupan sanitasi dasar, peningkatan pemanfaatan
sarana pelayanan kesehatan dasar dan rujukan, peningkatan angka
kesembuhan penderita penyakit tertentu, penyusunan rancangan sistem
jaminan pemeliharaan kesehatan, dan peningkatan manajemen
kesehatan yang akuntabel, serta perintisan jumlah penduduk miskin
beserta anggota masyarakat lainnya untuk memasuki program jaminan
pemeliharaan kesehatan.
Urusan Lingkungan Hidup. Pembangunan Urusan Lingkungan Hidup
diprioritaskan pada optimalisasi pengelolaan lingkungan hidup melalui
kelayakan AMDAL, UKL/UPL dan RKL/RPL yang bersertifikat dalam
kegiatan usaha dan mulai terpenuhinya baku mutu lingkungan yang
berlaku; serta semakin optimalnya cakupan revegetasi lahan kritis dan
telah menjangkau sebagian besar dari luas lahan kritis yang ada.
Urusan Pekerjaan Umum, diprioritaskan pada mantapnya
penambahnya ruang terbuka hijau dan taman-taman kota di setiap
wilayah kecamatan.
Urusan Penataan Ruang. Pembangunan Penataan Ruang
diprioritaskan pada terpenuhinya seluruh rencana tata ruang secara
V - 76
detail untuk kota dan kawasan serta daerah yang tumbuh dengan pesat;
serta terkendalinya dengan optimal pemanfaatan ruang sesuai dengan
kaidah pengelolaan ruang dan lingkungan hidup yang berkelanjutan.
Urusan Perencanaan Pembangunan, diprioritaskan pada
optimalisasi peran serta masyarakat dan lembaga-lembaga masyarakat
dalam proses perencanaan pembangunan daerah dan pengawasan
pembangunan daerah yang mendukung penyelenggaraan pemerintahan
daerah, serta optimalisasi ketersediaan data akurat untuk kebutuhan
perencanaan pembangunan daerah.
Selain itu, perencanaan pembangunan diarahkan pada upaya yang
mendukung semakin mantapnya kenaikan nilai tambah PDRB dan
struktur ekonomi telah berada dalam sektor tersier dengan laju
pertumbuhan ekonomi yang berada di atas angka inflasi regional dan
rata-rata pertumbuhan ekonomi Propinsi Jawa Barat; serta pendapatan
per kapita dan upah minimum kabupaten serta upah minimum regional
mampu memenuhi kebutuhan hidup minimum.
Urusan Perumahan. Pembangunan urusan perumahan diarahkan
pada optimalisasi cakupan layanan air bersih di perdesaan dan
perkotaan, cakupan layanan persampahan, ketersediaan sarana tempat
layanan pemakaman umum, serta rasio dan cakupan rumah layak huni.
Urusan Kepemudaan dan Olah Raga. Pembangunan urusan
kepemudaan diarahkan pada penyiapan kemandirian pemuda dalam
mensejahterakan dirinya dan masyarakat di sekitarnya tanpa banyak
tergantung pada pihak lain. Adapun pengembangan keolahragaan
dilakukan melalui perwujudan Kabupaten Bogor sebagai kabupaten yang
mampu mencetak atlet berprestasi pada event provinsi dan nasional.
Urusan Penanaman Modal, diprioritaskan pada semakin mantapnya
tambahan jumlah maupun laju investasi di wilayah Kabupaten Bogor;
dan terus berkembangnya sentra-sentra unggulan yang baru tumbuh di
setiap wilayah Kabupaten Bogor.
Urusan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah. Pengembangan
KUKM di berbagai sektor perekonomian melalui peningkatan kualitas
serta kehandalan sehingga mempunyai daya tawar usaha dengan
meningkatkan produktivitas dan efisiensi dalam melakukan aktivitas
bisnisnya.
V - 77
Urusan Kependudukan dan Catatan Sipil, diprioritaskan pada
upaya mewujudkan kemandirian keluarga untuk menuju keluarga kecil
berkualitas serta peningkatkan kualitas data kependudukan.
Urusan Ketenagakerjaan. Pembangunan urusan ketenagakerjaan
pada aspek peningkatan kompetensi dan daya saing yang diarahkan
untuk peningkatan sarana, prasarana dan memperluas kurikulum yang
terkait dengan dengan dunia kerja pada pelatihan tenaga kerja yang
berbasis peluang kerja dan potensi lokal serta kewirausahaan.
Selain itu, penumbuhkembangan pelaksanaan hubungan industrial untuk
menciptakan produktivitas, kualitas, dan kesejahteraan pekerja.
Untuk transmigrasi diarahkan pada optimalisasi penyelenggaraan
program transmigrasi.
Urusan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Pembangunan bidang Bidang Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak diarahkan untuk peningkatan upaya pemberdayaan
perempuan berbasis kemandirian ekonomi, pendidikan dan kesehatan,
peningkatan upaya perlindungan terhadap perempuan dan anak melalui
pencegahan kekerasan dalam rumah tangga, pengembangan partisipasi
lembaga sosial masyarakat dalam penanganan permasalahan perempuan
dan anak dan peningkatan peran serta dan kesetaraan jender dalam
pembangunan.
Urusan Perhubungan. Pembangunan Perhubungan diprioritaskan
pada upaya penambahan jangkauan wilayah pelayanan moda
transportasi.
Urusan Komunikasi dan Informatika. Pembangunan Komunikasi
dan Informatika diprioritaskan pada pemantaban aksesibilitas
masyarakat terhadap teknologi informasi melalui upaya peningkatan
jangkauan layanan telekomunikasi di setiap desa/kelurahan.
Urusan Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri, diprioritaskan
untuk optimalisasi persatuan dan kesatuan bangsa di Kabupaten Bogor
berdasarkan agama; optimalisasi peran serta masyarakat dalam
memelihara keamanan, ketertiban dan ketentraman; optimalisasi
kondisi politik lokal yang demokratis melalui penguatan kelembagaan
politik yang ada ; optimalisasi teknologi dan alat deteksi dini terhadap
bencana gempa, banjir dan tanah longsor; serta optimalisasi
V - 78
kemampuan aparat, anggota masyarakat dan kelompok masyarakat
terampil dalam menangani bahaya bencana alam, pencegahan bencana
alam maupun mitigasi bencana serta meningkatnya perlindungan
masyarakat dan penanggulangan/penanganan korban bencana alam
maupun korban bencana sosial.
Urusan Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, Administrasi
Keuangan Daerah, Perangkat Daerah, Kepegawaian dan Persandian,
diprioritaskan pada optimalisasi kapasitas Pemerintah Kabupaten Bogor
dan DPRD Kabupaten Bogor dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerah; optimalisasi kualitas pelayanan dasar, perizinan dan pelayanan
publik yang lebih baik (better), lebih cepat (faster) dengan biaya wajar
menurut peraturan yang berlaku (cheaper) dalam lingkup kewenangan
Kabupaten Bogor serta memenuhi kepuasan pelanggan; optimalisasi
reformasi birokrasi ke arah pelayanan publik dengan dukungan teknologi
e-government dan teknologi informasi yang terkini untuk aspek
pelayanan perizinan investasi dan perizinan lainnya.
Bidang pendapatan daerah diarahkan pada optimalisasi kapasitas
pendapatan daerah yang lebih menekankan pada terbangunnya struktur
pendapatan yang kokoh, dengan prioritas : (1) optimalisasi kinerja
pemungutan pendapatan daerah dari semua sektor pendapatan daerah,
baik Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan serta Lain-lain
Pendapatan yang Sah; (2) optimalisasi penerapan sistem informasi
manajemen yang berbasis teknologi informasi dalam mengoptimalkan
efektifitas administrasi pendapatan daerah; (3) optimalisasi peningkatan
kompetensi dan kapasitas aparatur pemungut pendapatan dalam
mendorong pengembangan profesionalisme aparatur; (4) optimalisasi
pelaksanaan dan penggunaan media sosialisasi sehingga lebih mendorong
peningkatan pemahaman dan partsipasi masyarakat di bidang
pendapatan daerah.
Urusan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa. Pembangunan
Pemberdayaan Masyarakat dan Desa diarahkan pada peningkatan
pemberdayaan kelembagaan masyarakat desa dan potensi ekonomi
desa.
Urusan Sosial, diprioritaskan pada berkurangnya secara signifikan
jumlah pengangguran terbuka dan jumlah penduduk miskin di bawah
V - 79
rata-rata Provinsi Jawa Barat; serta pendapatan per kapita dan upah
minimum kabupaten serta upah minimum regional mampu memenuhi
kebutuhan hidup minimum.
Urusan Kebudayaan. Dalam Pembangunan urusan kebudayaan
diprioritaskan pada pelestarian nilai-nilai tradisional dan kearifan lokal
masyarakat Kabupaten Bogor. Upaya yang dilakukan antara lain
mengembangkan nilai-nilai tradisional dan kearifan lokal masyarakat
yang dapat dijadikan faktor penyeimbang terhadap perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Urusan Kearsipan dan Perpustakaan. Pembangunan Kearsipan
diprioritaskan pada terciptanya tata pengelolaan kearsipan yang
terintegrasi (integrated system) antara manual dan elektronik pada
tingkat SKPD dan kecamatan; serta perintisan pengembangan
perpustakaan desa/kelurahan yang berbasis teknologi informasi dan
komunkasi.
Urusan Ketahanan Pangan, Pertanian dan Kehutanan
diprioritaskan untuk mempertahankan mantapnya ketahanan pangan;
terciptanya kesempatan kerja penuh bagi masyarakat pertanian. Dalam
jangka panjang diharapkan seluruh angkatan kerja pertanian
mendapatkan pekerjaan penuh sehingga pengangguran terbuka maupun
terselubung tidak lagi permanen. Faktor kunci untuk itu adalah
meningkatnya kesempatan kerja di pedesaan dan meningkatnya
penyerapan tenaga kerja di pertanian, khususnya subsistem hilir.
Urusan Energi dan Sumber Daya Mineral. Pada tahap ini,
diharapkan semakin mantapnya pranata pengelolaan energi dan sumber
daya mineral dalam upaya kemandirian energi regional dengan
mengembangkan energi alternatif dan gerakan hemat energi bagi
masyarakat dan pelaku usaha.
Urusan Pariwisata, diprioritaskan pada pemasaran dan promosi
pariwisata untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan yang akan
berdampak pada investasi, tenaga kerja, kesejahteraan masyarakat dan
pendapatan daerah.
Urusan Industri dan Perdagangan. Pembangunan bidang
perindustrian dan perdagangan diarahkan untuk memperluas basis
kesempatan berusaha serta menumbuhkan wirausaha baru yang memiliki
V - 80
keunggulan untk mendorong pertumbuhan peningkatan ekspor dan
penciptaan lapangan kerja melalui pembangunan sentra-sentra industri,
pendekatan sistem kluster di sektor agribisnis dan agroindustri serta
meningkatkan keterkaitan industri kecil menengah dengan industri besar
dan sektor lainnya.
Pembangunan pusat-pusat perdagangan yang mampu menampung
ketersediaan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan pokok
masyarakat dan pusat promosi dan penjualan hasil industri kecil
menengah.
Prioritas utama pada tahapan ini adalah optimalisasi pembangunan
daerah untuk mewujudkan masyarakat yang maju dan sejahtera
melalui peningkatan kualitas dan relevansi pelayanan pendidikan di
jenjang SMA/SMK dan peningkatan pelayanan kesehatan yang bermutu
dan terjangkau dengan program jaminan pemeliharaan kesehatan;
peningkatan kemampuan daya beli masyarakat yang memenuhi
kebutuhan hidup minimum; pemenuhan pelayanan dasar yang bermutu,
mantap dan merata di setiap wilayah, terutama infrastruktur wilayah
untuk setiap wilayah dan teratasinya ketimpangan pembangunan antar
wilayah; optimalisasi pengendalian pemanfaatan ruang dan pengelolaan
lingkungan hidup secara berkelanjutan disertai dengan indikator
pengelolaan lingkungan yang memenuhi baku mutu lingkungan yang
berlaku serta peningkatan kapasitas dalam mitigasi bencana di
kabupaten Bogor; pemantapan pelaksanaan reformasi birokrasi sesuai
dengan tata kelola pemerintahan yang baik, bersih, berwibawa dan
bertanggungjawab.
V.3.5 RPJM Daerah Kelima (2023 – 2025)
Berlandaskan pelaksanaan, pencapaian, dan sebagai keberlanjutan
RPJM Daerah keempat, maka RPJM Daerah kelima ditujukan untuk
menyempurnakan pembangunan daerah di seluruh bidang/urusan
pemerintahan dengan tata ruang dan infrastruktur yang sudah melayani
seluruh wilayah di Kabupaten Bogor. Struktur dan pola pemanfaatan
ruang yang sudah sistematis akan memudahkan distribusi perekonomian
yang merata dengan pembangunan berkelanjutan, sehingga
kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Bogor diharapkan semakin
V - 81
terwujud. Kondisi pendidikan masyarakat telah berada pada penuntasan
wajib belajar 12 (dua belas) tahun disertai dengan derajat kesehatan
yang tinggi. Hal ini didukung sepenuhnya oleh optimalisasi pelaksanaan
reformasi birokrasi secara menyeluruh dengan menegakkan secara
konsisten prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik, bersih,
berwibawa dan bertanggungjawab.
Pada periode ini merupakan puncak atau klimaks dari
pembangunan menyeluruh di segala bidang di Kabupaten Bogor,
sehingga diharapkan visi dan misi Kabupaten Bogor dapat tercapai
secara optimal. Proyeksi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) pada akhir
kurun waktu RPJP Daerah 2005 - 2025 adalah sebesar 82,24.
Untuk periode berikutnya, harus dilakukan terlebih dahulu
evaluasi daerah secara menyeluruh sesuai dengan indikator Evaluasi
Kemampuan Penyelenggaraan Otonomi Daerah (EKPOD) sebagaimana
ketentuan yang berlaku. Hasil dari EKPOD harus dijadikan sebagai dasar
untuk merumuskan kembali visi, misi dan arah pembangunan Kabupaten
Bogor untuk 20 (dua puluh) tahun tahap kedua RPJPD Kabupaten Bogor.
VI - 1
BAB VI KAIDAH PELAKSANAAN
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Bogor Tahun
2005–2025 yang berisi visi, misi, dan arah pembangunan merupakan pedoman
bagi pemerintah dan masyarakat Kabupaten Bogor di dalam penyelenggaraan
pembangunan daerah 20 (dua puluh) tahun ke depan.
RPJPD ini disusun dengan mengacu pada RPJP Nasional dan RPJPD Provinsi Jawa
Barat, dan menjadi pedoman bagi Kepala Daerah terpilih dalam menyusun visi,
misi, dan program prioritas yang akan menjadi dasar dalam penyusunan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah dan Rencana Kerja Pemerintah
Daerah (RKPD). Keberhasilan pembangunan daerah dalam mewujudkan visi
“Kabupaten Bogor Maju dan Sejahtera Berlandaskan Iman dan Takwa” perlu
didukung oleh : (1) komitmen dari kepemimpinan daerah yang kuat dan
demokratis; (2) konsistensi kebijakan pemerintah; (3) keberpihakan kepada
rakyat; dan (4) peran serta masyarakat dan dunia usaha secara aktif.
PENJABAT BUPATI BOGOR,
SOEMIRAT
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR
NOMOR TAHUN
TENTANG
RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH KABUPATEN BOGOR TAHUN 2005 – 2025
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI BOGOR,
Menimbang : a. bahwa Kabupaten Bogor memerlukan perencanaan pembangunan jangka panjang sebagai arah pembangunan secara menyeluruh, yang dilakukan secara bertahap untuk mewujudkan masyarakat Kabupaten Bogor yang maju dan sejahtera;
b. bahwa Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional mengamanatkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah;
c. bahwa Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah sebagaimana dimaksud pada huruf b, merupakan dokumen perencanaan pembangunan daerah untuk periode 20 (dua puluh) tahun terhitung sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2025, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b dan huruf c, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Bogor Tahun 2005 – 2025;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pemerintahan Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Jawa Barat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 8);
2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851);
3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
5. Undang-Undang...
- 2 -
5. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
6. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
8. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
9. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Tahun 2005-2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700);
10. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4663);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 97, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4664);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembahan Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
15. Peraturan...
- 3 -
15. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 19, Tambahan Lembahan Negara Republik Indonesia Nomor 4815);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4817);
17. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833);
18. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur;
19. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 9 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2005 – 2025 (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2008 Nomor 8 Seri E);
20. Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 7 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan yang Menjadi Kewenangan Pemerintahan Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Bogor Tahun 2008 Nomor 7).
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BOGOR
dan
BUPATI BOGOR
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH KABUPATEN BOGOR TAHUN 2005 – 2025.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Bogor.
2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Bogor.
3. Bupati ...
- 4 -
3. Bupati adalah Bupati Bogor.
4. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025 yang selanjutnya disebut RPJP Daerah adalah dokumen perencanaan pembangunan daerah Kabupaten Bogor untuk periode 20 (dua puluh) tahun, terhitung sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2025, yang memuat visi, misi dan arah pembangunan jangka panjang daerah.
5. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Bogor, yang selanjutnya disebut RPJM Daerah adalah dokumen perencanaan pembangunan daerah Kabupaten Bogor untuk periode 5 (lima) tahunan yang merupakan penjabaran visi, misi dan program Bupati dengan berpedoman pada RPJP Daerah serta memperhatikan RPJM Provinsi.
6. Rencana Kerja Pembangunan Daerah Kabupaten Bogor yang selanjutnya disebut RKPD adalah dokumen perencanaan pembangunan daerah Kabupaten Bogor untuk periode 1 (satu) tahunan yang digunakan sebagai pedoman untuk menyusun Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Bogor;
7. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disebut APBD adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Bogor.
BAB II
Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah
Pasal 2
(1) RPJP Daerah berpedoman pada RPJP Provinsi dan RPJP Nasional.
(2) RPJP Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi pedoman dalam penyusunan RPJM Daerah yang memuat Visi, Misi dan Program Bupati.
(3) Periodisasi pembangunan jangka panjang daerah dibagi dalam tahapan pembangunan jangka menengah daerah, dengan tahun perencanaan yang disesuaikan dengan masa jabatan Bupati, yaitu RPJMD kesatu (tahun 2005-2008), RPJMD kedua (tahun 2008-2013), RPJMD ketiga (tahun 2013-2018), RPJMD keempat (tahun 2018-2023), dan RPJMD kelima (tahun 2023-2025).
Pasal 3 ...
- 5 -
Pasal 3
(1) Dalam rangka menjaga kesinambungan pembangunan dan untuk menghindarkan kekosongan rencana pembangunan daerah, Bupati yang sedang menjabat pada tahun terakhir jabatannya, diwajibkan menyusun RKPD untuk tahun pertama periode jabatan Bupati berikutnya.
(2) RKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai pedoman untuk menyusun APBD tahun pertama periode jabatan Bupati berikutnya.
BAB III
SISTEMATIKA RPJP DAERAH
Pasal 4
Sistematika Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025 disusun sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Berisi tentang latar belakang, pengertian, maksud dan tujuan, landasan penyusunan, sistematika, kerangka pikir serta proses penyusunan.
BAB II : GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH
Berisi tentang kondisi umum daerah menurut bidang pembangunan/urusan pemerintahan daerah.
BAB III : ANALISIS ISU – ISU STRATEGIS
Berisi pola penentuan isu-isu strategis, analisis SWOT, isu-isu strategis dan modal dasar.
BAB IV : VISI DAN MISI DAERAH
Berisi tentang Visi Pembangunan Daerah dan Misi Pembangunan Daerah.
BAB V : ARAH, TAHAPAN DAN PRIORITAS PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH TAHUN 2005-2025
Berisi tentang arah, tahapan dan prioritas pembangunan.
BAB VI : KAIDAH PELAKSANAAN
Pasal 5
Isi beserta uraian RPJP Daerah tercantum dalam Lampiran, sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
BAB IV ...
- 6 -
BAB IV
PENGENDALIAN DAN EVALUASI
Pasal 6
(1) Pemerintah Daerah melakukan pengendalian dan evaluasi terhadap pelaksanaan RPJP Daerah.
(2) Tata cara pengendalian dan evaluasi pelaksanaan RPJP Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan oleh Bupati.
Pasal 7
Program Pembangunan Daerah Periode Tahun 2005-2025 disusun dan dilaksanakan sesuai dengan RPJP Daerah.
BAB V
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 8
Pada saat Peraturan Daerah ini diberlakukan, Rencana Kerja Pembangunan Daerah Tahun Anggaran 2009 dinyatakan tetap berlaku.
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 9
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah.
Ditetapkan di Cibinong pada tanggal
PENJABAT BUPATI BOGOR,
SOEMIRAT Diundangkan di Cibinong pada tanggal SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN BOGOR,
ACHMAD SUNDAWA
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR TAHUN 2008 NOMOR ....