i
RELEVANSI ANTARA KONSEP PENDIDIKAN
SPIRITUAL SYAIKH ABDUL QADIR AL JAILANI
DENGAN KONSEP PENDIDIKAN ISLAM
DI INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan Guna Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam
Oleh:
Tri Miftakhul Janah
NIM 11112213
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2016
ii
iii
iv
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
Menjalankan perintah Allah, menjauhi segala larangan-Nya, dan ridho
terhadap ketetapan-Nya
(Syaikh Abdul Qadir Al Jailani)
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan untuk:
Suamiku Nur Arifin tercinta, yang selalu memberiku motivasi dalam
menjalani kehidupan ini dengan penuh kasih sayang, yang selalu
membimbing dan mengarahkanku dengan penuh kesabaran
Anakku tercinta Ahmad Hikam Asyauqi, yang selalu ceria untuk
menghiburku di sepanjang waktu
Orang tuaku yang telah membesarkan dan mendidikku serta selalu
mendoakanku di setiap langkahku untuk kesuksesanku
Mertuaku yang selalu mendoakanku
Kakak-kakakku, keponakanku dan segenap keluargaku yang selalu
mendukungku
Sahabat-sahabatku seperjuangan yang selalu memberiku semangat
dalam menimba ilmu
vi
KATA PENGANTAR
بسم ميحرلا نمحرلا هللا
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan Hidayah-Nya. Sholawat serta salam penulis
sanjungkan kepada baginda Rasulullah Muhammad SAW. Sehingga
penyusunan skripsi yang mengambil judul “Konsep Pendidikan Spiritual
Syaikh Abdul Qadir al Jailani” dapat diselesaikan.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari bahwa banyak
bantuan dari berbagai pihak, baik berupa material maupun spiritual.
Selanjutnya penulis haturkan ucapan terima kasih dan penghargaan
setinggi-tingginya kepada yang terhormat:
1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd selaku Rektor IAIN Salatiga
2. Bapak Suwardi, M.Pd selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan IAIN Salatiga
3. Ibu Hj. Siti Rukhayati, M.Ag selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama
Islam
4. Bapak Prof. Dr. H. Mansur, M.Ag selaku dosen pembimbing yang
senantiasa memberikan bimbingan sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan.
5. Bapak Drs. Ahmad Sulthoni,M.Pd selaku dosen pembimbing akademik
6. Bapak / Ibu dosen beserta karyawan IAIN Salatiga
7. Bapak dan Ibu tercinta
vii
8. Dan seluruh teman yang membantu dalam penulisan skripsi ini
viii
ABSTRAK
Miftakhul janah, Tri. 2016. 11112213. Konsep Pendidikan Spiritual Syaikh
Abdul Qadir al Jailani. Jurusan Pendidikan Agama Islam
Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam
Negeri Salatiga. Pembimbing: Prof. Dr. H. Mansur, M.Ag.
Kata kunci: Konsep Pendidikan Spiritual, Konsep Pendidikan di Indonesia
dan Syaikh Abdul Qadir al Jailani
Penulisan skripsi ini sebuah upaya untuk mengupas lebih dalam
tentang sosok waliyullah yang sangat terkenal, yakni Syaikh Abdul Qadir al
Jailani. Penulisan ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan dari
permasalahan: 1. Bagaimana biografi syaikh Abdul Qadir al Jailani? 2.
Bagaimana konsep pendidikan spiritual Syaikh Abdul Qadir al Jailani? 3.
Bagaimana relevansi antara konsep pendidikan spiritual Syaikh Abdul
Qadir al Jailani terhadap Pendidikan Islam di Indonesia?
Data penelitian untuk menjawab pertanyaan-pertanyan tersebut
penulis peroleh dari membaca buku-buku, artikel, kitab karya Syaikh Abdul
Qadir al Jailani, dan mencari di internet hal-hal yang berkaitan dengan
Syaikh Abdul Qadir al Jailani. Sehingga dapat dipastikan bahwa penelitian
ini termasuk penelitian library research.
Hasil dari penelitian dalam skripsi ini dapat diketahui bahwa Syaikh
Abdul Qadir Al Jailani adalah seseorang yang sangat terkenal kekeramatan
spiritualnya pada masa itu. Sehingga beliau diberi gelar Shulthanul Auliya‟,
sebuah gelar yang sangat mulia karena menjadi rajanya para wali. Adapun
konsep pendidikan spiritualnya yaitu konsep tauhid (kitab al fath ar rabbani
wal faidhu rahmani), konsep akhlaq atau adab (kitab al ghunyyah li thalib
thariqi al haq azza wa jalla), konsep thariqat (kitab sirr al asar), konsep
muamalah (kitab al ghunyah li thalibi thariqi al haq azza wa jalla). Relevansi
antara konsep pendidikan spiritual Syaikh Abdul Qadir Al Jaiani terhadap
konsep pendidikan Islam di Indonesia dapat ditemukan bahwa konsep
tauhid pada zaman Syaikh sangat ditekankan dalam mewujudkan
pembelajaran yang sempurna. Dan kini konsep tauhid juga digunakan
dalam konsep pendidikan Islam di Indonesia dalam mewujudkan
pembelajaran yang ideal.
Jadi, Syaikh Abdul Qadir Al Jailani sebagai waliyullah yang sangat
terkenal di masanya itu, dalam mengelola madrasahnya beliau sangat
menekankan konsep ketauhidan menjadi dasar sebuah proses pembelajaran
yang diampunya. Sehingga mampu, menciptakan generasi yang berakhlaq
mulia berdasarkan dengan spiritual. Sangatlah relevan dengan konsep
pendidikan di Indonesia yang juga menekankan konsep tauhid sebagai dasar
dalam proses pembelajaran yang islami.
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................... i
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN .................................................. ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................. iii
PENGESAHAN ........................................................................................... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ............................................................. v
KATA PENGANTAR ................................................................................ vi
ABSTRAK ................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ................................................................................................ x
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1
A. Latar Belakang ...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 4
C. Tujuan Penelitian .................................................................................. 4
D. Manfaat Penelitian ............................................................................... 5
E. Penegasan Istilah .................................................................................. 6
F. Metode Penelitian .................................................................................. 8
G. Sistematika Penulisan ........................................................................... 10
BAB II BIOGRAFI SYAIKH ABDUL QADIR AL JAILANI ............... 11
A. Riwayat Hidup Syaikh Abdul Qadir al Jailani .................................. 11
B. Guru-guru Syaikh Abdul Qadir al Jailani ......................................... 16
C. Murid-murid Syaikh Abdul Qadir al Jailani ..................................... 18
D. Karya-karya Syaikh Abdul Qadir al Jailani ...................................... 19
x
BAB III KONSEP PENDIDIKAN SPIRITUAL SYAIKH ABDUL
QADIR AL JAILANI ................................................................................. 23
A. Konsep Pendidikan Spiritual dalam Kitab Tafsir al Jailani dan kitab
Jalaaul khathir ....................................................................................... 23
B. Konsep Pendidikan Spiritual Al Fath al Rabbani wal Faidhu al Rahmani
............................................................................................................. 27
C. Konsep Pendidikan Spiritual dalam Kitab Futuh al Ghoib .............. 38
D. Konsep Pendidikan Spiritual dalam Kitab Al Ghunnyah li Thalibi
Thariqi al Haq „Azza wa Jalla ............................................................... 41
E. Konsep Pendidikan Spiritual dalam kitab Sirr al Asrar.................... 45
F. Klasifikasi Konsep Pendidikan Spiritual Syaikh Abdul Qadir Al Jailani 57
BAB IV PEMBAHASAN ........................................................................... 58
A. Konsep Pendidikan Syaikh Abdul Qadir Al Jailani .......................... 58
B. Konsep Pendidikan Islam di Indonesia ............................................... 59
C. Relevansi antara Konsep Pendidikan Spiritual Syaikh Abdul Qadir
al Jailani terhadap Pendidikan Islam di Indonesia ........................... 65
BAB V PENUTUP ....................................................................................... 66
A. Kesimpulan ............................................................................................ 66
B. Saran ...................................................................................................... 68
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 70
LAMPIRAN-LAMPIRAN ......................................................................... 74
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I : Daftar Riwayat Hidup
Lampiran II : Lembar Konsultasi
Lampiran III : Daftar Nilai SKK
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dengan berkembangnya segala sesuatu di alam semesta ini, dari
segi teknologi ataupun kecanggihan lainnya. Manusia memikirkan hal
dunia atau bisa dikatakan dengan hubbudunya, yang dapat diartikan
sebagai orang yang terlalu senang dengan dunia atau orang yang terlalu
cinta dengan dunia. Sehingga fikiran mereka terfokus untuk selalu bekerja,
bekerja dan bekerja. Padahal ada sosok sufi pada zaman dahulu yang
sangat terkenal akan kezuhudannya, terkenal akan kewira‟ianya. Wira‟i
yang dapat diartikan orang yang berhati-hati dalam urusan dunia. Beliau
ini sangatlah tidak tertarik dengan dunia sedikitpun, sehingga beliau dapat
menggapai ma‟rifat cinta kepada Allah.
Dengan pernyataan tersebut, penulis tertarik untuk mengetahui
seseorang Sulthanul Auliya‟ (Rajanya para wali) yakni Syeikh Abdul
Qadir al Jailani. Baliau ini adalah seorang sufi yang sangat terkenal. Beliau
juga pendiri sebuah thariqat yang diberi nama thariqat qodiriyah. Menurut
penulis, jika mengetahui cara beribadah seseorang yang sudah sangat
berhati-hati dalam hidup di dunia ini, maka makhluk di dunia akan berfikir
bagaimana cara dekat dengan Allah dengan meneladani orang-orang
mulia yang terdahulu. Karena, jaman modern seperti sekarang ini jika kita
tidak membuka mata hati untuk mengikuti ajaran-ajaran umat terdahulu
yang sudah pasti dijamin keselamatannya mungkin kekacauan di dunia ini
semakin merajalela. Sekarang sudah menjadi jaman kemrosotan etika,
2
moral, dan segala yang berhubungan dengan ilmu. Manusia di dunia ini
diciptakan tidak hanya untuk memikirkan dirinya sendiri saja, akan tetapi
juga harus memikirkan yang lain juga. Apalagi sudah tertera dalam al-
qur‟an surah at tahrim: 6, yang berbunyi:
يا أيها الزين آمنىا قىا أنفسكم وأهليكم ناسا وقىدها الناس والحجاسة عليها مالئكة
ما أمشهم ويف لىو ما ي مشوو الال ذاد ي ىو اا
Allah berfirman: ”Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah
dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahab bakarnya adalah
manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras,
yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan
kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”(Depag,
Al Qur‟an Terjemah: 560)
Dan surah anisa:9
وليقىلىا قى سذيذا قىا اا ية ض افا خافىا عليهم فليت وليخش الزين لى تشكىا من خلفهم رس
Allah berfirman: “Hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang
yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang
mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh sebab
itu, hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah, dan hendaklah mereka
berbicara dengan tutur kata yang benar” (Depag, Al Qur‟an Terjemah:
78)
Ayat ini melarang kita meninggalkan orang yang lemah, jika kita
khawatir akan kesejahteraan mereka.Dalam Islam manusia diciptakan
sebagai khalifah di dunia. Maka kita harus selalu belajar untuk taat kepada
Allah dan rasulnya. Setidaknya kita mampu melaksanakan kewajiban
sebagai umat muslim yakni yang berhubungan dengan rukun Islam
kemudian rukun iman serta hubungan antar makhluk.
Dalam buku yang berjudul Jalan Menuju Cinta Ilahi di petik dari
kitab Al Fathur Rabbani Wal Faidhurrahmani karangan Syaikh Abdul
Qadir al Jailani beliau menuliskan nasihat yang berbunyi: Wahai orang
yang sedikit ilmunya, belajarlah, kemudian pisahkan diri dari manusia
3
(Syaikh Abdul Qadir al Jailani,2007:16). Maksud dari perkataan beliau
adalah memisahkan hati kita dengan manusia-manusia,walau kita dalam
kebersamaan mereka. Karena menurut beliau secara lahir kita diciptakan
untuk memperbaiki manusia tetapi hati atau batin mereka tetap bersama
Alloh. Sungguh mulia ajaran sufi ini, beliau tidak pernah bakhil, apa yang
beliau terima maka akan diberikan kepada orang lain.
Sangat berbeda sekali dengan pendidikan pada masa sekarang ini
sudah banyak yang terlepas dari peneladanan tokoh yang ada di masa
dahulu. Banyak orang yang pandai tapi untuk dirinya sendiri, tak seperti di
zamannya Syaikh Abdul Qadir. Beliau setelah menerima ilmu dari
gurunya langsung diberikan kepada yang lainnya.
Sehingga pendidikan era modern ini mengalami kemerosotan
moral yang sangat drastis. Dengan berpegang dengan tokoh ulama yang
terdahulu, kemungkinan besar pendidikan di masa sekarang akan lebih
membaik lagi dalam persoalan akhlaq, tauhid, dan muamalah. Maka dari
itu, pemaparan biografi Syaikh Abdul Qadir Al Jailani dan penelaahan
kitab-kitab karangan Syaikh Abdul Qadir Al Jailani ini dapat menambah
wawasan sehingga pendidikan di masa sekarang mempunyai dasar islam
yang mendalam dengan meneladani seorang tokoh sufi.
Dari kata-kata mutiara yang indah tersebut sehingga penulis ingin
mengakat judul Konsep Pendidikan Spiritual Syaikh Abdul Qadir al
Jailani.
B. Rumusan Masalah
4
Berdasarkan latar belakang yang sudah dipaparkan di atas. Maka
perlu adanya rumusan masalah, yang akan dikaji dalam penelitian ini.
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas adalah
1. Bagaimana biografi Syaikh Abdul Qodir al Jailani?
2. Bagaimana konsep pendidikan spiritualnya Syaikh Abdul Qadir
al Jailani?
3. Bagaimana relevansi antara konsep pendidikan spiritual Syaikh
Abdul Qadir al Jailani terhadap pendidikan Islam di Indonesia?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dirumuskan di atas,
maka tujuan penelitian yang diharapkan adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui Biografi Syaikh Abdul Qadir al Jailani.
2. Untuk memahami dan menghayati konsep pendidikan spiritual
Syaikh Abdul Qadir al Jailani.
3. Untuk mengetahui relevansi antara konsep pendidikan spiritual
Syaikh Abdul Qadir Al Jailani terhadap pendidikan Islam di
Indonesia
D. Manfaat Penelitian
Segala perbuatan yang dilakukan diharapkan mengandung manfaat
baik bagi dirinya maupun bagi orang lain. Oleh sebab itu, berdasarkan
tujuan penelitian yang dilakukan penulis, maka penelitian ini diharapkan
mempunyai manfaat, sebagai berikut:
5
1. Manfaat bagi Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Sebagai
bahan dokumentasi bagi pengembangan ilmu pendidikan Islam,
dan menjadi masukan untuk lembaga agar mempunyai
pandangan yang luas terhadap ilmu ketasawufan.
2. Manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan
Sebagai sarana yang bisa dibaca dan bisa menjadi sumber
rujukan untuk memperoleh informasi yang terkait dengn ilmu
ketasawufan para auliya‟illah. Sehinggadapat mengembangkan
ilmu pengetahuan yang sebelumnya sudah ada.
3. Manfaat bagi peneliti
Menambah wawasan keilmuan tentang ketasawufan para
auliya‟, sehingga mampu menerapkan dalam kehidupan sehari-
hari.
E. Penegasan Istilah
Untuk mendapatkan pemahaman yang jelas dalam skripsi ini, perlu
penulis batasi ruang lingkup istilah yang berkaitan dengan skripsi ini.
Terutama yang berkaitan dengan istilah konsep, pendidikan, spiritual, dan
Syaikh Abdul Qadir al jailani. Yang mana ketiga istilah tersebut akan
sering di gunakan dalam tulisan skripsi ini.
1. Konsep
Konsep adalah ide abstrak yang dapat digunakan untuk
menggolongkan atau mengklasifikasikan sekumpulan objek yang
biasanya dinyatakan dengan suatu istilah atau rangkaian kata
(Soedjadi, 2000:14).
6
2. Pendidikan
Pendidikan dalam UU NO 20 tahun 2003 dijelaskan bahwa
pendidikan adalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat.
Sedangkan kata pendidikan dalam Kamus Umum Bahasa
Indonesia, pendidikan berasal dari kata didik yang berarti memelihara,
materi latihan mengenai ahlak dan kecerdasan pikiran, sehingga
pendidikan berarti proses mengubah sikap dan tingkah laku seseorang
atau kelompok orang dengan usaha mendewasakan manusia melalui
upaya pengajaran dan pelatihan proses, cara, perbuatan, mendidik (W.
J. S. Poerwadaminta,1999:250).
3. Spiritual
Spiritual adalah memiliki arah tujuan, yang secara terus
menerus meningkatkan kebijaksanaan dan kekuatan berkehendak dari
seseorang, mencapai hubungan yang lebih dekat dengan ketuhanan dan
alam semesta, dan menghilangkan ilusi dari gagasan salah yang berasal
dari indra, perasaan, dan pikiran. Spiritualitas memiliki dua proses,
pertama, proses ke atas, yang merupakan tumbuhnya kekuatan internal
yang mengubah hubungan seseorang dengan Tuhan. Kedua, proses ke
7
bawah yang ditandai dengan peningkatan realitas fisik seseorang
akibat perubahan internal (Hasan, 2006:289-290).
4. Syaikh Abdul Qadir al Jailani
Syaikh Abdul Qadir al Jailani adalah seorang sufi yang sangat
terkenal. Beliau seorang pencetus adanya tariqat, dimana tariqat itu
sendiri adalah jalan untuk menuju Alloh dengan mengamalkan dan
menghayati ajaran yang diterimanya. Biasanya tarekat ini diadakan di
sebuah pondok-pondok kemudian dilaksanakan secara bersama-sama.
Syaikh Abdul Qadir al Jailani ini adalah sosok wali Allah
paling dimuliakan, karena riyadhoh beliau sangatlah kuat dan hanya
mempunyai satu tujuan yaitu menggapai cinta Allah (Asrifin, tt. : 195).
F. Metode Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan beberapa
metode, diantaranya:
1. Sumber Data
Sumber data yang di peroleh dari buku-buku yang berhubungan
langsung dengan topik pembahasan. Sumber data di bagi
menjadi dua, yaitu
a. Sumber data primer yaitu data yang di ambil dari sumber
utamanya. Di sini penulis cantumkan beberapa sumber
primernya antara lain:
i. Qadir al jailani, Abdul. Tafsir al Jailani juz
1,Pakistan :Maktabah Ma‟rufiyah ,2010
8
ii. Qadir al Jailani, Abdul. Al-Fath al-Rabbani Wal-
Faidhu al-Rahmani.Kairo:Dar ar-Rayyan,tt
iii. Qadir al Jailani, Abdul. Futuh al Ghoib. Damaskus:
Khuquq at Thiba‟ Mahfudhoh li Nasyir, 1973
iv. Qadir al Jailani, Abdul. Jalaaul Khathir. Damaskus:
Dar Ibnu Qayyim, 1994
b. Sumber data sekunder yaitu sumber data yang di ambil dari
sumber data yang kedua. Yang berfungsi untuk penguat
dari sumber data yang utama. Antara lain:
i. Asrifin, Tokoh-Tokoh Shufi (Surabaya: Karya
Utama)
ii. Syaikh Muhammad Bin Yahya At-Tadafi, Qala‟id
Al- Jawahir, diterjemahkan ke dalam bahasa
indonesia menjadi Syaikh Abdul Qadir Al Jailani:
Mahkota Para Aulia (Jakarta: Prenada,2005)
iii. Syaikh Abdul Qadir al-Jailani, terjemah kitab Al-
Ghunyah Mencari Jalan Kebenaran (Yogyakarta:
Citra Risalah, 2010)
iv. Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani, Kutipan dari kitab
Al Fathur Rabbani wal Faidhur Rahmani,
diterjemahkan ke dalam bahasa indonesia menjadi
Jalan Menuju Cinta Ilahi, oleh Masrahan Ahmad
(Yogyakarta: Citra Media,2007)
2. Pengumpulan Data
9
Dalam penulisan skripsi ini penulis mengumpulkan data
dengan membaca buku-buku, majalah atau artikel, makalah,
dan mencari di website yang berkaitan dengan pembahasan
tentang Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani kemudian hasil
membaca tersebut diolah menjadi pembahasan yang dapat
mudah dipahami.
3. Analisis data
Melihat dari sumber-sumber yang ada hanyalah berupa buku-
buku maka penulisan skripsi ini termasuk penelitian library
research.
G. Sistematika Penulisan
Guna memperoleh gambaran yang jelas, dan mudah dalam
memahami isi pembahasan dari skripsi ini, maka penulis menyusun
sistematika penulisan sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan, membahas tentang latar belakang, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan
istilah, metode penelitian, serta sistematika penulisan.
BAB II Berisi tentang biografi dan sejarah kehidupannya Syaikh
Abdul Qadir al Jailani
BAB III Menguraikan pembahasan tentang konsep spiritualnya
Syaikh Abdul Qadir Al Jailani dari beberapa kitab
BAB IV Menguraikan relevansi antara konsep pendidikan spiritual
Syaikh Abdul Qadir Al Jailanidengan pendidikan Islam di
Indonesia
10
BAB V Penutup
BAB II
BIOGRAFI SYAIKH ABDUL QADIR AL JAILANI
A. Riwayat Hidup Syaikh Abdul Qadir Al Jailani
Syaikh Abdul Qadir Al Jailani lahir pada hari Senin pada bulan
Ramadhan pada tahun 470 H/ 1077 M di Jailan Thabaristan
(Asrifin,tt:193). Nama desa ini kemudian dinisbatkan kepada nama akhir
beliau yakni Al Jilani atau al jili (Muchsin Nur Hadi, 1993:16). Sedangkan
tahun kelahiran beliau yakni pada tahun 470 H ini berdasarkan atas ucapan
beliau kepada putranya (Abdurrazaq) bahwa beliau berusia 18 tahun ketika
memasuki Baghdad dan bertepatan dengan wafatnya At-Tamimi dan
Umari pada tahun 488 H (Syaikh Muhammad bin Yahya At Tadafi,
2005:339).
Syaikh Abdul Qadir Al- Jailani termasuk sayyid, keturunan Nabi
Muhammad SAW atau di Indonesia sering disebut habib. Marga beliau al
Hasani wal-husaini. Maksudnya al hasani adalah nasab dari jalur ayah,
sedangkan al husaini nasab dari jalur ibu. Ayahnya bernama Abu Shalih
Musa “Janki Daust.” (Samsul Ma‟arif, 2014:16-17).
Adapun nasab beliau dari garis keturunan ayah adalah Syaikh
Abdul Qadir Al Jailani bin Musa bin Janki Dusat bin Abi Abdillah bin
11
Yahya Zahid bin Muhammad bin Dawud bin Musa bin Abdillah al Mahdi
bin Hasan al Mutsanna bin Hasan as Sibthi bin Ali bin Abi Thalib wabni
Fatimah az Zahro al bathul binti Sayyidina Muhammad SAW. (Abu
Muhammad Shalih Mustamir Al Hajaini, tt: 11)
Sedangkan ibunya bernama Ummul Khoir Ummatul Jabbar
Fathimah adalah putri Sayyid Muhammad putra Abdulloh as-Shauma‟i,
putra Abi Jamaluddin as-Sayyid Muhammad, putra al-Iman Sayid
Mahmud bin Thahir, putra al-Imam Abi Atha‟, putra Sayyid Abdullah al-
Iman Sayid Kamaludin Isa, putra Imam Abi Alaudin Muhammad al-
Jawad, putra Ali Rido Imam bi Musa al Qadim, putra Ja‟far Shadiq, putra
Imam Muhammad al Baqir, putra Zaenal Abidin, putra Abi Abdillah al
Husain, putra Ali bin Abi Thalib (Samsul Ma‟arif, 2014:18).
Beliau sejak lahir sudah menunjukkan keistimewaan yang luar
biasa dibandingkan dengan bayi umumnya. Saat beliau lahir yaitu pada
bulan ramadhan, beliau tidak mau menyusu di saat siang hari dan menyusu
pada saat berbuka, bahkan beliau sampai di jadikan pertanda datangnya
bulan Ramadhan (Samsul Ma‟arif, 2014: 21). Ibu beliau Fatimah binti
Syaikh Abdullah Ash- Shaum‟i. Diriwayatkan darinya,” Setelah lahir
anakku Abdul Qadir tidak mau menyusu pada saat bula Ramadhan. Oleh
karena itu, jika orang-orang tidak dapat melihat hilal penentuan bulan
Ramadhan, mereka mendatangiku dan menanyakan hal tersebut padaku.
Jika aku menjawab, “Hari ini anakku tidak menyusu” maka orang-orang
pun mengerti bahwa bulan Ramadhan telah tiba. Bahwa beliau bayi yang
12
tidak menyusu pada bulan Ramadhan adalah sesuatu yang masyhur di
Jilan.
Diriwayatkan bahwa saat mengandung beliau, usia ibunya 60
tahun. Ada yang menyatakan bahwa tidak ada perempuan hamil pada usia
60 tahun kecuali wanita Quraish dan tidak ada wanita yang dapat hamil
pada usia 50 tahun kecuali wanita Quraish (Syaikh Muhammad bin Yahya
At-Tadafi, 2005: 2).
Beliau tergolong pemuda yang cerdas, pendiam, berbudi pekerti
luhur, penurut nasehat orang tua, dan sering bermenung diri ambil manfaat
nalarnya, cinta akan ilmu pengetahuan dan senang melakukan riyadlah dan
mujahadah melawan hawa nafsu, mencintai faqir miskin, dan gemar
beramar ma‟ruf dengan sesama manusia (Asrifin, tt: 194). Diriwayatkan
bahwa Syaikh Abdul Qadir sedikit bicara dan selalu menjaga apa yang
diucapkannya. Beliau selalu menerima tamu dan tidak pernah keluar dari
madrasahnya kecuali pada hari Jum‟at. Pada hari itu beliau pergi ke masjid
atau kamar kecil di masjid (Syaikh Muhammad bin Yahya At-
Tadafi,2005:11). Beliau sangat mudah meneteskan air mata, rendah hati,
menolong karena Alloh, tidak pernah menolak pengemis, dan masih
banyak lagi. Beliau menjadi pertolongan taufiq Allah sebagai dasar
hidupnya, kekuatan dari Allah sebagai jalannya, ilmunya sebagai
pembersih dosa, taqarrub kepada Allah sebagai penguat maqam
kewalianya, ma‟rifat kepada Allah sebagai bentengnya, firman berupa
perintah Allah menjadi perilakunya, bermesraan dengan Allah sebagai
kawan berbincangnya, lapang dda sebagai kecintaannya, kebenaran
13
sebagai lambang hidupnya, sifat penyantun sebagai wataknya, dan zikir
kepada Allah sebagai kata-katanya (Muchsin Nur Hadi, 1993: 17).
Ketika usia remaja, Syaikh Abdul Qadir mengetahui bahwa
menuntut ilmu wajib hukumnya dan merupakan obat bagi jiwa yang sakit,
kemudian beliau bertekad untuk menguasainya. Maka beliau pergi ke
imam-imam dan para syaikh sufi untuk mempelajari ushul dan furu‟
sampai beliau menguasai semua itu (Syaikh Muhammad bin Yahya At-
Tadafi, 2005:5). Beliau menuntut ilmu di Baghdad, sebelum memasuki
Baghdad beliau bertemu dengan nabi Khidir as. yang menghalanginya
masuk dan berkata,”aku tidak memiliki perintah yang membolehkanmu
memasuki Baghdad hingga 7 tahun ke depan.” Dan akhirnya beliau
bermukim di tepian Baghdad dan hidup dari sisa-sisa makanan selama 7
tahun sampai akhirnya ada perintah masuk ke Baghdad (Syaikh
Muhammad bin Yahya At-Tadafi, 2005:3).
Sesampainya di Baghdad, Syaikh Abdul Qadir al Jailani tak henti-
hentinya belajar dan terus belajar. sebagai seorang yang tergolong cerdas,
Abdul Qadir al Jailani sangat cepat dalam menguasai materi-materi yang
diajarkan oleh para gurunya. Selama belajar di Baghdad, karena
sedemikian jujur dan murah hati, ia kerap lapar. Hal ini bukan karena
kejujuran dan kemurahan hati Abdul Qadir al Jailani dapat menimbulkan
penderitaan, akan tetapi uang syaikh Abdul Qadir al Jailani banyak
digunakan untuk membantu teman-temannya yang lebih membutuhkan.
Meskipun demikian, ia tetap tegar dalam menjalani proses kehidupan
dalam mencari ilmu di Baghdad (Nur Kholis Anwar, 2015: 18), maka
14
dapatlah beliau menguasai segala pelajaran beliau.Beliau menjadi
pelajar yang paling baik di masa itu. Beliau telah membuktikan bahawa
beliau adalahmufti yang paling besar di zamannya. Tetapi hatinya
yang cenderung kepada kerohanian itu makinmemberontak hendak
keluar. Beliau selalu bermujahadah untuk menguasai nafsu amarah
yang adapada beliau itu. Beliau selalu berpuasa dan tidak mahu meminta
makanan dari sesiapa pun walaupun tidak makan beberapa hari lamanya.
Beliau mencari orang-orang sufi di Baghdad dan bergaul denganmereka.
Dalam mencari-cari itu bertemulah beliau dengan seorang sufi
bernama Hamad, seorang penjual syarabah (minuman) tetapi adalah
seorang wali Allah yang besar di zamannnya. Berangsur-angsurlah wali
ini membimbing Abdul Qadir dalam Thariqah Sufiah. Hamad ialah
seorang yang garangdan kasar dan layanan beliau terhadap Abdul
Qadir ini sangatlah teruk. Tetapi Abdul Qadirmemandang semua itu
sebagai cara membetulkan kerusakkan-kerusakkan yang ada pada dirinya
(Syaikh Abdul Qadir al Jailani, 2006: 2).
Suatu ketika saat beliau sedang ceramah, beliau melihat cahaya
terang benderang mendatangainya. Beliau bertanya,”Apa ini dan ada
apa?”, kemudian sebuah suara menjawab,”Rasulullah akan datang
menemuimu untuk memberikan selamat”.
Sinar tersebut semakin membesar dan beliau mulai masuk dalam
kondisi spiritual yang membuat setengah sadar. Lalu beliau melihat
Rasulullah di depan mimbar, mengambang di udara dan memanggil
beliau,” Wahai Abdul Qadir”. Begitu gembiranya beliau atas kedatangan
15
Rasulullah, kemudian beliau melangkah naik ke udara menghampiri
Rasulullah. Rasulullah meniup ke dalam mulutnya 7 kali. Kemudian
Sayyidina Ali datang meniup 3 kali. Rasulullah kemudian memakaikan
sebuah jubah kehormatan kepada beliau. Jubah yang dikhususkan kepada
orang-orang yang mendapat derajat Qutb dalam jenjang kewalian (Syaikh
Muhammad bin Yahya At Tadafi, 2005:33).
B. Guru-guru Syaikh Abdul Qadir Al Jailani
Beliau belajar dari banyak ulama‟ besar pada zamannya,
diantaranya:
1. Guru di bidang Tasawuf , Syaikh Abu Ya‟qub Yusuf bin Ayyub bin Yusuf
bin Husain Al-Wahrah Al-Hamdani (Syaikh Muhammad Yahya At-
Tadafi,2005:6)
2. Guru di bidang Fiqih, Abi Wafa‟ Ali bin „Aqil
3. Guru di bidang Adab,Abi Zakaria At Tibrizi
4. Guru di bidang Tariqat: Syaikh Abi Khoer Hammad bin Muslim bin
Darowatid Dibbas (Abdul Mufti bin Shalih, 2014: 1)
5. Guru di bidang Hadits antara lain: Sayyid Abul Barakat Thalhah al- Aquli,
Abul Ana‟im Muhammad ibn „Ali ibn Maimun al-Farsi, Abu „Utsman
Isma‟il ibn Muhammad al-Ishbihani, Abu Ghalib Muhammad ibn Hasan
al-Baqillani, Abu Muhammad Ja‟faribn Ahmad ibn al-Husaini, Sayyid
Muhammad Mukhtar al-Hasyimi, Sayyid Abu Manshur „Abdur Rahman
al-Qaz‟az dan Abul Qasim „Ali ibn Ahmad Ban‟an al-Karghi
16
6. Guru di bidang ilmu Qira‟at, Tafsir dan Syari‟at antara lain: Abu Zakaria
Yahya ibn Ali at-Tabrizi, Abu Sa‟id ibn Abdul Karim, Abul Ana‟im
Muhammad ibn Ali ibn Muhammad, Abu Sa‟id ibn Mubark al-Makhzumi
7. Guru di bidang Fiqih dan Ushul Fiqh antara lain: Syekh Abu al-Wafa „ibn
„aqil al- Hanbali, Abul Hasan Muhammad ibn Qadhi Abul Ula, Syekh
Abul Khatab Mahfuzh al-Hanbali, dan Qadhi Abu Sa‟id al-Mubrak ibn Ali
al-Makhzumi al-Hanbali.
Setelah menempuh pendidikan dengan tekun, Syaikh Abdul Qadir
al Jailani lulus dari Jami‟ah Nizhamiyah. Pada masa itu tidak ada satupun
alim di muka bumi yang lebih faqih dan saleh dibandingkan dengan
Syaikh Abdul Qadir al Jailani.
Abu Sa‟ad al-Mukharrimi yang membangun sekolah kecil-kecilan
di daerah Bab al-Azaj, memberikan kepercayaan, menyerahkan
pengelolaan sekolah itu sepenuhnya kepada Syaikh Abdul Qadir al-Jailani.
Beliau mengelola sekolah tersebut dengan sungguh-sungguh. Bermukim di
sana sambil memberikan nasihat kepada orang-orang di sekitar. Banyak
orang yang bertaubat setelah mendengar nasihat beliau, banyak pula orang
yang bersimpati kepada beliau lalu datang menimba ilmu di sekolah al azaj
hingga sekolahan itu tidak mampu menampung jama‟ahnya lagi (Samsul
Ma‟arif, 2014:31-32).
C. Murid-murid Syaikh Abdul Qadir Al Jailani
Adapun murid-murid Syekh Abdul Qadir al-Jilani yang menonjol,
terkenal, dan punya pengaruh, antara lain:
17
1. Al-Qadhi Abu Mahasin Umar bin Ali bin Hadhar al-Quraisyi (w. 575 H.).
Beliau hafidz Alqur‟an, fakih, dan ahli hadis. Beliau pernah menjabat
sebagai qadhi pada masa hidupnya. Wafat pada tahun 575 H.
2. Taqiyuddin Abu Muhammad Abdul Ghani bin Abdul Wahid bin Ali bin
Surur al-Maqdisi (w. 600 H.). Beliau hafidz Alquran, jujur, ahli ibadah,
ahli atsar, dan selalu ber-amar ma‟ruf nahi munkar. Beliau tinggal di
Baghdad sekaligus berguru kepada Syekh Abdul Qadir selama 50 malam.
3. Muwaffiquddin Abu Muhammad Abdullah bin Ahmad bin Muhammad
bin Qadamah al-Maqdusi. Beliau ahli fiqih dan tokoh mazhab Hanbali di
Damaskus. Dia pernah tinggal bersama Syekh Abdul Qadir selama 50
malam.
Dalam buku Mahkota Para Aulia diriwayatkan bahwa syaikh
Abdul Qadir al Jailani mempunyai 4 istri pada usia 51 tahun dan
mempunyai keturunan sebanyak 49 anak, laki-laki 27 dan perempuannya
ada 22 anak (Yahya at Tadafi,2003:103). Adapun anak laki-laki beliau
yang mempunyai pengaruh dalam pendidikan antara lain:
1. Abdul Wahab bin Abdul Qadir Al-Jilani (522-593 H.) beliau ahli dalam
bidang fiqih, menguasai perbandingan mazhab, orator, humoris, dan
berwibawa. Abdul Wahab diberi amanah oleh sang ayah untuk mengajar
fiqih di Madrasahnya
2. Abdul Razaq bin Abdul Qadir Al-Jilani. (528-593 H.). Beliau seorang
yang faqih dan ahli hadis ( Said, 2003:24-26)
3. Ibnu Rajab bin Abdul Qadir Al-Jilani. (521-593 H.) beliau adalah seorang
yang ahli fiqih.
18
4. Ibrahim bin Abdul Qadir Al-Jilani (508-600 H.) beliau adalah seorang
perawi hadis.
5. Musa bin Abdul Qadir Al-Jilani (530-618 H.). Bisa dikata beliau adalah
pelaku hidup sufistik.
6. Yahya bin Abdul Qadir Al-Jilani (550-600 H.). Beliau adalah anak bungsu
dari Syekh Abdul Qadir (Syaikh Muhammad bin Yahya At Tadafi,
2005:105-111).
D. Karya-karya Syaikh Abdul Qadir Al Jailani
Melihat proses belajar Syekh Abdul Qadir dan banyaknya guru-
guru beliau, tidak diragukan lagibhwa beliau ahli dalam berbagai
keilmuan. Disebutkan dalam Manaqib, bahwa setiap hari beliau
mengajarkan tiga belas bidang keilmuan Islam, yaitu Tafsir al-Qur‟an,
Hadits, Ilmu Khilaf, Ushul yakni Ushul kalam ( ushul fiqih), Ilmu Nahwu,
Ilmu Qira‟ah (tajwid), Ilmu Huruf, Ilmu Arudl wal Qawafi ,Ma‟ani, Ilmu
Badi‟, Ilmu Bayan, Ilmu Mantiq, dan Tasawuf (Thariqah).
Ada sebanyak empatpuluh sekretaris mencatat uraian yang
dipaparkan dan dikumpulkan menjadi satu hingga jadi sebuah buku dan
kitab,diantaranya sebagai berikut:
1. Tafsir al-Jailani
Kitab tafsir al jilani ini belum lama ditemukan oleh
keturunan beliau, setelah 30 tahun mengunjungi berbagai
perpustakaan di dunia. Manuskrip ini ditemukan di perpustakaan
Vatikan Italia, perpustakaan Qadiriyah, dan India.
19
Tafsir ini telah diterbitkan dalam bahasa Arab oleh Markaz
al-Jailani Turki. Beberapa kelebihan dari tafsir ini, diantaranya
adalah corak afektif syar‟i dan ilmiah yang begitu kental dalam
tafsir tersebut.
2. Al-Fath al-Rabbani Wa al-Faidhu al-Rahmani
Karya ini ditulis sekitar tahun 630 H/ 1145 M. Merupakan
bentuk tertulis (transkripsi) dari kumpulan tausiah yang pernah di
sampaikan beliau. Tiap satu pertemuan yang dibukukan ada 62
pertemuan. Format buku ini mirip dengan format pengajian Syekh
dalam berbagai majlisnya.
3. Futuh al Ghoib
Karya ini merupakan magnum opus(karya monumental)
Syekh Abdul Qadir al-Jailani. Karya ini adalah kompilasi dari 78
artikel yang di tulis Syekh berkaitan dengan suluk, akhlaq, dan
yang lain. Tema dan gaya bahasanya sama dengan al-Fath al
Rabbani.
4. Al Ghunyah li-Thalibi Thoriqi al-Haq‟Aza wa Jalla
Karya ini di pengaruhi, baik tema maupun bahasanya,
dengan krya al Ghazali Ihya‟ „Ulumuddin. Terlihat penggabungan
fikih, akhlaq dan prinsip suluk. Ia memulai dengan membicarakan
aspek ibadah, dilanjutkn dengan etika Islam, etik do‟a,
keistimewaan hari dan bulan tertentu, kemudian anjuran beribadah
20
sunah, etika seorang pelajar, tawakal, dan akhlaq yang baik
(Samsul Ma‟arif, 2014:52-56)
5. Al Auwradul Qadiriyah
Kitab ini merupakan wirid-wirid harian dan dzikir Syaikh
Abdul Qadir al Jailani. Dalam beberapa riwayat, beliau mempunyai
amalan wirid dan dzikir yang diamalkan pada waktu-waktu
tertentu, dan barangsiapa yang mengamalkannya maka akan
mendapat doa langsung dari hadratus syaikh.
6. Jalaaul Khathir
Kitab Jila‟ al-Khatir ini merupakan buah karya Syekh
Abdul Qadir yang sebagian besar membicarakan tentang
pemikiran sufistik beliau. Kitab ini dirangkai dalam bentuk
khutbah.
7. Sirr al Asrar
Kitab ini menjelaskan tentang bagaimana menempuh jalan
kesufian, mulai dari taubat, wirid dan berkhalwat. Karya ini sudah
di terjemahkan dalam bahasa Indonesia. Kitab ini sangat istimewa
sekali. Karena membahas tentang kehidupannya seorang sufi
secara mendalam.
Riwayat hidupnya Syaikh Abdul Qadir Al Jailani sungguh
istimewa, karena dari lahir beliau sudah kelihatan kelebihannya.
Sehingga mampu menjadi sosok syaikh yang sangat terkenal akan
kekeramatan dari ilmunya. Untuk menggapai tingkat kema‟rifatan Illahi
beliau menempuh jalan sufi, dengan berguru memperdalam ilmu
21
tasawuf, fiqih, hadits, tafsir, dan balaghohnya melalui banyak gugu
diantaranya Syaikh Abu Hammad. Ketika beliau sudah matang ilmunya,
beliau mampu menggetarkan hati jama‟ahnya yang berbondong-
bondong datang ke majlisnya, sehingga masyakatnya mampu
dikendalikan olehnya.
Sedangkan kitab-kitab karya Syaikh Abdul Qadir al Jailani masih
banyak lagi, hanya saja sumber pencarian yang sangat terbatas sehingga
penulis memperoleh kitabnya juga sangat terbatas. Kitab-kitab tersebut
isinya hampir sama, semua membahas tentang jalan kesufian untuk
meraih kemakrifatan. Seperti dalam kitab sirr al asrar yang mengupas
pembahasan dari asal usulnya manusia hingga meraih ma‟rifat dengan
sempurna.
22
BAB III
KONSEP PENDIDIKAN SPIRITUAL PERSPEKTIF SYAIKH ABDUL
QADIR AL JAILANI DALAM BEBERAPA KITAB
A. Konsep Pendidikan Spiritual dalam Kitab Tafsir al Jailani dan Kitab
Jalaaul Khathir
Kitab Tafsir al Jailani ini belum lama ditemukan oleh keturunan
beliau, setelah 30 tahun mengunjungi berbagai perpustakaan di
dunia.Manuskrip ini ditemukan di perpustakaan Vatikan Italia,
perpustakaan Qadiriyah dan India.Adapun konsep spiritual yang ada di
dalam kitab ini sebagai berikut, Syaikh Abdul Qadir al Jailani menafsirkan
al quran dengan jelas serta menggiring yang membaca untuk memahami al
qur‟an menggunakan pemahaman yang mendalam sehingga dapat
tercapainya peringkat ma‟rifat. Isi dari kitab ini penafsiran dari ayat-ayat
al qur‟an, sang Syaikh menjelaskan hal yang berhubungan spiritual
23
sangatlah jelas. Seperti halnya menjelaskan tentang taubat, zuhud, ma‟rifat
dan lain sebagainya.Intinya konsep spiritual dalam kitab ini setiap ayatnya
menggiring umat yang membaca masuk ke dalam pemahaman spiritual
tasawuf yang nantinya tercapai pada puncaknya, yaitu ma‟rifatullah.
Sedangkan kitab jalaaul khathir ini berbentuk khutbah seperti kitab
fathurrabbani wal faidhu al Rahmani, konsep spiritual dalam kitab Jalaaul
Khathir, yaitu sebagai berikut:
1. Taubat, taubat adalah pokok utama dalam kesufian. Sebab pada
hakikatnya manusia tidak pernah luput dari yang namanya dosa. Anjuran
Syekh Abdul Qadir dalam kitab Jalaaul Khatir, bertobatlah dari dosa-dosa
dan berpalinglah dari menyekutukan Allah. Agar Tuhan memberkahi kita
baik di dunia maupun di akhirat (Syaikh Abdul Qadir al Jailani, 2009: 27-
29).
2. Cinta, segala sesuatu bisa nampak indah dan membawa kebahagiaan jika
dilandasi dengan cinta. Adapun syarat dari cinta adalah ikhlas, tanpa
mengharap imbalan, sabar, dan setia. Kaum sufi dalam beribadah tidak
mengharap surga ataupun takut pada neraka, melainkan karena cinta
kepada Sang Pemilik Cinta yakni Allah, sehingga mereka ikhlas dalam
menjalankan ibadah karena ingin selalu memadu kasih dengan-Nya
(Syaikh Abdul Qadir al Jailani,2009:33)
3. Zuhud, zuhud dalam kitab jalaaul khathir, di jelaskan bahwa zuhud yaitu
meninggalakan yang haram, yang syubhat, dunia dan akhirat, dan syahwat
(Syaikh Abdul Qadir al Jailani,1994:33)
24
4. Takut, janganlah takut kepada siapapun (entah itu jin, manusia, hewan)
selain Allah. Takutlah jika Allah mendatangkan godaan yang selalu
menyerang setiap waktu, takutlah jika Allah mendatangkan malaikat maut
untuk mengambil nyawamu ketika engkau sedang melakukan kejelekan,
takutlah jika Allah menenggelamkanmu dalam lautan kemaksiatan, dan
takutlah jika Allah menyibukkanmu dalam urusan dunia (Syaikh Abdul
Qadir al Jailani,2009:55-58)
5. Sabar, sabar adalah fondasi kebaikan dan buah keimanan terhadap Allah.
Maka dari itu bertahanlah dengan kesabaran atas segala sesuatu yang
menerpa. Bersabar dalam menerima hukuman, atas kematian anggota
keluarga, atas hilangnya harta-benda, waktu mengalami kesulitan, dan
menyingkirkan hawa nafsu (Syaikh Abdul Qadir al Jailani,2009:59)
6. Ikhlas, menurut Sang Syaikh Ikhlas itu tidak ada nilainya. Karena
keikhlasan tidak dapat diukur. Hanya Allahlah yang tau tentang
keikhlasan. Sedikit batin berkata tentang sesuatu atau perbuatan sesuatu
saja sudah batal ikhlasnya.
7. Jujur, orang yang jujur mempunyai kepribadian rendah hati, bisa
mengendalikan nafsu, dan menjauhi kejahatan. Sebab orang yang
mempunyai sifat jujur memandang dengan cahaya Allah bukan dengan
cahaya matanya, bukan pula dengan cahaya lampu, rembulan, ataupun
matahari (Syaikh Abdul Qadir al Jailani,2009:181)
8. Bertaqwa kepada Allah. Berserah diri kepada Allah itu penting. Karena
sifat ini akan menjadi kunci bersyukur seseorang dalam menjalani sebuah
kehidupan.
25
9. Berjuang, berjuang di dalam kitab ini berarti berjuang melawan diri dari
berbagai macam serangan yang menyerang dan memaksa diri untuk selalu
berpegang teguh pada Alquran dan hadis yang menunjukkan keutamaan.
Berjuang sebisa mungkin hingga hati merasa tenang dan kesabaran
pundidapat. Untuk mendapatkan kesabaran dibutuhkan hati yang suci,
maka dari itu cucilah hati jika dia masih kotor.
10. Zikir (mengingat Allah). Setiap saat bahkan setiap detik, seorang hamba
zauk harus mengingat Allah. Dan Allah selalu dalam hatinya karena setiap
kali orang berpaling dari Allah hatinya akan terasa terbakar bagi zauk
yang sudah tingkat tinggi.
11. Pengetahuan, dalam kitab Jalaaul khathir Syekh Abdul Qadir
mengibaratkan, pengetahuan sebagai pedang. Pedang tanpa tangan tidak
akan mampu memotong, begitu juga sebaliknya. Maka dari itu carilah
ilmu pengetahuan secara lahiriah dan bertindak secara batin dengan
keikhlasan (Syaikh Abdul Qadir al Jailani,2009:150)
12. Mengasingkan diri, dalam hal pengasingan diri, Syekh Abdul Qadir dalam
kitabnya melarang kita masuk kamar bersama kebodohan. Sehingga
belajarlah terlebih dahulu agar mendapat pengetahuan baru kemudian
istirahat (Syaikh Abdul Qadir al Jailani, 2009:168-169).
Jadi, konsep pendidikan spiritual dari kitabnya Syaikh Abdul
Qadir al Jailani itu satu sama lain selalu berkaitan, karena konsep-konsep
yang telah di sebutkan di atas adalah konsep pokok untuk meraih
kema‟rifatan melalui jalur tasawuf. Kitab Tafsir al Jailani membahas lebih
detail tentang konsep-konsep spiritualnya melalui penafsiran ayat-ayat dari
26
al qur‟an, karena Sang Syaikh menggunakan metode tahlili untuk
penafsirannya. Sedangkan dalam kitab jalaaul khathir ini beliau
menyampaikan konsep spiritual ini berupa khutbah seperti halnya dalam
kitab Fathurrabbani wal Faidhu al Rahmani.
B. Konsep Pendidikan Spiritual dalam Kitab Al Fath al Rabbani wal
Faidhu al Rahmani
Konsep pendidikan spiritual dalam kitab Fath al Rabbani wal
faidhu al rahmani tidak hanya konsep pendidikan untuk membangun
karakter akhlaq saja. Kitab Fath al Rabbani wal Faidhu al Rahmani
menjelaskan setidaknya menjadi manusia yang sempurna dari segi akhlaq
sesama manusia dan akhlaq yang karimah dalam meraih hakikat cinta
kepada Allah melalui maqamat-maqamat yang ditempuh Syaikh Abdul
Qadir al Jailani. Kitab ini adalah salah satu kitab karangan Syekh Abdul
Qadir al-Jilani yang menjabarkan tentang wasiat yang berupa nasehat-
nasehat di 62 majlis dari tanggal 3 Syawal 545 H. sampai akhir bulan
Rajab 546 H. Dari kitab ini penulis akan menjabarkan wasiat Syekh Abdul
Qadir al-Jilani yang berupa nasehat-nasehat yang condong pada pemikiran
spiritual, diantaranya:
1. Tidak boleh menentang takdir Allah swt (Abdul Qadir al Jailani,tt:9-16)
Dalam majlis pertama yang bertepatan pada tanggal 3 Syawal 545
H., Syekh Abdul Qadir al-Jilani menyampaikan sebuah nasehat agar kita
selaku orang muslim senantiasa taat kepada Allah, jangan sampai
27
membantah kebijakan-Nya. Suratan takdir yang telah ditetapkan oleh
Allah pada hamba-Nya haruslah diterima oleh sang hamba dengan penuh
keikhlasan dan hati yang lapang. Namun, tidak bisa dipungkiri jika
manusia selaku hamba sering kali menentang takdir. Ini dikarenakan
kebanyakan hati manusia dikuasai oleh nafsu, dan nafsu sifatnyamemang
selalu menentang, munafik, pendusta, dan pendosa. Hanya segelintir
hamba saja yang bisa mengendalikan atau memenjarakan nafsunya (Abdul
Qadir al Jailani,2009:1-8.)
Menentang Al-Haq Azza wa Jalla atas takdir yang telah
ditentukan-Nya berarti kematian agama, kematian tauhid, bahkan
kematian tawakkal dan keikhlasan. Hati seorang mukmin tidak mengenal
kata mengapa dan bagaimana, tetapi ia hnya berkat,”Baik”. Nafsu memang
mempunyai waktu untuk suka menentang. Semua nafsu itu amat jahat.
Bila dilatih dan menjadi jinak, maka ia menjadi sangat baik. Hati
dikatakan baik bila diisi dengan takw, tawakal, tauhid, dn ikhlas kepda-
Nya dalam semua amalan (Abdul Qadir al Jailani,2007:1-3)
2. Faqir (Abdul Qadir al Jailani,tt:17-20)
Dalam majlis kedua yang bertepatan pada tanggal 5 Syawal 545 H.
Syekh Abdul Qadir al-Jilani menyampaikan sebuah wasiat tentang
kefakiran. Kehidupan seorang sufi itu identik dengan fakir dan tidak
terlena oleh duniawi, sebab dunia itu sifatnya tidak kekal. Seorang sufi
selalu mensyukuri nikmat yang telah diberikan oleh Allah entah itu banyak
ataupun sedikit, selalu sabar akan ujian yang diberikan oleh Allah
meskipun cobaan itu membawa penuh penderitaan, selalu meninggalkan
28
ajang kemaksiatan, hanya memakan makanan dari meja ketaatan, dan
ikhlas menerima qaza‛ dan qadar Allah (Abdul Qadir al Jailani, 2009:12-
17).
3. Larangan berangan-angan menjadi orang kaya (Abdul Qadir al
Jailani,tt:21-26)
Dalam majlis ketiga yang bertepatan pada tanggal 8 Syawal 545 H.
Syekh Abdul Qadir menyampaikan nasehat berupa larangan untuk
berangan-angan menjadi kaya. Karena berangan-angan itu adalah suatu
perkara yang merugikan dan membinasakan jika tidak disertai dengan
usaha. Yang menjadi tekanan dalam larangan beliau yakni jangan sampai
tenggelam dalam angan-angan duniawi yang melenakan dan bersifat semu.
Alangkah lebih baik jika bersikap qanaah, sebab qanaah merupakan
kekayaan yang tidak akan ada habisnya (Abdul Qadir al Jailani,2009:18-
27).
4. Taubat (Abdul Qadir al Jailani,tt:28-23)
Dalam majlis keempat yang bertepatan pada tanggal 10 Syawal
545 H., Syekh Abdul Qadir menyampaikan nasehat agar sebagai seorang
hamba yang tidak pernah luput dari dosa senantiasa bertaubat kepada
Allah, selagi pintu taubat masih dibuka untuknya. Jangan biarkan waktu
berlalu dengan sia-sia, manfaatkan waktu yang ada sebaik mungkin untuk
menanam kebaikan selama masih hidup di dunia. Karena dunia
merupakan ladang akhirat (Abdul Qadir al Jailani,2009:29-31)
5. Sabar
29
Dalam majlis ketujuh, yang bertepatan pada tanggal 17 Syawal
545 H., Syekh Abdul Qadir menyampaikan nasehat tentang kesabaran.
Menurut beliau, sabar dalam urusan dunia itu lebih baik, karena dunia
adalah sarang penyakit dan sering membawa musibah (Abdul Qdir al
Jailani,2009:49).
6. Ikhlas
Dalam majlis kesepuluh yang bertepatan pada tanggal 14 Syawal
545 H., Syekh Abdul Qadir menyampaikan nasehat agar selalu ikhlas
dalam beribadah “jangan merasa terbebani dalam beribadah”. Landasan
melaksanakan ibadah adalah keikhlasan, jika ada orang melaksanakan
ibadah namun hatinya tidak ikhlas berarti ia tergolong orang yang munafik
(Abdul Qadir al Jailani,2009:59)
7. Ma‟rifatullah
Dalam majlis kesebelas yang bertepatan pada tanggal 19 Syawal
545 H., Syekh Abdul Qadir menyampaikan anjuran untuk mengenal Allah.
Manusia selaku seorang hamba haruslah mengenal penciptanya. Allah
sebagai Dzat Yang Maha Pencipta adalah Dzat yang wajib dipatuhi segala
perintahnya. Jika seorang mengenal betul Dzat yang menciptakannya,
maka ia akan menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi segala
laranganNya. Tidak sedikit di antara hamba Allah yang mengenalnya
namun tidak mengindahkan perintah dan larangan yang telah ditetapkan
olehNya sehingga masuk dalam jurang kemaksiatan bukan lembah
ketaatan. Padahal seyogyanya kemaksiatan adalah penyakit dan ketaatan
adalah obatnya. Namun mengapa banyak manusia yang memilih suatu
30
penyakit, dan lebih parahnya lagi ia tidak segera berobat (Abdul Qadir al
Jailani,2009:67-72)
8. Jangan Mencari Selain Allah
Dalam majlis kedua-belas yang bertepatan pada tanggal 2
Dzulqa‟dah 545 H., Syekh Abdul Qadir menyampaikan nesehat agar tidak
meminta kepada selain hanya Allah-lah yang pantas untuk dimintai. Sering
kali manusia menggantungkan diri atau meminta kepada sesama manusia
yang nota bene-nya adalah sama-sama hamba Allah (makhluk). Ingatlah,
jika ada baik pasti ada buruk, jika ada manis pasti ada pahit, jika ada keruh
pasti ada jernih. Dan jika seseorang menginginkan kejernihan total maka
janganlah menggantungkan diri kepada selain Allah. Jikalau sudah
demikian maka ia akan memperoleh kedamaian, kenikmatan, dan
kegembiraan dengan rasa yang manis (Abdul Qadir al Jailani,2009:74-79)
9. Mendahulukan Akhirat atas Dunia
Dalam majlis ketiga-belas yang bertepatan pada tanggal 4
dzulqo‟dah 545 H, Syekh Abdul Qadir menganjurkan untuk lebih
mengutamakan akhirat daripada dunia. Sebab dengan demikian maka ia
akan mendapatkan keduanya. Namun jika seseorang memilih untuk lebih
mengutamakan dunia daripada akhirat, maka ia tidak akan mendapatkan
keduanya (Abdul Qadir al Jailani,2009:81)
10. Jangan Munafik
Dalam majlis keempat-belas yang bertepatan pada tanggal 7
Dzulqa‟dah545 H., Syekh Abdul Qadir menganjurkan agar seseorang tidak
memelihara sifat munafik. Dalam mengarungi kehidupan pastilah manusia
31
diberi ujian oleh Allah. Hal ini untuk mendeteksi mana yang berhati
munafik dan mana yang ikhlas (Abdul Qdir al Jailani,2009:87-92)
11. Beramal Dengan Al-Qur‟an
Dalam majlis keenam-belas yang bertepatan pada tanggal 11
Dzulqa‟dah 545 H., Syekh Abdul Qadir menyampaikan nasehat agar
senantiasa mengamalkan Alquran. Sebab dengan mengamalkan Alquran,
maka seorang hamba akan dinaikkan derajatnya oleh Allah (Abdul Qadir
al Jailani,99)
12. Jihad Terhadap Hawa Nafsu dan Syaitan
Dalam majlis kedelapan-belas yang bertepatan pada tanggal 16
Dzulqa‟dah 545 H., Syekh Abdul Qadir memberi nasehat untuk jihad
melawan hawa nafsu dan setan. Jihad menurut Syekh Abdul Qadir ada 2
kategori, yakni: jihad batin (melawan hawa nafsu, bertobat dari
kemaksiatan) dan jihad lahir (jihad melawan kaum kafir). Namun, jihad
batin lebih sulit jika dibandingkan dengan jihad lahir (Abdul Qdir al
Jailani,2009:110)
13. Usir Hubbudunya
Dalam majlis keduapuluh-dua yang bertepatan pada akhir bulan
Dzulqa‟dah 545 H., Syekh Abdul Qadir memberi nasehat agar kita
membersihkan hati dari cinta terhadap dunia. Sebab dunia itu penuh tipu
daya, awalnya dunia bersikap manis namun kemudian berubah menjadi
pahit. Maka dari itu lihatlah kecacatan demi kecacatan yang dimiliki oleh
dunia dengan mata hati (Abdul Qdir al Jailani,2009:134-135)
14. Zuhud
32
Dalam majlis keduapuluh-lima yang bertepatan pada tanggal 19
Dzulhijjah 545 H., Syekh Abdul Qadir memberi nasehat untuk zuhud
terhadap dunia. Makna zuhud identik dengan tasawuf yakni bersih atau
jernih. Maka orang yang bertasawuf atau seorang sufi itu hatinya bersih
dari selain Allah dengan melalui proses yang panjang, tidak hanya dalam
kekejap mata bisa langsung mengubah pola pakaian orang sufi,
menguruskan badan, memucatkan muka, dan memutar tasbih dengan jari.
Orang yang zuhud harus bisa mengeluarkan makhluk dari hatinya, karena
hatinya hanya tertuju pada Allah (Abdul Qadir al Jailani,2009:157-160).
15. Ikhlas
Dalam majlis ketigapuluh-enam yang bertepatan pada tanggal 2
Rajab 545 H., Syekh Abdul Qadir memberi nasehat agar kita selalu ikhlas
dalam beramal lillahi ta‟ala. Jika kita mampu untuk memberi, maka
segera lakukan hal itu, dan jangan mengharap untuk diberi. Jika kita
mampu untuk melayani, maka segera lakukan hal itu, dan jangan
mengharap untuk dilayani. Jika kita mampu untuk beramal, maka beramal-
lah jangan mengharap imbalan apapun. Lakukan semua dengan hati yang
ikhlas (Abdul Qadir al Jailani,2009:208-209)
16. Mahabbah
Dalam majlis keempatpuluh-satu, Syekh Abdul Qadir memberi
nasehat untuk selalu mencintai Sang Pemilik Cinta yakni Allah. Seseorang
yang lagi dimabuk cinta akan menyerahkan apa yang dimilikinya kepada
kekasihnya. Jika seseorang mencintai Allah, maka ia akan menyerahkan
segala apa yang dimilikinya kepada Allah, ia pun juga pasrah dengan
33
segala ketetapan yang dibuat oleh Allah untuknya (Abdul Qadir al
Jailani,2009:239)
17. Taqwa
Dalam majlis keempatpuluh-dua yang bertepatan pada tanggal 19
Rajab 545 H., Syekh Abdul Qadir memberi nasehat untuk bertaqwa
kepada Allah. Karena dengan bertaqwa maka kedudukan seorang hamba
menjadi mulia (Abdul Qadir al Jailani,2009:243).
18. Iman
Dalam majlis keempatpuluh-empat yang bertepatan pada tanggal
13 Rajab 545 H., Syekh Abdul Qadir mengatakan bahwasanya dunia
adalah penjara bagi orang yang beriman. Maka barang siapa yang beriman
maka selama hidup di dunia ini batinnya akan merasa berada dalam
penjara, meskipun kondisinya bergelimang harta dan kedudukan. Dia ingin
melepaskan diri dari dunia, kemudian berlanjut melepaskan diri dari
akhirat, dan hanya ingin mendekatkan diri kepada Sang Khaliq (Abdul
Qadir al Jailani,2009:256-257)
19. Murah Hati
Dalam majlis keempatpuluh-sembilan yang bertepatan pada
tanggal 11 Sya‟ban 545 H., Syekh Abdul Qadir memberi nasehat agar
selalu murah hati dan memberi orang yang meminta. Sebab masih berlaku
hukum take and give, barang siapa yang memberi pasti akan diberi
balasan yang lebih banyak hingga kelipatannya. Bila Allah mengambil
hartamu, kesehatanmu, ataupun anakmu, tetaplah tersenyum dalam
menghadapi suratan takdir yang telah ditetapkanNya. Sembunyikan gurat
34
kesedihan, tunjukkan jiwa yang sabar dan penuh keikhlasan dalam
menerima segala keadaan, tanpa protes sedikitpun. Selalu bermurah hati
lah dan utamakan kebutuhan orang lain dalam rangka mencapai ketaatan
kepada Allah (Abdul Qadir al Jailani,2009:283-293)
20. Mengosongkan Diri
Dalam majlis kelimapuluh yang bertepatan pada tanggal 18
Sya‟ban 545 H., Syekh Abdul Qadir memberi petuah tentang sebuah
kewajiban untuk mengosongkan diri dari keinginan-keinginan duniawi
dengan cara menyibukkan diri dalam rangka memperbaiki diri, mengisi
waktu dengan kebaikan dan meninggalkan segala hal yang tidak
bermanfaat dan berpaling dari keinginan-keinginan yang bersifat duniawi
(Abdul Qdir al Jailani,2009:297). Jangan sampai dunia masuk dalam
hatimu, akan tetapi taruhlah dunia dalam genggaman tanganmu dan kuasai
ia, jangan sampai engkau yang dikuasai olehnya (Abdul Qadir al
Jailani,2009:313)
21. Taqorrub kepada Allah
Dalam majlis kelimapuluh-enam yang bertepatan pada tanggal 19
Ramadhan 545 H., Syekh Abdul Qadir memberi nasehat agar kita
mendekatkan diri kepada Allah, merasa selalu diawasi oleh-Nya, dan
selalu takut pada-Nya. Karena pada hakekatnya takut kepada Allah
merupakan mutiara berharga dan penerang bagi hati, dan pendekatan pada
zuhud. Jika ada kehidupan pasti ada kematian, jika ada awal pasti ada
akhir, jika ada gelap pasti ada terang, jika ada terang pasti ada cahaya.
Kehidupan, kematian, awal, akhir, gelap, terang, dan cahaya. Kesemuanya
35
itu yang menciptakan adalah Allah. Maka dari itu kita selaku hamba-Nya
haruslah selalu bermuraqabah padaNya (Abdul Qadir al Jailani,2009:352-
353)
22. Meninggalkan Sesuatu yang Tidak Berguna
Dalam majlis ke enampuluh, di madrasah Beliau yang bertepatan
pada hari selasa, 13 Rajab 546 H. Syaikh Abdul Qadir al Jailani memberi
nasihat tentang hal-hal yang tidak berguna supaya ditinggalkan. Orang
yang baik keislamannya hanya akan melakukan sesuatu yang berguna dan
meninggalkan sesuatu yang tidak berguna baginya. Berusahalah
menyucikan hatimu terlebih dahulu, kemudian barulah kamu akan diberi
ma‟rifat. Jika kamu meninggalkan yang pokok, maka tidak akan diterima
kesibukanmu yang merupakan cabang. Kesucian badan tidak berguna jika
hati masih najis. Sucikanlah badanmu dengan sunnah, dan sucikanlah
hatimu dengan mengamalkan al qur‟an (Syaikh Abdul Qadir al Jailani,
2007:19-20)
23. Tauhid
Dalam majlis keenampuluh-dua yang bertepatan pada akhir bulan
Rajab 546 H., Syekh Abdul Qadir memberi nasehat tentang tauhid. Ajaran
tauhid ini merupakan obat sedangkan dunia adalah penyakit. Maka
berhati-hatilah dengan penyakit dan segera obati penyakit jika engkau
terserang olehnya dengan cara mencintai Allah seutuhnya. Dengan
demikian Allah pun akan mencintaimu, engkau akan dilindungi dari
kejahatan dunia yang membawa penyakit, tipu daya, dan hawa nafsu,yang
kesemuanya sangat membahayakan (Abdul Qadir al Jailani,2009:408).
36
Jadi, konsep pendidikan spiritual Syaikh Abdul Qadir al jailani
dalam kitab Fathur Rabbani karangan beliau sendiri sangatlah banyak.
Yang paling utama dapat disimpulkan bahwa taubat membersihkan diri itu
adalah hal yang pertama dan utama, dilanjutkan ketingkatan sabar, ikhlas,
ma‟rifatullah, zuhud, Mahabbah, iman, taqwa, mengosongkan diri,
taqorrub, kemudian menguatkan tauhid. Konsep keiklasan dalam kitab ini
dijelaskan sampai dua kali, sehingga dapat disimpulkan bahwa ikhlas
adalah konsep yang penting dalam kesufian.
Spiritual di atas adalah konsep yang sangat utama untuk
menggapai tingkat kema‟rifatan.Dimana seorang makhluk mengenal dekat
dengan Tuhannya.Sehingga diri makhluk dapat terkendali dengan
sempurna lahir dan batin tanpa ada rasa hampa hati makhluk kecuali
adanya Tuhan di hatinya.
C. Konsep Pendidikan Spiritual dalam Kitab Futuh al Ghoib
Dalam kitab Futuh al Ghoib, Syaikh Abdul Qadir al Jailani
menyampaikan 80 syarahan. Dari kitab ini, penulis akan memaparkan
syarahan-syarahan yang berkaitan dengan konsep pendidikan spiritualnya
Sang Syaikh.
Syarahan yang pertama, beliau menyampaikan bahwa kewajiban
bagi setiap mukmin ada tiga hal, yaitu melakukan segala perintahnya,
menjauhi segala yang haram, dan yang ketiga ridho tehadap ketentuan
Allah (Syaikh Abdul Qadir al Jailani,2006:13)
37
Syarahan yang kedua berisi tentang keikhlasan , supaya semua
manusia yang beriman tetap di jalan yang di tempuh Nabi Muhammad,
patuh kepada Allah dan Rasul, menguatkan tauhid, cepat bertaubat, dan
cinta kepada sesama (Syaikh Abdul Qadir al Jailani,2006:14)
Syarahan yang kelima ,Apabila kamu melihat dunia berada di
tangan pemiliknya dengan segala perhiasan, kebathilan, tipu daya, tempat
pencarannya, dan racunnya yang sangat mematikan, disertai lembutnya
sentuhan lahirnya, dan membuatmu lalai akan janjimu kepada-Nya .
apabila kamu melihat dunia, ibaratkan saja melihat orang yang buang hajat
di padang pasir dan baunya tidak sedap. Maka lihatlah dunia seperti iu
sehingga kamu akan menundukkan pandangan dari aurotnya dan menutup
hidung dari bau yang tidak sedap yaitu gemerlap dunia (Syaikh Abdul
Qadir al Jailani, 2006:17)
Syarahan yang keenam, menjauhkan diri dari keramaian,
keramaian di sini bermaksud dunia.Menjauh dengan perintah-Nya dan
menjauhi nafsu juga dari perintah-Nya. Sehingga muncul tanda-tanda
orang yang benar-benar terputus dengan urusan dunia (Syaikh Abdul
Qadir al jailani, 2006:18-19)
Syarahan ke tujuh, keluarlah dari diri kamu sendiri dan
pasrahkanlah semuanya kepada Allah.Sehingga driri manusia itu terpenuhi
oleh Allah. Maksudnya manusia keluar dari dirinya itu keluar dari nafsu-
nafsu badaniah, yang selal menggoda ibadah manusia (Syaikh Abdul
Qadir al Jailani,2006:20-21)
38
Syarahan kesembilan, beliau menceritakan bahwa kondisi spiritual
yang terjadi apabila manusia telah mencapai maqamnya, hatinya akan
merasa mendidih dan gemetar saat melaksanakan ibadah (Syaikh Adul
Qadir al Jailani, 2006:24)
Syarahan kesepuluh, beliau menjelaskan bahwa diri ini penentang
Allah, karena diri ini adalah nafsu. Dan apabila manusia hendak meraih
maqam hakikat peringkat abdal maka lepaskanlah dirimu dan kembali
kepada Allah (Syaikh Abdul Qadir al Jailani,2006:25)
Syarahan kesebelas, ridholah dengan takdir Allah dan ketentuan-
Nya.Dan selalu berharap karunianya. Karena Allah akan menolong
manusia yang sabar dan selalu ridho (Syaikh Abdul Qadir al
Jailani,2006:28)
Syarahan keduabelas, Beliau berkata,”Apabila Allah swt. Telah
memberikanharta benda kepadamu, kemudian kamu sibuk dengannya dan
melupakan taat kepada Allah, maka Allah akan membuat penghalang
antara kamu dan Dia dengan harta benda tersebut di dunia dan di akhirat.
Bisa jadi Allah akan mencabut harta benda itudarimu, mengubah nasibmu,
dan membuatmu menjadi miskin karena kamu telah disibukkan dengan
nikmat harta benda dan melupakan Dzat Yang Memberi Nikmat. Akan
tetapi, apabila kamu disibukkan dengan ketaatan kepada-Nya dan
melupakan harta benda itu, Allah akan menjadikannya sebagai pemberian,
dan tidak akan akan mengurangi sedikit pun harta itu. Harta itu akan
menjadi pelayanmu dan kamu akan menjadi pelayan Tuhanmu. Akhrnya,
kamu hidup di dunia inidalam keadaan berkecukupan dan dimanjakan oleh
39
kebutuhan yang terpenuhi.Dan di akhirat dalam keadaan diberikan
kemuliaan dan kebaikan di Surga Ma‟wa bersama shiddiqin, syuhada, dan
orang-orang shalih (Syaikh Abdul Qadir al Jailani, 2006:29).
Syarahan ketigabelas, janganlah bersusah hati untuk mendapatkan
keuntungan dan janganlah menghindar dari malapetaka, karena semua itu
akan terjadi sesuai dengan ketetapan Allah. Maka ridholah, pasrahkan
kepada Allah, dan bertawakallah (Syaikh Abdul Qadir al Jailani, 2006:
30).
Syarahan ketujuhbelas, hampir bersatu dengan Allah yaitu
mengosongkan hati dari makhluk, hawa nafsu, dan dari selain Allah.
Sehingga hati terpenuhi oleh Allah (Syaikh Abdul Qadir al Jailani,
2006:37)
Syarahan kedelapan belas, nasihat tentang larangan mengadu
kesusahan kepada sahabat atau musuh. Akan tetapi curhatlah atas
kesusahan itu kepada Allah (Syaikh Abdul Qadir al Jailani,2006:39)
Syarahan keduapuluh empat, nasihat untuk selalu berpegang teguh
kepada Allah, dan larangan mengingkari-Nya. Janganlah mencari
kedudukan yang tinggi hanya semata-mata karena dunia atau akhirat
(Syaikh Abdul Qadir al Jailani, 2006: 50)
D. Konsep Pendidikan Spiritual dalam Kitab Al Ghunyah li Thalibi
Thariqi al Haq „Azza wa Jalla
Kitab Al Ghunyah li Thalibi Thariqi al Haq „Azza wa Jalla
formatnya seperti Ihya‟ Ulumuddin karya Imam al Ghozali yang
membahas tentang Fiqih, aqidah, tafsir dan juga Tasawuf. Dalam hal ini
40
penulis akan memaparkan konsep spiritualnya Syaikh Abdul Qadir al
Jailani yang membahas tentang tasawuf. Beliau membahas tasawuf dengan
didahului dengan akhlaq kemudian penataan rohani yang meliputi;
mujahadah, tawakal, berakhlaq yang baik, syukur, sabar, ridho, jujur
(Syaikh abdul Qadir al Jailani,1997:306
Mujahadah, Ibrahim bin Adham menjelaskan bahwa seseorang
tidak akan mencapai derajat orang-orang yang shaih hingga ia
melewatienam perkara yaitu menutup pintu nikmat dan membuka pintu
kesusahan, menutup pintu kemulyaan dan membuka pintu kehinaan,
menutup pintu istirahat dan membuka pintu kerja keras, menutup pintu
tidur dan membuka pintu bergadang, menutup pintu kekayaan dan
membuka pintu kemiskinan, menutup pintu harapan dan membuka pintu
persiapan kematian.
Tawakal, Abu Turab al Nakhsyabi mengatakan, tawakal adalah
melempar badan dalam penghambaan (ubuddiyah) dan mengkaitkankalbu
dengan ketuhanan (rububiyah),serta merasa tenang dengan apa yang ada,
jika diberi di beryukur dan jika tidak diberi dia bersabar.
Akhlaq yang baik, akhlaq adalah hal yang paling utama karena
akhlaq mencerminkan jati diri yang sebenarnya.Manusia terkubur oleh
kelakuannya dan terkenal karena kelakuannya juga.Ada yang mengatakan,
akhlaq yang baik diberikan secara khusus kepada Nabi Muhammad
sebagai mukjizat dan keutamaan yang Allah berikan kepadannya.
Syukur, ada yang mengatakan hakikat syukur adalah memuji orang
yang telah berbaik hati memberi dengan mengingat kebaikannya.Syukur
41
hamba Allah berarti memuji-Nya dengan mengingat kebaikan yang Allah
berikan.
Sabar, ada tiga macam kesabaran yaitu sabar karena Allah (dalam
menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya), sabar bersama
Allah (sabar menerima qadha dan skenario Allah yang berupa cobaan),
sabar atas Allah (sabar menanti apa yang telah dijanjikan Allah berupa
rizqi, bebas dari masalah, kecukupan, pertolongan dan ganjaran di
akhirat). Jadi sabar yang dimaksud dalam islam bukanlah tdak berbuat
apa-apa. Tetapi sabar adalah menahan hawa nafsu melewati batas-
batasnya.
Ridho, Abu Ali al Daqqaq r.a mengatakan,:”Ridho bukanlah tidak
merasakan cobaan, akan tetapi ridho sesungguhnya adalah tidak
memprotes ketentuan dan qadha.
Jujur, shidq adalah pilar dan penyempurna segala hal.Shadiq
adalah sifat yang melekat pada seseorang yang jujur (berlaku benar).
Sedangkan shiddiq adalah bentuk mubalaghoh (hiperbola), diberikan
kepada orang yang terus-menerus melakukan kejujuran`(kebenaran),
sehingga menjadi kebiasaan dan karakternya. Ada tiga hal menjadi buah
manis orang yang berlaku shidq dan tidak lepas darinya, yaitu kenikmatan,
wibawa, dan keramahan.
Adapun pokok spiritual yang di jelaskan dalam kitab ini adalah
taubat, beliau membahas tentang taubat secara detail, mengenai syarat
sampai terlihat ciri-ciri yang diterima taubatnya. Dalam hal ini penulis
42
akan memaparkan tentang pokok spiritual taubat dan taqwa, yang
merupakan pokok dasar dari tasawuf.
Yang perlu di perhatikan dalam tasawuf yang pertama adalah
taubat.Karena tidak memungkiri sebagai manusia awam tidak luput dari
dosa besar maupun kecil.Maka dari itu untuk menuju jalan spiritual yang
mendalam taubat dari dosa kecil atau besar itu sangat penting.Mengingat
jiwa yang penuh dengan dosa kotoran maka harus dibersihkan sehingga
jiwa menjadi bersih dan suci. Setelah jiwa menjadi bersih segala kebaikan
apapun akan mudah masuk ke dalam hatinya.
Dalam kitab ini disebutkan ada tiga syarat bertaubat: menyesali
kesalahan yang telah dilakukan, menjauhi dosa disetiap saat dan keadaan,
tidak mengulangi dosa yang telah lampau. Menyesal disini bermaksud
bersedih hati setelah berpisah dengan kekasih.
Jika sudah benar-benar taubat maka akan selamat dari perbuatan
dosa dan eluangkan waktunya untuk beribadah kepada Allah secara
khusus, sehingga harus menempuh jalan wara‟(lebih hati-hati). Karena
dengan jalan ini, seseorang akan selamat dunia dan akhirat, selamat dari
azab, dan kebaikan akan meningkat. Allah berbuat yang demikian
terhadap seseorang sebagai wujud kasih sayang-Nya kepada
mereka.Karena mereka telah berhati-hati terhadap makanan dengan
berusaha mencari yang halal serta meninggalkan yang haram dan
syubhat.Allah menjaga mereka dari makanan yang tidak mereka sukai,
lalu Allah membimbing mereka untuk mengetahuinya.
43
Ada sepuluh ciri ahli wara‟ yang telah beliau paparkan, yaitu
menahan lidah dari ghibah, meninggalkan prasangka buruk, tidak
merendahkan orang lain, menundukan pandangan mata dari sesuatu yang
haram, berbicara jujur, hendaklah mengenali pemberian Allah, selalu
menggunakan hartanya untuk sesuatu yang hak dan tidak
menggunakannya untuk sesuatu yang batil, tidak gila pada kehormatan,
selalu menjaga shalat lima waktu secara tepat dengan memperhatikan
ruku‟ dan sujudnya, istiqamah mengikuti ahli sunnah wal jama‟ah (Syaikh
Abdul Qadir al Jailani,2010:318-362).
Kemudian pokok pembahasan yang kudua adalah taqwa.Hakikat
taqwa adalah taat kepada Allah, tidak mendurhakai-Nya, ingat kepada-
Nya, tidak lupa kepada-Nya, bersyukur kepada-Nya, dan tidak
mengkufuri-Nya.Dikatakan bahwa taqwa itu ada beberapa macam, yaitu
taqwa orang awam (meninggalkan perbuatan syirik), taqwa orang khawas
(meninggalkan keinginan hawa nafsudengan meninggalkan maksiat dalam
setiap keadaan), taqwa orang khawashil khawas(ketaqwaan para wali).
Dibahas disini tentang jalan menuju taqwa, yang mula-mula
menghindarkan diri dari menganiaya orang lain dan menunaikan hak
mereka, kemudian menghindarkan diri dari kemaksiatan, baik dosa kecil
maupun besar, kemudian sibuk meninggalkan dosa hatiyang menjadi
induk dosa dan menular menjadi dosa anggota badan seperti: riya‟, tamak,
rakus dan gila pangkat dll (Syaikh Abdul Qadir al Jailani, 2010:388-392).
E. Konsep Pendidikan Spiritual dalam Kitab Sirr al Asrar
44
Konsep pendidikan spiritual dalam kitab sirral asrar tidak hanya
konsep pendidikan untuk membangun karakter akhlaq saja. Kitab sirr al
asrar menjelaskan setidaknya menjadi manusia yang sempurna dari segi
akhlaq sesama manusia dan akhlaq yang karimah dalam meraih hakikat
cinta kepada Allah melalui maqamat-maqamat yang ditempuh Syaikh
Abdul Qadir al Jailani.
Berikut pemaparan dari kitab sirr al asrar yang mengandung
konsep pendidikan spiritual:
1. Kembali ke Asal Usul
Kembali ke asal usul mausia adalah kembalinya jiwa manusia
kepada Allah, dengan melalui beberapa jalan yang harus di tempuh
sehingga sampai ke peringkat yang paling tinggi yaitu ma‟rifat. Dengan
peringkat pertama yang dinamakan syari‟at, kedua hakekat, ketiga
ma‟rifat (Syaikh Abdul Qadir al Jailani, 2008: 92-111).
2. Dari kesempurnaan menuju kehinaan
Tujuan dari kesempurnaan yang berupa manusia menuju kehinaan
atau tempat yang paling rendah adalah Supaya manusia mencari jalan
kembali kepada kedudukan asal, ketika manusia masih dalam kandungan
berbentuk daging dan tulang, sehingga manusia datang ke alam dunia
dengan membawa keesaan Tuhan untuk mendapatkan ridho-Nya (Syaikh
Abdul Qadir al Jailani, 2008:102-105).
3. Jiwa bertahta dalam raga
Jiwa di dalam kitab sirr al asrar ini disebutnya dengan kata roh.
Yang pertama tempat roh di dalam badan manusia terletak pada dada, roh
45
ini berhubungan dengan agama dan pekerjaannya mentaati perintah-Nya.
Yang kedua yaitu tempat roh perindahan yang terletak di dalam hati
manusia, roh ini berurusan dengan pengetahuan tentang jalan kerohanian.
Yang ketiga yaitu roh sultan yang terletak di tengah-tengah hati, jantung
kepada hati. Yang berhubungan dengan kemakrifatan, sehingga roh ini
menghantarkan manusia untuk mengetahui semua pengetahuan tentang
ketuhanan, kemudian roh-roh tersebut berhenti ke tempat rahasia yang
Allah buatkan untuk Diri-Nya(Allah) di tengah-tengah hati (Syaikh Abdul
Qadir al Jailani, 2008: 106-115).
4. Ilmu dan kesempurnan manusia
Ilmu lahir itu terbagi menjadi du belas bagian, ilmu batin juga
terbagi menjadi dua belas bagian. Bagian-bagian tersebut kemudian
diklasifikasikan lagi, antara yang bisa dilakukan orang awam dan yang
bisa dilakukan orang khas(khusus). Itupun sesuai dengan kadar
kemampuannya. Ilmu secara garis besar terpetakkan ke dalam empat
bagian. Pertama, ilmu dhohir (lahir) yaitu mencakup perintah dan larangan
Allah serta hukum-hukum lain. Kedua,Ilmu batin syariat, yaitu thariqah.
Ketiga, ilmu batin thariqah dan makrifat.Keempat, batinnya batin yaitu
hakikat. Manusia yang sempurna perlu mempelajarisemua bagian tersebt
dan mencari jalan ke arahnya (Syaikh Abdul Qadir al Jailani,2008: 116)
5. Tobat langkah pertama menuju kesempurnaan
Perlu dijelaskan bahwa taubat adalah langkah pertama untuk
mencapai peringkat yang atu ke peringkat yang lain. Taubat yang benar
merpakan langkah pertama di dalam perjalanan seorang sufi, di dalam
46
bertaubat harus menyesal yang sesungghnya sehingga tidak terjatuh pada
dosa lagi (Syaikh Abdul Qadir al Jailani, 2008:125)
6. Sufi, para pejalan di jalan Tuhan
Istilah sufi dikaitkan juga dengan bidang kerohanian mereka yang
sentiasa berhubung dengan sahabat-sahabat Rasulullah s.a.w yang dikenali
sebagai „puak yang memakai baju bulu‟. Dalam bahasa Arab perkataan
tasawwuf, kerohanian Islam, terdiri daripada empat huruf – „ta‟, „sin‟,
„wau‟ dan „fa‟ (t,s,w,f). Huruf pertama, t, bermaksud taubat. Huruf „s‟
adalah simbolnya. Huruf ketiga „w‟ bermaksud wilayah, suasana kesucian
dan keaslian pencinta-pencinta Allah dan sahabat-sahabat-Nya. Keadaan
ini bergantung kepada kesucian batin. Huruf keempat „f‟ bermakna fana,
lenyap diri sendiri ke dalam ketiadaan. Diri yang palsu akan hancur dan
hilang apabila sifat-sifat yang suci memasuki seseorang, dan apabila sifat-
sifat serta keperibadian yang banyak menghalang tempatnya akan diganti
oleh satu saja sifat keesaan (Syaikh Abdul Qadir al Jailani, 2008:142)
7. Mereka senantiasa ingat Tuhan
Zikir peringkat terakhir yang dipanggil khafi al-khafi yang paling
tersembunyi daripada yang tersembunyi membawa seseorang kepada
suasana fana. Dalam kenyataannya,hanya Allahlah yang mengetahui
keadaan-keadaan orang yang telah masuk ke dalam ke fana‟an (Syaikh
Abdul Qadir al Jailani, 2008:151)
8. Syarat pemyempurna zikir
Salah satu syarat untuk melakukan zikir adalah berada dalam
keadaan berwudhu, dan bersih hatinya. Sebutlah Allah dengan kalimah
47
tauhid secara kuat-kuat di hati dan berzikir hedaknya dalam keadaan sadar
(tidak lalai). Sehingga hati merasa hidup kembali dengan perasaan yang
aman dan nyaman (Syaikh Abdul Qadir al Jailani, 2008:155)
9. Meraih maqam penyaksian
Melihat Allah ada dua jenis: Pertama melihat sifat keindahan Allah
yang sempurna secara langsung di akhirat‟ dan satu lagi melihat sifat-sifat
ketuhanan yang dipancarkan ke atas cermin yang jernih. Maknanya
Dia(Allah) boleh dikenal di dunia melalui sifat-sifat-Nya, akan tetapi
untuk melihat dan mengenali zat-Nya hanya terjadi di akhirat (Syaikh
Abdul Qadir al Jailani, 2008: 159).
10. Tabir cahaya dan kegelapan
Hati menjadi buta disebabkan oleh kelalaian, yang membuat
seseorang lupa kepada Allah dan lupa kepada kewajiban mereka, tujuan
mereka, ikrar mereka dengan Allah, ketika mereka masih berada di dalam
dunia. Sebab utama kelalaian adalah kejahilan terhadap hakikat
(kebenaran) undang-undang dan peraturan Tuhan.Apa yang menyebabkan
seseorang itu berterusan di dalam kejahila ialah kegelapan yang
menyeluruh menutupi seseorang dari luar dan sepenuhnya menguasai
batinnya. Yang mendatangkan kegelapan ialah sifat-sifat angkuh,
sombong, megah, dengki, bakhil, dendam, bohong, mengumpat, fitnah dan
lain-lain sifat keji.Sifat-sifat yang keji itulah yang merendahkan ciptaan
Tuhan yang sangat baik sehingga jatuh kepada tahap yang paling rendah.
Bila sifat-sifat kegelapan terangkat cahaya mengambil alih tempatnya dan
orang yang memiliki mata rohani akan melihat. Dia mengenali apa yang
48
dia lihat dengan cahaya nama-nama sifat Ilahiah. Kemudian dirinya
dibanjiri oleh cahaya dan bertukar menjadi cahaya. Cahaya ini masih lagi
hijab menutupi cahaya suci Zat, tetapi masanya akan sampai bila ini juga
akan terangkat, yang tinggal hanya cahaya suci Zat itu sendiri (Syaikh
Abdul Qadir al Jailani,2008:166)
11. Kebahagiaan dan penderitan
Yang seharusnya manusia ketahui yaitu bagian golongan yang
hendak dimasuki, golongan pertama ialah golongan yang berada dalam
kedamaian, keimanan, bahagia dalam melakukan ketaatan kepada Allah,
sementara golongan kedua berada dalam keadaan tidak selamat, keraguan
dan kerisauan dalam keingkaran terhadap peraturan Tuhan. Keduanya ini
(ketaatan dan keingkaran) ada di dalam diri seseorang. Jika kesucian,
kebaikan dan keikhlasan lebih menguasai, sifat-sifat mementingkan diri
akan bertukar menjadi suasana kerohanian dan bagian diri yang ingkar
akan dikalahkan oleh bagian diri yang baik. Sebaliknya jika seseorang
mengikuti hawa nafsu yang rendah dan kesenangan ego dirinya, sifat-sifat
ingkar akan menguasai bagian diri yang satu lagi untuk menjadikannya
ingkar dan jahat. Jika kedua-dua sifat yang berlawanan itu sama-sama kuat
diharapkan yang baik itu boleh menang (Syaikh Abdul Qadir al Jailani,
2008:171:182)
12. Kaum darwis
Seorang sufi yang mencari ganjaran dari Allah berupa surga,
sebenarnya orang tersebut tidak dapat melihat hakikat yang sebenarnya.
Mereka yang arif, yang mencari hakikat, mereka yang mencapai suasana
49
sufi yang sebenarnya, suasana keinginan menyeluruh yang tidak
menginginkan sesuatu apa pun kecuali Allah, meninggalkan segala-
galanya dan tidak mencari apa-apa kecuali yang hak. Mereka temui apa
yang mereka cari dan masuk ke dalam alam yang hak, dan kehampiran
dengan Allah, dan hidup semata-mata kerana Zat Allah, tidak kerana yang
lain(Syaikh Abdul Qadir al Jailani, 2008:183).
13. Menyucikan jiwa
Dua jenis penyucian: Pertama zahir, ditentukan oleh peraturan
agama dan dilakukan dengan membasuh tubuh badan dengan air yang
bersih. Keduanya ialah penyucian batin, yang dapat dilakukan dengan
menyadari kotoran di dalam diri, menyadari dosanya dan bertaubat dengan
ikhlas. Penyucian batin memerlukan perjalanan kerohanian dan dibimbing
oleh guru kerohanian (Syaikh Abdul Qadir al Jailani,2008: 194).
14. Makna ibadah
Makna ibadah adalah memadukan antara badan dan batin sehingga
membawa seseorang secara kerohanian kepada kehampiran dengan Allah,
dan secara zahir kepada peringkat yang paling tinggi mampu dicapai.
Dalam alam kenyataan mereka menjadi hamba Allah yang taat. Suasana
dalam wilayah orang arif yang memperoleh makrifat sebenarnya tentang
Allah. Jika ibadah dzahir tidak bersatu dengan ibadah batin, ia adalah
kekurangan. Ganjarannya hanyalah pada pangkat atau kedudukan, tidak
membawa seseorang hampir dengan Allah (Syaikh Abdul Qadir al Jailani,
2008: 198).
15. Kesucian manusia sempurna
50
Tujuan penyucian itu ada dua jenis yaitu yang pertama untuk
membolehkannya masuk kepada alam sifat-sifat Ilahi dan yang kedua
untuk mencapai maqam Zat. Penyucian untuk memasuki alam sifat-sifat
Ilahi memerlukan pelajaran yang membimbing seseorang di dalam proses
penyucian cermin hati daripada gambaran manusia dengan cara rayuan,
ucapan atau memikirkan dan mendoakan pada nama-nama Ilahi. Ucapan
itu menjadi kunci, perkataan rahsia yang membuka hati.Hanya saja, bila
mata itu terbuka barulah boleh seseorang itu melihat sifat-sifat Allah yang
sebenarnya.Kemudian mata itu melihat gambaran kemurahan Allah,
nikmat, rahmat dan kebaikan-Nya di atas cermin hati yang murni itu
(Syaikh Abdul Qadir al Jailani, 2008: 203).
16. Zakat dan sedekah
Ada dua jenis zakat: zakat yang diajarkan oleh syariat dan zakat
kerohanian yang berlainan sifatnya. Zakat yang diajarkan oleh syariat ialah
mengeluarkan barang-barang dalam dunia ini.Zakat rohani berupa barang
akhirat seperti amal.Ia juga diberikan kepada orang miskin, yaitu miskin
kerohanian. Adapun tujuan zakat dan sedekah ini bukanlah hanya untuk
membantu yang memerlukan, karena Allah adalah Pemberi kepada semua
yang memerlukan, tetapi supaya niat baik pemberi zakat dan sedekah itu
diterima oleh Allah. Faedah lain daripada sedekah ialah kesan
penyuciannya. Ia menyucikan harta dan diri seseorang. Jika diri
dibersihkan daripada sifat-sifat ego maka tujuan sedekah atau zakat batin
(kerohanian) tercapai (Syaikh Abdul Qadir al Jailani, 2008: 207).
17. Puasa lahir dan batin
51
Puasa lahir adalah menahan diri daripada makan, minum dan
bersetubuh dari terbit fajar hingga terbenam matahari. Puasa batin selain
yang demikian, ditambah lagi memelihara pancaindera dan fikiran
daripada perkara-perkara yang keji. Ia adalah melepaskan segala yang
tidak sesuai, dzahir dan batin. Rusak sedikit niatnya maka rusaklah puasa
rohani. Puasa syariat terikat dengan masa, sementara puasa rohani kekal di
dalam kehidupan sementara ini dan kehidupan abadi di akhirat, Inilah
puasa yang sebenarnya (Syaikh Abdul Qadir al Jailani, 2008: 212).
18. Ibadah haji ke Tanah Suci
Mengerjakan haji ada dua macam yaitu lahir dan
batin.Mengerjakan haji secara lahir adalah sesuai dengan syarat dan rukun
haji.Tetapi mengerjakan haji secara batinmemerlukan persiapan dan
mengumpulkan keperluan sebelum memulai perjalanan.Yang pertama
ialah mencari guru pandu, pembimbing, guru, seorang yang dikasihi,
dihormati, diharapkan dan ditaati oleh muridnya (Syaikh Abdul Qadir al
Jailani, 2008:215).
19. Melihat Hakikat Illahi
Zauk adalah kegairahan untuk menggapai ma‟rifat Illahi, ada dua
jenis zauk yaitu zauk lahiriyah dan rohaniah. Zauk lahiriah adalah hasil
daripada ego diri, ia tidak memberi kepuasan secara rohaniah, ia
dipengaruhi oleh pancaindra, yang seringkali melakukan sesuau hanya
agar dilihat orang lain. Sedangkan zauk rohaniah adalah hasil dari suasana
pengaliran tenaga kerohanian yang sangat melimpah. Seperti pembacaan
puisi yang sangat indah, atau pembacaan al qur‟an dengan suara merdu,
52
atau kegairahan yang dicetuskan oleh upacara zikir sufi sehingga dapat
meningkatkan suasana kerohanian (Syaikh Abdul Qadir al Jailani,
2008:224).
20. Khalwat: berduaan dengan Allah
Khalwat adalah pengasingan diri.Khalwat dibagi menjadi dua yaitu
dzahir dan batin. Khalwat zahir akan terjadi apabila seseorang menjauh
dari keramaian sebagai wujud pegasingan dirinya supaya dapat
mengendalikan ego dan nafsunya. Sedangkan khalwat batin yaitu keadaan
di mana manusia dapat mengeluarkan dari hatinya atas pemikiran tentang
hal dunia, kejahatan, ego, meninggalkan makan dan minum yang
diharamkan (Syaikh Abdul Qadir al Jailani, 2008:231).
21. Salat dan Wirid
Shalat dan wirid dalam bab ini sangatlah banyak. Setelah penulis
baca dan mengartikan bab ini dalam kitab sirr al asrar asli arab. Penulis
menemukan banyak amalan yang harus dilakukan seorang sufi, seperti
shalat wajib 5 waktu berjamaah di masjid, kemudian shalat-shalat sunah
yang di dalamnya terdapat wirid-wirid khusus di setiap shalat sunahnya.
Seperti shalat sunnah tahajud 12 rokaat di pertengahan malam,kemudian
shalat setelah terbit matahari tidak hanya shalat dhuha tetapi sebelum
shalat dhuha di dahului dua rakaat shalat isyraq, dua rakaat shalat isti‟adah
dan dua rakaat shalat istikharah yang wirid dalam shalatnya adalah dalam
masing-masing rokaat setelah membaca fatihah 1x kemudian membaca
ayat kursi 1x dan surah al ikhlas 7x, dilanjut enam rokaat shalat dhuha
(Syaikh Abdul Qadir al Jailani, 2008: 240).
53
22. Makna dan Rahasia di Balik Mimpi
Mimpi ada dua jenis, yaitu mimpi dari perasaan diri sendiri dan
mimpi yang bermatlamat. Asal dari mimpi adalah dari Allah tetapi tak
memungkiri syaitan juga dapat berpura-pura dalam mimpi. Mimpi yang
dari Allah dapat menggambarkan suasana kerohanian yang sangat
menalam dan hasilnya dapat menciptakan suasana harmonis dalam
kehidupan nyata (Syaikh Abdul Qadir al Jailani, 2008:259).
23. Keragaman Para Pejalan
Keragaman para pejalan kerohanian terbagi menjadi dua yaitu yang
pertama sunni, mereka yang mengikuti jalan kerohanian dengan aturan
qur‟an dan hadits. Dan yang kedua yaitu pengikut jalan kerohanian tetapi
jalan bid‟ah(Syaikh Abdul Qadir al Jailani, 2008:274).
F. Klasifikasi Konsep Pendidikan Spiritual Syaikh Abdul Qadir Al
Jailani
1. Akidah
Kitab Syaikh Abdul Qadir Al Jailani yang menekankan pembahasannya
tentang akidah yaitu kitab Al Fath ar Rabbani wal Faidhur ar Rahmani,
yang di dalamnya terdapat ceramah yang sangat panjang hanya menasehati
tentang tauhid. Adapun konsep yang berkaitan yaitu konsep taqwa dan
iman.
2. Akhlaq atau Adab
Kitab yang membahas mendalam tentang Akhlaq, penulis menemukan
pembahasannya dalam kitab al Ghunnyah li Thalibi Thariqi al Haq Azza
54
Wa Jalla. Adapun konsep yang yang dipaparkan yaitu Akhlaq yang baik
karena hal yang paling utama karena akhlaq mencerminkan jati diri yang
sebenarnya.Manusia terkubur oleh kelakuannya dan terkenal karena
kelakuannya juga. Ada yang mengatakan, akhlaq yang baik diberikan
secara khusus kepada Nabi Muhammad sebagai mukjizat dan keutamaan
yang Allah berikan kepadannya. Adapun klasifikasi adab dalam kitab ini
sebagai berikut: adab dalam bermasyarakat (ketika bertemu mengucap
salam), adab di dalam majlis, adab yang berkaitan dengan diri sendiri
(seperti adab makan, minum, bepergian, tidur, dan lain-lain) semuanya
tertera dalam kitab ini.
3. Thariqat
Kitab Syaikh Abdul Qadir Al Jailani yang membahas tentang Thariqat
yaitu kitab Sirr al Asrar. Kitab ini murni membahas tentang perjalan sufi
dari nol sampai ke puncak ma‟rifatullah. Adapun konsepnya sebagai
berikut: kembali ke asal usul, penurunan manusia ke peringkat yang
rendah,mengetahui roh-roh dalam badan,mengetahui pengetahuan,
taubat,ahli sufi, zikir, menyaksikan Allah, penyucian diri, dan uzlah
4. Muamalah
Kitab yang secara umum membahas tentang muamalah yaitu kitab al
Ghunnyah Li Thalibi Thariqi al Haq Azza wa Jalla, karena kitab ini
mencakup peraturan-peraturan tentang ibadah seperti fiqih ibadah, jual
beli, pernikahan, adapun yag berhubungan dengan spiritualpun dalam
55
kitab ini juga di jelaskan dan lain sebagainya. Dalam fiqih ibadah Syaikh
Abdul Qadir Al Jailani memaparkan dari thaharoh, kemudian sampai
shalat yang khusuk
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Konsep Pendidikan Spiritual Syaikh Abdul Qadir Al Jailani
Dalam kitab-kitab yang telah dipaparkan, terdapat beberapa
konsep pendidikan spiritual yang menurut penulis penting. Adapun
konsep-konsepnya sebagai berikut:
1. Tauhid
2. Berakhlaq yang baik
3. Menjalankan perintah Allah, dengan thariqat
4. Menjaga hubungan dengan sesama manusia.
Untuk mencapai konsep-konsep yang sudah di dasarkan pada
kitab-kitabnya, Sang Syaikh merancang pembahasan materi-materi
yang dapat mencakup konsep tersebut. Beliau membagi cara belajar
mengajarnya menjadi dua jenis antara lain :
56
1. Materi pembelajaran terstruktur. Dalam hal ini mencakup berbagai
macam ilmu pengetahuan yang erat kaitannya dengan pendidikan
rohani. Pembelajaran ini telah dilakukan sejak awal sekolah didirikan
2. Materi pembelajaran terkait dengan dakwah. Dalam hal ini beliau
menyampaikan materi secara rutin dalam 3 waktu, yakni: Jumat pagi,
Selasa sore, dan Minggu pagi. Untuk hari Jumat dan Selasa
pembelajaran dilakukan di sekolah, sedangkan untuk hari Minggu
pembelajaran dilakukan di asrama
3.
B. Konsep Pendidikan Islam di Indonesia
Pada awalnya, pendidikan Islam di Indonesia sudah
berlangsung sejak masuknya Islam ke Indonesia. Pada tahap awal,
pendidikan Islam dimulai dari kontak-kontak pribadi maupun kolektif
antara muballigh (pendidik) dengan peserta didiknya. Setelah
komunitas muslim daerah terbentuk di suatu daerah tersebut, mereka
membangun tempat peribadatan dalam hal ini masjid. Masjid
merupakan lembaga pendidikan Islam yang pertama muncul, di
samping rumah tempat kediaman ulama‟ atau muballigh. Setelah
penggunaan masjid sudah cukup optimal, maka kemudian dirasa perlu
untuk memiliki sebuah tempat yang benar-benar menjadi pusat
pendidikan dan pembelajaran Islam. Untuk itu, muncullah lembaga
pendidikan lainnya seperti pesantren, dayah ataupun surau. Nama–
nama tersebut walaupun berbeda, tetapi hakikatnya sama yakni sebagai
tempat menuntut ilmu pengetahuan keagamaan.
57
Pesantren sebagai akar pendidikan Islam, yang menjadi pusat
pembelajaran Islam setelah keberadaan masjid, senyatanya memiliki
dinamika yang terus berkembang hingga sekarang. Menurut Prof.
Mastuhu, pesantren adalah lembaga pendidikan tradisional Islam untuk
mempelajari, memahami, mendalami, menghayati dan mengamalkan
ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan
sebagai pedoman perilaku sehari-hari. Pesantren sejatinya telah
berkiprah di Indonesia sebagai pranata kependidikan Islam di tengah-
tengah masyarakat sejak abad ke-13 M, kemudian berlanjut dengan
pasang surutnya hingga sekarang. Untuk itulah, tidak aneh jika
pesantren telah menjadi akar pendidikan Islam di negeri ini. Karena
senyatanya, dalam pesantren telah terjadi proses pembelajaran
sekaligus proses pendidikan; yang tidak hanya memberikan
seperangkat pengetahuan, melainkan juga nilai-nilai (value). Dalam
pesantren, terjadi sebuah proses pembentukan tata nilai yang lengkap,
yang merupakan proses pemberian ilmu secara aplikatif
(Mastuhu,1994:13).
Perkembangan pendidikan Islam di Indonesia ini pada mulanya
ditandai dengan munculnya berbagai lembaga pendidikan secara
bertahap, mulai dari yang amat sederhana, sampai dengan tahap-tahap
yang sudah terhitung modern dan lengkap. Adapun lembaga
pendidikan Islam di Indonesia antara lain:
1. Surau, lembaga pendidikan Islam di Minangkabau. Yang
berfungsi sebagai tepat untuk bertemu, rapat, berkumpul dan lain-lain.
58
Sebagai lembaga pendidikan tradisional surau menggunakan sistem
halaqah dan materi yang di ajarkan pada awalnya masih seputar huruf
hijaiyah dan BTA, disamping ilmu-ilmu keislaman lainnya seperti
keimanan, akhlaq dan Ibadah
2. Meunasah, merupakan tingkat pendidikan Islam terendah.
Meunasah berfungsi sebagai tempat upacara keagamaan, penerimaan
zakat dan penyaluran zakat, musyawarah dan menerima tamu. Fungsi
untuk kelembagaan, meunasah sebagai tempat di mana diajarkan
pelajaran membaca al qur‟an.
3. Pesantren, jenjang pendidikan dalam pesantren tidak
dibatasi seperti dalam lembaga-lembaga pendidikan yang emakai
sisten klasikal. Umumnya kenaikan seorang santri ditandai dengan
tamat dan bergantinya kitab yang dipelajari. Fungsi sebagai lembaga
pendidikan Islam, pesantren menyelenggarakan pendidikan formal
seperti madrasah, sekolah umum, perguruan tinggi, dan pendidikan
non-formal
4. Madrasah, madrasah adalah tempat para santri untuk
menimba Ilmu, dalam madrasah sistem pengajarannya seperti pada
pesantren(Samsul Nizar, 2011: 279-290).
Adapun tujuan dan sasaran pendidikan Islam itu berbeda-beda
menurut pandangan hidup masing-masing pendidik atau lembaga
pendidikan.Oleh karnanya, perlu dirumuskan pandangan hidup Islam
yang mengarahkan tujuan dan sasaran pendidikan Islam. Bila manusia
yang berpredikat musli, benar-benar akan menjadi penganut yang baik,
59
menaati agama yang baik, menaati ajaran Islam dan menjaga agar
rahmat Allah tetap berada pada dirinya. Ia harus mampu memahami,
menghayati, dan mengamalkan ajarannya sesuai iman dan akidah
islamiyah.
Untuk tujuan itulah, manusia harus dididik melalui proses
pendidikan Islam berdasarkan pandangan diatas. Pendidikan Islam
berarti sistem pendidikan yang dapat memberikan kemampuan
seseorang untuk memimpin kehidupannya sesuai dengan cita-cita dan
nilai-nilai Islam yang telah menjiwai dan mewarnai corak
kepribadiannya.
Mengingat akan luasnya jangkauan yang harus dikerjakan oleh
pendidikan Islam, maka pendidikan Islam tetap terbuka terhadap
tuntutan kesejahteraan umat manusia, baik tuntutan di bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi maupun tuntutan pemenuhan kebutuhan
hidup rohaniah. Kebutuhan itu semakin meluas sejalan dengan,
meluasnya tuntutan hidup manusia itu sendiri. Oleh karna itu, dilihat
dari pengalamannya, pendidikan Islamberwatak akomodatif terhadap
tuntutan kemajuan zaman sesuai acuan norma-norma kehidupan
(Arifin, 2003:7-8)
Islam sebagai petunjuk Ilahi mengandung implikasi
kependidikan yang mampu membimbing dan mengarahkan manusia
menjadi seorang mukmin, muslim, muhsin,dan mutaqin melalui proses
tahap demi tahap. Islam sebagai ajaran mengandung sistem nilai di
60
mana proses pendidkan Islam berlangsung dan dikembangkan secara
konsisten untuk mencapai tujuan.
Pola dasar pendidikan Islam yang mengandung tata nilai Islam
merupakan fondasi struktural pendidikan Islam. Ia melahirkan asas,
strategi dasar, dan sistem pendidikan yang mendukung, menjiwai,
memberi corak dan bentuk proses pendidikan Islam yang berlangsung
dalam berbagai model kelembagaan pendidikan Islam yang
berkembang sejak 14 abad yang lampau sampai sekarang (Arifin,
2003: 21)
Adapun konsep pendidikan Islam di Indonsia dapat dirumuskan
sebagai berikut:
1. Pendidikan dalam konsepsi ajaran Islam merupakan manifestasi dari
tugas kekhalifahan ummat manusia di muka bumi. Manifestasi ini akan
bermakna fungsional jika seluruh fenomena kehidupan yang muncul
dapat di beri batasan-batasan nilai moralitasnya, sehingga tugas
kekhalifahan itu tidak justru berada di luar lingkar nilai-nilai itu. Dan
konsekuensinya, mengisyaratkan kepada manusia agar dalam proses
pendidikannya selalu cenderung pada ajaran-ajaran pokok dari sang
Pendidik yang paling utama dan pertama, yaitu Allah sebagai rabb al-
„alamiin dan sekaligus sebagai rab an-naas.
2. Pendidikan Islam memahami alam dan manusia sebagai totalitas
ciptaan Allah, sebagai satu kesatuan, di mana manusia yang diberi
otoritas relatif untuk mendayagunakan alam, tidak bisa terlepas dari
sifat ar-rahman dan ar-rahim Allah yang termasuk sifat ke-
61
rubbubiyyahan-Nya. Oleh karena itu pendidikan sebagai bagian pokok
dari aktifitas pembinaan hidup manusia harus mampu mengembangkan
rasa kepatuhan dan rasa syukur yang mendalam kepada Khaliq-nya.
Sehingga beban tanggungjawab manusia tidak ditujukan kepada selain
Allah. Inilah sebenarnya makna tauhid yang mendasari segala aspek
pendidikan Islam.
3. Atas dasar ketauhidan tersebut, pendidikan Islam haruslah
mendasarkan orientasinya pada penyucian jiwa, sehingga setiap diri
manusia mampu meningkatkan dirinya dari tingkatan iman ke
tingkatan ikhsan yang mendasari seluruh kerja kemanusiaannya.
(File:///d:/skripsi/konsep%20pendidikan%20islam%20yang%c2%a0id
eal%20_%20mif19.tea's%20blog.htm, di akses pada tanggal 17
September 2016).
C. Relevansi Konsep Pendidikan Spiritual Syaikh Abdul Qadir al
Jailani Terhadap Pendidikan Islam di Indonesia
Hidup di zaman modern seperti sekarang ini, tentu sangat
berbeda dengan kehidupan di zamannya Syaikh Abdul Qadir al
Jailani. Apalagi masyarakat di Indonesia, sangat berbeda sekali
dengan masyarakat yang ada di Timur Tengah. Maka yang paling
mudah adalah memahami kehidupan di masa sekarang, dan merujuk
kepada kehidupan para ulama terdahulu, cendikiawan Islam, dan
orang-orang saleh.
Maka dari itu, dari seluruh konsep pendidikannya Syaikh Abdul
Qadir yang telah dipaparkan di bab sebelumnya ini. Tentulah sangat
62
berkesinambungan dengan konsep pendidikan Islam yang ada di
Indonesia. Terutama di pondok-pondok pesantren salafiyah yang
masih menggunakan metode yang ada pada zamannya Rasulullah
seperti bandongan, halaqah, sorogan, musyawarah dan lain-lain
(Zamakhsyari Dhofier,1984:28-31)
Adapun relevansi konsep pendidikan spiritual Syaikh Abdul
Qadir Al Jailani terhadap konsep pendidikan Islam di Indonesia antara
lain, konsep tentang ketauhidan. Dalam konsep pendidikan spiritual
Syaikh Abdul Qadir Al Jailani tauhid sangat ditekankan pada materi
pembelajaran, tak lain halnya pada konsep pendidikan di Indonesia
yang menjadikan konsep tauhid sebagai dasar pendidikan Islam dalam
penyucian jiwa. Kemudian konsep akhlaq atau adab, juga relevan
antara konsepnya Syaikh Abdul Qadir Al Jailani terhadap pendidikan
di Indonesia. Karena adab yang berhubungan manusia dengan Allah
dan manusia dengan sesama dalam kitab Al Ghunnyah li thalibi
thariqi al haq azza wa jala sudah dipaparkan secara detail, mengenai
adab bersyukur, adab bergaul, adab muamalah dan lain sebagainya.
63
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
untuk menjawab rumusan masalah secara menyeluruh,
maka penulis memberi garis besar kesimpulan sebagai isi pokok
dari pembahasan skripsi ini:
1. Biografi Syaikh Abdul Qadir al Jailani di awali dari
kelahirannya yaitu tahun 470 H dan beliau wafat pada tahun
561 H, beliau lahir dari seorang ayah dan ibu yang luar biasa.
Sehingga beliaupun sejak dilahirkan sudah mempunyai banyak
keistimewaan yang sangat luar biasa. Kemudian beliau
beranjak dewasa, mencari ilmu dengan melakukan
pengembaraan ke Baghdad, lebih dari 30 tahun beliau menimba
ilmu sehingga beliau mendapat gelar wali qutb dari Nabi
Muhammad. Kewaliannya sangat menggetarkan para sufi pada
saat itu.
2. Berkaitan dengan konsep pendidikan spiritual Syaikh Abdul
Qadir al Jailani dalam beberapa kitab, penulis mengambil dari
beberapa kitab, diantaranya:
i. Kitab Tafsir al Jailani,di dalamnya terdapat konsep
pendidikan spiritual: tentang pendalaman makna ayat-ayat
64
alqur‟an dengan pemahaman tasawuf. Jadi setiap ayat di al
qur‟an terdapat konsep-konsep spiritual.
ii. Kitab Jalaaul Khathir, di dalamnya terdapat konsep
pendidikan spiritual: taubat, cinta, zuhud, takut kepada
Allah, sabar, ikhlas, jujur, taqwa, berjuang, zikir,
pengetahuan, mengasingkan diri.
iii. Kitab al Fath al Rabbani wa al Faidhu al Rahmani, di
dalamnya terdapat konsep pendidikan spiritual: tidak boleh
menentang takdir Allah, larangan berangan-angan menjadi
orang kaya, taubat, sabar, ikhlas, ma‟rifatullah, jangan
mencari selain Allah, mendahulukan akhirat atas dunia,
jangan munafiq, beramal dengan al quran, jihad, usir cinta
pada dunia, zuhud, mahabbah, taqwa, iman, muah hat,
mengosongkan diri, taqorrub, meninggalkan hal yang tak
berguna, tauhid.
iv. Kitab futuh al Ghoib, di dalamnya terdapat konsep
spiritual: tiga kwajiban seorang mukmin, tauhid, taubat,
tidak sengang dunia, uzlah dari keramaian,kondisi spiritual
yang sebenarnya.
v. Kitab Al Ghunnyah li Thalibi Thariqi al Haq Azza wa
Jalla, di dalamnya terdapat konsep spiritual: mujahadah,
tawakal, akhlaq yang baik, syukur, sabar, ridho, jujur.
vi. Kitab sirr al asrar, di dalamnya terdapat konsep spiritual:
kembali ke asal usul, penurunan manusia ke peringkat yang
65
rendah,mengetahui roh-roh dalam badan,mengetahui
pengetahuan, taubat,ahli sufi, zikir, menyaksikan Allah,
penyucian diri, dan uzlah
vii. Klasifikasi konsep pendidikan spiritual Syaikh Abdul Qadir
Al Jailani, terbagi menjadi empat konsep yaitu aqidah
dalam kitab al fath ar rabbani al faidhu rahmani, akhlaq
dalam kitab al ghunnyah li thalibi thariqi al haq azza wa
jalla, thariqat dalam kitab sirr al asrar, muamalah dalam
kitab al ghunnyah lithalibi thariqi al haq azza wa jalla.
3. Relevansi konsep pendidikan spiritual Syaikh Abdul Qadir al
Jailani terhadap pendidikan Islam di Indonesia ini sangatlah
berpengaruh. Konsep ketauhidan yag sangat ditekankan pada
zamannya Syaikh Abdul Qadir Al Jailani yang sekarang masih
juga ditekan pada konsep pendidikan Islam di Indonesia.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah dipaparkan, penulis
memberikan saran-saran:
1. Untuk umat manusia
Pada dasarnya pendidikan Islam khususnya dalam hal
spiritual telah dijelaskan. Mengenai perintah amar ma‟ruf nahi
mungkar. Seperti yang di jelaskan dalam kitab futuh al ghoib
risalah pertama, yang menjelaskan bahwa manusia harus patuh
kepada Allah dan Rasul-Nya. Oleh karena itu, penulis
menyarankan agar penggalian ajaran tersebut dapat
66
disosialisasikan sebagai salah satu langkah dalam
memperbaiki jiwa serta membersihkan hati dari noda-noda
dunia.
2. Untuk dunia pendidikan Islam
Seorang pendidik sebagai sosok yang diharapkan
masyarakat hendaknya menjadi suri tauladan yang baik serta
dapat membimbing dan mengarahkan generasi penerus
bangsa.
67
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Nur Kholis. Maha Dahsyat Wirid dan Dzikir Syaikh Abdul
Qadir Al Jailani. Yogyakarta: Araska, 2015
Arifin.Ilmu Pendidikan Islam.Jakarta: PT Bumi Aksara, 2003
Asrifin, Tokoh-tokoh Shufi. Surabaya: CV Karya Utama, tt
Dhofier, Zamakhsyari. Tradisi Pesantren. Jakarta: LP3ES, 1984
File:///D:/Skripsi/Konsep%20pendidikan%20islam%20yang%C2%A0
ideal%20_%20mif19.Tea's%20blog.Htm, di akses pada
tanggal 17 September 2016
Hasan, Ali B. Purwakania. Psikologi Perkembangan Islam
(Menyingkap Ruang Kehidupan Manusia dari Pra
Kelahiran hingga Pasca Kematian). Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada,2006.
Kementrian Agama RI.Al Qur‟an Tajwid dan Terjemah. Bandung: PT
Sygma Examedia Arkanleema, 2010
Mastuhu. Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren: Suatu Kajian
Tentang Unsur dan Nilai Sistem Pendidikan Pesantren .
Jakarta: INIS, 1994
Mughni, Syekh Abdul. Intisari Ajaran Syaikh Abdul Qadir Jailani.
Surabaya: Pustaka Media
Nizar, Samsul. Sejarah Pendidikan Islam: Menelusuri Jejak Sejarah
Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia. Jakarta:
Kencana, 2011
Nur Hadi, Muchsin. Al-Lujainy al-Dany. Surabaya: Sumber Agung,
1993.
68
Qadir al-Jailani, Abdul. Al Ghunyahli Tholibi Thoriqi al Haq „Azza wa
Jalla juz I. Lebanon: Dar al Kotob al Ilmiyah, 1997
Qadir al-Jailani, Abdul. Al Ghunyahli Tholibi Thoriqi al haq „Azza wa
Jalla II. Lebanon: Dar al Kotob al Ilmiyah, 1997
Qadir al-Jailani, Abdul.Al-Fath al-Rabbani Wa al-Faidhu al-
Rahmani.Kairo:Dar ar-Rayyan,tt
Qadir al-Jailani, Abdul. Futuh al Ghoib. Damaskus: Khuquq at Thiba‟
Mahfudhoh li Nasyir, 1973
Qadir al-Jailani, Abdul. Jalaaul Khathir. Damaskus: Dar Ibnu Qayyim,
1994
Qadir al-Jailani, Abdul. Jalaul khathir fi al Bathin wa al Zahir/ Jila‟ al
Khathir: Wacana-wacana Kekasih Allah. Terj. Luqman
Hakim. Bandung: Marja, 2009
Qadir al-Jailani, Abdul. Sirr al Asrar. Damaskus: Dar as Sanabil, 1993
Qadir al-Jailani, Abdul. Sirr al Asrar wa Muzhir al Anwar fi ma
Yahtaju Ilayhi al Abrar/Secret the screts hakikat segala
rahasia kehidupan, terj. Zaimul Am. Jakarta: PT Serambi
Ilmu Semesta, 2008
Qadir al-Jailani, Abdul. Al-Fath al-Rabbani wa al-Faidhu al-Rah-
mani/Jalan Menuju Cinta Ilahi, terj. Masrahan
Ahmad.Yogyakarta: Citra Media,2007.
Qadir al-Jailani, Abdul. Al-Ghunyah li Thalibi Thariq al-Haq Azza wa
Jalla/ Mencari Jalan Kebenaran, terj. Masrohan Ahmad.
Yogyakarta: Citra Risalah, 2010
Qadir Al-jailani, Abdul. Futuhuul Ghaib, diterjemahkan ke dalam
bahasa indonesia menjadi Pembukaan Kepada Yang Ghaib,
69
terj. Abdul Majid Haji Khatib. Malaysia: Perniagaan
Jahabersa, 2006
Qadir Al-jailani, Abdul.Tafsir al Jailani juz 1,Pakistan :Maktabah
Ma‟rufiyah, 2010
Qadir Al-jailani, Abdul.Tafsir al Jailani juz 2,Pakistan :Maktabah
Ma‟rufiyah, 2010
Qadir Al-jailani, Abdul.Tafsir al Jailani juz 3,Pakistan :Maktabah
Ma‟rufiyah, 2010
Qadir Al-jailani, Abdul.Tafsir al Jailani juz 4,Pakistan :Maktabah
Ma‟rufiyah, 2010
Qadir Al-jailani, Abdul.Tafsir al Jailani juz 5, Pakistan :Maktabah
Ma‟rufiyah, 2010
Qadir Al-jailani, Abdul.Tafsir al Jailani juz 6, Pakistan :Maktabah
Ma‟rufiyah, 2010
Qadir Al-jailani, Abdul. Al Auwradul Qadiriyah, Berut:Darul al Bab,
1992
Qadir al Jailani, Abdul. Al-Fath al-Rabbani wa al-Faiz al-Rah-
mani/Meraih Cinta Ilahi: Lautan Hikmah Sang Wali Allah,
penerjemah Abu Hamas. Jakarta: Khatulistiwa, 2009
Said. Al-Syaikh Abdul Qadir al-Jailani wa Arauhu al-I‟tiqadiyah wa
al-Shufiyah/Buku putih Syaikh Abdul Qadir al-Jailani.
Jakarta: Darul Falah, 2003
Shalih Mustamir, Abu Muhammad. Lubab Al Ma‟ani Fi Tarjamah Lujjain Al-Dani. Kudus: Menara, tt
70
Soedjadi, Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Jakarta:
Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen
Pendidikan Nasional, 2000
Sunarto, Achmad. Terjemah Indonesia dan Makna Jawa Pegon
Manaqib Syaikh Abdul Qadir al Jailani Lujaini Dani.
Surabaya: Al-Miftah, 2012
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
Tentang Sistem Pendidikan Nasional
W. J. S. Poerwadaminta. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta:
Balai Pustaka,1999
Yahya al-Tadafi, Muhammad. Qalaidul Jawahir/Mahkota Para Aulia:
Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, penerjemah Kasyful Anwar.
Jakarta: Prenada Media, 2003
71
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Tri Miftakhul Janah
Tempat, tanggal, Lahir : Ogan Komering Ulu, 17 Juni 1994
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Bayanan Kulan Rt 2 Rw 1, Pasuruhan, Mertoyudan
Magelang
Nomor Telepon : 085-628-655-23
Riwayat Pendidikan : TK PGRI V Losari
SDN Losari
MTsN Grabag
MAN Tegalrejo Magelang
Orang Tua
Nama Ayah : Harminto
Nama Ibu : Partini
Alamat : Wates Losari Rt 4 Rw 2, Grabag, Magelang
72
73
74
75