Download - Refleksi Kasus Sc
BAB I. KASUS
1. Identitas Pasien
- Nama : ny. S
- Umur : 44 tahun
- Alamat : jl. Labu lorong 1
- Pekerjaan : IRT
- Ruangan : Kamar Bersalin
- Tanggal masuk : 28 Januari 2015
- Tanggal pengambilan data: 29 Januari 2015
2. Anamnesis
- Keluhan utama: nyeri perut bagian bawah
- Riwayat penyakit sekarang: pasien masuk IGD kebidanan dengan rujukan dari
bidan dengan keluhan nyeri perut bagian bawah sejak kemarin. Keluhan ini
dirasakan tembus sampai belakang dengan frekuensi jarang, muncul tidak
menentu waktunya. Keluhan ini tidak disertai pengeluaran lendir darah. Tidak ada
keluhan pada sistem lain.
- Riwayat penyakit terdahulu: tidak ada.
- Riwayat penyakit keluarga: atopi tidak ada, tekanan darah tinggi tidak ada,
diabetes melitus tidak ada.
- Anamnesis terkait anestesi:
Riwayat operasi: pasien pernah menjalani sectio cesaria (SC) pada kehamilan
pertamanya dengan indikasi letak sungsang (malposisi) menggunakan anestesi
regional teknik SAB.
Riwayat alergi obat tidak ada.
Riwayat asma tidak ada.
Riwayat penyakit jantung.
Penggunaan gigi palsu tidak ada.
- Status maternal pasien: G2P1A0
3. Pemeriksaan Fisik
- Status generalis
Keadaan umum : sakit ringan
Kesadaran : kompos mentis (GCS E4 V5 M6)
Status gizi : baik
- Primary survey
Airway : Paten
Breathing : Respirasi 20 kali/menit
Circulation : Tekanan darah: 130/80 mmHg
Nadi: 84 kali/menit, reguler, kuat
- Secondary survey
Kepala
Bentuk : Normocephal
Rambut : Ikal, warna hitam distribusi padat.
Kulit kepala : lesi (-)
Wajah : Simetris, paralisis fasial (-), afek serasi, deformitas (-).
Kulit : Keriput (-), pucat (-), sianosis (-), massa (-), turgor <2 detik.
Mata
Eksoftalmus (-), palpebra edema (-), fungsi N. II baik, ptosis (-), kalazion (-),
pembengkakan saccus lacrimalis (-)
Kornea : Katarak (-)
Pupil : Bentuk isokor, bulat, diameter ± 2mm/2mm, refleks cahaya
langsung +/+ refleks cahaya tidak langsung +/+.
Konjungtiva : anemis +/+
Sklera : ikterik (-)
Telinga
Keloid (-), kista epidermoid (-), serumen minimal, membrana timpani normal.
Hidung & sinus
Deviasi septum nasi (-), polip (-), rhinorrhea (-), epistaksis (-), nyeri tekan
pada sinus (-)
Mulut & faring
Bibir : sianosis (-), pucat (+)
Gusi : gingivitis (-)
Gigi : karies dentis (+)
Lidah : deviasi lidah (-), lidah kotor (-), tremor (-)
Tonsil : T1/T1 hiperemis (-)
Mallampathy : kelas 1
Leher
Inspeksi : jaringan parut (-), massa (-)
Palpasi : pembengkakan kelenjar limfe (-), pembesaran pada kelenjar
tiroid (-), nyeri tekan (-), JVP R5 + 2 cm H2O
Trakhea : Deviasi trakhea (-)
Paru
Inspeksi : normochest, retraksi (-), massa (-), cicatrix (-), spider nevi (-)
Palpasi : nyeri tekan (-), ekspansi paru simetris kiri dan kanan, fremitus
taktil kesan normal.
Perkusi : sonor (+) di seluruh lapang paru, batas paru hepar SIC VI
dextra.
Auskultasi : vesicular +/+, bunyi tambahan (-).
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba pada SIC V linea midclavicula (s), thrill (-)
Perkusi:
Batas atas : SIC II linea parasternal dextra et sinistra
Batas kanan : SIC V linea parasternal dextra
Batas kiri : SIC V linea midclavicula sinistra
Auskultasi : bunyi jantung I/II murni reguler, murmur (-), gallop (-).
Abdomen
Inspeksi : bentuk cembung terhadap thorax dan symphisis pubis, massa
(-), cicatrix (tidak dilakukan).
Auskultasi : peristaltik (+) kesan normal (± 20 kali/menit) diseluruh
kuadran abdomen , Bruit (-), friction rub (-)
Perkusi : timpani (+) diseluruh kuadran abdomen, ascites (-)
Palpasi : hepar/lien tidak teraba, nyeri tekan (+), ginjal tidak teraba.
Genitalia: lokia (+)
Ekstremitas
Atas : edema (-), akral dingin (-/-), ROM normal, refleks fisiologis normal,
refleks patologis (-), kekuatan 5/5, tonus normal.
Bawah : edema (-), akral dingin (-/-), ROM normal, refleks fisiologis normal,
refleks patologis (-), kekuatan 5/5, tonus normal.
4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan hematologi rutin tanggal 28 Januari 2015
Parameter Hasil Satuan Range Normal
WBC
RBC
HGB
HCT
MCV
MCH
MCHC
PLT
RDW-CV
RDW-SD
NEUT %
LYM %
NEUT#
LYM#
CT
11,9
3,6
8,9
28,6
79,9
24,9
31,1
398
15,9
48,6
65,9
22,5
7,8
2,7
8
103/uL
106/uL
g/dL
%
fL
pg
g/dL
103/uL
%
fL
%
%
103/uL
103/uL
Menit
4,8 – 10,8
4,7 – 6,1
14 – 18
42 – 52
80 – 99
27 – 31
33 – 37
150 – 450
11,5 – 14,5
37 – 54
40 – 74
19 – 48
1,5 – 7
1 – 3,7
1 – 4
BT 3 Menit 0 – 15
Pemeriksaan kimia darah tanggal 28 Januari 2015
GDS 82 mg/dl
Pemeriksaan darah tanggal 29 Januari 2015
HGB 10,0 gr%
5. Resume
Pasien ♀ usia 44 tahun masuk Kamar Bersalin dirujuk oleh bidan dengan kala 1 pasif
yang belum adekuat, tidak disertai pelepasan lendir darah. Alergi obat (-), asma (-),
hipertensi (-).
Pemeriksaan fisik
Primary survey
Airway : Paten
Breathing : Respirasi 20 kali/menit
Circulation : Tekanan darah: 130/80 mmHg, Nadi: 84 kali/menit, reguler, kuat
Mallampathy : kelas 1
6. Diagnosis Kerja: G2P1A0 + post SC 1x
7. Penatalaksanaan
SCTP + kontrasepsi mantap (tubectomy)
Inj. Ceftriaxon 1 gr/12 jam/IV
Metronidazole drips/12 jam/IV
Inj. Ketorolac 30mg/8 jam/IV
Inj. Ranitidine 50mg/8 jam/IV
Inj. Ondansentron 4mg/8 jam/IV
Inj. Asam traneksamat 250mg/8 jam/IV
Drips oxytoxin dan metergin dalam RL 500 ml
8. Data Anestesi
Jenis anestesi : anestesi regional
Teknik anestesi : subarachnoid block
Induksi : bupivacain hyperbaric 0,5% 4mg
Lama anestesi : 55 menit
Lama operasi : 50 menit
Anestesiologis : dr. Taufik Imran, Sp. An
Operator : dr. Djemmy, Sp. OG/dr. Listiarini
a. Pre-operatif
- Pasien puasa 8 jam pre-operatif
- Infus NaCl 0,9% 500 ml
- Transfusi whole blood 1000 ml
- Keadaan umum dan tanda vital dalam batas normal
b. Intra-operatif
Menit keTekanan Darah
Heart RateFlow-rate
O2Sistol Diastol
0 120 70 60 4
5 125 70 62 4
10 120 69 61 7
15 130 72 63 7
20 133 74 64 7
25 135 77 65 7
30 133 75 63 7
35 133 77 64 7
40 130 75 65 7
45 132 76 67 7
50 130 74 62 7
55 130 74 62 7
c. Post-operatif
Pasien dipindahkan dari Recovery Room ke Kasuari bawah dalam keadaan sadar
baik.
BAB II. PEMBAHASAN
Dalam bab ini akan dibahas mengenai terapi oksigen yang diberikan selama operasi
(durante operasi) sectio cesaria transperitoneal pada wanita usia 44 tahun dengan diagnosis
G2P1A0 + post SC 1x.
Terapi oksigen merupakan pemberian oksigen pada keadaan dimana terjadi
peningkatan kebutuhan oksigen (misalnya hipoksia) dengan konsentrasi lebih tinggi dari
konsentasi oksigen lingkungan (>21%).
Anestesi pada wanita hamil berbeda dengan kasus yang tidak hamil karena terjadi
perubahan-perubahan faal pada ibu hamil. Diantaranya yang terkait dengan terapi oksigen
adalah perubahan faal paru. Volume napas satu menit meningkat sampai 50%. Kapasitas
residu faal paru menurun sehingga cadangan oksigen dalam paru menurun, sedangkan
kebutuhan oksigen pada ibu hamil meningkat.
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan
diketahui bahwa pasien menderita anemia dengan kadar hemoglobin 8,9 mg% sehingga harus
dilakukan transfusi terlebih dahulu sebagai persiapan operasi untuk mencapai kadar
hemoglobin yang sesuai yaitu 10mg%. Peningkatan kadar hemoglobin hingga mencapai
target 10mg% tidak mutlak dilakukan. Namun dalam kondisi tertentu seperti pada penderita
usia tua maka hal ini perlu untuk dilakukan. Hal ini sangat berkaitan erat dengan pemberian
terapi oksigen karena kadar hemoglobin berpengaruh terhadap tansport oksigen. Di dalam
darah hanya <2% oksigen terlarut yang bebas, sementara >98% oksigen berikatan dengan
hemoglobin. Bila pembedahan dapat ditunda dua sampai empat minggu, maka perbaikan
kadar hemoglobin dapat dilakukan dengan memperbaiki gizi atau dengan pemberian preparat
besi.
Oksigen harus ditransport secara efektif sampai pada jaringan untuk mempertahankan
metabolisme sel normal sehingga perlu pemahaman tentang oxygen delivery (DO2) yang juga
sangat penting dalam penanganan pasien selama anestesi berlangsung, resusitasi, atau fase
kritis suatu penyakit.
Oxygen delivery (DO2) adalah sejumlah oksigen yang sampai ke semua jaringan tubuh
dari paru yang dihasilkan dari perkalian cardiac output (CO) dengan oxygen content (CaO2)
yang dirumuskan sebagai berikut.
Sedangkan oxygen content (CaO2) dihasilkan dari perkalian dari beberapa faktor yang
dirumuskan sebagai berikut.
Keterangan:
K1 : konstanta (1,39)
Hb : kadar hemoglobin darah
SaO2 : saturasi hemoglobin darah arteri
K2 : konstanta (0,003)
Selain itu, perlu diketahui tentang konsumsi oksigen (volume of oxygen consumption
– VO2) karena beberapa hal yang mempengaruhi VO2 adalah pembedahan dan efek sedasi.
Dalam kondisi aerobik, oksigen digunakan untuk memproduksi energi sehingga berhubungan
erat dengan metabolisme. Pengukuran VO2 kadang dimanfaatkan untuk menentukan adekuat
atau tidaknya DO2 dengan asusmi bila DO2 tidak adekuat akan menyebabkan dependent-
supply. VO2 dirumuskan sebagai berikut berdasarkan prinsip Fick.
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan VO2 yaitu pembedahan, trauma, luka bakar,
inflamasi, sepsis, pireksia, kejang, agitasi, anxietas, nyeri, dan obat-obatan adrenergik.
Sedangkan faktor yang menurunkan VO2 yaitu sedasi atau analgesik, paralisis otot,
syok/hipovolemia, hipotermia, ventilasi mekanik, antipiretik, dan starvasi/hiponutrisi.
Setelah dilakukan transfusi darah (whole blood) hingga mencapai kadar hemoglobin
10 mg% pada hari kedua perawatan, barulah dilakukan operasi sectio cesaria transperitoneal.
Selama operasi berlangsung, pasien diberikan terapi oksigen menggunakan kanul nasal
dengan flow-rate sebagai berikut.
Menit keFlow-rate
O2
0 4
5 4
10 7
15 7
20 7
25 7
30 7
35 7
40 7
45 7
50 7
55 7
Terapi oksigen dapat diberikan melalui beberapa alat, diantaranya kanul nasal,
sungkup sederhana, sungkup venturi, non-rebreathing mask, dan rebreathing mask. Kanul
nasal tergolong low flow delivery system. Pada penggunaanny, flow-rate hanya berkisar
antara 1 – 6 L/menit. Fraksi inspirasi (FiO2) mulai 24% untuk flow-rate 1L/menit dan
meningkat 4% pada tiap peningkatan 1L/menit sampai 44%. Harus diberikan pada flow-rate
yang telah ditentukan. Pemberian >6L/menit dapat menyebabkan keringnya mukosa hidung.
Diberikan pada pasien dengan minimal atau tanpa distres napas atau masalah oksigenasi.
Jumlah oksigen yang dikirim ke pasien tergantung pada jumlah oksigen yang dipasok serta
ventilasi menit pasien. Dengan demikian, sistem ini sangat berharga bagi pasien yang
membutuhkan sampai 40% oksigen yang tidak terkendali, atau mereka yang tidak mentolerir
masker. Penggunaan kanula nasal tidak efektif pada pasien yang memiliki sumbatan hidung
yang signifikan dan bernapas lewat mulut. Arus besar dari 6 L / menit tidak dianjurkan
karena pengeringan mukosa hidung, pengerasan kulit sekresi, epistaksis, dan perforasi
septum. Namun, baru-baru Kanula hidung telah digunakan juga di beberapa sistem
pengiriman high-flow yang dapat memberikan cukup oksigen dilembabkan pada tingkat
aliran sampai 40 L / min.
Gambar 1. Kanul nasal
Sungkup sederhana juga tergolong low flow delivery system dengan flow-rate sedikit
lebih tinggi, berkisar antara 5 – 8 L/menit. FiO2 pada flow-rate 5 – 6 L/menit adalah 40%, 6
– 7 L/menit adalah 50%, sedang 7 – 8 adalah 60%. Sungkup tidak perlu tertutup rapat.
Penggunaannya sama dengan kanul nasal namun membutuhkan konsentrasi lebih tinggi.
Sungkup sederhana tidak memungkinkan kontrol yang tepat dari konsentrasi DO2 karena
dilusi dengan udara ambien yang terinspirasi dari port pernapasan. Namun, sungkup dapat
memberikan FiO2 (55%) yang lebih tinggi dengan flow-rate (7-10 L/menit). Keuntungan lain
dari sungkup dibandingkan dengan kanul nasal mengurangi efek drying pada mukosa nasal.
Di sisi lain, tidak boleh memasang flow-rate rendah (5 L/menit) saat menggunakan sungkup
sederhana karena berpotensi menghirup kembali karbon dioksida ketika rest-room pada
sungkup mati mengalirkan oksigen.
Gambar 2. Sungkup sederhana
Partial-Rebreathing Mask
Kecuali reservoir bag, sungkup partial-rebreathing pada prinsipnya sama dengan
sungkup sederhana. Sumber oksigen langsung masuk ke reservoir bag. Ketika pasien
menghembuskan napas, sepertiga volume tidal yang dihembuskan masuk ke reservoir bag
dan sisanya dikeluarkan melalui port ekshalasi. Sepertiga volume tidal yang dihembuskan
sebagian besar berasal dari anatomic dead space sehingga memiliki kadar oksigen yang
tinggi dan konsentrasi karbondioksida rendah. Sungkup partial-rebreathing memiliki potensi
untuk memberikan 60% konsentrasi oksigen inspirasi selama flow-rate oksigen tinggi
dipertahankan dan reservoir bag tidak rusak. Sungkup partial-rebreathing adalah perangkat
kinerja variatif, oleh karena itu jumlah oksigen yang dikeluarka sebagian tergantung pada
pola pernapasan pasien.
Gambar 3. Partial rebreathing mask
Nonrebreathing Mask
Dua katup ditambahkan pada port inhalasi dan ekshalasi, yang membedakan
nonrebreathing mask dengan partial rebreathing mask. Kadua katup one-way memungkinkan
pasien menginhalasi oksigen dari reservoir, tetapi mencegah kembalinya volume ekspirasi ke
bag selama inspirasi. Nonrebreathing mask dapat memberikan oksigen hampir 100% bila
aliran yang adekuat dipertahankan dan sungkup tertutup rapat pada wajah pasien. Produsen
sungkup nonrebreathing menghindari penempatan katup pada dua port sebagai pencegahan
bila terjadi kerusakan pada katup inspirasi yang akan mengganggu aliran oksigen. Untuk
menghindari terjadinya masalah pada katup, beberapa intensivist membuat sungkup reservoir
dengan menambahkan dead-spaces pada sungkup sederhana. Reservoir mask ini, yang
dikenal sebagai masker gading, juga masih memerlukan aliran oksigen tinggi untuk flush
semua udara ekshalasi dari dead-space sungkup dan meminimalkan entrainment selama
inspirasi.
Gambar 4. Non-rebreating mask
Venturi Mask
Sungkup venturi adalah salah satu contoh high flow system. Oksigen dipaksa melalui
katup venturi (berupa celah sempit) sehingga menghasilkan aliran gas yang tinggi
berdasarkan prinsip Bernoulli; arus oksigen kecepatan tinggi melalui lubang sempit
menghasilkan tekanan subatmosfir di sekitar aliran oksigen, yang akan menciptakan entrains
dengan proporsi tertentu. Setelah gas meninggalkan katup, terjadi peningkatan pada suatu
area yang menyebabkan tekanan menurun dan aliran meningkat dan udara terperangkap dari
kedua sisi katup. Penderita insufisiensi paru dengan suplementasi oksigen sangat cocok untuk
penggunaan alat ini.
Gambar 5. Alat venturi
Kesimpulan
Penggunaan oxygen device yang sesuai untuk pasien pada kasus ini sesuai
kebutuhannya yaitu nasal kanul dengan flow-rate 1 – 6 L/menit.
DAFTAR PUSTAKA
1. Syamsuhidayat R, Jong WD. Buku ajar ilmu bedah. 3rd ed. Jakarta: EGC; 2010.
2. Guyton AC, Hall JE. Buku ajar fisiologi kedokteran. 11th ed. Jakarta: EGC; 2007.
3. Permut I, Chatila W. Oxygenation without intubation. Criner GJ, Barnet RE, Alonzo
GE. Critical study guide text and review. Springer; 2010. P27-35.
4. McLellan SA, Walsh TS. Oxygen delivery and haemoglobin. BJA 2004 (4): P.123-26.
5. Martin DS, Groccot MPW. Oxygen therapy in anaesthesia: the yin and yang of O2.
BJA 2013 (6): P.867-71.