Download - Resume - Halal
PERAN PERGURUAN TINGGIDALAM PELAKSANAAN WAJIB SERTIFIKASI HALAL
MENURUT UNDANG-UNDANG JAMINAN PRODUK HALAL NO. 33 TAHUN 2014
(Disampaikan oleh Dr. Muhammad Yanis Musdja, M. Sc dalam kuliah tamu)
Makanan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Makanan
yang dikonsumsi setiap hari akan memberikan zat gizi yang dibutuhkan untuk
fungsi normal tubuh. Makanan yang dikonsumsi tidak cukup hanya termasuk dalam
kategori baik saja tetapi juga halal, khususnya untuk umat islam. Konsep kesehatan
dalam islam menyatakan bahwa makanan yang dikonsumsi tidak cukup hanya baik
tapi juga halal. Hal ini telah diatur dalam Al-Qur’an tentang bagaimana makanan
mengatur keseimbangan (kimia tubuh) yaitu dalam QS. Al-A’raf : 31 yang artinya
adalah “Wahai anak cucu Adam ! Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap
(memasuki masjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh, Allah
tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan”. Selain itu juga diungkapkan dalam
hadist mengenai manfaat berpuasa bagi kesehatan. Di mana saat berpuasa, terjadi
proses detoksifikasi, terjadi keseimbangan anabolisme dan katabolisme yang akan
membantu peremajaan sel. Perintah mengonsumsi makanan halal lagi baik juga
jelas tertulis dalam QS. Al-Baqarah : 168, di mana dalam ayat tersebut
memerintahkan umat manuia (muslim maupun non muslim) untuk memakan
makanan yang halal lagi baik. Perintah ini juga tertulis dalam QS. Al Maidah : 88,
QS Nahl : 114 serta QS Thaahaa : 81.
Indonesia terancam produk yang tidak halal dan baik. Contohnya adalah
keberadaan beras plastic, daging kadaluarsa yang direndam dalam NaNO3
sehingga penampilannya menjadi seperti daging baru, buah impor, makanan
berformalin dalam pengawetan makanan dan lain-lain. Selain makanan, juga
terdapat produk dan kosmetik yang tidak halal.
Makanan halal kini tidak hanya dicari oleh kalangan dari mereka yang muslim
tetapi mereka yang non-muslim juga saat ini sebagian besar telah beralih ke
makanan atau produk yang halal. Produk halal ini selanjutnya dijelaskan dalam
undang-undang Jaminan Produk Halal (JPH) No. 33 Tahun 2014. Dalam UU
tersebut dituliskan bahwa setiap produk halal harus mempunyai sertifikat halal, jika
ada produk yang diragukan kehalalannya maka harus dilakukan pengujian di
laboratorium.
Badan Jaminan Produk Halal (BPJPH) bertugas untuk merumuskan dan
menetapkan kebijakan, norma, standar prosedur dan kriterian JPH, menerbitkan
sertifikat halal, akreditasi terhadap Lembaga Pemeriksaan Halal (LPH), sosialisasi
dan pembinaan auditor halal. BPJPH kemudian akan bekerja sama dengan LPH
dan MUI serta kementrian/lembaga terkait. Dalam kerja sama BPJPH dan LPH
akan dilakukan dalam pemeriksaan dan pengujian terhadap produk. Dengan
demikian, LPH harus memiliki laboratorium, auditor halal minimal tiga orang.
Memiliki kantor dan perlengkapannya serta terakreditasi oleh BPJPH.
Pasal 14 undang-undang ini juga mengatur mengenai auditor produk halal
yang dapat menjadi lapangan pekerjaan baru dalam dunia kerja. Dalam tugasnya,
seorang auditor akan memeriksan bahan yang digunakan, pengolahan produk,
penyemblihan serta alat-alat dan bahan yang digunakan serta melengkapi data
pelaku usaha. Dalam UU JPH juga diatur mengenai ketentuan pidana bagi pelaku
usaha. Pidana penjara paling lama lima tahun atau denda sebesar 2M.
Pelaksanaan Wajib Sertifikai Halal menurut UU JPH No. 33 tahun 2016 akan
dimulai tahun 2017 mendatang. Sehingga akan ada ribuan produk diperiksa dan
pembentukan Lembaga Pemeriksaan Halal (LPH). BPJPH kemudian dapat atau
akan dibentuk di daerah untuk lebih memudahkan penyebaran produk halal
dikalangan masyarakat.