Download - REFRESHING Obgyn Induksi Gassan
TINJAUAN PUSTAKA
INDUKSI PERSALINAN
Induksi pesalinan yaitu suatu tindakan yang dilakukan terhadap ibu hamil yang belum
inpartu untuk merangsang terjadinya persalinan. Induksi persalinan terjadi antara 10% sampai
20% dari seluruh persalinan dengan berbagai indikasi baik dari ibu maupun dari janinnya.
Indikasi terminasi kehamilan dengan induksi adalah KPD, kehamilan post term,
polyhidramnion, perdarahan antepartum (plasenta previa, solusio plasenta), riwayat
persalinan cepat, kanker, PEB, IUFD. Induksi persalinan adalah suatu upaya stimulasi
mulainya proses persalinan, yaitu dari tidak ada tanda-tanda persalinan, kemudian distimulasi
menjadi ada dengan menimbulkan mulas/his. Cara ini dilakukan sebagai upaya medis untuk
mempermudah keluarnya bayi dari rahim secara normal. Induksi persalinan adalah suatu
usaha mempercepat persalinan dengan tindakan rangsangan kontraksi uterus. Induksi
persalinan dapat bersifat mekanis, atau secara kimiawi (medikamentosa)
Indikasi-indikasi yang penting ialah postmaturitas dan hipertensi pada kehamilan
lebih dari 37 minggu. Untuk dapat melakukan induksi persalinan perlu dipenuhi beberapa
kondisi, diantaranya:
1. Hendaknya serviks uteri sudah “matang”, yaitu serviks sudah mendatar dan menipis dan
sudah dapat dilalui oleh sedikitnya 1 jari, sumbu serviks menghadap ke depan.
2. Tidak ada disproporsi sefalopelvik (CPD)
3. Tidak ada kelainan letak janin yang tidak dapat dibetulkan
4. Sebaiknya kepala janin sudah mulai turun ke dalam rongga panggul.
Apabila kondisi-kondisi ini tidak dipenuhi, maka induksi persalinan mungkin tidak memberi
hasil yang diharapkan.
1
B. KLASIFIKASI INDUKSI PERSALINAN
1. Secara Medis
A. Infus oksitosin
Oksitosin adalah suatu hormon yang diproduksi di hipotalamus dan diangkut lewat
aliran aksoplasmik ke hipofisis posterior yang jika mendapatkan stimulasi yang tepat hormon
ini akan dilepas kedalam darah. Impuls neural yang terbentuk dari perangsangan papilla
mammae merupakan stimulus primer bagi pelepasan oksitosin sedangkan distensi vagina dan
uterus merupakan stimulus sekunder. Estrogen akan merangsang produksi oksitosin
sedangkan progesterone sebaliknya akan menghambat produksi oksitosin. Selain di
hipotalamus, oksitosin juga disintesis di kelenjar gonad, plasenta dan uterus mulai sejak
kehamilan 32 minggu dan seterusnya. Konsentrasi oksitosin dan juga aktivitas uterus akan
meningkat pada malam hari.
Mekanisme kerja dari oksitosin belum diketahui pasti, hormon ini akan menyebabkan
kontraksi otot polos uterus sehingga digunakan dalam dosis farmakologik untuk menginduksi
persalinan. Sebelum bayi lahir pada proses persalinan yang timbul spontan ternyata rahim
sangat peka terhadap oksitosin. Didalam uterus terdapat reseptor oksitosin 100 kali lebih
banyak pada kehamilan aterm dibandingkan dengan kehamilan awal. Jumlah estrogen yang
meningkat pada kehamilan aterm dapat memperbesar jumlah reseptor oksitosin.Begitu proses
persalinan dimulai serviks akan berdilatasi sehinga memulai refleks neural yang menstimulasi
pelepasan oksitosin dan kontraksi uterus selanjutnya. Faktor mekanik seperti jumlah
regangan atau gaya yang terjadi pada otot, mungkin merupakan hal penting.
Secara in vivo, oksitosin diproduksi pada nucleus paraventrikuler hipotalamus dan
disalurkan ke hipofisis posterior. Meskipun regimen dari oksitosin bermacam-macam,
diperlukan dosis yang adekuat untuk menghasilkan efek pada uterus. Dosisnya antara 4
sampai 16 miliunit permenit. Dosis untuk tiap orang berbeda-beda, namun biasanya dimulai
dengan dosis rendah sambil melihat kontraksi uterus dan kemajuan persalinan.
Syarat-syarat pemberian infus oksitosin :
Agar infus oksitosin berhasil dalam menginduksi persalinan dan tidak memberikan
penyulit baik pada ibu maupun janin, maka diperlukan syarat – syarat sebagai berikut :
1. Kehamilan aterm
2
2. Ukuran panggul normal
3. Tak ada CPD
4. Janin dalam presentasi belakang kepala
5. Servik telah matang (portio lunak, mulai mendatar dan sudah mulai membuka)
Teknik infus oksitosin berencana :
1. Semalam sebelum drip oksitosin, hendaknya penderita sudah tidur pulas
2. Pagi harinya penderita diberi pencahar
3. Infus oksitosin hendaknya dilakukan pagi hari dengan observasi yang baik
4. Disiapkan cairan RL 500 cc yang diisi dengan sintosinon 5 IU
5. Cairan yang sudah mengandung 5 IU sintosinon dialirkan secara intravena melalui aliran
infus dengan jarum abocath no 18 G
6. Jarum abocath dipasang pada vena dibagian volar bawah
7. Tetesan dimulai dengan 8 mU (1 mU = 2 tetes) permenit dinaikan 4 mU setiap 30 menit.
Tetesan maksimal diperbolehkan sampai kadar oksitosin 30-40 mU. Bila sudah mencapai
kadar ini kontraksi rahim tidak muncul juga, maka berapapun kadar oksitosin yang diberikan
tidak akan menimbulkan kekuatan kontraksi. Sebaiknya infus oksitosin dihentikan.
8. Penderita dengan infus oksitosin harus diamati secara cermat untuk kemungkinan
timbulnya tetania uteri, tanda – tanda ruptur uteri membakat, maupun tanda – tanda gawat
janin.
9. Bila kontraksi rahim timbul secara teratur dan adekuat maka kadar tetesan oksitosin
dipertahankan. Sebaiknya bila terjadi kontraksi rahim yang sangat kuat, jumlah tetesan dapat
dikurangi atau sementara dihentikan.
10. Infus oksitosin ini hendaknya tetap dipertahankan sampai persalinan selesai yaitu sampai
1 jam sesudah lahirnya plasenta.
3
11. Evaluasi kemajuan pembukaan serviks dapat dilakukan dengan periksa dalam bila his
telah kuat dan adekuat.
B. Prostaglandin
Pemberian prostaladin dapat merangsang otok -otot polos termasuk juga otot-otot
rahim. Prostagladin yang spesifik untuk merangsang otot rahim ialah PGE2 dan PGF2 alpha.
Pemakaian prostaglandin sebagai induksi persalinan dapat dalam bentuk infus intravena
(Nalador) dan pervaginam (prostaglandin vagina suppositoria).
Pada kehamilan aterm, induksi persalinan dengan prostagladin cukup efektif untuk
memperpendek proses persalinan, menurunkan angka seksio sesaria dan menurunkan angka
agar skor yang kurang dari 4. Selain melunakkan servik prostaglandin juga menghasilkan
vasodilatasi dan meningkatkan curah jantung 30%. Juga merelaksasi otot polos
gastrointestinal dan bronchial.
Prostaglandine E2
Dinoprostone lokal dalam bentuk jelly ( Prepidil ) yang diberikan dengan aplikator
khusus intraservikal dengan dosis 0,5 mg. Dinoproston vaginal suppositoria 10 mg (cervidil).
Pemberian prostaglandine harus dilakukan di kamar bersalin.
Pemberian oksitosin drip paling cepat diberikan dalam waktu 6 – 12 jam pasca pemberian
prostaglandine E2. Efek samping : tachystole uterine pada 1-5% kasus yang mendapat
prostaglandine suppositoria.
Prostaglandine E1
Misoprostol (Cytotec) dengan sediaan 100 dan 200 µg.
Pemberian secara intravagina dengan dosis 25 µg pada fornix posterior dan dapat diulang
pemberiannya setelah 6 jam bila kontraksi uterus masih belum terdapat.
Bila dengan dosis 2 x 25 µg masih belum terdapat kontraksi uterus, berikan ulang dengan
dosis 50µg. Pemberian Misoprostol maksimum pada setiap pemberian dan dosis maksimum
adalah 4x50µg(200µg). Dosis 50µg sering menyebabkan :
1. Mekonium dalam air ketuban
2. Tachysystole uterin
3. Aspirasi Mekonium
4
Pemberian per oral: Pemberian 100 µg misoprostol peroral setara dengan pemberian 25
µg per vaginam.
C. Cairan hipertonik intra uteri
Pemberian cairan hipertonik intramnnion dipakai untuk merangsang kontraksi rahim
pada kehamilan dengan janin mati. Cairan hipertonik yang dipakai dapat berupa cairan garam
hipertonik 20, urea dan lain-lain. Kadang-kadang pemakaian urea dicampur dengan
prostagladin untuk memperkuat rangsangan pada otot-otot rahim. Cara ini dapat
menimbulkan penyakit yang cukup berbahaya, misalnya hipernatremia, infeksi dan gangguan
pembekuan darah.
2. Teknik Induksi Secara manipulatif
A. Amniotomi
Amniotomi artifisialisis dilakukan dengan cara memecahkan ketuban baik di bagian
bawah depan (fore water) maupun dibagian belakang ( hind water ) dengan suatu alat khusus
(drewsmith catheter) atau dengan omnihook yang sering dikombinasikan dengan pemberian
oksitosin. Sampai sekarang belum diketahui dengan pasti bagaimana pengaruh amniotomi
dalam merangsang timbulnya kontraksi rahim.
Bila setelah amniotomi dikerjakan 6 jam kemudian, belum ada tanda – tanda permulaan
persalinan, maka harus diikuti dengan cara – cara lain untuk merangsang persalinan, misalnya
dengan infus oksitosin.Pada amniotomi perlu diingat akan terjadinya penyulit – penyulit
sebagai berikut :
• Infeksi intrauteri
• Prolapsus funikuli
• Gawat janin
• Tanda-tanda solusio plasenta ( bila ketuban sangat banyak dan dikeluarkan secara tepat).
Teknik amniotomi.
Jari telunjuk dan jari tengah tangan kanan di masukkan kedalam jalan lahir sampai
sedalam kanalis servikalis. Setelah kedua jari berada dalam kanalis servikalis, maka posisi
jari diubah sedemikian rupa, sehingga telapak tangan menghadap kearah atas. Tangan kiri
5
kemudian memasukan pengait khusus kedalam jalan lahir dengan tuntunan kedua jari yang
telah ada didalam. Ujung pengait diletakkan diantara jari telunjuk dan jari tengah tangan yang
didalam.
Tangan yang diluar kemudian memanipulasi pengait khusus tersebut untuk dapat
menusuk dan merobek selaput ketuban. Selain itu menusukkan pengait ini dapat juga
dilakukan dengan satu tangan, yaitu pengait dijepit diantara jari tengah dan jari telunjuk
tangan kanan, kemudian dimasukkan kedalam jalan lahir sedalam kanalis servikalis. Pada
waktu tindakan ini dikerjakan, seorang asisten menahan kepala janin kedalam pintu atas
panggul. Setelah air ketuban mengalir keluar, pengait dikeluarkan oleh tangan kiri, sedangkan
jari tangan yang didalam melebar robekan selaput ketuban. Air ketuban dialirkan sedikit demi
sedikit untuk menjaga kemungkinan terjadinya prolaps tali pusat, bagian – bagian kecil janin,
gawat janin dan solusio plasenta. Setelah selesai tangan penolong ditarik keluar dari jalan
lahir.
B. Melepas selaput ketuban dari bagian bawah rahim (stripping of the membrane).
Yang dimaksud dengan stripping of the membrane, ialah melepaskan ketuban dari
dinding segmen bawah rahim secara menyeluruh setinggi mungkin dengan jari tangan. Cara
ini dianggap cukup efektif dalam merangsang timbulnya his. Beberapa hambatan yang
dihadapi dalam melakukan tindakan ini, ialah : Serviks yang belum dapat dilalui oleh jari,
Bila didapatkan persangkaan plasenta letak rendah, tidak boleh dilakukan. Bila kepala belum
cukup turun dalam rongga panggul.
6
C. Pemakaian rangsangan listrik
Dengan dua elektrode, yang satu diletakkan dalam servik, sedangkan yang lain
ditempelkan pada dinding perut, kemudian dialirkan listrik yang akan memberi rangsangan
pada serviks untuk menimbulkan kontraksi rahim. Bentuk alat ini bermacam – macam,
bahkan ada yang ukurannya cukup kecil sehingga dapat dibawa – bawa dan ibu tidak perlu
tinggal di rumah sakit. Pemakaian alat ini perlu dijelaskan dan disetujui oleh pasien
D. Rangsangan pada puting susu (breast stimulation )
Sebagaimana diketahui rangsangan putting susu dapat mempengaruhi hipofisis
posterior untuk mengeluarkan oksitosis sehingga terjadi kontraksi rahim. Dengan pengertian
ini maka telah dicoba dilakukan induksi persalinan dengan merangsang putting susu. Pada
salah satu puting susu, atau daerah areola mammae dilakukan masase ringan dengan jari si
ibu. Untuk menghindari lecet pada daerah tersebut, maka sebaiknya pada daerah puting dan
aerola mammae di beri minyak pelicin. Lamanya tiap kali melakukan masase ini dapat ½ jam
– 1 jam, kemudian istirah beberapa jam dan kemudian dilakukan lagi, sehingga dalam 1 hari
maksimal dilakukan 3 jam. Tidak dianjurkan untuk melakukan tindakan ini pada kedua
payudaraan bersamaan, karena ditakutkan terjadi perangsangan berlebihan. Menurut
penelitian di luar negeri, cara induksi ini memberi hasil yang baik. Cara – cara ini baik sekali
untuk melakukan pematangan serviks pada kasus – kasus kehamilan lewat waktu.
Sebelum melakukan induksi, beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain :
C. PENILAIAN SERVIKS
Keberhasilan induksi persalinan bergantung pada skor pelvis.
1. Jika skor >6, biasanya induksi cukup dilakukan dengan oksitosin.
2. Jika < 5, matangkan serviks lebih dahulu dengan prostaglandin atau kateter Foley.
7
OKSITOSIN
Oksitosin digunakan secara hati-hati karena dapat terjadi gawat janin dari
hiperstimulasi. Walaupun jarang, dapat terjadi ruptura uteri, terutama pada multipara. Selalu
Iakukan observasi ketat pada pasien yang mendapat Oksitosin. Dosis efektif oksitosin
bervariasi. Infus oksitosin dalam dekstrose atau garam fisio¬logik, dengan tetesan dinaikkan
secara bertahap sampai his adekuat. Pertahankan Tetesan sampai persalinan. Pantau denyut
nadi, tekanan darah, dan kontraksi ibu hamil, dan periksa denyut jantung janin (DJJ).
1. Pasien berbaring di tempat tidur dan tidur miring kiri
2. Lakukan penilaian terhadap tingkat kematangan servik.
3. Lakukan penilaian denyut nadi, tekanan darah dan his serta denyut jantung janin
4. Catat semua hasil penilaian pada partogram
5. 2.5 - 5 unit Oksitosin dilarutkan dalam 500 ml Dekstrose 5% (atau PZ) dan diberikan
dengan dosis awal 10 tetes per menit.
6. Naikkan jumlah tetesan sebesar 10 tetes permenit setiap 30 menit sampai tercapai
kontraksi uterus yang adekuat.
7. Jika terjadi hiperstimulasi (lama kontraksi > 60 detik atau lebih dari 4 kali kontraksi
per 10 menit) hentikan infus dan kurangi hiperstimulasi dengan pemberian:
Terbutalin 250 mcg IV perlahan selama 5 menit atau
Salbutamol 5 mg dalam 500 ml cairan RL 10 tetes permenit
Jika tidak tercapai kontraksi yang adekuat setelah jumlah tetesan mencapai 60
tetes per menit:
a. Naikkan konsentrasi oksitosin menjadi 5 unit dalam 500 ml dekstrose 5% (atau
PZ) dan sesuaikan tetesan infuse sampai 30 tetes per menit (15mU/menit)
b. Naikan jumlah tetesan infuse 10 tetes per menit setiap 30 menit sampai kontraksi
uterus menjadi adekuat atau jumlah tetesan mencapai 60 tetes per menit.
Jika masih tidak tercapai kontraksi uterus adekuat dengan konsentrasi yang lebih
tinggi tersebut maka:
1. Pada multipgravida : induksi dianggap gagal dan lakukan sectio caesar.
2. Pada primigravida, infuse oksitosin dapat dinaikkan konsentrasinya yaitu : 10
Unit dalam 400 ml Dextrose 5% (atau PZ) , 30 tetes permenit
8
3. Naikkan jumlah tetesan dengan 10 tetes permenit setiap 30 menit sampai
tercapai kontraksi uterus adekuat.
4. Jika sudah mencapai 60 tetes per menit, kontraksi uterus masih tidak adekuat
maka induksi dianggap gagal dan lakukan Sectio Caesar.
PROSTAGLANDIN
Prostaglandin sangat efektif untuk pematangan serviks selama induksi persalinan.
Pantau denyut nadi, tekanan darah, kontraksi ibu hamil, dan periksa denyut jantung janin
(DJJ). Catat semua pengamatan pada partograf. Kaji ulang indikasi. Prostaglandin E2 (PGE2)
bentuk pesarium 3 mg atau gel 2-3 mg ditempatkan pada forniks posterior vagina dan dapat
diulangi 6 jam kemudian (jika his tidak timbul). Pantau DJJ dan his pada induksi persalinan
dengan Prostaglandin. Hentikan pemberian prostaglandin dan mulailah infus oksitosin, jika:
- ketuban pecah,
- pematangan serviks telah tercapai,
- proses persalinan telah berlangsung,
- ATAU pemakaian prostaglandin telah 24 jam.
MISOPROSTOL
Penggunaan misoprostol untuk pematangan serviks hanya pada kasus-kasus ter¬tentu
misalnya:
- preeklampsia berat/eklampsia dan serviks belum matang sedangkan seksio sesarea belum
dapat segera dilakukan atau bayi terlalu prematur untuk bisa hidup;
- kematian janin dalam rahim lebih dari 4 minggu belum in partu, dan terdapat tanda-tanda
gangguan pembekuan darah.
• Tempatkan tablet misoprostol 25 mcg di forniks posterior vagina dan jika his tidak timbul
dapat diulangi setelah 6 jam.
9
• Jika tidak ada reaksi setelah 2 kali pemberian 25 mcg, naikkan dosis menjadi 50 mcg tiap 6
jam.
• Jangan lebih dari 50 mcg setiap kali pakai dan jangan lebih dari 4 dosis atau 200 mcg.
• Misoprostol mempunyai risiko meningkatkan kejadian ruptura uteri. Oleh karena itu, hanya
dikerjakan di pelayanan kesehatan yang lengkap (ada fasilitas bedah sesar).
KATETER FOLEY
Kateter Foley merupakan alternatif lain di samping pemberian prostaglandin untuk
mematangkan serviks dan induksi persalinan.
Catatan : Jangan menggunakan Kateter Folley Jika ada riwayat perdarahan, Ketuban Pecah,
pertumbuhan Janin terhambat, atau infeksi Vaginal.
• Kaji ulang indikasi.
• Pasang spekulum DTT di vagina.
• Masukkan kateter Foley pelan-pelan melalui serviks dengan menggunakan forseps DTT.
Pastikan ujung kateter telah melewati ostium uteri internum.
• Gembungkan balon kateter dengan memasukkan 10 ml air.
• Gulung sisa kateter dan letakkan di vagina.
• Diamkan kateter dalam vagina sampai timbul kontraksi uterus atau sampai 12 jam.
• Kempiskan balon kateter sebelum mengeluarkan kateter, kemudian lanjutkan dengan infus
oksitosin.
10
D. INDIKASI DAN KONTRA INDIKASI
INDIKASI
Indikasi induksi persalinan bisa berasal dari anak atau dari ibu. Indikasi yang berasal
dari ibu adalah :
1. Kelainan hipertensi pada kehamilan, Gangguan hipertensi pada awal kehamilan disebabkan
oleh berbagai keadaan, dimana terjadi peningkatan tekanan darah maternal disertai risiko
yang berhubungan dengan kesehatan ibu dan janin. Preeklamsi, eklamsia, dan hipertensi
sementara merupakan penyakit hipertensi dalam kehamilan, sering disebut dengan
pregnancy-induced hypertensio (PIH). Hipertensi kronis berkaitan dengan penyakit yang
sudah ada sebelum hamil.
2. Diabetes, Wanita diabetik yang hamil memiliki risiko mengalami komplikasi. Tingkat
komplikasi secara langsung berhubungan dengan kontrol glukosa wanita sebelum dan selama
masa kehamilan dan dipengaruhi oleh komplikasi diabetic. Diabetes yang diikuti dengan
komplikasi lain seperti makrosomia, preklamsia, atau kematian janin, pengakhiran kehamilan
lebih baik dilakukan dengan induksi atau operasi caesar.
3. Perdarahan Antepartum, Perdarahan antepartum yang bisa dilakukan induksi persalinan
adalah solusio plasenta dan plasenta previa lateralis. Solutio plasenta adalah terlepasnya
plasenta yang lepasnya normal pada korpus uteri sebelum janin lahir. Perdarahan yang terjadi
karena terlepasnya plasenta dapat tersembunyi di belakang plasenta menembus selaput
ketuban, masuk ke dalam kantong ketuban. Nasib janin tergantung dari luasnya plasenta yang
lepas. Apabila sebagian besar atau seluruhnya terlepas, anoksia akan mengakibatkan
kematian janin. Apabila sebagian kecil yang lepas, mungkin tidak berpengaruh sama sekali
11
atau mengakibatakan gawat janin. Solusio placenta juga dapat mnyebabkan renjatan pada ibu.
Untuk solusio plasenta yang sedang atau berat.
Indikasi yang berasal dari anak antara lain :
1. Kehamilan lewat waktu (penelitian dilakukan oleh peneliti kehamilan lewat waktu di
Kanada pada ibu yang mengalami kehamilan lewat dari 41 minggu yang diinduksi
dengan yang tidak diinduksi, hasilnya menunjukkan angka seksio sesaria pada
kelompok yang diinduksi lebih rendah dibandingkan dengan kelompok yang tidak
diinduksi). Permasalahan kehamilan lewat waktu adalah plasenta tidak mampu
memberikan nutrisi dan pertukaran CO2/O2 sehingga janin mempunyai risiko asfiksia
sampai kematian dalam rahim. Makin menurunya sirkulasi darah menuju sirkulasi
plasenta dapat mengakibatkan :
- Pertumbuhan janin makin melambat
- Terjadi perubahan metabolisme janin.
- Air ketuban berkurang dan makin kental.
- Saat persalinan janin lebih mudah mengalami asfiksia.
Risiko kematian perinatal kehamilan lewat waktu bisa menjadi tiga kali
dibandingkan dengan kehamilan aterm. Ada komplikasi yang lebih sering
menyertainya seperti; letak defleksi, posisi oksiput posterior, distosia bahu dan
pendarahan postpartum.
2. Ketuban pecah dini, Ketika selaput ketuban pecah, mikroorganisme dari vagina dapat
masuk ke dalam kantong amnion. . Untuk itu perlu ditentukan ada tidaknya infeksi.
Tanda-tanda infeksi antara lain bila suhu ibu ≥38°C. Janin yang mengalami takikardi,
mungkin mengalami infeksi intrauterin. Yang ditakutkan jika terjadi ketuban pecah
dini adalah terjadinya infeksi korioamnionitis sampai sepsis, yang meningkatkan
morbiditas dan mortalitas perinatal dan menyebabkan infeksi ibu. Untuk itu jika
kehamilan sudah memasuki aterm maka perlu dilakukan induksi.
3. Kematian janin dalam rahim.
4. Restriksi pertumbuhan intrauteri, Bila dibiarkan terlalu lama dalam kandungan diduga
akan berisiko/ membahayakan hidup janin/kematian janin.
5. Isoimunisasi dan penyakit kongenital janin yang mayor, Kelainan kongenital mayor
merupakan kelainan yang memberikan dampak besar pada bidang medis, operatif, dan
12
kosmetik serta yang mempunyai risiko kesakitan dan kematian tinggi, misalnya :
anensefalus, hidrosefalus, hidronefrosis, hidrops fetalis.
KONTRAINDIKASI
Kontraindikasi absolut :
1.Disproposi sefalopelvik absolut
2. Gawat janin
3. Plasenta previa totalis
4. Vasa previa
5. Presentasi abnormal
6. Riwayat seksio sesaria klasik sebelumnya
7. Presentasi bokong
Kontraindikasi yang sifatnya relatif :
1. Perdarahan antepartum
2. Grande multiparitas
3. Riwayat seksio sesaria sebelumnya (SSTP)
4. Malposisi dan malpresentasi
KONTRA INDIKASI:
1. Cacat rahim ( akibat sectio caesar jenis klasik atau miomektomi intramural)
2. Grande multipara
3. Plasenta previa
4. Insufisiensi plasenta
5. Makrosomia
6. Hidrosepalus
13
7. Kelainan letak janin
8. Gawat janin
9. Ragangan berlebihan uterus : gemeli dan hidramnion
10. Kontra indikasi persalinan spontan pervaginam:
- Kelainan panggul ibu (kelainan bentuk anatomis, panggul sempit)
- Infeksi herpes genitalis aktif
- Karsinoma Servik Uteri
Apabila kondisi-kondisi di atas tidak terpenuhi maka induksi persalinan
mungkin tidak memberikan hasil yang diharapkan.Untuk menilai keadaan serviks
dapat dipakai skor bishop. Jika skor Bishop kurang atau sama dengan 3 maka angka
kegagalan induksi mencapai lebih dari 20% dan berakhir pada seksio sesaria. Bila
nilai lebih dari 8 induksi persalinan kemungkinan akan berhasil. Angka yang tinggi
menunjukkan kematangan serviks.
D. KOMPLIKASI
Komplikasi induksi persalinan adalah :
a) Terhadap Ibu
(1) Kegagalan induksi.
(2) Kelelahan ibu dan krisis emosional.
(3) Inersia uteri partus lama.
(4) Tetania uteri (tamultous lebar) yang dapat menyebabkan solusio plasenta, ruptura uteri
dan laserasi jalan lahir lainnya.
(5) Infeksi intra uterin.
b) Terhadap janin
(1) Trauma pada janin oleh tindakan.
(2) Prolapsus tali pusat.
14
(3) Infeksi intrapartal pada janin
Komplikasi induksi persalingan dengan pemberian oksitosin dalam infus intravena dengan
pemecahan ketuban cukup aman bagi ibu apabila syarat-syarat seperti disebut diatas
dipenuhi. Kematian perinatal lebih tinggi daripada persalinan spontan, akan tetapi hal ini
mungkin dipengaruhi oleh keadaan yang menjadi indikasi untuk melakukan induksi
persalinan. Kemungkinan bahwa induksi persalinan gagal, dan perlu dilakukan seksio sesaria,
harus selalu diperhitungkan.
Komplikasi induksi persalinan yang mungkin terjadi diantaranya adalah :
1. Adanya kontraksi rahim yang berlebihan. Itu sebabnya induksi harus dilakukan dalam
pengawasan yang ketat dari dokter yang menangani. Jika ibu merasa tidak tahan dengan rasa
sakit yang ditimbulkan, biasanya proses induksi dihentikan dan dilakukan operasi Caesar.
Kontraksi yang dihasilkan oleh uterus dapat menurunkan denyut jantung janin.
2. Janin akan merasa tidak nyaman sehingga dapat membuat bayi mengalami gawat janin
(stress pada bayi). Itu sebabnya selama proses induksi berlangsung, penolong harus
memantau gerak janin. Bila dianggap terlalu berisiko menimbulkan gawat janin, proses
induksi harus dihentikan.
3. Dapat merobek bekas jahitan operasi caesar. Hal ini bisa terjadi pada yang sebelumnya
pernah dioperasi caesar, lalu menginginkan kelahiran normal.
4. Emboli. Meski kemungkinannya sangat kecil sekali namun tetap harus diwaspadai. Emboli
terjadi apabila air ketuban yang pecah masuk ke pembuluh darah dan menyangkut di otak
ibu, atau paru-paru. Bila terjadi, dapat merenggut nyawa ibu seketika.
5. Janin bisa mengalami ikterus neonatorum dan aspirasi air ketuban.
6. Infeksi dan rupture uterus juga merupakan komplikasi yang terjadi pada induksi persalinan
walaupun jumlahnya sedikit.
15
DAFTAR PUSTAKA
• Dr.H.Bambang W ,SpOG, http://reproduksiumj.blogspot.com
• Panay N, Dutta R. 2004. Obstetry and Gynaecology. First Ediion. Edinburgh : Mosby.
• Crane J. Induction of Labor At Term. Canada : SOGC Clinical Practice Guaidline.
• Http://www.intermountainhealthcare.org
• Guyton, AC dan Hall. 1997.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed: ke-9. Jakarta: EGC.
• Akhtyo. Induksi Persalinan. Cited on August 21st 2009 . Available at
http://www.akhtyo.blogspot.com
16