REKAYASA MEDIA TANAM, NUTRISI DAN PEMANGKASAN
UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS VISUAL DAN
FUNGSIONAL RUMPUT LAPANGAN SEPAKBOLA
EMY JUNATAN MUAKHOR
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Rekayasa Media Tanam,
Nutrisi dan Pemangkasan untuk Meningkatkan Kualitas Visual dan Fungsional
Rumput Lapangan Sepakbola adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2014
Emy Junatan Muakhor
NIM A451110061
RINGKASAN
EMY JUNATAN MUAKHOR. Rekayasa Media Tanam, Nutrisi dan
Pemangkasan untuk Meningkatkan Kualitas Visual dan Fungsional Rumput
Lapangan Sepakbola. Dibimbing oleh NIZAR NASRULLAH dan AFRA DN.
MAKALEW.
Permainan sepakbola merupakan salah satu jenis olahraga yang sudah
populer di seluruh dunia. Olahraga ini membutuhkan kondisi lapangan yang prima
untuk perfomance para pemain. Lapangan sepakbola harus memenuhi kualitas
standar, baik standar nasional maupun standar internasional. Masalah terkait
rumput lapangan sepakbola di Indonesia yaitu kesesuaian pemilihan jenis rumput,
media tanam, dan pertumbuhan rumput yang dipengaruhi kondisi iklim dan
ketersediaan nutrisinya. Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi kualitas
rumput dengan melihat pengaruh komposisi media tanam, pemberian nutrisi, dan
pemangkasan di tiga lapangan sepakbola yang digunakan kompetisi, mempelajari
pengaruh perbedaan komposisi media tanam, pemberian nutrisi, dan pemangkasan
terhadap pertumbuhan rumput ditinjau dari kualitas visual dan fungsional rumput
lapangan sepakbola, memberikan rekomendasi pada pengelola lapangan
sepakbola terkait media tanam, nutrisi, dan pemangkasan yang dapat
menghasilkan performa yang prima bagi rumput lapangan sepakbola. Metode
penelitian yang digunakan yaitu metode survei dan eksperimental. Survei lapang
dilakukan dengan mengunjungi tiga lapangan sepakbola untuk mengidentifikasi
teknik pengelolaan dan permasalahan lapangan sepakbola. Penelitian
eksperimental dilakukan dengan menanam rumput manila dan menerapkan
perlakuan berupa rekayasa media tanam, pemberian nutrisi dengan level yang
berbeda, dan pemangkasan dengan ketinggian yang berbeda. Parameter yang
digunakan yaitu kepadatan, warna, tekstur, elastisitas, hasil pangkasan, panjang
akar, dan berat kering akar.
Survei dilakukan di tiga stadion yaitu Stadion Gelora Bung Karno, Stadion
Si Jalak Harupat, dan Stadion Maguwoharjo. Hasil survei menyatakan bahwa
kualitas rumput di lapangan sepakbola Stadion Maguwoharjo memiliki kualitas
yang lebih rendah dibandingkan dua stadion lainnya. Hal ini disebabkan oleh
kondisi kesuburan media tanam yang kurang sehingga mempengaruhi
pertumbuhan dan performa rumput di stadion tersebut. Perlu dilakukan perbaikan
kesuburan media tanam pada Stadion Maguwoharjo. Hasil percobaan lapang di
kebun percobaan menunjukkan bahwa interaksi ketiga faktor perlakuan yang
diberikan tidak memberikan pengaruh yang nyata. Pengaruh nyata hanya
ditunjukkan satu atau dua interaksi faktor perlakuan dan pengaruh tersebut tidak
semuanya terlihat nyata pada setiap variabel yang diamati. Rekomendasi
pengelolaan rumput Zoysia matrella yaitu menggunakan media tanam pasir,
pemupukan dengan dosis 5 g/m2 N, 2,5 g/m
2 P2O5, dan 2,5 g/m
2 K2O yang
diberikan setiap satu bulan sekali serta pemangkasan dengan ketinggian 2 cm.
Kata kunci: kualitas lapangan sepakbola, pengelolaan, Zoysia matrella
SUMMARY
EMY JUNATAN MUAKHOR. Planting Medium, Nutrition and Mowing
Engineering to Improve Visual and Functional Qualities of Soccer Field’s
Grass. Guided by the NIZAR NASRULLAH and AFRA DN. MAKALEW.
Soccer is one of the popular sport around the world. Soccer requires field
with excellent performance for the player perfomance. Soccer field have to
comply quality standards, including national and international standards. The
problems of soccer field occurred in Indonesia were the suitability of grass type
election, planting medium, and grass growth which were influenced by climate
and nutrition availability. This was conducted to evaluate the effect of planting
medium composition, nutrient, and mowing on grass quality of three soccer fields,
to observe the effect of different planting medium composition, nutrition, and
mowing on visual and functional qualities of grass growth, to give suggestion for
management of soccer field related planting medium, nutrient, and mowing in
order to produce excellent grass field. The methods consisted of survey and
experiment. Survey method involves visiting three soccer fields to identify
management techniques and soccer field issues. Experiment method was divided
into planting manila grass and applying the treatment namely planting medium
modification, different level of nutrient, and different height of mowing. The
parameter of this method was density, color, texture, elasticity, yield, root length,
and dry weight of root.
The survey was conducted in three soccer stadiums namely Gelora Bung
Karno Stadium, Si Jalak Harupat Stadium, and Maguwoharjo Stadium. Grass
quality of Maguwoharjo Stadium has the lowest quality than the others because
the shortage of fertilizers condition in planting medium. Consequently, it affected
grass growth and performance. Based on the existing problems, some
improvements of planting medium fertility were needed to get the optimal growth
and performance in Maguwoharjo Stadium. As for the results, the interaction of
three treatment factors was not significant. Significant influence was only detected
in one or two treatment factors interaction, but the significant influence was not
seen at all in each observation variables. It was recommended for manila turfgrass
using medium of sand, fertilizing 5 g/m2 of N, 2,5 g/m
2 of P2O5, and 2,5 g/m
2 of
K2O once a month, and mowing at height of 2 cm.
Keywords: management, soccer field quality, Zoysia matrella
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Arsitekstur Lanskap
REKAYASA MEDIA TANAM, NUTRISI DAN PEMANGKASAN
UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS VISUAL DAN
FUNGSIONAL RUMPUT LAPANGAN SEPAKBOLA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
EMY JUNATAN MUAKHOR
Penguji Tesis Luar Komisi: Dr Dwi Guntoro, SP, MSi
Judul Tesis : Rekayasa Media Tanam, Nutrisi dan Pemangkasan untuk
Meningkatkan Kualitas Visual dan Fungsional Rumput Lapangan
Sepakbola
Nama : Emy Junatan Muakhor
NIM : A451110061
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr Ir Nizar Nasrullah, MAgr
Ketua
Dr Ir Afra DN. Makalew MSc
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Arsitekstur Lanskap
Dr Ir Nizar Nasrullah, MAgr
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 06 Februari 2014
(tanggal pelaksanaan ujian tesis)
Tanggal Lulus:
(tanggal penandatanganan tesis
oleh Dekan Sekolah
Pascasarjana)
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2013 ini ialah
rumput lapangan sepakbola, dengan judul Rekayasa Media Tanam, Nutrisi dan
Pemangkasan terhadap Kualitas Visual dan Fungsional Rumput Lapangan
Sepakbola.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Nizar Nasrullah, MAgr
dan Ibu Dr Ir Afra DN. Makalew, MSc selaku pembimbing. Di samping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada pihak pengelola Stadion Gelora Bung
Karno (Jakarta), pihak pengelola Stadion Si Jalak Harupat (Bandung), dan pihak
pengelola Stadion Maguwoharjo (Kabupaten Sleman) yang telah membantu
selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah,
ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa, kasih sayang dan bantuan yang telah
diberikan. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Yudha Kartana,
Florenthius Agung, Vina Pratiwi, Ratsio Wibisono, E. Yusuf Tammara, dan
Oktaviana Herlin yang telah membantu pelaksanaan penelitian ini dari awal
hingga penelitian ini selesai terlaksana, serta teman-teman Pascasarjana
Arsitekstur Lanskap yang telah memberikan doa dan dukungan kepada penulis
sehingga penelitian ini berjalan dengan baik.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Maret 2014
Emy Junatan Muakhor
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 3
TINJAUAN PUSTAKA 4
Media Tanam Rumput Lapangan 10
Kebutuhan Nutrisi Rumput 12
METODE 15
Waktu dan Tempat 15
Metode Survei 15
Metode Rancangan Percobaan 16
Metode Eksperimental 18
KONDISI UMUM 21
Lokasi Penelitian Survei 21
Iklim 22
Pengelola 23
Jenis Rumput 23
HASIL DAN PEMBAHASAN 25
Penilaian Kualitas Tiga Lapangan 25
Penilaian Kualitas Rumput Percobaan 51
SIMPULAN DAN SARAN 62 Simpulan 62
Saran 62
DAFTAR PUSTAKA 63
LAMPIRAN 665
RIWAYAT HIDUP 66
DAFTAR TABEL
1. Rancangan faktorial 3 faktor 17 2. Parameter dan teknik pengamatan kualitas visual 20
3. Parameter dan teknik pengamatan kualitas fungsional 20 4. Standar penilaian rumput lapangan sepakbola 20
5. Kondisi iklim bulanan tahun 2011 pada ketiga lokasi survei 23 6. pH dan KTK media tanam di ketiga stadion 26
7. BD, porositas, dan permeabilitas media tanam di ketiga stadion 26 8. Kelas permeabilitas dan perkolasi tanah 27
9. Jenis dan susunan material konstruksi lapangan di ketiga stadion 29 10. Hasil penghitungan jumlah tunas di ketiga stadion 31
11. Hasil pengukuran warna daun di ketiga stadion 32 12. Hasil analisis laboratorium total klorofil daun di ketiga stadion 34
13. Hasil pengukuran tekstur daun di ketiga stadion 35 14. Hasil pengukuran elastisitas rumput di ketiga stadion 36
15. Hasil pengukuran berat kering pucuk di ketiga stadion 37 16. Hasil pengukuran panjang akar di ketiga stadion 39
17. Hasil pengukuran berat kering akar di ketiga stadion 41 18. Jenis, Dosis, dan Waktu Pemupukan 43
19. Intensitas Penyiraman pada ketiga stadion 45 20. Intensitas pemangkasan rumput pada ketiga stadion sepakbola 46
21. Jenis gulma da intensitas penyiangan di ketiga stadion 48 22. Jenis hama atau penyakit pada ketiga stadion 49
23. Korelasi antarvariabel Stadion Gelora Bung Karno 50 24. Korelasi antarvariabel Stadion Si Jalak Harupat 50
25. Korelasi antarvariabel Stadion Maguwoharjo 50 26. pH dan KTK media tanam 51
27. BD, porositas, dan permeabilitas media tanam 51 28. Pengaruh faktor pemupukan (F) terhadap pH media tanam 52
29. Jumlah tunas rumput 52 30. Pengaruh faktor pemangkasan (M) terhadap jumlah tunas/100 cm
2 53
31. Pengaruh interaksi faktor pemupukan dan pemangkasan (F*M)
terhadap jumlah tunas/100 cm2 53
32. Skor warna daun rumput 54 33. Ukuran tekstur daun rumput 55
34. Hasil pengamatan jarak pantulan bola 55 35. Pengaruh faktor pemupukan (F) terhadap elastisitas 56
36. Pengaruh faktor pemangkasan (M) terhadap elastisitas 56 37. Pengaruh interaksi faktor pemupukan dan pemangkasan (F*M)
terhadap elastistas 56 38. Berat kering pucuk rumput 57
39. Pengaruh faktor pemangkasan (M) terhadap hasil pangkasan 57 40. Korelasi antarvariabel pengamatan rumput plot percobaan 59
41. Skoring dan selang kelas variabel pengamatan 60 42. Hasil skoring variabel pada setiap interaksi perlakuan 61
DAFTAR GAMBAR
1. Kerangka pikir penelitian 3 2. Tipe pertumbuhan rumput 4
3. Alat pengukur pantulan bola 6 4. Alat pengukur sudut pantulan bola 6
5. Alat pengukur jarak gelinding bola 7 6. Kualitas densitas rumput yang baik dan buruk 7
7. Kualitas tekstur rumput yang baik dan buruk 8 8. Kualitas keseragaman rumput yang baik dan buruk 8
9. Ilustrasi konstruksi media tanam lapangan sepakbola (a) Stadion
Siliwangi, (b) Stadion Singaperbangsa, (c) Stadion Haji Agus Salim 11
10. Lokasi penelitian eksperimental 15 11. Ilustrasi titik sampel survei lapangan sepakbola 16
12. Lay out plot percobaan yang diacak 17 13. Ilustrasi konstruksi media tanam plot percobaan 18
14. Lokasi Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta 21 15. Lokasi Stadion Si Jalak Harupat, Kabupaten Bandung 22
16. Lokasi Stadion Maguwoharjo, Kabupaten Sleman 22 17. Ilustrasi media tanam Stadion Gelora Bung Karno 29
18. Ilustrasi media tanam Stadion Si Jalak Harupat 30 19. Ilustrasi media tanam Stadion Maguwoharjo 30
20. Warna rumput pada Stadion Gelora Bung Karno 33 21. Warna rumput pada Stadion Si Jalak Harupat 33
22. Warna rumput pada Stadion Maguwoharjo 33 23. Hubungan jumlah klorofil dengan warna daun 35
24. Perbandingan panjang akar rumput 58 25. Perbandingan berat kering akar rumput 59
DAFTAR LAMPIRAN
1. Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap tunas rumput 65 2. Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap elastisitas rumput 65
3. Analisis ragan pengaruh perlakuan terhadap berat kering pucuk 65
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Permainan sepakbola merupakan salah satu jenis olahraga yang sudah
populer di seluruh dunia. Permainan yang dilakukan oleh dua tim dengan masing-
masing anggota tim berjumlah sebelas pemain dengan cara menggiring bola di
lapangan rumput dan memasukkannya ke gawang lawan. Di Indonesia, permainan
ini sangat populer dan dimainkan oleh semua kalangan dan tingkatan usia.
Indonesia kurang lebih memiliki 170 buah lapangan sepakbola, baik yang berupa
stadion maupun gelanggang olahraga, dan sebagian memiliki fungsi lain (multi
use). Stadion-stadion tersebut berada di bawah pengawasan lembaga sepakbola
resmi Indonesia yaitu PSSI, diantaranya terdapat 7 stadion yang memiliki daya
tampung penonton mencapai 40.000 hingga 88.000 orang (Riezkan 2012).
Berbagai jenis pertandingan banyak dilakukan di lapangan sepakbola Indonesia,
baik pertandingan nasional maupun internasional. Pertandingan tingkat nasional
yang rutin dilaksanakan yaitu Indonesia Super League (ISL). Selain itu,
pertandingan internasional juga kerap dilaksanakan di Indonesia seperti ASEAN
Games, Asian Football Cup (AFC), Liga Champions Asia, pertandingan pra-
musim maupun pertandingan amal yang mendatangkan klub-klub internasional
bermain di Indonesia.
Olahraga ini membutuhkan kondisi lapangan yang prima untuk perfomance
para pemain. Lapangan sepakbola harus memenuhi kualitas standar, baik standar
nasional maupun standar internasional. Kondisi lapangan yang prima tercipta
melalui kondisi topogafi dan rumput sebagai faktor utamanya. Kondisi topogafi
dan rumput mempengaruhi kelancaran pertandingan. Kondisi topogafi yang
kurang baik akan memengaruhi gerakan bola dan saat terjadi hujan akan terjadi
genangan air yang akan mengganggu permainan. Untuk itu diperlukan drainase
yang efektif untuk mengatasi genangan air (Puhalla et al. 1999). Masalah terkait
rumput lapangan sepakbola di Indonesia yaitu kesesuaian pemilihan jenis rumput,
media tanam, dan pertumbuhan rumput yang dipengaruhi kondisi iklim dan
ketersediaan nutrisinya.
Pertumbuhan rumput yang baik memiliki kriteria tipe pertumbuhan yang
seragam, warna rumput yang hijau, daun yang lentur dan kuat, serta mampu
tumbuh prima seperti sediakala setelah digunakan dalam pertandingan (Turgeon
2005). Salah satu teknik untuk menghasilkan kondisi rumput yang prima yaitu
dengan memberikan pupuk untuk meningkatkan performa rumput. Menurut
Emmons (2000), rumput membutuhkan tujuh belas nutrisi esensial untuk
pertumbuhan dan memenuhi siklus hidupnya. Tiga nutrisi utama yang dibutuhkan
adalah nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K) karena nutrisi tersebut perlu
ditambahkan ke dalam tanah secara teratur. Rumput membutuhkan nitrogen,
fosfor, dan kalium dalam jumlah besar dibanding jenis nutrisi lainnya.
Perbandingan jumlah pupuk yang tepat diberikan tergantung pada jumlah nutrisi
yang tersedia dalam tanah. Jumlah fosfor dan kalium yang tersedia dalam tanah
dapat diketahui melalui uji tanah. Hasil uji tanah dimanfaatkan oleh pengelola
rumput untuk menentukan kegiatan pemupukan yang efektif dan efisien. Saat ini
2
banyak terjadi kerusakan kondisi lapangan rumput yang salah satunya disebabkan
oleh pemberian nutrisi dengan komposisi yang tidak tepat.
Turgeon (2005) menyatakan bahwa nitrogen merupakan komponen penting
dari klorofil. Ketersediaan nitrogen yang cukup akan memberikan hasil rumput
yang berwarna hijau. Pada saat ini banyak pengelola lapangan sepakbola yang
terus menerus memberikan pupuk nitrogen dalam jumlah yang banyak demi
menghasilkan visual rumput yang hijau dan terlihat segar. Namun, kondisi
tersebut tidak diikuti dengan pemberian nutrisi lain yang seimbang sehingga
menyebabkan pertumbuhan rumput yang tidak prima yaitu rumput mudah rusak
(daun sobek dan perakaran lemah). Hal ini dapat mengganggu kelancaran
permainan sepakbola dan menyebabkan kondisi visual yang buruk bagi suatu
lapangan sepakbola. Perlu adanya suatu solusi pemberian nutrisi dengan
komposisi yang tepat dan dapat mengatasi masalah-masalah tersebut sehingga
dihasilkan rumput yang berkualitas, baik secara estetik maupun fungsional.
Menurut Puhalla et al. (1999), respon bola merupakan faktor paling penting
dalam permainan sepakbola maka rumput yang pendek lebih diutamakan.
Pengelola lapangan harus memilih jenis spesies rumput yang baik dan cara
budidaya yang tepat dengan pemangkasan yang pendek. Selain itu, pengelola juga
harus mempertimbangkan waktu yang tepat untuk memangkas. Pemangkasan
berguna untuk mempertahankan ketinggian rumput sesuai dengan standar
sehingga bola dapat memantul dan menggelinding sesuai dengan perkiraan
pemain. Kondisi Indonesia yang berada di wilayah tropis dengan tingkat curah
hujan cukup tinggi memicu pertumbuhan tanaman yang lebih cepat. Pada
lapangan sepakbola, kondisi curah hujan memicu pertumbuhan rumput cepat dan
memerlukan pemangkasan yang tepat untuk menjaga kualitas rumput tetap prima
saat digunakan dalam pertandingan.
Permasalahan terkait kondisi pertumbuhan rumput lapangan sepakbola di
Indonesia dapat disebabkan oleh faktor seperti media tanam rumput yang kurang
sesuai, dan komposisi nutrisi bagi pertumbuhan rumput yang kurang tepat. Untuk
itu, penelitian kesesuaian dan keefektifan media tanam dan pemberian nutrisi bagi
pertumbuhan rumput lapangan sepak bola sangatlah penting dilakukan sehingga
dapat menciptakan kondisi rumput lapangan yang prima, fungsional dan estetik.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini memiliki tujuan, yaitu:
1) mengevaluasi kualitas rumput dengan melihat pengaruh komposisi media
tanam, pemberian nutrisi, dan pemangkasan di tiga lapangan sepakbola,
2) menganalisis pengaruh perbedaan komposisi media tanam, pemberian nutrisi,
dan pemangkasan terhadap pertumbuhan rumput ditinjau dari kualitas visual
dan fungsional rumput lapangan sepakbola,
3) memberikan rekomendasi media tanam, nutrisi, dan pemangkasan dalam
pengelolaan lapangan sepakbola agar memenuhi kualitas visual dan fungsional.
3
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah mendapatkan
komposisi media tanam, nutrisi dan pemangkasan yang tepat dan efektif bagi
pertumbuhan rumput lapangan sepakbola, untuk menghasilkan kualitas rumput
lapangan sepakbola yang prima secara visual dan fungsional, serta menjadi acuan
bagi para pengelola lapangan sepakbola/stadion/gelanggang olahraga.
Kerangka Pikir
Gambar 1 Kerangka pikir penelitian
Lapangan olahraga harus memberikan rasa aman dan nyaman. Kualitas
lapangan rumput alami dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Penelitian
didahului dengan melakukan survei di tiga lapangan sepakbola untuk
menganalisis kondisi eksisting dan permasalahan terkait faktor eksternal,
kemudian dilakukan percobaan dengan memberikan perlakuan pada rumput untuk
mengetahui pengaruh media tanam, nutrisi, dan pemangkasan sehingga
menghasilkan kualitas rumput lapangan yang estetik dan fungsional. Kerangka
pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.
TINJAUAN PUSTAKA
Rumput
Rumput merupakan jenis tanaman yang termasuk dalam kelompok tanaman
monokotiledon atau biasa disingkat monokotil.Tanaman monokotil adalah
tanaman berbunga yang hanya memiliki satu buah benih (kotiledon) disetiap biji
mereka. Biasanya jaringan meristematik pada tanaman berada pada bagian ujung
tanaman. Namun, hal yang berbeda terdapat pada rumput. Jaringan meristem pada
rumput berada dibawah pucuk. Hal ini yang memungkinkan rumput memiliki
toleransi tinggi terhadap pemangkasan dan tekanan. Selain itu, rumput memiliki
bagian yang disebut crown yang merupakan pusat aktivitas dari rumput, apabila
bagian ini mati maka rumput pun ikut mati (Christians 2004).
Rumput memiliki beberapa tipe pertumbuhan, yaitu anakan (bunch type),
rhizom (rhizomes), dan stolon (stoloniferous) (Gambar 2). Tipe pertumbuhan
rumput dengan anakan (bunch type) terjadi ketika tunas mulai berkembang
menjadi anakan baru yang disebut tiller. Setelah musim pertumbuhan dari rumput
dengan tipe anakan, beberapa tiller akan tumbuh dalam kelompok yang rapat di
sekitar crown tanaman induknya. Setiap tiller memiliki crown masing-masing
sehingga ketika tiller dipisahkan dari tanaman induk maka dapat tumbuh dan
berkembang sendiri menjadi tanaman baru.
Pada beberapa rumput, perkembangan tunas mungkin juga muncul secara
lateral dan menembus sheat dari tanaman induk. Perkembangan tunas yang
menembus sheat secara lateral menghasilkan batang yang dapat menjadi struktur
reproduktif, yang dibedakan menjadi dua jenis. Pertama, batang lateral tersebut
tumbuh lateral disepanjang permukaan tanah. Bentuk cabang permukaan tanah ini
disebut stolon. Stolon memiliki panjang jarak yang bervariasi yang menghasilkan
tunas baru sebagai struktur reproduktif. Tunas tersebut dapat tumbuh dengan akar
Gambar 2 Tipe pertumbuhan rumput
Sumber: Anonim (2014)
5
baru dan tanaman baru yang sangat mirip dengan tanaman induknya. Kedua,
batang lateral yang muncul dari tanaman induk tumbuh di bawah permukaan
tanah, yang disebut dengan rhizom. Rhizom tidak memiliki klorofil dan terlihat
seperti akar berwarna putih, tetapi bukan akar. Rhizom memiliki node seperti pada
stolon yang setiap node dapat tumbuh akar dan tunas baru. Setiap jenis rumput
memiliki tipe pertumbuhan yang berbeda-beda. Terdapat rumput yang memiliki
tipe pertumbuhan hanya dengan stolon atau rhizome ataupun memiliki kedua-
duanya (Christians 2004).
Menurut Emmons (2000), rumput merupakan penutup tanah yang sangat
baik untuk lapangan olahraga dan tempat rekreasi. Rumput dapat membuat
permukaan yang kuat dan tahan injakan. Ketika luka, rumput mempunyai
kemampuan menyembuhkan diri yang baik. Rumput juga dapat menyediakan
permukaan yang baik untuk pijakan atlet dan permukaan yang lembut untuk
menahan atlet ketika jatuh.
Pemain sepakbola melakukan gerakan berlari dan berhenti dengan cepat dan
frekuensi perubahan arah yang sering merupakan taktik dasar permainan
sepakbola. Hal ini memberikan stres lokal atau pada daerah-daerah tertentu saja
pada permukaan lapangan sepakbola. Kerusakan sekecil apapun pada permukaan
rumput dapat menyebabkan pantulan yang buruk dan gelindingan bola yang tidak
tepat arah sehingga permainan tidak berjalan dengan baik (Puhalla et al. 1999).
Rumput Lapangan Sepakbola
Puhalla et al. (1999) menjelaskan bahwa respon bola merupakan faktor
paling penting maka rumput yang pendek lebih diutamakan. Selain itu, pengelola
lapangan tidak hanya harus memilih jenis spesies rumput yang baik dan cara
budidaya yang tepat dengan pemangkasan yang pendek, tetapi pengelola juga
harus mempertimbangkan kebutuhan waktu yang tepat untuk memangkas.
Drainase yang efektif merupakan bagian yang penting dalam permainan sepakbola,
karena pada lokasi yang menggenang pada permukaan rumput dapat
menghentikan bola yang sedang menggelinding.
Terdapat tiga faktor penting yang berpengaruh terhadap permukaan
lapangan sepakbola, yaitu kondisi permukaan, pemain, dan interaksi bola. Kondisi
permukaan lapangan dipengaruhi oleh lingkungan, jenis lapangan, lokasi
geografis, dan pengelolaan lapangan. Kondisi permukaan lapangan akan
mempengaruhi interaksi bola. Faktor yang berpengaruh terhadap pemain yaitu
pengalaman masa lalu, atribut psikologi, atribut fisik, dan karakter bermain.
Interaksi bola dilihat dari faktor kecepatan bola, pantulan bola, dan gelindingan
bola. Ketiga karakteristik bola tersebut yang dirasakan signifikan berbeda
antarlapangan, terutama antarjenis permukaan lapangan, dan banyak pemain
berpikir perbedaannya cukup mencolok tiap jenis permukaan lapangan
(Ronkainen et al. 2012)
FIFA (2012a) menyebutkan tiga kategori yang menentukan kinerja bola di
permukaan lapangan yaitu pantulan bola, gelindingan bola dan sudut lengkung
bola. Perilaku bola di permukaan berkorelasi dengan antisipasi yang harus
dilakukan oleh pemain. Seorang pemain mengharapkan untuk menerima bola dan
6
dapat memperkirakan pantulan bola, laju bola di permukaan, dan kecepatan sudut
pantul bola di permukaan.
Pantulan bola vertikal (vertical ball rebound). Jika bola memantul lebih
tinggidari perkiraan,pemain mungkin gagal untuk mengontrol bola atau
mungkin memantul tinggi melampaui kepala atau memantul terlalu rendah dan
melewati kaki saat terangkat. Oleh karena itu, perlu untuk mengukur
ketinggian pantulan bola ketika jatuh kepermukaan dari ketinggian tertentu.
Pantulan bola vertikal diukur dengan menjatuhkan bola dari ketinggian 2 meter
dan diukur ketinggian pantulan bola (Gambar 3). Rumput memiliki nilai
pantulan antara 50-100 cm, tetapi idealnya rumput memiliki nilai pantulan
antara 60-85 cm.
Perilaku sudut lengkung bola (angled ball behaviour). Efek gabungan pantulan
dan gelindingan ketika bola diluncurkan ke udara dan membentur permukaan
di sudut disebut sebagai Perilaku sudut lengkung bola (Gambar 4). Perilaku
sudut lengkung bola adalah interaksi yang kompleks antara bola dan
permukaan melibatkan gesekan antara bola dan permukaan, kecepatan
horizontal dan pantulan bola vertikal. Hantaman bola memiliki nilai sudut dan
kecepatan, khususnya bola panjang, akan memantul dari permukaan pada sudut
dan kecepatan tertentu. Jika bola datang pada lintasan dan kecepatan yang
berbeda dari yang diperkirakan, hal tersebut menyebabkan kesulitan dalam
mengontrol bola. Oleh karena itu, perlu untuk mengukur efek gabungan dari
Perilaku sudut lengkung bola.
Gambar 4 Alat pengukur sudut pantulan bola
Gambar 3 Alat pengukur pantulan bola
Sumber: FIFA (2012a)
Sumber: FIFA (2012a)
7
Gelindingan Bola (ball roll). Bola yang bergerak di atas tanah menuju pemain
dapat bergerak lebih cepat atau lambat dari yang diperkirakan akan
mengakibatkan pemain gagal mengontrol bola dengan benar. Pemain yang
mengoper menganggap bola akan memperlambat di atas permukaan dan
kemudian akan menendang dengan kekuatan tertentu. Tes untuk memprediksi
perlambatan dari bola melewati permukaan disebut Gelinding Bola (Gambar 5).
Permukaan lapangan diklasifikasikan dalam hal kecepatan permukaan atau
perlambatan bola melewati permukaan lapangan. Nilai gelinding bola untuk
rumput bervariasi antara 4-10 meter. Rumput yang ideal memiliki nilai
gelinding dari 4-8 m. Semakin rendah nilai, semakin lambat lapangan.
Fungsional dan Estetika Rumput
Menurut Turgeon (2005), banyak faktor yang mempengaruhi kualitas
rumput. Turgeon membedakan kualitas rumput menjadi dua bagian yaitu kualitas
visual dan kualitas fungsional. Hal yang paling berpengaruh terhadap kualitas
visual rumput yaitu kepadatan (density), tekstur (texture), keseragaman
(uniformity), warna (color), perilaku pertumbuhuan (growth habit), dan
kelembutan (smoothness).
Kepadatan (density) adalah ukuran atau jumlah dari tunas per satuan area.
Jumlah tunas yang tumbuh tiap individu rumput sangat bervariasi tergantung
genotip, lingkungan sekitar, dan teknik budidaya. Rumput lapangan sepakbola
akan menjadi jarang jika pertumbuhannya buruk. Ilustrasi mengenai
perbandingan kualitas densitas rumput yang baik dan buruk dapat dilihat pada
Gambar 6.
Rendah Tinggi
Gambar 6 Kualitas densitas rumput yang baik dan buruk
Gambar 5 Alat pengukur jarak gelinding bola
Sumber: FIFA (2012a)
Sumber: Turgeon (2005)
8
Tekstur (texture) merupakan ukuran lebar dari helaian daun. Rumput dengan
lebar daun yang kecil dianggap lebih menarik. Tekstur rumput berpengaruh
pada penggunaan tiap jenis rumput untuk digunakan secara bersama (mixtures).
Rumput yang memiliki tekstur halus dan kasar tidak dapat digunakan secara
bersama karena akan menyebabkan penampilan rumput yang tidak seragam.
Kepadatan dan tekstur rumput merupakan faktor yang saling terkait, pada saat
kepadatan rumput meningkat maka tekstur daun akan semakin halus.
Kehalusan adalah tampilan permukaan rumput yang berpengaruh pada kualitas
visual dan kualitas permainan. Kecepatan dan durasi perputaran bola
akanberkurang apabila rumput tidak halus dan tidak seragam. Ilustrasi
mengenai perbandingan tekstur rumput yang baik dan buruk dapat dilihat pada
Gambar 7.
Keseragaman (uniformity) merupakan pekiraan penilaian terhadap tampilan
rumput yang terlihat. Dua hal terkait dengan keseragaman tampilan rumput
yaitu komposisi dan karakteristik permukaan. Komposisi terkait dengan jumlah
cabang dari anakan, sedangkan karakteristik permukaan terkait dengan
kesamaan jenis rumput yang digunakan. Keseragaman rumput tidak dapat
dinilai secara akurat seperti menilai tekstur dan kepadatan. Keseragaman
rumput dipengaruhi oleh tekstur, kepadatan, komposisi spesies, warna,
ketinggian pangkasan, dan faktor lain yang menyebabkan keseragaman.
Ilustrasi mengenai perbandingan keseragaman rumput yang baik dan buruk
dapat dilihat pada Gambar 8.
Warna (color) merupakan ukuran cahaya yang direfleksikan oleh rumput.
Spesies rumput yang berbeda dan variasi budidaya rumput mempengaruhi
warna rumput dari yang berwarna terang hingga hijau gelap. Warna dapat
digunakan sebagai indikator kondisi umum dari rumput. Warna rumput yang
menguning bisa mengindikasikan bahwa rumput kekurangan nutrisi, terkena
penyakit, atau faktor lain yang tidak sesuai dalam pertumbuhannya. Kualitas
pemangkasan juga dapat berpengaruh terhadap warna dari rumput.
Rendah Tinggi
Gambar 8 Kualitas keseragaman rumput yang baik dan buruk
Kasar Halus
Gambar 7 Kualitas tekstur rumput yang baik dan buruk
Sumber: Turgeon (2005)
Sumber: Turgeon (2005)
9
Perilaku pertumbuhan (growth habit) dideskripsikan sebagai tipe pertumbuhan
tunas pada tiap bagian individu rumput. Tiga tipe dasar pertumbuhan rumput
yaitu anakan (bunch type), rhizome (rhizomatous), dan stolon (stoloniferous).
Kelembutan (smoothness) adalah fitur permukaan dari rumput yang
mempengaruhi kualitas visual dan kemampuan penggunaan dalam permainan.
Percepatan dan durasi bola yang menggelinding akan berkurang jika
permukaan rumput tidak lembut dan tidak seragam.
Kualitas fungsional dari rumput dipengaruhi oleh kekakuan (rigidity),
elastisitas (elasticity), keempukan (resiliency), hasil pangkasan (yield), pertunasan
(verdure), perakaran (rooting), dan kemampuan memulihkan diri (recuperative
capacity).
Kekakuan (rigidity) adalah ketahanan daun rumput terhadap tekanan dan
berhubungan dengan ketahanan rumput. Hal ini dipengaruhi oleh komposisi
kimiawi dari jaringan tanaman, kandungan air, suhu, ukuran tanaman, dan
densitas.
Elastisitas (elasticity) adalah kemampuan rumput untuk kembali tegak setelah
tekanan diatasnya berpindah. Elastisitas rumput akan berkurang secara
dramatis apabila rumput membeku.
Keempukan (resiliency) adalah kemampuan rumput dalam menyerap beban
tanpa merubah karakteristik permukaannya. Pada beberapa kasus, ketahanan
dipengaruhi oleh kondisi daun dan akar. Pada lapangan golf, ketahanan ini
dapat menahan bola secara baik sehingga dapat dibidikkan sesuai target. Pada
lapangan sepakbola, ketahanan ini membantu dalam mengurangi potensi
cedera pada pemain.
Hasil pangkasan (yield) adalah ukuran jumlah sisa potongan rumput yang telah
dipangkas. Hal ini merupakan indikasi pertumbuhan rumput dipengaruhi oleh
pemupukan, irigasi, dan faktor-faktor alami lainnya. Jumlah yield yang
berlebihan, mengindikasi penggunaan pupuk yang berlebihan, terutama
nitrogen dan indikasi lainnya seperti perakaran lemah, toleransi terhadap stres,
dan ketahanan terhadap penyakit.
Pertunasan (verdure) adalah jumlah rumpun rumput yang masih tertanam
setelah pemotongan. Pada beberapa genotip rumput tertentu, peningkatan
verdure berhubungan dengan peningkatan rigiditas dan kemampuan menahan
beban.
Perakaran (rooting) adalah jumlah pertumbuhan akar dalam suatu masa tanam.
Hal ini dapat dilihat dari banyaknya jumlah akar yang berwarna putih dan dari
kedalamannya. Semakin banyak jumlah dan semakin dalam perakarannya,
maka semakin baik kualitas rumputnya.
Kemampuan memulihkan diri (recuperative capacity) adalah kemampuan
rumput dalam memulihkan diri setelah terserang hama penyakit, penggunaan
diatasnya, dan sebagainya. Kemampuan memulihkan diri sangat bervariasi
bergantung pada genotip rumput dan dipengaruhi oleh kondisi alam maupun
buatan. Faktor-faktor yang mengurangi kemampuan memulihkan diri adalah
kepadatan tanah yang kurang baik, pemupukan yang berlebihan ataupun
kurang, kelembaban, suhu yang kurang baik, penyinaran yang kurang baik,
tanah yang masih menyimpan residu racun dan penyakit.
10
FIFA (2012b) menyebutkan bahwa kebutuhan pengelolaan lapangan
sepakbola sangat mendasar untuk beberapa alasan yaitu estetika, keamanan,
penampilan permainan, dan daya tahan.
Estetika. Lapangan yang bagus akan menarik untuk bermain dan mendorong
pengguna menggunakan lapangan dengan cara yang baik. Lapangan yang
buruk tidak menarik untuk bermain, akan mengurangi pengguna lapangan
bermain dalam waktu yang lama, dan mengundang perilaku vandalisme.
Keamanan. Lapangan yang tidak dikelola dengan baik akan menyebabkan
bahaya bagi pengguna. Selain itu, bisa menyebabkan kecelakaan dan kerugian
lain.
Penampilan bermain. Pengelolaan yang buruk akan menyebabkan
ketidaknyamanan dan rasa frustasi bagi pemain karena bola bergerak lebih
cepat, ketidakpastian arah gelinding bola, pantulan bola bervariasi, pemain
berlari dipermukaan yang kasar, dan rendahnya cekaman permukaan.
Daya tahan. Jangka waktu dari rumput sepakbola akan berkurang dengan cepat
disebabkan oleh buruknya perawatan, atau investasi pengelolaan yang
diabaikan.
Menurut Brosnan dan Deputy (2008) pemangkasan Zoysia sp. tidak boleh
melebihi ketinggian 5 cm. Pemangkasan yang baik dilakukan setiap 7-10 hari
dengan ketinggian antara 1,25 cm hingga 4,75 cm.
Media Tanam Rumput Lapangan
Menurut Christians (2004), uji tanah merupakan proses pengukuran status
kandungan nutrisi dalam tanah yang mungkin diperoleh oleh tanaman dan dapat
dijadikan dasar rekomendasi dalam progam penyuburan tanah. Proses pengujian
dapat juga menggunakan alat yang dapat menilai tingkat salinitas dan untuk
mengidentifikasi potensi terkena penyakit/racun. Pengujian tanah dapat
memberikan informasi yang sangat berguna yang dapat menentukan kesuksesan
atau kegagalan dalam progam pengelolaan rumput.
Jika uji tanah telah dilakukan, perlakuan pemberian pupuk yang tepat dapat
diberikan sesuai tingkat rekomendasi. Jika uji tanah tidak dapat dilakukan
keseluruhan, minimal harus dapat diketahui tingkat pH tanah sehingga dapat
diketahui pH tanah yang sesuai untuk kebutuhan material/jenis tanaman yang
akan digunakan. Tanah berpasir memiliki kapasitas penyangga yang rendah
(porous), kurang respon terhadap perubahan tingkat keasaman, dan membutuhkan
sedikit kapur (lime) per unit untuk merubah pH. Tanah yang mengandung bahan
organik tinggi memiliki kapasitas penyangga sangat tinggi dan biasanya tidak
membutuhkan perlakuan untuk merubah pH (Carpenter et al. 1975).
Menurut Emmons (2000), permasalahan utama pada lapangan olahraga
yaitu pemadatan dan kualitas rumput yang buruk. Permasalahan ini dapat diatasi
dengan konstruksi lapangan yang baik dan pemilihan spesies dan kultivar rumput
yang sesuai. Kunci utama dalam membuat lapangan olahraga yang baik adalah
dengan menyediakan zona akar yang cukup. Drainase dan irigasi yang baik
diperlukan untuk menjaga rumput agar tetap padat dan subur.
Lapangan dengan media pasir memerlukan irigasi yang hati-hati karena
zona perakaran sangat mudah kehilangan air. Penyiraman sebaiknya tidak
11
dilakukan sehari sebelum lapangan digunakan agar lapangan tidak digenangi air.
Penyiraman segera setelah lapangan digunakan sangat disarankan untuk
mempercepat pemulihan rumput. Lapangan yang menggunakan tanah liat akan
mengeras jika tidak disiram secara regular. Coring untuk mengurangi kepadatan
sangat penting. Coring adalah pembuatan lubang pada tanah untuk menjaga agar
tanah menjadi gembur, terjaga porositasnya, terjaga kestabilan oksigen dalam
tanah, dan mengurangi kepadatan tanah (Emmons 2000).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Fatmasari (2011), terdapat
tiga tipe media tanam yang digunakan pada lapangan sepak bola pada tiga lokasi
yang menjadi lokasi penelitian, yaitu Stadion Siliwangi (Bandung),
Singaperbangsa (Karawang), dan Haji Agus Salim (Padang). Pada Stadion
Siliwangi konstruksi media tanam lapangan terdiri dari pipa paralon (ø 10 cm),
batu kali, ijuk, kerikil, serta campuran tanah andosol dan pasir. Pada Stadion
Singaperbangsa konstruksi media tanam lapangan terdiri dari pipa paralon (ø 10
cm), batu kali, ijuk dan kerikil, serta campuran tanah latosol, pasir, dan pupuk
kandang.Pada Stadion Haji Agus Salim konstruksi media tanam terdiri dari pipa
paralon (ø 10 cm), kerikil, ijuk, serta campuran tanah entisol dan pasir. Ketiga
ilustrasi konstruksi media tanam masing-masing stadion dapat dilihat pada
Gambar 9.
Gambar 9 Ilustrasi konstruksi media tanam lapangan sepakbola (a) Stadion
Siliwangi, (b) Stadion Singaperbangsa, (c) Stadion Haji Agus Salim
Sumber: Fatmasari (2011)
12
Zeolit alam merupakan mineral yang jumlahnya banyak tetapi distribusinya
tidak merata, seperti klinoptilolit, mordenit, phillipsit, chabazit dan laumontit.
Zeolit alam banyak mengandung mineral seperti Na, K, Ca, Mg dan Fe, namun
kristalinitasnya kurang baik. Zeolit merupakan suatu mineral berupa kristal silika
alumina yang terdiri dari tiga komponen yaitu kation yang dapat dipertukarkan,
kerangka alumina silikat dan air. Struktur yang khas dari zeolit, yakni hampir
sebagian besar merupakan kanal dan pori, menyebabkan zeolit memilki luas
permukaan yang besar. Keadaan ini dapat dijelaskan bahwa masing-masing pori
dan kanal dalam maupun antar kristal dianggap berbentuk silinder, maka luas
permukaan total zeolit adalah akumulasi dari luas permukaan (dinding) pori dan
kanal-kanal penyusun zeolit. Semakin banyak jumlah pori yang dimiliki, semakin
besar luas permukaan total yang dimiliki zeolit. Zeolit alam mempunyai rasio
Si/Al sebesar 4,96 (Lestari 2010).
Sifat kimia yang penting dari zeolit alam adalah kemampuannya dalam
pertukaran anion dan kation. Manfaat dari zeolit sendiri adalah mampu
menangkap NH4+
sehingga tidak mudah tercuci atau hilang, serta meningkatkan
kapasitas tukar kation. Pemanfaatan zeolit dalam pembuatan kompos ini dapat
memperbaiki sifat fisik kompos dan mengurangi bau yang menyengat dari gas
amonia serta dapat meningkatkan kadar nitrogen kompos. Hal ini terjadi melalui
penjerapan nitrogen oleh zeolit yang dapat dilepas kembali secara berlahan untuk
keperluan tanaman. Pemberian zeolit dapat meningkatkan pH kompos, N total
kompos, N tersedia kompos, dan P tersedia kompos. Pemberian zeolit juga dapat
menurunkan nisbah C/N kompos (Susanti dan Panjaitan, 2010). Penambahan
zeolit pada media tanam akan meningkatkan jumlah basa-basa K, Na, Ca dan Mg
serta meningkatkan KTK tanah, walaupun media tanam tersebut sudah dipakai
oleh tanaman selama masa pertumbuhannya. Zeolit tidak meningkatkan pH tanah
(Estiaty 2012).
Menurut Nasrullah dan Ansari (2000) penambahan zeolit pada media tanam
pasir dapat menurunkan kadar air dalam tanah. Selain itu, penambahan zeolit juga
meningkatkan permeabilitas tanah dibandingkan media tanam pasir yang
ditambahkan dengan serbuk gergaji pada taraf yang sama. Secara umum,
penambahan zeolit pada media tanam rumput bermuda (Cynodon dactylon var.
Tifdwarf) pada taraf 25% - 50% menghasilkan kualitas fungsional yang lebih
rendah dibandingkan media tanam pasir yang dicampur dengan serbuk gergaji
dilihat pada variabel berat kering pucuk, kepadatan, kepegasan, warna daun,
panjang akar, dan berat kering akar.
Kebutuhan Nutrisi Rumput
Menurut Carpenter et al. (1975) nutrisi dasar kebutuhan tanaman harus
diberikan. Jumlah dan rasio kebutuhan nutrisi yang harus ditambahkan tergantung
pada kebutuhan dasar kesuburan tanah dilihat pada hasil uji tanah, jenis rumput
yang akan ditanam, kondisi iklim seperti curah hujan dan suhu, penggunaan
irigasi dan jenis tanah. Nutrisi dasar yang dibutuhkan tanaman yaitu yang
mengandung unsur nitrogen (N), fosfor (P), dan potasium (K). Woods (2012)
menyatakan bahwa kebutuhan nutrisi rumput berkaitan dengan tingkat
pertumbuhan dari rumput tersebut. Jumlah dari elemen yang diperlukan untuk
13
diberikan sebagai pupuk dapat dihitung berdasarkan pada jumlah elemen tersebut
di dalam tanah dan potensi pertumbuhan dari rumput pada waktu tertentu.
Kebutuhan nutrisi rumput yang akan diberikan harus melihat kondisi awal tanah
berupa pH tanah, kapasitas tukar kation (KTK) dan ketersediaan nutrisi di tanah.
pH tanah merupakan ukuran dari aktivitas ion hidrogen (H+) di dalam tanah dan
biasanya diukur dalam perbandingan 1:1 antara tanah dan air terionisasi. Tanaman
rumput dapat tumbuh dengan baik pada pH tanah antara 5,5-8,3. Kapasitas tukar
kation (KTK) adalah ukuran dari kemampuan tanah untuk melakukan pertukaran
penyerapan kation. Mineral seperti kalsium, magnesium, dan potasium (kalium)
terdegradasi dalam tanah, dan diambil tanaman dalam bentuk ion Ca2+
, Mg2+
, dan
K+. KTK tanah sangat penting karena sebagai indikator jumlah mineral tersebut
yang terdapat di dalam tanah.
Nutrisi dasar kebutuhan tanaman harus diberikan, berdasarkan pada hasil uji
tanah, jika dibutuhkan untuk membentuk level tanah pada level yang dapat
diterima untuk pertumbuhan rumput. Jumlah dan rasio kebutuhan nutrisi yang
harus ditambahkan tergantung pada kebutuhan dasar kesuburan tanah dilihat pada
hasil uji tanah, jenis rumput yang akan ditanam, kondisi iklim seperti curah hujan
dan suhu, penggunaan irigasi dan jenis tanah. Nitrogen merupakan unsur utama
yang sangat dibutuhkan dalam jumlah cukup banyak. Rasio perbandingan yang
biasa digunakan dalam pemupukan rumput yaitu 1:2:1 atau 1:3:1. Namun
penambahan unsur fosfor dan potasium jumlahnya tergantung ketersediaan di
tanah. Jika jumlahnya di dalam tanah sudah mencukupi, hanya unsur nitrogen
yang perlu ditambahkan (Carpenter et al. 1975).
Brosnan dan Deputy (2008) menyebutkan bahwa pemberian pupuk N untuk
rumput manila sebesar 4,84 g/m2 dengan perbandingan dosis NPK dalam pupuk
majemuk sebesar 2:1:1. Unsur N paling banyak dibutuhkan oleh rumput yang
berfungsi untuk meningkatkan jumlah klorofil daun sehingga daun terlihat hijau,
sedangkan unsur P dibutuhkan rumput dalam jumlah yang sedikit. Selain itu,
unsur P banyak terkandung dalam tanah sehingga penambahan unsur P melalui
pupuk tidak perlu dalam jumlah besar. Unsur K dibutuhkan rumput dalam jumlah
yang sedang karena unsur K berpengaruh terhadap kelenturan/kekakuan daun
yang akan mempengaruhi performa rumput lapangan.
Pupuk organik hasil fermentasi EM4 memberikan pengaruh perbedaan
jumlah unsur hara pada setiap level pupuk yang diberikan terutama kandungan
unsur nitrogen, dimana unsur hara nitrogen, fosfor, dan kalium yang terkandung
dalam pupuk tersebut sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
perkembangan rumput gajah dwarf. Semakin tinggi konsentrasi pupuk organik
yang diberikan pada media tanam, semakin besar pengaruh yang terlihat pada
pertumbuhan rumput. Pengaruh tersebut terlihat pada setiap variabel pengamatan
seperti tinggi tanaman, lingkar batang, lebar daun, jumlah anakan, dan panjang
daun (Lasamadi et al. 2013)
Penjadwalan irigasi yang tidak menyebabkan air bergerak di luar zona
perakaran menunjukkan hasil dapat mengurangi jumlah nitrat dan amonium yang
hilang pada lapangan rumput di daerah beriklim sedang, tanpa merugikan
pertumbuhan dan kualitas rumput. Pemberian pupuk N pada tingkat dan frekuensi
yang sesuai kebutuhan rumput dapat menurunkan kehilangan N dari lapangan
rumput, meskipun manfaatnya mungkin kurang terlihat pada aturan irigasi yang
optimal. Pemberian pupuk yang larut dalam air mengurangi kehilangan N,
14
dibanding menggunakan pupuk lambat larut. Pertumbuhan dan kualitas rumput
juga sering lebih konsisten ketika pupuk larut air diberikan secara hemat dan
teratur. Rumput yang sehat, bebas dari defisiensi pupuk lainnya dan bebas dari
hama dan penyakit, juga harus mampu mengambil N yang diberikan secara
maksimal (Barton dan Colmer 2005).
Rusdy (2010) menyebutkan bahwa peningkatan dosis N akan meningkatkan
produksi bahan kering, rasio daun (tunggul-bagian tanaman bawah tanah),
konsentrasi N, dan pengambilan N pada rumput alang-alang (Imperata
cylindrical), rumput bahia (Paspalum notatum), dan rumput benggala (Panicum
maximum). Pemupukan nitrogen tidak mempunyai pengaruh yang konsisten
terhadap kandungan karbohidrat cadangan, proporsi nitrogen pada tanaman, dan
efisiensi penggunaan nitrogen. Pemangkasan 70 hari setelah pemupukan nitrogen
meningkatkan produksi bahan kering dan pengambilan nitrogen, tetapi
menurunkan konsentrasi nitrogen pada ketiga rumput.
Inokulasi cendawan mikiroza arbuskula (CMA) dan bakteri Azospirillum
meningkatkan serapan hara, efisiensi pemupukan pada turfgrass, dan kepadatan
pucuk Tifdwarf. Inokulasi CMA pada dosis pupuk 25% RD (recommended
dosage) meningkatkan efisiensi pemupukan N sebesar 1069% dibandingkan
control. Inokulasi Azospirillum efektif pada dosis pupuk 75% RD dengan
meningkatkan kandungan N tajuk, tetapi tidak meningkatkan serapan N dn
efisiensi pemupukan N dibandingkan control. Penggunaan CMA+Azospirillum
efektif pada dosis 100% RD (Guntoro et al. 2006).
Nasrullah dan Tunggalini (2000) menyebutkan bahwa pemupukan Polymer
Coated Urea (PCU) sebesar 13,5 g N/m2 memberikan hasil kualitas rumput
Bermuda yang tertinggi. Nilai tertinggi terlihat pada variabel tinggi tanaman,
jumlah pucuk, berat basah dan berat kering pangkasan. Pertumbuhan rumput yang
dipupuk menggunakan pupuk slow release menunjukkan pertumbuhan yang lebih
baik dibandingkan pertumbuhan rumput menggunakan pupuk quick release.
Pemberian pupuk hayati mikoriza pada tanaman rumput dapat
meningkatkan pertumbuhan tanaman dengan meningkatkan persentase penutupan
rumput dan meningkatkan bobot kering clipping. Pemberian pupuk hayati
mikoriza mulai dosis 300 g/pot menghasilkan pertumbuhan tanaman rumput yang
lebih baik dibandingkan dengan control. Pemberian pupuk hayati mikoriza pada
semua tingkat dosis yang dicobakan tidak menunjukkan peningkatan serapan hara
N dan P pada tajuk tanaman serta kualitas rumput (Guntoro et al. 2007)
METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari 2013 hingga bulan Agustus
2013. Tahap pengambilan data terdiri dari dua bagian yaitu tahap survei dan tahap
percobaan. Penelitian tahap percobaan dilakukan pada mulai Mei-Agustus 2013 di
University Farm Institut Pertanian Bogor yang berada di Desa Loji, Sindang
Barang, Kota Bogor Barat (Gambar 10). Pemilihan lokasi didasarkan karena
Kebun Percobaan Pagentongan pernah dikelola oleh Departemen Arsitekstur
Lanskap serta menjadi lokasi penelitian dan budidaya rumput. Pada lokasi tersebut
telah dilengkapi dengan fasilitas pembudidayaan rumput.
Metode Survei
Tahap awal penelitian dilakukan survei pengelolaan lapangan sepakbola
pada bulan Januari-Februari 2013. Survei dilakukan untuk mengetahui kondisi
dan permasalahan di lapangan sepakbola, khususnya terkait media tanam, nutrisi
dan pemangkasan. Permasalahan yang ditemukan kemudian dipelajari solusinya
dengan melakukan percobaan di lapang. Lapangan sepakbola yang dipilih yaitu
lapangan berstandar internasional dan menggunakan jenis rumput manila (Zoysia
matrella). Ketiga lapangan yang dipilih sebagai lokasi survei yaitu (1) Stadion
Gelora Bung Karno (Jakarta), (2) Stadion Maguwoharjo (Yogyakarta), dan (3)
Stadion Si Jalak Harupat (Bandung). Pemilihan ketiga lokasi survei juga
didasarkan pada kemudahan jangkauan (jarak) peneliti menuju lokasi survei.
Pengambilan data tahap survei dilakukan dengan dua cara, yaitu wawancara
dan pengamatan langsung. Wawancara dilakukan terhadap pengelola stadion
untuk mengetahui kondisi pengelolaan terkait kualitas visual, fungsional, dan
pemeliharaan rumput lapangan sepakbola. Jenis data yang dikumpulkan antara
lain jenis media tanam, intensitas pemupukan, jenis dan dosis pupuk yang
Gambar 10 Lokasi penelitian eksperimental Sumber: Wikimapia.com
16
diberikan, waktu pemupukan, intensitas penyiraman, intensitas pemangkasan,
ketinggian pemangkasan, kualitas rumput lapangan, hama dan penyakit yang
menyerang rumput lapangan, serta masalah-masalah terkait pengelolaan rumput.
Tahap survei dengan metode pengamatan lapang secara langsung dilakukan
dengan mengamati parameter kualitas yang mencakup kepadatan rumput, warna,
tekstur, elastisitas, hasil pangkasan, dan perakaran. Pengamatan dilakukan pada
sampel rumput di lapang kemudian parameter diukur dan dibandingkan dengan
standar rumput lapangan sepak bola (Tabel 4). Selain itu, dilakukan pengambilan
sampel tanah dan daun pada ketiga lokasi survei untuk dilakukan uji laboratorium.
Pengamatan lapang, sampel daun, dan sampel tanah diambil dari tiga area
lapangan sepakbola yaitu area gawang, area back, dan area striker. Keenam titik
sampel dipilih secara acak dan diperoleh titik sampel pada titik 2, 4, 8, 12, 14, dan
17 yang masing-masing diberi tanda kotak merah mewakili ketiga area lapangan
sepakbola (Gambar 11). Sampel tanah dari keenam titik pengambilan tersebut
kemudian dikompositkan dan dilakukan uji laboratorium untuk mengetahui KTK
dan pH, sedangkan uji porositas, bulk density, dan permeabilitas diambil masing-
masing dari enam titik sampel menggunakan ring sampler. Sampel daun yang
diambil dari keenam titik sampel kemudian dilakukan uji laboratorium untuk
mengetahui jumlah total klorofil daun. Uji media tanam dilakukan di laboratorium
tanah Departemen Manajemen Sumberdaya Lahan IPB, sedangkan uji klorofil di
lakukan di laboratorium Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB.
Gambar 11 Ilustrasi titik sampel survei lapangan sepakbola
Metode Rancangan Percobaan
Secara rinci dapat disebutkan bahwa percobaan dilakukan dengan tiga jenis
faktor yang akan diteliti yaitu media tanam, pupuk, dan pemangkasan. Masing-
masing faktor dilakukan dalam dua taraf yaitu dua taraf media tanam, dua taraf
pupuk, dan dua taraf pemangkasan, sehingga diperoleh jumlah perlakuan
sebanyak delapan perlakuan. Dalam penelitian ini digunakan percobaan faktorial
dengan tiga faktor, yaitu:
17
media tanam (T) dengan 2 taraf : T1 (pasir) dan T2 (pasir:zeolit= 4:1)
nutrisi (F) dengan 2 taraf : F1 (NPK=5:2,5:2,5) dan F2 (NPK=15:2,5:7,5)
tinggi pemangkasan (M) dengan 2 taraf : M1 (2 cm) dan M2 (4 cm)
Percobaan dilakukan dengan menggunakan rancangan acak kelompok
(RAK) dengan tiga ulangan sehingga dalam percobaan terdapat 24 plot percobaan
(Tabel 1). Ukuran plot percobaan yang digunakan yaitu 1 m x 1 m. Penentuan
letak plot untuk masing-masing perlakuan dilakukan dengan metode pengacakan.
Hasil pengacakan yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 12.
Tabel 1 Rancangan faktorial 3 faktor
Media Tanam Pemupukan Pemangkasan
M1 M2
T1 F1 T1 F1 M1 T1 F1 M2
F2 T1 F2 M1 T1 F2 M2
T2 F1 T2 F1 M1 T2 F1 M2
F2 T2 F2 M1 T2 F2 M2
Rumus yang digunakan dalam statistik untuk mengetahui interaksi perlakuan
terhadap pertumbuhan tanaman yaitu sebagai berikut:
Yijkl = µ + Kl + Ti + €il + Fj + (TF)ij + ßijl + Mk + (TM)ik + (FM)jk + (TFM)ijk + γijkl
dengan:
Yijkl = pengamatan pada perlakuan ke-i faktor T, perlakuan ke-j faktor F,
perlakuan ke-k faktor M pada kelompok ke-l
µ = mean populasi
Kl = pengaruh aditif dari kelompok ke-l
Ti = pengaruh aditif dari perlakuan ke-i faktor T
€il = pengaruh acak dari perlakuan ke-i faktor T pada kelompok ke-l
Fj = pengaruh aditif dari perlakuan ke-j faktor F
(TF)ij = pengaruh interaksi perlakuan ke-i faktor T dan perlakuan ke-j faktor F
ßijl = pengaruh acak dari perlakuan ke-i faktor T dan perlakuan ke-j faktor F
pada kelompok ke-l
Mk = pengaruh aditif dari perlakuan ke-k faktor M
Gambar 12 Lay out plot percobaan yang diacak
18
(TM)ik = pengaruh interaksi perlakuan ke-i faktor T dan perlakuan ke-k faktor M
(FM)jk = pengaruh interaksi perlakuan ke-j faktor F dan perlakuan ke-k faktor M
(TFM)ijk = pengaruh interaksi perlakuan ke-i faktor T, perlakuan ke-j faktor F, dan
perlakuan ke-k faktor M
γijkl = pengaruh acak dari perlakuan ke-i faktor T, perlakuan ke-j faktor F,
perlakuan ke-k faktor M pada kelompok ke-l
Selanjutnya, hasil analisis ragam Rancangan Acak Kelompok kemudian
dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji jarak berganda Duncan pada taraf
5% untuk mengetahui beda nyata antara perlakuan satu dengan lainnya.
Metode Eksperimental
Pada tahap ini dilakukan percobaan (eksperimen) dengan memberikan
perlakuan pada rumput manila (Zoysia matrella) untuk mengetahui respon
pertumbuhan rumput terhadap perlakuan yang dilakukan dalam kaitannya untuk
memperoleh kualitas rumput yang sesuai dan memenuhi kriteria rumput
pertandingan sepakbola. Rekayasa pertama dilakukan dengan memodifikasi media
tanam rumput. Penanaman rumput menggunakan media tanam tanah yang
dicampur dengan bahan lain yang telah dipilih sebagai campuran media tanam.
Penyiapan Media Tanam
Jenis media tanam yang digunakan yaitu pasir dan zeolit. Kedua jenis bahan
tersebut memiliki sifat porositas yang tinggi sehingga dapat memperbaiki drainase
media tanam rumput. Ukuran pasir yang akan digunakan dalam penelitian ini
sebagai media tanam yaitu pasir berukuran 1-2 mm (8-20 mesh), sedangkan
ukuran zeolit yang digunakan yaitu sebesar 2 mm (8-16 mesh). Perlakuan media
tanam yang akan dilakukan yaitu (1) media tanam pasir (T1) dan (2) media tanam
pasir-zeolit (T2) dengan perbandingan sebesar 4:1 (𝑣 𝑣 ).
Media tanam diatur sesuai standar konstruksi lapangan sepakbola, yaitu
pada bagian dasar terdapat pipa paralon dengan diameter 10 cm, kemudian kerikil
setinggi 10 cm, ijuk setinggi 5 cm, dan media tanam sesuai perlakuan yang telah
dicampur setinggi 10 cm. Ilustrasi konstruksi media tanam dapat dilihat pada
Gambar 13.
Gambar 13 Ilustrasi konstruksi media tanam plot percobaan
T1
T2
19
Penanaman
Setelah media tanam disiapkan, selanjutnya dilakukan penanaman rumput
Zoysia matrella. Metode budidaya yang dilakukan yaitu penanaman
menggunakan sodding, dengan menanam lempengan-lempengan rumput
berukuran 10 cm x 10 cm dan ditanam dengan jarak 5 cm. Setelah rumput ditanam
kemudian diratakan untuk mendapatkan permukaan yang datar dan rata.
Pemeliharaan
Pemeliharaan yang dilakukan meliputi pemupukan, pemangkasan,
penyiraman, dan penyiangan gulma. Pemberian pupuk dilakukan dengan
penambahan NPK. Jenis pupuk yang digunakan merupakan pupuk tunggal dengan
pupuk sumber N adalah urea (45%), pupuk sumber P2O5 adalah SP36 (36%), dan
pupuk sumber K2O adalah KCl (60%). Pada penelitian ini dibuat perlakuan dosis
pupuk N:P:K dua taraf, taraf 1 (F1) N:P:K = 5:2,5:2,5 g/m2 dan taraf 2 (F2) N:P:K
= 15:2,5:7,5 g/m2. Pupuk diberikan pada rumput dengan cara ditebarkan
dipermukaan rumput dan dilakukan satu bulan sekali pada minggu pertama,
kelima, kesembilan, dan ketigabelas.
Perlakuan pemangkasan pada rumput manila (Zoysia matrella) dibedakan
dalam dua taraf ketinggian, yaitu ketinggian 2 cm (M1) dan 4 cm (M2). Setelah
tanaman menutup 100%, pemangkasan dilakukan setiap dua minggu sekali pada
minggu kedua, keempat, dan keenam pengamatan.
Penyiraman dilakukan setiap hari pada pagi dan sore hari saat tidak terjadi
hujan dan penyiangan gulma dilakukan secara rutin tiga hari sekali. Penyiraman
dilakukan secara manual menggunakan gembor, sedangkan penyiangan gulma
dilakukan dengan mencabut gulma yang terdapat pada plot percobaan dan
sekitarnya.
Pengamatan
Pengamatan rumput di ketiga stadion dan kebun percobaan dilakukan
berdasarkan variabel kualitas visual dan fungsional menurut Turgeon (2005). Pada
penelitian ini, pengamatan terhadap parameter visual dan fungsional dibatasi
hanya beberapa variabel. Variabel yang dipilih merupakan variabel yang memiliki
pengaruh penting terhadap kualitas visual dan fungsional rumput lapangan dan
mudah untuk dilakukan pengukuran. Variabel parameter visual yang diamati yaitu
kepadatan (density), warna (color), tekstur (texture) dan tipe pertumbuhan (growth
type), sedangkan variabel parameter fungsional yang diamati yaitu elastisitas
(elasticity), hasil pangkasan (yield), panjang akar (root lenght), dan berat kering
akar (dry weight of root). Variabel tipe pertumbuhan diamati secara deskriptif.
Teknik pengamatan setiap variabel dapat dilihat pada Tabel 2 dan Tabel 3.
Pada akhir penelitian dilakukan uji laboratorium pada media tanam untuk
mengetahui sifat fisik media tanam yang mencakup berat jenis, porositas, KTK,
pH, bulk density, permeabilitas, dan total pori tanah. Selain itu, dilakukan
penilaian rumput dengan standar yang didapat dari berbagai sumber (Tabel 4)
terhadap kondisi lapangan sepakbola untuk memperoleh kesimpulan dari hasil
pengamatan lapang yang dilakukan.
20
Tabel 2 Parameter dan teknik pengamatan kualitas visual
Parameter Satuan Waktu
Amatan Teknik Pengamatan
Kepadatan buah Setiap minggu
Menghitung jumlah pucuk dalam luasan sampel 10 cm x 10 cm dengan tiga ulangan.
Warna daun warna Setiap
minggu
Melihat mayoritas warna rumput didalam setiap plot
percobaan kemudian ditentukan skor warna rumput
dengan Munsell Color Chart for Marketing and
Merchandising.
Tekstur cm Setiap
minggu
Menghitung lebar rata-rata daun rumput secara acak
dengan tiga ulangan.
Tabel 3 Parameter dan teknik pengamatan kualitas fungsional
Parameter Satuan Waktu Amatan Teknik Amatan
Elastisitas cm Setiap minggu Mengukur jarak pantulan bola yang dijatuhkan
dari ketinggian 2 m
Hasil
Pangkasan
g Setiap dua
minggu
Mengambil sampel rumput seluas 10 cm x 10 cm
dengan cara menggunting permukaan rumput.
Hasil pangkasan dikeringkan dengan oven selama
24 jam dengan suhu 60oC dan kemudian ditimbang.
Perakaran
- Panjang
akar
- Berat kering
cm
g
Minggu akhir
pengamatan
Sampel diambil dengan hole sampler (diameter
10 cm dan kedalaman 10 cm)
- Sampel akar diukur panjangnya dengan
penggaris
- Sampel akar dipisahkan dari stolon, kemudian dikeringkan dengan suhu 60oC selama 24 jam,
kemudian ditimbang.
Tabel 4 Standar penilaian rumput lapangan sepakbola
No Parameter Penilaian Penilaian Baik Sumber
1 Kepadatan per 100 cm2 >30 pucuk Ayuningtyas (2007)
2 Warna rumput Hijau tua Brosnan & Deputy (2008)
3 Tekstur rumput (mm) < 2 Patton (2010)
4 Berat kering pucuk (g/100 cm2) >1,5 Fatmasari (2011)
5 Berat kering akar (g/100 cm2) >1,5 Fatmasari (2011)
6 Panjang akar (cm) 4-15 Christians (2004)
6 Jarak pantul bola (cm) 50-100 FIFA (2012)
KONDISI UMUM
Lokasi Penelitian Survei
Stadion Gelora Bung Karno (GBK) terletak di Kota Madya Jakarta Pusat,
Provinsi DKI Jakarta. Stadion ini merupakan salah satu bagian sarana olahraga
dari komplek Gelanggang Olahraga Bung Karno atau yang sering disebut dengan
nama Gelora Bung Karno. Stadion ini merupakan stadion yang berstandar
internasional dengan kapasitas penonton duduk sekitar 88.000 orang atau
kapasitas penonton berdiri mencapai 100.800 orang. Secara geografis, Stadion
Gelora Bung Karno ini terletak pada koordinat 6o13’7” LS dan 106
o48’9” BT
dengan batas wilayah bagian utara yaitu Jalan Gerbang Pemuda, batas bagian
timur yaitu tol dalam kota Semanggi, batas bagian barat yaitu Jalan Asia Afrika,
serta batas bagian selatan yaitu Jalan Jenderal Sudirman dan Jalan Pintu Satu
Senayan (Gambar 14).
Stadion Si Jalak Harupat terletak di Kecamatan Soreang, Kabupaten
Bandung, Provinsi Jawa Barat. Stadion ini menjadi kandang tim sepakbola milik
Kabupaten Bandung yaitu Persikab dan menjadi homebase bagi tim sekota dari
Persikab, yaitu Persib. Stadion ini mampu menampung kapasitas penonton duduk
hingga 40.000 orang. Secara geografis, Stadion Si Jalak Harupat ini terletak pada
koordinat 6o59’48” LS dan 107
o31’47” BT dengan batas wilayah bagian utara,
barat, dan selatan yaitu area pertanian milik masyarakat sekitar, dan batas bagian
timur yaitu Jalan Raya Soreang-Cipatik (Gambar 15).
Stadion Maguwoharjo terletak di Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman,
Provinsi DI Yogyakarta. Stadion ini menjadi kandang dari tim sepakbola milik
Kabupaten Sleman yaitu PSS Sleman. Stadion ini mampu menampung kapasitas
penonton duduk hingga 40.000 orang. Secara geografis, Stadion Maguwoharjo
terletak pada koordinat 7o45’2” LS dan 110
o25’5” BT dengan batas wilayah
bagian utara, barat, selatan yaitu area pertanian dan permukiman penduduk
setempat, dan batas bagian timur yaitu Jalan Utara Stadion Maguwoharjo
(Gambar 16).
Gambar 14 Lokasi Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta
Sumber: Wikimapia.com
22
Iklim
Data iklim dari ketiga lokasi survei stadion diperoleh melalui data sekunder.
Berdasarkan sumber data pada tahun 2012, diketahui ketiga lokasi stadion yang
dipilih sebagai lokasi survei penelitian memiliki karakter iklim yang berbeda.
Kondisi iklim ini akan mempengaruhi pertumbuhan dan teknik pengelolaan
rumput lapangan sepakbola, terutama saat pelaksanaan penyiraman rumput.
Stadion Si Jalak Harupat yang berada di Kabupaten Bandung memiliki curah
hujan cukup tinggi sehingga membutuhkan penyiraman yang lebih rendah
dibandingkan dengan dua stadion yang lainnya. Kabupaten Sleman yang memiliki
curah hujan rendah maka rumput Stadion Maguwoharjo membutuhkan
penyiraman yang lebih intensif dibandingkan dua stadion yang lainnya. Tingkat
curah hujan pada suatu daerah juga akan mempengaruhi pertumbuhan rumput
lapangan sepakbola, semakin tinggi curah hujan semakin cepat pertumbuhan
rumput. Hal ini akan mempengaruhi intensitas perawatan yang harus dilakukan,
seperti pemangkasan. Pada Tabel 6 dapat dilihat data iklim pada ketiga lokasi
survei penelitian.
Gambar 16 Lokasi Stadion Maguwoharjo, Kabupaten Sleman
Gambar 15 Lokasi Stadion Si Jalak Harupat, Kabupaten Bandung
Sumber: Wikimapia.com
Sumber: Wikimapia.com
23
Pengelola
Ketiga stadion yang menjadi lokasi survei penelitian dikelola oleh pihak
yang berbeda. Namun, pada dasarnya ketiga stadion tersebut berada di bawah
pengawasan PSSI sebagai organisasi sepakbola di Indonesia. Stadion Gelora Bung
Karno dikelola oleh pihak swasta di bawah Badan Pengelola Komplek Gelora
Bung Karno. Pihak pengelola memberikan perhatian dan melakukan pengelolaan
stadion utama dengan cukup intensif. Selain digunakan untuk pertandingan
sepakbola, stadion utama Gelora Bung Karno juga sering digunakan untuk acara
sosial lainnya, seperti konser musik, acara keagamaan, hingga acara partai politik.
Diantara ketiga stadion yang menjadi lokasi survei, Stadion Gelora Bung Karno
memiliki harga sewa yang paling mahal.
Berbeda dengan Stadion Gelora Bung Karno, Stadion Si Jalak Harupat dan
Stadion Maguwoharjo dikelola langsung di bawah pemerintah daerah (PEMDA)
setempat. Stadion Si Jalak Harupat dikelola oleh Pemerintah Daerah Kabupaten
Bandung yang ditanggungjawabkan kepada Dinas Pemuda, Olahraga dan
Pariwisata (DISPOPAR) Kabupaten Bandung. Stadion Maguwoharjo dikelola
oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman yang ditanggungjawabkan kepada
Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Kabupaten Sleman. Masing-masing
Unit Pengelola Terpadu (UPT) dari ketiga stadion memiliki sistem dan teknik
pengelolaan lapangan yang berbeda.
Jenis Rumput
Jenis rumput yang digunakan pada ketiga lokasi stadion merupakan jenis
rumput yang sama yaitu rumput manila yang memiliki nama ilmiah Zoysia
matrella Linn merr. Rumput ini digunakan sebagai rumput lapangan sepakbola
karena memiliki tekstur yang lebih halus sehingga dapat menunjang permainan
sepakbola. Rumput Zoysia merupakan jenis rumput yang toleran pada daerah
yang memiliki iklim panas (tropis). Rumput manila memiliki ciri warna daun
hijau tua, tekstur daun yang halus, kaku, dan tipe helai daun yang datar. Jenis
rumput Zoysia memiliki tipe pertumbuhan yang lambat dan lebih toleran terhadap
stres panas, kekeringan, dan naungan (Brosnan dan Deputy 2008).
Tabel 5 Kondisi iklim bulanan tahun 2011 pada ketiga lokasi survei
Jenis iklim Kriteria Lokasi Stadion Sepakbola
Jakarta1)
Kab. Bandung2)
Kab. Sleman3)
Suhu udara (oC) Minimum 23,4 12 20,2
Maksimum 35,4 24 33,6
Curah hujan (mm/bln) Minimum 1,5 2 0
Maksimum 230,7 33 100,4
Hari hujan Minimum 2 0 0
Maksimum 25 34 29
Kelembaban nisbi (%) Minimum 60 70 41 Maksimum 91 78 96
Sumber data: 1) BPS Provinsi DKI Jakarta; 2) BPS Kab. Bandung; 3) BPS Kab. Sleman
24
Menurut Brosnan dan Deputy (2008), rumput Zoysia sp. ditemukan di
daerah Asia Timur hingga wilayah Pasifik Selatan. Rumput Zoysia sp. merupakan
rumput yang paling toleran yang banyak digunakan di antara jenis rumput daerah
tropis lainnya, tetapi memiliki daya pemulihan yang rendah. Terdapat tiga spesies
Zoysia yang banyak digunakan yaitu Z. matrella, Z. Japonica, dan Z. tenuifolia.Z.
japonica biasa disebut dengan nama rumput jepang, Z. matrella biasa disebut
dengan rumput manila, dan Z. tenuifolia biasa disebut dengan rumput korea atau
rumput velvet. Perbedaan di antara ketiganya yaitu pada tekstur daun dan warna
daunnya. Z. japonica memiliki tekstur daun sedanghingga kasar dan warna daun
hijau gelap, Z. matrella memiliki tekstur daun yang halus dan warna daun hijau
tua, sedangkan Z. tenuifolia memiliki tekstur yang halus dan warna daun hijau.
Menurut Higgins (1998), rumput Zoysia sp. beradaptasi pada kondisi tanah
dan iklim yang beragam. Rumput tersebut memiliki toleransi yang bagus pada
suhu rendah, area ternaungi, dan angin yang mengandung garam. Zoysia sp.
memiliki pertumbuhan yang rapat dan pertumbuhan lempeng yang lambat
sehingga tidak membutuhkan pemangkasan yang sangat intensif. Namun,
pertumbuhan yang lambat ini juga merupakan kelemahan yang menyebabkan
rumput Zoysia sp. lambat pulih jika terserang penyakit atau kerusakan.
Rumput Manila memiliki stolon dan rhizome yang kuat dan bercabang ke
segala arah. Rumput ini memiliki panjang ruas stolon yang seragam.Biasanya,
ujung daun Rumput Manila selalu menggulung ke dalam. Helaian daun halus dan
berwarna hijau tua ataupun hijau kebiruan. Rumput ini memiliki bunga yang
membentuk sebuah bulir (Christians 2004). Berdasarkan hasil pengamatan, tipe
pertumbuhan yang relatif banyak terdapat pada rumput manila yaitu tipe rhizome.
Tipe pertumbuhan ini mendukung kualitas visual rumput lapangan sepakbola
karena rumput dapat tumbuh lebih rapat dan tidak terlihat banyak cabang stolon
dibandingkan jenis rumput dengan tipe pertumbuhan stolon seperti rumput gajah
(Axonopus compressus) yang juga banyak digunakan pada lapangan sepakbola.
Dengan karakter yang demikian maka rumput manila sangat cocok untuk
digunakan sebagai rumput lapangan sepakbola dengan intensitas pemeliharaan
yang tidak tinggi dan dapat beradaptasi dengan baik pada kondisi iklim di
Indonesia, terutama di Pulau Jawa lokasi survei ketiga stadion. Jenis rumput
manila merupakan jenis rumput tahan injakan. Menurut Brosnan dan Deputy
(2008), rumput Zoysia merupakan rumput yang toleran terhadap berbagai jenis
tipe tanah tetapi pertumbuhan yang baik yaitu pada jenis tanah dengan drainase
baik dengan pH berkisar antara 5,8-7,5. Rumput ini tumbuh baik pada area yang
terkena sinar matahari penuh, tetapi toleran terhadap naungan juga.
Nurisyah et al. (1994) menyebutkan bahwa jarak tanam dan ukuran lempeng
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan serta kualitas penampilan
rumput manila (Zoysia matrella). Rumput manila dengan jarak tanam 20 cm x 20
cm dan ukuran lempeng 10 cm x 10 cm memberikan respon pertumbuhan dan
perkembangan yang lebih baik. Semakin besar ukuran lempeng maka waktu
penutupan semakin cepat dan keseragaman pertumbuhan semakin baik tetapi
kualitas penampilan berkurang. Ukuran lempeng rumput yang ditanam
berpengaruh terhadap persentase penutupan tanah, kecepatan penutupan tanah,
kualitas penampilan, dan keseragaman tumbuh.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penilaian Kualitas Tiga Lapangan
Media Tanam Lapangan
Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak pengelola lapangan sepakbola
di ketiga stadion diketahui bahwa masing-masing lapangan menggunakan media
tanam pasir, namun terdapat perbedaan pada jenis pasir yang digunakan.
Pemilihan pasir sebagai media tanam didasarkan pada kebutuhan rumput Zoysia
matrella yang tidak toleran terhadap genangan air dan sifat fisik pasir yang
memiliki ukuran butiran lebih besar dibanding dengan ukuran tanah liat atau debu
dan banyak memiliki ruang pori besar di antara butir-butirnya sehingga memiliki
daya permeabilitas yang tinggi. Menurut Emmons (2000), lapangan olahraga
dengan media tanam berupa pasir merupakan lapangan yang paling aman karena
lebih mudah dalam memelihara kepadatan rumput dan permukaan yang tidak
padat. Tanah berpasir merupakan media yang memiliki drainase baik karena
memiliki pori besar dan memiliki aliran udara yang baik sehingga pertukaran
udara dari tanah ke atmosfir menjadi lebih mudah. Karakter tanah berpasir yang
tidak melekat juga baik untuk zona perakaran. Hal ini diperkuat hasil penelitian
Ayuningtyas (2007) yang menyatakan media tanam yang baik untuk lapangan
sepakbola adalah jenis tanah berpasir dibandingkan jenis tanah berliat. Tanah
berpasir lebih baik karena memiliki partikel yang tidak mudah melekat satu sama
lain sehingga permukaan lapangan tidak menjadi padat jika traffic diatasnya berat.
Pada Stadion Gelora Bung Karno, media tanam rumput yang digunakan
adalah pasir pasang dan pasir beton. Media tanam rumput yang digunakan pada
Stadion Si Jalak Harupat adalah pasir galunggung yang dicampur dengan sekam
dengan perbandingan 10:1. Pada Stadion Maguwoharjo, jenis media tanam
rumput yang digunakan adalah pasir pantai yang berasal dari Pantai Parangtritis.
Hasil uji laboratorium media tanam untuk ketiga stadion dapat dilihat pada Tabel
6 dan Tabel 7.
Menurut Hanafiah (2007), bobot tanah (bulk density) merupakan kerapatan
tanah per satuan volume yang dinyatakan dalam dua batasan, yaitu kerapatan
partikel dan kerapatan massa. Kerapatan partikel (bobot partikel, BP) adalah
bobot massa partikel padat per satuan volume tanah, sedangkan kerapatan massa
(bobot isi, BI) adalah bobot massa tanah pada kondisi lapang yang dikering-
ovenkan per satuan volume. Tanah yang bertekstur kasar berBI antara 1,3-1,8
g/cm3. Lebih lanjut Hanafiah (2007) menjelaskan bahwa porositas adalah proporsi
ruang pori total (ruang kosong) yang terdapat dalam satuan volume tanah yang
dapat ditempati oleh air dan udara, sehingga merupakan indikator kondisi drainase
dan aerasi tanah. Tanah yang porous berarti tanah yang cukup mempunyai ruang
pori untuk pergerakan air dan udara masuk-keluar secara leluasa, demikian
sebaliknya.
26
Berdasarkan hasil uji laboratorium dapat diketahui bahwa nilai kerapatan
tanah (bulk density) ketiga lapangan memiliki nilai yang cenderung tidak jauh
berbeda yang juga mempengaruhi nilai porositas dari ketiga media tanam di ketiga
lokasi survei. Perbedaan nilai bulk density dan porositas di ketiga lokasi stadion
terkait dengan jenis media tanam yang digunakan. Pada stadion Maguwoharjo
dengan media tanam berupa pasir pantai memiliki bobot isi yang lebih berat
dibandingkan dengan media tanam yang digunakan pada dua stadion lain.
Menurut Chilton (1996) bahwa porositas pasir berada pada nilai antara 25% - 50%.
Nilai uji sifat fisik ketiga media tanam menunjukkan angka mendekati 50% yang
masih termasuk di dalam jangkauan nilai porositas tersebut. Porositas
mencerminkan tingkat kesarangan tanah untuk dilalui aliran massa air
(permeabilitas, jarak per waktu) atau kecepatan aliran air untuk melewati massa
tanah (perkolasi, waktu per jarak). Kelas permeabilitas dan perkolasi tanah
menurut USSCS tertera pada Tabel 8 (Hanafiah 2007).
Mengacu pada tabel kelas permeabilitas tanah dibandingkan dengan hasil uji
ketiga media tanam dapat dinyatakan bahwa ketiga media rumput lapangan
sepakbola memiliki klasifikasi permeabilitas tanah kelas cepat. Sehingga tingkat
peresapan airnya tinggi dan tidak menyebabkan air tergenang dipermukaan tanah,
namun keberadaan air di dalam pori tanah sangat sedikit karena air mudah cepat
hilang. Pada Stadion Gelora Bung Karno dan Stadion Si Jalak Harupat memiliki
kelas permeabilias sangat cepat, sedangkan pada Stadion Maguwoharjo memiliki
kelas permeabilitas cepat. Perbedaan ini disebabkan karena perbedaan jenis media
tanam pasir yang digunakan pada ketiga stadion. Pada Stadion Maguwoharjo
menggunakan jenis pasir pantai (Pantai Parangtritis) yang memiliki ukuran
Tabel 6 pH dan KTK media tanam di ketiga stadion
No Parameter
Kesuburan Tanah Satuan
Stadion
Gelora Bung
Karno
Si Jalak
Harupat
Maguwo-
harjo
1 pH - 6,60 6,60 5,40 2 KTK me/100g 11,06 16,08 3,99
Tabel 7 BD, porositas, dan permeabilitas media tanam di ketiga stadion
No Parameter Sifat
Fisik Tanah Satuan
Area
Sampel
Stadion
Gelora Bung
Karno
Si Jalak
Harupat
Maguwo-
harjo
1 Bulk Density g/cm3
Gawang 1,21 1,00 1,43 Back 1,15 1,16 1,37
Striker 1,44 1,40 1,29
Rataan 1,27 1,19 1,36
2 Porositas %
Gawang 51,60 62,36 46,12
Back 53,94 53,81 48,20
Striker 42,24 24,03 51,34
Rataan 49,26 46,73 48,55
3 Permeabilitas cm/jam
Gawang 38,35 53,81 16,20
Back 27,77 48,17 23,28
Striker 23,80 36,38 14,62
Rataan 29,97 46,12 18,03
27
partikel lebih kecil dibandingkan jenis pasir yang digunakan pada Stadion Gelora
Bung Karno dan Stadion Si Jalak Harupat. Jenis pasir pantai yang memiliki
ukuran partikel lebih kecil menyebabkan banyaknya total pori mikro yang dimiliki
sehingga kemampuan menahan airnya juga lebih tinggi dibandingkan dengan
pasir yang memiliki ukuran partikel lebih besar (Sutanto 2005).
Nilai permeabilitas dan perkolasi lebih jauh dapat dikaitkan dengan praktik
pemupukan atau amelioran (bahan penyubur tanah, seperti kapur dan pupuk
organik) maka pada tanah yang memiliki permeabilitas dan perkolasi cepat akan
mengakibatkan bahan-bahan yang diberikan akan cepat hilang sehingga menjadi
tidak efisien (Hanafiah 2007), sehingga pada ketiga lapangan sepakbola dapat
dikatakan bahwa nutrisi tanah yang diberikan melalui pemupukan cenderung
mudah hilang dari dalam tanah karena sifat fisik tanah yang memiliki kelas
permeabilitas cepat sehingga pupuk yang diberikan mudah tercuci dan terbuang
ketika penyiraman atau terjadi hujan. Hal demikian menyebabkan perlunya
pemberian nutrisi secara intensif sehingga nutrisi yang dibutuhkan tanaman tetap
tersedia di dalam tanah. Selain itu, jenis media tanam pasir merupakan tanah yang
cukup miskin hara dan nutrisi dan memiliki KTK yang cukup rendah. KTK
(Kapasitas Tukar Kation) merupakan nilai yang menunjukkan tingkat pertukaran
ion-ion dalam tanah menjadi unsur yang mudah diserap oleh tanaman. Semakin
kecil nilai KTK, maka pertukaran ion menjadi semakin sukar sehingga unsur hara
dalam tanah menjadi sulit diserap oleh tanaman. Menurut AgSource Laboratories
(2012) tanah pasir memiliki nilai KTK sebesar 1-5 me/100g.
Nilai pH dan KTK di ketiga lokasi survei memiliki nilai yang relatif berbeda,
terutama pada lokasi Stadion Maguwoharjo yang memiliki nilai pH di bawah 6,0
dan KTK yang sangat rendah yaitu 3,99 me/100g. Pada dasarnya, nilai pH tanah
dapat digunakan sebagai indikator kesuburan kimiawi tanah karena dapat
mencerminkan ketersediaan hara dalam tanah tersebut. pH optimum untuk
ketersediaan unsur hara tanah adalah sekitar 7,0 karena pada pH ini semua unsur
makro tersedia secara maksimum, sedangkan unsur hara mikro tidak maksimum
kecuali Mo, sehingga kemungkinan terjadinya toksisitas unsur mikro tertekan.
Pada pH di bawah 6,5 dapat terjadi defisiensi P, Ca, dan Mg serta toksisitas B, Mn,
Cu, Zn, dan Fe; sedangkan pada pH di atas 7,5 dapat terjadi defisiensi P, B, Fe,
Mn, Cu, Zn, Ca, dan Mg, juga keracunan B dan Mo (Hanafiah 2007).
Menurut Gardner et al. (1991), pH tanah merupakan faktor utama yang
mempengaruhi daya larut dan mempengaruhi ketersediaan nutrisi tanaman.
Kebanyakan nutrisi lebih banyak tersedia dalam nilai pH antara 6,0 dan 7,0.
Pemupukan N berjumlah besar yang umum pada tanaman budidaya rumput-
Tabel 8 Kelas permeabilitas dan perkolasi tanah
Kelas Permeabilitas
(mm/jam)
Perkolasi (menit/inchi
(=2,54cm))
LAMBAT: 1. sangat lambat < 1,25 < 1200 2. lambat 1,25 – 5,0 300 – 1200
SEDANG: 3. agak lambat 5,0 - 16 75 – 300
4. sedang 16 - 50 24 – 75
5. agak cepat 50 - 160 12 – 24
CEPAT: 6. cepat 160 - 250 6 - 12
7. sangat cepat > 250 < 6
Sumber: Sutanto 2005
28
rumputan (jagung dan gandum) dapat meningkatkan keasaman dan mungkin
merangsang keracunan Al, penjenuhan basa yang rendah, dan defisiensi Ca, K,
dan Mg. Nutrifikasi pupuk N merupakan penyebab utama timbulnya tanah-tanah
pertanian yang asam dan defisiensi Ca, Mg, dan K pada umumnya berhubungan
dengan pemupukan N yang tinggi.
Lebih lanjut Sutedjo dan Kartasapoetra (2005) menjelaskan peran penting
pH dalam menentukan tingkat kesuburan tanah. Menurutnya, kemasaman tanah
(pH) berakibat langsung terhadap tanaman karena meningkatkan kadar ion-ion
hidrogen bebas. Masing-masing tanaman akan tumbuh dan berkembang dengan
baik pada pH optimum yang dikehendaki. Bila pH jenis tanaman itu tidak sesuai
dengan persyaratan fisiologinya, pertumbuhan tanaman akan terhambat atau
bahkan mati. pH tanah berakibat pula pada baik atau buruknya dan cukup atau
kurangnya unsur hara yang tersedia. Brosnan dan Deputy (2008) menyebutkan
bahwa Rumput Zoysia sp. memiliki toleransi yang cukup tinggi pada berbagai
jenis tipe tanah tetapi akan tumbuh dengan baik pada tanah yang memiliki
drainase baik dengan tingkat pH antara 5,8-7,5.
Hasil uji laboratorium menunjukkan bahwa pH tanah pada Stadion Gelora
Bung Karno dan Stadion Si Jalak Harupat memiliki nilai pH 6,60. Nilai ini
mendekati pH normal (7,0) dan berada dalam rentang pH tanah yang terdapat
banyak bahan atau nutrisi bagi pertumbuhan tanaman, sehingga dapat dikatakan
bahwa media tanam pada kedua stadion tersebut memiliki tingkat kesuburan yang
tinggi. Terutama hal ini didukung dengan nilai kapasitas tukar kation (KTK)
media tanam di kedua stadion yang memiliki nilai cukup tinggi, yaitu pada
Stadion Gelora Bung Karno sebesar 11,06 me/100g dan pada Stadion Si Jalak
Harupat sebesar 16,08 me/100g. Nilai KTK yang cukup tinggi ini mempengaruhi
tanaman dalam proses penyerapan unsur hara atau nutrisi yang ada di dalam tanah
karena tanaman menyerap nutrisi dalam bentuk ion-ion dan semakin besar nilai
KTK menunjukkan semakin mudah terjadi pertukaran unsur/nutrisi menjadi ion-
ion yang tersedia bagi tanaman.
Hasil uji yang berbeda terlihat pada media tanam Stadion Maguwoharjo.
Pada lokasi ini memiliki pH yang cukup rendah di bawah 6,0 yaitu sebesar 5,40
yang berarti media tanam bersifat asam. Kondisi yang demikian menyebabkan
unsur hara atau nutrisi tanaman sedikit tersedia di dalam tanah. Selain itu, nilai
KTK media tanam lapangan juga menunjukkan nilai yang rendah sebesar 3,99
me/100g. Rendahnya nilai KTK ini dapat menyebabkan sulitnya pertukaran unsur
dalam tanah dan sulit untuk diserap oleh tanaman. Kedua faktor ini sangat
mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan cenderung menyebabkan defisiensi
nutrisi pada tanaman.
Konstruksi Media Tanam
Wawancara dengan pihak pengelola ketiga stadion dilakukan untuk
mengetahui jenis dan susunan media tanam yang digunakan di masing-masing
stadion.Jenis dan susunan material konstruksi lapangan sepakbola pada ketiga
stadion lokasi survei berdasarkan hasil wawancara dapat lihat pada Tabel 9.
Konstruksi lapangan sepakbola merupakan salah satu bagian yang sangat penting
yang dapat mempengaruhi permainan sepakbola. Lapangan yang memiliki
konstruksi baik dapat digunakan diberbagai musim, terutama pada saat musim
hujan, permainan sepakbola dapat terganggu jika terjadi genangan air di lapangan.
29
Konstruksi lapangan yang baik dan sesuai juga dapat mempengaruhi pertumbuhan
rumput menjadi lebih baik dan tahan lama. Dasar pertimbangan utama pemilihan
materi/bahan konstruksi lapangan bola yaitu mampu mengalirkan atau
meresapkan air ke dalam tanah dengan cepat, terutama pada saat musim hujan.
Ilustrasi konstruksi media tanam pada Stadion Gelora Bung Karno dapat
dilihat pada Gambar 17. Stadion Gelora Bung Karno memiliki lima lapisan media
tanam, yaitu pasir pasang, pasir beton, geotekstil, kerikil, dan pipa paralon.
Sususan lapisan dari halus ke kasar membantu infiltrasi air saat penyiraman
ataupun saat terjadi hujan sehingga tidak terjadi genangan air. Pasir beton
merupakan pasir dengan ukuran 0,075-5 mm, sedangkan pasir pasang memiliki
ukuran yanglebih halus. Ketebalan lapisan pasir pasang dan pasir beton mencapai
40 cm memberikan ruang tumbuh yang luas bagi akar dan keluasan jangkauan
dalam penyerapan nutrisi oleh rumput. Lapisan geotekstil berfungsi memisahkan
lapisan material halus dengan material yang kasar agar tidak terbawa bersama
aliran air. Geotekstil juga berfungsi untuk mengurangi kecepatan infiltrasi air ke
dalam tanah sehingga menjaga kelembaban media tanam, sehingga air tetap
tersedia bagi pertumbuhan rumput lapangan.
Media tanam Stadion Si Jalak Harupat memiliki susunan yang sederhana
dibandingkan dua stadion lainnya. Pada stadion ini, media tanam lapangan
sepakbola hanya terdapat tiga lapisan, yaitu campuran pasir dan sekam, flanel,
serta pipa paralon. Ilustrasi konstruksi media tanam Stadion Si Jalak Harupat
dapat dilihat pada Gambar 18. Pada lapisan paling atas, pengelola menggunakan
campuran pasir dan sekam, yang tidak dilakukan pada dua stadion lainnya. Sekam
Gambar 17 Ilustrasi media tanam Stadion Gelora Bung Karno
Tabel 9 Jenis dan susunan material konstruksi lapangan di ketiga stadion
Gelora Bung Karno Si Jalak Harupat Maguwoharjo
Jenis Material Ketebalan
(cm) Jenis Material
Ketebalan
(cm) Jenis Material
Ketebalan
(cm)
Rumput 2 Rumput 2 Rumput 2
Pasir Pasang 20 Pasir+Sekam 30 Pasir Pantai 30
Pasir Beton 20 Flanel 0,5 Geotekstil 0,5
Geotekstil 0,5 Pipa Paralon ø 10 Koral 2/3 20
Kerikil 20 Tanah 20
Pipa Paralon ø 10 Geotekstil 0,5
Batu Split 30 Pipa Paralon ø 10
30
merupakan sumber bahan organik karena berasal dari sisa tanaman yang akan
terdegradasi menjadi humus dan menjadi sumber nutrisi bagi tanaman yang akan
mempengaruhi kesuburan tanah serta pertumbuhan tanaman. Menurut Sutedjo dan
Kartasapoetra (2005), sumber bahan organik tanah ialah jaringan tanaman baik
yang berupa serasah atau sisa-sisa tanaman, yang setiap tahunnya dapat tersedia
dalam jumlah yang besar sekali. Bentuk hasil perombakan bahan organik (limbah
nabati) di dalam tanah yang relatif tahan terhadap pelapukan adalah humus. Bahan
ini memiliki kapasitas pengikatan hara maupun air yang tinggi, melampaui
kapasitas liat. Flanel pada lapisan kedua berfungsi seperti geotekstil yaitu untuk
memisahkan material yang halus dengan yang kasar untuk menjaga agar tidak
terbawa aliran air dan membantu menahan ketersediaan air di dalam tanah.
Pada Stadion Maguwoharjo, konstruksi media tanam yang digunakan
memiliki tujuh lapisan, yaitu pasir pantai, geotekstil, coral, tanah, geotekstil, split,
dan pipa paralon. Tebal lapisan pasir yang mencapai 30 cm dan jenis pasir yang
digunakan adalah pasir pantai yang memiliki ukuran partikel lebih kecil. Hal ini
mempengaruhi pertumbuhan tanaman, terutama pada bagian perakaran. Kedua
faktor tersebut memberikan keluasan area pertumbuhan akar dan mendorong
pertumbuhan akar untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan. Lapisan geotekstil
digunakan untuk memisahlan lapisan material yang halus dengan material yang
Gambar 19 Ilustrasi media tanam Stadion Maguwoharjo
Gambar 18 Ilustrasi media tanam Stadion Si Jalak Harupat
31
kasar. Stadion ini menggunakan dua lapisan geotekstil. Lapisan geotekstil atas
berupa lembaran geotekstil seperti yang digunakan pada stadion yang lain, namun
lapisan geotekstil bagian bawah memiliki bentuk yang bergelombang seperti
tempat penyimpanan telur. Kedua lapisan geotekstil ini dibuat untuk menjaga
ketersediaan air mengingat curah hujan di Kabupaten Sleman relatif rendah.
Konstruksi media tanam Stadion Maguwoharjo dapat dilihat pada Gambar 19.
Kualitas Visual
Kepadatan
Kepadatan rumput diketahui dari jumlah tunas yang tumbuh pada luasan
area sampel. Hasil penghitungan jumlah tunas rumput Zoysia matrella di ketiga
lokasi stadion dapat dilihat pada Tabel 10 di bawah ini.
Pada area dengan lingkungan yang mendukung maka rumput dapat tumbuh
dan berkembang dengan baik. Intensitas pemeliharaan juga akan
mempengaruhi pertumbuhan dan kepadatan rumput, semakin tinggi
intensitasnya maka kepadatan rumput juga akan semakin tinggi. Hasil survei
pada ketiga lapangan sepakbola menunjukkan bahwa rata-rata jumlah tunas
pada ketiga stadion cenderung tidak memiliki perbedaan jumlah yang besar.
Stadion Gelora Bung Karno dan Stadion Maguwoharjo memiliki jumlah tunas
per satuan luas yang sama yaitu 32 pucuk/100 cm2. Pada Stadion Si Jalak
Harupat memiliki jumlah tunas per satuan luas yaitu 30 pucuk/100 cm2.
Stadion Gelora Bung Karno memiliki intensitas pemeliharaan dan pemakaian
yang lebih tinggi dibandingkan dengan dua stadion lainnya. Pada stadion
Maguwoharjo dengan tingkat pemeliharaan yang relatif rendah dan pemakaian
lapangan cukup rendah, sehingga pertumbuhan rumput baik karena stres yang
diterima lebih sedikit. Stadion Si Jalak Harupat memiliki tingkat penggunaan
lapangan sedang tetapi memiliki kepadatan tunas yang lebih rendah karena
tingkat pemeliharaan yang masih kurang terutama pada perlakuan penyiangan
gulma. Namun, ketiga stadion lokasi survei memiliki tingkat kepadatan tunas
yang memenuhi standar yaitu lebih dari 30 pucuk/100 cm2 yang berarti tingkat
pertumbuhan rumput di ketiga stadion termasuk pertumbuhan yang baik.
Pada survei Stadion Si Jalak Harupat terlihat memiliki gulma yang banyak
dibandingkan dua stadion lainnya. Banyaknya jumlah gulma pada stadion ini
dapat dipengaruhi oleh jenis media tanam yang digunakan yaitu campuran
pasir dan sekam sehingga memiliki kondisi tanah yang lebih subur
Tabel 10 Hasil penghitungan jumlah tunas di ketiga stadion
Titik
Sampel
Jumlah Tunas (pucuk/100 cm2)
Gelora Bung Karno Si Jalak Harupat Maguwoharjo
2 30 29 28
4 34 32 31
8 31 37 30
12 29 28 33 14 32 24 27
17 35 28 44
Rataan 32 30 32
32
dibandingkan dua stadion lain. Selain itu, tingkat curah hujan di Kabupaten
Bandung memiliki jumlah yang paling tinggi dibandingkan dua stadion lain,
hal ini dapat memicu mempercepat pertumbuhan gulma. Namun, hal ini tidak
diimbangi dengan tingkat penyiangan atau pencabutan gulma yang intensif.
Keberadaan gulma pada lapangan sepakbola dapat memicu terjadinya
persaingan dalam penyerapan hara atau nutrisi dari dalam tanah oleh rumput
manila dan menyebabkan terhambatnya tingkat pertumbuhan rumput, salah
satunya adalah terhambatnya pertumbuhan tunas rumput.
Warna Daun
Warna merupakan salah satu indikator penilaian visual yang paling mudah
dinilai, bahkan oleh orang awam dalam hal ini penonton, sehingga warna
menjadi indikator yang cukup penting. Hasil pengamatan warna daun pada
ketiga stadion dapat dilihat pada Tabel 11 berikut ini.
Penonton sepakbola yang melihat dari jarak cukup jauh dapat melakukan
penilaian kualitas rumput melalui warna terlihat baik atau tidak. Kualitas
lapangan sepakbola yang baik memiliki keseragaman warna rumput. Warna
dapat digunakan sebagai indikator kondisi umum dari rumput. Warna rumput
yang menguning bisa mengindikasikan bahwa rumput kekurangan nutrisi,
terkena penyakit, atau faktor lain yang tidak sesuai dalam pertumbuhannya.
Pengukuran skor warna daun dilakukan dengan bantuan tabel Munsell Color
Chart for Marketing and Merchandising. Data warna rumput kemudian
dibandingkan dengan standar warna daun rumput Zoysia matrella. Menurut
Brosnan dan Deputy (2008), rumput Zoysia matrella memiliki warna daun
hijau tua atau skor warna 5. Gambar 20, Gambar 21, dan Gambar 22
menunjukkan kondisi warna rumput lapangan sepakbola ketiga stadion.
Stadion Gelora Bung Karno dan Stadion Si Jalak Harupat memiliki rata-rata
warna daun sesuai standar warna daun rumput manila. Hal yang berbeda terjadi
pada Stadion Maguwoharjo. Pada stadion tersebut memiliki warna daun hijau
gelap dengan skor warna 6. Pada dasarnya warna hijau daun sangat
dipengaruhi oleh klorofil daun. Lebih lanjut, dilakukan analisis daun di dalam
laboratorium untuk mengetahui jumlah klorofil daun. Hasil analisis total
klorofil daun ketiga stadion dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 11 Hasil pengukuran warna daun di ketiga stadion
Titik
Sampel
Warna Daun (skor warna)
Gelora Bung Karno Si Jalak Harupat Maguwoharjo
2 4 5 6
4 5 5 6
8 5 4 6
12 5 5 6 14 5 5 6
17 5 5 5
Rataan 5 5 6 Ket warna: 1 : Kuning; 2 : Hijau Kuning; 3 : Hijau Muda
4 : Hijau; 5 : Hijau Tua; 6 : Hijau Gelap
33
Gambar 22 Warna rumput pada Stadion Maguwoharjo
Gambar 21 Warna rumput pada Stadion Si Jalak Harupat
Gambar 20 Warna rumput pada Stadion Gelora Bung Karno
34
Klorofil merupakan zat hijau daun yang sangat berperan bagi proses
fotosintesis. Jumlah klorofil daun salah satunya dipengaruhi oleh ketersediaan
unsur nitrogen (N) dalam tanah, karena nitrogen sangat berperan dalam
pembentukan klorofil daun (Sutedjo dan Kartasapoetra 2005). Berdasarkan
jumlah total klorofil daun rumput manila pada tabel di atas dapat dilihat bahwa
jumlah klorofil tertinggi di antara ketiga area pengambilan sampel terdapat
pada area gawang. Perbedaan jumlah klorofil tersebut dipengaruhi oleh
intensitas penggunaan pada area gawang lebih tinggi dibandingkan area
lainnya, sehingga mengakibatkan stres pada rumput lapangan dan tidak jarang
rumput mati. Pada kondisi demikian rumput lapangan terlihat botak sehingga
pengelola melakukan penyulaman. Penyulaman tersebut diduga mempengaruhi
jumlah klorofil karena usia rumput dan kondisinya berbeda dengan rumput area
lainnya.
Secara keseluruhan, rata-rata jumlah klorofil paling tinggi dimiliki oleh
sampel daun yang diambil dari Stadion Maguwoharjo. Salah satu faktor yang
mempengaruhi kandungan klorofil daun rumput manila di Stadion
Maguwoharjo tinggi adalah dosis pemupukan yang diterapkan. Teknik
pemupukan yang dilakukan pada Stadion Maguwoharjo yaitu dengan
memberikan pupuk nitrogen sebanyak 49,8 g/m2, fosfor sebanyak 31,2 g/m
2,
dan kalium sebanyak 9,6 g/m2 setiap tiga bulan yang bersumber dari pupuk
NPK, urea, ZA, dan SP36. Berdasarkan jumlah pupuk yang diberikan dapat
dilihat bahwa pihak pengelola memberikan pupuk yang mengandung nitrogen
(N) dalam jumlah yang cukup tinggi. Sumber pupuk N yang diberikan yaitu
berasal dari pupuk NPK, urea, dan ZA. Hal ini dapat dinyatakan sebagai
pemborosan pupuk.
Berdasarkan data jumlah klorofil dalam daun dan warna daun dari ketiga
lokasi stadion kemudian dibuat grafik hubungan antara jumlah klorofil daun
dengan warna daun yang dapat dilihat pada Gambar 23. Berdasarkan hasil
perhitungan didapatkan persamaan regresi linier hubungan jumlah klorofil
daun dengan warna daun Y = 0,1621X + 4,6812 dan R2 = 0,1186. Persamaan
regresi linier tersebut menyatakan bahwa dengan peningkatan 1 µmol/100cm2
jumlah klorofil dalam daun akan mempengaruhi peningkatan warna daun
rumput manila. Sedangkan nilai R2 menunjukkan koefisien determinasi, yaitu
seberapa besar pengaruh peningkatan jumlah klorofil terhadap perubahan
warna daunrumput manila. Dari nilai persamaan regresi linier dan nilai R2,
dapat disimpulkan bahwa perubahan warna daun dipengaruhi oleh jumlah
klorofil sebesar 11,86%.
Tabel 12 Hasil analisis laboratorium total klorofil daun di ketiga stadion
Titik
Sampel
Total Klorofil (µmol/100cm2)
Gelora Bung Karno Si Jalak Harupat Maguwoharjo
2 1,97 4,48 3,32
4 1,79 1,96 6,45
8 2,23 2,94 3,06
12 0,17 3,00 2,74
14 2,56 2,78 3,08
17 4,78 3,10 4,02
Rataan 2,25 3,04 3,78
35
Tekstur
Tekstur rumput menunjukkan penilaian kasar atau halusnya karakter fisik
hamparan rumput yang terlihat secara visual. Menurut Turgeon (2005), tekstur
merupakan ukuran lebar dari helaian daun. Hasil pengamatan terhadap tekstur
daun melalui pengukuran lebar daun pada ketiga stadion dapat dilihat pada
Tabel 13 berikut ini.
Rumput dengan lebar daun yang kecil dianggap lebih menarik.Tekstur
rumput berpengaruh pada penggunaan tiap jenis rumput untuk digunakan
secara bersama (mixtures). Rumput yang memiliki tekstur halus dan kasar tidak
dapat digunakan secara bersama karena akan menyebabkan penampilan rumput
yang tidak seragam. Kepadatan dan tekstur rumput merupakan faktor yang
saling terkait, pada saat kepadatan rumput meningkat maka tekstur daun akan
semakin halus. Kehalusan adalah tampilan permukaan rumput yang
berpengaruh pada kualitas visual dan kualitas permainan. Kecepatan dan durasi
perputaran bola akan berkurang apabila rumput tidak halus dan tidak seragam.
Hasil perhitungan rata-rata tekstur daun rumput manila pada ketiga lapangan
sepakbola memiliki nilai yang cenderung tidak berbeda. Lebar daun masing-
masing, yaitu Stadion Gelora Bung Karno sebesar 2,5 mm, Stadion Si Jalak
Harupat sebesar 2,3 mm, dan Stadion Maguwoharjo sebesar 2,4 mm. Ketiga
ukuran tekstur atau lebar daun tersebut tidak termasuk dalam standar ukuran
Tabel 13 Hasil pengukuran tekstur daun di ketiga stadion
Titik
Sampel
Tekstur Daun (cm)
Gelora Bung Karno Si Jalak Harupat Maguwoharjo
2 0,25 0,27 0,25
4 0,26 0,25 0,26
8 0,24 0,23 0,26
12 0,29 0,22 0,23
14 0,26 0,22 0,27
17 0,23 0,20 0,22
Rataan 0,25 0,23 0,24
Gambar 23 Hubungan jumlah klorofil dengan warna daun
y = 0,162x + 4,681R² = 0,118
0
1
2
3
4
5
6
0 1 2 3 4 5 6 7
Sko
r W
arn
a D
aun
Jumlah Klorofil (µmol/100cm2)
36
tekstur daun yang disebutkan oleh Patton (2010) yaitu sebesar kurang dari 2
mm. Menurut hasil pengamatan lapang rumput manila (Zoysia matrella)
memiliki ukuran daun lebih dari 2 mm. Perbedaan ukuran tekstur daun pada
kondisi lapang dan standar yang disebutkan dapat disebabkan oleh perbedaan
kondisi cuaca dan iklim lingkungan tumbuh rumput manila. Standar yang
disebutkan oleh Patton mengacu pada pertumbuhan dan perkembangan rumput
Zoysia matrella yang ditanam di Amerika yang memiliki jenis iklim subtropis
dan 4 musim yang berbeda, sedangkan Indonesia merupakan negara yang
beriklim tropis dan hanya memiliki 2 perbedaan musim yang memiliki tingkat
curah hujan yang tinggi sehingga akan mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan rumput manila.
Rata-rata tekstur daun berukuran kecil pada ketiga stadion terdapat pada
area sampel gawang. Pada area ini memiliki intensitas injakan dari pemain
paling tinggi sehingga tekanan yang diterima rumput lebih besar dan
berpengaruh terhadap pertumbuhan rumput, terutama perkembangan dan
pertumbuhan daun rumput manila. Pada area back, rata-rata tekstur daun
berukuran besar pada ketiga stadion. Area back merupakan area dengan
intensitas injakan paling rendah dibandingkan dua area lainnya, sehingga
pertumbuhan daun rumput dapat secara optimal.
Kualitas Fungsional
Elastisitas
Hasil pengukuran pantulan di ketiga stadion masing-masing menunjukkan
hasil yang cukup berbeda. Hasil yang terlihat jelas berbeda terdapat pada
Stadion Maguwoharjo yang memiliki pantulan rendah dan tidak memenuhi
standar kriteria pantulan bola yang telah ditetapkan FIFA. Hasil pengukuran
pantulan bola dan grafik perbandingan pantulan bola di ketiga stadion dapat
dilihat pada Tabel 14.
Berdasarkan Tabel 14 terlihat rata-rata nilai elastisitas rumput ketiga stadion
lapangan sepakbola. Standar nilai elastisitas rumput terhadap pantulan bola
menurut FIFA yaitu mampu memantulkan kembali bola dalam jarak 50-100 cm,
namun nilai optimal pantulannya antara 60-85 cm. Stadion Gelora Bung Karno
dan Stadion Si Jalak Harupat memiliki nilai rata-rata yang baik dan memenuhi
standar yang telah ditentukan FIFA dan keduanya memiliki jarak pantulan bola
Tabel 14 Hasil pengukuran elastisitas rumput di ketiga stadion
Titik Sampel
Tinggi Pantulan Bola (cm)
Gelora Bung Karno Si Jalak Harupat Maguwoharjo
2 90,0 78,0 64,0 4 62,0 39,0 35,0
8 65,0 86,0 33,0
12 65,0 68,0 30,0
14 89,0 73,0 30,0
17 89,0 65,0 84,0
Rataan 76,7 68,2 46,0
37
dalam jangkauan optimal. Hal berbeda terlihat pada Stadion Maguwoharjo
yang memiliki jarak pantulan bola rata-rata kurang dari 50 cm.
Jarak pantulan bola yang berbeda dipengaruhi oleh jenis media tanam pada
Stadion Maguwoharjo. Stadion ini menggunakan media tanam pasir pantai
yang memiliki ukuran partikel lebih kecil (< 1 mm) dibandingkan pasir yang
digunakan pada dua stadion yang lainnya (1 mm), serta memiliki kandungan
liat yang rendah sehingga bersifat sangat remah karena tidak menempel satu
dengan lainnya. Hal ini menyebabkan media tanam di Stadion Maguwoharjo
bersifat empuk dan mempengaruhi pantulan bola. Turgeon (2005) menyatakan
bahwa kepegasan merupakan gambaran secara luas tentang media tanam
rumput. Selain itu, dapat dilihat berdasarkan hasil uji tanah yang dilakukan di
ketiga stadion. Pada Stadion Maguwoharjo memiliki pH tanah yang cukup
rendah dan bersifat asam, serta nilai KTK media tanam yang rendah. Kondisi
tersebut berpengaruh terhadap ketersediaan nutrisi yang dapat diserap tanaman.
Hal lain yang terlihat pada Stadion Maguwoharjo yaitu adanya perbedaan
ketinggian pantulan bola pada area gawang dibandingkan dengan pantulan bola
pada area back dan striker. Hal tersebut tidak terlihat pada dua stadion lain
yang memiliki jarak pantulan bola pada ketiga area lapangan yang relatif
berbeda tidak terlalu mencolok (Gambar 27). Pada area gawang Stadion
Maguwoharjo memiliki jarak pantulan bola yang cukup tinggi dengan rata-rata
pantulan bola 74 cm. Jarak pantulan tersebut merupakan jarak pantulan yang
optimal menurut FIFA. Namun, pada area back jarak rata-rata pantulan bola
yaitu 32,5 cm dan pada area striker yaitu 31,5 cm. Berdasarkan pengamatan
lapang pada area gawang pada ketiga stadion memiliki jarak pantulan bola
lebih tinggi dan memiliki media tanam yang lebih padat dibandingkan pada
area back dan striker. Hal ini dikarenakan area gawang memiliki intensitas
penggunaan tinggi sehingga media tanam pada area gawang akan memadat
karena mendapat banyak tekanan.
Hasil Pangkasan (yield)
Berat kering pucuk dihitung dari hasil pangkasan rumput sampel dengan
ketinggian pangkas 2 cm dan dikeringkan dengan oven. Hasil pengambilan
sampel berat kering pucuk dapat dilihat pada Tabel 15.
Berat kering pucuk merupakan indikator dari pertumbuhan rumput yang
dipengaruhi oleh pemupukan, penyiraman, dan jenis pemeliharaan lainnya,
serta adanya pengaruh faktor alami dari lingkungan sekitar. Berat kering pucuk
Tabel 15 Hasil pengukuran berat kering pucuk di ketiga stadion
Titik Sampel
Berat Kering Pucuk (g/100 cm2)
Gelora Bung Karno Si Jalak Harupat Maguwoharjo
2 0,37 0,51 1,12 4 0,32 0,54 0,76
8 0,40 0,66 1,07
12 0,33 0,51 0,73
14 0,39 0,61 0,70
17 0,35 0,81 0,48
Rataan 0,36 0,61 0,81
38
juga dapat menunjukkan efektifitas pemberian pupuk yang diserap oleh
tanaman yang digunakan dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Berat kering pucuk merupakan salah satu indikator kualitas fungsional
rumput lapangan sepakbola. Hal ini dilihat dari semakin tinggi nilai berat
kering pucuk, artinya pertumbuhan rumput di lapangan tersebut semakin baik
atau subur. Penjelasan dari sisi manajemen pengelolaan lapangan, artinya
pemberian pupuk kepada rumput dapat efektif meningkatkan pertumbuhan
rumput yang mendukung kualitas atau performa lapangan permainan sepakbola.
Berdasarkan hasil pengukuran laboratorium diketahui bahwa Stadion
Maguwoharjo memiliki nilai berat kering pucuk tertinggi dibandingkan dua
stadion yang lain, yaitu rata-rata seberat 0,81 g/100 cm2. Namun, nilai berat
kering pucuk ini berbanding terbalik dengan kondisi kesuburan tanah Stadion
Maguwoharjo yang memiliki pH masam dan memiliki nilai KTK rendah.
Tingginya nilai berat kering pucuk pada stadion ini dipengaruhi oleh teknik
pengelolaan, terutama pada kegiatan pemangkasan. Pada saat penelitian ini
dilakukan dan sampel pucuk diambil, kondisi lapangan rumput sudah lama
tidak dilakukan pemangkasan bahkan kondisi rumput dalam keadaan berbunga
diseluruh hamparan lapangan sepakbola, sehingga rumput lapangan memiliki
ketebalan lebih dari 5 cm. Hal ini tentunya mempengaruhi hasil pangkasan
yang diperoleh sebagai sampel. Teknik pemangkasan yang dilakukan di
Stadion Maguwoharjo berdasarkan hasil wawancara yaitu pemangkasan
dilakukan seminggu sebelum digunakan pertandingan dan seminggu setelah
pertandingan. Jika tidak ada pertandingan, rumput dibiarkan tumbuh.
Pada Stadion Gelora Bung Karno dan Stadion Si Jalak Harupat memiliki
berat kering pucuk yang lebih kecil. Pada kedua stadion ini teknik
pemangkasan dilakukan secara rutin setiap minggunya. Sehingga ketinggian
maksimum rumput lapangan tetap terjaga dan tidak diharapkan rumput
mencapai fase generatif (berbunga). Pada kondisi rumput yang berbunga,
nutrisi yang diberikan melalui pemupukan cenderung digunakan untuk
memproduksi biji dibandingkan untuk pertumbuhan tunas dan daun baru.
Stadion Gelora Bung Karno memiliki rata-rata berat kering pucuk sebesar 0,36
g/100 cm2 dan Stadion Si Jalak Harupat memiliki rata-rata berat kering pucuk
sebesar 0,61 g/100 cm2. Perbedaan jumlah berat kering pucuk pada kedua
stadion ini dipengaruhi oleh kondisi kesuburan tanah di kedua lokasi tersebut.
Pada Stadion Si Jalak Harupat hasil uji laboratorium menyatakan bahwa media
tanam memiliki nilai KTK yang lebih tinggi dibandingkan dengan media tanam
pada Stadion Gelora Bung Karno. Hal ini tentunya sangat mempengaruhi
ketersediaan dan kemudahan penyerapan unsur hara di dalam tanah bagi
tanaman. Semakin tinggi nilai KTK maka ketersediaan nutrisi bagi tanaman
semakin banyak dan mudah diserap dalam bentuk kation. Hal kedua yang
mempengaruhi perbedaan berat kering pucuk pada kedua stadion yaitu adanya
perbedaan panjang akar.
Menurut Gardner et al. (1991), pertumbuhan panjang akar umumnya
beranalogi dengan pertumbuhan panjang dan lingkar pada pucuk. Pada Stadion
Gelora Bung Karno rata-rata panjang akar rumput manila sebesar 8,1 cm dan
rata-rata panjang akar pada Stadion Si Jalak Harupat sebesar 12,1 cm. Panjang
akar juga mempengaruhi area jangkauan dan luas permukaan akar dalam
menyerap nutrisi. Hal ini juga dikemukakan oleh Gardner et al. (1991) bahwa
39
Salah satu cara tanaman mendapatkan nutrisi yaitu dengan pemanjangan akar
ke sumber ion. Pemanjangan akar menempatkan jaringan penyerap yang baru
terbentuk, terutama daerah rambut akar, di dalam medium tanah yang tidak
terekspolitasi, meningkatkan kesempatan untuk mengambil ion.
Panjang Akar
Panjang akar rumput diketahui dengan mengukur akar terpanjang dari
sampel rumput yang diambil dari lokasi survei penelitian. Pada ketiga lokasi
survei diketahui bahwa Stadion Gelora Bung Karno memiliki rumput manila
dengan panjang akar terpendek dibandingkan dengan dua stadion lainnya.
Hasil pengukuran panjang akar dapat dilihat pada Tabel 16. Rumput manila
pada tadion Si Jalak Harupat dan Stadion Maguwoharjo memiliki rata-rata
panjang akar yang tidak berbeda. Pada Stadion Si Jalak Harupat pertumbuhan
panjang akar dipengaruhi oleh tingkat kesuburan media tanam yang dicampur
dengan sekam yang menjadi sumber bahan organik. Selain itu, pada Stadion Si
Jalak Harupat dilakukan pemupukan nitrogen sebanyak 10,8 g/m2, fosfor
sebanyak 6,2 g/m2, dan kalium sebanyak 1,6 g/m
2 setiap tiga bulan yang
bersumber dari pupuk NPK, urea, dan TSP.
Stadion Maguwoharjo memiliki rata-rata panjang akar yang tidak berbeda
dengan panjang akar pada Stadion Si Jalak Harupat. Teknik pemupukan yang
dilakukan pada Stadion Maguwoharjo yaitu dengan memberikan nitrogen
sebanyak 49,8 g/m2, fosfor sebanyak 31,2 g/m
2, dan kalium sebanyak 9,6 g/m
2
setiap tiga bulan yang bersumber dari pupuk NPK, urea, ZA, dan SP36.
Panjang akar di Stadion Maguwoharjo dipengaruhi oleh jenis media tanam
yang digunakan berupa pasir pantai yang sangat remah sehingga memudahkan
pertumbuhan dan perkembangan akar. Selain itu, defisiensi unsur hara yang
terjadi pada stadion ini juga dapat memicu pertumbuhan akar. Akar tumbuh
memanjang dalam usaha mencari sumber nutrisi bagi kebutuhan pertumbuhan
dan perkembangan tanaman. Menurut Gardner et al. (1991) bahwa salah satu
cara tanaman mendapatkan nutrisi yaitu dengan pemanjangan akar ke sumber
ion. Pemanjangan akar menempatkan jaringan penyerap yang baru terbentuk,
terutama daerah rambut akar, di dalam medium tanah yang tidak terekspolitasi,
meningkatkan kesempatan untuk mengambil ion.
Stadion Gelora Bung Karno memiliki ukuran panjang akar yang paling
pendek dibandingkan dengan dua stadion yang lainnya, sebesar 8,1 cm. Hal ini
dipengaruhi oleh pemberian pupuk yang lebih sedikit dibandingkan dengan dua
stadion lainnya. Kondisi kesuburan media tanam pada Stadion Gelora Bung
Tabel 16 Hasil pengukuran panjang akar di ketiga stadion
Titik
Sampel
Panjang Akar (cm)
Gelora Bung Karno Si Jalak Harupat Maguwoharjo
2 7,6 12,6 10,8
4 7,6 13,5 11,8
8 7,4 11,2 12,2
12 10,6 11,5 10,2 14 7,5 10,1 14,0
17 7,9 13,5 12,8
Rataan 8,1 12,1 12,0
40
Karno memiliki nilai KTK yang lebih kecil dibandingkan dengan KTK pada
media tanam Stadion Si Jalak Harupat. Hal ini menunjukkan bahwa
ketersedian nutrisi kebutuhan rumput dalam tanah dalam bentuk ion jumlahnya
lebih sedikit dibandingkan pada Stadion Si Jalak Harupat. Teknik pemupukan
pada Stadion Gelora Bung Karno yaitu memberikan nitrogen sebanyak 6,3
g/m2, fosfor sebanyak 3,2 g/m
2, dan kalium sebanyak 3,2 g/m
2 yang ersumber
dari NPK dan urea. Hal ini sangat terlihat kontras dengan teknik pemupukan
yang dilakukan pada dua stadion lainnya, sehingga dapat mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan akar.
Pertumbuhan akar yang kuat lazim diperlukan untuk kekuatan dan
pertumbuhan pucuk pada umumnya. Akar yang mengalami kerusakan karena
gangguan secara biologis, fisik atau mekanis dan menjadi kurang berfungsi
maka pertumbuhan pucuk juga akan kurang berfungsi. Akar melayani tanaman
dalam fungsi penting seperti: penyerapan, penambahan (anchorage),
penyimpanan, transpor, dan pembiakan (propagation). Akar juga merupakan
sumber utama beberapa pengatur pertumbuhan tanaman tertentu. Panjang akar
merupakan hasil perpanjangan sel-sel di belakang meristem ujung, sedangkan
lebar akibat dari pembesaran sel-sel ujung merupakan hasil dari meristem
lateral atau pembentukan kambium (Gardner et al. 1991). Akar rumput yang
panjang dan mampu menembus jauh ke dalam tanah serta membuat jalinan
akar di dalam tanah mampu menjadikan kesuburan dan kekuatan dari rumput.
Akar yang mengikat kuat atau membuat jalinan di dalam tanah dapat menjadi
kekuatan rumput sehingga tidak mudah tercabut pada saat digunakan dalam
pertandingan sepakbola.
Pemberian pupuk NPK dan TSP yang merupakan sumber nutrisi fosfor (P)
bagi tanaman adalah salah satu pemicu pertumbuhan akar. Menurut Sutedjo
dan Kartasapoetra (2005), fosfor bagi tanaman berfungsi untuk mempercepat
pertumbuhan akar semai, memacu dan memperkuat pertumbuhan tanaman
dewasa pada umumnya, dan meningkatkan produksi biji-bijian, sehingga
pemberian atau penambahan unsur fosfor ke dalam tanah dapat meningkatkan
pertumbuhan akar. Pemupukan P meningkatkan hasil panen dan pengambilan P,
tetapi juga sangat meningkatkan panjang akar, kehalusan akar, dan
kerapatannya. Peningkatan pengambilan P mungkin disebabkan karena adanya
konsentrasi P yang lebih tinggi dalam medium, atau karena peningkatan
panjang akar, ataupun keduanya (Gardner et al. 1991). Selain itu, semakin
panjang akar, maka semakin luas jangkauan akar dalam menyerap nutrisi,
sehingga nutrisi yang diserap juga semakin banyak.
Berat Kering Akar
Pada ketiga stadion lokasi survei diambil sampel akar rumput dan dilakukan
uji berupa pengukuran berat kering akar. Berdasarkan hasil pengovenan akar
yang dilakukan di laboratorium diperoleh hasil seperti yang dapat dilihat pada
Tabel 17 berikut.
41
Berat kering akar yang diperoleh berdasarkan pengovenan akar
menunjukkan bahwa terdapat kaitan antara panjang akar dan berat kering
akarnya. Ukuran panjang akar sebanding dengan berat kering akar. Semakin
panjang akar, maka berat kering akar semakin tinggi. Pada Stadion Gelora
Bung Karno dengan panjang akar 8,1 cm memiliki berat kering akar sebesar
0,80 g/100 cm2. Pada Stadion Maguwoharjo dengan panjang akar 12,0 cm
memiliki berat kering akar sebesar 1,00 g/100 cm2. Pada Stadion Si Jalak
Harupat dengan panjang akar 12,1 cm memiliki berat kering akar sebesar 1,40
g/100 cm2. Seperti yang telah dijelaskan pada bagian panjang akar, bahwa
panjang akar terkait dengan pemupukan yang diberikan atau kondisi
lingkungan sekitar, seperti media tanam dan iklim. Pada rumput yang memiliki
akar yang panjang-panjang tentunya jumlahnya akan semakin banyak dan berat
kering akarnya pun semakin besar, begitu pula sebaliknya. Menurut Gardner et
al. (1991), panjang akar merupakan hasil perpanjangan sel-sel di belakang
meristem ujung, sedangkan lebar akibat dari pembesaran sel-sel ujung
merupakan hasil dari meristem lateral atau pembentukan kambium. Hal
tersebut merupakan hasil dari nutrisi yang diserap oleh tanaman dan diproses
dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Secara umum dapat
dikatakan bahwa berat kering akar dapat menunjukkan efektifitas penyerapan
nutrisi oleh tanaman dari dalam tanah. Stadion Si Jalak Harupat memiliki berat
kering akar yang paling tinggi karena pada stadion tersebut memiliki tingkat
kesuburan media tanam yang tinggi pula.
Terdapat perbedaan berat kering akar pada setiap area sampel. Pada Stadion
Gelora Bung Karno dan Stadion Si Jalak Harupat terlihat perbedaan berat
kering akar pada area striker memiliki berat yang lebih tinggi dibandingkan
pada area gawang dan area back. Pada kedua area tersebut merupakan area
yang intensif digunakan oleh pemain sepakbola sehingga intensitas injakan
menyebabkan stres yang diterima oleh rumput lebih tinggi dibandingkan
dengan area striker. Stres injakan yang diterima oleh rumput tentunya
mempengaruhi pertumbuhan rumput, termasuk pertumbuhan akar. Akibat stres
yang diakibatkan oleh lingkungan sekitar sehingga pertumbuhan akar pada area
gawang dan back menjadi lebih lambat dibandingkan pada area striker. Hal
yang berbeda terjadi di Stadion Maguwoharjo. Pada Stadion Maguwoharjo
berat kering akar tertinggi ditemukan pada area gawang. Hal ini dapat
disebabkan oleh pertumbuhan akar area gawang pada Stadion Maguwoharjo
lebih banyak ditemukan akar baru sehingga ukuran akar lebih pendek namun
kerapatannya tinggi sehingga berat kering akarnya tinggi.
Tabel 17 Hasil pengukuran berat kering akar di ketiga stadion
Titik
Sampel
Berat Kering Akar (g/100 cm2)
Gelora Bung Karno Si Jalak Harupat Maguwoharjo
2 0,67 1,40 1,03
4 0,56 1,32 0,68 8 1,03 1,11 0,76
12 1,08 2,33 0,89
14 0,78 0,96 0,79
17 0,67 1,30 1,85
Rataan 0,80 1,40 1,00
42
Selain itu, salah satu faktor yang mempengaruhi berat kering akar adalah
media tanam yang digunakan pada ketiga stadion. Pada Stadion Si Jalak
Harupat yang menggunakan media tanam pasir dicampur sekam memiliki berat
kering akar yang paling tinggi dibandingkan dua stadion lainnya. Hal ini terkait
dengan nilai KTK yang dimiliki Stadion Si Jalak Harupat paling tinggi
sehingga nutrisi dan hara yang dibutuhkan bagi pertumbuhan rumput lebih
banyak tersedia, termasuk bagi pertumbuhan akar. Pada Stadion Maguwoharjo
memiliki berat kering akar tertinggi kedua setelah Stadion Si Jalak Harupat.
Meskipun nilai KTK media tanam di Stadion Maguwoharjo sangat rendah,
jenis media tanam yang digunakan merupakan pasir pantai yang memiliki
tekstur halus dan remah karena rendah mengandung liat. Kondisi media tanam
yang demikian memudahkan akar untuk tumbuh karena banyak ruang pori
tanah yang dapat ditembus oleh akar sehingga pertumbuhan akar semakin
banyak. Hal ini juga terkait dengan fungsi akar untuk mendapakan nutrisi bagi
pertumbuhan rumput. Pada Stadion Gelora Bung Karno memiliki berat kering
akar paling rendah. Hal ini dapat disebabkan oleh media tanam yang digunakan
yaitu pasir pasang. Ukuran material pasir pada pasir pasang tentunya lebih
besar dibandingkan ukuran pasir pantai, dan intensitas penggunaan Stadion
Gelora Bung Karno yang cukup tinggi menyebabkan media tanam lebih padat,
serta dosis pupuk yang diberikan paling rendah diantara dua stadion lainnya.
Ketiga hal tersebut tentunya mempengaruhi pertumbuhan rumput lapangan
sepakbola.
Pemeliharaan Rumput Lapangan Sepakbola
Lapangan sepakbola yang merupakan sarana olahraga membutuhkan suatu
perawatan atau pemeliharaan yang baik. Penggunaan material rumput sebagai alas
lapangan membutuhkan pemeliharaan yang intensif terutama untuk menjaga dan
memenuhi kualitas visual dan kualitas fungsional rumput lapangan sehingga
mendukung permainan sepakbola. Jenis-jenis pemeliharaan yang penting
dilakukan seperti pemupukan, penyiraman, pemangkasan, penyulaman,
penyiangan gulma, serta pengendalian hama dan penyakit.
Pemupukan
Hasil wawancara terhadap pihak pengelola lapangan sepakbola di ketiga
stadion menunjukkan adanya perbedaan jumlah atau dosis pemupukan terhadap
rumput lapangan sepakbola. Perbedaan pemupukan pada ketiga lapangan
sepakbola terlihat jelas pada pemberian jenis pupuk pada rumput lapangan.
Jenis pupuk yang digunakan pada ketiga stadion sepakbola terdiri dari pupuk
majemuk dan pupuk tunggal, seperti NPK, urea, TSP, ZA, dan SP36. Jumlah
dan jenis pupuk yang diterapkan pada masing-masing stadion dapat dilihat
pada Tabel 18 berikut.
43
Pemupukan dilakukan untuk menyediakan nutrisi tambahan yang
dibutuhkan oleh tanaman karena ketersediaan di dalam tanah terbatas.
Tanaman membutuhkan nutrisi yang dibedakan sebagai unsur makro dan unsur
mikro. Unsur makro dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang cukup banyak
dan jika mengalami defisiensi akan menghambat pertumbuhan tanaman,
sedangkan unsur mikro adalah unsur yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah
sedikit. Menurut Hanafiah (2007), unsur hara makro esensial mempunyai
karakter jika kurang tersedia akan menyebabkan tanaman defisiensi, tetapi jika
sedikit berlebihan tidak menjadi masalah karena unsur-unsur ini mempunyai
zona serapan mewah (luxury’s consumption zone). Unsur hara mikro esensial
dan penunjang mempunyai karakter jika kurang tersedia akan menyebabkan
tanaman defisiensi, tetapi jika sedikit saja berlebihan akan menjadi racun
(toxics) bagi tanaman karena unsur-unsur ini tidak mempunyai zona serapan
mewah. Berdasarkan kaitan pH dan ketersediaan unsur hara tanah, pH yang
paling ideal untuk tanaman secara umum adalah 6,5-7,0.
Pada ketiga stadion teknik aplikasi pupuk ke lapangan dilakukan dengan
cara ditabur. Pada Stadion Gelora Bung Karno dilakukan dengan bantuan
gerobak yang diisi dengan pupuk kemudian didorong ke lapangan untuk
membantu menebarkan pupuk. Data pemupukan lapangan sepakbola di atas
terlihat bahwa pada Stadion Maguwoharjo diberikan pupuk dengan dosis yang
paling tinggi dibandingkan dua stadion lainnya, yaitu sebesar 40 g/m2 setiap 2
minggu sekali. Tingkat pemupukan tertinggi kedua terdapat pada Stadion Si
Jalak Harupat dengan dosis pemupukan 40 g/m2 setiap 3 bulan sekali. Pada
Stadion Gelora Bung Karno pemupukan dilakukan dengan dosis paling rendah
yaitu 26,8 g/m2 setiap 3 bulan sekali.
Dapat dilihat bahwa pada Stadion Maguwoharjo dosis pupuk dengan
kandungan unsur nitrogen (N) diberikan dalam jumlah yang sangat tinggi
dikarenakan pihak pengelola memberikan empat jenis pupuk yang tiga
diantaranya mengandung unsur N, yaitu pupuk NPK, Urea, dan ZA. Brosnan
dan Deputy (2008) menyebutkan bahwa pemberian pupuk N untuk rumput
manila sebesar 4,84 g/m2setiap 3 bulan dengan perbandingan dosis NPK dalam
pupuk majemuk sebesar 2:1:1. Total dosis pupuk nitrogen (N) yang diberikan
pada rumput Stadion Maguwoharjo sebesar 8,3 g/m2 yang diberikan setiap dua
minggu atau 49,8 g/m2 setiap 3 bulan. Total dosis tersebut lebih dari sepuluh
Tabel 18 Jenis, Dosis, dan Waktu Pemupukan
No Stadion Jenis
Pupuk
Dosis
(g/m2)
Waktu
Pemupukan
Dosis N
(g/m2)
Dosis P2O5
(g/m2)
Dosis K2O
(g/m2)
1 Gelora Bung
Karno
NPK
Urea
20
6,8
3 bulan
sekali 6,3 3,2 3,2
2 Si Jalak
Harupat
NPK
Urea
TSP
10
20
10
3 bulan
sekali 10,8 6,2 1,6
3 Maguwoharjo NPK
Urea
ZA
SP36
10
10
10
10
2 minggu
sekali 8,3 5,2 1,6
44
kali lipat standar kebutuhan nitrogen yang disebutkan oleh Brosnan dan Deputy.
Dalam hal ini pengelola Stadion Maguwoharjo banyak melakukan pemborosan
pupuk, terutama dikaitkan dengan KTK media tanam yang rendah dan indikasi
terjadinya defisiensi hara pada rumput karena jumlah pupuk yang diberikan
sangat banyak namun hanya sedikit yang diserap tanaman dan sebagian besar
lainnya terbuang. Pupuk yang tidak diserap terbawa air hujan atau penyiraman
ke dalam tanah dan masuk saluran drainase hingga saluran pembuangan. Pupuk
NPK adalah pupuk majemuk yang mengandung tiga unsur makro yang penting
bagi tanaman yaitu nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K), sehingga hanya
membutuhkan jumlah atau takaran yang tepat untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi bagi tanaman sesuai dosis. Stadion Si Jalak Harupat dan Maguwoharjo
menggunakan pupuk TSP dan SP36, merupakan pupuk yang mengandung
unsur fosfor (P). Sebaiknya penambahan pupuk tunggal seperti urea, ZA, TSP,
dan SP36 dilakukan jika dosis dari pupuk majemuk kurang terpenuhi.
Pada Stadion Si Jalak Harupat jumlah pupuk nitrogen yang diberikan setiap
tiga bulannya dibandingkan dengan standar kebutuhan pupuk nitrogen bagi
rumput manila yang disebutkan oleh Brosnan dan Deputy maka jumlah pupuk
yang diberikan dua kali lipat dari standar kebutuhan. Dalam kondisi ini,
pengelola Stadion Si Jalak Harupat juga melakukan pemborosan dengan
memberikan jumlah pupuk melebihi kebutuhan rumput manila. Pengelola
memberikan tiga jenis pupuk yang dua diantaranya mengandung sumber
nitrogen bagi tanaman, yaitu pupuk NPK dan urea. Pupuk NPK diberikan
sebanyak 10 g/m2, sedangkan pupuk urea diberikan dua kali lebih banyak yaitu
20 g/m2. Pupuk urea merupakan pupuk tunggal yang memiliki kandungan
nitrogen sebesar 46%. Sebaiknya pupuk NPK yang diberikan jumlahnya lebih
banyak karena merupakan pupuk majemuk dan pupuk urea diberikan sebagai
tambahan dengan takaran kebutuhan nitrogen yang diperlukan.
Pada Stadion Gelora Bung Karno jumlah pupuk nitrogen yang diberikan
sebesar 6,3 g/m2. Jumlah tersebut sedikit lebih banyak dibandingkan standar
kebutuhan pupuk nitrogen yang dibutuhkan oleh rumput manila menurut
Brosnan dan Deputy. Pihak pengelola memberikan dua jenis pupuk yang
mengandung nitrogen yaitu NPK dan urea.
Fungsi dari masing-masing ketiga unsur makro yang dibutuhkan oleh
tanaman menurut Sutedjo dan Kartasapoetra (2005), yaitu nitrogen (N)
berfungsi untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman, menyehatkan hijau daun
(klorofil), meningkatkan kadar protein dalam tubuh tanaman, meningkatkan
kualitas tanaman yang menghasilkan daun, dan meningkatkan
perkembangbiakan mikro organisme dalam tanah yang penting bagi
kelangsungan pelapukan bahan organik. Fosfor (P) bagi tanaman berfungsi
untuk mempercepat pertumbuhan akar semai, memacu dan memperkuat
pertumbuhan tanaman dewasa pada umumnya, dan meningkatkan produksi
biji-bijian. Kalium (K) berfungsi bagi tanaman untuk mempercepat
pembentukan zat karbohidrat dalam tanaman, memperkokoh tubuh tanaman,
mempertinggi resistansi terhadap serangan hama/penyakit dan kekeringan, dan
meningkatkan kualitas biji.
45
Penyiraman
Teknik aplikasi penyiraman pada ketiga stadion lokasi survei memiliki
kesamaan yaitu menggunakan bantuan mekanik. Penyiraman dilakukan
menggunakan mesin pompa air yang terpasang sambungan pipa-pipa ke titik-
titik di sekeliling lapangan bola sehingga intensitas dan jumlah air yang
diterima pada setiap bagian lapangan sama. Pompa diatur dengan tekanan
tertentu sehingga memiliki jangkauan semburan air yang mampu menyiram
lapangan dengan merata.yang sedikit membedakan pada ketiga stadion dalam
hal penyiraman adalah waktu (intensitas) penyiraman dan sumber air yang
digunakan untuk menyiram (Tabel 19).
Penyiraman dilakukan untuk memenuhi kebutuhan air tanaman.Tanpa
adanya air dalam tanah, suatu jenis tanaman apapun tidak mungkin dapat
tumbuh dan berkembang, demikian pula semua mahluk hidup di dalam tanah.
Air secara mutlak dibutuhkan tanaman untuk pertumbuhan dan
perkembangannya. Peran air bagi tanaman seperti sebagai pengangkut hara
tanaman dari tanah ke tempat fotosintesa, mengedarkan hasil fotosintesis dan
metabolisme, mempertahankan ketegangan sel-sel tanaman untuk menjamin
berlangsungnya berbagai mekanisme dalam tubuh tanaman, serta menjamin
berlangsungnya fotosintesa karbohidrat (Sutedjo dan Kartasapoetra 2005).
Penyiraman di Stadion Maguwoharjo dilakukan lebih sering dibandingkan
dengan dua stadion yang lainnya. Hal ini dilakukan karena Kabupaten Sleman
memiliki curah hujan yang cukup rendah dibandingkan stadion lainnya. Pada
stadion Gelora Bung Karno dan Stadion Si Jalak Harupat, pada musim hujan
tidak dilakukan penyiraman, namun jika selama dua hari tidak terjadi hujan
maka akan dilakukan penyiraman.
Penyiraman lapangan sepakbola dengan intensitas yang tinggi diperlukan
terkait dengan media tanam yang digunakan untuk menanam rumput yaitu
pasir yang memiliki tekstur kasar sehingga memiliki permeabilitas yang tinggi
dibandingkan liat dan debu. Pada ketiga lokasi stadion dengan jenis pasir yang
digunakan sebagai media tanam berbeda tentunya juga akan memberi pengaruh
pada pertumbuhan tanaman, terutama terhadap kebutuhan dan ketersediaan air.
Media tanam yang memiliki nilai permeabilitas tinggi membutuhkan
penyiraman yang lebih intensif dibandingkan media dengan nilai permeabilitas
lebih rendah. Namun, pelaksanaan penyiraman perlu disesuaikan dengan
kondisi iklim pada masing-masing wilayah, mengingat tingkat curah hujan di
ketiga lokasi penelitian berbeda.
Gardner et al. (1991) menyatakan karena adanya kebutuhan air yang tinggi
dan pentingnya air, tumbuhan memerlukan sumber air yang tetap untuk
tumbuh dan berkembang. Setiap kali air menjadi terbatas, pertumbuhan
berkurang dan biasanya berkurang pula hasil panen pada tanaman budidaya.
Tabel 19 Intensitas Penyiraman pada ketiga stadion
No Stadion Musim Hujan Musim Panas Sumber Air
1 Gelora Bung Karno Tidak disiram 1 kali/hari Air PDAM
2 Si Jalak Harupat Tidak disiram 2 kali/hari Air tanah 3 Maguwoharjo 1 kali/hari 2 kali/hari Air sungai melalui
pengolahan
46
Pertumbuhan sel merupakan fungsi tanaman yang paling sensitif terhadap
kekurangan air. Pengaruh kekurangan air selama tingkat vegetatif ialah
berkembangnya daun-daun yang lebih kecil. Tanaman yang kekurangan air
yang tumbuh di tanah dengan tingkat air pada pelayuan permanen biasanya
akan segar kembali setelah diairi bila pelayuannya hanya sebentar. Kekurangan
air menurunkan perkembangan vegetatif dan hasil panen dengan cara
mengurangi pengembangan daun dan penurunan fotosintesis daun yang
berakibat menurunnya fotosintesis tajuk. Hal ini dapat dilihat pengaruhnya
pada parameter pengamatan seperti pertumbuhan akar tanaman dan ukuran
tekstur daun rumput.
Pemangkasan
Pemangkasan penting dilakukan untuk menjaga kondisi rumput tetap prima
dan mendukung permainan sepakbola.Pemangkasan juga akan merangsang
pertumbuhan tanaman. Pihak pengelola di ketiga stadion secara umum
menerapkan ketinggian pangkas yang sama, namun perbedaan terlihat pada
jadwal dan teknik pemangkasan rumput lapangan, terutama dalam upaya
membentuk pola rumpt lapangan yang memiliki gradasi warna. Hasil survei
dan wawancara terhadap ketiga pengelola stadion diperoleh data pemangkasan
seperti terlihat pada Tabel 20.
Pemangkasan akan mempengaruhi kualitas visual dan kualitas fungsional
rumput. Rumput yang tidak dipangkas akan tumbuh tinggi yang dapat
mempengaruhi gerakan bola di lapangan. Pemangkasan rumput lapangan
olahraga harus memperhatikan intensitas, teknik, dan waktu pemangkasan.
Rumput yang terlalu sering dipangkas dalam jangka waktu yang dekat akan
mengurangi kualitas visual rumput karena tidak ada waktu yang cukup untuk
memulihkan diri bagi rumput saat mengalami stres akibat pemangkasan.
Teknik pemangkasan terkait dengan alat pangkas yang digunakan.
Pemangkasan rumput harus menggunakan pisau (blade) yang sangat tajam.
Jika pemangkasan menggunakan pisau yang tumpul akan menyebabkan hasil
pangkasan yang tidak rapi pada ujung daun. Hal ini menyebabkan ujung daun
akan menguning atau kecoklatan sehingga mengurangi kualitas warna rumput
lapangan. Waktu pemangkasan yang harus diperhatikan adalah kondisi rumput
yang dipangkas secara rutin karena rumput yang sudah dewasa saat dipangkas
Tabel 20 Intensitas pemangkasan rumput pada ketiga stadion sepakbola
No Stadion Ketinggian
Pangkas (cm) Intensitas Keterangan
1 Gelora Bung Karno 2 1 kali/minggu Setiap hari selasa
2 Si Jalak Harupat 2 2 kali/minggu Setiap hari selasa dan
kamis dan dilakukan pada
jalur yang berbeda untuk
mengasilkan gradasi
warna. 3 Maguwoharjo 2-3 2 kali/bulan Pemangkasan dilakukan
terutama menjelang
pertandingan
47
akan menyisakan bagian batang yang keras dan membutuhkan waktu yang
lama untuk kembali seperti semula. Pemangkasan yang baik akan memicu
tumbuhnya tunas-tunas rumput yang baru sehingga menghasilkan kepadatan
yang mendukung kualitas visual lapangan sepakbola. Ketiga stadion
menerapkan ketinggian pangkas rumput yang sama dan dipertahankan,
terutama selama pekan pertandingan, yaitu ketinggian antara 2-3 cm.
Ketinggian pangkas 2-3 cm merupakan ketinggian pangkas yang optimal untuk
rumput Zoysia matrella. Menurut Brosnan dan Deputy (2008) pemangkasan
Zoysia sp. tidak boleh melebihi ketinggian 5 cm. Pemangkasan yang baik
dilakukan setiap 7-10 hari dengan ketinggian antara 1,25 cm hingga 4,75 cm.
Pada Stadion Gelora Bung Karno pemangkasan dilakukan dengan membuat
pola gradasi warna (hijau muda-hujau tua) dengan ketinggian pangkas 2 cm.
Pemangkasan dilakukan dengan menerapkan arah pangkas yang berbeda. Satu
jalur warna dipangkas menggunakan mesin Jacobsen GK IV Plus dengan arah
pangkas yang sama. Pada minggu berikutnya pemangkasan dilakukan dengan
arah yang berlawanan.Hal ini dilakukan untuk mempertahankan pertumbuhan
daun tegak ke atas.
Pada Stadion Si Jalak Harupat pemangkasan dilakukan untuk membentuk
pola gradasi warna (hijau muda-hijau tua) dilakukan pada hari yang berbeda
dengan ketinggian pangkas 2 cm. Satu jenis warna dilakukan pemangkasan di
hari selasa dan warna lain dipangkas pada hari kamis, sehingga perbedaan
warna dihasilkan dari perbedaan ketinggian. Pemangkasan dilakukan dengan
menggunakan mower. Pada satu jalur pola warna pemangkasan dilakukan
dengan arah yang berlawanan. Hal ini cenderung mengurangi kualitas visual
rumput lapangan karena arah tegakan rumput yang tidak seragam.
Pada Stadion Maguwoharjo pemangkasan dilakukan menggunakan mesin
pangkas Rancher.Pemangkasan dilakukan dengan menerapkan perbedaan
ketinggian yaitu ketinggian 2 cm dan ketinggian 3 cm secara berselang.
Pemangkasan dilakukan 2 kali dalam satu bulan, namun pemangkasan lebih
sering dilakukan pada saat menjelang pertandingan. Pada saat pengambilan
data, rumput lapangan dalam kondisi yang cukup tinggi dan sudah mencapai
fase pembungaan di seluruh area lapangan. Hal ini terjadi karena rumput sudah
lebih dari dua minggu tidak dipangkas. Tentunya hal ini dapat mempengaruhi
kualitas visual terutama kualitas fungsional rumput sebagai arena olahraga
sepakbola. Karena pemangkasan pada kondisi rumput yang sudah tua akan
meninggalkan bagian batang rumput yang keras setelah pemangkasan dan
membutuhkan waktu yang lebih lama untuk kembali pulih.
Penyiangan Gulma
Gulma merupakan salah satu gangguan yang menjadi pesaing rumput
manila dalam memperoleh nutrisi bagi pertumbuhannya. Gulma di area
lapangan sepakbola harus dihilangkan karena akan mengganggu pertumbuhan
rumput yang seharusnya. Selain itu, secara visual kehadiran gulma juga akan
sangat mengganggu terutama gulma yang memiliki perbedaan tekstur dan
warna karena akan terlihat berbeda dengan rumput aslinya. Secara fungsional,
kehadiran gulma di antara rumput manila yang ditanam juga akan sangat
mengganggu karena akan mempengaruhi kualitas atau kecepatan gelindingan
48
bola. Hasil pengamatan lapang pada ketiga stadion diperoleh data jenis gulma
yang terdapat pada masing-masing lapangan sepakbola dan intensitas
penyiangan gulma (Tabel 21).
Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa pada Stadion Si Jalak
Harupat memiliki jenis gulma yang cukup beragam dan intensitas kehadiran
gulma di lapangan cukup tinggi dan jenis gulma yang terdapat merupakan
rumput dengan tekstur yang kasar (daun lebar). Hal ini sangat perlu
diperhatikan karena keberadaan gulma tersebut akan mengganggu
pertumbuhan rumput manila, mengganggu kualitas visual lapangan, dan
mengganggu kelancaran pertandingan. Perlu dilakukan usaha yang lebih
intensif untuk menghilangkan gulma tersebut. Selain penyiangan gulma secara
manual, pihak pengelola melakukan penghilangan gulma secara kimiawi
dengan melakukan penyemprotan DMA dan gramokson setiap tiga bulan sekali.
Pada Stadion Gelora Bung Karno jenis rumput yang cukup sulit dihilangkan
adalah rumput teki (Cyperus rotundus) karena akar rumput ini cukup kuat dan
pertumbuhannya yang cukup cepat, namun intensitas keberadaan gulma pada
stadion ini cukup rendah. Pihak pengelola melakukan pencabutan gulma setiap
hari. Pada Stadion Maguwoharjo memiliki intensitas gulma yang cukup rendah.
Keberadaan gulma yang cukup terlihat adalah rumput grinting (Cynodon
dactylon) yang tumbuh merumpun pada titik-titik tertentu. Jika keberadaan
rumput ini sudah cukup luas, pihak pengelola melakukan penyiangan dengan
cara mencangkul area yang ditumbuhi rumput tersebut dan kemudian
menyulam dengan rumput manila yang diambil dari bagian luar lapangan
(nursery). Pada level keberadaan yang rendah, rumput grinting tidak terlalu
mengganggu kualitas lapangan karena rumput grinting memiliki tekstur daun
yang halus atau cenderung lebih kecil dibandingkan dengan rumput manila dan
warna daun yang tidak berbeda dengan rumput manila.
Penyulaman
Penyulaman rumput merupakan kegiatan menambahkan atau mengganti
rumput lapangan yang telah mati atau rusak. Hal ini dilakukan untuk menjaga
kualitas visual rumput lapangan sepakbola. Pada ketiga stadion, penyulaman
dilakukan secara insidental pada area-area yang terlihat mengalami kerusakan
Tabel 21 Jenis gulma da intensitas penyiangan di ketiga stadion
No Stadion Jenis Gulma Teknik
Penyiangan
Waktu
Penyiangan
1 Gelora Bung
Karno
R. Teki (Cyperus rotundus)
R. Embun (Polystrias amaura)
Cabut manual Setiap hari
2 Si Jalak
Harupat
R. Teki (Cyperus rotundus)
R. Gajah (Axonopus compressus)
R. Belulang (Eleusine indica)
R. Embun (Polytrias amaura)
Cabut manual
Kimiawi
Insidental
3 Maguwoharjo R. Grinting (Cynodon dactylon)
R. Mutiara (Hedyotis corymbosa)
Cabut manual Insidental
49
rumput. Area yang paling sering membutuhkan penanganan penyulaman
adalah area gawang. Pada area ini rumput sering mengalami kerusakan akibat
intensitas penggunaan yang sangat tinggi. Penyulaman dilakukan dengan
memotong bagian rumput yang rusak kemudian ditanam rumput dengan luasan
yang sama yang diambil dari bagian luar area lapangan sepakbola (nursery).
Pengendalian Hama dan Penyakit
Hama dan penyakit rumput merupakan salah satu masalah yang banyak
dihadapi pada pengelolaan lapangan olahraga, termasuk lapangan sepakbola.
Keberadaan hama dan penyakit tanaman sangat mengganggu pertumbuhan
rumput lapangan olahraga yang akan mempengaruhi kualitas visual dan
kualitas fungsional rumput lapangan. Namun berdasarkan hasil wawancara
dengan pihak pengelola, pada ketiga stadion lokasi survei jarang terjadi
serangan hama atau penyakit yang berakibat fatal bagi kondisi rumput. Jenis
hama atau penyakit yang ditemui atau pernah dialami oleh masing-masing
stadion dapat dilihat pada Tabel 22.
Pengendalian hama pada ketiga stadion dilakukan secara insidental pada
saat terjadi serangan dari hama tertentu. Berdasarkan keterangan pihak
pengelola, ketiga stadion tidak pernah terjadi masalah pada rumput akibat
serangan penyakit. Pada Stadion Si Jalak Harupat saat pengamatan ditemukan
beberapa jenis hama lain seperti bekicot. Kehadiran belalang dan bekicot di
dalam area lapangan bola dipicu karena lahan di sekitar stadion masih
merupakan area persawahan. Saat ini jumlah hama tersebut masih sedikit,
namun perlu dilakukan penanganan untuk menghindari ledakan jumlah hama.
Korelasi Variabel
Untuk mengetahui hubungan antarvariabel pengamatan dilakukan analisis
nilai korelasi. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui kuat atau lemahnya
hubungan linier antarvariabel. Korelasi yang kuat memiliki nilai mendekati atau
sama dengan 1 atau -1, sedangkan korelasi yang lemah memiliki nilai mendekati
atau sama dengan 0. Nilai korelasi dari ketiga stadion dapat dilihat pada Tabel 23,
Tabel 24, dan Tabel 25.
Berdasarkan hasil uji korelasi antarvariabel pada setiap stadion diketahui
bahwa pada setiap stadion tidak terdapat korelasi antarvariabel yang kuat.
Tabel 22 Jenis hama atau penyakit pada ketiga stadion
No Stadion Jenis Hama/Penyakit Pestisida yang Digunakan
1 Gelora Bung Karno Cacing
Kupu-kupu putih
Furadan 3G
Curacron 500 EC
2 Si Jalak Harupat Ulat grayak
Belalang
Dursban 20 EC
3 Maguwoharjo Wereng
Uret
Cacing
Diasinon 60 EC
Furadan 3G
Furadan 3G
50
Korelasi yang terjadi antarvariabel memiliki kecenderungan korelasi yang lemah
karena nilai korelasi memiliki kecendurngan mendekati 0. Lemahnya nilai
korelasi dapat disebabkan oleh jumlah data yang digunakan sedikit karena
pengambilan data sampel hanya dilakukan pada titik-titik pengamatan tertentu.
Tabel 23 Korelasi antarvariabel Stadion Gelora Bung Karno
Parameter Kepadatan Tekstur Elastisitas BK Daun Panjang Akar BK Akar
Kepadatan 1
Tekstur -0,67695 1 Elastisitas 0,17155 0,17407 1
BK Daun -0,21417 -0,15915 0,37860 1 Panjang Akar -0,51683 0,45672 -0,35093 -0,52178 1
BK Akar -0,68734 0,08774 -0,40893 0,28773 0,58368 1
Tabel 24 Korelasi antarvariabel Stadion Si Jalak Harupat
Parameter Kepadatan Tekstur Elastisitas BK Daun Panjang Akar BK Akar
Kepadatan 1
Tekstur 0,09704 1 Elastisitas 0,09656 0,04516 1
BK Daun 0,04036 -0,87561 0,14258 1 Panjang Akar 0,21013 -0,23189 -0,59914 0,18459 1
BK Akar -0,11329 0,73869 -0,12381 -0,43614 0,10085 1
Tabel 25 Korelasi antarvariabel Stadion Maguwoharjo
Parameter Kepadatan Tekstur Elastisitas BK Daun Panjang Akar BK Akar
Kepadatan 1 Tekstur -0,59258 1
Elastisitas 0,69011 -0,25778 1 BK Daun -0,69470 0,13126 -0,18462 1
Panjang Akar -0,63553 0,25377 -0,88378 0,01889 1 BK Akar 0,88271 -0,42297 0,89844 -0,54395 -0,70016 1
Pada Stadion Gelora Bung Karno korelasi yang cukup kuat terlihat antara
varibael kepadatan dengan tekstur daun dan kepadatan dengan berat kering akar
yang masing-masing memiliki nilai -0,677 dan -0,687. Kedua nilai tersebut
memiliki korelasi negatif yang berarti jika kepadatan rumput semakin tinggi akan
menyebabkan tekstur daun dan berat kering akar semakin kecil.
Pada Stadion Si Jalak Harupat nilai korelasi yang cukup kuat terlihat antara
variabel tekstur daun dengan berat kering daun dan tekstur daun dengan berat
kering akar. Nilai korelasi tekstur daun dengan berat kering daun memiliki
korelasi negatif sebesar -0,877 berarti jika tekstur daun semakin besar
menyebabkan berat kering daun semakin kecil. Nilai korelasi tekstur daun dengan
berat kering akar memiliki korelasi positif berarti jika tekstur daun semakin tinggi
akan menyebabkan bertambah berat kering akar.
51
Stadion Maguwoharjo memiliki nilai korelasi antarvariabel yang lebih
banyak dibandingkan dua stadion lainnya. Beberapa nilai korelasi yang cukup
kuat seperti terlihat antara variabel kepadatan dengan berat kering akar, elastisitas
dengan panjang akar, dan elastisitas dengan berat kering akar. Nilai korelasi
kepadatan dengan berat kering akar memiliki korelasi positif sebesar 0,883 berarti
semakin tinggi kepadatan tunas yang tumbuh menyebabkan berat kering akar juga
semakin bertambah. Nilai korelasi elastisitas dengan panjang akar memiliki
korelasi negatif sebesar -0,884 berarti peningkatan panjang akar dapat
menyebabkan menurunnya tingkat elastisitas bola. Nilai korelasi elastisitas
dengan berat kering akar memiliki korelasi positif sebesar 0,898 berarti semakin
tinggi pantulan bola dapat disebabkan oleh berat kering akar yang semakin tinggi.
Penilaian Kualitas Rumput Percobaan
Media Tanam Lapangan
Hasil uji laboratorium media tanam rumput di Kebun Percobaan Sindang
Barang terdapat empat macam kombinasi media tanam dengan karakter kesuburan
dan sifat fisik yang dapat dilihat pada Tabel 26 dan Tabel 27 di bawah ini.
Pada perlakuan T2F1 dan T2F2 memiliki nilai bulk density di bawah 1,3
g/cm3. Pada percobaan lapang digunakan jenis pasir yang sama, namun pada
perlakuan T1 hanya menggunakan pasir sebagai media tanam dan pada perlakuan
T2 pasir dicampur dengan zeolit. Hal ini menunjukkan bahwa adanya zeolit dapat
menurunkan kerapatan media tanam dan meningkatkan jumlah pori dalam tanah
karena karakter fisik zeolit yang berongga-rongga. Hasil uji laboratorium pada
media tanam rumput percobaan di Kebun Sindang Barang menunjukan bahwa
keempat perlakuan memiliki kelas permeabilitas tanah yang sangat cepat. Jenis
pasir yang digunakan adalah pasir sungai yang memiliki tekstur cukup besar
sehingga memiliki nilai permeabilitas yang tinggi. Secara umum, terdapat
perbedaan pada media tanam yang hanya menggunakan pasir dibandingkan
dengan media tanam campuran pasir dan zeolit. Pada media tanam yang
menggunakan campuran zeolit memiliki nilai permeabilitas yang lebih rendah.
Hal ini disebabkan oleh karakter zeolit yang mampu menyimpan air pada porinya.
Tabel 27 BD, porositas, dan permeabilitas media tanam
No Parameter Sifat
Fisik Tanah Satuan
Jenis Media Tanam
T1F1 T1F2 T2F1 T2F2
1 Bulk Density g/cm3 1,47 1,75 1,27 1,27
2 Porositas % 44,75 33,97 52,06 52,18
3 Permeabilitas cm/jam 86,61 75,30 81,42 68,59
Tabel 26 pH dan KTK media tanam
No Parameter
Kesuburan Tanah Satuan
Jenis Media Tanam
T1F1 T1F2 T2F1 T2F2
1 pH - 6,35 5,85 6,15 5,60
2 KTK me/100g 14,27 12,67 13,07 11,66
52
Berdasarkan hasil uji laboratorium, studi literatur, dan pembahasan yang
telah dilakukan diketahui bahwa media tanam pasir merupakan media tanam yang
memiliki nilai KTK rendah dan daya tahan air yang rendah. Nilai KTK yang
rendah mempengaruhi kesuburan media dalam hal perubahan hara menjadi ion
yang mudah diserap oleh tanaman, dan rendahnya daya tahan air pada media pasir
berkaitan dengan rendahnya ketersediaan air dalam tanah bagi tanaman karena air
mudah lepas dan hilang sehingga membutuhkan intensitas penyiraman yang tinggi.
Penambahan zeolit dapat meningkatkan ketersediaan air dalam tanah hal ini
terbukti dengan nilai permeabilitas media tanam pasir campur zeolit lebih rendah
dibandingkan media tanam hanya menggunakan pasir.
Berdasarkan hasil uji kesuburan media tanam rumput di kebun percobaan
dapat diketahui bahwa secara umum penambahan zeolit pada media tanam tidak
terlalu berpengaruh pada peningkatan pH dan KTK media tanam. Hal ini terlihat
dari nilai hasil laboratorium yang menunjukkan pH dan KTK media tanam pasir
campur zeolit memiliki nilai yang sedikit lebih rendah dibandingkan media yang
hanya menggunakan pasir. Namun secara statistik menunjukkan bahwa dosis
pemupukan yang diberikan memberi pengaruh nyata terhadap pH (Tabel 28).
Pada dosis pupuk yang rendah (F1) memberikan pengaruh nyata yang lebih besar
dibandingkan pemupukan dosis tinggi (F2).
Tabel 28 Pengaruh faktor pemupukan (F) terhadap pH media tanam
Pemupukan (F) Rataan
F1 6.25 a
F2 5.73 b Ket: angka-angka disertai huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5%
Kualitas Visual
Kepadatan
Hasil pengamatan pertumbuhan jumlah tunas rumput pada kebun percobaan
mengalami peningkatan pada minggu-minggu awal selanjutnya menunjukkan
angka yang mendekati stabil. Hasil pengamatan jumlah tunas pada kebun
percobaan dapat dilihat pada Tabel 29.
Tabel 29 Jumlah tunas rumput
Perlakuan Jumlah Tunas per Minggu (pucuk/100 cm2)
I II III IV V VI
T1F1M1 18 23 23 32 32 32
T1F1M2 18 25 30 30 29 29
T1F2M1 20 24 28 29 31 31
T1F2M2 19 25 31 33 32 31
T2F1M1 18 25 27 32 31 31
T2F1M2 19 24 29 30 30 30
T2F2M1 18 22 25 31 31 30
T2F2M2 19 25 28 35 32 31
53
Pada awal minggu terlihat jumlah pertumbuhan tunas pada semua perlakuan
memiliki nilai yang cukup rendah, namun pada minggu selanjutnya mengalami
pertumbuhan yang cukup signifikan yang pada akhirnya menunjukkan jumlah
yang mendekati stabil. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa jumlah tunas
rumput pada semua perlakuan menunjukkan nilai + 30 pucuk/100cm2 setelah
minggu kedua. Selanjutnya dilakukan uji statistik data hasil pengamatan di atas
untuk mengetahui faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tunas
rumput manila.
Faktor yang berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap pertumbuhan rumput
rumput adalah pemangkasan (M) dan interaksi perlakuan pemupukan dengan
pemangkasan (F*M). Pemangkasan secara teori akan merangsang
pertumbuhan tunas baru. Selanjutnya, pada kedua faktor dilakukan uji lanjut
Duncan pada taraf 5% untuk mengetahui faktor yang signifikan berpengaruh
terhadap pertumbuhan tunas muda. Hasil uji lanjut Duncan pada kedua faktor
dapat dilihat pada Tabel 30 dan Tabel 31.
Pada Tabel 30 dapat diketahui bahwa tipe pemangkasan M1 dan M2
memiliki nilai mean yang berbeda nyata. Hal ini ditandai dengan huruf pada
kolom pertama yang berbeda. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa tipe
pemangkasan M2 memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap pertumbuhan
tunas baru dibandingkan tipe pemangkasan M1. Pada Tabel 31 diketahui
terdapat interaksi pemupukan dan pemangkasan memiliki beda nyata terhadap
pertumbuhan tunas rumput manila. Interaksi F2M2 memiliki mean yang lebih
tinggi dan berbeda nyata dibandingkan interaksi perlakuan yang lainnya. Hal
ini berarti untuk menumbuhkan tunas yang tinggi diperlukan dosis pupuk yang
tinggi (F2) dengan pemangkasan tipe tinggi 4 cm (M2). Pada pemupukan F2
memiliki kandungan nitrogen yang lebih tinggi dibanding pemupukan F1.
Salah satu fungsi nitrogen yaitu membantu meningkatkan pertumbuhan
tanaman, dalam hal ini dengan memacu pertumbuhan tunas baru.
Tabel 31 Pengaruh interaksi faktor pemupukan dan pemangkasan (F*M)
terhadap jumlah tunas/100 cm2
Interaksi Rataan
F2M2 28.37 a
F1M1 27.03 b
F1M2 26.94 b
F2M1 26.62 b Ket: angka-angka disertai huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5%
Tabel 30 Pengaruh faktor pemangkasan (M) terhadap jumlah tunas/100 cm2
Pemangkasan (M) Rataan
M2 27.65 a
M1 26.82 b Ket: angka-angka disertai huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5%
54
Warna Daun
Hasil pengamatan warna daun pada percobaan penanaman rumput di Kebun
Sindang Barang menghasilkan data yang cukup fluktuatif seperti dapat dilihat
pada Tabel 32. Berdasarkan kedua informasi tersebut diketahui warna daun
rumput hasil percobaan terlihat nilai yang fluktuatif pada kisaran nilai 5 dan 6.
Perubahan warna pada daun rumput manila tersebut dipengaruhi oleh kondisi
cuaca, terutama intensitas hujan yang terjadi. Hal ini disebabkan oleh media
tanam pada kebun percobaan memiliki nilai permeabilitas yang tinggi sehingga
membuat tanaman mudah terkena stres cekaman air. Penyiraman yang
dilakukan pada pagi dan sore hari sepertinya kurang intensif, terutama pada
saat tidak turun hujan cuaca di Kota Bogor menjadi sangat panas dan
meningkatkan evaporasi tanah sehingga ketersediaan air dalam tanah menjadi
terbatas. Kondisi cekaman air yang demikian mempengaruhi warna daun
rumput manila.
Hasil uji statistik menyatakan bahwa tidak ada faktor yang berpengaruh
nyata terhadap warna daun dari setiap perlakuan yang diberikan pada setiap
plot percobaan. Uji statistik juga dilakukan terhadap jumlah total klorofil daun
yang juga menghasilkan kesimpulan tidak ada perlakuan yang berpengaruh
nyata terhadap jumlah klorofil daun.
Tekstur Daun
Hasil pengamatan tekstur daun rumput manila di kebun percobaan
menunjukkan kisaran nilai + 2 mm (Tabel 33). Nilai tersebut berada pada
kisaran standar lebar tekstur daun yang disebutkan oleh Patton. Lebih lanjut,
dilakukan uji statistik untuk mengetahui faktor perlakuan percobaan yang
mempengaruhi tekstur daun. Hasil analisis keragaman dari uji statistik
menunjukkan bahwa tidak ada faktor yang mempengaruhi ukuran tekstur daun
secara nyata. Hal ini berarti setiap perlakuan memberikan pengaruh yang sama
terhadap ukuran tekstur daun.
Tabel 32 Skor warna daun rumput
Perlakuan Skor Warna Daun per Minggu
I II III IV V VI
T1F1M1 5 5 5 5 6 6
T1F1M2 5 5 6 5 5 5
T1F2M1 6 6 6 5 6 6
T1F2M2 6 6 6 5 5 5
T2F1M1 5 5 6 5 6 5
T2F1M2 6 6 5 6 6 5
T2F2M1 6 6 5 6 5 5
T2F2M2 5 5 6 5 5 5 Ket warna: 1 : Kuning; 2 : Hijau Kuning; 3 : Hijau Muda
4 : Hijau; 5 : Hijau Tua; 6 : Hijau Gelap
55
Kualitas Fungsional
Elastisitas
Hasil pengukuran elastisitas rumput terhadap pantulan bola di kebun
percobaan menunjukkan hasil yang beragam. Namun, pantulan tersebut
menunjukkan nilai yang masih terdapat dalam jangkauan nilai standar pantulan
yang disebutkan oleh FIFA yaitu antara 50-100 cm. Pantulan bola di rumput
plot percobaan berada pada kisaran nilai + 60 cm. Hasil pengukuran elastisitas
bola di kebun percobaan dapat dilihat pada Tabel 34.
Hasil pengamatan tersebut kemudian dilakukan uji statistik untuk
mengetahui faktor yang mempengaruhi elastisitas rumput di setiap perlakuan
dalam plot percobaan. Terdapat tiga faktor yang berpengaruh nyata (P<0.05)
terhadap elastisitas rumput, yaitu faktor pemupukan, pemangkasan, serta
interaksi faktor pemupukan dan pemangkasan. Lebih lanjut lagi, dilakukan uji
lanjut Duncan terhadap ktiga faktor yang berpengaruh nyata untuk mengetahui
taraf perlakuan yang memberikan pengaruh lebih besar pada elastisitas rumput
manila pada taraf 5%.
Uji lanjut Duncan bagi perlakuan pemupukan (F) menunjukkan terdapat
perbedaan yang nyata antara perlakuan F1 dan F2 terhadap elastisitas.
Tabel 34 Hasil pengamatan jarak pantulan bola
Perlakuan Jarak Pantulan Bola per Minggu (cm)
I II III IV V VI
T1F1M1 57,0 59,0 62,3 62,3 62,0 60,3
T1F1M2 53,3 55,3 56,7 60,3 60,0 59,0
T1F2M1 50,7 54,7 57,3 61,7 61,7 59,3
T1F2M2 50,0 55,0 57,0 59,0 58,7 57,3
T2F1M1 57,0 59,3 62,0 62,0 62,0 61,0
T2F1M2 52,7 54,7 56,0 59,0 60,3 59,0
T2F2M1 53,3 54,7 59,0 59,3 59,0 60,3
T2F2M2 59,0 57,7 57,3 58,3 59,3 59,7
Tabel 33 Ukuran tekstur daun rumput
Perlakuan Tekstur Warna Daun per Minggu (mm)
I II III IV V VI
T1F1M1 1,9 2,0 2,2 2,1 2,1 2,1
T1F1M2 2,0 2,0 1,9 2,0 2,0 2,0
T1F2M1 2,0 2,1 2,1 2,1 2,0 2,0
T1F2M2 1,8 1,9 1,9 2,2 2,0 2,2
T2F1M1 2,3 2,1 2,0 2,0 2,0 2,0
T2F1M2 2,0 2,1 2,4 2,0 2,0 2,2
T2F2M1 1,9 1,9 2,0 2,2 2,0 2,0
T2F2M2 2,2 2,0 2,1 1,9 2,0 2,0
56
Perlakuan F1 memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap elastisitas
dibandingkan dengan perlakuan F2 (Tabel 35). Dalam hal ini dapat
disimpulkan bahwa pada taraf dosis pemupukan yang lebih rendah (F1) dapat
menghasilkan pantulan bola yang lebih baik dibandingkan dosis pemupukan
yang lebih tinggi.
Pada uji lanjut terhadap perlakuan pemangkasan (M) menunjukkan terdapat
perbedaan yang nyata antara perlakuan M1 dan M2 terhadap elastisitas.
Perlakuan M1 memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap elastisitas
dibandingkan dengan perlakuan M2 (Tabel 36). Hal ini menunjukkan bahwa
pemangkasan ketinggian 2 cm (M1) mampu memberikan hasil pantulan yang
lebih baik dibandingkan pemangkasan ketinggian 4 cm (M2). Pada rumput
yang dipangkas tinggi tentunya akan lebih meredam pantulan bola sehingga
pantulan yang dihasilkan akan berbeda dibandingkan dengan pantulan bola
yang dilakukan pada rumput yang dipangkas rendah. Uji lanjut Duncan pada
interaksi pemupukan dan pemangkasan menunjukkan adanya pengaruh yang
berbeda nyata, pada interaksi perlakuan pemupukan dosis rendah dan
pemangkasan rendah (F1M1) memberikan pengaruh lebih nyata terhadap
elastisitas rumput dibandingkan dengan interaksi yang lain (Tabel 37).
Hasil Pangkasan (Yield)
Hasil pangkasan (yield) pucuk rumput di kebun percobaan menunjukkan
hasil yang berbeda nyata, terutama hasil pangkasan yang dipengaruhi oleh
ketinggian pangkasan. Hasil pengamatan lapang yang dilanjutkan dengan
pengovenan di laboratorium dapat dilihat pada Tabel 38. Pada Tabel 38 terlihat
perbedaan pada perlakuan pemangkasan M2 memiliki berat kering pucuk yang
Tabel 35 Pengaruh faktor pemupukan (F) terhadap elastisitas
Pemupukan (F) Rataan
F1 58.85 a
F2 57.47 b Ket: angka-angka disertai huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5%
Tabel 36 Pengaruh faktor pemangkasan (M) terhadap elastisitas
Pemangkasan (M) Rataan
M1 59.05 a
M2 57.28 b Ket: angka-angka disertai huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5%
Tabel 37 Pengaruh interaksi faktor pemupukan dan pemangkasan (F*M) terhadap
elastistas
Interaksi Rataan
F1M1 60.52 a
F2M1 57.58 b
F2M2 57.36 b
F1M2 57.19 b Ket: angka-angka disertai huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5%
57
lebih rendah dibandingkan dengan berat kering pucuk dengan perlakuan M1.
Hal ini dipengaruhi oleh ketinggian pangkas pada perlakuan M2 rumput
dipangkas dengan ketinggian 4 cm yang tentunya memiliki hasil pangkas yang
lebih sedikit dibandingkan dengan perlakuan M1 yang dipangkas dengan
ketinggian 2 cm.
Pada tabel di atas juga terlihat pola pertumbuhan rumput yang meningkat.
Berat kering pucuk pada minggu awal pemangkasan memiliki nilai yang
rendah pada semua perlakuan dan mengalami peningkatan pada minggu-
minggu berikutnya. Hasil uji statistik diketahui faktor yang berpengaruh nyata
(P<0.05) terhadap berat kering pucuk adalah pemangkasan. Selanjutnya,
dilakukan uji lanjut Duncan untuk mengetahui taraf pemangkasan yang
memiliki pengaruh lebih besar terhadap berat kering pucuk. Berdasarkan hasil
uji lanjut Duncan (Tabel 39) dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang
nyata antara taraf pemangkaan M1 dan M2. Taraf perlakuan M1 memiliki
pengaruh yang lebih besar terhadap berat kering pucuk dibandingkan dengan
perlakuan M2.
Panjang Akar
Pertumbuhan akar pada rumput manila yang ditanam di kebun percobaan
dapat dilihat pada Gambar 24. Secara uji statistik diketahui bahwa tidak ada
perlakuan yang berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan pajang akar.
Kecenderungan rata-rata panjang akar rumput manila berdasarkan Gambar 36
yaitu sepanjang 8 cm. Panjang akar rumput manila ini dapat dipengaruhi oleh
ketebalan media tanam yang digunakan dalam penelitian, namun tipe arah
pertumbuhan akar rumput manila yang tidak teratur menghasilkan akar rumput
yang kuat mencengkeram tanah sehingga rumput tidak mudah tercabut.
Tabel 39 Pengaruh faktor pemangkasan (M) terhadap hasil pangkasan
Pemangkasan (M) Rataan
M1 0.63 a
M2 0.32 b Ket: angka-angka disertai huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5%
Tabel 38 Berat kering pucuk rumput
Perlakuan Berat Kering Pucuk di Minggu ke- (g)
II IV VI
T1F1M1 0,35 0,63 0,87
T1F1M2 0,09 0,46 0,51
T1F2M1 0,37 0,6 0,83
T1F2M2 0,08 0,44 0,43
T2F1M1 0,53 0,65 0,65
T2F1M2 0,10 0,34 0,37
T2F2M1 0,50 0,71 0,92
T2F2M2 0,10 0,47 0,48
58
Rata-rata akar rumput terpanjang dimiliki oleh rumput dengan perlakuan
T2F2M2. Pada perlakuan tersebut digunakan media tanam campuran pasir
dengan zeolit dan pemberian dosis pupuk yang tinggi. Hal ini relatif
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan akar karena kebutuhan
nutrisi dan kesuburan tanah yang dimiliki oleh media tanam pada perlakuan
tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Sedangkan,
pertumbuhan akar terpendek dimiliki oleh rumput dengan perlakuan T1F2M1.
Pada perlakuan tersebut meskipun dosis pemupukan tinggi, namun media
tanam hanya menggunakan pasir sehingga penyerapan nutrisi dari dalam tanah
cenderung kurang efektif. Selain itu, faktor yang berpengaruh terhadap
pertumbuhan akar yaitu perlakuan pemangkasan. Pada perlakuan T2F2M2
pemangkasan dilakukan dengan ketinggian 4 cm, sedangkan pada perlakuan
T1F2M1 pemangkasan dilakukan dengan ketinggian 2 cm. Ketinggian
pemangkasan tersebut terkait dengan sisa tanaman yang dipangkas untuk
melakukan fotosintesis. Pada rumput dengan pemangkasan tinggi artinya masih
banyak daun yang tersisa sehingga hasil fotosintesis yang digunakan untuk
pertumbuhan jaringan tanaman, termasuk akar, lebih banyak dibandingkan
dengan rumput yang dipangkas pendek.
Berat Kering Akar
Perbandingan hasil penimbangan berat kering akar setiap perlakuan dapat
dilihat pada Gambar 25. Hasil uji statistik menyatakan bahwa tidak terdapat
faktor perlakuan yang berpengaruh nyata terhadap berat kering akar atau semua
perlakuan memiliki pengaruh yang sama terhadap berat kering akar.
Kecenderungan berat kering akar hasil pengamatan menunjukkan bahwa rata-
rata berat kering akar antara 0,8-1,0 gram. Pengamatan yang dilakukan pada
awal-awal minggu penanaman dapat mempengaruhi berat kering akar tersebut
karena berdasarkan pengamatan banyak akar muda yang masih terbentuk yang
diduga akan mempengaruhi berat kering akar terkait pertumbuhan dan
perkembangan akar.
Gambar 24 Perbandingan panjang akar rumput
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
7,0
8,0
9,0
10,0
T1F1M1 T1F1M2 T1F2M1 T1F2M2 T2F1M1 T2F1M2 T2F2M1 T2F2M2
Pan
jan
g A
kar
(cm
)
Perlakuan
59
Rata-rata berat kering akar tertinggi dimiliki oleh rumput dengan perlakuan
T2F2M2. Hal ini berbanding lurus dengan panjang akar yang dimiliki oleh
perlakuan tersebut yang berarti rumput pada perlakuan tersebut relatif memiliki
efektivitas penyerapan nutrisi baik yang kemudian digunakan pada
pertumbuhan jaringan-jaringan tanaman. Hal yang berbeda terjadi pada berat
kering akar terendah yang dimiliki oleh perlakuan T2F2M1. Perlakuan tersebut
relatif memiliki panjang akar terpendek kedua setelah perlakuan T1F2M1. Hal
yang dapat mempengaruhi perlakuan T2F2M1 memiliki berat kering akar lebih
rendah adalah kandungan air dalam akar pada perlakuan T2F2M1 lebih tinggi
dibandingkan kandungan air pada perlakuan T1F2M1. Hal ini dipengaruhi oleh
media tanam pada perlakuan T2F2M1 menggunakan campuran pasir dengan
zeolit sehingga akar lebih banyak memiliki cadangan air untuk diserap
dibandingkan media tanam yang menggunakan pasir.
Korelasi Variabel
Uji korelasi antarvariabel juga dilakukan terhadap data hasil pengamatan
rumput pada percobaan lapang. Nilai korelasi antarvariabel rumput hasil
percobaan lapang dapat dilihat pada Tabel 40.
Tabel 40 Korelasi antarvariabel pengamatan rumput plot percobaan
Parameter Kepadatan Tekstur Elastisitas BK Daun Panjang Akar BK Akar
Kepadatan 1 Tekstur -0,221 1
Elastisitas 0,40677 0,13921 1 BK Daun 0,05975 -0,18083 0,54635 1
Panjang Akar 0,76917 0,05475 0,37726 -0,39138 1 BK Akar 0,16474 0,28161 -0,02403 -0,72093 0,50509 1
Gambar 25 Perbandingan berat kering akar rumput
0,00
0,20
0,40
0,60
0,80
1,00
1,20
T1F1M1 T1F1M2 T1F2M1 T1F2M2 T2F1M1 T2F1M2 T2F2M1 T2F2M2
Ber
at
Ke
rin
g A
kar
(g)
Perlakuan
60
Berdasarkan hasil uji korelasi antarvariabel data hasil pengamatan rumput di
kebun percobaan tidak terdapat korelasi antarvariabel yang kuat. Korelasi yang
terjadi antarvariabel memiliki kecenderungan korelasi yang lemah karena nilai
korelasi memiliki kecendurngan mendekati 0. Hasil uji korelasi yang cukup kuat
terlihat antara varibael kepadatan dengan panjang akar dan berat kering daun
dengan berat kering akar yang masing-masing memiliki nilai 0,769 dan -0,721.
Korelasi tersebut berarti jika kepadatan rumput semakin besar akan menyebabkan
panjang akar bertambah dan jika berat kering daun semakin besar menyebabkan
nilai berat kering akar semakin kecil.
Skoring
Berdasarkan hasil uji statistik terdapat dua interaksi perlakuan yang
memberikan pengaruh nyata terhadap kualitas visual dan fungsional rumput
Zoysia matrella. Interaksi perlakuan F1M1 meningkatkan performa elastisitas
rumput dan interaksi perlakuan F2M2 meningkatkan performa kepadatan rumput
(densitas). Lebih lanjut dilakukan penilaian (skoring) terhadap semua perlakuan
untuk menentukan interaksi perlakuan yang memberikan pengaruh lebih baik
berdasarkan data yang diperoleh dari pengamatan lapang. Skoring dilakukan
dengan memberikan nilai pada masing-masing perlakuan untuk setiap variabel
pengamatan, kemudian dijumlahkan untuk memperoleh nilai total dari masing-
masing perlakuan.
Skoring dengan membagi nilai hasil pengamatan menjadi tiga kelas dengan
menentukan masing-masing nilai selang di setiap kelas. Skor 3 diberikan pada
variabel yang memiliki nilai sesuai atau mendekati standar nilai yang telah
ditentukan sebelumnya, skor 2 diberikan pada variabel yang termasuk dalam
selang kelas kedua, dan skor 1 diberikan pada variabel yang memiliki nilai jauh
dari standar yang telah ditentukan. Variabel yang dilakukan penilaian yaitu warna
daun, tekstur daun, elastisitas, kepadatan, berat kering pucuk (yield), panjang akar
rumput, dan berat kering akar. Skoring dan selang untuk masing-masing varibel
telah ditentukan dan dapat dilihat pada Tabel 41. Skoring khusus dilakukan pada
variabel panjang akar karena selang standar panjang akar rumput telah ditentukan
pada nilai 4-15 cm (Christian 2004). Selain itu, pada variabel berat kering pucuk
dan berat kering akar memiliki nilai di bawah standar sehingga skor tertinggi
Tabel 41 Skoring dan selang kelas variabel pengamatan
Varibael
Pengamatan Satuan
Skoring
1 2 3
Warna daun - 5,7-6,0 5,4-5,6 5,0-5,3
Tekstur daun cm 2,07-2,10 2,04-2,06 2,00-2,03
Elastisitas cm 58,3-59,4 59,5-60,5 60,6-61,7
Kepadatan pucuk/100cm2 29-30,3 30,4-31,7 31,8-33,1
Berat kering pucuk g 0,27-0,42 0,43-0,58 0,59-0,74
Panjang akar cm 0,00-1,99 2,00-3,99 4,00-15,00
Berat kering akar g 0,60-0,75 0,76-0,91 0,92-1,07
61
diberikan pada perlakuan yang memiliki nilai mendekati standar. Hasil skoring
dapat dilihat pada Tabel 42.
Berdasarkan hasil skoring pada masing-masing interaksi perlakuan
percobaan diperoleh hasil bahwa interaksi perlakuan T1F1M1 memiliki jumlah
skor yang tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa interaksi perlakuan media tanam
pasir, pemupukan dengan dosis rendah, dan pemangkasan dengan ketinggian 2 cm
mampu menghasilkan performa rumput lapangan sepakbola yang lebih baik
diukur berdasarkan variabel-variabel pengamatan kualitas visual dan fungsional.
Tabel 42 Hasil skoring variabel pada setiap interaksi perlakuan
Variabel
Pengamatan
Interaksi Perlakuan
T1F1M1 T1F1M2 T1F2M1 T1F2M2 T2F1M1 T2F1M2 T2F2M1 T2F2M2
Warna daun 3 3 1 3 3 1 1 3
Tekstur daun 1 3 3 3 1 1 3 3
Elastisitas 3 2 3 1 3 1 2 1
Kepadatan 3 1 1 3 2 1 2 3
Berat Kering
pucuk 3 1 3 1 3 1 3 1
Panjang akar 3 3 3 3 3 3 3 3
Berat Kering
akar 2 3 2 2 2 3 1 3
Jumlah 18 16 16 16 17 11 15 17
62
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil survei dan analisis di tiga lokasi stadion, Stadion
Maguwoharjo memiliki kualitas rumput lapangan yang lebih rendah dibandingkan
dengan dua stadion lainnya. Hal ini terlihat dari pH dan KTK tanah di Stadion
Maguwoharjo yang cukup rendah sehingga mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan dari rumput Zoysia matrella. Dari tujuh variabel pengamatan,
Stadion Gelora Bung Karno dan Si Jalak Harupat memenuhi empat kriteria
standar, yaitu kepadatan tunas, warna daun, elastistas, dan panjang akar,
sedangkan Stadion Maguwoharjo hanya memenuhi dua kriteria standar, yaitu
kepadatan tunas dan panjang akar.
Hasil percobaan lapang di kebun percobaan diketahui bahwa interaksi ketiga
faktor perlakuan yang diberikan tidak memberikan pengaruh yang nyata. Pada
variabel kepadatan, faktor pemangkasan ketinggian 4 cm dan interaksi
pemupukan dosis tinggi dengan pemangkasan ketinggian 4 cm secara nyata
memberikan pengaruh yang lebih besar. Pada variabel elastisitas, faktor
pemupukan dosis rendah, pemangkasan ketinggian 2 cm, dan interaksi
pemupukan dosis rendah dengan pemangkasan ketinggian 2 cm memberikan
pengaruh secara nyata yang lebih besar. Pada variabel berat kering pucuk, faktor
pemangkasan ketinggian 2 cm secara nyata memberikan pengaruh yang lebih
besar. Faktor media tanam tidak berpengaruh nyata pada semua variabel
pengamatan.
Interaksi media tanam pasir, pemupukan dengan dosis 5 g/m2
N, 2,5 g/m2
P2O5, dan 2,5 g/m2 K2O yang diberikan satu bulan sekali, serta pemangkasan
dilakukan dengan ketinggian 2 cm (T1F1M1) mampu menghasilkan rumput yang
memenuhi standar kualitas visual dan fungsional berdasarkan hasil skoring. Hal
ini menjadi dasar rekomendasi pengelolaan rumput Zoysia matrella pada lapangan
sepakbola.
Saran
Perlu dilakukan beberapa tindakan untuk meningkatkan performa lapangan
sepakbola di Stadion Maguwoharjo, seperti penambahan kapur pada media tanam
untuk meningkatkan pH tanah serta mencampurkan zeolit atau kompos ke dalam
media tanam untuk meningkatkan KTK dan ketersediaan air dalam tanah
mengingat media tanam pasir pantai yang digunakan serta curah hujan di
Kabupaten Sleman yang cukup rendah. Pemupukan pada ketiga stadion sebaiknya
mengikuti rekomendasi pemupukan dengan dosis 5 g/m2 N, 2,5 g/m
2 P2O5, dan
2,5 g/m2 K2O setiap satu bulan sekali sehingga tidak terjadi pemborosan pupuk
dan mampu menghasilkan kualitas rumput lapangan sepakbola yang prima.
Penggunaan media tanam campuran pasir dan zeolit dengan perbandingan 4:1
pada percobaan lapang tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada
variabel pengamatan. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menambahkan
jumlah zeolit dalam campuran media tanam untuk melihat peran zeolit dalam
memberikan pengaruh yang nyata pada pertumbuhan rumput Zoysia matrella.
63
DAFTAR PUSTAKA
AgSource Laboratories. 2012. Soil Cation Exchange Capacity (CEC). Lincoln
(US): Cooperative Resources International.
Anonim. 2014. Weed Identification [Internet]. [diacu 2014 Maret 7]. Tersedia
dari: http://plantscience.psu.edu/research/centers/turf/extension/factsheets/
weed- management/weed-id
Ayuningtyas A. 2007. Kajian Kualitas Rumput Lapangan Sepakbola di Jakarta
dan Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Bandung. 2012. Kabupaten Bandung
Dalam Angka Tahun 2012. Bandung (ID): BPS Kabupaten Bandung.
[BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Sleman. 2012. Kabupaten Sleman Dalam
Angka 2012. Sleman (ID): BPS Kabupaten Sleman.
[BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta. 2012. Jakarta Dalam Angka
2012. Jakarta (ID): BPS Provinsi DKI Jakarta.
Barton L, Colmer TD. 2006. Irrigation and Fertiliser Strategies for Minimising
Nitrogen Leaching from Turfgrass. Agricultural Water Management 80:160-
175.
Brosnan JT, Deputy J. 2008. Zoysiagass. Manoa (US): College of Tropical
Agiculture and Human Resources.
Carpenter PL, Walker TD, Lanphear FO. 1975. Plants in The Landscape. San
Fransisco (US): W H Freeman and Company. 481p.
Christians N. 2004. Fundamental of Turfgass Management, Second Edition. New
Jersey (US): John Wiley & Sons, Inc.
Emmons R. 2000. Turfgass Science and Management, Third Edition. New York
(US): Delmar, Thomson Learning.
Estiaty LM. 2012. Pengaruh Zeolit terhadap Media Tanam [Internet]. [diacu 2012
Desember 16]. Tersedia dari: http://www.geotek. lipi.go.id/?p=90
Fagerness MJ. 2001. Turfgass Identification. Kansas (US): Kansas State
University.
Fatmasari YD. 2011. Evaluasi Kualitas Fungsional dan Visual Lapangan Bola
yang Dipakai untuk Kompetisi Liga Super [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
[FIFA] Federation Internationale de Football Association. 2012. FIFA Quality
Concept for Football Turf. Switzerland (CH): FIFA
[FIFA] Federation Internationale de Football Association. 2012. FIFA Quality
Concept for Football Turf, How to Maintain Football Turf. Switzerland (CH):
FIFA
Gardner FP, Pearce RB, Mitchell RL.1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Susilo
Herawati, penerjemah. Jakarta (ID): UI-Press. Terjemahan dari: Culture Plants
Phsyology.
Guntoro D, Chozin MA, Tjahjono B, Mansur I. 2006. Pemanfaatan Cendawan
Mikoriza Arbuskula dan Bakteri Azospirillum sp. untuk Meningkatkan
Efisiensi Pemupukan pada Turfgrass. Buletin Agronomi 34(1):62-70.
Guntoro D, Purwoko BS, Hurriyah RG. 2007. Pertumbuhan, Serapan Hara dan
Kualitas Turfgrass pada Beberapa Dosis Pemberian Pupuk Hayati Mikoriza.
Buletin Agronomi 35(2):142-147.
64
Hanafiah KA. 2007. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Jakarta (ID): PT Raja Grafindo
Persada.
Higgins J. 1998. Zoysiagrass Lawns. Alabama (US): Alabama Cooperative
Extension System.
Lasamadi RD, Malalantang SS, Rustandi, Anis SD. 2013. Pertumbuhan dan
Perkembangan Rumput Gajah Dwarf (Pennisetum purpureum cv. Mott) yang
Diberi Pupuk Organik Hasil Fermentasi EM4. Jurnal Zootek 32(5):158-171.
Lestari DY. 2010. Kajian Modifikasi dan Karakterisasi Zeolit Alam dari Berbagai
Negara.Prosiding. Yogyakarta (ID): Universitas Negeri Yogyakarta.
Maharijaya A. 2003. Pengaruh Paclobutrazol dan Pemupukan NPK Slow Release
(18-3-18) Terhadap Retardasi Pertumbuhan dan Kualitas Rumput Lapangan
Golf (Cynodon dactylon var Tifdwarf) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Nasrullah N, Ansari KA. 2000. Pengaruh Kombinasi Zeolit, Serbuk Gergaji, dan
Pasir sebagai Media Tanam Rumput Bermuda (Cynodon dactylon Cv.
Tiffdwarf) terhadap Kualitas Fungsionalnya. Buletin Agronomi 28(1): 15-21.
Nasrullah N,Tunggalini NKW. 2000. Pengaruh Pemupukan Urea dan Nitrogen
Slow Release terhadap Pertumbuhan dan Kualitas Rumput Lapangan Golf.
Buletin Agronomi 28(2):62-65.
Nurisyah S, Mattjik NA, Wulansari W. 1994. Pengaruh Pengaturan Populasi dan
Ukuran Lempeng Rumput Manila (Zoysia matrella (L) Merr) terhadap
Pertumbuhan dan Perkembangannya. Buletin Agronomi 22(2):16-23.
Patton A. 2010. Selecting Zoysiagass cultivars: Turf Quality and Stress Tolerance.
GCM: 90-95.
Puhalla J, Krans J, Goatley M. 1999. Sports Fields: A Manual for Design
Construction and Maintenance. New Jersey (US): John Wiley & Sons, Inc.
Riezkan A. 2012. Stadion Sepakbola Indonesia [Internet]. [diacu 2012 November
2]. Tersedia dari: http://stadion-nusantara.blogspot.com/
Ronkainen J, Osei-Owusu P, Webster J, Harland A, Roberts J. 2012. Elite Player
Assessment of Playing Surface for Football. Procedia Engineering 34:837-842.
Rusdy M. 2010. Dry Matter Production, Carbohydrate Reserve Content and
Nitrogen Utilization in Some Tropical Grasses as Influenced by Nitrogen
Fertilization and Age of Plants. Jurnal Ilmu dan Teknologi Peternakan 1(1):28-
34.
Susanti PD, Panjaitan S. 2010. Manfaat Zeolit dan Rock Phosphat dalam
Pengomposan Limbah Pasar. Prosiding. Banjarmasin (ID).
Sutanto R. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah: Konsep dan Kenyataan. Yogyakarta
(ID): Kanisius.
Sutedjo MM, Kartasapoetra AG. 2005. Pengantar Ilmu Tanah: Terbentuknya
Tanah dan Tanah Pertanian. Jakarta (ID): PT Rineka Cipta.
Turgeon AJ. 2005. Turfgass Management, Seventh Edition. New Jersey (US):
Pearson Prentice Hall.
Woods MS. 2012. Understanding Turfgass Nutrient Requirements. Osaka.
65
LAMPIRAN
Lampiran 1 Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap tunas rumput
Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F
T 1 0.003333 0.003333 0.00 0.9673
F 1 3.100833 3.100833 1.59 0.2157
T*F 1 3.000000 3.000000 1.54 0.2232
M 1 8.333333 8.333333 4.27 0.0462
T*M 1 0.140833 0.140833 0.07 0.7897
F*M 1 10.083333 10.083333 5.17 0.0292
T*F*M 1 1.140833 1.140833 0.58 0.4496
r 5 1016.492500 203.298500 104.21 <.0001
Lampiran 2 Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap elastisitas rumput
Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F
T 1 3.0000000 3.0000000 1.41 0.2429
F 1 22.9633333 22.9633333 10.80 0.0023
T*F 1 6.0208333 6.0208333 2.83 0.1013
M 1 37.8075000 37.8075000 17.78 0.0002
T*M 1 2.4300000 2.4300000 1.14 0.2924
F*M 1 28.8300000 28.8300000 13.56 0.0008
T*F*M 1 6.3075000 6.3075000 2.97 0.0938
r 5 246.4750000 49.2950000 23.18 <.0001
Lampiran 3 Analisis ragan pengaruh perlakuan terhadap berat kering pucuk
Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F
T 1 0.00106667 0.00106667 0.18 0.6793
F 1 0.00601667 0.00601667 1.01 0.3330
T*F 1 0.02041667 0.02041667 3.41 0.0860
M 1 0.58281667 0.58281667 97.41 <.0001
T*M 1 0.00881667 0.00881667 1.47 0.2449
F*M 1 0.00060000 0.00060000 0.10 0.7562
T*F*M 1 0.00000000 0.00000000 0.00 1.0000
r 2 0.58223333 0.29111667 48.65 <.0001
66
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada 26 Juli 1988 di Kabupaten Banjarnegara. Penulis
merupakan putra kesebelas dari duabelas bersaudara dari pasangan orang tua
Bapak Suchemi dan Ibu Marchamah. Pendidikan sarjana ditempuh penulis di
Departemen Arsitekstur Lanskap, Fakultas Pertanian IPB dan memperoleh gelar
sarjana pada tahun 2011. Pada tahun yang sama, penulis memperoleh kesempatan
untuk melanjutkan pendidikan di Program Studi Arsitekstur Lanskap, Sekolah
Pascasarjana IPB melalui program Beasiswa Unggulan yang diselenggarakan oleh
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI).
Selama mengikuti masa studi di Sekolah Pascasarjana IPB, penulis
bergabung dalam kegiatan paduan suara mahasiswa Pascasarjana IPB (GITA
Swara). Selain itu, penulis juga mengikuti beberapa kegiatan penunjang seperti
menjadi peserta seminar dan ikut serta dalam kepanitiaan beberapa kegiatan yang
dilaksanakan oleh Departemen Arsitekstur Lanskap. Pada tahun 2012 penulis
mengirimkan sebuah artikel dan berhasil terpilih dalam kegiatan IFLA-APR
Conference, Shanghai-China dengan judul artikel The Myth of Keraton Plantation
and Ecological Functions. Pada tahun 2013 penulis mengikuti lomba desain
taman Alun-Alun Kota Malang dalam tim dan berhasil memperoleh Juara Kedua
pada kategori umum.