Download - Referat Urolithiasis Fix
REFERAT
UROLITHIASIS
Oleh:
Arianda putri 030.09.028
Susi Indrawan 030.09.210
Pembimbing:
dr. Bambang Supriyo, DTM&H, Sp.B
dr.Willy Yulianto Sp.B
BAGIAN SMF BEDAH DAN ORTHOPAEDI
RSUD DR. SOESELO SLAWI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
Slawi, 26 Agustus 2013
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah karena atas rahmat dan karunianya,
penulis akhirnya dapat menyelesaikan referat ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada
seluruh staf pengajar di SMF Bedah RSUD Dokter Soeselo Slawi, terutama kepada dr. Willy
Yulianto Sp.B dan dr. Bambang Supriyo DTM&H Sp.B selaku pembimbing kami atas segala
waktu dan bimbingan yang telah diberikan kepada kami. Dan penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam penyelesaian referat ini.
Sebagai manusia, penulis menyadari bahwa referat ini masih memiliki banyak kesalahan,
sehingga penulis sangat mengharapkan kritik dan masukan yang membangun dari segala pihak.
Akhir kata, penulis berharap semoga referat ini bermanfaat untuk berbagai pihak yang telah
membaca referat ini
Slawi, 26 Agustus 2013
Penulis
2
LEMBAR PENGESAHAN
Referat yang berjudul “Urolithiasis” telah diterima dan disetujui pada hari ……………………
oleh dr Willy Yulianto Sp.B Sebagai salah satu syarat menyelesaikan kepanitraan klinik ilmu
bedah rumah sakit umum daerah dr Soeselo Slawi.
Slawi, 26 Agustus 2013
3
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul ……………………………………………………………………………………1
Kata Pengantar …………………………………………………………………………………...2
Lembar pengesahan ………………………………………………………………………………3
Daftar isi ………………………………………………………………………………………….4
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………………………5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi sistem urinarius ……………………………………………………………….10
B. Fisiologi sistem urinarius ……………………………………………………………….11
C. Faktor predisposisi pembentukan batu …………………………………………………13
D. Teori pembentukan batu ………………………………………………………………..14
E. Komposisi batu …………………………………………………………………………14
BAB III BATU GINJAL ………………………………………………………………………16
BAB IV BATU URETER ……………………………………………………………………..17
BAB V BATU BULI …………………………………………………………………………19
BAB VI BATU URETRA …………………………………………………………………….20
BAB VII PEMERIKSAAN PENUNJANG …………………………………………………21
BAB VIII DIAGNOSA BANDING ………………………………………………………...25
BAB IX KOMPLIKASI …………………………………………………………………..…26
BAB X TATA LAKSANA …………………………………………………………………...27
KESIMPULAN ………………………………………………………………………………34
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………………...35
4
BAB I
PENDAHULUAN
Urolithiasis adalah proses terbentuknya batu di saluran kemih. Penelitian epidemiologi
menunjukan adanya hubungan terjadinya batu dengan tingkat kesejahteraan masyarakat. 2
Tidak semua penderita dengan batu saluran kemih memberikan keluhan, karena keluhan
ditentukan oleh letak, besar dan morfologi batu. Sehingga seringkali mereka datang dengan
keadaan lanjut seperti hidronefrosis hebat sehingga ginjal tak dapat diselamatkan, karena rasa
sakit terjadi jika batu menyumbat secara mendadak, bukan perlahan, padahal rasa sakit tidak
sebanding dengan besarnya bendungan yang terjadi. Namun penyakit ini memiliki tanda umum,
hematuria baik mikroskopis maupun makroskopis. 1,2
Untuk menegakan diagnosis, perlu anamnesis yang teliti seperti factor resiko terjadinya batu
riwayat penyakit dahulu seperti gout atau pernahkan kencing mengeluarkan batu juga. Selain itu,
diperlukan juga pemeriksaan tambahan seperti radiologis dan laboratorium, karena pemeriksaan
fisik pada umumnya tidak banyak membantu untuk menegakan diagnosis. 1
Terapi batu terdiri dari pemnedahan dan konservatif. Namun, metode operasi terbuka sudah
nyaris ditinggalkan dalam penatalaksanaan batu saluran kencing dikarenakan sudah adanya
metode-metode lain yang lebih minimal invasif. Batu yang dikeluarkan perlu dianalisa untuk
menentukan pengobatan dan pencegahan untuk menghindari pembentukan batu secara residif. 1
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI SISTEM URINARIUS
Sistem saluran kemih adalah suatu sistem dimana
terjadinya proses penyaringan darah sehingga darah
bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh
tubuh dan menyerap zat-zat yang masih
dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak
dipergunakan oleh tubuh larut dalam air dan
dikeluarkan berupa urin (air kemih). Sistem saluran
kemih terdiri dari ginjal, ureter, kandung kemih
(vesika urinaria) dan uretra. 3
1. GINJAL
Setiap individu memiliki 2 buah ginjal, kanan dan kiri. Ginjal memiliki dua bagian
penting yaitu korteks dan medula. Bagian paling superfisial adalah korteks renal, yang
tampak bergranula. Di sebelah dalamnya terdapat bagian lebih gelap, yaitu medulla
renal, yang berbentuk seperti kerucut disebut piramid renal, dengan dasarnya
menghadap korteks dan puncaknya disebut apeks atau papilla renal. Pelvis renalis
terbentuk dari 2 – 3 cabang kaliks mayor yang terbentuk dari 14 – 15 cabang kaliks
minor. Ginjal merupakan organ retroperitoneal. Ginjal terletak antara T12 – L3 dengan
6
letak ginjal kanan lebih rendah dari ginjal kiri. Arteri renalis merupakan perdarahan
satu-satunya ke ginjal. Berikut adalah sirkulasi darah ginjal :
Ao.Abdominalis → a.renalis → a.interlobaris → a.arkuata → a.interlobularis →
glomerulus → v.interlobularis → v.arkuata → v.interlobaris → v.renalis → v.cava
inferior
Untuk persarafannya ginjal memiliki persarafan autonom simpatik dan parasimpatik.
Persarafan simpatik berasal dari T10 – L3, aktivasi dari saraf simpatik ini
menyebabkan vasokonstriksi. Sedangkan persarafan parasimpatik berasal dari
N.Vagus, aktivasi dari saraf parasimpatik menyebabkan vasodilatasi.
Ginjal memiliki beberapa fungsi penting bagi tubuh manusia, antara lain:
Filtrasi dan ekskresi sisa metabolik (ureum dan kreatinin),
Regulasi elektrolit, cairan, dan keseimbangan asam basa,
Stimulasi pembentukan sel darah merah,
Regulasi tekanan darah melalui sistem renin angiotensin,
Aktivasi vitamin D. 3
2. URETER
Ureter terdiri dari dua saluran pipa yang masing-masing menyambung dari ginjal ke
kandung kemih (vesika urinaria). Panjangnya kira-kira 25 – 30 cm, dengan
penampang ± 0,5 cm. Ureter sebagian terletak dalam rongga abdomen dan sebagian
7
terletak dalam rongga pelvis. Secara fisiologis ureter memiliki 3 tempat penyempitan,
yaitu pada ureter pelvic junction, pada persilangan ureter dengan fossa iliaka, dan pada
masuknya ureter ke dalam vesika urinaria.
Ureter dalam sistem saluran kemih hanya berfungsi sebagai saluran untuk
menyalurkan urin dari ginjal ke vesika urinaria. Perdarahan ureter dibagi menjadi 3,
bagian superior diperdarahi oleh cabang dari a.renalis, bagian media diperdarahi oleh
cabang dari a.iliaka komunis, dan bagian inferior diperdarahi oleh cabang dari a.iliaka
komunis dan cabang a. iliaka interna. 4,5
3. VESIKA URINARIA (KANDUNG KEMIH)
Vesika urinaria adalah sebuah kantung berdinding otot yang berfungsi untuk
menampung urin. Vesika urinaria terletak di dalam rongga pelvis di belakang simfisis
pubis. Secara garis besar, vesika urinaria terdiri atas dinding yang membentuk kantung
dan leher. Dinding ini terbentuk dari lapisan otot-otot yang tersusun sedemikian rupa
sehingga memungkinkan vesika urinaria untuk mengecil dan membesar. Kantung ini
dapat menampung urin 300 – 600 ml, namun biasanya persarafan dari vesika urinaria
sudah memberikan sinyal ke otak untuk miksi saat volume urin sudah mencapai
400ml. Sedangkan lehernya dibentuk oleh otot m.sfingter uretra internus yang
berfungsi untuk menjaga agar urin tidak keluar dari vesika urinarius.
Vesika urianaria mendapat vaskularisasi utama dari a.hipogastrika. Pada pria, vesika
urinaria juga mendapatkan suplai dari a.obturator dan a.glutea inferior, sedangkan
pada wanita mendapatkan suplai dari a.uterina dan a.vaginalis.
Untuk persarafannya, vesika urinaria memiliki persarafan autonom volunter dan
involunter. Persarafan volunter berasal dari segmen S2 – S4 yang mengatur m.sfingter
uretra eksternus untuk berkontraksi dan relaksasi saat miksi. Persarafan involunter
simpatik berasal dari T10 – L3 yang bila teraktivasi maka akan menginhibisi proses
miksi. Sedangkan persarafan parasimpatik beraasal dari S2 – S4 yang bila teraktivasi
maka akan terjadi proses miksi. 6
8
4. URETRA
Uretra terletak di distal dari leher vesika urinaria. Uretra pada pria dan wanita
memiliki bentuk yang berbeda. Pada wanita, panjang uretra sekitar 2,5 sampai 4 cm
dan terletak di antara klitoris dan pembukaan vagina. Pria memiliki uretra yang lebih
panjang dari wanita. Pada pria, panjang uretra sekitar 20 cm dan berakhir pada akhir
penis. Uretra pada pria secara garis besar dibagi menjadi 3 bagian:
Pars prostatica, terletak di prostat, Terdapat pembukaan kecil, dimana terletak
muara vas deferens.
Pars membranosa, sekitar 1,5 cm dan di lateral terdapat kelenjar bulbouretralis.
Pars spongiosa/cavernosa, sekitar 15 cm dan melintas di corpus spongiosum
penis.
Masuknya urin ke uretra dari vesika urinaria juga diatur oleh m.sfingter uretra
eksternus yang dipersarafi oleh saraf volunter. Pada ujung uretra pria terdapat bagian
yang melebar disebut fosa navikulare. 8
9
B. FISIOLOGI SISTEM URINARIUS
Fungsi dari sistem urinarius adalah untuk membuang sisa-sisa metabolisme dari dalam
tubuh. Sisa metabolisme tersebut dibuang dalam bentuk urin. Pembentukan urin terjadi di
dalam komponen terkecil ginjal yaitu nefron.
Pembentukan urin dalam nefron melalui beberapa tahapan:
1. Filtrasi
Darah yang mengalir masuk ke dalam ginjal mengalami filtrasi sehingga molekul-
molekul besar dalam darah tidak masuk ke dalam tubulus ginjal, misal protein,
eritrosit, dan leukosit.
Proses filtrasi terjadi di dalam badan Malphigi yang terdiri atas kapiler glomerulus
dan kapsula Bowman. Untuk mencapai ruangan Bowman, cairan / plasma harus
melalui barier filtrasi, yaitu endotel glomerulus, lamina basal, dan epitel kapsula
Bowman.
10
Hasil filtrasi yang disebut cairan ultrafiltrat memilki komposisi yang mirip dengan
plasma, yang membedakannya adalah cairan ultrafiltrat memiliki kandungan protein
yang lebih sedikit terutama protein-protein yang memiliki ukuran molekul besar.
2. Reabsorbsi
Proses reabsorbsi terjadi di tubulus. Proses ini mencegah agar zat-zat yang masih
dibutuhkan tubuh namun ikut terfiltrasi dari glomerulus tidak terbuang bersama urin.
Reabsorbsi merupakan suatu proses yang sangat selektif yang dilakukan untuk
mempertahankan komposisi dan volume lingkungan cairan internal yang sesuai. Zat-
zat plasma yang masih dibutuhkan tubuh diserap kembali sedangkan zat-zat sisa
yang mungkin membahayakan tubuh akan dieliminasi di urin.
3. Sekresi
Pada proses sekresi terjadi perpindahan zat-zat metabolik yang masih berada di
dalam darah ke dalam tubulus ginjal untuk dibuang bersama urin.
Sekresi merupakan mekanisme tambahan yang berfungsi untuk meningkatkan
eliminasi zat-zat sisa dalam tubuh.
4. Ekskresi
Ekskresi merupakan tahapan akhir pembentukan urin dimana sudah terbentuk urin
yang sesungguhnya yang mengandung sejumlah besar ion, air, molekul-molekul
asing, urea, dll. Ekskresi urin kurang lebih 1,5 liter dari 180 liter yang di filtrasi per
hari.8
11
Setelah terbentuknya urin di ginjal, maka urin akan melalui ureter dari ginjal di tampung
dalam vesika urinaria. Setelah vesika urinaria penuh maka sensor di vesika urinaria akan
mengirim sinyal ke otak untuk membuang urin dalam vesika urinaria (miksi).
Pada saat proses miksi yang terjadi adalah otak memerintah otot dinding vesika urinaria
untuk berkontraksi dan m.sfingter uretra internum untuk relaksasi. Sedangkan dalam proses
bladder filling terjadi hal yang sebaliknya. 8
C. FAKTOR PREDISPOSISI TERBENTUKNYA BATU
12
Idiopatik
Infeksi saluran kemih (mikroorganisme berdaya membuat urease (Proteus Mirabilis))
Benda asing (fragmen kateter, telur skistosoma)
jaringan abnormal atau mati (nefrosis papilla di ginjal) dapat menjadi nidus dan inti batu
multifactor (penderita multitrauma)
Dehidrasi
Statis/ gangguan aliran air kemih
Fimosis
Striktur meatus
BPH
Refluks vesiko-ureteral
Ureterokele
Konstriksi hubungan ureteropelvik
Atau pada beberapa orang terdapat kelainan kausal berupa kelebihan bahan dasar batu :
a. Hiperkalsiuria
1. Hiperkalsiuria absortif : gangguan metabolism yang menyebabkan penyerapan Ca di
usus meningkat. Ini juga dipengaruhi oleh vitamin D dan pada pasien hiperparatiroid.
2. Hiperkalsiuria renal : kebocoran pada ginjal yang mengakibatkan Ca positif di urin.
b. Hiperoksaluria :
akibat konsumsi vitamin C dosis tinggi dalam waktu lama, penggunaan methoxyflurane
enterik
c. Hiperurikusuria :
◦ Makanan yang banyak mengandung purin
◦ Pemberian sitostatika pada pengobatan neoplasma
◦ Dehidrasi kronis
◦ Obat obatan (thiazide, salisilat) 1
D. TEORI PEMBENTUKAN BATU
1. Teori inti (nucleus)
13
Kristal dan benda asing merupakan faktor pembentukan batu.
2. Teori matriks
Matriks organik dari serum atau protein protein urin, memberikan kemungkinan
pengendapan kristal.
3. Teori inhibitor kristalisasi
Beberapa substansi dari urin memberikan hambatan untuk kristalisasi. Konsentrasi yang
rendah terhadap substansi ini, memungkinkan terjadinya kristalisasi. 1
E. KOMPOSISI BATU
Analisis batu harus dilakukan untuk menentukan etiologi penyakit batu. Analisa dapat
dikerjakan secara kimiawi dengan cara kualitatif dan kuantitatif yakni kristalografi dan
autoanalisis. Cara lain dengan diseksi mikroskopis binokuler dengan mikroskop petrografik.
Juga ada cara instrumental melalui kristalografi radiografik, spektroskopi inframerah,
termoanalitik, mikroskopi electron. Dari semua cara, kristalografi radiografik dianggap
paling baik ditinjau dari kesederhanaan dan ketepatannya.
Jenis komposisi batu :
Batu oxalate kalsium, batu campuran oxalate kalsium dan fosfat
14
Kebanyakan merupakan batu idiopatik, berkaitan dengan sindroma alkali atau
kelebihan vit D. factor lain yang memegang peranan pada batu idiopatik adalah
dehidrasi, gastroenteritis, imobilisasi lama.
Batu fosfat dan kalsium (hidroksiapatit)
Kadang disebabkan oleh hiperkalsiuria (tanpa hiperkalsemia).
Batu fosfat ammonium magnesium
Didapatkan dari infeksi kronik oleh bacteria yang menghasilkan urease sehingga urin
menjadi alkali karena pemecahan ureum.
Batu asam urat
Disebabkan hiperuresemia pada arthritis urika.
Batu urat
Pada anak terbentuk karena pH urin rendah.
Batu xantin
Batu sistiin 2 1
15
BAB III
BATU GINJAL (PIELUM)
Epidemiologi
Batu bisa menempati bagian pelvis ginjal, bagian kaliks ginjal atau di pelviokaliks sehingga
bercabang menyerupai tanduk rusa. 2
Etiologi
Umumnya karena infeksi dan akibat obstruksi aliran kemih.2
Gejala subjektif
Asimptomatik – simptomatik.
Rasa sakit (pegal) di CVA yang mendadak ketika aliran urin mengenai batu,
atau berupa nyeri kolik akibat hiperperistaltik otot polos yang menjalar ke perut bagian bawah
sesuai dengan lokasi batu dalam ureter. namun rasa sakit tak sebanding dengan bendungan.
Gejala traktus digestivus yang menyerati nyeri kolik: nausea, vomitus, distensi abdomen yang
disebabkan oleh ileus paralitik.
16
Hematuria mikroskopis dan makroskopis
Infeksi, terjadi jika ada infeksi sekunder pada batu. penderita akan demam, menggigil, apatis 1
Gejala objektif
Bervariasi dari tidak ada kelainan (terutama batu di kaliks) sampai ada kelainan
Status generalisata :
Peningkatan suhu tubuh jika infeksi terjadi
Tanda anemia bisa terjadi jika hematuria hebat
Status lokalis :
Bisa teraba masa, jika terjadi hidronefrosis.
Ada nyeri di tempat terbentuknya batu, atau pada CVA 1,2
17
BAB IV
BATU URETER
Epidemiologi
Biasanya terjadi di tempat penyempitan ureter yakni di uretero pelvica junction, persimpangan
dengan fosa iliaca dan saat hendak memasuki pelvis.
Gejala subjektif
Rasa sakit (pegal) di CVA yang mendadak ketika aliran urin mengenai batu, atau berupa nyeri
kolik akibat hiperperistaltik otot polos yang menjalar ke perut bagian bawah sesuai dengan
lokasi batu dalam ureter disertai gejala tr digestivus dan nyeri alih yang khas. Pada pria rasa
sakit sampai ke testis/ scrotum. pada wanita sakit sampai ke vulva.
Gejala traktus digestivus : nausea, vomitus, distensi abdomen yang disebabkan oleh ileus
paralitik.
Namun jika batu sudah menetap di ureter, hanya ditemukan pegal pada sudut CVA karena
bendungan. 1,2
Gejala objektif
Sama dengan batu ginjal 1
18
BAB V
BATU BULI
Epidemiologi
Batu buli bisa terjadi nidus dan inti batu di kandung kemih, atau berasal dari batu ureter yang
kemudian menetap di kandung kemih. 2
Gejala subjektif
Kencing yang lancar, tiba tiba berhenti. Namun bila pasien mengubah posisi, aliran kencing
dapat lancer kembali. Pada anak anak, sering menarik penis
Disertai rasa nyeri hebat (yang menjalar sampai ke penis), pada anak anak sering menangis
dan berguling guling
Kadang terjadi hematuria
Kalau terjadi sistitis, ditemukan tanda infeksi.1
Gejala objektif
Status generalisata :
Peningkatan suhu tubuh jika infeksi terjadi
Tanda anemia bisa terjadi jika hematuria hebat
Pada lokalis : Ada nyeri di suprapubik. 1
19
BAB VI
BATU URETRA
Epidemiologi
Bisa berasal dari ureter, atau batu buli, atau terjadi pembentukan di uretra secara mandiri.
Biasanya batu dari ureter atau buli yang ikut aliran urin akan menyangkut di tempat yang agak
lebar (pars prostatika, permulaan pars bulbosa, fosa navikular). 2
Gejala subjektif
Kencing yang lancar, tiba tiba berhenti
Disertai rasa nyeri hebat (pada glans penis, batang penis, perineum dan rectum)
Retensi urin (total atau parsial) 1
20
BAB VII
PEMERIKSAAN PENUNJANG
A LABORATORIUM
1 darah
Anemia : pada gangguan ginjal kronis
Leukositosis : pada infeksi
Ur Cr : untuk menilai fungsi ginjal
Ca, P, asam urat : untuk menilai adanya hipersekresi 1
2 urin
Ph > 7,6 : dapat menyebabkan pengendapan batu anorganik.
Ph < 7,35 : dapat menyebabkan pengendapan batu asam urat (organic)
Sedimen + : bila terjadi hematuria (sel darah merah meningkat di urin)
Bila terjadi leukosituria (Sel darah putih meningkat di urin)
Biakan urin
CCT : untuk menilai fungsi ginjal
Ca, P, asam urat : untuk melihat adanya hipersekresi dalam urin 24 jam. 1
21
B.RADIOLOGIS
Foto BNO IVP
-Fungsi utamanya adalah untuk menilai anatomi ginjal serta menilai apakah ada batu atau
tidak.sepanjang tr urinarius bila tidak tampak pada pemeriksaan BNO.
-Persiapan BNO IVP :
pasien dipuasakan terlebih dulu untuk mengosongkan isi usus dari feces
berikan 2 tablet dulcolax pada malam hari sebelum pemeriksaan
pasien dipuasakan pada malam hari sebelum pemeriksaan.
BNO rutin dilakukan sebelum IVP
Kadar ureum <60 dan kreatinin <2
Skin test zat kontras
22
-Hal hal yang dinilai :
5 menit pertama :
untuk menilai fungsi sekresi dan ekskresi ginjal. Fungsi sekresi dikatakan baik, jika kontur
ginjal terlihat dengan jelas karena nefron nefron terisi kontras dengan baik.
Fungsi ekskresi dikatakan baik apabila kontras telah mengisi system pelviocalices.
15 menit pertama :
untuk menilai drainase ureter. Apakah kedua ureter telah trisi kontras dan sebagian vesika
urinaria juga telah terisi kontras. Kemudia dinilai juga adakah pelebaran kalises.
Derajat pembesaran kalises :
Grade 1 : mendatar
Grade 2 : tumpul/ blunting
Grade 3 : bulging
Grade 4 : ballooning
30 menit pertama :
untuk melihat apakah sleuruh vesika urinaria telah terisi kontras. Dan nilai apakah ada filling
drefect(pada masa buli). Additional shadow (pada diverticulosis) dan indentasi (masa diluar
buli)
Post miksi :
untuk menilai residu urin. Normalnya minimal.
23
Retrograde pielografi atau antegrad pielografi
Digunakan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal
dimana IVP tidak dapat dilakukan. Pelaksanaanya,
dapat dibantu dengan ultrasonografi untuk menuntun
pengerjaan.
Caranya dimasukan kateter ureter melalui sitoskop pada
ureter ginjal yang tidak berfungsi untuk memasukan
kontras. Untuk melihat lokasi, besarnya batu serta
apakah sudah terjadi bendungan (hidronefrosis)
C. USG
Bisa untuk melihat jenis batu, baik radiolucent atau opak, serta menentukan luas lumen buli. 2
24
BAB VIII
DIAGNOSA BANDING
Kolik ginjal dan ureter khususnya sebelah kanan
Kolik saluran cerna
Kolik kandung empedu
Apendisitis akuta
Adneksitis (pada perempuan)
Hematuria
Keganasan (tak ada nyeri).
Slain itu, batu yang bertahun tahun dapat menjadi tumor, umumnya karsinoma epidermoid
akibat rangsangan dan inflamasi.
Hidronefrosis
Tumor ginjal polikistik hingga tumor grawitz. 2
25
BAB IX
KOMPLIKASI
Komplikasi batu saluran kemih :
Obstruksi yang bias menyebabkan hidronefrosis dan berlanjut dengan atau tanpa
pielonefritisyang berakhir dengan penurunan faal ginjal. Jika terjadi pada kedua ginjal, bisa
terjadi uremia.
Infeksi sekunder
Iritasi berkepanjangan pada urotelium yang dapat menyebabkan terjadinya keganasan
Khusus untuk batu uretra, bias terjadi divertikulum uretra. Bila obstruksi berlangsung lama,
bias terjadi ekstravasasi kemih dan terbentuk fistula yang letaknya di proksimal batu ureter. 2
26
BAB X
TATA LAKSANA
Penatalaksanaan batu saluran kemih dapat dibagi menjadi:
1. Mengatasi gejala
2. Pengambilan batu
3. Pencegahan8
A. Mengatasi gejala
Batu saluran kencing dapat menimbulkan keadaan darurat bila batu turun dalam sistem
kolektikus dan dapat menyebabkan kelainan sebagai kolik ginjal atau infeksi di dalam
sumbatan saluran kemih. Nyeri yang terjadi dapat terjadi akibat dilatasi sistem sumbatan
dengan peregangan reseptor sakit dan iritasi lokal dinding ureter atau dinding pelvis ginjal
disertai edema dan pelepasan mediator sakit. 8
Tindakan emergensi ditujukan kepada pasien dengan kolik ginjal. Pasien dianjurkan untuk
tirah baring dan dicari penyebab lain. Berikan spasme analgetik atau inhibitor sistesis
prostaglandin (intravena, intramuskular, atau supositoria). 8
B. Pengambilan batu
Keluhan pada penderita batu saluran kencing karena terbentuknya batu di dalamnya, sehingga
dengan keluarnya batu tersebut akan menghilangkan keluhan pada penderita. Batu dalam
saluran kencing dapat keluar dengan spontan maupun dengan alat:
Keluar dengan spontan
Bila masalah akut dapat diatasi, gambaran radiologis yang ditemukan adalah merupakan
basis penanganan selanjunya. Berdasarkan ukuran, bentuk, dan posisi batu dapat
diestimasi batu akan keluar spontan atau harus diambil. Batu yang keluar spontan 60 –
70% cenderung mengalami kekambuhan, sehingga perlu diberikan terapi pencegahan
27
kolik dijaga pembuangan tinja tetap baik, antiedema, diuresis, dan dianjurkan untuk
berolahraga. Batu tidak diharapkan keluar spontan bila batu berukuran besar atau melebihi
6 mm, disertai dilatasi hebat pelvis, infeksi atau sumbatan sistem kolektikus. 8
Keluar dengan pengambilan batu
Indikasi pengambilan batu dengan teknik operasi antara lain:
Ukuran batu > 7mm, karena kemungkinan untuk keluar secra spontan sangat kecil
Pemberian anti nyeri tidak mengurangi keluhan
Disertai dengn proses infeksi
Adanya resiko pionefrosis atau urosepsis
Disertai sumbatan ginjal baik unilateral maupun bilateral. 17
Pengambilan batu dapat dilakukan dengan beberapa metode mulai dari yang non invasive
berupa gelombang kejutan litotrips ekstrakorporeal (ESWL), minimal invasive berupa
prekutaneous nefrolitomi, uteroscopy (URS) dan operasi terbuka. 8
ESWL
Extracoporeal Shock-Wave Lithotripsy adalah terapi yang menggunakan gelombang kejut
(shock wave), yang ditembakkan dari luar tubuh ke arah batu ginjal sampai batu ginjal
tersebut hancur berkeping keeping dengan beberapa kali (bahkan ribu) tembakan sampai
ukuran serpihannya cukup kecil hingga dapat dikeluarkan secara natural dengan urinasi.
Proses hancurnya batu ginjal diprediksi merupakan hasil kombinasi dari efek langsung
maupun tidak langsung dari shock waves. Untuk dapat menjelaskan proses hancurnya batu
ginjal, terlebih dahulu kita perlu mengetahui profil dari shock wave yang dihasilkan di titik
fokus penembakan. Secara umum, shock wave ditandai dan diawali oleh high positive
pressure (compressive wave) dengan durasi singkat sekitar satu mikrodetik, kemudian
28
diikuti oleh negative pressure (tensile wave) dengan durasi sekitar tiga mikrodetik. High
positive pressure di dalam batu ginjal akan mengalami refraksi dan refleksi, dan akhirnya
membangkitkan tensile dan shear stress di dalam batu ginjal. Selanjutnya retak akan
terjadi dan merambat hingga menyebabkan batu pecah menjadi dua atau
beberapa fragment besar. Pada saat yang sama, tingginya compression stress dapat
menyebabkan erosi pada permukaan batu ginjal. Proses di atas dikatakan sebagai efek
langsungdari shockwave. Sedangkan negative pressure, akan mengakibatkan
munculnya cavitation bubbles pada fluida di sekitar batu ginjal dan ini dikatakan sebagai
efek tidak langsung dari shock wave. Cavitation bubbles ini kemudian
akan collapse menghujam permukaan batu ginjal dan menyebabkan erosi.
Dikatakan sebagai terapi non-invasive, karena tidak memerlukan pembedahan atau
memasukkan alat kedalam tubuh pasien
Ini merupakan metode yang sering dipakai pada 90% pengambilan batu saluran kencing
dikarenakan memiliki kontraindikasi yang minimal pada pasien dikarenakan keamanan,
keefektifan serta kefleksibelannya terhadap posisi batu ginjal. Sebagai perbandingan,
terapi PNL hanya efektif untuk penanganan batu ginjal yang masih berada dalam ginjal
atau atau yang berada pada ureter bagian atas. Sedangkan terapi URS efektif pada batu
ginjal yang berada pada ureter bagian bawah atau pada kandung kemih. Kemudian dari
segi keamanan dan kenyamanan, pasien yang diterapi dengan ESWL pada umumnya tidak
memerlukan obat bius atau penahan sakit saat terapi dilakukan, dan sudah dapat
melakukan aktifitas seperti biasa dalam satu atau dua hari setelah terapi. Sedangkan untuk
PNL dan URS diperlukan waktu pemulihan sekitar satu sampai dua minggu, dan waktu
pemulihan yang lebih panjang dibutuhkan lagi bagi pasien yang menjalani operasi
terbuka, yaitu sekitar enam minggu
Kontra indikasi dari metode ini adalah kehamilan, pasien yang memiliki masalah
perkemihan, pasien memiliki infeksi saluran urinarius, kanker ginjal.18
Metode ini memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi pada batu yang berukuran ≤ 20 mm.
Keberhasilan dari metode ini tergantung dari letak batu, jumlah batu, fungsi ginjal, dan
komponen pembentuk batu. Pada batu yang letaknya di pelvis renalis cenderung memiliki
29
angka keberhasilan lebih tinggi dari pada batu di ureter. Batu dengan komponen
pembentuk kalsium atau sitrat struvit lebih mudah dihancurkan dengan metode ini
dibandingkn dengan batu komponen sistin.19
Komplikasi dari ESWL adalah rasa nyeri, blok pada pancaran urin, infeksi saluran kemih,
hematuria.
PNL
Precutaneous Nepholithotomy adalah metode pengambilan batu yang invasif minimal
karena memasukan instrument kecil ke tubuh penderita. Dalam terapi PNL, guide
wire dimasukkan melalui kulit dekat pinggang kemudian dengan membuat lubang kecil
menembus masuk ke dalam ginjal sampai ia menemukan posisi batu ginjal. Sejenis
tabung kecil kemudian dimasukkan sepanjang guide wire untuk membuat tunnel, dimana
nantinya lewat tunnel ini dimasukkan instrumen kecil untuk menghancurkan batu ginjal
dan mengeluarkan serpihannya. Bila metode ESWL tersedia maka metode PNL hanya
30
digunakan apabila angka keberhasilan dari ESWL kecil, batu berukuran lebih dari 2 cm,
batu diakibatkan oleh infeksi, dan adanya hambatan urin dari ginjal. Metode PNL tidak
disarankan bila batu berukuran kuran dari 1 cm, pasien obesitas, dan pasien
mengkonsumsi obat-obatan antikoagulan.
Meskipun nefroskop yang digunakan memiliki ukuran 24 – 30 Fr, namun sesungguhnya
memiliki dimensi yang lebih kecil mencapai 12 – 20 Fr. Dimensi alat yang sangat kecil
ini memperkecil kemungkinan komplikasi perdarahan dan trauma ginjal. Prosedur ini
biasanya dilakukan melalui kaliks dorsal dari kutub terbawah ginjal. PNL adalah teknik
minimal invasif namun tetap memiliki potensi risiko komplikasi: infeksi, perdarahan,
fistula kemih dan perforasi organ yang berdekatan. Terjadinya komplikasi ini dapat
dicegah dengan berhati-hati dan memperhatikan prosedur operasi dengan seksama.17
URS
Ureteroscopy atau yang biasa disingkat dengan URS, merupakan piranti medis bagian
dari rumpun tekonologi endolaparascopy yang sangat bermanfaat guna menolong pasien
yang menderita sakit pada saluran kencing seperti : infeksi saluran kemih, batu saluran
kemih, hingga batu yang menyumbat di ujung saluran kemih (ureter proximal) di daerah
sekitar pielum ginjal.
31
Prinsip kerja URS hampir mirip dengan PNL, namun dalam URS digunakan alat yang
dinamakan ureteroscopes, dimana alat ini dimasukkan melalui urethra (saluran kencing),
kemudian melalui bladder (kandung kemih) dan ureter (saluran kemih), sampai menemui
posisi batu ginjal.
Kemajuan ureteroskop dan instrumen pengambilan batu memungkinkan prosedur
ureteroskopik dilakukan hanya dengan menggunakan sedatif tanpa perlu anestesi umum.
Ureteroskop yang kaku dan fleksibel meminimalisir pelebaran ureter intramural.
Pengambilan batu saluran kencing secara ureteroskopik dengan keranjang atau forceps
relatif cepat dan memiliki morbiditas lebih rendah dari lithotripsy.20
Komplikasi pada ureteroskopi sangat jarang terjadi, kalaupun terjadi kemungkinan
komlikasi yang dapat ditimbulkan antara lain sepsis, striktur, cidera ureter, dan infeksi
saluran kencing. Di tangan spesialis yang handal, penggunaan ureteroskop tidak hanya
dapt menjangkau batu pada saluran kencing bagian bawah namun juga batu pada saluran
kencing bagian atas.17
Open Surgery
Open surgery atau operasi terbuka merupakan metode yang invasif. Namun seiring
dengan berkembangnya teknologi dan ditemukannya teknik-teknik pengambilan batu
yang minimal invasif, maka operasi ini hanya digunakan dengan indikasi tertentu:
Komposisi batu yang kompleks
32
Kegagagal terapi ESWL, PNL, maupun ureteroskopik
Kelainan anatomi intrarenal
Obesitas
Deformitas tulang
Memiliki kondisi medis tertentu yang berbahaya
Riwayat operasi terbuka berulang
Gangguan fungsi ginjal
Atas permintaan pasien sendiri
Batu berada di luar ginjal
Batu vesika urinaria yang sangat besar
Batu pada anak-anak
Kesimpulannya, metode operasi terbuka sudah nyaris ditinggalkan dalam penatalaksanaan
batu saluran kencing dikarenakan sudah adanya metode-metode lain yang lebih minimal
invasif.21
C. Pencegahan
Analisis batu untuk mengetahui jenis batu dapat membantu dalam langkah pencegahan
terjadinya rekurensi. Dengan menghilangnya faktor-faktor yang mempengaruhi kalikulogenesis
serta pengaturan jenis makanan dan minuman terhadap penderita-penderita yang telah diketahui
jenis batunya, terjadinya batu saluran kencing dan kemungkinan terjadinya rekurensi akan dapat
dicegah.16
33
Bentuk pencegahan terjadinya batu saluran kencing lainnya adalah dengan mengkonsumsi obat-
obatan tertentu tergantung dari komponen pembentuk batu:
Hiperkalsiuria idiopatik
Batasi pemasukan garam dan diberikan diuretik tiazid seperti hidroklorotiazid 25 – 50 mg
untuk menurunkan ekskresi kalsium. Dapat juga diberikan ortofosfat untuk mengurangi
ekskresi kalsium dan meningkatkan ekskresi inhibitor kristalisasi seperti pirofosfat.
Hiperurikosuria
Berikan aloporinol 100 – 300 mg/hari untuk menurunkan kadar asam urat.
Hipositraturia
Berikan kalium sitrat. Hal ini berdasarkan penelitian dimana pemberian minuman air jeruk
nipis yang diberikan sesudah makan malam pada pasien batu ginjal kalsium dengan
hipostraturia dilaporkan dapat meningkatkan eksresi asam sitrat dan pH urin di atas 6 secara
bermakna.
Hiperoksalouria
Usahakan pengurangan absorbsi oksalat intestinal, berikan banyak asupan cairan, kalium
sitrat (untuk mengkoreksi asidosi metanolik bila ada), kalsium karbonat (1 – 4 g/hari untuk
mengikat oksalat lumen intestinal).
Batu kalsium fosfat
Seperti pada pasien kalsium oksalat dapat diberikan kalium sitrat.16
34
KESIMPULAN
Urolithiasis adalah proses terbentuknya batu di saluran kemih. Proses pembentukan batu
ini dipengaruhi oleh banyak faktor baik dari internal maupun eksternal. Penyakit ini dapat
meyerang segala usia dan prevalensinya hampir sama antara pada pria maupun wanita. Tidak
semua penderita dengan batu saluran kemih memberikan keluhan yang sama, karena keluhan
ditentukan oleh letak, besarnya dan morfologi batu. Untuk mendiagnosa batu saluran kemih
maka memerlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang baik.
Penatalaksanaan dari penyakit batu saluran kemih ini secara garis besar adalah dengan
terapi simptomatik, pengambilan batu, dan pencegahan. Batu saluran kemih dapat keluar dengan
spontan bila ukurannya cukup kecil, namun harus diambil secara langsung bila batu berukuran
cukup besar. Metode seperti ESWL, PNL, dan URS adalah metode-metode yang sering dipakai
dalam pengambilan batu yang tidak bisa keluar secara spontan. Sedangkan metode open surgery
sudah jarang dilakukan kecuali atas indikasi-indikasi tertentu.
Pencegahan terjadinya batu saluran kemih kembali adalah dengan mengetahui terlebih
dahulu jenis batunya. Lalu setelah itu hilangkan faktor-faktor yang dapat menyebabkan
terbentukanya batu kembali. Secara garis besar pencegahan ini dilakukan dengan menurunkan
konsentrasi reaktan, meningkatkan konsentrasi inhibitor pembentukan batu, pengaturan diet,
serta pemberian obat-obatan tertentu bilamana perlu.
35
DAFTAR PUSTAKA
1. Staf pengajar Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universaitas Indonesia.
Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta, Penerbit.Binarupa Aksara Publisher. Hal: 145-
192.
2. R, Sjamsuhidajat. Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed.3, Jakarta. 2013.Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Hal 872-879.
3. Kidney Anatomy. Avilable at: http://emedicine.medscape.com/article/1948775-
overview#showall . Accessed on: 27th July 2013. Updated on: 24th June 2011.
4. Widjaja, A R. Diktat Urologi Umum. Bagian Bedah Fakultas Kedokteran Universitas
Trisakti, Jakarta: 2006; 1.
5. Ureter Anatomy. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/1949127-
overview#showall . Updated on: 11th April 2012. Accessed on: 2nd August 2013.
6. Bladder Anatomy. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/1949017-
overview#showall . Updated on: 24th May 2011. Accessed on: 2nd August 2013.
7. Autonomic Regulation of the Bladder. Available at:
http://www.ncbi.nlm.gov/books/NBK10886/ . Accessed on: 25th July 2013.
8. Sja'bani M. Batu Saluran Kemih. In: Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid II. ed.V. Editor:
Aru W S, Bambang S, Idrus A, dkk. Jakarta. InternaPublishing. 2009. 1030-1.
9. Preminger GM, Tiselius HG, Assimos DG, Alken P, Buck AC, Gallucci M, Knoll T,
Lingeman JE, Nakada SY, Pearle MS, Sarica K, Türk C, Wolf Js Jr. American
Urological Association Education and Research, Inc; European Association of Urology.
2007 Guideline for the management of ureteral calculi. Eur Urol. 2007
Dec;52(6):1610–31.
10. Rassweiler JJ, Renner C, Chaussy C, Thüroff S. Treatment of renal stones by
extracorporeal shockwave lithotripsy: an update. Eur Urol. 2001 Feb;39(2):187–99.
36
11. Katz G, Lencovsky Z, Pode D, Shapiro A, Caine M. Place of extracorporeal shock-
wave lithotripsy (ESWL) in management of cystine calculi. Urology. 1990
Aug;36(2):124–8.
12. Doré B. Complications of percutaneous nephrolithotomy: risk factors and management.
Ann Urol (Paris) 2006 Jun;40(3):149–60.
13. Monga M. Accessory instrumentation for ureteroscopy. Curr Opin. Urol. 2004
Mar;14(2):107–9.
14. Wolf JS Jr. Treatment selection and outcomes: ureteral calculi. Urol Clin North Am.
2007 Aug;34(3):421–30.
15. Abreu SC, Gill IS. Advanced renal laparoscopy. BJU Int. 2005 Mar;95(2):114–9.
16. Raharjo J P, Tessy A. Batu Saluran Kencing. In: Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid II.
Jakarta. Balai Penerbit FKUI. 1999; 340.
17. Preminger GM, Tiselius HG, Assimos DG, Alken P, Buck AC, Gallucci M, Knoll T,
Lingeman JE, Nakada SY, Pearle MS, Sarica K, Türk C, Wolf Js Jr. American
Urological Association Education and Research, Inc; European Association of Urology.
2007 Guideline for the management of ureteral calculi. Eur Urol. 2007
Dec;52(6):1610–31.
18. Eisenmenger W., The Mechanisms of Stone Fragmentation in ESWL, Ultrasound in
Medicine and Biology, Vol. 27, No. 5, 2001
19. Katz G, Lencovsky Z, Pode D, Shapiro A, Caine M. Place of extracorporeal shock-
wave lithotripsy (ESWL) in management of cystine calculi. Urology. 1990
Aug;36(2):124–8.
20. Monga M. Accessory instrumentation for ureteroscopy. Curr Opin. Urol. 2004
Mar;14(2):107–9.
21. Abreu SC, Gill IS. Advanced renal laparoscopy. BJU Int. 2005 Mar;95(2):114–9.
37