1
REKAYASA LALU LINTAS DI SIMPANG TIGA TAK BERSINYAL
SINOMAN SALATIGA
Cahyo Megawisar 1, Silvia Yulita Ratih 2
Universitas Surakarta, Jl. Raya Palur Ngringo Km. 5, Surakarta 57772
(Email : [email protected])
ABSTRAK
Permasalahan di simpang tiga tak bersinyal Sinoman Salatiga disebabkan beberapa faktor
selain karena adanya pertumbuhan penduduk di kota Salatiga dan pertumbuhan ekonomi di
kawasan tersebut, juga peningkatan volume dan frekuensi arus kendaraan yang menyebabkan
kemacetan pada titik tertentu. Rekayasa lalu lintas yang dilakukan di simpang tiga tak
bersinyal Sinoman Salatiga bertujuan untuk memberikan solusi permasalahan bagi pengguna
jalan Metode penelitian dengan analisis deskriptif. Data primer berupa arus lalu lintas dan
geometri jalan. Survey yang dilakukan yaitu penghitungan arus lalu lintas, mencari derajat
kejenuhan simpang tak bersinyal, mengubah simpang tersebut menjadi simpang bersinyal
dengan menggunakan paduan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997.
Berdasarkan hasil analisis menggunakan perhitungan simpang tak bersinyal derajat
kejenuhan (DS) di jalan tersebut tinggi yaitu 1,71. Ketentuan derajat kejenuhan pada MKJI
1997 adalah < 0,8 dengan ini maka perlu di lakukan redesain pada simpang tersebut menjadi
simpang bersinyal dan hasil perhitungan simpang bersinyal didapatkan derajat Derajat
Kejenuhan (DS) Utara : 0,472 ; Barat : 0,793 ; Timur : 0,793.
Dari hasil perhitungan disimpulkan bahwa untuk lebih mengoptimalkan kinerja Simpang
Tiga Sinoman dan membuat arus lalu lintas menjadi normal adalah dengan membuat simpang
tak bersinyal tersebut menjadi bersinyal.
Kata Kunci : Simpang Tak Bersinyal. Simpang Bersinyal
2
PENDAHULUAN
Masalah yang dihadapi oleh kota -
kota berkembang pada umumnya adalah
kemacetan lalu lintas. Masalah ini timbul
karena pertumbuhan sarana transportasi
yang lebih cepat di bandingkan dengan
pertumbuhan prasarana jalan raya. Hal ini
dapat menyebabkan gangguan lalu lintas
yang akan menyebabkan kemacetan
apabila tidak ada peraturan lampu merah
ataupun rambu-rambu.
Salatiga sebagai salah satu kota
padat penduduk di Jawa Tengah. Simpang
Tiga Sinoman adalah salah satu simpang di
Salatiga yang memiliki tingkat kepadatan
lalu lintas yang cukup tinggi. Simpang Jl.
Sinoman Tempel – Jl. Imam Bonjol pada
dasarnya merupakan simpang tiga di
wilayah Kecamatan Sidorejo, Salatiga.
Simpang ini merupakan pertemuan antara
jalan Sinoman Tempel dengan jalan Imam
Bonjol. Berdasarkan latar belakang tersebut
maka dilakukan penelitian untuk
mengetahui kinerja Simpang tersebut serta
untuk mengetahui apakah simpang tersebut
masih mampu menampung arus yang ada
dan dapat memberikan suatu alternatif
pemecahan masalah yang terdapat pada
simpang tersebut.
TINJAUAN PUSTAKA
Triyoko Langgeng (2007), dalam
penelitiannya menghitung besarnya
kapasitas simpang serta nilai parameter
kinerja simpang yang meliputi derajat
kejenuhan, tundaan (delay) dan peluang
antrian serta memberikan alternative
pemecahan masalah yang diperlukan untuk
mengatasi kondisi arus lalu lintas simpang
tiga tak bersinyal Jl. Ketileng Raya-
Semarang Selatan. Berdasarkan hasil
analisis diketahui kinerja eksisting simpang
tiga tak bersinyal Jl. Ketileng Raya-
Semarang Selatan sudah tidak layak. Hal ini
terlihat dari nilai kapasitas © sebesar
3049,20 smp/jam, derajat kejenuhan(DS)
1,02, tundaan (D) 19,980 detik/smp dan
peluang antrian (QP) 41,84% - 82,91%.
Aternatif perbaikan yang dapat dilakukan
adalah penurunan nilai hambatan samping
tinggi menjadi rendah. Alternatif ke dua
adalah larangan belok kananbagi kendaraan
yang masuk simpang dari jalan minor
(pendekat A).
Angky Wijaya Kusumah (2007),
dalam penelitiannya menganalisis bahwa
tingkat efisiensi pemanfaatan persimpangan
sangat bergantung pada geometris
persimpangan dan pengendalian lalu lintas.
Pada proses evaluasi alternatif solusi data
existing dibandingkan dengan hasil
rancangan. Dari hasil analisis data existing,
untuk aspek lalu lintas, volume arus lalu
lintas yang terjadi melebihi kapasitas
simpang yaitu mempunyai derajat
kejenuhan sebesar 0,86 yang berarti bahwa
simpang tersebut tidak memenuhi
persyaratan yang telah ditentukan yaitu
kurang dari 0,86 sehingga untuk
penanganannya diperlukan pengendalian
dan pengaturan lalu lintas.
Hendri Setyo Kristanto (2013),
tujuan dalam penelitiannya adalah untuk
mengetahui kondisi karaktersitik arus lalu
lintas dan kinerja simpang. Data meliputi
data geometrik jalan, data kondisi
lingkungan, data arus lalu lintas dan data
waktu sinyal.
Dari analisis di peroleh pengaturan
sinyal di Simpang Bangak Boyolali diatur
dalam 3 fase dengan fase 1 yaitu pendekat
timur dengan siklus 80 detik, fase 2 yaitu
pendekat barat dengan siklus 80 detik dan
fase 3 yaitu pendekat utara dengansiklus
100 detik. Kinerja simpang Bangak
Boyolali di lihat dari nilai kapasitas
(pendekat timur 900,144 smp/jam, pendekat
Barat 959,364 smp/jam, pendekat Utara
140,154 smp/jam).
LANDASAN TEORI
Simpang adalah pertemuan ruas jalan
yang berbeda. Simpang dalam arti umum
dibedakan menjadi dua yaitu:
1. Simpang Sebidang
Simpang sebidang adalah bentuk
pengendalian simpang untuk
mencegah konflik berdasarkan tingkat
kemacetan yang masih bisa di atasi
dengan beberapa penanganan seperti
pembuatan simpang tanpa lampu lalu
3
lintas (tak bersinyal) menjadi simpang
berlalu lintas (bersinyal)
2. Simpang Tak Sebidang
Simpang tak sebidang ini adalah
bentuk pengendalian simpang untuk
mencegah konflik berdasarkan tingkat
kemacetan yang tinggi dan
memerlukan biaya yang besar untuk
penanganannya seperti pembangunan
jalan layang (fly over) bisa juga
dengan pembuatan terowongan bawah
tanah (underpass)
MKJI
Manual Kapasitas Jalan Indonesia
adalah suatu sistem yang disusun sebagai
suatu metode efektif yang berfungsi untuk
perancangan dan perencanaan manajemen
lalu lintas yang direncanakan terutama agar
pengguna dapat memperkirakan perilaku
lalu lintas dar suatu fasilitas pada kondisi
lalu lintas, geometrik dan keadaan
lingkungan tertentu, sehingga diharapkan
dapat membantu untuk mengatasi
permasalahan seputar kondisi lalu lintas di
jalan perkotaan. MKJI 1997 juga memuat
pedoman teknik lalu lintas yang
menyarankan pengguna sehubungan dengan
pemilihan tipe fasilitas dan rencana
sebelum memulai prosedur perhitungan
rincian untuk rnenentukan perilaku 1alu
lintasnya.
Simpang tak bersinyal
Persimpangan terdiri dari dua
kategori utama yaitu persimpangan
sebidang dan persimpangan tak sebidang.
Perbedaan tersebut berdasarkan besarnya
arus atau volume lalu lintas yang harus
dilayani simpang tersebut. Pada simpang
tidak bersinyal, pada umumnya arus atau
volume lalu lintas yang dilayani relatif
kecil. Sedangkan pada simpang bersinyal
simpang akan lebih dapat melayani lalu
lintas dengan arus atau volume lalu lintas
sedang atau besar (>1000 kendaraan/ jam
puncak untuk jalan dua lajur, atau > 1500
kendaraan / jam puncak untuk jalan empat
lajur atau lebih).
Kinerja Pada Simpang
Simpang dikatakan tidak layak atau
memerlukan perbaikan apabila penelitian
menunjukkan bahwa simpang memiliki
derajat kejenuhan yang mendekati angka
lewat dari MKJI tahun 1997 sebesar 0,8
(DS > 0,8) maka diperlukan perbaikan
derajat kejenuhan pada simpang tersebut.
Cara yang digunakan dengan melalui
perubahan waktu dan fase sinyal. Dengan
waktu fase sinyal yang baru, dihitung
kembali besarnya derajat kejenuhan (DS)
sampai DS ≤ 0,8. Kemudian diperiksa
derajat kejenuhan (DS) dengan menghitung
besarnya panjang antrian dan tundaan di
persimpangan.
Adapun masalah yang menyangkut
aspek fisik dan non-fisik jalan, yaitu:
1. Kapasitas jalan
Kapasitas jalan adalah kemampuan
ruas jalan untuk menampung arus atau
volume lalu lintas yang ideal dalam
satuan waktu tertentu, dinyatakan dalam
jumlah kendaraan yang melewati
potongan jalan tertentu dalam satu jam
(kend/jam), atau dengan
mempertimbangan berbagai jenis
kendaraan yang melalui suatu jalan
digunakan satuan mobil penumpang
sebagai satuan kendaraan dalam
perhitungan kapasitas maka kapasitas
menggunakan satuan satuan mobil
penumpangper jam atau (smp)/jam.
2. Derajat Kejenuhan
Derajat kejenuhan adalah
perbandingan antara arus total
sesungguhnya (Qtot) dengan kapasitas
sesungguhnya (C). Nilai derajat
kejenuhan suatu ruas jalan bervariasi
dari 0-1. Derajat kejenuhan merupakan
pencerminan kenyamanan pengemudi
dalam mengemudikan kendaraannya.
Secara kualitatif dapat dikatakan bahwa
kenyamanan pengemudi meningkat
dengan menurunya rasio volume (V)
lalu lintas terhadap kapasitas (C) pada
jalur yang dilalui.
4
Peralatan Pengendali Lalu Lintas
Peralatan pengendali lalu lintas
meliputi rambu, marka, penghalang
yang dapat dipindahkan, dan lampu lalu
lintas. Seluruh peralatan pengendali lalu
lintas pada simpang dapat digunakan
secara terpisah atau digabungkan bila
perlu. Semua merupakan sarana utama
pengaturan, peringatan, atau pemandu
lalu lintas. Fungsi peralatan pengendali
lalu lintas adalah untuk menjamin
keamanan dan efisien simpangdengan
cara memisahkan aliran lalu lintas
kendaraan yang saling bersinggungan.
Dengan kata lain, hak prioritas untuk
memasuki dan melalui suatu simpang
selama periode waktu tertentu diberikan
satu atau beberapa aliran lalu lintas.
Untuk pengandalian lalu lintas di
simpang, terdapat beberapa cara utama
yaitu :
1. Rambu STOP (berhenti)
2. Rambu Pengendali Kecepatan,
3. Kanalisasi di simpang
4. Bundaran (Roundabout),
5. Lampu Pengatur Lalu Lintas.
6. Simpang tak brsinyal
Kapasitas
Kemampuan ruas jalan untuk
menampung arus atau volume lalu lintas
yang ideal dalam satuan waktu tertentu,
dinyatakan dalam jumlah kendaraan yang
melewati potongan jalan tertentu dalam satu
jam (kend/jam), atau dengan
mempertimbangan berbagai jenis kendaraan
yang melalui suatu jalan digunakan satuan
mobil penumpang sebagai satuan kendaraan
dalam perhitungan kapasitas maka
kapasitas menggunakan satuan satuan
mobil penumpangper jam atau (smp)/jam,
Penyesuaian kapasitas dibagi beberapa
faktor yaitu :
1. Kapasitas Dasar
Tabel 1. Kapasitas Dasar Tipe Simpang
(IT)
Kapasitas
Dasar
(smp/jam)
322 2700
342 2900
324 atau 344 3200
422 2900
242 atau 444 3400
2. Faktor Penyesuaian dan Lebar Pendekat
Faktor Penyesuaian lebar pendekat (Fw)
dapat dilihat pada grafik 2.1 Variabel
masukan adalah lebar rata-rata semua
pendekat W, dan tipe simpang IT. Batas-
nilai yang diberikan dalam gambar adalah
rentang dasar empiris dari manual.
Grafik 1. Faktor Penyesuaian Lebar
Pendekat
3. Faktor Penyesuaian Median Jalan Utama
Median Jalan Utama (fM)
Tabel 2. Faktor Penyesuaian Median
5
4. Faktor Penyesuaian Ukuran kota
Tabel 3. Faktor Penyesuaian Ukuran kota
5. Faktor Penyesuaian Tipe Lingkungan
Hambatan Samping dan Kendaraan Tak
Bermotor
Penyesuain tipe lingkungan jalan,hambatan
samping dan kendaraan tak bermotor,
Kendaraan tak bermotor(FRSU).
Tabel 4. Faktor Penyesuaian Ukuran kota
6. Faktor Penyesuaian Belok kiri
Penyesuaian belok kiri
Grafik 2. Faktor Penyesuaian Belok Kiri
7. Faktor Penyesuaian Belok Kanan
Grafik 3. Faktor Penyesuaian Belok
Kanan
8. Faktor Penyesuaian Rasio Arus Jalan
Minor
Grafik 4. Faktor Penyesuaian Rasio Arus
Jalan Minor
9. Kapasitas Simpang Tak Bersinyal
MKJI (1997) mendefenisikan bahwa
kapasitas adalah arus lalu lintas
makimum yang dapat dipertahankan
(tetap) pada suatu bagian jalan dalam
kondisi tertentu dinyatakan dalam
kendaraan/jam atau smp/jam. Kapasitas
total suatu persimpangan dapat
dinyatakan sebagai hasil perkalian
antara kapasitas dasar (Co) dan faktor-
faktor penyesuaian (F).
Rumusan kapasitas simpang menurut
MKJI 1997 dituliskan sebagai berikut :
C = Co x FW x FM x FCS x FRSU x FLT
x FRT x FMI
keterangan ;
C = Kapasitas aktual (sesuai kondisi
yang ada)
Co = Kapasitas Dasar
6
FW = Faktor penyesuaian lebar masuk
FM = Faktor penyesuaian median jalan
utama
FCS = Faktor penyesuaian ukuran kota
FLT = Faktor penyesuaian rasio belok
kiri
FRT = Faktor penyesuaian rasio belok
kanan
FMI = Faktor penyesuaian rasio arus
jalan minor
Perilaku Lalu Lintas
1. Derajat Kejenuhan (DS)
Derajat kejenuhan (DS) merupakan rasio
arus lalu lintas (smp/jam) terhadap
kapasitas (smp/jam), dapat ditulis
dengan persamaan sebagai berikut :
DS = Qsmp/ C
keterangan ;
DS = Derajat kejenuhan
C = Kapasitas (smp/jam)
Qsmp = Arus total
sesungguhnya(smp/jam), dihitung
sebagai berikut :
Qsmp = Qkend. X Fsmp
Fsmp = merupakan faktor
ekivalen mobil penumpang (emp).
2. Tundaan (D)
Tundaan di persimpangan adalah total
waktu hambatan rata-rata yang dialami
oleh kendaraan sewaktu melewati suatu.
Hambatan tersebut muncul jika
kendaraan berhenti karena terjadinya
antrian di simpang sampai kendaraan itu
keluar dari simpang karena adanya
pengaruh kapasitas simpang yang sudah
tidak memadai. Nilai tundaan
mempengaruhi nilai waktu tempuh
kendaraan. Semakin tinggi nilai tundaan,
semakin tinggi pula waktu tempuh.
a. Tundaan lalu lintas rata-rata untuk
seluruh simpang (DTi)
Tundaan lalu lintas rata-rata DTi
(detik/smp) adalah tundaan rata-rata
untuk seluruh kendaraan yang masuk
simpang. Tundaan DTi ditentukan dari
hubungan empiris antara tundaan DTi
dan derajat kejenuhan DS.
- Untuk DS ≤ 0,6 :
DTi = )
- Untuk DS > 0,6 :
DTi =
b. Tundaan lalu lintas rata-rata untuk
jalan major (DTMA)
Tundaan lalu lintas rata-rata untuk jalan
major merupakan tundaan lalu lintas
rata-ratauntuk seluruh kendaraan yang
masuk di simpang melalui jalan major.
- Untuk DS ≤ 0,6 :
- Untuk DS ≤ 0,6 :
c. Tundaan lalu lintas rata-rata jalan
minor (DTMI)
Tundaan lalu lintas rata-rata jalan minor
ditentukan berdasarkan tundaan
lalulintas rata-rata (DTi) dan tundaan
lalu lintas rata-rata jalan major (DTMA).
keterangan ;
Qsmp = Arus total sesungguhnya
(smp/jam),
QMA = Jumlah kendaraan yang
masuk di simpang memalui jalan major
(smp/jam)
QMI = Jumlah kendaraan yang
masuk di simpang memalui jalan minor
(smp/jam)
d. Tundaan geometrik simpang (DG)
Tundaan geometrik simpang adalah
tundaan geometrik rata-rata seluruh
kendaraan bermotor yang masuk di
simpang. DG dihitung menggunakan
persamaan :
7
- Untuk DS < 1,0 :
DG = (1 – DS) x (PT x 6 + (1 - PT ) x
3) + DS x 4
- Untuk DS ≥ 1,0 :
DG = 4 detik/smp
e. Tundaan simpang (D)
Tundaan simpang dihitung
menggunakan persamaan sebagai
berikut :
D = DG + DTi
Simpang Bersinyal Pada simpang jenis ini, arus
kendaraan yang memasuki persimpangan
diatur secara bergantian untuk mendapatkan
prioritas dengan berjalan terlebih dahulu
dengan menggunakan pengendali lalu lintas
(traffic light).
Parameter kinerja simpang
bersinyal juga ditentukan oleh Kapasitas(
C) , derajat kejenuhan ( DS), tundaan (D)
dan nilai peluang antrian (QP).
Rumus: C = S x g/c
dimana:
C = kapasitas (smp/jam), S = Arus jenuh
(smp/jam hijau), g = waktu hijau (det) dan c
= Waktu siklus (det)
DS = Q/C
Panjang Antrian ( QL) suatu pendekat
dihitung rumus:
NQ = NQ1 + NQ2
Adapun tingkat kinerja yang diukur pada
MKJI 1997 adalah :
1. Panjang antrian (Que Length/QL)
Panjang antrian kendaraan (QL) adalah
jarak antara muka kendaraan terdepan
hingga ke bagian belakang kendaraan
yang berada paling belakang dalam suatu
antrian akibat sinyal lalu lintas.
2. Jumlah kendaraan terhenti (Number of
Stoped Vehicle/ Nsv)
Angka henti (NS) yaitu jumlah rata - rata
berhenti per kendaraan termasuk berhenti
berulang `- ulang dalam antrian) sebelum
melewati simpang.
3. Tundaan (Delay/D)
Tundaan (delay) adalah waktu
tertundanya kendaraan untuk bergerak
secara normal. Tundaan pada suatu
simpang dapat terjadi karena dua hal,
yaitu Tundaan lalu lintas (DT) dan
Tundaan geometri (DG).
Penentuan Waktu Sinyal
Penentuan waktu sinya diperlukan beberapa
faktor yaitu :
1. Pemilihan tipe pendekat (approach)
Mengidentifikasi dari setiap pendekat
apabila ada dua gerakan lalu-lintas yang
diberangkatkan pada fase yang berbeda.
(misalnya, lalu-lintas lurus dan lalu-
lintas belok kanan dengan lajur
terpisah), harus dicatat pada baris
terpisah dan diperlakukan sebagai
pendekat-pendekat terpisah dalam
perhitungan selanjutnya.
Pemilihan tipe pendekat (approach)
yaitu termasuk tipe terlindung (protected
= P) atau tipe terlawan (opossed = O).
Tabel 5. Penentuan tipe pendekatan
2. Lebar efektif pendekat (approach), We =
effective Width
a. Untuk Pendekat Tipe O
Jika WLTOR ≥ 2.0 meter, maka We
= WA - WLTOR
Jika WLTOR ≤ 2.0 meter, maka We
= WA x (1+PLTOR) -WLTOR.
keterangan:
WA : lebar pendekat
WLTOR : lebar pendekat
dengan belok kiri langsung
8
b. Untuk Pendekat Tipe P
Jika Wkeluar < We x (1 - PRT -
PLTOR),
We sebaiknya diberi nilai baru =
Wkeluar
keterangan:
PRT : rasio kendaraan belok
kanan
PLTOR : rasio kendaraan belok kiri
langsung
3. Arus jenuh dasar (So)
Arus jenuh dasar merupakan besarnya
keberangkatan antrian di dalam
pendekat selama kondisi ideal (smp/jam
hijau). Untuk tipe pendekat P,
So = 600 x We
keterangan
SO : arus jenuh dasar
We : lebar efektif pendekat
Grafik 5. Arus jenuh dasar
4. Faktor Penyesuaian
a. Penetapan faktor koreksi untuk nilai
arus lalu lintas dasar kedua tipe
pendekat (protected dan opposed) pada
simpang adalah sebagai berikut:
Tabel. 6 Faktor penyesuaian ukuran kota
Penduduk
kota
(juta jiwa)
Faktor penyesuaian
ukuran kota
>3 1,05
1,0-3,0 1,00
0,5-1,0 0,94
0,1-0,5 0,83
<0,1 0,82
Grafik 6. Faktor penyesuaian untuk
kelandaian
Grafik 7. Faktor penyesuaian untuk
pengaruh pakir dan lajur belok kiri yang
pendek (Fp)
Grafik 8. Faktor penyesuaian untuk belok
kanan (FRT)
9
Grafik 9. Faktor penyesuaian untuk belok
kiri (FLT)
b. Nilai arus jenuh
Jika suatu pendekat mempunyai
sinyal hijau lebih dari satu fase, yang
arus jenuhnya telah ditentukan secara
terpisah maka nilai arus kombinasi
harus dihitung secara proporsional
terhadap waktu hijau masing-masing
fase.
S = SO x FCS x FSF x FG x FP x FRT
x FLT
Dimana:
SO : arus jenuh dasar
FCS : faktor koreksi ukuran
kota
FSF :faktor koreksi hambatan
samping
FG :faktor koreksi kelandaian
FP : faktor koreksi parkir
FRT :faktor koreksi belok kanan
FLT :faktor koreksi belok kiri
5. Perbandingan arus lalu lintas dengan arus
jenuh (FR)
Perbandingan kedua menggunakan
rumus berikut:
FR =Q∕S
Dimana:
FR : rasio arus
Q : arus lalu lintas (smp/jam)
S : arus jenuh (smp/jam)
Untuk arus kritis dihitung dengan
rumus:
)
dimana:
IFR : perbandigan arus simpang
Σ(FRcrit)
PR : rasio fase
FRerit : nilai FR tertinggi dari
semua pendekat yang berangkat pada
suatu
6. Waktu siklus dan waktu hijau
a. Waktu siklus sebelum penyesuaian
menghitung waktu siklus sebelum waktu
pentesuaian (Cua) untuk pengendalian
waktu tetap, dan masukan hasil
kedalaman kotak dengan tanda “waktu
siklus” pada bagian terbawah kolom II
dari formulir SIG-IV.
Waktu siklus dihitung dengan rumus:
Dimana:
cua : waktu siklus pra penyesuaian
sinyal (detik)
LTI : total waktu hilang per siklus
(detik)
IFR : rasio arus simpang
Grafik 10. Penentuan waktu siklus sebelum
penyesuaian
10
Tabel 7. Waktu siklus yang layak untuk
simpang
Tipe
pengaturan
Waktu
siklus (det)
2 fase 40-80
3 fase 50-100
4 fase 60-130
Nilai-nilai yang lebih rendah dipakai untuk
simpang dengan lebar jalan <10, nilai
yang lebih tinggi untuk jalan yang lebih
lebar. Waktu siklus lebih rendah dari nilai
yang disarankan, akan menyebabkan
kesulitan bagi para pejalan kaki untuk
menyebrang jalan. Waktu siklus yang
melebihi 130 detik harus dihindari kecuali
pada kasus sangat khusus (simpang sangat
besar) karena hal ini sering kali
menyebabkan kerugian dalam kapasitas
keseluruhan.
b. Waktu hijau
Waktu hijau (green time) untuk masing-
masing fase menggunakan rumus :
gi = ( Cua – LTI ) x PRi
dimana:
gi : waktu hijau dalam fase-i (detik)
LTI : total waktu hilang per siklus
(detik)
cua : waktu siklus pra penyesuaian
sinyal (detik)
PRi : perbandingan fase
FRkritis/Σ(FRkritis)
c. Waktu siklus yang disesuaikan
Waktu siklus yang telah disesuaikan
(c) berdasarkan waktu hijau yang
diperoleh dan telah dibulatkan dan waktu
hilang (LTI) dihitung dengan rumus:
c = LTI + Σg
dimana:
c : waktu hijau (detik)
LTI : total waktu hilang per siklus
(detik)
Σg : total waktu hijau (detik)
Waktu siklus yang disesuaikan berdasarkan
pada waktu hijau yang telah dibulatkan dan
waktu hilang (LTI).
METODOLOGI PENELITIAN
Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah simpang tiga
wilayah, Jl. Sinoman Tempel - Jl. Imam
Bonjol pada dasarnya merupakan simpang
tiga pertemuan antara jalan kota Salatiga
menuju ke jalan lingkar Solo - Semarang.
Kondisi lalu lintas yang ada di
persimpangan ini cukup padat pada saat
jam sibuk karena tidak adanya batasan
jumlah dan jenis kendaraan yang melewati
persimpangan tersebut.
Gambar 2. Lokasi Penelitian.
11
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Pengaturan Lalu-lintas dan kondisi Lingkungan
Data yang didapat adalah volume arus kendaraan yang melewati simpang tersebut dan diambil
dengan jam yang paling sibuk yaitu pada jam puncak pagi dan juga sore.
Ditangani oleh: Cahyo Megawisar
Geometri Simpang
Arus LaluLintas Kendaraan Bermotor ( MV )
Kendaraan Ringan(LV) Kendaraan Berat(HV) Sepeda Motor(MC) Kendaraan Bermotor Arus
Pendekat Arah UM
kend/ smp/jam kend/ smp/jam kend/ smp/jam kend/ smp/jam Kiri Kanan kend/
jam jam jam jam jam
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13)
LT 21 21 0 0 144 72 165 93 0,40 13
Jln. Minor ST 0 0 0 0 0 0 0 0 0
RT 27 27 0 0 228 114 255 141 0,60 19
Total 48 48 0 0 372 186 420 234 32
LT 29 29 0 0 198 99 227 128 0,11 39
Jln.Utama ST 171 171 23 30 1760 880 1954 1081 30
RT 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Total 200 200 23 30 1958 979 2181 1209 69
LT 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Jln.Utama ST 208 208 11 14 1033 517 1252 739 45
RT 13 13 0 0 202 101 215 114 0,13 7
Total 221 221 11 14 1235 618 1467 853 52
Utama+minor LT 50 50 0 0 342 171 392 221 0,50
ST 379 379 34 44 2793 1397 3206 1820
RT 13 13 0 0 202 101 215 255 0,74
469 469 34 44 3565 1783 4068 2296 153
Formulir SIG-I :
Periode jam puncak sore
Rasio Berbelok
Kota Salatiga
Simpang Tiga SinomanARUS LALULINTAS
SIMPANG TAK BERSINYAL
emp = 1.0 emp = 1.3 emp = 0.5 Total MV
1,24Utama+Minor Total
Tabel Formulir SIG - I
12
Tabel Formulir SIG - II
Periode Jam puncak Sore
1. Lebar pendekat dan tipe simpang
jumlah Lebar pendekat (m) Jumlah lajur Tipe
lengan Lebar simpang
simpang pendekat Gambar B-1:2
Wa Wc Wac Wb Wd Wbd rata-rata WI Jln. Minor Jln.Utama Tbl B-1:1
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12)
1 3 4,3 4,3 4,6 4,1 4,3 4,3 2,0 2,0 322
2. Kapasitas
Co Lebar pendekat Median Hambatan Rasio minor
smp/jam rata-rata jalan samping total
Tabel B-2:1 Fw utama Fcs Frsu Flt Frt Fmi C
Gbr. B-3:1 Tabel.B-4:1 Tabel. B-5:1 Tabel.B-6:1 Gbr.B-7:1 Gbr.B-8:1 Gbr.B-9:1 smp/jam
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
1 2700 1,05 1 0,94 0,89 1,54 0,34 1,08 1341,20
3.Perilaku lalu-lintas
Arus lalu-lintasDerajat Tundaan lalu Tundaan Lalu Tundaan Lalu tundaan Tundaan Peluang
(Q) kejenuhan lintas simpang lintas jln utama lintas jln minor geometrik simpang antrian
simpang (D) (QP)
(DG) det/smp (%)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
1 2296 1,71 2 1,2 1,36 4,65 6,65 28%-55% DS>0.8
SIMPANG TAK BERSINYAL Ditangani oleh : Cahyo Megawisar
pilihanJalan minor Jalan utama
DTI (det/smp) DMI (det/smp)
Belok kananPilihan
Faktor penyesuaian kapasitas (F)
FORMULIR USIG- II Kota : Salatiga
ANALISA Simpang Tiga Sinoman
DMA (det/smp)
KapasitasUkuran Kota Belok kiri
Pilihan Sasaran
smp/jam (DS)
13
Hasil Perhitungan Simpang Tak Bersinyal
Berdasarkan analisa yang saya lakukan pada Simpang Tiga Sinoman ini, data yang saya
dapatkan untuk hasil hitungan Derajat Kejenuhan (DS) nya masih tinggi,sehingga harus
dilakukan desain ulang simpang tersebut,yaitu disini dengan membuat simpang tak bersinyal
tersebut menjadi simpang bersinyal. Adapun data perhitungan yang diperoleh adalah sebagai
berikut.
Arus Rasio
Kode Arah UM PUM =
Pendekat UM/ MV
kend/ kend/ kend/ kend/ Kiri Kanan kend/
jam Terlindung Terlawan jam Terlindung Terlawan jam Terlindung Terlawan jam Terlindung Terlawan PLT PRT jam
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18)
U LTOR 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,000 0
LT (tanpa LTOR) 21 21 21 0 0 0 144 29 58 165 50 79 0,35 13
ST 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
RT 27 27 27 0 0 0 228 46 91 255 73 118 0,50 19
Total 48 48 48 0 0 0 372 74 149 420 144 197 32 0,0762
LTOR 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,000 0
B LT (tanpa LTOR) 29 29 29 0 0 0 198 40 79 227 69 108 0,11 39
ST 171 171 171 23 30 30 1760 352 704 1954 553 905 30
RT 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,000 0
Total 200 200 200 23 30 30 1958 392 783 2181 622 1013 69 0,0316
T LTOR 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,000 0
LT (tanpa LTOR) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,000 0
ST 208 208 208 11 14 14 1033 207 413 1252 429 636 45
RT 13 13 13 0 0 0 202 40 81 215 53 94 0,1 7
Total 221 221 221 11 14 14 1235 247 494 1467 721 729 52 0,0354
emp terlaw an = 1,3 emp terlaw an = 0,4 MV
emp terlindung = 1,0 emp terlindung = 1,3 emp terlindung = 0,2 Total Berbelok
smp/jam smp/jam smp/jam smp/jam
emp terlaw an = 1,0
Kend.tak bermotor
Kendaraan Ringan(LV) Kendaraan Berat(HV) Sepeda Motor(MC) Kendaraan Bermotor Rasio
Arus LaluLintas Kendaraan Bermotor ( MV )
ARUS LALULINTAS Perihal : 3 Fase
Periode jam puncak sore
Tabel Formulir SIG - II
SIMPANG BERSINYAL Kota : SalatigaDitangani oleh: Cahyo Megaw isar
Formulir SIG-II : Simpang: Sinoman
Waktu merah
semua (dtk)
Pendekat Kecepatan Pendekat U B T
VEV (m/dtk) Kecepatan VAV (m/dtk) 10 10 10
Jarak berangkat-datang (m) 30.45+5-22.55
10 Waktu berangkat-datang (dtk)*) 3.0+0.5-2.2 2,0
Jarak berangkat-datang (m) 20.4+5-31.07
10 Waktu berangkat-datang (dtk)*) 2.0+0.5-3.1 -0,1
Jarak berangkat-datang (m) 28.8+5-32.54
10 Waktu berangkat-datang (dtk)*) 2.8+0.5-3.2 0,1
Jarak berangkat-datang (m)
Waktu berangkat-datang (dtk)*)
Penentuan waktu merah semua : (data ini dapat dirubah sendiri sesuai fase)
Fase 1 --> Fase 2 2
Fase 2 --> Fase 3 1
Fase 3 --> Fase 1 1
Fase --> Fase
Jumlah fase 3 kuning/fase 3 9
13
Penentua
n waktu all
red
didasarka
n pada
aturan
faseWaktu hilang total (LTI)= Merah semua total+waktu kuning (dtk / siklus )
U
B
T
LALULINTAS LALU LINTAS DATANG
-WAKTU HILANG
BERANGKAT
SIMPANG BERSINYAL Kota : Salatiga
Formulir SIG - III : Simpang Sinoman
Tabel Formulir SIG -III
-WAKTU ANTAR HIJAU
14
Kode Arus Kapasitas Derajat Rasio Panjang Angka Jumlah
Pendekat Lalu smp / jam Kejenuhan Hijau Antrian Henti Kendaraan Tundaan lalu Tundaan geo-Tundaan Tundaan
Lintas DS= GR= NQ1 NQ2 Total NQMAX Terhenti lintas rata-ratametrik rata-ratarata-rata total
smp/jam Q/C g/c NQ= ( m ) stop/smp smp/jam det/smp det/smp det/smp smp.det
Q C NQ1+NQ2 liat gb e22 QL NS NSV DT DG D = DT+DG D x Q
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16)
U 144 317 0,454 0,17 0,00 3,1 3,1 7,3 34 1,16 167 22,2 3,8 26,03 3749
B 622 815 0,763 0,44 1,10 17,8 18,9 28,1 124 1,66 1031 18,8 6,2 24,99 15534
T 239 313 0,763 0,17 1,08 18,5 19,6 29,0 142 4,48 1070 35,9 15,2 51,08 12208
LTOR(semua)
Arus total. Q tot. Total : 2267 Total : 31491
Arus kor. Q kor. 1005 2,26 31,35
Formulir SIG-V : PANJANG ANTRIAN Simpang Tiga Snoman
Jumlah kendaraan antri (smp) Tundaan
Tabel Formulir SIG - V
SIMPANG BERSINYAL Kota: Salatiga Dikerjakan oleh: Cahyo Megaw isar
Kendaraan terhenti rata-rata stop/smp : Tundaan simpang rata-rata(det/smp) :
JUMLAH KENDARAAN TERHENTI Perihal : 3 Fase Jam puncak Sore
TUNDAAN
Dari hasil perhitungan kinerja kedua simpang dilihat pada derajat jenuhan ( DS ), Panjang
Antrian ( QL ) dan tundaan pada Simpang Tiga Sinoman tersebut, di sarankan untuk membuat
desain ulang pada simpang tersebut tujuannya untuk membandingkan dari hasil perhitungan
dengan desain ulang serta untuk agar kinerja simpang tersebut menjadi lebih baik
15
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari perhitungan yang dilakukan tentang
kinerja simpang tak bersinyal Simpang Tiga
Sinoman dengan metode MKJI 1997, hasil
yang diperoleh yaitu:
1. Pada simpang tersebut memiliki
kepadatan lalu lintas yang tinggi pada
jam sibuk sore 15.30 – 18.30 dengan
Derajat Kejenuhan (DS) 1,71
sedangkan ketentuan pada MKJI 1997
nilai Derajat Kejenuhan (DS) adalah
kurang dari 0,8. Solusi dari derajat
kejenuhan yang tinggi yaitu dengan
membuat simpang tersebut menjadi
bersinyal. Setelah membuat simpang
tersebut menjadi simpang bersinyal
maka didapatkan derajat Derajat
Kejenuhan (DS) Utara = 0,454; Barat
= 0,763; Timur = 0,763.
2. Kinerja pada simpang tersebut sangat
tak teratur pada jam sibuk sore 15.30-
18.30 dan arus lalu lintas yang padat
dengan derajat kejenuhan yang tinggi
membuat kesulitan para pengguna
jalan yang hendak melewati simpang
Sinoman. Kondisi tersebut
dikarenakan tidak adanya rambu lalu
lintas untuk mengatur simpang
Sinoman.
3. Setelah dilakukan perhitungan ulang
pada kedua sinyal maka dapat
disimpulkan bahwa untuk lebih
mengoptimalkan kinerja Simpang Tiga
Sinoman adalah dengan membuat
simpang tak bersinyal tersebut menjadi
simpang bersinyal.
Saran
Pemaksimalan kinerja simpang perlu
dilakukan perhitungan ulang menggunakan
MKJI 1997 dengan mendesain ulang
simpang tersebut agar simpang tersebut
tidak mengalami kemacetan. Dalam analisis
ini Simpang Tiga Sinoman disarankan
untuk didesain menjadi simpang bersinyal,
agar arus lalu lintas di simpang tersebut
tertata rapi, dan dapat memudahkan
pengguna jalan untuk menyeberang ataupun
melewati simpang tersebut. Pengolahan
data lebih baik menggunakan MKJI dan
bukan menggunakan analisa secara manual.
Sehingga perlu dilakukan penelitian lebih
lanjut terutama pada faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja simpang tak
bersinyal pada MKJI 1997.
DAFTAR PUSTAKA
Achyani Agustina Pratiwi, 2009 Penentuan
Nilai Ekuivalensi Mobil Penumpang
Di simpang Tidak Bersinyal,
Fakultas Teknik Universitas Sebelas
Maret, Surakarta.
Angky Wijaya Kusumah, 2006, Kinerja
Simpang Tak Bersinyal Pada Jalan
Sindang Sirna-Bungur Bandung,
Tugas Akhir, Universitas Kristen
Maranatha Bandung, Bandung.
Anonim, 1997, Manual Kapasitas Jalan
Indonesia, Departemen Pekerjaan
Umum Direktorat Jendral Bina
Marga, Jakarta.
Anonim, 2009, Undang Undang Republik
Indonesia Nomor 22. 2009. Lalu
Lintas Dan Angkutan Jalan .Jakarta :
Departemen Perhubungan
Bambang Suponco, 2006, Analisis
Rekayasa Lalu Lintas Di
SimpangEmpat Jalan Wiradesa Kab.
Pekalongan, Fakultas Teknik
Universitas Surakarta, Surakarta
Hendri Setyo Kristanto, 2013, Evaluasi
Kinerja Simpang Bersinyal ( Studi
Kasus Simpang Bangak di
Kabupaten Boyolali), Tugas Akhir,
Universitas Muhammadiyah
Surakarta, Surakarta
Hobbs, F.D, 1995, Perencanaan dan Teknik
Lalu Lintas, Penerbit Gadjah Mada
University Press.
Morlok, E.K., 1998, Pengantar Teknik dan
Perencanaan Transportasi, Penerbit
Erlangga, Jakarta.
Morlok, E.K., 1998, Pengantar Teknik dan
Perencanaan Transportasi, Penerbit
Erlangga, Jakarta.
Respati Aan, 2012.Laporan Tugas Akhir
Evaluasi Dan Manajemem Pada
Simpang Pandowo Solo
Baru.Surakarta , Jurusan Teknik Sipil
16
Fakultas Teknik Universitas Sebelas
Maret.
Shirley L, Hendarsin, 2000, Perencanaan
Teknik Jalan Raya. Bandung:
Politeknik Negeri Bandung
Triyoko, L., (2007) Evaluasi Kinerja
Simpang Tiga Tak Bersinyal Dengan
Metode MKJI 1997, Skripsi, UMS,
Surakarta.
Warpani, S.P., 2002, Pengelolaan Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan; Penerbit
ITB, Bandung
Zainal, Mukhlis, 2005, Sistem Manajemen
Transportasi Kota, Jakarta Med Print
Offset. Jakarta.